Kerjasama Indonesia-Russia Dalam Upaya Modernisasi Alutsista Militer Indonesia (2005-2012) Indra Prasetyo (207000099)
Abstrak Penelitian ini berupaya menggambarkan bagaimana Kerjasama Indonesia-Russia dalam upaya modernisasi alutsista militer Indonesia pada tahun 2005-2012 dapat terlaksana. Oleh karena itu dalam penelitian ini, penelitian ini menggambarkan dan menganalisa proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, sebagai aktor rasional dalam perumusan dan pengimplementasian Politik Luar Negeri Indonesia. Pada tahun 2005, pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan bilateral yang secara khusus dilakukan untuk mengkaji kerjasama militer Indonesia dan Russia. Kerjasama militer tersebut tidak hanya sebatas kerjasama latihan militer bersama melainkan Indonesia melakukan perencanaan pembelian teknologi dan alutsista militer yang dimiliki oleh Russia. Seperti yang dapat diketahui bahwa Russia merupakan salah satu negara produsen teknologi dan alutsista militer terbesar didunia setelah Amerika Serikat. Berkenaan dengan itu juga, Russia berupaya menyediakan pembelian teknologi dan alutsista militer dengan harga yang murah serta prosedur yang tidak berbelit. Pasalnya, Indonesia juga memiliki trauma terhadap kerjasama pembelian alutsista dengan Amerika Serikat. Selain harga yang mahal, Amerika Serikat juga memiliki banyak kendala prosedural yang pada tingkatan tertentu terlihat sangat politis. Oleh karena itu dalam penelitian ini juga menyimpulkan secara singkat bahwa kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dalam modernisasi alutsista militernya dengan Russia merupakan sebuah alternatif yang dianggap sangat rasional untuk memenuhi kebutuhan pertahanan Indonesia sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia.
Pendahuluan Hubungan Internasional diwarnai dengan isu-isu yang konvensional dan nonkonvensional, lalu kemudian beralih kepada isu high politics dan low politics diantara beberapa pembahasan dalam hubungan internasional tersebut kemudian terdapatlah kejadian perang dan damai, isu perang dan damai sejatinya sudah ada sejak terbentuknya peradaban umat manusia, zaman dahulu hingga sekarang yang terkenal dengan zaman facebook. Isu militer sudah ada sejak zaman dahulu dan perkembangannya hingga kini sangat signifikan. Di dalam studi hubungan internasional selalu ditunjukan oleh beberapa aktivitas yang sangat
beraneka ragam contohnya ialah seperti perang, bantuan kemanusiaan dan pertahanan keamanan.1 Perang dan damai sesungguhnya sudah ada sejak perang dunia pertama kali meletus diawali dengan terbunuhnya pangeran dari negara Austria oleh orang tak dikenal yang berasal dari Serbia,lalu German pada saat itu memulai aksinya dengan menggempur Serbia, hal ini kemudian dijadikan kesempatan oleh negara-negara besar seperti perancis untuk menggempur jerman,hasilnya ialah adanya perjanjian Versailles, perjanjian ini sangat dikutuk oleh masyarakat jerman,lalu setelah perjanjian tersebut muncul sesosok hitler yang memprakarsai partai nazi yang kemudian menjadi aktor utama perang dunia ke dua,hasilnya pun tidak jauh berbeda jerman kembali kalah dalam perang dunia ke dua tersebut.2 Setelah perang dunia ke dua berakhir persaingan antar negara tidak juga berhenti,dua negara besar Uni Soviet dan Amerika Serikat mengadakan perlombaan senjata dan yang lebih menakutkan adalah program pengayaan uranium atau yang lebih terkenal dengan sebutan senjata nuklir, isu ini sangat mengancam keamanan bangsa dan negara,pengaruh pengaruh politik juga sangat berperan besar di dalam era perang dingin ini,terbagi nya poros dua dunia yaitu kekuatan timur dan barat maupun utara dan selatan ini diwakili oleh dua negara adidaya pada saat itu yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet, pengaruh dua negara tersebut sangat signifikan dalam terbentuknya perang dingin, Mereka menyebarkan dua paham politik yang berbeda yaitu liberalis dan sosialis. Dominasi kedua negara tersebut terhadap para sekutu nya sangat mempengaruhi proses hubungan internasional, karena kepentingan dua negara tersebut kemudian munculah blok blok aliansi yang lebih kepada persamaan ideologis. Dua paham politik yang berbeda ini kemudian sampe saat ini sangat berperan besar dalam kehidupan perpolitikan saat ini, tetapi setelah Uni Soviet terpecah belah dan menjadi beberapa negara bagian, Uni Soviet menjadi Federasi Rusia. Paham sosialis memang tak sepenuhnya pudar saat ini ada beberapa negara yang masih menganut paham sosialis,tetapi Amerika sepenuhnya telah sampai pada tujuannya yaitu menyebarkan paham liberalis kepada , seperti kita ketahui bahwa alasan Amerika saat ini adalah meyebarkan demokrasi seluas-luasnya serta berupaya untuk menanamkan ideologinya.
1 2
Rizky Damayanti, Diktat Pengantar Hubungan Internasional, Jakarta, Universitas Paramadina, 2011, hlm 2 http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/geschichte/main-content-03/1919-1933-republik-weimar.html
Dengan adanya pemahaman ini kemudian menjadi sebuah kekuatan untuk mendorong untuk menciptakan harapan besar akan datangnya perdamaian dunia, karena diyakini bahwa terdapat beberapa perubahan terhadap pandangan umum mengenai perang, sesungguhnya perang itu hanya dianggap sebagai hal merugikan banyak pihak dan sudah tidak pada zaman nya lagi, pandangan tersebut berubah ketika banyak isu-isu baru yang bergulir dan lebih hangat lagi ketika disinggung mengenai globalisasi. Relevansi atas kebutuhan suatu negara dalam bidang pertahanan dan keamanan dapat terlihat dari sejarah perang antar negara (intra state conflict) kemudian beralih menjadi konflik di dalam Negara (inter state conflict) pada saat perang dingin. Berakhirnya perang dingin memang menandai sebuah perubahan dinamika politik global, yaitu ketika dunia berada dalam kondisi (secara umum damai dari konflik intra state). Namun peristiwa 9/11 ternyata memberikan dampak yang cukup signifikan dalam isu perang dan damai dalam dinamika hubungan internasional. Terorisme internasional dinilai sebagai babak baru dalam aspek perang dan damai dalam hubungan internasional Terlebih, pasca tragedi 9/11 Indonesia memiliki fokus dalam penanganan isu terorisme. Terorisme merupakan salah satu bentuk ancaman baru bagi kondisi global saat ini. Ancaman jenis baru ini tentunya menuntut Indonesia untuk memiliki sistem pertahanan baru yang lebih efektif dan efisien serta ditunjang dengan teknologi militer yang lebih maju. Selain terorisme bentuk-bentuk kejahatan model baru seperti jaringan narkoba transnasional, jaringan penyelundupan manusia, bajak laut internasional, dan lainnya turut mempengaruhi pembuatan kebijakan pada tataran pemerintahan. Pasalnya jenis kriminal model baru ini menuntut negara-negara yang ada untuk secara kolektif membahas solusi untuk memberantasnya hingga ke akar. Namun seiring dengan perkembangan zaman ancaman-ancaman yang dihadapi negara juga memiliki tingkatan tertentu. Sebuah jaringan bajak laut internasional memliki teknologi dan peralatan perang yang cukup mumpuni. Bahkan jaringan teroris internasional sanggup memiliki persenjataan yang hampir sama digunakan oleh tentara sebuah negara. Semua ini tentunya menuntut peranan negara untuk meningkatkan sistem pertahanan dan keamanan sebuah negara. Indonesia, sehubungan dengan isu terorisme global, sebagai Negara yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia, mengharuskan Indonesia meningkatkan kemampuannya dalam bidang pertahanan dan keamanan. Pasalnya beberapa aksi terorisme pernah melanda
Indonesia sehingga menimbulkan sebuah ketidakstabilan politik dan ekonomi. Aksi terorisme tentunya mengundang kekhawatiran bagi investor asing yang akan atau yang sudah menanamkan modalnya di Indonesia. Bisa dilihat dari kondisi di Indonesia saat ini bahwa dari letak geografis nya yang sebagian besar terdiri dari perairan, maka pertahanan dan keamanan sangat harus diperhatikan dengan saksama. Hal ini dikarenakan ancaman dari keamanan kelautan di Indonesia, pembajakan laut juga semakin marak terjadi di perairan Indonesia, kemudian ini menjadi situasi yang sangat serius dan merupakan tantangan bagi pertahanan keamanan Indonesia3. Isu yang paling sering terjadi ialah pembajakan oleh perompak di laut, memancing yang tidak sesuai dengan koridor perbatasan suatu negara dan menyalahi aturan4 Isu perbatasan juga menjadi perhatian khusus bagi pertahanan keamanan suatu negara, khususnya di Indonesia isu perbatasan menjadi sesuatu yang genting karena negara ini berbatasan langsung dengan negara-negara di sekitarnya yang memiliki kemajuan bidang pertahanan dan militer seperti Singapura dan Malaysia. Dalam melihat hal ini tentunya perspektif realis mengenai security dilemma menjadi sebuah realitas dengan kondisi Indonesia yang demikian. Oleh karena itu Indonesia membutuhkan kemajuan dibidang tekonologi militer dan pertahanan untuk menciptakan sebuah kondisi balance of power dikawasan. Indonesia dilihat dari segi kepemilikan teknologi dan peralatan militer masih berada jauh dibanding Negara tetangga nya seperti Singapura, Malaysia, Australia. Sejauh ini kerjasama di bidang pertahanan dengan Singapura hanya sebatas bentuk latihan bersama antara TNI dan Singapore Armed Forces5. Lalu kerja sama dengan Malaysia sesungguhnya sudah berlangsung sejak lama dengan ditanda tanganinya perjanjian keamanan (Security Arrangement) pada tahun 1972. Setelah itu kerjasama antara kedua nya semakin meningkat seiring dengan isu dari konflik perbatasan, solusinya adalah mengadakan kerjasama intelejen dan operasi wilayah perbatasan Malaysia-Indonesia (GBC Malindo)6. Hubungan kerjasama pertahanan Australia sebenarnya cukup signifikan karena kedua negara ini mempunyai sebuah forum dialog yang dinamakan Dialog Pertahanan Strategis Indonesia-Australia 3
Rizal Sukma, Indonesia: Security Outlook, Defense Policy, and Regional Cooperation, dalam http://www.nids.go.jp/english/publication/joint_research/series6/pdf/00.pdf diakses pada tanggal 17 Oktober 2012 pukul 11.37 WIB. 4 Ibid 5 Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008.hlm 147 6 Ibid
forum dialog tersebut memfasilitasi bidang pertahanan kedua negara. Dialog kedua negara semakin intens ketika diadakannya Lombok Treaty yang membahas tentang Timor GAP. Kerjasama di bidang pertahanan yang lain dengan Australia adalah di bidang pencegahan Terorisme dan keamanan maritim.7 Pada tahun 1999 Pasca runtuhnya rezim orde baru Indonesia memasuki tahap era reformasi. Setelah jatuhnya rezim orde baru Indonesia terlibat dalam isu mengenai konflik atas wilayah Timor Leste (yang dulu bernama Timor-Timur). Indonesia dituduh melakukan pelanggaran HAM berat atas agresi militer yang dilakukan Indonesia ke Timor Leste. Pada saat rezim orde baru hampir seluruh persenjataan dan tekonologi Indonesia berasal dari Amerika Serikat. Oleh karena itu runtuhnya rezim orde baru diiringi juga dengan dijatuhkannya embargo militer yang dilakukan oleh Amerika Serikat atas tuduhan pelanggaran HAM berat dengan menggunakan persenjataan dari Amerika Serikat.8 Oleh karena itu Indonesia tentunya mencari sebuah kerjasama yang secara khusus bergerak dibidang pengadaan dan riset teknologi serta peralatan militer. Namun Indonesia tidak bisa serta merta mendapatkannya karena Indonesia sedang berada dalam pengaruh embargo militer yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Untuk itu Indonesia mencoba untuk mencari alternatif lain sebagai partner dalam pengembangan dan pengadaan teknologi serta peralatan militer yaitu dengan melakukan kerjasama militer dengan Russia. Kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dengan Russia dapat dikatakan bahwa Russia menjadi alternatif dalam hal modernisasi alutsista Indonesia. Sesuai dengan kebutuhan Indonesia, Rusia menyediakan beragam kemudahan kepada Indonesia untuk melakukan pembelian alutsista yang diproduksi dari Rusia sendiri. Kemudahan yang diberikan oleh Rusia terletak pada sisi kebijakan pemerintahan Rusia tanpa mensyaratkan isu-isu lain seperti HAM, seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat, dalam melakukan pembelian. Terlebih lagi Rusia juga memberikan pinjaman uang yang dilakukan untuk membeli alutsista yang diproduksi oleh Rusia dengan begitu Rusia mendapatkan keuntungan tidak hanya dari segi pembelian alutsista yang diproduksi melainkan, Rusia juga mendapatkan keuntungan berupa kredit dari pinjaman yang diberikan kepada pemerintahan Indonesia. Sebaliknya, dari perspektif Indonesia, kerjasama yang dilakukan oleh Rusia bukan hanya sebuah alternatif lain, akan tetapi kerjasama tersebut juga merupakan sebuah kesempatan besar agar Indonesia dapat 7
Ibid Embargo Militer : Masa Suram Alutsista Militer Indonesia, 14 April 2012, dalam, http://analisismiliter.com/artikel/part/8/Embargo_Militer_Masa_Suram_Alutsista_Militer_Indonesia diakses pada tanggal 17 Oktober 2012 pukul 12.00 WIB. 8
mencapai kepentingan nasionalnya dalam rangka memenuhi kebutuhan pertahanannya, yaitu melakukan peningkatan kapabilitas militernya dengan melakukan upaya modernisasi alutsista.
Russia Sebagai Partner Strategis Dalam Kerjasama Modernisasi Alutsista Militer Pada saat ini kekuatan pertahanan Indonesia berada dalam kondisi ”under capacity”, bahkan apabila disejajarkan dengan sesama anggota negara ASEAN, Indonesia berada pada posisi terbawah. Rendahnya kemampuan untuk menerapkan teknologi baru di bidang pertahanan menyebabkan peralatan militer yang dimiliki kebanyakan sudah usang dan ketinggalan jaman dengan rata-rata usia lebih dari 20 tahun. Data tahun 2005 menunjukkan bahwa kekuatan matra darat, kendaraan tempur berbagai jenis yang jumlahnya 1.766 unit, hanya 1.077 unit (60,99 persen) yang siap untuk dioperasikan; kendaraan motor berbagai jenis yang jumlahnya mencapai 47.097 unit, yang siap dioperasikan sebanyak 40.063 unit (85,04 persen); dan pesawat terbang berbagai jenis yang jumlahnya mencapai 61 unit, hanya 31 unit (50,82 persen) yang siap untuk dioperasikan. Kekuatan matra laut, kapal perang (KRI) yang jumlahnya 114 unit, hanya 61 unit (53,51 persen) yang siap untuk dioperasikan; kendaraan tempur Marinir berbagai jenis yang jumlahnya mencapai 435 unit, yang siap dioperasikan hanya 157 unit (36,09 persen); dan pesawat udara yang jumlahnya mencapai 54 unit, hanya 17 unit (31,48 persen) yang siap untuk dioperasikan. Sedangkan untuk kekuatan matra udara, pesawat terbang berbagai jenis yang jumlahnya 259 unit, hanya 126 unit (48,65 persen) yang siap untuk dioperasikan dan peralatan radar sebanyak 16 unit, hanya 3 unit (18,75 persen) yang siap untuk dioperasikan. Dengan wilayah yang sangat luas baik wilayah daratan, laut maupun udara, maka kuantitas, kualitas serta kesiapan operasional alat utama sistem senjata (alutsista) sebesar itu sangat muskil untuk menjaga integritas wilayah dengan optimal. 9 Sementara itu, anggaran pertahanan hanya mencapai 1,1 persen dari Produk Domestik Bruto atau 5,7 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional. Di sisi lain, Singapura sebagai negara pulau telah mengalokasikan anggaran pertahanan nasionalnya mencapai 5,2 persen dari Produk Domestik Bruto atau 21 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasionalnya. Kondisi ideal dalam periode lima tahun ke depan anggaran pembangunan 9
http://www.bappenas.go.id/files/2613/5185/1240/bab-06---pertahanan-negara__20090129020359__16.pdf pada tanggal 17 Januari 2014 pukul 04.31 WIB.
seharusnya mencapai 3 – 4 persen dari Produk Domestik Bruto. Rendahnya anggaran pertahanan ini menyebabkan upaya-upaya peningkatan kemampuan kekuatan pertahanan sangat sulit dilakukan. Padahal diplomasi luar negeri dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional secara signifikan memerlukan dukungan kekuatan pertahanan yang memadai. Meskipun masih dalam skala rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, kebijakan, strategi, dan perencanaan pertahanan mulai mengarah kepada pembentukan minimum essential force. Alat utama sistem senjata (alutsista) TNI telah mengalami peningkatan kemampuan meskipun belum sampai memenuhi kebutuhan minimal. Peningkatan kemampuan alutsista TNI lebih banyak dibangun melalui perpanjangan usia pakai yang dilaksanakan melalui repowering atau retrofit. Hal ini merupakan langkah yang strategis dalam upaya mengoptimalkan alutsista yang tersedia. Selain dikarenakan keterbatasan anggaran pemerintah, hal tersebut merupakan langkah yang lebih murah apabila dibandingkan dengan pembelian alutsista baru. Pembelian alutsista baru secara selektif hanya dilaksanakan untuk menggantikan alutsista yang sudah tidak dapat dioperasionalkan dan dalam rangka penyesuaian terhadap perkembangan teknologi pertahanan. Di samping itu, upaya modernisasi alutsista, khususnya pertahanan udara, mulai dicari kemungkinan memanfaatkan teknologi Rusia yang modernitasnya setingkat dengan teknologi Eropa dan Amerika Serikat. Upaya ini dilakukan sehubungan dengan embargo alutsista berkepanjangan dari Amerika Serikat terkait dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Timor Leste. Upaya pemanfaatan industri pertahanan dalam negeri juga mulai meningkat seiring dengan meningkatnya kualitas produk peralatan militer.10 Secara institusional, penyelenggaraan pertahanan negara merupakan kewajiban negara. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam bela negara yang menganut sistem pertahanan negara semesta. Mekanisme keikutsertaan warga negara dalam bela negara adalah melalui Pendidikan Kesadaran Bela Negara atau wajib militer. Namun sampai saat ini partisipasi masyarakat dalam pembangunan pertahanan dirasakan belum mantap. Ketidakmantapan tersebut dikarenakan sampai saat ini belum ada kejelasan peraturan perundang-undangan yang mengatur partisipasi masyarakat dalam pembangunan pertahanan. Di sisi lain, biaya yang dibutuhkan untuk melatih dan mendidik masyarakat yang siap untuk dikerahkan dalam sistem 10
Ibid.
pertahanan sangat besar, sehingga upaya melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pertahanan negara masih sangat terbatas pada kebutuhan profesional seperti wajib militer bidang kesehatan, hukum, administrasi, pembinaan mental dan lain sebagainya. Berkenaan dengan kondisi umum tersebut di atas, maka tantangan yang dihadapi pembangunan nasional tahun 2006 adalah bagaimana memenuhi kebutuhan alutsista untuk meningkatkan kemampuan pertahanan pada tingkat minimum essential force.11 Tantangan selanjutnya adalah bagaimana dengan skala kekuatan minimum tersebut, mampu meningkatkan jumlah dan kondisi siap alutsista untuk meredam berbagai ancaman pertahanan baik yang berasal dari dalam negeri berupa kegiatan separatisme maupun ancaman luar negeri. Selain itu, dengan ditetapkannya Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia upaya meningkatkan profesionalisme TNI dihadapkan pada kesejahteraan prajurit yang masih memprihatinkan. Selanjutnya upaya mendayagunakan potensi pertahanan Negara dengan meningkatkan peran aktif masyarakat masih menghadapi beberapa kendala. Selain rendahnya kemampuan pembiayaan pemerintah dan kurang jelasnya peraturan perundang-undangan adalah bagaimana membangkitkan kesadaran bela Negara bagi setiap warga Negara yang sampai saat ini masih banyak yang belum memahami arti kuatnya pertahanan bagi suatu Negara. Pada tahun 2005 Amerika Serikat mencabut embargo militernya terhadap Indonesia.Hal tersebut membuka kesempatan baru bagi Indonesia untuk mencari partner kerjasama di bidang militer. Kemudian pilihan tersebut jatuh kepada Rusia karena, dilihat dari faktor sejarahnya Indonesia sempat mengadakan hubungan kerjasama militer yang cukup erat dengan Rusia. Disamping itu Rusia merupakan Negara yang memiliki teknologi militer modern setelah Amerika Serikat dan Rusia telah dikenal dengan penjualan persenjataan militer terbesar dan relatif dengan harga yang lebih murah serta prosedur yang mudah. Oleh karena itu Indonesia ingin menghidupkan kembali kerjasama militer dengan Rusia setelah embargo Amerika Serikat. Pada tahun 200512 Indonesia sudah melakukan kerja sama dengan Rusia ditandai dengan mulai nya hubungan bilateral antara Indonesia dan Rusia, Indonesia secara resmi
11
Ibid. Alexey Muraviev and Colin Brown.”Strategic Realignment or Déjà vu?Russia-Indonesia Defence Cooperation in the Twenty-First Century”.SDSC.2008.Working Paper No.411,hal 18 12
meminta bantuan Rusia untuk menangani bencana tsunami13. Kemudian Rusia pun mengirimkan satu unit spesial untuk menangani bantuan kemanusiaan di Indonesia, yang diketahui bahwa 147 personel dan 30 perlengkapan dikirimkan untuk Indonesia, serta ahli epidemiologis rusia juga dikirim untuk Indonesia, semuanya dikirim untuk membantu militer Indonesia14. Tetapi disamping itu ternyata Rusia juga sebenernya mempunyai motif politik untuk membantu Indonesia yaitu:15 1. Keterlibatan tentara Rusia dalam menangani bencana alam ini sebeneranya sangat signifikan pengaruhnya karena mereka sudah sangat ahli dalam segala kejadian bencana alam, tetapi dalam kasus ini yang dibutuhkan adalah tim medis, untuk mendapatkan persetujuan ini sangat tidaklah mudah, namun demikian persetujuan oleh Presiden Rusia pada saat itu yaitu Vladimir putin berlangsung sangat cepat, sehari setelah Presiden Indonesia meminta secara resmi bantuan tersebut. 2. Keinginan Rusia untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam mengirimkan pasukan militer dan tim medis garis depan, memang semata-mata untuk membantu Indonesia dan tetap berkomitmen pada prinsip non-intervensi. Dengan
menunjukan
kerjasama
yang
baik
dengan
Indonesia,
sebenarnya
memperlihatkan bahwa keinginan Rusia untuk memperkuat kepentingan geopolitik di Indonesia. Dan meyakinkan Indonesia untuk semakin mempererat kerjasama bilateral di bidang pertahanan. Disamping itu Rusia juga menunjukan bahwa mereka masih merupak kekuatan yang masih sangat disegani. Rusia juga memiliki harapan bahwa bantuan kerja sama ini merupakan hubungan yang sangat strategis dengan Indonesia. Kerjasama Indonesia dengan Rusia sudah dimulai ketika pada tahun 2003 Megawati mengunjungi Moskow,untuk melakukan pertemuan bilateral dengan pemerintahan Rusia, pertemuan ini sengaja dibahas untuk membahas tentang kerjasama tehnik militer dengan Rusia, proses dari kerjasama ini memang diperuntukan kepada peminjaman lunak kepada Indonesia yang akan digunakan untuk peralatan militer Indonesia, keinginan untuk kerjasama ini sangat bagus bagi perkembangan para BUMN yang bergerak dibidang militer seperti PINDAD, PAL, Dirgantara dan Dahana. Hal ini dapat menjadi sebuah motivasi untuk
13
Ibid hal 18 Ibid hal 18 15 Ibid hal 17 14
memperbesar peluang untuk kerjasama militer antara Indonesia-Rusia yang sudah membaik sedemikian rupa16. Situasi pertahanan dan keamanan di Indonesia tentunya sangat membutuhkan kerjasama militer dengan negara-negara yang memang memliki kredibilitas untuk memasok pengadaaan alutsista di Indonesia. Karena melalui gambaran sebelumnya, ancaman-ancaman tradisional maupun non-tradisional menuntut Indonesia agar memiliki fokus dalam bidang pertahanan keamanan khususnya alutsista. Namun dalam hal ini, penyelenggaraan pengadaan pertahanan suatu negara, dalam hal ini Indonesia, sangat bergantung pada besarnya anggaran pertahanan yang dialokasikan oleh pemerintah Indonesia. Berikut ini adalah realisasi anggaran pertahanan Republik Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan 200817(lihat tabel 1.1)
Tabel 1.1 Realisasi Anggaran Pertahanan Indonesia TH. 2005-2008 Dalam Milyar Rupiah
TAHUN
JUMLAH
%
%
PDB
APBN
Bambang H,’Indonesia Mempererat Hubungan Militer Dengan Rusia’ (Indonesia strengthens Military relations with Russia), PolitikIndonesia.com, 19 september 2005. Dalam, Alexey Muraviev and Colin Brown. 2008. “Strategic Realignment or Déjà vu? Russia-Indonesia Defence Cooperation in the Twenty-First Century. , Working Paper No. 411. Canberra: Australian National University. hlm 18. 17 Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008,hlm 163 16
2005
23.108,10
1,05
5,81
2006
28.229,18
0,93
4,36
2007
32.640,06
0,92
4,27
2008
33.678,99
0,79
4,23
RATA-RATA
27.815,71
0,95
4,88
Memang bisa dilihat dengan seksama bahwa Rusia memberikan pesan ganda terhadap kerjasama ini yaitu pertama ialah Rusia menunjukan kekuatan untuk timbul kembali dalam persaingan persenjataan di kawasan asia tenggara bahkan kawasan asia pun bisa dikuasainya, dan yang kedua ialah Rusia memberikan sebuah upaya yang potensial kepada setiap negara yang ingin melakukan kerja sama di bidang pertahanan dengan Rusia. Rusia meyakini bahwa Indonesia merupakan salah satu negara potensial untuk melakukan kerjasama dibidang militer, hal ini ditandai dengan peningkatan yang drastis ketika ada sebuah pameran pertahanan di Jakarta, Rusia mempromosikan 18 perusahaan pertahanan (perusahaan yang memproduksi persenjataan dan tekonologi militer).18 Hal tersebut menggambarkan kemajuan yang signifikan dari kerjasama Indonesia-Rusia sejak tahun 2004. Pada tahun 2007 Vladimir Putin mengunjungi Jakarta untuk yang pertama kali nya dan kunjungan kedua secara resmi dari Rusia (yang dahulu bernama Uni Soviet) sejak tahun 1960 yang dipimpin oleh Krushchev19. Bagian dari program kerjasama yang komprehensif antara dua pemimpin negara Indonesia dan Rusia, salah satu dari strategi Rusia adalah untuk mendekati dan melakukan kerjasama pada bagian keamanan dan pertahanan. Salah satu rencana pengadaan alutsista yang akan dilakukan pada tahun 2010 sebagai berikut20( lihat tabel 1.2).
18
Ibid. Ibid 20 Ibid 19
Tabel 1.2 Perencanaan Pembelian Paket Pengadaan Alutsista 2010
Platform
Type
Diesel-electric attack Kilo class 636
Total
Recipient
2
AL
5
AD
10
AD
20
MARINIR
submarines Multi-role
assault Mi-35P
(gun) helicopters Multi-role
transport Mi-17
helicopters Amphibious
BMP-3F
armoured vehicles (Sumber: Voenno-Promyshlenny kurrier, vol.35, no. 201, September 2007 dalam Bambang H, 2005, Ibid) Dari tabel tersebut terdapat keuntungan strategi militer yang sangat jelas bagi Indonesia dalam menempuh kerjasama dengan Rusia. Rusia menawarkan peralatan alutsista yang terbaik dan terbukti sangat canggih. Kerjasama yang lebih jauh dapat mengantisipasi untuk memperbaharui daripada alutsista yang telah dibeli seperti :21 1. Bertambahnya kapasitas untuk latihan pengawasan laut, 2. Diperbaharui nya kekuatan Angkatan Udara dan Sistem Pertahanan Udara 3. Bertambahnya kapasitas untuk merespon segala ancaman terkait dengan pertahanan dan keamanan. Dari masalah penelitian yang dipaparkan tersebut kemudian muncul pertanyaanpertanyaan mendasar terkait dengan bagaimana dinamika kerjasama militer Indonesia-Russia sebagaai upaya modernisasi alutsista militer Indonesia dan apa hambatan kerjasama yang dilakukan tersebut. Dari pertanyaan tersebut dapat dilihat secara lebih jelas bahwa dalam kerjasama internasional terdapat sebuah proses mengenai pengambilan keputusan. Proses 21
Ibid. hlm, 22.
tersebut ditujukan untuk melihat bagaimana politik luar negeri suatu negara, dalam hal ini Indonesia, dapat dirumuskan sesuai dengan kepentingan nasionalnya. Oleh karena itu juga, politik luar negeri sebagai sebuah proses memiliki kendala-kendala baik secara teknis maupun secara konseptual yang menyebabkan bahwa kerjasama tidak selamanya menghasilkan suatu pencapaian yang maksimal.
Tujuan Dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mengkaji dan menelaah mengenai isu kerjasama militer yang dilakukan oleh Indonesia dan Rusia pasca embargo militer Amerika Serikat tahun 2005 hingga 2012.
Untuk menerapkan ilmu-ilmu hubungan internasional yang terkait dalam isu kerjasama militer.
Sebagai syarat untuk menempuh sidang Skripsi serta kelulusan dari mata kuliah Skripsi. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
Agar dapat memperkaya referensi mengenai kajian terhadap isu kerjasama militer Indonesia dan Rusia pasca embargo militer Amerika Serikat tahun 2005 hingga 2012.
Sebagai sebuah refleksi kritis yang membangun atas kekurangan dari sesuatu sistem yang ada, yaitu dalam kerangka kerjasama militer Indonesia-Rusia pasca embargo militer Amerika Serikat tahun 2005 hingga 2012.
Sebagai infornasi terkini mengenai perubahan zaman yang mempengaruhi pola interaksi antar Negara dalam kerangka kerjasama militer yang dilakukan Indonesia dan Rusia pasca embargo militer Amerika Serikat tahun 2005 hingga 2012.
Metodologi Penelitian Dalam mengkaji permasalahan yang terdapat di dalam karya tulis ini metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif analitik. Metode deskriptif akan digunakan dalam menjelaskan hubungan kerjasama militer Indonesia dan Rusia pasca
embargo militer Amerika Serikat tahun 2005 hingga 2012. Metode analitik akan digunakan dalam mengkaji mengenai kelebihan, kekuatan, kelemahan, dan prediksi yang dimiliki atas isu kerjasama militer yang dilakukan Indonesia dan Rusia pasca embargo Amerika Serikat tahun 2005 hingga 2012 berdasarkan pada pemahaman teori Realis dan Neorealis serta konsep-konsep yang terdapat didalam teori tersebut. Secara teoritis, apa yang dilakukan oleh Indonesia merupakan hal yang sangat rasional sesuai dengan konsekuensi logis ketika suatu negara memiliki kebutuhan dalam bidang pertahanan. Ketika Amerika Serikat melakukan embargo militernya, maka Indonesia tidak bisa berdiam diri dan menunggu Amerika Serikat untuk membuka pintu kerjasama militernya kembali. Oleh karenanya Indonesia lebih memilih untuk mencari alternatif yang lebih menguntungkan. Dalam perspektif Realis dan Neorealis, hal yang dilakukan oleh Indonesia adalah untuk mengusung tercapainya konsep Self Help yang tidak lain, konsep tersebut ditujukan untuk menjawab tantangan dari keberlangsungan (Survive) negara Indonesia yang berdaulat. Disatu sisi, berkaitan dengan politik luar negeri dan kebijakan luar negeri, secara teoritis kebijakan yang dilakukan oleh Indonesia mencerminkan perilaku sebuah negara (state behaviour) yang berlaku secara rasional. Rasional dalam arti bahwa setiap langkah yang akan diambil didasari atas pertimbangan aktor-aktor rasional yang berada dalam pemerintahan dengan sistem politik yang ada. Rasional juga dimaknai oleh kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Indonesia sejalan dengan kepentingan nasionalnya. Oleh karena itu dalam penelitian ini juga akan mengemukakan bagaimana proses kebijakan luar negeri Indonesia secara rasional melalui proses-proses tertentu yang digambarkan secara naratif dan dianalisa melalui kerangka pengambilan keputusan yang rasional. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah teknik kepustakaan dengan sumber referensi yang berasal dari buku, majalah, maupun data yang diambil dari internet. Dengan teknik tersebut peneliti berupaya untuk mengumpulkan informasi yang berguna untuk dirumuskan menjadi gambaran secara menyeluruh dari topik penelitian dan kemudian dianalisa dengan menggunakan teori-teori dalam hubungan internasional yang berhubungan dengan Realis dan Neorealis, sebagai paradigma umum dalam disiplin ilmu hubungan internasional, serta teori-teori yang berkaitan dengan politik luar negeri, kebijakan luar negeri, proses pengambilan keputusan, serta teori kepentingan nasional.
Sejarah Hubungan Indonesia-Russia Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Russia sudah terjalin ketika pada waktu itu Russia masih bernama Uni Soviet tepatnya pada tanggal 3 februari 1950,dibawah pimpinan dari Nikita khruschev dan Indonesia dipimpin oleh Soekarno. Sikap yang sama serta pandangan yang sama ketika itu menjadi sebuah tanda persahabatan yg erat. Uni soviet jugalah yang pertama kalinya mengakui kedaulatan Republik Indonesia pada tahun 1950.22 Atas dasar alasan historis tersebut, Indonesia dan Russia telah menjalin hubungan kerjasama yang cukup baik selama Perang Dingin berlangsung hingga pasca Perang Dingin. Hubungan baik antara Indonesia dan Russia menjadi modal awal untuk kerjasama di masa yang akan datang termasuk kerjasama militer atau hubungan secara strategis bagi kedua negara. Kerjasama Indonesia dan Russia di bidang pertahanan militer pada era Soekarno ialah pada saat proses pembebasan Irian Barat, dalam hal ini Russia yang bernama Uni soviet pada saat itu memberikan bantuan militer berupa 1 buah kapal penjelajah,8 destroyer,12 kapal selam,dan termasuk juga 100 tank amphibi PT-76. Bantuan Russia pada saat itu tidak hanya militer yaitu mencakup bidang ekonomi dan teknologi, hal itu dilakukan untuk peningkatan kapasitas militer Indonesia.23 Saat pemerintahan era Soekarno, Indonesia merupakan salah satu Negara yang sangat kuat pertahanan militernya, hal ini diakui oleh Negara-negara di dunia, diantara Amerika Serikat dan Uni soviet, Indonesia merupakan salah satu yang terkuat. Alasan yang diutarakan Presiden Soekarno pada saat itu adalah ingin menumbuhkan rasa aman bagi rakyatnya dan ingin segera lepas dari penjajahan Negara barat.24 Menyandang predikat sebagai ‘Macan Asia’ dalam sisi militer, Indonesia pada era 60an menjelma sebagai kekuatan yang menggetarkan negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Dari sejumlah perlengkapan tempur modern yang diperoleh dari Uni Soviet, unsur pertahanan udara (Hanud) nyatanya juga sangat diprioritaskan oleh Presiden Soekarno, Presiden RI
22
http://www.indonesia.mid.ru/relat_ind_03.html diakses pada tanggal 17 oktober 2013 pukul 10.05 WIB http://www.indonesia.mid.ru/press/119_i.html diakses pada tanggal 17 oktober 2013 pukul 10.07 WIB
23
24
http://www.politik.lipi.go.id/in/kolom/eropa/392-enam-dekade-dinamika-persahabatan-indonesia-Russia.html diakses pada tanggal 17 oktober 2013 pukul 10.10 WIB
pertama. Sebagai unsurpertahanan , mulai dari pesawat tempur, rudal dan radar, apa yang Indonesia punya saat itu adalah produk tercanggih dimasanya.25 Berkat kedekatan Indonesia dengan Sovyet, maka Indonesia mendapatkan bantuan besar-besaran kekuatan armada laut dan udara militer termaju di dunia dengan nilai raksasa, US$ 2.5 milyar. Saat itu kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan.Kekuatan utama Indonesia di saat Trikora itu adalah salah satu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia buatan Sovyet dari kelas Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Ini adalah KRI Irian, dengan bobot raksasa 16.640 ton dengan awak sebesar 1270 orang termasuk 60 perwira. Sovyet, tidak pernah sekalipun memberikan kapal sekuat ini pada bangsa lain manapun, kecuali Indonesia. (Kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang dari kelas Sigma hanya berbobot 1600 ton).26 Angkatan udara Indonesia juga menjadi salahsatu armada udara paling mematikan di dunia, yang terdiri dari lebih dari 100 pesawat tercanggih saat itu. Armada ini terdiri dari:27 1.Pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed 20 unit 2.Pesawat MiG-15 30unit 3.Pesawat tempur high-subsonic MiG-17 49 unit 4. Pesawat supersonic MiG-19 10 unit Pesawat MiG-21 Fishbed adalah salahsatu pesawat supersonic tercanggih di dunia, yang telah mampu terbang dengan kecepatan mencapai Mach 2. Pesawat ini bahkan lebih hebat dari pesawat tercanggih Amerika saat itu, pesawat supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II seperti P-51 Mustang.28 Sebagai catatan, kedahsyatan pesawat-pesawat MiG-21 dan MiG-17 di Perang Vietnam sampai mendorong Amerika mendirikan United States Navy Strike Fighter Tactics Instructor, pusat latihan pilot-pilot terbaik yang dikenal dengan nama TOP GUN.Indonesia juga memiliki armada 26 pembom jarak jauh strategis Tu-16 Tupolev (Badger A dan B). ini membuat Indonesia menjadi salahsatu dari hanya 4 bangsa di dunia yang mempunyai
25
Leonard C. Sebastian, Realpolitik Ideology. Indonesia’s Use of Military Force, Institute of South East Asian Studies, Singapore, 2006, hal 227 26 Ibid 27 Robert Lowry, The Armed Forces of Indonesia, Allen & Unwin, St.Leonard’s, NSW, 1996, hal 104. 28
Ibid
pembom strategis, yaitu Amerika, Russia, dan Inggris. Pangkalannya terletak di Lapangan Udara Iswahyudi, Surabaya.29 Indonesia juga memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan kapal tempur kelas Corvette, 9 helikopter terbesar di dunia MI-6, 41 helikopter MI-4, berbagai pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B. Total, Indonesia mempunyai 104 unit kapal tempur. Belum lagi ribuan senapan serbu terbaik saat itu dan masih menjadi legendaris sampai saat ini, AK-47.30 Usai pemerintahan Soekarno, masuklah Indonesia ke masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Presiden Soekarno yang berlatarkan pendidikan sipil mendorong kekuatan angkatan bersenjata, namun di jaman Presiden Soeharto yang berlatarkan militer, justru mendorong kekuatan ekonomi. Presiden Soeharto menomorduakan kekuatan angkatan bersenjata Indonesia. Pesawat tempur Indonesia F-5 Tiger lalu disusul 1 skuadron F-16 block 15, bisa dikatakan sekedar ada saja. Begitu pula dengan kapal selam yang hanya 2 unit dan lagi tua. Kapal permukaan dibeli dari eks armada perang dunia kedua eks Jerman Timur.31 Untuk urusan pengadaan alutsista di jaman Presiden Soeharto, Indonesia bisa dikatakan minimalis. Namun, rekayasa teknologi di jaman Presiden Soeharto, mencapai puncak tertinggi dibandingkan pencapaian presiden lainnya. Presiden Soeharto berhasil membujuk BJ Habibie untuk kembali ke Indonesia, membangun industri dirgantara Indonesia. Presiden Soeharto mendukung penuh sepak terjang BJ Habibie dalam membangun IPTN atau PT DI saat ini. Di masa Presiden Soeharto, Indonesia berhasil membuat dan menerbangkan dua pesawat modern CN-235 dan N250. Rasa bangga orang Indonesia saat itu, meledak-ledak.Presiden Soeharto membawa Indonesia ke era penggunaan satelit luar angkasa Palapa. Indonesia melakukan rekayasa teknologi senjata SS1 Pindad dan merakit berbagai jenis helikopter.32 Pada Era Orde baru hubungan bilateral antara Indonesia dan Russia dapat dikatakan membeku, dan kembali terjadi dialog politik dan kerjasama pada pertengahan dekade 1980an.33 Hal itu terjadi karena Indonesia lebih mengarah kepada Amerika Serikat sebagai 29
Ibid Howard Jones, Indonesia: The Possible Dream, Harcourt Brace Jovanovich,New York. Hal 122 31 The Indonesian Parliement, Guy Pauker, ‘The Soviet Challenge in Indonesia’, Foreign Affairs, vol. 40, July 1962, hal 613 32 Ibid 33 Press Release On the 60th Annivesary of Diplomatic Relations between Russia and Indonesia, diakses melalui, http://www.indonesia.mid.ru/press/135_e.html pada tanggal 16 Januari 2014 pukul 23.06 WIB. 30
partner kerjasama strategis. Namun Indonesia pada era Orde Baru, seperti yang dijelaskan sebelumnya, tidak terlalu memperhatikan bidang militer melainkan ekonomi. Namun, bukan berarti aspek militer diabaikan begitu saja, militer pada era Orde Baru justru mendapat tempat yang sangat khusus. Keterlibatan militer dalam pemerintahan merupakan faktor penting dalam melihat kondisi domestik Indonesia yang stabil. Militer berperan mendominasi peranan Sipil dalam ruang-ruang politik. Stabilitas tersebut dapat dicapai pada era Orde Baru dengan konsekuensi tidak ada kemajuan yang signifikan dalam aspek perkembangan alutsista militer Indonesia. Dilihat dari segi substansi, regulasi pasca-Orde Baru relatif mencerminkan kebutuhan untuk segera memosisikan aktor keamanan dalam konteks demokratisasi. Kemudian ada pemerintahan B.J. Habibie (1998-1999) dan Abdurrahman Wahid (1999-2001), militer memulai langkahnya untuk keluar dari kehidupan politik formal di lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Selanjutnya, terjadi pemisahan antara institusi kepolisian dan militer, beserta pembagian tugas di antara keduanya. Disamping itu, pemerintahan Wahid mengambil langkah revolusioner untuk membubarkan Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional (Bakorstanas) yang pada saat era Orde Baru memiliki posisi super body dan berperilaku layaknya ‘pemerintah bayangan’.34 Pada era Megawati Soekarnoputri, UU Polri, UU Pertahanan Negara, dan UU TNI berhasil disepakati oleh pemerintah dan parlemen. Substansi dua regulasi tersebut menjangkau jauh ke dalam urusan ‘rumah tangga’ keamanan. Di UU Pertahanan Negara terdapat amanat bagi pemerintah untuk mendirikan Dewan Pertahanan Nasional, yaitu suatu dewan yang dipimpin presiden dengan keanggotaan tetap dari kalangan sipil (Wakil Presiden, Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri) dan militer (Panglima TNI) yang bertugas untuk menelaah, menilai, dan menyusun kebijakan terpadu pertahanan negara, pengerahan komponen pertahanan negara dalam rangka mobilisasi dan demobilisasi, serta menelaah dan menilai risiko dari kebijakan yang ditetapkan. Hampir seluruh pasukan darat Indonesia menggunakan senjata AK-47 yang dibeli dari Russia. Hingga kini ketangguhan senjata tersebut masih melegenda dan merupakan senjata terbaik sepanjang masa.Ini semua membuat Indonesia menjadi salah satu kekuatan militer laut dan udara terkuat di dunia. efeknya, sehingga Amerika di bawah pimpinan John F. Kennedy masa itu memaksa Belanda untuk segera keluar dari Papua, dan menyatakan dalam 34
Kaji Ulang Strategis Sistem Pertahanan Tahun 2001, Departemen Pertahanan, Jakarta, 2001
forum PBB bahwa peralihan kekuasaan di Papua. Fakta sejarah keemasan militer Indonesia pada era Presiden Soekarno. Jika dibandingkan dengan sekarang, kemampuan Alutsita Indonesia sangat jauh dibandingkan teknologi yang dipakai Soekarno, yang merupakan teknologi terbaik di zamannya. Tetapi pada masa kepemimpinan Presiden SBY sekarang ini, Kekuatan militer Indonesia secara bertahap mulai terus meningkat.35 Pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, perkembangan reformasi sektor keamanan mengalami fase anti-klimaks. Terlepas dari fakta bahwa presiden Yudhoyono merupakan salah satu konseptor ‘Paradigma Baru’ upaya pemerintah untuk melanjutkan reformasi sektor keamanan dengan lebih progresif dan menjangkau isu sensitif belum membuahkan hasil maksimal, contohnya tentang pengambilalihan bisnis militer, pengadilan HAM bagi personil militer, dan likuidasi komando teritorial. Pemerintah lebih menitikberatkan kepada isu yang bersifat teknis.36 Bagaimanapun, terdapat upaya pemerintah yang patut diapresiasi. Pemerintahan Yudhoyono merancang paket regulasi sektor keamanan yang di dalamnya termasuk mengatur intelijen negara –sebuah upaya yang pertama kali dilakukan. Kalangan parlemen dan masyarakat sipil cenderung menggugat substansi yang terkandung dalam paket regulasi ini karena dinilai sebagai langkah mundur dalam reformasi.37 Contoh regulasi yang mendapat kritik keras adalah RUU Keamanan Nasional. Definisi ‘keamanan nasional’ dalam RUU ini dinilai terlampau luas dan berpotensi mengancam kebebasan sipil lain yang mendapat kecaman adalah RUU Rahasia Negara, Intelijen Negara –yang kemudian disahkan menjadi UU pada tahun 2011, dan Komponen Cadangan.
Kepemilikan Dan Modernisasi Alutsista Indonesia Reformasi militer yang diinisisasi Indonesia sejak 1998 merupakan bagian dari proses inovasi militer. Konsep inovasi militer yang diperkenalkan oleh Vincent Davis ini bermuara kepada revolusi teknologi militer. Revolusi teknologi militer ini akan meliputi inovasi doktrin perang, restrukturisasi tata yudha (order of battle), dan peningkatan kinerja pertempuran melalui evaluasi gelar yudha (military employement). Reformasi militer yang dilakukan 35
Ibid Marcus Mietzner, The Politics of Military Reform in Post-Soeharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance, Washington D.C, 2006, hal 61 37 Ibid hal 70 36
Indonesia belum diarahkan untuk mencapai revolusi teknologi militer. Reformasi militer baru sebatas diarahkan untuk mengeliminasi karakter-karakter tentara politik yang dikembangkan berdasarkan konsep Jalan Tengah yang disusun oleh Nasution.38 Keberlanjutan reformasi militer menjadi suatu inovasi militer membutuhkan suatu proses redefinisi intelektual yang akan mengubah cara pandang organisasi militer tentang metode perang. Perubahan cara pandang ini akan terjadi hanya jika organisasi militer mampu memproyeksikan perkembangan teknologi militer dalam 20-30 tahun ke depan dan merencanakan proses adopsi dan adaptasiteknologi militer tersebut ke dalam strategi dan doktrin militer. Proses inovasi militer yang menjadikan perkembangan teknologi militer sebagai titik awal dari perkembangan strategi dan doktrin militer inilah yang dikonseptualisasikan sebagai Transformasi Pertahanan.39 Saat ini, revolusi teknologi militer telah berada dalam tahap keenam. Lima tahaprevolusi militer yang dijabarkan oleh Knox dan Murray sudah menjadi bagian dari sejarahperkembangan teknologi militer. Kelima tahap itu adalah :40 (1) pembentukan Negara modern dan institusi militer modern, reformasi organisasi dan taktik militer, reformasi sistem logistik militer; (2) mobilisasi dan militerisasi warga negara, mobilisasi ekonominegara, mobilisasi dukungan politik warga negara, tentara warga negara; (3) industrialisasi militer dan adopsi teknologi; (4) integrasi antar angkatan dan integrasimetode pertempuran; serta (5) pengembangan senjata pemusnah massal, serta komputerasi dan digitalisasi senjata. Tahap VI dari revolusi militer berkaitan dengan revolusi teknologi informasi. Di tahap ini, militer berupaya untuk memenangkan perang informasi dengan mengembangkan tidak hanya suatu jenis senjata baru, namun membangun sistem senjata yang dapat mengadopsi perkembangan teknologi terkini di bidang telekomunikasi, informasi, komputerisasi, dan 38
Stephen Peter Rosen, “New Ways of War: Understanding Military Innovation,” International Security, Vol.13, No.I, (Summer, 1998), hlm.134-135 39 Ibid 40 MacGregor Knox, dan Williamson Murray, “Thinking about Revolution in Warfare,” dalam Knox, MacGregor dan Murray, Williansom (eds.), The Dynamics of Military Revolution 1300-2050 (Cambridge: Cambridge University Press, 2001), hlm.6-14.
digitalisasi.Beberapa Angkatan Bersenjata di Asia Timur saat ini telah mulai mengarah kepada revolusi Militer VI. Beberapa negara-negara Asia Timur telah memiliki atau sedang merencanakan untuk memiliki teknologi sistem senjata baru. Cina, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, dan Taiwan sedang mengembangkan kemampuan maritim baru yang mengarah kepada pembentukan blue water navy, India dan Jepang sedang memperkuat industri galangan kapalnya untuk dapat memproduksi kapal induk (aircraftcarrier) buatan domestik. Cina, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan Singapura sudah memiliki pesawat tanker yang memungkinkan pengisian bahan bakar di udara. Hampir seluruh negara di Asia Timur telah memiliki pesawat tempur generasi IV seperti Su-27, Su-30, dan MiG-29 buatan Russia, atau F-15, F-16, dan F/A-18 buatan Amerika Serikat, atau Mirage-2000 buatan Perancis. Pesawat tempur generasi IV ini memiliki persenjataan paling modern termasuk radar-guided air to air missile varian AMRAAM atau AA-12. Sistem teknologi militer baru yang cenderung diadopsi oleh negara-negara Asia Timur juga ditujukan untuk memperkuat kemampuan C4ISR seperti pembelian pesawat berteknologiairborne early warning and command oleh Australia dan Korea Selatan, atau sistem sensor laut Aegis oleh Korea Selatan dan Taiwan. Pemilikan sistem teknologi militer baru oleh negara-negara Asia Timur ini akan meningkatkan secara signifikan kapabilitas militer untuk melakukan peperangan. Negara-negara tersebut akan memiliki kemampuan persenjataan dengan daya hancur yang lebih mematikan, akurasi angkatan bersenjata dengan daya jangkau lebih besar, system komando dan kontrol untuk memahami situasi medan tempur yang lebih efektif, sertakecepatan mobilitas operasional dan taktis yang lebih tinggi. Sebagai konsekuensinya, jika pecah perang di Asia Timur, maka karakter pertempuran akan mengarah kepada suatu pertempuran yanglebih cepat, lebih luas cakupan palagan perangnya, lebih terkendali dan akurat penghancuran sasaran tempurnya, serta lebih mematikan. Jika pengembangan sistem teknologi militer baru menghasilkan suatu revolusi, maka kesenjangan adopsi dan adaptasi teknologi akan semakin menentukan hasil akhir pertempuran. Korelasi antara kesenjangan teknologi dan hasil akhir pertempuran ini telah dinyatakan oleh Fuller. Fuller memprediksikan bahwa dalam perangmodern, saat teknologi persenjataan telah berubah secara drastis, suatu angkatan bersenjata yang tertinggal secara
teknologi selama 50 tahun tidak memiliki kesempatan untuk menang angkatan bersenjata yang berhasil melakukan modernisasi.41 Untuk dapat menjadi bagian dari revolusi teknologi militer, Indonesia harus segeramenginisasi program transformasi pertahanan. Transformasi pertahanan hanya dapat dilakukan Indonesia jika Indonesia memiliki kapasitas adopsi teknologi militer yang memadai. adopsi teknologi militer baru ini akan menentukan peningkatan enam komponen kapabilitas pertahanan negara.42 Komponen pertama adalah kapabilitas eksploitasi informasi strategis yang digunakan untuk mendukung implementasi suatu operasi militer. Kemampuan TNI untuk melakukan eksploitasi informasi sangat ditentukan oleh keberadaan teknologi canggih untuk meningkatkan sistem komando, kontrol, komunikasi, intelijen, pengintaian, serta pengindraan yang dimiliki negara tersebut. Komponen kedua adalah kapabilitas proyeksi kekuatan yang ditentukan oleh penempatan pasukan dalam markas-markas komando militer yang terintegrasi dengan dukungan mobilitas tempur. Bentuk lain dari proyeksi kekuatan adalah keberadaan armada laut dan skuadron udara yang kuat yang dapat digunakan untuk melakukan serangan pre-emptif ke wilayah musuh. Tabel 2.2. Kapabilitas Militer Indonesia Matra Laut43
41
Andi Wijananto, Revolusi Teknologi Militer Dan Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia, diakses melalui, http://idu.ac.id/index.php?option=com_docman&task=cat_view&gid=136&Itemid=351 pada tanggal 16 Januari 2014 pukul 23.11 WIB. 42 Ibid. 43 Benjamin Schreer, (2013), Moving Beyond Ambitions? Indonesia’s military modernisation, Australia: ASPI, hlm, 21.
Tabel 2.3. Kapabilitas Militer Indonesia Matra Udara44
Tabel 2.4. Kapabilitas Militer Indonesia Matra Darat45
44 45
Ibid, hlm, 23. Ibid, hlm, 26.
Dari tabel ketiga tabel diatas, dapat dilihat bagaimana kapasitas militer Indonesia masih didominasi oleh peralatan dan sistem persenjataan militer yang tergolong tua. Dalam rangka upaya modernisasi alutsista militer, Indonesia masih membutuhkan banyak perencanaan untuk menuju militer Indonesia yang lebih proporsional.
Russia Sebagai Alternatif Utama Dalam Kerjasama Modernisasi Alutsista Militer Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009), merupakan saat yang cukup tepat untuk melanjutkan kembali kerjasama strategis dengan Russia yang dulu lebih dikenal dengan nama Uni Soviet. Dalam perkembangan politik luar negeri Indonesia saat ini, penting untuk memperluas mitra strategis di seluruh dunia. Russia merupakan salah satu negara yang mempunyai potensi besar, diantara potensi itu adalah di bidang kerjasama pertahanan militer dan keamanan. Kerjasama strategis Indonesia-Russia di bidang militer dan keamanan bisa menjadi “pintu pembuka” untuk terjalinnya suatu kemitraan strategis di bidangbidang lain di luar bidang politik dan militer. Seperti Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Secara geografis, Indonesia sangat luas, mencakup ribuan pulau dari Sumatera sampai Papua, yang menjelaskan bahwa Indonesia membutuhkan tentara moderen yang kuat untuk menjamin keamanan nasional. Kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Rusia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dimulai ketika pemerintah Rusia menawarkan kerjasama pertahanan dengan Indonesia pada tahun 2005. Indonesia dan Rusia sepakat untuk membentuk
Komisi
Kerjasama
Teknik
Militer
(KKTM).
Pembentukan
KKTM
ditandatangani dalam Sidang Komisi Pertama di Rusia pada tanggal 22 September 2005. Penentuan dan pelaksanaan kerjasama pertahan militer Indonesia dengan Rusia pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sangat dipengaruhi oleh kondisi pertahanan militer negara yang mencakup perkembangan alutsista indonesia saat ini. Walaupun Amerika telah mencabut embargo terhadap Indonesia, hal ini tidak menutup Indonesia tetap melakukan kerjasama pertahanan militer dengan Rusia, dan tetap berhubungan baik dengan Amerika Serikat. Kerjasama pertahanan ini juga bermanfaat bagi Indonesia selanjutnya,
karena Indonesia tidak hanya tergantung pada satu negara saja dalam hal pengadaan peralatan teknik militer dan penyediaan persenjataan.46 Kerjasama dengan Rusia bukan berarti Indonesia telah mengubah kebijakan luar negeri yang selama ini cenderung ke Barat. Tetapi, menunjukkan bahwa membuka kerjasama dengan Rusia adalah upaya pelurusan kembali praktek kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia tidak pernah memusuhi barat dan Amerika Serikat. Tetapi Indonesia menjaga keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan yang besar agar tidak selalu terhambat. Baik olehhambatan politik atau hambatan lainnya.47 Dimata negara-negara Asia Tenggara, Indonesia disebut sebagai bangsa yang besar. Besar karena luas wilayah darat dan perairannya, besar juga karena jumlah penduduknya. Jumlah alutsista (alat utama sistem senjata) untuk melakukan pengamanan, tidak sebanding dengan luas wilayah NKRI. Untuk menghadapi situasi dan perkembangan ancaman maupun bentuk perang yang tidak lagi konvensional, penguasaan atas teknologi bagi TNI merupakan suatu keharusan. Tetapi kondisi riil alutsista TNI masih sangat memprihatinkan, karenasebagian besar alat utama sistem pertahanan mereka adalah warisan peralatantahun 1960-an, 1970-an dan 1980-an.48 Sasaran pengadaan alutsista serta pemeliharaanya pada Tahun Anggaran 2004-2009 adalah
meningkatnya
jumlah
dan
kondisi
peralatan
pertahanan
agar
mampu
menyelenggarakan pertahanan negara secara terpadu dan berkelanjutan sesuai skala prioritas ke arah pertahanan yang integratif matra darat, laut, dan udara. Terkait hal tersebut perlu mengganti alutsista yang sudah habis masa usiapakainya dengan persenjataan berteknologi tinggi terkini dengan mempertahankan kondisi alutsista untuk memperpanjang usia pakainya untuk meningkatkan kualitas senjata guna mencapai kekuatan pokok minimum.49 Kerjasama yang dilakukan pemerintah Indonesia dan pemerintah Rusia dalam pengadaan peralatan militer diharapkan menjadi model kerjasama militer selanjutnya bagi kedua negara. Pengadaan alutsista di Indonesia akan dilakukan secara berjenjang. Pengamatan dilakukan angkatan, pengajuan dilakukan Mabes TNI, dan keputusan diambil
46
Kedutaan Besar Federasi Russia Untuk RI, “Hubungan Indonesia-Russia”, Di akses dari www.Indonesia.mid.ru. Pada tanggal 6 Desember 2013 pukul 02.00 WIB 47 Ibid 48 Ibid 49 Departemen Pertahanan, ”Kenaikan Anggaran Pertahanan 2010 Fokus ke dari:www.dephan.com Pada tanggal 6 Desember 2013 Pukul 02.30 WIB
Alutsista”,
diakses
Dephan. Rusia dan Indonesia saling membutuhkan satu sama lain. Dengan tujuan yang sama, perdamaian dunia, keamanan dan kemakmuran. Pada pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Vladimir Putin pada tanggal 29 November 2006, di Rusia, disepakati bentuk kerjasama di bidang militer, politik, dan ekonomi.50 Di bidang ekonomi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendorong investasi Rusia agar masuk ke Indonesia, karena Volume perdagangan kedua belah pihak pada tahun 2005dengan perkiraan pendahuluan mencapai 680 juta Dollar AS, angka tersebut melebihi 42% hasil tahun 2004 (480 juta dolar AS). Indonesia memiliki kepentingan untuk membuka kerjasama soal energi nuklir, untuk mengatasi krisis energi yang masih terus terjadi di dalam negeri. Sedangkan disisi lain, Rusia mempunyai kepentingan untuk mengimbangi dominasi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat di Indonesia terutama sektor pertambangan yang sudah meraih keuntungan sangat besar. Sedangkan di bidang militer disepakati mengenai implementasi kerjasama militer 2006-2010. Pemerintah Indonesia dan Rusia menandatangani tujuh notakesepahaman di bidang pertahanan, politik, ekonomi dan hukum. Ketujuh nota kesepahaman yang ditandangani yaitu, kerjasama eksplorasi luar angkasa untuk maksud damai, kerjasama penggunaan energi atom untuk maksud damai,kerjasama antar kejaksaan agung, perlindungan intelektual dalam kerjasama teknik militer. Selain itu ditandatangi juga nota kesepahaman dalam bantuanimplementasi militer Rusia-Indonesia 2006-2010, pembebasan visa kunjungansingkat untuk dan kepentingan dinas dan diplomatik, dan kerjasama bidang pariwisata. Penandatanganan kesepakatan itu disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Vladimir Putin di ruang Malachite Fuyet, Istana Kepresidenan Rusia.51 Pada tanggal 6 September 2007, Presiden Putin mengadakan kunjungan resmi ke Indonesia. Kunjungan tersebut merupakan kunjungan balasan terhadapkunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Desember 2006, dan merupakan kunjungan pertama dari Presiden Rusia sejak tahun 1991. Dalam kunjungan tersebut, Presiden Putin ingin mengkaji
50
Rindu Faradisah Novana, Kerjasama Indonesia Dengan Rusia Dalam Bidang Perahanan Militer Pada Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Periode 2004-2009, Jurnal Transnasional, Vol. 3, No. 2, Februari 2012, hlm, 8. 51 Nurul Qomariyah, ”RI-Rusia teken 7 kesepakatan”, diakses dari: www.detiknews.com.
ulang hubungan kerjasama yang telah terjalin sejak tahun 2003, terutama di bidang militer dan ekonomiperdagangan.52 Sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia terutama setelah hampir empat belas tahun diembargo oleh sejumlah negara produsen khususnyamAmerika Serikat menunjukkan kondisi yang sudah tidak layak guna. Sudahmseharusnya pemerintah meremajakan secara bertahap semua alat utama sistemm senjata (alutsista) tidak layak pakai yang dapat membahayakan keselamatan prajurit. Hanya 40-50% kesiapan operasional minimum sistem persenjataan TNI saat ini diseluruh matra angkatan, persentase tersebut jauh di bawah persentase kesiapan minimal operasional TNI. Dapat dikatakan separuh kekuatan peralatan utama sistem persenjataan (alutsista) TNI tidak sanggup beroperasi maksimal. Penyebabnya, baik karena faktor usia peralatan maupun terbatasnya pengadaan komponen dan suku cadang. Alutsista yang dipakai TNI AL dan AU sampai sekarang 70 persen buatan Amerika Serikat.Kesenjangan antara kebutuhan dan alokasi anggaran yang ada mengharuskan Indonesia melakukan kerja sama teknologi alat-alat militer dengan negeranegara yang memiliki kemampuan teknologi kemiliteran yang jauh lebih maju daripada Indonesia. Menunggu Amerika Serikat mencabut secara penuh embargonya memerlukan waktu yang lama, sementara kebutuhan pertahanan Indonesia semakin mendesak. Bentuk kerja sama pertahanan yang akan dilakukan dengan Rusia berupa penjualan senjata dan alat pertahanan buatan Rusia kepada Indonesia. Selain itu, juga diusahakan peningkatan kemampuan manajemen perwira dengan bersekolah setingkat Lemhannas di Indonesia atau sebaliknya. Serta peningkatan kemampuan pasukan khusus, misalnya pelatihan spesialisasi pilot pesawat dan spesialisasi pilot kapal selam. Rusia memberikan pinjaman state credit 1 miliar dollar AS bagi pengadaan persenjataan Indonesia untuk masa 2006-2010. Kredit negara ini mempunyai keunggulan berupa efisiensi, karena tidak memakai management fee dan syarat lainnya. Departemen pertahanan RI menggunakan pinjaman yang diberikan Rusia untuk pengadaan 10 helikopter MI-17-V5 dan 5 Helikopter MI-35P beserta persenjataannya bagi TNI AD untuk kebutuhan helikopter serbu dan transportasi; 2 kapal selam kelas kilo dan 20 kendaraan infanteri tempur BMP-3F untuk TNI AL
52
Enam Dekade Dinamika Persahabatan Indonesia-Russia, diakses melalui, http://www.politik.lipi.go.id/in/kolom/eropa/392-enam-dekade-dinamika-persahabatan-indonesia-rusia-.html pada tanggal 16 Januari 2014 pukul 23.56 WIB.
TNI AU yang menjadi prioritas, akan melengkapi satu skuadron pesawat tempur Sukhoi, dimana sebelumnya Indonesia telah memiliki 4 Sukhoi. Setelah 4 Sukhoi di persenjatai, maka akan dilanjutkan dengan pengadaan 6 Sukhoi, terdiri dari 3 unit Sukhoi SU-27 dan 3 unit Sukhoi SU-30, serta 6 paket peralatan avionic dan persenjataan Sukhoi TNI AU.53 Penawaran State Credit sebesar 1 Milyar Dollar AS dari Pemerintah Rusiamemiliki periode selama 5 tahun (2006-2010) yang nantinya diambil dari StateCredit yang sudah disepakati Pemerintah Indonesia untuk keseluruhan kebutuhan alutsista TNI sebesar 3,7 Milyar Dollar AS sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Jadi total State Credit sebesar 3,7 Milyar Dollar yang akan diperuntukan untuk memenuhi keseluruhan kebutuhan alutsista TNI periode tahun 2004-2009, sebesar 1 Milyar Dollar AS nantinya khusus digunakan untuk memenuhi pengadaan alutsista dari Rusia, sedangkan sisanya sebesar 2,7 Milyar Dollar AS rencananya akan digunakan untuk memenuhi pengadaan alutsista dari negara-negara lain, seperti Amerika, Polandia, India, China dan Australia.54 Teknis dari proses pembelian alutsista akan dilaksanakan secara bertahapdari tahun pertahun, sehingga dapat diperkirakan sekitar 250-300 Juta Dollar per tahunnya akan diambil dari State Credit 1 Milyar Dollar AS selama jangka waktu 5 tahun. Untuk pembayaran tahun pertama sekitar 220 Juta Dollar AS, uang mukanya akan dibayarkan Menteri Keuangan sebesar 16,4 Juta Dollar dan dilaksanakan tahun 2007, tergantung pencairan APBN. Dijelaskan pula, darisekitar 70 persen total State Credit 1 Milyar Dollar AS tersebut akan dipergunakanuntuk pengadaan alutsista, antara lain pesawat tempur Sukhoi, Kapal Selam “Kilo Class” dan Helikopter Serbu. Sistem kredit negara antara Indonesia dengan Rusia, dilakukan dengancara yang sederhana tidak berbelit-belit dan tanpa perantara. Misalnya, Dephan ingin membeli sebuah alutsista dari Rusia, setelah mendapat persetujuan dari Departemen Keuangan (Depkeu), maka Dephan RI langsung dengan Dephan Rusia yang memiliki kewenangan untuk menunjuk salah satu perusahaan Rusia yang akan memproduksi alutsista yang dibutuhkan RI, misalnya perusahaan Rosoboroneksport. Sehingga Rosoboroneksport yang akan berhadapan 53
Situs resmi presiden SBY, “Pengadaan Sukhoi adalah Bagian dari Politik Bebas AktifIndonesia”, diakses dari: www.presidensby.info Defense studies, ”Penawaran State kredit dari pemerintah Rusia untuk Pengadaan AlutsistaTNI disetujui Presiden”. 54
dengan Dephan RI. Rosoboroneksport punya instansi pendukung lain dalam hal administrasi, seperti pengkapalan, dan angkutan. Memanfaatkan pinjaman Rusia untuk memperkuat alat pertahanan di Indonesia memberi keuntungan bagi Indonesia ditengah tengah krisis pendanaan untuk pembaruan maupun pemeliharaan alat pertahanan, Pembelian persenjataan melalui kredit dari Rusia ini sangat dibutuhkan untuk memperkuat Tentara Nasional Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan wilayah. Penambahan persenjataan tempur akan memberikan efek penghambat kepada negara-negara lain yang mencoba mengusik kedaulatan wilayah Indonesia. Pengadaan alutsista dari Rusia merupakan pilihan rasional saat industry strategis dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan kelengkapan peralatan dan tekonologi militer. Menggunakan produk Amerika Serikat atau Eropa, selain harganya lebih mahal juga selalu ada hambatan politis yang bisa menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Rusia umumnya tidak sulit soal lisensi, izin dan politik. Pembelian alutsista dari Amerika Serikat dan Uni Eropa, umumnyadirumitkan dengan persyaratan penegakan HAM (dikaitkan masalah Aceh, PosoatauPapua), masalah lisensi, dan prosedur pembelian yang rumit. Pengalaman dengan Inggris misalnya, tank Scorpion dan panser serbu Stromer untuk operasi menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tidak boleh dipakai di Aceh karena terkait syarat kerjasama hanya untuk pertahanan luar. Kerjasama pembelian perlengkapan militer dari Rusia dinilai paling menguntungkan. Selain prosesnya tidak rumit, pembelian langsung pada badan yang ditunjuk pemerintah dapat menghemat anggaran 40 persen, karena tanpa melalui pialang. Sistem pembayaran yang diajukan pemerintah Indonesia salah satunya dengan sistem imbal beli alutsista. Imbal beli alutsista dengan komoditas batubara misalnya, adalah memberikan kesempatan bagi pemerintah dan pengusaha Rusia untuk berinvestasi dalam eksplorasi batubara di Indonesia, bukan menukar komoditas batubara dengan alutsista. Rusia dalam menjual produk pertahanan militer sama kualitasnya dengan produk yang Rusia sendiri gunakan, tidak ada istilah downgrade. Tidak seperti Amerika Serikat, setiap produk yang dijual, beberapa fitur dikurangi karena takut kalah saing. Rusia juga tidak keberatan dalam hal transfer teknologi dan modifikasi teknologi yang dilakukan oleh Indonesia. Sebagai contoh pada saat pembelian sukhoi oleh indonesia, pihak rusia lupa menyertakan adaptor pengisian bbm pesawat, akhirnya teknisi Indonesia melakukan sedikit modifikasi pada adaptor pengisian bbm milik A-4 skyhawk, dan akhirnya Sukhoi bisa
terbang perdana dari pangkalan TNI AU. Pihak rusia sama sekali tidak keberatan dengan hal ini. Beberapa alasan Indonesia memilih Rusia sebagai negara produsenpersenjataan militer terbaru bagi TNI. Pertama, sejarah hubungan militer Indonesia-Rusia. Kedua, kemudahan persyaratan kerjasama bidang pertahanan militer dari Rusia. Ketiga, Rusia lebih fleksibel mengenai harga seperti bisa dibayar dengan komiditi yang dimiliki Indonesia. Keempat, Rusia memiliki teknologi militer yang sepadan dengan Eropa dan USA.55 Russia merupakan salah satu negara di dunia yang dapat dikatakan sebagai poros kekuatan militer dunia karena reputasinya dalam industri serta penjualan alutsista ke negaranegara di seluruh dunia. Dalam hal industri pembuatan senjata Russia menjadi negara produsen nomor dua setelah Amerika Serikat (lihat Grafik 2.1. & 2.2.).
Grafik 2.1. Penjualan Senjata Dari Negara Suplai Utama Diseluruh Dunia Dari Tahun 2003-2010.56
Source: U.S. Government
55
Bambang H, ”Indonesia dari:www.politikindonesia.com 56
Mempererat
Hubungan
Militer
Dengan
Rusia”,
diakses
Richard F. Grimmett, (2011), Conventional Arms Transfers to Developing Nations 2003-2010, CRS Report for Congress, hlm, 23.
Grafik 2.2. Penjualan Senjata Russia Dengan Negara-Negara Berkembang Diseluruh Dunia Dari Tahun 2003-2010.57
Source: U.S. Government Pada grafik 2.1 terlihat bahwa Russia pada tahun 2003-2006 menjadi negara suplai persenjataan dengan jumlah 21% dari total perjanjian jual-beli senjata yang dilakukan oleh negara-negara produsen utama. Pada tahun berikutnya, 2007-2010 Russia mengalami penurunan penjualan senjata menjadi 16% dari total perjanjian jual-beli senjata yang dilakukan oleh negara-negara produsen utama namun hal tersebut tetap menjadikan Russia sebagai negara produsen nomor 2 terbesar setelah Amerika Serikat. Dari kedua grafik tersebut dapat terlihat bagaimana Russia bukan hanya dinyatakan sebagai negara poros kekuatan militer namun juga dinyatakan sebagai negara suplai utama dalam hal perdagangan senjata dengan negara-negara berkembang diseluruh dunia. Dari kedua grafik tersebut juga terdapat pesan secara tersirat bahwa Russia, pasca Perang Dingin masih mempertahankan reputasinya sebagai negara produsen utama alutsista militer yang telah dipergunakan oleh banyak negara-negara di dunia khususnya negara-negara berkembang. Kerjasama dengan Rusia merupakan salah satu cara Indonesia untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap Amerika Serikat dalam bidang persenjataan yang saat ini sudah mencapai 70 persen. Akibat embargo militer Amerika Serikat terhadap Indonesia hampir empat belas tahun, mengakibatkan kondisi alutsista TNI buatan Amerika Serikat sangat buruk, karena tidak adanya pemeliharaan dan perawatan suku cadang dari Amerika Serikat. Beberapa Alutsista buatan Amerika Serikat yang digunakan oleh TNI berakhir
57
Ibid, hlm, 25.
dengan kecelakaan yang menewaskan para prajurit TNI yang sepatutnya tewas karena membela tanah air Indonesia, bukan tewas akibat sistem yang sudah kadaluarsa.58 Pasca pencabutan embargo militer oleh Amerika Serikat terhadapIndonesia, kini TNI sangat selektif dalam kerjasama. Ada syarat jika menawarkan pengadaan senjata kepada Indonesia, yakni tidak ada syarat politik atau embargo. Indonesia menganut sistem baru dalam pengadaan persenjataan militer. Sistem yang paling utama yakni pembelian persenjataan dilakukan langsung oleh pemerintah Indonesia tanpa melalui perantara. Beberapa hari sebelum Tim Kementerian Pertahanan, TNI AL dan TNI AU berangkat ke Rusia untuk melihat rencana hibah 10 kapal selam Rusia, Tim Kemenhan dipimpin Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, menemui Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Pertemuan Kementerian Pertahanan dengan Pemerintah Provinsi Jakarta, untuk membahas strategi pertahanan ibu Kota Negara. Wakil Menteri Pertahanan meminta rencana pembangunan ruang bawah tanah di kawasan Monas, diintegrasikan dengan strategi pertahanan ibukota. Usulan membangun sistem pertahanan Indonesia yang lebih baik dan terintegrasi sebenarnya telah disampaikan Rusia pada tahun 2012. Pada event Indo Defence 7 November 2012, Rusia menawarkan kerjasama pembangunan sistem pertahanan udara advance, karena sistem pertahanan udara Indonesia saat ini masih sistem rudal dan senjata jarak pendek.59 Wakil Kepala Eksportir Persenjataan Rusia, Rosoboroneksport menawarkan konsep integrasi pertahanan udara berbasis sistem rudal pertahanan udara jarak menengah Buk-M2E dikombinasikan dengan Pantsir-S1 sebagai sistem rudal/senjata anti-udara jarak pendek. Ahli senjata Rusia mempercayai konfigurasi tersebut akan efektif melindungi obyek-obyek vital Indonesia dari seluruh jenis serangan udara musuh, termasuk serangan udara yang masif. Namun Indonesia menemukan posisinya dalam sebuah dilema. Sistem pertahanan udara jarak pendek Indonesia saat ini, khususnya Jakarta berbasis kepada sistem NATO. Batalyon Arhanudse 10/1/F Kodam Jaya, menggunakan Starstreak buatan Inggris. Adapun TNI AU sedang mendatangkan 6 baterai Oerlikon Skyshield dari Rheinmetall Air Defence Swiss,
Wisnu Dewabrata, ”Kerjasama Militer, Embargo Senjata dan Kondisi Alutsista TNI, diaksesdari:
58
www.melanesianews.org. 59
Membangun Sistem Persenjataan Udara Indonesia, diakses melalui, http://jakartagreater.com/membangunsistem-pertahanan-udara-indonesia/ pada tanggal 17 Januari 2014 pukul 04.26 WIB.
untuk pertahanan jarak pendek bagi sejumlah Pangkalan Udara. Begitu pula dengan sistem radar Indonesia. Sebagian besar menggunakan produk Perancis dan Inggris.60 Menguatnya hubungan militer Indonesia dengan Rusia, disebabkan kebijakan Amerika Serikat yang melakukan embargo senjata termasuk suku cadang ke Indonesia 19992005, dengan alasan pelanggaran HAM Timor Timur. Sejak tahun 2003 hingga tahun 2013, Rusia telah mengirim 16 pesawat tempur Sukhoi. Rusia pun telah menjual Helikopter Serang Mi-35, Helikopter Angkut Mi-17, IFV BMP-3F, APC BTR-80A serta senjata serbu AK-102. Bahkan kedua negara melakukan kerjasama untuk urusan teknis militer, pada tahun 2005. Adapun tahun 2007, Moskow peningkatkan kredit import senjata kepada Indonesia menjadi 1 miliar USD. Selama rentang waktu itu, terjadi pembelian sejumlah alutsista dari Indonesia. Pada tahun 2011, Angkatan Laut kedua negara juga melakukan latihan anti-bajak laut, yang merupakan latihan bersama pertama kali militer Indonesia-Rusia. Situasi ini akhirnya dibaca oleh Amerika Serikat. Mereka merasa mulai kehilangan grip penjualan peralatan militer di Indonesia. Amerika Serikat bergerak dengan cepat. Pada tahun 2011 mereka memperbaiki hubungan militer itu dengan hibah/ refurbish pesawat tempur 24 F-16 C/D Block 25. Pada tahun 2012, Indonesia-AS juga membicarakan pengadaan helikopter multirole Sikorsky UH-60 Black Hawk, serta Helikopter Serang Boeing AH-64E. Hingga saat ini kedua negara telah sepakat mendatangkan 8 helikopter AH64E.61 Tak lama setelah gebrakan AS dengan penjualan Apache AH-64E, Rusia langsung menawarkan hibah 10 kapal selam, dengan model pengadaan seperti hibah 24 F-16 AS. Rusia ikut memperkuat posisinya.
Kesimpulan Pada kesimpulannya, Indonesia, dilihat dari segi kepemilikan teknologi dan peralatan militer masih berada jauh dibanding Negara tetangga nya seperti Singapura, Malaysia, Australia. Oleh karena itu Indonesia tentunya mencari sebuah kerjasama yang secara khusus bergerak dibidang pengadaan dan riset teknologi serta peralatan militer. Namun Indonesia tidak bisa serta merta mendapatkannya karena Indonesia sedang berada dalam pengaruh embargo militer yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Untuk itu Indonesia mencoba untuk mencari alternatif lain sebagai partner dalam pengembangan dan pengadaan teknologi serta peralatan militer. 60
Ibid. http://www.mod.go.jp/e/publ/w_paper/pdf/2012/09_Part1_Chapter1_Sec5.pdf pada tanggal 17 Januari 2013 pukul 04.29 WIB. 61
Pada tahun 2005 Indonesia sudah melakukan kerja sama dengan Rusia ditandai dengan mulai nya hubungan bilateral antara Indonesia dan Rusia, Indonesia secara resmi meminta bantuan Rusia untuk menangani bencana tsunami. Kemudian Rusia pun mengirimkan satu unit spesial untuk menangani bantuan kemanusiaan di Indonesia, yang diketahui bahwa 147 personel dan 30 perlengkapan dikirimkan untuk Indonesia, serta ahli epidemiologis rusia juga dikirim untuk Indonesia, semuanya dikirim untuk membantu militer Indonesia. Tetapi disamping itu ternyata Rusia juga sebenernya mempunyai motif politik untuk membantu Indonesia. Dengan
menunjukan
kerjasama
yang
baik
dengan
Indonesia,
sebenarnya
memperlihatkan bahwa keinginan Rusia untuk memperkuat kepentingan geopolitik di Indonesia. Dan meyakinkan Indonesia untuk semakin mempererat kerjasama bilateral di bidang pertahanan. Disamping itu Rusia juga menunjukan bahwa mereka masih merupak kekuatan yang masih sangat disegani. Rusia juga memiliki harapan bahwa bantuan kerja sama ini merupakan hubungan yang sangat strategis dengan Indonesia. Kerjasama Indonesia dengan Rusia sudah dimulai ketika pada tahun 2003 Megawati mengunjungi Moskow,untuk melakukan pertemuan bilateral dengan pemerintahan Rusia, pertemuan ini sengaja dibahas untuk membahas tentang kerjasama tehnik militer dengan Rusia, proses dari kerjasama ini memang diperuntukan kepada peminjaman lunak kepada Indonesia yang akan digunakan untuk peralatan militer Indonesia, keinginan untuk kerjasama ini sangat bagus bagi perkembangan para BUMN yang bergerak dibidang militer seperti PINDAD, PAL, Dirgantara dan Dahana. Hal ini dapat menjadi sebuah motivasi untuk memperbesar peluang untuk kerjasama militer antara Indonesia-Rusia yang sudah membaik sedemikian rupa. Situasi pertahanan dan keamanan di Indonesia tentunya sangat membutuhkan kerjasama militer dengan negara-negara yang memang memliki kredibilitas untuk memasok pengadaaan alutsista di Indonesia. Karena melalui gambaran sebelumnya, ancaman-ancaman tradisional maupun non-tradisional menuntut Indonesia agar memiliki fokus dalam bidang pertahanan keamanan khususnya alutsista. Namun dalam hal ini, penyelenggaraan pengadaan pertahanan suatu negara, dalam hal ini Indonesia, sangat bergantung pada besarnya anggaran pertahanan yang dialokasikan oleh pemerintah Indonesia.
Sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia terutama setelah hampir empat belas tahun diembargo oleh sejumlah negara produsen khususnyamAmerika Serikat menunjukkan kondisi yang sudah tidak layak guna. Sudahmseharusnya pemerintah meremajakan secara bertahap semua alat utama sistemm senjata (alutsista) tidak layak pakai yang dapat membahayakan keselamatan prajurit. Hanya 40-50% kesiapan operasional minimum sistem persenjataan TNI saat ini diseluruh matra angkatan, persentase tersebut jauh di bawah persentase kesiapan minimal operasional TNI. Dapat dikatakan separuh kekuatan peralatan utama sistem persenjataan (alutsista) TNI tidak sanggup beroperasi maksimal. Memang bisa dilihat dengan seksama bahwa Rusia memberikan pesan ganda terhadap kerjasama ini yaitu pertama ialah Rusia menunjukan kekuatan untuk timbul kembali dalam persaingan persenjataan di kawasan asia tenggara bahkan kawasan asia pun bisa dikuasainya, dan yang kedua ialah Rusia memberikan sebuah upaya yang potensial kepada setiap negara yang ingin melakukan kerja sama di bidang pertahanan dengan Rusia. Rusia meyakini bahwa Indonesia merupakan salah satu negara potensial untuk melakukan kerjasama dibidang militer, hal ini ditandai dengan peningkatan yang drastis ketika ada sebuah pameran pertahanan di Jakarta, Rusia mempromosikan 18 perusahaan pertahanan (perusahaan yang memproduksi persenjataan dan tekonologi militer). Hal tersebut menggambarkan kemajuan yang signifikan dari kerjasama Indonesia-Rusia sejak tahun 2004. Kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Rusia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dimulai ketika pemerintah Rusia menawarkan kerjasama pertahanan dengan Indonesia pada tahun 2005. Indonesia dan Rusia sepakat untuk membentuk Komisi Kerjasama Teknik Militer (KKTM). Pembentukan KKTM ditandatangani dalam Sidang Komisi Pertama di Rusia pada tanggal 22 September 2005. Penentuan dan pelaksanaan kerjasama pertahan militer Indonesia dengan Rusia pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sangat dipengaruhi oleh kondisi pertahanan militer negara yang mencakup perkembangan alutsista indonesia saat ini. Walaupun Amerika telah mencabut embargo terhadap Indonesia, hal ini tidak menutup Indonesia tetap melakukan kerjasama pertahanan militer dengan Rusia, dan tetap berhubungan baik dengan Amerika Serikat. Kerjasama pertahanan ini juga bermanfaat bagi Indonesia selanjutnya, karena Indonesia tidak hanya tergantung pada satu negara saja dalam hal pengadaan peralatan teknik militer dan penyediaan persenjataan.
Kerjasama dengan Rusia bukan berarti Indonesia telah mengubah kebijakan luar negeri yang selama ini cenderung ke Barat. Tetapi, menunjukkan bahwa membuka kerjasama dengan Rusia adalah upaya pelurusan kembali praktek kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia tidak pernah memusuhi barat dan Amerika Serikat. Tetapi Indonesia menjaga keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan yang besar agar tidak selalu terhambat. Kerjasama yang dilakukan pemerintah Indonesia dan pemerintah Rusia dalam pengadaan peralatan militer diharapkan menjadi model kerjasama militer selanjutnya bagi kedua negara. Pengadaan alutsista di Indonesia akan dilakukan secara berjenjang. Pengamatan dilakukan angkatan, pengajuan dilakukan Mabes TNI, dan keputusan diambil Dephan. Rusia dan Indonesia saling membutuhkan satu sama lain. Dengan tujuan yang sama, perdamaian dunia, keamanan dan kemakmuran. Pengadaan alutsista dari Rusia merupakan pilihan rasional saat industry strategis dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan kelengkapan peralatan dan tekonologi militer. Menggunakan produk Amerika Serikat atau Eropa, selain harganya lebih mahal juga selalu ada hambatan politis yang bisa menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Rusia umumnya tidak sulit soal lisensi, izin dan politik. Pembelian alutsista dari Amerika Serikat dan Uni Eropa, umumnyadirumitkan dengan persyaratan penegakan HAM (dikaitkan masalah Aceh, PosoatauPapua), masalah lisensi, dan prosedur pembelian yang rumit. Pengalaman dengan Inggris misalnya, tank Scorpion dan panser serbu Stromer untuk operasi menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tidak boleh dipakai di Aceh karena terkait syarat kerjasama hanya untuk pertahanan luar. Kerjasama pembelian perlengkapan militer dari Rusia dinilai paling menguntungkan. Selain prosesnya tidak rumit, pembelian langsung pada badan yang ditunjuk pemerintah dapat menghemat anggaran 40 persen, karena tanpa melalui pialang. Sistem pembayaran yang diajukan pemerintah Indonesia salah satunya dengan sistem imbal beli alutsista. Imbal beli alutsista dengan komoditas batubara misalnya, adalah memberikan kesempatan bagi pemerintah dan pengusaha Rusia untuk berinvestasi dalam eksplorasi batubara di Indonesia, bukan menukar komoditas batubara dengan alutsista. Beberapa alasan Indonesia memilih Rusia sebagai negara produsenpersenjataan militer terbaru bagi TNI. Pertama, sejarah hubungan militer Indonesia-Rusia. Kedua, kemudahan persyaratan kerjasama bidang pertahanan militer dari Rusia. Ketiga, Rusia lebih
fleksibel mengenai harga seperti bisa dibayar dengan komiditi yang dimiliki Indonesia. Keempat, Rusia memiliki teknologi militer yang sepadan dengan Eropa dan USA.
Referensi: Rizky Damayanti, Diktat Pengantar Hubungan Internasional, Jakarta, Universitas Paramadina, 2011, hlm 2 http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/geschichte/main-content-03/1919-1933republik-weimar.html Rizal Sukma, Indonesia: Security Outlook, Defense Policy, and Regional Cooperation, dalam http://www.nids.go.jp/english/publication/joint_research/series6/pdf/00.pdf
diakses
pada tanggal 17 Oktober 2012 pukul 11.37 WIB. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008.hlm 147 Embargo Militer : Masa Suram Alutsista Militer Indonesia, 14 April 2012, dalam, http://analisismiliter.com/artikel/part/8/Embargo_Militer_Masa_Suram_Alutsista_Milit er_Indonesia diakses pada tanggal 17 Oktober 2012 pukul 12.00 WIB. http://www.bappenas.go.id/files/2613/5185/1240/bab-06---pertahanannegara__20090129020359__16.pdf pada tanggal 17 Januari 2014 pukul 04.31 WIB. Alexey Muraviev and Colin Brown.”Strategic Realignment or Déjà vu?Russia-Indonesia Defence Cooperation in the Twenty-First Century”.SDSC.2008.Working Paper No.411,hal 18 Bambang H,’Indonesia Mempererat Hubungan Militer Dengan Rusia’ (Indonesia strengthens Military relations with Russia), PolitikIndonesia.com, 19 september 2005. Dalam, Alexey Muraviev and Colin Brown. 2008. “Strategic Realignment or Déjà vu? RussiaIndonesia Defence Cooperation in the Twenty-First Century. , Working Paper No. 411. Canberra: Australian National University. hlm 18. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008,hlm 163 http://www.indonesia.mid.ru/relat_ind_03.html diakses pada tanggal 17 oktober 2013 pukul 10.05 WIB http://www.indonesia.mid.ru/press/119_i.html diakses pada tanggal 17 oktober 2013 pukul 10.07 WIB http://www.politik.lipi.go.id/in/kolom/eropa/392-enam-dekade-dinamika-persahabatanindonesia-Russia-.html diakses pada tanggal 17 oktober 2013 pukul 10.10 WIB
Leonard C. Sebastian, Realpolitik Ideology. Indonesia’s Use of Military Force, Institute of South East Asian Studies, Singapore, 2006, hal 227 Robert Lowry, The Armed Forces of Indonesia, Allen & Unwin, St.Leonard’s, NSW, 1996, hal 104. Howard Jones, Indonesia: The Possible Dream, Harcourt Brace Jovanovich,New York. Hal 122 The Indonesian Parliement, Guy Pauker, ‘The Soviet Challenge in Indonesia’, Foreign Affairs, vol. 40, July 1962, hal 613 Press Release On the 60th Annivesary of Diplomatic Relations between Russia and Indonesia, diakses melalui, http://www.indonesia.mid.ru/press/135_e.html pada tanggal 16 Januari 2014 pukul 23.06 WIB. Kaji Ulang Strategis Sistem Pertahanan Tahun 2001, Departemen Pertahanan, Jakarta, 2001 Marcus Mietzner, The Politics of Military Reform in Post-Soeharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance, Washington D.C, 2006, hal 61 Stephen Peter Rosen, “New Ways of War: Understanding Military Innovation,” International Security, Vol.13, No.I, (Summer, 1998), hlm.134-135 MacGregor Knox, dan Williamson Murray, “Thinking about Revolution in Warfare,” dalam Knox, MacGregor dan Murray, Williansom (eds.), The Dynamics of Military Revolution 1300-2050 (Cambridge: Cambridge University Press, 2001), hlm.6-14. Andi Wijananto, Revolusi Teknologi Militer Dan Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia,
diakses
melalui,
http://idu.ac.id/index.php?option=com_docman&task=cat_view&gid=136&a mp;Itemid=351 pada tanggal 16 Januari 2014 pukul 23.11 WIB. Benjamin Schreer, (2013), Moving Beyond Ambitions? Indonesia’s military modernisation, Australia: ASPI, hlm, 21. Kedutaan Besar Federasi Russia Untuk RI, “Hubungan Indonesia-Russia”, Di akses dari www.Indonesia.mid.ru. Pada tanggal 6 Desember 2013 pukul 02.00 WIB Departemen Pertahanan, ”Kenaikan Anggaran Pertahanan 2010 Fokus ke Alutsista”, diakses dari:www.dephan.com Pada tanggal 6 Desember 2013 Pukul 02.30 WIB
Rindu Faradisah Novana, Kerjasama Indonesia Dengan Rusia Dalam Bidang Perahanan Militer Pada Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Periode 2004-2009, Jurnal Transnasional, Vol. 3, No. 2, Februari 2012, hlm, 8. Nurul Qomariyah, ”RI-Rusia teken 7 kesepakatan”, diakses dari: www.detiknews.com. Enam
Dekade
Dinamika
Persahabatan
Indonesia-Russia,
diakses
melalui,
http://www.politik.lipi.go.id/in/kolom/eropa/392-enam-dekade-dinamika-persahabatanindonesia-rusia-.html pada tanggal 16 Januari 2014 pukul 23.56 WIB. Situs resmi presiden SBY, “Pengadaan Sukhoi adalah Bagian dari Politik Bebas AktifIndonesia”, diakses dari: www.presidensby.info Defense studies, ”Penawaran State kredit dari pemerintah Rusia untuk Pengadaan AlutsistaTNI disetujui Presiden”. Bambang H, ”Indonesia Mempererat Hubungan Militer Dengan Rusia”, diakses dari:www.politikindonesia.com Richard F. Grimmett, (2011), Conventional Arms Transfers to Developing Nations 20032010, CRS Report for Congress, hlm, 23. Wisnu Dewabrata, ”Kerjasama Militer, Embargo Senjata dan Kondisi Alutsista TNI, diaksesdari: www.melanesianews.org. Membangun
Sistem
Persenjataan
Udara
Indonesia,
diakses
melalui,
http://jakartagreater.com/membangun-sistem-pertahanan-udara-indonesia/ pada tanggal 17 Januari 2014 pukul 04.26 WIB. http://www.mod.go.jp/e/publ/w_paper/pdf/2012/09_Part1_Chapter1_Sec5.pdf pada tanggal 17 Januari 2013 pukul 04.29 WIB.