[Jurnal Kesehatan Masyarakat]
AFIASI
HUBUNGAN SHIFT KERJA DENGAN TINGKAT KELELAHAN OPERATOR PRODUKSI DI PT PERTAMINA EKSPLORASI DAN PRODUKSI (EP) KECAMATAN BALONGAN KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2014 The Relationships With Working Shift Production Operator Of Fatigue In PTPertamina Exploration And Production (EP) Balongan District Indramayu 2014 Sarinah Basri K.,S.KM.,M.Kes1, Silvia Apriliani2 1
Staf Pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Wiralodra 2 Mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Wiralodra
yang bekerja shift pagi dan shift malam untuk memanfaatkan waktu istirahat pada saat bekerja dengan sebaik-baiknya untuk mencegah terjadinya kelelahan yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
Abstrak Sistem shift kerja sudah menjadi salah satu konsekuensi dari industri, dimana proses kegiatan produksinya berlangsung secara terus menerus selama 24 jam. Pekerjaan yang dilakukan lebih dari 8 jam/hari sangat beresiko menyebabkan kelelahan. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan shift kerja dengan tingkat kelelahan operator produksi di PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Balongan Indramayu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan desain cross sectional. Pengumpulan data dilakukan terhadap 12 pekerja operator produksi dengan teknik kuesioner KAUPKK dengan skor tertinggi 3 dan skor terendah 1 untuk pernyataan kelelahan kerja, dan pengkodean 1 untuk shift malam dan pengkodean 0 untuk shift pagi. Hasil tersebut kemudian diolah menggunakan uji statistik Chi-Square yang ada dalam program SPSS versi 16.0 dengan taraf kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan sebesar 5%. Hasil penelitian berdasarkan uji statistik Chi-Square, diketahui terdapat hubungan yang kuat antara shift kerja malam dengan tingkat kelelahan operator produksi di PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu tahun 2014. Disarankan melakukan monitoring kesehatan pekerja secara berkala, diharapkan kepada pekerja
Kata Kunci
: shift kerja, kelelahan kerja
Abstract Shift work system has become one of the consequences of the industry, where the production activities take place continuously for 24 hours. Work is performed more than 8 hours / day is very risky cause fatigue. This study aimed to determine the relationship of the work shift production operator fatigue PT Pertamina Exploration and Production (EP) Balongan Indramayu. This research is descriptive analytic cross-sectional design. Data collection was carried out on 12 workers with a production operator KAUPKK questionnaire technique with the highest score of 3 and 1 the lowest scores for fatigue statement of work, and one for night shift coding and coding 0 for the morning shift. The results are then processed using Chi-Square test statistic is in SPSS version 16.0 with a 95% confidence level and the value of significance of 5%. The results based on statistical test Chi-Square, known to have a strong association between night shift work with production operator fatigue PT Pertamina Exploration and Production 1
[Jurnal Kesehatan Masyarakat]
AFIASI
tenaga dan aktivitas yang rutin secara terus menerus. Hal itu berdampak pada kesehatan pekerja, dimana akan menurunya kemampuan dan daya tahan tubuh pekerja. Kondisi tersebut merupakan akibat dari kelelahan yang di alami oleh pekerja. Berdasarkan data mengenai kecelakaan kerja yang tercatat di Kompas tahun 2004, di Indonesia setiap hari rata-rata terjadi 414 kecelakaan kerja, 27,8% disebabkan kelelahan yang cukup tinggi. Lebih kurang 9,5% atau 39 orang mengalami cacat (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, 2004 dalam Hariyati, 2009)2. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwasanya ada beberapa faktor yang beruhubungan dengan terjadinya kelelahan pada pekerja dibagian produksi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh kementrian tenaga kerja Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan 65 % pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28 % mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh stress berat dan merasa tersisihkan3. Hasil penelitian yang dilakukan pada salah satu perusahaan di Indonesia tahun 2008 khususnya pada bagian produksi mengatakan rata-rata pekerja mengalami kelelahan dengan mengalami gejala sakit di kepala, nyeri di punggung, pening dan kekakuan di bahu4. Pada pekerja pabrik bagian produksi menunjukkan adanya hubungan antara shift kerja dengan kelelahan5. Seiring dengan perkembangan industri minyak dan gas yang menjanjikan dan nilai ekonomi yang diciptakan, makan dalam kegiatan proses produksinya berlangsung selama 24 jam per hari secara terus menerus dengan memperkerjakan pekerja secara shift (pola waktu kerja). Bekerja secara shift mempunyai jadwal yang bervariasi, biasanya 8 jam pershift.
(EP) Balongan District of Indramayu district in 2014. It is recommended to monitor the health of workers on a regular basis, is expected to workers who worked the morning shift and night shift to utilize break time at work as well as possible to prevent the occurrence of fatigue which can lead to accidents. Keywords: shift work, work fatigue Pendahuluan Berbagai faktor dapat mempengaruhi produktivitas kerja salah satunya adalah kesehatan. Sehingga secara menyeluruh baik itu sektor industri formal dan informal serta besar kecilnya perusahaan dan jenis pekerjaan menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) untuk setiap pekerjanya memperoleh pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja untuk meningkatkan produktivitas. Gangguan kesehatan pada pekerja dapat menyebabkan kecelakaan yang berakibat pada absensi atau kemangkiran pekerja. Hal ini akan sama berlakunya pada keselamatan kerja yang dapat mempengaruhi produktivitas. Baik kecelakan kerja ataupun gangguan kesehatan kerja yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah lingkungan kerja, perilaku kerja, dan shift kerja. Kerja shift akan merubah kebiasaan hidup seseorang dan juga perubahan fungsi irama tubuh yang disebut “circadian rhythm”. Shift kerja malam perlu mendapat perhatian karena irama faal manusia (circadian rhythm) terganggu, metabolisme tubuh tidak dapat beradaptasi, kelelahan, kurang tidur, alat pencernaan kurang berfungsi secara normal, timbul reaksi psikologis dan pengaruh yang kumulatif1. Adanya kerja shift pagi, sore atau siang, dan malam sudah menjadi kebutuhan untuk mendukung kegiatan produksi karena permintaan yang meningkat dan harus terpenuhi tepat waktu sehingga dalam pengerjaannya pekerja harus dibutuhkan 2
[Jurnal Kesehatan Masyarakat]
PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Balongan merupakan bagian dari PT Pertamina RU VI Balongan. PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Balongan merupakan salah satu pabrik yang menjalankan proses produkisnya sudah modern yaitu dikendalikan oleh mesin dan mengontrolnya dengan tombol indicator. Dalam proses produksinya berlangsung selama 24 jam selama 4 hari kerja dan 2 hari libur, dengan memberlakukan pola waktu kerja 2 shift (12 jam pershift) dengan tujuan untuk efisiensi tenaga kerja dan upah serta memberikan upah lembur yang tinggi. Shift pagi dimulai dari jam 08.00-20.00 dan shift malam dimulai dari jam 20.00-08.00. Pekerja shift bagian operator produksi terdiri 3 grup, 1 grup terdiri dari 6 orang pekerja yang dalam pelaksanaannya akan bergilir. Dari segi keselamatan dan kesehatan kerja untuk pekerja yang bekerja lebih dari 8 jam perhari selama seminggu terus menerus akan mengalami masalah terutama pekerja yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan lama jam kerja yang dijalaninya. Jika hal itu terus menerus berlangsung maka akan mengganggu faal tubuh dan menyebabkan kelelahan.
AFIASI
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian6. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja shift PT. Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Balongan yang berjumlah 18 orang, dimana terbagi atas 3 Grup dan tiap grup berjumlah 6 orang pekerja pershift. Sampel penelitian adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang memenuhi kriteria pekerja shift pagi dan shift malam di PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Balongan. Sampel di ambil dari 12 orang pekerja yang bekerja shift pagi dan shift malam dari 18 orang pekerja. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah: 1) Pekerja yang bekerja shift di bagian operator produksi PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Balongan Indramayu; 2) Responden mau menjadi subjek penelitian. Sedangkan Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini adalah 1) responden tidak bersedia berpartisipasi dalam menjadi subjek penelitian; 2) Responden bukan bekerja dibagian operator produksi; 3) Responden yang sedang libur Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner KAUPKK. Sementara data sekunder diperoleh dari PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Balongan bagian operator produksi yang terdiri dari penjadwalan shift kerja pekerja yang berlaku pada saat penelitian berlangsung. Untuk pengambilan data tentang tingkat kelelahan pekerja, peneliti melakukan wawancara dengan memberikan kuesioner KAUPKK kepada pekerja shift pagi dan shift malam, sedangkan untuk shift kerja peneliti mengambil data penjadwalan dari PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Balongan.
Metode Penelitian ini dilaksanakan di bagian operator produksi PT. Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu. Jenis penelitian ini menggunakan survey analitik dengan pendekatan desain rancangan penelitian cross sectional. Rancangan cross sectional adalah penelitian yang memberikan uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Dalam penelitian cross sectional dilakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu dan mempelajari hubungan antara faktor resiko dengan efek, observasi atau pengukuran terhadap variabel bebas (faktor resiko) dan variabel (efek) dilakukan sekali dalam waktu yang bersamaan
Hasil PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) yang terletak di Balongan kabupaten Indramayu, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 10 Mei 1973. Kegiatan eksplorasi ditujukan untuk 3
[Jurnal Kesehatan Masyarakat]
mendapatkan penemuan cadangan migas baru sebagai pengganti hidrokarbon yang telah diproduksikan. Upaya ini dilakukan untuk menjaga agar kesinabungan produksi migas dapat terus dipertahankan. Analisis Univariat
Analisis Bivariat Diketahui bahwa dari 12 pekerja operator produksi yang bekerja shift pagi berbanding terbalik dengan pekerja yang bekerja shift malam. Pada pekerja shift pagi yang tidak lelah sebanyak 5 orang ( 41,7% ), sedangkan pekerja yang mengalami kelelahan sebanyak 1 orang (83,3 %). Sedangkan pekerja shift malam yang mengalami kelelahan sebanyak 5 orang (41,7%), dan sebaliknya pekerja yang tidak lelah sebanyak 1 orang (83,3 %). Berdasarkan hasil Uji Chi-square diperoleh nilai signifikan (P) = 0,021< 0,05, maka Ho di tolak berarti ada hubungan yang signifikan antara shift kerja dengan tingkat kelelahan operator produksi. Melihat hasil tersebut bahwa shift kerja memiliki pengaruh terhadap tingkat kelelahan operator produksi. Untuk melihat keeratan dapat dilihat dari nilai Spearman Correlation yaitu 0,667 yang artinya keeratan hubungan shift kerja dengan tingkat kelelahan adalah hubungan kuat. Diketahui nilai Relative Risk = 5.000, yang artinya pekerja yang bekerja shift malam 5 kali lebih beresiko terhadap terjadinya kelelahan. Dan nilai CI 95% (0.806-31.002), sehingga jaraknya bias dikarenakan sampel dalam penelitian ini sedikit. (dilihat dalam tabel 3)
Berikut ini hasil distribusi shift kerja, dari 12 orang pekerja operator produksi adalah pekerja shift pagi berjumlah 6 orang (50%) dan pekerja shift malam berjumlah 6 orang (50%). Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Shift Kerja Operator Produksi di PT. Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu Tahun 2014 No. 1 2
Kategori Shift Pagi Shift Malam Total
Jumlah 6 6 12
Persen 50,0 % 50,0 % 100
Untuk distribusi kelelahan kerja dapat dilhat ditabel 2. Kelelahan (fatique) adalah suatu kondisi yang telah dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Dari hasil diketahui bahwa dari 12 orang pekerja operator produksi mempunyai persentase yang sama, antara pekerja yang tidak mengalami kelelahan berjumlah 6 orang (50,0%) dan pekerja yang mengalami kelelahan berjumlah 6 orang (50,0%). Dapat disimpulkan bahwa 50,0 % dari 12 pekerja mengalami kelelahan setelah bekerja. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kelelahan Operator Produksi di PT. Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu Tahun 2014 No. 1 2
Kategori Lelah Tidak Lelah Total
Jumlah 6 6 12
AFIASI
Persen 50,0 % 50,0 % 100
4
[Jurnal Kesehatan Masyarakat]
AFIASI
Tabel 3 Hubungan Shift Kerja Dengan Tingkat Kelelahan Operator Produksi di PT. Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu Tahun 2014 Tingkat Kelelahan No.
Shift Kerja
Tidak Lelah
Lelah
Pvalue
1 8,3% 5 41,7%
0,02 1
6
1
Shift Pagi
2
Shift Malam
5 41,7% 1 8,3%
Jumlah Total
6
(%)
50,0 %
Spearm an Correla tion
Relative Risk
0,667
5.000
95% Confidence Interval
0.806-31.002
50,0 %
Balongan yang harus dijalankan terusmenerus tanpa henti. Dari 12 pekerja operator produksi yang bekerja shift pagi sebanyak 6 orang ( 50,0 % ), dan yang bekerja shift malam sebanyak 6 orang ( 50,0 % ). Circadian rhytm atau jam biologis yaitu jam tidur digunakan untuk kerja menjadi penyebab terjadinya kelelahan, sehingga masalah tersebut efek dari adanya shift kerja yang mempengaruhi9. Shift kerja adalah pola waktu kerja yang diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dana malam10. Lelah atau fatique menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda tetapi semuanya berakibat pada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja. Kelelahan berasal dari bahasa Latin (fatique) berarti hilang lenyap (waste time). Kelelahan (fatique) adalah suatu kondisi yang telah dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun ini bukan satu-satunya gejala1. Dari hasil dilihat bahwa dari 12 pekerja operator produksi yang mengalami kelelahan setelah bekerja sebanyak 6 orang (50,0 %), dan yang tidak mengalami kelelahan setelah bekerja sebanyak 6 orang (50,0 %). Dapat
Pembahasan Jam Kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 857. Akan tetapi, ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan yang harus dijalankan terus-menerus (Pasal 85 ayat 2 UU No. 13/2002), seperti di bagian operator produksi PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Balongan. Sehingga di atur dalam Kepmenakertrans No. Kep233/Men/2003 Tahun 2003 tentang jenis dan sifat pekerjaan yang dijalankan secara terus menerus8. Dan dalam penerapannya tentu pekerjaan yang dijalankan terus-menerus ini dijalankan dengan pembagian waktu kerja ke dalam shift-shift. Dalam pembagian waktu kerja PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Balongan bagian operator produksi membagi waktu kerja menjadi 2 shift dengan jam kerja 12 jam/shift yaitu shift pagi (pukul 08.0020.00 WIB) dan shift malam (pukul 20.0008.00 WIB). Hal itu tidak lepas dari proses kegiatan pekerjaan operator produksi PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) 5
[Jurnal Kesehatan Masyarakat]
disimpulkan bahwa 50,0 % dari12 pekerja mengalami kelelahan setelah bekerja. Sudah menjadi konsekuensi sebuah instansi maupun industri yang kegiatan pekerjanya dijalankan secara terus-menerus tanpa henti selama 24 jam, membagi waktu kerja pekerjanya kedalam pola waktu kerja secara bergiliran atau shift. Shift kerja ini dibuat tentu untuk lebih memanfaatkan sumber daya yang ada, meningkatkan produktivitas, serta pemperpanjang durasi pelayanan. Dan persepsi setiap orangpun berbeda-beda tentang adanya shift kerja tersebut. Mungkin sebagian orang sangat suka dan suka dengan shift kerja, dan sebagian lagi mengatakan kurang suka, tidak suka ataupun sangat tidak suka. Tentunya semua persepsi itu mempunyai berbagai alasan tersendiri, karena shift kerja berpengaruh terhadap kehidupan sosial, waktu tidur terganggu, pencernaan terganggu akibat waktu makan yang tidak teratur, dan menyebabkan gangguan circadian rhythm. Circardian rhythm setiap individu berbeda dalam penyesuaian kerja malam, namun antara shift pagi dan siang terlihat sedikit perbedaan. Pola aktivitas tubuh akan terganggu apabila bekerja malam dan maksimum terjadi selama shift malam11,12. Irama faal tubuh sedikit atau banyak terganggu oleh sistem kerja malam - tidur siang. Fungsi-fungsi fisiologis tenaga kerja tidak dapat disesuaikan sepenuhnya dengan irama kerja demikian. Hal ini dapat dibuktikan dari pengukuran suhu badan, nadi, tekanan darah dan lain-lain dari orang yang bekerja malam dibandingkan dengan keadaan waktu bekerja siang hari10. Sehingga kelelahan pada pekerja malam relatif sangat besar, dikarenakan faktor faal dan metabolisme yang tidak dapat diserasikan. Disamping itu sangat kuatnya kerja saraf parasimpatis dibanding dengan persyaratan simpatis pada malam hari. Padahal untuk bekerja, saraf simpatis harus melebihi kekuatan saraf parasimpatis. Dari hasil penelitian, diperoleh gambaran bahwa dari 12 pekerja operator produksi yang bekerja shift pagi dan mengalami kelelahan sebanyak 1 orang ( 8,3
AFIASI
% ), pekerja yang bekerja shift pagi dan tidak mengalami kelelahan sebanyak 5 orang (41,7% ), sedangkan pekerja yang bekerja shift malam dan mengalami kelelahan sebanyak 5 orang (41,7%), pekerja yang bekerja shift malam dan tidak mengalami kelelahan 1 orang (8,3%). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dari para pekerja mengalami kelelahan pada shift malam yaitu sebanyak 5 orang ( 41,7% ) dari 12 orang pekerja operator produksi. Berdasarkan hasil Uji Chi-square diperoleh nilai signifikan (P) = 0,021< 0,05, maka Ho di tolak berarti ada hubungan yang signifikan antara shift kerja dengan tingkat kelelahan operator produksi. Melihat hasil tersebut bahwa shift kerja memiliki pengaruh terhadap tingkat kelelahan operator produksi. Untuk melihat keeratan dapat dilihat dari nilai Spearman Correlation yaitu 0,667 yang artinya keeratan hubungan shift kerja dengan tingkat kelelahan adalah hubungan kuat. Diketahui nilai Relative Risk = 5.000, yang artinya pekerja yang bekerja shift malam 5 kali lebih beresiko terhadap terjadinya kelelahan. Dan nilai CI 95% (0.806-31.002), sehingga jarakya bias dikarenakan sampel dalam penelitian ini sedikit. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan mengenai hubungan antara shift kerja dengan tingkat kelelahan operator produksi di PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) kecamatan Balongan kabupaten Indramayu tahun 2014, yang dilaksanakan pada tanggal 14 juli – 15 juli 2014 dengan jumlah responden 12 orang, dan dapat disimpulkan, jumlah pekerja operator produksi adalah 18 orang, di bagi menjadi 3 regu, sedangkan 2 regu yang berjumlah 12 pekerja bekerja shift pagi dan shift malam pada saat penelitian berlangsung. Distribusi shift pagi dengan tingkat kelelahan pada pekerja operator produksi di PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) kecamatan Balongan kabupaten Indramayu tahun 2014, sebagian 6
[Jurnal Kesehatan Masyarakat]
besar masuk dalam kategori tidak lelah sebanyak 5 orang (41,7%). Distribusi shift malam dengan tingkat kelelahan pada pekerja operator produksi di PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) kecamatan Balongan kabupaten Indramayu tahun 2014, sebagian besar masuk dalam kategori lelah sebanyak 5 orang (41,7%). Ada hubungan yang kuat antara shift kerja malam dengan tingkat kelelahan operator produksi di PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) kecamatan Balongan kabupaten Indramayu tahun 2014.
AFIASI
bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut bagi mahasiswa yang sedang melakukan penelitian tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3), khususnya kelelahan kerja, serta diharapkan mahasiswa meneliti lebih lanjut tentang hubungan sikap dengan kelelahan kerja. Daftar Pustaka 1. Suma’mur, P.K. 1982. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta : Yayasan Swabhawa Karya. 2. Hariyati, M. 2009. Pengaruh Beban Kerja terhadap Kelelaahan Kerja pada Pekerja Linting Manual di PT. Djitoe Indonesia. Jakarta. Skripsi FK-USM, Surakarta 3. Maulida. 2011. Test Reliabilitas dan Validitas Indeks Kualitas Tidur Dari Pittsburg (PSQI) Versi Bahasa Indonesia Pada Lansia [Thesis]. Yogyakarta:Universitas Gajah Mada. 4. Miranti, Sitti Sanusi & Caecilla SW, Yunair. 2008. Tingkat Beban Kerja Mental Masinis berdasarkan NASA-TLX (Task Load Index) di PT. KAI Daop. II Bandung. Jurnal Online 5. Kimberly. 2009. Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kemungkinan Terjadinya Kelelahan Pada Pekerja Pabrik Kelapa Sawit Pt. X Labuhan Batu [Thesis]. Medan:Universitas Sumatera Utara 6. Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : CV Reneka Cipta. 7. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 8. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 233/MEN/2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan secara Terus-Menerus. 9. Grandjean, E.1988. Fitting The Task to The Man, A Text book of Occupational Ergonomics, 4 th edition. London : Taylor and Francis Ltd. 10. Suma’mur, P.K. 2009. Hiegiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : Sagung Seto. 11. Mc. Cormick, E.J and D.R. Ilgen.
Saran Bagi Institusi Pabrik, diharapkan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu masukan untuk lebih seksama di dalam menentukan kebijakan tentang penjadwalan waktu shift kerja dengan jam kerja normal guna untuk meningkatkan produktivitas dengan meminimumkan gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja pekerja yang disebabkan oleh kelelahan. Health Safety Enviroment (HSE) atau LK3 yang ada di PT. Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Balongan memonitoring dan menjaga kesehatan umum pekerja serta mengadakan pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja dan kehidupannya. Selain itu diharapkan dapat menetapkan batas usia pekerja untuk bekerja, dimana bertujuan untuk meminimalisir turunnya konsentrasi yang disebabkan oleh usia. Karena usia produktif adalah antara 15-54 tahun (Departemen Kesehatan RI). Di negara Jepang pekerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan dengan pekerja relative lebih muda (Menurut Hidayat, 2003). Memberikan pelatihan, pendidikan atau pengarahan pada pekerja tentang cara mengatur waktu istirahat antara pekerjaan dengan waktu untuk keluarga dengan baik. Bagi Instansi Kesehatan Masyarakat, diharapkan dapat menjadi masukan atau
1985.Fundamental Industrial andOrganizational Psychology. 12. Monk T and S Folkard. 1988. Circadian Rhytim and Shift Work, in R. Hockey, Stress and Fatigue Human Performance, Jhon Willey and sons, New York.
7