KESAMAAN PEMAHAMAN KONSEP PERNIKAHAN MENURUT ISLAM DAN KRISTEN Oleh Dr. Hannas, Th.M, M.Th
Abstrak Pernikahan merupakan kehendak Tuhan bagi manusia yang adalah ciptaanNya, itulah sebabnya pernikahan harus dibangun berdasarkan ketaqwaan kepadaNya dan sesuai dengan undang-undang pernikahan yang berlaku di Indonesia dimana warga Indonesia berdomisili. Pernikahan terjadi tidak hanya disebabkan karena faktor cinta, namun ada nilai-nilai spiritual yang harus diperhatikan. Setiap pasangan dalam pernikahan harus menyadari bahwa: pertama, pernikahan memberi makna atau menyatakan tentang
kesetiaan
Allah
pengampunan
Allah.
Sebab
pernikahan
membutuhkan kesetiaan dan pengampunan yang tanpa batas yang dapat dilakukan oleh suami terhadap istri demikian pula sebaliknya, namun harus disadari
hal
ini
hanya
bisa
dilakukan
karena
Allah
yang
menyanggupkannya. Kesetiaan pasangan suami terhadap istri demikian pula sebaliknya dengan segala permasalahannya hari demi hari sulit dipertahankan, namun bila kesetiaan Allah memimpin rumah tangga, maka ada kasih sehingga pasangan suami – istri akan saling setia. Obat luka batin dalam pernikahan adalah pengampunan, dengan saling mengampuni, maka pemulihan terjadi dalam pernikahan. Suami harus melakukan perannya dalam pernikahan, yang ditunjukkan dengan: mengasihi istri, menerima masukan, memberi semangat, membuat keputusan, memprakarsai tindakan, mengasuh dan merawat, memberi pujian. Istri juga harus melakukan perannya dalam keluarga, yakni: menolong, tunduk atau menopang, memberi semangat, mendoakan. Tujuan dari pentingnya suami dan istri melakukan perannya masing-masing adalah agar dalam rumah tangga ada kebahagiaan atau 1
keharmonisan, harapan tersebut dapat dijumpai baik dalam pernikahan Islam maupun Kristen. Pernikahan semakin lama menjadi semakin kuat apabila suami dan istri: memelihara pernikahan dengan sholat (ibadah), pelayanan dan doa; tetap terfokus terhadap tujuan pernikahan untuk saling menolong, mengutamakan persekutuan (kebersamaan), memperoleh anak, menyatu seumur hidup, dan memberkati (menjadi berkah). Hal lain yang tidak boleh diabaikan adalah melakukan antisipasi konfik dalam pernikahan yang bisa saja terjadi karena masa lalu yang buruk, pengaturan keuangan yang salah, intervensi dari pihak keluarga suami atau istri yang intervensi secara berlebihan, dan seks yang tidak terpenuhi. Keyword: pernikahan, suami, istri, bahagia, harmonis, Islam, Kristen.
2
BAB I PENDAHULUAN
Bab I akan menjelaskan dua pokok utama yang berhubungan dengan kesamaan pemahaman konsep pernikahan menurut Islam dan Kristen, antara lain:
A. Latar Belakang Masalah Gender umumnya dikaitkan dengan wanita. Wanita semestinya tidak mendapatkan diskriminasi perlakukan karena faktor budaya atau lainnya. Wanita dan pria semestinya tidak boleh dibedakan. Wanita memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan pria. Pria tidak boleh diposisikan sebagai pribadi lebih tinggi atau lebih utama dibanding wanita. Wanita memiliki kesempatan, potensi dan kewenangan yang sama dengan pria, bahkan untuk hal-hal tertentu wanita terkadang lebih baik atau unggul. Wanita dan pria dalam banyak hal harus dihargai sama, termasuk dalam pernikahan. Pernikahan Islam membuktikan bahwa wanita dan pria diberi derajat yang sama. Konsep yang diajarkan kekristenan juga menjunjung tinggi wanita, jadi ada persamaan pemahaman konsep pernikahan baik dalam Islam maupun Kristen. Allah yang menciptakan lembaga pernikahan atau keluarga, kemudian memerintahkan (menginginkan) agar setiap suami dan istri menerapkan pernikahan Islami, itulah sebabnya setiap suami dan istri di mana pun dan kapan pun harus menerapkan kehidupan keluarga yang bersifat Islami. Pernikahan Islami merupakan solusi atau ide unggul yang akan menolong suami istri dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam rumah tangga. Undang-undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada bab I pasal 1 menjelaskan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
3
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Pernikahan Islam bertaqwa kepadaNya: ۟ ُأَيُّهَب ٱنَُّبطُ ٱتَّم َّ َك ِي ُْهَب َصوْ َجهَب َوب ٍۢ ىا َسبَّ ُك ُى ٱنَّ ِزي َخهَمَ ُكى ِّيٍ ََّ ْف ۚ ث ِي ُْهُ ًَب ِس َج ا ۭبًل َك ِثي ا ۭشا َو َِ َغآ ا ۭء َ َظ َٰ َو ِحذ ٍَۢة َو َخه ۟ ُ َوٱتَّمartinya “Wahai manusia! َّ ٌَّ ىا ٱ ََّّللَ ٱنَّ ِزي تَ َغآ َءنُىٌَ ِبِۦه َو ْٱْلَسْ َحب َو ۚ ِإ ٱَّللَ َكبٌَ َعهَ ْي ُك ْى َس ِلي ابۭب Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. 1 Jadi jelaslah bahwa baik pernikahan Islam maupun Kristen sama-sama bertaqwa kepadaNya.
B. Tujuan Penulisan Jurnal ini bertujuan untuk menyatakan: pertama, menguraikan bahwa suami dan istri memahami makna dan melakukan peran masingmasing dalam pernikahan dalam bab II. Kedua, suami dan istri memelihara, tetap terfokus terhadap tujuan dan mengantisifasi konflik dalam pernikahan dijelaskan dalam bab III. Ketiga, menyatakan kesimpulan yang merupakan penutup dijelaskan dalam bab IV.
1
Al-Qur’an dan Terjemah dengan Transliterasi Arab – Latin (Surabaya: Karya Agung, 2006), 130. Surah ke 4, An-nisa ayat 1. 4
BAB II SUAMI DAN ISTRI MEMAHAMI MAKNA DAN MELAKUKAN PERAN MASING-MASING DALAM PERNIKAHAN
Pendefinisian istilah pernikahan menjadi begitu penting agar pernikahan dapat dibangun yang sesuai kehendak Allah. Wahbah AzZuhaili menuliskan: Pernikahan adalah tali pengikat abadi antara laki-laki dan perempuan. Pernikahan ditegakkan di atas pilar kasih, cinta, ikhlas, amanah, interaksi yang baik, dan saling memenuhi hak masingmasing. Dengan kata lain, yang satu tidak boleh teledor dalam menunaikan haknya kepada yang lainnya. Apabila salah satu pihak melalaikan kewajibannya maka akan mengakibatkan hubungan buruk, cekcok, dan kehancuran. Akibatnya, satu sama lain saling menghindar. Namun demikian, masing-masing pihak juga harus bersabar dan siap menghadapi risiko yang akan diterima. Inilah prinsip syariat Islam dalam rangka membina kerukunan keluarga. 2 Pernikahan Islam harus sesuai syariat Islam, dalam Al-Quran dijelaskan: ك َل َءا َٰيَ ٍۢت َ ِك نَ ُكى ِّي ٍْ أََفُ ِغ ُك ْى أَ ْص َٰ َو ا ۭجب نِّتَ ْغ ُكُُ ٓى ۟ا ِإنَ ْيهَب َو َج َع َم بَ ْيَُ ُكى َّي َى َّد اة ۭ َو َسحْ ًَتۭ ۚ ِإ ٌَّ فًِ َٰ َرن َ ََو ِي ٍْ َءا َٰيَتِِۦٓه أَ ٌْ َخه ٌَنِّمَىْ ٍۢو يَتَفَ َّكشُو Artinya “Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-
2
Wahbah Az-Zuhaili, Akhlaq Al-Muslim: ‘Alaqatuhu bi Al-Nafs Wa AlKaun, terj. Ahmad Dzulfikar dan Muhammad Sholeh Asri, Ensiklopedia Akhlak Muslim: Berakhlak terhadap Sesama dan Alam Semesta, peny. Wiyanto Suud, Ahmad, Nurkaib dan Yusni Amru, cet. Pertama (Bandung: PT. Mizan Publika, 2014), 16. 5
benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”3 Jadi pernikahan Islam harus memperhatikan ketentraman, kasih sayang di antara suami dan istri. Beberapa pokok penting dalam pernikahan yang harus diperhatikan untuk mencapai kebahagiaan, antara lain:
A. Memahami Makna Pernikahan Pernikahan Islam yang sejati menunjukkan adanya: peran yang jelas antara suami dan istri, metode pemeliharaan yang handal, serta tujuan pernikahan yang sesuai dengan kehendak Allah. Sabda Allah: َو ِيٍ ُك ِّم ش ًَْء ٌَ َخهَ ْمَُب َصوْ َجي ٍِْ نَ َعهَّ ُك ْى تَ َز َّكشُوartinya “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasangpasangan akar kamu mengingat (kebesaran Allah).”
4
Sabda tersebut
memberi pengertian bahwa pasangan suami istri yang melakukan pernikahan semestinya memahami makna pernikahan bahwa pernikahan menyatakan kebesaran Allah. Kebesaran Allah yang dimaksudkan terkait dengan pernikahan, setidaknya memberi makna dua hal: pertama, menyatakan kesetiaan Allah; kedua, mengungkapkan pengampunan Allah. 5
1. Menunjukkan Kesetiaan Allah Usaha untuk menunjukkan hidup yang benar itu baik, tetapi apakah itu selalu dapat dicapai dalam pernikahan. Tentu tidak demikian, namun kesetiaan suami terhadap istri demikian pula sebaliknya, dapat memelihara hubungan pernikahan. Kesetiaan suami dan istri terkadang kualitasnya menurun namun kesetiaan Allah kualitasnya tidak pernah berubah sehingga dapat menyelamatkan pernikahan. Kesetiaan manusia dalam pernikahan kekuatannya sangat terbatas. Itulah sebabnya suami dan istri harus bergantung pada kesetiaan Allah, sehingga suami dapat menjadi setia 3
Al-Qur’an dan Terjemah dengan Transliterasi Arab – Latin, 738. Surah ke 30, Ar-rum ayat 21. 4 Al-Qur’an dan Terjemah dengan Transliterasi Arab – Latin, 975. Surah ke 51, Az-zariyat ayat 49. 5 Digambarkan (diilustasikan) dalam Alkitab oleh Allah Israel terhadap bangsa Israel atau nabi Hosea dan Gomer dalam Hosea 2:19-20. 6
terhadap istrinya demikian pula sebaliknya. Kesetiaan dalam pernikahan dapat diusahakan dengan tetap saling mencintai, hal ini tak dapat diputuskan (dipisahkan) oleh siapa pun kecuali kematian. Les Parrott III dan Leslie Parrott menekankan bahwa: Akan tetapi, kesetiaan kita dengan yang lain hanya dapat dipelihara dengan teladan kesetiaan Allah kepada kita. Saat seorang pria dan wanita saling mengikat janji, Allah menjanjikan kesetiaan kepada mereka. Dan hal itu membantu pasangan tersebut memelihara iman.6 Jelaslah bahwa, dengan berpegang pada janji kesetiaan Allah yang memelihara pernikahan, menjadikan suami dan istri dapat saling setia. Karakter kesetiaan Allah tidak pernah berubah, hal ini terlihat jelas dalam Al-Quran dan Hadist. Kesetiaan perjanjian Allah diwujudkan dalam pasangan (suami dan istri), di mana keduanya (suami dan istri) saling mengabdikan diri dalam suka maupun duka. Tanpa kesetiaan dan kepercayaan, pernikahan tidak akan bertahan lama. Dengan berpegang pada kesetiaan Allah yang telah dan terus diwujudkan dalam pernikahan menjadikan pasangan (suami dan istri) kuat untuk tetap dalam kesetiaan dan kepercayaan terhadap satu dengan lainnya.
2. Mengungkapkan Pengampunan Allah Sabda Allah terkait dengan pengampunan begitu jelas: ٓ َّ هطيِّ ِبيٍَ َوٱنطَّيِّبُىٌَ ِن َّ ت ِن ُ َت ۖ َوٱنطَّيِّ َٰب ُ َٱ ْن َخ ِبي َٰث ك ُيبَ َّشءُوٌَ ِي ًَّب َ ت ۚ أُ ۟و َٰنَ ِئ ِ َهطيِّ َٰب ِ َت ِن ْه َخ ِبي ِثيٍَ َوٱ ْنخَ ِبيثُىٌَ ِن ْه َخ ِبي َٰث يَمُىنُىٌَ ۖ نَهُى َّي ْغفِ َش اة َو ِس ْص اق َك ِش ايىartinya “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk lakilaki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang
6
Les Parrott III dan Leslie Parrott, Selamatkan Pernikahan Anda sebelum Pernikahan itu Dimulai, pent. Andreas A. P. Sitanggang peny. Yefta Bastian (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 2000), 150. 7
baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).”7 Pengampunan merupakan “jantung” dalam pernikahan. Suami dan istri yang telah hidup bersama terkadang tersandung dan terikat oleh suatu masalah yang dapat menimbulkan luka-luka batin. Itulah sebabnya pengampunan harus diberikan. Sakit hati mungkin saja muncul dalam diri suami dan istri yang disebabkan oleh perbuatan-perbuatan yang keliru dan kegagalan untuk mengampuni. Pengampunan dapat diberikan bila seseorang dapat menaruh perhatian yang terfokus pada apa yang dilakukan bukan siapa atau pribadi yang melakukan kesalahan. Perlu diketahui bahwa pengampunan secara total dalam suatu keluarga sangatlah tidak mungkin untuk dilakukan oleh manusia, namun mungkin bagi Allah. Itulah sebabnya manusia harus menyerahkan pengampunan yang total kepada Allah, dengan demikian Allah akan memberikan kekuatan kepada manusia untuk mengampuni secara total. Parrott III dan Parrott menegaskan bahwa: ”Saat kita mengampuni pasangan kita, kita menyingkapkan kasih Allah kepadanya, bebas dari penghukuman. Pengampunan manusia menunjukkan pada pengampunan ilahi.”8 Jadi, dapat disimpulkan bahwa suami dan istri harus benar-benar memahami
(menghayati)
makna
pernikahannya
bahwa
pernikahan
menunjukkan kesetiaan Allah dan menunjukkan pengampunan Allah.
B. Melakukan Peran Masing-masing Peran dalam pernikahan melibatkan dua pribadi yakni suami dan istri, masing-masing harus melakukan tanggung-jawabnya sehingga keduanya dapat menjadi efektif dalam rumah tangga.
7
Al-Qur’an dan Terjemah dengan Transliterasi Arab – Latin, 632. Surah ke 24, An-nur ayat 26. 8 Parrott III dan Leslie Parrott, Selamatkan Pernikahan Anda sebelum Pernikahan itu Dimulai, 152. 8
1. Peran Suami Untuk dapat melakukan tanggung-jawab (peran) sebagai suami dalam suatu keluarga memang bukan hal yang mudah. Namun bagaimanapun sulitnya, seorang suami dituntut untuk melakukannya, terutama yang berhubungan langsung terhadap istrinya. Peran suami dalam rumah tangga sangatlah penting. Derek Prince menyebutkan beberapa peran tersebut, antara lain: “mengasihi istri, menerima masukan, memberi semangat, membuat keputusan, memprakarsai tindakan, mengasuh dan merawat, memberi pujian.”9 Mengasihi istri harus diimplementasikan, yang didasarkan pada suatu pengorbanan yang bernilai tinggi. Mengasihi istri merupakan tindakan Islami yang luar biasa, hal ini dapat dibuktikan disetiap saat, terutama bila terjadi percekcokan. Walaupun demikian peristiwa cekcok tidak muncul begitu saja, namun umumnya karena adanya suatu masalah.
Prinsip
sederhana
yang
tidak
boleh
dilupakan,
ialah:
bagaimanapun besarnya kesalahan istri, suami harus tetap mengasihinya. Kualitas mengasihi istri bukan ditentukan oleh faktor istri semata-mata, melainkan karena selayaknyalah suami bersikap untuk memenuhi tanggung-jawabnya yakni tetap mengasihi istri disetiap saat. Suami yang baik memberi kesempatan terhadap istrinya untuk mengutarakan isi hati istrinya dengan leluasa, ia harus memiliki kepekaan terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh istrinya, sekalipun tidak diungkapkan dengan kata-kata. Perlu disadari oleh para suami bahwa perasaan istri yang tidak diucapkan seringkali merupakan perasaan terdalam dan suami harus berusaha untuk dapat membaca perasaan tersebut bahkan menerimanya sebagai suatu masukan. Pernikahan yang telah menghasilkan komunikasi yang baik, menjadikan suami dan istri dapat saling menghormati. Pada tahap ini, biasanya akan tiba yang mana suami bertanggung-jawab untuk mengambil 9
Derek Prince, Suami dan Ayah (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 2001), 36-41. 9
keputusan terakhir. Dalam komunikasi yang baik, istri pada umumnya dengan senang hati memberi kesempatan bagi suaminya untuk memikul tanggung-jawab sebagai tindak lanjut terhadap pengambilan keputusan. Setelah keputusan ditindak lanjuti, maka secara otomatis tindakan untuk memprakarsaipun terjadi. Di sinilah akan terlihat dengan jelas tanggungjawab suami yang sejati. Mengasuh dan merawat istri memang menuntut tanggung-jawab yang besar, namun peran ini harus tetap dilakukan oleh suami. Mengasuh dan merawat istri merupakan tugas yang mulia, sebab Allah melibatkan suami, sehingga istri dapat dituntun untuk hidup menikmati berkat-berkat Allah. Peran suami yang terakhir, yang tidak boleh diabaikan terhadap istrinya adalah memberikan pujian. Prince dalam tulisannya menjelaskan bahwa “Paling sedikit yang paling bisa dilakukan seorang suami adalah menyodorkan kepada istrinya kata-kata pujian yang tulus.”10 Diberikannya pujian dari suami terhadap istri, bukan karena istri gila pujian, namun selayaknyalah suami memuji karena istrinya berakal budi dan takut akan Tuhan. Setelah seorang suami melakukan perannya, maka
selayaknyalah
ia
menyatakan
perasaannya.
Herb
Goldberg
menjelaskan akibat-akibat yang merugikan jika perasaan suami tidak dinyatakan, antara lain: (1) Perlakuannya mudah berubah. (2) Ia menyangkali perasaan dan kebutuhannya,
kemudian
menjadi
gusar
karena
keintiman
mengharuskannya menghadapi nilai-nilai dan mengusik gangguan mental yang berat. (3) Pertahanan dirinya untuk melawan perasaan membuatnya jauh dan semakin jauh dari hubungan dengan orang lain. (4) Ketidak-mampuan minta tolong berarti bahwa jika
10
Prince, Suami dan Ayah, 41. 10
pertahanan dirinya hancur, ia harus semakin menarik diri atau melarikan diri pada obat-obatan dan minuman keras. 11 Jelas sekali bahwa seorang suami bukan hanya dituntut untuk melakukan peran (tanggung-jawab), namun ia juga harus diberi kesempatan untuk menyatakan perasaannya. Dalam hal ini istri wajib untuk mengindahkan perasaan suaminya. Dengan demikian hal-hal positif mulai dan terus terlihat dalam pernikahan.
2. Peran Istri Setelah penulis menguraikan peran suami dalam pernikahan, maka dilanjutkan dengan peran istri. Prince kembali mencatat beberapa peran istri dalam keluarga, antara lain “menolong, tunduk atau menopang, memberi semangat, mendoakan.”12 Menolong suami yang dilakukan oleh istri merupakan tanggung-jawab yang penting. Istri tidak pernah diciptakan oleh Allah untuk merongrong suami melainkan menjadi penolong suami. Edwin Louis Cole dan Nancy Corbett Cole menegaskan jadilah seorang penolong sejati kepada suami anda, bukannya seorang penghalang. 13 Pertolongan yang dilakukan oleh istri terhadap suami secara mendasar terlihat melalui ucapan-ucapan istri yang positif dan sikap-sikap terpuji (tetap menyayangi suami sekalipun dalam kondisi yang kurang secara finansial). Istri yang tunduk pada suami tidak berarti menunjukkan ia lemah tetapi harus diartikan sebagai sikap yang sangat baik. Edwin Cole dan Nancy Cole kembali menyatakan: “Tunduk bukanlah suatu tanda kelemahan. Itu merupakan suatu tanda kekuatan. Seorang wanita dengan semangat dan sifat yang kuat dapat tunduk sebaik-baiknya, karena ia tak perlu khawatir
11
Herb Goldberg, The Hazards of Being Male (New York: The New Amarican Library, 19759), 39. 12 Prince, Suami dan Ayah, 42-47. 13 Edwin Louis Cole dan Nancy Corbett Cole, Wanita Unik, pent. A. J. Syauta (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 2000), 133. 11
akan akibatnya.”14 Istri yang tunduk terhadap suami menjadikan suami mengasihinya. Suami akan menjadi begitu menjaga perasaan istrinya, bahkan berusaha selalu memberikan keamanan bila istrinya tunduk. Itu sebabnya istri tidak perlu kuatir untuk tunduk pada suaminya. Yakinlah suami yang takut akan Tuhan tidak akan bertindak sewenang-wenang terhadap istri. Sikap mendukung atau menopang suami, dapat dilakukan oleh istri dengan cara memahami kelemahan suami dan mendorong suami untuk berjuang mengatasi kelemahannya. Seorang istri tidak boleh mematahkan semangat suaminya, sebab hal tersebut sungguh menyakitkan hati suami. Istri semestinya memberikan semangat terhadap suaminya untuk selalu berjuang dan mendoakannya. Istri yang menjadi pendoa syafaat menjadi jauh lebih baik dibanding dengan istri yang mencemaskan, mengkritik, mencuatkan kesalahan-kesalahan suaminya. Dengan bersyafaat, maka istri akan menyaksikan suaminya akan mengalami manfaat doa syafaat tersebut. Perubahan-perubahan positif menjadi semakin nyata dalam hidup suami. Suami akan semakin dapat memperlakukan istri dengan sangat baik (memenuhi tanggung-jawab sebagaimana mestinya secara maksimal). Suami dan istri dalam Islam memiliki tanggung-jawab moral dan sosial yang sama, baik secara hukum maupun kewajiban agama. Suami memiliki hak-hak terhadap istri demikian pula sebaliknya. Hak-hak suami atas
istri
mencakup:
Haqq-al-tha’ah,
tamkiim,
haqq-al-ma’iyyah.
Sedangkan hak-hak istri atas suami mencakup: Nafaqah, haqq-al-irwa’aljinsi, muthajia.15 Haqq-al-tha’ah atau hak suami agar istri memenuhi kewajiban agama dan moral, contoh: istri tidak diijinkan meninggalkan rumah tanpa seijin suami. Tamkiim dipahami sebagai tanggung-jawab istri 14
Louis Cole dan Nancy Corbett Cole, Wanita Unik, 65. Pernikahan Kristen mengajarkan dalam surat Kolose 3:18-19 agar para istri tunduk pada suami dan para suami mengasihi istri (tidak berlaku kasar). 15 Fatma Saleh dan Musthafa al-Qazwini, A New Perspective: Women in Islam, terj. Arif Mulyadi, Fitria al Habsyi, Perempuan Amerika Menggugat Islam, peny. Babahusein (Jakarta: Madia Publisher, 2008), 76-77. 12
untuk melayani suami secara fisik, namun istri dalam melakukan pelayanan tersebut harus sehat secara fisik dan kejiwaan. Pelayanan yang dimaksudkan juga bisa diartikan sebagai kenikmatan fisik (seks) dan emosional
(ketenangan).
Haqq-al-ma’iyyah
dimaknai
bahwa
istri
mennyediakan banyak waktu bersama suaminya untuk membangun hubungan “persahabatan.” Nafaqah dimaknai sebagai tanggung-jawab suami untuk memenuhi kebutuhan secara finansial sehingga kebutuhan dalam rumah tangga terpenuhi. Suami wajib menyediakan rumah dengan segala perabotannya, pakaian, dan uang. Haqq-al-irwa’al-jinsi dimaknai sebagai pemenuhan kebutuhan fisik yang meliputi hubungan yang intim, romantis dan persahabatan antara suami dan istri. Muthajia dimaknai sebagai kewajiban suami untuk tidur bersama istrinya, minimal satu malam dalam empat malam, idealnya suami setiap malam tidur dengan istrinya. Suami tidur dengan istri tidak berarti harus melakukan hubungan intim (seks), namun juga dimaknai sebagai hidup bersama dalam satu rumah. Hak-hak suami terhadap istri demikian pula sebaliknya sebagaimana yang dijelaskan di atas perlu diperhatikan agar rumah tangga menjadi bahagia. Wahbah Az-Zuhaili selanjutnya memberikan komentar bahwa: Kehidupan rumah tangga yang bahagia adalah kehidupan yang di dalamnya tidak ada keributan dan pertengkaran, tidak mencari-cari kesalahan, atau saling menekan. Fondasinya saling memahami dan sarananya ketaatan istri terhadap suami. Karena suami adalah orang yang lebih tahu tentang hidup, dan berani menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan. Jika demikian halnya, rumah tangga yang seperti itu akan dipenuhi rasa tenteram dan cinta. 16 Allah sangat menginginkan rumah tangga dari setiap umatNya harmonis, bukan malah sebaliknya. Rumah tangga yang selalu bertikai sebenarnya tidak pernah diinginkan oleh pasangan suami istri sebelum 16
Wahbah Az-Zuhaili, Akhlaq Al-Muslim: ‘Alaqatuhu bi Al-Nafs Wa Al-
Kaun, 20. 13
melakukan pernikahan. Harapan-harapan yang indah, menyenangkan dan membahagiakan adalah penyebab pria dan wanita memberanikan diri untuk melakukan pernikahan. Namun kenyataannya tidak selalu demikian, Itulah sebabnya suami dan istri perlu selalu mendapatkan anugerah dari Allah sehingga menikmati keharmonisan. Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan: Keluarga yang harmonis, saling pengertian, dan terlindungi dengan kuat di dalam dan di luar adalah keluarga ideal yang dicita-citakan Islam. Keluarga seperti ini menjadi basis masyarakat yang kuat, juga pondasi pembangunan, kemajuan, dan kebangkitan. Adapun keluarga yang berantakan adalah keluarga yang sakit dan rentan yang dapat merugikan keluarga itu sendiri dan berdampak terhadap anak-anak. … Padahal, Islam telah memperingatkan agar tidak mengambil jalan yang dapat melemahkan bahtera keluarga dan menghancurkannya dari dalam. Islam telah berkomintmen agar hubungan suami-istri didasarkan pada cinta murni, kasih sayang mendalam, ketentraman jiwa dan mental, serta ketenangan dan kepercayaan. 17 Jadi jelaslah bahwa baik Islam maupun Kristen sama-sama mengharapkan adanya pernikahan harmonis atau bahagia dalam keluarga.
17
Wahbah Az-Zuhaili, Akhlaq al-Muslim: ‘Alaqatuhu bi al-Mujtama’, terj. Abdul Aziz, Ensiklopedia Akhlak Muslim: Berakhlak dalam Bermasyarakat, peny. Khalifurrahman Fath, cet. Pertama (Bandung: PT. Mizan Publika, 2014), 22. 14
BAB III SUAMI DAN ISTRI MEMELIHARA, FOKUS TERHADAP TUJUAN DAN MENGANTISIPASI KONFLIK DALAM PERNIKAHAN
Pokok-pokok utama yang perlu mendapat perhatian dalam keluarga adalah: suami dan istri harus memelihara pernikahannya, tetap terfokus terhadap tujuan pernikahan dan mengantsipasi konfik apapun yang terjadi sehubungan dalam pernikahan.
A. Memelihara Pernikahan Kebutuhan yang mendalam dari suatu pernikahan sebenarnya bukanlah terletak pada adanya daya tarik fisik dan kegiatan yang banyak tetapi pada kehidupan bersama yang lebih mendalam. Hal ini dapat terwujud bila suami dan istri memelihara pernikahan dengan baik. Pemeliharaan pernikahan yang dimaksudkan melibatkan tiga metode, antara lain: sholat (ibadah), pelayanan dan doa.
1. Sholat (Ibadah) Pergi ke masjid untuk sholat atau ibadah bukan merupakan pilihan tetapi menjadi keharusan bagi suami dan istri. Ibadah bersama harus dilakukan secara teratur, sekalipun ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh suami dan istri. Sabda Allah menyatakan bahwa: ُ ََُٰ َوٱ ْن ًُ ْؤ ِيُُىٌَ َوٱ ْن ًُ ْؤ ِي ٍۢ ضه ُ ْى أَوْ ِنيَآ ُء بَع َصهَ َٰىة َّ ُوف َويَ ُْهَىْ ٌَ ع ٍَِ ٱ ْن ًُُ َك ِش َويُ ِمي ًُىٌَ ٱن ُ ت بَ ْع ِ ْض ۚ يَ ْؤ ُيشُوٌَ ِبٱ ْن ًَ ْعش ٓ َّ ٌَّ ِٱَّللُ ۗ إ َّ ك َعيَشْ َح ًُهُ ُى َّ ٌََوي ُْؤتُىٌَ ٱن َّضكَىَٰ ةَ َوي ُِطيعُى َضيض َح ِك ايى َ ِٱَّللَ َو َسعُىنَ ۥٓه ُ ۚ أُ ۟و َٰنَئ ِ ٱَّللَ ع Artinya “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan
diberi
rahmat
oleh
Allah.
15
Sungguh,
Allah
Mahaperkasa,
Mahabijaksana.”18
Wahbah
Az-Zuhaili
memberikan
selanjutnya
memberikan pernyataan yang mendukung bahwa: Tidak sempurna keimanan seorang Muslim sebelum ia mencintai Allah Swt., mentaati perintah dan menjauhi laranganNya, serta mencintai ibadah kepadaNya. Dengan mencintai Allah, ia akan disibukkan dengan ibadah fardhu dan sunah, selalu menghabiskan waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan amal-amal lainnya yang diridhaiNya. 19 Jadi jelaslah bahwa ibadah (sholat) merupakan penyempurna keimanan Islam seseorang dan membuktikan cintanya kepada Allah. Melalui sholat bersama suami dan istri akan mendapatkan kekuatan rohani yang memampukan untuk menghadapi berbagai masalah dalam keluarga. Sholat bersama juga dapat membangun hubungan lebih erat lagi dengan saudara-saudara seiman. Les Parrott III dan Leslie Parrott menyatakan: Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa pasangan suami istri yang menghadiri ibadah bersama paling sedikit sebulan sekali meningkatkan kesempatan-kesempatan mereka untuk tetap terikat dalam pernikahan sepanjang hidup mereka. 20 Jadi, jelaslah bahwa ibadah yang dilakukan oleh suami dan istri menjadi sarana untuk memelihara atau mempertahankan pernikahan. Peluang untuk bercerai bagi suami dan istri yang beribadah (sholat) bersama semakin kecil bahkan dapat dikatakan tidak ada. Ibadah (sholat) menjadikan pernikahan dari hari ke hari semakin menjadi lebih baik dan semakin saling mencintai.
18
Al-Qur’an dan Terjemah dengan Transliterasi Arab – Latin, 345. Surah ke 9, At-taubah ayat 71. 19 Wahbah Az-Zuhaili, Akhlaq Al-Muslim: ‘Alaqatuhu bi Al-Nafs Wa AlKaun, 436. 20 Les Parrott III dan Leslie Parrott, Selamatkan Pernikahan Anda sebelum Pernikahan itu Dimulai, pent. Andreas A. P. Sitanggang, peny. Yefta Bastian (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 2000), 154. 16
2. Pelayanan Pelayanan dalam konteks Islam dapat dilakukan melalui berbagai cara. Salah satunya menjadi tenaga sukarelawan atau sukarelawati di panti jompo, di samping melakukan pelayanan-pelayanan lainnya. Pelayanan apa pun bentuknya hendaknya dilakukan secara bersama (suami dan istri). Melalui kerja sama dalam pelayanan tersebut pasangan suami-istri dapat terbentuk karakternya, sehingga menjadi rendah hati, saling berbagi, saling mengasihi bahkan hubungan pernikahan menjadi semakin baik. Namun ada hal yang perlu diingat, terkadang ada pelayanan yang tidak berdampak positif terhadap keluarga, melainkan justru berdampak negatif. Parrott III dan Parrott menulis: “Satu hal lagi mengenai pelayanan bersama. Jika semua pelayanan Anda dilakukan di depan orang-orang, itu akan tetap tidak berarti: pelayanan kadang-kadang bersifat rahasia, disembunyikan dari orang lain kecuali Anda berdua.”21 Jelaslah bahwa pelayanan tidak boleh dilakukan dengan tujuan-tujuan yang tidak murni, misalnya untuk memperoleh keuntungan pribadi yang mungkin berupa pujian dan kekayaan finansial atau untuk kesombongan agar dipuji oleh orang lain. Lakukanlah pelayanan dengan sungguh-sungguh karena motivasi mau menolong, halhal kecil pun dapat dilakukan sekalipun yang tidak diketahui oleh orang lain. Perintah dalam kitab suci dalam bahasa Yunani menyatakan “Ἀλλήλων τὰ βάρη βαστάζετε καὶ οὕτως artinya bertolong-tolonglah menanggung bebanmu.”22 Jadi melayani merupakan kehendak Allah untuk dilakukan, suami dan istri yang melakukannya dengan pengabdian akan membuat keintiman dalam keluarga semakin mendalam.
21
Parrott III dan Leslie Parrott, Selamatkan Pernikahan Anda sebelum Pernikahan itu Dimulai, 156. 22 Surat Paulus dalam Galatia 6:2. 17
3. Doa Dalam pernikahan suami dan istri saling membutuhkan untuk diperhatikan, namun karena gelombang-gelombang emosi menjadikan kebutuhan tersebut berubah yang dapat berakhir pada kehancuran. Itulah sebabnya suami dan istri perlu berdoa. Doa dapat menjadikan suami dan istri memenuhi kebutuhan untuk saling diperhatikan. Doa bersama juga mengakibatkan keluarga bahagia, romantis bahkan menikmati kepuasan dan kegairahan seksual yang lebih tinggi. Parrott III dan Parrott kembali memberi komentar: . . . pasangan yang berdoa bersama sembilan puluh persen melaporkan kepuasan yang lebih tinggi dalam kehidupan seks mereka lebih dari pada pasangan yang tidak berdoa bersama. Selain itu, wanita-wanita yang berdoa bersama pasangan mereka cenderung lebih mudah mengalami orgasme.23 Jelaslah bahwa doa yang dilakukan oleh suami dan istri dapat menjadikan gelombang-gelombang emosi menjadi tenang sehingga pernikahan tidak hancur dan tetap terpelihara dengan baik. Ada banyak masalah yang dialami dalam pernikahan, salah satunya adalah hubungan seks antara suami dan istri. Doa bersama dapat memelihara jiwa pernikahan dan doa tersebut tidak dapat digantikan dengan melakukan hal yang lain. Prinsip untuk melakukan doa bersama merupakan peraturan rohani yang tidak boleh diubah sebab jika diubah kegagalan-kegagalan dalam pernikahan akan semakin terasa. Itulah sebabnya suami dan istri harus terlatih untuk selalu melakukan doa bersama.
B. Fokus terhadap Tujuan Pernikahan Ada banyak pasangan yang telah menikah belum sungguh-sungguh mempunyai rumusan yang jelas mengenai tujuan pernikahan yang 23
Parrott III dan Leslie Parrott, Selamatkan Pernikahan Anda sebelum Pernikahan itu Dimulai, 157-58. 18
sebenarnya. Harus diakui bahwa umumnya pernikahan bertujuan untuk memperoleh keturunan, dan kemakmuran. J. Kussoy memberikan merumuskan tujuan pernikahan adalah untuk mengembangkan kebahagiaan dalam perkawinan sehubungan dengan diembannya misi pengelolaan atas semua ciptaan Allah yang dipercayakan-Nya kepada suami istri. 24 Beberapa tujuan yang menjadi fokus dalam pernikahan adalah:
1. Saling Menolong Sikap saling menolong yang terlihat melalui Siti Hawa as bagi Nabi Adam as menunjukkan adanya perhatian satu terhadap lainnya dan bukan perhatian untuk kepentingan atau kepuasan bagi diri sendiri. Saling menolong berarti menunjukkan adanya dukungan satu terhadap lainnya guna menyelesaikan suatu pekerjaan dalam rumah tangga. Suami dan istri menjadi tim yang bergerak, saling menopang untuk menghadapi apa pun.
2. Mengutamakan Persekutuan (Kebersamaan) Persekutuan
(kebersamaan)
yang
terjadi
dalam
pernikahan
dinyatakan dalam sabda Allah: ٌَّ ٱَّلل أَ ْتمَ َٰٰ ُك ْى ۚ ِإ ِ َّ َٰيَٓؤَيُّهَب ٱنَُّبطُ ِإََّب َخهَ ْم ََُٰ ُكى ِّيٍ َر َك ٍۢش َوأَُثًََٰ َو َج َع ْه ََُٰ ُك ْى ُشعُى ابۭب َولَبَآ ِئ َم ِنتَ َعب َسفُ ٓى ۟ا ۚ ِإ ٌَّ أَ ْك َش َي ُك ْى ِعُ َذ َّ artinya “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan يش ٱَّللَ َعهِيى َخ ِب ا kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”25 Suami dan istri memiliki berbagai perbedaan, contohnya: pendapat, karakter, pendidikan, usia yang kesemuanya berpotensi
24
J. Kussoy, Menuju Kebahagiaan Kristiani dalam Pernikahan (Malang: Gandum Mas, 2000), 217. 25 Al-Qur’an dan Terjemah dengan Transliterasi Arab – Latin, 962. Surah ke 49, Al-hujarat ayat 13. 19
menimbulkan konflik. Namun persekutuan yang indah antara suami dan istri menjadikan setiap konflik dapat diatasi (diselesaikan).
3. Memperoleh Anak Terkait dengan memperoleh anak atau keturunan sabda Allah bahwa: َّ ٍَٱَّللُ َج َع َم نَ ُكى ِّي ٍْ أََفُ ِغ ُك ْى أَ ْص َٰ َو ا ۭجب َو َج َع َم نَ ُكى ِّي ٍْ أَ ْص َٰ َو ِج ُكى بَ ُِيٍَ َو َحفَ َذ اةۭ َو َس َصلَ ُكى ِّي َّ َو ت ۚ أَفَ ِب ْٱن َٰبَ ِط ِم ِ َٱنطيِّ َٰب ٌَٱَّلل هُ ْى يَ ْكفُشُو ِ َّ ت ِ ًَ ي ُْؤ ِيُُىٌَ َو ِبُِ ْعartinya “Bagi kalian Allah menciptakan pasanganpasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik.”26
Memperoleh anak dalam pernikahan
bukan hanya berarti suami dan istri harus menambahkan jumlah bilangan keluarga atau sekedar memenuhi bumi dengan manusia, namun ada arti yang lebih penting dari sekedar itu. Kussoy menuliskan: Memenuhi bumi tentulah tidak dimaksudkan Allah hanya untuk penyebaran manusia secara fisik saja di seluruh permukaan bumi dengan serasi dan seimbang, tetapi terutama untuk penyebaran sifat. Sifat-sifat Allah yang ditanamkan Allah kepada manusia sebagai mahkota dari seluruh ciptaan-Nya.27 Allah memberi perintah agar manusia beranakcucu, sebenarnya bukan hanya bertujuan untuk menambah jumlah manusia (secara fisik) tetapi juga menanamkan sifat-sifat Ilahi kepada setiap manusia, antara lain: mengasihi, hidup suci (kudus), bertindak adil, setia melakukan perintahNya, di samping sifat-sifat Ilahi lainnya. Perlu disadari bahwa diperolehnya anak dalam suatu keluarga adalah anugerah Tuhan. Namun hal ini tidak berarti bahwa bila suami dan istri belum atau tidak memperoleh anak, maka tujuan
26
Al-Qur’an dan Terjemah dengan Transliterasi Arab – Latin, 345. Surah ke 16, At-taubah ayat 72. 27 Kussoy, Menuju Kebahagiaan Kristiani dalam Pernikahan, 215. 20
pernikahan tidak tercapai. Pernikahan adalah anugerah Tuhan dan anakpun anugerah Tuhan.
4. Menyatu Seumur Hidup Pernikahan seumur hidup merupakan kehendak Allah antara seorang pria dan seorang wanita. Alkitab menyatakan dalam bahasa Ibrani menyatakan: ת־א ּ֑מֹו וְ ָד ַבַ֣ק ְב ִא ְׁש ִ֔תֹו וְ ָהיִּ֖ו ְל ָב ָ ָׂ֥שר ֶא ָ ַֽחד׃ ִ ת־א ִ ִ֖ביו וְ ֶא ָ ב־איׁש ֶא ִִ֔ ָל־כן ַי ֲַֽעז ֙ ֵּ ַע (`al-Kën ya|`ázob-´îš ´et-´äbîw wü´et-´immô wüdäbaq Bü´išTô wühäyû
lübäSär ´eHäd) artinya sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. 28 Itulah sebabnya perceraian yang diusahakan oleh pihak manusia sebaiknya dihindari, pernikahan semestinya merupakan komitmen hidup bersama seumur hidup. Pernikahan kedua dimungkinkan terjadi karena salah satu pasangan telah meninggal dunia.
5. Memberkati (Menjadi Berkah) Pernikahan Islam yang bertujuan untuk menjadi berkah bagi orang lain sangat diutamakan sebab inilah tugas bagi setiap umat Islam. Pernikahan dijadikan sarana oleh Allah untuk memuliakan-Nya, itulah sebabnya rumah tangga Islam harus mengupayakan semaksimal mungkin untuk menjadi berkah, teladan dan bukan menjadi sandungan (contoh buruk).
28
Tulisan nabi Musa dalam kitab Kejadian 2:24 yang ditujukan kepada bangsa Israel. 21
C. Mengantisipasi Konflik dalam Pernikahan Beberapa konflik yang menonjol dalam pernikahan akan dijelaskan oleh penulis agar para suami dan istri dapat mengantisifasinya dengan baik, antara lain:
1. Masa Lalu Masa lalu yang dimaksudkan penulis di sini tentulah berkaitan dengan hal-hal negatif (buruk). Pandangan-pandangan yang tidak benar tentang diri sendiri berakar pada masa kanak-kanak. Orang tua yang memperlakukan anak-anak secara berlebihan mengakibatkan anak-anak kurang berpikir, gampang marah dan tidak memperdulikan hak orang lain. H. Norman Wright menjelaskan ada dua pola masa lalu yang buruk yakni “Dampak dari penolakan pribadi, dampak dari pemanjaan.” 29 Penolakan dapat mengakibatkan seseorang berpikir bahwa dirinya kurang berharga untuk membina hubungan atau sekedar mengenal seseorang.
Penolakan
tersebut
membuat
luka,
kepahitan,
mudah
mencurigai. Bahkan yang lebih parah ialah ketika ditolak oleh orang yang mengasihi (pasangan hidup), maka akibatnya menolak diri sendiri (merasa tidak berharga), pribadi yang demikian harus dipulihkan sehingga menyadari bahwa dirinya diciptakan oleh Allah sesuai citra-Nya (sebagai pribadi yang sangat berharga). Pemanjaan yang dilakukan dengan memberikan segala sesuatu yang bersifat materi menjadikan seseorang bergantung, pasif dan tidak mau berinisiatif bahkan yang lebih parah menjadi pribadi yang berpusatkan pada diri sendiri. Pemanjaan yang berlebihan dapat mempengaruhi pernikahan yang menjadikan keintiman dan perasaan-perasaan menjadi tidak indah. Itulah sebabnya pribadi yang demikian harus memohon kepada Allah untuk dilepaskan dari segala bentuk
29
H. Norman Wright, Persiapan Pernikahan, pent., Oh Yen Nie dan Oh Yen Tjen. peny., Lili Ej Sutrisna dan Agustina Wijayana (Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2000), 41-45. 22
pemanjaan sehingga dapat memperlakukan diri sendiri seperti orang lain memperlakukan dirinya (dalam artian positif).
2. Uang Uang merupakan faktor yang penting dalam pernikahan. Rumah, kendaraan, kebutuhan sehari-hari diperoleh bila ada uang. Masalah yang terkait dengan uang adalah cara penggunaannya. Wanda Humble, Victor S. Liu menjelaskan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan agar dapat menggunakan uang dengan bijak: Prinsip pertama yang dapat diamati yang berhubungan dengan uang adalah, Tuhan sumber dari segala apa yang dimiliki manusia. Kekayaan dan berkat datang dari Tuhan. Prinsip kedua adalah jangan cinta uang atau mengasihi uang, atau hal-hal yang bersifat materi lebih dari Tuhan. Prinsip ketiga adalah merasa puas dengan kekurangan yang ada. Prinsip keempat adalah jangan kuatir dengan masa depan. Prinsip kelima adalah harus bekerja keras. Prinsip keenam adalah uang harus dipakai untuk pelayanan Tuhan. Prinsip yang ketujuh adalah uang dapat dipakai untuk menolong keluarga atau orang tua kita dan sesama manusia, khususnya untuk menolong teman-teman seiman.30 Setelah mengetahui tujuh prinsip dalam penggunaan uang, maka perlu ditetapkan anggaran belanja sehingga dapat mengatur keuangan dengan bijak. Anggaran belanja hendaknya direncanakan bersama-sama, tidak boleh lebih besar dari pendapatan dan harus memperhatikan kebutuhan prioritas. Belanjalah dengan bijak, menabunglah dan yang tidak kalah pentingnya adalah selalu konsisten serta terus-menerus membuat
30
Wanda Humble dan Victor S. Liu. Persiapan Pernikahan menuju Rumah Tangga yang Bahagia (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Theologia Injili Indonesia, 1997), 131-135. 23
perencanaan keuangan. Melakukan pekerjaan yang halal adalah cara terbaik untuk mendapatkan uang. Wahbah Az-Zuhaili menyatakan: Islam sangat mengapresiasi kerja, menciptakan penghasilan, dan memberi serta anti kemalasan, kelalaian, dan pengambilan tanpa hak; mewajibkan kita menjauhi perkara-perkara syubhat, prasangka buruk, dan usaha-usaha yang tidak halal; mendorong pada kemandirian kerja baik dalam bidang-bidang keahlian, seperti kedokteran, teknik, dan keilmuan sesuai syariat. Allah memberkahi kerja mandiri, karena berhubungan langsung dengan keringat, semangat, dan kerja keras. Dan bekerja adalah jalan untuk menjaga kehormatan dan kemandirian. 31 Uang sebaiknya bukan hal dominan yang menjadi sumber konflik. Terkadang keluarga kekurangan uang, namun karena ada semangat untuk mencari rejeki (uang) yang didorong oleh rasa tanggung-jawab dan kreativitas, maka uang akan dapat diperoleh sesuai dengan yang diperlukan.
3. Keluarga Keluarga yang dimaksudkan oleh penulis dalam bagian ini meliputi mertua, orang tua kandung dan sanak saudara lainnya. Saat menikah, maka pemisahan kebebasan emosi dan ekonomi sebaiknya dimulai. Keputusankeputusan harus diambil oleh suami dan istri yang tidak terikat lagi pada keluarga. Suami harus mendahulukan kepentingan istri demikian pula sebaliknya dibandingkan dengan kepentingan keluarga. Keluarga tidak boleh banyak campur tangan dalam urusan pernikahan. Bila ada konflik dalam pernikahan hendaknya suami dan istri sehati, sepikir, satu dalam kasih, jiwa dan tujuan untuk menyelesaikannya. Wright menyatakan bahwa “Kita dapat mendefinisikan perintah ini sebagai berikut: “Sehati sepikir” – 31
Wahbah Az-Zuhaili, Akhlaq Al-Muslim: ‘Alaqatuhu bi al-Khaliq, terj. Zainal Abidin H dan Indah Djelita Datu, Ensiklopedia Akhlak Muslim: Berakhlak terhadap Sang Pencipta, peny. Hadiri Abdurrazaq, Ahmad, Banani Bahrul, dan Nurkaib, cet. Pertama (Bandung: PT. Mizan Publika, 2013), 158. 24
kesatuan intelektual, “satu kasih” – kesatuan sosial, “Satu jiwa” – kesatuan emosional, “Satu tujuan” – kesatuan kemauan.”32 Jadi suami dan istri yang menyelesaikan masalahnya tanpa intervensi dari keluarga berate telah melakukan perintah atau kehendak Allah.
4. Seks Seks terkadang menimbulkan masalah dalam keluarga, yang mungkin saja terjadi karena beberapa sebab. Pertama, karena kurangnya pemahaman secara teknis (tehnik bersetubuh). Kedua, disebabkan oleh adanya pengaruh dan pengalaman yang negatif, misalnya: trauma karena pernah diperkosa, merasa ketakutan karena telah melakukan hubungan seks sebelum menikah, dan lain-lain. Itulah sebabnya hubungan seks hanya dapat dilakukan setelah menikah. Herbert J. Miles menulis: Hubungan-hubungan
seks
sebelum
pernikahan
mempunyai
pengaruh yang merusak terhadap sikap-sikap dan konsep-konsep pemuda tentang seks. Gangguan kata hati nurani dan rasa-rasa bersalah yang diakibatkan oleh pencobaan hubungan seks sebelum menikah, cenderung merusak minat satu dengan yang lain dalam berpacaran. Kelakukan-kelakuan seks sebelum pernikahan akan meningkatkan ketidakpercayaan, ketakutan dan kecurigaan. 33 Seks dalam pernikahan dapat menjadi masalah bagi suami dan istri. Tim dan Berverly LaHaye memberikan penjelasan bahwa: Persetubuhan bagi seorang suami dapat memuaskan dorongan seksnya, membuatnya lebih mengasihi istrinya serta, memberikan pengalaman hidup yang paling menyenangkan. Namun bagi istri, persetubuhan memberi kepastian kepadanya bahwa suaminya mengasihinya, memuaskan dorongan seks serta merupakan
32
Wright, Persiapan Pernikahan, 215. Lihat Herbert J. Miles, Seks sebelum Pernikahan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, t.t.), 35-41. 25 33
pengalaman yang paling indah yang dapat dialami oleh seorang wanita.34 Setelah suami dan istri mengetahui arti seks, maka kedua-duanya dapat
semakin
mempererat,
memperteguh
hubungan
pernikahan,
menyatakan kasih bahkan semakin menikmati pengalaman bersama yang menyenangkan. Perlu dimengerti bahwa seks diciptakan Allah secara ajaib, bahkan Ia memberi petunjuk cara menggunakannya. Larry Christenson menyatakan: Sex bukanlah hasil penemuan dunia film abad ke-20, tetapi merupakan ciptaan Allah yang kekal dan kudus di mana Ia secara pasti memberikan petunjuk-petunjuk kepada kita mengenai cara memakainya dalam hubungan pernikahan. Kesatuan seksuil dalam pernikahan adalah keajaiban rahasia Allah. 35 Jadi seks pemberian ajaib dari Allah, yang akan membangun keintiman suami dan istri, sehubungan dengan hal tersebut LaHaye memberikan komentar: Yang benar ialah, dorongan untuk melakukan tindakan seks adalah pemberian dari Allah untuk kesenangan emosional dan jasmani yang tertinggi bagi pasangan suami-istri. Semakin suatu pasangan menjadi peka secara rohani, ada kemungkinan bahwa semakin mereka akan saling menginginkan hubungan seks. 36 Konflik-konflik mungkin saja terjadi dalam pernikahan yang dapat disebabkan oleh masa lalu (kanak-kanak), uang, keluarga, seks. Masa lalu atau masa kanak-kanak yang buruk disebabkan oleh adanya pandangan yang salah, yang telah berakar pada diri sendiri yaitu keinginan untuk selalu 34
Lihat Tim dan Beverly LaHaye, Kehidupan Seks dalam Pernikahan, pent., Gabriella K. Koswiranegara (Yogyakarta: Yayasan ANDI, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), 24-32, 39-48. 35 Larry Christenson, Keluarga Kristen (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1988), 16. 36 Tim LaHaye, Kebahagiaan Pernikahan Kristen, pen., Jenny Natanael (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 158. 26
diperlakukan (dimanja) secara berlebihan. Uang adalah berkat Allah dan sebagai umat-Nya diberi tanggung-jawab untuk menggunakannya. Itulah sebabnya berbagai prinsip penggunaan keuangan dan perencanaan anggaran belanja perlu diketahui agar dapat memanfaatkan keuangan sebagaimana mestinya. Campur tangan (intervensi) keluarga (mertua, orang tua, sanak saudara) dalam pernikahan harus dibatasi, dengan demikian suami dan istri dapat menumbuh kembangkan pernikahannya. Secara emosional dan ekonomi suami dan istri tidak boleh lagi terikat pada keluarga. Untuk menyelesaikan konflik-konflik dalam rumah tangga suami dan istri harus sehati, sepikir, sejiwa, dan setujuan. Seks setelah pernikahan merupakan kewajiban untuk dilakukan sebab ini adalah anugerah Tuhan yang layak untuk dinikmati. Namun seks sebelum nikah atau di luar pernikahan harus ditolak. Dengan memahami arti persetubuhan baik bagi suami maupun istri, maka pasangan suami istri dapat memahami dan melakukan sesuatu yang tepat untuk saling memenuhi kebutuhan seks dalam pernikahan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa suami dan istri harus dapat mengantisipasi
konflik
dalam
pernikahan.
Konflik-konflik
dalam
pernikahan biasanya meliputi: masa lalu yang buruk, penggunaan keuangan yang tidak tepat guna, intervensi keluarga yang tidak sehat, dan persepsi yang berbeda mengenai seks. Konflik-konflik tersebut dapat diantisipasi bila suami dan istri beriman, bertaqwa, berserah kepada Allah dan saling menerima satu terhadap lainnya. Perlu diingat bahwa ada kasih dan kuasa Allah yang lebih dari sekedar cukup untuk memelihara pernikahan. Pertolongan Allah selalu nyata dalam hidup keluarga dari hari ke hari, jalan ke luar atas setiap masalah selalu disediakanNya.
27
BAB V PENUTUP
Gender dalam pernikahan perspektif Islam maupun Kristen tidak dapat didiskriminasi oleh salah satu pasangan (baik istri maupun suami), melainkan setara, dalam tanggung-jawab dan haknya masing-masing. Kesamaan pemahaman konsep pernikahan dalam Islam dan Kristen dalam hubungan dengan keluarga meliputi: pertama, suami dan istri harus benarbenar
memahami
(menghayati)
makna
pernikahan,
bahwa
dalam
pernikahan harus menunjukkan kesetiaan, dan pengampunan seperti yang Allah lakukan terhadap umat-Nya, demikian pula yang berlaku dalam hubungan antara suami dan istri. Kedua, suami dan istri harus menjalankan perannya masing-masing. Peran suami meliputi: mengasihi istri, menerima masukan, memberi semangat, membuat keputusan, memprakarsai tindakan, mengasuh dan merawat, memberi pujian. Peran istri meliputi: menolong, tunduk atau menopang, memberi semangat, mendoakan. Ketiga, suami dan istri memelihara pernikahannya yang dapat dilakukan melalui: Sholat (ibadah) ke Masjid, pelayanan (menolong) dan doa. Keempat, suami dan istri harus tetap fokus terhadap tujuan pernikahan yang dapat dicapai melalui: saling menolong, mengutamakan persekutuan (kebersamaan), memperoleh anak, menyatu seumur hidup, memberkati (menjadi berkah). Konflik-konflik mungkin saja terjadi dalam pernikahan yang dapat disebabkan oleh masa lalu (kanak-kanak) yang buruk atau peristiwaperistiwa trauma sebelum pernikahan yang belum dipulihkan. Upaya memperoleh dan menggunakan uang salah, intervensi dari pihak keluarga yang berlebihan dalam rumah tangga dan pemenuhan kebutuhan seks yang kurang baik juga menjadi pemicu konflik-konflik dalam keluarga. Antisipasi dan penyelesaian konflik yang baik adalah suami istri dalam membangun rumah tangga harus beriman, bertaqwa, berserah kepada Allah dan saling menerima satu terhadap lainnya. Perlu diingat bahwa ada kasih 28
dan kuasa Allah yang lebih dari sekedar cukup untuk memelihara pernikahan. Pertolongan Allah selalu nyata dalam hidup keluarga dari hari ke hari, jalan ke luar atas setiap masalah selalu disediakanNya.
29
KEPUSTAKAAN Al-Qur’an dan Terjemah dengan Transliterasi Arab – Latin. Surabaya: Karya Agung, 2006.
Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2010. Az-Zuhaili, Wahbah. Akhlaq Al-Muslim: ‘Alaqatuhu bi Al-Nafs Wa AlKaun. Diterjemahkan oleh Ahmad Dzulfikar dan Muhammad Sholeh Asri: Ensiklopedia Akhlak Muslim: Berakhlak terhadap Sesama dan Alam Semesta. Disunting oleh Wiyanto Suud, Ahmad, Nurkaib dan Yusni Amru. Cetakan Pertama. Bandung: PT. Mizan Publika, 2014. _______. Akhlaq al-Muslim: ‘Alaqatuhu bi al-Mujtama’. Diterjemahkan oleh Abdul Aziz: Ensiklopedia Akhlak Muslim: Berakhlak dalam Bermasyarakat. Disunting oleh Khalifurrahman Fath. Cetakan Pertama. Bandung: PT. Mizan Publika, 2014. _______. Akhlaq Al-Muslim: ‘Alaqatuhu bi al-Khaliq. Diterjemahkan oleh Zainal Abidin H dan Indah Djelita Datu: Ensiklopedia Akhlak Muslim: Berakhlak terhadap Sang Pencipta. Disunting oleh Hadiri Abdurrazaq, Ahmad, Banani Bahrul, dan Nurkaib. Cetakan Pertama. Bandung: PT. Mizan Publika, 2013.
Cole, Edwin Louis dan Nancy Corbett Cole. Wanita Unik. Diterjemahkan oleh J. Syauta. Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 2000.
Christenson, Larry. Keluarga Kristen. Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1988. 30
Goldberg, Herb. The Hazards of Being Male. New York: The New Amarican Library, 1975.
Humble, Wanda dan Victor S. Liu. Persiapan Pernikahan menuju Rumah Tangga yang Bahagia. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Theologia Injili Indonesia, 1997.
Kussoy, J. Menuju Kebahagiaan Kristiani dalam Pernikahan. Malang: Gandum Mas, 2000.
LaHaye, Tim. Kebahagiaan Pernikahan Kristen. Diterjemahkan oleh Jenny Natanael. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Miles, Herbert J. Seks sebelum Pernikahan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, t.t.
Parrott III, Les dan LeslieParrott. Selamatkan Pernikahan Anda sebelum Pernikahan
itu
Dimulai.
Disunting
oleh
Yefta
Bastian.
Diterjemahkan oleh Andreas A. P. Sitanggang. Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 2000.
Prince, Derek. Suami dan Ayah. Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 2001.
Saleh, Fatma dan Musthafa al-Qazwini, A New Perspective: Women in Islam (Perempuan Amerika Menggugat Islam), pen. Arif Mulyadi, Fitria al Habsyi, peny. Babahusein (Jakarta: Madia Publisher, 2008), 76-77.
31
Tim
dan
Beverly
LaHaye.
Kehidupan
Seks
dalam
Pernikahan.
Diterjemahkan oleh Gabriella K. Koswiranegara. Yogyakarta: Yayasan ANDI, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999.
Wright, H. Norman. Persiapan Pernikahan. Diterjemahkan oleh Oh Yen Nie dan Oh Yen Tjen. Disunting oleh Lili Ej Sutrisna dan Agustina Wijayana. Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2000.
32