KERAGAMAN TINGKAH LAKU BEBERAPA BANGSA DOMBA YANG DIKANDANGKAN DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI
EKO HANDIWIRAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul ”Keragaman Tingkah Laku Beberapa Bangsa Domba yang Dikandangkan dan Pemanfaatannya untuk Peningkatan Produksi”, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor,
Juli 2012
Eko Handiwirawan NIM. D161070051
ABSTRACT EKO HANDIWIRAWAN. The Variation and Utilization of Behavior of Caged Five Sheep Breeds for Increasing Production. Under direction of RONNY RACHMAN NOOR, CECE SUMANTRI, dan SUBANDRIYO. Potential utilization behavior to improve of sheep productivity was studied in four parts of the study. Three topics of research conducted to study opportunity of behavior to differentiate and estimation of genetic distances between five sheep breeds, indirect selection on body weight gain and productivity of ewe and identification of SNP DNA markers for aggressiveness. Topic of recent research is to find a method in behavioral research which easier, more concise and accurate and can represent overall of sheep behavior. Five of sheep breeds, i.e. Barbados Black belly Cross sheep (BC), Garut Composite (KG), Garut Local (LG), Sumatra Composite (KS) and St. Cross Croix (SC) used in this study. A set of CCTV equipment used to observe a sheep behavior and recorded in a video file. Canonical discriminant analysis and hierarchical clustering according to the Average Linkage method and the dendogram performed in the study of genetic differentiation and distance estimation. Meanwhile, multiple correspondence analysis (MCA) is performed for qualitative variables. Arena tests performed to determine temperament of sheep and its relationship with growth rate and ewe productivity. Analysis of variance to behavioral variables and blood serotonin concentration and analysis of DNA polymorphism exon 8 of MAOA gene were performed between aggressive and not aggressive group ram. Paired t test and correlation analysis to estimate a correlation between partial data and the whole data were performed to fourth study. The results showed that body measurements of sheep can be utilized to differentiate and estimate a genetic distance between the sheep breeds accurately. Sound characteristics of sheep has a great opportunity to be utilized in the differentiation and estimation of genetic distance between the sheep breeds but need improvement in the sound data collection methods. Meanwhile, the utilization of behavior data to differentiate and estimate of genetic distance between the sheep breeds was less accurate. Differentiator variables for body sizes was tail width, horn base circumference, long horns, long tail, body length, and skull width, while differentiator variables for sound call characteristics was the third quartile frequencies, middle frequencies, maximum frequencies and time of the first quartile frequencies. Post weaning sheep which more docile to the observer has a daily gain higher. Ewe which have more bleats have total weaning weight and lamb survival higher than those of ewe which less bleats when separated from their lamb. Aggressive and nonaggressive sheep have the same behavior, though aggressive sheep had higher blood serotonin concentrations compared to the group of non aggressive sheep. In this study, aggressive behavior in sheep was not associated with a mutation in exon 8 of MAOA gene. The use of 6 hours partial data was the best partial data to predict all of sheep behavior accurately. Key words: behavior, genetic distance, production, genetic markers of aggressiveness, partial data accuracy
RINGKASAN EKO HANDIWIRAWAN. Keragaman Tingkah Laku Beberapa Bangsa Domba yang Dikandangkan dan Pemanfaatannya untuk Peningkatan Produksi. Dimbimbing oleh RONNY RACHMAN NOOR, CECE SUMANTRI, dan SUBANDRIYO. Peningkatan produksi pada domba dapat dilakukan melalui persilangan dan seleksi. Pola dan karakteristik tingkah laku dikendalikan oleh satu atau banyak gen secara tidak langsung dalam proses fisiologi yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan. Keragaman beberapa sifat tingkah laku diperlihatkan antar bangsa dan di dalam bangsa domba dan beberapa sifat tingkah laku mempunyai hubungan yang erat dengan sifat produksi. Peluang fenotipe tingkah laku untuk dimanfaatkan dalam peningkatan produktivitas domba dipelajari melalui empat bagian penelitian utama. Penelitian pertama dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari keragaman pada peubah-peubah karakteristik suara, fenotipe tubuh dan tingkah laku untuk pembedaan bangsa domba yang dapat dimanfaatkan dalam program persilangan. Penelitian kedua dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari hubungan antara sifat tingkah laku dengan sifat produksi pertumbuhan dan produktivitas induk domba pada lima bangsa domba. Penelitian ketiga dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi keragaman penanda DNA SNP sebagai penanda genetik untuk sifat agresif pada berbagai bangsa domba. Penelitian keempat dilakukan untuk mendapatkan metode pengamatan tingkah laku domba yang mudah, lebih singkat serta akurat dan dapat mewakili gambaran tingkah laku domba secara keseluruhan. Penelitian dilakukan di Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak Cilebut dan Bogor. Lima bangsa domba yang terdiri dari domba Barbados Blackbelly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) digunakan dalam penelitian ini. Tingkah laku domba diamati dengan seperangkat peralatan CCTV dan direkam dalam bentuk file video. Sebanyak 24 peubah karakteristik suara, 19 peubah ukuran tubuh, tujuh nilai indeks morfologi dan 10 peubah sifat tingkah laku diamati dalam penelitian pembedaan bangsa domba. Analisis ragam, analisis diskriminan kanonikal, hierarchical clustering menurut Metode Average Linkage (Unweighted Pair-Group Method Using Arithmetic Averages, UPGMA), dan dendogram untuk kelima bangsa domba dilakukan. Multiple correspondence analysis (MCA) digunakan untuk menganalisa peubah kategori sifat kualitatif. Tes arena dilakukan untuk menilai temperamen domba dan dihubungkan dengan laju pertumbuhan dan produktivitas induk. Analisis ragam dan analisis korelasi dilakukan untuk mengukur keeratan hubungan antara peubah produksi dan peubah tingkah laku domba. Sepuluh peubah durasi tingkah laku, konsentrasi serotonin darah dan runutan DNA ekson 8 gen MAOA dari kelompok domba jantan agresif dan tidak agresif diamati. Analisis ragam peubah tingkah laku, dan konsentrasi serotonin darah serta analisis polimorfisme runutan DNA ekson 8 gen MAOA dilakukan antar kelompok domba jantan agresif dan tidak agresif. Data parsial 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 jam dari 8 jam pengamatan tingkah laku digunakan sebagai prediksi data tingkah laku 8 jam. Uji t berpasangan dan analisis korelasi untuk melihat keeratan korelasi antara data parsial dengan data utuh dilakukan. Ukuran bagian-bagian tubuh domba dapat dimanfaatkan dalam pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba secara akurat. Sementara itu, dengan perbaikan dalam metode pengumpulan data suara, karakteristik suara domba berpeluang
besar untuk dapat dimanfaatkan dalam pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba. Pemanfaatan data tingkah laku untuk pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba memberikan hasil yang kurang akurat. Peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk ukuran bagian tubuh adalah peubah lebar ekor, lingkar pangkal tanduk, panjang tanduk, panjang ekor, panjang badan, dan lebar tengkorak. Sementara itu, peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk karakteristik suara adalah frekuensi kuartil ketiga, frekuensi tengah, frekuensi maksimum dan waktu frekuensi kuartil pertama. Indeks ukuran tubuh dapat digunakan untuk menilai tipe dan fungsi dari bangsa domba dan berdasarkan indeks ukuran tubuh bangsa domba Komposit Garut adalah tipe domba potong. Beberapa bangsa mempunyai korespondensi yang erat dengan sifat kualitatif warna tubuh dominan, pola warna tubuh, warna belang dan persentase belang yang membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Bangsa domba St. Croix cross jantan terkait erat dengan sifat pola warna polos (satu warna), sedangkan bangsa domba St. Croix cross betina berkorespondensi erat dengan sifat warna tubuh dominan putih. Sementara itu, bangsa domba betina Komposit Garut berkorespondensi erat dengan pola warna campuran dua warna, warna belang putih, coklat muda dan coklat tua, dan persentase belang 1-10%. Domba muda bertemperamen lebih jinak terhadap pengamat mempunyai pertambahan bobot badan harian lebih tinggi. Tingkah laku frekuensi menyeberang daerah uji A dan B dan frekuensi melangkah berkorelasi erat negatif dengan pertambahan bobot badan harian. Induk domba bersuara lebih banyak mempunyai total bobot sapih dan kemampuan hidup anak lebih tinggi dibandingkan induk dengan frekuensi suara lebih sedikit ketika dipisahkan dengan anaknya. Persentase domba jantan yang berkarakter agresif pada setiap bangsa tidak lebih dari 10 persen kecuali pada bangsa domba Komposit Sumatera relatif agak tinggi yaitu sekitar 23 persen. Domba berkarakter agresif dan tidak agresif mempunyai tingkah laku yang realtif sama, meskipun demikian kelompok domba berkarakter agresif mempunyai konsentrasi serotonin darah lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok domba yang tidak agresif. Sifat agresif pada domba tidak berkaitan dengan adanya mutasi pada ekson 8 gen MAOA. Terdapat kecenderungan semakin lama durasi data parsial yang digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam paling baik untuk memprediksi data pengamatan 8 jam untuk sepuluh jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini. Kata kunci : tingkah laku, jarak genetik, produksi, penanda genetik sifat agresif, akurasi data parsial
© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian dan seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KERAGAMAN TINGKAH LAKU BEBERAPA BANGSA DOMBA YANG DIKANDANGKAN DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI
EKO HANDIWIRAWAN
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup
:
1. Dr. Ir. Mohammad Yamin, M.Agr.Sc. 2. Prof (R). Dr. Ir. Ismeth Inounu, MS.
Penguji pada Ujian Terbuka
:
1. Dr. Ir. Achmad Machmud Thohari, DEA. 2. Prof (R). Dr. Ir. Kusuma Diwyanto, MS.
HALAMAN PENGESAHAN Judul Disertasi
:
Keragaman Tingkah Laku Beberapa Bangsa Domba yang Dikandangkan dan Pemanfaatannya untuk Peningkatan Produksi
Nama
:
Eko Handiwirawan
NIM
:
D161070051
Program Studi
:
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (ITP)
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. Anggota
Prof. (R). Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc. Anggota
Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Rarah Ratih A. Maheswari, DEA.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 29 Juni 2012
Tanggal Lulus : ………………….....
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2009 ini ialah genetika tingkah laku domba, dengan judul “Keragaman Tingkah Laku Beberapa Bangsa Domba yang Dikandangkan dan Pemanfaatannya untuk Peningkatan Produksi”. Disertasi ini memuat empat penelitian yang ditulis dalam empat bab tulisan ilmiah. Penelitian pertama yang berjudul “Pembedaan Bangsa Domba Berdasarkan Karakteristik Suara, Fenotipe Tubuh dan Tingkah Laku” disajikan pada bab tiga dan terdiri dari tiga sub penelitian, sedangkan penelitian kedua yang berjudul “Hubungan Tingkah Laku dengan Laju Pertumbuhan dan Produktivitas Induk Domba” disajikan pada bab empat yang terdiri dari dua sub penelitian. Sementara itu, penelitian ketiga yang berjudul “Identifikasi Single Nucleotide Polymorphism (SNP) pada Gen MAOA (Mono Amine Oxidase A) sebagai Penanda Genetik untuk Sifat Agresif pada Domba” dan penelitian keempat yang berjudul “Perbandingan Akurasi Penggunaan Data Parsial dan Data Utuh pada Pengamatan Tingkah Laku Domba” disajikan pada bab lima dan enam, masing-masing satu penelitian. Tiga penelitian pertama dilakukan untuk mengetahui sejauhmana sifat tingkah laku dapat dimanfaatkan untuk peningkatan produksi melalui (1) Pembedaan bangsa domba yang informasinya dapat digunakan dalam program persilangan pada domba, (2) Seleksi tidak langsung sifat tingkah laku yang berkorelasi erat dengan sifat produksi, dan (3) Seleksi langsung menggunakan penanda genetik SNP DNA. Penelitian keempat dilakukan untuk memperoleh metode pengamatan tingkah laku pada domba yang mudah dan cepat akan tetapi cukup akurat untuk mendapatkan gambaran tingkah laku domba secara keseluruhan. Penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Komisi Pembimbing dalam penelitian ini yaitu Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc. sebagai Ketua Komisi, Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. dan Prof (R). Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc., masing-masing sebagai Anggota Komisi yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, pikiran dan arahan dimulai sejak diskusi awal dalam penentuan ide/topik penelitian, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, analisis data hingga penulisan disertasi. Penulis berdoa semoga beliau bertiga selalu diberi keluasan ilmu, kesehatan dan kemudahan di dalam melaksanakan tugastugasnya dan amal baiknya saat ini dicatat oleh-Nya sebagai amal jariyah. 2. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, selaku Ketua Komisi Pembinaan Tenaga yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan program doktor. 3. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan yang telah memberikan dorongan dan dukungan kepada penulis untuk menimba ilmu pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. 4. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Peternakan IPB, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (ITP) beserta jajarannya yang telah memberikan pelayanan akademik dan administrasi dengan sangat baik. Ketua Program Studi / Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA, yang
senantiasa memberikan dukungan, dorongan motivasi dan segala kemudahan dalam setiap pelaksanaan tahapan akademik yang harus penulis jalani. 5. Dr. Ir. Mohammad Yamin, M.Agr.Sc. dan Dr. Ir. Rudy Priyanto atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi pada ujian kualifikasi Doktor. Dr. Ir. Mohammad Yamin, M.Agr.Sc. dan Prof (R). Dr. Ir. Ismeth Inounu, MS. atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup serta telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan disertasi. Dr. Ir. Achmad Machmud Thohari, DEA. dan Prof (R). Dr. Ir. Kusuma Diwyanto, MS. atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka serta telah membuka dan menambah wawasan penulis. 6. Kepala Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba Margawati (UPTD-BPPT), Garut, Jawa Barat, yang telah memberikan izin untuk dapat melaksanakan penelitian di UPTD-BPPT Domba Margawati. 7. Prof. Dr. Laba Mahaputra dan Bu Ida, Laboratorium Endokrinologi, Departemen Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya, yang telah memberikan bantuan teknis analisa hormon serotonin darah domba. 8. Senior penulis di kantor dalam bidang pemuliaan ternak, yaitu Prof (R). Dr. Ir. Kusuma Diwyanto, MS, yang telah memperkaya wawasan penulis dalam bidang pemuliaan melalui diskusi-diskusi yang dilakukan dalam banyak kesempatan. Kepala Balai Penelitian Ternak dan Ir. Bambang Setiadi, MS, yang telah memberikan izin penggunaan materi penelitian domba Komposit Sumatera, St. Croix dan Lokal Garut di Kandang Percobaan Cilebut. Demikian pula kepada Prof (R). Dr. Ir. Ismeth Inounu, MS, yang telah menambah pengetahuan dan ketrampilan penulis dalam menggunakan Program SAS untuk analisa data serta diskusi-diskusi yang terkait dengan penelitian penulis. 9. Pak Saeri dan Pak Kusma, masing-masing selaku kepala kandang percobaan domba Balai Penelitian Ternak Cilebut dan Bogor, beserta seluruh teknisi dan petugas kandang, diantaranya Pak Endang Sopian, Bu Siti Aminah, Pak Sumantri, Pak Tohir, Pak Ruchyat, Pak Nurjaya, Pak Asep Supriyadi, Pak Mukmin, dan lain-lain yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian di kandang percobaan domba. Bu Zulqolah Layla, teknisi Laboratorium Pemuliaan Ternak yang telah membantu dalam pengambilan sampel darah, isolasi DNA dan amplifikasi DNA target hingga sampel siap untuk disekuen. 10. Rekan seangkatan di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan tahun 2007, yaitu Dr. Ir. Aron Batubara, M.Sc., Dr. Ir. Bambang Ngaji Utomo, M.Sc., Dr. Ir. Ben Juvarda Takaendengan, M.Si. dan Dr. Suryana, S.Pt., MP., yang telah saling bantu dalam memperdalam dan memperkaya wawasan ilmu, serta saling memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian studi. 11. Orang-orang terdekat dan terkasih yaitu Ayahnda Soebinto, Ibunda Harminah, Ayahnda Mertua Muhamad Zen Budjang dan Ibunda Mertua Hinomarti yang senantiasa mendorong dan memberikan dukungan serta doa sehingga kesulitan yang penulis hadapi menjadi semakin mudah dan ringan. Istriku, Ir. Eva Sukma Herlinamarty, yang telah memberikan kelonggaran hati melalui pengertian, pengorbanan, dan kesabarannya, dukungan dan dorongan serta doa yang tiada henti, menjaga semangat dan motivasi penulis, meringankan dan memudahkan penulis dalam berkonsentrasi di semua tahapan studi S3 ini. Kepada Ananda Muhammad Nafil Fauzan semoga semua ini dapat menjadi dorongan motivasi untuk berupaya keras meraih apa yang menjadi cita-citanya.
Besar harapan karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, dan bermanfaat bagi pembangunan peternakan di Indonesia.
Bogor,
Juli 2012
Eko Handiwirawan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Balikpapan, Kalimantan Timur pada tanggal 16 Mei 1967 sebagai anak sulung dari lima bersaudara dari pasangan Soebinto dan Harminah. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang, lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1993, penulis menikah dengan Ir. Eva Sukma Herlinamarty dan dikaruniai seorang putra bernama Muhammad Nafil Fauzan yang lahir pada tanggal 9 September 1995. Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Ilmu Ternak pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor pada Program Studi/Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (ITP) pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Republik Indonesia. Penulis mulai bekerja sebagai staf peneliti di Balai Penelitian Ternak, Ciawi Bogor sejak tahun 1993. Tahun 1998 hingga 1999, penulis menjabat Asisten Peneliti Muda di Bidang Produksi Ternak merangkap Pj. Kepala Sub Bidang Publikasi Penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Tahun 2001 penulis menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Program pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Sejak tahun 2002 penulis menjabat sebagai Kepala Seksi Jasa Penelitian pada Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor dan berakhir pada tahun 2003. Tahun 2004, penulis menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Kerjasama Penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Tahun 2005, penulis menjabat Peneliti Muda di Bidang Pemuliaan dan Genetika Ternak merangkap sebagai Kepala Sub Bidang Pendayagunaan Hasil Penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor yang berakhir saat penulis mulai menjalani tugas belajar program Doktor pada tahun 2007. Pada saat mengikuti pendidikan S3 (tahun 2010), penulis menjadi Sekretaris I Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI). Sebuah artikel berjudul ”The Differentiation of Sheep Breed Based on the Body Measurements” telah diterbitkan pada Journal of the Indonesian Tropical Animal Agriculture (JITAA) Volume 36 Nomor 1 pada tahun 2011. Karya ilmiah tersebut berhasil meraih Peringkat III JITAA Award 2011 dari Dekan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari penelitian program S3 penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. xxiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xxvi PENDAHULUAN ................................................................................................. Latar Belakang ............................................................................................. Tujuan Penelitian ......................................................................................... Manfaat Penelitian ........................................................................................ Hipotesis Penelitian ...................................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ Kerangka Pemikiran .....................................................................................
1 1 4 4 5 5 6
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ Tingkah Laku dalam Ilmu Genetika .............................................................. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkah Laku ......................................... Kontrol Genetik dan Pengaruh Lingkungan terhadap Sifat Tingkah Laku ..... Pewarisan Sifat Tingkah Laku ...................................................................... Tetua Bangsa Domba Komposit ................................................................... Pembeda Bangsa Ternak .............................................................................. Tingkah Laku sebagai Pembeda Bangsa ....................................................... Karakteristik Suara sebagai Pembeda Bangsa ............................................... Tingkah Laku sebagai Indikator Seleksi ....................................................... Penanda SNP untuk Sifat Agresif .................................................................
9 9 10 12 14 15 20 25 26 27 30
PEMBEDAAN BANGSA DOMBA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUARA, FENOTIPE TUBUH DAN TINGKAH LAKU ........................................ Abstrak ........................................................................................................ Abstract ........................................................................................................ Pendahuluan ................................................................................................. Materi dan Metode ....................................................................................... Hasil dan Pembahasan .................................................................................. Simpulan ...................................................................................................... Daftar Pustaka ..............................................................................................
33 33 34 36 38 47 84 85
HUBUNGAN TINGKAH LAKU DENGAN LAJU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS INDUK DOMBA .................................................................. 88 Abstrak ........................................................................................................ 88 Abstract ........................................................................................................ 88 Pendahuluan ................................................................................................. 90 Materi dan Metode ....................................................................................... 92 Hasil dan Pembahasan .................................................................................. 96 Simpulan ...................................................................................................... 104 Daftar Pustaka .............................................................................................. 105
IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN MAOA (MONO AMINE OXIDASE A) SEBAGAI PENANDA GENETIK UNTUK SIFAT AGRESIF PADA DOMBA ........................................................ Abstrak ........................................................................................................ Abstract ....................................................................................................... Pendahuluan ................................................................................................ Materi dan Metode ...................................................................................... Hasil dan Pembahasan ................................................................................. Simpulan ..................................................................................................... Daftar Pustaka .............................................................................................
107 107 107 109 111 121 134 135
PERBANDINGAN AKURASI PENGGUNAAN DATA PARSIAL DAN DATA UTUH PADA PENGAMATAN TINGKAH LAKU DOMBA .............................. Abstrak ........................................................................................................ Abstract ....................................................................................................... Pendahuluan ................................................................................................ Materi dan Metode ...................................................................................... Hasil dan Pembahasan ................................................................................. Simpulan ..................................................................................................... Daftar Pustaka .............................................................................................
137 137 137 139 142 148 152 153
PEMBAHASAN UMUM ..................................................................................... 155 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 162 Simpulan ..................................................................................................... 162 Saran ........................................................................................................... 163 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 164
xxii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Tahapan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai …………………….
5
2
Estimasi nilai heritabilitas untuk beberapa sifat tingkah laku pada beberapa hewan ternak …………………………………………………...
14
3
Lokus sistem golongan darah pada domba ………………………………
23
4
Lokus untuk polimorfisme biokimia pada domba ……………………….
23
5
Model pewarisan tanduk dan scurs …………………………………………...
25
6
Karakteristik tingkah laku yang disukai pada saat domestikasi …………
28
7
Contoh beberapa sifat tingkah laku yang memberikan respon jika diseleksi ………………………………………………………………….
29
8
Panjang runutan mRNA gen MAOA pada beberapa spesies …………...
31
9
Jumlah sampel bangsa domba Barbados Black Belly cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix cross (SC) yang digunakan dalam penelitian karakteristik suara, fenotipe dan tingkah laku …………………………………………
38
Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah wafeform dan spektrogram dari suara bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) ………………………………………………………………………
48
Struktur total kanonik peubah wafeform dan spektrogram dari suara bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) ...
50
Ringkasan karakteristik sifat kualitatif domba jantan dan betina Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) berdasarkan persentase terbanyak dari setiap sifat kualitatif ………………………….
64
Rataan kuadrat terkecil beberapa ukuran tubuh bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) ……………………..
66
Struktur total kanonik peubah ukuran tubuh bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) ……………………..
67
10
11
12
13
14
xxiii
15
Nilai indeks ukuran tubuh bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Lokal Garut (LG), Komposit Garut (KG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) …………………………………………...
68
Rataan durasi beberapa sifat tingkah laku untuk bangsa domba Barbados Black Belly cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix cross (SC) ……………………...
70
Struktur total kanonik peubah tingkah laku bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) ……………………..
71
Nilai jarak Mahalanobis dan signifikansi probabilitasnya antar lima bangsa domba berdasarkan peubah karakteristik suara ………………….
78
Nilai jarak Mahalanobis dan signifikansi probabilitasnya antar lima bangsa domba berdasarkan peubah ukuran tubuh
79
Nilai jarak Mahalanobis dan signifikansi probabilitasnya antar lima bangsa domba berdasarkan peubah sifat tingkah laku …………………...
80
21
Jenis dan jumlah sampel yang digunakan untuk setiap bangsa domba ….
92
22
Kriteria dan cara pengelompokkan domba muda dan domba induk ke dalam 3 kategori tingkah laku ……………………………………………
95
Rataan kuadrat terkecil pertambahan bobot badan harian dan tingkah laku domba pasca sapih Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) ………………………………………………………………..
96
Rataan kuadrat terkecil pertambahan bobot badan harian berdasarkan kategori tingkah laku domba ……………………………………………..
97
Koefisien korelasi antara peubah pertambahan bobot badan harian dan peubah tingkah laku domba pasca sapih Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) …………………………………………...
98
Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah produksi dan tingkah laku induk bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) ………………………………………………………………………
99
Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah produksi induk berdasarkan kategori tingkah laku domba ……………………………………………..
100
16
17
18 19 20
23
24 25
26
27
xxiv
28
Koefisien korelasi antara peubah tingkah laku dan peubah produksi induk ……………………………………………………………………..
102
29
Jenis dan jumlah sampel yang digunakan untuk setiap bangsa domba ….
111
30
Banyaknya siklus, suhu dan lama proses amplifikasi yang diprogramkan pada PCR ………………………………………………………………...
119
Jumlah domba jantan berkarakter agresif dan tidak agresif pada berbagai bangsa domba ……………………………………………………………
121
Rataan durasi beberapa sifat tingkah laku berdasarkan pengelompokan domba berkarakter agresif dan tidak agresif serta interaksi antara karakter dan bangsa domba ………………………………………………
124
Konsentrasi serotonin darah menurut bangsa dan karakter domba dan interaksi karakter dan bangsa domba …………………………………….
125
Translasi runutan asam amino dari ekson 8 gen MAOA domba normal dan domba yang mengalami mutasi insersi ……………………………...
133
Periode pengamatan tingkah laku data utuh (8 jam) yang digunakan dari data rekaman tingkah laku sepanjang hari (24 jam) ……………………..
144
Durasi dan periode waktu pengamatan dari metode pengamatan dengan data parsial dan data utuh (pengamatan 8 jam) …………………………..
145
Rataan durasi setiap tingkah laku untuk data utuh (8 jam) dan data parsial yang telah dikonversi ke durasi 8 jam ……………………………
149
Koefisien korelasi antara data utuh (8 jam) dan data parsial yang telah dikonversi untuk setiap tingkah laku …………………………………….
150
31 32
33 34 35 36 37 38
xxv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Diagram alur kerangka penelitian …………………………………………
7
2
Faktor genetik dan lingkungan yang menentukan populasi dan fenotipe tingkah laku individu (Craig 1981) ………………………………………..
11
Diagram kontrol gen-gen terhadap tingkah laku yang bekerja secara tidak langsung melalui sistem fisiologi (Plomin et al. 1990) ……………………
12
Domba Barbados Black Belly jantan (a) dan betina (b) serta domba jantan American Black Belly (c) (Barbados Black Belly Sheep Association International Int’l 2011) …………………………………………………..
16
5
Domba St. Croix jantan (a) dan betina (b) (Rising Sun Farm 2006) ……..
17
6
Domba Charollais jantan (a) dan betina (b) (Coldharbour Charollais 2008) ………………………………………………………………………
18
Domba lokal Sumatera jantan (a) dan betina (b) (atas kebaikan Prof (R). Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc., Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor) ………
18
8
Domba Garut jantan (a) dan kelompok domba Garut betina (b) ………….
20
9
Keberadaan tanduk (a = jantan dan b = betina), warna tanduk (c = jantan dan d = betina) dan orientasi tanduk (e = jantan dan f = betina domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) ………………..
51
Profil muka domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) berjenis kelamin jantan (a) dan betina (b) …………………………...
52
Keragaman keberadaan tanduk (a, b, c, d, e, f, i, = domba jantan bertanduk; h = domba betina bertanduk; g, j = domba jantan tidak bertanduk), warna tanduk (d, h = hitam; a, b, e, f, i = kuning; c = hitam kuning), orientasi tanduk (d, f = lurus; b, i = agak melengkung; a, c = melingkar; e = tonjolan), profil muka (b, i =cembung; d, j = lurus) ………
53
Warna tubuh dominan domba Barbados Black Belly Cross (BC) jantan (a) dan betina (b), Komposit Garut (KG) jantan (c) dan betina (d), Lokal Garut (LG) jantan (e) dan betina (f), Komposit Sumatera (KS) jantan (g) dan betina (h), St. Croix Cross (SC) jantan (i) dan betina (j) ……………...
54
Pola warna tubuh domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS), St. Croix Cross (SC) jantan (a) dan betina (b) .......................................................................
55
3 4
7
10
11
12
13
xxvi
14
Warna belang domba Barbados Black Belly Cross (BC) jantan (a) dan betina (b), Komposit Garut (KG) jantan (c) dan betina (d), Lokal Garut (LG) jantan (e) dan betina (f), Komposit Sumatera (KS) jantan (g) dan betina (h), St. Croix Cross (SC) jantan (i) dan betina (j) ………………….
56
Persentase warna belang domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS), St. Croix Cross (SC) jantan (a) dan betina (b) ………………………………...
58
Keragaman warna tubuh domba Barbados Black Belly Cross (BC) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j) ……………………………………….
59
Keragaman warna tubuh domba Komposit Garut (KG) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j) …………………………………………………..
60
Keragaman warna tubuh domba Lokal Garut (LG) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j) ……………………………………………………….
61
Keragaman warna tubuh domba Komposit Sumatera (KS) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j) ………………………………………………..
62
Keragaman warna tubuh domba St. Croix Cross (SC) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j) …………………………………………………..
63
Hubungan antara bangsa-bangsa domba jantan dengan sifat-sifat kualitatif kepala ……………………………………………………………………...
74
Hubungan antara bangsa-bangsa domba betina dengan sifat-sifat kualitatif kepala ……………………………………………………………………...
74
23
Hubungan antara bangsa-bangsa domba jantan dengan warna tubuh …….
75
24
Hubungan antara bangsa-bangsa domba betina dengan warna tubuh …….
76
25
Plotting kanonikal yang menggambarkan pengelompokan lima bangsa domba berdasarkan karakteristik suara ……………………………………
78
Plotting kanonikal yang menggambarkan pengelompokan lima bangsa domba berdasarkan ukuran tubuh …………………………………………
79
Plotting kanonikal yang menggambarkan pengelompokan lima bangsa domba berdasarkan tingkah laku ………………………………………….
80
Dendogram berdasarkan jarak Mahalanobis dari lima bangsa domba menggunakan data (a) karakteristik suara, (b) ukuran tubuh dan (c) tingkah laku ……………………………………………………………….
82
Denah kandang pengujian temperamen domba …………………………...
93
15
16 17 18 19 20 21 22
26 27 28
29
xxvii
30
31
32
33
34
35
xxviii
Kurva larutan standar hubungan antara nilai NET-rataan optical density dengan konsentrasi serotonin (ng/ml) berdasarkan persamaan matematis non linier terbaik …………………………………………………………..
116
Diagram mRNA gen MAOA Mus musculus yang digambarkan berdasarkan runutan yang dipublikasikan oleh NCBI dengan kode aksesi NM_173740 dan runutan ekson 8 gen tersebut pada Mus musculus dan Bos taurus (kode aksesi EF672353) ………………………………………
128
Produk yang diperoleh dari hasil amplifikasi primer yang didesain khusus pada ekson 7 (forward) dan ekson 9 (reverse) dengan ukuran sekitar 1800 pb …………………………………………………………………………..
129
Runutan DNA ekson 8 gen MAOA pada beberapa bangsa domba yang berkarakter agresif dan tidak agresif serta runutan DNA ekson 8 gen MAOA Bos taurus ………………………………………………………………
130
Runutan asam amino ekson 8 gen MAOA pada beberapa bangsa domba berkarakter agresif dan tidak agresif serta runutan asam amino ekson 8 gen MAOA Bos taurus …………………………………………………………
131
Runutan DNA ekson 8 gen MAOA pada seekor domba SC bernomor 5099 yang mengalami mutasi insersi dibandingkan dengan runutan DNA domba normal ……………………………………………………………...
132
PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak domba sampai saat ini pengusahaannya masih didominasi oleh peternakan rakyat dengan skala usaha kecil dan sistem pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Perkiraan sumbangan pendapatan usaha ternak ruminansia kecil (domba dan kambing) terhadap total pendapatan petani di beberapa lokasi di Jawa Barat berkisar antara 13,3 – 25,9 persen dan cenderung lebih besar pada petani tanpa lahan dan petani subsisten yakni mencapai hampir seperempat dari total pendapatan atau berkisar antara 21,6 – 25,9 persen (Knipscheer et al. 1987). Berdasarkan Sensus Pertanian tahun 2003 jumlah rumah tangga peternak domba mencapai 920.169, dan dibandingkan dengan 4 komoditas ruminansia yang lain (sapi potong, sapi perah, kerbau dan kambing) jumlah rumah tangga peternak domba menempati posisi ketiga di bawah peternak sapi potong dan kambing (DITJENNAK 2010). Berdasarkan data tersebut maka upaya peningkatan produktivitas domba rakyat akan memberi dampak kepada cukup banyak ekonomi rumah tangga. Peningkatan produktivitas domba dalam pemuliaan dapat diupayakan melalui persilangan dan seleksi. Persilangan mempunyai tujuan utama untuk menggabungkan dua sifat atau lebih yang berbeda yang semula terdapat dalam dua bangsa ternak ke dalam satu bangsa silangan (Hardjosubroto 1994). Persilangan tiga bangsa domba untuk membentuk bangsa komposit di Indonesia yang berhasil meningkatkan produktivitas keturunannya antara lain adalah pembentukan domba Komposit Garut (Nafiu 2003) dan domba Komposit Sumatera (Subandriyo et al. 2000; 2001; 2002). Seleksi terhadap suatu sifat produksi dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan menseleksi sifat yang diinginkan, namun juga dapat dilakukan secara tidak langsung dengan menseleksi sifat lain yang memiliki korelasi genetik positif. Warwick et al. (1990) mengemukakan bahwa hubungan genetik positif semacam ini terutama berguna dalam keadaan suatu sifat yang diinginkan sangat sukar atau mahal untuk diukur tetapi secara genetis berkorelasi dengan sifat lain yang dapat lebih mudah diukur serta menentukan tekanan optimal untuk menseleksi sifat-sifat yang berbeda. Studi-studi tingkah laku telah membuktikan secara jelas bahwa gen mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap tingkah laku (Jensen 2002), bukti-bukti bahwa sifat-sifat tingkah laku diwariskan telah ditemukan pada beberapa spesies (Hinch 1997).
2
Beberapa sifat tingkah laku dikontrol oleh gen tunggal dan banyak sifat-sifat tingkah laku yang lain dipengaruhi oleh sejumlah besar gen. Pola tingkah laku adalah hasil dari interaksi kompleks antara stimulasi eksternal dan kondisi internal (McFarland 1999). Sehubungan dengan hal itu, studi terhadap sifat tingkah laku dapat dilakukan sebagaimana studi terhadap sifat-sifat fenotipe yang lain untuk mempelajari karakteristik bangsa pada suatu individu maupun populasi. Identifikasi dan jarak genetik bangsa adalah sangat penting sebagai informasi awal dan salah satu pertimbangan dalam melakukan persilangan jika salah satu tujuannya untuk mendapatkan efek heterosis. Pembedaan bangsa dan estimasi jarak genetik dengan mempergunakan data ukuran tubuh dan atau molekuler telah dilakukan pada sapi (Sarbaini 2004; Abdullah 2008), domba (Suparyanto et al. 2000; 2002), kambing (Herrera et al. 1996; Zaitoun et al. 2005), kelinci (Brahmantiyo 2006). Studi tingkah laku untuk membedakan bangsa hewan pada beberapa spesies telah dilaporkan, sebagai contoh terdapat perbedaan karakteristik tingkah laku pada bangsa anjing Spaniel dan Basenjis (McFarland 1999) dan perbedaan suara nyanyian spesies jangkrik Teleogryllus oceanicus, Teleogryllus commodus dan hibridnya (Bentley dan Hoy 1972) serta perbedaan kokok ayam lokal Indonesia (Rusfidra 2004).
Mengukur ukuran-
ukuran bagian tubuh domba dengan terlebih dahulu menangkap domba sampel tidak selalu mudah dilakukan terutama untuk domba-domba yang terbiasa dilepas di padang penggembalaan atau untuk feral animal atau hewan liar. Dalam keadaan demikian, data karakteristik suara dan tingkah laku masih dapat diperoleh dan diduga dapat digunakan dalam pembedaan bangsa serta pendugaan jarak genetik.
Berdasarkan penelitian
terdahulu, penggunaan data tingkah laku dan analisa suara untuk pembedaan bangsa domba mungkin untuk dilakukan dan perlu dilakukan sebagai salah satu alternatif pengembangan metode yang dapat dilakukan untuk pembedaan bangsa domba. Keragaman beberapa sifat tingkah laku diperlihatkan antar bangsa dan di dalam bangsa domba (Hinch 1997). Apabila masih ada variasi genetik dalam tingkah laku yang berhubungan dengan produksi ternak, kemajuan genetik memungkinkan untuk dilakukan (Goddard 1980).
Dua sifat produksi yang penting dan sering dijadikan
indikator dalam seleksi domba adalah laju pertumbuhan dan produktivitas induk. Ada dua hal yang menjadi kendala bagi peternak dalam upaya memperbaiki produktivitas domba yang dipelihara melalui seleksi, yaitu skala pemeliharaan yang kecil dan tidak
3
mempunyai kebiasaan membuat catatan (recording) produksi dalam usahaternak domba yang dilakukannya.
Alternatif yang dapat dilakukan adalah menggunakan seleksi
secara tidak langsung untuk sifat tingkah laku tertentu yang mempunyai korelasi yang kuat dengan kedua sifat produksi tersebut. Pengamatan sifat tingkah laku lebih mudah dilakukan bagi kebanyakan peternak domba untuk meningkatkan produktivitas domba yang dipeliharanya. Voisinet et al. (1997) mengevaluasi skor temperamen beberapa kelompok bangsa sapi dan menunjukkan bahwa meningkatnya skor temperamen secara nyata menurunkan pertambahan bobot badan harian. Sapi yang lebih pendiam dan lebih tenang selama handling mempunyai rataan pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan sapi yang menjadi gelisah selama handling rutin. Tingkah laku induk adalah suatu sifat pada domba yang terutama dihubungkan dengan kemampuan pengasuhan dan sebagai faktor yang memberikan kontribusi terhadap variasi dalam kemampuan hidup anak domba (Hinch 1997). Apabila terdapat korelasi yang kuat antara sifat tingkah laku yang relevan dengan kedua sifat produksi tersebut maka dapat digunakan sebagai indikator seleksi secara tidak langsung (indirect selection). Dalam jumlah kecil terdapat domba jantan yang bersifat agresif, mudah berespon menyerang baik kepada manusia maupun domba jantan yang lain. Serangan terhadap pekerja kandang sering dapat berbahaya sehingga diperlukan manajemen khusus untuk menghindari bahaya tersebut.
Domba Garut sebagai domba tangkas diduga juga
merupakan tipe domba yang agresif. Gen MAOA (Mono Amine Oxidase A) telah dilaporkan mempunyai peran penting terkait dengan sifat agresif pada manusia dan tikus. Mutasi delesi dan mutasi titik di ekson 8 gen MAOA berhubungan dengan gangguan pengendalian sifat agresif (Brunner et al. 1993; Cases et al. 1995). Mutasi menyebabkan kekurangan produksi enzim Mono Amine Oxidase A yang sangat penting dalam
mendegradasi
serotonin,
norepinephrine
(noradrenaline),
epinephrine
(adrenaline) dan dopamine serta beberapa amina eksogenous (Andrés et al. 2004). Beberapa neurotransmitter yang dipecah oleh enzim MAOA tersebut harus dipecah karena konsentrasinya yang meningkat abnormal akan menyebabkan individu bereaksi secara berlebihan dan kadangkala bahkan secara keras (Morell
1993).
Penyebab
domba jantan mempunyai sifat yang sangat agresif belum diketahui. Apabila mutasi titik yang terjadi pada gen MAOA tikus sejalan dengan kejadian yang terjadi pada domba maka fakta sifat agresif pada domba dapat dijelaskan secara ilmiah dan di sisi
4
lain penanda DNA (deoxyribo nucleic acid) SNP (single nucleotide polymorphism) yang diuji pada penelitian ini dapat digunakan sebagai penanda seleksi sifat agresif pada domba. Salah satu bagian penting dari sekian rangkaian dalam membuat desain penelitian tingkah laku adalah dalam hal pengumpulan data. Pengumpulan data dimulai dengan pilihan metode sampling yang sesuai dan peralatan untuk memastikan validitas, akurasi dan kehandalan dari data yang dikumpulkan (Lehner 1987). Pengamatan tingkah laku dengan cara merekam saat ini cenderung lebih dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan. Salah satu kekurangannya adalah analisa data rekaman video tingkah laku memerlukan waktu yang lama karena dalam memutar film video juga diperlukan putar diperlambat (slow motion) dan putar ulang (play back). Sehubungan masalah tersebut maka perlu dilakukan penelitian penggunaan durasi data parsial terbaik yang dapat dipercaya untuk menggambarkan data utuh dari data tingkah laku yang dikumpulkan dengan alat perekam video. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk : 1. Mempelajari keragaman pada peubah-peubah karakteristik suara, fenotipe tubuh dan tingkah laku untuk pembedaan bangsa domba. 2. Mempelajari hubungan antara sifat tingkah laku dengan sifat produksi (pertumbuhan dan produktivitas induk) domba pada lima bangsa domba. 3. Mengidentifikasi keragaman penanda DNA SNP sebagai penanda genetik untuk sifat agresif pada domba. 4. Mendapatkan metode pengamatan tingkah laku domba yang mudah, lebih singkat serta akurat dan dapat mewakili gambaran tingkah laku domba secara keseluruhan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain : 1. Sebagai salah satu alternatif cara untuk membedakan bangsa domba berdasarkan karakteristik suara, fenotipe tubuh dan sifat tingkah laku. 2. Diperolehnya informasi besarnya keeratan hubungan beberapa sifat tingkah laku dengan beberapa sifat produksi (laju pertumbuhan dan sifat keindukan) pada domba dapat dijadikan alternatif indikator dalam seleksi secara tidak langsung pada domba.
5
3. Identifikasi mutasi titik di ekson 8 gen MAOA yang berhubungan dengan sifat agresif pada domba dapat menjadi penanda DNA untuk melakukan seleksi sifat agresif pada domba. 4. Sebagai acuan untuk mempersingkat waktu analisa data rekaman video dengan menggunakan durasi data parsial yang dapat dipercaya untuk menggambarkan data tingkah laku secara keseluruhan pada domba. Hipotesis Penelitian Penelitian ini dilaksanakan untuk menguji beberapa hipotesis sebagai berikut : 1. Setiap bangsa domba mempunyai karakteristik suara, fenotipe tubuh dan tingkah laku yang berbeda. 2. Beberapa sifat tingkah laku mempunyai hubungan yang erat dengan beberapa sifat produksi. 3. Mutasi titik di ekson 8 gen MAOA pada domba berhubungan dengan sifat agresif. 4. Pengamatan penggunaan data parsial yang tepat dapat menggambarkan tingkah laku domba secara keseluruhan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbagi menjadi lima tahapan penelitian dan beberapa penelitian terdiri dari beberapa sub penelitian.
Gambaran secara keseluruhan ruang lingkup
penelitian dirangkum seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1.
Tahapan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai
Tahapan Penelitian
Tujuan
Penelitian I
Mempelajari keragaman dan perbedaan karakteristik suara, fenotipe tubuh dan tingkah laku antar bangsa domba untuk digunakan sebagai pembeda bangsa.
Penelitian II
Mempelajari hubungan antara sifat tingkah laku dengan sifat produksi (pertumbuhan dan produktivitas induk) domba pada lima bangsa domba.
Penelitian III
Mengidentifikasi penanda DNA SNP sebagai penanda genetik untuk sifat agresif pada domba.
Penelitian IV
Mendapatkan metode pengamatan tingkah laku domba yang mudah dan dapat mewakili gambaran tingkah laku domba secara keseluruhan.
6
Penelitian I dilakukan untuk mempelajari peluang pemanfaatan karakteristik suara, fenotipe tubuh dan tingkah laku untuk digunakan sebagai pembeda bangsa. Penelitian II dilakukan untuk mempelajari indikator seleksi tidak langsung untuk sifat produksi (pertumbuhan dan produktivitas induk) berdasarkan sifat tingkah laku. Peneltian III dilakukan untuk mengidentifikasi penanda DNA SNP sebagai penanda genetik untuk sifat agresif pada domba. Sementara itu, penelitian IV dilakukan untuk mendapatkan metode pengamatan tingkah laku yang mudah dan dapat mewakili gambaran fenotipe tingkah laku domba. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan berdasarkan tinjauan dari bahan pustaka yang terkait dengan topik dengan kerangka pemikiran yang disusun seperti digambarkan pada Gambar 1. Fenotipe tingkah laku sebagaimana fenotipe sifat-sifat hewan yang lain dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta interaksi dari genetik dan lingkungan (Ewing et al. 1999). Faktor lingkungan dapat berasal dari internal ataupun eksternal dari individu domba. Sifat tingkah laku diketahui ada yang dikendalikan oleh gen tunggal, namun demikian banyak sifat-sifat tingkah laku yang dipengaruhi oleh sejumlah besar gen (McFarland 1999). Fenotipe tingkah laku anggota individu dari kelompok/bangsa domba tertentu mempunyai kesamaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anggota individu
dari
kelompok/bangsa
domba
yang
lain
karena
genotipe
setiap
kelompok/bangsa domba mempunyai karakteristik yang khas untuk setiap kelompok dan kesamaan yang lebih tinggi di antara anggota kelompok tersebut dibandingkan dengan kelompok/bangsa domba yang lain. Sehubungan dengan hal tersebut maka fenotipe tingkah laku dapat digunakan untuk membedakan kelompok/bangsa domba. Konsekuensi dari fenotipe tingkah laku yang dikendalikan secara genetik maka fenotipe tingkah laku tersebut diwariskan oleh tetua kepada keturunannya. Bukti-bukti bahwa fenotipe tingkah laku dapat diwariskan telah ditemukan pada banyak spesies, seperti pada serangga (Roff dan Mousseau 1987) dan tikus (DeFries et al. 1974). Hasil review yang disampaikan Buchenauer (1999) menunjukkan bahwa terdapat variasi fenotipe tingkah laku antar bangsa dan dari nilai heritabilitas menunjukkan banyak fenotipe tingkah laku yang akan memberikan respon bila diseleksi.
7
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
GENOTIPE
FENOTIPE SIFAT KUALITATIF
SIFAT KUANTITATIF
SIFAT TINGKAH LAKU
PEMANFAATAN
PERBEDAAN FENOTIPE TINGKAH LAKU SEBAGAI PEMBEDA BANGSA
KORELASI FENOTIPE TINGKAH LAKU DENGAN SIFAT PRODUKSI (INDIKATOR SELEKSI)
KORELASI FENOTIPE TINGKAH LAKU DENGAN GENOTIPE (PENANDA GENETIK)
Gambar 1.
Diagram alur kerangka penelitian
Dua sifat produksi yang sangat penting dalam usaha ternak domba adalah laju pertumbuhan dan daya hidup anak. Hasil penelitian Voisinet et al. (1997) melaporkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara temperamen dengan laju pertambahan bobot badan pada beberapa bangsa sapi, dimana meningkatnya skor temperamen secara nyata menurunkan pertambahan bobot badan harian pada beberapa bangsa sapi. Goddard (1980) mengemukakan beberapa keadaan dimana seleksi untuk tingkah laku bisa bermanfaat, salah satunya adalah seleksi terhadap tingkah laku keindukan akan lebih akurat untuk meningkatkan daya hidup anak (lamb survival).
8
Fenotipe tingkah laku yang dikontrol oleh gen tunggal lebih mudah dipelajari dengan adanya perubahan/mutasi pada gen tersebut.
Gen MAOA telah dilaporkan
mempunyai peran penting terkait dengan sifat agresif pada manusia dan tikus. Mutasi delesi dan mutasi titik di ekson 8 gen MAOA berhubungan dengan gangguan pengendalian sifat agresif (Bruner et al. 1993; Cases et al. 1995). Kerja suatu gen dan fungsi enzim yang dihasilkan umumnya sama pada beberapa spesies walaupun bisajadi runutan DNA dan asam amino hormon yang dihasilkan berbeda. Temuan pada manusia dan tikus tersebut dapat menjadi dasar penelitian lanjutan untuk domba yang mempunyai sifat agresif. Apabila hasil penelitian pada manusia dan tikus tersebut sejalan dengan yang terjadi pada domba maka identifikasi SNP pada gen MAOA domba dapat digunakan sebagai penanda genetik untuk seleksi sifat agresif pada domba.
9
TINJAUAN PUSTAKA Tingkah Laku dalam Ilmu Genetika Baker (2004) mengemukakan definisi tingkah laku adalah aktivitas tingkah laku makhluk hidup yang dihasilkan sebagai sebuah keseluruhan dalam bereaksi dengan dunia di sekelilingnya. Sementara itu, Craig (1981) mengemukakan bahwa tingkah laku bisa didefinisikan sebagai pergerakan hewan, termasuk perubahan dari bergerak ke tidak bergerak, yang dihasilkan sebagai reaksi rangsangan eksternal atau internal. Tingkah laku dapat dihasilkan dalam keadaan sadar/disengaja atau tidak sadar/bergerak tanpa sadar atau secara naluriah (instinctual). Manifestasi fisik dari penyakit adalah juga tingkah laku. Sebagian tingkah laku seragam untuk seluruh spesies, sementara itu tingkah laku yang lain adalah unik untuk hewan tertentu (Baker 2004). Ethology adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku hewan (Craig 1981; Jensen 2002). Sejak tahun 1960, ethology berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan hingga saat ini.
Ethology terapan tidak hanya berhubungan dengan kesejahteraan
hewan (animal welfare) akan tetapi mencakup beberapa bidang yaitu evaluasi kesejahteraan
hewan (welfare
assessment),
optimalisasi
produksi (optimizing
production), pengendalian tingkah laku (behavioural control), dan kelainan tingkah laku (behavioural disorders) (Jensen 2002). Sehubungan dengan adanya keterkaitan yang sangat erat antara tingkah laku dengan genotipe, maka berkembang hingga kini bidang ilmu Genetika Tingkah Laku (Behaviour Genetics). Genetika tingkah laku adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara faktor genetik dan lingkungan untuk menjelaskan perbedaan tingkah laku individu (Baker 2004) atau mempelajari pengaruh perbedaan genotipe terhadap tingkah laku (Goddard 1980). Bidang genetika tingkah laku bisa dikatakan menjadi kuat ketika Fuller dan Thompson pada tahun 1960 mempublikasikan buku berjudul Genetika Tingkah Laku. Buku tersebut menceritakan sejarah studi psikologi tingkah laku dan inteligensia manusia dari awal abad tersebut dan mereview bukti pengaruh genetik terhadap tingkah laku (McFarland 1999). Genetika tingkah laku merupakan bidang ilmu yang mengkombinasikan antara perspektif ilmu genetika dan ilmu tingkah laku (Plomin et al. 1990).
10
Terdapat beberapa peluang aplikasi dari ilmu Genetika Tingkah Laku dalam upaya peningkatan produksi ternak seperti dikemukakan oleh Goddard (1980) yaitu (1) Penggunaan tingkah laku sebagai kriteria seleksi, (2) Pengenalan interaksi genotipelingkungan, (3) Penggunaan variasi genetik untuk mempelajari hubungan antar sifat, (4) Penjelasan perbedaan genetik dalam sifat-sifat produksi. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkah Laku Gen pool dalam suatu populasi hewan selalu mengalami perubahan frekuensi gen secara perlahan dalam lingkungan alami. Perubahan frekuensi gen dalam populasi dapat terjadi secara cepat bila terdapat campur tangan manusia. Beberapa faktor yang dapat merubah frekuensi gen dalam suatu populasi adalah mutasi, migrasi antar populasi, penghanyutan genetik (random genetic drift) dan seleksi. Pengaruh keempat faktor tersebut; yang dapat tidak sama; menentukan frekuensi gen dan karakteristik dari suatu populasi, dan secara acak diteruskan kepada generasi berikutnya. Gen pool dari suatu populasi berevolusi di bawah pengaruh seleksi alam untuk menyediakan bahan dasar tingkah laku adaptif umum di bawah kondisi alami. Hewan domestik dipelihara secara intensif maka penting disadari bahwa seleksi atas suatu sifat yang diinginkan bisa juga mempengaruhi tingkah laku. Kadang-kadang sifat tingkah laku diseleksi secara langsung.
Keefektifan seleksi, baik seleksi alam dan buatan,
tergantung kepada variasi genetik yang ada sebelumnya yang disediakan oleh mutasi. Pada beberapa kasus, hewan bermigrasi dari satu populasi ke populasi yang lain, yang dengan cara demikian memasukkan sebuah pool gen yang berbeda. Di lain pihak, frekuensi gen dari populasi yang relatif kecil, yang terisolasi, mungkin untuk berubah secara nyata karena random genetic drift (Craig 1981). Pada Gambar 2 ditunjukkan beberapa penentu utama dari tingkah laku individu hewan. Fenotipe seperti yang terlihat adalah tingkah laku yang terobservasi. Tingkah laku dipengaruhi oleh satu set gen-gen yang dimiliki hewan (genotipe), suatu kombinasi unik yang tidak dimiliki hewan lain kecuali saudara kembar identiknya. Seekor hewan mempunyai banyak gen-gen yang umum dengan individu lain di dalam populasi dimana hewan tersebut menjadi bagian dari populasi tersebut, dan tingkah lakunya lebih banyak mirip dengan individu anggota-anggota populasi tersebut dibandingkan dengan individu anggota populasi yang lain (Craig 1981).
11
Di samping genotipe, status fisiologi hewan, lingkungan umum, kejadian yang baru terjadi, dan stimulus yang terjadi saat ini juga mempengaruhi tingkah lakunya. Tingkat nutrisi, pengaruh musim seperti panjang hari dan temperatur, kesehatan, pengalaman sebelumnya, dan pelajaran, semuanya dapat mempengaruhi aktivitas tingkah laku yang terlihat (Craig 1981).
Migrasi individu antar populasi
Mutasi genetik Gen pool populasi Perubahan frekuensi gen secara perlahan dalam lingkungan alami
Random genetic drift, populasi terisolasi
Seleksi individu yang paling fit
Sampling gen melalui reproduksi seksual ke individu atau generasi berikutnya
Lingkungan Eksternal Lingkungan internal atau status fisiologi : Umur Jenis kelamin Kelaparan Kesehatan dan lain-lain
Genotipe
Fisik : Sosial : Nutrisi Ukuran Panjang hari kelompok Parental Temperatur contact Pembatasan Sexual pergerakan dan lain-lain grouping dan lain-lain
Fenotipe : Tingkah laku individu Gambar 2. Faktor genetik dan lingkungan yang menentukan populasi dan fenotipe tingkah laku individu (Craig 1981)
12
Kontrol Genetik dan Pengaruh Lingkungan terhadap Sifat Tingkah Laku Tingkah laku sebagaimana semua sifat-sifat hewan yang lain dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Kedua faktor tersebut beraksi dalam keselarasan untuk membentuk pola dan karakteristik tingkah laku (Ewing et al. 1999). Sifat tingkah laku diketahui ada yang dikendalikan oleh gen tunggal, seperti dibuktikan dari hasil penelitian Rothenbuhler pada tahun 1964 mengenai sifat tingkah laku bersih (hygienic) dan tidak pembersih (nonhygienic) pada lebah madu (Apis mellifera), meskipun demikian banyak sifat-sifat tingkah laku yang dipengaruhi oleh sejumlah besar gen, seperti dibuktikan hasil penelitian Bentley dan Hoy pada tahun 1972 mengenai suara jangkrik (calling song) (McFarland 1999). Tingkah laku dapat merupakan hasil dari aktivitas banyak gen di tengah pengaruh banyak faktor lingkungan (Baker 2004). L2
Lingkungan 1 (L1)
Gen 1 (G1)
Protein 1 (P1)
Intermediary 1 (I1)
Tingkah Laku 1 (T1)
G2
P2
I2
I3
T2
G3
P3
I4
I5
T3
L3 Pendekatan dengan titik perhatian gen (Gene-centered approach)
Gambar 3.
L4
Pendekatan dengan titik perhatian fisiologi (Physiology-centered approach)
L5 Pendekatan dengan titik perhatian tingkah laku (Behaviorcentered approach)
Diagram kontrol gen-gen terhadap tingkah laku yang bekerja secara tidak langsung melalui sistem fisiologi (Plomin et al. 1990)
13
Plomin et al. (1990) mengemukakan kerja gen yang mengontrol tingkah laku sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Gen-gen mengkode produksi protein tertentu atau mengatur aktivitas dari gen-gen lain.
Protein tidak secara langsung menyebabkan
tingkah laku. Sebagai contoh satu gen (G2) mengkode protein tertentu (P2), meskipun demikian protein tersebut tidak menyebabkan tipe tingkah laku tertentu.
Protein
berinteraksi dengan intermediary fisiologi lain (seperti I2) yang bisa berupa hormon atau neurotransmitter atau bisa juga property struktural dari sistem syaraf. Faktorfaktor lingkungan (seperti L2, yang bisa berupa nutrisi) bisa juga terlibat. Pengaruhpengaruh tersebut akhirnya dapat secara tidak langsung mempengaruhi tingkah laku dalam pengaturan tertentu.
Pengaruh genetik terhadap tingkah laku berhubungan
dengan path yang tidak langsung dan kompleks di antara gen-gen dan tingkah laku melalui protein dan sistem fisiologi. Hewan melakukan homeostasis untuk menghadapi perubahan lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi atau mengganggu proses fisiologi normal internal tubuhnya. Proses tersebut adalah proses fisiologi yang demikian kompleks dan khas di dalam tubuh hewan yang selalu mempertahankan status kondisi tubuh yang paling stabil untuk hidup sebagai reaksi adanya kondisi lingkungan eksternal yang berubah. Peran homeostasis yang dilakukan oleh tingkah laku dalam mengontrol lingkungan internal bervariasi tergantung oleh spesies dan penyebabnya (McFarland 1999). Gambar 3 juga menunjukkan pendekatan-pendekatan untuk mempelajari genetika tingkah laku.
Plomin et al. (1990) menjelaskan lebih jauh bahwa gene-centered
approach mulai dengan gen tunggal dan mempelajari pengaruhnya terhadap tingkah laku, misalnya mempelajari mutasi gen tunggal dan mengamati pengaruh tingkah lakunya.
Pendekatan yang lain (physiology-centered approach) terfokus kepada
intermediary fisiologi antara gen-gen dan tingkah laku. Kedua pendekatan tersebut menempatkan tingkah laku benar-benar hanya sebuah alat untuk memahami kerja gengen dan sistem fisiologi.
Pendekatan ketiga (behavior-centered approach) mulai
dengan tingkah laku. Tingkah laku dipilih tidak karena kesederhanaan genetik atau fisiologinya tetapi lebih karena daya tarik intrinsik (intrinsic interest) atau relevansi sosial (social relevance) nya.
14
Pewarisan Sifat Tingkah Laku Sebagai konsekuensi dari sifat tingkah laku yang dikendalikan secara genetik maka sifat tingkah laku tersebut diwariskan oleh tetua kepada keturunannya. Buktibukti bahwa sifat-sifat tingkah laku dapat diwariskan telah ditemukan pada banyak spesies, seperti pada serangga (Roff dan Mousseau 1987) dan tikus (DeFries et al. 1974). Heritabilitas digunakan untuk mengukur seberapa besar suatu sifat diwariskan kepada keturunannya. Hardjosubroto (1994) mengemukakan bahwa pada umumnya heritabilitas dikatakan rendah bila nilainya berkisar antara 0 sampai 0.1, sedang atau intermedia bila nilainya 0.1 sampai 0.3 dan tinggi bila melebihi 0.3. Tabel 2.
Estimasi nilai heritabilitas untuk beberapa sifat tingkah laku pada beberapa hewan ternak
Spesies
Sifat Tingkah Laku
Sapi
Temperamen (kemudahan penanganan selama pemerahan) Nilai dominansi sosial Skor kejinakan Skor pergerakan Skor temperamen Skor temperamen maternal Avoidance learning (pada umur 3 minggu) Kecepatan berlari Berjalan, kecepatan derap langkah Skor pergerakan Skor temperamen Kemampuan daya tarik Konsumsi pakan (broiler), 4 – 8 minggu Sifat agresif, dominansi sosial Frekuensi perkawinan (jantan) Learning factors
Babi Kuda
Ayam
Heritabilitas (%) 47 - 53 0 – 29 22 0 - 67 0 - 67 17 - 32 50 25 - 50 40 40 25 25 86 - 96 16 – 57 18 - 31 9 - 28
Sumber : Craig (1981) dan Buchenauer (1999)
Pengetahuan tentang besarnya heritabilitas penting dalam mengembangkan seleksi dan rencana perkawinan untuk memperbaiki ternak.
Pengetahuan tersebut
memberikan dasar untuk menduga besarnya kemajuan untuk program pemuliaan yang berbeda-beda dan memungkinkan untuk membuat keputusan yang penting mengenai
15
kesepadanan biaya program dengan hasil yang diharapkan.
Manfaat lain dari
heritabilitas adalah kegunaannya untuk menaksir nilai pemuliaan dari suatu individu (Warwick et al. 1990). Nilai heritabilitas untuk beberapa sifat tingkah laku seperti terlihat pada Tabel 2. Meskipun respon untuk seleksi mungkin kecil dalam satu generasi (ketika nilai heritabilitas kecil atau sedang), respon genetik kumulatif dan perbedaan fenotipe yang besar dapat dihasilkan beberapa generasi seleksi (Craig 1981). Tetua Bangsa Domba Komposit Tetua pembentuk bangsa domba Komposit Sumatera adalah domba Barbados Black Belly, domba St. Croix dan domba Lokal Sumatera sedangkan domba Komposit Garut adalah domba Moulton Charollais, domba St. Croix dan domba Lokal Garut. Ciri-ciri atau standar bangsa tetua dari domba komposit diuraikan sebagaimana diuraikan di bawah ini. Domba Barbados Black Belly. Barbados Black Belly adalah salah satu domba bulu yang berkembang biak di Pulau Barbados di Karibia. Bangsa tersebut diturunkan dari persilangan antara domba bulu Afrika dengan bangsa-bangsa domba wool Eropa yang dibawa ke pulau tersebut pada awal pertengahan 1600-an (The American Livestock Breeds Conservancy 2009). Empat domba betina dan seekor domba jantan domba Barbados Black Belly awalnya diperkenalkan ke Amerika Serikat oleh USDA pada tahun 1904. Impor domba Barbados Black Belly selanjutnya dilakukan North Carolina State University pada tahun 1970 sebagai populasi domba murni untuk penelitian. Saat ini, antara 250.000 hingga 500.000 keturunan domba ini ditemukan di Texas, dimana hampir semua ternak tersebut telah dikawinsilangkan dalam berbagai derajat dengan domba domestik, sebagian besar Rambouillet, dan dalam beberapa tahun terakhir dengan Mouflon Eropa, spesies liar. Melalui penangkaran selektif hati-hati untuk pertumbuhan tanduk, shedding ability, dan karakteristik warna, crossbred ini dikembangkan menjadi bangsa domba terpisah yang disebut Black Belly Amerika (Oklahoma State University 1997). Di dalam situs Barbados Black Belly Sheep Association International Int’l (http://www.Blackbellysheep.org/index.html) dikemukakan standar spesifikasi bangsa domba Barbados Black Belly dan American Black Belly. Warna tubuh dan pola warna
16
tubuh kedua bangsa tersebut sama, yang membedakan kedua bangsa tersebut adalah bangsa domba Barbados Black Belly pada kedua jenis kelamin tidak mempunyai tanduk sedangkan bangsa domba American Black Belly pada domba jantan mempunyai tanduk.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. Domba Barbados Black Belly jantan (a) dan betina (b) serta domba jantan American Black Belly (c) (Barbados Black Belly Sheep Association International Int’l 2011) Ciri-ciri standar bangsa domba Barbados Black Belly adalah sebagai berikut (Gambar 4) : Warna tubuh dapat bervariasi dari coklat kekuningan hingga coklat sampai merah gelap. Garis warna hitam dapat bervariasi tetapi harus mencakup perut hitam kontras memanjang ke bawah sisi belakang kaki belakang dan termasuk bagian bawah ekor. Bagian atas hidung dan rahang bawah berwarna hitam dan termasuk sebuah garis hitam terus di bagian depan leher yang berhubungan dengan perut. Tanda hitam lebar dari sudut bagian dalam mata masing-masing ke puncak kepala dan akan terus ke bawah mulut. Tanda-tanda ini disebut bar wajah, tanda ini kadang-kadang lebih jelas pada
17
domba jantan. Mungkin ada tanda hitam tambahan dari sudut luar mata ke sudut mulut. Ada sebuah mahkota rambut hitam di bagian atas kepala.
Bagian dalam telinga
berwarna hitam. Kaki depan dan kaki belakang hitam ke bawah dari lutut; sering tepi luar kaki tidak hitam. Jantan dewasa memiliki surai rambut kasar yang menutupi leher dan ke bawah dada (Barbados Black Belly Sheep Association International Int’l 2011). Domba St. Croix. Domba St. Croix merupakan salah satu keluarga domba rambut Karibia yang dikembangkan dari domba rambut Afrika Barat dan beberapa domba wool Eropa yang dibawa ke Karibia awal tahun 1600-an. Sebagian besar domba ini berwarna putih dengan beberapa cokelat tua, coklat, hitam atau putih dengan coklat atau bintik hitam (Gambar 5). Kedua jenis kelamin tidak bertanduk dan domba jantan mempunyai rambut leher yang besar (The American Livestock Breeds Conservancy
2009;
Oklahoma State University 1997). Pada tahun 1975, diimpor 25 ekor domba St. Croix yang terdiri dari 23 ekor domba betina dan 3 domba jantan ke US olah Dr. W. C. Foote dari Utah State University. Domba tersebut diseleksi berdasarkan kriteria warna putih, sedikit wol dan ukuran tubuh serta konformasi.
Domba-domba ini adalah cikal bakal dari bangsa
domba St. Croix saat ini yang ada di US (Oklahoma State University 1997).
(a)
(b)
Gambar 5. Domba St. Croix jantan (a) dan betina (b) (Rising Sun Farm 2006) Domba Charollais. Domba Charollais berasal dari Perancis yang dibentuk pada awal tahun 1800-an dari persilangan bangsa domba Leicester Longwool dan bangsa domba lokal Landrace.
Bangsa domba ini digunakan terutama sebagai terminal sire
meningkatkan perototan dan laju pertumbuhan domba. Domba Charollais termasuk
18
domba berukuran sedang hingga besar, bertubuh panjang, perototan tebal dan baik, dada dalam dan lebar. Kepala bebas dari wool, berwarna abu-abu/agak merah muda kadangkadang dengan totol-totol (Gambar 6) (Oklahoma State University 1997; National Sheep Association 2012).
(a)
(b)
Gambar 6. Domba Charollais jantan (a) dan betina (b) (Coldharbour Charollais 2008) Domba Sumatera. Domba lokal Sumatera dikategorikan sebagai domba yang lambat laju pertumbuhannya serta memiliki ukuran tubuh dewasa yang kecil (Iniguez et al. 1991). Warna tubuh dominan domba lokal Sumatera umumnya coklat muda (50.9 %) atau putih (41.2 %), sedangkan warna lainnya dalam persentase kecil adalah coklat sedang, coklat tua dan hitam (Gambar 7).
(a)
(b)
Gambar 7. Domba lokal Sumatera jantan (a) dan betina (b) (atas kebaikan Prof. Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc., Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor)
19
Pola warna tubuh umumnya satu warna (61.8 %) atau dua warna (35.5 %) hanya sedikit yang berpola tiga warna (2.8 %).
Warna belang domba lokal Sumatera
umumnya putih (33.3%), coklat muda (26.1%) dan abu-abu (21.7%), dengan proporsi penyebaran belang 1-10 % (60.3%) dan 10-20% (19.1%). Domba lokal Sumatera sebagian besar mempunyai garis muka lurus (68.6%), sedangkan yang mempunyai garis muka cembung mencapai 27.5% dan sisanya cekung (3.9%). Umumnya memiliki wool penutup tubuh yang relatif tebal terkecuali pada perut, kaki bawah atau kepala (74.9%) sedangkan yang memiliki tipe bulu rambut hanya mencapai 11.1% (Priyanto et al. 2000). Domba Garut. Domba Garut atau Priangan merupakan domba yang diduga terbentuk secara spontan melalui populasi awal hasil persilangan tiga bangsa domba yaitu Kaapstad, Merino dan domba lokal.
Istilah domba Priangan diduga sesuai asal
penyebarannya yang dilakukan oleh K. F. Holle sekitar tahun 1864 berawal dari di daerah Garut kemudian menyebar ke daerah Priangan (Bandung, Sumedang, Ciamis dan Tasikmalaya) (Merkens dan Soemirat 1926). Di Garut melalui persilangan yang tidak terencana tampaknya terdapat dua arah pengembangan, yaitu yang mengarah ke domba daging dan domba tangkas (Mulyaningsih 1990). Domba Garut daging umumnya berwarna putih baik pada yang jantan (47.7%) maupun betina (53.7%) atau dalam persentase kecil berwarna hitam, coklat dan abu-abu (Gambar 8). Sementara itu, warna tubuh domba Garut tangkas warna putih dan hitam adalah warna yang umum baik pada jantan (21.5% putih, 19.3% hitam) maupun pada betina (21.6% putih, 23.6% hitam), terdapat domba yang berwarna coklat dan abu-abu dalam persentase kecil. Domba Garut daging umumnya mempunyai warna tubuh satu warna baik pada yang jantan (61.3%) maupun yang betina (68.5%), sedangkan yang mempunyai dua warna sebanyak 37.2% dan tiga warna sebanyak 1.5% untuk yang jantan dan untuk yang betina 28.6% dan 2.9% mempunyai kombinasi dua warna dan tiga warna. Domba Garut tangkas yang jantan umumnya mempunyai kombinasi warna tubuh dua warna (52.4%) atau satu warna (46.5%), sedangkan domba betina umumnya satu warna (58.8%) dan dua warna (38.2%), terdapat domba dengan persentase kecil yang mempunyai kombinasi tiga warna. Domba Garut daging jantan, Garut tangkas jantan dan betina yang mempunyai kombinasi dua warna umumnya adalah berwarna hitam putih atau putih hitam, sedangkan domba Garut daging betina umumnya putih
20
hitam atau putih coklat. Domba jantan Garut daging dan tangkas seluruhnya bertanduk sedangkan domba betina Garut daging lebih dari 98% tidak bertanduk kecuali domba Garut tangkas diperoleh 2.1% bertanduk dan 14.8% berupa tonjolan (Mulliadi 1996).
(a)
(b)
Gambar 8. Domba Garut jantan (a) dan kelompok domba Garut betina (b) Pembeda Bangsa Ternak Definisi bangsa ternak menurut FAO (2000) adalah sekelompok ternak domestik dengan karakteristik eksternal yang dapat didefinisikan dan dapat dikenali yang memungkinkan kelompok tersebut dapat dibedakan secara visual dari kelompok yang lain di dalam spesies yang sama. Definisi lain bangsa ternak yang dipakai secara umum adalah populasi atau kelompok populasi yang dapat dibedakan dari populasi lain dari suatu spesies yang didasarkan pada perbedaan frekuensi alel, perubahan kromosom atau perbedaan karakteristik morfologi yang disebabkan oleh faktor genetik (Maijala 1997). Sementara itu, Carter dan Cox (1982) mengemukakan definisi bangsa ternak adalah suatu sub-kelompok ternak domba yang telah diketahui pembentukannya oleh asosiasi bangsa domba tertentu atau telah tercatat dalam official flockbook. Berbagai bangsa ternak di dunia dan karakteristiknya dengan mudah dapat diakses di beberapa website yang dikelola oleh asosiasi atau breeder maupun perguruan tinggi, diantaranya adalah http://www.cattletoday.com/aubrac.htm untuk bangsa-bangsa ternak sapi, http://www.sheep101.info/ breeds.html untuk bangsa-bangsa domba dan http://www.ansi.okstate.edu/breeds/ yang mempublikasikan berbagai bangsa ternak dari beberapa spesies ternak domestik.
21
Studi untuk mengkarakterisasi suatu suatu bangsa ternak umumnya diperlukan untuk memberikan gambaran karakteristik bangsa ternak tersebut. Apabila suatu bangsa ternak telah ditetapkan beserta karakteristik yang dimilikinya maka penyimpangan karakteristik dari yang telah ditetapkan dapat menjadi indikasi bahwa bangsa tersebut telah “tidak murni” atau telah terjadi aliran gen dari luar bangsa tersebut. Karakterisasi bangsa ternak yang membedakannya dengan bangsa lain dapat menjadi ukuran kemurnian bangsa tersebut dan sebagai dasar program konservasi bagi bangsa ternak tersebut. Dalam kegiatan karakterisasi, sifat/karakter yang diamati sebenarnya dapat berupa sifat morfologis, pertumbuhan, reproduksi, kemampuan adaptasi, ketahanan parasit dan penyakit, atau beberapa sifat unik yang diwariskan seperti tipe golongan darah, karyotipe, polimorfisme biokimia dan DNA atau frekuensi gen untuk tiap-tiap bangsa (Balain 1992). Sebagai penanda atau pembeda bangsa dan dari definisi bangsa ternak di atas, maka penanda bangsa ternak dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, yaitu (1) Penanda DNA, (2) Penanda kromosom, (3) Penanda biokomia atau serologi, dan (4) Penanda morfologi. Penanda DNA. Jenis penanda DNA yang digunakan untuk membuat peta genetik umumnya dapat digolongkan ke dalam dua kategori (O’Brien et al. 1993).
Jenis
pertama (tipe I) adalah penanda yang terkait dengan runutan gen yang terkonservasi di seluruh spesies mamalia. Jenis ini tidak polimorfik dan oleh karena itu sukar untuk digunakan dalam linkage maping. Jenis kedua (tipe II) adalah sangat polimorfik tetapi biasanya merupakan segmen DNA anonimous dan paling umum digunakan sebagai penanda genetik. Hingga saat ini telah dikembangkan berbagai penanda DNA yang digunakan untuk mempelajari variasi yang terdapat pada runutan DNA yang dapat digunakan sebagai pembeda bangsa. Beberapa penanda DNA yang biasa digunakan adalah RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), SSCP (Single-Strand Conformational Polymorphism), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), VNTR (Variable Number of Tandem Repeats /Minisatelit), STR (Short Tandem Repeat /Mikrosatelit), SNP (Single Nucleotide Polymorhism) dan lain-lain (Montgomery dan Crawford 1997; Barendse dan Fries 1999). Handiwirawan (2003) telah berhasil menguji penanda mikrosatelit INRA 035 yang dapat digunakan sebagai penanda bangsa sapi Bali yang membedakannya dengan
22
bangsa sapi lain di Indonesia. DNA runutan berulang juga telah berhasil digunakan untuk membedakan spesies tikus Mus musculus dan Mus caroli (Siracusa et al. 1983). Penanda Kromosom. Jumlah kromosom diploid domba domestik (Ovis aries) adalah 54 buah. Autosom terdiri dari tiga pasang kromosom metasentrik besar dan 23 pasang kromosom telosentrik. Kromosom X adalah kromosom akrosentrik paling besar dan kromosom Y adalah kromosom metasentrik sangat kecil, yang biasanya menyerupai sebuah titik persegi empat kecil (Broad et al. 1997). Polimorfisme kromosom pada mamalia diketahui khususnya pada kromosom kelamin. Stranzinger et al. (2007) telah melaporkan adanya polimorfisme panjang kromosom Y pada berbagai bangsa sapi di Switzerland. Panjang relatif kromosom Y dapat membedakan bangsa sapi Holstein (hitam dan merah) dengan bangsa sapi purebred Brown Swiss, crossbred Brown Swiss, purebred Simmental dan berbagai bangsa sapi potong asli (terutama bangsa sapi Limousin, Angus dan Charollais). Sementara itu, rasio panjang lengan kromosom Y dapat membedakan sapi Holstein dengan crossbred Brown Swiss dan berbagai bangsa sapi potong asli (terutama bangsa sapi Limousin, Angus dan Charollais). Berdasarkan kromosom ini juga telah dapat dibedakan sapi Bali murni dengan sapi Bali yang diduga telah tercampur secara genetik dengan sapi lain (Tim Peneliti Fapet IPB dan BIB Singosari 2000). Penanda Biokimia atau Serologi. Golongan darah, protein darah dan protein susu tergolong ke dalam penanda biokimia atau serologi.
Ketiga molekul tersebut
mempunyai frekuensi yang bervariasi di antara bangsa ternak domba. Glikoprotein pada membran sel darah merah atau faktor golongan darah diketahui terdapat dalam berbagai bentuk molekul yang dibedakan oleh daya antigeniknya dan oleh karena itu dapat dikenali dari reaksi antigen-antibodi atau analisis serologi (Di Stasio 1997). Hingga saat ini telah dikenal luas 22 faktor golongan darah pada domba dalam tujuh sistem (Warwick et al. 1990; Di Stasio 1997). Lokus untuk sistem golongan darah domba seperti terlihat pada Tabel 3. Banyak varian protein darah dan susu dapat dideteksi dengan metode elektroforesis berdasarkan muatan listriknya. Studi-studi genetik menunjukkan bahwa protein yang diteliti di bawah kontrol alel yang mengikuti pewarisan Mendel sederhana sehingga identifikasi polimorfisme protein adalah suatu identifikasi tidak langsung dari
23
polimorfisme pada tingkat DNA. Analisis segregasi menunjukkan bahwa varian protein dikontrol oleh alel pada lokus tunggal, pada umumnya kodominan (Di Stasio 1997). Lokus untuk polimorfisme biokimia pada domba seperti terlihat pada Tabel 4, dimana sistem protein Transferrin di dalam plasma diketahui mempunyai alel yang paling banyak (15 alel). Tabel 3.
Lokus sistem golongan darah pada domba
Sistem
Simbol Antigen Jumlah alel lokus Antigen eritrosit A EAA a (A), b (B) Setidak-tidaknya 5 Antigen eritrosit B EAB a (P), b (B’), c (Y), d (N’), e Kira-kira 100 (E’), f (E), g (O’), h (S), I (lx) Antigen eritrosit C EAC a (C), b(Cx) Kira-kira 20 Antigen eritrosit D EAD a (D), b Setidak-tidaknya 3 Antigen eritrosit M EAM a (M), b (L), c (M’) Setidak-tidaknya 3 Antigen eritrosit R EAR R, O 2 Antigen eritrosit X EAX X, Z 2 Sumber : Di Stasio (1997) Keterangan : ( ) = Nama asli
Tabel 4.
Lokus untuk polimorfisme biokimia pada domba
Sistem Di dalam plasma : Albumin Arylesterase Transferrin Di dalam eritrosit : Amino acid transport Carbonic anhydrase Haemoglobin-α1 Haemoglobin-β Haemoglobin-βC Malic enzyme 1 Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NADH) diaphorase Nucleoside phosphorylase Potassium transport X protein Di dalam susu : Laktoglobulin Sumber : Di Stasio (1997) Keterangan : ( ) = masih dalam konfirmasi
Simbol lokus ALB ES TF
TR CA2 HBA1 HBB HBBC ME1 DIA NP KE XP LGB
Alel F, S, W, (D), (T), (V) A, o A, B, C, D, E, G, P, U, V, H, K, (M), (N), (L), (X) H, h F, S, (M) D, L, (A) A, B, (E), (G), (H), (I) C F, S F, S H, I L, h P, n A, B, (C)
24
Penelitian penanda biokimia (protein darah) sebagai penanda bangsa sapi telah dilaporkan oleh Namikawa et al. (1982), dimana alel haemoglobin X (Hb X) diduga spesifik untuk sapi Bali karena alel tersebut adalah alel yang paling umum ditemukan pada sapi Bali dan pada banteng sebagai leluhur dari sapi Bali. Penanda Morfologi. Seekor hewan mempunyai banyak gen-gen yang umum dengan individu lain di dalam populasi dimana hewan tersebut menjadi bagian dari populasi tersebut. Perbedaan gen antar anggota individu di dalam bangsa tersebut relatif tidak besar (lebih seragam) olehkarena adanya tekanan seleksi, yang ditunjukkan dengan relatif seragamnya fenotipe seperti warna dan pola warna bulu, bentuk tanduk, ukuran tubuh, tinggi, bobot badan dan lain-lain.
Ciri-ciri fenotipe yang khas dari
populasi/bangsa yang dapat diamati atau terlihat secara langsung tersebut dapat digunakan sebagai penanda morfologi untuk populasi/bangsa tersebut.
Pembedaan
bangsa dan estimasi jarak genetik dengan mempergunakan data ukuran tubuh telah dilakukan pada sapi (Abdullah 2008), domba (Suparyanto et al. 2000; 2002), kambing (Herrera et al. 1996; Zaitoun et al. 2005) dan kelinci (Brahmantiyo 2006). Menurut Capitan et al. (2009), model pewarisan sifat tanduk yang paling umum diterima adalah melibatkan tiga lokus (Tabel 5) yaitu lokus polled, scurs dan African horn, sebagai berikut : 1. Lokus polled mempunyai dua alel yaitu P (polled atau tidak bertanduk) yang dominan terhadap alel p (bertanduk). 2. Lokus scurs mempunyai dua alel yaitu Sc yang mengkode perkembangan scurs dan sc untuk sifat tidak ada scurs. Scurs berkembang seperti tanduk kecil dan tumbuh di tempat yang sama tanduk tumbuh tetapi tidak menempel di tengkorak, bervariasi dalam ukuran dan bentuk hingga sampai terlihat seperti tanduk. Fenotipe scurs terjadi jika lokus polled mempunyai sedikitnya alel P. Alel Sc dominan terhadap alel sc pada jantan bergenotipe P/p Sc/sc tetapi resesif pada betina bergenotipe P/p Sc/sc. 3. Lokus African horn mempunyai dua alel yaitu Ha (bertanduk African horn) dan ha (tidak bertanduk African horn) dimana alel Ha dominan terhadap alel ha pada jantan bergenotipe P/p Ha/ha dan resesif pada betina bergenotipe P/p Ha/ha. Sponenberg (1997) mengemukakan bahwa ada beberapa lokus penentu warna pada domba. Salah satu lokus yang cukup penting adalah lokus Agouti. Lokus ini
25
mempunyai beberapa macam alel, beberapa diantaranya adalah A wt (mengatur warna putih atau coklat), A+ (liar), Agt (abu-abu dan coklat), Ag (abu-abu), At (hitam dan coklat), Aa (non agouti). Lokus lain adalah lokus Ekstension yang mempunyai interaksi penting dengan lokus Agouti dalam menentukan warna domba. Alel tipe liar (E +) pada lokus Ekstension mengijinkan ekspresi dari lokus Agouti. Alel dominan pada lokus Ekstension biasanya disebut hitam dominan (E D) (Roberts 1926). Warna belang pada domba diatur oleh alel yang terletak pada lokus Piebald (Belang), yang mempunyai alel AsPp (belang) dan AsP+ (liar).
Lokus spotting mengatur warna totol (spot) yang
terdapat pada domba. Pada lokus spotting terdapat 3 alel yang terdiri dari alel liar (S+), totol (Ss) dan bizet spotting (tingkat ekspresinya lebih rendah) (Sb) (Sponenberg 1997). Tabel 5.
Model pewarisan tanduk dan scurs
Genotipe lokus polled
Genotipe lokus scurs Sc/Sc
Sc/sc
sc/sc
P/P
S
Jantan NS atau S, betina NS
NS
P/p
S
Jantan S, betina NS
NS
p/p
H
H
H
Sumber : Capitan et al. (2009) Keterangan : S = scurs, H = bertanduk, NS = tidak scurs
Disamping itu, penggunaan indeks morfologi dapat dikembangkan dan bermanfaat untuk melakukan penaksiran/penilaian tipe atau fungsi suatu bangsa ternak di dalam spesies. Indeks morfologi dapat menggambarkan bentuk dan proporsi tubuh dari suatu bangsa ternak yang sangat berkaitan dengan jenis tipe ternak tersebut. Penggunaan indeks morfologi untuk menaksir tipe dan fungsi pada ternak sapi (Alderson 1999) dan domba (Salako 2006) telah dilaporkan. Tingkah Laku sebagai Pembeda Bangsa Fenotipe sifat tingkah laku yang merupakan ekspresi gen-gen juga berpeluang untuk dapat digunakan sebagai alat pembeda bangsa ternak.
Craig (1981)
mengemukakan bahwa tingkah laku suatu individu hewan lebih banyak mirip dengan individu anggota-anggota populasi tersebut dibandingkan dengan individu anggota populasi yang lain. Studi tingkah laku untuk membedakan bangsa hewan pada beberapa spesies telah dilaporkan, sebagai contoh terdapat perbedaan karakteristik tingkah laku
26
pada bangsa anjing Spaniel dan Basenjis (Scott dan Fuller 1965) dan perbedaan suara nyanyian spesies jangkrik T. oceanicus, T, commodus dan hibridnya (Bentley dan Hoy 1972). Sifat tingkah laku pada domba cukup banyak, Hafez et al. (1969) mengelompokkannya menjadi 9 macam jenis tingkah laku yang meliputi tingkah laku makan
(ingestif),
shelter
seeking,
menyelidik
(investigatory),
berkelompok
(allelomimetic), berkelahi (agonistic), membuang kotoran (eliminatif), merawat diri (care giving), bermain (play) dan perkawinan (sexual). Sementara itu, Ewing et al. (1999) membagi tingkah laku hewan lebih terperinci menjadi 14 tipe tingkah laku yang meliputi tingkah laku sosial (socially oriented), berkelahi (agonistic), penguasaan wilayah (spacing), bermain (play), merawat diri (self care), menyelidik (exploratory), reproduksi (reproductive), tingkah laku janin (fetal), melahirkan (parturient), keindukan (maternal), tingkah laku anak (juvenile), makan (feeding), merumput (grazing) dan tingkah laku menyimpang (aberrant). Karakteristik Suara sebagai Pembeda Bangsa Komunikasi adalah perjalanan informasi dari satu hewan ke hewan yang lain melalui pesan-pesan atau sinyal-sinyal (Grier 1984). Komunikasi adalah kritis bagi tingkah laku sosial hewan, seperti kemampuannya untuk mempertahankan hubungan positif dengan lingkungan dimana mereka berada.
Sehubungan dengan hal itu,
perhatian karakteristik komunikasi dan kemampuan sensory adalah penting dalam pemahaman tingkah laku hewan dan hubungannya dengan manajemen (Ewing et al. 1999). Semua hewan berkomunikasi dengan sejumlah kombinasi arti penglihatan (visual), pendengaran (auditory) dan penciuman (olfactory/transmisi kimia) dan melalui kontak fisik. Komunikasi adalah kritis dalam kelangsungan hidup individu dan spesies karena mempunyai hubungan dengan perlindungan, reproduksi, tingkah laku maternal dan belajar (Ewing et al. 1999). Grier (1984) mengemukakan bahwa untuk spesies burung, suara dikelompokkan ke dalam dua kategori umum yaitu suara panggilan (call) dan suara nyanyian (song). Suara panggilan biasanya pendek dan sederhana, yang digunakan untuk banyak fungsi sinyal pada burung. Suara nyanyian di lain pihak, umumnya lebih berkembang dan
27
kompleks.
Tergantung kepada spesies dan kompleksitas suara nyanyian, suara
nyanyian bisa mempunyai potensi informasi identitas beberapa tipe perbedaan, seperti pengenalan spesies (berbeda antar spesies tetapi konstan di dalam spesies), dialek lokal (konsekuensi dari pemisahan geografi antar populasi dan drift dalam ekspresi yang meniru suara melalui proses belajar), pengenalan individu (bervariasi di dalam spesies tetapi konstan pada jantan) dan variasi motivasi (informasi keadaan internal burung). Analisa suara kokok ayam lokal Indonesia telah dilakukan oleh Rusfidra (2004), dengan melihat pola waveform dan spectogram (sonogram/audiogram) dapat dibedakan kokok ayam Balenggek dengan ayam Pelung, ayam Bekisar, ayam Kampung dan burung perkutut. Pada domba suara antara induk dan anak penting dalam ikatan hubungan, dalam identifikasi dan menemukan setiap yang lain di dalam kelompok. Ketika induk dan anak terpisah, secara khas kedua hewan tersebut berupaya untuk bersuara sampai mereka bersama lagi. Domba dewasa menggunakan suara dalam kelompok sosial dan kemungkinan besar dalam mempertahankan kontak dengan yang lain. Ada korelasi antara suara dengan tingkat aktivitas. Ukuran kelompok mempengaruhi tingkat suara. Kelompok yang besar lebih berisik, kemungkinan besar berhubungan dengan usaha untuk mempertahankan kontak. Frekuensi suara domba terbentang dari 125 Hz hingga 40 kHz, dengan frekuensi terbaik kira-kira 10 kHz (Ewing et al. 1999). Suara yang dikeluarkan ketika sedang bertingkah laku agresif dan tidak agresif menunjukkan perbedaan dalam lama dan frekuensinya. Compton et al. (2001) melaporkan hasil penelitiannya pada mamalia white-nosed coatis (Nasua narica) bahwa ketika tidak agresif lama bersuara lebih pendek (106 vs 222 m detik) dan frekuensi lebih tinggi (17 vs 9 kHz) dibandingkan dengan ketika bertingkah laku agresif. Tingkah Laku sebagai Indikator Seleksi Hasil review yang disampaikan Buchenauer (1999) menunjukkan bahwa banyak penelitian yang memberikan perhatian pada bukti adanya variasi genetik sifat-sifat tingkah laku antar bangsa. Variasi genetik terjadi dalam banyak tingkah laku yang mempengaruhi produksi ternak meliputi perkawinan, interaksi anak-induk, respon dengan peternakan intensif, sifat agresif (aggressiveness), sifat takut (fearfulness), tingkah laku flok dan temperamen. Variasi genetik dalam tingkah laku adalah sangat
28
umum dan dalam beberapa keadaan tingkah laku hewan dapat menjadi kriteria seleksi yang bermanfaat dalam program pemuliaan (Goddard 1980). Seleksi untuk sifat tingkah laku telah dipraktekkan sejak manusia mulai menjinakkan hewan ternak. Perbedaan tingkah laku di antara populasi ternak dapat dihubungkan dengan kemampuan adaptasi mereka terhadap ekologi tempat yang cocok dimana mereka dikembangkan atau karena perbedaan tujuan seleksi dalam sistem peternakan dan budaya yang berbeda (Buchenauer 1999).
Tabel 6 menunjukkan
karakteristik tingkah laku yang disukai pada waktu domestikasi. Terlihat bahwa pada fase awal domestikasi dihubungkan dengan pilihan hewan dengan sifat tingkah laku yang cocok dengan kebutuhan manusia (Hinch 1997). Tabel 6.
Karakteristik tingkah laku yang disukai pada saat domestikasi
Sifat Tingkah Laku
Sifat Tingkah Laku yang Disukai
Struktur kelompok Tingkah laku seksual
Struktur kelompok yang secara hirarki besar Tingkah laku perkawinan tidak diskriminasi (tidak membeda-bedakan) Perkembangan ikatan induk-anak dibentuk dengan seawal mungkin Short flight distances Herbivora dan dapat beradaptasi dengan kisaran kondisi lingkungan yang luas
Interaksi anak-induk Reaksi terhadap manusia Kebutuhan habitat Sumber : Hinch (1997)
Hasil review yang disampaikan Buchenauer (1999) menunjukkan bahwa dari nilai heritabilitas menunjukkan banyak sifat tingkah laku yang akan memberikan respon bila diseleksi.
Kemajuan genetik suatu sifat berbanding lurus dengan heritabilitas sifat
tersebut dan diferensial seleksi (Warwick et al. 1990), dengan demikian semakin tinggi nilai heritabilitas dari sifat tingkah laku yang akan diseleksi maka akan memberikan tambahan respon kemajuan genetik yang semakin tinggi. Contoh beberapa sifat yang memberikan respon ketika diseleksi pada beberapa jenis ternak dikemukakan oleh Ewing et al. (1999) seperti terlihat pada Tabel 7. Sifat-sifat pada ternak dapat mempunyai korelasi antara satu dengan yang lain. Korelasi di antara sifat-sifat dapat disebabkan oleh akibat dari pengaruh lingkungan atau dapat diakibatkan oleh pengaruh genetik.
Korelasi fenotipik dapat dibagi menjadi
bagian-bagian yang disebut korelasi lingkungan dan genetik. Korelasi genetik adalah
29
korelasi dari pengaruh genetik aditif atau nilai pemuliaan antara kedua sifat itu. Korelasi genetik dapat terjadi karena dua sebab yaitu (1) Pleiotropi, bila gen yang sama mempengaruhi ekspresi dari dua sifat atau lebih, atau (2) Gen-gen yang mengatur sifat tersebut dalam posisi berangkai sangat dekat sehingga selalu diwariskan secara bersama-sama (Warwick et al. 1990). Tabel 7.
Contoh beberapa sifat tingkah laku yang memberikan respon jika diseleksi
Jenis Ternak
Sifat Tingkah Laku
Sapi perah Sapi potong Babi Domba Kuda Lebah madu Anjing
Temperamen dan milk letdown Tingkah laku kawin dan keindukan Penurunan agresi, tingkah laku kawin dan keindukan Tingkah laku keindukan, kawin dan kelompok/flok Temperamen dan kemampuan dilatih (trainability) Kejinakan (docility) dan tingkah laku higienik Kemampuan dilatih, kepatuhan/kejinakan, berburu, dan karakteristik kerja Pengeraman (karakteristik yang berkaitan dengan penetasan dan pengasuhan anak) dan adaptasi dengan kandang (cage adaptability) (penurunan agresi sosial)
Ayam
Sumber : Ewing et al. (1999)
Adanya korelasi sifat tingkah laku dengan sifat produksi pada ternak telah dilaporkan.
Goddard (1980) melaporkan bahwa babi yang sangat agresif bisa
menurunkan laju pertumbuhan keseluruhan babi di kelompoknya dibandingkan laju pertumbuhannya sendiri. Hasil penelitian Voisinet et al. (1997) melaporkan bahwa meningkatnya skor temperamen secara nyata menurunkan pertambahan bobot badan harian pada beberapa bangsa sapi. Masih ada variasi genetik dalam banyak sifat tingkah laku yang relevan dengan produksi ternak menunjukkan bahwa perbaikan ke depan seharusnya mungkin dilakukan (Goddard 1980). Pemanfaatan seleksi secara tidak langsung terhadap suatu sifat yang mempunyai korelasi genetik erat merupakan salah satu metode alternatif seleksi yang dapat dilakukan. Goddard (1980) mengemukakan beberapa keadaan dimana seleksi untuk tingkah laku bisa bermanfaat, diantaranya (1) Sifat yang ingin diperbaiki sukar untuk diukur, misalnya fertilitas pejantan dimana seleksi terhadap tingkah laku kawin bisa memperbaiki fertilitas; (2) Kita tidak dapat mengukur sifat yang diinginkan untuk
30
diperbaiki dengan tepat/akurat atau secara terus-menerus, misalnya daya hidup anak (lamb survival) dimana seleksi terhadap tingkah laku keindukan (maternal) bisa lebih akurat; (3) Sebuah sifat yang mempengaruhi performans sifat yang lain di dalam kelompok, misalnya babi yang mempunyai sifat agresif berlebihan dapat menurunkan laju pertumbuhan keseluruhan babi dalam kelompok dibandingkan dengan laju pertumbuhannya sendiri. Kemampuan kompetitif adalah sebuah komponen penting dari produksi, seleksi individu untuk produktivitas dapat menurunkan produktivitas kelompok; (4) Sebuah sifat tingkah laku yang berpengaruh nilai ekonomi langsung, misalnya sapi yang sulit ditangani dapat meningkatkan biaya tenaga kerja. Kemampuan maternal yang baik adalah sangat penting pada banyak spesies bagi daya hidup dan pertumbuhan dari keturunannya. Tingkah laku induk dapat mempunyai dampak besar pada peluang hidup keturunannya selama periode pra sapih. Beberapa sifat tingkah laku induk memainkan peran pada peluang hidup keturunannya dan awal yang baik dalam hidupnya. Contoh sifat-sifat tingkah laku tersebut adalah kesigapan terhadap sinyal dari anak (babi), tingkah laku agresif terhadap anak (babi dan domba), tingkah laku menyusui (babi dan domba) dan tingkah laku khawatir (fear behavior) (babi, domba dan sapi).
Sejumlah sifat tersebut dikontrol secara genetik sehingga
berpeluang untuk diperbaiki dengan seleksi (Grandinson 2005). Laju pertumbuhan dan daya hidup anak merupakan dua sifat produksi penting dalam peternakan domba. Berdasarkan tinjauan di atas dan umumnya nilai heritabilitas skor temperamen yang berkisar antara sedang sampai tinggi yang menunjukkan bahwa skor temperamen akan tanggap bila diseleksi (Buchenauer 1999), maka diduga juga terdapat korelasi antara sifat tingkah laku temperamen dengan laju pertumbuhan pada domba. Demikian pula dengan daya hidup anak domba yang berkorelasi dengan sifat tingkah laku maternal induk domba. Penanda SNP untuk Sifat Agresif Mono Amine Oxidase (disingkat MAO) adalah enzim yang bertanggung jawab untuk mendegradasi/mengoksidasi berbagai amina biogenik termasuk neurotransmitter yaitu epinephrine, norepinephrine, dopamine dan serotonin (Weyler et al. 1990). Dua bentuk enzim MAO; MAOA dan MAOB; telah diidentifikasi berdasarkan perbedaan berat molekul, afinitas susbtrat, sensitivitas inhibitor dan immunological properties.
31
Enzim ini diekspresikan di seluruh tubuh tetapi berbeda dalam perkembangan dan ekspresi sel spesifik (Hotamisligil dan Breakefield 1991). MAOA dan MAOB adalah enzim mitokondria yang dikode oleh gen inti yang berlokasi pada lengan panjang dari kromosom X (Xp 11.4-p11.3) yang berasal dari duplikasi leluhur (Levy et al. 1989; Grimsby et al. 1991). Tabel 8.
Panjang runutan mRNA gen MAOA pada beberapa spesies
Spesies
Kode aksesi
Anjing Canis lupus familiaris Canis lupus familiaris Kuda Equus caballus Equus caballus Babi Sus scrofa Sus scrofa Tikus rumah Mus musculus Mus musculus Sapi Bos taurus Bos taurus Ayam Gallus gallus Manusia Homo sapiens Homo sapiens Manusia
Panjang runutan (bp)
AB038563 NM_001002969
1715 bp 1715 bp
AB178282 NM_001081832
1895 bp 1895 bp
AY563632 NM_001001640
1745 bp 1745 bp
BC029100 NM_173740
1977 bp 4068 bp
BT030540 NM_181014
1864 bp 2127 bp
NM_001030799
2851 bp
BC044787 NM_000240 HUMMAOAAA
3356 bp 4090 bp 1931 bp
Pencarian (searching) pada database gene bank NCBI (The National Center for Biotechnology
Information)
pada
bulan
Pebruari
2012
di
alamat
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/, diperoleh runutan mRNA gen MAOA dari beberapa spesies hewan seperti terlihat pada Tabel 8.
Panjang runutan mRNA gen MAOA
tersebut berbeda-beda antar spesies dan di dalam spesies kecuali anjing, kuda dan babi yang masing-masing dua contoh runutannya mempunyai panjang yang sama. Runutan
32
gen MAOA untuk domba tidak terdapat pada database gene bank NCBI.
Dalam
sistematika hewan, domba bersama-sama kambing masuk di dalam Subfamily Caprinae. Subfamily Caprinae bersama-sama dengan Subfamily Bovinae yang anggotanya adalah bison, kerbau dan sapi domestik termasuk ke dalam Family Bovidae (Franklin 1997). Sapi merupakan spesies yang terdekat domba dalam satu Family yang runutannya dijadikan acuan karena hingga penelitian ini dilakukan runutan gen MAOA untuk kambing sebagai spesies yang terdekat belum tersedia. Pada manusia, gen MAOA terdiri dari 15 ekson dan 14 intron yang membentang sedikitnya 16 Kb (Grimsby et al. 1991). Kedua MAO penting dalam inaktivasi monoaminergik nuerotransmiter tetapi berbeda untuk kekhususannya.
Serotonin, norepinephrine (noradrenaline) dan
epinephrine (adrenaline) serta beberapa amina eksogenous terutama dipecah oleh MAOA, sementara itu phenylethylamine dipecah oleh MAOB, dan dopamine dipecah oleh keduanya (Andres et al. 2004). Kedua protein tersebut menunjukkan 70 persen runutan asam amino yang identik (Son et al. 2008). Beberapa neurotransmitter yang dipecah oleh enzim MAOA tersebut harus dipecah karena konsentrasinya yang meningkat abnormal akan menyebabkan orang bereaksi secara berlebihan dan kadangkala bahkan secara keras (Morell 1993).
Serotonin mengatur tingkah laku
agresif melalui ikatan dengan reseptornya pada manusia dan tikus, dan hasil penelitian pada ayam pemberian antagonis reseptor telah meningkatkan sifat agresif (Denis et al. 2008).
Karena perannya yang vital dalam menginaktivasi neurotransmitter maka
disfungsi MAO menyebabkan sejumlah psychiatric dan neurological disorders, termasuk depresi dan penyakit Parkinson (Son et al. 2008). Kekurangan enzim MAOA yang diakibatkan mutasi pada gen MAOA yang berhubungan dengan tingkah laku agresif telah dilaporkan.
Cases et al. (1995)
melaporkan meningkatnya tingkah laku agresif pada tikus transgenik karena adanya delesi pada gen MAOA.
Mutasi titik telah diidentifikasi pada ekson 8 dari gen
struktural MAOA yang merubah glutamine menjadi kodon terminasi (mutasi C→T). Defisiensi MAOA diketahui dihubungkan dengan fenotipe tingkah laku yang mencakup gangguan pengendalian agresi (Brunner et al., 1993). Tikus yang kekurangan enzim tersebut menunjukkan pertambahan agresi dan mengubah emosional relatif menjadi hewan tipe liar (Kim et al. 1997).
PEMBEDAAN BANGSA DOMBA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUARA, FENOTIPE TUBUH DAN TINGKAH LAKU (The Differentiation of Sheep Breeds Based on Call Sound, Fenotipe and Behaviour Characteristic) ABSTRAK Informasi mengenai pendugaan jarak genetik dan pembedaan bangsa domba sangat diperlukan dalam program persilangan antar bangsa dan program pelestarian. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memanfaatkan keragaman pada peubah-peubah karakteristik suara dan ukuran tubuh untuk pembedaan bangsa domba. Penelitian dilakukan di Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak Cilebut dan Bogor, pada bulan Juni 2009 hingga Pebruari 2010. Lima bangsa domba yang digunakan adalah domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC), dengan jumlah sampel 100 ekor untuk penelitian karakteristik suara, 323 ekor untuk penelitian ukuran tubuh dan 50 ekor untuk penelitian sifat tingkah laku. Sebanyak 24 peubah karakteristik suara, 19 peubah ukuran tubuh, tujuh nilai indeks morfologi dan 10 peubah sifat tingkah laku diamati dalam penelitian ini. Analisis ragam dan pengujian signifikansi untuk pembandingan antar bangsa dilakukan untuk semua data kuantitatif karakteristik suara, ukuran tubuh dan tingkah laku menggunakan PROC GLM dari Program SAS ver 9.0. PROC CANDISC, digunakan untuk analisis diskriminan kanonikal, hierarchical clustering dilaksanakan dengan PROC CLUSTER menurut Metode Average Linkage (Unweighted Pair-Group Method Using Arithmetic Averages, UPGMA), dan dendogram untuk kelima bangsa domba dibuat dengan PROC TREE. Frekuensi dan persentase setiap sifat kualitatif dihitung menggunakan PROC FREQ. PROC CORRESP digunakan untuk melakukan multiple correspondence analysis (MCA) di antara peubah kategori sifat kualitatif. Peubah pembeda bangsa untuk karakteristik suara adalah frekuensi kuartil ketiga, frekuensi tengah, frekuensi maksimum dan waktu frekuensi kuartil pertama, sedangkan lebar ekor, lingkar pangkal tanduk, panjang tanduk dan peubah panjang ekor, panjang badan serta lebar tengkorak adalah peubah-peubah pembeda bangsa untuk ukuran tubuh. Sementara itu, peubah pembeda bangsa untuk sifat tingkah laku adalah lama berdiri dan lama makan. Bangsa domba SC jantan berkorespondensi dengan sifat tidak bertanduk dan sifat profil muka cembung, sedangkan bangsa domba BC jantan berkorespondensi kuat dengan sifat orientasi tanduk agak melengkung dan tonjolan serta warna tanduk coklat. Bangsa-bangsa domba berjenis kelamin betina tidak mempunyai korespondensi yang kuat terhadap sifat kualitatif kepala tertentu yang membedakannya dengan bangsa-bangsa yang lain. Bangsa domba SC jantan terkait erat dengan sifat pola warna polos atau satu warna, sedangkan bangsa domba SC betina berkorespondensi erat dengan sifat warna tubuh dominan putih. Sementara itu, bangsa domba betina KG berkorespondensi erat dengan pola warna campuran dua warna, warna belang putih, coklat muda dan coklat tua, serta persentase belang 1-10%. Bentuk tubuh domba KG terlihat lebih panjang, lebih lebar bagian rump dan proporsi dalam dada lebih tinggi dibandingkan bangsa domba yang lain. Nilai indeks kumulatif, yang mempunyai nilai relatif tetap sepanjang hidup dan
34
menyediakan sebuah gambaran akurat dari tipe bangsa, tertinggi dimiliki oleh domba KG. Berdasarkan bentuk tubuh dan nilai indeks kumulatif terlihat bahwa domba KG mempunyai tipe dan fungsi sebagai bangsa domba tipe daging. Plotting kanonikal karakteristik suara dapat membedakan domba LG, KS dan BC, sedangkan domba SC, KG dan KS sulit untuk dibedakan. Plotting berdasarkan ukuran tubuh dapat membedakan domba SC (dan KS) dengan domba BC, LG dan KG, sedangkan domba SC dan KS sulit untuk dibedakan. Sementara itu, plotting berdasarkan sifat tingkah laku dapat membedakan domba BC, KS dan LG (bersama KG dan SC). Dendogram berdasarkan karakteristik suara meletakkan bangsa domba KG pada kelompok yang kurang tepat. Pengelompokan domba berdasarkan ukuran tubuh menghasilkan hasil yang lebih tepat yaitu kelompok pertama yang terdiri dari bangsa domba SC, KS dan BC dan kelompok kedua yang terdiri dari bangsa LG dan KG. Sementara itu, dendogram berdasarkan sifat tingkah laku menghasilkan pengelompokkan bangsa domba yang kurang akurat. Kata kunci : karakteristik suara, ukuran tubuh, tingkah laku, pembedaan, jarak genetik ABSTRACT Information of the estimation of genetic distances and differentiation among sheep breeds are needed in crossing programs and conservation programs. The aims of research were utilizing the diversity of sound call characteristic variables and body sizes for the differentiation of the sheep breeds. The study was conducted at Cilebut and Bogor Animal House of Indonesian Research Institute for Animal Production, in June 2009 until February 2010. Five of sheep breeds used were Barbados Black Belly Cross (BC), Garut Composite (KG), Garut Local (LG), Sumatera Composite (KS) and St. Croix Cross (SC). Total sample was 20 heads for the characteristics of call sound study, 323 heads for the body sizes study and 50 heads for the behavior study. A total of 24 variables characteristics of call sound, 19 variables of body size, seven morphological index values and 10 variables of behavior traits were observed in this study. Analysis of variance and significance tests were applied to compare between sheep breeds performed for all of quantitative data call sound characteristics, body size and behavior using PROC GLM of SAS Program ver. 9.0. PROC CANDISC was used for canonical discriminant analyses, hierarchical clustering performed using the PROC CLUSTER by Average Linkage method (Unweighted Pair-Group Method Using Arithmetic Averages, UPGMA), and the dendogram for the five sheep breeds was described using PROC TREE. Frequency and percentage of qualitative traits were calculated using PROC FREQ. PROC CORRESP used to perform multiple correspondence analyses (MCA) between the variable of qualitative categories. Differentiator variables for sound call characteristics was the third quartile frequencies, middle frequencies, maximum frequencies and time of the first quartile frequencies, while the tail width, horn base circumference, long horns, long tail, body length, and skull width were the differentiator variables for body sizes. Meanwhile, the differentiator variables for the behavior traits were standing and feeding duration. SC male sheep have a correspondence with absence of horns and convex face profiles, while the BC male sheep corresponded strongly with slightly curved horns, scurs and brown color horns. All of five female sheep breeds did not have a strong correspondence to the head qualitative traits that could differentiated from other breeds. SC male sheeps were closely related to one
35
color, while the SC female sheeps corresponded closely to the dominant body color of white. Meanwhile, the KG female sheeps corresponded closely to the two colors mix, striped colors white, brown and dark brown, and the percentage of mottle 1-10%. KG sheep has a longer body shape, wider part of the rump and higher proportion of chest than the other sheeps. Cumulative index value, which has a relative value fixed throughout life and provides an accurate picture of the type of breed, the highest belonged to KG sheep. Based on body shape and the value of the cumulative index, KG sheep can be categorized into a meat type sheep. Plotting canonical sound characteristics could differentiate LG, KS and BC sheeps, while the SC, KG and KS sheeps were difficult to differentiated. Plotting based on body sizes could differentiate SC (and KS) with BC, LG and KG sheeps, while the SC and KS sheeps was difficult to differentiated. Meanwhile, the plotting based on behavioral characteristics could differentiate BC, KS and LG (with KG and SC) sheeps. Dendogram based on call sound characteristics put KG sheep on groups that were less precise. The grouping of sheep based on the body sizes produces more precise results i.e. the first group consisting of SC, KS and BC and the second group consisting of LG and KG. Meanwhile, the dendogram based on the behavior traits produced sheep grouping that are less accurate. Keywords: call sound, body sizes, body index, behavior, differentiation, genetic distance
36
PENDAHULUAN Beberapa cara atau analisa untuk menduga jarak genetik dan pembedaan bangsa atau subpopulasi domba telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Cara atau analisa yang telah dilakukan studi-studi terdahulu adalah menggunakan analisa molekuler, baik DNA maupun protein, atau menggunakan data morfometri melalui analisa multivariate. Beberapa peneliti terdahulu telah melaporkan pendugaan jarak genetik dan pembedaan bangsa pada domba menggunakan analisa DNA (Wu et al. 2003; Tapio et al. 2010; Kusza et al. 2010) dan protein (Shahrbabak et al. 2010). Walaupun demikian, pekerjaan yang berkaitan dengan protein dan DNA tersebut memerlukan peralatan laboratorium yang relatif lengkap, biaya yang relatif mahal dan penguasaan teknik yang memadai. Pengumpulan data ukuran tubuh memiliki kelebihan relatif lebih mudah dan tidak memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan pengumpulan data DNA maupun protein. Metode analisa multivariate dapat digunakan untuk menentukan apakah sebagian populasi sudah berbeda dan membentuk subpopulasi tersendiri atau masih sama dengan sebagian populasi yang lain atau belum membentuk subpopulasi yang baru. Beberapa peneliti terdahulu dengan metode analisa multivariate telah berhasil melakukan penghitungan jarak genetik dan pembedaan beberapa subpopulasi domba di Indonesia (Suparyanto et al. 1999; Mansjoer et al. 2007; Gunawan dan Sumantri 2008). Menggunakan cara analisa yang sama Salamena et al. (2007) telah membuktikan bahwa dari tiga subpopulasi domba Kisar di Maluku yang diamati belum menunjukkan terbentuknya subpopulasi baru yang berbeda dengan subpopulasi domba Kisar yang lain. Hasil yang sama juga telah dilaporkan untuk spesies ternak yang lain yaitu kerbau lokal di Jawa Tengah (Johari et al. 2009) dan kerbau lokal Maluku (Salamena dan Papilaja 2010), dari beberapa subpopulasi yang diamati belum menunjukkan terbentuknya subpopulasi baru. Pada spesies burung, perbedaan suara kicauan/nyanyian adalah kriteria yang paling diandalkan dalam pembedaan spesies burung (Mahler dan Gil 2009). Rusfidra (2004) telah membandingkan dan dapat membedakan karakteristik suara ayam Balenggek dengan ayam Pelung, ayam Bekisar, ayam kampung dan burung Perkutut. Nowak et al. (2008) menyatakan bahwa bangsa-bangsa domba seperti individu juga berbeda karakteristik suaranya.
Keragaman karakteristik suara yang terdapat pada
37
spesies domba antar bangsa domba diduga juga dapat digunakan untuk pendugaan jarak genetik dan pembedaan bangsa domba.
Metode ini tidak perlu menangkap
ternak/hewan sampel sehingga tidak banyak menimbulkan stress pada ternak/hewan sampel dan memudahkan dalam penelitian pada hewan-hewan liar. Telah diketahui bahwa tingkah laku suatu individu hewan lebih banyak mirip dengan individu anggota-anggota populasi tersebut dibandingkan dengan individu anggota populasi yang lain Craig (1981). Beberapa studi tingkah laku telah dilakukan untuk pembedaan bangsa hewan pada beberapa spesies, sebagai contoh terdapat perbedaan karakteristik tingkah laku pada bangsa anjing Spaniel dan Basenjis (McFarland 1999) dan perbedaan suara nyanyian spesies jangkrik T. oceanicus, T, commodus dan hibridnya (Bentley dan Hoy 1972). Analisa multivariate belum pernah digunakan untuk pembedaan bangsa domba berdasarkan karakteristik peubah suara dan tingkah laku. Sebagaimana data ukuran tubuh, data suara dan tingkah laku juga memiliki banyak peubah. Setidaknya 24 peubah dapat diukur dari suara yang dihasilkan oleh seekor domba dengan bantuan Software Raven 1.3 Pro (Charif et al. 2008). Hafez et al. (1969) mengelompokkan tingkah laku menjadi 9 macam jenis tingkah laku sedangkan Ewing et al. (1999) membagi tingkah laku hewan lebih terperinci lagi menjadi 14 tipe tingkah laku. Berdasarkan karakteristik suara dan tingkah laku yang mempunyai banyak peubah ini maka pembedaan bangsa domba berpeluang dilakukan dengan analisa multivariate. Informasi mengenai pendugaan jarak genetik dan pembedaan bangsa domba sangat diperlukan dalam program persilangan antar bangsa. Persilangan antar bangsa domba dengan jarak genetik yang jauh akan memaksimalkan efek heterosis dan efek suplementasi pada keturunannya (Warwick et al. 1990). Di samping itu, informasi jarak genetik dan pembedaan bangsa domba atau sub populasi domba juga diperlukan dalam mempertimbangkan program pelestarian bangsa domba.
Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan mempelajari keragaman pada peubah-peubah karakteristik suara, fenotipe tubuh dan tingkah laku untuk pembedaan bangsa domba. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif cara untuk membedakan bangsa domba berdasarkan karakteristik suara, fenotipe tubuh dan sifat tingkah laku.
38
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada dua Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak yaitu di Kandang Percobaan yang berlokasi di Cilebut dan Bogor. Penelitian berlangsung selama 9 bulan yang dilakukan pada bulan Juni 2009 hingga Pebruari 2010. Materi Penelitian Domba yang digunakan dalam penelitian karakteristik suara, fenotipe (sifat kualitatif dan kuantitatif/ukuran tubuh) dan tingkah laku adalah domba dewasa (berumur ≥ 2 tahun) dari lima bangsa domba yang dipelihara di Kandang Percobaan Cilebut dan Bogor. Kelima bangsa domba tersebut adalah Domba Barbados Black Belly Cross (BC) (komposisi genetik 50% Lokal Sumatera 50% Barbados Black Belly), Komposit Garut (KG) (50% Lokal Garut 25% St. Croix 25% Moulton Charolais), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) (50% Lokal Sumatera 25% St. Croix 25% Barbados Black Belly), St. Croix Cross (SC) (50% Lokal Sumatera 50% St. Croix). Jumlah masing-masing bangsa domba yang digunakan dalam penelitian seperti tercantum pada Tabel 9.
Tabel 9.
Jumlah sampel bangsa domba Barbados Black Belly cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix cross (SC) yang digunakan dalam penelitian karakteristik suara, fenotipe dan tingkah laku
Jenis Penelitian Karakteristik Suara
Jenis Kelamin Jantan Betina
Total Karakteristik Fenotipe Jantan Betina Total Karakteristik Tingkah laku Jantan Betina Total
Jumlah sampel (ekor)
Total
BC
KG
LG
KS
SC
5 15 20 15 39 54 5 5 10
5 15 20 18 37 55 5 5 10
5 15 20 8 28 36 5 5 10
5 15 20 25 70 95 5 5 10
5 15 20 17 66 83 5 5 10
25 75 100 83 240 323 25 25 50
39
Metode Penelitian Penelitian Karakteristik Suara. Sebanyak minimal tiga contoh suara panggilan (call sound) dari setiap domba direkam dengan digital voice recorder (CENIX Tipe W900) dalam format file MP3. Sebelum dianalisis lebih lanjut, sampel suara dibersihkan dari suara noise (gaduh/riuh) dan suara hiss (desis/suit) serta suara-suara yang tidak dikehendaki (seperti suara langkah, suara domba-domba lain, dll), dengan bantuan software Wavepad Sound Editor Ver. 4.28.
Suara domba sampel yang tercampur
dengan domba yang lain tidak digunakan dalam analisa. Selanjutnya analisis suara domba dilakukan dengan bantuan Software Analisis Suara Interaktif Raven Pro 1.3 for Windows yang dibuat oleh Cornell Lab of Ornithology. Software tersebut diunduh dan dibeli dari situs web http://birds.cornell.edu/. Dua puluh empat peubah yang mampu dihitung oleh software Raven 1.3 Pro (Charif et al. 2008) diukur dari setiap suara domba sampel. Peubah-peubah yang diukur adalah : 1. Lama Suara/Delta Waktu (DELWAK) = perbedaan antara waktu mulai bersuara dan akhir waktu bersuara untuk suara yang dianalisa (detik). 2. Panjang Wafeform (PJWAFE) = jumlah frame yang terkandung di dalam suara yang dianalisa (frame). 3. Amplitudo Maksimum (AMPMAK) = nilai amplitudo maksimum dari semua nilai sampel di dalam suara yang dianalisa (unit). 4. Waktu Amplitudo Maksimum (WAMPMAK) = waktu dimana amplitudo maksimum terjadi (detik). 5. Amplitudo Minimum (AMPMIN) = nilai amplitudo minimum dari semua nilai sampel di dalam suara yang dianalisa (unit). 6. Waktu Amplitudo Minimum (WAMPMIN) = waktu dimana amplitudo minimum terjadi (detik). 7. Puncak Amplitudo (PUNAMP) = nilai absolut terbesar dari amplitudo maksimum dan amplitudo minimum (unit). 8. Waktu Puncak Amplitudo (WPUNAMP) = waktu dimana puncak amplitudo terjadi (detik). 9. Root-Mean-Square Amplitudo/Amplitudo Efektif (AMPRMS) = dihitung oleh Software Raven 1.3 Pro (dalam satuan unit) dengan rumus (Charif et al. 2008) :
40
Keterangan : n = jumlah sampel di dalam suara yang dianalisa = amplitudo sampel ke-i di dalam suara yang dianalisa 10. Frekuensi Kuartil Pertama (FREKQ1) = frekuensi yang membagi suara menjadi dua interval frekuensi yang mengandung 25% dan 75% energi dalam suara yang dianalisa (Hz). 11. Waktu Frekuensi Kuartil Pertama (WFREKQ1) = titik waktu yang membagi suara menjadi dua interval waktu yang mengandung 25% dan 75% energi dalam suara yang dianalisa (detik). 12. Frekuensi Kuartil Ketiga (FREKQ3) = frekuensi yang membagi suara menjadi dua interval frekuensi yang mengandung 75% dan 25% energi dalam suara yang dianalisa (Hz). 13. Waktu Frekuensi Kuartil Ketiga (WFREKQ3) = titik waktu yang membagi suara menjadi dua interval waktu yang mengandung 75% dan 25% energi dalam suara yang dianalisa (detik). 14. Daya Rata-rata (DYRT) = nilai rata-rata spektrum daya dari suara yang dianalisa (jumlah nilai spektrum daya di antara batas frekuensi atas dan bawah dibagi jumlah bin frekuensi di dalam suara yang dianalisa) (dB). 15. Frekuensi Tengah (FREKTGH) = frekuensi yang membagi suara yang dianalisa menjadi dua interval frekuensi berenergi sama (Hz). 16. Waktu Frekuensi Tengah (WFREKTGH) = titik waktu dimana suara yang dianalisa dibagi menjadi dua interval waktu berenergi sama (detik). 17. Energi (ENERGI) = dihitung oleh Software Raven 1.3 Pro (dalam satuan dB) dengan rumus (Charif et al. 2008) :
Keterangan : dan = batas frekuensi bawah dan atas dari sampel suara yang dianalisa dan = jumlah frame awal dan akhir dari sampel suara yang dianalisa = nilai referensi daya
41
= spectrogram power spectral density di frame t pada frekuensi f (dalam dB) Δf = ukuran bin frekuensi (sama dengan sampling rate dibagi ukuran Discrete Fourier Transform (DFT)) 18. Perbedaan Frekuensi Kuartil Pertama dan Ketiga (BDFREKQ13) = perbedaan antara frekuensi kuartil pertama dan kuartil ketiga (Hz). 19. Perbedaan Waktu Frekuensi Kuartil Pertama dan Ketiga (WBDFREKQ13) = perbedaan waktu antara saat Frekuensi Kuartil Pertama terjadi dan saat Frekuensi Kuartil Ketiga terjadi (detik). 20. Panjang Spektrogram (PJSPEKTR) = jumlah frame spectra yang yang terkandung di dalam suara yang dianalisa (frame). 21. Frekuensi Maksimum (FREKMAK) = frekuensi dimana daya maksimum terjadi dalam suara yang dianalisa (Hz). 22. Daya Maksimum (DYMAK) = daya maksimum yang terjadi pada suara yang dianalisa. Pada grayscale spectrogram, daya maksimum adalah titik tergelap pada suara yang dianalisa (dB). 23. Waktu Daya Maksimum (WDYMAK) = waktu dimana titik spektrogram sama dengan daya maksimum (detik). 24. Waktu Frekuensi Maksimum (WFREKMAK) = waktu dimana frekuensi maksimum terjadi (detik). Penelitian Fenotipe Tubuh. Karakteristik sifat fenotipe kualitatif dan kuantitatif dari setiap bangsa domba diamati. Beberapa karakteristik dari sifat kualitatif yang diamati dalam penelitian ini mengikuti petunjuk Handiwirawan et al. (2007) yaitu : 1. Keberadaan tanduk (1=ada, 2=tidak), 2. Warna tanduk (1=hitam, 2=coklat, 3=putih/kuning gading), 3. Orientasi tanduk (1=lurus, 2=agak melengkung, 3=melingkar, 4=tonjolan), 4. Profil muka (1=cekung, 2=cembung, 3=lurus), 5. Warna tubuh dominan adalah warna dominan yang terdapat pada tubuh (1=putih, 2=coklat muda, 3=coklat tua, 4=abu-abu, 5=hitam), 6. Pola warna tubuh adalah jenis-jenis warna yang terdapat pada tubuh (1=satu warna, 2=campuran dua warna, 3=campuran tiga warna, 4=totol),
42
7. Warna belang adalah warna yang ada di samping warna dominan (1=putih, 2=coklat muda, 3=coklat tua, 4=abu-abu, 5=hitam), 8. Penyebaran belang adalah persentase belang yang terdapat pada tubuh (1=1 – 10%, 2=>10 – 20%, 3=>20 – 30%, 4=>30 – 40%, 5=>40 – 50%). Karakteristik sifat kuantitatif yang diamati adalah bobot badan dan ukuran beberapa bagian tubuh domba yaitu : 1. Bobot badan (BB), ditimbang pada pagi hari sebelum domba diberi makan (kg), 2. Panjang tengkorak (PJTGK) adalah jarak antara titik tertinggi sampai titik terdepan tengkorak (cm), 3. Lebar tengkorak (LBTGK) adalah jarak antara titik penonjolan tengkorak kiri dan kanan (cm), 4. Tinggi tengkorak (TGTGK) adalah jarak antara titik tertinggi tengkorak sampai titik terendah rahang bawah (cm), 5. Panjang tanduk (PJTA) adalah panjang dari pangkal tanduk sampai ke ujung tanduk mengikuti alur putaran tanduk sebelah luar (cm), 6. Lingkar pangkal tanduk (LGPT) adalah ukuran lingkar pada pangkal tanduk (cm), 7. Panjang telinga (PJTEL) adalah jarak antara pangkal daun telinga sampai titik ujung telinga (cm), 8. Lebar telinga (LBTEL) adalah jarak antara dua titik terluar daun telinga secara tegak lurus terhadap panjang telinga (cm), 9. Tinggi pundak (TGPU) adalah jarak tertinggi pada pundak tegak lurus sampai ke tanah menggunakan tongkat ukur (cm), 10. Panjang badan (PJBD) adalah jarak dari tepi tulang processus spinocus sampai benjolan tulang tapis (tulang duduk/os ischium) (cm), 11. Lebar dada (LBDD) adalah jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan (cm), 12. Lingkar dada (LGDD) adalah ukuran lingkar rongga dada tepat di belakang sendi bahu (os scapula) tegak lurus sumbu tubuh (cm), 13. Dalam dada (DLDD) adalah jarak bagian tertinggi pundak sampai dengan dasar dada (cm),
43
14. Lingkar kanon (LGKN) adalah ukuran lingkar di tengah-tengah tulang pipa kaki depan sebelah kanan (cm), 15. Tinggi pantat (TGPA) adalah jarak tertinggi sacrum tegak lurus ke tanah (cm), 16. Lebar pinggul (LBPG) adalah jarak titik terluar antara pinggul kiri dan kanan (cm), 17. Panjang pantat (PJPA) adalah jarak pinggul (tuber coxae) sampai tuber ischii (cm), 18. Panjang ekor (PJEK) adalah jarak dari pangkal ekor sampai ujung ekor (cm), 19. Lebar ekor (LBEK) adalah jarak lebar antara titik sisi kiri dan kanan pangkal ekor (cm). Penelitian Tingkah Laku.
Pengamatan tingkah laku domba dilakukan dengan
menggunakan seperangkat peralatan CCTV (Close Circuit Televisi). Dua pen kandang yang bersebelahan dengan ukuran sama yaitu 11 m2 diisi masing-masing 5 ekor domba dari bangsa dan jenis kelamin yang sama. Segala aktivitas tingkah laku domba selama 24 jam terekam oleh 2 kamera yang dipasang di masing-masing pen kandang. Keempat kamera tersebut terhubung dengan peralatan 4CH STANDALONE DVR (Digital Video Recorder) sebagai alat perekam dan televisi sebagai alat monitor yang diletakkan di ruangan khusus pengamatan.
Berhubung kapasitas harddisk DVR hanya mampu
menyimpan data rekaman selama ±100 jam (400 GB) maka secara reguler data rekaman dibackup dengan bantuan flash disk berkapasitas 16 GB. Kemampuan DVR hanya memungkinkan untuk melakukan backup data rekaman sekitar 1 GB setiap kali backup sehingga file data rekaman 24 jam harus dipecah-pecah. File berekstension .VVF hasil backup di flashdisk kemudian disimpan di eksternal harddisk berkapasitas antara 11.5TB. Sifat tingkah laku domba yang diamati seperti yang dikemukakan oleh Hafez et al. (1969) dan Ewing et al. (1999), dengan sedikit modifikasi meliputi 10 tingkah laku yaitu : 1. Makan (ingestif) : lama tingkah laku domba yang memakan konsentrat, rumput atau mineral blok (menit). 2. Bermain (playing) : lama tingkah laku domba yang berlari dan meloncat senang, biasanya diikuti domba yang lain dalam kelompok tersebut (menit).
44
3. Berkelahi/agresif (agonistic) : lama tingkah laku domba yang aktif menyerang (menanduk domba lain) atau melawan dengan menanduk juga (bertubrukan kepala dengan kepala) serta tingkah laku yang menggesekkan atau menandukkan tanduk ke dinding atau tiang kandang (menit). 4. Membuang kotoran (eliminatif) : lama tingkah laku domba membuang feses (defekasi) atau urine (urinasi) (menit). 5. Merawat diri (care giving) : lama tingkah laku domba merawat diri bagian tubuh yang gatal diantaranya dengan cara menggigit bagian tubuh sendiri seperti bagian kaki depan atau belakang, badan bagian samping, paha dan sebagainya, atau menggarukan kaki belakang ke bagian tubuh seperti leher, kepala, kaki depan, dan sebagainya, atau menggesek-gesekkan pantat, badan bagian samping dan pundak ke dinding kandang (menit). 6. Melangkah/berjalan (locomotion) : lama tingkah laku domba melangkah atau berjalan (menit). 7. Berdiri (standing) : lama tingkah laku domba berdiri (tidak melangkah), biasanya diiringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi atau melihat/mengamati sesuatu (menit). 8. Istirahat tidur (sleeping) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala rebah atau bersandar dan mata tertutup (menit). 9. Istirahat berbaring (resting) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala tegak dan mata terbuka, biasanya diringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi (menit). 10. Minum (drinking) : lama tingkah laku domba meminum air di tempat/bak air minum (menit). File data rekaman dibuka dengan software VVF Player dan kemudian hasil rekaman diterjemahkan dalam bentuk data kuantitatif berupa durasi lama (menit) suatu sifat tingkah laku dilakukan.
Terbatasnya waktu yang tersedia menyebabkan data
rekaman tingkah laku hanya dapat diamati selama durasi 5 jam, yang dipilih pada waktu-waktu yang dianggap dapat mewakili aktivitas domba dari data rekaman 24 jam. Periode waktu yang diamati adalah pada pukul 07.00 – 08.00 (domba mulai melakukan aktivitas di pagi hari dan makan), 10.00 – 11.00 (aktivitas makan dan aktivitas umum lain), 13.00 – 14.00 (aktivitas tingkah laku umum dan berbaring istirahat), 19.00 – 20.00
45
(aktivitas mulai berkurang, biasanya berdiri atau berbaring istirahat) dan 01.00 – 02.00 (aktivitas berbaring tidur atau berdiri diam) WIB. Analisa Data Koreksi data dilakukan sebelum analisa statistik dilakukan untuk setiap data kuantitatif. Setiap nilai peubah karakteristik suara dan tingkah laku dikoreksi terhadap jenis kelamin, sedangkan untuk data ukuran tubuh terlebih dahulu dikoreksi terhadap jenis kelamin dan umur. PROC GLM dari software SAS ver. 9.0 digunakan untuk penentuan nilai konstanta faktor koreksi yang dilakukan dengan cara penambahan atau pengurangan RKT data. Data karakteristik suara dan tingkah laku dikoreksi terhadap RKT domba betina sedangkan data ukuran tubuh dikoreksi terhadap RKT domba jantan dan kelompok umur di atas 3 tahun. Analisa ragam dari setiap peubah suara, ukuran tubuh dan tingkah laku dilakukan dengan software SAS ver. 9.0 (SAS 2002) dengan PROC GLM dan dilakukan uji signifikansi untuk penentuan perbedaan antar bangsa domba. PROC CANDISC dari software SAS ver 9.0, digunakan untuk analisis diskriminan kanonikal berupa penghitungan jarak Mahalanobis, koefisien kanonikal dan interpretasi visual dari perbedaan bangsa domba.
Berdasarkan matriks jarak Mahalanobis yang telah
dihasilkan dari analisis sebelumnya, hierarchical clustering dilaksanakan dengan PROC CLUSTER menurut Metode Average Linkage (Unweighted Pair-Group Method Using Arithmetic Averages, UPGMA), kemudian dari output yang dihasilkan dibuat dendogram untuk kelima bangsa domba dengan PROC TREE dari software SAS ver 9.0 (SAS 2002). Penghitungan indeks morfologi dilakukan menurut petunjuk Salako (2006) dan Alderson (1999) untuk menaksir tipe dan fungsi dari lima bangsa domba penelitian. Indeks morfologi yang dihitung adalah sebagai berikut : 1. Kemiringan (slope) tinggi (SLPTG) = tinggi pundak – tinggi pantat 2. Indeks panjang (INDPJG) = panjang badan / tinggi pundak 3. Kemiringan (slope) lebar (SLPLBR) = lebar pinggul / lebar dada 4. Indeks dalam (INDDLM) = dalam dada / tinggi pundak 5. Panjang kaki depan (PJKKDPN) = tinggi pundak – dalam dada 6. Keseimbangan (keserasian) (SEIMB) = (panjang pantat x lebar pinggul) / (dalam dada x lebar dada)
46
7. Indeks kumulatif (INDEKUM) = (bobot badan / rataan bobot badan bangsa) + indeks panjang + keseimbangan Analisa ragam dari setiap peubah suara, ukuran tubuh, indeks ukuran tubuh dan tingkah laku dilakukan menggunakan software SAS ver. 9.0 dengan PROC GLM, dan dilakukan uji signifikansi untuk melihat perbedaan antar bangsa domba.
Model
persamaan linier yang digunakan adalah : Yij = µ + Bi + εij dimana : Yij
=
Pengamatan pada perlakuan bangsa ke-i dan ulangan ke-j
µ
=
Rataan umum
Bi
=
Pengaruh bangsa ke-i, (i = 1, 2, 3, 4, 5)
εij
=
Pengaruh acak karena pengaruh bangsa ke-i dan ulangan ke-j
Frekuensi dan persentase setiap sifat kualitatif dihitung menggunakan PROC FREQ dari software SAS ver 9.0 yang membuat tabulasi silang antara sifat kualitatif yang diamati dengan bangsa domba. PROC CORRESP digunakan untuk melakukan multiple correspondence analysis (MCA) di antara peubah kategori sifat kualitatif. Plot yang dihasilkan dari data keluaran PROC CORRESP menunjukkan grafik hubungan antara kategori-kategori dari peubah kategori (SAS 2002). Berdasarkan grafik ini dapat ditentukan apakah terdapat keterkaitan antara peubah kualitatif tertentu dengan bangsa domba tertentu sehingga sifat kualitatif tersebut menjadi ciri spesifik bangsa tertentu.
47
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Karakteristik Suara Karakteristik suara dari lima bangsa domba yang terdiri atas 24 peubah ditampilkan pada Tabel 10. Lama domba bersuara bervariasi antara 0.96 - 1.52 detik. Lama bersuara domba SC dan KG tidak berbeda, namun kedua bangsa domba tersebut berbeda dengan domba BC, LG dan KS.
Suara dengan amplitudo maksimum
dikeluarkan oleh domba SC (29 584.8 unit) sedangkan yang terendah dikeluarkan oleh domba KS (24 162.3 unit). Energi suara domba LG (102.3 dB) sama dengan domba SC (101.4 dB) dan KG (99.9 dB) tetapi lebih tinggi dibandingkan domba BC (97.1 dB) yang sama dengan domba KS (97.7 dB). Frekuensi maksimum domba LG (1 202.5 Hz) sama dengan domba SC (1 408.5 Hz), tetapi lebih rendah dibandingkan dengan domba KS (1 800.6 Hz) dan domba BC (1 642.7Hz).
Shillito-Waser dan Hague (1980) juga menemukan dan melaporkan
bahwa dari hasil analisa sonografi beberapa parameter suara bernada tinggi menunjukkan perbedaan antara domba Clunt Forest, Jakob, Dalesbred dan Border Leicester. Daya maksimum suara domba BC dan KS lebih rendah dibandingkan domba SC dan LG. Peubah amplitudo, energi dan daya berkaitan dengan kuat atau lemahnya suara, sedangkan peubah frekuensi menunjukkan tinggi rendahnya nada suara. Berdasarkan analisis total struktur kanonikal peubah karakteristik suara terdapat beberapa peubah yang memberikan pengaruh kuat terhadap pembeda bangsa domba. Peubah pembeda bangsa tersebut adalah FREKQ3, FREKTGH, dan FREKMAK (kanonikal 1) berturut-turut dengan nilai 0.700361, 0.670637, dan 0.526933 serta WFREKQ1 (kanonikal 2) dengan nilai 0.515125 (Tabel 11).
48
48
Tabel 10.
Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah wafeform dan spektrogram dari suara bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC)
Peubah
Bangsa domba BC
KG
1.52 ±0.06
0.96 ±0.05
1.15b±0.06
PJWAFE (frame)
29 332.09a±1 748.84
36 098.80b±1704.56
48 251.90c±1 748.84
30 558.41a±1 663.48
36 270.70b±1 748.84
AMPMAK (unit)
25 810.82ab±1 335.10
26.904.14abc±1 301.30
29 245.16bc±1 335.10
24 162.28a±1 269.94
29 584.77c±1 335.10
0.47b±0.03
0.48b±0.03
0.52b±0.03
0.35a±0.03
0.36a±0.03
24 910.87a±1 339.35
27 022.66ab±1 305.44
29 161.82b±1 339.35
24 010.97a±1 273.97
28 998.03b±1 339.35
0.46bc±0.04
0.47bcd±0.04
0.55cd±0.04
0.36a±0.03
0.39ab±0.04
26 431.83ab±1 327.002
27 719.09ab±1 293.40
29 742.96b±1 327.002
24 846.21a±1 262.23
30 145.85b±1 327.002
0.47b±0.03
0.48b±0.03
0.56c±0.03
0.35a±0.03
0.37a±0.03
AMPRMS (unit)
5 229.33a±386.86
6 077.97a±377.07
7 529.58b±386.86
5 444.41a±367.98
7 206.82b±386.86
FREKQ1 (Hz)
1 169.72c±60.67
1 099.10ab±59.14
867.83a±60.67
1 249.48c±57.71
986.61bc±60.67
0.36b±0.02
0.35b±0.02
0.42c±0.02
0.28a±0.02
0.33b±0.02
2 441.25b±66.70
1 969.11a±65.01
1 824.96a±66.70
2 304.66b±63.44
1 908.07a±66.70
WFREKQ3 (detik)
0.63ab±0.04
0.73c±0.04
0.96d±0.04
0.57a±0.04
0.72bc±0.04
DYRT (dB)
76.56a±0.86
78.25ab±0.84
79.65b±0.86
76.82a±0.82
79.88b±0.86
1 875.38c±64.26
1 601.79b± 62.63
1 360.77a±64.26
1 872.44c±61.12
1 492.37ab±64.26
WFREKTGH (detik)
0.48ab±0.03
0.55b±0.03
0.66c±0.03
0.41a±0.03
0.51b±0.03
ENERGI (dB)
97.13a±0.96
99.92bc±0.93
102.26c±0.96
97.75ab±0.91
101.40c±0.96
1 271.55b±64.25
812.35a±62.62
957.12a±64.25
995.37a±61.11
921.48a±64.25
PUNAMP (unit) WPUNAMP (detik)
WFREKQ1 (detik) FREKQ3 (Hz)
FREKTGH (Hz)
BDFREKQ13 (Hz)
a
SC
1.13 ±0.05
WAMPMIN (detik)
c
KS
0.92 ±0.06
AMPMIN (unit)
b
LG
DELWAK (detik)
WAMPMAK (detik)
a
49
Tabel 10 (Lanjutan).
Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah wafeform dan spektrogram dari suara bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC)
Peubah
Bangsa domba BC
KG
a
SC
0.56 ±0.03
0.31 ±0.03
0.41b±0.03
229.21a± 3.44
287.02b±13.10
376.93c±13.44
239.92a±12.79
282.25b±13.44
1 642.69cd±82.51
1 540.55bc±80.42
1 202.48a±82.51
1 800.62d±78.48
1 408.45ab±82.51
DYMAK (dB)
99.25a±0.82
100.96ab±0.80
101.91b±0.82
98.78a±0.78
101.96b±0.82
WDYMAK (detik)
0.46ab±0.04
0.51bc±0.04
0.57c±0.04
0.39a±0.04
0.43ab±0.04
WFREKMAK (detik)
0.46ab±0.04
0.51bc±0.04
0.58c±0.04
0.38a±0.04
0.43ab±0.04
FREKMAK (Hz)
c
KS
0.41 ±0.03
PJSPEKTR (frame)
b
LG
0.31 ±0.03
WBDFREKQ13 (detik)
a
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) DELWAK = Lama Suara, PJWAFE = Panjang Wafeform, AMPMAK = Amplitudo Maksimum, WAMPMAK = Waktu Amplitudo Maksimum, AMPMIN = Amplitudo Minimum, WAMPMIN = Waktu Amplitudo Minimum, PUNAMP = Puncak Amplitudo, WPUNAMP = Waktu Puncak Amplitudo, AMPRMS = RootMean-Square Amplitudo/Amplitudo Efektif, FREKQ1 = Frekuensi Kuartil Pertama, WFREKQ1 = Waktu Frekuensi Kuartil Pertama, FREKQ3 = Frekuensi Kuartil Ketiga, WFREKQ3 = Waktu Frekuensi Kuartil Ketiga, DYRT = Daya Rata-rata, FREKTGH = Frekuensi Tengah, WFREKTGH = Waktu Frekuensi Tengah, ENERGI = Energi, BDFREKQ13 = Perbedaan Frekuensi Kuartil Pertama dan Ketiga, WBDFREKQ13 = Perbedaan Waktu Frekuensi Kuartil Pertama dan Ketiga, PJSPEKTR = Panjang Spektrogram, FREKMAK = Frekuensi Maksimum, DYMAK = Daya Maksimum, WDYMAK = Waktu Daya Maksimum, WFREKMAK = Waktu Frekuensi Maksimum
49
50
Tabel 11.
Struktur total kanonik peubah wafeform dan spektrogram dari suara bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC)
Peubah
Kanonikal 1
Kanonikal 2
DELWAK
-0.804159
0.172014
PJWAFE
-0.804284
0.174587
AMPMAK
-0.296069
0.148056
WAMPMAK
-0.217527
0.381652
AMPMIN
0.337187
-0.100833
WAMPMIN
-0.284509
0.350645
PUNAMP
-0.288600
0.137820
WPUNAMP
-0.352241
0.442150
AMPRMS
-0.531255
0.064922
FREKQ1
0.492905
-0.226207
WFREKQ1
-0.418608
0.515125
FREKQ3
0.700361
0.080604
WFREKQ3
-0.730589
0.305336
DYRT
-0.351557
0.017223
FREKTGH
0.670637
-0.105598
WFREKTGH
-0.614365
0.350807
ENERGI
-0.490680
0.023601
BDFREKQ13
0.346765
0.402662
WBDFREKQ13
-0.744970
0.191884
PJSPEKTR
-0.810407
0.162897
FREKMAK
0.526933
-0.279258
DYMAK
-0.342765
0.077705
WDYMAK
-0.333054
0.248247
WFREKMAK
-0.364816
0.271570
Keterangan : DELWAK = Lama Suara, PJWAFE = Panjang Wafeform, AMPMAK = Amplitudo Maksimum, WAMPMAK = Waktu Amplitudo Maksimum, AMPMIN = Amplitudo Minimum, WAMPMIN = Waktu Amplitudo Minimum, PUNAMP = Puncak Amplitudo, WPUNAMP = Waktu Puncak Amplitudo, AMPRMS = Root-Mean-Square Amplitudo/Amplitudo Efektif, FREKQ1 = Frekuensi Kuartil Pertama, WFREKQ1 = Waktu Frekuensi Kuartil Pertama, FREKQ3 = Frekuensi Kuartil Ketiga, WFREKQ3 = Waktu Frekuensi Kuartil Ketiga, DYRT = Daya Rata-rata, FREKTGH = Frekuensi Tengah, WFREKTGH = Waktu Frekuensi Tengah, ENERGI = Energi, BDFREKQ13 = Perbedaan Frekuensi Kuartil Pertama dan Ketiga, WBDFREKQ13 = Perbedaan Waktu Frekuensi Kuartil Pertama dan Ketiga, PJSPEKTR = Panjang Spektrogram, FREKMAK = Frekuensi Maksimum, DYMAK = Daya Maksimum, WDYMAK = Waktu Daya Maksimum, WFREKMAK = Waktu Frekuensi Maksimum
51
Keragaman Sifat Kualitatif Gambar 9 memperlihatkan grafik keberadaan, warna dan orientasi tanduk domba jantan dan betina dari bangsa domba BC, KG, LG, KS dan SC. Sementara itu, Gambar 11 adalah foto yang memperlihatkan keragaman sifat-sifat tersebut.
SC
(a) Jantan 82.4
17.6 60
40
LG
100
0
77.8 80
BC 0%
22.2 20 50% 100% Tidak Bertanduk
Bertanduk
0%
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Tidak Bertanduk
BC
KG
20 22.2
LG
KS
0
40 82.4
Tanduk Hitam 53.6 16.7 87.5 24
SC
13.2
Tanduk Kuning
13.2 55.6 12.5 36 11.7
Tanduk Hitam Kuning
0
5.5
0
0
0
0
%
0
%
BC
KG
LG
KS
BC
Tidak Bertanduk
0
(e) Orientasi Tanduk Domba Jantan 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
120 100 80 60 40 20 0
5.9
Tanduk Coklat
0
Bertanduk 50% Tidak Bertanduk100%
(d) Warna Tanduk Domba Betina
(c) Warna Tanduk Domba Jantan %
(b) Betina 100 100 92.9 94.6 100
SC 0 0 LG 7.1 5.4 BC 0
KG
LG
KS
SC
100 94.6 92.9 100 100
Tanduk Hitam 0
2.7 7.1
0
0
Tanduk Kuning
2.7
0
0
0
0
(f) Orientasi Tanduk Domba Betina
SC
Tidak Bertanduk
20 22.2
0
40 82.3
Lurus
6.7 16.7
0
0
0
%
120 100 80 60 40 20 0
BC
KG
LG
KS
SC
Agak 33.3 16.7 25 Melengkung
12 11.8
Tidak 100 94.6 92.9 100 100 Bertanduk
Melingkar
0
0
0
Lurus
0
0
7.1
0
0
Tonjolan
40 22.2
48
5.9
Tonjolan
0
5.4
0
0
0
Gambar 9.
22.2 75 0
Keberadaan tanduk (a = jantan dan b = betina), warna tanduk (c = jantan dan d = betina) dan orientasi tanduk (e = jantan dan f = betina domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC)
52
Domba Lokal Garut berjenis kelamin jantan seluruhnya mempunyai tanduk (Gambar 9a), yang sebagian besar berorientasi melingkar (75 %) (Gambar 9e) dan sebagian besar berwarna hitam (87.5 %) (Gambar 9c). Sementara itu, domba BC, KG dan KS berjenis kelamin jantan sebagian besar mempunyai tanduk, sedangkan domba SC berjenis kelamin jantan hanya sebagian kecil yang mempunyai tanduk (17.6%). Warna tanduk domba jantan BC lebih bervariasi dengan warna hitam, coklat dan kuning dan lebih setengahnya berwarna hitam (53.6 %) (Gambar 9c). Domba KG hanya mempunyai dua warna tanduk yaitu hitam dan kuning namun berkebalikan dengan domba BC, tanduk domba KG jantan dominan umumnya berwarna kuning (55.6). Domba jantan KS dan SC hanya memiliki dua jenis warna tanduk yaitu hitam dan kuning. Domba KG jantan mempunyai orientasi atau bentuk tanduk yang lebih bervariasi, sementara itu domba KS dan SC hanya mempunyai dua bentuk tanduk yaitu agak melengkung dan tonjolan. Bentuk tanduk yang berupa tonjolan lebih banyak dimiliki oleh domba jantan BC dan KS, berturut-turut sebesar 40 % dan 48 % (Gambar 9e). Domba betina pada umumya tidak memiliki tanduk seperti diperlihatkan pada Gambar 9b. Domba betina BC, KS dan SC seluruhnya tidak bertanduk, sementara itu domba betina KG dan LG dalam persentase kecil memiliki tanduk (5.4 % dan 7.1 %). Domba betina KG yang bertanduk seluruhnya memiliki bentuk berupa tonjolan (Gambar 9f) berwarna hitam atau kuning (Gambar 9d), sedangkan domba betina LG yang bertanduk berorientasi tanduk lurus (Gambar 9f) dan berwarna hitam (Gambar 9d). (a) Jantan SC
(b) Betina
35.3
KS
SC
64.7
16
84
25.8
KS 0
74.2 100
LG
25
75
LG 7.1
KG
27.8
72.2
KG 2.7
97.3
BC 0
100
BC 0 0%
100 50% Cembung
Gambar 10.
100% Lurus
0%
92.9
50% Cembung
100% Lurus
Profil muka domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) berjenis kelamin jantan (a) dan betina (b)
53
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
Gambar 11.
Keragaman keberadaan tanduk (a, b, c, d, e, f, i, = domba jantan bertanduk; h = domba betina bertanduk; g, j = domba jantan tidak bertanduk), warna tanduk (d, h = hitam; a, b, e, f, i = kuning; c = hitam kuning), orientasi tanduk (d, f = lurus; b, i = agak melengkung; a, c = melingkar; e = tonjolan), profil muka (b, i =cembung; d, j = lurus)
54
(a) Domba BC Jantan Hitam 13%
(b) Domba BC Betina Hitam Putih 3% 10% Coklat Tua 36% Coklat Muda 51%
Coklat Muda 40%
Coklat Tua 47%
Coklat (d) Domba KG Betina Tua Hitam 8% 11%
(c) Domba KG Jantan Hitam 6%
Abu-abu 5% Coklat Tua Coklat 17% Muda 5%
Coklat Muda 5% Putih 67%
Putih 76%
(e) Domba LG Jantan
(f) Domba LG Betina
Hitam 38%
Putih 25% Coklat Tua 37%
(g) Domba KS Jantan Coklat Tua 20% Coklat Muda 12% Putih 68% (i) Domba SC Jantan
Putih 100%
Gambar 12.
Coklat Tua 7%
Hitam 47%
Coklat Tua 12%
Putih 39% Coklat Muda 7%
(h) Domba KS Betina Hitam 4%
Coklat Muda 30%
Putih 54%
(j) Domba SC Betina
Putih 100%
Warna tubuh dominan domba Barbados Black Belly Cross (BC) jantan (a) dan betina (b), Komposit Garut (KG) jantan (c) dan betina (d), Lokal Garut (LG) jantan (e) dan betina (f), Komposit Sumatera (KS) jantan (g) dan betina (h), St. Croix Cross (SC) jantan (i) dan betina (j)
55
Sebagian besar domba jantan maupun betina dari kelima bangsa mempunyai profil muka lurus, bahkan domba jantan dan betina BC dan domba betina KS seluruhnya berprofil muka lurus (Gambar 10 dan 11). Domba betina yang berprofil muka cembung lebih sedikit dibandingkan yang berjenis kelamin jantan untuk setiap bangsa domba. Kelima bangsa domba memiliki karakteristik warna tubuh dominan yang berbedabeda. Domba SC jantan seluruhnya memiliki warna tubuh dominan putih (Gambar 12i), dan bangsa domba jantan yang memiliki warna tubuh dominan umumnya putih adalah domba jantan KG (67 %) dan KS (68 %) (Gambar 12c dan 12g). Coklat tua adalah warna tubuh dominan bagi bangsa domba BC (47 %) dan LG (37 %) jantan. Diantara kelima bangsa domba jantan tersebut domba KG memiliki warna tubuh dominan lebih bervariasi, disamping umumnya berwarna putih juga terdapat domba jantan yang berwarna abu-abu, coklat muda, coklat tua dan hitam. Domba betina pada umumnya mempunyai jenis warna tubuh dominan lebih banyak dibandingkan domba jantan untuk setiap bangsa (Gambar 12) kecuali bangsa domba betina KG memiliki 4 macam warna dimana yang jantan memiliki 5 macam warna (Gambar 12d) dan domba betina SC memiliki jenis warna yang sama dengan domba jantan SC (Gambar 12i). (b) Betina
(a) Jantan 120 100 80
%
60
%
40 20 0 Satu warna
Gambar 13.
BC
KG
LG
KS
SC
LG
KS
SC
Satu warna 33.3 29.7 39.3 24.3 78.8
20 27.8 25
36
100
Campuran 2 53.9 59.5 42.9 45.7 15.2 warna
BC
Campuran 2 80 warna Campuran 3 warna
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
0
KG
50 37.5 44
0
22.2 37.5 20
0
Campuran 3 12.8 10.8 17.9 24.3 4.6 warna Totol-totol
0
0
0
5.7
1.5
Pola warna tubuh domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS), St. Croix Cross (SC) jantan (a) dan betina (b)
56
(a) BC Jantan Putih Hitam 10%
Polos 20%
Hitam 40% Coklat Muda 7%
Coklat Tua 3%
Putih 33%
(c) KG Jantan Putih Putih Hitam Abu-abu 11% Polos Putih 28% Coklat 6% Putih Tua Hitam 5% 6% 11% Coklat Coklat Tua Muda 11% 22%
Putih 25%
Putih (g) KS Jantan Coklat Coklat Tua Muda Hitam 4% Hitam 12% 20%
(i) SC Jantan
Polos 100%
Gambar 14.
Polos 36%
Putih 4% Coklat Muda 12%
Coklat Coklat Muda Tua Hitam 4% 8%
Putih (d) KG Betina Putih Hitam Coklat 5% Muda Hitam 3% 5%
Coklat Tua Hitam 3% Polos 30%
Coklat Tua Coklat 3% Muda 46%
Putih 5%
Putih (f) LG Betina Coklat Tua Putih Hitam Hitam Coklat 4% Muda Polos 11% 4% 39% Coklat Hitam Tua Putih 25% 3% 14%
Coklat (e) LG Jantan Tua Polos Hitam 25% 13% Putih Hitam 25% Hitam 12%
Coklat (b) BC Betina Muda Hitam Polos 3% 33% Hitam 36% Coklat Putih Muda 10% 5%
Coklat Tua Coklat Hitam Muda 4% Hitam 6% Putih Hitam 14% Hitam Coklat 9% Tua 7%
(h) KS Betina Polos 24%
Coklat Muda Tua Putih Hitam Coklat 4% Putih Tua 10% Hitam 2% Coklat Muda 20%
Coklat (j) SC Betina Coklat muda muda Coklat tua tua Hitam hitam 3% hitam hitam 1% 2% 1% Coklat muda Polos 14% 79%
Warna belang domba Barbados Black Belly Cross (BC) jantan (a) dan betina (b), Komposit Garut (KG) jantan (c) dan betina (d), Lokal Garut (LG) jantan (e) dan betina (f), Komposit Sumatera (KS) jantan (g) dan betina (h), St. Croix Cross (SC) jantan (i) dan betina (j)
57
Hanya terdapat 4 macam warna tubuh dominan yang dimiliki domba betina untuk semua bangsa yaitu putih, coklat muda, coklat tua dan hitam kecuali domba betina SC yang hanya memiliki satu macam warna tubuh dominan.Warna tubuh dominan putih umumnya dimiliki oleh domba betina bangsa KG (Gambar 12d), KS (Gambar 12h) dan SC (Gambar 12i), sedangkan domba betina BC umumnya berwarna coklat muda (Gambar 12b) dan domba betina LG berwarna hitam (Gambar 12f). Pola warna tubuh domba jantan KG, LG dan KS lebih bervariasi yang terdiri dari polos atau satu warna, campuran dua warna dan campuran tiga warna (Gambar 13). Domba jantan KG dan KS umumnya memiliki pola warna campuran dua warna, sedangkan domba jantan LG lebih banyak yang memiliki campuran dua atau tiga warna. Domba jantan BC memiliki dua macam pola warna yaitu polos atau satu warna dan campuran dua warna. Pola warna polos atau satu warna hanya dimiliki oleh domba jantan SC (Gambar 13a). Domba betina dari kelima bangsa memiliki pola warna polos, campuran dua warna dan campuran tiga warna, kecuali domba betina KS dan SC disamping memiliki pola warna tersebut juga mempunyai pola warna totol-totol (Gambar 13b). Empat bangsa domba (BC, KG, LG dan KS) pada umumnya mempunyai pola warna campuran dua warna, sedangkan domba betina SC umumnya memiliki satu warna. Jumlah macam warna belang domba jantan KG dan KS paling banyak dibandingkan bangsa domba yang lain (Gambar 14c dan 14g) yaitu tujuh warna sedangkan domba jantan BC mempunyai warna belang paling sedikit yaitu tiga warna (Gambar 14a).
Domba jantan SC tidak mempunyai warna belang atau hanya
mempunyai satu warna (polos) yaitu putih. Domba betina pada umumnya memiliki jumlah warna belang lebih banyak dibandingkan domba jantan (Gambar 14), kecuali domba KG jantan maupun betina memiliki tujuh macam warna belang. Warna belang domba KS betina paling bervariasi dibandingkan domba betina dari kelima bangsa yang lain, yang memiliki sembilan macam warna belang.
Sementara itu, domba betina yang memiliki paling sedikit
macam warna belang adalah domba betina SC dengan 5 macam warna belang. Persentase warna belang domba jantan maupun betina dari kelima bangsa domba seperti terlihat pada Gambar 15a. Sebagian besar domba jantan BC memiliki warna belang dengan persentase 1 – 10 %, demikian pula dengan domba jantan KG.
58
Disamping persentase belang kecil, domba jantan KG juga ada yang memiliki persentase belang antara >30 – 50 %. Domba jantan KS memiliki persentase belang antara 1 – 20 %. Persentase belang yang dimiliki domba jantan LG adalah 1-10 % atau >40 – 50 %. Persentase belang domba betina lebih bervariasi dibandingkan domba jantan dari kelima bangsa (Gambar 15b).
Domba betina KS memilki persentase belang lebih
bervariasi (1-50 %) sedangkan yang paling sedikit variasinya adalah domba betina SC (1-10 %). Persentase warna belang 1-10 % lebih banyak dimiliki oleh domba betina dari empat bangsa domba (KG, LG, KS dan SC), sedangkan domba betina BC lebih banyak yang memiliki persentase belang antara >10 – 20 %.
(a) Jantan 120 100 80 % 60 40 20 0
(b) Betina 90 80 70 60 % 50 40 30 20 10 0
BC
KG
LG
KS
SC
BC
KG
LG
KS
SC
Polos
33.3 29.7 39.3 24.3 78.8
Polos
20
27.8
25
36
100
1-10%
23.1 62.2 32.2 48.6 21.2
1-10%
80
44.4 37.5
56
0
>10-20% 38.4
5.4
14.3
10
0
>10-20%
0
>30-40% >40-50
Gambar 15.
0
0
8
0
>20-30% 2.6
0
7.1
7.1
0
0
5.6
0
0
0
>30-40% 2.6
2.7
7.1
5.7
0
0
22.2 37.5
0
0
>40-50
0
0
4.3
0
0
Persentase warna belang domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS), St. Croix Cross (SC) jantan (a) dan betina (b)
Setiap bangsa domba menunjukkan variasi fenotipe seperti terlihat pada Gambar 16 (BC), Gambar 17 (KG), Gambar 18 (LG), Gambar 19 (KS) dan Gambar 20 (SC). Definisi bangsa ternak menurut FAO (2000) adalah sekelompok ternak domestik dengan karakteristik eksternal yang dapat didefinisikan dan dapat dikenali yang memungkinkan kelompok tersebut dapat dibedakan secara visual dari kelompok yang lain di dalam spesies yang sama. Dari kelima bangsa domba, bangsa domba SC dan BC mempunyai karakteristik fenotipe yang relatif lebih seragam.
59
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
Gambar 16.
Keragaman warna tubuh domba Barbados Black Belly Cross (BC) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j)
60
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
Gambar 17.
Keragaman warna tubuh domba Komposit Garut (KG) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j)
61
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
Gambar 18.
Keragaman warna tubuh domba Lokal Garut (LG) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j)
62
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
Gambar 19.
Keragaman warna tubuh domba Komposit Sumatera (KS) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j)
63
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
Gambar 20.
Keragaman warna tubuh domba St. Croix Cross (SC) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j)
64
Tabel 12.
Ringkasan karakteristik sifat kualitatif domba jantan dan betina Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) berdasarkan persentase terbanyak dari setiap sifat kualitatif
Sifat kualitatif
Bangsa Domba BC
Jantan Tanduk Warna tanduk Orientasi tanduk
LG
KS
SC
Ada Hitam Melingkar
Ada Kuning Tonjolan
Tidak ada -
Lurus Coklat tua
Lurus Putih
Lurus Putih
Campuran 2 atau 3 warna Hitam
Satu warna
Profil muka Warna tubuh dominan Pola warna
Lurus Coklat tua
Ada Kuning Melingkar/ Tonjolan Lurus Putih
Campuran 2 warna
Campuran 2 warna
Campuran 2 warna
Warna belang
Hitam
Coklat muda
Putih
Persentase belang
1-10%
1-10%
1-10% atau >4050%
1-10%
-
Tidak ada Lurus Putih
Tidak ada Lurus Hitam
Tidak ada Lurus Putih
Tidak ada Lurus Putih
Warna belang
Tidak ada Lurus Coklat muda Campuran 2 warna Hitam
Campuran 2 warna Hitam
>10-20%
Campuran 2 warna Coklat muda 1-10%
Satu warna -
Persentase belang
Campuran 2 warna Coklat muda 1-10%
Betina Tanduk Warna tanduk Orientasi tanduk Profil muka Warna tubuh dominan Pola warna
Ada Hitam Tonjolan
KG
1-10%
-
-
Keseragaman sifat kualitatif dan produksi diperlukan sebagai suatu standar spesifikasi suatu bangsa ternak, termasuk domba. Karakteristik sifat kualitatif dari kelima bangsa domba berdasarkan persentase terbanyak untuk setiap sifat diperlihatkan pada Tabel 12. Sifat-sifat kualitatif yang tercantum pada Tabel 12 merupakan ciri-ciri umum setiap bangsa sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
65
melakukan seleksi untuk meningkatkan keseragaman setiap bangsa. Seleksi untuk sifatsifat yang dikendalikan oleh gen tunggal dan alelnya bersifat dominan akan lebih mudah dilakukan dibandingkan sifat-sifat yang dikendalikan oleh banyak gen dan bersifat resesif. Keragaman Ukuran Tubuh Pada Tabel 13, dapat dilihat bahwa BB dan sebagian besar ukuran tubuh domba LG memiliki ukuran terkecil dibandingkan keempat bangsa domba yang lain. Domba LG mempunyai ukuran terbesar dibandingkan bangsa domba yang lain hanya untuk ukuran PJTA, LGPT dan LBDD. Domba LG mempunyai ukuran PJTA mencapai 34.6 cm dengan LGPT 20.4 cm. Bangsa domba SC memiliki ukuran BB yang paling besar, serta paling tinggi (TGPU dan TGPA) dibandingkan bangsa domba yang lain, disamping itu juga terbesar untuk ukuran PJTGK, LBTGK, LGDD, LGKN dan PJPA. Domba KG mempunyai ukuran tengkorak (PJTGK, LBTGK, TGTGK), panjang badan (PJBD), ukuran dada (LBDD dan LGDD), ukuran pinggul (LGPG) dan ukuran ekor (PJEK dan LBEK) terpanjang dibandingkan kelima bangsa domba yang lain.
Domba KS mempunyai
beberapa ukuran terpanjang seperti ukuran tengkorak (PJTGK dan LBTGK), ukuran telinga (PJTEL dan LBTEL), serta ukuran dada (LBDD dan DLDD). Domba BC mempunyai banyak rataan ukuran tubuh yang berada di antara bangsa domba yang lain terkecuali tiga ukuran yang dimiliki merupakan ukuran terpanjang bersama salah satu dari bangsa domba yang lain yaitu PJTEL dan DLDD (bersama KS), dan PJBD (bersama KG). Berdasarkan analisis total struktur kanonikal ukuran tubuh diperoleh beberapa peubah yang memberikan pengaruh kuat terhadap pembeda bangsa domba. Peubah LBEK (0.771419), LGPT (0.765007), PJTA (0.744169) (kanonikal 1) dan peubah PJEK (0.660410), PJBD (0.643200), LBTGK (0.531960) (kanonikal 2) adalah peubah-peubah ukuran tubuh yang mempunyai nilai relatif tinggi dan menjadi peubah pembeda bangsa (Tabel 14). Jenis peubah pembeda bangsa yang diperoleh dalam suatu penelitian dapat berbeda bergantung kepada bangsa domba yang digunakan dalam penelitian. Mansjoer et al. (2007) mendapatkan bahwa peubah panjang telinga dan lebar telinga (kanonikal 1)
66
serta lebar ekor dan lebar dada (kanonikal 2) sebagai peubah pembeda bangsa domba Garut tipe tangkas dan pedaging, sedangkan Gunawan dan Sumantri (2008) mendapatkan lebar ekor, tinggi pundak dan panjang badan (kanonikal 1) serta lebar dada (kanonikal 2) sebagai peubah pembeda bangsa domba Garut dan persilangannya. Tabel 13.
Rataan kuadrat terkecil beberapa ukuran tubuh bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC)
Ukuran Tubuh
Bangsa Domba BC
KG
LG
KS
SC
BB (kg)
41.60 ±0.60
b
44.61 ±0.59
c
36.80 ±0.73
a
43.00 ±0.45
b
46.21 ±0.48
PJTGK (cm)
22.56b±0.21
23.90c±0.20
21.91a±0.25
23.88c±0.16
23.72c±0.17
LBTGK (cm)
14.93 ±0.14
b
15.53 ±0.14
c
13.32 ±0.17
a
15.40 ±0.11
c
15.42 ±0.11
TGTGK (cm)
16.38 ±0.15
b
17.76 ±0.15
c
15.51 ±0.18
a
15.93 ±0.11
ab
16.19 ±0.12
PJTA (cm)
5.17 ±0.70
14.99 ±0.70
c
34.58 ±0.86
d
0.04 ±0.53
0.02 ±0.57
LGPT (cm)
4.20b±0.40
9.33c±0.39
20.42d±0.49
0.63a±0.30
0.001a±0.32
PJTEL (cm)
11.04 ±0.29
cd
10.76 ±0.29
c
7.10 ±0.36
d
9.36 ±0.24
LBTEL (cm)
5.99 ±0.15
5.38 ±0.14
TGPU (cm)
62.29c±0.57
PJBD (cm)
b
a
d
c
b
a
a
11.66 ±0.22
4.46 ±0.18
a
6.57 ±0.11
6.18 ±0.12
46.26a±0.56
58.79b±0.70
68.79d±0.43
73.08e±0.46
66.93d±0.49
68.00d±0.48
58.19a±0.60
65.19b±0.37
61.27c±0.39
LBDD (cm)
18.89b±0.30
20.19c±0.30
20.38c±0.37
19.86c±0.23
17.38a±0.25
LGDD (cm)
83.77 ±0.70
b
88.49 ±0.69
c
77.15 ±0.86
a
85.30 ±0.53
b
88.36 ±0.56
DLDD (cm)
31.75 ±0.30
cd
30.44 ±0.30
b
28.26 ±0.37
a
32.30 ±0.23
d
31.55 ±0.25
LGKN (cm)
6.96a±0.09
7.30b±0.09
6.78a±0.12
8.14c±0.07
8.72d±0.07
TGPA (cm)
57.78 ±0.54
b
46.38 ±0.54
a
59.83 ±0.66
c
68.47 ±0.41
d
70.56 ±0.44
LBPG (cm)
19.58c±0.37
23.97e±0.36
17.99b±0.45
21.12d±0.28
16.91a±0.30
PJPA (cm)
22.66b±0.26
22.56b±0.26
20.08a±0.32
22.89b±0.20
25.10c±0.21
PJEK (cm)
23.85 ±0.40
b
29.65 ±0.39
d
18.58 ±0.49
a
23.36 ±0.30
b
25.95 ±0.32
LBEK (cm)
5.27c±0.13
7.29e±0.13
6.62d±0.16
4.77b±0.10
4.41a±0.12
c
b
d
b c
c c
e
c
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) BB = bobot badan, PJTGK = panjang tengkorak, LBTGK = lebar tengkorak, TGTGK = tinggi tengkorak, PJTA = panjang tanduk, LGPT = lingkar pangkal tanduk, PJTEL = panjang telinga, LBTEL = lebar telinga, TGPU = tinggi pundak, PJBD = panjang badan, LBDD = lebar dada, LGDD = lingkar dada, DLDD = dalam dada, LGKN = lingkar kanon kaki depan kanan, TGPA = tinggi pantat, LBPG = lebar pinggul, PJPA = panjang pantat, PJEK = panjang ekor, LBEK = lebar ekor
67
Tabel 14.
Struktur total kanonik peubah ukuran tubuh bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC)
Peubah
Kanonikal 1
Kanonikal 2
BB PJTGK LBTGK TGTGK PJTA LGPT PJTEL LBTEL TGPU
-0.220114 -0.148201 -0.201215 0.348755
0.407159 0.314439
0.744169 0.765007 -0.118897 -0.440064 -0.925034
0.531960 0.418506 -0.616188 -0.595070 0.497294 0.314569 -0.206885
PJBD LBDD LGDD DLDD LGKN TGPA LBPG PJPA PJEK LBEK
0.204627 0.300039 -0.141783 -0.359728 -0.625259 -0.902240 0.401839 -0.422870 0.160637 0.771419
0.643200 -0.046635 0.492927 0.348475 0.147219 -0.287071 0.432007 0.312800 0.660410 -0.015487
Keterangan : BB = bobot badan, PJTGK = panjang tengkorak, LBTGK = lebar tengkorak, TGTGK = tinggi tengkorak, PJTA = panjang tanduk, LGPT = lingkar pangkal tanduk, PJTEL = panjang telinga, LBTEL = lebar telinga, TGPU = tinggi pundak, PJBD = panjang badan, LBDD = lebar dada, LGDD = lingkar dada, DLDD = dalam dada, LGKN = lingkar kanon kaki depan kanan, TGPA = tinggi pantat, LBPG = lebar pinggul, PJPA = panjang pantat, PJEK = panjang ekor, LBEK = lebar ekor
Keragaman Indeks Tubuh Alderson (1999) dan Salako (2006) telah melaporkan penggunaan indeks ukuran tubuh masing-masing pada sapi dan domba untuk menilai tipe dan fungsi dari suatu bangsa ternak. Mengikuti rumus indeks Alderson (1999) dan Salako (2006) tersebut, nilai indeks kelima bangsa domba ditampilkan seperti terlihat pada Tabel 15. Domba diketahui lebih tinggi di bagian pundak dibandingkan bagian rump (Salako 2006), demikian pula dengan kelima bangsa yang diamati ini. Bangsa BC mempunyai indeks SLPTG tertinggi sedangkan SLPTG terendah adalah bangsa domba
68
LG, KG dan KS. Melihat indeks tersebut maka domba BC dari samping akan terlihat lebih tinggi di bagian depan dibandingkan bagian belakang sedangkan domba LG, KG dan KS relatif terlihat rata antara bagian depan dan belakang. Tabel 15.
Nilai indeks ukuran tubuh bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Lokal Garut (LG), Komposit Garut (KG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC)
Indeks Ukuran Tubuh SLPTG INDPJG SLPLBR INDDLM PJKKDPN SEIMB INDEKUM
BC 4.33d±0.33 1.09d±0.02 1.04c±0.02 0.52c±0.01 30.54b±0.60 0.74b±0.02 2.83c±0.03
Bangsa Domba LG KG KS a ab 1.04 ±0.41 0.12 ±0.33 0.32b±0.25 0.99c±0.02 1.49e±0.02 0.95b±0.01 0.88a±0.02 1.20d±0.02 1.07c±0.01 0.49b±0.01 0.66d±0.01 0.46b±0.01 b a 30.53 ±0.73 15.83 ±0.59 36.49c±0.45 0.64a±0.02 0.91c±0.02 0.75b±0.01 2.62a±0.04 3.38d±0.03 2.71b±0.02
SC 2.52c±0.27 0.84a±0.01 0.98b±0.01 0.42a±0.01 41.54d±0.48 0.77b±0.01 2.61a±0.02
Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) SLPTG = kemiringan (slope) tinggi, INDPJG = indeks panjang, SLPLBR = kemiringan (slope) lebar, INDDLM = indeks dalam, PJKKDPN = panjang kaki depan, SEIMB = keseimbangan (keserasian), INDEKUM = indeks kumulatif
Nilai INDPJG, SLPLBR dan INDDLM yang dimiliki domba KG adalah paling tinggi, berbeda nyata dengan keempat bangsa yang lain. Domba KG mempunyai nilai INDPJG hampir 1.5, sedangkan keempat bangsa domba yang lain mempunyai nilai berkisar antara 0.84 sampai 1.09. Sementara itu, nilai SLPLBR dan INDLM domba KG dibandingkan keempat bangsa domba yang lain adalah berturut-turut 1.20 (vs 0.88-1.07) dan 0.66 (vs 0.42-0.52). Berdasarkan nilai indeks tersebut maka domba KG terlihat lebih panjang, lebih lebar bagian rump dibandingkan bagian depan dan proporsi DLDD yang lebih tinggi dibandingkan TGPU sedangkan bangsa domba yang lain relatif imbang antara PJBD dan tinggi badan, LBPG dan LBDD yang imbang dan proporsi DLDD lebih rendah dibandingkan TGPU. Ketiga nilai indeks di atas memperlihatkan bahwa domba KG mempunyai tipe dan fungsi sebagai bangsa domba penghasil daging, mirip dengan salah satu tetuanya yaitu domba Moulton Charollais yang merupakan bangsa domba tipe pedaging dan lebih baik dibandingkan keempat domba yang lain. Nilai PJKKDPN domba SC adalah yang paling tinggi sedangkan yang paling rendah adalah domba KG. PJKKDPN domba SC sekitar 56.8 % dari TGPU, sedangkan domba KG hanya sekitar 34.2 % dari TGPU-nya. Dilihat dari nilai indeks SEIMB,
69
domba KG mempunyai nilai indeks tertinggi sedangkan domba LG adalah yang terendah (0.91 vs 0.64). Indeks kumulatif adalah sebuah indikator yang berguna dari keseluruhan nilai morfologi karena menggabungkan nilai berat dan struktur dan menyediakan sebuah gambaran akurat dari tipe bangsa. Nilai ini relatif tetap dalam kehidupan seekor ternak dan dapat digunakan pada hewan muda untuk memperkirakan keunggulannya pada saat dewasa (Alderson 1999). Nilai indeks kumulatif tertinggi dimiliki oleh domba KG dan terendah adalah domba LG dan SC (3.38 vs 2.62 dan 2.61). Indeks kumulatif mempunyai potensi untuk diaplikasikan dalam studi tipe dan fungsi dalam bangsa ternak, meskipun demikian menurut Alderson (1999), indeks kumulatif dipandang kurang menarik karena agak rumit dimana dalam perhitungannya memerlukan lima ukuran linier tubuh. Dalam praktek mungkin ukuran lebar pinggul dan panjang pantat merupakan ukuran yang disukai karena mempunyai korelasi tinggi dengan indeks kumulatif dan bobot badan. Dario et al. (2008) melaporkan bahwa nilai heritabilitas tinggi pundak, lingkar dada dan lingkar kanon pada keledai berkisar antara sedang sampai tinggi. Pemanfaatan sifat-sifat yang mempunyai heritabilitas sedang hingga tinggi sebagai dasar seleksi massa akan dapat memberikan kemajuan seleksi yang tinggi. Keragaman Tingkah laku Sifat tingkah laku pada domba cukup banyak, ada sekitar 9 macam tingkah laku Hafez et al. (1969) dan Ewing et al. (1999) malah mengelompokkannya menjadi lebih terperinci lagi menjadi sekitar 14 sifat tingkah laku. Dalam penelitian ini diamati 10 macam tingkah laku yang dapat dan mudah diamati dengan peralatan CCTV untuk membedakan bangsa domba, seperti tercantum pada Tabel 16. Ada tiga macam sifat tingkah laku yang tidak berbeda nyata untuk kelima bangsa domba, yaitu bermain (PLAY), menyerang/agresif (AGON) dan merawat diri (CARE). Tingkah laku bermain hanya dalam waktu singkat atau sedikit dilakukan oleh domba BC dan KG (hanya 0.02 menit) tetapi tidak dilakukan oleh domba LG, KS dan SC. Temuan ini sesuai dengan pendapat Rutter (2002) yang menyatakan bahwa aktivitas bermain pada domba hanya diperlihatkan oleh domba berusia muda. Sementara itu, materi pada penelitian ini adalah domba jantan dan betina dewasa dengan usia ≥2 tahun.
70
Domba yang digunakan dalam penelitian ini diduga tidak termasuk domba yang agresif, sifat tingkah laku agresif hanya ditunjukkan selama 0.09 hingga 1.18 menit sepanjang lama pengamatan. Timbulnya sifat agresif pada tikus dilaporkan karena terjadinya mutasi titik atau delesi pada gen MAOA yang mengakibatkan defisiensi enzim MAOA (Brunner et al. 1993; Cases et al. 1995), sifat agresif pada domba belum diketahui penyebabnya. Ektoparasit adalah isu yang biasanya terkait erat dengan kemampuan adaptasi suatu bangsa ternak. Rasa gatal yang kemungkinan disebabkan ektoparasit atau sebab lain direspons domba dengan cara menggigit bagian tubuh yang gatal, menggaruk dengan kaki belakang atau menggesek-gesekkan bagian tubuh yang gatal ke dinding atau tiang kandang. Lama merawat diri dari kelima bangsa tersebut tidak berbeda selama pengamatan.
Hal tersebut adalah salah satu indikasi kemampuan
adaptasi yang sama antara bangsa domba persilangan dengan bangsa domba lokal. Tabel 16.
Sifat Tingkah laku INGEST PLAY AGON
Rataan durasi beberapa sifat tingkah laku untuk bangsa domba Barbados Black Belly cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix cross (SC) Bangsa Domba BC
KG
LG
KS
SC
-------------------------------------- menit ------------------------------------55.73 ±15.75 98.30c±14.62 63.78ab±19.28 80.91bc±22.93 116.30d±24.78 0.02±0.04 0.02±0.06 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 a
1.18±2.05 ab
0.09±1.31
0.81±0.96 ab
0.54±0.74 b
0.22±0.38
1.34 ±0.99
2.12 ±0.55
1.81 ±2.25
2.55 ±1.57
0.82a±0.82
CARE LOCO STAND
4.66±3.79 10.62a±0.29 53.03a±14.18
4.84±2.31 13.48ab±10.51 83.01b±32.15
4.51±2.73 25.07b±23.08 87.76b±21.06
2.31±1.58 15.88ab±10.23 130.51c±28.14
4.78±5.78 9.61a±5.72 70.84ab±16.92
SLEEP REST DRINK
26.63b±6.65 143.57b±23.80 2.29c±0.78
16.25ab±5.99 81.34a±30.08 0.51b±0.34
10.75a±8.14 15.36ab±17.59 103.11a±34.59 84.13a±33.09 0.33ab±0.51 0.0002a±0.197
18.06ab±16.32 111.47a±32.16 0.29ab±0.26
ELIM
ab
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) INGEST = Makan (ingestif), PLAY = Bermain (playing), AGON = Berkelahi/agresif (agonistic), ELIM = Buang Kotoran (eliminatif), CARE = Merawat diri (care giving), LOCO = Melangkah/berjalan (locomotion), STAND = Berdiri (standing), SLEEP = Istirahat tidur (sleeping), REST = Istirahat berbaring (resting), DRINK = Minum (drinking)
Lama makan domba BC adalah yang paling pendek (55.7 menit) sama dengan domba LG namun berbeda dengan domba KG, KS dan SC. Diantara kelima bangsa,
71
domba SC memiliki durasi waktu makan paling lama. Pada umumnya domba memakan rumput raja yang dicacah dengan memilih bagian daun terlebih dahulu kemudian memakan batang-batang yang lunak, bagian batang rumput yang keras tidak dimakan. Durasi lama makan yang tinggi memperlihatkan bahwa domba SC memakan dan menghabiskan rumput lebih banyak dibandingkan bangsa domba yang lain termasuk batang-batang rumput keras dimana bangsa domba lain sudah tidak ingin memakannya. Hal yang menarik adalah walaupun durasi lama makan tertinggi namun durasi defekasi dan urinasi (ELIM) domba SC sama dengan domba BC, KG dan LG, hanya berbeda dengan domba KS. Sementara itu, durasi waktu minum domba BC paling tinggi dan berbeda dengan keempat domba yang lain. Tabel 17.
Peubah INGST PLAY AGON ELIM CARE LOCO STAND SLEEP REST DRINK
Struktur total kanonik peubah tingkah laku bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Kanonikal 1 0.521927 -0.250998 -0.257951 0.178807 -0.153179 0.083918 0.639930 -0.328111 -0.556911 -0.921328
Kanonikal 2 0.743034 0.101204 -0.212218 -0.335100 0.147063 -0.457672 -0.457531 0.268315 0.137275 0.144651
Keterangan :
INGEST = Makan (ingestif), PLAY = Bermain (playing), AGON = Berkelahi/agresif (agonistic), ELIM = Buang Kotoran (eliminatif), CARE = Merawat diri (care giving), LOCO = Melangkah/berjalan (locomotion), STAND = Berdiri (standing), SLEEP = Istirahat tidur (sleeping), REST = Istirahat berbaring (resting), DRINK = Minum (drinking)
Domba LG terlihat paling aktif bergerak atau berjalan (LOCO) dan berbeda dengan domba BC dan SC akan tetapi tidak berbeda dengan domba KG dan KS. Aktivitas berdiri paling lama dilakukan oleh bangsa domba KS (130.5 menit) berbeda dengan keempat bangsa domba yang lain dan yang paling cepat adalah bangsa domba BC (53 menit) sama dengan bangsa domba SC (70.8 menit). Domba BC nampak seperti domba yang malas, durasi melakukan aktivitas berjalan (LOCO) dan berdiri (STAND) paling singkat sedangkan durasi aktivitas tidur (SLEEP) dan istirahat
72
berbaring (REST) paling lama dibandingkan keempat bangsa domba yang lain. Durasi tidur (SLEEP) dan istirahat berbaring (REST) domba KG, LG, KS dan SC tidak berbeda. Berdasarkan analisis total struktur kanonikal sifat tingkah laku diperoleh beberapa peubah yang memberikan pengaruh kuat terhadap pembeda bangsa domba. Peubah lama berdiri (STAND) untuk kanonikal 1 dengan nilai 0.639930 dan peubah lama makan (INGEST) untuk kanonikal 1 dan 2 berturut-turut dengan nilai 0.521927 dan 0.743034 adalah peubah-peubah yang dapat dijadikan sebagai peubah pembeda bangsa (Tabel 17). Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa bangsa domba dapat dibedakan dengan bangsa domba yang lain berdasarkan kedua peubah sifat tingkah laku tersebut, sementara peubah yang lain tidak dapat digunakan sebagai pembeda bangsa. Peubah sifat tingkah laku dapat berbeda antar bangsa sebagai ekspresi dari perbedaan komposisi genetik yang dimiliki bangsa-bangsa domba tersebut. Pembedaan Bangsa Domba Berdasarkan Sifat Kualitatif Analisa multiple korespondensi antara bangsa-bangsa ternak dengan kategori sifat kualitatif kepala ditunjukkan pada Gambar 21 (domba jantan) dan Gambar 22 (domba betina). Analisa ini menunjukkan korespondensi beberapa sifat kualitatif kepala dengan bangsa ternak tertentu relatif dengan korespondensi yang lain. Bangsa domba tertentu akan terletak pada kuadran yang sama dengan suatu sifat tertentu apabila mempunyai korespondensi yang lebih kuat dibandingkan dengan bangsa yang lain. Sifat kualitatif yang berkorespondensi erat dengan bangsa tertentu tersebut merupakan ciri pembeda bagi bangsa domba tersebut dengan bangsa domba yang lain. Pada Gambar 21 terlihat pada kuadran I (kanan atas) terdapat dua bangsa domba yang terkait dengan beberapa sifat kualitatif. Bangsa domba jantan KG dan LG terkait erat dengan sifat warna tanduk hitam kuning, kuning dan hitam dan orientasi tanduk melingkar. Sifat warna tanduk hitam kuning, kuning dan hitam lebih berkorespondensi dengan domba jantan KG sedangkan domba jantan LG lebih berkorespondensi dengan orientasi tanduk yang melingkar. Pada kuadran II (kiri atas) dari Gambar 21 terlihat bahwa bangsa domba SC jantan berkorespondensi dengan sifat tidak bertanduk. Sifat profil muka cembung juga masuk dalam kuadran II bersama bangsa domba SC walaupun agak jauh jaraknya. Pada kuadran III (kiri bawah) terdapat bangsa domba KS yang tidak mempunyai
73
korespondensi kuat terhadap salah satu pun sifat kualitatif kepala dibandingkan bangsa domba yang lain. Sementara itu, pada kuadran IV (kanan bawah) terlihat bahwa bangsa domba BC jantan berkorespondensi kuat dengan sifat orientasi tanduk agak melengkung dan tonjolan serta warna tanduk coklat.
Dimensi 2 (13.25 %)
KORESPONDENSI BANGSA DOMBA JANTAN DENGAN CIRI KEPALA
Dimensi 1 (24.31 %)
BarbadosC = Barbados Black Belly Cross, Garut = Lokal Garut, KGarut = Komposit Garut, KSumatera = Komposit Sumatera, StCroixC = St. Croix cross, Adatdk = Bertanduk, Tidakadatdk = Tidak Bertanduk, Tidakwrntdk = Tidak bertanduk, Tdkhtm = Tanduk hitam, Tdkcoklat = Tanduk coklat, Tdkkng = Tanduk kuning, Tdkhtmkng = Tanduk hitam kuning, Tidakor = Tidak Bertanduk, Tdklurus = Tanduk lurus, Tdkagklengkng = Tanduk agak melengkung, Tdkmelingkr = Tanduk melingkar, Tdktonjoln = Tonjolan, Mkcekng = Muka cekung, Mkcembng = Muka cembung, Mklurus = Muka lurus
Gambar 21.
Hubungan antara bangsa-bangsa domba jantan dengan sifat-sifat kualitatif kepala
Gambar 22 memperlihatkan korespondensi berbagai bangsa domba betina dengan berbagai sifat kualitatif kepala. Kelima bangsa domba dan berbagai sifat kualitatif kepala terlihat mengumpul di titik origin (koordinat 0,0) yang menunjukkan bahwa bangsa-bangsa domba berjenis kelamin betina tidak mempunyai korespondensi yang
74
kuat terhadap sifat kualitatif kepala tertentu yang membedakannya dengan bangsabangsa yang lain. Hal yang menarik adalah pada Gambar 22 terlihat bahwa pada kuadran I (kanan atas) bangsa domba KG terletak satu kuadran dengan sifat warna tanduk kuning dan orientasi tanduk berupa tonjolan dengan jarak yang sangat jauh, demikian pula pada kuadran IV (kanan bawah) terdapat bangsa domba LG yang terletak satu kuadran dengan sifat kualitatif warna tanduk hitam dan orientasi tanduk lurus.
Dimensi 2 (13.91 %)
KORESPONDENSI BANGSA DOMBA BETINA DENGAN CIRI KEPALA
Dimensi 1 (30.71 %) BarbadosC = Barbados Black Belly Cross, Garut = Lokal Garut, KGarut = Komposit Garut, KSumatera = Komposit Sumatera, StCroixC = St. Croix cross, Adatdk = Bertanduk, Tidakadatdk = Tidak Bertanduk, Tidakwrntdk = Tidak bertanduk, Tdkhtm = Tanduk hitam, Tdkcoklat = Tanduk coklat, Tdkkng = Tanduk kuning, Tdkhtmkng = Tanduk hitam kuning, Tidakor = Tidak Bertanduk, Tdklurus = Tanduk lurus, Tdkagklengkng = Tanduk agak melengkung, Tdkmelingkr = Tanduk melingkar, Tdktonjoln = Tonjolan, Mkcekng = Muka cekung, Mkcembng = Muka cembung, Mklurus = Muka lurus
Gambar 22.
Hubungan antara bangsa-bangsa domba betina dengan sifat-sifat kualitatif kepala
75
Korespondensi kelima bangsa domba jantan dengan beberapa kategori sifat warna tubuh diperlihatkan pada Gambar 23.
Pada kuadran I (kanan atas) terlihat bahwa
bangsa domba jantan LG dan KG berkorespondensi erat dengan sifat warna tubuh dominan abu-abu dan coklat, pola warna tubuh campuran tiga warna, warna belang putih abu-abu, putih coklat muda, coklat muda hitam, coklat tua hitam, putih hitam, putih coklat tua, persentase belang >10-20% dan >30-50%.
Dimensi 2 (10.77 %)
KORESPONDENSI BANGSA DOMBA JANTAN DENGAN WARNA TUBUH
Dimensi 1 (16.78 %)
BarbadosC = Barbados Black Belly Cross, Garut = Lokal Garut, KGarut = Komposit Garut, KSumatera = Komposit Sumatera, StCroixC = St. Croix cross, Putih = Warna tubuh dominan putih, Coklatmd = Warna tubuh dominan coklat muda, Coklatua = Warna tubuh dominan coklat tua, Abuabu = Warna tubuh dominan abu-abu, Hitam = Warna tubuh dominan hitam, 1 Warna = Pola warna tubuh 1 warna, Camp2wrn = Pola warna tubuh campuran 2 warna, Camp3wrn = Pola warna tubuh campuran 3 warna, Totol = Pola warna tubuh totol-totol, Tdkblg = Tidak ada belang, Blgputih = Belang putih, Blgcokmd = Belang coklat muda, Blgcoktua = Belang coklat tua, Blgabu = Belang abu-abu, Blghtm = Belang hitam, Blgpthcokmd = Belang putih coklat muda, Blgpthcoktua = Belang putih coklat tua, Blgpthabu = Belang putih abu-abu, Blgpthhtm = Belang putih hitam, Blgcokmdhtm = Belang coklat muda hitam, Blgcoktuahtm = Belang coklat tua hitam, Tdk% = Tidak belang, 1-10% = Persentase belang 1-10%, >10-20% = Persentase belang antara >10 sampai 20 %, >20-30% = Persentase belang antara >20 sampai 30 %, >30-40% = Persentase belang antara >30 sampai 40 %, >40-50% = Persentase belang antara >40 sampai 50 %
Gambar 23.
Hubungan antara bangsa-bangsa domba jantan dengan warna tubuh
76
Di kuadran II (kanan atas) terlihat bahwa bangsa domba SC jantan terkait erat dengan sifat pola warna polos atau satu warna.
Di kuadran III tidak terdapat
korespondensi antara bangsa domba tertentu dengan sifat warna tubuh dominan putih. Domba jantan BC dan KS berkorespondensi bersama-sama dengan sifat warna tubuh dominan coklat muda dan hitam, pola warna campuran dua warna, warna belang putih, coklat muda, coklat tua dan hitam, serta persentase belang 1-10 % (kuadran IV).
Dimensi 2 (18.94 %)
KORESPONDENSI BANGSA DOMBA BETINA DENGAN WARNA TUBUH
Dimensi 1 (13.80 %) BarbadosC = Barbados Black Belly Cross, Garut = Lokal Garut, KGarut = Komposit Garut, KSumatera = Komposit Sumatera, StCroixC = St. Croix cross, Putih = Warna tubuh dominan putih, Coklatmd = Warna tubuh dominan coklat muda, Coklatua = Warna tubuh dominan coklat tua, Abuabu = Warna tubuh dominan abu-abu, Hitam = Warna tubuh dominan hitam, 1 Warna = Pola warna tubuh 1 warna, Camp2wrn = Pola warna tubuh campuran 2 warna, Camp3wrn = Pola warna tubuh campuran 3 warna, Totol = Pola warna tubuh totol-totol, Tdkbl = Tidak ada belang, Blpth = Belang putih, Blcomd = Belang coklat muda, Blcotua = Belang coklat tua, Blabu = Belang abu-abu, Blhtm = Belang hitam, Blptcomd = Belang putih coklat muda, Blptcotua = Belang putih coklat tua, Blptabu = Belang putih abu-abu, Blptht = Belang putih hitam, Blcomdht = Belang coklat muda hitam, Blptcotuaht = Belang putih coklat tua hitam, Blcomdtuaht = Belang coklat muda coklat tua hitam, Tdk% = Tidak belang, 1-10% = Persentase belang 1-10%, >10-20% = Persentase belang antara >10 sampai 20 %, >20-30% = Persentase belang antara >20 sampai 30 %, >30-40% = Persentase belang antara >30 sampai 40 %, >40-50% = Persentase belang antara >40 sampai 50 %
Gambar 24.
Hubungan antara bangsa-bangsa domba betina dengan warna tubuh
77
Korespondensi kelima bangsa domba betina dengan beberapa kategori sifat warna tubuh terlihat pada Gambar 24. Di kuadran I (kanan atas), bangsa domba betina LG, KS dan BC bersama-sama berkorespondensi dengan sifat warna tubuh dominan coklat muda dan coklat tua, pola warna tubuh campuran tiga warna dan totol-totol, warna belang hitam, putih coklat muda, coklat muda hitam, coklat tua hitam, coklat muda coklat tua hitam, putih coklat tua hitam, persentase belang >10-40%. Di kuadran II (kiri atas) tidak terdapat bangsa domba betina yang berkorespondensi dengan sifat warna tubuh dominan hitam dan pola warna polos atau satu warna. Bangsa domba SC betina berkorespondensi erat dengan sifat warna tubuh dominan putih (kuadran III). Di kuadran IV (kanan bawah) terlihat bahwa bangsa domba betina KG berkorespondensi erat dengan pola warna campuran dua warna, warna belang putih, coklat muda dan coklat tua, persentase belang 1-10%. Pembedaan Bangsa Domba Berdasarkan Karakteristik Suara, Ukuran Tubuh dan Tingkah laku Plotting kanonikal untuk pembedaan kelima bangsa seperti terlihat pada Gambar 25 (berdasarkan karakteristik suara), Gambar 26 (berdasarkan ukuran tubuh) dan Gambar 27 (berdasarkan sifat tingkah laku). Grafis yang dihasilkan dari ketiga macam data tersebut menghasilkan plotting kanonikal yang berbeda. Berdasarkan plotting kanonikal karakteristik suara, domba LG, KS dan BC merupakan bangsa domba yang berbeda kelompok, sedangkan domba SC, KG dan KS merupakan bangsa domba yang satu kelompok (terlihat berhimpit pada Gambar 25). Berdasarkan ukuran tubuh, domba SC (dan KS), BC, LG dan KG merupakan bangsa domba yang berbeda kelompok, sedangkan domba SC satu kelompok dengan domba KS (Gambar 26). Hasil yang berbeda ditunjukkan dari analisa data sifat tingkah laku yang menunjukkan bahwa domba BC, KS dan LG (bersama-sama dengan KG dan SC) merupakan kelompok yang berbeda (Gambar 27). Bangsa-bangsa domba yang berada dalam satu kelompok mempunyai karakteristik nilai peubah yang serupa dan hal sebaliknya untuk bangsa-bangsa domba yang berbeda kelompok. Hal tersebut berkaitan dengan komposisi genetik setiap bangsa yang berbeda sebagai akibat persilangan dalam membentuk bangsa domba tersebut.
78
Kanonikal 2
Kanonikal 1
B = BC, L = LG, G = KG, S = KS, T = SC Gambar 25.
Tabel 18.
Plotting kanonikal yang menggambarkan pengelompokan lima bangsa domba berdasarkan karakteristik suara Nilai jarak Mahalanobis dan signifikansi probabilitasnya antar lima bangsa domba berdasarkan peubah karakteristik suara
Bangsa domba BC KG LG KS SC
BC 0 <0.0001 <0.0001 <0.0001 <0.0001
KG 11.02691 0 0.0001 0.0364 0.2399
LG 18.27899 10.07305 0 <0.0001 0.0001
KS 13.60458 5.45791 15.81412 0 0.0017
SC 11.27703 4.06042 10.31253 7.93047 0
Keterangan : BC = Barbados Black Belly Cross, KG = Komposit Garut, LG = Lokal Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix Cross Nilai pada diagonal ke atas menunjukkan nilai jarak Mahalanobis Nilai di bawah diagonal menunjukkan signifikansi probabilitas jarak Mahalanobis
79
Nilai jarak Mahalanobis antar bangsa domba berdasarkan karakteristik suara ditunjukkan pada Tabel 18. Tabel 19 menunjukkan nilai jarak berdasarkan ukuran tubuh dan Tabel 20 menunjukkan nilai jarak berdasarkan peubah sifat tingkah laku. Kanonikal 2
Kanonikal 1
B = BC, L = LG, G = KG, S = KS, T = SC Gambar 26.
Tabel 19.
Plotting kanonikal yang menggambarkan pengelompokan lima bangsa domba berdasarkan ukuran tubuh Nilai jarak Mahalanobis dan signifikansi probabilitasnya antar lima bangsa domba berdasarkan peubah ukuran tubuh
Bangsa domba BC KG LG KS SC
BC 0 <0.0001 <0.0001 <0.0001 <0.0001
KG 41.01764 0 <0.0001 <0.0001 <0.0001
LG 57.67909 66.60120 0 <0.0001 <0.0001
KS 17.61864 77.70561 74.96393 0 <0.0001
SC 27.98047 91.39412 81.06285 10.83016 0
Keterangan : BC = Barbados Black Belly Cross, KG = Komposit Garut, LG = Lokal Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix Cross Nilai pada diagonal ke atas menunjukkan nilai jarak Mahalanobis Nilai di bawah diagonal menunjukkan signifikansi probabilitas jarak Mahalanobis
80
Kanonikal2
Kanonikal 1
B = BC, L = LG, G = KG, S = KS, T = SC Gambar 27.
Tabel 20.
Plotting kanonikal yang menggambarkan pengelompokan lima bangsa domba berdasarkan tingkah laku Nilai jarak Mahalanobis dan signifikansi probabilitasnya antar lima bangsa domba berdasarkan peubah sifat tingkah laku
Bangsa domba
BC
KG
LG
KS
SC
BC
0
26.81257
24.99070
49.39628
35.60083
KG
<0.0001
0
6.90095
12.02653
4.87196
LG KS
<0.0001 <0.0001
0.0123 0.0002
0 <0.0001
14.40724 0
13.42673 10.51011
SC
<0.0001
0.0701
<0.0001
0.0007
0
Keterangan : BC = Barbados Black Belly Cross, KG = Komposit Garut, LG = Lokal Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix Cross Nilai pada diagonal ke atas menunjukkan nilai jarak Mahalanobis Nilai di bawah diagonal menunjukkan signifikansi probabilitas jarak Mahalanobis
81
Berdasarkan karakteristik suara, jarak domba terdekat adalah KG dan SC (4.06042) (P>0.05) sehingga berdasarkan karakteristik suara domba KG dan SC adalah satu bangsa. Bangsa domba yang mempunyai nilai jarak terdekat dengan kedua domba tersebut adalah domba KS, kedekatan ketiga bangsa domba ini juga ditunjukkan dengan berhimpitnya plotting pada Gambar 25. Berdasarkan ukuran tubuh (Tabel 19), jarak terdekat adalah antara domba SC dan KS sedangkan yang terjauh adalah antara bangsa domba SC dan KG. Nilai jarak Mahalanobis yang sangat berbeda dihasilkan dari data sifat tingkah laku (Tabel 20). Nilai jarak yang terdekat berdasarkan data tingkah laku adalah antara bangsa domba SC dan KG dengan nilai 4.87196 dan tidak nyata (P>0.05) sehingga kedua bangsa tersebut merupakan satu bangsa. Jarak terjauh dengan nilai jarak 49.39628 adalah antara bangsa domba KS dan BC. Berdasarkan jarak Mahalanobis pada Tabel 18 dibuat dendogram untuk memperjelas klasifikasi yang dapat dilihat pada Gambar 28a, untuk Tabel 19 dibuat dendogram seperti terlihat pada Gambar 28b, sedangkan untuk Tabel 20 dibuat dendogram seperti terlihat pada Gambar 28c. Dendogram yang dibuat berdasarkan karakteristik suara berbeda dalam hal posisi domba KG bila dibandingkan dendogram yang dibuat berdasarkan ukuran tubuh.
Pada Gambar 28a, terbentuk 2 kelompok
domba dimana kelompok domba persilangan (BC, KG, SC dan KS) terpisah dengan domba lokal (LG). Sementara itu, pada Gambar 28b terbentuk 2 kelompok domba dengan kelompok pertama terdiri atas domba KS, SC dan BC, sedangkan kelompok kedua terdiri atas domba KG dan LG. Dendogram berdasarkan sifat tingkah laku (Gambar 28c) jauh berbeda dengan dendogram yang dibuat berdasarkan data karakteristik suara dan ukuran tubuh.
Dendogram berdasarkan sifat tingkah laku
menempatkan bangsa domba BC terpisah dengan keempat bangsa domba lain yang merupakan satu kelompok. Dendogram pada Gambar 28b yang berdasarkan ukuran tubuh menunjukkan kesesuaian yang tinggi dan sejalan dengan proses penelitian pemuliaan pembentukan domba KS dan KG. Populasi domba KS yang ada saat ini berasal dari persilangan antara domba BC, SC dan Lokal Sumatera oleh karena itu terlihat bahwa ketiga bangsa domba (BC, SC dan KS) menjadi satu kelompok tersendiri. Sementara itu, domba KG yang terbentuk dari persilangan antara domba Moulton Charollais, SC dan LG juga membentuk kelompok kedua (KG dan LG).
82
(a)
(b)
(c)
Gambar 28.
Dendogram berdasarkan jarak Mahalanobis dari lima bangsa domba menggunakan data (a) karakteristik suara, (b) ukuran tubuh dan (c) tingkah laku
Populasi domba SC tetua bangsa domba KS dan KG merupakan populasi yang berbeda. Populasi bangsa domba SC yang ada saat ini merupakan populasi tetua bangsa KS dan hasil persilangan antara bangsa domba St. Croix dengan Lokal Sumatera, sementara itu populasi bangsa domba SC yang menjadi tetua bangsa domba KG adalah persilangan antara bangsa domba St. Croix dengan bangsa domba Lokal Garut. Perbedaan hasil yang ditunjukkan dalam nilai jarak Mahalanobis (Tabel 18, 19 dan 20) dan dendogram (Gambar 28) disebabkan kekuatan peubah yang digunakan dalam menerima pengaruh lingkungan berbeda. Peubah sifat tingkah laku lebih labil dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sementara itu ukuran bagian-bagian tubuh walaupun juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan dalam penelitian ini semua bangsa mendapat pengaruh lingkungan yang relatif sama. Sepanjang pengaruh lingkungan terhadap bangsa domba yang dibedakan sama, hasil analisa terhadap ukuran tubuh dapat dipercaya dan akan sama dengan hasil analisa menggunakan data runutan DNA. Data
83
ukuran tubuh patut dipertimbangkan jika lingkungan sampel yang diambil relatif sama, kelebihannya dibandingkan data runutan DNA adalah dari segi biaya yang lebih murah, peralatan yang lebih sederhana dan ketrampilan pelaksanaan pengambilan data yang tidak rumit. Karakteristik suara lebih labil dibandingkan sifat-sifat morfologi (Mahler dan Gil 2009) sehingga pengaruh lingkungan sekitar terhadap peubah suara kemungkinan cukup tinggi. Perlu diperhatikan bahwa dalam pengambilan data suara (perekaman) faktor lingkungan berpengaruh cukup nyata terhadap karakteristik suara pada domba dan perlu diidentifikasi dan dieliminasi pada saat perekaman suara. Jika dilihat hasil analisa yang hanya sedikit berbeda dibandingkan hasil analisa dengan menggunakan ukuran tubuh maka metode ini mempunyai peluang yang sangat baik.
Apabila faktor-faktor
lingkungan dapat diidentifikasi dan dieliminasi maka metode ini merupakan metode yang memiliki kelebihan karena tidak perlu menangkap atau menyentuh hewan yang diamati dan lebih mudah dalam pengambilan datanya. Hasil penelitian pada burung mendapatkan bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi suara diantaranya adalah struktur habitat, sumber kebisingan dan kondisi cuaca (Brumm dan Naguib 2009). Beberapa peneliti melaporkan adanya korelasi negatif antara frekuensi suara dengan sifat morfologi (ukuran tubuh). Hasil penelitian tersebut dilaporkan terdapat di dalam spesies kelelawar (Zhang 2000) dan burung (Brumm dan Naguib 2009) atau pembandingan antar spesies (Fletcher 2010). Adanya korelasi ini membuka peluang seleksi secara tidak langsung terhadap sifat produksi bobot badan dengan memanfaatkan data frekuensi suara. Di antara ketiga jenis data yang digunakan tersebut, data tingkah laku adalah yang paling labil seperti ditunjukkan dari hasil perhitungan jarak Mahalanobis dan pembuatan dendogram yang jauh berbeda dengan kedua hasil analisa di atas. Pengaruh lingkungan sekitar diduga sangat tinggi terhadap sifat tingkah laku individu domba percobaan.
Pen kandang yang terbuka memungkinkan domba percobaan untuk
berkomunikasi dengan domba-domba yang berada di pen kandang yang lain, dan hasil komunikasi ini direspons domba percobaan dengan tingkah laku tertentu. Weary dan Fraser (2002) menyatakan bahwa hampir semua tingkah laku sosial melibatkan beberapa bentuk komunikasi. Komunikasi bisa terjadi melalui beberapa cara, yaitu suara, penciuman, penglihatan dan sentuhan (Hauser 1996).
84
SIMPULAN Peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk karakteristik suara adalah frekuensi kuartil ketiga, frekuensi tengah, frekuensi maksimum (kanonikal 1) dan waktu frekuensi kuartil pertama (kanonikal 2), sedangkan peubah lebar ekor, lingkar pangkal tanduk, panjang tanduk (kanonikal 1), dan peubah panjang ekor, panjang badan, serta lebar tengkorak (kanonikal 2) adalah peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk ukuran tubuh. Sementara itu, peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk sifat tingkah laku adalah lama berdiri (kanonikal 1) dan peubah lama makan (kanonikal 1 dan 2). Bangsa domba SC jantan berkorespondensi dengan sifat tidak bertanduk dan profil muka cembung, sedangkan bangsa domba BC jantan berkorespondensi kuat dengan sifat orientasi tanduk agak melengkung dan tonjolan serta warna tanduk coklat. Bangsa-bangsa domba berjenis kelamin betina tidak mempunyai korespondensi yang kuat terhadap sifat kualitatif kepala tertentu yang membedakannya dengan bangsabangsa yang lain. Bangsa domba SC jantan terkait erat dengan sifat pola warna polos atau satu warna, sedangkan bangsa domba SC betina berkorespondensi erat dengan sifat warna tubuh dominan putih. Sementara itu, bangsa domba betina KG berkorespondensi erat dengan pola warna campuran dua warna, warna belang putih, coklat muda dan coklat tua, serta persentase belang 1-10%. Bentuk tubuh domba Komposit Garut terlihat lebih panjang, lebih lebar bagian rump dan proporsi dalam dada lebih tinggi dibandingkan bangsa domba yang lain. Nilai indeks kumulatif tertinggi dimiliki oleh domba Komposit Garut. Berdasarkan bentuk tubuh dan nilai indeks kumulatif terlihat bahwa domba Komposit Garut lebih prospektif sebagai bangsa domba tipe daging. Dendogram yang dibuat dari hasil perhitungan jarak Mahalanobis berdasarkan karakteristik suara menempatkan bangsa domba Komposit Garut pada kelompok yang kurang akurat. Pengelompokan domba berdasarkan ukuran tubuh mendapatkan hasil yang lebih akurat yaitu kelompok pertama yang terdiri dari bangsa domba St. Croix Cross, Komposit Sumatera dan Barbados Black Belly Cross dan kelompok kedua yang terdiri dari bangsa Lokal Garut dan Komposit Garut. Sementara itu, dendogram yang dibuat berdasarkan sifat tingkah laku menghasilkan pengelompokkan bangsa-bangsa domba yang kurang akurat.
85
DAFTAR PUSTAKA [FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2000. World Watch List for Domestic Animal Diversity. Scherf BD, editor. 3rd edition. Rome : Food and Agriculture Organization of The United Nations. Alderson, G.L.H. 1999. The development of a system of linear measurements to provide an assessment of type and function of beef cattle. AGRI 25:45-55. Andrés AM et al. 2004. Positive selection in MAOA gene is human exclusive: determination of the putative amino acid change selected in the human lineage. Hum Genet 115:377–386. Bentley DR, Hoy RR. 1972. Genetic control of the neuronal network generating cricket (Teleogryllus gryllus) song patterns. Anim Behav 20:478–492. Brumm H, Naguib M. 2009. Environmental acoustics and the evolution of bird song. Di dalam : Naguib M, Janik VM, Zuberbuhler K, Clayton NS, editor. Advances in the Study of Behaviour : Vocal Communication in Birds and Mammals. Vol. 40. London, Burlington, San Diego, Amsterdam : Elsevier Inc. hlm 1-34. Brunner HG, Nelen M, Breakefield XO, Ropers HH, van Oost BA. 1993. Abnormal behavior associated with a point mutation in the structural gene for monoamine oxidase A. Science 262 (5133):578-580. Cases O et al. 1995. Agressive behavior and altered amounts of brain serotonin and norepinephrine in mice lacking MAOA. Science 268:1763–1766. Charif RA, Waack AM, Strickman LM. 2008. Raven Pro 1.3 User’s Manual. New York : Cornell Laboratory of Ornithology, Ithaca. Craig JV. 1981. Domestic Animal Behaviour : Causes and Implications for Animal Care and Management. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Dario C et al. 2008. Heritability estimates for some biometric traits in Martina Franca Donkey Breed. Proc Aust Soc Anim Prod Vol. 27. Dennis RL, Chen ZQ, Cheng HW. 2008. Serotonergic mediation of aggression in high and low aggressive chicken strains. Poult Sci 87:612-620. Ewing SA, Lay Jr. DC, Borell EV. 1999. Farm Animal Well-Being : Stress Physiology, Animal Behavior, and Environtmental Design. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Fletcher NH. 2010. A frequency scale rule in mammalian vocalization. Di dalam : Brudzynski SM, editor. Handbook of Mammalian Vocalization : An Integrative Neuroscience Approach. Edisi Pertama. London, Burlington, San Diego : Elsevier BV. hlm 51-56.
86
Franklin IR. 1997. Systematics and Phylogeny of the Sheep. Di dalam : Piper L, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Sheep. New York : CAB International. hlm 1–49. Grimsby J, Chen K, Wang LJ, Lan NC, Shih JC. 1991. Human monoamine oxidase A and B genes exhibit identical exon-intron organization. Proc Natl Acad Sci USA 88:3637–3641. Gunawan A, Sumantri C. 2008. Pendugaan nilai campuran fenotipik dan jarak genetik domba Garut dan persilangannya. JITAA 3 : 176-185. Hafez ESE et al. 1969. The Behaviour of Sheep and Goats. London : Tindal & Casell. Handiwirawan E, Asmarasari SA, Setiadi B. 2007. Panduan Karakteristik Ternak Kambing dan Domba. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hauser MD. 1996. The Evolution of Communication. Cambridge : MIT Press. Johari S, Kurnianto E, Sutopo, Hamayanti WA. 2009. Multivariate analysis of phenotypic traits of body measurement in swamp buffalo (Bubalus bubalis). JITAA 2 : 289 - 294. Kusza S et al. 2010. Microsatellite analysis to estimate genetic relationships among five bulgarian sheep breeds. Gen Molec Biol 1 : 51-56. Mahler B, Gil D. 2009. The evolution of song in the Phylloscopus Leaf Warblers (Aves : Sylviidae) : a tale of sexual selection, habitat adaptation, and morphological constraints. Di dalam : Naguib M, Janik VM, Zuberbuhler K, Clayton NS, editor. Advances in the Study of Behaviour : Vocal Communication in Birds and Mammals. Vol. 40. London, Burlington, San Diego, Amsterdam : Elsevier Inc. hlm 35-66. Mansjoer SS, Kertanugraha T, Sumantri C. 2007. Estimasi jarak genetik antar domba Garut tipe tangkas dengan tipe pedaging. Med Pet 2:129-138. McFarland D. 1999. Animal Behaviour, Psychobiology, Ethology and Evolution. 3rd Edition. Essex : Addison Wesley Longman Limited. Nowak R, Porter RH, Blache D, Dwyer CM. 2008. Behaviour and the welfare of the sheep. Di dalam : Dwyer C., editor. The Welfare of Sheep. Vol. 6. Edinburgh : Springer Science + Business Media B. V. hlm 80 – 134. Rusfidra. 2004. Karakterisasi sifat-sifat fenotipik sebagai strategi awal konservasi ayam kokok Balenggek di Sumatera Barat [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rutter SM. 2002. Behaviour of sheep and goats. Di dalam : Jensen P., editor. The Ethology of Domestic Animals, an Introductory Text. Oxon : CAB International. hlm 145 – 158.
87
Salako AE. 2006. Application of morphological indices in the assessment of type and function in sheep. Int J Morphol 24(1):13-18. Salamena JF, Noor RR, Sumantri C, Inounu I. 2007. Hubungan genetik, ukuran populasi efektif dan laju silang dalam per generasi populasi domba di Pulau Kisar. JITAA 2 : 71 - 75. Salamena JF, Papilaja BJ. 2010. Characterization and genetic relationships analysis of buffalo population in Moa Island of South-East West Maluku Regency of Maluku Province. JITAA 2 : 75 - 82. SAS. 2002. SAS/STAT User’s Guide Release 9.0 Edition. North Carolina : SAS Institute Inc., Cary. Shahrbabak HM, Farahani AHK, Shahrbabak MM, Yeganeh HM. 2010. Genetic variations between indigenous fat-tailed sheep populations. Afr J Biotech 36 : 5993-5996. Shillito-Waser EE, Hague P. 1980. Variation in the structure of bleats from sheep of four different breeds. Behaviour 75 : 21-35. Suparyanto A, Purwadaria T, Subandriyo. 1999. Pendugaan jarak genetik dan faktor peubah pembeda bangsa dan kelompok domba di Indonesia melalui pendekatan analisis morfologi. JITV 4 : 80-87. Tapio M et al. 2010. Microsatellite-based genetic diversity and population structure of domestic sheep in Northern Eurasia. BMC Genet 11 : 76-86. Warwick EJ, Astuti JM, Hardjosubroto W. 1990. Pemuliaan Ternak. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Weary DM, Fraser D. 2002. Social and reproductive behaviour. Di dalam : Jensen P., editor. The Ethology of Domestic Animals, an Introductory Text. Oxon : CAB International. hlm 65 – 77. Wu CH, Zhang YP, Bunch SWTD, Wang W. 2003. Mitochondrial control region sequence within the Argali wild sheep (Ovis ammon) : Evolution and conservation relevance. Mammalia 1 : 109-118. Zhang S et al. 2000. Relationship between echolocation frequency and body size in two species of hipposiderid bats [notes]. Chin Sci Bull 45 : 1587-1590.
HUBUNGAN TINGKAH LAKU DENGAN LAJU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS INDUK DOMBA (Correlation of behavior with growth rate and ewe productivity) ABSTRAK Laju pertumbuhan dan produktivitas induk berpotensi untuk diseleksi secara tidak langsung apabila terdapat korelasi genetik yang kuat dengan sifat tingkah laku tertentu pada domba. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara sifat tingkah laku dengan sifat produksi (laju pertumbuhan dan produktivitas induk) pada lima bangsa domba. Informasi besarnya keeratan hubungan beberapa sifat tingkah laku dengan beberapa sifat produksi (laju pertumbuhan dan sifat keindukan) pada domba dapat dijadikan alternatif kriteria seleksi secara tidak langsung pada domba. Sebanyak 128 ekor domba muda dan 167 domba induk yang sedang mempunyai anak prasapih dari 5 bangsa domba yang terdiri dari domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) digunakan dalam penelitian ini. Tes arena dilakukan untuk menilai temperamen domba dan dihubungkan dengan laju pertumbuhan dan produktivitas induk. Data produksi dikoreksi untuk faktor jenis kelamin dan tipe kelahiran pada penelitian laju pertumbuhan dan tipe sapih dan kategori umur induk pada penelitian produktivitas induk. Setiap bangsa domba dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi, berdasarkan peubah tingkah laku yang diamati. Rataan dan standar deviasi dari seluruh data dari kelima bangsa domba digunakan sebagai kriteria penetapan kategori rendah, sedang dan tinggi. Analisis ragam peubah produksi dan tingkah laku antar bangsa domba serta analisis ragam peubah produksi berdasarkan kategori tingkah laku domba dilakukan menggunakan PROC GLM dari software SAS ver. 9.0. PROC CORR digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara peubah produksi dan peubah tingkah laku domba. Domba muda bertemperamen lebih jinak terhadap pengamat mempunyai pertambahan bobot badan harian lebih tinggi. Tingkah laku frekuensi menyeberang daerah uji A dan B dan frekuensi melangkah berkorelasi erat negatif dengan pertambahan bobot badan harian. Induk domba bersuara lebih banyak mempunyai total bobot sapih dan kemampuan hidup anak lebih tinggi dibandingkan induk dengan frekuensi suara lebih sedikit ketika dipisahkan dengan anaknya. Korelasi positif nyata ditunjukkan antara peubah frekuensi suara dan daya hidup anak untuk induk domba BC, antara peubah durasi berada di daerah A dan tipe sapih pada induk domba KG dan antara peubah durasi berada di daerah A dan total bobot sapih pada domba LG. Kata kunci : Tingkah laku, laju pertumbuhan, produktivitas induk, korelasi, domba ABSTRACT Growth rate and productivity of ewe could be selected indirectly if they strongly correlate with behavior in sheep. The purpose of this study is to estimate the correlation between behavior and production traits i.e. growth rate and ewe productivity of five breeds of sheep. Information about correlation between some behavior traits and production traits in sheep can be used as an alternative criterion of indirect selection in
89
sheep. A total of 128 head post weaning sheep and 168 ewe which have pre weaning lamb of five breed used in this study, i.e. Barbados Black Belly Cross (BC), Composite Garut (KG), Local Garut (LG), Composite Sumatra (KS) and St. Cross Croix (SC). Arena test conducted to assess temperament of the sheep and its association with the growth rate and ewe productivity. Production data corrected for the sex and birth type factors to growth rate research and weaning type and age factors to ewe productivity. Each breed of sheep was grouped into three categories: low, medium and high, based on behavioral variables. Average and standard deviation of all data of five breeds used as criteria on the category of low, medium and high. Analysis of variance of production and behavioral variables among breeds as well as analysis of variance of variables of sheep production by category of behavior carried out using PROC GLM of SAS software ver. 9.0. PROC CORR used to measure the closeness of correlation between production variables and behavior variable of sheep. Post weaning sheep which more docile to the observer has a daily gain higher. A frequency of crossing the test area A and B and a frequency of step were negatively correlated negatively with a daily gain. Ewe which have more bleats have total weaning weight and lamb survival higher than those of ewe which less bleats when separated from their lamb. A positive correlation shown between frequency of bleats and lamb survival for BC ewe, between time duration stay in the area A and weaning type for KG ewe and between time duration stay in the area A and total weaning weight for LG ewe. Keywords : Behavior, growth rate, ewe productivity, correlation, sheep
90
PENDAHULUAN Seleksi merupakan tindakan yang dilakukan manusia sejak domestikasi hewan ternak agar sifat-sifat tertentu atau sifat produksi yang diinginkan dalam populasi menjadi lebih baik dan diturunkan kepada generasi selanjutnya. Metode seleksi dalam genetika kuantitatif hingga saat ini telah berkembang sedemikian baik sehingga dengan memanfaatkan catatan produksi yang tersedia, software serta hardware komputer yang telah berkembang pesat, seleksi dapat dilakukan dengan relatif lebih mudah dan cepat. Seiring kemajuan dalam teknologi DNA, beberapa tahun belakangan teknologi Marker Assisted Selection dalam program seleksi telah dikembangkan dan menurut Meuwissen (2003) teknologi ini akan bermanfaat terutama untuk sifat-sifat dimana dalam seleksi konvensional mempunyai akurasi rendah seperti sifat-sifat dengan heritabilitas rendah, sifat-sifat dengan catatan yang sedikit (misalnya karena proses pencatatan yang mahal), sifat-sifat yang diukur pada late in life, sifat-sifat yang hanya tersedia setelah ternak disembelih dan sifat-sifat ketahanan terhadap penyakit. Dampak MAS dalam seleksi cukup besar baik dalam perubahan genetik maupun ekonomi seperti diuraikan oleh Davis dan DeNise (1998), sehingga berpeluang untuk diaplikasikan (Dekkers 2004). Seleksi tidak langsung dapat diterapkan jika kedua sifat yang menjadi perhatian mempunyai korelasi genetik yang kuat.
Seleksi secara tidak langsung umumnya
berguna pada keadaan dimana suatu sifat yang diinginkan sangat sukar untuk diukur tetapi secara genetis berkorelasi dengan sifat lain yang dapat lebih mudah diukur (Warwick et al. 1990). Penelitian mengenai seleksi tidak langsung telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, diantaranya untuk seleksi bobot sapih dan bobot satu tahun pada sapi (Aaron et al. 1986), seleksi bobot sapih, bobot setahun dan skor otot untuk sifatsifat karkas pada sapi (Koch 1978), yang juga dikaitkan dengan keuntungan (Kahi et al. 2007). Dua sifat produksi ekonomis yang penting dalam usahaternak domba adalah laju pertumbuhan dan produktivitas induk. Kedua sifat produksi tersebut berpotensi untuk diseleksi secara tidak langsung apabila terdapat korelasi genetik yang kuat dengan sifat tingkah laku tertentu, sesuai pernyataan Goddard (1980) bahwa apabila masih ada variasi genetik dalam tingkah laku yang berhubungan dengan produksi ternak maka kemajuan genetik memungkinkan untuk dilakukan.
Adanya hubungan temperamen
dengan pertambahan bobot badan pada sapi telah dilaporkan oleh Voisinet et al. (1997),
91
dimana sapi yang lebih pendiam dan lebih tenang selama handling mempunyai rataan pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan sapi yang menjadi gelisah selama handling rutin.
Tingkah laku induk juga sering dihubungkan dengan kemampuan
pengasuhan dan sebagai faktor yang memberikan kontribusi terhadap variasi dalam kemampuan hidup anak domba (Hinch 1997).
Tingkah laku maternal mempunyai
pengaruh yang besar terhadap performans anaknya, dan perbaikan tingkah laku maternal dan perbaikan kemampuan hidup anak merupakan sebuah cara yang penting untuk memperbaiki produktivitas dan kesejahteraan ternak (Grandinson 2005). Sebagian besar usahaternak domba di Indonesia merupakan peternakan rakyat dengan skala usaha kecil dan sistem pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Peternak tidak mempunyai kebiasaan membuat catatan (recording) produksi dalam usahaternak domba yang dilakukannya. Kedua hal tersebut merupakan kendala bagi peternak dalam upaya memperbaiki produktivitas domba yang dipelihara melalui seleksi.
Seleksi
secara tidak langsung sifat produksi domba dengan melakukan pengamatan tingkah laku tertentu yang berkorelasi kuat merupakan alternatif cara seleksi yang dapat dilakukan oleh peternak. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara sifat tingkah laku dengan sifat produksi (laju pertumbuhan dan produktivitas induk) pada lima bangsa domba. Diperolehnya informasi besarnya keeratan hubungan beberapa sifat tingkah laku dengan beberapa sifat produksi (laju pertumbuhan dan sifat keindukan) pada domba dapat dijadikan alternatif kriteria seleksi secara tidak langsung pada domba.
92
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dua Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak yaitu di Kandang Percobaan Jl. Raya Pajajaran, Bogor dan Kandang Percobaan Domba Cilebut, selama 7 bulan sejak bulan Maret hingga September 2010. Materi Penelitian Lima bangsa domba yang digunakan dalam penelitian laju pertumbuhan dan produktivitas induk adalah bangsa Domba Barbados Black Belly Cross (BC) (komposisi genetik 50% Lokal Sumatera 50% Barbados Black Belly), Komposit Garut (KG) (50% Lokal Garut 25% St. Croix 25% Moulton Charolais), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) (50% Lokal Sumatera 25% St. Croix 25% Barbados Black Belly), St. Croix Cross (SC) (50% Lokal Sumatera 50% St. Croix).
Jumlah domba secara
terperinci yang digunakan dalam dua jenis penelitian tersebut tercantum dalam Tabel 21. Tabel 21. Jenis dan jumlah sampel yang digunakan untuk setiap bangsa domba Jenis penelitian
Materi penelitian
Laju pertumbuhan
Domba muda berumur 3 – 7 bulan
Produktivitas induk
Bangsa domba BC
KG
LG
Jumlah
KS
SC
Jantan
11
14
18
20
8
71
Betina
4
10
9
17
17
57
Jumlah
15
24
27
37
25
128
26
26
27
56
32
167
Domba induk dengan anak prasapih (berumur < 90 hari)
Keterangan : BC = Barbados Black Belly Cross, KG = Komposit Garut, LG = Lokal Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix Cross
Metode Penelitian Dalam penelitian ini, untuk menilai temperamen atau tingkah laku domba digunakan Tes Arena yang kemudian hasilnya dihubungkan dengan dua sifat produksi yaitu laju pertumbuhan dan produktivitas induk.
Prosedur pengujian temperamen
93
domba mengikuti prosedur penelitian yang dilakukan McBride dan Wolf (2007) yang dimodifikasi disesuaikan dengan ketersediaan ruang kandang percobaan. Tes Arena dilakukan dengan menggunakan kandang berukuran 6 x 3 m yang terbagi menjadi dua yaitu daerah A dan daerah B masing-masing berukuran 3 x 3 m (Gambar 29). Daerah uji ini bersebelahan dengan daerah tunggu yang berisi kelompok domba muda (yang seumur dengan domba uji) untuk penelitian laju pertumbuhan atau domba induk (dan anak-anaknya serta domba anak dari domba induk yang diuji) untuk penelitian produktivitas induk.
Daerah tunggu dan daerah uji dibatasi pagar kayu bercelah
sehingga memungkinkan domba di daerah uji melihat domba di daerah tunggu. Selama pengujian seorang pengamat duduk di ujung daerah B dekat pagar pemisah dan menghadap daerah tunggu.
Daerah Uji Daerah B
Daerah A
3m
3m
Daerah Tunggu
Pengamat
Gambar 29.
Pembantu Pengamat
Denah kandang pengujian temperamen domba
Pengujian dilakukan dengan memasukkan seekor domba uji (domba muda atau domba induk) melalui pintu masuk di ujung daerah A oleh petugas lain dan kemudian pintu ditutup. Domba yang diuji dibiarkan di dalam arena selama 10 menit waktu pengujian. Tingkah laku domba selama pengujian diamati dan dicatat oleh pengamat dan seorang pembantu pengamat yang berada di luar kandang uji. Beberapa tingkah laku yang diamati adalah frekuensi domba bersuara (mengembik), durasi domba berada di daerah A, frekuensi domba menyeberang batas daerah A dan daerah B, durasi yang diperlukan sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat dan frekuensi langkah domba selama di daerah uji. Penimbangan bobot badan untuk domba muda dilakukan setiap bulan (dari umur 3 – 7 bulan) untuk mengetahui laju pertambahan bobot badan.
Sementara itu,
94
penimbangan bobot badan untuk anak domba prasapih dilakukan pada saat lahir dan selanjutnya setiap dua minggu hingga saat anak disapih (berumur 90 hari). Analisa Data Koreksi data dilakukan sebelum analisa statistik untuk faktor jenis kelamin dan tipe kelahiran pada penelitian laju pertumbuhan dan tipe sapih dan kategori umur induk pada penelitian produktivitas induk. PROC GLM dari software SAS ver. 9.0 digunakan untuk penentuan nilai konstanta faktor koreksi jenis kelamin, tipe kelahiran (penelitian laju pertumbuhan), tipe sapih dan umur induk (penelitian produktivitas induk) dimana koreksi data dilakukan dengan penambahan atau pengurangan RKT data dengan konstanta tersebut. Penelitian laju pertumbuhan data dikoreksi terhadap RKT domba jantan dan tipe kelahiran satu (tunggal) sedangkan data penelitian produktivitas induk dikoreksi terhadap RKT tipe sapih satu dan umur induk 3-6 tahun. Sebelum analisis ragam dilakukan, setiap bangsa domba dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi, berdasarkan peubah tingkah laku yang diamati.
Kriteria pengelompokkan didasarkan kepada frekuensi domba bersuara
(mengembik), durasi domba berada di daerah A, frekuensi domba menyeberang batas daerah A dan daerah B, durasi yang diperlukan sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat dan frekuensi langkah domba selama di daerah uji. Rataan dan standar deviasi dari seluruh data (kelima bangsa domba) digunakan sebagai kriteria penetapan kategori rendah, sedang dan tinggi.
Kriteria dan cara
pengelompokkan domba untuk penelitian laju pertumbuhan dan produktivitas induk ditentukan seperti terlihat pada Tabel 22. Analisis ragam peubah produksi dan tingkah laku antar bangsa domba serta analisis ragam peubah produksi berdasarkan kategori tingkah laku domba dilakukan untuk penelitian laju pertumbuhan maupun produktivitas induk dengan PROC GLM dari software SAS ver. 9.0 (SAS 2002). PROC CORR digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara peubah produksi dan peubah tingkah laku domba.
95
Tabel 22. Kriteria dan cara pengelompokkan domba muda dan domba induk ke dalam 3 kategori tingkah laku Dasar pengelompokkan
Temperamen domba muda
Temperamen induk
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
SUARA (kali)
≤ µ-0.5σ (≤84.425)
µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (84.425<µ<121.544)
≥ µ+0.5σ (≥121.544)
≤ µ-0.5σ (≤69.936)
µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (69.936<µ<105.887)
≥ µ+0.5σ (≥105.887)
DURASI A (menit)
≤ µ-0.5σ (≤2.274)
µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (2.274<µ<4.843)
≥ µ+0.5σ (≥4.843)
≤ µ-0.5σ (≤1.200)
µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (1.200<µ<3.080)
≥ µ+0.5σ (≥3.080)
SEBERANG (kali)
≤ µ-0.5σ (≤10.051)
µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (10.051<µ<20.312)
≥ µ+0.5σ (≥20.312)
≤ µ-0.5σ (≤13.839)
µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (13.839<µ<31.519)
≥ µ+0.5σ (≥31.519)
CIUM (menit)
≤ µ-0.5σ (≤1.627)
µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (1.627<µ<4.078)
≥ µ+0.5σ (≥4.078)
≤ µ-0.5σ (≤1.219)
µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (1.219<µ<3.586)
≥ µ+0.5σ (≥3.586)
≤ µ-0.5σ (≤149.709)
µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (149.709<µ<259.248)
≥ µ+0.5σ (≥259.248)
LANGKAH (kali)
≤ µ-0.5σ µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ ≥ µ+0.5σ (≤117.014) (117.014<µ<233.394) (≥233.394)
Keterangan : µ = rataan nilai setiap indikator tingkah laku yang dihitung dari seluruh bangsa domba, σ = standar deviasi, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji
95
96
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Laju Pertumbuhan Rataan peubah produksi (pertambahan bobot badan harian pasca sapih) dan peubah tingkah laku domba muda dari lima bangsa domba tercantum pada Tabel 23. Domba muda KG, KS dan SC berturut-turut mempunyai pertambahan bobot badan harian sebesar 63.80, 61.45 dan 57.76 gram/hari dan tumbuh lebih cepat dibandingkan domba LG. Tabel 23.
Rataan kuadrat terkecil pertambahan bobot badan harian dan tingkah laku domba pasca sapih Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC)
Peubah
Bangsa domba BC
KG
LG
KS
SC
PBBH (gram/hari)
ab
52.73 ±5.95
b
63.80 ±4.71
a
44.32 ±4.44
b
61.45 ±3.79
57.76b±4.61
SUARA (kali)
105.67bc±8.55
127.25d±6.76
119.07cd±6.37
89.16ab±5.44
81.16a±6.62
DURASI A (menit)
3.05ab±0.65
2.39a±0.52
4.21b±0.49
3.99b±0.42
3.65ab±0.51
SEBERANG (kali)
14.27ab±2.43
22.67c±1.92
10.01a±1.81
12.70a±1.55
17.80bc±1.88
CIUM (menit)
2.59ab±0.67
1.91a±0.48
3.78b±0.58
2.09a±0.53
4.30b±0.56
162.80ab±22.32
261.50c±17.64
139.75a±21.61
208.92b±17.29
tt
LANGKAH (kali)
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05) tt = tidak teramati, PBBH = Pertambahan bobot badan per hari, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji
Berdasarkan Tes Arena, kelima bangsa domba menunjukkan tingkah laku yang bervariasi dari lima tingkah laku yang diamati. Domba KG muda bertemperamen lebih pencemas jika dipisahkan dengan kelompok domba yang lain, hal tersebut ditunjukkan dengan frekuensi bersuara (SUARA), frekuensi menyeberang daerah A - daerah B (SEBERANG) dan frekuensi langkah (LANGKAH) yang paling tinggi dibandingkan bangsa domba yang lain. Namun demikian domba KG paling tidak khawatir dengan keberadaan pengamat yang ditunjukkan dengan durasi di daerah A (DURASI A) dan rentang waktu memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat (CIUM) yang paling singkat. Kecemasan domba LG ketika dipisahkan dengan domba yang lain ditunjukkan dengan frekuensi suara yang paling tinggi (tidak berbeda dengan domba
97
KG) namun tidak ditunjukkan dengan frekuensi menyeberang dan langkah, justru untuk kedua tingkah laku tersebut domba LG mempunyai frekuensi paling rendah. Domba LG paling khawatir dengan pengamat yang ditunjukkan dengan durasi di daerah A dan rentang mencium pengamat yang paling lama. Rataan pertambahan bobot badan harian domba berdasarkan kategori tingkah laku tercantum pada Tabel 24. Hasil analisa menunjukkan bahwa tingkah laku SEBERANG dan LANGKAH pada kategorinya memperlihatkan adanya perbedaan pertambahan bobot badan harian pada domba muda. Tabel 24.
Rataan kuadrat terkecil pertambahan bobot badan harian berdasarkan kategori tingkah laku domba
Tingkah laku SUARA (kali)
DURASI A (menit)
SEBERANG (kali)
CIUM (menit)
LANGKAH (kali)
Kategori Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
PBBH (gram/hari) 55.13±4.44 58.04±3.60 54.23±3.94 59.57±3.42 51.49±3.53 58.86±4.00 54.92ab±4.32 49.94a±3.98 62.54b±4.26 58.82b±2.73 62.54b±4.88 46.04a±4.90 54.90±3.37 60.31±4.59 52.18±4.93
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kelompok tingkah laku yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05), PBBH = Pertambahan bobot badan per hari, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji
Domba dengan kategori kelompok frekuensi SEBERANG sedang mempunyai pertambahan bobot badan harian paling rendah (49.94 gram/hari), berbeda nyata dengan kategori frekuensi SEBERANG tinggi (62.54 gram/hari). Sementara itu, domba dengan kategori CIUM tinggi mempunyai pertambahan bobot badan lebih rendah dibandingkan dengan kategori CIUM sedang dan rendah (Tabel 24). Domba dengan kategori CIUM tinggi berarti paling khawatir dengan keberadaan orang ditunjukkan dengan rentang
98
waktu yang paling lama dari memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya pada sapi yang telah dilaporkan oleh Voisinet et al. (1997), yang melaporkan bahwa sapi yang lebih pendiam dan lebih tenang selama handling mempunyai rataan pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan sapi yang menjadi gelisah selama handling rutin.
Pada
manajemen intensif, kontak antara domba dengan pekerja sangat sering terjadi. Pekerjaan rutin membersihkan kandang, memberi pakan dan minuman, memotong kuku, mencukur wol, menimbang ternak dilakukan secara periode tertentu. Domba yang bertemperamen khawatir/penakut (nervous) melakukan kontak dengan orang kemungkinan mempunyai feed intake yang lebih rendah dibandingkan domba yang lebih tenang, disamping itu energi yang dikeluarkan lebih tinggi dibandingkan domba yang lebih tenang, untuk berjalan dan berlari menjauhi orang. Peningkatan tingkat ketakutan akan mempengaruhi produksi dan reproduksi bahkan lebih jauh kesejahteraan ternak (Grandinson 2005).
Hemsworth et al. (1990) telah mengestimasi nilai
heritabilitas untuk sifat ketakutan terhadap manusia adalah sebesar 0.38 pada anak babi, dan nilai heritabilitas tersebut tergolong tinggi (Hardjosubroto 1994). Ketakutan dicatat oleh Hemsworth et al. (1990) dalam penelitiannya sebagai waktu yang dihabiskan untuk anak babi sampai berhasil kontak fisik dengan manusia. Tabel 25.
Peubah
Koefisien korelasi antara peubah pertambahan bobot badan harian dan peubah tingkah laku domba pasca sapih Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Koefisien korelasi LG
BC KG KS SC SUARA-PBBH -0.37367 tn -0.01074 tn -0.04369 tn 0.02731 tn -0.26824 tn DURASI A-PBBH 0.02361 tn 0.14697 tn -0.13820 tn -0.03014 tn 0.37281 tn SEBERANG-PBBH -0.31074 tn 0.12086 tn -0.43747 * 0.23715 tn -0.37612 tn CIUM-PBBH -0.12420 tn -0.04828 tn -0.00709 tn -0.09758 tn -0.27606 tn LANGKAH-PBBH -0.26730 tn -0.12894 tn -0.58753 * -0.00338 tn tt Keterangan : * = nyata (P<0.05), tn = tidak nyata (P>0.05), tt = tidak terestimasi, PBBH = Pertambahan bobot badan per hari, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh peneliti, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji
Hasil analisa korelasi untuk mengetahui keeratan hubungan antara setiap peubah tingkah laku dengan pertambahan bobot badan harian pada setiap bangsa domba
99
tercantum pada Tabel 25. Di antara kelima bangsa domba, hanya bangsa domba LG yang pertambahan bobot badan hariannya mempunyai korelasi yang erat dengan dua peubah tingkah laku.
Tingkah laku SEBERANG dan LANGKAH berkorelasi erat
negatif (P<0.05) dengan pertambahan bobot badan harian dengan nilai korelasi sedang, berturut-turut sebesar -0.43747 dan -0.58753. Hal tersebut menunjukkan bahwa domba LG muda yang mempunyai pertambahan bobot badan harian yang tinggi adalah yang mempunyai tingkah laku SEBERANG dan LANGKAH yang rendah atau golongan domba tenang (calm) bukan pencemas. Hal tersebut disebabkan domba tersebut tidak banyak mengeluarkan energi untuk bergerak akan tetapi lebih banyak mengalokasikan energinya untuk keperluan peningkatan laju pertumbuhan. Penelitian Produktivitas Induk Rataan beberapa peubah produksi dan tingkah laku induk domba tercantum pada Tabel 26. Lima peubah produksi yang diamati dalam penelitian ini bervariasi antar bangsa kecuali untuk tipe sapih anak tidak berbeda antar bangsa. Tabel 26.
Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah produksi dan tingkah laku induk bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC)
Peubah
Bangsa domba BC
KG
ab
ab
LG
KS
1.14 ±0.09
1.22 ±0.09
1.32 ±0.09
1.09 ±0.06
1.25ab±0.08
TS (ekor)
1.20±0.09
1.04±0.08
1.17±0.09
1.13±0.06
1.06±0.08
TBL (kg)
3.20 ±0.14
4.38 ±0.14
3.09 ±0.14
3.08 ±0.09
2.98a±0.12
TBS (kg)
11.78c±0.57
12.76c±0.56
7.08a±0.59
12.59c±0.39
9.32b±0.51
SURV (%)
94.00ab±3.52
90.77ab±3.45
96.25ab±3.59
96.36b±2.37
88.13a±3.11
SUARA (kali)
109.48b±6.96
90.39ab±6.82
72.42a±7.10
87.93a±4.69
80.36a±6.15
DURASI A (menit)
2.69b±0.37
2.20ab±0.37
1.28a±0.38
2.31b±0.25
2.22ab±0.33
SEBERANG (kali)
25.16ab±3.45
18.89a±3.38
18.79a±3.52
19.72a±2.32
31.69b±3.05
2.25±0.47
2.18±0.48
2.14±0.51
2.32±0.34
3.15±0.47
a
a
a
a
277.81b±18.40
CIUM (menit) LANGKAH (kali)
209.80 ±20.81
b
178.15 ±20.41
a
a
SC
JAS (ekor)
a
b
186.46 ±21.24
a
178.18 ±14.03
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kelompok tingkah laku yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05), JAS = Jumlah anak sekelahiran, TS = Jumlah anak disapih, TBL = Total bobot lahir, TBS = Total bobot sapih, SURV = Daya hidup anak, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji
100
Jumlah anak sekelahiran domba LG lebih tinggi dibandingkan domba KS tetapi hampir sama dengan domba BC, KG dan SC. Total bobot lahir domba KG lebih tinggi dibandingkan keempat bangsa domba yang lain. Induk domba KG (12.76 kg), KS (12.59 kg) dan BC (11.78 kg) mempunyai total bobot sapih anak lebih tinggi dibandingkan domba SC (9.32 kg) dan LG (7.08 kg). Induk domba LG mempunyai total bobot sapih anak paling rendah dibandingkan keempat bangsa domba yang lain. Kemampuan hidup anak domba lebih tinggi dicapai induk domba KS dan tidak berbeda dengan domba LG, BC dan KG dibandingkan domba SC. Tabel 27.
Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah produksi induk berdasarkan kategori tingkah laku domba
Kategori tingkah laku
Peubah produksi induk JAS
TS
TBL
TBS
SURV
1.25±0.07 1.24±0.06 1.25±0.07
1.07±0.07 1.14±0.06 1.19±0.07
3.33±0.15 3.27±0.11 3.31±0.14
10.04a±0.59 10.75ab±0.46 11.65b±0.56
90.65a±2.97 90.71a±2.32 99.42b±2.82
1.26±0.14
1.13±0.14
3.51±0.28
11.23±1.13
94.75±5.67
1.17±0.11 1.20±0.14
1.09±0.11 1.18±0.14
3.32±0.23 3.08±0.28
10.33±0.92 10.88±1.14
95.41±4.61 90.61±5.76
Rendah Sedang
1.32±0.09 1.24±0.06
1.25±0.09 1.07±0.06
3.30±0.17 3.28±0.11
11.71±0.69 10.35±0.46
97.18±3.48 90.63±2.30
Tinggi
1.18±0.10
1.08±0.10
3.33±0.20
10.38±0.81
92.97±4.09
CIUM (menit) Rendah
1.11±0.06
1.07±0.05
3.17±0.11
10.71±0.44
96.63±2.21
Sedang
1.19±0.07
1.15±0.07
3.33±0.13
10.99±0.54
92.29±2.72
Tinggi
1.23±0.08
1.18±0.08
3.41±0.15
10.74±0.62
91.86±3.12
Rendah
1.20±0.07
1.18±0.07
3.40±0.15
11.23±0.59
91.82±2.98
Sedang Tinggi
1.17±0.07 1.17±0.07
1.10±0.07 1.12±0.07
3.32±0.14 3.19±0.14
10.30±0.59 10.91±0.58
94.03±2.94 94.93±2.91
SUARA (kali) Rendah Sedang Tinggi DURASI A (menit) Rendah Sedang Tinggi SEBERANG (kali)
LANGKAH (kali)
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kelompok tingkah laku yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05), JAS = Jumlah anak sekelahiran, TS = Jumlah anak disapih, TBL = Total bobot lahir, TBS = Total bobot sapih, SURV = Daya hidup anak, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji
101
Tingkah laku kelima bangsa bervariasi kecuali tingkah laku CIUM yang tidak berbeda untuk kelima bangsa (Tabel 26). Induk domba KS, LG dan KG tergolong kurang khawatir ketika dipisahkan dengan anaknya, yang ditunjukkan dengan frekuensi dari tingkah laku SUARA, SEBERANG dan LANGKAH lebih rendah dibandingkan domba yang lain akan tetapi induk domba LG lebih berani untuk mendekati orang dibandingkan domba KS.
Kecemasan induk domba BC lebih ditunjukkan dengan
frekuensi SUARA yang paling tinggi, sedangkan induk domba SC lebih menunjukkan kecemasannya dengan tingkah laku SEBERANG dan LANGKAH. Rataan beberapa peubah produksi berdasarkan kategori beberapa tingkah laku induk domba tercantum pada Tabel 27. Hanya tingkah laku SUARA yang kategorinya mempunyai perbedaan pada peubah total bobot sapih (TBS) dan daya hidup anak (SURV), sedangkan untuk tingkah laku yang lain tidak memberikan perbedaan untuk seluruh peubah produksi. Pada Tabel 27 terlihat bahwa induk domba dengan tingkah laku SUARA tinggi (frekuensi suara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya) mempunyai total bobot sapih (TBS) dan kemampuan hidup anak (SURV) lebih tinggi dibandingkan induk dengan tngkah laku rendah (frekuensi suara lebih sedikit ketika dipisahkan dengan anaknya). Hal tersebut memperlihatkan bahwa induk domba yang mempunyai frekuensi bersuara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya (lebih khawatir dan gelisah) mempunyai kemampuan pengasuhan yang lebih baik yang ditunjukkan dengan TBS dan SURV yang lebih tinggi. Penelitian dengan cara berbeda akan tetapi juga mengukur ketakutan induk terhadap manusia telah dilaporkan oleh O’Connor et al. (1985). Induk domba yang menghindar dan mempunyai ketakutan yang lebih kuat dari pekerja yang sedang membuat ear tag pada anaknya, berhubungan dengan mortalitas prasapih yang lebih tinggi dan sedikit lebih rendah bobot sapih dari anak yang hidup. Grandison (2005) menyatakan bahwa tingkah laku induk mempunyai pengaruh yang besar terhadap peluang hidup anaknya selama periode prasapih. Tingkah laku keindukan yang baik penting khususnya dalam sistem produksi ekstensif dimana induk dapat berhasil membesarkan anaknya tanpa bantuan manusia. Disamping itu juga pada sistem produksif yang lebih intensif dengan unit produksi yang besar cenderung kekurangan staf dan konsekuensinya waktu yang dialokasikan untuk mengawasi setiap individu ternak menjadi kurang.
102
Tabel 28. Bangsa domba
Koefisien korelasi antara peubah tingkah laku dan peubah produksi induk Koefisien korelasi SUARA-JAS
SUARA-TS
SUARA-TBL
SUARA-TBS
SUARA-SURV
BC
-0.44116 *
-0.27513 tn
-0.05145 tn
0.22362 tn
0.45095 *
KG
-0.14765 tn
0.10197 tn
-0.14455 tn
-0.23220 tn
0.16362 tn
LG
-0.16179 tn
0.26084 tn
-0.01298 tn
-0.13872 tn
0.23581 tn
KS
-0.12791 tn
0.01696 tn
-0.04060 tn
-0.01462 tn
0.12901 tn
SC
0.30615 tn
-0.00070 tn
0.41578 *
-0.19453 tn
-0.33254 tn
DURASI A-JAS
DURASI A-TS
DURASI ATBL
DURASI ATBS
DURASI ASURV
BC
-0.26970 tn
0.05554 tn
-0.02703 tn
-0.33456 tn
0.25852 tn
KG
0.15338 tn
0.40722 *
0.04769 tn
-0.36110 tn
-0.07631 tn
LG
-0.11658 tn
0.26780 tn
0.06279 tn
0.46141 *
-0.01258 tn
KS
-0.03405 tn
0.10943 tn
-0.00279 tn
-0.20556 tn
0.05497 tn
SC
0.11571 tn
0.01452 tn
-0.01944 tn
-0.04747 tn
-0.15262 tn
SEBERANGJAS
SEBERANGTS
SEBERANGTBL
SEBERANGTBS
SEBERANGSURV
BC
-0.22386 tn
-0.19876 tn
0.03298 tn
0.06934 tn
0.22437 tn
KG
0.05037 tn
0.09807 tn
0.01604 tn
-0.05509 tn
-0.05425 tn
LG
-0.14920 tn
0.12898 tn
-0.10404 tn
0.19116 tn
0.11446 tn
KS
-0.07662 tn
-0.04142 tn
0.15623 tn
-0.15708 tn
0.07076 tn
SC
-0.02383 tn
-0.13446 tn
0.06400 tn
-0.32604 tn
0.01610 tn
CIUM-JAS
CIUM-TS
CIUM-TBL
CIUM-TBS
CIUM-SURV
BC
-0.01152 tn
0.16547 tn
0.27361 tn
-0.14089 tn
-0.02370 tn
KG
0.25758 tn
0.08689 tn
0.14085 tn
-0.28710 tn
-0.27687 tn
LG
-0.12067 tn
0.07885 tn
0.15795 tn
-0.08187 tn
0.39671 tn
KS
0.14421 tn
-0.00277 tn
0.03451 tn
-0.03736 tn
-0.09840 tn
SC
-0.00286 tn
0.14565 tn
0.01891 tn
0.06754 tn
0.01609 tn
LANGKAHJAS
LANGKAH-TS
LANGKAHTBL
LANGKAHTBS
LANGKAHSURV
BC
-0.28742 tn
-0.15451 tn
-0.04240 tn
0.04949 tn
0.27088 tn
KG
-0.00715 tn
0.15065 tn
-0.07716 tn
-0.13314 tn
0.01307 tn
LG
-0.10746 tn
0.00259 tn
0.00284 tn
0.01325 tn
0.19592 tn
KS
-0.07785 tn
-0.14310 tn
0.14434 tn
0.08490 tn
0.05874 tn
SC
0.03343 tn
-0.17428 tn
0.02643 tn
-0.29509 tn
-0.04890 tn
Keterangan : * = nyata (P<0.05), tn = tidak nyata (P>0.05), JAS = Jumlah anak sekelahiran, TS = Jumlah anak disapih, TBL = Total bobot lahir, TBS = Total bobot sapih, SURV = Daya hidup anak, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji
103
Pada beberapa bangsa terlihat adanya korelasi yang erat antara beberapa peubah tingkah laku dan beberapa peubah produksi (Tabel 28). Induk domba BC, SC, LG dan KG setidaknya mempunyai satu korelasi yang erat antara peubah tingkah laku dan produksi. Namun demikian, induk domba KS tidak satu pun mempunyai korelasi yang erat antara peubah tingkah laku dan peubah produksi. Tingkah laku SEBERANG, CIUM dan LANGKAH tidak mempunyai korelasi yang erat dengan semua peubah produksi, oleh karena itu ketiga peubah tingkah laku tersebut tidak dapat digunakan untuk menduga kemampuan produksi induk. Induk domba BC mempunyai korelasi yang erat berbanding terbalik antara peubah SUARA dengan jumlah anak sekelahiran (JAS), sedangkan induk domba SC mempunyai korelasi erat positif antara peubah SUARA dan total bobot lahir (TBL) (Tabel 28). Peubah JAS dan TBL adalah peubah yang muncul di waktu sebelumnya sehingga korelasi ini kurang bermanfaat di dalam penggunaannya untuk seleksi. Korelasi positif yang nyata ditunjukkan antara peubah SUARA-SURV untuk induk domba BC, antara peubah DURASI A-TS pada induk domba KG dan antara peubah DURASI A-TBS pada domba LG dengan nilai koefisien korelasi sedang (Tabel 28). Ketiga korelasi tersebut dapat dimanfaatkan dalam menduga produksi induk BC, KG dan LG.
104
SIMPULAN Domba muda bertemperamen lebih jinak atau tidak takut dengan pengamat (orang), dengan tingkah laku waktu yang singkat mencium bagian tubuh pengamat (CIUM) mempunyai pertambahan bobot badan harian lebih tinggi dibandingkan domba yang memerlukan waktu CIUM lebih lama. Tingkah laku frekuensi menyeberang daerah uji A dan B dan frekuensi melangkah berkorelasi erat negatif (P<0.05) dengan pertambahan bobot badan harian. Induk domba dengan tingkah laku SUARA tinggi (frekuensi suara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya) mempunyai total bobot sapih (TBS) dan kemampuan hidup anak (SURV) lebih tinggi dibandingkan induk dengan tingkah laku rendah (frekuensi suara lebih sedikit ketika dipisahkan dengan anaknya). Korelasi positif nyata ditunjukkan antara peubah frekuensi suara dan daya hidup anak untuk induk domba BC, antara peubah durasi berada di daerah A dan tipe sapih pada induk domba KG dan antara peubah durasi berada di daerah A dan total bobot sapih pada domba LG.
105
DAFTAR PUSTAKA Aaron DK, Frahm RR, Buchanan DS. 1986. Selection applied weaning or yearling weight in Angus cattle. I. Measurement of direct and correlated responses to selection for increased. J Anim Sci 62:54-65. Davis GP, DeNise SK. 1998. The impact of genetic markers on selection. J Anim Sci 76:2331–2339. Dekkers JCM. 2004. Commercial application of marker- and gene-assisted selection in livestock: Strategies and lessons. J Anim Sci 82(E. Suppl.):E313–E328. Goddard ME. 1980. Behaviour genetics and animal production. Di dalam : Tomaszewska MW, Edey TN, Lynch JJ, editor. Behaviour in Relation to Reproduction, Management and Welfare of Farm Animals. Proceedings of a Symposium; Armidale, September 1979. Armidale : University of New England. hlm 29 – 36. Grandinson K. 2005. Genetic background of maternal behaviour and its relation to offspring survival. Livest Prod Sci 93: 43 – 50. Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Hemsworth PH, Barnett JL, Treacy D, Madgwick P. 1990. The heritability of the trait fear of humans and the association between this trait and subsequent reproductive performance in gilts. Appl Anim Behav Sci 25:85 – 95. Hinch GN. 1997. Genetics of behaviour. Di dalam : Piper L, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Sheep. New York : CAB International. hlm 353 – 374. Kahi K, Hirooka H. 2007. Effect of direct and indirect selection criteria for efficiency of gain on profitability of Japanese Black cattle selection strategies. J Anim Sci 85:2401–2412. Koch RM. 1978. Selection in beef cattle III. Correlated response of carcass traits to selection for weaning weight, yearling weight and muscling score in cattle. J Anim Sci 47:142-150. McBride SD, Wolf B. 2007. Using multivariate statistical analysis to measure ovine temperament; stability of factor construction over time and between groups of animals. Appl Anim Behav Sci 103:45–58. Meuwissen T. 2003. Genomic selection : The future of marker assisted selection and animal breeding. Marker assisted selection: A fast track to increase genetic gain in plant and animal breeding? Proceeding of International Workshop; Turin, Italy, 17-18 October 2003. Turin : The Fondazione per le Biotecnologie, The University of Turin and FAO. hlm 54-59.
106
O’Connor CE, Jay NP, Nicol AM, Beatson PR. 1985. Ewe maternal behaviour score and lamb survival. Proc New Zealand Soc Anim Prod 45 : 159 – 162. SAS. 2002. SAS/STAT User’s Guide Release 9.0 Edition. North Carolina : SAS Institute Inc., Cary. Voisinet BD, Grandin T, Tatum JD, O’Connor SF, Struthers JJ. 1997. Feedlot cattle with calm temperaments have higher daily gains than cattle with excitable temperaments. J Anim Sci 75:892–896. Warwick EJ, Astuti JM, Hardjosubroto W. 1990. Pemuliaan Ternak. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
107
IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN MAOA (MONO AMINE OXIDASE A) SEBAGAI PENANDA GENETIK UNTUK SIFAT AGRESIF PADA DOMBA (Identification of Single Nucleotide Polymorphism (SNP) in MAOA (Mono Amine Oxidase A) Gene as a Genetic Marker for Aggressiveness in Sheep) ABSTRAK Dalam jumlah kecil terdapat domba berkarakter agresif yang karena karakter agresifnya memerlukan manajemen khusus untuk bentuk kandang dan manajemen rutin. Berdasarkan laporan penelitian sifat agresif oleh peneliti terdahulu pada manusia dan tikus, sifat agresif yang terdapat pada domba diteliti. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman penanda DNA SNP (single nucleotide polymorphism) sebagai penanda genetik untuk sifat agresif pada berbagai bangsa domba. Identifikasi mutasi titik di ekson 8 gen MAOA yang berhubungan dengan sifat agresif pada domba ini selanjutnya dapat bermanfaat menjadi penanda DNA untuk melakukan seleksi sifat agresif pada domba. Lima bangsa domba yang terdiri dari domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) digunakan dalam penelitian ini. Sepuluh peubah durasi tingkah laku, konsentrasi serotonin darah dan runutan DNA ekson 8 gen MAOA dari kelompok domba jantan agresif dan tidak agresif diamati. PROC GLM dari Program SAS Ver. 9.0 digunakan untuk analisa ragam peubah tingkah laku dan konsentrasi serotonin darah. Polimorfisme runutan DNA ekson 8 gen MAOA dianalisa dengan software MEGA Ver. 4.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase domba jantan yang berkarakter agresif pada setiap bangsa tidak lebih dari 10 persen kecuali pada bangsa domba KS relatif agak tinggi yaitu sekitar 23 persen. Berdasarkan durasi tingkah laku, domba berkarakter agresif tidak berbeda dengan domba berkarakter tidak agresif, walaupun demikian diketahui bahwa kelompok domba berkarakter agresif mempunyai konsentrasi serotonin darah lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok domba yang tidak agresif. Sifat agresif pada domba tidak berkaitan dengan adanya mutasi pada ekson 8 gen MAOA karena pada penelitian ini runutan ekson 8 gen MAOA domba agresif dan tidak agresif ternyata identik. Kata kunci : domba, agresif, ekson 8 gen MAOA, single nucleotide polymorphism ABSTRACT In the population, there are aggressive sheep in a small number which requires special management to build specific animal house and management. Based on the aggressive previous research reported in humans and mice, the aggressive trait in sheep were investigated. The purpose of this study was to identify the variation of DNA marker SNP (single nucleotide polymorphism) as a genetic marker for the aggressive trait in several of sheep breed. The identification of point mutations in exon 8 of MAOA gene associated with aggressive behavior in sheep may be further useful to become of DNA markers for the aggressive trait in sheep. Five of sheep breed were used, i.e. : Barbados Black belly Cross sheep (BC), Composite Garut (KG), Local Garut (LG), Composite Sumatra (KS) and St. Cross Croix (SC). Duration of ten behavior
108
traits, blood serotonin concentrations and DNA sequence of exon 8 of MAOA gene from the sheep aggressive and nonaggressive were observed. PROC GLM of SAS Ver. 9.0 program was used to analyze variable behavior and blood serotonin concentrations. DNA polymorphism in exon 8 of MAOA gene was analyzed using the MEGA software Ver. 4.0. The results show that the percentage of the aggressive rams of each breed was less than 10 percent, except for the KS sheep is higher (23 percent). Based on the duration of behavior, aggressive sheep group was not significantly different with non aggressive sheep group. Nevertheless, it is known that concentrations of blood serotonin of aggressive rams is higher than the group of sheep that are not aggressive. In this study, aggressive behavior in sheep was not associated with a mutation in exon 8 of MAOA gene because sequences of exon 8 of MAOA gene in aggressive and non aggressive sheep were identical. Keywords: sheep, aggressive, exon 8 of MAOA gene, single nucleotide polymorphism
109
PENDAHULUAN Dalam suatu populasi domba jantan dewasa terkadang terdapat dalam jumlah sedikit domba yang bertingkah laku agresif, sifat yang berbeda dengan tingkah laku domba jantan dewasa pada umumnya. Tingkah laku agresif dapat ditunjukkan dalam beberapa bentuk tingkah laku. Domba agresif biasanya menunjukkan tingkah laku sering menanduk dinding kandang sehingga dinding kandang menjadi mudah rusak. Domba agresif lebih dominan di dalam kelompok dan sering menyerang domba yang lain di dalam kelompok. Tingkah laku agresif yang lain adalah menyerang petugas kandang ketika membersihkan kandang atau melakukan aktivitas rutin di kandang sehingga dapat menimbulkan cedera bagi petugas.
Domba dengan sifat agresif
memerlukan penanganan khusus, diantaranya beberapa penyesuaian tipe kandang atau tambahan tindakan dalam manajemen rutin yang perlu dilakukan oleh petugas kandang. Pada umumnya kandang individu dibuat dalam ukuran yang tidak cukup luas bagi domba jantan yang sering menanduk dinding kandang seperti umumnya diterapkan pada domba Garut tangkas. Domba jantan yang sering menyerang petugas biasanya diikat ketika petugas melakukan aktivitas rutin di kandang. Penelitian mengenai adanya sifat agresif pada manusia dan tikus telah dilakukan dan dilaporkan oleh Brunner et al. (1993) dan Cases et al. (1995) yang berkaitan dengan mutasi delesi dan mutasi titik di ekson 8 gen MAOA (Mono Amine Oxidase A). Mutasi pada gen MAOA menyebabkan tubuh kekurangan produksi enzim Mono Amine Oxidase A yang sangat penting dalam mendegradasi serotonin, norepinephrine (noradrenaline), epinephrine (adrenaline) dan dopamine serta beberapa amina eksogenous (Andrés et al. 2004). Beberapa neurotransmitter yang dipecah oleh enzim MAOA tersebut harus dipecah karena konsentrasinya yang meningkat abnormal akan menyebabkan individu bereaksi secara berlebihan dan kadangkala melakukan kekerasan (Morell 1993). MAOA adalah enzim mitokondria yang dikode oleh gen inti yang berlokasi pada lengan panjang dari kromosom X (Xp 11.4-p11.3) (Levy et al. 1989; Grimsby et al. 1991). Kerja suatu gen dan fungsi enzim yang dihasilkan pada umumnya sama pada beberapa spesies walaupun bisajadi runutan DNA dan asam amino hormon yang dihasilkan dapat berbeda.
Pada domba, sifat agresif dan gen yang mengontrolnya
belum pernah dilaporkan. Bertitik tolak laporan penelitian sifat agresif oleh peneliti
110
terdahulu pada manusia dan tikus, sifat agresif yang terdapat pada domba dicoba untuk diteliti. Apabila mutasi yang terjadi pada domba serupa dengan yang terjadi pada manusia atau tikus maka hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penanda untuk sifat agresif pada domba. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman penanda DNA SNP (single nucleotide polymorphism) sebagai penanda genetik untuk sifat agresif pada berbagai bangsa domba. Identifikasi mutasi titik di ekson 8 gen MAOA yang berhubungan dengan sifat agresif pada domba ini selanjutnya dapat bermanfaat menjadi penanda DNA untuk melakukan seleksi sifat agresif pada domba.
111
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat atau laboratorium, yaitu : 1. Penelitian tingkah laku bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC), dilakukan di Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak (Kandang Percobaan Jl. Raya Pajajaran, Bogor dan Kandang Percobaan Cilebut) dan untuk domba tangkas Garut dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati, Garut, Jawa Barat. 2. Analisa kandungan serotonin darah dilakukan di Laboratorium Endokrinologi, Departemen Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Kampus C Universitas Airlangga, Surabaya. 3. Isolasi DNA dan amplifikasi runutan DNA target sampel dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Ternak, Balai Penelitian Ternak, Jl. Raya Pajajaran, Bogor. Produk PCR (ekson 8 gen MAOA domba) disekuen oleh sebuah perusahaan swasta yang mempunyai jasa pelayanan sekuensing DNA di Singapura. Penelitian tingkah laku, kandungan serotonin dan analisa DNA dilakukan selama 8 bulan sejak bulan Maret hingga Oktober 2011. Materi Penelitian Jumlah dan jenis materi penelitian yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan jenis data yang ingin dikumpulkan. Jumlah dan jenis materi penelitian setiap bangsa domba dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Jenis dan jumlah sampel yang digunakan untuk setiap bangsa domba Jenis pengamatan Tingkah laku Kandungan serotonin Analisa DNA
Jenis sampel BC Domba jantan dewasa (berumur >2 tahun) Serum darah Darah
Bangsa domba KG LG KS SC 5 5 8 11 6
Jumlah 35
6
6
11
11
6
40
6(5)
5(4)
10
8(7)
6(4)
35(30)
Keterangan : BC = Barbados Black Belly Cross (50% Lokal Sumatera 50% Barbados Black Belly), KG = Komposit Garut (50% Lokal Garut 25% St. Croix 25% Moulton Charolais), LG = Lokal Garut, KS = Komposit Sumatera (50% Lokal Sumatera 25% St. Croix 25% Barbados Black Belly), SC = St. Croix Cross (50% Lokal Sumatera 50% St. Croix) Angka dalam kurung adalah jumlah sampel yang runutan DNA-nya layak dianalisa lebih lanjut, sampel sisanya tidak bisa dianalisa karena runutan ekson 8 gen MAOA tidak berhasil diperoleh secara lengkap
112
Metode Penelitian Pengumpulan Data Awal Karakter Domba Jantan Dewasa.
Terlebih dahulu
dikumpulkan data awal karakter seluruh domba jantan dewasa berumur > 2 tahun yang ada di Kandang Percobaan sebagai dasar penetapan pengelompokkan karakter domba. Pengelompokan domba agresif atau tidak agresif dilakukan dengan pengamatan langsung berdasarkan minimal satu dari dua indikator yang telah ditetapkan sebagai berikut : 1. Memiliki riwayat menyerang/menyeruduk petugas kandang yang diperoleh dari wawancara dengan petugas kandang. 2. Merangsang domba dengan memukulkan tangan ke kepala domba dan melihat respon yang diberikan domba. Domba agresif akan memberikan respon melawan atau menanduk/menyeruduk untuk melawan. Berdasarkan data awal pengelompokkan jantan dewasa (berumur > 2 tahun) kemudian ditentukan sampel yang mewakili kelompok domba agresif dan tidak agresif setiap bangsa.
Sampel yang telah ditentukan kemudian diamati tingkah laku,
kandungan serotonin darah dan runutan DNA ekson 8 gen MAOA. Prosedur Penelitian Tingkah Laku. Dua pen kandang yang bersebelahan dengan ukuran sama yaitu 11 m2 diisi masing-masing 5 ekor domba jantan dari bangsa yang sama. Namun khusus untuk domba tangkas/agresif LG yang sampelnya diambil di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati, Garut, Jawa Barat setiap pen kandang hanya diisi oleh satu ekor. Pencampuran beberapa ekor domba jantan tangkas dalam satu pen kandang tidak memungkinkan karena dikhawatirkan terjadi perkelahian antar domba jantan yang dapat mengakibatkan luka. Sampel dan perekaman tingkah laku domba agresif ini diambil di UPTD BPPTD Margawati, Garut karena di Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak tidak diperoleh sampel domba jantan yang berkarakter agresif. Pengamatan tingkah laku domba dilakukan dengan menggunakan seperangkat peralatan CCTV (Close Circuit Televisi). Segala aktivitas tingkah laku domba selama 24 jam terekam oleh 2 kamera yang dipasang di masing-masing pen kandang. Keempat kamera tersebut terhubung dengan kabel ke peralatan 4CH STANDALONE DVR (Digital Video Recorder) sebagai alat perekam dan televisi sebagai alat monitor yang
113
diletakkan di ruangan khusus pengamatan. Berhubung kapasitas harddisk DVR hanya mampu menyimpan data rekaman selama ±100 jam (400 GB) maka secara reguler data rekaman dibackup dengan bantuan flash disk berkapasitas 16 GB. Kemampuan DVR hanya memungkinkan untuk melakukan backup data rekaman sekitar 1 GB setiap kali backup sehingga file data rekaman 24 jam harus dipecah-pecah. File berekstension .VVF hasil backup di flashdisk kemudian disimpan di eksternal harddisk berkapasitas antara 1-1.5TB. Sifat tingkah laku domba yang diamati seperti yang dikemukakan oleh Hafez et al. (1969) dan Ewing et al. (1999), dengan sedikit modifikasi meliputi 10 tingkah laku yaitu : 1. Makan (ingestif) : lama tingkah laku domba yang memakan konsentrat, rumput atau mineral blok (menit). 2. Bermain (playing) : lama tingkah laku domba yang berlari dan meloncat senang, biasanya diikuti domba yang lain dalam kelompok tersebut (menit). 3. Berkelahi/agresif (agonistic) : lama tingkah laku domba yang aktif menyerang (menanduk domba lain) atau melawan dengan menanduk juga (bertubrukan kepala dengan kepala) serta tingkah laku yang menggesekkan atau menandukkan tanduk ke dinding atau tiang kandang (menit). 4. Membuang kotoran (eliminatif) : lama tingkah laku domba membuang feses (defekasi) atau urine (urinasi) (menit). 5. Merawat diri (care giving) : lama tingkah laku domba merawat diri bagian tubuh yang gatal diantaranya dengan cara menggigit bagian tubuh sendiri seperti bagian kaki depan atau belakang, badan bagian samping, paha dan sebagainya, atau menggarukan kaki belakang ke bagian tubuh seperti leher, kepala, kaki depan, dan sebagainya, atau menggesek-gesekkan pantat, badan bagian samping dan pundak ke dinding kandang (menit). 6. Melangkah/berjalan (locomotion) : lama tingkah laku domba melangkah atau berjalan (menit). 7. Berdiri (standing) : lama tingkah laku domba berdiri (tidak melangkah), biasanya diiringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi atau melihat/mengamati sesuatu (menit).
114
8. Istirahat tidur (sleeping) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala rebah atau bersandar dan mata tertutup (menit). 9. Istirahat berbaring (resting) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala tegak dan mata terbuka, biasanya diringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi (menit). 10. Minum (drinking) : lama tingkah laku domba meminum air di tempat/bak air minum (menit). File data rekaman dianalisa dengan software VVF Player dan kemudian hasil rekaman diterjemahkan dalam bentuk data kuantitatif berupa durasi (menit) suatu sifat tingkah laku dilakukan.
Terbatasnya waktu yang tersedia untuk menterjemahkan
seluruh data rekaman menyebabkan data rekaman tingkah laku hanya dapat diamati selama durasi 5 jam, yang dipilih pada waktu-waktu yang dianggap dapat mewakili aktivitas domba dari data rekaman 24 jam. Periode waktu yang diamati adalah pada pukul 07.00 – 08.00 (domba mulai melakukan aktivitas di pagi hari dan makan), 10.00 – 11.00 (aktivitas makan dan aktivitas umum lain), 13.00 – 14.00 (aktivitas tingkah laku umum dan berbaring istirahat), 19.00 – 20.00 (aktivitas mulai berkurang, biasanya berdiri atau berbaring istirahat) dan 01.00 – 02.00 (aktivitas berbaring tidur atau berdiri diam) WIB. Prosedur Analisa Kandungan Serotonin Darah. Sampel darah diambil melalui vena jugularis di leher domba dengan menggunakan tabung venojack 6 ml tanpa EDTA. Selama sekitar 1 - 2 jam sampel darah dibiarkan dalam suhu ruang sampai serum darah terpisah.
Jika diperlukan, untuk memisahkan serum dan padatan yang lain maka
dilakukan sentrifuse dengan kecepatan 3.000 rpm selama 10 menit.
Serum yang
terkumpul di bagian atas tabung diambil menggunakan pipet dan dipindahkan ke dalam cryo tube 4 ml dan kemudian disimpan di dalam freezer (-20 °C) sebelum dianalisa lebih lanjut. Analisa konsentrasi serotonin darah domba dilakukan dengan teknik Competitive Inhibition Enzyme Immunoassay (CIEI) menggunakan Sheep Serotonin ELISA Kit, sebuah produk Kit buatan sebuah perusahaan komersial di China. Prosedur analisa dilakukan dengan urut-urutan sebagai berikut : Semua reagen dan sampel serum yang disimpan pada suhu 2-8 °C, dibawa ke suhu kamar setidaknya selama 30 menit sebelum digunakan. Sebanyak 50 µl Larutan
115
Standar (S1-S5) atau sampel serum dimasukkan ke dalam setiap sumur plate. Uji dilakukan dalam rangkap dua (duplo) sesuai standar petunjuk Kit. Sebanyak 50 µl Conjugate ditambahkan ke dalam setiap sumur (tetapi tidak ke sumur kosong), dicampur/diaduk rata dan kemudian diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 °C. Setiap sumur diisi dengan Wash Buffer (sekitar 200 µl), didiamkan selama 10 detik dan kemudian dispin, selanjutnya cairan dibuang.
Proses pencucian diulang tiga kali
pencucian. Setelah pencucian terakhir (yang ketiga), Wash Buffer yang tersisa dibuang dengan cara aspirasi atau dituang. Di atas plate ditutup dengan kertas tissue bersih dan kemudian plate dibalik. Sebanyak 50 µl HRP (Horseradish Peroxidase) Avidin ditambahkan ke dalam setiap sumur, kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 °C. Selanjutnya larutan dibuang (dituang) dan pencucian sebagaimana pada langkah ke-5 diulang sebanyak lima kali. Sebanyak 50 µl Substrat A dan B ditambahkan ke dalam setiap sumur kemudian dicampur/diaduk rata, selanjutnya diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37 °C. Plate dijaga dari angin dan fluktuasi suhu dalam suasana gelap. Sebanyak 50 µl Stop Solution ditambahkan ke dalam setiap sumur ketika empat sumur pertama yang berisi konsentrasi Larutan Standar tertinggi berubah menjadi berwarna biru jelas. Jika perubahan warna tidak muncul seragam, tekan dengan lembut plate untuk memastikan pencampuran menyeluruh. Optical density dari setiap sumur ditentukan dalam waktu 10 menit dengan menggunakan pembaca mikroplate yang diatur pada panjang gelombang 450 nm. Perhitungan Hasil Konsentrasi Serotonin Darah. Nilai NET-rataan optical density diperoleh dari nilai rataan pembacaan duplikat optical density untuk setiap standar, blanko, dan sampel dikurangi dengan nilai optical density blanko/Non Specific Binding (NSB). Kurva larutan standar dibuat berdasarkan nilai NET-rataan optical density pada sumbu X dan konsentrasi serotonin (ng/ml) pada sumbu Y (Gambar 30). Persamaan matematis untuk membuat kurva larutan standar dihitung dengan bantuan software online di Xuru's Website (http://www.xuru.org/).
Persamaan
matematis non linier terbaik yang diperoleh dari perhitungan software online tersebut, yang ditunjukkan dengan nilai kesalahan terkecil dari nilai plot pada kurva adalah :
116
Y = (-34.23931176 X) + 33.79832094 + (38.45672092 / X) + (36.12746554 ln(X)). Persamaan matematis tersebut kemudian digunakan untuk menghitung nilai Y (konsentrasi serotonin sampel) berdasarkan nilai X (NET-rataan optical density sampel).
Konsentrasi Serotonin (ng/ml)
600 500 400 300 200 100 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
NET-Rataan Optical Density
Gambar 30. Kurva larutan standar hubungan antara nilai NET-rataan optical density dengan konsentrasi serotonin (ng/ml) berdasarkan persamaan matematis non linier terbaik Prosedur Isolasi, Ekstraksi dan Purifikasi DNA. Isolasi, ekstraksi dan purifikasi sampel DNA dilakukan dengan menggunakan reagen Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell), Kit produk buatan sebuah perusahaan komersial di Taiwan. Proses isolasi, ekstraksi dan purifikasi DNA dari sampel darah domba dilakukan dalam 5 langkah sesuai protokol Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell), dengan urutan sebagai berikut : Langkah 1 : Lysis Sel Darah Merah Sampel darah diambil melalui vena jugularis di leher domba dengan menggunakan tabung venojack 6 ml yang mengandung EDTA. Sebanyak 300 µl darah segar yang diperoleh dipindahkan ke dalam tabung mikro sentrifuse 1.5 ml. Ke dalam tabung tersebut kemudian ditambahkan 3x volume sampel RBC Lysis Buffer dan dicampur dengan cara dibolakbalik (tidak divorteks). Setelah tabung diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang, kemudian tabung disentrifuse selama 5 menit pada kecepatan 3.000 xG dan kemudian supernatan dibuang. Selanjutnya sebanyak 100 µl RBC Lysis Buffer ditambahkan untuk resuspend (melarutkan kembali) pelet sel.
117
Langkah 2 : Lysis Sel Sebanyak 200 µl GB Buffer ditambahkan ke dalam tabung mikro sentrifuse 1.5 ml dan dicampur dengan cara shaking. Selanjutnya tabung diinkubasi pada suhu 65-70 °C selama 10 menit atau sampai lisat sampel terlihat jelas dan selama inkubasi, tabung dibalik setiap 3 menit.
Pada saat ini, Elution Buffer yang diperlukan (200 µl per
sampel) dipanaskan dalam water bath 70 °C (untuk digunakan pada Langkah 5 Elusi DNA). Untuk mendegradasi RNA maka diambahkan 5 µl RNase A (10 mg/ml) ke lisat sampel dan dicampur dengan cara divorteks, kemudian tabung diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit. Langkah 3 : DNA Binding Sebanyak 200 µl Etanol Absolut ditambahkan ke lisat sampel dan dicampur segera dengan cara shaking selama sekitar 10 detik, jika endapan muncul maka dirusak/ dihancurkan dengan pipet. Tube 2 ml.
Selanjutnya GD Column ditempatkan dalam Collection
Semua campuran (termasuk endapan) dipindahkan ke GD Column,
selanjutnya disentrifuse pada kecepatan 14.000-16.000 xG selama 5 menit. Collection Tube 2 ml yang berisi flow-through dibuang dan kemudian GD Column ditempatkan di Collection Tube 2 ml yang baru. Langkah 4 : Pencucian (Wash) Sebanyak 400 µl W1 Buffer ditambahkan ke GD Column, kemudian disentrifuse pada kecepatan 14.000-16.000 xG selama 30 detik.
Flow-through dibuang dan
selanjutnya GD Column ditempatkan kembali ke dalam Collection Tube 2 ml. Sebanyak 600 µl Wash Buffer (yang telah ditambahkan Etanol) kemudian ditambahkan ke dalam GD Column, selanjutnya disentrifuse pada kecepatan 14.000-16.000 xG selama 30 detik.
Flow-through dibuang dan GD Column selanjutnya ditempatkan
kembali ke dalam Collection Tube 2 ml dan kemudian disentrifuse lagi selama 3 menit pada kecepatan 14.000-16.000 xG untuk mengeringkan matriks kolom. Langkah 5 : Elusi DNA GD Column kering dipindahkan ke 1.5 ml tabung mikro sentrifuse bersih, kemudian sebanyak 100 µl Elution Buffer yang telah dipanaskan atau TE ditambahkan ke tengah matriks kolom. Tabung didiamkan selama 3-5 menit atau sampai Elution Buffer atau TE diabsorbsi (diserap) oleh matriks dan kemudian disentrifuse pada kecepatan 14.000-16.000 xG selama 30 detik untuk elusi DNA yang dipurifikasi.
118
Prosedur Mendesain Primer. Desain primer dilakukan berdasarkan runutan mRNA gen MAOA Bos taurus (no aksesi NCBI NM_181014) oleh karena runutan gen MAOA untuk domba (Ovis aries) belum tersedia di database gene bank National Center for Biotechnology Information (NCBI).
Sebelumnya letak ekson 8 ditentukan dengan
melakukan pensejajaran (alignment) dengan runutan acuan ekson 8 dari runutan gen MAOA Bos taurus dengan no aksesi EF672353 NCBI karena runutan gen MAOA Bos taurus lengkap (no aksesi NCBI NM_181014) tidak memberikan informasi letak daerah ekson 8. Pensejajaran dilakukan dengan bantuan software MEGA ver 4.0 (Tamura et al. 2007). Primer untuk ekson 8 gen MAOA Bos taurus didesain dengan bantuan software pembuat primer Primer3Plus secara online di situs http://www.bioinformatics.nl/cgibin/primer3plus/primer3plus.cgi.
Runutan primer terbaik yang diperoleh dari hasil
tersebut digunakan untuk mengamplifikasi ekson 8 gen MAOA domba.
Runutan
primer yang telah dipilih diperiksa kembali untuk melihat peluang kesalahan penempelannya dengan semua database runutan DNA yang terdapat pada NCBI dengan menu BLAST (Basic Local Alignment Search Tool). Proses desain primer berdasarkan ekson 8 gen MAOA Bos taurus menghasilkan primer forward yang terletak pada ekson 7 dan primer reverse yang terletak pada ekson 9, masing-masing primer berukuran 20 basa. Runutan primer yang digunakan dari hasil desain dengan menggunakan software online Primer3Plus adalah : Primer Forward (MAOA81_F) = GTAGAGACCCTGAATCGTGA, Primer Reverse (MAOA81_R) = AATTGGAGCTTCCTCATCTT. Primer dipesan dan dibeli dari sebuah perusahaan komersial di Singapura melalui agen perusahaannya di Indonesia. Prosedur Amplifikasi Runutan DNA Target. Reaksi PCR dibuat sebanyak 50 µl per reaksi yang terdiri dari 25 µl KAPA Taq Ready Mix DNA Polymerase (mengandung 0.05 U/µl KapaTaq DNA Polymerase, Buffer Reaksi dengan Mg2+, 0.4mM dNTP), 2 µl Primer Forward (10 µM), 2 µl Primer Reverse (10 µM), sebanyak kurang lebih 50 ng Template DNA dan Deionized Water ditambahkan sampai volume reaksi menjadi 50 µl. Mikrotube PCR yang berisi campuran seperti tersebut di atas kemudian ditempatkan pada mesin PCR.
119
Tabel 30. Banyaknya siklus, suhu dan lama proses amplifikasi yang diprogramkan pada PCR Siklus 1 2
3 4
Tahapan Denaturasi awal Denaturasi Annealing Ekstensi Ekstensi akhir Soak
Suhu (°C) 94 94 53 72 72 4
Lama (menit) 5 1 1 1 4 -
Ulangan 1 35
1 -
Mesin PCR diprogram sesuai hasil optimalisasi suhu annealing dengan acuan rekomendasi yang diberikan oleh software online Primer3Plus pada saat mendesain primer tersebut.
Berdasarkan hasil optimalisasi kondisi siklus mesin PCR, maka
kondisi siklus mesin PCR diprogram dengan keadaan seperti tercantum pada Tabel 30. Prosedur Elektroforesis.
Penentuan produk hasil PCR dan deteksi alel yang
dihasilkan dilakukan dengan cara separasi (elektroforesis) DNA pada gel agarose 2% dengan pewarnaan ethidium bromide. Pembuatan gel agarose 2% dilakukan dengan cara melarutkan 2 gram bubuk agarose ke dalam 100 ml larutan 0.5x TBE di dalam erlenmeyer. Selanjutnya larutan tersebut dipanaskan dengan menggunakan microwave oven sambil sesekali diaduk hingga larutan menjadi bening. Larutan agarose dibiarkan beberapa saat sampai tidak terlalu panas (sekitar 60-70 oC) baru kemudian dituang ke dalam cetakan gel dan sisir pencetak sumur dipasang. Setelah gel membeku kemudian ditempatkan pada tangki untuk elektroforesis sedemikian rupa sehingga sumur terletak pada kutub negatif (). Selanjutnya larutan buffer 0.5x TBE dituang ke dalam tangki elektroforesis hingga gel agarose terendam. Sampel DNA sebanyak 5l yang telah dicampur 1 l loading dye bromofenol biru dimasukkan ke dalam setiap sumur. Salah satu sumur diisi penanda ukuran molekuler (marker weight molecular) 1 kb sebanyak 5 l.
Alat elektroforesis kemudian
dihidupkan pada 70 volt selama 90 menit. Setelah selesai, gel diangkat dan direndam dalam larutan ethidium bromide dengan konsentrasi 0.5 g/ml selama 15 menit dan selanjutnya direndam (dibilas) dalam aquades dalam waktu yang sama. Selanjutnya gel diletakkan di dalam kotak alat Geldoc yang mempunyai transilluminator ultra violet
120
dan pola band yang diperoleh kemudian difoto dengan kamera yang terhubung dengan komputer. Produk PCR sampel dengan band yang jelas yang menunjukkan bahwa runutan target DNA teramplifikasi selanjutnya dikirim dan disekuen di sebuah perusahaan komersial di Singapura. Analisa Data Durasi setiap sifat tingkah laku selama 5 jam pengamatan dan kandungan serotonin darah diuji signifikansinya menurut karakter domba (agresif dan tidak agresif), bangsa domba dan interaksi antara karakter dan bangsa domba. PROC GLM dari software SAS ver. 9.0 digunakan untuk menganalisa data tingkah laku dan kandungan hormon (SAS 2002). Model persamaan linier yang digunakan adalah : Yijk = µ + Ki + Bj + (KB)ij + εijk dimana : Yijk
=
Durasi setiap sifat tingkah laku atau kandungan hormon karena pengaruh karakter ke-i bangsa ke-j interaksi antara karakter dan bangsa ke-ij dan ulangan ke-k
µ
=
Rataan umum
Ki
=
Pengaruh karakter domba (agresif dan tidak agresif) ke-i, (i=1, 2)
Bj
=
Pengaruh bangsa ke-j, (j = 1, 2, 3, 4, 5)
(KB)ij =
Pengaruh interaksi karakter dan bangsa domba ke-ij
εijk
Pengaruh acak karena pengaruh karakter ke-i bangsa ke-j interaksi antara karakter dan bangsa ke-ij dan ulangan ke-k
=
Analisa runutan DNA gen MAOA hasil sekuensing dilakukan dengan software MEGA (Molecular Evolutionary Genetics Analysis) ver. 4.0 (Tamura et al. 2007) yang diperoleh dari situs http://www.megasoftware.net/index.php.
Runutan DNA hasil
sekuensing dilihat dan jika diperlukan diedit dengan software tersebut. Letak ekson 8 gen MAOA domba didapatkan dengan cara pensejajaran (alignment) antara runutan DNA sampel domba dengan runutan DNA ekson 8 gen MAOA Bos taurus (no aksesi EF672353 NCBI). Software MEGA ver. 4.0 juga digunakan untuk mendeteksi adanya SNP pada runutan ekson 8 gen MAOA sampel. Translasi dari kodon ke asam amino dilakukan untuk menganalisa dan mengetahui terjadinya perubahan asam amino akibat terjadinya mutasi pada ekson 8 gen MAOA.
121
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkah Laku Persentase domba jantan agresif dari keseluruhan domba jantan dewasa yang diteliti adalah kecil (< 10 persen) (Tabel 31). Pada semua bangsa hanya ditemukan jantan agresif dengan persentase relatif kecil (di bawah 10 persen) kecuali pada bangsa domba Komposit Sumatera (KS) didapati persentase domba jantan agresif lebih tinggi yaitu sekitar 23 persen. Sementara itu, untuk domba jantan Komposit Garut berkarakter agresif tidak ditemukan di antara domba jantan dewasa Garut yang dipelihara di Kandang Percobaan Balai Penelitian Ternak Cilebut dan Bogor. Domba jantan agresif Garut yang direkam tingkah lakunya adalah domba Garut jantan yang berada di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati, Garut, Jawa Barat.
Jumlah domba jantan agresif ditemukan
dalam jumlah sedikit kemungkinan karena umumnya domba agresif sering diculling dari populasi untuk mengurangi bahaya kecelakaan atau luka bagi petugas kandang akibat serangan/serudukan.
Disamping itu, dari sisi manajemen, domba agresif
memerlukan penanganan yang lebih dibandingkan domba normal. Sifat agresif telah ditemukan dan dilaporkan terjadi di banyak spesies, Maxzon dan Canastar (2006) dalam reviewnya mengemukakan bahwa sifat agresif juga ditemukan pada spesies lalat buah, lebah madu, ikan sticklebacks, zebra fish, unggas, tikus, kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing dan primata. Tabel 31.
Jumlah domba jantan berkarakter agresif dan tidak agresif pada berbagai bangsa domba
Kelompok Agresif Tidak agresif
Bangsa domba
Jumlah
BC
LG
KG
KS
SC
1 (8.3) 11 (91.7)
1 (4.6) 21 (95.4)
0 (0) 11 (100)
6 (23.1) 20 (76.9)
1 (4.3) 22 (95.7)
9 (9.6) 85 (90.4)
Keterangan : BC = Barbados Black Belly Cross, LG = Lokal Garut, KG = Komposit Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix Cross Angka dalam kurung menunjukkan persentase
Durasi sepuluh tingkah laku domba jantan berkarakter agresif dan tidak agresif yang diamati tidak berbeda nyata (Tabel 32), hal ini berlaku untuk sifat tingkah laku agresif yang menjadi titik perhatian pada penelitian ini, maupun sifat tingkah laku yang
122
lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sifat tingkah laku agresif pada domba berkarakter agresif tidak nampak/muncul dalam tingkah laku sosial kelompok. Hasil pengamatan ini kemungkinan disebabkan domba-domba jantan yang digunakan dalam penelitian sudah saling kenal sehingga walaupun dipertemukan dalam satu kandang percobaan sistem sosial yang terbentuk sudah stabil.
Hal tersebut sesuai dengan
pendapat McGlone (1986) bahwa tingkah laku agonistic yaitu tingkah laku dari mengancam hingga menyerang sampai penaklukan umumnya diperlihatkan ketika domba-domba yang tidak saling kenal dicampur dalam satu kandang sampai periode stabilitas sosial tercapai, namun demikian pada sistem sosial yang stabil, ancaman dari seekor domba akan mengakibatkan dengan segera tanda menghindar atau takluk dari domba yang diancam. Pada kelompok yang baru terbentuk atau kelompok sosial yang tidak stabil sebuah ancaman dapat menyebabkan penerima ancaman untuk mengancam kembali atau bisa menjadi awal tingkah laku agresif (menyerang) (McGlone 1986). Sifat tingkah laku agresif pada domba yang berkarakter agresif dapat muncul sebagai respon dari stimulasi lingkungan.
Tingkah laku domba menyerang atau
menyeruduk petugas kandang pada domba agresif muncul kemungkinan sebagai tingkah laku mempertahankan wilayah (defense of territory) akibat adanya petugas kandang yang dianggap sebagai pengacau/pengganggu. Tingkah laku mempertahankan wilayah merupakan salahsatu tingkah laku agresif, disamping maternal defense dan predation, dimana McGlone (1986) mengelompokkan sifat tingkah laku tersebut dalam kategori interspecific aggression. Adanya pengaruh bangsa domba terhadap seluruh tingkah laku terlihat dari hasil uji statistik.
Uji statistik interaksi antara variabel karakter dan bangsa domba
menunjukkan bahwa untuk semua sifat tingkah laku nyata berbeda setidaknya untuk dua variabel yang diuji (Tabel 32). Durasi tingkah laku menyerang atau agresif (AGON) paling singkat ditunjukkan oleh domba agresif LG dan domba tidak agresif SC. Domba agresif LG tidak menampakkan keagresifannya kemungkinan karena dalam penelitian ini dikandangkan secara individu (satu ekor setiap pen).
Pencampuran secara
berkelompok beberapa ekor domba jantan dalam satu pen tidak memungkinkan dilakukan dalam penelitian ini karena setelah berkonsultasi dengan petugas kandang dan pegawai di UPTD BPPTD Margawati, Garut, perkelahian hebat dapat terjadi yang dapat mengakibatkan luka pada domba sampel. Tingkah laku agresif paling lama dilakukan
123
oleh domba agresif KS dan tidak agresif KG, masing-masing selama 2.88 dan 2.90 menit. Domba agresif LG memiliki durasi makan dan minum (INGEST) yang terlama, namun dugaan bahwa hal ini diperlukan untuk aktifitas aktif tingkah laku lain yang memerlukan energi lebih tinggi misalnya berjalan (LOCO) dan berdiri (STAND) ternyata tidak berhubungan. Demikian pula yang terjadi dengan domba agresif KS yang memiliki durasi INGEST tidak berbeda dengan domba agresif LG, tetapi lebih diwujudkan dalam tingkah laku agresif (AGON) paling lama. Durasi tingkah laku istirahat (tidur/SLEEP dan berbaring/REST) untuk domba agresif LG dan KS tergolong moderate. Domba tidak agresif bervariasi dalam menampilkan sifat tingkah laku tergantung bangsa domba. Domba tidak agresif KG lebih aktif (sama dengan domba tidak agresif BC), dimana durasi LOCO dan STAND paling lama dibandingkan domba yang lain sementara aktivitas istirahat (SLEEP dan REST) paling singkat
Kebalikan dengan
tingkah laku domba tidak agresif KG (tidak berbeda secara statistik dengan domba tidak agresif KS dan LG), domba tidak agresif SC terlihat paling tidak aktif (durasi aktivitas LOCO dan STAND paling singkat) sementara itu durasi aktivitas istirahat (SLEEP dan REST) paling lama. Sifat tingkah laku eliminatif (ELIM), merawat diri (CARE) dan minum (DRINK) adalah sifat tingkah laku dengan durasi relatif lebih singkat. Durasi ELIM nampaknya tidak konsisten berhubungan dengan durasi INGEST.
Beberapa faktor yang
kemungkinan berpengaruh adalah faktor cara makan yang menentukan efektivitas jumlah makanan yang diperoleh dan ditelan, serta faktor bangsa yang menentukan proses fisiologi pencernaan pakan. Domba tidak agresif SC paling lama melakukan aktivitas CARE, tidak berbeda dengan domba tidak agresif BC dan LG. Durasi DRINK untuk seluruh bangsa domba tidak berbeda. Khusus untuk domba agresif LG dalam manajemennya tidak disediakan air minum sehingga dalam penelitian ini tidak diperoleh data durasi tingkah laku minum.
124
124
Tabel 32.
Rataan durasi beberapa sifat tingkah laku berdasarkan pengelompokan domba berkarakter agresif dan tidak agresif serta interaksi antara karakter dan bangsa domba
Variabel
Tingkah laku INGEST
PLAY
AGON
ELIM
CARE
LOCO
STAND
SLEEP
REST
DRINK
NS
NS
NS
NS
NS
NS
NS
NS
NS
NS
-A
78.53±9.64
0.00±0.00
1.57±0.63
3.68±0.65
1.39±1.30
26.83±6.51
117.59±11.67
7.87±4.49
62.41±13.04
0.13±0.13
- NA
64.52±5.45
0.00±0.00
1.45±0.36
4.18±0.37
3.90±0.74
32.13±3.68
103.41±6.60
12.00±2.54
78.01±7.38
0.40±0.07
Karakter x Bangsa
*
NS
*
*
*
*
*
*
*
*
- AxLG
95.42c±15.74
0.00±0.00
0.26a±1.03
3.17a±1.05
0.88ab±2.13
22.37ab±10.63
129.88bc±19.05
9.05abcd±7.32
38.98ab±21.30
0.00a±0.21
- AxKS
61.65abc±11.13
0.00±0.00
2.88b±0.73
4.19ab±0.75
1.90ab±1.50
31.29abc±7.52
105.30ab±13.47
6.69ab±5.18
85.84bc±15.06
0.27ab±0.15
bc
bc
Karakter
ab
ab
ab
abc
ab
ab
- NAxBC
54.39 ±12.19
0.00±0.00
2.11 ±0.80
4.69 ±0.82
4.17 ±1.65
43.73 ±8.24
136.67 ±14.76
4.26 ±5.67
49.71 ±16.50
0.27ab±0.16
- NAxLG
60.18abc±12.19
0.00±0.00
0.95ab±0.80
5.95b±0.82
5.25bc±1.65
33.35abc±8.24
95.69ab±14.76
9.24abc±5.67
88.78bc±16.50
0.61b±0.16
- NAxKG
73.13abc±12.20
0.00±0.00
2.90b±0.80
3.33a±0.82
0.37a±1.65
50.61c±8.24
149.93c±14.76
0.00a±5.67
19.26a±16.50
0.48ab±0.16
- NAxKS
86.32bc±12.19
0.00±0.00
0.87ab±0.80
3.16a±0.82
1.70ab±1.65
20.81ab±8.24
65.76a±14.76
18.82bcd±5.67
102.18c±16.50
0.38ab±0.16
- NAxSC 48.59a±12.19 0.00±0.00 0.44a±0.80 3.76ab±0.82 8.03c±1.65 12.15a±8.24 68.97a±14.76 27.66d±5.67 130.12c±16.50 0.27ab±0.16 Keterangan : NS = Tidak berbeda nyata, * = Berbeda nyata (P<0.05) Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) A = Agresif, NA = Tidak agresif, BC = Barbados Black Belly cross, LG = Lokal Garut, KG = Komposit Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix cross INGEST = Makan (ingestif), PLAY = Bermain (playing), AGON = Berkelahi/agresif (agonistic), ELIM = Buang kotoran (eliminatif), CARE = Merawat diri (care giving), LOCO = Melangkah/berjalan (locomotion), STAND = Berdiri (standing), SLEEP = Istirahat tidur (sleeping), REST = Istirahat berbaring (resting), DRINK = Minum (drinking)
125
Kandungan Serotonin Darah Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman konsentrasi serotonin darah domba jantan antar bangsa domba tidak berbeda nyata (Tabel 33).
Besarnya
konsentrasi serotonin darah domba yang diperoleh bervariasi antara 70.5 hingga 77.3 ng/ml. Bangsa domba Komposit Sumatera mempunyai rataan konsentrasi serotonin darah paling rendah sedangkan yang tertinggi adalah pada bangsa domba Lokal Garut. Tabel 33. Konsentrasi serotonin darah menurut bangsa dan karakter domba dan interaksi karakter dan bangsa domba Variabel
Konsentrasi serotonin darah (ng/ml)
Bangsa BC LG KG KS SC
TN 71.58±3.54 77.30±3.11 74.65±3.82 70.48±2.44 71.52±3.54
Karakter A NA
* 74.71b±2.82 71.51a±1.92
Karakter x Bangsa AxLG AxKS NAxBC NAxKG NAxKS NAxSC
* 78.90b±2.39 74.44ab±3.54 70.00a±3.54 73.05ab±3.23 66.92a±3.23 72.26ab±3.54
Keterangan : TN = Tidak nyata (P>0.05), * = Nyata (P<0.05) A = Agresif, NA = Tidak agresif BC = Barbados Black Belly cross, LG = Lokal Garut, KG = Komposit Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix cross
Konsentrasi serotonin darah kelompok domba agresif berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok domba yang tidak agresif (Tabel 33). Domba agresif mempunyai rataan konsentrasi serotonin darah lebih tinggi dibandingkan domba tidak agresif (74.7
126
vs 71.5 ng/ml). Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Brunner et al. (1993) yang menemukan bahwa tingginya kandungan serotonin darah pada setiap laki-laki anggota dari sebuah keluarga besar Belanda yang mempunyai sifat agresif. Temuan selanjutnya adalah bahwa tingginya kandungan serotonin darah ini disebabkan adanya mutasi titik pada gen MAO sehingga produksi enzim Mono Amine Oxidase A yang dihasilkan gen tersebut, tidak mampu mengontrol konsentrasi serotonin tetap dalam keadaan normal. Enzim
Mono
Amine
Oxidase
A
berfungsi
dalam
mendegradasi
neurotransmitter seperti serotonin, norepinephrine dan dopamine.
beberapa
Hasil penelitian
tersebut juga didukung oleh Cases et al. (1995) yang melakukan penelitian pada tikus transgenik dengan delesi pada gen MAOA dan melaporkan bahwa tikus jantan dengan mutasi delesi pada gen MAOA mengakibatkan konsentrasi tiga jenis neurotransmitter di otak (serotonin, norepinephrine dan dopamine) meningkat secara nyata. Tikus jantan yang mengalami mutasi delesi pada gen MAOA ini juga terlihat lebih agresif dibandingkan tikus jantan yang normal. Gagalnya gen MAOA berfungsi dengan baik untuk memproduksi enzim Mono Amine Oxidase A mengakibatkan kandungan serotonin (dan neurotransmitter yang lain) menjadi meningkat dan terakumulasi. Neurotransmitter tersebut memainkan peran penting untuk mengatur respon tubuh terhadap ancaman atau stress sehingga individu tersebut dapat mempunyai respon secara berlebihan (Morell 1993). Disamping tingkah laku agresif, tingkah laku domain yang dipengaruhi oleh serotonin bermacam-macam, termasuk pergerakan, tingkah laku seksual, tidur, nafsu makan, dan suasana hati (Manuck et al. 2006; Halbach dan Dermietzel 2006). Pada manusia walaupun pada wanita tidak ditemukan adanya hubungan, pada laki-laki yang dihukum oleh satu atau lebih pidana kekerasan dan dilaporkan menyerang secara fisik atau mengancam orang lain pada berbagai kasus mempunyai tingkat serotonin darah yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang dihukum karena pidana yang tidak terkait dengan tingkah laku kasar (Manuck et al. 2006). Bertolak belakang dengan hasil penelitian ini, Clark dan Grunstein (2000) mengemukakan bahwa perilaku tikus jantan agresif berkorelasi terbalik dengan tingkat serotonin dalam otak, dimana strain tikus yang paling agresif memiliki tingkat serotonin di otak terendah, sedangkan strain kurang agresif memiliki kadar serotonin yang lebih tinggi. Harus dipahami bahwa perilaku agresif dipengaruhi tidak hanya satu senyawa
127
akan tetapi beberapa senyawa dalam sistem kerja yang kompleks.
Peneliti-peneliti
terdahulu (Brunner et al. 1993; Morell 1993) telah melaporkan bahwa perilaku agresif dipengaruhi oleh beberapa neurotransmitter dan hormon. Meningkatnya konsentrasi dopamine dan norepinephrine diketahui berkorelasi dengan meningkatnya perilaku agresif. Neurotransmitter lain yang diketahui berhubungan dengan sifat agresif adalah nitric oxide.
Hormon testosteron terutama mendorong agresi antar hewan jantan
bersaing untuk posisi sosial dan preferensi kawin dan pada tingkat lebih rendah dalam perilaku interspesifik agresif seperti membunuh binatang untuk makanan (Clark dan Grunstein 2000). Runutan DNA Ekson 8 Gen MAOA Secara lengkap runutan mRNA gen MAOA dapat diperoleh di website NCBI (The National Center for Biotechnology Information) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/). Hasil pencarian di situs NCBI pada bulan Pebruari 2012 didapat 20 runutan lengkap mRNA gen MAOA dari 11 spesies hewan. Dari hasil pencarian tersebut, hanya 2 runutan dari 2 spesies yang mempunyai informasi lengkap tentang struktur bagian-bagian ekson dari mRNA gen MAOA yaitu untuk spesies Tikus rumah (Mus musculus) dan Manusia (Homo sapiens) dengan panjang runutan berturut-turut adalah 4161 dan 4090 pb. Gen MAOA mempunyai 15 ekson yang jika digambarkan berdasarkan ukuran eksoneksonnya adalah seperti terlihat pada Gambar 31. Dalam penelitian ini, primer yang dibuat berdasarkan runutan gen MAOA sapi dapat menempel pada DNA sampel domba dan dapat mengamplifikasi runutan DNA target (ekson 8 gen MAOA).
Hasil amplifikasi primer tersebut diperoleh produk
dengan ukuran sekitar 1800 pb (Gambar 32). Produk sepanjang 1800 pb tidak hanya berisi runutan ekson 8 gen MAOA saja tetapi merupakan runutan sebagian ekson 7 (tempat primer forward didesain), intron 7, ekson 8, intron 8 dan sebagian runutan ekson 9 (tempat primer reverse didesain). Hasil pensejajaran runutan ekson 8 gen MAOA sapi (Bos taurus) dengan kode aksesi EF672353 sebagai acuan terhadap hasil sekuensing runutan DNA domba sampel diperoleh ekson 8 gen MAOA dengan ukuran 151 pb. Hasil analisa runutan DNA antar karakter domba agresif dan tidak agresif pada ekson 8 gen MAOA ternyata tidak terdapat adanya polimorfisme atau semua runutan DNA dua kelompok domba tersebut
128
sama pada berbagai bangsa, dengan demikian pada domba tidak terdapat hubungan karakter agresif dengan mutasi pada ekson 8 gen MAOA. Contoh runutan ekson 8 gen MAOA pada kelompok domba agresif dan tidak agresif pada berbagai bangsa domba seperti terlihat pada Gambar 31.
E11 (58 pb) E3 (138 pb)
E7 (150 pb)
E9 (97 pb) E15 (2581 pb)
E1 (216 pb)
E5 (92 pb) E13 (112 pb)
E2 (95 pb)
E14 (63 pb) E12 (98 pb)
E4 (105 pb) E6 (142 pb)
E10 (54 pb) E8 (160 pb)
Runutan Gen MAOA ekson 8 Mus musculus (NCBI kode aksesi NM_173740) tgcaaatatgtaattagtgccatcccaccggttttgactgccaagatccactttaaaccagagctt ccacctgagagaaaccaattaattcagcgtcttccaatgggggctgtcatcaagtgcatggtgtat tacaaggaagccttctggaagaaaaagg
Runutan Gen MAOA ekson 8 Bos taurus (NCBI kode aksesi EF672353) tgccggtatgtcattagtgccatcccaccaactttgactgccaagatacactttagaccagagctt ccatcagagcgaaaccagctgatacagcgtcttccaatgggggctgtcattaagtgcatgatgtat tacaaggaggccttttgga
Gambar 31.
Diagram mRNA gen MAOA Mus musculus yang digambarkan berdasarkan runutan yang dipublikasikan oleh NCBI dengan kode aksesi NM_173740 dan runutan ekson 8 gen tersebut pada Mus musculus dan Bos taurus (kode aksesi EF672353)
129
2000 pb 1800 pb
1500 pb 1000 pb 700 pb 500 pb
300 pb
Keterangan : Kolom 1 = 1 kb DNA ladder, kolom 2-13 sampel domba nomor 41116, 41118, 41101, 41102, 41103, 41104, 41106, 41107, 41109, 41110, 41111, 41112 Gambar 32.
Produk yang diperoleh dari hasil amplifikasi primer yang didesain khusus pada ekson 7 (forward) dan ekson 9 (reverse) dengan ukuran sekitar 1800 pb
Mutasi delesi dan mutasi titik di ekson 8 gen MAOA yang dilaporkan oleh Brunner et al. (1993) dan Cases et al. (1995) sebagai penyebab timbulnya sifat agresif pada manusia dan tikus ternyata tidak terjadi pada ekson 8 gen MAOA pada semua sampel domba yang berkarakter agresif. Hasil ini menunjukkan bahwa sifat agresif pada domba mempunyai mekanisme atau sebab yang berbeda dengan yang terjadi pada tikus. Mutasi kemungkinan terjadi pada gen MAOA tetapi tidak di ekson 8 karena terbukti bahwa kandungan hormon serotonin darah domba agresif secara statistik nyata lebih tinggi dibandingkan kelompok domba tidak agresif (Tabel 33). Mutasi tidak terjadi pada ekson 8 gen MAOA tetapi kemungkinan terjadi di situs lain sepanjang bentangan DNA gen MAOA yang tetap berakibat sama yaitu menyebabkan produksi enzim Mono Amine Oksidase A lebih rendah dibandingkan normal. Mutasi yang dapat menyebabkan gangguan produksi enzim kemungkinan terbesar terjadi di bagian ekson (ekson 1-7 dan 9-15) atau di bagian promotor gen MAOA.
Maxson (2009)
mengemukakan bahwa di seluruh spesies, individu yang tidak mempunyai atau rendah aktivitas MAOA lebih rentan terhadap perilaku agresif.
130
#MEGA !Title RUNUTAN EKSON 8 GEN MAOA DOMBA AGRESIF DAN TIDAK AGRESIF; !Format DataType=Nucleotide CodeTable=Standard NSeqs=8 NSites=151 Identical=. Missing=? Indel=-; !Domain=Data property=Coding [ [ 123 456 #NA_SC5095_MAOA81_F TGC CAA #NA_BC50096_MAOA81_F ... ... #NA_KS50044_MAOA81_F ... ... #NA_KG27999_MAOA81_F ... ... #A_SC5041_MAOA81_F ... ... #A_KS50034_MAOA81_F ... ... #A_LG41101_MAOA81_F ... ... #B._taurus_MAOA8 ... .GG
CodonStart=1; 111 111 111 789 012 345 678 TAT GTC ATT AGC ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ..T
122 901 GCC ... ... ... ... ... ... ...
222 234 ATC ... ... ... ... ... ... ...
222 567 CCA ... ... ... ... ... ... ...
223 890 CCA ... ... ... ... ... ... ...
333 ] 123 ] ACT ... ... ... ... ... ... ...
[ [ #NA_SC5095_MAOA81_F #NA_BC50096_MAOA81_F #NA_KS50044_MAOA81_F #NA_KG27999_MAOA81_F #A_SC5041_MAOA81_F #A_KS50034_MAOA81_F #A_LG41101_MAOA81_F #B._taurus_MAOA8
333 456 TTG ... ... ... ... ... ... ...
333 789 ACT ... ... ... ... ... ... ...
444 012 TCC ... ... ... ... ... ... G..
444 345 AAG ... ... ... ... ... ... ...
444 678 ATA ... ... ... ... ... ... ...
455 901 CAC ... ... ... ... ... ... ...
555 234 TTT ... ... ... ... ... ... ...
555 567 AGA ... ... ... ... ... ... ...
556 890 CCA ... ... ... ... ... ... ...
666 123 GAG ... ... ... ... ... ... ...
666 ] 456 ] CTT ... ... ... ... ... ... ...
[ [ #NA_SC5095_MAOA81_F #NA_BC50096_MAOA81_F #NA_KS50044_MAOA81_F #NA_KG27999_MAOA81_F #A_SC5041_MAOA81_F #A_KS50034_MAOA81_F #A_LG41101_MAOA81_F #B._taurus_MAOA8
666 789 CCA ... ... ... ... ... ... ...
777 012 TCA ... ... ... ... ... ... ...
777 345 GAG ... ... ... ... ... ... ...
777 678 CGA ... ... ... ... ... ... ...
788 901 AAC ... ... ... ... ... ... ...
888 234 CAG ... ... ... ... ... ... ...
888 567 CTG ... ... ... ... ... ... ...
889 890 ATA ... ... ... ... ... ... ...
999 123 CAG ... ... ... ... ... ... ...
999 456 CGT ... ... ... ... ... ... ...
999 ] 789 ] CTT ... ... ... ... ... ... ...
[ [ [ #NA_SC5095_MAOA81_F #NA_BC50096_MAOA81_F #NA_KS50044_MAOA81_F #NA_KG27999_MAOA81_F #A_SC5041_MAOA81_F #A_KS50034_MAOA81_F #A_LG41101_MAOA81_F #B._taurus_MAOA8
111 000 012 CCA ... ... ... ... ... ... ...
111 000 345 ATG ... ... ... ... ... ... ...
111 000 678 GGG ... ... ... ... ... ... ...
111 011 901 GCT ... ... ... ... ... ... ...
111 111 234 ATC ... ... ... ... ... ... G..
111 111 567 ATT ... ... ... ... ... ... ...
111 112 890 AAG ... ... ... ... ... ... ...
111 222 123 TGC ... ... ... ... ... ... ...
111 222 456 ATG ... ... ... ... ... ... ...
111 222 789 ATG ... ... ... ... ... ... ...
111 ] 333 ] 012 ] TAT ... ... ... ... ... ... ...
[ [ [ #NA_SC5095_MAOA81_F #NA_BC50096_MAOA81_F #NA_KS50044_MAOA81_F #NA_KG27999_MAOA81_F #A_SC5041_MAOA81_F #A_KS50034_MAOA81_F #A_LG41101_MAOA81_F #B._taurus_MAOA8
111 333 345 TAC ... ... ... ... ... ... ...
111 333 678 AAG ... ... ... ... ... ... ...
111 344 901 GAG ... ... ... ... ... ... ...
111 444 234 GCC ... ... ... ... ... ... ...
111 444 567 TTT ... ... ... ... ... ... ...
111 445 890 TGG ... ... ... ... ... ... ...
1] 5] 1] A . . . . . . .
Gambar 33. Runutan DNA ekson 8 gen MAOA pada beberapa bangsa domba yang berkarakter agresif dan tidak agresif serta runutan DNA ekson 8 gen MAOA Bos taurus
131
#MEGA !Title RUNUTAN ASAM AMINO EKSON 8 GEN MAOA DOMBA DAN SAPI; !Format DataType=Protein NSeqs=8 NSites=50 Identical=. Missing=? Indel=-; !Domain=Data; [ [ #NA_SC5095_MAOA81_F #NA_BC50096_MAOA81_F #NA_KS50044_MAOA81_F #NA_KG27999_MAOA81_F #A_SC5041_MAOA81_F #A_KS50034_MAOA81_F #A_LG41101_MAOA81_F #B._taurus_MAOA8
1 1234567890 CQYVISAIPP .......... .......... .......... .......... .......... .......... .R........
1111111112 1234567890 TLTSKIHFRP .......... .......... .......... .......... .......... .......... ...A......
[ [ #NA_SC5095_MAOA81_F #NA_BC50096_MAOA81_F #NA_KS50044_MAOA81_F #NA_KG27999_MAOA81_F #A_SC5041_MAOA81_F #A_KS50034_MAOA81_F #A_LG41101_MAOA81_F #B._taurus_MAOA8
3333334444 4567890123 PMGAIIKCMM .......... .......... .......... .......... .......... .......... ....V.....
4444445] 4567890] YYKEAFW ....... ....... ....... ....... ....... ....... .......
2222222223 1234567890 ELPSERNQLI .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..........
333] 123] QRL ... ... ... ... ... ... ...
Perbedaan runutan asam amino ekson 8 gen MAOA pada sapi dibandingkan domba
Gambar 34. Runutan asam amino ekson 8 gen MAOA pada beberapa bangsa domba berkarakter agresif dan tidak agresif serta runutan asam amino ekson 8 gen MAOA Bos taurus Ekson 8 gen MAOA sapi (aksesi EF672353) yang digunakan sebagai acuan dalam penentuan lokasi ekson 8 di runutan DNA domba ternyata mempunyai runutan yang berbeda dibandingkan runutan ekson 8 gen MAOA domba. Hasil pensejajaran antara runutan ekson 8 gen MAOA domba dan sapi diperoleh lima basa di runutan sapi yang berbeda dengan runutan domba yaitu pada basa ke-5 (mutasi A→G), 6 (A→G), 18 (C→T), 40 (T→G) dan 112 (A→G). Hasil translasi kodon runutan ekson 8 gen MAOA domba dan sapi terlihat bahwa walaupun mutasi terjadi di empat kodon dengan penggantian lima basa tetapi perubahan hanya terjadi di tiga asam amino, masingmasing di runutan asam amino ke-2 (Q(Gln)/Glutamin→R(Arg)/Arginin), 14 (S(Ser)/Serin→A(Ala)/Alanin) dan 38 (I(Ile)/Isoleusin→V(Val)/Valin). Mutasi yang terjadi di basa ke-18 tidak mengakibatkan perubahan asam amino (mutasi sinonim). Translasi kodon runutan DNA ekson 8 gen MAOA domba dan sapi menghasilkan 50 asam amino seperti terlihat pada Gambar 34.
132
SNP pada Ekson 8 Gen MAOA Domba SC Dari 30 sampel runutan DNA ekson 8 gen MAOA yang dianalisa ternyata ditemukan seekor domba jantan SC yang mengalami mutasi insersi. Ukuran ekson 8 gen MAOA domba SC tersebut lebih panjang satu basa sehingga menjadi 152 pb. Domba bernomor SC 5099 tersebut mengalami mutasi insersi atau penambahan basa C pada basa ke-102 dari ekson 8 gen MAOA. Perbandingan runutan DNA ekson 8 gen MAOA antara domba normal (SC5018 dan BC70097) dan domba yang mengalami mutasi (SC5099) adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 35. #MEGA !Title MUTASI INSERSI PADA SEEKOR DOMBA SC BERNOMOR SC5099; !Format DataType=Nucleotide CodeTable=Standard NSeqs=3 NSites=152 Identical=. Missing=? Indel=-; !Domain=Data property=Coding [ [ 123 #N0RMAL_SC5018_MAOA81_F TGC #NORMAL_BC70097_MAOA81_F ... #MUTASI_SC5099_MAOA81_F ...
CodonStart=1; 111 111 456 789 012 345 CAA TAT GTC ATT ... ... ... ... ... ... ... ...
111 678 AGC ... ...
122 901 GCC ... ...
222 234 ATC ... ...
222 567 CCA ... ...
223 890 CCA ... ...
333 ] 123 ] ACT ... ...
[ [ #N0RMAL_SC5018_MAOA81_F #NORMAL_BC70097_MAOA81_F #MUTASI_SC5099_MAOA81_F
333 456 TTG ... ...
333 789 ACT ... ...
444 012 TCC ... ...
444 345 AAG ... ...
444 678 ATA ... ...
455 901 CAC ... ...
555 234 TTT ... ...
555 567 AGA ... ...
556 890 CCA ... ...
666 123 GAG ... ...
666 ] 456 ] CTT ... ...
[ [ #N0RMAL_SC5018_MAOA81_F #NORMAL_BC70097_MAOA81_F #MUTASI_SC5099_MAOA81_F
666 789 CCA ... ...
777 012 TCA ... ...
777 345 GAG ... ...
777 678 CGA ... ...
788 901 AAC ... ...
888 234 CAG ... ...
888 567 CTG ... ...
889 890 ATA ... ...
999 123 CAG ... ...
999 456 CGT ... ...
999 ] 789 ] CTT ... ...
[ [ [ #N0RMAL_SC5018_MAOA81_F #NORMAL_BC70097_MAOA81_F #MUTASI_SC5099_MAOA81_F
111 000 012 CC....C
111 000 345 AAT ... ...
111 000 678 GGG ... ...
111 011 901 GGC ... ...
111 111 234 TAT ... ...
111 111 567 CAT ... ...
111 112 890 TAA ... ...
111 222 123 GTG ... ...
111 222 456 CAT ... ...
111 222 789 GAT ... ...
111 ] 333 ] 012 ] GTA ... ...
Mutasi [ Insersi [ [ #N0RMAL_SC5018_MAOA81_F #NORMAL_BC70097_MAOA81_F #MUTASI_SC5099_MAOA81_F
111 333 345 TTA ... ...
111 333 678 CAA ... ...
111 344 901 GGA ... ...
111 444 234 GGC ... ...
111 444 567 CTT ... ...
111 445 890 TTG ... ...
11] 55] 12] GA .. ..
Kode Kodon STOP (UAA) untuk mRNA
Gambar 35. Runutan DNA ekson 8 gen MAOA pada seekor domba St. Croix Cross (SC) bernomor 5099 yang mengalami mutasi insersi dibandingkan dengan runutan DNA domba normal
133
Mutasi insersi pada domba SC5099 tersebut menyebabkan perubahan kodon ke34 akan tetapi tidak merubah jenis asam amino pada saat translasi. Asam amino yang dihasilkan pada runutan ke-34 ekson 8 gen MAOA adalah tetap P(Pro)/Prolin (Tabel 34). Meskipun mutasi insersi tidak merubah asam amino, insersi basa C pada runutan basa ke-102 pada ekson 8 gen MAOA tersebut mengakibatkan runutan asam amino selanjutnya (asam amino ke-35 hingga 50) menjadi berubah dan berbeda dibandingkan runutan asam amino domba normal. Terlebih lagi pada runutan asam amino ke-40 terkode kodon STOP (UAA atau TAA untuk kode kodon DNA) sehingga runutan asam amino yang terbentuk pada ekson 8 gen MAOA untuk domba SC5099 pada saat proses translasi akan lebih pendek yaitu hanya 39 asam amino dibandingkan 50 asam amino yang akan terbentuk pada domba normal. Tabel 34. Nama sampel
Translasi runutan asam amino dari ekson 8 gen MAOA domba normal dan domba yang mengalami mutasi insersi Runutan asam amino ke1-33
34**
35-50
SC5018 dan CQYVISAIPPTLTSKIHFRPEL PSERNQLIQRL BC70097 (normal)
P MGAIIKCMMYYKEAFW (CCA)
SC5099 (mutasi)
P NGGYH*VHDVLQGGLL (CCC)
CQYVISAIPPTLTSKIHFRPEL PSERNQLIQRL
Keterangan : ** = tempat terjadinya mutasi insersi * = stop kodon (asam amino ke-40)
Domba SC5099 yang ternyata mengalami mutasi insersi pada runutan DNA ekson 8 gen MAOA adalah domba yang masuk kriteria dalam kelompok domba tidak agresif dan dari data hasil analisa hormon serotonin darah diketahui domba ini mempunyai kandungan serotonin darah tergolong rendah yaitu hanya 66.9 ng/ml dibandingkan dengan rataan kandungan serotonin darah dalam kelompok domba tidak agresif (71.5ng/ml).
134
SIMPULAN Durasi berbagai tingkah laku kelompok domba yang berkarakter agresif tidak berbeda dengan kelompok domba yang berkarakter tidak agresif. Kelompok domba berkarakter agresif mempunyai konsentrasi serotonin darah yang nyata lebih tinggi dibandingkan kelompok domba tidak agresif, sedangkan konsentrasi serotonin darah antar bangsa domba tidak berbeda nyata. Hasil analisa sepanjang 151 pb ekson 8 gen MAOA menunjukkan tidak ditemukan adanya mutasi pada kelompok domba jantan berkarakter agresif.
Hasil
pensejajaran runutan ekson 8 gen MAOA kelompok domba jantan berkarakter agresif dan tidak agresif ternyata identik sehingga tidak ditemukan adanya hubungan antara mutasi pada ekson 8 gen MAOA pada domba dengan sifat agresif. Ditemukan mutasi insersi pada basa ke-102 ekson 8 gen MAOA pada seekor domba jantan bangsa SC akan tetapi mutasi tersebut tidak berhubungan dengan karakter agresif.
135
DAFTAR PUSTAKA Andrés AM et al. 2004. Positive selection in MAOA gene is human exclusive: determination of the putative amino acid change selected in the human lineage. Hum Genet 115:377–386. Brunner HG, Nelen M, Breakefield XO, Ropers HH, van Oost BA. 1993. Abnormal behavior associated with a point mutation in the structural gene for monoamine oxidase A. Science 262 (5133):578-580. Cases O et al. 1995. Agressive behavior and altered amounts of brain serotonin and norepinephrine in mice lacking MAOA. Science 268:1763–1766. Clarck WR, Grunstein M. 2000. Are we hardwired ? : The role of genes in human behavior. New York : Oxford University Press, Inc. Ewing SA, Lay Jr. DC, Borell EV. 1999. Farm Animal Well-Being : Stress Physiology, Animal Behavior, and Environtmental Design. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Grimsby J, Chen K, Wang LJ, Lan NC, Shih JC. 1991. Human monoamine oxidase A and B genes exhibit identical exon-intron organization. Proc Natl Acad Sci USA 88:3637–3641. Hafez ESE et al. 1969. The Behaviour of Sheep and Goats. London : Tindal & Casell. Halbach OB, Dermietzel R. 2006. Neurotransmitters and neuromodulators : Handbook of receptors and biological effects. Weinheim, Germany : Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Levy ER et al. 1989. Localization of human monoamine oxidase-A gene to Xpl 1.2311.4 by in situ hybridization: implications for Norrie disease. Genomics 5:368370. Manuck SB, Kaplan JR, Lotrich FE. 2006. Brain serotonin and aggressive disposition in humans and nonhuman primates. Di dalam : Nelson RJ, editor. Biology of Aggression. New York : Oxford University Press Inc. hlm. 65-113. Maxson SC, Canastar A. 2006. Genetic aspects of aggressions in nonhuman animals. Di dalam : Nelson RJ, editor. Biology of Aggression. New York : Oxford University Press Inc. hlm. 3-19. Maxson SC. 2009. The genetics of offensive aggression in mice. Di dalam : Kim YK, editor. Handbook of Behavior Genetics. New York : Springer Science+Business Media, LLC. hlm. 301-316. McGlone JJ. 1986. Agonistic behavior in food animals : Review of research and techniques. J Anim Sci 62:1130-1139. Morell V. 1993. Evidence found for a possible 'aggression gene'. Science 260 : 17221723.
136
SAS. 2002. SAS/STAT User’s Guide Release 9.0 Edition. North Carolina : SAS Institute Inc., Cary. Tamura K., Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. MEGA4: Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA) software version 4.0. Mol Biol Evol 24(8):1596– 1599.
137
PERBANDINGAN AKURASI PENGGUNAAN DATA PARSIAL DAN DATA UTUH PADA PENGAMATAN TINGKAH LAKU DOMBA (Comparison of Accuracy Using Parsial Data and Whole Data in Sheep Behaviour Observation) ABSTRAK Penggunaan rekaman video memiliki beberapa kelebihan untuk pengamatan tingkah laku, namun demikian teknik ini mempunyai kekurangan pada aspek waktu analisa yang lama. Sehubungan dengan hal itu, diperlukan penelitian tentang durasi data parsial tingkah laku domba yang dapat dipercaya untuk dapat menggambarkan data utuh. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan metode pengamatan tingkah laku domba yang mudah, lebih singkat serta akurat dalam menggambarkan tingkah laku domba dari data utuh. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai acuan untuk mempersingkat waktu analisa data rekaman video dengan menggunakan durasi data parsial yang dapat dipercaya untuk menggambarkan data tingkah laku utuh pada domba. Sebanyak 34 ekor domba dewasa jantan dan betina dari 5 bangsa domba yang terdiri dari domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) digunakan dalam penelitian ini. Sepuluh sifat tingkah laku diamati selama 8 jam dari data rekaman video tingkah laku domba sepanjang hari. Data parsial 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 jam dari 8 jam pengamatan tersebut digunakan sebagai prediksi data tingkah laku 8 jam. Data parsial terlebih dahulu dikonversi melalui pengkalian dengan faktor tertentu sesuai lama pengamatan data parsial. Uji t berpasangan dilakukan untuk membandingkan rataan setiap data parsial dengan data utuh 8 jam dengan PROC TTEST dan untuk melihat keeratan korelasi antara data parsial dengan data utuh dilakukan analisa korelasi dengan PROC CORR dari program SAS ver. 9.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya ada kecenderungan semakin lama data parsial yang digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam paling baik untuk memprediksi data utuh seluruh jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini. Tingkah laku makan (INGEST) dan berkelahi/agresif (AGON) memerlukan data parsial yang terlama dibandingkan tingkah laku domba yang lain yaitu minimal menggunakan data parsial 6 jam. Sementara itu, data parsial yang paling singkat (data parsial 1 jam) hanya dapat memprediksi secara akurat durasi tingkah laku domba minum (DRINK). Kata kunci : data parsial, data utuh, prediksi, tingkah laku, durasi, domba ABSTRACT Besides some advantages for behavioral observations studies, the use of video recording needs a long period of observation time. Therefore, the research of partial data duration of behavior sheep that acceptable to describe the behavior of sheep is needed. The purpose of this study was to get a method of behavior observation of sheep that was easy, quick and more accurate in describing the sheep behaviors of the whole data. The results of this research can be used as a reference to reduce time analysis of
138
video recording data using acceptable partial data to describe sheep behavior of the whole data. A total of 34 head adult male and female sheep of five breed used in this study, i.e. Barbados Black Belly Cross (BC), Composite Garut (KG), Local Garut (LG), Composite Sumatra (KS) and St. Cross Croix (SC). Ten nature of behavior observed for 8 hours of sheep behavior data video recording all day. Partial data 1, 2, 3, 4, 5, 6, and 7 hours of 8 hours observation were used as a prediction of 8 hours sheep behavior. Partial data converted by multiplying by a certain factor according to duration of partial data. Paired t test was performed to compare the average of each partial data to the 8 hours whole data using PROC TTEST. Analyze the correlation between partial data was performed using the PROC CORR of SAS Ver. 9.0. The results show that generally there was a tendency that the longer of the partial data was used then the more accurate the sheep behavior predicted. The use of 6 hours partial data was the best partial data to predict all of sheep behavior accurately. Eating (INGEST) and fighting / aggressive (AGON) behavior require the longest partial data than the other sheep behavior, that require at least 6 hours partial data recording. Meanwhile, the shortest partial data (1 hour partial data) could only accurately predict the behavior duration of sheep drinking (DRINK). Keywords: partial data, whole data, prediction, behavior, duration, sheep
139
PENDAHULUAN Seperti ilmu-ilmu lainnya, metodologi yang ketat dalam desain dan pelaksanaan penelitian juga dipatuhi dalam penelitian tingkah laku hewan. Gambaran sangat baik tentang bagaimana membuat desain dan melakukan penelitian tingkah laku pada hewan telah dijelaskan secara lengkap oleh Lehner (1987).
Disamping itu, khusus untuk
penelitian tingkah laku dengan perlakuan (treatment) pada hewan percobaan maka pertimbangan kesejahteraan hewan/ternak (animal welfare) dari hewan percobaan juga harus dilakukan (National Institute of Mental Health 2002). Salah satu bagian penting dari sekian rangkaian dalam membuat desain penelitian adalah dalam hal pengumpulan data. Pengumpulan data dimulai dengan pilihan metode sampling yang sesuai dan peralatan untuk memastikan validitas, akurasi dan kehandalan dari data yang dikumpulkan (Lehner 1987). Altmann (1974) telah menjelaskan dan menggambarkan secara lengkap tujuh teknik untuk melakukan sampling dalam penelitian tingkah laku hewan beserta rekomendasi penggunaannya. Sementara itu, peralatan dalam pengumpulan data tingkah laku sangat terkait erat dengan metode sampling yang digunakan yang tergantung kepada jenis tingkah laku yang diamati. Pada umumnya, pengumpulan data tingkah laku dapat dilakukan dalam dua cara yaitu pengumpulan data dengan pengamatan langsung (live observation) atau merekam tingkah laku hewan percobaan dengan menggunakan bantuan peralatan elektronik (recording). McGlone (1986) mengemukakan lebih banyak paper yang dipublikasikan menggunakan pengamatan langsung tingkah laku dibandingkan dengan cara merekam, namun demikian trend ini sedang berubah berbalik lebih cenderung dengan cara merekam. McGlone (1986) mengemukakan kelebihan dan kekurangan dalam penelitian tingkah laku yang menggunakan pengamatan secara langsung. Pengamatan langsung dengan menggunakan pensil dan kertas hanya dapat mencatat frekuensi dari tingkah laku. Durasi tingkah laku sulit dilakukan kecuali dengan menggunakan alat bantu penghitung waktu seperti stopwatch, dan sebagainya. Umumnya pengamatan langsung lebih unggul dalam mengamati kualitas dari tingkah laku seperti mimic (perubahan raut muka) hewan hidup. Kelemahan lain dalam pengamatan langsung adalah sulit untuk mencatat tingkah laku dimana pergerakan hewan sangat cepat serta jika beberapa kejadian terobservasi pada saat yang sama.
140
Pengamatan tingkah laku sepanjang hari mengharuskan kehadiran pengamat untuk mencatat dan berkonsentrasi dalam waktu yang panjang dan hal tersebut menyulitkan sekaligus dapat mengurangi keakuratan data yang dikumpulkan. Umumnya peneliti melakukan pengamatan berselang dalam upaya mengurangi waktu pengamatan, seperti yang dilakukan oleh Tiesnamurti et al. (2000, 2006) yang melakukan penelitian tingkah laku menyusu anak domba dengan cara 15 menit pengamatan dan 15 menit istirahat dalam waktu 24 jam. Beberapa peneliti melakukan pengamatan tingkah laku pada sapi dengan interval yang lebih lama yaitu 1 jam (Ray dan Roubicek 1971; Gonyou dan Stricklin 1984), walaupun demikian untuk tingkah laku yang berdurasi tidak terlalu lama, pengamatan dilakukan dari awal hingga akhir tingkah laku, seperti tingkah laku induk domba saat beranak (Sutama dan Inounu 1993; Sutama dan Budiarsana 1995; Tiesnamurti dan Subandriyo 2005; Inounu et al. 2006). Seiring dengan perkembangan dan kemajuan peralatan perekam elektronik, penelitian tingkah laku hewan juga memanfaatkan kelebihan penggunaan peralatan elektronik dalam penelitian tingkah laku dibandingkan penelitian tingkah laku secara langsung. Peralatan elektronik seperti video dapat merekam seluruh tingkah laku hewan dalam durasi yang lama sesuai kapasitas memori alat yang dimiliki. Hasil rekaman dapat diputar ulang setiap kali diinginkan untuk dilakukan analisa terhadap suatu sifat tingkah laku yang diamati. Pada analisa yang lebih mendalam dan teliti, pergerakan cepat hewan dapat diamati lebih lambat dengan menu slow motion ataupun sebaliknya. Jika pengamatan dilakukan terhadap beberapa individu, tingkah laku yang dilakukan pada saat yang bersamaan juga masih dapat dianalisa dengan memutar ulang data rekaman tersebut. Disamping beberapa kelebihan seperti tersebut di atas, rekaman video juga mempunyai kekurangan yaitu analisa data rekaman video tingkah laku memerlukan waktu yang lama karena dalam memutar film video juga diperlukan putar diperlambat (slow motion) dan putar ulang (play back). Sehubungan dengan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai persentase durasi data parsial tingkah laku domba yang dapat dipercaya untuk menggambarkan data utuh dari data tingkah laku yang dikumpulkan dengan alat perekam video. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan metode pengamatan tingkah laku domba yang mudah, lebih singkat serta akurat dan dapat mewakili gambaran tingkah laku domba secara keseluruhan.
Manfaat dari
141
penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai acuan untuk mempersingkat waktu analisa data rekaman video dengan menggunakan durasi data parsial yang dapat dipercaya untuk menggambarkan data tingkah laku utuh pada domba.
142
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dua Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak yaitu di Kandang Percobaan Jl. Raya Pajajaran, Bogor dan Kandang Percobaan Domba Cilebut, selama 5 bulan sejak bulan Oktober 2010 hingga Pebruari 2011. Materi Penelitian Materi penelitian yang digunakan adalah domba dewasa jantan dan betina dari lima bangsa domba yaitu Domba Barbados Black Belly Cross (BC) (komposisi genetik 50% Lokal Sumatera 50% Barbados Black Belly), Komposit Garut (KG) (50% Lokal Garut 25% St. Croix 25% Moulton Charolais), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) (50% Lokal Sumatera 25% St. Croix 25% Barbados Black Belly), St. Croix Cross (SC) (50% Lokal Sumatera 50% St. Croix).
Jumlah sampel yang digunakan dari
seluruh bangsa domba adalah sebanyak 34 ekor, yang terdiri dari 5 ekor domba BC, 6 ekor domba KG, 10 ekor domba LG, 7 ekor domba KS dan 6 ekor domba SC. Metode Penelitian Dua pen kandang yang bersebelahan dengan ukuran sama yaitu 11 m2 diisi masing-masing 5 ekor domba betina atau jantan dari bangsa yang sama. Pengamatan tingkah laku domba dilakukan dengan menggunakan seperangkat peralatan CCTV (Close Circuit Televisi). Segala aktivitas tingkah laku domba selama 24 jam terekam oleh 2 kamera yang dipasang di masing-masing pen kandang. Keempat kamera tersebut terhubung dengan kabel ke peralatan 4CH STANDALONE DVR (Digital Video Recorder) sebagai alat perekam dan televisi sebagai alat monitor yang diletakkan di ruangan khusus pengamatan.
Berhubung kapasitas harddisk DVR hanya mampu
menyimpan data rekaman selama ±100 jam (400 GB) maka secara reguler data rekaman dibackup dengan bantuan flash disk berkapasitas 16 GB. Kemampuan DVR hanya memungkinkan untuk melakukan backup data rekaman sekitar 1 GB setiap kali backup sehingga file data rekaman 24 jam harus dipecah-pecah. File berekstension .VVF hasil backup di flashdisk kemudian disimpan di eksternal harddisk berkapasitas antara 11.5TB.
143
Sifat tingkah laku domba yang diamati seperti yang dikemukakan oleh Hafez et al. (1969) dan Ewing et al. (1999), dengan sedikit modifikasi meliputi 10 tingkah laku yaitu : 1. Makan (ingestif) : lama tingkah laku domba yang memakan konsentrat, rumput atau mineral blok (menit). 2. Bermain (playing) : lama tingkah laku domba yang berlari dan meloncat senang, biasanya diikuti domba yang lain dalam kelompok tersebut (menit). 3. Berkelahi/agresif (agonistic) : lama tingkah laku domba yang aktif menyerang (menanduk domba lain) atau melawan dengan menanduk juga (bertubrukan kepala dengan kepala) serta tingkah laku yang menggesekkan atau menandukkan tanduk ke dinding atau tiang kandang (menit). 4. Membuang kotoran (eliminatif) : lama tingkah laku domba membuang feses (defekasi) atau urine (urinasi) (menit). 5. Merawat diri (care giving) : lama tingkah laku domba merawat diri bagian tubuh yang gatal diantaranya dengan cara menggigit bagian tubuh sendiri seperti bagian kaki depan atau belakang, badan bagian samping, paha dan sebagainya, atau menggarukan kaki belakang ke bagian tubuh seperti leher, kepala, kaki depan, dan sebagainya, atau menggesek-gesekkan pantat, badan bagian samping dan pundak ke dinding kandang (menit). 6. Melangkah/berjalan (locomotion) : lama tingkah laku domba melangkah atau berjalan (menit). 7. Berdiri (standing) : lama tingkah laku domba berdiri (tidak melangkah), biasanya diiringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi atau melihat/mengamati sesuatu (menit). 8. Istirahat tidur (sleeping) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala rebah atau bersandar dan mata tertutup (menit). 9. Istirahat berbaring (resting) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala tegak dan mata terbuka, biasanya diringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi (menit). 10. Minum (drinking) : lama tingkah laku domba meminum air di tempat/bak air minum (menit).
144
File data rekaman dibuka dengan software VVF Player dan kemudian hasil rekaman diterjemahkan dalam bentuk data kuantitatif berupa durasi (menit) suatu sifat tingkah laku dilakukan.
Terbatasnya waktu yang tersedia untuk menterjemahkan
seluruh data rekaman menyebabkan data rekaman tingkah laku hanya dapat diamati selama durasi 8 jam sebagai data utuh, yang dipilih pada waktu-waktu yang dianggap dapat mewakili aktivitas domba dari data rekaman 24 jam. Periode waktu pengamatan 8 jam yang diambil dari data rekaman tingkah laku sepanjang hari seperti terlihat pada Tabel 35. Tabel 35. Periode pengamatan tingkah laku data utuh (8 jam) yang digunakan dari data rekaman tingkah laku sepanjang hari (24 jam) Data rekaman tingkah laku
Periode pengamatan
Periode waktu pengamatan
24 jam
I II
07.00 – 08.00 WIB 10.00 – 11.00 WIB
III
13.00 – 14.00 WIB
IV V
16.00 – 17.00 WIB 19.00 – 20.00 WIB
VI VII
22.00 – 23.00 WIB 01.00 – 02.00 WIB
VIII
04.00 – 05.00 WIB
Jumlah waktu pengamatan
8 jam
145
Tabel 36. Durasi dan periode waktu pengamatan dari metode pengamatan dengan data parsial dan data utuh (pengamatan 8 jam) Periode waktu pengamatan Metode pengamatan Data utuh
Data 1 jam
Data 2 jam
Data 3 jam
Data 4 jam
Data 5 jam
Data 6 jam
07.0007.30
07.3008.00
10.0010.30
10.3011.00
13.0013.30
13.3014.00
16.0016.30
16.3017.00
19.0019.30
19.3020.00
22.0022.30
22.3023.00
01.0001.30
01.3002.00
04.0004.30
04.3005.00
Mulai
7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00
Sampai
7:30:00 8:00:00 10:30:00 11:00:00 13:30:00 14:00:00 16:30:00 17:00:00 19:30:00 20:00:00 22:30:00 23:00:00 1:30:00 2:00:00 4:30:00 5:00:00
Durasi
0:30:00 0:30:00
Mulai
7:00:00
10:00:00
13:00:00
16:00:00
19:00:00
22:00:00
1:00:00
4:00:00
Sampai
7:07:30
10:07:30
13:07:30
16:07:30
19:07:30
22:07:30
1:07:30
4:07:30
Durasi
0:07:30
0:07:30
0:07:30
0:07:30
0:07:30
0:07:30
0:07:30
0:07:30
Mulai
7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00
Sampai
7:07:30 7:37:30 10:07:30 10:37:30 13:07:30 13:37:30 16:07:30 16:37:30 19:07:30 19:37:30 22:07:30 22:37:30 1:07:30 1:37:30 4:07:30 4:37:30
Durasi
0:07:30 0:07:30
Mulai
7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00
Sampai
7:10:00 7:42:30 10:10:00 10:42:30 13:10:00 13:42:30 16:10:00 16:42:30 19:10:00 19:42:30 22:10:00 22:42:30 1:10:00 1:42:30 4:10:00 4:42:30
Durasi
0:10:00 0:12:30
Mulai
7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00
Sampai
7:10:00 7:50:00 10:10:00 10:50:00 13:10:00 13:50:00 16:10:00 16:50:00 19:10:00 19:50:00 22:10:00 22:50:00 1:10:00 1:50:00 4:10:00 4:50:00
Durasi
0:10:00 0:20:00
Mulai
7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00
Sampai
7:20:00 7:47:30 10:20:00 10:47:30 13:20:00 13:47:30 16:20:00 16:47:30 19:20:00 19:47:30 22:20:00 22:47:30 1:20:00 1:47:30 4:20:00 4:47:30
Durasi
0:20:00 0:17:30
Mulai
7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00
Sampai
7:20:00 7:55:00 10:20:00 10:55:00 13:20:00 13:55:00 16:20:00 16:55:00 19:20:00 19:55:00 22:20:00 22:55:00 1:20:00 1:55:00 4:20:00 4:55:00
Durasi
0:20:00 0:25:00
0:30:00
0:07:30
0:10:00
0:10:00
0:20:00
0:20:00
0:30:00
0:07:30
0:12:30
0:20:00
0:17:30
0:25:00
0:30:00
0:07:30
0:10:00
0:10:00
0:20:00
0:20:00
0:30:00
0:07:30
0:12:30
0:20:00
0:17:30
0:25:00
0:30:00
0:07:30
0:10:00
0:10:00
0:20:00
0:20:00
0:30:00
0:07:30
0:12:30
0:20:00
0:17:30
0:25:00
0:30:00
0:07:30
0:10:00
0:10:00
0:20:00
0:20:00
0:30:00
0:07:30
0:12:30
0:20:00
0:17:30
0:25:00
0:30:00
0:07:30
0:10:00
0:10:00
0:20:00
0:20:00
0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00
0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30
0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30
0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00
0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30
0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00
Total durasi
8:00:00
1:00:00
2:00:00
3:00:00
4:00:00
5:00:00
6:00:00
145
146
146
Tabel 36 (Lanjutan).
Durasi dan periode waktu pengamatan dari metode pengamatan dengan data parsial dan data utuh (pengamatan 8 jam) Periode waktu pengamatan
Metode pengamatan Data 7 jam
07.0007.30
07.3008.00
10.0010.30
10.3011.00
13.0013.30
13.3014.00
16.0016.30
16.3017.00
19.0019.30
19.3020.00
22.0022.30
22.3023.00
01.0001.30
01.3002.00
04.0004.30
04.3005.00
Mulai
7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00
Sampai
7:25:00 7:57:30 10:25:00 10:57:30 13:25:00 13:57:30 16:25:00 16:57:30 19:25:00 19:57:30 22:25:00 22:57:30 1:25:00 1:57:30 4:25:00 4:57:30
Durasi
0:25:00 0:27:30
0:25:00
0:27:30
0:25:00
0:27:30
0:25:00
0:27:30
0:25:00
0:27:30
0:25:00
0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30
Total durasi
7:00:00
147
Analisa Data Analisa data dilakukan dengan membandingkan setiap tingkah laku dari data parsial dengan data utuh 8 jam pengamatan. Data parsial adalah data pengamatan tingkah laku yang diamati pada periode waktu tertentu sepanjang waktu pengamatan data utuh 8 jam yang mempertimbangkan keterwakilan untuk data utuh.
Durasi
pengamatan tingkah laku dan periode waktu pengamatan sesuai metode pengamatan seperti ditampilkan pada Tabel 36. Durasi pengamatan untuk data parsial ditetapkan meningkat yang terdiri dari durasi 1 jam (DP1), 2 jam (DP2), 3 jam (DP3), 4 jam (DP4), 5 jam (DP5), 6 jam (DP6) dan 7 jam (DP7) dari data utuh. Durasi setiap sifat tingkah laku data parsial kemudian dikalikan dengan faktor konversi sesuai dengan durasi pengamatan data parsial tersebut ke durasi pengamatan 8 jam untuk mendapatkan data durasi prediksi. Faktor konversi perkalian adalah dikalikan dengan 8 (x 8) untuk data parsial 1 jam (DP1), x 4 untuk DP2, x 2.667 untuk DP3, x 2 untuk DP4, x 1.6 untuk DP5, x 1.333 untuk DP6 dan x 1.143 untuk DP7. Data durasi setiap tingkah laku dari data parsial yang sudah dikonversi ke 8 jam dibandingkan dengan data utuh (8 jam) dengan Uji t berpasangan menggunakan PROC TTEST dan juga dianalisa korelasinya dengan PROC CORR dari software SAS ver. 9.0 (SAS 2002).
148
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan data tingkah laku dengan bantuan alat rekam (seperti CCTV) relatif mudah akan tetapi dalam penelitian ini ada dua kegiatan setelah perekaman data yang memerlukan waktu yang lama. Kegiatan pertama yang memerlukan waktu lama adalah dalam proses backup data dari harddisk DVR ke harddisk eksternal, dengan pilihan tipe alat yang lain atau perkembangan kemajuan peralatan DVR kendala ini akan dapat diatasi. Kegiatan kedua yang memerlukan waktu lama adalah pengolahan atau analisa data rekaman video tingkah laku sehingga perlu dicari cara untuk mempersingkat waktu analisa rekaman video.
Pengambilan contoh dalam periode waktu tertentu dari
keseluruhan data rekam tanpa melakukan analisa untuk seluruh data rekaman merupakan suatu alternatif yang dapat dipilih. Tabel 37 menunjukkan durasi dari setiap tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini untuk data utuh (8 jam pengamatan) dan data parsial dengan periode waktu pengamatan tertentu yang sudah dikonversi ke pengamatan 8 jam dengan cara dikalikan dengan suatu faktor pengali untuk setiap tingkah laku domba yang diamati. Tingkah laku dengan aktifitas yang lama untuk domba dewasa adalah istirahat berbaring (REST), berdiri (STAND) dan makan (INGEST), berturut-turut menghabiskan waktu sekitar 38 %, 29% dan 21% dari keseluruhan waktu yang dimiliki domba. Sementara itu, durasi tingkah laku yang sangat singkat dilakukan adalah bermain (PLAY), berkelahi/agresif (AGON) dan minum (DRINK), masing-masing dari ketiga tingkah laku tersebut dilakukan domba dewasa tidak lebih dari 1 menit dari 8 jam pengamatan. Penggunaan data parsial 1 jam untuk memprediksi tingkah laku data utuh (8 jam pengamatan) dapat dilakukan untuk 8 sifat tingkah laku karena tidak nyata berbeda dengan data utuh kecuali untuk tingkah laku ELIM dan LOCO yang mendapatkan hasil under estimate, berbeda nyata dengan data utuh (P<0.05). Penggunaan data parsial 3 jam tidak dapat diterima untuk memprediksi durasi tingkah laku INGEST dan STAND data utuh karena menghasilkan prediksi durasi tingkah laku INGEST yang under estimate (P<0.05) dan prediksi tingkah laku STAND yang sebaliknya over estimate (P<0.05). Hasil yang lebih baik didapat jika menggunakan data parsial 2, 4 dan 5 jam untuk memprediksi tingkah laku data utuh yaitu hanya durasi tingkah laku INGEST yang tidak dapat diterima karena berbeda nyata dengan data utuh (P<0.05).
149
Tabel 37. Rataan durasi setiap tingkah laku untuk data utuh (8 jam) dan data parsial yang telah dikonversi ke durasi 8 jam Metode pengamatan Tingkah laku DU
DP1
DP2
DP3
DP4
DP5
DP6
DP7
INGEST
98.70 ± 32.58
100.48(ns) ± 45.98
86.00(*) ± 33.54
87.21(*) ± 29.69
93.84(*) ± 30.52
94.93(*) ± 30.55
98.37(ns) ± 32.20
99.41(ns) ± 32.94
PLAY
0.012 ± 0.038
0.00(ns) ± 0.00
0.022(ns) ± 0.073
0.014(ns) ± 0.048
0.024(ns) ± 0.076
0.019(ns) ± 0.061
0.016(ns) ± 0.051
0.014(ns) ± 0.043
AGON
0.45 ± 0.57
0.20(ns) ± 0.62
0.48(ns) ± 1.00
0.45(ns) ± 0.84
0.44(ns) ± 0.67
0.40(ns) ± 0.59
0.39(ns) ± 0.56
0.41(ns) ± 0.57
ELIM
3.34 ± 1.99
1.94(*) ± 1.99
3.11(ns) ± 2.00
3.20(ns) ± 1.88
3.39(ns) ± 2.44
3.31(ns) ± 2.29
3.29(ns) ± 2.23
3.31(ns) ± 2.09
CARE
5.46 ± 4.15
4.66(ns) ± 6.16
5.58(ns) ± 4.99
5.74(ns) ± 5.10
5.30(ns) ± 4.51
5.40(ns) ± 4.26
5.28(ns) ± 4.01
5.23(ns) ± 3.90
LOCO
24.51 ± 24.99
21.17(*) ± 22.90
24.70(ns) ± 24.55
25.92(ns) ± 25.29
25.18(ns) ± 25.70
24.02(ns) ± 23.34
24.06(ns) ± 24.40
23.99(*) ± 24.30
STAND
139.16 ± 52.04
133.61(ns) ± 68.82
143.48(ns) ± 56.09
144.58(*) ± 52.97
140.71(ns) ± 56.64
141.27(ns) ± 52.47
139.11(ns) ± 53.77
138.37(ns) ± 52.94
SLEEP
26.14 ± 20.03
32.66(ns) ± 32.90
26.81(ns) ± 24.36
25.92(ns) ± 23.04
25.44(ns) ± 22.70
26.93(ns) ± 21.33
26.51(ns) ± 20.91
26.76(ns) ± 20.29
REST
181.69 ± 50.32
183.92(ns) ± 62.47
188.95(ns) ± 53.51
186.32(ns) ± 53.87
185.18(ns) ± 57.56
183.25(ns) ± 52.17
182.43(ns) ± 52.40
181.99(ns) ± 50.92
0.55 ± 1.02
1.36(ns) ± 4.01
0.88(ns) ± 2.01
0.64(ns) ± 1.33
0.51(ns) ± 1.04
0.49(ns) ± 0.95
0.56(ns) ± 1.23
0.54(ns) ± 1.08
DRINK
Keterangan : Tanda (*) di belakang nilai rataan durasi setiap tingkah laku menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) antara metode pengamatan data parsial tersebut dengan data utuh Tanda (ns) di belakang nilai rataan durasi setiap tingkah laku menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) antara metode pengamatan data parsial tersebut dengan data utuh DU = Data utuh (pengamatan 8 jam), DP1 = Data parsial pengamatan 1 jam, DP2 = Data parsial pengamatan 2 jam, DP3 = Data parsial pengamatan 3 jam, DP4 = Data parsial pengamatan 4 jam, DP5 = Data parsial pengamatan 5 jam, DP6 = Data parsial pengamatan 6 jam, DP7 = Data parsial pengamatan 7 jam INGEST = Makan (ingestif), PLAY = Bermain (playing), AGON = Berkelahi/agresif (agonistic), ELIM = Buang kotoran (eliminatif), CARE = Merawat diri (care giving), LOCO = Melangkah/berjalan (locomotion), STAND = Berdiri (standing), SLEEP = Istirahat tidur (sleeping), REST = Istirahat berbaring (resting), DRINK = Minum (drinking)
149
150
Hasil prediksi durasi tingkah laku data utuh yang terbaik adalah dengan menggunakan data parsial 6 jam dimana durasi seluruh tingkah laku data prediksi tidak berbeda nyata dengan data utuh (P>0.05). Walaupun demikian, durasi tingkah laku LOCO tidak dapat diprediksi dengan data parsial 7 jam karena akan mendapatkan hasil yang under estimate. Tabel 38 menunjukkan nilai koefisien korelasi antara data parsial dengan data utuh 8 jam pengamatan untuk setiap tingkah laku. Berdasarkan nilai koefisien korelasi tersebut, walaupun data parsial 1 jam dapat memprediksi 8 sifat tingkah laku yang diamati kecuali ELIM dan LOCO namun sifat tingkah laku yang terbaik dapat diprediksi dengan data parsial 1 jam hanya durasi DRINK karena mempunyai nilai korelasi yang kuat yaitu 0.91, sedangkan sifat tingkah laku yang lain mempunyai korelasi yang rendah. Arnold-Meeks dan McGlone (1986) menyarankan hanya tingkah laku dengan nilai korelasi yang lebih dari 0.90 (r>0.90) yang dapat diterima untuk jenis pengujian ini. Tabel 38. Koefisien korelasi antara data utuh (8 jam) dan data parsial yang telah dikonversi untuk setiap tingkah laku Tingkah laku INGEST PLAY AGON
Koefisien korelasi DU-DP1
DU-DP2
DU-DP3
DU-DP4
DU-DP5
DU-DP6
DU-DP7
0.52154(*) 0.84464(*) 0.88742(*) 0.92577(*) 0.94682(*) 0.98505(*) 0.99676(*) ne 0.56478(*) 0.56634(*) 0.11946(ns) 0.69806(*)
0.9995(*) 0.99997(*) 0.99988(*) 0.99931(*)
0.7485(*) 0.85703(*)
0.8727(*) 0.95008(*) 0.98543(*)
ELIM
0.3013(ns) 0.60342(*) 0.82903(*) 0.91383(*) 0.89242(*) 0.94263(*) 0.97408(*)
CARE
0.49095(*) 0.68004(*) 0.79108(*) 0.83954(*) 0.91138(*)
LOCO
0.94686(*) 0.98108(*) 0.98408(*) 0.99427(*) 0.99684(*) 0.99853(*) 0.99944(*)
STAND
0.80627(*) 0.93729(*) 0.96657(*) 0.95865(*) 0.98107(*) 0.99389(*) 0.99804(*)
SLEEP
0.73546(*) 0.84094(*) 0.89043(*) 0.91764(*)
REST
0.57447(*) 0.90952(*) 0.94354(*) 0.94929(*) 0.96746(*) 0.98493(*) 0.99528(*)
DRINK
0.9607(*) 0.97578(*)
0.9315(*) 0.97041(*) 0.99147(*)
0.9091(*) 0.90224(*) 0.89678(*) 0.93437(*) 0.93312(*) 0.97038(*) 0.97587(*)
Keterangan : Tanda (*) di belakang nilai koefisien korelasi setiap tingkah laku menunjukkan korelasi yang nyata (P<0.05) antara metode pengamatan data parsial tersebut dengan data utuh. Tanda (ns) di belakang nilai koefisien korelasi setiap tingkah laku menunjukkan korelasi yang tidak nyata (P>0.05) antara metode pengamatan data parsial tersebut dengan data utuh. ne = tidak terestimasi karena semua ulangan untuk data parsial adalah 0. DU = Data utuh (pengamatan 8 jam), DP1 = Data parsial pengamatan 1 jam, DP2 = Data parsial pengamatan 2 jam, DP3 = Data parsial pengamatan 3 jam, DP4 = Data parsial pengamatan 4 jam, DP5 = Data parsial pengamatan 5 jam, DP6 = Data parsial pengamatan 6 jam, DP7 = Data parsial pengamatan 7 jam. INGEST = Makan (ingestif), PLAY = Bermain (playing), AGON = Berkelahi/agresif (agonistic), ELIM = Buang kotoran (eliminatif), CARE = Merawat diri (care giving), LOCO = Melangkah/berjalan (locomotion), STAND = Berdiri (standing), SLEEP = Istirahat tidur (sleeping), REST = Istirahat berbaring (resting), DRINK = Minum (drinking).
151
Demikian pula penggunaan data parsial 2 jam, dengan memperhatikan nilai koefisien korelasi maka hanya 4 tingkah laku yang dapat memprediksi data utuh yaitu LOCO (r=0.98), STAND (r=0.94), REST (r=0.91) dan DRINK (r=0.90). Sementara itu, untuk data parsial 3 jam, durasi sifat tingkah laku yang dapat diprediksi adalah LOCO (r=0.98), REST (r=0.94) dan DRINK (r=0.90). Pada data parsial 4 jam, tingkah laku AGON dan CARE tidak dapat diterima, sedangkan untuk data parsial 5 jam adalah AGON dan ELIM, disamping tingkah laku INGEST yang berbeda nyata dengan data utuh. Seluruh tingkah laku untuk data parsial 6 jam lebih akurat digunakan untuk memprediksi data utuh karena tidak berbeda nyata dan mempunyai korelasi yang kuat dengan data utuh. Sementara itu, untuk data parsial 7 jam, kecuali tingkah laku LOCO yang berbeda nyata dengan data utuh, seluruh tingkah laku tidak berbeda nyata dan mempunyai korelasi yang kuat dengan data utuh. Penggunaan data parsial untuk beberapa tingkah laku yang tidak akurat untuk memprediksi data utuh telah dilaporkan oleh Arnold-Meeks dan McGlone (1986) yang melakukan penelitian pada babi. Penggunaan data parsial 5 menit dan 20 menit pada penelitiannya terhadap 3 tingkah laku babi yaitu menyerang, makan dan minum tidak akurat untuk memprediksi tingkah laku tersebut untuk data utuh 60 menit. Mitlohner et al. (2001) melakukan penelitian pada sapi dengan interval pengamatan yang teratur dan durasi pengamatan yang meningkat bertambah lama. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa teknik sampling dengan interval tidak lebih dari 15 menit adalah akurat untuk tingkah laku berdurasi lama (seperti berbaring, berdiri dan makan), meskipun demikian tingkah laku berdurasi pendek (seperti berjalan dan minum) mempunyai korelasi yang rendah dengan data utuh. Teknik sampling dengan interval 30 atau 60 menit hanya cocok untuk mengukur tingkah laku berbaring pada sapi penggemukan.
152
SIMPULAN Pada umumnya terdapat kecenderungan semakin lama data parsial yang digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam paling baik untuk memprediksi data utuh seluruh jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini, yang ditandai dari tidak berbeda nyata dan berkorelasi sangat kuat dengan tingkah laku dari data utuh 8 jam. Tingkah laku makan (INGEST) dan berkelahi/agresif (AGON) memerlukan data parsial yang terlama dibandingkan tingkah laku domba yang lain yaitu minimal menggunakan data parsial 6 jam. Sementara itu, data parsial yang paling singkat (data parsial 1 jam) hanya dapat memprediksi secara akurat durasi tingkah laku domba minum (DRINK).
153
DAFTAR PUSTAKA Altmann J. 1974. Observational study of behavior: Sampling methods. Behaviour 49 : 227-267. Arnold-Meeks C, McGlone JJ. 1986. Validating techniques to sample behavior of confined, young pigs. Appl Anim Behav Sci 16 : 149-155. Ewing SA, Lay Jr. DC, Borell EV. 1999. Farm Animal Well-Being : Stress Physiology, Animal Behavior, and Environtmental Design. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Gonyou HW, Stricklin WR. 1984. Diurnal behavior patterns of feedlot bulls during winter and spring in Northern latitudes. J Anim Sci 58 : 1075 – 1083. Hafez ESE et al. 1969. The Behaviour of Sheep and Goats. London : Tindal & Casell. Inounu I, Kurniawan W, Noor RR. 2006. Tingkah laku beranak domba Garut dan persilangannya dengan St. Croix dan Moulton Charollais. JITV 11 : 39-51. Lehner PN. 1987. Design and execution of animal behavior research : an overview. J Anim Sci 65:1213-1219. McGlone JJ. 1986. Agonistic behavior in food animals : Review of research and techniques. J Anim Sci 62:1130-1139. Mitlohner FM, Morrow-Tesch JL, Wilson SC, Dailey JW, McGlone JJ. 2001. Behavioral sampling techniques for feedlot cattle. J Anim Sci 79 : 1189 – 1193. National Institute of Mental Health. 2002. Methods and Welfare Considerations in Behavioral Research with Animals: Report of a National Institutes of Health Workshop. Morrison AR; Evans HL; Ator NA; Nakamura RK (eds). NIH Publication No. 02-5083. Washington, DC: U.S. Government Printing Office. Ray DE, Roubicek CB. 1971. Behavior of feedlot cattle during two seasons. J Anim Sci 33 : 72 – 76. SAS. 2002. SAS/STAT User’s Guide Release 9.0 Edition. North Carolina : SAS Institute Inc., Cary. Sutama IK, Budiarsana IGM. 1995. Tingkah laku domba Ekor Gemuk sekitar waktu beranak. Ilmu Pet 8 : 15 – 18. Sutama IK, Inounu I. 1993. Tingkah laku beranak pada domba Jawa dengan galur prolifikasi yang berbeda. Ilmu Pet 6 : 11 – 14. Tiesnamurti B, Handiwirawan E, Inounu I. 2006. Tingkah laku menyusu anak domba Garut dan persilangan dengan St. Croix dan Moulton Charollais. Di dalam : Mathius IW, Sendow I, Nurhayati, Murdiati TB, Thalib A, Beriajaya, Suparyanto A, Prasetyo LH, Darmono, Wina E, editor. Prosiding Seminar Nasional
154
Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 5-6 September 2006. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 392 – 398. Tiesnamurti B, Herwidi IB, Inounu I. 2000. Karakteristik tingkah laku menyusu anak domba Garut. Di dalam : Haryanto B, Darminto, Hastiono H, Sutama IK, Partoutomo S, Subandriyo, Sinurat AP, Darmono, Supar, Butarbutar OS, editor. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner; Bogor, 18-19 September 2000. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 149 – 155. Tiesnamurti B, Subandriyo. 2005. Tingkah laku beranak domba Merino dan Sumatera yang dikandangkan. Di dalam : Mathius IW, Bahri S, Tarmudji, Prasetyo LH, Triwulanningsih E, Tiesnamurti B, Sendow I, Suhardono, editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 12-13 September 2005. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 505 – 511.
PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan studi terdahulu, telah diketahui bahwa tingkah laku dipengaruhi oleh satu set gen-gen yang unik yang dimiliki seekor hewan (Craig 1981). Tingkah laku sebagaimana semua sifat fenotipe hewan yang lain dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan.
Faktor genetik dan
lingkungan tersebut beraksi dalam keselarasan untuk membentuk pola dan karakteristik tingkah laku (Ewing et al. 1999). Sifat tingkah laku diketahui ada yang dikendalikan oleh gen tunggal, namun demikian banyak sifat-sifat tingkah laku yang dipengaruhi oleh sejumlah besar gen (McFarland 1999). Dengan demikian maka genotipe setiap hewan dapat diduga dengan mempelajari fenotipe tingkah laku hewan tersebut sebagaimana menduga genotipe hewan seperti misalnya menduga nilai pemuliaan dengan mempelajari fenotipe sifat kuantitatif seperti bobot badan, pertambahan bobot badan, dan sebagainya. Fakta tersebut tersebut menunjukkan bahwa fenotipe tingkah laku berpotensi dapat dipelajari dan dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi pada domba. Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui dua cara penting yaitu melalui persilangan dan seleksi.
Kedua cara tersebut dipelajari kaitannya dengan fenotipe
tingkah laku pada penelitian ini. Penelitian tingkah laku pertama mempelajari peluang tingkah laku dalam pembedaan bangsa ternak domba, dimana informasi ini penting sebagai salah satu pertimbangan dalam pelaksanaan program persilangan. Penelitian tingkah laku kedua dan ketiga mempelajari peluang fenotipe tingkah laku sebagai indikator seleksi secara tidak langsung dan seleksi secara langsung dengan melihat hubungannya dengan penanda genetik DNA single nucleotide polymorphism. Pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pembedaan dan pendugaan jarak genetik melalui analisa alel protein dan DNA tidak dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga dapat menduga jarak genetik antar bangsa domba yang dipelihara dalam manajemen atau lokasi dengan lingkungan yang sangat berbeda. Fenotipe ukuran bagian-bagian tubuh dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan, pemanfaatan fenotipe ukuran bagian-bagian tubuh untuk pembedaan dan pendugaan jarak genetik bangsa domba akan akurat sejauh manajemen dan lingkungan pemeliharaan dari bangsa-bangsa domba yang dibandingkan relatif sama.
Kelebihan penggunaan ukuran bagian tubuh relatif lebih mudah dan tidak
156
memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan menggunakan data protein ataupun DNA. Bangsa-bangsa domba yang akan diduga jarak genetiknya dipelihara dalam manajemen dan lingkungan yang sama yaitu kandang percobaan Balai Penelitian Ternak, beberapa bangsa mempunyai hubungan genetik dengan bangsa yang lain karena program persilangan yang dilakukan. Pada kondisi demikian maka hasil pembedaan dan pendugaan jarak genetik dengan menggunakan ukuran tubuh akan akurat dan dalam penelitian ini dilakukan sebagai pembanding untuk pendugaan dengan menggunakan karakteristik suara dan fenotipe tingkah laku. Berdasarkan ukuran tubuh, domba St. Croix Cross, Barbados Black Belly Cross, Lokal Garut dan Komposit Garut merupakan bangsa domba yang berbeda kelompok, sedangkan domba St. Croix Cross satu kelompok dengan domba Komposit Sumatera. Walaupun dalam plotting bangsa domba St. Croix cross satu kelompok dengan domba Komposit Sumatera namun nilai jarak genetik kedua bangsa tersebut nyata berbeda. Berdasarkan data ukuran tubuh terlihat bahwa kelima bangsa yang diamati masingmasing merupakan bangsa domba yang berbeda. Perhitungan jarak genetik berdasarkan ukuran bagian tubuh domba terdapat dua kelompok domba yaitu kelompok pertama yang terdiri dari bangsa domba St. Croix Cross, Komposit Sumatera dan Barbados Black Belly Cross dan kelompok kedua yang terdiri dari bangsa Lokal Garut dan Komposit Garut. Hasil yang diperoleh di atas sesuai dengan silsilah program penelitian pemuliaan (persilangan) yang dilakukan dalam pembentukan domba komposit. Pembedaan dan pendugaan jarak genetik berdasarkan karakteristik suara memperlihatkan hasil yang sedikit berbeda dibandingkan dengan menggunakan ukuran bagian tubuh. Status seluruh bangsa yang diteliti sama dengan hasil berdasarkan ukuran bagian tubuh, perbedaan terletak pada status untuk bangsa domba Komposit Garut. Berdasarkan plotting kanonikal karakteristik suara, domba Lokal Garut, Komposit Sumatera dan Barbados Black Belly Cross merupakan bangsa domba yang berbeda kelompok, sedangkan domba St. Croix Cross, Komposit Garut dan Komposit Sumatera adalah bangsa domba yang merupakan satu kelompok. Demikian pula dendogram yang dibuat berdasarkan karakteristik suara menempatkan bangsa domba Komposit Garut pada kelompok yang kurang akurat. Hal tersebut menunjukkan bahwa karakteristik suara berpeluang besar untuk dapat digunakan sebagai pembeda dan penduga jarak genetik antar bangsa domba sepanjang faktor lingkungan yang mempengaruhi dapat
157
diidentifikasi dan dieliminasi dalam pelaksanaan pengumpulan datanya. Metode ini dapat diterapkan untuk domba yang dipelihara sehari-hari dengan cara digembalakan di padang rumput dan tidak perlu harus ditangkap terlebih dahulu. Pembedaan dan pendugaan jarak genetik berdasarkan fenotipe tingkah laku memberikan hasil yang sangat berbeda dibandingkan berdasarkan ukuran-ukuran tubuh dan karakteristik suara. Diduga banyak faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap fenotipe tingkah laku sehingga memberikan hasil yang sangat berbeda. Masih diperlukan serangkaian penelitian pendahuluan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkah laku dan mengeliminasinya sehingga metode ini dapat digunakan sebagai pembeda bangsa dan penduga jarak genetik pada domba. Alderson (1999) dan Salako (2006) telah melaporkan penggunaan indeks ukuran tubuh masing-masing pada sapi dan domba untuk menilai tipe dan fungsi dari suatu bangsa ternak. Penerapan metode tersebut dalam penelitian ini menunjukkan bahwa bangsa domba Komposit Garut mempunyai tipe dan fungsi sebagai bangsa domba tipe daging. Penerapan metode tersebut pada spesies ternak ruminansia yang lain seperti kerbau dan kambing untuk menilai tipe dan fungsi bangsa ternak tersebut berpeluang besar untuk dilakukan. Ciri-ciri fenotipe kualitatif pada bangsa ternak sangat penting sebagai identitas bangsa tersebut. Keseragaman yang tinggi dari sifat kualitatif maupun kuantitatif (sifat produksi) di dalam bangsa sebagai spesifikasi suatu bangsa ternak sangat dikehendaki. Bangsa domba St. Croix cross dan Barbados Black Belly cross dari ciri-ciri kualitatif terlihat relatif lebih seragam dibandingkan ketiga bangsa yang lain. Seleksi untuk meningkatkan keseragaman ciri-ciri kualitatif untuk setiap bangsa lebih mudah dilakukan karena warna tubuh dan belang tubuh hanya dikendalikan oleh satu atau beberapa gen. Fenotipe sifat kualitatif dapat diarahkan ke sifat kualitatif yang umum terdapat pada bangsa tersebut.
Sifat-sifat kualitatif yang tercantum pada Tabel 12
merupakan ciri-ciri umum setiap bangsa sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan seleksi untuk meningkatkan keseragaman setiap bangsa. Usahaternak domba di Indonesia sebagian besar merupakan peternakan rakyat dengan skala usaha kecil dan sistem pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Peternak
158
domba hanya memelihara beberapa ekor domba dan tidak mempunyai kebiasaan membuat catatan (recording) produksi dalam usahaternak domba yang dilakukannya. Upaya perbaikan produktivitas domba yang dimiliki peternak melalui seleksi akan mengalami kendala karena kondisi tersebut.
Seleksi secara tidak langsung sifat
produksi domba melalui pengamatan tingkah laku tertentu yang berkorelasi kuat merupakan alternatif cara seleksi yang mudah dan dapat dilakukan oleh peternak kecil. Seleksi untuk domba dalam masa pertumbuhan dapat dilakukan dengan memilih domba muda bertemperamen lebih jinak atau tidak takut kepada orang, karena domba bertemperamen demikian mempunyai pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan domba bertemperamen sebaliknya.
Sebagai indikator seleksi dapat
digunakan durasi yang singkat domba menghampiri dan mencium bagian tubuh orang/pengamat. Domba yang jinak tidak banyak membuang energi untuk menghindar dan stress karena adanya orang atau petugas kandang tetapi lebih banyak mengkonversi energi dari asupan pakan untuk menambah bobot badannya.
Domba yang terlalu
khawatir ketika dipisahkan dengan kelompoknya; yang dalam pengamatan ditunjukkan dengan tingkah laku frekuensi menyeberang daerah uji A dan B dan frekuensi melangkah lebih tinggi mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih rendah. Kedua tingkah laku tersebut berkorelasi erat negatif (P<0.05) dengan pertambahan bobot badan harian. Produktivitas induk juga dapat diseleksi secara tidak langsung dengan melihat tingkah lakunya dan hal ini dapat dikerjakan oleh peternak kecil. Induk domba dengan tingkah laku bersuara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya mempunyai total bobot sapih dan kemampuan hidup anak lebih tinggi dibandingkan induk dengan tingkah laku bersuara lebih sedikit.
Induk bersuara lebih banyak kemungkinan
mempunyai perhatian atau kepedulian lebih besar kepada anaknya dibandingkan induk domba bertingkah laku sebaliknya.
Sifat perhatian dan kepedulian induk domba
terhadap anaknya terutama akan sangat penting dalam manajemen yang ekstensif dimana campur tangan manusia dalam memperhatikan ternak yang dipeliharanya sangat kurang. Seleksi secara tidak langsung ini sangat sesuai dengan kondisi peternak kecil domba di Indonesia yang pada umumnya perhatian peternak terhadap domba yang dipelihara sangat rendah.
159
Sifat agresif pada manusia dan tikus telah dilaporkan terkait dengan mutasi titik dan delesi yang terjadi pada ekson 8 dari gen MAOA (Brunner et al. 1993; Cases et al. 1995). Mutasi pada gen MAOA menyebabkan tubuh kekurangan produksi enzim Mono Amine Oxidase A yang sangat penting dalam mendegradasi serotonin, norepinephrine (noradrenaline), epinephrine (adrenaline) dan dopamine serta beberapa amina eksogenous (Andrés et al. 2004). MAOA adalah enzim mitokondria yang dikode oleh gen inti yang berlokasi pada lengan panjang dari kromosom X (Xp 11.4-p11.3) (Levy et al. 1989; Grimsby et al. 1991), oleh sebab itu pengamatan dan ekspresi sifat agresif lebih mudah diamati pada individu jantan. Dalam jumlah kecil terdapat domba jantan yang sering bertingkah laku agresif. Domba jantan ini menyerang atau menyeruduk petugas kandang yang sedang beraktivitas di kandang seperti membersihkan kandang, menimbang bobot badan, menggunting kuku, mencukur wol atau memberi pakan dan minum ternak. Serangan terhadap petugas dapat berakibat fatal karena itu petugas kandang umumnya memberlakukan manajemen khusus bagi domba-domba jantan yang terindikasi agresif, seperti misalnya dengan mengikat domba agresif selama petugas kandang beraktivitas. Frekuensi domba jantan agresif di dalam kelompok domba Garut tangkas diduga cukup tinggi, namun aspek tesebut tidak termasuk bagian yang diamati dalam penelitian ini. Domba Garut tangkas diseleksi secara ketat oleh peternak dan digunakan dalam budaya adu tangkas domba. Hasil sekuen ekson 8 gen MAOA domba yang terindikasi agresif tidak ditemukan adanya mutasi. Runutan DNA domba ekson 8 gen MAOA sepanjang 151 pb dari kelompok domba bertemperamen agresif dan tidak agresif adalah identik. Tingkah laku agresif dan sembilan tingkah laku lain yang diamati melalui CCTV juga tidak dapat membedakan kelompok domba agresif dan tidak agresif. Pernah melakukan serangan atau menyeruduk petugas kandang atau memberikan respon menyerang ketika tangan dipukulkan ke kepala domba adalah aspek tingkah laku yang membedakan kelompok domba agresif. Meskipun tidak terjadi mutasi di ekson 8 gen MAOA, diduga mutasi terjadi di situs lain sepanjang bentangan DNA gen MAOA yang tetap berakibat sama yaitu menyebabkan produksi enzim Mono Amine Oksidase A lebih rendah dibandingkan normal sehingga tidak mampu mengontrol konsentrasi serotonin tetap dalam keadaan normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok domba jantan agresif mempunyai kandungan serotonin lebih tinggi dibandingkan kelompok domba
160
jantan normal. Individu yang tidak mempunyai atau rendah aktivitas MAOA lebih rentan terhadap perilaku agresif (Maxson 2009). Penelitian ini tidak menemukan penanda SNP pada ekson 8 gen MAOA sehingga masih diperlukan penelitian lanjutan untuk memperoleh penanda genetik untuk sifat agresif pada domba. Aplikasi seleksi domba agresif untuk domba Garut tangkas masih memerlukan penelitian lebih jauh sepanjang bentangan DNA gen MAOA dan penggunaan sampel domba Garut tangkas yang lebih banyak. Apabila penanda genetik untuk sifat agresif pada domba Garut tangkas dapat ditemukan maka seleksi dapat dilakukan sedini mungkin ketika domba berumur lebih muda sehingga lebih efisien. Satu hal yang dapat digunakan dalam seleksi domba agresif dari hasil penelitian ini adalah kandungan serotonin darah yang tinggi pada domba jantan bertemperamen agresif, akan tetapi efektifitas penggunaannya pada domba berumur muda masih perlu dipelajari, mengingat ada kemungkinan kandungan serotonin darah berkembang seiring bertambahnya umur. Pada penelitian ini domba bertemperamen agresif adalah domba yang agresif menyerang atau menyeruduk manusia. Penelitian tidak melakukan pengujian domba jantan yang agresif menyerang manusia, juga sangat agresif terhadap domba jantan yang lain. Domba jantan persilangan yang agresif (dalam jumlah kecil sampel, <10%) dan memiliki kandungan serotonin darah lebih tinggi, tidak menunjukkan tingkah laku agresif terhadap domba jantan yang lain melalui pengamatan CCTV. Namun diduga domba jantan agresif persilangan ini bertemu dengan domba jantan lain yang sudah saling kenal dan sistem sosial yang stabil telah terbentuk sehingga tingkah laku agresif tersebut tidak muncul. Penelitian pada domba Garut tangkas juga tidak memungkinkan untuk menguji domba jantan yang agresif terhadap manusia, juga agresif terhadap domba jantan yang lain. Kecenderungan pengamatan tingkah laku saat ini berubah dan beralih dari cara pengamatan langsung (live observation) ke metode dengan cara merekam tingkah laku hewan percobaan dengan menggunakan bantuan peralatan elektronik (recording) karena beberapa kelebihan yang dimiliki metode ini (McGlone 1986).
Namun demikian
analisa data rekaman video tingkah laku (kuantifikasi tingkah laku) memerlukan waktu yang lama sehingga menjadi tidak praktis, oleh karena itu sampling pengamatan yang mewakili dapat menggambarkan tingkah laku secara keseluruhan sangat diperlukan.
161
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan semakin lama durasi data parsial yang digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam adalah paling baik untuk memprediksi data pengamatan delapan jam untuk sepuluh jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian ini, gambaran
keseluruhan tingkah laku domba dapat diketahui cukup dengan pengamatan selama 75 persen dari durasi data utuh atau diperlukan sampling pengamatan selama 18 jam untuk data 24 jam.
Setiap tingkah laku memerlukan durasi sampling pengamatan yang
berbeda, bervariasi dari 12.5 persen (misalnya tingkah laku minum) hingga 75 persen (seperti tingkah laku makan dan berkelahi/agresif).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Ukuran bagian-bagian tubuh domba dapat dimanfaatkan dalam pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba secara akurat. Sementara itu, dengan perbaikan dalam metode pengumpulan data suara, karakteristik suara domba berpeluang besar untuk dapat dimanfaatkan dalam pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba. Pemanfaatan data tingkah laku untuk pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba memberikan hasil yang kurang akurat. 2. Peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk ukuran bagian tubuh adalah peubah lebar ekor, lingkar pangkal tanduk, panjang tanduk, panjang ekor, panjang badan, dan lebar tengkorak. Sementara itu, peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk karakteristik suara adalah frekuensi kuartil ketiga, frekuensi tengah, frekuensi maksimum dan waktu frekuensi kuartil pertama. 3. Indeks ukuran tubuh dapat digunakan untuk penilaian tipe dan fungsi dari bangsa domba dan berdasarkan indeks ukuran tubuh terlihat bahwa domba Komposit Garut lebih prospektif sebagai bangsa domba tipe daging. 4. Beberapa bangsa domba mempunyai korespondensi yang erat dengan sifat kualitatif warna tubuh dominan, pola warna tubuh, warna belang dan persentase belang yang membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Bangsa domba St. Croix cross jantan terkait erat dengan sifat pola warna polos (satu warna), sedangkan bangsa domba St. Croix cross betina berkorespondensi erat dengan sifat warna tubuh dominan putih.
Sementara itu, bangsa domba betina Komposit Garut
berkorespondensi erat dengan pola warna campuran dua warna, warna belang putih, coklat muda dan coklat tua, dengan persentase belang 1-10%. 5. Seleksi untuk domba dalam masa pertumbuhan dapat dilakukan dengan pemilihan domba muda bertemperamen lebih jinak atau tidak takut kepada orang, karena domba bertemperamen demikian mempunyai pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan domba bertemperamen sebaliknya. 6. Seleksi produktivitas induk dapat dilakukan dengan pemilihan induk yang bersuara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya, karena mempunyai total bobot sapih dan kemampuan hidup anak lebih tinggi dibandingkan induk dengan tingkah laku bersuara lebih sedikit.
163
7. Sifat agresif pada domba mempunyai sebab yang berbeda dengan yang terjadi pada manusia dan tikus karena tidak ditemukan adanya mutasi pada ekson 8 gen MAOA dari kelompok domba jantan berkarakter agresif. 8. Konsentrasi serotonin darah mempunyai kaitan yang erat dengan sifat agresif pada domba, dengan kelompok domba jantan berkarakter agresif mempunyai kandungan serotonin lebih tinggi dibandingkan kelompok domba berkarakter tidak agresif. 9. Terdapat kecenderungan semakin lama durasi data parsial yang digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam paling baik untuk memprediksi data pengamatan 8 jam untuk sepuluh jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini. Saran 1. Diperlukan penelitian lebih jauh untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh besar terhadap tingkah laku domba sehingga dapat dieliminasi pada saat pengumpulan data tingkah laku. 2. Ciri-ciri fenotipe sifat kualitatif yang umum dari setiap bangsa dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan seleksi untuk meningkatkan keseragaman fenotipe sifat kualitatif dari setiap bangsa sebelum bangsa domba tersebut dilepas ke masyarakat. 3. Seleksi dalam upaya peningkatan produktivitas domba yang dipelihara oleh peternak kecil dapat dilakukan secara tidak langsung dengan indikator seleksi sifat tingkah laku jinak untuk domba muda dan tingkah laku bersuara banyak untuk induk domba yang dipisahkan dari anaknya. 4. Diperlukan penelitian lebih jauh untuk mempelajari runutan gen MAOA dalam upaya mendapatkan penanda genetik untuk sifat agresif pada domba.
DAFTAR PUSTAKA [DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Statistik Peternakan 2010, Statistical on Livestock 2010. Jakarta : Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. [FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2000. World Watch List for Domestic Animal Diversity. Scherf BD, editor. 3rd edition. Rome : Food and Agriculture Organization of The United Nations. Aaron DK, Frahm RR, Buchanan DS. 1986. Selection applied weaning or yearling weight in Angus cattle. I. Measurement of direct and correlated responses to selection for increased. J Anim Sci 62:54-65. Abdullah MAN. 2008. Karakterisasi genetik sapi Aceh menggunakan analisis keragaman fenotipik, daerah D-Loop DNA mitokondria dan DNA mikrosatelit [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Alderson GLH. 1999. The development of a system of linear measurements to provide an assessment of type and function of beef cattle. AGRI 25:45-55. Altmann J. 1974. Observational study of behavior: Sampling methods. Behaviour 49 : 227-267. Andrés AM et al. 2004. Positive selection in MAOA gene is human exclusive: determination of the putative amino acid change selected in the human lineage. Hum Genet 115:377–386. Arnold-Meeks C, McGlone JJ. 1986. Validating techniques to sample behavior of confined, young pigs. Appl Anim Behav Sci 16 : 149-155. Baker C. 2004. Behavioral Genetics. Washington, D.C. : American Association for the Advancement of Science and The Hastings Center. Balain DS. 1992. Genetic characterization, surveys and collection of information and genetic distances. Di dalam : Chupin D, Yaochun C, Zhihua J, editor. Animal Gene Bank in Asia. Nanjing : Food and Agriculture Organization of the United Nations. Barbados Blackbelly Sheep Association International Int’l. 2011. Breed standards – Barbados Blackbelly. http://www.blackbellysheep.org/bbstandards.html [5 Juli 2012]. Barendse W, Fries R. 1999. Genetic linkage mapping, the gene maps of cattle and the list of loci. Di dalam : Fries R, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Cattle. New York : CAB International. hlm 329 – 364. Bentley DR, Hoy RR. 1972. Genetic control of the neuronal network generating cricket (Teleogryllus gryllus) song patterns. Anim Behav 20:478–492.
165
Brahmantiyo B, Martojo H, Mansjoer SS, Raharjo YC. 2006. Pendugaan jarak genetik kelinci melalui analisis morfomometrik. JITV 11:206–214. Broad TE, Hayes H, Long SE. 1997. Cytogenetics : Physical chromosome maps. Di dalam : Piper L, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Sheep. New York : CAB International. hlm 241 – 295. Brumm H, Naguib M. 2009. Environmental acoustics and the evolution of bird song. Di dalam : Naguib M, Janik VM, Zuberbuhler K, Clayton NS, editor. Advances in the Study of Behaviour : Vocal Communication in Birds and Mammals. Vol. 40. London, Burlington, San Diego, Amsterdam : Elsevier Inc. hlm 1-34. Brunner HG, Nelen M, Breakefield XO, Ropers HH, van Oost BA. 1993. Abnormal behavior associated with a point mutation in the structural gene for monoamine oxidase A. Science 262 (5133):578-580. Buchenauer D. 1999. Genetics of behaviour in cattle. Di dalam : Fries R, Ruvinsky A, editors. The Genetics of Cattle. New York : CAB International. hlm 365 – 390. Capitan A, Grohs C, Gautier M, Eggen A. 2009. The scurs inheritance : new insights from the French Charolais breed. BMC Genet 10 : 33-43. Carter AH, Cox EH. 1982. Sheep breeds in New Zealand. In : Wickham GA, McDonald MF, editors. Sheep Production., Vol. 1 Breeding and Reproduction. Auckland : Ray Richards. hlm 11-38. Cases O et al. 1995. Agressive behavior and altered amounts of brain serotonin and norepinephrine in mice lacking MAOA. Science 268:1763–1766. Charif RA, Waack AM, Strickman LM. 2008. Raven Pro 1.3 User’s Manual. New York : Cornell Laboratory of Ornithology, Ithaca. Clarck WR, Grunstein M. 2000. Are we hardwired ? : The role of genes in human behavior. New York : Oxford University Press, Inc. Coldharbour Charollais. 2008. Charollais sheep. charollais.co.uk/special.php?pageno=55 [6 Juli 2012].
http://coldharbour-
Compton LA, Clarke JA, Seidensticker J, Ingrisano DR. 2001. Acoustic characteristics of white-nosed coati vocalizations: A test of motivation-structural rules. J Mammal 82(4):1054–1058. Craig JV. 1981. Domestic Animal Behaviour : Causes and Implications for Animal Care and Management. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Dario C et al. 2008. Heritability estimates for some biometric traits in Martina Franca Donkey Breed. Proc Aust Soc Anim Prod Vol. 27. Davis GP, DeNise SK. 1998. The impact of genetic markers on selection. J Anim Sci 76:2331–2339.
166
DeFries JC, Hegman JP, Halcomb RA. 1974. Response to 20 generations of selection for open-field activity in mice. Behav Biol 11:481–495. Dekkers JCM. 2004. Commercial application of marker- and gene-assisted selection in livestock: Strategies and lessons. J Anim Sci 82(E. Suppl.):E313–E328. Dennis RL, Chen ZQ, Cheng HW. 2008. Serotonergic mediation of aggression in high and low aggressive chicken strains. Poult Sci 87:612-620. Di Stasio L. 1997. Biochemical genetics. Di dalam : Piper L, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Sheep. New York : CAB International. hlm 133–148. Ewing SA, Lay Jr. DC, Borell EV. 1999. Farm Animal Well-Being : Stress Physiology, Animal Behavior, and Environtmental Design. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Fletcher NH. 2010. A frequency scale rule in mammalian vocalization. Di dalam : Brudzynski SM, editor. Handbook of Mammalian Vocalization : An Integrative Neuroscience Approach. Edisi Pertama. London, Burlington, San Diego : Elsevier BV. hlm 51-56. Franklin IR. 1997. Systematics and Phylogeny of the Sheep. Di dalam : Piper L, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Sheep. New York : CAB International. hlm 1–49. Goddard ME. 1980. Behaviour genetics and animal production. Di dalam : Tomaszewska MW, Edey TN, Lynch JJ, editor. Behaviour in Relation to Reproduction, Management and Welfare of Farm Animals. Proceedings of a Symposium; Armidale, September 1979. Armidale : University of New England. hlm 29 – 36. Gonyou HW, Stricklin WR. 1984. Diurnal behavior patterns of feedlot bulls during winter and spring in Northern latitudes. J Anim Sci 58 : 1075 – 1083. Grandinson K. 2005. Genetic background of maternal behaviour and its relation to offspring survival. Livest Prod Sci 93:43–50. Grier JW. 1984. Biology of Animal Behavior. Bowen D, editor. St. Louis : Times Mirror/Mosby College Publishing. Grimsby J, Chen K, Wang LJ, Lan NC, Shih JC. 1991. Human monoamine oxidase A and B genes exhibit identical exon-intron organization. Proc Natl Acad Sci USA 88:3637–3641. Gunawan A, Sumantri C. 2008. Pendugaan nilai campuran fenotipik dan jarak genetik domba Garut dan persilangannya. JITAA 3 : 176-185. Hafez ESE et al. 1969. The Behaviour of Sheep and Goats. London : Tindal & Casell.
167
Halbach OB, Dermietzel R. 2006. Neurotransmitters and neuromodulators : Handbook of receptors and biological effects. Weinheim, Germany : Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Handiwirawan E, Asmarasari SA, Setiadi B. 2007. Panduan Karakteristik Ternak Kambing dan Domba. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Handiwirawan E, Noor RR, Muladno, Schuler L. 2003. The use of HEL9 and INRA035 microsatellites as specific markers for Bali cattle. Arch Tierz, Dummerstorf 6 : 503-512. Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Hauser MD. 1996. The Evolution of Communication. Cambridge : MIT Press. Hemsworth PH, Barnett JL, Treacy D, Madgwick P. 1990. The heritability of the trait fear of humans and the association between this trait and subsequent reproductive performance in gilts. Appl Anim Behav Sci 25:85 – 95. Herrera M, Rodero E, Gutierrez MJ, Pefia F, Rodero JM. 1996. Application of multifactorial discriminant analysis in the morphostructural differentiation of Andalusian caprine breeds. Small Rum Res 22:39-47. Hinch GN. 1997. Genetics of behaviour. Di dalam : Piper L, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Sheep. New York : CAB International. hlm 353 – 374. Hotamisligil GS, Breakefield XO. 1991. Human monoamine oxidase a gene determines levels of enzyme activity. Am J Hum Genet 49:383-392. Hsu Y-PP, Powell JF, Sims KB, Breakefield XO. 1989. Molecular genetics of the monoamine oxidases. J Neurochem 53:12-18. Iniguez L, Sanchez M, Ginting S. 1991. Productivity of Sumateran Sheep in a System integrated with ruber plantation. Small Rum Res 5:303-317. Inounu I, Kurniawan W, Noor RR. 2006. Tingkah laku beranak domba Garut dan persilangannya dengan St. Croix dan Moulton Charollais. JITV 11 : 39-51. Jensen P. 2002. Behavioural genetics, evolution and domestication. Di dalam : Jensen P, editor. The Ethology of Domestic Animals, an Introductory Text. Oxon : CAB International. hlm 13 – 30. Johari S, Kurnianto E, Sutopo, Hamayanti WA. 2009. Multivariate analysis of phenotypic traits of body measurement in swamp buffalo (Bubalus bubalis). JITAA 2 : 289 - 294. Kahi K, Hirooka H. 2007. Effect of direct and indirect selection criteria for efficiency of gain on profitability of Japanese Black cattle selection strategies. J Anim Sci 85:2401–2412.
168
Kim JJ et al. 1997. Selective enhancement of emotional, but not motor, learning in monoamine oxidase A-deficient mice. Proc Natl Acad Sci USA 94:5929–5933. Knipscheer HC, DeBoer AJ, Sabrani M, Soedjana TD. 1987. Peranan ekonomi ternak kambing dan domba di Indonesia: Suatu studi kasus di Jawa Barat. Di dalam : Hardjosworo PS, Levine JM, editor. Pengembangan Peternakan di Indonesia, Model, Sistem dan Peranannya. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. hlm 112-134. Koch RM. 1978. Selection in beef cattle III. Correlated response of carcass traits to selection for weaning weight, yearling weight and muscling score in cattle. J Anim Sci 47:142-150. Kusza S et al. 2010. Microsatellite analysis to estimate genetic relationships among five bulgarian sheep breeds. Gen Molec Biol 1 : 51-56. Lehner PN. 1987. Design and execution of animal behavior research : an overview. J Anim Sci 65:1213-1219. Levy ER et al. 1989. Localization of human monoamine oxidase-A gene to Xpl 1.2311.4 by in situ hybridization: implications for Norrie disease. Genomics 5:368370. Mahler B, Gil D. 2009. The evolution of song in the Phylloscopus Leaf Warblers (Aves : Sylviidae) : a tale of sexual selection, habitat adaptation, and morphological constraints. Di dalam : Naguib M, Janik VM, Zuberbuhler K, Clayton NS, editor. Advances in the Study of Behaviour : Vocal Communication in Birds and Mammals. Vol. 40. London, Burlington, San Diego, Amsterdam : Elsevier Inc. hlm 35-66. Maijala, K. 1997. Genetic aspects of domestication, common breeds and their origin. Di dalam : Piper L, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Sheep. New York : CAB International. hlm 13-49. Mansjoer SS, Kertanugraha T, Sumantri C. 2007. Estimasi jarak genetik antar domba Garut tipe tangkas dengan tipe pedaging. Med Pet 2:129-138. Manuck SB, Kaplan JR, Lotrich FE. 2006. Brain serotonin and aggressive disposition in humans and nonhuman primates. Di dalam : Nelson RJ, editor. Biology of Aggression. New York : Oxford University Press Inc. hlm. 65-113. Maxson SC, Canastar A. 2006. Genetic aspects of aggressions in nonhuman animals. Di dalam : Nelson RJ, editor. Biology of Aggression. New York : Oxford University Press Inc. hlm. 3-19. Maxson SC. 2009. The genetics of offensive aggression in mice. Di dalam : Kim YK, editor. Handbook of Behavior Genetics. New York : Springer Science+Business Media, LLC. hlm. 301-316.
169
McBride SD, Wolf B. 2007. Using multivariate statistical analysis to measure ovine temperament; stability of factor construction over time and between groups of animals. Appl Anim Behav Sci 103:45–58. McFarland D. 1999. Animal Behaviour, Psychobiology, Ethology and Evolution. 3rd Edition. Essex : Addison Wesley Longman Limited. McGlone JJ. 1986. Agonistic behavior in food animals : Review of research and techniques. J Anim Sci 62:1130-1139. Merkens J, Soemirat R. 1926. Sumbangan Pengetahuan tentang Peternakan Domba di Indonesia. Oetojo RP, penerjemah. Di dalam : Domba dan Kambing. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia-Ned Ind Bladen v Diergenesk; 1979. Terjemahan dari : Bijdrage tot de Kennis van de Schapenfokkerij in Nederlandsch-Indie. Meuwissen T. 2003. Genomic selection : The future of marker assisted selection and animal breeding. Marker assisted selection: A fast track to increase genetic gain in plant and animal breeding? Proceeding of International Workshop; Turin, Italy, 17-18 October 2003. Turin : The Fondazione per le Biotecnologie, The University of Turin and FAO. hlm 54-59. Mitlohner FM, Morrow-Tesch JL, Wilson SC, Dailey JW, McGlone JJ. 2001. Behavioral sampling techniques for feedlot cattle. J Anim Sci 79 : 1189 – 1193. Montgomery GW, Crawford AM. 1997. The sheep linkage map. Di dalam : Piper L, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Sheep. New York : CAB International. hlm 297 – 351. Morell V. 1993. Evidence found for a possible 'aggression gene'. Science 260 : 17221723. Mulliadi D. 1996. Sifat fenotipik domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut. [disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mulyaningsih N. 1990. Domba Garut sebagai sumber plasma nutfah ternak. Plasma Nutfah Hewan Indonesia. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional. Bogor. hlm 42-49. Nafiu LO. 2003. Evaluasi genetik domba Priangan dan Persilangannya dengan St. Croix dan Moulton Charollais [disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Namikawa T, Amano T, Pangestu B, Natasasmita S. 1982. Electrophoretic variations of blood proteins and enzymes in Indonesian cattle and bantengs. The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock (Part III) : Morphological and Genetical Investigations on the Interrelationship between Domestic Animals and their Wild Forms in Indonesia. The Research Group of Overseas Scientific Survey. hlm 35–42.
170
National Institute of Mental Health. 2002. Methods and Welfare Considerations in Behavioral Research with Animals: Report of a National Institutes of Health Workshop. Morrison AR; Evans HL; Ator NA; Nakamura RK (eds). NIH Publication No. 02-5083. Washington, DC: U.S. Government Printing Office. National Sheep Association. 2012. Sheep breeds – Charollais. nationalsheep.org.uk/sheep-breeds.php#B [6 Juli 2012].
http://www.
Nowak R, Porter RH, Blache D, Dwyer CM. 2008. Behaviour and the welfare of the sheep. Di dalam : Dwyer C., editor. The Welfare of Sheep. Vol. 6. Edinburgh : Springer Science + Business Media B. V. hlm 80 – 134. O’Brien SJ et al. 1993. Anchored reference loci for comparative genome mapping in mammals. Nat Genet 3:103. O’Connor CE, Jay NP, Nicol AM, Beatson PR. 1985. Ewe maternal behaviour score and lamb survival. Proc New Zealand Soc Anim Prod 45 : 159 – 162. Oklahoma State University. 1997. Barbados Blackbelly. http://www.ansi.okstate.edu/ breeds/sheep/ [5 Juli 2012]. Plomin R, DeFries JC, McClearn GE. 1990. Behavioral Genetics : a Primer. 2nd edition. New York : W. H. Freeman and Company. Priyanto D, Siregar AR, Handiwirawan E, Subandriyo. 2000. Karakter domba introduksi dan pola konservasi domba Lokal Sumatera di Sumatera Utara. JITV 1: 12-22. Ray DE, Roubicek CB. 1971. Behavior of feedlot cattle during two seasons. J Anim Sci 33 : 72 – 76. Rising Sun Farm. 2006. St. Croix sheep and lambs at Rising Sun Farm. http://risingsunfarm.com/lambs.html [6 Juli 2012]. Roberts JAF. 1926. Colour inheritance in sheep. II. The piebald pattern of the piebald breed. J Genet 17:77-83. Roff DA, Mousseau TA. 1987. Quantitative genetics and fitness : lessons from drosophila. Heredity 58:103–118. Rusfidra. 2004. Karakterisasi sifat-sifat fenotipik sebagai strategi awal konservasi ayam kokok Balenggek di Sumatera Barat [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rutter SM. 2002. Behaviour of sheep and goats. Di dalam : Jensen P., editor. The Ethology of Domestic Animals, an Introductory Text. Oxon : CAB International. hlm 145 – 158. Salako AE. 2006. Application of morphological indices in the assessment of type and function in sheep. Int J Morphol 24(1):13-18.
171
Salamena JF, Noor RR, Sumantri C, Inounu I. 2007. Hubungan genetik, ukuran populasi efektif dan laju silang dalam per generasi populasi domba di Pulau Kisar. JITAA 2 : 71 - 75. Salamena JF, Papilaja BJ. 2010. Characterization and genetic relationships analysis of buffalo population in Moa Island of South-East West Maluku Regency of Maluku Province. JITAA 2 : 75 - 82. Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning : A Laboratory Manual. 2nd edition. New York : Cold Spring Harbour Laboratory Press. Sarbaini. 2004. Kajian keragaman karakter eksternal dan DNA mikrosatelit sapi Pesisir di Sumatera Barat [disertasi]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. SAS. 2002. SAS/STAT User’s Guide Release 9.0 Edition. North Carolina : SAS Institute Inc., Cary. Shahrbabak HM, Farahani AHK, Shahrbabak MM, Yeganeh HM. 2010. Genetic variations between indigenous fat-tailed sheep populations. Afr J Biotech 36 : 5993-5996. Shillito-Waser EE, Hague P. 1980. Variation in the structure of bleats from sheep of four different breeds. Behaviour 75 : 21-35. Siracusa LD et al. 1983. Use of repetitive DNA sequences to distinguish Mus musculus and Mus caroli cells by in situ hybridization. J Embryol Exp Morph 73:163-178. Son S-Y et al. 2008. Structure of human monoamine oxidase A at 2.2-Å resolution: The control of opening the entry for substrates/inhibitors. PNAS 105:5739–5744. Sponenberg DP. 1997. Genetics of colour and hair texture. Di dalam : Piper L, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Sheep. New York : CAB International. hlm 51 – 86. Stirling D. 1999. Sequencing : a technical overview. Di dalam : Bartlett JMS, Stirling D, editor. Methods in Molecular Biology : PCR Protocols. 2nd edition. Iowa, New Jersey : Humana Press. Hlm. 337-340. Stranzinger GF, Steiger D, Kneubühler J, Hagger C. 2007. Y chromosome polymorphism in various breeds of cattle (Bos taurus) in Switzerland. J Appl Genet 48:241–245. Subandriyo et al. 2001. Performans induk dan bobot badan pra- dan pasca-sapih domba komposit hasil persilangan antara domba lokal Sumatera dengan domba rambut pada kondisi digembalakan di Sumatera Utara. JPPT, Special Edition 144-160.
172
Subandriyo, Setiadi B, Handiwirawan E, Suparyanto A. 2000. Performa domba komposit hasil persilangan antara domba lokal Sumatera dengan domba rambut pada kondisi dikandangkan. JITV 5:73-83. Subandriyo, Setiadi B, Handiwirawan E. 2002. Ewe productivity of composite genotype resulting from crossbred among local Sumatera sheep and St. Croix and Barbados Blackbelly hair sheep. Di dalam : Agus A, Suryanto E, Yuwanta T, Widodo, editor. Animal Production and Total Management of Local Resources. Proceedings of the 3rd International Seminar on Tropical Animal Production; Yogyakarta, October 15-16, 2002. Yogyakarta : Faculty of Animal Science – Gadjah Mada University. hlm 151-157. Suparyanto A, Purwadaria T, Subandriyo, Haryati T, Diwyanto K. 2002. Penggunaan polimorfisme protein darah untuk penentuan jarak pertalian genetik antar populasi domba di Indonesia. JITV 7: 46-54. Suparyanto A, Purwadaria T, Subandriyo. 1999. Pendugaan jarak genetik dan faktor peubah pembeda bangsa dan kelompok domba di Indonesia melalui pendekatan analisis morfologi. JITV 4 : 80-87. Suparyanto A, Subandriyo, Praharani L, Adiati U. 2000. Keragaan sifat morfologis dan estimasi jarak pertalian genetik antar domba pada sentra produksi peternakan rakyat dan stasiun percobaan. Di dalam : Haryanto B, Darminto, Hastiono S, Sutama IK, Partoutomo S, Subandriyo, Sinurat AP, Darmono, Supar, Butarbutar SO, editor. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner; Bogor, 18-19 September, 2000. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 134-142. Sutama IK, Budiarsana IGM. 1995. Tingkah laku domba ekor gemuk sekitar waktu beranak. Ilmu Pet 8 : 15 – 18. Sutama IK, Inounu I. 1993. Tingkah laku beranak pada domba Jawa dengan galur prolifikasi yang berbeda. Ilmu Pet 6 : 11 – 14. Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. MEGA4: Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA) Software Version 4.0. Mol Biol Evol 24(8):1596– 1599. Tapio M et al. 2010. Microsatellite-based genetic diversity and population structure of domestic sheep in Northern Eurasia. BMC Genet 11 : 76-86. The American Livestock Breeds Conservancy. 2009. Barbados Blackbelly. http://albc-usa.org/cpl/barbadosblackbelly.html [5 Juli 2012]. Tiesnamurti B, Handiwirawan E, Inounu I. 2006. Tingkah laku menyusu anak domba Garut dan persilangan dengan St. Croix dan Moulton Charollais. Di dalam : Mathius IW, Sendow I, Nurhayati, Murdiati TB, Thalib A, Beriajaya, Suparyanto A, Prasetyo LH, Darmono, Wina E, editor. Prosiding Seminar Nasional
173
Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 5-6 September 2006. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 392 – 398. Tiesnamurti B, Herwidi IB, Inounu I. 2000. Karakteristik tingkah laku menyusu anak domba Garut. Di dalam : Haryanto B, Darminto, Hastiono H, Sutama IK, Partoutomo S, Subandriyo, Sinurat AP, Darmono, Supar, Butarbutar OS, editor. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner; Bogor, 18-19 September 2000. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 149 – 155. Tiesnamurti B, Subandriyo. 2005. Tingkah laku beranak domba Merino dan Sumatera yang dikandangkan. Di dalam : Mathius IW, Bahri S, Tarmudji, Prasetyo LH, Triwulanningsih E, Tiesnamurti B, Sendow I, Suhardono, editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 12-13 September 2005. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 505 – 511. Tim Peneliti Fapet IPB dan BIB Singosari. 2000. Uji kemurnian sapi Bali melalui protein, DNA mikrosatelit, struktur bulu dan kromosom. Laporan Penelitian. Bogor : Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Inseminasi Buatan Singosari. Voisinet BD, Grandin T, Tatum JD, O’Connor SF, Struthers JJ. 1997. Feedlot cattle with calm temperaments have higher daily gains than cattle with excitable temperaments. J Anim Sci 75:892–896. Warwick EJ, Astuti JM, Hardjosubroto W. 1990. Pemuliaan Ternak. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Weary DM, Fraser D. 2002. Social and reproductive behaviour. Di dalam : Jensen P., editor. The Ethology of Domestic Animals, an Introductory Text. Oxon : CAB International. hlm 65 – 77. Weyler W, Hsu Y-PP, Breakefield XO. 1990. Biochemistry and genetics of monoamine oxidase. J Pharmacol Ther 47:391-417. Wu CH, Zhang YP, Bunch SWTD, Wang W. 2003. Mitochondrial control region sequence within the Argali wild sheep (Ovis ammon) : Evolution and conservation relevance. Mammalia 1 : 109-118. Zaitoun IS, Tabbaa MJ, Bdour S. 2005. Differentiation of native goat breeds of Jordan on the basis of morphostructural characteristics. Small Rum Res 56:173–182. Zhang S et al. 2000. Relationship between echolocation frequency and body size in two species of hipposiderid bats [notes]. Chin Sci Bull 45 : 1587-1590.