KEROSEN KEROSENE
1. IDENTIFIKASI BAHAN KIMIA 1.1. Golongan Hidrokarbon (7) 1.2. Sinonim/Nama Dagang (4, 6, 7, 8) Kerosine (petroleum); light petroleum; lamp oil; fuel oil no.1; coal oil; range oil; Astral
Oil;
Jet
Fuel
JP-1;
JP-5
Navy
Fuel;
K1
Kerosene;
Kerosene,hydrodesulfurized; Deodorised kerosene; Furnace oil no 1; Lighter fluid (kerosene); Lighting kerosene; Solvent kerosene. 1.3. Nomor Identifikasi (2, 4) 1.3.1. Nomor CAS
: 8008 – 20 - 6
1.3.2. Nomor EC
: 649 – 404 – 00 - 4
1.3.3. Nomor RTECS
: OA5500000
1.3.4. Nomor UN
: 1223
2. PENGGUNAAN Bahan bakar. (5)
3. BAHAYA TERHADAP KESEHATAN 3.1. Organ Sasaran Mata, kulit, sistem pernapasan, sistem saraf pusat. (2) 3.2. Rute Paparan 3.2.1. Paparan Jangka Pendek 3.2.1.1. Terhirup
Dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan membrane mukosa serta rasa terbakar pada bagian dada. Gejala
akibat
terpapar
berlebihan
bahan
yang
dapat
menyebabkan depresi sistem saraf pusat (euphoria, sakit kepala, respon berlebihan terhadap rangsang/iritabilita, gembira yang berlebihan, telinga berdenging, lemah, kebingungan, disorientasi, mengantuk, tremor, hilang kesadaran/somnolence, halusinasi, kejang, koma dan kematian). Dapat berpengaruh terhadap jantung (kardiak aritmia), hati, ginjal, dan pernapasan (asfiksia/kekurangan oksigen, apnea/henti napas dalam tidur, edema paru akut, dispnea/kesulitan bernapas/sesak napas, fibrosis atau sianosis). (6) 3.2.1.2. Kontak dengan Kulit Menyebabkan iritasi pada kulit mulai dari tingkat sedang hingga parah. Dapat menyebabkan dermatitis yang disebabkan oleh hilangnya lemak pada kulit (defatting dermatitis). (6) 3.2.1.3. Kontak dengan Mata Dapat menyebabkan iritasi mata.
(6)
3.2.1.4. Tertelan Menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan dengan gejala rasa terbakar pada mulut, kerongkongan, dan perut; nyeri pada bagian perut, mual, muntah, hipermotilitas, diare, sakit kepala, dan lesu. Dapat
mempengaruhi pernapasan/trakea/bronki
melalui aspirasi paru yang tidak disengaja yang dapat menyebabkan hipoksia, pneumonitis kimiawi, dan edema paru nonkardiogenik, hemoragik paru, batuk, kesulitan bernapas, edema paru akut atau kronis, emfisema, stimulasi pernapasan. Dapat
juga
miokardial,
mempengaruhi takikardia),
hati,
jantung sistem
(disritmia, endokrin
depresi
(pankreas-
hipoglikemia), tingkah laku/sistem saraf pusat (gejalanya sama seperti pada paparan terhirup).
(6)
3.2.2. Paparan Jangka panjang 3.2.2.1. Terhirup Paparan berulang atau dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
iritasi
pada
saluran
pernapasan
dan
mempengaruhi tingkah laku/sistem saraf pusat dengan gejala yang
serupa
dengan
efek
akut
terhirup.
Dapat
juga
mempengaruhi darah (perubahan jumlah sel darah putih, perubahan komposisi serum, pigmentasi atau nukleasi sel darah merah, penurunan jumlah sel darah putih/leucopenia, jumlah
sel
darah
normal/anemia pernapasan
merah
normositik),
(trakea,
rendah sistem
bronki),
dan
namun
ukuran
kardiovaskuler, dapat
sel
sistem
menyebabkan
kerusakan ginjal. (6) 3.2.2.2. Kontak dengan Kulit paparan berulang atau dalam jangka waktu yang lama pada kulit dapat menyebabkan dermatitis yang disebabkan oleh hilangnya lemak pada kulit (defatting dermatitis), eritema, eksim-seperti lesi pada kulit, kulit kering dan pecah-pecah, dan terbakar. (6) 3.2.2.3. Kontak dengan Mata Tidak tersedia data 3.2.2.4. Tertelan Paparan berulang atau dalam jangka waktu yang lama dapat mempengaruhi
hati,
sistem
endokrin
(kelenjar
adrenal,
pankreas, limfa), dan metabolisme (kehilangan bobot tubuh) dan darah. (6)
4. TOKSIKOLOGI 4.1. Toksisitas 4.1.1. Data pada Hewan LD50 oral-tikus 15000 mg/kg; LD50 oral-marmut 20000 mg/kg; LD50 oralkelinci 2835 mg/kg; LC50 inhalasi-tikus > 5280 mg/ cu m; LD50 kulit-tikus > 2000 mg/kg. (6, 8) 4.1.2. Data pada Manusia Tidak tersedia data 4.2. Data Karsinogenik Karsinogen terhadap hewan namun tidak relevan terhadap manusia/tidak diklasifikasikan karsinogenitasnya terhadap manusia (Grup 3). (3, 8) 4.3. Data Tumoregenik Tidak tersedia data 4.4. Data Teratogenik Tidak tersedia data 4.5. Data Mutagenik Mutagenik terhadap bakteri dan sel ragi. (6)
5. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KORBAN KERACUNAN 5.1. Terhirup Jika terhirup, pindahkan korban ke tempat berudara bersih. Jika korban tidak bernapas, berikan bantuan pernapasan. Jika korban kesulitan bernapas, berikan oksigen. Segera hubungi bantuan medis. (2, 6) 5.2. Kontak dengan Kulit Segera bilas kulit yang terkontaminasi dengan sabun dan air mengalir. Oleskan kulit yang teriritasi dengan emolien. Lepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci pakaian dan sepatu sebelum digunakan kembali. Jika iritasi menetap setelah dicuci, segera hubungi bantuan medis.
(2, 6)
5.3. Kontak dengan Mata Periksa dan lepaskan lensa kontak. Segera bilas mata dengan air yang banyak dan mengalir selama 15 menit, sesekali buka kelopak mata bagian atas dan bawah. Segera hubungi bantuan medis. (2, 6) 5.4. Tertelan Jika tertelan jangan menginduksi muntah. Jangan memberikan apapun melalui mulut korban jika dalam kondisi pingsan. Longgarkan pakaian yang melekat seperti kerah, dasi, dan sabuk/ikat pinggang. Segera hubungi bantuan medis. (2, 6)
6. PENATALAKSANAAN PADA KORBAN KERACUNAN 6.1. Resusitasi dan Stabilisasi (1) a. Jaga jalan napas dan bantu ventilasi jika diperlukan. Berikan oksigen tambahan. b. Monitor gas darah arterial (arterial blood gases) atau oksimetri, rontgen dada, dan EKG dan berikan perawatan intensif pada pasien bila timbul gejala simptomatik. 6.2. Dekontaminasi (1) 6.2.1.
Dekontaminasi Mata Bilas/basuh mata yang terkontaminasi dengan bahan dengan air yang banyak dan mengalir atau larutan salin dan lakukan pemeriksaan/tes pijar(fluorescein examination) untuk luka pada kornea.
6.2.2.
Dekontaminasi Kulit (termasuk rambut dan kuku) Lepaskan pakaian yang terkontaminasi dan cuci kulit yang teriritasi dengan air mengalir dan sabun.
6.2.3.
Dekontaminasi Gastrointestinal Dekontaminasi meningkatkan
gastrointestinal risiko
terjadinya
tidak
dianjurkan
aspirasi.
Untuk
karena racun
dapat
sistemik,
pertimbangkan aspirasi cairan melalui tuba nasogastrik dan pemberian
arang aktif. Hati-hati dalam melakukan prosedur tersebut untuk mencegah aspirasi paru jika pasien . 6.3. Antidotum (1) Tidak ada antidotum spesifik. 6.4. Penatalaksanaan Simtomatik dan Suportif 6.4.1.
(7)
Monitoring Tekanan darah, denyut jantung, tingkat kesadaran, oksimetri, gas darah arterial, keseimbangan asam basa, pengeluaran urin, keseimbangan cairan, serum elektrolit (terutama kalium), serum laktat, serum glukosa, fungsi ginjal, fungsi hati, jumlah sel darah keseluruhan, serum kreatin kinase: isoenzim CK-MB (kardiak) dan CK-MM (otot), plasma kardiak troponin T (jika diduga terjadi miokardial iskemik), mioglobinuria.
6.4.2.
Pernapasan Aspirasi hidrokarbon Pneumonitis
kimiawi
ditangani
dengan
oksigen
tambahan
dan
bronkodilator. Pada kasus yang parah diperlukan ventilasi non-invasif atau intubasi. Kortikosteroid tidak diindikasikan. Antibiotik tidak diperlukan kecuali ada bukti sepsis pada paru. 6.4.3.
Kardiovaskuler Hipotensi Hipotensi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan karena muntah dan/atau diare. Infus intravena cairan dan antiemetik diperlukan. Monitor: denyut/ritme jantung, tekanan darah, EKG. Hipertensi Hipertensi telah dilaporkan terjadi pada percobaan injeksi intravena petrol. Namun mekanismenya belum diketahui. Monitor: denyut/ritme jantung, tekanan darah, EKG.
6.4.4.
Metabolisme Hipertermia Demam biasanya terjadi diikuti dengan aspirasi paru, kemungkinan disebabkan oleh infeksi. Hal ini dapat berlangsung selama berminggu-
minggu setelah penelanan bahan, dan memerlukan pengobatan jangka panjang. Pantau suhu tubuh secara berkala. Hiperglikemia Hiperglikemia
telah
dilaporkan
terjadi
diikuti
aspirasi
dengan
mekanisme kerja yang belum diketahui. Ukur glukosa serum. Pantau hiperglikemia sesuai protokol standar. Asidosis metabolik Asidosis metabolik telah dilaporkan terjadi setelah penelanan bahan dan injeksi intravena petrol, dan inhalasi mineral spirit dengan mekanisme yang belum diketahui. Monitor: gas darah arterial (pH, bikarbonat, pCO2, pO2), plasma laktat, kelebihan basa. Ikuti protokol standar penatalaksanaan asidosis metabolik. 6.4.5.
Ginjal Gagal ginjal akut Gagal ginjal akut terjadi setelah penelanan bahan, injeksi dan paparan terhadap kulit. Oliguria dan nekrosis tubular umum terjadi. Mekanisme belum diketahui. Pemantauan onset gagal ginjal terhadap pasien harus dilakukan, meliputi: pengeluaran urin, kreatinin, nitrogen urea darah (urea), proteinuria, hematuria, nyeri pinggang dapat terjadi. Kelola gagal ginjal akut sesuai protokol standar.
6.4.6.
Hati Hepatotoksisitas Peningkatan enzim hati telah dilaporkan terjadi setelah penelanan bahan dan injeksi intravena. Mekanisme secara pasti belum diketahui. Pemantauan
terhadap
hati
perlu
dilakukan
meliputi:
alanine
aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase (AST), Rasio Normalisasi Internasional (International Normalized Ratio, INR), serum bilirubin, glukosa plasma. Ikuti protokol standar untuk penatalaksanaan hepatotoksisitas akut.
6.4.7.
Hematologik Penyebarluasan koagulasi intravaskular (Disseminated intravaskular coagulation)
telah dilaporkan terjadi setelah penelanan bahan.
Mekanisme tidak diketahui. Monitor:
jumlah
sel
darah,
sel
darah
merah
terfragmentasi
(schistocytes); jumlah sel darah putih; jumlah platelet, INR (International Normalized Ratio), waktu paruh tromboplastin teraktivasi ([activated] Partial Thromboplastin Time, PTT), kadar fibrinogen; atau D-dimer immunoassay. Ikuti protokol standar untuk penatalaksanaan penyebarluasan koagulasi intravaskular (Disseminated intravaskular coagulation) Hemolisis Hemolisis intravaskular telah dilaporkan terjadi setelah penelanan bahan dengan mekanisme yang tidak diketahui. Pemantauan
terhadap
pasien
dilakukan
meliputi:
sakit
kuning
(jaundice), kepucatan, hemoglobinuria, anemia, apusan darah periferal (Peripheral blood smear), retikulositosis (peningkatan secara abnormal jumlah sel darah merah yang belum matang), Heinz Bodies (agregat terdenaturasi, endapan hemoglobin dalam sel darah merah), fragmen sel, hemoglobin darah (dapat terjadi penurunan), hemoglobin plasma bebas (dapat terjadi peningkatan), serum haptoglobin (dapat terjadi penurunan), sperosit (sel darah merah dengan bentuk lebih kecil dan lebih padat, kemungkinan terdeteksi), pengujian sel darah merah glukosa-6-fosfat dehidrogenase dapat diindikasikan. Ikuti protokol standar penatalaksanaan hemolisis. 6.4.8.
Dermatologik Kulit terbakar Paparan jangka panjang terhadap kulit dapat menyebabkan kulit terbakar. Kulit harus didekontaminasi. Ikuti protokol standar untuk penatalaksanaan kulit terbakar.
Pengujian terhadap kulit yang terbakar: kelembaban, kulit kemerahan (eritema), kulit menggelembung (blistering). Ikuti protokol standar untuk penatalaksanaan kulit terbakar akibat termal (thermal skin burn). Nekrosis Injeksi
petroleum
terdistilasi
dapat
menyebabkan
tromboplebitis
(inflamasi pembuluh darah yang berhubungan dengan trombus) dan nekrosis (kerusakan jaringan) pada tempat injeksi. Injeksi dengan tekanan yang tinggi dapat menyebabkan luka yang menyebar di sekitar jaringan. Tindakan bedah eksplorasi direkomendasikan untuk semua luka akibat injeksi. Pada kasus berat, amputasi mungkin diperlukan. Lakukan
pengujian
terhadap
pasien
yang
menunjukkan
gejala
perkembangan nekrosis. 6.4.9.
Okular Iritasi okular mungkin terjadi. Lakukan pengujian untuk: konjungtivitas (inflamasi
konjungtiva),
lakrimasi
(sekresi
air
mata),
fotofobia,
abnormalitas pupil, ketajaman penglihatan, cacat kornea.
7. SIFAT FISIKA KIMIA 7.1. Nama Bahan Kerosen 7.2. Deskripsi Cairan minyak berwarna bening hingga kuning pucat dengan bau yang kuat; berat molekul 170 (mendekati); titik didih 175-325oC (347-617oF); kerapatan 0,8-<1,0; kerapatan uap 4,5 (udara = 1); tekanan uap 0,480 mmHg pada 20 oC; kelarutan: tidak larut dalam air, larut dalam pelarut petroleum lain. 7.3. Tingkat Bahaya, Frasa Risiko dan Frasa Keamanan 7.3.1. Peringkat NFPA (Skala 0-4) (6) Kesehatan 0
= Tingkat keparahan sangat rendah
Kebakaran 2
= Mudah terbakar
(2, 7, 8)
Reaktivitas 0
= Tidak reaktif
7.3.2. Klasifikasi EC (Frasa Risiko dan Frasa Kemanan)
(2, 5, 6)
Xi
= Iritan
Xn
= Berbahaya
R10
= Mudah menyala
R38
= Mengiritasi kulit
R65
= Berbahaya: dapat menyebabkan kerusakan paru jika tertelan
R51/53
= Beracun bagi organisme, dapat menyebabkan efek yang merugikan jangka panjang di lingkungan perairan
S2
= Jauhkan dari jangkauan anak-anak
S23
= Jangan menghirup gas/asap/uap/spray
S24
= Hindari kontak dengan kulit
S62
= Jika tertelan jangan dimuntahkan: segera bawa ke dokter dan tunjukkan wadah ini atau label
7.3.3. Klasifikasi GHS (5) H226
= Cairan dan uap mudah terbakar
H304
= Fatal jika tertelan dan terhirup
H315
= Menyebabkan iritasi kulit/korosif
H336
= Dapat menyebabkan kantuk atau pusing
H411
= Toksik terhadap lingkungan perairan dengan efek jangka panjang
P102
= Jauhkan dari jangkauan anak-anak
P210
= Jauhkan dari panas/percikan api/nyala api terbuka/sumber api/dilarang merokok
P280
= Gunakan sarung tangan pelindung/pakaian pelindung/pelindung mata/pelindung wajah
P301+P310 = Jika tertelan: segera hubungi Pusat Informasi Keracunan atau dokter/tenaga medis
P331
= Jangan menginduksi muntah
P501
= Buang isi/wadah ke fasilitas pembuangan yang telah disetujui
8. STABILISASI DAN REAKTIVITAS 8.1.
Reaktivitas Stabil. (5)
8.2.
Kondisi yang Harus Di Hindari Suhu tinggi, panas, sumber api (percikan dan nyala api), dan bahan tak tercampurkan, cegah akumulasi uap. (6)
8.3.
Bahan Tak Tercampurkan Hindari kontak dengan oksidator kuat dan pereduksi kuat. (5)
8.4.
Dekomposisi Tidak tersedia data
8.5.
Polimerisasi Tidak terpolimerisasi. (6)
9. BATAS PAPARAN DAN ALAT PELINDUNG DIRI 9.1.
Ventilasi Sediakan ventilasi atau sistem pembuangan udara lain untuk menjaga konsentrasi uap di udara berada di bawah nilai ambang batas bahan (Threshold Limit Value, TLV). (6)
9.2.
Perlindungan Mata Gunakan pelindung mata yang sesuai untuk mencegah bahan kontak dengan mata
(2)
. Pastikan kran pencuci mata dan semprotan keselamatan berada
dekat dengan area kerja (6). 9.3.
Pakaian Gunakan pakaian pelindung personal yang sesuai untuk mencegah bahan kontak dengan kulit. (6)
9.4.
Sarung Tangan
Gunakan sarung tangan yang sesuai untuk mencegah bahan kontak dengan kulit. (5, 6) 9.5.
Respirator Rekomendasi respirator oleh NIOSH. (2) Kadar hingga 1000 mg/m3 (APF = 10) Setiap respirator kartrid kimia yang dilengkapi dengan kartrid uap organik. (APF = 10) Setiap respirator pemasok udara. Kadar hingga 2500 mg/m3 (APF = 25) Setiap respirator pemasok udara dioperasikan dalam mode aliran yang terus-menerus (continuous flow-mode) (APF = 25) Setiap respirator pemasok udara yang dilengkapi dengan kartrid uap organik. Kadar hingga 5000 mg/m3 (APF = 50) Setiap respirator kartrid kimia yang dilengkapi dengan masker seluruh wajah dan kartrid uap organik. (APF = 50) Setiap pemurni udara, respirator masker seluruh wajah (masker gas) dengan jenis model dagu (chin-style), yang dipasang di depan atau di belakang tabung uap organik. (APF = 50) Setiap respirator pemurni udara dengan masker wajah ketat dan kartrid uap organik. (APF = 50) Setiap peralatan pernapasan serba lengkap dengan amsker seluruh wajah. (APF = 50) Setiap respirator pemasok udara yang dilengkapi dengan masker seluruh wajah.
10. DAFTAR PUSTAKA 1. Lung, Derrick. Hydrocarbons in Poisoning and Drug Overdose, 6th Edition. Olson, K.R. (Ed). Lange Medical Books/McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2012. 2. http://www.cdc.gov/niosh/npg/npgd0366.html (Diunduh Juli 2013) 3. http://www.inchem.org/documents/iarc/vol45/45-04.html (Diunduh Juli 2013) 4. http://www.inchem.org/documents/icsc/icsc/eics0663.htm (Diunduh Juli 2013) 5. http://www.rix.co.uk/documents/content/files/Rix%20Kerosene%20%282%29.pdf (Diunduh Juli 2013) 6. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924436 (Diunduh Juli 2013) 7. http://www.toxinz.com/Spec/2171142/229544#secrefID0EIGAE
(Diunduh
Juli
(Diunduh
Juli
2013) 8. http://toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/search/f?./temp/~6pt2Ce:1 2013)