KRIYA/KERAJINAN DITINJAU SEBAGAI FILSAFAT ILMU Drs. I Made Radiawan, M.Erg. I. Pendahuluan Bagi sebagian besar penduduk, kriya merupakan asing bagi yang mendengarnya atau sulit untuk dimengerti, Tetapi sebagian kegiatan sudah akrab dilakoni oleh masyarakat. Bahkan sudah mengenal dengan kata mengukir, menganyam, menghias menempa dan seterusnya. Hal semacam
perlu disadari
sebagai ilmu-ilmu formal belum mereka menerima
sepenuhnya, hal seperti itu disebabkan dengan kriya sendiri masih relatif muda dan tanggapan kriya bagi masyarakat umum, maka dapatlah dikatakan wajar pemahaman tentang kriya baru terbatas kepada hal-hal yang sederhana. Kriya/kerajinan, dengan tantangan teknologi untuk bisa menghadapi masalah-masalah yang timbul
terhadap manusia, itupun dengan kemajuan yang dialami oleh Negara
tetangga kita. Dengan pembangunan kriya dewasa ini, tidak bisa
dalam waktu singkat dan perlu
bertahap dipahami dan masing-masing bagian kriya harus dibenahi. Dan sampai pembenahan secara menyeluruh, serta sebagai penguatan
pondasi untuk menunjang
perekonomian secara total. Bahwa kenyataan-kenyataan yang tidak dapat dipungkiri kriya masih menjadi dilema di masyarakat umum, maka disinilah perlunya landasan yang kuat untuk membangun kriya untuk menjadi tatanan yang sistematik, ilmiah dalam pendekatan dengan ilmu lainnya. Memang selama ini sulit untuk mempertemukan antara aspek tradisi dengan modern, antara budaya timur dan barat antara rasa dengan ratio dan seterusnya, malah merambah ke masalah kriya ini akan diperuntukan pada orang yang berada dan yang kurang mampu. Suleman, 1976, membuka kesadaran kita tentang adanya seni rupa atas dan seni rupa bawah. Memang adanya kekwatiran bagi para kriyawan, dan mungkin musnahnya budaya tradisi yang telah lama dibangun akibat teknologi yang masuk ke tempat kita, dan seperti masalah tersebut tidak perlu dibesar-besarkan, tapi budaya tradisi kita juga memiliki menangkal atau kiat-kiat karena menpunyai kekebalan tertentu untuk menghadapi system budaya dari luar, bagaimana manusia mempunyai
tingkat penyesuaian diri
1
terhadap diberbagai atmospir kehidupan. Pendekatan antar disiplin, bisa menghormati profesi orang lain, dengan cara keterbukaan pola berpikir ilmiah pada profesi masingmasing. Maka wajarlah jika seorang kriyawan
selain menguasai pada bidangnya, perlu juga
berkolaborasi dengan bidang yang kainnya, serta dapat memahami bahasa-bahasa para ahli lainnya, apabila kriyawan bekerja pada suatu industri atau art work di satu tempat, maka diperlukan kerja sama team dalam menuntaskan suatu masalah-masalah yang timbul dalam suatu tempat kerja. Dalam menuntaskan suatu masalah tersebut perlu, pendidikan tinggi pada bidang kriya dan ada pendukung dari demensi keilmuan lain. Teknologi,
seperti teknologi mekanik, teknologi produksi, teknologi bahan
wawasan ilmu-ilmu enjinering, sehingga
seorang kriyawan akan memahami kearah
sistem industri secara luas dan industri kecil yang berkembang di pedesaan, bahan, proses pendisainan, manageman dan ketrampilan yang memadai. Wawasan sains, terutama fisika, metode riset, logika, sehingga seorang kriyawan memiliki keilmiahan dalam membuat suatu produk/pekerjaan yang bersifat seni dan mampu merumuskan dan memutuskan dan permasalahan dihadapi dengan cara sistimatis. Wawasan seni, terutama bidang kesenirupaan seorang kriyawan mampu memahami keberadaan tentang keindahan, seni, kretifitas yang tinggi. Wawasan sosial, dimana kriyawan
tentunya
membuka wawasan tentang sosiologi, psikologi, sosial budaya yang selalu dihadapkan kepada kehidupan manusia. Wawasan
filsafat dan etika, kriyawan diharap dapat
membangun pola berpikir secara mendalam, yang dilandasi oleh filsafat seni dan sikap etis pada kekriyaan. Dengan cara pendekatan ini seorang kriyawan dapat menyelaraskan dimensi-dimensi dasar
yang berhubungan dengan aktivitas kriyawan, baik secara
konsep-konsep strategi kekeriyaan maupun langsung
berkaitan dengan kehidupan
mayarakat. 1. Ciri keilmuan Pengetahuan pada hakekatnya apa yang diketahui tentang suatu obyek tertentu. Pengetahuan merupakan sumber jawaban dari beberapa pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Jadi hakekatnya manusia mengharapkan jawaban yang benar dan pasti. Dan timbulah suatu masalah bagaimana pemecahannya dan menyusun pengetahuan yang
2
benar. Masalah inilah yang dalam kajian filsafati disebut epistemology, dan landasan epistemology ilmu yang disebut metode ilmiah (Jujun,1991). Pengetahuan dibatasi oleh apa yang ingin diketahui, membahas hakekat yang ada, yang merupakan ultimate realty baik yang berbentuk jasmani/kongkret maupun rohani/abtrak (Bakhtiar,2005) mengkaji asas-asas dan menjelaskan hakekat keberadaan dan kenyataan (ontologi). Bagaimana cara memproses tubuh pengetahuan yang disusun dari mana atau dari bahasa akademis, dari kurikulumnya, jurusan/program studi/fakultas, dan bagaimana menemukan sumbersumber, hakekat dan ruang lingkup pengetahuan dan memungkinkan untuk mendapatkannya,
beberapa
besar
pengetahuan
bisa
didapat
(Jujun,
2005)
(Epistemologi). Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu termaksud dipergunakan (aksiologi), (Jujun, 2005) dengan mengetahui jawaban dari ketiga pertanyaan
ini
dengan mudah kita dapatkan membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam kasanah kehidupan manusia. 2. Kriya Sebagai disiplin Ilmu dan pengembangan Sejarah kriya. Sejak jaman Neolitik bangsa Indonesia sudah dikenal dengan bangsa berkebudayaan pertanian, sebagai bangsa berkebudayaan petani telah melakukan pekerjaan dalam bentuk kerajinan/kekriyaan untuk mengisi di waktu luang, sewaktu pertaniannya sedang berlangsung. Di suatu daerah seni kerajinan/kekriyaan masih merupakan bentuk yang tradisional yang mencerminkan karya sambilan dari masyarakat petani. (Kusnadi, 1979). Lahirlah berbagai jenis bentuk kekeriyaan (kerajinan) seperti mengukir, menganyam, menenun, terakotta dan sebagainya yang tumbuh di pedesan. Dan munculah berbagai bentuk kalamakara, sulur-suluran lebih awal muncul dari pada yang naturalis (Bosh. 1949). Adapula hiasan pelengkap yang biasa disebut hiasan permadani karena bentunya mirip dengan permadani yang dihamparkan dengan aneka ragam hiasan geometris, roset yang ditemukan ditengah-tengsh jajaran genjang, ceplokan, kawung dan sebagainya (Kusnadi. 1979) Adanya penyatuan arti dalam karya seni mereka ini menyusutkan perbedaan dalam arti selanjutnya. Sangat sulit untuk membuat garis batas yang ritual bentuknya yang sering dipakai sehari-hari. Benda yang diperuntukan sehari-hari semakin langka maka benda tersebut berubah menjadi benda pusaka. Adanya suatu kepercayaan benda
3
yang sebagai benda kubur dan kemudian berubah fungsi pula menjadi benda yang amat berharga dan malah
dipustakakan. Dan timbulah dengan adanya instansi yang
membidangngi masalah kekriyaan ini dengan membuat sentra-sentra kerajinan /kriya di berbagai bidang serta dibentuknya pengajaran dengan pola akademik diantaranya: kriya kayu, kriya keramik, kriya bambu, kriya kulit, kriya logam dan yang diterapkan di pendidikan tinggi di Bali (ISI Denpasar kriya kayu dan kriya keramik ) (Buku Panduan ISI Denpasar 2004). Dalam perkembangan lebih detail yang langsung menangani produk kekriyaan di sentra pedesaan instansi telah melakukan kerja sama antara instasi Deprindag, Dekranasda, dan pihak perguruan tinggi (ISI) II. Ontologi Daru sisi ontologi bahwa istilah kriya adalah kekriyaan
atau kerajinan
melaksanakan pekerjaan secara individu seperti kerajinan anyaman, mengukir, kerajinan perak dilaksanakan secara mentradisi (turun-temurun) ( Suhaji, 1987). Kriya/kerajinan pada era globalisasi ini bukan sebagai kerajinan yang sifatnya individu melainkan sudah menempuh dengan jalan kolektif kerja dan menangani berbagai bidang seperti; seni kerajinan, teknologi bahkan meluas meliputi ilmu kemasyaratan dan meningkatkan tarap hidup. Keanekaragaman bahan baku, bahan bantu dan bahan finishing sangat terpengaruh dengan kualitas produk yang dihasilkan, keberasilan itu diukur dengan tuntutan mutu proses, mutu produk, mutu estetik, mutu layanan, mutu fungsi sesuai dengan kreteria fungsional karya seni (Gustami, 2000). Pemilihan dan penggabungan bahan-bahan untuk mencapai akibat yang diinginkan, proses penyusunan dengan memakai unsur-unsur visual seperti : garis, bentuk, ruang, cahaya, warna, tektur,untuk mewujudkan tujuan tertentu ( Evans, 1973).
Penyelesaian pemecahan yang optimal terhadap sejumlah
kebutuhan dang kerangka kondisi khusus, poses perancangan yang mengakibatkan perintisan perubahan-perubahan benda kesatuan manusia (Jone, 1978). Munculah kriya di kota-kota, untuk mencapai keindahan, kenyaman, keamanan. Keamanan dapat menggunakan elemen sebagai pijak yang aman seperti pemakaian karang boma ditempat tertentu, misal di pintu kori agung di pura kahyangan. Kenyamanan
dan keindahan
dengan berhubungan dengan penempatan relief yang
bermakna, ergonomik, social budaya dan lingkungan, dan factor manusia sebagai pengguna sangat diperhitungkan
4
1. Ciri keilmuan kriya universal Kriya adalah secara umum teknik atau mendisain diharapkan membuat yang indah dan tranpil terawatt dengan jalan kerapian seni, penggunaan yang realitas, proses, penyusunan secara sistimatik (Dormer 1997). Dikatakan bahwa kriya salah satu bidang ilmu seni rupa, merupakan pemilihan dan penggabungan bahan-bahan untuk mencapai suatu akibat yang diinginkan. Kontek kriya dimaknai sebagai suatu karya seni yang unik dan kerakteristik di dalamnya mengandung muatan nilai estetik, simbolik, filosofi serta fungsional, (Zuhdi,2009)
Proses kriya
tersebut dengan menggunakan unsur-unsur seni seperti; garis, bentuk, ruang, cahaya,warna, tektur, untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam metode ilmiah, bahwa penyusunan atau proses pengambilan keputusan secara sadar. Keinginan untuk meningkatkan kebenaran (validitas) kebijakan yang berhubungan dengan lingkungan masa kini dan masa depan. (Subarniati,2001) Berdasarkan uraian diatas bahwa batas dan cirri keilmuan kriya sangatlan universal, dapat disebut dari aspek ontologi yaitu pokok persoalan yang dibahasan sifatnya emperis dapat diamati berdasarkan penalaran dalam jangkauan manusia. Secara epistemology kriya memakai metode ilmiah dilihat ruang lingkup integrasi pekerjaan dengan kegiatan sain, teknologi dan seni rupa (aksiologi). Maka kriya/kerajinan memenuhi syarat ilmiah sebagai bidang ilmu. Dalam perkembangan di era globalisasi ini, manusia ikut dan luluh dalam perkembangan yang berkesinambungan, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan. Kalau menoleh kebalakang pada zaman batu, disitu jejas sekali bahwa mereka mulai membuat mata panah yang bergerigi dan memungkinkan untuk melepaskan dari busurnya, sebagai alat untuk berburu binatang, ( Kusnadi, 1979). Jelas pemikiran untuk melakukan mempertahankan hidupnya, berusaha melakukan dengan logika dan rasio untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Benda yang dihasilkan adalah hasil dari tangan mereka melalui daya talar yang logis, hasil tersebutlah dikatagorikan sebagai hasil kerajinan tangan (kriya) (Tuges, 2004) Pada masa sekarang, kebutuhan akan produk kriya akan digunakan sebagai kebutuhan skunder, diataranya peralatan rumah tangga seperti meja, kursi, lemari, tempat tidur serta perabotan dapur, serta perlengkapan assisoris yang dipakai sehari-hari. Begitulah alur pikiran kriyawan dalam menganalisis produk kriya.
5
2. Ciri keilmuan spesifik kriya. Dalm perkembangan ilmu
serta mecari memahaman yang mendalam akan
mengarah ke masing-masing yang lebih spesifik sifatnya. Setiap suatu profesi akan terjadi pengambilan tugas yang khusus untuk menemukan pendalaman suatu hasil. Kalau dibandingkan pada zaman dulu seorang kriyawan dapat memegang berbagai disiplin misalnya pemborong atau pelaksana dan
malah
melaksanakan sebagai ekonomi, ahli material dan sebagainya. Kriya kerajinan berada diantara perencanaan dan pelaksanaan
benar-benar berada
didalam karya seni, yaitu karya-karya seni yang juga merupakan karya kerajinan atau produk jadi, sudah semestinya ada saling bertumpu antara dua hal tersebut seperti yang bisa dilihat didalam contoh yang berupa bangunan dan sebuah kendi, untuk kepuasan suatu tutuntan khusus, untuk melayani suatu tujuan yang ada kegunaannya, juga merupakan suatu karya seni. (Soehadji, 1981). Dan ciri kriya/kerajinan telah melakukan berbagai dampak yang seharusnya di pikirkan antara lain, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, pendekatan lingkungan kerja untuk memanfaatkan efisien waktu kerja, ekonomi, sosial budaya setempat untuk mencapai peningkatan produtivitas dan kenyamanan. Kriya suatu hasil dari ketrampilan tangan yang sudah terlatih, bukan ketrampilan saja, system, dan proses berkaryapun telah mengalami suatu penalaran yang
selalu
mempertimbangkan tentang produk yang dihasilkan, seperti produk tersebut untuk siapa?, akan bertempat dimana?, disainnya bagaimana?, ergonominya bagaimana keseluruhan merupakan suatu pertimbangan yang memerlukan analisa di segala lini, proses yang panjang hingga menjadi suatu produk kriya. Menelaah produk kriya tradisi, dapat dilihat karakter dan cirinya adalah: pengerjaan sangat trampil, teliti, unik, mistik, terdapat suatu pengulangan motip (kalau dilihat pada bentuk pepatraan) dan dikerjakan secara bersama dan turun-temurun. Kriya/kerajinan, banyak dapat telaah dan perlu dipelajari hakekat kekriyaan serta keberadaan kriya itu sendiri, seperti pola berpikir dalam mengalisis atau sampai terjadinya suatu produk kriya, mengalisis bahan yang paling tepat dijadikan suatu produk, menganalisis fungsinya dan pemakainya, unsur disain, prinsip disain, ekonomis, praktis (benda cendramata), efesien (misal penempatan produk), efektip (waktu dalam proses dari awal sampai akhir), ergonomis ( dilakukan dari
6
awal rancangan sampai akhir sipemakai produk dan sikap manusia) dan banyak unsur yang perlu ditelaah. Untuk menempuh dengan pola berpikir yang di uraikan didepan maka kriya yang ada di Institut Seni Indonesia Denpasar, ditempuh dalam delapan semester dengan beban satuan kridit semester yang berbeda disesuaikan dengan semester awal sampai akhir semester seperti: Kriya I = 4 sks, kriya II = 4 sks, kriya III = 4 sks, kriya IV = 4 sks, kriya V = 4 sks, kriya VI = 5 sks, kriya VII = 5 sks, terakhir tugas akhir = 6 sks, kriya I sampai kriya V merupakan penekanan bimbingan dari pola berpikir untuk mencapai perwujudan suatu karya kriya fungsi dan karya kriya seni, pada semester kriya VI sampai tugas akhir menekankan pada pola berpikirnya sudah mandiri yang nantinya untuk mencari identitas diri dalam berkarya, pembimbing hanya mengarahkan dalam penulisan analisis perwujudan yang dimunculkan baik yang berbentuk karya fungsional maupun karya kriya seni. Tentunya didukung dengan beberapa mata kuliah dengan kode ISI kuliah bersama tingkat institut, kode SRD kuliah bersama tingkat fakultas, KKY pada jurusan kriya, kuliah kerja nyata, kerja praktek pada masing bidang studi pada fakultasseni rupa dan disain, Institut Seni Indonesia Denpasar.
III. Epistemologi 1. Secara epistemologi. Kriya/kerajinan merupakan suatu aktifitas pemecahan masalah atau cara pada kesesuaian tujuan. Penerapan metode ilmiah terhadap penyusunan atau proses pengambil keputusan yang berhubungan dengan situasi lingkungan masa kini dan masa depan. Proses perancangan yang mengakibatkan perubahan-perubahan secara menyeluruh dalam suatu produk kriya/kerajinan dinama manusia ada di dalamnya, proses tersebut melibatkan ilmuwan sebagai penasehat, membuat keputusan
dengan menggunakan unsur-unsur
seni, garis, bentuk, bidang, warna tektur sehingga terbentulah dalam sebuah rancangan produk kriya/kerajinan. Dalam proses rancangan tersebut akan segera tercapai dengan penggabungan dari bahan-bahan untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Pemecahan masalah yang di inginkan seoptimal terhadap sejumlah kebutuhan kerangka kondisi yang di inginkan. Sebenarnya
untuk
memproduksi,
rancangan,
prototip,
semestinya
dilakukan
mengecekan/pengetesan sebelum produk tersebut akan diproduksi, kemampuan untuk
7
menganalisa aspek rancangan, bahan, penyelesaian tahap akhir, ergonomi, funsional balance, sehingga
merupakan jawaban atas kebutuhan manusia, dapat disesuaikan
dengan tuntutan aktivitas dan tatanan kehidupan yang berakibat pada peningkatan kehidupan (Dormer,1997).
Kriya/kerajinan merupakan mata kuliah atau minat utama
pada jurusan kriya seni, dan isi yang perlu dipaparkan dalam kriya/kerajinan ada dua hal: pertama kriya seni dimana hasil dari produk yang diwujudkan merupakan suatu ekpressi dari penciptanya, jadi wawasan berpikir disini hanya menggali suatu karya seni yang bersifat apresiasi
tanpa memikirkan dampak lingkungan sebagai pendukungnya
contohnya dengan mewujudkan relief yang hanya dipajang dan dinikmati, yang kedua kriya sebagai kriya disain, disini banyak pertimbangan untuk mencapai antara partisifatory, pemakai, alat dengan manusianya merupakan mutlak jadi kepentingan, seperti bagan dibawah ini, adalah pola berpikir dalam mewujudkan suatu produk kriya/kerajinan. 2. Bagan dalam proses disain: -Daerah potensial -Kompetisi -Komsumen -Perumusan kebutuhan
- Identifisaki masalah -Analisis -Kendala -Data/informasi
RISET PASAR
PROGRAM
TES
PROTOTIP
PRESENTASI
-Tes mekanik -Kemampuan -Struktu -Ergonomi
-Akurasi disain bentuk -Komponen standar -Produksi
-Gambar kerja -Teknis -Model/moke up
PRODUKSI
PROMOSI
KONSUMEN
-Filosofi disain -Fungsi -Argumentasi -Alternatip disain
GAGASAN DISAIN
KEPUTUSADISAIN
-Ergonomi -Ekonomi -Sosial budaya -Penampilan visual -Teknis/teknologi -Seni rupa
RISET PASAR
(Sachari, 1986)
8
Jika pada pra-revolusi industri kerajinan (kekriyaan) terlahir untuk kebutuhan keindahan bentuk-bentuk suatu produk kriya, maka kriya akan lebih membentuk kedalam untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dari kebutuhan manusia. Berdasarkan hal itu pendidikan tinggi kriya di Intitut Seni Indonesia Denpasar misalnya berkembang dengan ilmu-ilmu tersendiri, ilmu emperis tidak hanya dengan cukup pada logika saja tetapi
dilandasi kebudayaan riset dan pembuktian ini terjadinya kelompok pada
bidangnya yakni : kriya kayu, kriya keramik. Dalam pendidikan kurikulum pusat ditawarkan antara lain, kriya logam, kriya kulit, batik, seperti di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Konsekwesi perkemabngan profesi tak bisa terhalangi
dengan adanya
kekhususan dan lintas keilmuan maka terciptalah hasil produsi di kriya menyeluruh. Seorang kriyawan
sifatnya
tidak bisa berjalan sendiri dan bekerjasama dengan
disiplin lainnya seperti bantuan dari konsultasi kepada,ekonomi, teknikal, ergonomic manageman dan lainnya. Sehingga dengan demikian perkembangan ilmu yang membentuk kerangka profesinya menjebati kerja lintaskeilmuan tersebut. Ornamen salah satu mata kuliah yang mendukung pada kriya/kerajinan, seperti memberi hiasan pada tempat yang serasi dengan tempat pada suatu produk, pada konten ornament tersirat berbagai ragam ornamen lokal seperti
keketusan, pepatraan,
kekarangan ( ragam hias Bali), dan ragam hias nusantara diantaranya Jawa ( pejajaran, pekalong, japara, majapahit dan lainnya) dari Sumatara, Kalimantan, Irianjaya serta ornamen dari luar Indonesia, ornamen tersebut memberikan warna atau keragaman terhadap kriya/kerajinan yang kembangkan di Institut Seni Indonesia Denpasar pada fakultas Seni Rupa dan Disain di Jurusan Kriya Seni. Hiasan/asesoris yang dipakai oleh manusia, hiasan ini salah satu dapat memberikan makna pada kriya/kerajinan, bukan saja dari kayu bahannya juga beraneka jenis bahan: gelas, logam, kulit, bamboo, kain dan sebagainya. Disini menjadi pemikiran adalah dari kuliah ilmu bahan, dimana dalam kontennya akan menyeluruh dalam pemahaman bahan sebagai dasar perencanaan pada wujud produk kriya dan kriya seni.
9
Salah satu gambar proyeksi, sebagai telaahan pada kekriyaan, atau pola berpikir dalam mewujudkan suatu produk kriya/kerajinan seperti pada perencanaan menunjukan proses gambar rencana, inilah salah satu proses pendukung dan proses perwujudan pada produk kriya. Pada awal dari proses disain perwujudan suatu produk, pertama dilakukan proses pemilihan sket (alternative disain), kedua penetapan sket terpilih, ketiga dilakukan ganbar rancangan, tanpak depan, tampak samping, tampak atas, kontruksi, detail kontruksi, detail hiasan dan perspektif.
Dan perencanaan terakhir adalah proses
perwujudan di stasiun kerja serta dilakukan proses penyelesaian (finishing produk). Batik, merupakan mata kuliah yang dapat memberi ide dalam mendisain produk kriya, yaitu beberapa motip yang digambarkan diatas kain, serta berbagai kombinasi warna, bentuk ikut membangun wawasan pada kriya/kerajinan. Gambar jam dikutip dari Koppelmann, seorang kriyawan memiliki pola berpikir untuk mendapatkan suatu perencanaan disain yang dapat dipakai/diproduksi, dinikmati oleh konsumen atau masyarakat umum. Kriya/kerajinan dimaknai seperti, bagaimana kriya/kerajinan dapat dikerakterkan bagaimana Koppelmann diatas: produk dapat dihasilkan bersifat maskulin, feminism, agung, jantan, kuat, penuih dengan nilai, keserderhanaan, expressif, obyektif, original, klasik, modern, tradisional, nostalgia, seperti mainan. Merupakan konsep awal dalam merancang disain kriya/kerajinan. Sejarah Seni rupa Indonesia, juga menjadi acuan untuk metode berpikir dalam perwujudan produk kriya,
dimana seorang kriyawan akan memahami kronologis
perkembangan kriya/kerajinan dari jaman- kejaman sampai terbentuknya kriya seni di Institut Seni Indonesia Denpasar, bidang
apresiasi salah satu menjelajahi wawasan seni di
kriya/kerajinan melalui berapresiasi seni, serta sejarah seni rupa timur,
kriya/kerajinan diberikan wawasan pada sejarah India, cina, kamboja, jepang, bahwa
10
kriya mendapat pemahaman terhadap kebudayaan yang ada pada sejarah timur. Bahan salah satu memberikan dasar pemikiran dalam proses penentuan bahan yang layak dipergunakan berbagai produk kriya. Proses pengeringan, pengawetan kayu, kerakter kayu, proses finishing dari cat air, cat minyak dan system transparan dan menutupi. Kriya/kerajinan yang dibebeankan sks masing-masing berbeda dari 4 sks, 5 sks sampai 6 sks, beban tersebut akan diperlukan tahapan pola pikir yang berbeda dari semester satu sampai semester akhir, juga mata kuliah pendukung rata-rata dua sks, dan pendukung lainnya seperti kerja praktek tiga sks, kuliah kerja nyata tiga sks masing-masing kuliah ini diperlukan pengabdian yang iklas terhadap masyarakat atau mengamalkan ilmu yang didapat dari kampus kepada masyarakat umumnya dipedesaan. Mengapa kuliah tersebut ada yang dua semester satu mata kuliah, disini ditutut untuk bisa meguasai dan memahami ilmu yang diserap, seperti kuliah ornamen satu dan ornamen dua
ada yang lokal (ornamen Bali) dan nusantara (ornamen Indonesia)
disamping mengenal, mengetahui juga paham terhadap ornamen/hiasan yang tersebar di Indonesia serta sebagai acuan untuk berkarya pada saat menempuh tugas akhir begitu kuliah lainnya. Maka kuliah pokok merupakan salah satu sebagai sasaran untuk melangkah kemandirian dan keahlian pada bidangnya. Kuliah kriya, harus dilaksanakan tahap demi tahap, untuk mengkaji dan menganalisa diberbagai bidang ilmu sebagai pendukung mata kuliah kriya tersebut Ornamen Ergonomi Estetika Ilmu bahan Nirmana Sejarah Seni Gambar teknik Seni Budaya Bali Apresiasi Kriya/Kerajinan Manageman seni Metopen Peng. Haki Gbr. Wayang Konsep Tekn. Seminar Kerja Praktek Aplikasi Komputer Skema konsep dalam kriya kerajinan sebagai bidang keilmuan
Produk yang dihasilkan dalam lingkungan keluarga, apa yang dikatakan pendapat di halaman depan bahwa, suatu aktivitas yang dikerjakan secara turun temurun serta dikerjakan pada waktu luang dan untuk kebutuhan pada rumah tangga sendiri, tidak mempertimbangkan dampak lainnya, seperti bahan yang dipergunakan, untuk siapa,
11
dipergunakan untuk apa, bisa saja untuk apa yang ingin ditempatkan pada produk tersebut, system, hubungan dengan teknologi, hanya keperluan rumah tangga sehari-hari saja. Adalah acuan ini merupakan arah, tercapainya suatu pola pikir yang menyeluruh untuk menciptakan gagasan/ ide didalam merancang suatu produk kriya/kerajinan agar mengetahui kebutuhan konsumen, tren pasar, lingkungan kerja yang sehat, nyaman pengguna, nyaman produsen, kenyaman dan keselamtan kerja. Dalam produk ini, telah mempertimbangkan berbagai macam aspek yang selalu sasarannya ke user, disamping bertitik berat kepada proses disain, artistic dan estetik, system managemen, kondisi lingkungan dalam beraktivitas pada suatu ruangan juga telah mempertimbangan disain kedepannya yang bagaimana yang dibutuhkan oleh konsumen. Dalam produk ini semakin komplek dalam pertimbangan yang diperlukan disamping proses disain juga memelukan pemikiran yang lebih menyeluruh seperti perpaduan dari beberapa bahan ( kulit, logam), warna yang benar-benar trend untuk menyusuaikan didalam ruangan yang dibutuhkan oleh konsumen. IV. Aksiologi Secara aksiologi; hasil penelitian kriya/kerajinan berguna baik secara akademi untuk kemajuan pengembangan teori dan kekriyaan, dan membantu mengidentifikasi masalahmasalah yang timbul di masyarakat, serta menciptakan inovasi yang dapat memberikan kenyamanan maupun ketenangan bagi masyarakat. Kriya memberikan telaahan yang mendasar tentang system dan pola pikir dari awal perancangan suatu disain produk kriya sampai terjadinya suatu produk, terjadinya suatu proses dan betul-betul digodok untuk menghasilkan konsep yang dapat memenuhi kreteria bagi konsumen atau masyarakat pemakai, dalam artian secara menyeluruh agar tersetuh dalam perasaan yang memdalam bagi sipemakai produk kriya/kerajinan. Dalam produk kriya dapat dinikmati langsung secara realitas sesuai dengan dibutuhkan oleh sipemakai, misalnya adanya hasil yang dapat memenuhi kreteria dalam disain, artistic, estetika, social budaya, ekonomis, praktis, ergonomic secara menyeluruh. Tentunya prinsip-prisip etika dalam mendisain merupakan tujuan untuk mencapai disain yang dapat menyatu dan budaya relevan serta berkesinambungan. Pikiran manusia bukan saja
dapat dipergunakan untuk menemukan
dan
mempertahankan kebenaran sekaligus jugas dapat dipergunakan untuk menemukan dan
12
mempertahankan hal-hal yang tidak baik Kriya bertujuan menyesuaikan hasil dengan manusia sebagai pemakai dengan menyadari keempat lebihan dan keterbatasan serta kemampuan manusia menjadikan acuan, dan dipadukan dengan unsur teknologi dan seni, kenyamanan, keindahan. Untuk masa kedepan dengan kekriyaan/kerajinan
mampu
meninghkatkan efisiensi, produktifitas, dan kualitas hidup manusia serta dirancang pendidikan sedemikian rupa, sehingga norma, etika, kepribadian menjadi kesatuan yang utuh. Sehingga dengan kekriyaan/kerajinan, orang akan mempelajarinya memiliki kepribadian, keilmuan, ketrampilan, ahli dalam berkarya, memilik prilaku dalam berkarya dan mampu bekerja sama di lingkungan masyarakat. V. Simpulan. Dapat dilihat dari kerakteristik dari kriya sebagai ilmu secara ontologism akan memiliki obyek empiris yang dapat diamati serta diteliti, lingkungan dan masyarakatnya, Kriya/kerajinan
yang
berdasarkan
teori
berdasarkan
metode-metode
ilmiah
(epistemology), Aspek aksiologisnya mematuhi etika dan norma yang ada memberikan pengertian-pengertian umum, rasional dan empiris tentang kebutuhan masyarakat Dilihat dari paparan dari ontology, epistomologi dan aksiologi kriya dapat memilki metode yang rasional dan sistematik, mengidenfikasi
masalah-masalah yang ada
dimasyarakat, patuh dengan norma dan etika yang ada.
13
Daftar Pustaka Team Dekranas, 1992, Desain Kerajinan Bali, Dekranas DaerahTkI Bali Gustami SP 2000. Seni Kerajinan mebel ukir jepara, kajian estetik Pendekatan multidisiplin, Kanisius Yogyakarta. Kusnadi 1986, Sejarah Seni Rupa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Matra Ida Bagus, 2004, Filsafat Penelitian metode penelitian social. Pustaka Pelajar Yogyakarta. Neff, Möbel und Lampen, 1994,VPM, Rastatt Germany. Peter Dormer. 1997. The Culture Of Craft. Bell &Bain Limited Glasgow Sachari Agus, 1986. Paradigma Desain Indonesia. Jakarta. CV Rajawali. Suriasumantri Jujun S. 1991. Filsafat Ilmu. Yogyakarta Saku Dayar Sana Taryadi Alfons 1991, Epistemologi Pemecahan Masalah menurut Kart,R. Popper. Jakarta PT Gramedia Koppelmann Udo, 1997, Produk-Marketing, Springer-Verlag Berlin Heudelberg New York Krisnamurti, Sunaryo, 1986, 40 Disain, Dinas Perindustrian DKI Jakarta. Jurnal IKEA, 2006 Jurnal Seni Budaya 2006, Mudra, ISI Denpasar
14