ISSN 1693-7945
ANALISIS DESKRIPTIF PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN KERJA PADA TENAGA KERJA KONTRAK DI PT. PERTAMINA RU VI BALONGAN Oleh: Sudibyo Ahmad dan Otong Komaruyaman Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Wiralodra ABSTRAK Perilaku Safety merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan operasi kilang Migas dan merupakan perilaku yang berfokus pada penerapan keselamatan untuk mendukung pencapaian sasaran operasional perusahaan. Pada penelitian ini didukung dengan teori yang berhubungan dengan faktor umur, masa kerja, tingkat pendidikan, waktu kerja, dan unit kerja dengan terjadinya kecelakaan pada tenaga kerja kontrak. Desain penelitian menggunakan metode deskriptif analitik yang dilakukan dengan mengumpulkan seluruh data kecelakaan pada tahun 2007-2012, yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko pada waktu yang sama. Sampel penelitian yaitu sebanyak 20 orang tenaga kerja kontrak yang mengalami kecelakaan di PT. Untuk menguji ada tidaknya keterkaitan umur, masa kerja, tingkat pendidikan, waktu kerja dan unit kerja dengan kecelakaan kerja, penelitian menggunakan uji Chi-Square dengan P Value = < 0,05. Hasil penelitian antara umur pekerja dengan Kecelakaan kerja, menunjukkan P Value = 0.067 > 0.05 berarti tidak ada keterkaitan yang bermakna antara umur pekerja kontrak dengan Kecelakaan kerja. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pendidikan dengan kecelakaan kerja, dengan nilai P value=0.015<0.05. Sedangkan hasil penelitian yang menunjukkan tidak hubungan antara umur, masa kerja, waktu kerja dan unit kerja terhadap kecelakaan kerja, dengan nilai P value > 0.05 masing-masing (0.067, 0.055, 0.119 dan 0.580). Penambahan Pengetahuan yang berhubungan dengan aspek Safety diperlukan untuk dapat dapat mengintervensi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik dalam hal ini Safety Behavioer. Kata Kunci: Kecelakaan Kerja, Umur, Masa Kerja, Pendidikan, Waktu Kerja, Unit Kerja PENDAHULUAN Data kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) menyebutkan sepanjang tahun 2009 telah terjadi 54.398 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Angka tersebut menurun sejak 2007 yang sempat mencapai 83.714 kasus dan pada 2008 sebanyak 58.600 kasus. Jika diasumsikan 264 hari kerja dalam setahun, maka rata-rata ada 17 tenaga kerja mengalami cacat fungsi akibat kecelakaan kerja setiap hari dan faktor utama penyebab kecelakaan kerja adalah perilaku dan kondisi lingkungan kerja yang tidak aman. Sementara itu, data Jamsostek pada tahun 2010 tercatat 98.711 kasus. Dari angka tersebut, 2.191 tenaga kerja meninggal dunia, dan menimbulkan cacat permanen pada tenaga kerja sejumlah 6.667 orang. Pertamina Refinery Unit VI Balongan Indramayu yang dibangun relatif baru dan pengoperasiannya menggunakan peralatan modern, canggih, dengan teknologi dan peralatan canggih tersebut di satu pihak akan memberikan kemudahan dalam proses produksi dan meningkatkan produktivitas, namun di pihak lain penggunaan teknologi maju cenderung menimbulkan resiko bahaya kecelakaan kerja dan kerusakan terhadap lingkungan. Data kecelakaan kerja di PT. Pertamina RU VI Balongan pada tahun 2007 sampai dengan bulan Maret 2012, tecatat total kasus kecelakaan kerja pada tenaga kerja kontrak sebanyak 20 orang. Dilihat dari data kecelakaan kerja tersebut dapat terlihat seberapa besar jumlah kerugian yang dapat ditanggung oleh pihak perusahaan, tenaga kerja dan pihak terkait lainnya, oleh sebab itu maka masalah kecelakaan kerja merupakan masalah yang perlu mendapatkan perhatian yang serius. Kejadian kecelakaan kerja pada umumnya tidak terjadi secara kebetulan, tetapi ada penyebabnya. Faktor penyebab ini dapat diidentifikasi dan dikendalikan sehingga kejadian 1
ISSN 1693-7945
kecelakaan sebenarnya dapat dicegah (Det Norske Veritas, 1993). Dari beberapa sumber hasil penelitian disebutkan bahwa pada umumnya kecelakaan akibat kerja disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu faktor pekerja, faktor pekerjaan, dan faktor lingkungan Organisasi Perburuhan Imternasional (ILO,1989). Berdasarkan data kecelakaan kerja tahun 2007 sampai dengan 2012 hasil kajian HSE RU-VI, kasus kecelakaan kerja di PT. Pertamina RU-VI Balongan cenderung tidak mengalami penurunan yang signifikan dan cenderung stagnan, ini justru menjadi permasalahan untuk tercapainya target zero accident. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk Menganalisis Penyebab Kecelakaan Kerja pada Tenaga Kerja Kontrak di PT. Pertamina RU-VI Balongan Indramayu. Untuk penelitian ini mengambil data laporan kecelakaan kerja dan yang akan diteliti adalah antara tahun 2007 hingga bulan Maret 2012. METODE PENELITIAN Data penelitian yang dilakukan terhadap pekerja kontrak yang mengalami kecelakaan pada saat melaksanakan pekerjaan unit AHU, RCC, CDU, Utilities, OM di PT. Pertamina RU-VI Balongan Indramayu menggunakan desain penelitian deskriptif analitis yang menjelaskan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, Effendi, 1989) Sampel dalam peneliti ini adalah total populasi pekerja kontrak PT. Pertamina RU-VI Balongan yang mengalami kecelakaan kerja yaitu sebanyak 20 orang. Penelitian ini dilaksanakan di unit AHU, RCC, CDU, Utilities, OM di RU-VI Balongan Indramayu, sedangkan waktu pelaksanaan penelitian di lakukan mulai bulan Juni – Juli 2012. Sumber data berasal dari data laporan kecelakaan kerja dari bagian Safety bidang Health, Safety, Environment (HSE) PT. Pertamina RU-VI Balongan. Instrument pengumpulan data menggunakan lembar daftar Checklist, ijin Kerja Aman (Permit System), Ijin Kerja Panas/Dingin, Job Safety Analisis (JSA), Laporan Kecelakaan. Tahapan alur pengumpulan data laporan kecelakaan kerja dimulai dari pengawas safety kontraktor, diteruskan ke pengawas lapangan/area, dari pengawas lapangan laporan diserahkan ke pengawas keselamatan kerja (Safety) dari pengawas keselamatan kerja ke pengawas utama (Section Head) dan pengawas utama melaporkan ke Manager HSE untuk dibuat dokumen. Analisis penelitian ini mengunakan analisis Chi-Square dengan melihat nilai P Value. HASIL PENELITIAN 1. Faktor Pekerja Faktor pekerja yang akan disajikan dalam penelitian adalah mencakup pada umur pekerja, masa kerja dan pendidikan. a. Umur Dari tabel 1.hasil pengumpulan data seperti tergambar didapat bahwa jumlah pekerja yang mengalami kecelakaan paling banyak adalah pekerja golongan antara 30-35 tahun (55%) dan paling sedikit adalah golongan umur antara 22-29 tahun (10%). Berdasarkan tabel diperoleh nilai p = 0.067 > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya menunjukan tidak ada hubungan antara umur dengan Dampak Kecelakaan.
Tabel. 1. Distribusi Kejadian Kecelakaan Kerja Menurut Umur Di PT. Pertamina RUVI Balongan Tahun 2007-2012 Umur Jumlah % P Value 18 – 23 --24 – 29 2 10 30 – 35 11 55 0.067 > 35 7 35 Total 20 100 2
ISSN 1693-7945
b. Masa Kerja Dari tabel 2 berdasarkan masa kerja bahwa pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun lebih banyak mengalami kecelaakan yaitu sebanyak 13 orang (65%) dibandingkan dengan pekerja yang memiliki masa kerja antara 1-3 tahun yaitu sebanyak 5 orang atau (25%) dan yang memiliki masa kerja lebih dari 3 tahun yaitu sebanyak 2 orang atau (10%). Berdasarkan tabel diperoleh nilai p = 0.055 > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara masa kerja dengan dampak kecelakaan. Tabel. 2. Distribusi Kejadian Kecelakaan Kerja Menurut Masa Kerja Di PT. Pertamina RU-VI Balongan Tahun 2007-2012 Masa Kerja Jumlah % P Value 1.< 1 tahun 13 65 2.1 – 3 tahun 5 25 0.055 3.> 3 tahun 2 10 Total 20 100 c. Pendidikan Dari tabel 3 berdasarkan pendidikan yang banyak mengalami kecelakaan pekerja kontrak yang berpendidikan SD-SMP sebanyak 11 orang atau (55%) dibanding pekerja yang berpendidikan SMA/STM yaitu sebanyak 8 orang atau (40%) dan yang berpendidikan D3- SI yaitu sebanyak 1 orang atau (5%). Berdasarkan tabeldiperoleh nilai p = 0.015 < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan dampak kecelakaan. Tabel 3. Distribusi Kejadian Kecelakaan Kerja Menurut Pendidikan Di PT. Pertamina RU-VI Balongan Tahun 2007-2012 Pendidikan Jumlah % P Value SD – SMP 11 55 SMA/STM 8 40 Akademi 1 5 0.015 Perguruan tinggi/S1 Total 20 100 2. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang diteliti dalam penelitian ini adalah waktu kerja/shift menurut waktu kerja didapat bahwa pekerja dengan shift pagi hari yang bekerja antra pukul 08.00 - 16.00 WIB lebih banyak mengalami kecelakaan yaitu sebanyak 12 orang (60%) dibandingkan dengan pekerja yang bekerja pada shift dua sore hari yang bekerja antara pukul 16.00 – 24.00 sebanyak 6 orang (30%) dan shift tiga atau malam hari yang bekerja antara pukul 24.00 – 08.00 WIB yaitu sebanyak 2 kasus (10%). Berdasarkan tabel diperoleh nilai p = 0.119 > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara waktu kerja dengan dampak kecelakaan. Tabel.4. Distribusi Kejadian Kecelakaan Kerja Menurut Waktu Kejadian Di PT. Pertamina RU-VI Balongan Tahun 2007-2012 Waktu Jumlah % P Value Pagi 12 60 Sore 6 30 0.119 Malam 2 10 Total 20 100 Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa kecelakaan kerja banyak terjadi pada unit kerja AHU (Atmosferic Hydrotreating Unit) sebanyak 8 kasus (40%), RCC (Residu Catalitic Creaker) sebanyak 5 kasus (26%), CDU (Crude Distilation Unit) sebanyak 1 kasus (5%), Utilities sebanyak 3 3
ISSN 1693-7945
kasus (15%), OM (Oil Movement) sebanyak 3 kasus (15%) sedangkan untuk bagian LAB, HSE, Bengkel yang tidak tersebut dalam table tidak terjadi kecelakaan selama tahun 2007 – Maret 2012. Berdasarkan tabel diperoleh nilai p = 0.580 > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara unit kerja dengan dampak kecelakan. Tabel. 5. Distribusi Kejadian Kecelakaan Kerja Menurut Unit Kerja Di PT.Pertamina RU-VI Balongan Tahun 2007-2012 Unit Jumlah % P Value AHU 8 40 RCC 5 25 CDU 1 5 0.580 Utilities 3 15 Oil Movement 3 15 Total 20 100 PEMBAHASAN 1. Hubungan Umur dengan Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tabel. 1. menunjukan bahwa pekerja dengan usia antara 30-35 memiliki persentse terbesar pada setiap jenis kecelakaan, jika dibandingkan dengan pekerja yang berusia antara 24-29 tahun memiliki persentase kecil. Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda satu dengan yang lainnya dan sangat tergantung pada berbagai faktor, salah satunya adalah faktor usia. Depnaker R. I. (1998), menyatakan bahwa tenaga kerja yang masih muda mempunyai kemampuan kerja yang lebih baik dari tenaga kerja yang sudah tua. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya kemampuan kerja dari tenaga kerja sejalan denga pertambahan usia, karena perubahan pada alat-alat tubuh. Sedangkan Phoon (1988) menyatakan bahwa umur yang terlalu tua dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja yang menimbulkan penderitaan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan reaksi dan kesulitan dalam penyesuaian diri dengan pekerjaan. Pekerja yang berusia 30 - 35 tahun memiliki persentase terbesar pada setiap jenis kecelakaan yang ada hal ini terjadi dimungkinkan karena golongan usia antara 30 - 35 tahun merasa telah memiliki pengalaman kerjanya cukup lama, sehingga mereka terkadang melupakan standar operasional (SOP) dan menganggap remeh terhadap hal-hal yang kecil, sikap kurang hati-hati dan mengutamakan keselamatan dan bekerja berdampak terhadap semakin besarnya resiko kecelakaan yang mungkin terjadi. Hartono, Muljadi, (2004) juga menemukan hal yang sama yaitu, kecelakaan sedikit ditemui pada pekerja dengan usia tua. Dari hasil penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu dari ditarik pandangan bahwa semakin tinggi umur seseorang, semakin rendah resiko kecelakaan, namun hingga pada usia tertentu yaitu lebih kurang 35 tahun, seeorang akan mengalami penuruna kemampuan fisilogis, baik menyangkut indera pendengaran, penglihatan maupun ini akan menyebabkan resiko pekerja berumur >35 tahun menjadi besar, akan tetapi resiko ini dapat berkurang bila pekerja tersebut lebih meningkatkan kewaspadaan, berhati-hati serta sifat sabar yang umumnya terdapat pada orang tua. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square diperoleh nilai P=0.067 > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya menunjukan tidak ada hubungan antara umur dengan Dampak Kecelakaan . umur hanyalah salah satu faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Ada sejumlah faktor lain yang mungkin lebih dominan dibandingkan dengan faktor umur, seperti walaupun seorang tenaga kerja mempunyai umur ≥ 31 tahun, namun telah mengerjakan pekerjaan yang sama selama kurun waktu yang cukup panjang maka tenaga kerja tersebut cenderung terbebas dari kecelakaan kerja. 2. Hubungan Masa Kerja dengan Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tabel.2. menunjukan bahwa masa kerja < 1tahun memiliki persentse terbesar pada setiap jenis kecelakaan, jika dibandingkan dengan pekerja yang > 3 tahun memiliki persentase kecil. Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square diperoleh nilai p = 0.055 > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara masa kerja dengan dampak kecelakaan. Hal ini sesuai tidak sesuai dengan pernyataan 4
ISSN 1693-7945
Suma’mur (2011) yang mengemukakan bahwa pengalaman untuk waspada terhadap kecelakaan kerja bertambah baik sesuai denga pertambahan masa kerja dan lama bekerja di tempat kerja yang bersangkutan. Pekerja yang belum berpengalaman adalah salah satu faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja dibandingkan dengan pekerja yang bekerja > 3 tahun. 3. Hubungan Pendidikan Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tabel. 5.7 menunjukan bahwa tingkat pendidikan SMP memiliki persentse terbesar pada setiap jenis kecelakaan, jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tingkat pendidikan tinggi Diploma persentase kecil. Peristiwa kecelakaan kerja tentu ada penyebabnya. Salah satu penyebab dari kecelakaan kerja adalah perbuatan tidak aman, seperti perbuatan tidak aman yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan, keletihan dan kelesuan, serta sikap dan tingkah laku yang tidak aman. Pendidikan seseorang sangat penting diperhatikan untuk meningkatkan kesadaran akan arti pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja (Depnaker R.I., 1998). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square diperoleh nilai p = 0.015 < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan dampak kecelakaan.. Hal ini sesuai sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa pendidikan seorang tenaga kerja mempengaruhi cara berpikirnya dalam mengahadapi pekerjaannya, termasuk cara pencegahan kecelakaan maupun menghindari kecelakaan saat ia melakukan pekerjaannya (Depkes R.I., 1990). 4. Hubungan waktu Kerja dengan Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tabel. 5.8 menunjukan bahwa waktu kerja diang memiliki persentse terbesar pada setiap jenis kecelakaan, jika dibandingkan dengan waktu kerja pada malam hari presentase lebih kecil. Jam kerja adalah waktu bekerja termasuk juga waktu istirahat. Waktu kerja dari seseorang menentukan efisiensi dan produktivitasnya. Seseorang dapat bekerja denga baik dalam sehari selama 8 jam atau 40 jam dalam seminggu. Waktu sisa dalam satu hari (16 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat dan lain-lain (Suma’mur, 2011). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square diperoleh nilai p= 0.119 > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara waktu kerja dengan dampak kecelakaan. Hal ini tidak sesuai dengan pernyatan Suma’mur (1987) bahwa jam kerja turut mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Memperpanjang jam kerja dapat menyebabkan kelelahan dan memperbesar risiko kecelakaan saat bekerja. Waktu kerja hanyalah salah satu faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. 5. Hubungan Unit Kerja dengan Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tabel. 5 menunjukkan bahwa unit kerja AHU (Atmosperic Hydro Unit) lebih banyak mengalami kecelakaan (40%), dan RCC (Residu Catalitic Creaker) yang mengalami kecelakaan (25%), dibandingkan dengan unit kerja yang lain Utilities, Oil Movemen masingmasing (15%) dan CDU (Crude Distilation Unit) mengalami kecelakaan (5%). Tingginya angka kecelakaan kerja unit AHU dan RCC kemungkinan disebabkan karena pada bagian kerja tersebut memang beresiko besar terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Pola kerja di unit AHU dan RCC adalah mengawasi dan memeriksa pipa-pipa sambungan, mesin –mesin, panel-panel, valve yang tertekan tinggi. Karena RCC merupakan sebuah komplek yang didalamnya terdapat beberapa unit produk seperti mengolah residu menjadi produksi BBM, yang sisanya sebagian bahab bakar fuel oil untuk di ekspor, LPG treatment unit, pemurnian bensin dari unsure sulfur, pemanfaatan gas propylene (propylene recovery) sebagian bahan untuk industri petrokimia, hal inilah yang menjadi penyebab mengapa diantara unit-unit lainnya AHU dan RCC menepati posisi unit kerja yang paling banyak terjadi kasus kecelakaan, karena memang pekerja banyak berhadapan dengan benda kerja dan mesin-mesin yang mengandung resiko besar terhadap kecelakaan. Pada beberapa penelitian terdahulu, kecelakaan kerja berdasarkan unit kerja umumnya memang terdapat di bagian kerja yang menggunakan mesin seperti penelitian Anggraeni (1993) yang mendapatkan kecelakaan kerja terbanyak terjadi di unit kerja yang banyak menggunakan dan berhubungan dengan mesin serta benda kerja. maka perlu untuk menijau kembali SOP/JSA (Job 5
ISSN 1693-7945
Safety Analisys) dalam penggunaan setiap benda kerja benda dan pelatihan perlu ditingkatkan agar kecelakaan dapat dikurangi bahkan tidak ada sama sekali. Kemungkinan karena pola kerja yang selalu dijalankan pekerja berhubungan dengan alat kerja, dimana alat kerja digunakan untuk mempermudahkan tindakan terhadap pengawasan mesin, pipa-pipa dan valve di perusahaan tersebut, sedangkan pekerja harus berusaha sedemikian rupa mengawasi dan melihat perubahan mesin serta pipa-pipa tertekan. Jenis pekerjaan yang terus menerus dan mononton ini memang memberikan dampak yang baik bagi pekerja yaitu pekerja menjadi terlatih dan terampil dalam menjalankan pekerjaanya, namun hingga pada titik tertentu pola pekerja yang terus menerus akan menimbulkan perasaan bosen sehingga menjadi sikap siaga dan waspada terhadap resiko kecelakaan menjadi berkurang sehingga kemungkinan kecelakaan dapat terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat (Grandjean, 1993) kebosanan dan kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai dengan penurunan efesiensi dan ketahanan dalam bekerja, kelelahan juga merupakan fenomena komplek fisiologi maupun psikologis yang sering menyebabkan kecelakaan. Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square diperoleh nilai p = 0.580 > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara unit kerja dengan dampak kecelaka. Unit kerja hanyalah salah satu faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja, karena pada setiap unit tersebut sumber- sumber terjadinya kecelakaan sudah ada yang bisa berakibat celaka pada tenaga kerja kontrak jika tidak hati-hati pada saat melaksanakan pekerjaan, juga pengawasan yang harus ekstra oleh petugas safety, maintenen area, petugas yang punya area.
KESIMPULAN 1. Simpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Kecelakaan kerja menurut faktor pekerja didapatkan bahwa sebagian besar kecelakaan terjadi pada pekerja dengan usia antara 30-35 tahun. dengan masa kerja < 1 tahun dan pendidikan yang rendah SD-SMP. b) Kecelakaan kerja menurut factor lingkungan didapat bahwa sebagian besar kejadian kecelakaan terjadi di unit kerja AHU & RCC dan banyak terjadi pada waktu kerja shift pagi yang memiliki jam kerja antara pukul (08.00-16.00), dan pada waktu shift sore yang memiliki jam kerja antara pukul (16.00-24.00). c) Ada hubungan antara pendidikan dengan kecelakaan kerja, dengan nilai P value = 0.015 < 0.05. Sedangkan hasil penelitian yang menunjukkan tidak hubungan antara umur, masa kerja, waktu kerja dan unit kerja terhadap kecelakaan kerja, dengan nilai P value > 0.05 masingmasing (0.067, 0.055, 0.119 dan 0.580). 2. Saran a) Tingginya kecelakaan pada pekerja yang mempunyai pendidikan SD-SMP pada tenaga kerja kontrak musiman agar lebih selektip lagi pada saat penerimaan pekerja dan pengarahan aspek safety, bahaya-bahaya yang ada ditempat kerja pada saat penerimaan pekerja nusiman lebih di intensifkan lagi. b) Tingginya kecelakaan pada pekerja usia 30-35 tahun dan masa kerja < 1 tahun dapat menjadi pertimbangan khusus bagi HR untuk penempatan pekerja dengan tingkat resiko kecelakan yang tinggi dan melakukan upaya pemberian pelatihan-pelatihan dengan metode yang lebih mudah dipahami dan diterima pekerja seperti lebih mengutamakan metode praktek dari pada teori. c) Bagi pekerja dan unit kerja yang beresiko tinggi terhadap kecelakaan perlu diberikan pengetahuan dan bimbingan mengenai pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (safety indaction) 6
ISSN 1693-7945
d) Sebaiknya diberi peringatan tanda bahaya berupa poster, sehubungan dengan adanya kejadian kecelakaan dan bahaya-bahaya yang mungkin timbul pada tempat tertentu yang rawan kecelakaan, maupun standar penggunaan peralatan dan melakukan kerja aman.Poster tersebut sedapat mungkin dikemas dengan menarik sehingga mampu menimbulkan perhatian pekerja yang diharapkan akan selalu diingat ketika mereka akan dating dan sedang melakukan tugasnya.
DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, R. 1993. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kecelakaan kerja di PT. Intirub Jakarta Timur tahun 1990-1992. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. (1998). Peraturan Menteri Tenaga Nomor: PER.03/MEN/1998 Tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan. Jakarta: Depnakertrans Grandjean, E., 1993. Fatique Dalam : Parmeggiani, L.ed Encyclopedia of Occupational Health and Safety, Third (Revised) edt. International Labour Organization, Ganeva. Hartono, Muljadi. 2004. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Cetakan ke-4. Puspaswara, Jakarta Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 2010. Kecelakaan Kerja: Dalam 5 Tahun Klaim Tanggungan Jamsostek Naik 200%. http://kabar24.bisnis.com/read/20120601/186/79447/kecelakaan-kerjadalam-5-tahun-klaim-tanggungan-jamsostek-naik-200-percent Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2009. Kemenakertrans Prioritaskan Pengawasan Pekerja Sektor Jasa Konstruksi. http://www.kalimantan-news.com/berita.php?idb=4463 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES Phoon,W.O.1988. Practical Occupational Health. PG Publishing Pte Ltd,304 Orchard Road, Singapore. Suma’mur, P. K. 1987. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Jakarta: CV. Haji Mas Ahung.
Cetakan Pertama.
Suma’mur, P.K. 2011. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto.
7