KESESUAIAN AGROKLIMAT UNTUK PENGEMBANGAN JAMBU METE DI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA Aminuddin Mane Kandari 1), Zulkarnain2) dan Syamsuddin Jufri 1) ABSTRACT Cashew nut production have a high strategis value economically. The study aimed to determine the level of agroclimate suitability and the potential land area for cashew nut development in South Konawe District, South-East Sulawesi Province. Application of geographic information systems (GIS) was conducted in processing geo-referenced spatial data. Level of agro-climate suitability was determined by climate parameters such as rainfall, temperature and humidity, while potential land area was determined by climate parameters, forest utilization and status of forest areas. The results showed that majority of the agroclimaticland suitability for cashew nut development was classified as conform by an area of ±234,589.41ha, however one third of the areas classified as not conform by an area of ±155,500.12 ha. Furthermore, potential land area for cashew nut development had an area of ±153,878.24ha. We conclude that South Konawe District have potential location for cashew nut development. Therefore, in order to implement it, it is important to consider other factors, such as the selection of the leading commodity in an area of development, the potential for regional resources including land, labor, facilities andsocio-economic infrastructures, social conditions economic and cultural community. Keywords: Agroclimatic, Suitability, Cashew nut, GIS PENDAHULUAN Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman, bahkan tipe vegetasi yang tumbuh di suatu secara substansial menggambarkan kondisi iklim di tempat dimaksud.Kenyataan menunjukkan bahwa pada kondisi tertentu pengaruh iklim terhadap vegetasi yang tumbuh di suatu tempat jauh lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh tanah. Menurut Bansook et al (2011), pada tanah yang sama menunjukkan jenis vegetasi yang jauh berbeda akibat kondisi iklim yang berbeda. Sehubungan dengan itu, Tjasyono dan Harijono (2007) menyatakan bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan produksi dan mengurangi resiko kegagalan 1)
2) 3)
panen tanaman pertanian yakni menyesuaikan tanaman yang ingin dikembangkan dengan kondisi iklim setempat. Jambu mete (Anacardium occidentale L.) merupakan komoditas pertanian yang sangat prospektif karena disamping sebagai tanaman konservatif juga produksinya menjadi salah satu komoditas ekspor sebagai penyumbang devisa negara. Saat ini, Indonesia menjadi negara penghasil jambu mete terbesar ke lima setelah Nigeria, India, Pantai Gading, dan Vietnam. Hal tersebut sesuai pula dengan laporan Frans (2013) bahwa pada tahun 2010 Indonesia menduduki peringkat ke-lima penghasil biji kacang mete terbesar di dunia. Rata-rata produksi dan luas areal jambu mete di Indonesia periode 2008-2013 yakni 114.789
Staf Pengajar Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari, Staf Pengajar Pada Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Univ. Halu Oleo Kendari Staf Pada Badan Meterologi dan Geofisika Kendari AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
123
124
ton dari 575.841 ha (Dirjen Perkebunan RI, 2013). Menurut Purwanto (2008), secara nasional Sulawesi Tenggara (Sultra) menempati posisi pertama penghasil mete (35 % produksi nasional), disusul Sulsel (25 %), Lombok, Flores dan Sumbawa (30 %) serta Jawa-Madura (10 %). Di Sultra, khususnya di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) produksi jambu mete mencapai 4.472 tonseluas 18.226 ha, menempati peringkat kedua setelah tanaman kakao yang produksinya mencapai 8.465 ton dengan luas 19.376 ha, sementara lahan tidur yang belum dimanfaatkan masih cukup luas yakni 60.252 hadari total luas lahan ±480.179,34 ha (BPS Konawe Selatan, 2011; BPS Sultra, 2011). Banyak faktor yang menentukan pengembangan dan produktivitas tanaman, namun yang menjadi pertimbangan penting antara lain adalah kesesuaian iklim dan keragaman sifat lahan karena setiap jenis tanaman membutuhkan persyaratan iklim dan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal, sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan dan tingkat produktivitasnya (Djaenudin et al., 2011).
Beberapa hasil penelitian merekomendasikan bahwa setiap wilayah memiliki kondisi iklim yang spesifik dan tanaman yang diusahakan juga spesifik sehingga setiap wilayah pengembangan tanaman diperlukan adaptasi sebagai salah satu upaya mengantisipasi terjadinya perubahan iklim (Grades, 2008; Gopacumar, 2011; Laderach, 2011). Daerah yang sesusi untuk pengembangan jambu mete, : ketinggian tempat 0 - 700 m dpl, memiliki curah hujan tahunan 1.000-2.000 mm dengan 4-6 BK; suhu udara 25 - 35oC dengan optimum 27oC; kelembaban nisbi 70-80%, namun masih dapat bertoleransi pada tingkat kelembaban 60-70% (Prihatman, 2000; Setiawan, 2000; Cahyono, 2001). Pendapat tersebut relevan dengan pernyataan Tolla (2004) bahwa jambu mete akan berproduksi dengan baik pada wilayah yang berkelembaban rendah yang didukung dengan pemupukan. Berdasarkan persyaratan iklim, daerah pengembangan jambu mete dibedakan atas empat katagori, yaitu sangat sesuai(SS), sesuai (S), agak sesuai (AS) dan tidak sesuai (TS), disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Tingkat Kesesuaian Iklim Jambu Mete Faktor lingkungan (Iklim) Altitude (mdpl) Curah Hujan (mm/tahun) Bulan Kering / tahun Bulan Basah/tahun Kelembaban Udara (%) Suhu Udara (0C)
Sangat Sesuai (SS) <200 1.500 -2.500 5-5 5-7 70 - 80 27-28
Tingkat Kesesuaian Sesuai Agak Sesuai (S) (AS) 200 - 500 500 – 700 1.000 – 1.500 800 – 1.000 5-6 2-4 4-5 3 – 4 atau 7 - 9 65 - 70 60 - 65 25-27 atau 28-30 15-25 atau 30-35
Tidak Sesuai (TS) > 700 < 800 atau> 2500 <2 atau >6 < 3 ayau > 9 60 atau > 80 <15 atau >35
Sumber : Zaubin dan Suryadi (2003) Merujuk pada masih rendahnya capaian produksi dan luas areal jambu mete di Kabupaten Konsel bila dibandingkan dengan rata-rata nasional, serta masih luasnya lahan tidur yang belum dimanfaatkan, maka diperlukan upaya
pengembangan wilayah untuk meningkatkan produksi jambu mete baik melalui cara intensifikasi, ekstensifikasi, maupun rehabilitasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah optimasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan jambu mete
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
125
dengan mempertimbangkan kesesuaian iklim dan kondisi geografis wilayah agar produksi hasil panen yang dicapai dapat maksimal baik kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Baja (2012a), optimasi pemanfaatan ruang yang efisien dan efektif dapat dilakukan antara lain melalui perencanaan tata guna lahan dengan mempertimbangkan banyak faktor terutama biofisik lahan dengan mengaplikasikan teknologi penginderaan jauh dan geografi information system (GIS). Lebih lanjut dijelaskan bahwa aplikasi GIS diyakini kehandalannya karena dalam operasionalnya dapat diperoleh informasi kesesuaian lahan terbaru yang lengkap dan akurat dalam bentuk spasial digital dinamis. GIS sebagai suatu sistem informasi berbasis komputer, digunakan untuk memproses data spasial yang bergeoreferensi (berupa detail, fakta, kondisi, dan sebagainya). GIS secara umum memberikan informasi yang mendekati kondisi dunia nyata, memprediksi suatu hasil dan perencanaan strategis. Aplikasi GIS telah terbukti cukup efektif dalam menentukan kesesuaian lahan tanaman. Teknologi GIS dapat mengevaluasi karakteristik potensial lahan secara sempurnah sehingga dapat dengan mudah kita membuat perencanaan pengembangan tanaman (Parfi, 2005; Haryanto, 2010; Baja, 2012a, Kandari et al, 2013). Berdasarkan berbagai penjelasan yang telah dikemukakan, telah dilakukan penelitian evaluasi kesesuaian lahan di Kabupaten Konseldengan mengaplikasikan teknologi GIS, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian agroklimatjambu mete dan luas lahan pontensial yang dapat dikelola.
menulis, serta laptop dengan software Arcview GIS 3.3 dan Microsoft excel untuk mnginput dan tabulasi data, pengolahan data. Bahan yang digunakan meliputi : (1) Data primer,yaitu data yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan (ground check) dan wawancara kepada masyarakat/petani jambu mete, (2) Data sekunder,data yang diperoleh dari instansi terkait yang terdiri dari : (a) Data iklim (penyinaran matahari, suhu udara, curah hujan, dan kelembaban udara) selama 10 tahun terakhirdari beberapa stasiun iklim dan hujan di Kabupaten Konawe Selatan dan sekitarnya,(b) data agronomi tanaman jambu mete dari studi pustaka; (3) peta Kabupaten Konawe Selatan, meliputi : (a) peta administrasi, (b) peta topografi,(c) peta penutupan lahan, (d) peta kawasan hutan, (e) peta lokasi pertambangan, dan (f) petajenis tanah. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (1) Pengumpulan data dari instansi terkait dan studi pustaka, (2) Pengolahan data spasial, (3) Penentuan kondisi agroklimat wilayah, (4) Pewilayahan tingkat kesesuaian agroklimat tanaman jambu mete, (5) Penentuan ketersediaan lahan, dan (6) Tahap evaluasi meliputi survey lapangan/ground cek. Metode analisis data yang digunakan, meliputi metode tabulasi, metode rata-rata, metode interpolasi, metode neraca air lahan Thornthwaite and Mather (1957), metode klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson (1951), dan metode overlay (matcing). Selanjutnya untuk mengetahui karakteristik biofisik lahan dan tingkat kesesuaian agroklimat jambu mete digunakan metode GIS dan diwujudkan dalam bentuk peta. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Konsel Sultra dengan menggunakan peralatan : GPS, kamera, dan alat tulis
Hasil 1. Bentuk tanah dan penutupan lahan Hasil penelitian menunjukkan bahwa permukaan tanah di wilayah Kabupaten
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
126
Konsel pada umumnya bergunung dan berbukityang diapit oleh dataran rendah yang sangat potensial untuk pengembangandi sektor pertanian. Wilayah penelitian mempunyai beberapa sungai besar yang cukup potensial untuk pengembangan pertanian, irigasi dan pembangkit tenaga listrik seperti Sungai Lapoa, Sungai Laeya, dan Sungai Roraya (BPS Konsel, 2011). Hasil analisis GIS menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Konsel mempunyai 15 kelas tutupan lahan, yaituhutan, belukar, tegalan, pemukiman, ladang, rawa, alang-alang, semak, mangrove, tambak, sawah, kebun campuran, hutan/hutan jarang, Daerah Terbuka, Sagu. Tutupan terluas adalah Hutan dan belukar masing-masing 140.590,40 ha atau 32,71% dan 111.369,56 atau 25.91 %, sementara tutupan tertendah adalah tutupan Sagu yaitu 0,22 ha atau 0,0001% dari luas seluruhnya.
Berdasarkan status kawasannya maka wilayah penelitian terdiri dari APL seluas 240.386,94 ha, Hutan Konservasi seluas 76.472,58 ha, Hutan Produksi seluas 65.008,02 ha, Hutan Lindung seluas 43.208,40 ha, Hutan Produksi terbatas seluas 3.706,79 ha dan selebihnya adalah tubuh air. 2. Tipe Iklim Schmidth-Fergusson Hasil analis tipe iklim Kabupaten Konsel berdasarkan metode Schmidth-Fergusson disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa wilayah penelitian didominasi oleh tipe iklim agak basah yakni seluas 226.464,62 ha atau 50,16%, dan terendah tipe iklim basah yakni 10.698,56 ha atau 2,37%, secara fisual disajikan dalam bentuk peta pada Gambar 1.
Tabel 2. Tipe Iklim Schmidth Ferguson di Kabupaten Konsel Luas
Tipe iklim
(ha) 10.698,56 226.464,62 214.356,88
Basah Agak basah Sedang
(%) 2,37 50,16 47,47
Sumber : Hasil Analisis GIS, 2011 PETA IKLIM SCHMIDT FERGUSON KABUPATEN KONAWE SELATAN
N
' 0 4 2 2 1
' 0 2 2 2 1
' 0 0 2 2 2 1 2 1
°
°
°
T $
ro #
Lambuya
4
Tl. Kendari
#
#
0
4
Miles
Kaputeok a
KAB. KOLAKA
#
S. Eha
KAB. KONAWE
#
Bek abeka #
Andapo Lal oam ba Tawaret ebot a Opaas i Matabondu Aemea #
#
G. AHUWAWALI
#
Adak a
#
#
#
#
KOTA KENDARI
#
#
#
T $
NDO BAO
Puas ana
#
#
#
Alojay a Hom ebase Suk ahar ja Lepolepo RA NOME ET O Sukadami
#
Wundumopok o Watuwatu Sabulak oa Puwehuko 2
S. Waitusa
#
#
#
Tg.t iram Tiram Tanjung
P. Hari
#
#
#
#
#
Andini Kuduk udu Tg. Pemali Tg. Nan Iwoimenda Tutuana Nangananga RAN OME TO Tg. Gommo Onewi la Amokuni Babo Labolabolaj aya Labuanberopa S. Wanggu Jat ibali Iwoiwanggu S Mek arsari Sumberurip Boroboro Duduria CDK /K PH KE NDA RI Tatehak Tg.a Opa Sukamuly a Pinesala Putrabali Wonua RP H W awos unggu RDK /B KP H K endari Aronggo S. WanggukONDA Matabubu Lak omea Lapot oto Tg. Batumea Mosowi Mek arjayLa Suk adamai A NDON O Nam bokokula S. Wanggu Ahuolano Kembangsari Puus anggol a Ram buram bu Ram buram bu Masai ra Tambeanga Mombot udu LANDON O Puunggalumba P. Lara Purwodadi L al on duasi KONDA L abuant oon e Suk ary a Puudonggala Purworejo S. Boroboro Muly asari Repe T E LU K S T A R I N G Suk amaju Waw osanggula Lol ilu Tandosari Rajawali RAN OME TO BARAT Suk asari Ul oa Sim bonge Pombul a P. Moram o B es ar Jat imuly a Pudahowa Pewutaa Usausange Mataiwoi P. Wawos unggu Woruworu S. Kunikuni Matabubu Tg. Moramo Kahuripan Mawar Tg. Watunohu Ahuandomek ongga Ranopemat a ora P. Gala Wawosunggu Tasi Puundedao Lam omat e MORAMO U TARA P. I n t an Popa Lal ondut umbo Panambea Tg. Watu Sangisangi RanoohaBororo Koropua Lam or eko Mataiwoi Moramo Kolaro Koloha P. Campe Amohol a Tambosupa G. PUDAHOWA G. WAWO NGGALENDE Tapuwat u Puulem o Tetewenuko G. AMOHO LA Tg. Panambea Tl. Lapuko Mataiwoi AN GAT A S. Laonti S. Mowila Lapabet a Li dipoLabut u Mek ars ariSidom ulyo Puunolipu Tanggal asi P. Cam LA P UK O Awete G. KOND OLE Cam Koringga Ranom olua S. Ror aya Ram buram bu Putem ata Pausee G. WAWUNGGOTA Lol undawe S. MoramoMORAMO S. Adayu Lam okul aLakomea S. Andina uru S.Samat Aoma S. Benua Bosolo Kondono LAONTI Ul us awah Anggolopur o Tamans ari Mataiwoi Mulyasari Amoi to Wiawia Hegarmanah S. Laonti Napolua G. AMBEOKAHA S. Aosole Puos u BAI T O S. Aoma Tg. Watunggilala Muly orejo Purwasari WOLAS I Lal osingi Rundulam oa Tamogawe Mekarsari Muly osari Pajajaran Mataramj aya Braw ijaya Kataba Tuetue BE NU A G. WAWOUWA Matabubu
T $
Ek abudi Puwehuko Kampungbugis #
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
MOWI LA
T $
#
#
# #
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
T $
#
#
#
#
#
T $
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
T $
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
T $
#
#
#
#
#
#
T $
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
°
#
#
#
#
#
#
#
#
BU KE
S. Wolasi
#
T $
Unabak ti #
Tolihe
Alom bo
S. Sibi ngguro
S. Aonope
#
#
Tipe Iklim:
#
#
Tg. Watunggi lala
#
#
' 5 1 4
' 5 1 4
#
#
T $
#
#
#
#
°
T $
#
#
#
#
#
#
Jalan Sungai Batas Kecamatan Batas Kabupaten Gunung
#
#
#
#
S. Kembangm Landonoert a Lam olori Mowila AndinirRapawuhoi a
S. Aopa
Legenda:
#
#
#
#
#
S. Mowila
Banjar T engah
G. NDO LUSAMBA
B (basah) D (sedang) E (agak kering)
#
Sambahule Tolihe Potul a Andombot ombo #
Lam otau Lal oor udu Anduna Mondoe a aras Abembe olo Sugiw Watum eto Sumberjay Anngalomebo Li mbuara Anggatu Osena Kolono Lal ow Ar um Tombah Randooha Tegalsari HT I Waliandu S. AnggatuSieala PU NGGA LUK U Mondoe Awunio G. KOLONO Mek arjay a Kalesua Malaringgi Anggaliwa Ahunggulur i Tg. Merah Waturembe Labot a Onembute Waw onggura Lam one Ranooha KOLO NO Daw idaw i Kambowuk u Andinet e Kalanggar i Punggapu At aku Tongauna S. Lalonggombu Apolu Andanggabu Mataupe S. Windo Tobimeit a At ak u PA LANGGA Pulepuleloa Puuhopa Tetelar a Wawoo ne S. Rodar oda Lam apu PALAN GGA Areoindah Laeya Kampal aj aya Kampungbaru Anggalia Puuroda Anggorobot i G. TAWATAWARO S. Kaindi Kondawajaya Lal onggom buTetegole Puupi Oloa Ram bur am bu Panganria LAEYA S. Parasi T E LU K K O LO N O S. Rar a Pur ui Watum eeto Alam ray a Lam bangijaya Wantundolobot o Panganjaya Tanea Pantai rayS. a Langgapulu Kaindi Putem ata Wandaeha L andet alo Lai nea S. Ki aea Samaenre Lam bangi Matabubu Manggari a Labokeo Matabondu Bos ebose S. Laeya LAIN EA Tumbuuha Butus anga Langgapulu Tg. Tot Bolongit a Gers amat a Rum barumPesoa ba Anggesio KalandueKalandue Molinos aidah Mondoe Has an PALAN GGA S EL ATAN Amol engo Indra Ahuamendora At ari S. Labokeo Koeono Amondo Nelay an Tg. Labokeo Larok o S. Moolo Tg.Palot Lang gomeu awo #
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
°
#
°
°
#
#
#
#
T $
#
#
#
#
#
#
3 2 1
#
#
#
#
2 2 1
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
1 2 1
#
#
#
#
' 0 0 3 2 1
#
#
#
#
#
S. Moreo S. Mok upa
' 0 0 2 2 1
#
#
#
#
#
AN DOLO
#
#
#
#
' 0 0 1 2 1
S. Ror aya
#
#
#
#
#
#
Bou
#
T $
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
S. Mataupe
#
#
#
#
Tolihe Alengge Andolo #
BAS ALA
#
#
#
#
Alenggeagung
#
#
#
#
#
S. Anese
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
°
#
#
#
#
' 0 3 3
S. Lal omili
' 0 3 3
LALEMBU
°
#
#
#
#
S.Patuho
#
S. T olutu
TI NANGG EA
#
#
#
#
Tg. Amolengo
#
#
T E LU K #
Manggabut u
#
L A HI A Kalok alo #
Tg. Tengah
#
#
S. Ror aya
#
#
#
#
#
S. Laea
#
#
#
Tg. Lakidi #
#
S. Laea #
#
#
#
#
#
Tg. Penandu Titang Titang Wadongg oWatum elewe
Tg. Lakar a
S. Panggosi
°
#
°
Minas ajaya
Polewali Tl. Kalokalo
#
#
Tolit oli
Tanjung Lapadi #
#
#
Sl. Tobea Sl.Sl. Tobea Tobea
#
#
' 0 0 -4 4
#
' 0 0 4
S. Lalembu
#
4 -
S. Wowohu
#
#
#
#
#
S. Laea
G. LAKA
#
Toko Toko
#
°
G. LAKALIMU S. Wal ue
#
' 0 3 4
' 0 3 4
Sl. Tobea
KAB. BOMBANA S. Jawijawi
°
#
#
S. Umenda
usu
Tiga
#
#
#
3 2 1 ' 0 0 3 2 1
Skala 1 : 350.000
' 0 0 2 2 1
°
2 2 1
°
' 0 4 2 2 1
°
' 0 2 2 2 1
' 0 2 0 2 1 2 2 1
#
' 0 0 1 2 1
KAB. BUTON ° S. La T $
1 2 1
S. Laea G. PAN ULAEA
S. Lampopala
#
gkow ala
' 0 3 4
' 0 3 4
°
° ° Sum ber: ° Pet a R BI BAKOSORTANAL 1992 Pet a Adminis tras i Kab. Konawe Selat an 2010 Analis is GIS 2010
Gambar 1. Peta Iklim Schmidth Fergusson di Kabupaten Konsel AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
127
3.
Karakteristik Iklim untuk Kesesuaian Jambu Mete
Karakteristik Curah Hujan dan Kelembaban Udara serta Tingkat Kesesuaian Jambu Mete. Hasil analisis karakteristik curah hujan dan kelembaban udara di Kabupaten Konsel disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa curah hujan bulanan di wilayah penelitian memiliki variasi cukup besar dengan kisaran 40-210 mm, tertinggi bulan Juni dan terendah bulan September. Distribusi pola hujan di wilayah ini termasuk tipe ekuatorial
yaitu musim hujan dan kemarau yang tajam dan masing-masing berlangsung selama kurang lebih enam bulan. Kelembaban udara rata-rata bulanan berkisar antara 71 87%, tertinggi bulan Juni dan terendah bulan Oktober. Kelembaban udara ideal untuk tanaman jambu mete berkisar 70% - 80%, namun pada kelembaban 65%-70% masih dapat tumbuh baik dan sehat. Tingkat kesesuaian jambu mete berdasarkan curah hujan di Kabupaten Konsel disajikan pada Tabel 3.
Gambar 2. Fluktuasi Curah Hujan (%) dan Kelembaban Udara (%) Rata-Rata Bulanan di Konawe Selatan Tabel3. Kelas Kesesuaian jambu mete berdasarkan Curah Hujan Bulanan di Kab. Konsel
Kelas Kesesuaian Curah Hujan
Luas (ha)
Sangat Sesuai (SS) Sesuai (S) Agak Sesuai (AS) Tidak Sesuai (TS)
4.732,70 295.714,71 50.291,31 100.780,71
(%) 1,05 65,49 11,14 22,20
Sumber : Hasil Analisis GIS, 2011
Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian curah hujan di Kabupaten Konsel didominasi oleh kelas kesesuaian Sesuai (S) dengan luas wilayah sebesar 295.714,71 ha atau 65.49%, sedangkan terendah yakni kelas Sangat Sesuai (SS) hanya mencapai 1.05% atau sebesar 4.732,7 ha. Tingkat kesesuaian jambu mete berdasarkan nilai kelembaban
udara di Kabupaten Konsel disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa kelas kesesuaian jambu mete berdasarkan kelembaban udara di wilayah penelitian didominasi kelas Sangat Sesuai (SS) yakni 400.970,79 ha atau 88.80%, sedangkan yang terkecil luasannya yakni kelas Tidak Sesuai (TS) yakni 50,549.27 ha atau 11.20%.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
128
Tabel 4. Kelas Kesesuaian Kelembaban udara bulanan di Kabupaten Konawe Selatan Kelas Kesesuaian Kelembaban Udara Sangat Sesuai Tidak Sesuai
Luas (ha) 400.970,79 50.549,27
(%) 88,80 11,20
Sumber : Hasil Analisis GIS, 2011
Tabel 4 menunjukkan bahwa kelas kesesuaian jambu mete berdasarkan kelembaban udara di wilayah penelitian didominasi kelas Sangat Sesuai (SS) yakni 400.970,79 ha atau 88,80%, sedangkan yang terkecil luasannya yakni kelas Tidak Sesuai (TS) yakni 50.549,27 ha atau 11,20%. Karakteristik Suhu Udara dan Tingkat Kesesuaian Jambu Mete. Hasil analisis karakteristik suhu udara di wilayah penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu udara bulanan variasinya tidak besar dengan kisaran 26– 28oC, tertinggi bulan November
dan terendah bulan Juli – Agustus.Tingkat kesesuaian jambu mete berdasarkan suhu udara di wilayah penelitian semuanya tergolong Sesuai (S) dengan luas wilayah pengembangan 451.520,06 ha atau 100%. Neraca Air Lahan Klimatik. Hasil perhitungan neraca air lahan klimatik bulanan di Kabupaten Konawe Selatan berdasarkan data curah hujan peluang 75%, evapotranspirasi potensial (ETP) dan Evapotranspirasi aktual (ETA)sesuai hasil pengamatan dari tiga stasiun hujan (Tinanggea, Lamoso, dan Wolter Monginsidi) disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. FluktuasiCurah Hujan 75%, Evapotranspirasi Potensial, dan Evapotranspirasi Aktual Berdasarkan Pengamatan di Stasiun Tinanggea, Lamoso, dan Wolter Monginsidi
Gambar 3, menunjukkan bahwa pada Stasiun Tinanggea dan Lamoso terjadi periode surplus (kelebihan air) selama kurang lebih enam bulan (Januari - pertengahan Juli), sedangkan periode defisit (kekurangan air)
berlangsung lebih kurang 6 (enam) bulan (pertengahan Juli – Desember). Pada Stasiun Wolter Monginsidi terjadi periode surplus (kelebihan air) selama kurang lebih 11 bulan, sedangkan periode defisit (kekurangan
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
129
air) berlangsung pada pertengahan bulan Septamber. 4.Tingkat Kesesuaian Iklim Jambu Mete
Hasil overlay unsur iklim (curah hujan rata-rata, suhu udara rata-rata, kelembaban udara rata-rata, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah) untuk mengetahui tingkat kesesuaian pengembangan jambu mete di Kabupaten Konsel disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa kelas kesesuaian agroklimat jambu mete di
wilayah penelitian didominasi oleh kelas Sesuai (S) dengan luas 234.589,41 ha atau 51,96%, terendah yakni Agak Sesuai (AS) seluas 61.430,53 ha atau 13,61%. Pembagian tingkat kesesuaian tersebut secara visual disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa wilayah penelitian pada umumnya memiliki kondisiyang optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan jambu mete, yang kondisi agroklimatnya sesuai seluas 234.589,41 ha atau 51,96% dan yang tidak sesuai seluas 155.500,12 ha atau 34,44%.
Tabel 5.Kelas Kesesuaian Agroklimat Jambu Mete Di Kabupaten Konsel
Kelas Kesesuaian Iklim Sesuai Agak Sesuai Tidak Sesuai
Luas (ha) 234.589.41 61.4.0,53 155.500,12
(%) 51,96 13,61 34,44
Sumber : Hasil Analisis GIS, 2011
Gambar 4. Peta Tingkat Kesesuaian Agroklimat Jambu Mete di Kabupaten Konsel AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
130
5. Potensi Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Jambu Mete di Konawe Selatan Peta potensi ketersediaan lahan untuk pengembangan jambu mete berdasarkan kondisi agroklimat di Kabupaten Konsel disusun dengan mempertimbangkan faktor iklim dan faktor penggunaan lahan disajikan pada Gambar 5, dan secara rinci luasan masing-masing tingkat kesesuaian tersebut disajikan pada Tabel 6. Gambar 5 menunjukkan bahwa masih banyak wilayah
yang berpotensi untuk dapat dimanfaatkan sebagal areal pengembangan jambu mete di Kabupaten Konsel. Wilayah yang tidak berpotensi sebagian besar disebabkan faktor penutupan lahan dimana wilayah tersebut merupakan daerah pemukiman, sawah, rawa dan kawasan pertambangan dan kawasan hutan. Lahan-lahan yang belum dikelola seperti lahan terbuka, semak, belukar, alangalang, dan sebagainya secara ekonomis dapat dipergunakan sebagai daerah pengembangan jambu mete.
Gambar 5. Peta Agroklimat Wilayah Pengembangan Jambu Mete di Kabupaten Konsel Tabel 6. Kelas Kesesuaian Agroklimat dan Potensi Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Jambu Mete di Kabupaten Konsel Kelas Kesesuaian Agroklimat Sesuai Agak Sesuai Tidak Sesuai Lahan terpakai
Luas (ha) 114.632,26 39.245,98 102.318,34 195.323,48
(%) 25,39 8,69 22,66 43,26
Potensi Pengembangan Berpotensi Berpotensi Tidak Berpotensi Tidak berpotensi
Sumber : Hasil Analisis SIG, 2011
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
131
Tabel 6 menunjukkan bahwa dari lahan yang terpakai saat ini di Kab. Konsel terdapat 43,26% yang tidak berpotensi untuk pengembangan jambu mete, 25,39% berpotensi dengan kategori sesuai dan 8,69% berpotensi dengan kategori agak sesuai. Kenyataan tersebut dapat direkomendasikan bahwa terdapat 153.878,24ha atau 34,08% dari lahan di wilayah Kabupaten Konsel yang berpotensi untuk pengembangan jambu mete di Kab. Konsel. 2. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian pada empat kawasan lingkup stasiun iklim yang terdapat di wilayah Kabupaten Konsel dan sekitarnya, teridentifikasi bahwa Kabupaten Konsel memiliki karakteristik iklim (curah hujan rata-rata, suhu udara rata-rata, kelembaban udara rata-rata, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah) cukup beragam antara satu kawasan dengan kawasan lainnya, termasuk penutupan lahannya. Kenyataan ini relevan dengan laporan Kandari (1999) bahwa wilayah Sultra memiliki kondisi iklim yang cukup berbeda antara satu kabupaten dan kabupaten lainnya, bahkan dalam wilayah lingkup kabupaten yang sama juga relatif berbeda. Hubungannya dengan penentuan tingkat kesesuaian lahan spesifik kondisi agroklimat yang disusun oleh banyak faktor dengan karakteristik yang beragam, menunjukkan hasil yang cukup efektif melalui pemanfaatan teknologi GIS, khususnya untuk penentuan kesesuaian tanaman jambu mete di wilayah Kabupaten Konsel. Hal tersebut sejalan dengan Hezam et al., (2011) yang menyatakanbahwa dalam penentuan tingkat kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman berdasarkan faktor agroklimat cukup efektif bila mengaplikasikan GIS. Pendapat tersebut lebih tegas dijelaskan oleh Baja (2012b) bahwa teknologi GIS dapat mengevaluasi
karakteristik potensial lahan secara sempurnah sehingga dapat memudahkandalam membuat perencanaan pengembangan tanaman. Menurut Bobade (2010), kegiatan penelitian dengan menggunakan lahan sebagai sumber data yang bersifat general, dapat dintegrasikan secara efisien untuk kebutuhan perencanaan pengembangan tanaman di suatu daerah melalui pendekatan GIS Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir setengah wilayah administrasi Kabupaten Konsel berdasarkan kondisi agroklimatnya terdapat 234.589,41 ha atau 51,96% merupakan wilayah yang sesuai untuk tanaman jambu mete, meliputi : sebagian besar berada di wilayah Bagian Timur, Bagian Barat Laut dan sebagian kecil di wilayah Barat Daya (Gambar 4). Gambar 4, menunjukkan bahwa dari sekian unsurunsur iklim yang ditelititampak bahwa hampir keseluruhan unsur menunjukkan pengaruh terhadap tingkat kesesuaian jambu mete dengan proporsi yang berbeda-beda, yaitu: suhu udara dengan kelas sesuai mencakup 100%, kelembaban udara 88%, dan curah hujan 65.49%, masing-masing dari total luas wilayah Kabupaten Konsel. Kenyataan tersebut sesuai pula dengan hasil penelitian Kandari (2000) bahwa setiap wilayah memiliki karakteristik iklim yang berbeda-beda dan secara langsung menjadi arahan sesuai tidaknya suatu tanaman untuk dikembangkan dalam wilayah dimaksud. Pendapat tersebut didukung oleh pernyataan Lane dan Jarvis (2007) bahwa perubahan iklim dapat mempengaruhi kesesuaian tanaman pertanian pada suatu wilayah. Menurut Aliadi (2008) dan Handoko (2008), secara umum, perubahan iklim akan membawa perubahan pada parameterparameter cuaca, yaitu suhu udara, tekanan udara, curah hujan, kelembaban udara, laju serta arah angin, kondisi awan, dan radiasi surya.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
132
Lebih lanjut dijelaskan bahwa khususnya di daerah tropis atau lintang rendah perubahan nilai unsur-unsur iklim tersebut akan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman, distribusi hama dan penyakit tanaman dan manusia. Salim (2003) menyatakan bahwa peningkatan suhu udara pada gilirannya akan mengubah pola distribusi dan curah hujan, sehingga kecenderungannya bahwa daerah kering akan menjadi semakin kering dan daerah basah menjadi semakin basah yang pada akhirnya kelestarian sumberdaya air akan terganggu. Menurut Craufurd (1999), laju pertumbuhan meningkat dengan jelas saat tahap awal pertumbuhan tanaman terpapar oleh suhu, dimana energi panas meningkatkan aktifitas seluruh sistem pertumbuhan dan dalam kondisi tersebut efisiensi penggunaan panas menjadi tinggi. Mueller et al(2010) menyatakan bahwa faktor alam yang penting sebagai indikator efektif tidaknya pemanfaatan lahan pada suatu wilayah untuk pengembangan pertanian adalah karakteristik iklim, khususnya suhu udara, kelembaban udara dan curah hujan. Pernyataan tersebut erat kaitannya dengan pernyataan Rounsevell and Reay (2009) bahwa pemanfaatan lahan yang tidak efektif erat kaitannya dengan terjadinya perubahan iklim, namun bisa juga terjadi sebaliknya bahwa penggunaan lahan yang salah akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwasesuai tidaknya suatu areal pengembangan untuk komoditas tertentu erat kaitannya dengan kondisi lahan dan iklim setempat terutama berkaitan dengan persyaratan tumbuh yang diinginkan tanaman, kalaupun tetap dipaksakan tanaman tetap tumbuh namun akan kurang produktif bahkan akan mengalami kegagalan, kecuali diikuti dengan upaya perbaikan termasuk input teknologi yang dimungkinkan (Niggol et al. 2008).
Lavalle et al (2009) menyatakan bahwa antara tanah dan iklim khususnya curah hujan saling menunjang dalam proses pertumbuhan tanaman sehingga untuk mencapai pertumbuhan dan produktivitas yang optimum harus memenuhi persyaratan tanah dan iklim terutama curah hujan sebagai sumber air. Berdasarkan pendapat tersebut, teridentifikasi bahwa potensi ketersediaan lahan untuk pengembangan jambu mete di Kabupaten Konsel memiliki luasan yang cukup potensial (Gambar 5), yakni 34,08%, yang meliputi 25,39% tergolong kelasSesuai secara agroklimat dan 8,69% tergolong agak sesuai. Sedangkan selebihnya yakni 65,92% atau 297,641.8 ha tergolong tidak memungkinkan untuk pengembangan jambu mete. Wilayah-wilayah yang tidak memungkinkan atau dianjurkan untuk pengembangan tanaman jambu mete dibatasi dua faktor utama yaitu wilayah yang telah digunakan untuk pemanfaatan lain seperti kawasan hutan, pertanian, kebun masyarakat, ladang, pemukiman dan kawasan tambang, seluas 195.323,48 ha.dan wilayah yang tergolong kategori tidak sesuai secara agroklimat seluas 102.318,34 ha. Kenyataan tersebut, khususnya terkait pemanfaatan ruang untuk pengembangan suatu komoditas, relevan pula dengan pernyataan Baja (2012a), bahwa dalam penataan pemanfaatan ruang, selain mempertimbangkan aspek kesesuaian dan kemampuan/daya dukung lahan, juga perlu memperhatikan saling keterkaitan antar fungsi lingkungan dan pembangunan. Namun demikian pada penelitian ini penentuan potensi ketersediaan lahan untuk pengembangan jambu mete ini hanya didasarkan pada dua faktor saja yaitu kesesuaian agroklimat dan ketersediaan lahan. Oleh karena itu, agar penentuan lokasi pengembangan komoditas jambu mete di Kabupaten Konsel lebih implementatif, perlu dipertimbangkan faktor-faktor lingkungan
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
133
lainnyalain selain faktor agroklimat dan penggunaan lahan. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Djaenuddin et al., (2011) yang menyatakan bahwa untuk pengembangan suatu komoditas diperlukan beberapa persyaratan seperti adanya kesesuaian dalam pemilihan komoditas unggulan pada suatu wilayah pengembangannya, adanya potensi sumberdaya wilayah berupa lahan, agroklimat, tenaga kerja, sarana prasarana, kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Selain itu untuk mendorong peningkatan produktifitas komoditas unggulan di suatu wilayah, faktor lingkunganmerupakan hal yang sangat penting untuk mendorong produktifitas dan peningkatan pendapatan petani jambu mete. Menurut Evans et al (2014) pertumbuhan dan produktivitas jambu mete dipengaruhi oleh dukungan lahan khususnya iklim dan tanah yang sesuai. Beberapa penelitian yang berhubungan dengan pengembangan jambu mete di beberapa daerah di Indonesia, di Sumbawa Barat misalnya, menunjukkan bahwa terdapat dua permasalahan dalam pengembangan jambu mete, yaitu rendahnya produktivitas jambu mete dan rendahnya pendapatan petani jambu mete (Taslim et al., 2010). Menurut Akdemir (2012), kondisi iklim di suatu wilayah menjadi salah satu faktor produksi pertanian yang paling berpengaruh terutama pada masa pertumbuhan dan fase pembentukan biji atau produksi. KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. Kesesuaian agroklimat untuk tanaman Jambu Mete di Kabupaten Konselmeliputi tiga kelompok yaitu:wilayah yang Sesuai dengan luas ± 234.589,41ha (51,96%),
Agak Sesuai seluas ± 61.430,53ha (13,61%) dan Tidak Sesuai seluas ± 155.500,12ha (34,44%). 2. Potensi ketersediaan lahan di Kabupaten Konsel untuk pengembangan tanaman tanaman Jambu Mete yang berpotensi adalah seluas 153.878,24 ha (34,08%) dan yang tidak berpotensi seluas 297.641,82 ha (65,92%). DAFTAR PUSTAKA Akdemir S., H. Akcaoz, H. Kizilay, and A. Ozalp. 2012. Impacts of Climate factors on Wheat Yields in Turkey. Journal of Food. Agriculture & Environment, Vol. 10 (2): 398-402. WFLPublizer, Science and Technology. Helzinki Finland. Aliadi, 2008. Perubahan Iklim, Hutan dan REDD: Peluang atau Tantangan.CSO Network onForestryGovernanceand Climate Change, ThePartnership for Governance Reform, Bogor. Baja, S. 2012a. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah : Pendekatan Spasial dan Aplikasinya. Penerbit ANDI, Yogyakarta. Baja, S. 2012b. Metode Analitik Evaluasi Sumber Daya Lahan : Aplikasi GIS, Fuzzy Set, dan MCDM. Penerbit: IDENTITAS. Universitas Hasanuddin, Makassar. Bansook R., N. Phirun and C. Chhun. 2011. Agricultural Development and Climate Change: The Case of Cambodia. CDRI Publication, Working Paper Series, No. 65. CDRI - Cambodia’s Leading Independent Development Policy Research Institute. [BPS] Badan Pusat Statistik Konawe Selatan. 2011. Kabupaten Konawe Selatan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe Selatan. Jl. Poros 60 Kompleks Perkantoran Pemda, Konawe Selatan, Copyright © 2011. BPS Kab. Konawe Selatan.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
134
[BPS] Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara. 2011. Kabupaten Provinsi Sulawesi Tenggara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe Selatan. BPS. Prov. Sultra. Bobade S.V., B.P. Bhaskar, M.S. Gaikwad, P. Raja, S.S. Gaikwad, S.G. Anantwar, S.V. Patil, S.R. Singh, dan A.K. Maji. 2010. A GIS-based land use suitability assessment in Seoni district, Madhya Pradesh, India. National Bureau of Soil Survey and Land Use Planning, Tropical Ecology 51(1): 41-54, 2010 ISSN 0564-3295, © International Society for Tropical Ecology, www.tropecol.com, Nagpur 440 010, India. Cahyono, B. 2001. Teknik Budidaya Jambu Mete dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. Craufurd, P.Q., T.R. Wheeler, R.H.Ellis, R.J. Summerfield.1999. Effect of Temperature and Water Deficit on Water Use Efficiency and Spesific Leaf Area in Peanut. Crop Sci. 39:136-142. Evans R., S. Mariwah, and K.B. Antwi. 2014. Cashew Cultivation, Access to Land and Food Security in BrongAhafo Region, Ghana : Preventing the Intergenerational Transmission of Poverty. The University of Reading’s Walker Institute for Climate System Research aims to Enhance Understanding and Improve Prediction of the Risks and Opportunities from our Change Climate. Frans, 2013. Perkembangan Persaingan Pasar Global Komoditas Kacang Mete (Cashew Nut). http://heropurba.blogspot.com/2013/05 /perkembangan-persaingan-pasarglobal.html, diakses 2 Maret 2014. Grades E.D. 2008. Environmental Sustainability Analysis of Cashew Systems in Nort-East Brazil. Dissertation INRES. Institut fur Nur
Nutzpflanzenwissenschaften und Ressourcenschutz Abteilung Tropischer PflanzHaryanto, E.2010. Pengantar Sistem Informasi Geografis (SIG). Badan Meteorologenbau. Haryanto, E.2010. Pengantar Sistem Informasi Geografis (SIG). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.Jakarta. Hezam M.Al., J.B.M. Akhir, S. A. Rahim, 2011. GIS-Based Sensitivity Analysis of Multi-Criteria Weights for Land Suitability Evaluation of Sorghum Crop in the Ibb Governorate, Republic of Yemen. J. Basic. Appl. Sci. Res., 1(9)1102-1111, 2011, TextRoad Publication, ISSN 2090-424X. Handoko. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis : Telaah Kebijakan Independen dalam Bidang Perdagangan dan Pembangunan. Seameo Biotrop, Bogor. Djaenudin, D., Marwan, H.,Subagjo, H.dan A. Hidayat. 2011. Petunjuk TeknisEvaluasiLahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar LitbangSumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Edisi kedua, 36p. Kandari, A.M. 1999. Karakterisasi Curah Hujan dan Pewilayahan Agroklimat Wilayah Sulawesi Tenggara. Laporan Hasil Penelitian Dana OPF. Tahun Ajaran 1998/1999. Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo. Kandari, A.M. 2000. Identifikasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian Berdasarkan Persyaratan Iklimnya Pada Beberapa Tipe Agroklimat Di Wilayah Sulawesi Tenggara. Laporan Hasil Penelitian Dana OPF. Tahun Ajaran 1999/2000. Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo. Kandari, A.M., Zulkarnain, and Ardiansyah. 2013. Optimization of Agriculture mLand Based on Agroclimate
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
135
Suitability Assessment for Pepper (Piper nigrum L) Devlopment in Konawe Regency. Proceeding The 8th International Convrence on Inovationand Collaboration Toward ASEAN Community 2015. Laderach P. 2011. Predicting the Impact of Climate Change on Cashew Growing Regions in Ghana and Cote d’IVoire. International Center for Tropical Agriculture (CIA), Managua, Nicaragua. Lane A.dan A.Jarvis. 2007. Changes in Climate will modify the Geography of Crop Suitability: Agricultural Biodiversity can help with Adaptation. International Centre for Tropical Agriculture (CIAT), AA6713, Cali, Colombia. Lavalle, C., Micale F., Houston T. D., Camia A., Hiederer R., Lazar C., Conte C., Amatulli G., Genovese G. 2009. Climate Change in Europe. Impact on Mueller, L.U. Schindler, W. Mirschel., T.G. Shepherd, B.C. Ball., K. Helming., J. Rogasik, F. Eulenstein, H. Wiggering. 2010. Assesing the Productivity Function of Soils. A Review. Agron. Sustain. Dev. 30. 601-614. INRA.EDP. Sciences. Niggol, S. R., Mendelsohn, Pradeep, Kurukulasuriya, A.Dinar, Rashid, Hassan. 2008. Differential Adaptation Strategies to Climate Change in African Cropland by Agro-Ecological Zones. Policy Research Working Paper, 4600. The World Bank evelopment Research Group Sustainable Rural and Urban Development Team. April 2008. Parfi K. 2005. Tata Ruang Berbasis Pada Kesesuaian Lahan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang Jambu Mete Prihatman, K. 2000. (Anacardium occidentale L.) dari Sumber Informasi Managemen
Pembangunan di Pedesaan, BAPPENAS di akses 1 Maret 2010 dari http://www.ristek.go.id. Purwanto E. 2008. Perdagangan Mete, Kesejahteraan Petani dan Pelestarian Lingkungan. http://epurwanto.wordpress.com/perda gangan-mete-kesejahteraan-petani-danpelestarian-lingkungan-2/, diakses 2 Maret 2014 Rounselvell M.D.A., and D.S. Reay. 2009. Land Use and Climate Change in UK. Land Use Policy 26S, S160-S169. Elsevier. Salim, E. 2003. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim. Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Setiawan, A. I. 2000. Penghijauan Dengan Tanamn Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta. Schmidt FH, and Fergusson JGA. 1951. Rainfall types based on wet and dryperiod ratios for Indonesia with Western New Guinea. DjawatanMeteorologi & Geofisika. Jakarta. Taslim, S., H. Jamani, dan Rusdi. 2010. Masalah Usahatani Jambu Mete di Kabupaten Sumbawa Barat. Agroteksos Vol. 20 No.1, April 2010. Tjasyono dan S.W.B. Harijono. 2007. Meteorologi Indonesia Volume 2; Awan dan Hujan Monsun. BMG. Jakarta. Tolla T.D. 2004. Effect of Moisture Conditions and Management on Production of Cashew. A Case Study in The Lower Limpopo Basin, Mozambique. Thesis ITC. International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation Enschede, The Netherlands. Zaubir, R. dan R. Suryadi, 2003. Kriteria kesesuaian tanah dan iklim tanaman jambu mete
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128