FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENEGAKAN HUKUM KEHUTANAN DI INDONESIA I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani Faculty of Law, Sebelas Maret University Surakarta, Jl. Ir. Sutami No. 36 A Surakarta, Indonesia
Abstrak Kegiatan perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dan utama karena fakta menunjukkan bahwa kerusakan hutan di Indonesia telah masuk pada skala yang sangat mengkhawatirkan dan oleh karena itu sangat pantas apabila pemerintah menaruh perhatian pada perlindungan hutan. Perlindungan hutan diatur dalam UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No. 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. Kegiatan perlindungan hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan hutan. Penegakan hukum (law enforcement) dalam operasionalnya bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri melainkan berkaitan dengan berbagai aspek/ faktor. Penegakan hukum tidak hanya berkaitan dengan hukum itu sendiri , akan tetapi juga dengan manusianya, baik sebagai penegak hukum maupun masyarakatnya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi penegakan hukum kehutanan yaitu aparat penegak hukum, peraturan perundang-undangannya dan budya hukum masyarakatnya. Kata Kunci: Penegakan Hukum, Hukum Kehutanan, Indonesia
PENDAHULUAN Hutan merupakan barang publik. Barang publik adalah barang yang tidak punya tandingan (non rivalry) dalam konsumsi dan/atau manfaatnya tidak bisa dipisahkan (non excludable). Hutan bisa memberikan eksternalitas positif maupun negatif, sehingga menimbulkan interdependensi atau ketergantungan atar kabupaten di bagian hulu dan kabupaten di bagian hilir (Kartodihardjo, 2006). Sumber daya hutan di Indonesia memiliki kandungan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai sumber pendanaan pembangunan. Potensi yang sangat besar tersebut, dilandasi suatu Email:
[email protected] Tel: +628156705773
fakta bahwa Indonesia dikenal sebagai sebuah negara yang memiliki hutan tropis dataran rendah terluas ketigadi dunia, setelah Saire dan Brasil. Hutan di Indonesia memiliki ekosistem yang beragam mulai dari hutan tropis dataran rendah dan dataran tinggi sampai dengan hutan rawa gambut, rawa air tawar, dan hutan bakau (mangrove), selain itu negara Indonesia merupakan 10 (sepuluh) negara pemilik hutan terluas di dunia. Kegiatan perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dan utama karena fakta menunjukkan bahwa kerusakan hutan di Indonesia telah masuk pada skala yang sangat mengkhawatirkan dan oleh karena itu sangat pantas apabila pemerintah me-
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 2 | Juli 2012
7
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Penegakan Hukum Kehutanan Di Indonesia
I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani
naruh perhatian pada perlindungan hutan. Perlindungan hutan diatur dalam UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No. 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. Kegiatan perlindungan hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan hutan. Hal ini pada Pasal 2 PP No. 45 Tahun 2004 dinyatakan bahwa perlindungan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan. Kegiatan perlindungan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada wilayah hutan dalam bentuk unit atau kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Penegakan hukum (law enforcement) dalam operasionalnya bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri melainkan berkaitan dengan berbagai aspek/faktor. Penegakan hukum tidak hanya berkaitan dengan hukum itu sendiri , akan tetapi juga dengan manusianya, baik sebagai penegak hukum maupun masyarakatnya. Dalam pembahasan tentang penegakan hukum tidak dapat dilepaskan dari konsep Lawrence Meir Friedman sebagaimana dikutip Ahmad Ali tentang tiga unsur sistem Hukum (Three Element of Legal System) (Ahmad Ali, 2002). Tiga unsur sistem Hukum tersebut terdiri atas: a. Struktur Hukum (Legal Structure) b. Substansi Hukum (Legal Substance) c. Kultur Hukum (Legal Culture) APARAT PENEGAK HUKUM Di Indonesia, apabila berbicara tentang struktur dalam sistem hukum, termasuk di dalamnya adalah struktur atau institusi-institusi yang menentukan penegakan hukum, seperti kepolisian termasuk dalam hal kehutanan polisi hutan, kejaksaan dan Pengadilan. Struktur diibaratkan sebagai mesin. Dalam hal pengelolaan kehutanan yang dapat dikelola oleh Pemerintah Provinsi , kota dan kabupaten, maka leading sector di bidang kehutanan di daerah adalah Dinas Kehutanan. Oleh 8
karena itu PPNS dan Polisi kehutanan memegang peranan penting dalam penegakan hukum kehutanan. Menurut ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dikenal 3 (tiga) asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan. Asas-asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubenur sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah, sedangkan asas Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa, dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai dengan pembiayaan, saran dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskannya. Menurut Penjelasan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terdapat beberapa prinsip pemberian otonomi daerah yang dipakai sebagai pedoman dalam pembentukan dan penyelenggaraan daerah otonom yaitu: a. Penyelenggaraan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman Daerah; b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab; c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedangkan Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas; d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah; e. Pelaksanaan otonomi daerah harus
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 2 | Juli 2012
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Penegakan Hukum Kehutanan Di Indonesia
lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom. Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum kehutanan adalah berkaitan juga dengan sumber daya manusia, sarana atau fasilitas aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. Penegakan hukum memerlukan SDM, sarana atau fasilitas yang memadai baik dalam arti kuantitas maupun kualitasnya. Minimnya jumlah dan rendahnya kualitas SDM, serta sarana atau fasilitas yang terbatas yang dimiliki oleh pemerintah daerah (dalam hal ini PPNS), kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan tentunya dapat menghambat penegakan hukum kehutanan. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Substansi hukum adalah aturan, norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem hokum itu, yang kalau di Indonesia substansi hokum adalah produk yang dihasilkan oleh badan legislatif, termasuk putusan pengadilan. Substansi adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu. Untuk mencapai tujuan yang telah dipilih dan ditetapkan, sehingga dapat terwujud di dalam masyarakat diperlukan beberapa sarana. Salah satunya adalah hukum dengan berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang ada. Dengan demikian “law effectively legitimmates policy” atau dengan kata lain “proper attention to the use of law in public policy formulation and implementation requires an awareness of the conditions under which law as effective” (Bambang Sunggono, 1994: 15). Perkembangan masyarakat ditandai dengan proses perubahan-perubahan, dan hukum dijadikan sebagai sarana yang dapat digunakan untuk mengadakan perubahan dalam masyarakat. Dengan demikian peranan hukum semakin penting sebagai sarana untuk mewujudkan kebijaksanaankebijaksanaan pemerintah. Hukum meru-
I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani
pakan serangkaian alat untuk merealisasikan kebijaksanaan pemerintah. ( Lawrence, Friedman 1984: 5). Seidman, mengatakan bahwa pembuat kebijaksanaan hanya mempunyai satu alat yang dapat ia pakai untuk mempengaruhi aktivitas pemegang peran, ialah peraturan yang ia buat. Hukum memberikan legitimasi bagi pelaksana kebijaksanaan pemerintah dan sebagai peraturan perundang-undangan telah membuktikan bahwa ia merupakan salah satu alat untuk melaksanakan kebijaksanaan. Dalam kaitan ini, Hans Kelsen mengajarkan bahwa peraturan-peraturan yang diundangkan oleh kekuasaan perundang-undangan di dalam suatu negara modern mempunyai aspek ganda, yaitu : 1) bahwa peraturan hukum itu tertuju kepada warga negara dan mengarahkannya agar berbuat menurut caracara tertentu; 2) bahwa peraturan-peraturan itu sekaligus juga ditujukan kepada para hakim agar menerapkan sanksi manakala ada warga negara melanggar peraturan itu. Dalam rangka menata dan mengarahkan masyarakat sesuai dengan tujuan yang dikehendaki, maka penggunaan hukum sebagi instrumen kebijaksanaan mempunyai arti yang penting. Hukum adalah norma yang mengarahkan masyarakat untuk mencapai cita-cita serta keadaan tertentu dengan tidak mengabaikan dunia kenyataan. Oleh karena itu, hukum terutama dibuat dengan penuh kesadaran oleh negara dan digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu ( Sudikno Mertokusumo, 2001: 18). Pemberlakukan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan ini karena secara teknis hukum dapat memberikan atau melakukan hal-hal sebagai berikut. a. Hukum merupakan suatu sarana untuk menjamin kepastian dan memberikan prediktabilitas di dalam kehidupan masyarakat;
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 2 | Juli 2012
9
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Penegakan Hukum Kehutanan Di Indonesia
I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani
b. Hukum merupakan sarana pemerintah untuk menerapkan sanksi; c. Hukum sering dipakai pemerintah sebagai sarana untuk melindungi melawan kritik; d. Hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk mendistribusikan sumbersumber daya (C.J.M. Schuit, 1983). Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaedah dalam kehidupan bersama, keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanannya dengan suatu sanksi (Sudikno, 1986 : 37). Berbagai pengertian tentang hukum yang ada menunjukkan bahwa hukum memiliki banyak dimensi yang sulit untuk disatukan, mengingat masing-masing dimensi memiliki metode yang berbeda. Secara garis besar pengertian hukum dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) pengertian dasar (Satjipto Rahardjo, 1986, 5-6) yaitu : pertama, hukum dipandang sebagai kumpulan atau nilai abstrak; kedua hukum dilihat sebagai suatu sistem peraturan-peraturan yang abstrak; ketiga, hukum dipahami sebagai sarana/alat untuk mengatur masyarakat. Adapun fungsi dasar hukum (Hoebel, dalam Esmi Warasih, 2005 : 26) sebagai berikut : 1) Menetapkan hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat, dengan menunjukkan jenis-jenis tingkah laku apa yang diperkenankan dan apa yang dilarang. 2) Menentukan pembagian kekuasaan dan memerinci siapa saja yang boleh melakukan paksaan serta siapakah yang harus mentaatinya dan sekaligus memilihkan sanksi-sanksinya yang tepat dan efektif. 3) Menyelesaikan sengketa 4) Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi kehidupan yang 10
berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat. Di samping itu hukum menghendaki agar warga masyarakat bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat atau berfungsi sebagai kontrol sosial yaitu dengan memandang hukum sebagai suatu mekanisme kontrol sosial yang bersifat umum. Selain itu, Lon L. Fuller (Esmi Warassih, 2005, 31) berpendapat bahwa untuk mengenal hukum sebagai sistem, maka harus mencermati apakah ia memenuhi delapan (8) asas atau principles of legality berikut : 1. Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan artinya ia tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc. 2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan. 3. Peraturan tidak boleh berlaku surut. 4. Peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti. 5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain. 6. Peraturan-peraturan tidak boleh meng andung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan. 7. Peraturan tidak boleh sering dirubahrubah. 8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari. Apabila berbicara tentang hukum sebagai suatu norma maka tidaklah terlepas dari ajaran Hans Kelsen mengenai Stufenbau teory yang menyatakan bahwa suatu norma dibuat menurut norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi inipun dibuat menurut norma yang lebih tinggi lagi, dan demikian seterusnya sampai kita berhenti pada norma yang tertinggi yang tidak dibuat oleh norma lagi melainkan ditetapkan terlebih dahulu keberadaannya oleh masyarakat atau rakyat (Esmi
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 2 | Juli 2012
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Penegakan Hukum Kehutanan Di Indonesia
Warassih, 2005 ; 31). Berkaitan dengan substansi hukum yang mengatur pengelolaan hutan di Indonesia PP No. 2 Tahun 2008 yang mengatur mengenai nilai kompensasi pertambangan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi mendapat tanggapan yang negatif dari kalangan pemerhati Lingkungan. PP ini mengatur tentang pemberian izin pertambangan di dalam hutan lindung dan hutan produksi. PP ini sangat merugikan masyarakat yang bermukim di sekitar hutan. Dalam laporannya Ahmad Arif dinyatakan bahwa kehadiran perusahaan tambang asing di Indonesia lebih kerap menampilkan penderitaan dan kemelaratan. Areal kontrak karya perusahaan tambang yang mencapai ratusan ribu hektar, menggusur aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat lokal. Penggusuran yang dilegalkan oleh negara. Jutaan masyarakat terusir dari dari tanah ulayat mereka sendiri, begitu ada perusahaan tambang. Salah satu contoh yang kasat mata adalah yang dialami suku Sakai di Riau. Mereka terusir setelah PT Chevron Paciic Indonesia (PT CPI) membangun imperium pertambangan minyak dan gas di atas wilayah ulayat mereka. Pengambilalihan tanah ini sebagian karena dijual sendiri oleh orang Sakai, sebagian diambil begitu saja dengan ganti rugi yang sangat rendah atau bahkan tanpa ganti rugi. Akan tetapi, di atas semua itu sebenarnya bersumber pada kegagalan negara dalam melindungi warga Sakai sebagai warga asli setempat. Kehadiran perusahaan tambang emas di Kalteng , Kaltim, Sulut, NTB, danprovinsi lain juga telah menempatkan masyarakat lokal yang menambang secara tradisional tiba-tiba saja berubah status menjadi penjarah di tanah mereka sendiri. BUDAYA HUKUM Budaya Hukum atau Kultur hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, kepercayaan, penilaian, serta harapan masyarakat terhadap hukum.
I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani
Jadi dengan kata lain, kultur hokum adalah suasana pikiransosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan, ihindari atau bahkan disalahgunakan termasuk oleh penegak hukum itu sendiri. Kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan. Hukum yang bersifat abstrak berada dalam keadaan statis dan tidak berdaya apa-apa tanpa adanya tindakan manusia. Hukum tampak melakukan sesuatu dan saling interaksi karenanya adanya tingkah laku dan tindakan manusia. Hukum itu sendiri tidak bisa bertingkah laku. Bekerjanya hukum dalam masyarakat sangat bergantung pada tindakan manusia. Ketentuan-ketentuan hukum seringkali tidak dapat dilaksanakan karena tindakan manusia. Secara konseptual inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsepsi yang mempunyai dasar isiologi tersebut memerlukan penjelasan lebih lanjut sehingga menjadi konkrit. Lebih lanjut Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa penjabaran lebih konkrit terjadi di dalam bentuk kaedah-kaedah hukum, yang mungkin berisikan suruhan, larangan atau kebolehan. Di dalam perbuatan-perbuatan tertentu, suatu kaedah hukum kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas atau yang seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memerlukan dan mempertahankan kedamaian. Demikianlah konkritisasi dari penegakan hukum secara konsepsional. Secara lengkap, Soerjono Soekanto mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah seba-
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 2 | Juli 2012
11
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Penegakan Hukum Kehutanan Di Indonesia
I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani
gai berikut: 1. Faktor hukumnya sendiri, yakni Undang-undang; 2. Faktor Penegak Hukum, yakni pihakpihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hokum; 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan ditetapkan; 5. Faktor kebudayaan, sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia hampir dapat dipastikan 70 sampai dengan 80 persen merupakan akibat perbuatan manusia. Oleh karena itu, dalam PP No. 45 tahun 2004 tentang perlindungan hutan telah mengatur mengenai manusia sebagai salah satu penyeba terjadinya kerusakan hutan. Perlindungan hutan merupakan tanggung jawab pemerintah maupun pemerintah daerah sebagai pelaksana tugas Negara untuk mengatur, melindungi dan mensejahterakan masyarakatnya. KESIMPULAN Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan penegakan hukum di bidang kehutanan di Indonesia, dipengaruhi oleh faktor struktur atau aparat penegak hukumnya (polisi, polisi kehutanan, PPNS, jaksa, hakim, pengacara); substansi (materi) yang terkandung dalam UU No. 41 Tahun 199 tentang Kehutanan serta budaya hukum yang berkembang pada masyarakat Indonesia. Pemerintah setiap tahunnya melakukan evaluasi terhadap terjadinya kerusakan hutan dan kawasan hutan, baik dilakukan karena kesengajaan maupun tidak disengaja. Untuk mengatasi terjadinya pencegahan keusakan hutan maka dibutuhkan pengamanan yang baik dari aparat penegak hukum, praturan yang mendukung dan bu12
daya masyarakat yang baik terhadap pengelolaan hutan. DAFTAR PUSTAKA Ali, Achmad. (2002). Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab dan Solusinya). Jakarta: Ghalia, Indonesia, p.7. Arif, Ahmad. (2008). Manfaat Hutan, Kuasa Tambang dan Rakyat Yang Terusir, Jakarta: Kompas, hal. 40. Esmi Warasih. (2005). Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: PT Suryandaru Utama. Friedman, Lawrence. (1986). Legal Culture and The Welfare State , in Gunther Teubner. Dilemmas of Law in the Welfare State. New York: Waiter de Gruyter &Co. Friedman, Lawrence. (1986). The Legal System: A Social Science Perspective, New York: Russel Sage Foundation. Kartodihardjo. H. (2006) Ekonomi dan Institusi Pengelolaan Hutan. Telaah Lanjut Analisis Kebijakan Usaha Kehutanan. Bogor: Ideal Press. Soerjono, Soekanto. (1986). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Press, Indonesia, p. 3. Sudikno, Mertokusumo. (1996). Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, Indonesia. William J. Chamblis & Robert B. Seidman. Law, Order and Power, Reading, Mass: Addison-Wesly. 1971. P. 5-13. See Robert B Seidman. Law and Development. A General Model, in Law and Society Review. No. V, 1972. Peraturan Perundang-Undangan UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan PP No. 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 2 | Juli 2012