KESEJAHTERAAN SPIRITUAL ANAK BERPENGARUH TERHADAP KUALITAS HIDUP ANAK YANG MENGALAMI KANKER Yusi Sofiyah1Happy Hayati2 Nani Nurhaeni3 1. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Bandung, 40264 2. Departemen Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424 Abstrak Anak yang terdiagnosis kanker akan menjalani pengobatan yang lama. Hal ini berkaitan juga dengan prognosis penyakit kanker anak yang dialami. Prognosis penyakit kanker yang dialami oleh anak akan mempengaruhi respon anak dalam menjalani pengobatan. Hal ini terjadi akibat seringnya mereka terpapar oleh prosedur invasif yang banyak dan menyakitkan juga kunjungan rumah sakit berulang yang mempengaruhi kondisi emosional, kualitas hidup dan kesejahteraan spiritual. Akibat dari kondisi fisik dan emosional yang memburuk, dapat berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan yang berkontribusi terhadap kualitas hidup dan kelangsungan hidup pasien dengan kanker Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kesejahteraan spiritual terhadap kualitas hidup anak yang mengalami kanker. Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional pada 81 anak kanker pada usia 8 sampai 18 tahun dengan teknik pengambilan consecutive sampling. Data dianalisis secara bivariat dengan spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna dengan arah kekuatan sedang dan positif antara kesejahteraan spiritual anak dengan kualitas hidup anak (r: 0,356; Pvalue: 0,001). Peneliti merekomendasikan perawat untuk mengidentifikasi asuhan kesejahteraan spiritual dan melaksanakan asuhan kesejahteraan spiritual pada anak dan orang tu Kata Kunci
: Anak, Kanker, Kesejahteraan Spiritual, Kualitas Hidup.
Abstract Children diagnosed with cancer will undergo prolonged treatment. This is also linked with disease prognosis experienced childhood cancer. Prognosis of cancer experienced by child will affect the children treatment response. This happens due to their frequent exposure to invasive procedures hurts too much and repeated hospital visits that affect the emotional state, quality of life and spiritual well-being. As a result of the physical and emotional condition to worsen, may affect treatment adherence contributes to the quality of life and survival of patients with cancer This study aims to determine the relationship of the spiritual well being and the quality of life in children with cancer. Design of this study using cross sectional design in 81 child cancer at the age of 8 to 18 years to capture consecutive sampling technique. Data were analyzed using bivariate with spearman. The results showed that the existence of a significant relationship to the direction of moderate strength and positive between spiritual well-being of children with the quality of life of children (r: 0.356; pvalue: 0,001). Researchers recommend nurses to identify and implement the care of the spiritual well being of children with cancer. Key Words
: Cancer, Children ,Quality of life, Spiritual well being.
Pendahuluan Kanker yang didefinisikan oleh American Childhood Cancer Organization (2012) adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan tidak terkendalinya pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal. Kanker pada anak merupakan penyakit yang jarang terjadi (Kline, 2011). Data dari World Health Organization (WHO, 2010) didapatkan setiap tahun penderita kanker di
dunia bertambah 6,25 juta orang. Dari jumlah tersebut, 4 persen atau sekitar 250 ribu penderita adalah anak-anak. antara 2-3 persen dari jumlah kasus kanker di Indonesia terjadi pada anak-anak, yakni sebesar 150 dari 1 juta orang anak. Oleh karena itu, diperkirakan setiap tahunnya ada 4100 kasus baru kanker pada anak di Indonesia (Yayasan Pita Kuning Indonesia, 2011).
27
Untuk mencapai tujuan pengobatan kanker, setiap anak yang terdiagnosa kanker akan menjalani pengobatan yang membutuhkan waktu yang lama, sehingga hal ini akan menjadi sumber stres dan merupakan pengalaman traumatis yang akan membebani anak dan orang tua mereka yang pada akhirnya, keadaan ini memerlukan tindakan untuk mengatasi penderitaan tersebut (Jacobson & Holland, 1991 dalam Kashani, Vaziri, Akbari, Jamshidifar, Mousavi & Shirvanif, 2014). Terlebih, jika prognosis leukemia yang dialami oleh anak buruk (Kline, 2011). Akibat dari kondisi fisik dan emosional yang memburuk, dapat berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan yang berkontribusi terhadap kualitas hidup dan kelangsungan hidup pasien dengan kanker (Tsai et al, 2013). Chiou et. al (2010) membandingkan kualitas hidup antara anak yang sembuh dari leukemia dengan anak-anak non leukemia (sebagai kelompok kontrol), didapatkan bahwa kualitas hidup pasien anak yang telah sembuh dari leukemia memiliki kualitas hidup lebih rendah dari segi fisik dan segi psikososial dari pada kelompok kontrol. Selain anak yang mengalami masalah dalam pengobatan kanker, orang tua sebagai orang yang dekat dengan anak, juga dapat mengalami stres bahkan depresi. Ketika seorang anak mengalami kondisi sakit yang kronis, adalah hal yang wajar bagi orang tua mengalami berbagai macam masalah emosi seperti kecemasan, kesedihan, depresi dan gejala stres pasca trauma (Churchill, Villareale, Monaghan, Sharp & Kieckhefer, 2010). Kondisi mental tersebut akan berhubungan dengan kondisi spiritualitas orang tua. Kondisi spiritual orang tua sangat mempengaruhi kondisi spiritual anak. Dari hasil penelitian tentang hubungan antara spiritualitas dan depresi orangtua yang merawat anak dengan disabilitas, Gallagher et. al (2014) menyimpulkan bahwa spiritualitas terkait dengan depresi memiliki hubungan positif, sedangkan dukungan sosial dengan depresi berhubungan negatif. Pernyataan tersebut bermakna bahwa orang tua dengan keyakinan spiritual yang lebih tinggi dan tingkat dukungan sosial yang lebih rendah memiliki skor depresi yang lebih tinggi. Spiritualitas adalah multidimensi yang dapat membangun dan dapat digunakan sebagai
pertahanan terhadap masalah-masalah kehidupan (Kashani et al., 2014). Dari penelitian yang dilakukan oleh Hashemi, Razavi, Sharif dan Shahriari (2007), tentang strategi koping pada orang tua dengan anak kanker di Iran, hasil penelitian didapatkan bahwa dari kelima strategi koping yang dilakukan oleh orang tua (dukungan sosial, reframing, mencari bantuan, penilaian pasif dan dukungan spiritual), menunjukkan bahwa dukungan spiritual memiliki nilai rata-rata lebih besar dibanding strategi lain yang digunakan oleh orang tua. Cotton, Grossoehme, Rosenthal & Tsevat (2010), dalam penelitiannya tentang spiritualitas pada anak dan remaja yang mengalami penyakit sickled cell, didapatkan bahwa sebagian besar anak-anak yang mengalami sickled cell memiliki kesejahteraan spiritual yang tinggi dan koping agama positif yang tinggi. Berdasarkan prinsip asuhan keperawatan, kesejahteraan spiritual adalah salah satu intervensi yang bisa dilakukan oleh perawat untuk membantu keluarga dengan mendukung dan mendorong keluarga dalam menggunakan sumber daya spiritual. Oleh karena itu, menjadi penting untuk diteliti hubungan kesejahteraan spiritual anak dan kualitas hidup anak dengan kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan masing-masing karakteristik dengan kesejahteraan spiritual anak dan kualitas hidup anak yang mengalami kanker dan mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan spiritual anak dan kualitas hidup anak dengan kanker. Metode Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah anak yang mengalami kanker dan sedang menjalani pengobatan kanker di rumah sakit. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 81 pasang orang tua anak yang melakukan pengobatan kanker di Rumah Sakit Umum Bandung, Rumah Sakit Bandar Lampung, dua Rumah Sakit di Jakarta, anak yang sedang melakukan pengobatan di Rumah sakit dan tinggal sementara di Yayasan kanker di Jakarta. Kriteria sampel pada penelitian ini adalah anak yang menderita kanker yang datang ke rumah sakit untuk menjalani kemoterapi
28
atau radioterapi, bersedia ikut serta dalam penelitian, kondisi anak dalam keadaan stabil (kesadaran compos mentis, tenang), usia anak 9 tahun sampai 18 tahun yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok usia sekolah (9 sampai 12 tahun) dan kelompok remaja awal (13 sampai 18 tahun) dan anak tidak dalam pengaruh efek samping kemoterapi (mual dan muntah, nyeri yang berlebihan dan kelemahan). Sedangkan kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah : anak yang mengalami kondisi gawat darurat selama dirawat. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah consecutive sampling yaitu merekrut semua orang-orang dari populasi yang memenuhi kriteria penelitian dalam interval waktu tertentu dan sesuai dengan ukuran sampel yang ditentukan. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data demografi. Untuk mengetahui skala kesejahteraan spiritual spiritual anak (spiritual well being scale), kuesioner yang dipakai adalah kuesioner spiritual well being scale (SWBS) dari Buford, Paloutzian dan Ellison (1991) yang berjumlah 20 item yang diadopsi dan dimodifikasi penggunaannya oleh Cotton, Kudel, Roberts, Pallerla, Tsevat, Succop dan Yi (2009) menjadi 10 item pernyataan. Instrumen yang digunakan peneliti untuk menilai kualitas hidup anak dengan kanker adalah Pediatric Quality of Life (PedsQL) inventory versi 4.0 yang terdiri dari 23 pernyatan, yang dibagi menjadi 4 sub bagian yaitu fungsi fisik, fungsi emosional, fungsi sosial dan fungsi sekolah yang sudah digunakan oleh Bulan (2009) dalam melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kualitas hidup anak dengan thalasemia mayor. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada kuesioner SWBS modification. Uji validitas yang dilakukan adalah ini adalah dengan menterjemahkan kuesioner ke dalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh lembaga penerjemah resmi, kemudian dilakukan uji coba validitas yang dilakukan kepada 30 orang responden dengan kriteria yang sama dan melakukan uji keterbacaan. Setelah dilakukan uji validitas dengan menggunakan alpha cronbach, diperoleh bahwa pada kuesioner SWBS modification diperoleh ada 9 soal yang valid dan 1 soal yang tidak valid.
Hasil Hasil analisi univariat, disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Gambaran Kesejahteraan Spiritual Orang Tua, Kesejahteraan Spiritual Anak dan Kulaitas Hiduo nak yang Mengalami Kanker Mea n
Media n
Kesejahtera an Spiritual Anak
20,2 3
20
3,72 9
Kualitas Hidup Anak
58,6 2
63,04
13,8 6
Kelompok
SD
95% CI min max 19,4 121,0 6 55,5 561,6 8
Dari hasil analisis univariat, skala kesejahteraan spiritual anak memiliki ratarata yang tinggi (20,23 SD: 3,729), skala kualitas hidup anak memiliki rata-rata yang cukup rendah (58,62 SD: 13,86). Hasil penelitian juga dihasilkan bahwa karateristik anak (usia, lama anak terdiagnosa kanker, jenis kelamin, jenis kanker, jenis pengobatan kanker) tidak ada hubungan dengan kesejahteraan spritual anak. Sementara, karakteristik anak yaitu status kekambuhan, ada hubungan dengan kesejahteraan spiritual anak (r: -0,417, Pvalue 0,000). Hasil peneltian juga dihasilkan bahwa karateristik anak (usia, lama anak terdiagnosa kanker, jenis kelamin, jenis kanker, jenis pengobatan kanker) tidak ada hubungan dengan kesejahteraan spritual anak. Sementara, karakteristik anak yaitu status kekambuhan, ada hubungan dengan kesejahteraan spiritual anak (r: -0,417, Pvalue 0,000). Tabel 2. Hubungan kesejahteraan spiritual anak dan kualitas hidup anak, Bulan AprilJuni 2015 (n= 81)
29
Hasil uji Spearman menjelaskan bahwa Variabel
Mean
Me dian
Kesejahteraa n Spiritual Anak Kualitas Hidup Anak
20,23
20
95% CI
r
19,41 21,06 0,3 58,62 63,0 55,55 56 4 61,68 antara variabel kesejahteraan spiritual anak dengan kualitas hidup anak adalah sedang (r= 0,356) arah hubungan antara kedua variabel tersebut adalah positif yaitu semakin meningkat kesejahteraan spiritual anak, maka semakin meningkat rerata kualitas hidup anak. Terdapat hubungan yang bermakna antara kesejahteraan spiritual anak dengan kualitas hidup anak (P value = 0,001). Pembahasan Gambaran kesejahteraan spiritual anak diketahui memiliki rata-rata 20,23 dengan standar deviasi 3,739 (rentang skor 0 sampai 27) dengan skor terendah adalah 10 dan tertinggi adalah 27. Cotton, Grossoehme, Rosenthal & Tsevat (2010), tentang spiritualitas pada anak dan remaja yang mengalami penyakit sickled cell, didapatkan bahwa sebagian besar anak-anak yang mengalami sickled cell memiliki kesejahteraan spiritual yang tinggi dan koping agama positif yang tinggi. Kemudian Ferguson (2008) dalam Meireleset et. al (2015) mengatakan bahwa remaja dengan kanker memiliki skala kesejahteraan spiritual yang tinggi. Foster, Bell, McDonald, Harris dan Gilmer (2012) mengatakan banyak anak-anak dan remaja dengan kanker mendapatkan kenyamanan dari harapan dan keimanan kepada Tuhan dengan cara berdoa dan membaca kitab suci. Dari penelitian ini diketahui bahwa skala kesejahteraan spiritual orang tua dan anak memiliki rata-rata yang tinggi. Ada beberapa kemungkinan yang menjadi alasan skala kesejahteraan spiritual anak dengan kanker memiliki skor yang tinggi, diantaranya adalah pola asuh orang tua yang mengajarkan anaknya tentang agama. Karena dari hasil penelitian ini dihasilkan bahwa rata-rata kesejahteraan spiritual orang tua tinggi. Hockenberry dan Wilson (2009) menjelaskan ada tiga cara orang tua mendidik anak yaitu diktator, permisif dan demokratis. Kemungkinan pola pengasuhan
yang diterapkan pada kebanyakan orang tua adalah demokratis. Pada pola asuh ini, P orang tua mengajarkan sikap dan perilaku valu dengan cara memperkuat alasan suatu e peraturan dan konsekuensi jika peraturan itu tidak dilaksanakan. 0,00 1
Friedman (2010) mengenai fungsi keluarga sebagai satu unit yang utuh, memiliki fungsi diantaranya adalah fungsi sosialisasi yaitu membina sosialisasi pada anak, membentuk normanorma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan meneruskan nilainilai budaya keluarga. Kemudian Hamid (2009) bahwa peran orang tua sangat menentukan perkambangan spiritual anak, yang penting bukan apa yang di ajarkan oleh orang tua kepada anaknya tentang Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Kemungkinan yang lain adalah adanya penerimaan anak terhadap kondisi yang dialaminya. Karen orang tua menunjukan sikap penerimaan terhadap penyakit anak, hal tersebut akan mempengaruhi anak terhadap cara anak menerima penyakitnya. Adanya penerimaan anak pada penyakitnya, jika dilihat dari jangka waktu anak mengalami kanker dalam peneltian ini, yaitu rata- rata-rata selama 13,84 bulan dengan standar deviasi 10,341. Jika dihubungkan dengan gambaran kualitas hidup anak pada penelitian ini yang memiliki nilai rata-rata tinggi dan penlitian yang dilakukan oleh Tsai et al (2013) yang menyimpulkan bahwa kualitas hidup anak yang terdiagnosa kanker lebih dari 6 bulan rata-rata tinggi, maka kesejahteraan spiritual anak yang tinggi akan memilki kualitas hidup yang tinggi pula. Hasil penelitian menggambarkan rata-rata kualitas hidup anak dengan kanker, total dari seluruh kaulitas hidup yang dinilai (berkaitan dengan kondisi fisik, berkaitan dengan kondisi mental dan berkaitan dengan sekolah) diperoleh rata-rata 58,62 dengan standar deviasi 13,86. Jika dilihat dari jumlah rata-rata tiap bagian, maka rata-rata kualitas fisik sebesar 53,92 (SD 19,87), kualitas mental sebesar 69,87 (SD 17,42) dan kualitas sekolah sebesar 46,87 (SD 18,14) dengan rentang skor 0 sampai 100. Dilihat dari rata-rata keseluruhan, bahwa kualitas hidup anak dengan kanker di empat rumah sakit dan 1 yayasan tersebut memiliki rata-rata tidak terlalu tinggi.
30
Fawzy et al (2013) dalam penelitiannya, mengungkapkan bahwa kualitas hidup anak dengan kanker di Mesir menunjukan ratarata 62,29. Hasil penelitian ini tidak senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Roddenberry dan Renk (2008) yang melakukan penelitian kualitas hidup pada anak dengan kanker di Amerika dengan ratarata lebih tinggi yaitu 79,63 dengan standar deviasi 20,21. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Huijer, Sagherian dan Tamim (2013) tentang kualitas hidup anak kanker di Libanon, didapatkan rata-rata kualitas hidup anak dengan kanker adalah sebesar 72,75 (SD 15,47). Sehingga perlu dilakukan analisa terhadap perbedaan hasil kualitas hidup anak yang mengalami kanker. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tsai et al (2013), yang melakukan penelitian kualitas hidup pada pasien anak dengan kanker di Taiwan pada saat baru di diagnosa, 3 bulan setelah didiagnosa dan 6 bulan setelah di diganosa. Total kualitas hidup pada anak kanker yang baru saja di diagnosa kanker memiliki rata-rata 59,2 (SD 16,7), 3 bulan setelah di diagnosa sebesar 53.2 (SD11.8) dan 6 bulan setelah didiganosa kanker sebesar 63.8 (SD 11.9). Rata-rata kualitas hidup anak dengan kanker memiliki rata-rata tinggi pada saat awal didiagnosa, menurun pada 3 bulan setelah diagnosa, dan meningkat kembali setelah 6 bulan diagnosa. Jika dilihat dari penelitian ini, bahwa anak didiagnosa kanker minimal adalah 1 bulan, dan maksimal 48 bulan, dengan perbandingan anak yang terdiagnosa kanker dibawah 3 bulan sebanyak 6 orang, terdiagnosa kanker antara 3 sampai 6 bulan sebanyak 15 orang dan terdiagnosa kanker setelah 6 bulan sebanyak 60 orang. Sehingga hasil penelitian ini senada dengan penelitian Tsai et al (2013), bahwa kualitas hidup anak meningkat pada saat setelah 6 bulan terdiagnosa kanker. Namun jika dibandingkan rata-rata kualitas hidup antara penelitian ini yakni di Indonesia dengan rata-rata kualitas hidup di luar Indonesia, maka kualitas hidup anak kanker di Indonesia memiliki rata-rata yang cukup rendah. Kembali pada rata-rata masing-masing bagian dari item kualitas hidup, maka rata-rata kualitas fisik sebesar 53,92 (SD 19,87), kualitas mental sebesar 69,87 (SD 17,42) dan kualitas sekolah sebesar 46,87 (SD 18,14) dengan rentang
skor 0 sampai 100. Kualitas fisik dan kualitas sekolah memiliki rata-rata yang rendah jika dibandingkan dengan kualitas mental. Berdasarkan hasil pengumpulan data, diperoleh bahwa orang tua pada umumnya merasa ketakutan sehingga melarang anaknya untuk melakukan aktifitas yang biasa dilakukan oleh anak seusianya, seperti untuk berlari, berolah raga, melakukan pekerjaan tumah yang masih bisa dilakukan oleh anak. Hal ini menunjukan normalisasi pada anak dengan penyakit kronik di Indonesia belum dilakukan. Dari hasil analisis variabel independen terhadap kualitas hidup anak diketahui bahwa Kualitas hidup anak mempunyai pengaruh positif terhadap pendidikan orang tua, dimana jika pendidikan orang tua meningkat,maka kualitas hidup anak akan meningkat. Kualitas hidup anak mempunyai pengaruh negatif terhadap lama terdiagnosa kanker, jika lama terdiagnosa kanker meningkat,maka kualitas hidup anak akan menurun. Kualitas hidup anak mempunyai pengaruh positif terhadap kesejahteraan spiritual orang tua, dimana jika kesejahteraan spiritual orang tua meningkat,maka kualitas hidup anak akan meningkat. Kualitas hidup anak mempunyai pengaruh negatif terhadap status kekambuhan, semakin sering terjadi status kekambuhan, maka kualitas hidup anak semakin rendah. Secara teori, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup anak dengan kanker diantaranya adalah penyakit dan karakteristik pengobatan, sosial demografi keluarga (usia, jenis kelamin, status perkawinan dan pendidikan), status kekambuhan, efek samping pengobatan dan koping agama. Terdapat satu variabel yang terdapat pada penelitian, tapi tidak terdapat pada teori yaitu lama anak terdiagnosa kanker. Jika kembali pada analisis variabel, memang tidak ada hubungan antara lama anak terdiagnosa kanker dengan stataus kekambuhan. Sehingga diperlukan analisis yang lebih lanjut. Dalam penelitian ini ada beberapa keterbatasan dalam pelaksanaannya. Keterbatasan yang pertama yaitu adanya perubahan karakeristik responden anak dan orang tua yang ikut serta dalam penelitian ini. Awalnya peneliti menentukan kriteria bahwa yang menjadi responden pada penelitian ini adalah anak yang dirawat di
31
Rumah Sakit untuk menjalani pengobatan. Tetapi, karena peneliti kurang mendapatkan responden di rawat inap saja, akhirnya kriteria responden dirubah menjadi orang tua dan anak yang berobat ke Rumah Sakit. Sehingga pasien anak yang datang ke Rumah Sakit untuk dilakukan kemoterapi atau radioterapi di ruang rawat jalan bisa diambil sebagi responden. Keterbatasan kedua adalah jumlah sampel pada penelitian ini lebih sedikit dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cotton et al (2010), yang membandingkan kesejahteraan spiritual anak dan remaja dengan angka kualitas hidupnya dengan jumlah sampel 96, ternyata hasilnya adalah berhubungan namun tidak signifikan. Oleh karena itu, pada penelitiannya, Cotton et al (2010) menyarankan untuk melakukan penelitian yang sama namun dengan jumlah sampel yang lebih banyak. Namun pada penelitian ini jumlah sampel lebih sedikit yaitu 81 pasangan responden anak, sehingga hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan yang cukup (r:0,288; pvalue 0,009). Keterbatasan ketiga adalah pada penelitian ini tidak disertakan penelitian tentang tingkat kecemasan responden orang tua dan anak. Sebagaimana yang sudah dipaparkan diawal, bahwa ada hubungan negatif antara spiritualitas dengan kecemasan. Jika tingkat kesejahteraan spiritual tinggi, maka tingkat kecemasan akan rendah. Bahkan dalam salah satu peneltian didapatkan bahwa intervensi spiritual dapat mengurangi kecemasan ibu dengan anak yang mengalami kanker. Karena hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa rata-rata tingkat kesejahteraan spiritual orang tua dan anak tinggi. Simpulan Pada penelitian ini, karakteristik responden anak, rata-rata usia anak adalah 12 tahun, paling banyak jenis kelamin adalah laki-laki, jenis kanker yang paling banyak adalah leukemia, rata-rata lama anak terdiagnosa kanker adalah 13,84 bulan, jenis pengobatan yang diterima oleh anak mayoritas adalah kemoterapi dan paling banyak tidak mengalami kekambuhan. Skala kesejahteraan spiritual orang tua dan kesejahteraan spiritual anak memiliki ratarata yang cukup tinggi. Skala kualitas hidup anak yang mengalami kanker memiliki ratarata yang cukup rendah.
Hasil peneltian yang diperoleh tidak ada hubungan karakteristik anak dengan kesejahteraan spiritual anak dan kualitas hidup anak, kecuali antara status kekambuhan dengan kesejahteraan spiritual. Ada hubungan dengan kekuatan yang sedang dan positif antara kesejahteraan spiritual orang tua dengan kualitas hidup anak. Terdapat hubungan dengan kekuatan yang sedang dan positif antara kesejahteraan spiritual anak dengan kualitas hidup anak. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan spiritual anak diantaranya adalah kesejahteraan spiritual orang tua, suku orang tua, lama terdiagnosa kanker, pendidikan orang tua dan status kekambuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup anak dengan kanker diantaranya adalah pendidikan orang tua, lama terdiagnosa kanker, kesejahteraan spiritual orang tua dan status kekambuhan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagi perawat dalam melakukan identifikasi dan melakukan intervensi spiritual terhadap kesejahteraan spiritual orang tua dan anak yang mengalami kanker. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan melakukan penelitian mengenai intervensi spiritual yang dilakukan pada orang tua dan anak yang mengalami kanker. Daftar Referensi American Chilhood Cancer Organization. (2012). Cancer Fact and Figures.Di akses pada tanggal 4 Februari 2015 dari https://www.acco.org/Information /AboutChildhoodCancer/Childho odCancerStatistics.aspx Buford, R., Paloutzian, R&Ellison C.(1991). Norms for the spiritual well-being scale. Journal of Psychology and Theology 1991;19(1):56–70. Bulan,
S. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak thalassemia beta mayor. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
Chiou, S. S., Jang, R. S., Liao, Y. M & Yang, P. (2009). Health-related quality of life and cognitive outcomes among child and adolescent survivors of leukemia.
32
Support Care Cancer (2010) 18:1581–1587 DOI 10.1007/s00520-009-0781-5. Churchill, S., Villareale, L., Monaghan, A., Sharp, L & Kieckhefer ,M, G. (2010). Parents of children with special health care needs who have better coping skills have fewer depressive symptoms. Matern Child Health J (2010) 14:47–57 DOI 10.1007/s10995008-0435-0. Ellison,L.L. (2006). The spiritual well-being scale. Marshall University Marshall Digital Scholar Counseling. Facit.org. (2010). Fungtional assesment of chronic ilness therapy. Diakses pada tanggal 24 Februari 2015 dari http://www.facit.org/FACITOrg/ Overview Fawzy, M., Saleh, M., El-Wakil, M., Monir, M & Eltahlawy, M. (2013).Quality of life in egyptian children with cancer.Journal of Cancer Therapy, 2013, 4, 12561261. Foster, T., Bell, C., McDonald, C., Harris, J & Gilmer, M. (2012). Palliative nursing care for children and adolescents with cancer. Nursing: Research and Reviews 2012:2 17–25 Friedman (2010). Keperawatan keluarga teori dan praktek. Edisi 5 Alih Bahas: Achir Yani S. Hamid dkk. Jakarta EGC. Gallagher, S., Phillips, A. C., Lee, H & Carroll, D. (2014). Yhe association between spirituality and depressionin parents caring for children with developmentaldisabilities: social support and/or last resort. J Relig Health DOI 10.1007/s10943-0149839-x.Hashemi, F., Razavi1, S., Sharif, F &Shahriari, M ( 2007). Coping strategies used by parents of children with cancer in Shiraz, Southern Iran. Iranian Red Crescent Medical Journal.
Hamid, A. Y. (2009). Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa. EGC. Jakarta. Hashemi,
F., Razavi1, S., Sharif, F &Shahriari, M ( 2007). Coping strategies used by parents of children with cancer in Shiraz, Southern Iran. Iranian Red Crescent Medical Journal.
Hockenberry, W.J., & Wilson, D. (2009).Wong’s essential of pediatric nursing. eighth edition.Missouri : Mosby Elsevier. Huijer, A., Sagherian, K & Tamim, H. (2013). Quality of life and symptom prevalence in children with cancer in Lebanon: the perspective of parents. Ann Palliat Med 2013;2(2):59-70. doi: 10.3978/j.issn.22245820.2013.03.01. Kashani, F. L., Vaziri, S.,, Akbari, M. E., Jamshidifar, Z.,Mousavi, M & Shirvani, F. (2014). Spiritual interventions and distress in mothers of children withcancer. Procedia - Social and Behavioral Sciences 159 ( 2014 ) 224 – 227. Kline,
E. (2011). The pediatric chemotherapy and biotherapy curriculum. third edition. Association Of Pediatric Hematology / Oncology Nursing.
Risk of cancer among children of cancer patients—a nationwide study in Finland Laura-Maria S. Madanat-Harjuoja 1 , Nea Malila 1,2 , P a ¨ ivi La ¨ hteenma ¨ ki 3, Eero Pukkala 1,2 , John J. Mulvihill 4, John D. Boice, Jr. 5,6 and Risto Sanki Meireles, C., Maia, C., Miná, A., Novais, M., Peixoto, J., Cartaxo, M ., Lima, J., Santos, F., Cassiano, C.,
33
Pinheiro, P., Moldovan, R., Cobeanu. O & David, D. ( 2012). Cognitive bibliotherapy for mild depressive symptomatology: randomized clinical trial of efficacy and mechanisms of change. Clin. Psychol. Psychother. (2012) DOI: 10.1002/cpp. Paloutzian, R. F & Ellison, C.W. (1982). Loneliness, spiritual well-being, and quality of life. In L. A. Peplau & D. Perlman (Eds.), Loneliness: A sourcebook of current theory, research and therapy. New York: Wiley Roddenberry, A & Renk, K. (2008). Quality of life in pediatric cancer patients: therelationships among parents’ characteristics, children’s characteristics, and informant concordance. J Child Fam Stud (2008) 17:402–426 DOI 10.1007/s10826-007-9155-0. Servitzoglou M, Papadatou D, Tsiantis I, Vasilatou-Kosmidis H. (2009). Quality of life of adolescent and young adult survivors of childhood cancer. J Pediatric Nursing, 24, 415-422.
Tsai, M. H., Hsu, J. F., Chou , W. J., Yang, C. P., Jaing, T. H., Hung, I. J., Liang, H. F., Huang, H. R & Huang, Y. S. ( 2013). Psychosocial and emotional adjustment for children with pediatric cancer and their primary caregivers and the impact on their health-related quality of life during the first 6 months. Qual Life Res (2013) 22:625–634 DOI 10.1007/s11136-012-0176-9 World Health Organization Division Of Mental Health And Prevention Of Substance Abuse. (2010). Programme on mental health WHOQOL Measuring Quality Of Life. Di Akses Tanggal 1 Maret 2015 Dari http://www.who.int/mental_health /media/68.pdfApproach. Second Edition. Jones And Bartlett Publishers. Sudburry Massachusetts Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia ( 2011 ) Community for children with cancer diakses tanggal 2 Februari 2015 dari xa.yimg.com/.../Press+Release+P eluncuran+@YPKAI.
Tarakeshwar, N., Vanderwerker, C. C.,Paulk, E.,M.D.3,Pearce, M. J., Kasl, S. V & Prigerson, H. G. (2006). Religious coping is associated with the quality of life of patients with advanced cancer. J Palliat Med. 2006 June ; 9(3): 646–657. Taylor,E.J., Petersen. C., Oyedele, O& Haase. J., (2015). Spirituality and spiritual careof adolescents and young adults with cancer. Seminars in Oncology Nursing, doi: 10.1016/ j.soncn.2015.06.002. Tomlinson, D & Kline. N. E. (2010). Pediatric oncology nursing. advance clinical handbook. Second Edition. Springer Heidelberg Dordrecht London New YorkISSN 1613-5318 DOI: 10.1007/978-3-540-87984-8\
34