Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout
2011
HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN BURNOUT PADA GURU SEKOLAH DASAR NEGERI X DI KOTA BOGOR
Diah Restuning Maharani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma Depok, Indonesia Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara self efficacy dengan burnout pada guru Sekolah Dasar Negeri X di Kota Bogor. Sampel dalam penelitian ini adalah 55 orang guru SDN X di Kota Bogor, yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Pengambilan sample menggunakan teknik Sampling Jenuh. Dari hasil penelitian, diperoleh koefisien korelasi sebesar min 0,586 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara self efficacy dengan burnout pada guru SDN X di Kota Bogor. Semakin tinggi self efficacy yang dimiliki oleh guru SDN X semakin rendah burnout yang dialaminya, dan begitu pula sebaliknya. Kata Kunci : Self efficacy, Burnout, Guru SD Negeri
Abstract This study aims to find out is there a relationship between self-efficacy with burnout at State Primary School teacher X in the city of Bogor. The sample in this study were 55 teachers X Elementary School in the city of Bogor, the male sex and women. Sampling using Saturated sampling technique. From the research results, obtained by the correlation coefficient of min 0.586 with a significance level of 0.000. This means that there is a very significant negative relationship between self-efficacy with burnout in teachers X Elementary School in the city of Bogor. The higher self-efficacy which is owned by the lower X Elementary School teacher experienced burnout, and vice versa. Keywords : Self efficacy, Burnout, Public Elementary School Teachers
Pendahuluan Keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal. Oleh Diah Restuning Maharani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi mereka. Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia, yaitu masalah kualitas atau mutu guru, masalah
Page 1
Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout
kesejahteraan guru, masalah distribusi guru dan jumlah guru yang dirasakan masih kurang (Sofa, 2008). Kota Bogor memiliki beberapa permasalahan yang berkaitan dengan guru, salah satunya adalah masalah keterbatasan jumlah guru terutama pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Dari data Dinas Pendidikan (Disdik) Juni 2010, total guru SD yang ada hanya sebesar 8916 orang, sementara guru yang diperlukan sebanyak 9121 tenaga pengajar (Raharjo, 2010). Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Aim Halim Hermana mengatakan, saat ini Kota Bogor mengalami surplus guru untuk SLTP dan SMA, tapi jenjang SD sebaliknya, kita memang kekurangan guru SD (Republika, 2011). Data yang ada saat ini, menurut Aim (dalam Pikiran Rakyat Online, 2011) menunjukkan khusus untuk guru SD, Kota Bogor kekurangan antara 70 hingga 100 orang pengajar per tahun. Masalah keterbatasan jumlah guru SD di Bogor ini menyebabkan guru harus mengajar di kelas dengan jumlah siswa yang melebihi kapasitas yang telah ditentukan. Jumlah guru di Indonesia sendiri saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yang tersedia saat ini dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu ruang kelas sering diisi lebih dari 30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang dianggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih datu 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar yang maksimal (Sofa, 2008). Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Sujipto menilai bahwa pendidikan dasar sangat ditentukan oleh kualitas guru. Guru SD mempunyai peranan yang utama dalam mengarahkan anak didiknya untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Hal ini Diah Restuning Maharani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
2011
tidak lepas bahwa anak sekolah dasar adalah peletak dasar bagi terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas (Sujipto, 2001). Beban kerja guru SD dapat dikatakan lebih besar daripada guru SMP dan SMA atau SMK. Perbedaan beban kerja terletak pada karakteristik dari tugas masing-masing guru. Guru SD sebagai guru kelas yang mengajar siswa yang rata-rata berusia sama, harus menguasai seluruh materi mata pelajaran yang akan diberikan di kelas selama satu tahun sesuai kurikulum yang dibuat. Hal ini berbeda dengan guru SMP dan SMA atau SMK yang hanya mengajar satu mata pelajaran saja selama bertahuntahun dengan materi yang sama (Sujipto, 2001). Menurut Kurniawan (2010), terdapat perbedaan pendidikan dan pengajaran antara sekolah negeri dengan sekolah swasta. Salah satu perbedaannya terletak pada tingkat perhatian guru terhadap murid di kelas. Sekolah negeri bila dibandingkan dengan sekolah swasta, memiliki jumlah murid yang sangat banyak dalam satu kelasnya. Ratarata murid di setiap kelas untuk sekolah negeri berkisar antara 40-45 orang, atau bahkan lebih. Hal ini mengakibatkan guru tidak dapat memperhatikan tiap muridnya secara baik, sehingga apabila ada murid yang mempunyai masalah dalam memahami pelajaran, maka hal ini kurang dapat diakomodir oleh guru yang bersangkutan dengan baik. Karena keterbatasan jumlah guru yang dialami di berbagai sekolah SD di Kota Bogor, terutama guru SD negeri yang mengajar dengan jumlah murid yang melebihi kapasitas idealnya dalam satu kelas, menyebabkan seorang guru SD mengalami beban kerja yang cukup tinggi. Kondisi seperti inilah yang akhirnya dapat menjadi pemicu munculnya stres pada guru, yang apabila tidak dapat segera diatasi dengan baik, maka akan menyebabkan
Page 2
Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout
timbulnya stres yang berlebihan, dimana harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan membuat guru menjadi lelah dan letih secara fisik dan psikologis, sehingga dapat mengganggu performa kerjanya, hal inilah yang disebut burnout. Pada tahun 1974, Freudenberger (dalam Rafiah, 2010) menjabarkan istilah teacher burnout sebagai ketidakmampuan pengajar untuk bekerja dengan efektif sebagai akibat dari beban pekerjaan yang berlebihan dan stres. Penjabaran lainnya mengenai teacher burnout diungkapkan oleh Carter (dalam Rafiah, 2010) yaitu merupakan kelelahan secara fisik, emosional dan sikap yang dimulai dengan perasaan tidak nyaman dan hilangnya kesenangan saat mengajar. Namun meredam ketegangan dan kelelahan kerja (burnout) bukanlah hal yang mudah. Banyak individu, tidak terkecuali dengan guru, yang merasa pesimis dapat menyelesaikan masalahnya sehingga berpengaruh terhadap kemampuannya mencapai target atau prestasi kerja. Maka diperlukan individu dengan tingkat efikasi diri (self efficacy) yang tinggi untuk menjalankan semua tugas dan tanggung jawab tersebut sebagai guru. Self efficacy yang tinggi dapat membantu guru dalam mengatasi berbagai tekanan dan hambatan yang ditemui di sekolah sehingga dapat memperkecil stres bahkan akan mencegah timbulnya teacher burnout (Jerusalem & Mittag, dalam Bandura, 1995). Konsep self efficacy itu sendiri merupakan keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif. Self efficacy juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan self efficacy tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil Diah Restuning Maharani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
2011
(Reivich dan Shatte, dalam Wikipedia, 2009). Keyakinan akan self efficacy sangat diperlukan oleh seorang guru SD karena dapat mempengaruhinya dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bidang akademik. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Chwalisz, Altmaier, dan Russell (dalam Bandura, 1997) bahwa guru dengan self efficacy yang tinggi mampu mengelola stres akademik dengan mengarahkan mereka pada usaha penyelesaian masalah. Sebaliknya, guru yang tidak memiliki keyakinan akan self efficacy akan mencoba untuk menghindari berurusan dengan masalah akademis. Tinjauan Pustaka Burnout memiliki empat dimensi (Baron dan Greenberg (2008), yang terdiri dari kelelahan fisik (physical exhaustion), ditandai dengan merasa lelah dan letih setiap hari, sakit kepala dan gangguan lambung, mengalami gangguan tidur, dan mengalami gangguan makan. Kelelahan emosional (emotional exhaustion), ditandai dengan merasa gagal, merasa bersalah dan menyalahkan, merasa dikejar-kejar waktu, serta mudah marah dan benci. Kelelahan mental (mental exhaustion), dengan enggan bekerja, menunda berangkat kerja dan kontak dengan murid, membuat penilaian stereotip, tidak mampu memusatkan perhatian kepada murid, menghindari diskusi tentang pekerjaan, konflik keluarga dan perkawinan, mengisolasi diri, dan bersikap sinis kepada murid. Serta rendahnya penghargaan diri (low of personal accomplishment), ditandai dengan adanya perasaan tidak puas dengan diri sendiri, pekerjaan dan kehidupan. Seperti adanya perasaan putus asa dan mengabaikan, kehilangan harga diri, kehilangan semangat untuk mengembangkan diri, serta kehilangan kreatifitas.
Page 3
Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout
Self efficacy menurut Bandura (dalam Kosten, 2009) mengungkapkan bahwa perbedaan self efficacy pada setiap individu terletak pada tiga komponen atau dimensi, yaitu magnitude, strenght dan generality. Magnitude (tingkat kesulitan tugas), berkaitan dengan kesulitan tugas dimana individu akan memilih tugas berdasarkan tingkat kesulitannya. Generality (generalitas), berkaitan dengan tingkah laku dimana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Sedangkan strength (kekuatan keyakinan), berkaitan dengan sampai sejauh mana individu yakin dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Metode Penelitian Variabel predictor Variabel kriterium
: Self efficacy : Burnout
Skala self efficacy yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self efficacy yang disusun dengan Skala Model Rating Scale berdasarkan pendapat Bandura (dalam Kosten, 2009) mengenai dimensidimensi self efficacy, yaitu magnitude (tingkat kesulitan tugas), generality (generalitas), dan strength (kekuatan keyakinan). Sedangkan skala burnout yang digunakan dalam penelitian ini disusun dengan Skala Model Rating Scale berdasarkan pendapat Baron dan Greenberg (2008) mengenai dimensi-dimensi burnout, yaitu kelelahan fisik, kelelahan emosional, kelelahan mental, dan rendahnya penghargaan diri. Sampel dalam penelitian ini adalah guru dari 3 Sekolah Dasar Negeri (SDN) X di Kota Bogor sebanyak 60 orang, baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Pada penelitian ini seluruh populasi digunakan sebagai sampel atau disebut dengan sampling jenuh (Sugiyono, Diah Restuning Maharani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
2011
2006). Alasan digunakannya sampling jenuh dikarenakan anggota populasi kecil atau sedikit dan dapat dijangkau oleh peneliti sehingga penggunaan sample penelitian tidak digunakan (Bugin, 2001). Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner diberikan secara langsung kepada responden, yang berisi lembar identitas subjek yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, mengajar kelas atau bidang studi, serta lama mengajar. Selain lembar identitas, dalam kuesioner tersebut terdapat pula skala self efficacy dan skala burnout. Untuk mengetahui validitas item skala self efficacy dan skala burnout dalam penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan batasan rxy > 0,30 (Azwar, 2003), yang mengungkapkan bahwa semua item yang mencapai koefisien korelasi melebihi 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Cara untuk mengetahui validitas yaitu dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Karl Pearson. Reliabilitas item diukur melalui analisis Alpha Cronbach. Sedangkan Untuk melihat hubungan antara self efficacy dengan burnout pada guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) X di Kota Bogor, dilakukan dengan perhitungan korelasi Bivariate dengan menggunakan metode Product Moment Pearson, yaitu dengan menganalisis hubungan antara skor total dan skor item dari self efficacy (X) sebagai prediktor dan burnout (Y) sebagai kriterium. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, analisis data antara self efficacy dengan burnout menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,586 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (ρ<0,01). Hal ini menunjukkan adanya hubungan negatif yang sangat
Page 4
Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout
signifikan antara self efficacy dengan burnout, artinya semakin tinggi tingkat self efficacy yang dimiliki guru maka akan semakin rendah burnout yang dialaminya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat self efficacy yang dimiliki guru maka burnout yang dialaminya akan semakin tinggi. Hasil analisa lainnya mengenai sebaran skor skala self efficacy dan skala burnout pada partisipan penelitian menunjukkan hasil yang tidak normal. Hal ini dapat disebabkan oleh karakteristik sampel penelitian yang bervariasi atau heterogen. Artinya tidak semua sampel penelitian memiliki karakteristik yang sama yang sesuai dengan desain penelitian. Sehingga tidak semua sampel penelitian memiliki self efficacy yang tinggi dan burnout yang rendah atau sebaliknya. Hasil analisa self efficacy berdasarkan usia, menunjukkan bahwa guru yang berusia 46 - >50 tahun memiliki self efficacy yang lebih tinggi dibandingkan dengan rekan mereka yang lebih muda. Sedangkan jika dilihat berdasarkan analisa tingkat burnout, guru yang berusia 46->50 tahun memiliki tingkat burnout yang lebih rendah daripada guru yang berusia lebih muda. Selanjutnya analisa self efficacy berdasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa pria memiliki self efficacy yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Mungkin hal inilah yang menjadi alasan sehingga burnout yang dialami pria lebih rendah dibandingkan dengan wanita. Seperti yang ditunjukkan dalam penelitian ini mengenai analisisa burnout berdasarkan jenis kelamin, pria memiliki tingkat burnout yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita. Kemudian analisa self efficacy berdasarkan latar belakang pendidikan, guru yang pendidikan terakhirnya D3 memiliki self efficacy lebih tinggi dibandingkan Diah Restuning Maharani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
2011
dengan yang pendidikan terakhirnya SMA, D2 atau S1. Sedangkan untuk analisa burnout berdasarkan latar belakang pendidikan, ternyata guru yang pendidikan terakhirnya SMA memiliki tingkat burnout yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru dengan pendidikan D2, D3 atau S1. Untuk analisa self efficacy berdasarkan kelas dan bidang studi yang diajarkan, ternyata guru yang hanya mengajar bidang studi seperti guru agama dan kesenian memiliki self efficacy yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru lainnya yang menjadi guru kelas (1, 2, 3, 4, 5, 6). Sedangkan untuk analisa tingkat burnout, guru kelas 1 dan guru Bahasa Inggris menunjukkan tingkat burnout lebih tinggi dibandingkan dengan guru lainnya. Berikutnya untuk analisa self efficacy berdasarkan lamanya bekerja sebagai guru, ternyata guru yang telah bekerja selama 26 >30 tahun memiliki tingkat self efficacy yang tinggi dibandingkan dengan guru lainnya yang berkerja kurang dari 26 tahun. Sedangkan untuk analisa burnout berdasarkan lamanya bekerja, guru yang bekerja selama 21-25 tahun memiliki tingkat burnout yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru lainnya. Maka dari hasil penelitian ini, ternyata self efficacy memiliki pengaruh yang signifikan terhadap burnout yang dialami oleh seorang guru. Sehingga untuk menghadapi berbagai macam tantangan dan permasalahan seperti burnout, seorang guru perlu meningkatkan self efficacy dalam dirinya. Seperti mengembangkan magnitude, generality dan strength. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima, yang artinya terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara self efficacy dengan
Page 5
Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout
burnout pada guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) X di Kota Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya self efficacy berbanding terbalik dengan tinggi rendahnya burnout yang dialami oleh guru SDN X di Kota Bogor. Artinya semakin tinggi self efficacy yang dimiliki seorang guru SD, maka burnout yang dialaminya rendah. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah self efficacy yang dimiliki seorang guru SD, maka semakin tinggi pula burnout yang dialaminya. Pada self efficacy dapat diketahui bahwa secara umum subjek penelitian memiliki tingkat self efficacy yang tinggi. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh pengalaman akan keberhasilan (mastery experiences) yang dimiliki seorang guru. Keberhasilan dapat membangun kepercayaan yang kuat terhadap self efficacy sementara kegagalan akan merusak kepercayaan, terutama jika kegagalan terjadi sebelum self efficacy terbentuk dengan kuat pada diri seseorang. Selanjutnya diketahui pula, subjek penelitian secara umum memiliki burnout yang rendah. Hal ini mungkin dipengaruhi tingginya self efficacy yang mereka miliki. Self efficacy yang tinggi dapat membantu seorang guru dalam mengatasi berbagai tekanan dan hambatan yang ditemui di sekolah sehingga dapat memperkecil stres bahkan akan mencegah timbulnya teacher burnout. Hasil penelitian ini memperlihatkan perbedaan antara self efficacy dan burnout dilihat dari segi usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, bidang studi yang diajarkan, serta lamanya bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor ini dapat mempengaruhi tingkat self efficacy dan burnout yang dialami oleh seorang guru SDN X dalam penelitian ini.
Diah Restuning Maharani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
2011
Saran Berdasarkan hasil penelitian, dengan adanya hubungan yang negatif antara self efficacy dengan burnout, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : Bagi subjek penelitian Dari penelitian ini diketahui terdapat keterkaitan antara self efficacy dengan burnout pada guru SD. Oleh karena itu bagi sekolah-sekolah yang terkait khususnya SD mengingat bahwa peran guru SD sangat besar dan dominan yaitu,untuk membentuk dan mengubah pola perilaku anak didik, serta untuk mendorong motivasi dan keberhasilan studi siswa. Maka dari penelitian ini, diharapkan guru-guru ini dapat mempertahankan self efficacy yang dimilikinya yang sudah tergolong tinggi sehingga dapat mengontrol burnout yang sewaktu-waktu dapat muncul. Namun bagi guru yang berusia lebih muda diharapkan dapat belajar dari rekan guru lainnya yang berusia lebih tua agar dapat meningkatkan self efficacy dalam dirinya. Karena keberhasilan kegiatan guru akan terlihat nyata pada keberhasilan studi siswa pada usia sekolah dasar, selain itu keberhasilan dalam pendidikan tingkat pertama mempunyai pengaruh yang sangat besar pada tahap pendidikan selanjutnya. Untuk Penelitian Lebih Lanjut Untuk peneliti lain yang tertarik mengetahui lebih jauh mengenai self efficacy dengan burnout, agar lebih mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi self efficacy maupun burnout. Faktor-faktor tersebut dapat berupa
Page 6
Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout
faktor internal maupun eksternal. Faktor internal tersebut antara lain seperti jenis kelamin, usia dan pendidikan terakhir. Sedangkan faktor eksternal seperti dukungan sosial, dan pedapatan. Selain itu bagi peneliti yang ingin meneliti tentang self efficacy dengan burnout dapat meneliti dengan subjek penelitian yang lain selain guru SD, seperti dosen, tentara, polisi, atau dokter. Daftar Pustaka Afrilianti, D. 2011. Bangunan 9 SD di Bogor dinilai tak layak. Artikel. http://news.okezone.com/read/2011/06 /07/337/465553/bangunan-9-sd-dibogor-dinilai-tak-layak. Diakses tanggal 2 Agustus 2011. Alwisol. 2006. Psikologi kepribadian, edisi revisi. Malang: PT. UMM Press. Asrofudin. Pendidikan sebagai wadah kemajuan bangsa. Artikel. http://www.canboyz.co.cc/2010/05/pen gertian-definisi-guru-adalah.html. Diakses tanggal 3 Juni 2011 Azwar, S. 2003. Metode penelitian, edisi 1. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2003. Reliabilitas dan validitas, edisi ke 3. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2005. Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bandura, A. 1995. Self efficacy in changing societies. Ebooksclub.org. Cambridge: Cambridge University Press. Bandura, A. 1997. Self efficacy: the exercise of control. New York: W. H. Freeman and Company. Baron, R. A., Byrne, D. 2003. Psikologi sosial, edisi 10. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Baron, R. A., Greenberg, J. 2008. Behaviour in organization: understanding and Diah Restuning Maharani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
2011
managing the human side of work, 9th ed. USA: Prentice Hall. Bernadin, J.H. 1990. Human resources management: An experiental approach. Singapore: McGraw-Hill Book. Bugin, B. 2001. Metodologi penelitian sosial (format-format kuantitatif dan kualitatif). Surabaya: Airlangga University Press. Caputo, J.S. 1991. Stress and burnout in library service. Canada: The Oryx Press. Chaplin, J. P. 1999. Kamus lengkap psikologi (terjemahan Dr. Kartini Kartono). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Cherniss, C. 1991. Staff burnout: job stress in human service. Beverly Hills: Sage. Corsini, R, J. 1994. Encyclopedia of psychology, 2nd edition, Vol 3. New York: Jhon Wiley and Sons. Ema, A. 2004. Peranan dimensi-dimensi birokrasi terhadap burnout pada perawat rumah sakit di Jakarta. Jurnal Psyche. Vol. 1. No.1. Palembang: Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang. Evers. W.JG., Brouwers. A., Tomic. W. 2002. Burnout and self efficacy: A study on teachers beliefs when implementing an innovative educational system in Netherlands. British Journal of Educational Psychology. Netherlands: Faculty of Sosial Science, The Open University, Heerlen. Farber, B. A. 1991. Crisis in education: stress management. 7th eds. New York: America. Freudenberger, H. J., Richelson, G. 1981. Burnout: how to beat the high cost of success. New York: Bantam Books. Ghufron, M. N., Risnawati, R. 2010. Teoriteori psikologi. Jakarta: AM Media.
Page 7
Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout
Jauhari, N. 2009. Pengertian peran guru dalam pendidikan. Artikel. http://pengertian.baru2.net/pengertianperan-guru-dalam-pendidikan.html. Diakses tanggal 3 Juni 2011 Jewell, I. N., Siegall, M. 1998. Psikologi industri atau organisasi modern edisi 2. Jakarta: Arcan. Indarti, N., Rostiani, R. 2008. Kebutuhan akan prestasi dan efikasi diri. Artikel. http://tsdipura.wordpress.com/2009/05 /06/kebutuhan-akan-prestasi-danefikasi-diri/. Diakses tanggal 20 Mei 2011. Koesoema, A. D. 2009. Pendidikan karakter di zaman keblinger, mengembangkan visi guru sebagai perilaku perubahan dan pendidik karakter. Jakarta: Grasindo. Kosten, J. 2009. Peranan efikasi diri terhadap motivasi kerja. Artikel. http://ijonkeconomics.blogspot.com/2009/11/pera nan-efikasi-diri-terhadapmotivasi.html. Diakses tanggal 25 April 2011. Kurniawan, D. 2010. Perbedaan pendidikan di sekolah negeri, swasta, dan internasional. Artikel. http://klikbelajar.com/beritapendidikan/perbedaan-pendidikan-disekolah-negeri-swasta-daninternasional/oleh-sangdedi. Diakses tanggal 30 Juli 2011. Kurniawati, F., Widyaningrum, A. 2006. Burnout guru kelas dengan siswa ADHD di sekolah dasar inklusif. Jurnal Sosial and Humaniora. Vol 01, No. 03. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Luthans, F. 2005. Perilaku organisasi edisi 10. Yogyakarta : Andi Offset. Maslach, C. 1993. Burnout: a multidimensional perspective. Washington DC: Taylor & Francis. Diah Restuning Maharani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
2011
Maslach, C., Schaufelli, W. B., Leiter, M. P. 2001. The truth about burnout. Artikel. www.fine.articles.com. Diakses tanggal 29 April 2011. Mede. E. 2009. An analysis of relation among personal varioabels, perceived self efficacy and social support on burnout among Turkish EFL Teachers. Inonu University Journal of the Faculty of Education. Istanbul: Department of ELT, Faculty of Education Yeditepe University. Miner, J. B. 1988. Organizational behavior: performance and productivity. New York: Random House, Inc. Muriz, A. F. 2007. Hubungan antara self efficacy dengan burnout pada karyawan unit produksi pabrik gula Pradjekan. Skripsi, tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Psikologi Universitas Muhamadiyah Malang. Nasution, S. 2001. Metode research (penelitian ilmiah). Jakarta: PT. Bumi Aksara. Nugraha, D. A. 2008. Hubungan antara self efficacy dengan burnout pada perawat bagian warat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Skripsi, tidak diterbitkan. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Nurdin, S., Ilfiandra, A. 2001. Kejenuhan profesional pada guru dan faktor yang melatarbelakanginya. Laporan penelitian, tidak diterbitkan. Jakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Pikiran Rakyat Online. 2011. Kota Bogor kekurangan guru SD dan SMP capai 1000 orang. Artikel. http://www.pikiranrakyat.com/node/144480. Diakses tanggal 2 Agustus 2011. Pratama, A. G. 1991. Burnout syndrome (analisis stres pada psikolog yang melayani jasa konsultasi dan terapi
Page 8
Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout
sebagai salah satu bidang human relation profession). Laporan penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran. Rafiah, D. 2010. Hubungan self efficacy dengan burnout pada guru sekolah luar biasa. Artikel. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Raharjo, B. 2010. Ribuan ruang kelas sekolah di Bogor rusak. Artikel. http://www.republika.co.id/berita/brea king-news/metropolitan/10/10/12/ 139494-ribuan-ruang-kelas-sekolah-dibogor-rusak. Diakses tanggal 2 Agustus 2011. Rasnawati, D. 2010. Hubungan antara emotional intelligence dan burnout pada guru sekolah dasar di SDK 2 dan SDK 7 BPK Penabur. Skripsi, tidak diterbitkan. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Atma Jaya. Republika. 2011. Bogor kekurangan guru SD. Artikel. http://republika.co.id:8080/koran/0/13 4479/Bogor_Kekurangan_Guru_SD. Diakses tanggal 2 Agustus 2011. Rosyid, H. F. 1996. Burnout: penghambat produktivitas yang perlu dicermati. Bulletin Psikologi, Tahun IV, Nomor 1. Diakses tanggal 25 April 2011. Schultz, D. P., Schultz, S. E. 1994. Psychology and industry today: an introduction to industrial and organizational psychology, 6th ed. New York: Macmillan Publishing Company. Skaalvik, E. M., Skaalvik, S. 2009. Teacher self efficacy and teacher burnout: A study of relations. Journal. Norway: Norwegian University of Science and Technology, 7491 Trondheim.
Diah Restuning Maharani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
2011
Soekanto, S. 2007. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sofa. 2008. Permasalahan guru yang dihadapi di Indonesia. Artikel. http://massofa.wordpress.com/2008/10 /12/permasalahan-guru-di-indonesia/. Diakses tanggal 30 Juli 2011. Sugiyono. 2006. Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. Suparlan. 2006. Guru sebagai profesi. Yogyakarta: Hikayat. Supriadi. 2010. Mewaspadai burnout pada guru. Artikel. http://www.lpmpdki.web.id/index.php/ artikel-pendidikan/226-mewaspadaigejala-burnout-pada-guru. Diakses tanggal 3 Juni 2011. Susanto, E. 2011. Pengertian guru pendidik. Artikel. http://www.cantiknyailmu.co.cc/2011/01/pengertian-gurupendidik.html. Diakses tanggal 3 Juni 2011. Sutjipto. 2001. Burnout, studi mengungkap psikologis dunia kerja. Semarang: GI Gema Insani offset. Suwanto, S. 2002. Hubungan antara situasi organisasi dengan kejenuhan kerja perawat di RSJP Jakarta. Tesis, tidak diterbitkan. Yogyakarta: Program Studi Psikologi Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Tri. 2009. Efikasi diri dalam olahraga. Artikel. http://treepjkr.multiply.com/reviews/it em/22. Diakses tanggal 25 April 2011. Tzioti, M. C., Mantelou. E., Degleris. N. E., Solias. A. Karamberi. M., Ramanou. N. 2009. Job burnout and self efficacy survey among primary school teachers in Greece. Journal. Thessaloniki: Psychotherapeutic Center of Piraeus. Widiyanto, T. P. 2001. Tindakan guru atas perilaku emosional siswa dalam interaksi pembelajaran di Sekolah
Page 9
Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout
2011
Dasar Kanisius Yogyakarta. Disertasi, tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana UNM. Widyawati, Y. 2007. Self efficacy guru sekolah prasejahtera di Jakarta. Prosiding. Jakarta: Fakultas Psikologi. Wikipedia. 2009. Resiliensi. Artikel. http://id.wikipedia.org/wiki/Resiliensi. Diakses tanggal 27 April 2011. Zulkaida, A., Taganing, K., Retnaningsih., Muluk, H., Rifameutia, T. 2007. Pengaruh locus of control dan efikasi diri terhadap kematangan karir sisa sekolah menengah atas (SMA). Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil). Vol. 2. Jakarta: Universitas Gunadarma, Universitas Indonesia.
Diah Restuning Maharani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
Page 10