SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI AMOHOLA KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Edy Purwoto, Yuanno Rezky, Dede Iim Setiawan Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Daerah panas bumi Amohola secara umum berada pada tatanan geologi yang didominasi oleh batuan Sedimen berumur Tersier dan Metamorf pra Tersier serta berada pada administrasi daerah desa Selabangga, Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Gejala panas bumi diperlihatkan oleh sejumlah manifestasi panas bumi berupa mata air panas dengan temperatur maksimum 50oC di Amohola yang berada di tengah daerah penyelidikan. Temperatur dasar lubang berkisar antara 27,50 hingga 36,75 oC, dengan luas daerah anomali mencapai ± 4,63 km2, sebaran nilai gradien temperatur permukaan berkisar antara 0,01 hingga 0,87 oC/m dengan total luas zona anomali adalah ± 5,41 km2 dan Sebaran nilai aliran panas (heat flow) berkisar antara 0,01 hingga 0,90 W/m2 dengan total luas zona anomali adalah ± 4,22 km2. Hasil penghitungan aliran panas diharapkan sama dengan pola sebaran dari temperatur dasar lubang bor dan gradien temperatur permukaan, daerah anomali berada di sekitar manifestasi mata air panas Amohola yang diperkirakan berkaitan erat dengan aktivitas plutonik yang masih menyimpan sisa panas dari dapur magma dan pemunculan manifestasi ini dikontrol oleh aktivitas sesar-sesar yang berarah baratlaut-tenggara dan baratdayatimurlaut. Hasil pengukuran temperatur dasar sumur pengamatan menunjukkan bahwa zona anomali temperatur hanya terkonsentrasi di sekitar manifestasi mata air panas Amohola. Pola anomali dari temperatur dasar lubang, gradien temperatur permukaan dan aliran panas permukaan memperlihatkan adanya korelasi pada daerah di sekitar manifestasi air panas Amohola dan berada dalam daerah prospek 3G daerah panas bumi Amohola , Kabupaten Konawe Selatan, Provisi Sulawesi Tenggara. PENDAHULUAN Daerah panas bumi Amohola dipilih sebagai salah satu daerah penyelidikan setelah mengkaji data hasil Survei Terpadu (Geologi, Geokimia dan Geofisika Daerah Panas bumi Amohola pada tahun 2014), yang menunjukan adanya prospek panas bumi di daerah tersebut. Manifestasi panas bumi di daerah penyelidikan berupa pemunculan kelompok mata air panas Amohola dengan temperatur berkisar antara 35 - 50°C. Secara administratif daerah panas bumi Amohola termasuk ke dalam wilayah
Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 1). Daerah penyelidikan tersusun oleh batuan metamorf yang berumur pra-Tersier dan batuan sedimen Tersier dan dikelompokkan menjadi 20 satuan batuan, yaitu satuan batuan meta-batugamping, satuan sekis dan sekis genesan, satuan filit, satuan kuarsit, satuan filit dan batusabak, satuan kalkarenit, satuan batupasir fosilan, satuan batupasir karbonatan, satuan batupasir-batulempung karbonatan, satuan batugamping, satuan konglomerat, satuan batupasir karbonatan
2, satuan konglomerat karbonatan, satuan batupasir -konglomerat karbonatan, satuan batupasir, satuan batupasir-batulempung, satuan batupasir-konglomerat-breksi, satuan batulempung, satuan batupasirkonglomerat dan endapan aluvium. (Gambar 2). Penyebaran manifestasi panas bumi di daerah penyelidikan berada di sekitar batu sedimen dan metagamping serta alluvium yang pemunculannya dikontrol oleh sesar-sesar normal yang berarah baratlaut-tenggara dan baratdayatimurlaut yang membentuk zona depresi di bagian tengah daerah Amohola. Sedangkan manifestasi panas bumi di daerah panas bumi Amohola pemunculannya pada batuan batu gamping. Pembentukan sistem panas bumi di daerah Amohola, pendugaan sumber panas hanya berdasarkan sejarah tektonik yang berkembang. Pembentukan sistem panas bumi diperkirakan dimulai pada Kala Pliosen Akhir ketika rezim regangan akibat gaya tarikan (tension) mulai berlangsung di daerah penyelidikan. Proses tektonik ini memungkinkan terangkatnya fluida magma serta terbentuknya suatu zona permeabel dari formasi batuan yang terkekarkan sebagai tempat terakumulasinya magma tersebut. Atau kemungkinan lain adalah proses dari tektonik itu sendiri yang dapat menimbulkan panas dan bekerja sebagai sumber panas dalam sistem panas bumi di daerah penyelidikan. Selanjutnya dengan adanya struktur-struktur geologi di daerah penyelidikan membentuk zona yang bersifat permeabel dan merupakan media/jalur untuk keluarnya air panas ke permukaan. Lapisan reservoir panas bumi berdasarkan definisinya adalah wadah di bawah permukaan yang bersifat sarang dan berdaya lulus terhadap fluida, dapat menyimpan fluida panas serta mempunyai temperatur dan tekanan dari sistem panas bumi. Litologi pembentuk reservoir diduga
merupakan batuan sedimen yang termalihkan, yang kaya akan rekahan dan bersifat permeabel. Sifat permeabel itu sendiri diakibatkan oleh rekahan yang terbentuk akibat aktifitas struktur sesar yang ada. Batuan penudung diperkirakan berupa zona batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung sehingga memiliki sifat tidak lulus air atau kedap air (impermeable). Fluida pada sistem panas bumi daerah Amohola berasal dari air meteorik yang meresap ke bawah permukaan dari daerah resapan kemudian mengalami kontak dengan batuan panas di kedalaman. Kontak antara fluida dengan batuan pada temperatur tinggi akan merubah sifat kimia dari fluida tersebut. Pasokan fluida terbesar dari sistem panas bumi berasal dari air meteorik, namun diperkirakan terdapat pula fluida yang berasal dari magma (juvenile) dalam proporsi yang kecil. Untuk menjaga pasokan air meteorik tersebut perlu dijaga daerah resapan (recharge area) yang ada. Temperatur reservoir panas bumi o diperkirakan sekitar 150 C, berdasarkan geotermometer Na-K-Ca. Nilai temperatur tersebut diperkirakan mewakili temperatur reservoir di daerah panas bumi Amohola. Daerah keprospekan daerah panas bumi Amohola diperoleh dari hasil kompilasi geosain hasil survei geofisika terpadu (metoda gaya berat dan AMT) dan survei geologi dan geokimia (Yuanno dkk, PSDG 2014). Hasil kompilasi geosain ini dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil keprospekan daerah panas bumi Amohola terletak disekitar manifestasi Amohola. Daerah panas bumi Amohola mempunyai luas wilayah prospek sekitar 14 km2. Temperatur reservoir berdasarkan geotermometri diduga sebesar 150°C, sehingga temperatur cut-off sebesar 120°C. Potensi energi pada panas bumi daerah Amohola adalah sebesar 18 Mwe yang termasuk kedalam sumber daya cadangan terduga berdasarkan hasil
deliniasi data AMT, gaya berat, dan data geologi-geokimia. METODOLOGI Penyelidikan aliran panas ini dimaksudkan untuk memetakan aliran panas secara vertikal dan horizontal pada daerah anomali dan daerah prospek di sekitar manifestasi panas bumi dengan mengkaji morfologi, satuan batuan, pola struktur, serta mempelajari semua parameter geologi yang berperan dalam pembentukan sistem panas bumi di daerah Amohola. Tahapan penyelidikan aliran panas yang dilakukan, yaitu kajian literatur, hasil, penyelidikan terpadu lapangan, dan pengolahan data, serta analisis laboratorium. Penyelidikan lapangan terdiri dari tahapan pengamatan lokasi, pengeboran 5 hingga 10 meter, pengukuran temperatur, pengambilan sampel dan pengolahan data serta penghitungan aliran panas (Heat Flow). HASIL PENYELIDIKAN Dalam penyelidikan aliran panas ini pengeboran menggunakan hand auger dan mesin bor portabel, dengan jumlah lubang sebanyak 57 lubang bor yang mempunyai kedalaman rata-rata antara 5 - 10 meter dengan diameter lubang berukuran 2 ½” (Gambar 4). Pengukuran Konduktivitas Panas Sampel Batuan/Tanah Pengambilan contoh batuan/tanah diambil mulai di sekitar kedalaman 5 – 10 meter dari setiap lubang dan selanjutnya sampel batuan/tanah diseleksi untuk keperluan analisis konduktivitas panas. Dari hasil pengukuran nilai konduktivitas panas (k) menunjukkan bahwa rata-rata nilai konduktivitas adalah 1,98 W/m.K
dengan kisaran nilai antara 1,03 hingga 2,89 W/m.K. Nilai konduktifitas tertinggi berada di Amh-47 di sekitar areal persawahan dan pemukiman penduduk Moramo, yaitu 2,89 W/mK pada daerah batuan sedimen, namun setelah di cek kembali kondisi sampelnya ternyata kurang representatif sehingga nilai pada titik tersebut diinterpolasi dengan pengukuran konduktifitas panas di titik lain di sekitarnya. Nilai terendah yaitu 1,03 W/mK yang berada di sekitar Desa Selabangga pada satuan batuan sedimen. Nilai rata – rata konduktifitas batuan adalah 1,98 W/mK dan nilai standar deviasi 0,46 W/mK. Sehingga nilai anomali ditunjukkan oleh konduktifitas panas diatas 2,91 W/mK. (Gambar 5). Nilai konduktifitas panas di daerah penyelidikan berasosiasi dengan kondisi dan lingkungan geologi disekitarnya, semakin ke daerah tenggara selatan nilai konduktifitas batuan semakin besar dikarenakan jenis batuan lebih keras (batupasir gampingan) bila dibandingkan dengan bagian tengah daerah penyelidikan yang didominasi oleh batuan sedimen dan endapan permukaan. Sebaran nilai konduktivitas panas daerah Amohola terbagi menjadi 2 (dua) zona yaitu zona yang mempunyai nilai konduktivitas panas relatif tinggi dan relatif rendah. Daerah dengan nilai konduktivitas panas relatif tinggi (warna merah hingga kuning pada peta) mendominasi daerah penyelidikan, tersebar dari sebelah barat, selatan dan sebagian Tenggara dari daerah penyelidikan, berasosiasi dengan litologi berupa batuan sedimen yakni batupasir dan Konglomerat, Breksi sedimen dan aluvial. Daerah dengan nilai konduktifitas panas relatif rendah (warna hijau hingga biru) tersebar di utara dan barat daya daerah penyelidikan berasosiasi dengan batugamping dan meta-batugamping.
Sebaran Temperatur Dasar Lubang Bor Temperatur dasar lubang berkisar antara 27,50 hingga 36,75oC dengan ratarata 29,39oC. Nilai 27,50oC merupakan nilai minimal temperatur yang terukur di lubang AMH-32 yang berada didalam daerah prospek, sedangkan 36,75oC adalah nilai maksimum yang didapat dari dasar lubang AMH-1 yang berada di dekat manifestasi permukaan berupa mata air panas Amohola. Distribusi temperatur dasar lubang di daerah penyelidikan terlihat pada Gambar 6, dari hasil perhitungan statistik dengan menggunakan grafik probabilitas diperoleh nilai ambang atau background sebesar 30,98oC, sehingga temperatur yang mempunyai nilai lebih tinggi dari 30,98oC adalah temperatur anomali yang lingkungan geologinya adalah batuan meta-batugamping dan endapan Aluvium yang cukup luas. Luas areal daerah anomali temperatur dasar lubang bor daerah Amohola ini mencapai ± 4,63 km2 (garis merah putus-putus). Sebaran Gradien Temperatur Permukaan Hasil landaian suhu di sekitar daerah penyelidikan nilai tertinggi adalah 0,87 oC/m yang berada di sekitar air panas Amohola, nilai terendah adalah 0,01 oC/m yang berada di sekitar areal persawahan dan pemukiman. Gradien termal rata – rata adalah 0,06 oC/m dengan nilai background 0,19 oC/m. (Gambar 7). Anomali gradien ditunjukkan oleh nilai diatas background, terkonsentrasi di sekitar air panas Amohola dengan luas sekitar 5,41 km2 berasosiasi dengan batuan meta batugamping di bagian utara dan batuan sedimen dan endapan danau bagian selatan daerah penyelidikan, ditandai dengan (garis merah putus-putus). Secara umum zona anomali terdapat di bagian tengah daerah penyelidikan yaitu di sekitar manifestasi mataair panas Amohola termal daerah
penyelidikan menunjukan korelasi dengan lingkungan geologi yaitu batuan sedimen batugamping dan meta-batugamping Tersier berupa skeletal (platy coral), fragmen batugamping serta berasosiasi juga dengan manifestasi panas bumi berupa mata air panas Amohola. Sebaran Aliran Panas Permukaan Nilai aliran panas (heat flow) permukaan daerah penyelidikan berkisar antara 0,01 hingga 0,90 W/m2, dengan rata-rata 0,10 W/m2 dengan nilai background 0,26W/m2 dan sebaran nilai aliran panas (heat flow) permukaan di lokasi penyelidikan. Pola aliran panas yang dibentuk sebagai hasil interpolasi data sangat mirip dengan pola distribusi gradien termal, sehingga pola tersebut juga diasosiasikan dengan litologi setempat dimana semakin dekat ke arah air panas, nilai aliran panas memiliki nilai yang lebih tinggi. Pembagian nilai anomali aliran panas terkonsentrasi di dua tempat yang berasosiasi dengan munculnya manifestasi. Di bagian utara sekitar air panas Amohola luas daerah anomali sekitar 4,22 km2. zona ini berasosiasi lingkungan geologi batuan Sedimen berupa meta-batugamping dan Batugamping, (garis merah putus-putus dapat terlihat pada Gambar 8. Survei aliran panas yang dilaksanakan hanya dilakukan di permukaan saja, maka nilai aliran panas yang dihasilkan hanya merepresentasikan nilai aliran panas permukaan dan tidak menggambarkan aliran panas di bawah permukaan. PEMBAHASAN Panas yang merambat melalui media batuan secara konduktif dapat merambat hingga ke permukaan dengan asumsi media batuan tersebut seragam. Laju aliran panas mengalir berbanding lurus dengan ketebalan, perbedaan
temperatur, dan konduktivitas termal. Semakin padat batuan yang berfungsi sebagai media transfer aliran panas biasanya transfer panas akan tertahan, dicirikan dengan nilai konduktifitas pada batuan yang tinggi. Anomali yang muncul di bagian tengah penyelidikan terkonsentrasi di daerah air panas Amohola. Manifestasi di Amohola muncul berupa air panas dengan temperatur ± 50 °C berada di lingkungan batuan meta batugamping, dan endapan permukaan. Keadaan tersebut diakibatkan oleh perbedaan kondisi geologi, terutama litologi dan struktur setempat yang mencolok antara batuan meta batugamping di utara dan batuan sedimen yang terkekarkan di selatan. Hasil interpolasi peta sebaran nilai landaian suhu di kedalaman 5 m menunjukkan pola yang sangat mirip dengan nilai aliran panas dan keduanya berbanding lurus. Semakin tinggi nilai landaian suhunya semakin besar aliran panasnya. Berdasarkan kompilasi peta landaian suhu dan aliran panas daerah potensi berada di lokasi air panas dengan total luas 4,22 km2 di sekitar Amohola, masih berada di dalam batas potensi dari survei terpadu Amohola. Kompilasi dari metode geofisika dengan hasil penyelidikan geologi, geokimia dan geofisika menunjukkan adanya kumpulan anomali yang berkorelasi dengan luas prospek panas bumi yang mencakup manifestasi panas bumi Amohola dan memiliki luas sekitar 14 km2 dan zona anomali ini berkorelasi dengan hampir semua zona anomali survei aliran panas permukaan. Hasil kompilasi dari beberapa zona anomali yaitu, anomali gradien termal, anomali temperatur dasar lubang, dan anomali aliran panas serta hasil kompilasi
dari penyelidikan terdahulu (Gambar.9), terdapat konsistensi di bagian utara daerah penyelidikan. Konsistensi ini kemungkinan berkaitan erat dengan aktivitas sesar-sesar yang ada serta adanya batuan intrusif. Secara keseluruhan hasil survei aliran panas ini masih sangat dikontrol oleh keberadaan manifestasi panas bumi Amohola. KESIMPULAN Dari hasil survei aliran panas permukaan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : Dari hasil pengukuran diketahui bahwa daerah Amohola memiliki temperatur dasar lubang yang berkisar antara 27,50 hingga 36,75oC, dengan temperatur tertinggi adalah 36,75oC. Nilai tertinggi didapat dari dasar lubang AMH-01 berada di dekat manifestasi air panas Amohola dengan luas daerah anomali mencapai ± 4,63 km2. Sebaran nilai gradien temperatur permukaan di daerah Amohola berkisar antara 0,01 hingga 0,87oC/m dengan total luas zona anomali adalah ± 5,41 km2. Sebaran nilai aliran panas (heat flow) di daerah Amohola berkisar antara 0,01hingga 0,90 W/m2 dengan total luas zona anomali ± 4,22 km2. Hasil kompilasi dari beberapa zona anomali yaitu, anomali gradien termal, anomali temperatur dasar lubang, anomali aliran panas serta geosains di daerah Amohola terdapat konsistensi anomali yaitu di sekitar pemunculan air panas Amohola. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA Brouwer, H.A., 1947, Geological Exploration in nthe island of Celebes. Amsterdam, Nirth Holand Pub. Co. Overseas Technical Cooperation Agency, 1973. Report on Geological Survey of Central Sulawesi, Indonesia (unpubl). Cooper, G.R.J., 2002, GeoModel Method, School of Geosciences, the Witwatersrand Johanesburg, South Africa. Fournier, R.O., (1981), Application of Water Geochemistry Geothermal Exploration and Reservoir Engineering, “Geothermal System : Principles and Case Histories”. John Willey & Sons, New York. Giggenbach, W.F., (1988), Geothermal Solute Equilibria Deviation of Na – K - Mg – Ca Geo Indicators, Geochemica Acta 52, 2749 – 2765. Hamilton W., 1979. “Tectonic of Indonesia Region”, Geol.Surv.Prof.Papers,U.S.Govt.Print Off.,Washington. Hutchinson,C.S.,1989. “Geological Evolution of South-East Asia”, Oxford Mono. Geol. Geoph., 13, Clarendon Press, Oxford Lawless, J., 1995. Guidebook: An Introduction to Geothermal System. Short course. Unocal Ltd. Jakarta. Mahon K., Ellis, A.J., (1977), Chemistry and Geothermal system, Academic Press, Inc. Orlando. Pusat Sumber Daya Geologi, 2011, Kajian Panas Bumi Non Vulkanik Daerah Sulawesi Tenggara, Bandung Ratman,N. dkk. (1993),Geologi lembar Mamuju, Sulawesi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Simandjuntak, dkk, 1993, Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi .Skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung. Van Bemmelen (1949) Geology of Indonesia Tim Survei Terpadu geologi dan geokimia, 2014, Survei Terpadu Geologi dan Geokimia, Geofisik Daerah Panas Bumi Amohola, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, Badan Geologi, Pusat Sumber Daya Geologi.
Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penyelidikan
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Amohola, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara
Gambar 3. Peta Prospek Daerah Panas Bumi Amohola
Gambar 4. Peta Sebaran Titik Bor dan Pengambilan Sampel Daerah Amohola
Gambar 5. Peta Sebaran Konduktivitas Panas Daerah Amohola
Gambar 6 Peta Sebaran Temperatur Dasar Lubang Bor Daerah Amohola
Gambar 7. Peta Sebaran Gradien Temperatur Permukaan Daerah Amohola
Gambar 8. Peta Sebaran Aliran Panas Permukaan Daerah Amohola
Gambar 9. Peta Kompilasi Geosains dan Aliran Panas Daerah Amohola