Novrian Satria Perdana, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Aksesibilitas Memperoleh Pendidikan dan untuk Anak-anak Vol. di Indonesia Jurnal Pendidikan Kebudayaan, 21, Nomor 3, Desember 2015
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP AKSESIBILITAS MEMPEROLEH PENDIDIKAN UNTUK ANAK-ANAK DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE ACCESSIBILITY OF EDUCATION FOR CHILDREN IN INDONESIA Novrian Satria Perdana Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Penelitian PAUD, Dikdas, Dikmen, dan Dikmas Gedung E lantai 19 Komplek Kemdikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan - Jakarta e-mail:
[email protected] Naskah diterima tanggal: 02/02/2015, Direvisi akhir tanggal: 25/10/2015, disetujui tanggal: 10/12/2015 Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aksesibilitas memperoleh pendidikan bagi anak-anak di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data SUSENAS 2014 dengan unit analisis anak berusia 7-18 tahun, jumlah responden sebanyak 372.142 anak. Penelitian ini menggunakan metode regresi logit dengan software pengolah data STATA 13. Setelah dilakukan olah data dengan menggunakan software STATA 13 dari 372.142 anak diperoleh Prob>chi2 =0.0000, artinya bahwa model yang diujikan dalam penelitian ini signifikan dengan nilai correctly classified sebesar 89,93 persen. Dengan demikian, model ini mampu memprediksi aksesibilitas anak memperoleh pendidikan serta variabel terikatnya dapat dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya sebesar 89,93 persen. Dapat disimpulkan bahwa anak perempuan yang bertempat tinggal di perkotaan, latar belakang pendidikan Ibu yang semakin tinggi, jarak ke sekolah yang dekat, orang tua yang menikah di usia produktif, semakin besarnya pendapatan per kapita rumah tangga, dan semakin sedikitnya jumlah anggota rumah tangga merupakan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap aksesibilitas memperoleh pendidikan bagi anak-anak di Indonesia. Kata Kunci: aksesibilitas, faktor internal dan eksternal, pendidikan. Abstract:The purpose of this study is to determine the factors that influence the accessibility of education for children in Indonesia. This research used SUSENAS data from 2014 and 372,142 children aged 7-18 years as the unit of analysis. This research used the logit regression method with data processing software STATA 13. After using STATA 13 to process data from 372,142 children, the study revealed the following result: Prob> chi2 = 0.0000, which indicates that the model tested in this research is correctly classified with a value of 89.93 percent. Thus, this model is able to predict children’s access to education. Further, the dependent variable can be influenced by the independent variables as much as 89.93 percent. It can be concluded that factors positively affecting children’s access to education in Indonesia are as follows: being female and living in an urban area, having a mother who achieved higher educational levels, living in closer proximity to school, having parents who are married at a productive age, belonging to a household with a higher income per capita and belonging to a household containing a smaller number of members. Keywords: accessibility, internal and external factors, education
279
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 3, Desember 2015
PENDAHULUAN
tahun tersebut lulusan terbesar penduduk
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga
Indonesia masih pada jenjang Sekolah Dasar
negara dan untuk itu setiap warga negara
(SD).
Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang
Lulusan SD mencapai 30,4 persen, kemudian
bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang
berturut-turut penduduk yang tidak memiliki
dimilikinya tanpa memandang status sosial,
ijazah, berijazah lulusan SMP/MTs, lulusan SLTA/
status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender.
MA, lulusan SM Kejuruan, lulusan D IV/
Adanya pemerataan akses dan peningkatan
Universitas S2/S3, lulusan Akademi/Diploma III
mutu pendidikan membuat warga negara
dan terakhir lulusan jenjang Diploma I dan II.
Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills)
Selain masih rendahnya tingkat pendidikan
sehingga mendorong tegaknya pembangunan
masyarakat, tingkat partisipasi anak untuk
manusia seutuhnya serta masyarakat madani
bersekolah hingga jenjang perguruan tinggi (PT)
dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
masih rendah (sebesar 13,48 persen) dan masih
Indonesia adalah salah satu contoh negara
terdapat kesenjangan yang tinggi terkait
berkembang dengan laju pertumbuhan penduduk
partisipasi anak untuk bersekolah antarwilayah.
yang tinggi namun tingkat pertumbuhan
Berdasarkan data yang bersumber dari
ekonomi masih rendah (Saripudin,2005).
Indonesia Educational Statistic in Brief yang
Menurut Bowles dan Gintis dalam Saripudin
dirilis Pusat Data dan Statistik Pendidikan
(2005) rendahnya pertumbuhan ekonomi karena
Kemdikbud (2014) hingga saat ini angka
rendahnya kualitas dan tingkat pendidikan
partisipasi murni (APM) di daerah perkotaan dan
masyarakat, yang dapat dinyatakan dalam rata-
perdesaan dari berbagai jenjang pendidikan di
rata lulusan pendidikan masyarakat. Berdasarkan
Indonesia hanya mencapai 21,54 persen dan
data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik
bahkan terdapat kesenjangan hingga mencapai
tahun 2008-2013 mengenai persentase
30,14 persen. APM adalah persentase jumlah
penduduk Indonesia umur 15 tahun ke atas
anak pada kelompok usia sekolah tertentu yang
menurut ijazah/STTB tertinggi yang ditamatkan
sedang bersekolah pada jenjang pendidikan yang
seperti tercantum pada Grafik 1, pada rentang
sesuai dengan usianya terhadap jumlah seluruh
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008-2013 (*) Persentase Penduduk Indonesia Umur 10 tahun ke Atas
Grafik 1 Persentase Penduduk Indonesia Umur 15 tahun ke Atas Menurut Ijazah/STTB Tertinggi yang Ditamatkan, Tahun 2008-2013
280
Novrian Satria Perdana, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Aksesibilitas Memperoleh Pendidikan untuk Anak-anak di Indonesia
anak pada kelompok usia sekolah yang
mendapatkan ranking 124. Peringkat IPM sering
bersangkutan APM digunakan untuk mengukur
dipakai sebagai pertimbangan oleh negara-
proporsi anak yang bersekolah tepat waktu.
negara lain dalam pengambilan keputusan,
Masalah lainnya adalah putus sekolah yang
misalnya terkait penanaman investasi, oleh
mana perkembangan angka putus sekolah (APS)
karena itu apabila pada saat era bonus demografi
jenjang SD sejak tahun 1998/1999 terus
Indonesia telah tiba, jika tidak segera dilakukan
mengalami kenaikan hingga mencapai 25,75
perbaikan berbagai masalah bidang pendidikan
persen, untuk jenjang SMP/sederajat jumlah
maka akan berdampak pada rendahnya pro-
putus sekolah mencapai 270.296 siswa pada
duktivitas pekerja dan rendahnya investasi asing
periode tahun 2011/2012-2012/2013, untuk
untuk Indonesia karena peringkat IPM yang
jenjang SMA dan SMK mengalami kenaikan
rendah.
jumlah putus sekolah hingga mencapai 127.452
Munculnya peluang mendapatkan bonus
siswa SMA dan 171.605 siswa SMK pada
demografi dapat dijadikan motivasi pemerintah
periode tahun 2011/2012-2012/2013. Jika dilihat
untuk segera memperbaiki kualitas SDM agar
dari periode tahun 1998/1999-1999/2000 hingga
dapat meningkatkan peringkat IPM yang
periode tahun 2011/2012-2012/2013, kenaikan
merupakan salah satu faktor daya tarik investor
angka putus sekolah terbesar terjadi pada
untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
jenjang SMK, yaitu sebesar 63,78 persen (Pusat
Hingga saat ini Pemerintah telah melakukan
Data dan Statistik Pendidikan, 2014).
berbagai upaya untuk meningkatkan kecerdasan
Adanya berbagai masalah di bidang
bangsa melalui peningkatan kuantitas SDM yang
pendidikan seperti rendahnya jumlah penduduk
berkualitas di Indonesia. Upaya tersebut juga
yang menyelesaikan studi hingga jenjang PT,
tertuang dalam pembukaan Undang-Undang
masih rendahnya APM hingga jenjang PT, masih
Dasar Tahun 1945 yang mana dinyatakan bahwa
terdapat kesenjangan APM yang tinggi
salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik
antarwilayah, masih banyaknya siswa putus
Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan
sekolah mengindikasikan masih rendahnya
kehidupan bangsa. Sejalan dengan pembukaan
aksesibilitas memperoleh pendidikan bagi anak-
UUD itu, batang tubuh konstitusi tersebut di
anak di Indonesia. Kondisi tersebut berpengaruh
antaranya Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat
terhadap peringkat Human Development Index
(1), Pasal 31, dan Pasal 32, yang meng-
(HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
amanatkan bahwa Pemerintah mengusahakan
di Indonesia, karena salah satu indikator IPM
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
adalah pendidikan. Jika berbagai masalah
nasional untuk meningkatkan keimanan dan
tersebut tidak segera diselesaikan dikhawatirkan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
dapat menurunkan peringkat IPM Indonesia.
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
Padahal pada saat ini Indonesia sedang
kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-
memasuki awal dari era bonus demografi dan
undang. Sistem pendidikan nasional tersebut
diharapkan pada tahun 2020-2030 merupakan
harus mampu menjamin pemerataan kesempatan
tahun istimewa karena mendapatkan bonus
memperoleh pendidikan, peningkatan mutu serta
demografi tersebut. Dalam beberapa tahun ini,
relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan
berdasarkan data yang bersumber dari United
untuk menghadapi tantangan sesuai dengan
National Development Program (UNDP) dalam
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional,
Pusat Penelitian Kebijakan (2014) peringkat IPM
dan global. Selain peraturan yang mewajibkan
Indonesia mengalami pergerakan yang fluktuatif,
Pemerintah untuk melaksanakan sistem
yaitu dari tahun 2004 mendapatkan ranking 108,
pendidikan yang bermutu dan merata, warga
tahun 2005 mendapatkan ranking 107, tahun
negara Indonesia juga mendapatkan jaminan
2010 mendapatkan ranking 108, dan tahun 2012
hak memperoleh pendidikan yang tertuang dalam
281
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 3, Desember 2015
Pasal 5 ayat (1) dari Undang-Undang Nomor
Indonesia? 3) Apakah faktor latar belakang
20, Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
pendidikan ibu berpengaruh terhadap aksesi-
Nasional (UU 20/2003) yang berbunyi: “Setiap
bilitas memperoleh pendidikan bagi anak-anak
warga negara mempunyai hak yang sama untuk
di Indonesia? 4) Apakah faktor jarak ke sekolah
memperoleh pendidikan yang bermutu”, yang
berpengaruh terhadap aksesibilitas memperoleh
selanjutnya dipertegas di dalam pasal 6 ayat
pendidikan bagi anak-anak di Indonesia? 5)
(1) yang berbunyi: “Setiap warga negara yang
Apakah faktor usia perkawinan orang tua
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun
berpengaruh terhadap aksesibilitas memperoleh
wajib mengikuti pendidikan dasar”. Pendidikan
pendidikan bagi anak-anak di Indonesia? 6)
dasar yang dimaksud dalam UU ini adalah
Apakah faktor pendapatan per kapita rumah
pendidikan tingkat SD dan sekolah menengah
tangga berpengaruh terhadap aksesibilitas
pertama (SMP).
memperoleh pendidikan bagi anak-anak di
Salah satu upaya Pemerintah untuk
Indonesia? dan 7) Apakah faktor jumlah anggota
meningkatkan kecerdasan bangsa menurut UUD
rumah tangga berpengaruh terhadap aksesi-
1945 dan peraturan yang ada adalah dengan
bilitas memperoleh pendidikan bagi anak-anak
menjalankan program pendidikan wajib belajar
di Indonesia?
SD yang dimulai pada tahun 1984 sampai dengan
Ada tujuh hipotesis yang relevan untuk diuji
tahun 1993, kemudian ditingkatkan menjadi
dalam penelitian ini, yaitu 1) Anak laki-laki
wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang
memiliki probabilita bersekolah lebih tinggi jika
dimulai pada tahun 1994 sampai dengan tahun
dibandingkan dengan anak perempuan; 2) Anak
2008, dan terakhir dikembangkan menjadi
yang tinggal di perkotaan memiliki probabilita
program Pendidikan Menengah Universal (PMU)
bersekolah lebih tinggi jika dibandingkan dengan
12 tahun. Program ini secara bertahap
anak yang tinggal di perdesaan; 3) Anak dengan
dilaksanakan dengan harapan terwujudnya
latar belakang pendidikan ibu hingga jenjang
pemerataan kualitas dan kuantitas pendidikan
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi
dasar dan menengah serta pendidikan tinggi
memiliki probabilita bersekolah yang lebih tinggi
yang bermutu serta lebih menjangkau seluruh
jika dibandingkan anak dengan latar belakang
lapisan masyarakat termasuk penduduk di
pendidikan Ibu hingga jenjang pendidikan dasar;
daerah terpencil. Dalam kaitan dengan masih
4)Anak dengan jarak ke sekolah yang dekat
rendahnya aksesibilitas memperoleh pendidikan
memiliki probabilita bersekolah yang lebih tinggi
bagi anak-anak usia 7-18 tahun di Indonesia,
jika dibandingkan anak dengan jarak ke sekolah
maka perlu dicari faktor-faktor apa saja yang
yang jauh; 5) Anak dengan orangtua yang
berpengaruh terhadap aksesibilitas memperoleh
menikah pada usia produktif memiliki probabilita
pendidikan bagi anak-anak di Indonesia untuk
bersekolah yang lebih tinggi jika dibandingkan
mencari alternatif kebijakan agar aksesibilitas
anak dengan orangtua yang menikah pada usia
memperoleh pendidikan bagi anak-anak di
nonproduktif; 6) Semakin besar pendapatan per
Indonesia terus meningkat hingga jenjang
kapita rumah tangga maka probabilita anak
pendidikan menengah.
untuk bersekolah menjadi lebih tinggi; dan 7)
Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas,
Semakin kecil jumlah anggota rumah tangga
maka permasalahan pokok yang dibahas dalam
maka probabilita anak untuk bersekolah menjadi
penelitian ini, yaitu 1) Apakah faktor jenis
semakin besar.
kelamin anak berpengaruh terhadap aksesibilitas
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memperoleh pendidikan bagi anak-anak di
memperoleh informasi tentang faktor jenis
Indonesia? 2) Apakah faktor wilayah tempat
kelamin anak, wilayah tempat tinggal, latar
tinggal berpengaruh terhadap aksesibilitas
belakang pendidikan ibu, jarak ke sekolah, usia
memperoleh pendidikan bagi anak-anak di
perkawinan orang tua, pendapatan per kapita
282
Novrian Satria Perdana, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Aksesibilitas Memperoleh Pendidikan untuk Anak-anak di Indonesia
rumah tangga, dan jumlah anggota rumah
pengertian pendidikan dalam arti luas. Pendidikan
tangga yang berpengaruh terhadap aksesibilitas
tidak berhenti ketika individu telah mencapai
memperoleh pendidikan bagi anak-anak di
kedewasaan baik jasmani maupun rohani.
Indonesia.
Selanjutnya, muncul konsep pendidikan seumur hidup ( lifelong education), yang berarti
KAJIAN LITERATUR
pendidikan berlangsung seumur hidup atau
Pendidikan
sampai mati. Merupakan konsep pendidikan yang
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa
menerangkan keseluruhan peristiwa kegiatan
Yunani, yaitu Paedagogie. Paedagogie berasal
belajar mengajar yang berlangsung dalam
dari kata pais yang artinya anak, dan again
keseluruhan hidup manusia.
yang artinya pembimbing maka paedagogie berarti “bimbingan yang diberikan kepada anak”.
Program-Program Pencapaian Tujuan
Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan
Pendidikan
berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang
Tujuan pendidikan nasional adalah mengem-
atau sekelompok orang untuk mempengaruhi
bangkan potensi peserta didik agar menjadi
seseorang atau sekelompok orang lain agar
manusia yang beriman dan bertakwa kepada
menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
mental. (Sudirman dalam Titaley, 2012).
warga negara yang demokratis serta ber-
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
tanggung jawab. Dengan dirumuskannya tujuan
(KBBI, 2014), pendidikan adalah proses peng-
dari penyelenggaraan pendidikan diharapkan
ubahan sikap dan tata laku seseorang atau
terwujudnya potensi peserta didik yang
kelompok orang dalam usaha mendewasakan
berkualitas dan diharapkan nantinya dapat
manusia melalui upaya pengajaran dan
berpartisipasi dalam pembangunan negara.
pelatihan; proses, cara dan pembuatan men-
Sesuai dengan UU 20/2013 setiap orang pada
didik. Pengertian pendidikan menurut Ki Hajar
dasarnya memiliki peluang/kesempatan yang
Dewantara dalam Titaley (2012) adalah daya
sama dalam memperoleh pendidikan, tidak
upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran
dibedakan menurut jenis kelamin, wilayah
serta jasmani anak agar dapat memajukan
tempat tinggal, strata ekonomi dan sebagainya
kesempurnaan hidup yaitu hidup dan meng-
karena pendidikan adalah untuk semua orang
hidupkan anak yang selaras dengan alam dan
(education for all). Untuk meningkatkan kualitas
masyarakatnya. Dalam memelihara dan memberi
SDM dan mewujudkan tujuan penyelenggaraan
laporan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan
pendidikan, Pemerintah membuat beberapa
pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan
program kebijakan antara lain program
pikiran. Kemudian definisi pendidikan menurut
pembangunan sekolah, program penuntasan
Pasal 1 UU 20/2013 adalah usaha secara sadar
buta huruf, program wajib belajar, dan program
dan terencana untuk mewujudkan suasana
penyetaraan jalur pendidikan.
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
Program Pembangunan Sekolah (Instruksi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
Presiden RI Nomor 10, Tahun 1973)
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
Program ini berjalan berdasarkan Instruksi
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
Presiden Republik Indonesia (Inpres RI) Nomor
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
10, Tahun 1973 tentang program bantuan
negara. Pendidikan menurut Dewey dalam
pembangunan gedung SD. Tujuan kebijakan ini
Puslitjak (2012) adalah bahwa education is the
adalah untuk memperluas kesempatan belajar,
process without end. Hal ini merujuk pada
terutama di pedesaan dan bagi daerah
283
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 3, Desember 2015
perkotaan yang penduduknya berpenghasilan
wajib belajar adalah program pendidikan minimal
rendah. Pelaksanaan tahap pertama program
yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia
SD Inpres adalah pembangunan 6.000 gedung
atas
SD yang masing-masing memiliki tiga ruang
Pemerintah Daerah. Wajib belajar berfungsi
kelas. Berjalannya pembangunan ini didukung
mengupayakan perluasan dan pemerataan
oleh dana yang cukup karena pada saat itu
kesempatan memperoleh pendidikan yang
Indonesia baru saja mendapat limpahan dana
bermutu bagi setiap warga negara Indonesia.
penjualan minyak bumi yang harganya naik
Wajib belajar ini bertujuan untuk memberikan
sekitar 300 persen dari sebelumnya. Uang itu
pendidikan minimal bagi warga negara Indonesia
kemudian digunakan untuk mempercepat
untuk dapat mengembangkan potensi dirinya
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, salah
agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat
satunya adalah pendidikan. Pada tahap awal
atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
pelaksanaan program SD Inpres, hampir setiap
lebih tinggi. Program pendidikan wajib belajar
tahun, ribuan hingga puluhan ribu gedung
dimulai dari program wajib belajar 6 tahun yang
sekolah dibangun.
dimulai pada tahun 1984 sampai dengan tahun
tanggung
jawab
Pemerintah
dan
1993, kemudian ditingkatkan menjadi pendidikan Program Penuntasan Buta Huruf
wajib belajar 9 tahun yang dimulai pada tahun
Program penuntasan buta huruf dicanangkan
1994 sampai dengan tahun 2008, dan terakhir
pada 16 Agustus 1978. Tekniknya adalah
dikembangkan menjadi program Pendidikan
dengan pembentukan kelompok belajar atau
Menengah Universal (PMU).
“Kejar”. Kejar merupakan program pengenalan huruf dan angka bagi masyarakat yang buta
Program Penyetaraan Jalur Pendidikan
huruf yang berusia 10-45 tahun. Tujuannya
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui
adalah agar masyarakat mampu membaca serta
peserta didik untuk mengembangkan potensi diri
menulis huruf dan angka latin. Tutor atau
dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
pembimbing setiap kelompok adalah siapa saja
dengan tujuan pendidikan. Dalam UU 20/2013
yang berpendidikan minimal SD. Jumlah peserta
Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pen-
dan waktu pelaksanaan setiap Kejar bersifat
didikan terdiri dari pendidikan formal, nonformal,
fleksibel. Hingga saat ini program Kejar yang
dan informal. Pemerintah mengagas jalur
sudah semakin berkembang masih tetap
pendidikan ini dikarenakan untuk menggapai
dijalankan. Keberhasilan program Kejar salah
keseluruhan komponen pendidikan yang saling
satunya terlihat pada angka statistik penduduk
terkait secara terpadu agar tercapai tujuan
buta huruf yang menurun. Pada sensus tahun
pendidikan nasional yang salah satu di antaranya
1971, dari jumlah penduduk 80 juta jiwa.
adalah kemudahan mengakses pendidikan agar
Indonesia masih memiliki 39,1 persen penduduk
tercapai pemeratan kualitas dan kuantitas
usia 10 tahun ke atas yang berstatus buta
peserta didik di seluruh wilayah Indonesia.
huruf. Sepuluh tahun kemudian, menurut sensus
Beberapa jalur pendidikan yang diselenggarakan
tahun 1980, persentase itu menurun menjadi
Pemerintah dalam upayanya untuk mewujudkan
28,8 persen. Hingga sensus berikutnya yaitu
pemerataan aksesibilitas pendidikan di seluruh
pada tahun 1990, angkanya terus menyusut
wilayah Indonesia melalui pendidikan formal,
menjadi 15,9 persen. Tambahkan sensus 2000
pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
dan sensus 2010. Aksesibilitas Program Wajib Belajar
Aksesibilitas dapat dianggap sebagai sesuatu
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47,
yang di luar keberadaan atau availibilitas
Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, pengertian
(ketersediaan) dari sumber daya dalam waktu
284
Novrian Satria Perdana, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Aksesibilitas Memperoleh Pendidikan untuk Anak-anak di Indonesia
dan tempat yang tepat. Termasuk karakteristik
ekonomi orang tua, jenis kelamin, jumlah
dari sumber-sumber yang memberikan peluang
anggota keluarga, geografis/keadaan ling-
atau rintangan/ kendala yang dirasakan oleh
kungan) yang menghambat siswa untuk
klien-klien (pelangan) potensial. Carneiro dalam
memperoleh pendidikan. Teori Liberal Klasik
(Finnie dan Mueller, 2008) memberikan pokok-
menyatakan bahwa mobilitas sosial akan
pokok pikirannya bahwa ada dua perlakuan
dipromosikan oleh kesempatan yang sama dalam
aksesibilitas, yaitu a) aksesibilitas keuangan
pendidikan. Sumber teori ini dapat juga ditelusuri
yang diartikan sebagai “kemampuan individu”,
ke penulis lain yang juga menjadi landasan
seperti kemampuan membayar biaya pendidikan
penelitian ini, yaitu oleh Rousseau (dalam
(financial accessibility, defined as the individual
Kainuwa dan Najeemah, 2013) berupa teori
ability to pay for education) dan b) apa saja
Keadilan Sosial, yang menyatakan bahwa faktor
yang berhubungan dengan aksesibilitas fisik.
“alam” yang melekat pada manusia sejak lahir
Kemudian Carneiro mengistilahkan dalam
seharusnya tidak menjadi masalah dalam
definisinya sebagai transportasi, waktu dan
mendapatkan keadilan sosial terutama dalam
pencarian biaya dalam proses memperoleh
memperoleh pendidikan. Di Kenya, National
kesempatan pendidikan. Dari beberapa definisi,
Rainbow Coalition (NARC) Pemerintah membuat
aksesibilitas finansial mengacu pada karakteristik
pendidikan dasar dan pendidikan menengah
kemampuan masyarakat, dibandingkan dengan
gratis dan sangat bersubsidi dalam upaya untuk
faktor-faktor atau sumber-sumber pendidikan
meningkatkan partisipasi terhadap pendidikan.
lainnya.
Teori Liberal Klasik dan teori Keadilan Sosial
Aksesibilitas pendidikan adalah kemudahan
ditemukan relevan untuk penelitian ini karena
yang diberikan kepada setiap warga masyarakat
faktor “alam” mendiskriminasikan keluarga untuk
untuk menggunakan kesempatannya dalam
membuat anak-anak mereka berada di sekolah.
memasuki suatu program pendidikan. Akses
Karena hal ini menjadi dampak negatif terhadap
tersebut dapat berupa sikap sosial yang
pendidikan maka diperlukan kebijakan khusus
nondiskriminatif, kebijakan politik dalam bentuk
dari Pemerintah agar seluruh keluarga bisa
peraturan perundang-undangan yang men-
memperoleh pendidikan dengan mudah.
dukung dan mencegah diskriminasi, tersedianya lingkungan fisik pendidikan yang aksesibel,
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
tersedianya alat bantu belajar/mengajar yang
Aksesibilitas dalam Memperoleh
sesuai, dan biaya pendidikan yang terjangkau,
Pendidikan
yang memungkinkan setiap warga masyarakat
Jenis Kelamin Anak
menggunakan kesempatannya untuk mengikuti
Saat ini perkembangan penduduk di Indonesia
proses belajar/mengajar pada program
menunjukkan kondisi yang hampir setara antara
pendidikan yang dipilihnya.
jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki dan
Teori utama yang mendasari penelitian ini
perempuan. Berdasarkan data sensus penduduk
adalah teori Liberal Klasik dari Darwin yang
yang bersumber dari Badan Pusat Statistik,
ditemukan pada tahun 1859 Andrew dan Orodho
dalam kurun waktu tahun 2009 hingga tahun
(2014). Menurut teori ini setiap orang dilahirkan
2012 persentase jumlah penduduk yang
dengan jumlah kapasitas tertentu yang untuk
terbanyak pada tahun 2009 adalah perempuan
sebagian besar diwariskan dan tidak dapat
kemudian pada tahun 2010 hingga 2012 yang
diubah secara substansial. Dengan demikian,
terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki serta
sistem pendidikan harus dirancang sedemikian
selisih di antara keduanya hanya berkisar antara
rupa untuk menghilangkan hambatan apa pun
0,3
termasuk faktor alamiah/takdir anak-anak yang
menunjukkan persentase laki-laki masih
melekat pada dirinya (termasuk latar belakang
mendominasi penduduk di Indonesia, namun
hingga
0,7
persen.
Data
tersebut
285
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 3, Desember 2015
perkembangan penduduk berjenis kelamin
pendidikan khusus bagi anak-anak yang
perempuan juga turut meningkat. Adanya
mempunyai kelainan fisik, emosional, mental,
peningkatan penduduk berjenis kelamin
sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan
perempuan perlu diimbangi dengan pemberian
dan bakat istimewa juga belum tersedia secara
kesempatan kepada perempuan untuk ber-
memadai, terutama di daerah pedesaan,
kembang dan turut serta dalam pembangunan
terpencil dan kepulauan. Minimnya fasilitas
negara. Upaya memberikan kesempatan
pendidikan di daerah pedesaan berpengaruh
tersebut disebut penyetaraan gender. Gender
terhadap partisipasi anak-anak dalam mem-
merupakan konsep yang banyak digunakan di
peroleh pendidikan, sehingga Pemerintah perlu
berbagai tempat yang menunjukkan perbedaan
segera melakukan percepatan pembangunan
peran dan hubungan antara laki-laki dan
fasilitas pendidikan di perdesaan agar tidak
perempuan yang ditentukan secara sosial.
terjadi kesenjangan yang tinggi dengan wilayah
Penelitian yang dilakukan oleh Lasfitri (2013)
perkotaan. Penelitian Ibrahim, Okumu., Nakajo
dan Izzaty (2009) menyatakan bahwa jenis
Alex, dan Isoke (2008) dan Lasfitri (2013)
kelamin anak mempengaruhi partisipasi sekolah
menyatakan bahwa anak-anak yang tinggal di
anak-anak, yang mana probabilitas bersekolah
perkotaan memiliki peluang bersekolah
anak laki-laki untuk bersekolah lebih kecil
(probabilitas) yang lebih baik (tidak drop out)
daripada anak perempuan. Namun, Ibrahim,
daripada anak yang tinggal di perdesaan.
Okumu., Alex, dan Isoke (2008) menyatakan bahwa probabilitas bersekolah anak laki-laki di
Tingkat Pendidikan Orang Tua
Uganda lebih besar daripada anak perempuan.
Partisipasi anak terhadap pendidikan tidak terlepas dari peran dan fungsi orang tua sebagai
Daerah Tempat Tinggal (Perkotaan-
komponen keluarga inti yang mana di dalamnya
Perdesaan)
diletakkan sendi-sendi dasar pendidikan yang
Upaya Pemerintah dalam menyediakan layanan
mempengaruhi kepribadian anak. Kepribadian
pendidikan tidak lepas dari faktor kesenjangan
tersebut akan mempengaruhi minat anak untuk
antarwilayah, utamanya wilayah perkotaan dan
bersekolah, melahirkan prestasi di sekolah,
perdesaan.
layanan
berkepribadian baik, dan sebagainya. Keluarga
antarwilayah terutama wilayah perdesaan
inti merupakan lembaga pendidikan tertua,
dengan perkotaan dapat menimbulkan ke-
bersifat informal yang pertama dan utama dialami
senjangan partisipasi masyarakat terhadap
oleh anak, serta sebagai lembaga pendidikan
pendidikan/bersekolah, di samping karena
yang kodrati, yaitu orang tua bertanggung
keterbatasan jumlah sekolah yang tersedia di
jawab memelihara, merawat, melindungi dan
perdesaan yang menyebabkan keterjangkauan
mendidik anak agar berkembang dengan baik.
jarak sekolah dari tempat tinggal menjadi lebih
Lingkungan keluarga inti adalah lingkungan
jauh, juga karena mayoritas penduduk miskin
pendidikan yang pertama karena dalam keluarga
berada di daerah perdesaan. Penduduk per-
inilah anak pertama-tama mendapatkan
kotaan relatif lebih mudah mengakses pelayanan
bimbingan dan pendidikan. Dikatakan lingkungan
pendidikan jika dibandingkan dengan penduduk
yang utama karena sebagian dari kehidupan
perdesaan karena jumlah sekolah lebih banyak.
anak adalah di dalam keluarga inti, sehingga
Fasilitas pelayanan pendidikan dasar, menengah
pendidikan yang paling banyak diterima adalah
pertama, dan menengah atas di daerah pede-
dari keluarga inti yaitu ayah dan ibu. Dengan
saan, terpencil, dan kepulauan masih terbatas,
demikian, semakin tinggi tingkat pendidikan
Adanya
perbedaan
sehingga menyebabkan sulitnya anak-anak
seseorang akan cenderung bertambah ilmu
untuk memperoleh layanan pendidikan setelah
pengetahuan yang dimiliknya. Orang tua yang
lulus SD. Selain itu, fasilitas dan layanan
memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda
286
Novrian Satria Perdana, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Aksesibilitas Memperoleh Pendidikan untuk Anak-anak di Indonesia
akan berpengaruh terhadap cara membimbing
siswa untuk mau bersekolah, sehingga akses
belajar anaknya, karena salah satu usaha untuk
mereka terhadap pendidikan lebih baik daripada
memperoleh pengetahuan adalah melalui bidang
jarak ke sekolah yang jauh. Dengan demikian,
pendidikan, yaitu pendidikan formal. Tingkat
dapat disimpulkan semakin jauh jarak ke sekolah
pendidikan formal yang diperoleh orang tua akan
maka probabilitas anak untuk bersekolah akan
menentukan banyak tidaknya pengetahuan yang
semakin kecil.
dimilikinya, dan akan berpengaruh terhadap perkembangan potensi yang sangat diperlukan
Usia Perkawinan Orangtua
untuk memberikan bimbingan pendidikan kepada
Di berbagai penjuru dunia, pernikahan merupakan
anak-anaknya. Lasfitri (2013), Boit dan Emily
masalah sosial dan ekonomi, yang diperumit
(2013), Andrew dan Orodho (2014), Megan
dengan tradisi dan budaya dalam kelompok
(2002), Kainuwa dan Najeemah (2013), Ibrahim
masyarakat. Stigma sosial mengenai pernikahan
dkk. (2008), Mustamin (2013), dan Puslitjak
setelah melewati masa pubertas yang dianggap
(2012) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
aib pada kalangan tertentu, meningkatkan pula
orang tua terutama ibu dapat mempengaruhi
angka kejadian pernikahan anak. Adanya motif
probabilitas anak untuk bersekolah, karena ibu
ekonomi, yaitu harapan tercapainya keamanan
sebagai komponen keluarga inti yang langsung
sosial dan finansial setelah menikah menye-
membina keluarganya dapat mempengaruhi pola
babkan banyak orang tua menyetujui pernikahan
pikir anak untuk maju serta dapat mendorong
usia dini. Alasan orang tua menyetujui
anak-anaknya untuk memperoleh pendidikan
pernikahan anak ini seringkali dilandasi pula oleh
yang setara atau bahkan lebih tinggi daripada
ketakutan akan terjadinya kehamilan di luar
orang tuanya.
nikah akibat pergaulan bebas atau untuk mempererat tali kekeluargaan. Secara umum,
Jarak ke Sekolah
pernikahan dini pada anak lebih sering dijumpai
Aksesibilitas memperoleh pendidikan dapat
di kalangan keluarga miskin, meskipun terjadi
dipengaruhi
atau
pula di kalangan keluarga ekonomi atas. Di
kemudahan untuk menuju sekolah yang dituju
banyak negara, pernikahan anak seringkali
dari tempat tinggal. Perbedaan cara untuk
terkait dengan kemiskinan. Negara dengan kasus
menuju ke sekolah seperti naik sepeda motor,
pernikahan anak, pada umumnya mempunyai
bersepeda, dan jalan kaki secara langsung
produk domestik bruto yang rendah. (UNPFA
dipengaruhi oleh jarak yang di tempuh menuju
dalam Kainuwa, 2013) Pernikahan anak (dini)
sekolah. Jarak tempuh ke sekolah secara
membuat keluarga, masyarakat, bahkan negara
langsung berpengaruh terdapat biaya yang
mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari
harus di keluarkan orang tua dalam hal
jerat kemiskinan dan hal ini tentunya menye-
pendidikan, selain itu fisik anak untuk melakukan
babkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan
aktivitas setiap hari ke sekolah yang cukup jauh
yang rendah baik anak maupun keluarga dan
juga menjadi pertimbangan untuk melanjutkan
lingkungannya. Selain pernikahan pada usia dini,
sekolah. Oleh sebab itu, faktor jarak menjadi
pernikahan usia lanjut sangat beresiko bagi
salah satu latar belakang untuk mengambil
pasangan dan keluarganya. Resiko terbesar
keputusan menyekolahkan anaknya hingga
adalah dalam segi kesejahteraan keluarga yang
jenjang berikutnya. Ibrahim, Nakajo, dan Doreen
nantinya akan berpengaruh terhadap peme-
(2008) menyatakan bahwa semakin jauh jarak
nuhan hak anak atas pendidikan. Pernikahan
siswa ke sekolah maka semakin besar siswa
dini telah terjadi sejak zaman dahulu yang
oleh
keterjangkauan
mengalami putus sekolah (drop out) dan
dibuktikan dengan data SUSENAS 2014 yang
Puslitjak (2012) menyatakan bahwa jarak ke
menyatakan bahwa terdapat 33 persen
sekolah bermutu yang dekat akan merangsang
masyarakat menikah pada usia di bawah 19
287
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 3, Desember 2015
tahun dan usia pernikahan orangtua yang
menentukan jumlah kebutuhan keluarga.
termuda adalah usia 9 tahun. Megan (2002)
Semakin banyak ukuran rumah tangga berarti
dan Boit dan Emily (2013) menyatakan bahwa
semakin banyak anggota rumah tangga yang
orang tua yang menikah pada usia produktif
pada akhirnya semakin bertambah beban rumah
membuat mereka lebih produktif dalam bekerja
tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-
agar dapat menghasilkan uang yang lebih
harinya, termasuk kebutuhan mengakses
banyak sehingga mereka memiliki dana untuk
pendidikan bagi anak-anak mereka. Mustamin
menyekolahkan anak-anak mereka hingga
(2013), Kainuwa dan Najeemah (2013), dan Boit
jenjang perguruan tinggi. Dengan demikian,
dan Emily (2013) dalam penelitiannya
dapat disimpulkan bahwa semakin produktif usia
menyatakan bahwa semakin banyak anggota
pernikahan orang tua maka semakin tinggi
keluarga maka beban kehidupan mereka akan
probabilitas anak untuk bersekolah.
semakin besar sehingga ber-pengaruh terhadap kesejahteraan
mereka
termasuk
yang
Pendapatan per Kapita Orang Tua
seharusnya mereka belanjakan untuk pendidikan
Dalam penelitian ini, pendapatan per kapita
anak-anak mereka. Dengan demikian, dapat
orangtua yang terbesar adalah sejumlah empat
disimpulkan semakin banyak anggota keluarga
puluh juta rupiah. Berdasarkan hasil marginal
maka probabilitas anak untuk bersekolah akan
effect after logit, semakin bertambahnya
semakin rendah.
pendapatan per kapita rumah tangga sebesar satu juta rupiah maka peluang anak untuk
METODE
bersekolah akan meningkat sebesar 0,008571
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kali. Demikian juga sebaliknya, jika pendapatan
data sekunder yaitu dari Survei Sosial Ekonomi
per kapita rumah tangga berkurang sebesar satu
Nasional (SUSENAS) tahun 2014. Unit analisis
juta rupiah maka peluang anak untuk bersekolah
dalam penelitian ini adalah anak yang berusia 7
akan menurun sebesar 0,008571 kali. Semakin
tahun hingga usia 18 tahun dan dipilih responden
bertambah pendapatan per kapita orangtua,
yang menjawab pertanyaan secara lengkap,
maka semakin besar peluang anak untuk
sehingga diperoleh sebanyak 372.142 anak.
bersekolah. Hasil tersebut sesuai dengan
Alasan pengambilan sampel usia 7-18 tahun
penelitian yang ditulis oleh Andrew (2014), Boit
untuk mengetahui sejauhmana ketercapaian
dan Emily (2013), Megan (2002), Ibrahim dkk
program-program peningkatan akses (hingga
(2008), Mustamin (2013), dan Puslitjak (2012)
jenjang pendidikan menengah) yang dijalankan
yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi
Pemerintah. Dalam penelitian ini variabel terikat
pendapatan per kapita orang tua berarti
(dependen variable) adalah aksesibilitas
kesejahteraan mereka lebih baik, oleh karena
memperoleh pendidikan bagi anak-anak di
itu mereka akan lebih mudah menyekolahkan
Indonesia usia 7-18 tahun di Indonesia. Untuk
anak-anak mereka daripada orang tua dengan
variabel terikat menggunakan variabel dummy,
pendapatan per kapita yang rendah.
yaitu variabel yang dinyatakan dalam bentuk kode. Untuk dummy variabel terikat didefinisi-
Jumlah Anggota Keluarga
kan jika anak memiliki akses memperoleh
Menurut Todaro dalam Kainuwa dan Najeemah
pendidikan, jika anak masih bersekolah/sudah
(2013) yang termasuk jumlah anggota keluarga
lulus PT (kode=1), jika anak tidak memiliki akses
adalah seluruh jumlah anggota keluarga rumah
memperoleh pendidikan, dan jika anak tidak
tangga yang tinggal dan makan dari satu dapur
bersekolah lagi (putus sekolah)/tidak/belum
dengan kelompok penduduk yang sudah
pernah bersekolah (kode=0). Batas usia anak
termasuk dalam ke dalam kelompok tenaga kerja.
adalah 7 tahun hingga 18 tahun. Variabel bebas
Jumlah
(independent variable) dalam penelitian ini
288
anggota
rumah
tangga
sangat
Novrian Satria Perdana, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Aksesibilitas Memperoleh Pendidikan untuk Anak-anak di Indonesia
meliputi jenis kelamin anak (variabel dummy, jika laki-laki=1, perempuan=0); Wilayah tempat tinggal (variabel dummy, jika tinggal di kota=1, desa=0); Latar belakang pendidikan orang tua
D4i= Latar belakang pendidikan Ibu (variabel dummy, jika menengah=1 dan dasar=0) D5i= Jarak ke sekolah (variabel dummy, jika jauh=1, dekat=0)
(ada dua variabel dummy, jika hingga jenjang
X1= Usia perkawinan orang tua (dalam Tahun)
pendidikan tinggi=1 dan jika hingga jenjang
X2= Pendapatan per kapita orangtua (dalam Juta
pendidikan dasar=0; dan jika hingga jenjang pendidikan menengah=1 dan hingga jenjang
Rupiah) X3= Jumlah anggota rumah tangga (dalam jumlah
pendidikan dasar=0); Jarak ke sekolah (variabel
orang)
dummy, jika jauh=1, dekat=0); Usia perkawinan
e= Error term
orang tua (dalam tahun); Pendapatan per kapita orang tua (dalam juta Rupiah); dan Jumlah
Pengujian Sensitivity, Specitivity, dan
anggota rumah tangga (dalam jumlah orang).
Correctly Classified
Penelitian ini menggunakan pendekatan
Pada pengujian ini prinsipnya sama dengan uji
kuantitatif inferensial, yaitu melakukan analisis
goodness of fit sebagai bentuk perwakilan
hubungan antar variabel dengan pengujian
pengganti R2, dengan melihat melalui specitivity
hipotesis (Sugiyono dalam Mustamin, 2013).
and sensitivity . Sensitivity menunjukkan
Model yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
seberapa besar hasil observasi positif dapat
dari satu variabel terikat (dependent variable)
dinyatakan positif secara tepat oleh model,
yang merupakan dummy variable dan variabel
sedangkan specitivity menunjukkan seberapa
bebas (independent variable) yang merupakan
besar hasil observasi negatif dapat dinyatakan
karakteristik demografi, sosial, pendidikan dan
negatif secara tepat oleh model. Correctly
ekonomi rumah tangga. Model diadaptasi dari
classified menunjukkan seberapa besar kejadian
dua teori, yaitu dari Darwin (1859) dan dari
sukses dan kejadian gagal mampu dijelaskan
Rousseau serta penelitian Lasfitri (2013), Ibrahim
secara tepat oleh model. Berdasarkan hasil
dkk (2008), Puslitjak (2012), Mustamin (2013),
pengolahan data, dari 372.142 anak diperoleh
Ahmad Kainuwa dan Najeemah (2013), dan
hasil Prob>chi2 =0.0000, nilai sensitivity sebesar
Andrew dan Orodho (2014) yaitu:
100 persen, nilai spesitivity sebesar 0 persen,
p y = 1n = β0 + β1D1i + β2D2i + β3D3i + β4D4i + 1 − p β5D5i + β6x1 + β7x2 + β8x3 + e
Di mana: β0,…,β9 = Parameter model y= Probabilitas anak memperoleh akses pendidikan (bersekolah/sudah lulus hingga SMA/K/sederajat) (variabel dummy, jika bersekolah/sudah lulus kode=1; dan jika tidak bersekolah/drop out kode=0) D1i= Jenis kelamin anak (variabel dummy, jika laki-laki=1, perempuan=0) D2i= Wilayah tempat tinggal (variabel dummy, jika tinggal di kota=1, desa=0) D3i= Latar belakang pendidikan Ibu (variabel dummy, jika tinggi=1 dan dasar=0)
dan nilai correctly classified sebesar 89,93 persen. Dengan demikian, disimpulkan bahwa model yang diujikan dalam penelitian ini signifikan, hasil observasi dapat dinyatakan secara tepat oleh model dan model tersebut mampu memprediksi partisipasi anak-anak usia 7-18 tahun untuk bersekolah sebesar 89,93 persen. HASIL DAN PEMBAHASAN Aksesibilitas Memperoleh Pendidikan Bagi Anakanak di Indonesia dirinci menurut 7 jenis, yaitu menurut jenis kelamin anak, wilayah tempat tinggal, latar belakang pendidikan ibu, jarak kesekolah, usia perkawinan orang tua, pendapatan per kapita orang tua, dan jumlah anggota rumah tangga.
289
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 3, Desember 2015
Jenis Kelamin Anak
Banyaknya anak perempuan dalam memperoleh
Berdasarkan hasil dari 372.142 anak terdapat
pendidikan juga dimotivasi oleh semakin
38.963 anak tidak bersekolah yangmana terdiri
meningkatnya kebutuhan pekerja sektor formal
dari 22.371 anak laki-laki dan 16.592 anak
berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan data
perempuan yang tidak bersekolah. Berdasarkan
dari Kementerian Tenaga Kerja, pada tahun 2011
nilai marginal effect after logit, peluang anak
dari jumlah 2.167.903 lapangan usaha sebanyak
laki-laki untuk bersekolah adalah sebesar -
38 persen yang dibutuhkan adalah pekerja
0,003162. Berdasarkan hasil tersebut menun-
berjenis kelamin perempuan, kemudian pada
jukkan bahwa peluang anak laki-laki usia 7-18
tahun 2012 dari jumlah 8.926.288 lapangan
tahun untuk bersekolah lebih rendah 0,003162
usaha sebanyak 42 persen yang dibutuhkan
kali daripada peluang anak perempuan untuk
adalah pekerja berjenis kelamin perempuan, dan
bersekolah pada rentang usia yang sama. Tanda
pada tahun 2013 dari jumlah 9.110.647 lapangan
negatif menunjukkan arah yang berlawanan.
usaha sebanyak 45 persen yang dibutuhkan
Hasil tersebut tidak sesuai dengan jurnal yang
adalah pekerja berjenis kelamin perempuan.
ditulis oleh Ibrahim dkk (2008) yang mengatakan
Melihat kondisi demikian membuat orangtua
bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan
menjadi sadar untuk menyekolahkan anaknya
perempuan dalam memperoleh pendidikan di
agar anak perempuan mereka kelak bisa bekerja
Uganda yangmana anak laki-laki memiliki tingkat
mandiri menghasilkan uang sehingga dapat
partisipasi bersekolah yang lebih baik (tidak
membantu perekonomian keluarganya.
drop-out) sebesar 51,11 persen daripada anak perempuan. Namun, hasil ini sesuai dengan
Wilayah Tempat Tinggal
penelitian yang dilakukan Lasfitri (2013) yang
Dari 38.963 anak yang tidak memperoleh akses
menyimpulkan bahwa peluang anak laki-laki usia
terhadap pendidikan sebanyak 29.158 anak
13-18 tahun untuk bersekolah lebih rendah
tinggal di perdesaan dan sebanyak 9.805 anak
daripada peluang anak perempuan di Jambi.
yang tinggal di perkotaan yang tidak bersekolah.
Keberhasilan Indonesia yang aktif dalam
Berdasarkan nilai marginal effect after logit,
gerakan pengarustamaan gender sejak tahun
peluang anak untuk bersekolah pada usia 7-18
1995 merupakan salah satu upaya menyeta-
tahun yang tinggal di perkotaan adalah sebesar
rakan peranan laki-laki dan perempuan.
0,027348. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
Pengarusutamaan bukanlah tujuan, melainkan
peluang anak untuk bersekolah pada anak usia
proses
dan
7-18 tahun di daerah perkotaan lebih tinggi
kesadaran serta pertanggungjawaban bagi
0,027348 kali daripada peluang anak pada
semua tenaga profesional pendidikan untuk
rentang usia yang sama yang tinggal di daerah
mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan.
perdesaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Keterlibatan Indonesia dalam gerakan ini adalah
Ibrahim,dkk. (2008) dan Lasfitri (2013) yang
dalam Deklarasi Dakar tentang Pendidikan Untuk
menyimpulkan bahwa anak-anak yang tinggal
Semua (Education for All atau EFA) tahun 2000,
di perkotaan memiliki peluang bersekolah yang
Beijing Platform for Action tahun 1995 serta
lebih baik (tidak drop out) daripada anak yang
Deklarasi Milenium PBB tahun 2000. Dengan
tinggal di perdesaan. Hal ini terjadi karena
keterlibatan Indonesia dalam konferensi dunia
hingga saat ini masih terdapat kesenjangan
tentang pengarustamaan gender tersebut
pembangunan fasilitas pendidikan oleh
secara langsung mendorong kesempatan
Pemerintah yang mana wilayah perdesaan jauh
perempuan Indonesia untuk memperoleh hak
lebih tertinggal daripada wilayah perkotaan.
pembentukan
pengetahuan
mendapatkan pendidikan agar dapat ber-
Berdasarkan data kondisi fasilitas yang ada
partisipasi dalam pembangunan negara.
di perdesaan yang bersumber dari Badan Pusat
290
Novrian Satria Perdana, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Aksesibilitas Memperoleh Pendidikan untuk Anak-anak di Indonesia
Statistik tahun 2003-2011 mengenai jumlah
belakang pendidikan Ibu hingga jenjang
desa yang memiliki fasilitas pendidikan,
pendidikan menengah lebih baik 0,006759 kali
menunjukkan bahwa setiap tahunnya pening-
daripada peluang bersekolah anak pada rentang
katan jumlah desa yang memiliki fasilitas
usia yang sama dengan latar belakang
pendidikan yang terbanyak hanya jenjang SD,
pendidikan ibu hingga jenjang pendidikan dasar.
sedangkan untuk jenjang SMP dan SMA/SMK
Selain itu, untuk jenjang pendidikan ibu yang
kenaikannya hanya berkisar 3 hingga 5 persen
lebih tinggi menunjukkan hasil bahwa peluang
per tahun. Rendahnya jumlah desa yang memiliki
bersekolah anak dengan latar belakang
fasilitas pendidikan ini berpengaruh terhadap
pendidikan Ibu hingga jenjang pendidikan tinggi
aksesibilitas anak-anak dalam memperoleh
lebih baik 0,0062137 kali daripada peluang
pendidikan hingga jenjang pendidikan menengah
bersekolah anak pada rentang usia yang sama
yang tinggal di daerah perdesaan, sehingga
dengan latar belakang pendidikan ibu hingga
Pemerintah perlu segera melakukan percepatan
jenjang pendidikan dasar. Dengan kata lain,
pembangunan fasilitas pendidikan di perdesaan
semakin tinggi jenjang pendidikan orang tua
agar tidak terjadi kesenjangan yang tinggi
maka semakin tinggi aksesibilitas anak terhadap
dengan wilayah perkotaan.
pendidikan. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian
Latar Belakang Pendidikan Ibu
yang dilakukan oleh Lasfitri (2013), Boit dan
Partisipasi anak untuk bersekolah dipengaruhi
Emily (2013), Andrew dan Orotho(2014), Megan
oleh peran dan fungsi orang tua sebagai keluarga
(2002), Kainuwa dan Najeemah (2013),
inti yang di dalamnya diletakkan sendi-sendi
Ibrahim,dkk. (2008), Mustamin (2013), dan
dasar pendidikan yang mempengaruhi ke-
Puslitjak (2012) yang menyimpulkan bahwa
pribadian anak. Semakin tinggi tingkat
tingkat pendidikan orang tua dapat mem-
pendidikan seseorang akan cenderung ber-
pengaruhi partisipasi anak terhadap pendidikan/
tambah ilmu pengetahuan yang dimiliknya. Orang
bersekolah, karena secara tidak langsung
tua yang memiliki latar belakang pendidikan yang
dengan tingkat pendidikan orang tua yang tinggi
berbeda akan berpengaruh terhadap cara
akan mendorong anak-anaknya untuk mem-
membimbing belajar anaknya. Dari 372.142 anak
peroleh pendidikan yang setara atau bahkan
yang dijadikan sampel penelitian terdapat
lebih tinggi daripada orangtuanya. Berdasarkan
38.963 anak yang tidak memperoleh akses
data yang bersumber dari BPS tahun 2008-2013
terhadap pendidikan, yaitu sebanyak 25.437
menunjukkan bahwa sebagian besar latar
anak dengan latar belakang pendidikan Ibu
belakang pendidikan masyarakat adalah lulusan
hingga jenjang pendidikan dasar, terdapat
SD/MI, yang belum cukup untuk memberikan
11.339 anak dengan latar belakang pendidikan
bekal ilmu kepada generasi berikutnya (anak)
Ibu hingga jenjang pendidikan menengah, dan
sehingga diperlukan upaya aktif Pemerintah
terdapat 2.187 anak dengan latar belakang
untuk memotivasi dan memfasilitasi orangtua
pendidikan Ibu hingga jenjang pendidikan tinggi
untuk meningkatkan kemampuan mereka di
yang tidak bersekolah. Berdasarkan nilai marginal
bidang pendidikan hingga perguruan tinggi,
effect after logit, peluang anak untuk bersekolah
seperti adanya program Kejar Paket, Program
dengan latar belakang pendidikan ibu hingga
Pendidikan Jarak Jauh (Sekolah Terbuka) dan
jenjang pendidikan menengah sebesar 0,006759
sebagainya.
dan peluang anak untuk bersekolah dengan latar belakang pendidikan ibu hingga jenjang
Jarak ke Sekolah
pendidikan tinggi sebesar 0,0062137. Ber-
Hasil penelitian menunjukkan dari 38.963 anak
dasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa
yang tidak memperoleh akses pendidikan
peluang anak untuk bersekolah dengan latar
yangmana terdiri dari 29.793 anak yang tempat
291
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 3, Desember 2015
tinggalnya jauh dari sekolah dan sebanyak 9.170
diantaranya membangun gedung sekolah baru
anak yang tempat tinggalnya dekat dari sekolah
yang satu atap yang bermutu, membuka
yang tidak bersekolah. Selain itu berdasarkan
layanan sekolah terbuka yang bermutu,
hasil perhitungan marginal effect after logit
melengkapi fasilitas sekolah, dan sebagainya
diperoleh hasil peluang anak untuk bersekolah
agar dapat mengatasi masalah rendahnya
pada usia 7-18 tahun dengan jarak ke sekolah
partisipasi anak untuk bersekolah hingga
yang lokasinya jauh sebesar -0,077361. Hasil
perguruan tinggi akibat jarak ke sekolah yang
tersebut menunjukkan bahwa peluang anak
jauh dari tempat tinggal.
untuk bersekolah yang jarak lokasi ke sekolah yang jauh lebih rendah 0,077361 kali daripada
Usia Perkawinan Orang Tua
peluang anak untuk bersekolah dengan jarak
Berdasarkan hasil marginal effect after logit,
ke sekolah yang dekat. Tanda negatif menun-
peluang anak untuk bersekolah jika orangtuanya
jukkan arah yang berlawanan. Hasil tersebut
menikah pada usia produktif meningkat sebesar
sesuai dengan hasil penelitian yang ditulis oleh
0,159172 kali dan bila orangtuanya menikah
Ibrahim,dkk. (2008) yang menyimpulkan bahwa
pada usia non produktif maka peluang anak
semakin jauh jarak siswa ke sekolah maka
untuk bersekolah akan menurun sebesar
semakin besar siswa mengalami putus sekolah
0,003174 kali. Hasil tersebut sesuai dengan
(drop- out), dan penelitian oleh Puslitjak (2012)
penelitian yang ditulis oleh Megan (2002), Boit
yang menyimpulkan bahwa jarak ke sekolah
dan Emily (2013) yang menyimpulkan bahwa
bermutu yang dekat akan merangsang siswa
dengan menikah pada usia produktif membuat
untuk mau bersekolah sehingga akses mereka
mereka lebih produktif dalam bekerja agar dapat
terhadap pendidikan lebih baik daripada jarak
menghasilkan uang yang lebih banyak sehingga
ke sekolah yang jauh.
mereka memiliki dana untuk menyekolahkan
Kondisi saat ini berdasarkan data yang bersumber dari Kementerian Pendidikan dan
anak-anak mereka hingga jenjang perguruan tinggi.
Kebudayaan tahun 2000-2012 rata-rata jarak
Kondisi saat ini persentase penduduk yang
terdekat/minimal untuk mengakses pendidikan
menikah usia dini masih tinggi yang dibuktikan
pada jenjang SD/MI yaitu sejauh 1,12 km untuk
pada data yang bersumber dari BPS tahun
daerah perkotaan dan sejauh 2,2 km untuk
2009-2012 mengenai persentase usia per-
daerah perdesaan. Sedangkan untuk jenjang
nikahan yang menyatakan bahwa pernikahan
SMP/MTs siswa harus menempuh jarak minimal
penduduk pada usia di bawah 19 tahun di
sejauh 2,6 km untuk daerah perkotaan dan
perdesaan berkisar antara 45 hingga 55 persen,
minimal sejauh 3,81 km untuk daerah perdesaan.
sedangkan pada rentang usia yang sama di
Untuk menempuh jenjang pendidikan SMA/K,
perkotaan berkisar antara 30 hingga 40 persen.
siswa harus menempuh jarak minimal sejauh 3,7
Selain tingginya persentase pernikahan usia
km di daerah perkotaan dan minimal sejauh 6,89
muda, pernikahan pada usia lanjut juga memiliki
km untuk daerah perdesaan. Jarak yang jauh
persentase yang lebih tinggi. Menikah pada usia
juga dialami siswa yang ingin bersekolah pada
non produktif (usia dini/tua) membuat mereka
jenjang PT harus menempuh jarak minimal sejauh
kurang produktif dalam bekerja, sehingga
10,43 km untuk daerah perdesaan dan minimal
mendapatkan upah yang sedikit dan hal ini
sejauh 6,71 km untuk daerah perkotaan. Melihat
dikhawatirkan mengganggu kesejahteraan
kondisi jarak ke sekolah yang jauh dapat
mereka (menjadi miskin) yangmana akan
menimbulkan biaya tambahan untuk tran-
berimbas pula pada akses terhadap pendidikan
sportasi, apalagi jarak yang jauh banyak
anak-anak mereka kelak. Dalam upaya
ditemukan di perdesaan sehingga harus segera
mengatasi hal tersebut, selain membuat regulasi
ditangani secara serius oleh pemerintah
mengenai larangan pernikahan dini. Pemerintah
292
Novrian Satria Perdana, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Aksesibilitas Memperoleh Pendidikan untuk Anak-anak di Indonesia
melalui BKKBN melakukan sosialisasi dan
rendah akan rentan menjadi miskin. Dalam rangka
penyuluhan untuk masyarakat di Indonesia
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
mengenai anjuran usia pernikahan yang ideal
Indonesia, saat ini pemerintah meluncurkan
(berumur 21 tahun) dan bahaya pernikahan dini
Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program
dan usia lanjut bagi kesehatan reproduksi,
Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat.
psikologis dan kesejahteraan keluarga. Selain
Melalui program-program ini Pemerintah ingin
itu perlu penguatan peran tokoh adat dan tokoh
melindungi dan memberdayakan masyarakat
agama sebagai kontrol sosial, penguatan peran
kurang mampu melalui pendekatan teknologi,
Pemerintah Daerah dalam hal pengendalian
misalnya simpanan keluarga sejahtera (uang
pernikahan dini melalui perencanaan kebijakan
elektronik) bahwa setelah diberikan bantuan
dan koordinasi lintas sektor secara intensif.
dalam bentuk rekening simpanan diharapkan masyarakat dapat menyisihkan atau menggu-
Pendapatan per kapita Orang Tua
nakan bantuan tersebut untuk kegiatan
Dalam penelitian ini, pendapatan per kapita
produktif, seperti sebagai modal usaha.
orangtua yang terbesar adalah sejumlah empat
Selanjutnya pada Program Indonesia Pintar,
puluh juta rupiah. Berdasarkan hasil marginal
Kartu Indonesia Pintar (KIP) akan menjamin dan
effect after logit, semakin bertambahnya
memastikan seluruh anak usia sekolah dari
pendapatan per kapita rumah tangga sebesar
keluarga kurang mampu terdaftar sebagai
satu juta rupiah maka peluang anak untuk
penerima bantuan tunai pendidikan hingga lulus
bersekolah akan meningkat sebesar 0,008571
SMA/SMK/MA. Selain program KIP, untuk
kali, begitu juga sebaliknya jika pendapatan per
mendukung peningkatan partisipasi anak
kapita rumah tangga berkurang sebesar satu
terhadap pendidikan hingga PT Pemerintah juga
juta rupiah maka peluang anak untuk bersekolah
masih menjalankan program bantuan dana
akan menurun sebesar 0,008571 kali. Dapat pula
pendidikan berupa program Bantuan Operasional
dikatakan semakin bertambahnya pendapatan
Sekolah (BOS), program Bantuan Siswa Miskin
per kapita orangtua maka semakin besar peluang
(BSM), program Dana Alokasi Khusus Pendidikan
anak untuk bersekolah. Hasil tersebut sesuai
(DAK-Pendidikan), Bantuan Khusus Murid (BKM),
dengan penelitian yang ditulis oleh Andrew
Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA),
(2014), Boit dan Emily (2013), Megan (2002),
Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM), Bantuan
Ibrahim dkk.(2008) Mustamin (2013) dan
Pendidikan untuk Mahasiswa Miskin Berprestasi
Puslitjak (2012) yang menyimpulkan bahwa
(BIDIKMISI) dan Beasiswa Olimpiade Sains
semakin tinggi pendapatan per kapita orang tua
Internasional (OSI), dan sebagainya. Melalui
berarti kesejahteraan mereka lebih baik, oleh
Program Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Sehat
karena itu mereka akan lebih mudah menye-
(KIS) menjamin masyarakat kurang mampu
kolahkan anak-anak mereka daripada orang tua
memperoleh manfaat pelayanan kesehatan
dengan pendapatan per kapita yang rendah.
seperti yang dilaksanakan melalui Jaminan
Berdasarkan data yang bersumber dari BPS
Kesehatan Nasional (JKN).
tahun 2000-2012, pendapatan per kapita rumah tangga yang terendah ada pada rumah tangga
Jumlah Anggota Rumah Tangga
buruh tani dan petani gurem, sedangkan yang
Berdasarkan hasil observasi, jumlah anggota
tertinggi ada pada rumah tangga bukan
keluarga minimal adalah 3 orang dan yang
pertanian golongan atas di kota. Perbedaan
terbanyak berjumlah 19 orang. Berdasarkan hasil
pendapatan per kapita diantara rumah tangga
marginal effect after logit, semakin ber-
buruh tani hingga mencapai rumah tangga bukan
tambahnya jumlah anggota rumahtangga maka
pertanian golongan atas di kota mencapai 18
peluang anak untuk bersekolah akan menurun
kali lipat. Dengan pendapatan per kapita yang
sebesar 0,075926 kali, begitu juga sebaliknya
293
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 3, Desember 2015
semakin
berkurangnya
jumlah
anggota
berdasarkan hasil pengolahan data, dari 372.142
rumahtangga maka peluang anak untuk
anak diperoleh hasil Prob>chi2 =0.0000, dan nilai
bersekolah akan bertambah sebesar 0,075926
correctly classified sebesar 89,93 persen,
kali. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian
sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang
yang ditulis oleh Mustamin (2013), Kainuwa dan
diujikan dalam penelitian ini adalah signifikan,
Najeemah (2013), dan Boit dan Emily (2013)
hasil observasi dapat memprediksi peluang anak
yang menyimpulkan bahwa semakin banyak
usia 7-18 tahun untuk bersekolah sebesar 89,93
anggota keluarga akan beban kehidupan mereka
persen. Hasil ini menyimpulkan bahwa faktor
akan semakin besar sehingga berpengaruh
jenis kelamin anak perempuan, wilayah tempat
terhadap kesejahteraan mereka termasuk yang
tinggal di perkotaan, latar belakang pendidikan
seharusnya mereka sisihkan untuk menye-
ibu jenjang pendidikan menengah dan tinggi,
kolahkan anak-anak mereka.
jarak ke sekolah yang dekat, usia pernikahan
Kondisi jumlah anggota rumahtangga di
orang tua pada masa produktif, pendapatan per
Indonesia saat ini rata-rata jumlah anggotanya
kapita rumah tangga yang semakin besar, dan
bergerak fluktuatif setiap tahunnya, yaitu pada
jumlah anggota rumah tangga yang semakin kecil
tahun 2000 dan 2002 berjumlah 3,9 orang
dapat berpengaruh positif terhadap peluang
dengan jumlah anggota terbanyak pada Propinsi
bersekolah/partisipasi anak usia 7-18 tahun
Maluku Utara, kemudian mengalami penurunan
untuk bersekolah, dan hal ini sesuai dengan
pada tahun 2004 hingga berjumlah 3,7 orang,
teori yang dikemukakan oleh Darwin (1859) dan
setelah itu mengalami kenaikan hingga berjumlah
Rousseau (1712-1778) serta beberapa penelitian
4 orang dalam satu rumahtangga pada tahun
terdahulu yang menjadi landasan dalam
2009 dan kemudian naik kembali menjadi 4,2
penelitian ini. Kedua, berdasarkan nilai marginal
orang pada tahun 2013. Berdasarkan tersebut
effect after logit, peluang anak laki-laki untuk
jumlah anggota rumahtangga perlu diper-
bersekolah adalah sebesar -0,003162, artinya
tahankan dalam jumlah maksimal 4 orang untuk
bahwa anak laki-laki memiliki probabilita
menjaga kesinambungan kehidupan mereka agar
bersekolah lebih rendah dibandingkan dengan
tercapai kesejahteraan dengan mengakomodir
anak perempuan. Ketiga, anak yang tinggal di
secara adil beban kebutuhan keluarga yang
perkotaan memiliki probabilita bersekolah yang
harus dipenuhi, terutama dalam hal pendidikan
lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang
anak-anak mereka. Dalam hal ini pemerintah
tinggal di perdesaan dengan nilai marginal effect
perlu melanjutkan kembali program KB dan
after logit sebesar 0,027348. Keempat, anak
melakukan penyuluhan hingga ke tingkat rumah
dengan latar belakang pendidikan ibu hingga
tangga dalam upaya mengatasi jumlah angka
jenjang pendidikan menengah dan pendidikan
kelahiran. Selain program KB, pemerintah dapat
tinggi memiliki probabilita bersekolah yang lebih
membantu memberikan fasilitas Rusunawa/
tinggi dibandingkan anak dengan latar belakang
Rusunami dengan tarif rendah untuk memin-
pendidikan Ibu hingga jenjang pendidikan dasar.
dahkan orang yang bukan masuk dalam keluarga
Kelima, anak dengan jarak ke sekolah yang
inti yang tinggal dalam satu rumah dan mem-
dekat memiliki probabilita bersekolah yang lebih
berikan KUR untuk mereka agar menjadi
tinggi dibandingkan anak dengan jarak ke
produktif sehingga tidak membebani anggota
sekolah yang jauh dengan nilai marginal effect
keluarga yang lain.
after logit sebesar sebesar -0,077361. Keenam, anak dengan orangtua yang menikah pada usia
SIMPULAN DAN SARAN
produktif memiliki probabilita bersekolah yang
Simpulan
lebih tinggi dibandingkan anak dengan orangtua
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
yang menikah pada usia non produktif. Ketujuh,
dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama,
semakin besar pendapatan per kapita rumah
294
Novrian Satria Perdana, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Aksesibilitas Memperoleh Pendidikan untuk Anak-anak di Indonesia
tangga maka probabilita anak untuk bersekolah
sesuai dengan potensi di daerah tersebut agar
menjadi lebih tinggi. Kedelapan, berdasarkan
ilmu yang didapatkan dapat langsung di-
hasil observasi, jumlah anggota keluarga minimal
terapkan. Jika pembangunan gedung sulit
adalah 3 orang dan yang terbanyak berjumlah
direalisasikan karena minimnya jumlah anak
19 orang, yang mana semakin kecil jumlah
bersekolah dan kondisi geografis yang tidak
anggota rumah tangga maka probabilita anak
mendukung maka sebaiknya pemerintah
untuk bersekolah menjadi semakin besar.
menjalankan
program
Sekolah
Keliling
(pembelajaran bisa di rumah penduduk/tokoh Saran
adat/lokasi tertentu) secara gratis (termasuk
Berdasarkan simpulan di atas maka diajukan
peralatan pembelajaran). Selain itu Pemerintah
beberapa saran kebijakan. Pertama, faktor
juga perlu mengesahkan/melegalkan dengan
pendapatan per kapita yang rendah berpengaruh
cara menyetarakan status sekolah dan ijazah
terhadap peluang anak usia 7-18 tahun untuk
siswa program tersebut agar kelak jika siswa
bersekolah dan menyebabkan rumah tangga
ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya (sekolah
tersebut rentan miskin. Dalam upaya mengatasi
formal) di kota lain, mereka tidak perlu
kemiskinan yang berdampak pada partisipasi
mengulang dari awal karena ditolak oleh sekolah
bersekolah anak usia 7-18 tahun, Pemerintah
lainnya. Ketiga, faktor pendidikan ibu ber-
telah memberikan berbagai macam bantuan
pengaruh positif terhadap partisipasi anak usia
dana, namun sering mengalami kendala dalam
7-18 tahun untuk bersekolah, oleh karena itu
hal pendataan, penyaluran bantuan, dan
hendaknya Pemerintah menggalakkan program
sebagainya. Untuk mempermudah kegiatan
Kejar Paket B, Paket C hingga PT bagi orangtua
pendataan warga miskin, pengorganisasian
yang miskin untuk mengakses pendidikan secara
penyaluran bantuan, evaluasi pelaksanaan
gratis. Keempat, tingkat partisipasi anak usia
bantuan, pemberdayaan masyarakat miskin usia
7-18 tahun untuk bersekolah akan menurun jika
produktif dan sebagainya sebaiknya Pemerintah
jumlah anggota rumah tangga bertambah. Oleh
mendirikan Lembaga Pela yanan Terpadu
karena itu, hendaknya Pemerintah mengga-
Penanggulangan Kemiskinan (LPTPK) pada
lakkan kembali program Keluarga Berencana yang
tingkat Kabupaten/Kota yang pembentukan dan
menitikberatkan pada upaya pembentukan
pertanggungjawabannya langsung kepada
keluarga
Presiden melalui Bupati/Walikota dan diatur
peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui
dalam Peraturan Presiden. Kedua, peluang
peningkatan kesempatan memperoleh pendi-
bersekolah anak usia 7-18 tahun yang
dikan. Selain itu, dalam upaya mengatasi
bertempat tinggal di perdesaan lebih rendah
maraknya pernikahan dini maka perlu disusun
daripada di perkotaan. Oleh karena itu,
regulasi mengenai larangan pernikahan dini.
sebaiknya Pemerintah memperbanyak pem-
Pemerintah melalui BKKBN yang dibantu tokoh
bangunan sekolah satu atap (SD, SMP, SMK
adat dan tokoh agama sebagai kontrol sosial
dan PT) yang terintegrasi dalam satu gedung
sebaiknya lebih giat lagi melakukan sosialisasi
untuk daerah-daerah perdesaan, daerah
dan penyuluhan untuk masyarakat di Indonesia
terdepan, terluar dan terpecil di Indonesia.
mengenai anjuran usia pernikahan yang ideal
Untuk jenjang sekolah menengah (SMK) dan
(berumur 21 tahun) disertai penjelasan bahaya
perguruan tinggi (Universitas/Institut/Sekolah
pernikahan dini dan usia lanjut bagi kesehatan
Tinggi, Politeknik, Akademi dan Akademi
reproduksi, psikologis dan kesejahteraan
Komunitas) difokuskan untuk jurusan yang
keluarga.
kecil
sejahtera
agar
tercapai
295
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 3, Desember 2015
PUSTAKA ACUAN Andrew & Orodho. 2014. Socio-Economic Factors Influencing Pupils’ Access to Education in Informal Settlements: a Case of Kibera, Nairobi Country, Kenya. International Journal of Education and Research, 2(3), hlm. 1-16. Badan Pusat Statistik. 2000-2012. Rata-rata Pendapatan Perkapita Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan dan Wilayah Tempat Tinggal. www.bps.go.id, diakses 09 Februari 2015. Badan Pusat Statistik. 2003-2011. Jumlah Desa Yang Memiliki Fasilitas Pendidikan. www.bps.go.id, diakses 09 Februari 2015. Badan Pusat Statistik. 2008-2013. Persentase Penduduk Indonesia Umur 15 Tahun ke Atas Menurut Ijazah/STTB Tertinggi yang Ditamatkan. www.bps.go.id, diakses 10 Februari 2015. Beijing. 1995. Beijing Declaration and Platform for Action. http://www.un.org/womenwatch/ daw/beijing, diakses 12 Februari 2015. Boit & Emily. 2013. Factors influencing household decisions on access to Primary School education in Kenya: Case Study of Uasin Gishu West District. International Journal of Academic Research in Bussiness and Social Sciences ed, July 2013, 3(7), hlm. 163-173. Finnie & Mueller. 2008. The Effects of Family Income, Parental Education, and Other Background Factors on Access to Post-Secondary Education in Canada: Evidence from the YITS. Toronto, ON: Canadian Education Project. (www.mesa-project.org/ research.php), diakses 15 Februari 2015. Ibrahim, O., Nakajo A., & Doreen, I. 2008. Socioeconomic Determinants of Primary School dropout: The Logistic Model Analysis. Uganda: Journal of Economic Policy Research Centre. Research Series, (54), hlm. 1-28. Instruksi Presiden RI Nomor 10 Tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Gedung SD Izzaty. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Sekolah Anak Jenjang SMP dan SMA di Sumatera Barat. Tesis. Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2014. Jakarta: Balai Pustaka. Kainuwa & Najeemah. 2013. Influence of Socio-Economic and Educational Background of Parents on Their Children’s Education in Nigeria. International Journal of Scientific and Research Publication. (3), hlm. 1-8. Kemdikbud. 2012. Analisis Kebijakan Tentang Akses Pendidikan Dasar Bermutu untuk Masyarakat Daerah Yang Termarjinalkan. Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan. Lasfitri. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Sekolah di Propinsi Jambi. Tesis. Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Megan. 2002. The Effect of Family, Social and Background Factors on Their Children’s Educational Attaintment. International Journal of Business and Commerce: Papper 8. Mustamin, St.H. 2013. Faktor-faktor Pengaruh Tingkat Pendidikan Anak di Pemukiman Kumuh di Kota Makasar. Tesis. Universitas Hasanudin, Makasar. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Pusat Data dan Statistik Pendidikan. 2014. Indonesia Educational Statistics in Brief 2013/2014.
296
Novrian Satria Perdana, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Aksesibilitas Memperoleh Pendidikan untuk Anak-anak di Indonesia
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Saripudin. 2005. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Terhadap Kualitas Pendidikan. Tesis. Universitas Indonesia, Depok. Stalker, P. 2008. Laporan Millenium Development Goals Tahun 2000. Cetakan Kedua: Bappenas dan UNDP. Titaley, M. E. 2012. Faktor-faktor Penyebab Siswa Putus Sekolah pada Sekolah Menengah Pertama di SMPN 4 dan SMP Taman Siswa Jakarta Pusat. Tesis. FISIP Universitas Indonesia, Depok. The World Education Forum. 2000. Deklarasi Dakar tentang Pendidikan Untuk Semua (Education for All atau EFA) tahun 2000. Senegal. www.idp-europe.org, diakses 20 Februari 2015. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003.
297
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 3, Desember 2015
298