KERAGAMAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI DAERAH PESISIR PANTAI
ALI AHKAMULLOH A24070135
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Keragaman Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Pesisir Pantai The Growth and Production Diversity of Physic Nut (Jatropha curcas L.) Accesions in Coastal Area Ali Ahkamulloh1, Endang Murniati2 dan Memen Surahman2 1 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB 2 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB
Abstract The aim of this research was to know the growth various accesions of physic nut in coastal area.This research was conducted from March until October 2011 at Wonokerto Kulon coastal area, Pekalongan. The evaluated accesion were derived from 14 selected parent plants originated from Central Java, South Sulawesi, West Java and West Nusa Tenggara. The accesions were selected based on provenance trials in the previous research. The seeds were germinated in the seed nursery. The seedlings were planted in to the field (8 MST). This research was arranged as a factorial experiment in a complete randomined design. The result of this research showed that Bogor 80-11-5 and IP-2P 110-1-4 are the best accesion. Bontomaramu 1-1, Medan and Pinrang. Sukabumi, Bengkulu 3, Gunung Tambora, Lombok 59-1-2, Aceh Besar, Bima, Bone, Dompu and Luwu Utara are not good to be planted in coastal area. Key words: accesion, physic nut, coastal area.
RINGKASAN
ALI AHKAMULLOH. Keragaman Pertumbuhandan Produksi Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Pesisir Pantai. Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI DAN MEMEN SURAHMAN. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan aksesi jarak pagar yang baik pertumbuhandan
produksinya
di
daerah
pesisir
pantai,
sebagai
upaya
pengembangan jarak pagar. Sebanyak 14 aksesi dievaluasi untuk diketahui pertumbuhannya di daerah pesisir pantai Kelurahan Wonokerto Kulon Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan. Lahan penelitian berada pada satu meter di atas permukaan laut, 54 meter dari garis pantai. Lahan tersebut merupakan lahan yang sebelumnya digunakan untuk pertanaman melati. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Oktober 2011. Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal.Penelitian dilakukan terhadap 14 aksesi jarak pagar sebagai perlakuan,
yaitu:
Aceh
Besar,
Bengkulu
3,Bima,Bogor
80-II-5,Bone,
Bontomaramu 1-I,Dompu,Gunung Tambora,IP-2P 110-I-4, Lombok 59-I-2, Luwu Utara, Medan,Pinrang, dan Sukabumi.Setiap perlakuan diulang sebanyak 3kali, sehingga percobaan ini terdiri atas 42 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas4 tanaman jarak pagar, kecuali aksesi Bone dan Luwu Utara masingmasing terdiri dari 3 tanaman/ulangan, sehingga total tanaman yang digunakan penelitian ini sebanyak 162 tanaman. Bahan tanamnya berasal dari benih (biji). Pengamatan pada penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembibitan dan lapangan. Pengamatan tahap pembibitan dilakukan terhadap karakter tinggi tanaman, tinggi tajuk, jumlah daun, serta bobot kering tajuk dan akar. Pengamatan tahap lapangandilakukan terhadap karakter vegetatif dan generatif. Karakter vegetatif terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang primer. Karakter generatif terdiri atas jumlah cabang produktif, jumlah malai, waktu 50% tanaman berbunga, waktu bunga mekar pertamakali,jumlah bunga jantan dan betina/ hermaprodit, jumlah tanaman yang berbunga dan berbuah, jumlah buah per malai, jumlah buah per tanaman, jumlah buah per bulan, dan produksi biji per tanaman. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan
dianalisis menggunakan analisis ragam (Uji F), nilai rata-rata, dan nilai persentase (%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan dan produksi antar aksesi jarak pagar. Perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor genetik, faktor lingkungan dan interaksi keduanya. Hasil penapisan menunjukkan bahwa aksesi yang tergolong baikditanam di daerah pesisir pantai, yaitu Bogor 80-II-5,IP-2P 110-I-4, Bontomaramu 1-I, Medan dan Pinrang, sedangkan aksesi yang tergolong tidak baikyaitu Sukabumi, Bengkulu 3, Gunung Tambora, Lombok 59-I-2, Aceh Besar, Bima, Bone dan Luwu Utara.
KERAGAMAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI DAERAH PESISIR PANTAI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
ALI AHKAMULLOH A24070135
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul
: KERAGAMAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI DAERAH PESISIR PANTAI
Nama
: ALI AHKAMULLOH
NIM
: A24070135
Menyetujui, Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Ir. Endang Murniati, MS. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr. NIP 19471006 198003 2 001 NIP 19630628 199002 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr. NIP 19611101 198703 1 003
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekalongan, 25 November 1989 sebagai anak ke tujuh dari pasangan H. Ahmad Syadzirin Amin dan Hj. Mustaqimah Syadzaroh. Penulis memasuki pendidikan formal pertama pada tahun 1994 di TK Bustanul Athfal Aisyiyah Kedungwuni Pekalongan dan melanjutkan ke MI Walisongo 1 Kedungwuni Pekalongan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan studi di MTsS (Putra) Simbang Kulon Pekalongan tahun 2004 dan pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kedungwuni Pekalongan. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan berkesempatan mendapatkan beasiswa dari Eka Tjipta Foundation (ETF). Selama studi di IPB, penulis pernah menjadi Ketua KKP Desa Kwigaran Kecamatan Kesesi Kabupaten Pekalongan dan sekretaris 2 Fieldtrip MK Teknik Budidaya Tanaman Angkatan 44 tahun 2009. Penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) sebagai Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Litbangtan). Selama berorganisasi di Himagron, penulis pernah menjadi Ketua Seminar Kreativitas Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura IPB (Narasi AGH) 2009 dan Ketua Goes to PIMNAS XXII 2009. Penulis juga pernah berorganisasi di Ikatan Mahasiswa Pekalongan (Imapeka) sebagai staf Divisi Informasi dan Komunikasi.
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT atas karunia dan nikmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul Keragaman Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Pesisir Pantai ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu dan Bapak yang selalu mencurahkan kasih sayangnya dan mendukung penulis baik secara moral maupun finansial. 2. Dr. Ir. Endang Murniati, MS. dan Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan proses penyusunan skripsi. 3. Prof. Dr. Ir. M. Ahmad Chozin, MAgr. selaku dosen penguji yang telah memberikan ilmu dan saran yang bermanfaat bagi penulis. 4. Dr. Ir. Endang Murniati, MS. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan nasihat kepada penulis. 5. Kakak-kakak penulis: Umil Jazirah Ahsa, Em Nasrullah Ahsa, Alif Ayatullah Ahsa, Ahmad Saefullah Ahsa, Ali Sabilillah Ahsa, dan Ahmad Kalamullah Ahsa atas doa dan nasihatnya. 6. Adik-adik penulis: Muhammad Dipo Alam Ahsa, Isa Abdallah Ahsa, dan Ahmad Dzilalirrahman Ahsa atas doa dan dukungannya. 7. Teman-teman seperjuangan di Departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 44 atas persaudaraan dan kebersamaannya. 8. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang pertanian. Bogor, Maret 2012 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL......................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
viii
PENDAHULUAN..................................................................................... Latar Belakang....................................................................................... Tujuan.................................................................................................... Hipotesis................................................................................................
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. Deskripsi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).......................................... Syarat Tumbuh Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)................................. Agroekologi Daerah Pesisir Pantai........................................................
3 3 5 6
BAHAN DAN METODE.......................................................................... Waktu dan Tempat................................................................................ Bahan dan Alat...................................................................................... Metode Percobaan................................................................................. Pelaksanaan Percobaan.......................................................................... Pengamatan............................................................................................
8 8 8 9 9 13
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. Kondisi Umum Penelitian..................................................................... Keragaman Pertumbuhan Beberapa Aksesi Jarak Pagar pada Fase Pembibitan...................................................................................... Keragaman Pertumbuhan Beberapa Aksesi Jarak Pagarpada Fase Vegetatif......................................................................................... Keragaman Pertumbuhan Beberapa Aksesi Jarak Pagar Fase Generatif......................................................................................... Seleksi Aksesi Jarak Pagar....................................................................
15 15
KESIMPULAN..........................................................................................
46
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
47
LAMPIRAN...............................................................................................
54
21 26 33 43
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2.
3. 4. 5.
Halaman Kode, Asal Daerah Aksesi dan Jumlah Tanaman Jarak Pagar yang Digunakandalam Penelitian...............................................
8
Hasil Analisis Tanah Daerah Pesisir Pantai Kelurahan Wonokerto Kulon Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah............................................................
16
Nilai Rataan Karakter Vegetatif Beberapa Aksesi Jarak Pagar pada Saat 8 MST.........................................................................
23
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh terhadapPertumbuhan padaFaseVegetatif...............................................
Aksesi 26
Tinggi Tanaman Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST 6. 7.
Jumlah Daun Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST.....
27 29
Jumlah Cabang Primer Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST........................................................................................
32
Aksesi Fase
33
9.
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh terhadapPertumbuhan pada Generatif...............................................
35
10.
Persentase Jumlah Tanaman Berbunga dan Berbuah, serta Waktu Berbunga dan Waktu Bunga Mekar Pertama 14Aksesi Jarak Pagar...................................................................................
11.
Jumlah Bunga Betina/Hermaprodit, Jumlah Malai danJumlah Cabang Produktif 14 Aksesi Jarak Pagar....................................
12.
Jumlah Buah per Malai, Jumlah Buah per Tanaman danBobot Biji Kering per Tanaman 14 Aksesi Jarak Pagar.........................
8.
Rekapitulasi Nilai Peringkat 14Aksesi Jarak Pagar terhadap EnamKarakter Penyeleksi Jarak Pagar di Daerah Pesisir Pantai...........................................................................................
39 42
45
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Bibit Jarak Pagar pada Saat 2 MST.............................................
11
2.
Buah yang Sudah Siap Panen.......................................................
12
3.
Pengeringan dan Pengemasan Biji Jarak Pagar...........................
13
4.
Curah Hujan Selama Penelitian di Daerah Pesisir Pantai Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan...........................
17
5.
Penyerbukan Bunga Jarak Pagar Oleh Serangga.........................
19
6.
Gejala Serangan Hama pada Jarak Pagar.....................................
20
7.
Gejala Serangan Penyakit pada Jarak Pagar................................
20
8.
Gejala Defisiensi Hara pada Jarak Pagar di Lapangan................
21
9.
Perkembangan Tinggi Tanaman Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST............................................................................
28
Perkembangan Jumlah Daun Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST............................................................................
30
11.
Bunga Jarak Pagar........................................................................
37
12.
Bunga Jarak Pagar yang Tidak Membentuk Buah.......................
38
13.
Jumlah Buah Panen per Bulan Beberapa Aksesi Jarak Pagar......
41
10.
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
12. 13.
Halaman Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesiterhadap KarakterFase Vegetatif dan Generatif.........................................
55
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Tinggi TanamanSelama 16 MST................................................
56
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam PengaruhAksesi terhadap Jumlah DaunSelama 16 MST.....................................................
57
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesiterhadap Jumlah Cabang Primer Selama 16 MST......................................
58
Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Jumlah Malai............................................................................................
59
Hasil Analisis Ragam Pengaruh AksesiterhadapJumlah Cabang Produktif (Hasil Transformasi Akar (x+0.5)).................
59
Hasil Analisis Ragam Pengaruh AksesiterhadapJumlah Bunga Jantan...........................................................................................
59
Hasil Analisis Ragam Pengaruh AksesiterhadapJumlah Bunga Betina/ Hermaprodit.....................................................................
59
Hasil Analisis Ragam Pengaruh AksesiterhadapJumlah Buah per Malai......................................................................................
60
Hasil Analisis Ragam Pengaruh AksesiterhadapJumlah Buah perTanaman (Hasil Transformasi Akar (x+0.5))........................
60
Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadapBobot Biji Kering perTanaman (Hasil Transformasi Akar (x+0.5))........................................................................................
60
Rekapitulasi Hasil Analisis Korelasi terhadap Beberapa Karakter Pengamatan...................................................................
61
Tata Letak Penelitian di Daerah Pesisir Pantai Kelurahan Wonokerto Kulon Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah...........................................................
62
PENDAHULUAN
Latar Belakang Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2010), jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan, dari 206,264,595 jiwa pada tahun 2000 menjadi 237,556,363 jiwa pada tahun 2010. Peningkatan tersebut berimplikasi terhadap kebutuhan sarana transportasi.Hal ini dapat menyebabkan laju konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri semakin besar, mengingat Indonesia masih tergantung pada minyak dan sulitnya ditemukan ladang minyak baru, sehingga persediaan minyak bumi Indonesia semakin menipis. Menurut Hambali et al. (2007), Indonesia yang semula adalah net-exporter di bidang BBM kini telah berubah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Upaya untuk mengurangi permasalahan tersebut, maka dibutuhkan bahan bakar alternatif yangstrategis sebagai sumber energi baru. Menurut Daryanto (2010), sumber energi baru tersebut bahan bakunya harus berlimpah (tersedia secara menyebar), dapat diproduksi dan dikonsumsi secara ekonomis, bersifat ramah lingkungan (harus menghasilkan emisi serendah mungkin), tersedia secara lokal, mudah diperoleh dan dapat diperbarui. Salah satu sumber energi alternatif terbarukan adalah biodiesel yangbahan bakunya dari minyak nabati. Komoditas perkebunan penghasil minyak nabati di Indonesia yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel, yaitu kelapa sawit, kelapa dan jarak pagar (Hambali et al.,2006). Peluang pemanfaatan minyak jarak pagar untuk bahan baku biodiesel lebih besar, karena minyak jarak pagar bukan untuk konsumsi pangan, sehingga pemanfaatannya tidak akan mengganggu penyediaan kebutuhan minyak pangan nasional (Alwi, 2006). Diperkirakan produksi jarak pagar di Indonesia ke depan akan menghadapi tantangan yang semakin kompleks berupa penurunan areal tanam dan penyusutan lahan subur akibat konversi lahan dari sektor pertanian menjadi sektor nonpertanian. Lahan penyediaan jarak pagar dalam negeri berpeluang lebih diarahkan ke lahan suboptimal, salah satunya adalah lahan daerah pesisir pantai.
2
Potensi lahan daerah pesisir pantai di Indonesia sangat tinggi, karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki pantai sepanjang 81,000 km (Rahmawaty, 2006). Pengembangan jarak pagar di daerah pesisir pantai pada intinya adalah untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak diesel bagi penduduk setempat sebagai upaya mewujudkan Desa Mandiri Energi (Hamdi, 2006). Di sisi lain juga untuk penahan erosi (Hambali et al., 2006), menyerap karbon (Agusta et al., 2011) dan menurunkan suhu permukaan bumi (minimal di areal pertanaman) serta dapat meningkatkan kadar O2 dan menurunkan CO2 di udara sehingga bisa mengurangi efek pemanasan global(Parwata et al., 2010). Menurut Triyogo et al. (2009), lahan daerah persisir pantai memiliki kelemahan berupa kandungan hara rendah, evaporasi tinggi, serta kandungan air tanah yang rendah. Kelemahan yang lain adalah, aliran permukaan yang terlalu besar seringkali terjadi di wilayah pantai terutama pada musim penghujan sehingga dapat mengakibatkan hilangnya sebagian unsur hara yang terdapat di dalam tanah dan mengganggu pertumbuhan tanaman. Menurut Satyarini (2009), lahan daerah pesisir pantai sistem irigasi belum ada, selalu bersentuhan dengan udara laut yang mengandung garam dan berangin cukup besar, sehingga dianggap tidak cocok untuk usaha di bidang pertanian terutama tanaman pangan. Upaya untuk memanfaatkan lahan daerah pesisir pantai adalah dengan menanam aksesi jarak pagar yang adaptif, sehingga pada penelitian ini akan dilakukan penapisan terhadap beberapa aksesi jarak pagar untuk lahan daerah pesisir pantai agar dapat diketahui aksesi terbaik yang bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman pertumbuhan dan produksi beberapa aksesi jarak pagar di daerah pesisir pantai. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah terdapat minimal satu aksesi jarak pagar yang bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah pesisir pantai.
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Jarak pagar merupakan jenis tanaman yang berasal dari Amerika Latin dan sekarang tersebar di daerah arid dan semi arid di seluruh dunia (Rachmawati, 2006). Tanaman ini telah lama dikenal masyarakat di Indonesia, yaitu sejak diperkenalkan oleh Bangsa Jepang pada tahun 1942-an, saat itu masyarakat diperintahkan untuk melakukan penanaman jarak pagar sebagai pagar pekarangan. Beberapa nama daerah tanaman jarak pagar antara lain: jarak kosta, jarak budeg (Sunda), jarak gundul, jarak pager (Jawa dan Bali), kalekhe paghar (Madura), lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara), kuman nema (Alor), jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi), ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku) (Irwanto, 2006). Jarak pagar sudah lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat dan penghasil minyak. Minyak jarak pagar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar serta bahan pembuatan sabun dan kosmetik (Mulyani et al., 2006). Tanaman jarak pagar masih satu famili dengan pohon karet dan ubi kayu, sehingga karakter biologinya tidak terlalu jauh berbeda. Batangnya berkayu silindris, jika terluka/ tergores bisa mengeluarkan getah, daunnya berupa daun tunggal, bersudut 3/5 dengan tulang daun menjari yang memiliki 5 - 7 tulang utama. Warna daun hijau dengan permukaan bagian bawah lebih pucat dibandingkan bagian atasnya. Panjang tangkai daun 4 - 15 cm (Prayitno, 2007). Jarak pagar berupa pohon kecil atau perdu. Tanaman ini dapat mencapai umur 50 tahun. Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1.5 - 5 meter (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Bunga jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna kuning kehijauan, dan berumah satu (putik dan benang sari dalam satu tanaman). Bunganya memiliki lima kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang ± 4 mm. Benangsarinya berwarna kuning dengan tangkai putik pendek berwarna hijau dan kepala putik melengkung keluar berwarna kuning (Hambali et al.,2006). Jarak pagar termasuk tanaman monoecious, yaitu alat kelamin jantan dan betina berada
4
pada satu tanaman. Pada setiap tanaman terdapat dua tipe yaitu tanaman unisexual dengan bunga jantan dan betina serta tanaman andromonoecious yang menghasilkan bunga jantan dan hermaprodit sekaligus. Tanaman jarak pagar andromonoecious mampu menghasilkan bunga jantan dan hermaprodit dengan rata-rata perbandingan 14.4 : 1. Posisi bunga hermaprodit berada di tengah-tengah atau di antara bunga jantan (Asbani dan Winarno, 2009). Menurut Hambali et al. (2006) buah jarak pagar berbentuk bulat telur dengan diameter 2 – 4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah berwarna hijau ketika muda, berwarna kuning kecokelatan atau cokelat kehitaman ketika masak. Buah jarak pagar terbagi menjadi 3 ruang, masingmasing ruang berisi 1 biji sehingga dalam setiap buah terdapat 3 biji. Hariyadi (2005) menyatakan bahwa tanaman jarak pagar mulai berbunga setelah umur 3 - 4 bulan, sedangkan pembentukan buah pada umur 4 – 5 bulan. Bunga dan buah dapat terbentuk sepanjang tahun. Buah yang sudah dapat dipanen adalah buah yang masak dengan dicirikan kulit buah sudah berubah warna kuning, kuning kecokelatan dan mengering. Tingkat kemasakan buah dalam satu malai tidak bersamaan sehingga sebaiknya panen dilakukan per buah. Selanjutnya Darwis (2008) menyatakan bahwa pemanenan buah jarak pagar dilakukan secara individual (dipetik satu per satu) setelah berwarna hijau kekuningan hingga kuning atau alternatifnya dipanen per tandan, tetapi setelah buah berumur 45 hari setelah antesis. Menurut Hasnam (2006), jarak pagar dapat dimanfaatkan untuk memulihkan lahan pertanian yang sudah mengalami degradasi kesuburan akibat pertanian berpindah, pertambangan dan kerusakan-kerusakan lain sebagai akibat dari berbagai aktivitas yang dilakukan manusia. Pemanfaatan jarak pagar di Luxor Mesir adalah untuk penghutanan kembali gurun pasir dengan bantuan sedikit pengairan. Parwata et al. (2010) menambahkan bahwa jarak pagar berfungsi sebagai revegetasi lahan pasir pantai, dapat menurunkan suhu permukaan bumi dan dapat meningkatkan kadar oksigen di udara sekaligus menurunkan kadar gas CO2, sehingga dapat mencegah terjadinya pemanasan global (global warming).
5
Syarat Tumbuh Jarak Pagar(Jatropha curcas L.) Jarak pagar tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Menurut Wahid (2006), ketinggian yang optimum bagi produksi buah jarak adalah di bawah 500 m dpl, lebih dari itu tanaman tidak akan berproduksi optimum. Curah hujan yang tepat untuk produksi jarak pagar di Indonesia adalah antara 500 – 1500 mm/tahun dengan hari hujan antara 100 – 120 hari/tahun. Menurut Parwata et al. (2010) tanaman jarak pagar bisa beradaptasi di daerah yang memiliki curah hujan antara 200 - 2000 mm/tahun. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhannya berkisar 1000 - 2000 mm/tahun dengan jumlah bulan kering berkisar antara 4 - 8 bulan. Penanaman jarak pagar di daerah yang bersuhu rendah (< 18oC) bisa mengakibatkan terhambat pertumbuhannya. Sementara jika ditanam di daerah yang bersuhu tinggi (> 35oC) akan menyebabkan daun dan bunga berguguran, buah mengering, sehingga produksi menurun (Prayitno, 2007). Jarak pagar akan tumbuh dan berproduksi optimal jika ditanam di lahan kering dataran rendah yang beriklim kering dengan ketinggian 0 - 500 m dpl dan bersuhu > 20°C (Prihandana dan Hendroko, 2007). Menurut Yani (2005) sesuai dengan sifat tanaman jarak yang dapat tumbuh di semua jenis tanah, tetapi yang baik adalah tanah ringan, lempung berpasir dengan aerasi baik, pH tanah 5.0 – 6.5 dan iklim kering. Tanaman tidak tahan terhadap air yang menggenang/ kadar air tinggi. Selanjutnya Irwanto (2006) menyatakan bahwa tanaman jarak pagar mudah beradaptasi pada lingkungan tumbuhnya, dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur tetapi memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5.0 – 6.5. Prihandana dan Hendroko (2007) menambahkan bahwa jarak pagar dapat tumbuh di lahan marginal yang miskin hara tapi berdrainase dan beraerasi baik. Produksi optimum akan diperoleh dari tanaman yang ditanam di lahan yang subur. Jenis tanah yang baik bagi tanaman jarak pagar dalah yang mengandung pasir 60 - 90% dan pH tanah 5.5 - 6.5. Bibit jarak yang berasal dari biji mungkin akan lebih baik, karena akan berakar lebih dalam daripada bibit dari stek, sehingga tidak rentan terhadap kekeringan (Rivaie et al., 2006). Tanaman jarak pagar yang berasal dari biji memiliki jumlah cabang dan jumlah buah tanaman lebih banyak dibandingyang berasal dari stek(Cholid et al., 2006).
6
Menurut Kemala dan Tirtosuprobo (2006), secara ekologis jarak pagar prospektif dikembangkan di Indonesia. Jarak pagar termasuk tanaman tahunan yang tahan kekeringan. Struktur perakaran jarak pagar mempunyai sistem perakaran yang mampu menahan air dan tanah, sehingga berfungsi sebagai penahan erosi. Hamdi (2006) menyatakan bahwa jarak pagar merupakan jenis tanaman semak atau pohon yang tahan terhadap kekeringan, sehingga tahan hidup di daerah dengan curah hujan rendah. Tanaman ini banyak ditemukan di Afrika Selatan, Afrika Tengah, India Selatan dan Asia Tenggara.
Agroekologi Daerah Pesisir Pantai Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak akan berbeda nyata. Komponen utama agroekologi adalah iklim, fisiografi atau bentuk wilayah dan tanah (Balitbangtan, 1999). Daerah adalah kawasan tertentu yang antara bagian – bagiannya terdapat hubungan tertentu, sedangkan pesisir adalah daratan di tepi laut, yang meliputi pantai dan daratan di dekatnya masih terpengaruh oleh aktivitas laut, dan ditegaskan lebih lanjut bahwa pesisir adalah tanah datar berpasir di pantai (di tepi laut). Daerah pesisir dapat dikatakan sebagai kawasan dataran di tepi laut yang terpengaruh aktivitas laut berupa tanah datar berpasir (Depdikbud, 2008). Lahan pesisir mempunyai sifat kemarginalan dalam tekstur tanah, kemampuan menahan air, kandungan kimia dan bahan organik tanah. Lahan pesisir mempunyai ciri berupa kecepatan angin cukup tinggi sehingga kurang menguntungkan kehidupan tanaman (Gunardi, 2002). Sifat-sifat tanah pasir pantai yaitu kurang baik kemampuannya dalam mengikat boron dan air, sehingga kandungan boron tersedia di tanah pasir pantai umumnya rendah karena bahan induknya miskin boron (Syukur, 2005). Lahan pasir pantai yang terdapat di daerah Samas merupakan gumuk-gumuk pasir. Karakteristik lahan di wilayah tersebut adalah tanah bertekstur pasir, struktur berbutir tunggal, daya simpan lengasnya rendah, status kesuburannya rendah, evaporasi tinggi dan tiupan angin laut kencang (Partoyo, 2005).
7
Lahan pantai dicirikan oleh bahan penyusun tanah yang dominan (> 80 %) terdiri atas pasir, sehingga ketersediaan unsur hara tanaman sangat rendah terutama hara P. Tanah pasir sangat porous, sehingga penggunaan pupuk kimia akan sangat mudah tercuci dan hilang dari zona perakaran. Karakteristik lainnya adalah kapasitas pertukaran kation dan taraf kehidupan biota tanah sangat rendah, temperatur permukaan dan hembusan angin tinggi yang berakibat evapotranspirasi sangat tinggi. Ada sekitar 50 tanaman indegenous yang tumbuh di lahan marginal pantai selatan, salah satu diantaranya adalah pandan (Pandanus sp.). Terdapat juga beberapa tanaman sayuran (cabe, mentimun) dan buah-buahan seperti melon (Siradz dan Kabirun, 2007). Berbagai spesies tanaman yang ada di pantai adalah pandan laut (Populneatectorius), pandan wong (Pandanus sp.), keben (Barringtonia
asiatica),
(Hibiscustiliacerus),
ketapang
borogondolo
(Terminaliacatapa), (Heramdiapeltata),
waru
laut
nyamplung
(Calophylluminophylum) dan cemara laut (Casuarina equisetifolia) (Mile, 2007). Karakteristiklahan pantai antara lain adalah salinitas, evaporasi dan aliran permukaan yang terlalu tinggi, serta kandungan air tanah dan unsur hara yang rendah (Triyogo et al., 2009). Lahan pesisir pantai pada dekade yang lalu belum dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, karena sifat lahan yang sebagian besar terdiri atas pasir, selalu bersentuhan dengan udara laut yang mengandung garam dan berangin cukup besar, sehingga dianggap tidak cocok untuk usaha di bidang pertanian terutama tanaman pangan. Namun, pada dekade akhir ini lahan pantai sudah mulai dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tanaman pangan (Satyarini, 2009). Penanaman jagung telah dilakukan di sekitar Pantai Bugel Kulonprogo meskipun produktivitasnya rendah (Syukur, 2005). Berdasarkan penelitian Parwata et al. (2010) menyimpulkan bahwa Genotipe IP-1A, IP-2M, Gundul dan IP-1M merupakan genotipe yang tahan, sedangkan genotipe Unggul Lokal (NTB), Daun Kuning, IP-2A dan IP-2P merupakan genotipe yang tidak tahan terhadap cekaman kekeringan di lahan pasir pantai. Interval penyiraman sehari dan tiga hari sekali merupakan interval penyiraman yang optimal, sedangkan interval penyiraman sembilan hari sekali merupakan interval penyiraman yang menyebabkan adanya cekaman terhadap tanaman jarak pagar di lahan pasir pantai.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari Maret sampai denganOktober 2011, bertempat di Kelurahan Wonokerto Kulon Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Lahan penelitian merupakan lahan yang sebelumnya digunakan untuk pertanaman melati, berada satu meter di atas permukaan laut dengan jenis tanah pasir dan berjarak ± 54 m dari garis pantai. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 14 aksesi jarak pagar hasil eksplorasi oleh Surfactant Bioenergy Research Center (SBRC) IPB, seperti yang terlihat pada Tabel 1.Pupuk yang digunakan adalah SP-36, KCl, dan Urea dengan dosis masing-masing sebanyak 50, 10, 20 gram/tanaman. Bahan lain yang digunakan yaitu Furadan 3G, Agrept 20WP, dan Roundup 486SL. Alat yang digunakan adalah polybag warna hitam dengan ukuran; diameter 25 cm dan tinggi 25 cm, alat ukur tinggi (meteran), timbangan digital, bor biopori dan alat budidaya tanaman standar. Tabel 1. Kode, Asal Daerah Aksesi dan Jumlah Tanaman Jarak Pagar yang Digunakan dalam Penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Kode Aksesi Aceh Besar Bengkulu 3 IP-2P 110-I-4 Bogor 80-II-5 Sukabumi Bima Dompu Gunung Tambora Lombok 59-I-2 Bone Bontomaramu 1-I Luwu Utara Pinrang Medan
Asal daerah Aceh Bengkulu Lampung Jawa Barat Jawa Barat Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan Sumatera Utara
Jumlah Tanaman 12 12 12 12 12 12 12 12 12 9 12 9 12 12
9
Metode Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan dan produksi beberapa aksesi jarak pagar di daerah pesisir pantai. Aksesi yang digunakan sebanyak 14 aksesi. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3kali, sehingga percobaan ini terdiri dari 42 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri dari 4 tanaman jarak pagar (kecuali aksesi Bone dan Luwu Utara sebanyak 3 tanaman/ulangan), sehingga jumlah tanaman yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 162 tanaman. Model linier dari RKLT adalah : Yij = µ + αi + βj + εij Keterangan: i
= 1, 2, …, t
Yij
= pengamatan pada perlakuan aksesi ke-i, ulangan ke-j
µ
= rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan aksesi ke-i
βj
= pengaruh ulangan ke-j
εij
= pengaruh acak pada perlakuan aksesi ke-i dan ulangan ke-j
Analisis ragam (Uji F) digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan aksesi terhadap karakter yang diamati. Apabila hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata pada taraf α = 5%, uji statistik dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1995). Pelaksanaan Percobaan Pengambilan Sampel dan Analisis Tanah Kegiatanpengambilan sampel tanah dilakukanpra dan pasca penelitian dengan menggunakan bor biopori di lahan penelitian secara komposit pada kedalaman 20, 40, dan 60 cm. Selanjutnya sampel tanah dianalisis di Instalasi Laboratorium
Kimia,
Balai
Penelitian
Tanah,
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Analisis kimia tanah yang dilakukan adalah Analisis Tanah Rutin berupa: persiapan contoh, tekstur 3
10
fraksi (pasir, debu dan liat), pH-H2O dan KCl 1 M, C-Organik, N-Kjeldahl, Ptersedia (Olsen atau Bray), K-tersedia (morgan), P dan K-Potensial, Kapasitas Tukar Kation (KTK), kation dapat tukar (K, Na, Ca, Mg-dd), dan kemasaman dapat tukar (Al dan H-dd),sedangkan Analisis Kimia Tanah Khusus berupa salinitas/ EC (DHL).
Pembibitan Pembibitan diawali denganseleksi terhadap bahan tanam berupa benih (biji) 14 aksesi jarak pagar. Benih yang telah diseleksi disemaikan pada media persemaian polybag berwarna hitam yang terdiri atas campuran tanah dan pupuk kandang siap pakai dengan perbandingan 1:1 (v/v) (Hariyadi, 2005; Misnen, 2010). Setiap 5 kg pupuk kandang yang digunakan mengandung N total: 1.47%, P2O5: 0.26%, K2O: 0.78%, Bahan Organik (BO): 24.59%, C-Organik: 14.20%, pH: 7.10, Rasio C/N: 15.3, dan Kadar Air (KA): 14.6%. Penanaman benih dilakukan dengan posisi mikropil benih menghadap ke bawah pada kedalaman ±2 cm (Santoso dan Purwoko, 2008). Setiap polybag ditanami satu benih pada bagian tengahnya. Pembibitan ini berada di lahan terbuka sehingga terhindar dari naungan. Menurut Izzah dan Heryana (2006), keunggulan pembibitan dalam polybag antara lain: tanaman seragam, kematian tanaman di lapangandapat diperkecil, perawatan lebih mudah dibandingkan dengan bibit yang langsung ditanam di lapangan,pertumbuhan awal lebih cepat, tahan terhadap panas matahari langsung dan perakaran sudah mapansehingga tahan terhadap angin. Kegiatan yang dilakukan selama pembibitan antara lain penyiraman setiap hari dua kali (pagi dan sore hari, jika hari tidak hujan), pengendalian gulma secara manual 2 minggu sekali agar perakaran dan pertumbuhan bibit tidak terganggu, dan penjarangan jarak antar polybag. Menurut Darwis (2008), penyiraman pembibitan pada polybag perlu dilakukan setiap hari dan membersihkan rumputrumput yang berada dalam polybag dengan frekuensi 2 minggu sekali. Pengendalian hama dilakukan secara manual, karena kondisi serangan masih tergolong rendah. Pengendalian penyakit dilakukan secara kimiawi, karena kondisi serangan cukup tinggi dengan melakukan penyemprotan Agrept 2 g/l pada
11
tanaman yang terserang penyakit bercak daun. Pembibitan ini dilakukan selama ±2 bulan. Gambar 1 menunjukkan bibit jarak pagar pada saat 2 MST.
Gambar 1. Bibit Jarak Pagar pada Saat 2 MST. Pengolahan Tanah serta Pembuatan Jarak dan Lubang Tanam Pengolahan tanahadalah salah satu teknik budidaya yang sangat diperlukan dalam persiapan media tumbuh tanaman, agardapat berkembang dengan baik (Pranowo et al., 2006). Sebelum pengolahan tanah, terlebih dahulu tanah dibersihan dari semak belukar dan dilakukan pendongkelan beberapa tanaman melati yang masih tersisa,selanjutnya dilakukan pengolahan tanah. Pengolahan tanah dilakukan secara mekanis yaitu dengan menggunakan peralatan yang sederhana, seperti: cangkul, parang, dan garpu pendongkel,Selanjutnya dilakukan pembuatan jarak tanam dan lubang tanam 30 x 30 x 25 cm.Jarak tanam dalam barisan 2 m dan antar aksesi 1 m. Penanaman di Lapangan Bibit jarak pagar yang berumur ± 2 bulan sudah siap ditanam di lapangan. Penanaman di lapangan dilakukan pada tanggal 28 Mei 2011. Masing-masing aksesi ditanam sesuai dengan jarak tanam yang telah ditentukan. Tanah di sekitar batang tanaman dipadatkan dan dibuat agak cembung pada saat penanaman, sehingga tegakan tanaman kuat. Pemeliharaan Kegiatan ini mencakup pemupukan, penyiraman tanaman, pembumbunan, serta pengendalian gulma, hama dan penyakit. Pemupukan dilakukan dengan cara
12
memberi pupuk SP-36 dan KCl pada lubang tanam dengan dosis masing-masing sebanyak 50 dan 10 gram/tanaman pada saat jarak pagar ditanam di lapangan. Setelah tanaman berusia satu bulan di lapangan, dilakukan pemupukan Urea dengan dosis 10 gram/tanaman dan diulang lagi dengan dosis yang sama setelah dua minggu. Penyiraman dilakukan setiap minggu sekali (jika dalam seminggu tidak ada hujan). Pembumbunan juga dilakukan agar perakarannya berkembang dengan baik (Hariyadi, 2005; Pranowo et al., 2006). Gulma yang tumbuh di lahan dibersihkan secara manual dan kimiawi. Pengendalian gulma secara manual pada kondisi persentase gulma rendah yaitu pada saat 0 - 4 MST, tetapi saat 6 MST dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida berbahan Glifosat, karena persentase gulma di lapangan agak dominan. Pengendalian gulma pada pertanaman jarak pagar dengan menggunakan herbisida glifosatlebih efektif dan efisien dibandingkan dengan penyianganmanual/mekanis, terutama pada skala luas (Effendi et al., 2006). Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan secara manual, karena persentase serangan sangat rendah. Pemanenan Kegiatan ini dimulai pada tanggal 12 Agustus 2011 - 28 Oktober 2011. Menurut Hariyadi (2005), kriteria buah yang dipanen adalah buah yang sudah berwarna kuning, cokelat dan sampai hitam seperti yang terlihat pada Gambar 2. Herman et al. (2006) menambahkan bahwa buah yang masak akan memiliki rendemen minyak yang lebih tinggi. Pemanenan dilakukan dengan memetik buah yang masak secara langsung dari malainya. Buah tidak masak secara bersamaan dalam satu malainya, sehingga pemanenan dilakukan per buah.
Gambar 2. Buah yang Sudah Siap Panen
13
Pengeringan dan Pengemasan Biji Buah yang dipanen ditimbang untuk diketahui bobotnya lalu diekstraksi, benihnya dikeringanginkan di tempat teduh (Gambar 3a) selama ± 3–4 hari (Kadar Air biji ± 7 %) (Hasnam, 2006), kemudian benih dikemas dalam kantong plastik yang berklip/ tertutup (sealed) (Gambar 3b) pada kondisi suhu kamar ± 27 - 30 ºC. a
b
Keterangan: a. Pengeringan b. Pengemasan.
Gambar 3. Pengeringan dan Pengemasan Biji Jarak Pagar Pengamatan Tanaman jarak pagardiamati setiap dua minggu sekali terhadapkarakter pertumbuhan vegetatif dangeneratif. Pertumbuhan vegetatif diamati melalui dua tahap, yaitu pengamatan pada akhir pembibitan dan di lapangan. Pertumbuhan generatif diamati saat tanaman berada di lapangan. Pengamatan dilakukan pada beberapa parameter, diantaranya adalah: a. Pengamatan pada akhir pembibitan (secara destruktif) 1. Tinggi bibit (cm); pengamatan dilakukan pada 6 bibit contoh dengan mengukur bibit dari permukaan tanah sampai titik tumbuh. 2. Jumlah daun; menghitung jumlah daun pada 6 bibit contoh. 3. Panjang akar (cm); mengukur panjang akar primer terpanjang dari pangkal sampai ujung akar pada 6 bibit contoh yang dibongkar dari media tanam. 4. Tinggi tajuk (cm); mengukur dari pangkal batang sampai ujung batang pada 6 bibit contoh yang dibongkar dari media tanam. 5. Bobot kering akar (g); dilakukan dengan cara menimbang akar yang telah dioven pada suhu 60°C selama empat hari.
14
6. Bobot kering tajuk (g); dilakukan dengan cara menimbang tajuk yang telah dioven pada suhu 60°C selama empat hari. b. Pengamatan di lapangan Pengamatan Fase Vegetatif 1. Tinggi tanaman (cm); diukur pada batang utama mulai dari permukaan tanah sampai ujung tanaman setiap dua minggu. 2. Jumlah daun; dengan menghitung jumlah daun pada tanaman setiap dua minggu. 3. Jumlah cabang primer; menghitung cabang primer tanaman setiap dua minggu sekali Pengamatan Fase Generatif 1. Jumlah cabang produktif; menghitung cabang produktif pada akhir penelitian. 2. Jumlah malai per cabang; menghitung jumlah malai pada setiap tanaman. 3. Waktu 50% berbunga; mencatat waktu (hari) tanaman jarak pagar berbunga 50% untuk setiap aksesi. 4. Waktu bunga mekar pertama; mencatat waktu (hari) saat bunga tanaman (jantan, betina, hermaprodit) mekar pertama kali untuk setiap aksesi. 5. Jumlah bunga betina, jantan dan hermaprodit; menghitung jumlah bunga jantan, betina dan hermaprodit yang dihasilkan oleh setiap tanaman pada tiga malai yang terbentuk pertama kali. 6. Jumlah tanaman yang berbunga dan berbuah; menghitung jumlah tanaman yang berbunga dan berbuah untuk setiap aksesi. 7. Jumlah buah per malai; menghitung jumlah buah yang dihasilkan oleh setiap tanaman pada tiga malai pertama. 8. Jumlah buah per tanaman; menghitung jumlah buah yang diproduksi oleh setiap tanaman dan pengamatan ini dilakukan pada semua tanaman contoh. 9. Jumlah buah per bulan; menghitung jumlah buah yang dipanen setiap bulan untuk setiap aksesi. 10. Produksi biji per tanaman; menimbang bobot biji kering yang diproduksi oleh setiap tanaman.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah pesisir pantai Wonokerto, Kelurahan Wonokerto Kulon, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Lokasi ini berada pada ketinggian 1 m dpl.Daerah di Indonesia yang diperkirakan optimal untuk pertumbuhan dan produksi buah jarak pagar adalah daerah dengan ketinggian 0 – 500 mdpl atau dataran rendah (Wahid, 2006; Prihandana dan Hendroko, 2007). Lahan yang digunakan untuk penanaman jarak pagar mempunyai teksturtanah pasir dengan proporsi masing-masing fraksi: pasir 86%, debu 8% dan liat 6%. Menurut Hanafiah (2007), tanah yang mengandung proporsi fraksi tanah pasir > 85% debu < 15% dan liat < 10% termasuk dalam kategori kelas tekstur tanah pasir.Mulyani et al. (2006) menyatakan bahwa jarak pagar dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang baik dijumpai pada tanah-tanah ringan atau lahan dengan drainase dan aerasi yang baik (terbaik mengandung pasir 60 – 90%). Berdasarkan hasil analisis pH terhadap contoh tanah yang diambil dari lahan penelitian menunjukkan pH sebesar 7.1 (Tabel 2). Kandungan C-organik dan N-organik dalam tanah masing-masing sebesar 0.53% dan 0.05%.Zubaidah et al. (2009) menyatakan bahwa nilai pH 7.09 tergolong sedang (netral), sehingga cukup sesuai untuk pengembangan jarak pagar. Kandungan hara N-organik 0.05% tergolong sangat rendah sehingga perlu adanya input tambahan pupuk nitrogen agar tanaman jarak pagar dapat tumbuh dengan baik.Hasil penelitian Rachmawati (2006) menyebutkan bahwa C-organik yang rendah mengakibatkan pertumbuhan tanaman jarak pagar menjadi lambat. Rasio C/N pada tanah tergolong sangat rendah. Menurut Leiwakabessy et al. (2003) tanah-tanah dengan bahan organik yang rendah stabil umumnya memiliki nilai C/N sekitar 10, sedangkan menurut Effendi (2009) kadar bahan organik dan nitrogen tergolong sangat rendah dengan rasio C/N 10 – 14. Hara P potensial tergolong sangat tinggisebesar 87 mg P2O5,P-tersedia (Bray-1) termasuk dalam kategori sedang (7.6 ppm P2O5). Kalium potensial
16
termasuk dalam kriteria sangat tinggi, yaitu52 mg K2O per 100 g tanah dengan Ktersedia (Morgan) sebesar257 ppm K2O. Kapasitas tukar kation (KTK) tergolong rendah (11.13 cmol(+)/kg) dengan didominasi oleh kation Mg. Menurut Leiwakabessy et al. (2003), tanah-tanah yang memiliki KTK rendah biasanya berkorelasi dengan kadar Ca-dd yang rendah. Kejenuhan basa tanah tergolong sangat tinggi (> 100%) yang menunjukkan bahwa kandungan garam tanah terlarut tergolong tinggi. Effendi (2009) menyatakan bahwa kejenuhan basa yang tinggi mengindikasikan tanah tersebut masih mampu menerima dan menahan berbagai unsur hara yang bersifat kation untuk menyuplai kebutuhan tanaman. Daya hantar listrik (DHL) sebagai indikator salinitas tanah tergolong sangat rendah (tidak salin), meskipun tanah berada 54 meter dari garis pantai. Krisnawati dan Adie (2009) menyatakan bahwa tanah yang salin memiliki DHL > 4 dS/m. Tabel 2. Hasil Analisis Tanah Daerah Pesisir Pantai Kelurahan Wonokerto Kulon Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah Parameter Tanah
Satuan
Analisis Hara
Kategori
Pasir
%
86
Debu
%
8
Liat
%
6
pH (H2O)
-
7.1
Sedang
pH (KCl)
-
5.4
-
C-organik
%
0.53
Sangat rendah
N-organik
%
0.05
Sangat rendah
C/N
-
11
Sangat rendah
P-HCl 25%
mg/100g
87
Sangat tinggi
K-HCl 25%
mg/100g
52
Sangat tinggi
Pasir
P-Bray 1
Ppm
7.6
Sedang
K-Morgan
Ppm
257
-
Ca-dd
cmol(+)/kg
2.74
Rendah
Mg-dd
cmol(+)/kg
9.58
Sangat tinggi
K-dd
cmol(+)/kg
0.5
Sedang
Na-dd
cmol(+)/kg
1.81
Sangat tinggi
KTK
cmol(+)/kg
11.13
Rendah
KTKefektif
cmol(+)/kg
-
-
%
>100
Sangat tinggi
Al-dd
KB
cmol(+)/kg
0.00
Rendah
H-dd
cmol(+)/kg
0.02
Rendah
DHL
dS/m
0.040 - 0.237
Sangat rendah
17
Data curah hujan selama penelitian terdiri atas data curah hujan selama pembibitan di Kedungwuni (Maret - Mei 2011) dan di lapangan/ Wonokerto (Mei - Oktober 2011) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan sistem klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, lokasi penelitian lebih banyak mengalami bulan basah (111 - 524 mm) dengan jumlah curah hujan selama penelitian sebesar 1,263 mm dan jumlah hari hujan sebanyak 42 hari. Selama pembibitan terjadi bulan basah dengan kisaran curah hujan (111 – 524 mm). Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April saat pembibitan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus.Menurut Parwata et al. (2010) tanaman jarak pagar bisa beradaptasi di daerah yang memiliki curah hujan antara 200 - 2000 mm/tahun. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhannya berkisar 1000 - 2000 mm/tahun dengan jumlah bulan kering berkisar antara 4 - 8 bulan. 18
Curah Hujan (mm)
16 14 12 10 8
Kedungwuni (Pembibitan) Wonokerto (Lapangan)
6 4 2 0
Sumber: Dinas Pengairan Pertambangan Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Pekalongan, 2011.
Gambar 4. Curah Hujan Selama Penelitian di Daerah Pesisir Pantai Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan dan iklim untuk tanaman jarak pagar, daerah pesisir pantai Wonokerto termasuk dalam kriteria yang sesuai, karena berada pada ketinggian 1 mdpl, pH tanah bersifat netral dan tanah
18
bertekstur pasir sehingga aerasi dan drainasenya baik, meskipun beberapa unsur hara tanah kandungannya masih tergolong rendah. Unsur iklim yang menjadi pembatas adalah ketersediaan air pada bulan Agustus yang merupakan musim kemarau (tidak ada hujan sama sekali) dan waktu pengisianbiji jarak pagar. Bibit yang ditanam di derah pesisir pantai berumur ± 2 bulan setelah pembibitan tanpa naungan. Berdasarkan pengamatan selama 16 MST pada karakter fase vegetatif, tinggi tanaman cenderung mengalami peningkatan pada setiap MST dan jumlah cabang primer cenderung mengalami peningkatan, tetapi jumlah daun mengalami fluktuasi. Pengamatan pada karakter fase generatif menunjukkan jumlah buah yang dipanen per bulan mengalami fluktuasi. Aksesi jarak pagar di lapangan yang semuanya dapat berbunga adalah aksesi Aceh Besar, Bengkulu 3, Bogor 80-II-5, Bontomaramu 1-I, Gunung Tambora, IP-2P 110-I-4, Luwu Utara, Medan dan Sukabumi. Semua aksesi dapat menghasilkan bunga jantan dan betina, kecuali aksesi Lombok 59-I-2 memiliki bunga jantan dan hermaprodit. Aksesi Bontomaramu 1-I memiliki bunga jantan dan betina yang terbanyak. Misnen (2010) menyatakan bahwa perbedaan potensi produksi setiap aksesi sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Berdasarkan
penelitian
Hartati
(2007),bahwa
dua
faktor
yang
sangat
mempengaruhi pertumbuhan jarak pagar adalah faktor genetik dan kondisi lingkungan. Penyerbukan bunga jarak pagar pada penelitian ini dibantu oleh tawon dan semut, seperti pada Gambar 5 terlihat tawon (a) dan semut (b) sedang menyerbuk bunga. Pemeliharaan lebah sebagai serangga penyerbuk di kebun jarak pagar di Majalengka, Jawa Barat, dapat meningkatkan jumlah buah per malai (Mahmud, 2006). Serangga berperan sebagai media perantara dalam proses penyerbukan (Utomo, 2008). Berdasarkan hasil penelitian di India, pada bunga jantan jarak pagar lebah, berkontribusi 34%, semut 61% dan lalat 5% dari total kedatangannya, sedangkan pada bunga betina lebah berkontribusi 28%, semut 71% dan lalat 2% dari total kedatangannya (Raju dan Ezradanam, 2002).
19
a
b
Keterangan: a. Tawon b. Semut.
Gambar 5. Penyerbukan Bunga Jarak Pagar Oleh Serangga Selama penelitian berlangsung terdapat serangan hama dan penyakit pada saat di pembibitan maupun di lapangan. Hama yang menyerang pembibitan jarak pagar adalah bekicot, ulat bulu, dan ayam. Bekicot dan ayam mulai menyerang pada saat perkecambahan (1 MST), sedangkan ulat bulu mulai tampak pada saat bibit berumur 4 MST. Jarak pagar di lapang mulai menampakkan gejala serangan hama kepik (Chrysochoris javanus Westw.) saat 6 MST. Hama kepik cenderung menyerang bunga dan buah jarakpagar. Menurut Rumini dan Karnawati (2006), C. javanus menyerang jarak pagar pada saat pembungaan, menjelang pembentukan buah dan menghisap buah, sehingga menimbulkan kerusakan pada kapsul buah yang sedang berkembang. Gambar 6a menunjukkan gejala serangan hama Kepik ditandai dengan busa yang ditimbulkan oleh hama Kepik, akibatnya timbul bercak pada buah seperti yang terlihat pada Gambar 6b. Gejala serangan hama kutu putih (Ferrisia virgata) mulai tampak saat 6 MST.
Hama
ini
cenderung
menyerang
bagian
daun,
bunga
dan
buah,sehinggadapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan produktivitas. Gambar 6c menunjukkan hama Kutu Putih yang menghasilkan cairan manis, sehingga banyak dikerumuni semut. Gejala serangan hama tungau (Tetranychus sp.) mulai tampak saat 12 MST ditandai dengan bagian daun menjadi berkerut akibat cairan daun dihisap oleh hama tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 6d. Serangan hama ini bersifat dominan hampir pada semua tanaman.
20
a
b
c
d
Keterangan: a. Hama Kepik dan busa yang dihasilkan b. Bercak buah yang ditimbulkan Hama Kepik c. Hama Kutu Putih d. Hama Tungau.
Gambar 6. Gejala Serangan Hama pada Jarak Pagar Penyakit yang menyerang jarak pagar di pembibitan adalah bercak daun (Gambar 7a), sedangkan yang menyerang di lapang berupa busuk fusarium (Fusarium solani). Penyakit Busuk Fusarium disebabkan oleh cendawan yang mengakibatkan batang menjadi busuk seperti yang terlihat pada Gambar 7b. Ditemui juga gejala Busuk Botrytis (Botrytis ricini) yang disebabkan oleh cendawan yang menyerang bagian bunga dan buah akibatnya buah menjadi busuk, seperti yang terlihat pada Gambar 7c. Pengendalian penyakit dilakukan dengan membuang organ tanaman yang terserang penyakit, agar penyakit tidak menular ke tanaman lain.
a
b
c
Keterangan: a. Bercak Daun b. Busuk Fusarium c. Busuk Botrytis.
Gambar 7. Gejala Serangan Penyakit pada Jarak Pagar Beberapa jarak pagar di lapangan menunjukkan gejala kekurangan unsur hara. Gejala defisiensi hara yang tampak pada tanaman, yaitu daun yang tua menguning dan akhirnya kering (defisiensi N), di sekitar tulang daun berwarna
21
kuning (defisiensiZn), serta daun berkeriput, tepi daun gosong dan menggulung (defisiensi Mo), seperti yang terlihat pada Gambar 8. a
b
c
Keterangan: a. Defisiensi N b. Defisiensi Zn c. Defisiensi Mo.
Gambar 8. Gejala Defisiensi Hara pada Jarak Pagar di Lapangan Gulma merupakan organisme yang dapat mempengaruhi pertumbuhan jarak pagar, baik di pembibitan maupun di lapangan. Gulma yang ada di pembibitan adalah meniran (Phyllanthus niruri L.) puteri malu (Mimosa pudica L.) dan nangkaan (Euphorbia hirta) sedangkan gulma dominan di lapangan berupa teki (Cyperus rotundus) rumput pait (Paspalum conjugatum Berg.) dan rumput telor belalang (Sporobolus diander (Retz.) Beauv. Keragaman Pertumbuhan Beberapa Aksesi Jarak Pagar Pada Fase Pembibitan Pembibitan diartikan sebagai usaha mempersiapkan bahan tanaman berupa bibit yaitu tanaman muda melalui penanaman biji (benih) maupun bagian vegetatif tanaman (Santoso dan Purwoko, 2008). Pembibitan dilakukan sebagai pertumbuhan awal sebelum ditanam di lapangan, agar akar tanaman dapat berkembang dengan baik, sehingga kematian tanaman di lapangan dapat dikurangi. Fase pembibitan pada bulan pertama pembibitan yaitu April 2011 terjadi hujan hampir setiap hari, sehingga tidak dilakukan penyiraman tanaman. Bulan kedua pembibitan yaitu Mei 2011, jumlah hari hujan berkurang, sehingga dilakukan penyiraman tanaman pada saat hari tidak hujan.
22
Secara umum pada hari ke 7 - 11 setelah biji ditanam (penyemaian), kecambah mulai terlihat di permukaan tanah. Hari ke 14 - 16 hari sejak biji ditanam, kotiledon telah mekar sempurna. Munculnya kecambah di permukaan tanah dan sempurnanya kemekaran kotiledon pada beberapa tanaman tidak terjadi secara bersamaan. Menurut Misnen (2010), pertumbuhan bibit jarak pagar antar aksesi dan dalam aksesi tidak seragam, meskipun penanamannya dilakukan pada waktu yang sama. Pengamatan dilakukan pada akhir pembibitan terhadap karakter-karakter berupa tinggi bibit, jumlah daun, tinggi tajuk, panjang akar, bobot basah tajuk dan akar, serta bobot kering tajuk dan akar. Aksesi Medan, Pinrang dan Luwu Utara tidak dilakukan pengamatan, karena bibit yang digunakan untuk pengamatan destruktif tidak tersedia. Tinggi Bibit dan Jumlah Daun Terdapat perbedaan tinggi bibit antar aksesi dengan kisaran 31 - 59 cm. Menurut Santoso dan Purwoko (2008), perbedaan tinggi semai disebabkan adanya perbedaan dalam kecepatan berkecambah atau muncul semai di permukaan tanah. Semakin lambat kecepatan muncul kecambah di permukaan tanah menyebabkan tinggi bibit semakin rendah. Seperti yang terlihat pada Tabel 3, aksesi yang memiliki rata-rata tinggi bibit terbesar adalah Dompu (59.2 cm), kemudian aksesi Bogor 80-II-5 (57 cm), sedangkan yang terkecil adalah IP-2P 110-I-4 (31.4 cm). Hal ini menunjukkan bahwa aksesi Dompu dan Bogor 80-II-5 memiliki daya berkecambah yang lebih cepat dibandingkan dengan aksesi yang lain, sedangkan aksesi IP-2P 110-I-4 memiliki daya berkecambah paling lambat dibandingkan dengan aksesi lainnya. Jumlah daun aksesi Aceh Besar dan Dompu pada pembibitan ini masing-masing sebesar 45 cm dan 59.2 cm saat 2 BST, sedangkan hasil penelitian Misnen (2010) menyatakan bahwa rata-rata tinggi bibit jarak pagar aksesi Aceh Besar dan Dompu saat 3 BST adalah 42cm dan 30 cm. Hal ini menunjukkan bahwa daya berkecambah pada pembibitan ini lebih cepat. Menurut Erythrina (2007), bibit jarak pagar umur 2 bulandi polybag tingginya bisa mencapai 30-35 cm, tetapi pembibitan dalam penelitian ini nilai rata-rata tinggi tanamannya berkisar antara 31 - 60 cm. Perbedaan ini dipengaruhi
23
oleh kondisi pembibitan yang berbeda. Pembibitan pada penelitian Erythrina tersebut dalam kondisi ternaungi, sedangkan pembibitan pada penelitian ini kondisinya tanpa naungan. Menurut Sukarjo (2004), daun berfungsi sebagai alat fotosintesis untuk menghasilkan fotosintat. Aksesi yang memiliki rata-rata jumlah daun terbanyak adalah Bontomaramu 1-I dan Bone keduanya memiliki rata-rata jumlah daun yang sama yaitu 24 (Tabel 3). Jumlah ini menunjukkan lebih besar dibandingkan hasil penelitian Sari (2008) yang menyimpulkan bahwa jarak pagar yang diberi perlakuan IBA dengan konsentrasi 100 ppm memiliki jumlah daun 16.2. Aksesi yang memiliki jumlah daun paling sedikit adalah IP-2P 110-I-4 (14.1) tidak berbeda nyata dengan jumlah daun hasil penelitian Sari tersebut. Hasil penelitian Misnen (2010) menyatakan bahwa rata-rata jumlah daun aksesi Aceh Besar dan Dompu saat 3 BST masing-masing sebesar 11 dan 7daun, lebih sedikit dibandingkan dengan pembibitan pada penelitian ini. Tabel 3. Nilai Rataan Karakter Vegetatif Beberapa Aksesi Jarak Pagar pada Saat 8 MST Tinggi Bibit (cm)
Jumlah Daun
Tinggi Tajuk (cm)
Bobot Kering Tajuk (g)
Panjang Akar Primer (cm)
Bobot Kering Akar (g)
Aceh Besar
45.0
21.3
49.2
41.6
23.8
1.6
Bengkulu 3
39.3
18.0
43.0
27.3
39.3
1.3
Bima
54.0
21.3
35.2
40.8
22.8
2.5
Bogor 80-II-5
57.0
22.5
63.3
53.5
21.5
3.4
Bone
53.0
24.0
52.1
38.7
27.7
4.5
Bontomaramu 1-I
53.0
24.0
52.1
42.5
27.7
4.3
Dompu
59.2
21.5
62.3
49.6
20.2
2.9
Gunung Tambora
48.3
22.1
52.8
44.6
20.6
3.7
IP-2P 110-I-4
31.4
14.1
32.2
16.4
15.0
0.8
Lombok 59-I-2
42.7
23.3
47.0
33.9
20.6
2.6
Sukabumi
50.7
20.5
59.0
29.8
27.5
1.9
Rataan
48.5
21.2
49.9
38.1
24.2
2.7
Jenis Aksesi
Menurut Taiz dan Zeiger (2002), semakin banyak daun maka kemampuan membentuk fotosintat akan semakin besar, sehingga pembentukan organ-organ
24
vegetatif akan lebih baik, karena daun berfungsi sebagaiorgan fotosintesis yang mengkonversi energi cahayamenjadi energi kimia. Seperti halnya yang tertera pada Tabel 3, bahwa IP-2P 110-I-4 yang memiliki rata-rata jumlah daun paling rendah juga memiliki rata-rata tinggi tanaman yang paling rendah, sedangkan pada Bontomaramu 1-I dan Bone yang memiliki rata-rata jumlah daun tertinggi, rata-rata tinggi tanamannya lebih besar dibandingkan dengan Aceh Besar, Bengkulu 3, Lombok 59-I-2, Sukabumi, dan IP-2P 110-I-4 meskipun tidak melebihi Bima, Bogor 80-II-5, Gunung Tambora, dan Dompu. Hal ini sesuai dengan Supijatno dan Hariyadi (1990), yang menyatakan bahwa perbedaan varietas secara tunggal menimbulkan perbedaansecara nyata pada jumlah daun bibit kelapa mulai 1 – 5 BST. Tinggi dan Bobot Kering Tajuk Tinggi tajuk bibit antar aksesi jarak pagar memiliki perbedaan yang nyata dengan kisaran panjang 32–63 cm, kecuali untuk aksesi Aceh Besar, Bone, Bontomaramu 1-I dan Gunung Tambora. Aksesi yang memiliki tajuk paling tinggi adalah aksesi Bogor 80-II-5, sedangkan aksesi yang paling pendek adalah aksesi IP-2P 110-I-4 seperti yang tertera pada Tabel 3. Bobot kering (BK) tajuk aksesi Bogor 80-II-5 adalah yang terberat (53.5 g) kemudian aksesi Dompu yang bobotnya 49.6 g, sedangkan aksesi yang memiliki BK tajuk terkecil adalah IP-2P 110-I-4. Rata-rata BK tajuk pada pembibitan ini adalah 38.1 g/bibit lebih besar dibanding dengan rata-rata BK tajuk hasil penelitian Santoso et al. (2009) sebesar 5.96 g/bibit pada umur 2 BST.Menurut Sumarsono (2008), bobot kering tanaman menunjukkan pola tanaman mengakumulasikan produk dari proses fotosintesis dan merupakan integrasi dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Sumanto (2006) menyatakan bahwa bobot kering suatu tumbuhan dipengaruhi oleh kepadatan dan umur tumbuhan. Tinggi tajuk berbanding lurus dengan bobot tajuk bibit jarak pagar. Semakin tinggi tajuk maka bobotnya akan semakin berat, begitu juga sebaliknya. Seperti pada aksesi Bogor 80-II-5 yang memiliki tajuk paling tinggisebesar 63.3 cm juga memiliki bobot tajuk paling berat yaitu 53.5 g, sedangkan aksesi IP-2P 110-I-4 yang memiliki tajuk paling pendek (32.2 cm) juga memiliki bobot tajuk
25
yang paling ringan (16.4 g). Begitu juga dengan aksesi lain yang penurunan tinggi tajuk sebanding dengan penurunan bobot tajuk, meskipun ada aksesi yang menunjukkan hasil berbeda seperti pada aksesi Sukabumi yang tinggi tajuknya 59.0 cm memiliki bobot tajuk 29.8 g, sedangkan aksesi Aceh Besar yang tinggi tajuknya 49.2 cm memiliki bobot tajuk 41.6 g. Hal ini terjadi diduga karena aksesi Aceh Besar memiliki diameter batang yang lebih besar dibandingkan aksesi Sukabumi, sehingga memiliki bobot tajuk yang lebih berat meskipun tajuknya lebih pendek. Panjang dan Bobot Kering Akar Panjang akar primer bibit jarak pagar berkisarantara15-39 cm. Aksesi yang memiliki panjang akar primer maksimum adalah aksesi Bengkulu 3 (39.3 cm), sedangkan aksesi yang panjang akar primernya minimumadalah aksesi IP-2P 110I-4 (15 cm). Hasil ini berbeda dengan penelitian Santoso et al. (2009) bahwa panjang akar maksimum dan minimum yang diperoleh adalah 20.8 cm dan 16.4 cm. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan perbedaan media pembibitan yang digunakan. Bobot kering akar tidak berbanding lurus dengan panjang akar primer. Seperti halnya pada aksesi Bengkulu 3 yang akar primernya terpanjang (39.3 cm) hanya memiliki bobot akar 1.3 g, sedangkan aksesi Gunung Tambora yang memiliki akar primer lebih pendek (20.6 g) dapat menghasilkan bobot kering akar yang lebih berat, yaitu 3.7 g. Hal ini diduga karena perbedaan respon tiap aksesi jarak pagar terhadap media yang digunakan dalam pembibitan dengan cara mengubah sifat morfologis dan fisiologisnya. Beberapa aksesi ada yang memiliki akar primer lebih panjang, tapi bobot kering akarnya ringan, begitu juga sebaliknya. Aksesi Bengkulu 3 cenderung melakukan proses pemanjangan akar, sedangkan aksesi Gunung Tambora lebih cenderung mengalami proses pembesaran akar. Hal ini juga terjadi pada aksesi Aceh Besar, Bima, Bogor 80-II5, Lombok 59-I-2 dan Sukabumi. Bobot kering akar bibit jarak pagar berkisar antara 0.803– 4.5 g.Hasil inilebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Santoso et al. (2009) yang berkisar antara 0.58–0.88 g.
26
Keragaman Pertumbuhan Beberapa Aksesi Jarak Pagar pada Fase Vegetatif Pengamatan pada fase vegetatif dilakukan terhadap beberapa karakter berupa tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang primer jarak pagar di lapang. Waktu pengamatan dilakukan selama 16 MST. Data hasil analisis ragam untuk karakterpada fase vegetatif disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi Jarak Pagar terhadap Pertumbuhan pada Fase Vegetatif Pengaruh Pengelompokkan
Pengaruh Aksesi
KK (%)
Tinggi Tanaman (16 MST)
tn
tn
13.641)
Jumlah Daun (14 MST)
*
tn
22.18
Jumlah Cabang Primer (16 MST)
**
*
16.50
Karakter
Keterangan : tn : tidak nyata, * : nyata, ** : sangat nyata, MST : minggu setelah tanam1): hasil setelah transformasi dengan akar(x+0.5).
Tinggi Tanaman Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum tinggi aksesi jarak pagar mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, jenis aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 0, 2, 6, 8 dan 10 MST Menurut Yahya (1987), varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kelapa. Tinggi tanaman varietas Dalam nyata lebih tinggi daripada varietas lainnya, sedangkan varietas Hibrida nyata lebih tinggi daripada varietas Genjah. Supijatno dan Hariyadi (1990) menambahkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kelapa mulai 1 bulan setelah tanam (BST) sampai dengan 5 BST. Aksesi jarak pagar yang memiliki rataan tinggi tanaman maksimum adalah Gunung Tambora (82.1 cm) kemudian aksesi Bogor 80-II-5 (78.2 cm), sedangkan aksesiyang memiliki tinggi tanaman minimum adalah aksesi Lombok 59-I-2 (54.2 cm) kemudian aksesi Luwu Utara (59.9 cm) seperti yang ada pada Tabel 5. AksesiAceh Besar memiliki tinggi rata-rata 76.32 cm tidak berbeda nyata dengan hasil penelitian (Nisya 2010), sedangkan aksesi Lombok 59-I-2 rataan tinggi tanamannya 54.18 cmlebih kecil dibandingkan hasil penelitian (Nisya, 2010) yang
27
rataan tinggi tanaman aksesi Lombok sebesar 105.4 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa aksesi Lombok59-I-2 kurang toleran ditanam di daerah pesisir pantai(dengan ketinggian tempat 1 m dpl) dibandingkan dengan aksesi lainnya untuk karakter tinggi tanaman. Menurut Suud (2008) pola pertumbuhan tinggi tanaman
pada
seluruh
Echinochloa
umumnya
crusgalli
sama,
kecuali
Echinochloa crusgalli yang berasal dari ketinggian tempat 250 m dpl memiliki tinggi tanaman lebih rendah dan pertambahan tinggi setiap minggunya tidak signifikan dibandingkan dengan lainnya. Hal ini diduga karena Echinochloa crusgalli yang berasal dari ketinggian tersebut lebih cenderung menggunakan asimilat hasil fotosintesisnya untuk pembentukan anakan daripada pertumbuhan tinggi tajuknya. Tabel 5. Tinggi Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST JA AB
Minggu Setelah Tanam (MST) 0
2
50.8 b bcd
BK
43.6
Bim
48.8 bc
Bog
53.4
ab de
Bon
34.8
BM
36.8 cde 52.1
b
64.8
a
37.0
cde
Lom
32.6
de
LU
25.3e
D GT IP
4
54.5 bc 46.6
cdef
53.2 bcd 58.0
ab
41.2
bcd
43.1cdef 54.8
bc
67.9
a
44.6
cdef
37.6
ef
33.2 f
60.3
bcde
65.7 abcde 73.0
abc
58.4
abcde
61.5bcde 65.9
abcde
77.9
a
64.7
ab
50.0
e
52.4de
75.1 abc
76.1 abc
80.1 abc
88.9 ab
95.4 a
67.1
cd
72.0 abc 77.7
ab
65.0
cde
68.0 bcd 71.2
bc
82.0
a
72.8
abc
55.8
e
60.7 de
72.7 abcd 78.9
ab
66.3
abcd
69.9 bcd 71.6
abcd
83.4
a
73.4
abc
56.8
e
61.0 de 74.9 74.7
abc
75.0 abcd 82.9
ab
69.0
abcd
76.9
abc
82.5 abc 90.0
a
77.5
bc
73.4 abcd
79.9 abc
74.1
abcd
80.1
abc
85.9
a
90.2
a
76.7
abcd
80.3
abc
58.1
e
62.8
d
65.4 de 78.2
abcd
76.7
abcd
9.8
ab
9.1
88.8 ab
9.6
81.0 93.9
ab
82.9
ab
86.5ab
9.8 9.5 9.5
85.5
ab
9.5
92.9
ab
9.7
83.6
ab
9.2
66.3
c
10.9
74.6 bcd
82.0 ab
9.2
abc
87.6
ab
9.5
85.5
ab
9.3
40.4bcd
44.5 cdef
62.1 abcde
68.2 bcd
68.5 bcde
71.2 cde
74.0 cd
80.0 b
9.1
43.6
48.6
63.7
70.2
71.2
74.1
80.2
85.1
87.2
73.3
abc
abc
71.3
bcd
SB
73.8
abc
68.4
bcde
50.0
Rata an
66.8
14
Pin
53.7
abcd
12
bc
bcd
65.4
10
40.5
47.5
abcde
8
cd
Med
bcde
68.7 abc
161)
6
83.0 81.8
abc
Keterangan: JA: jenis aksesi AB: Aceh Besar, BK: Bengkulu 3, Bim: Bima, Bog: Bogor 80-11-5, Bon: Bone, BM: Bontomaramu 1-I, D: Dompu, GT: Gunung Tambora, IP: IP-2P 110-1-4, Lom: Lombok 59-I-2, LU: Luwu Utara, Med: Medan, Pin: Pinrang, dan SB: Sukabumi. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Lanjut DMRT pada taraf 5%. 1): KK adalah hasil setelah transformasi dengan akar (x+0.5).
28
Seperti yang terlihat pada Gambar 9, menunjukkan perkembangan pertumbuhan tinggi beberapa aksesi jarak pagar selama 16 MST.Saat 0–4 MST pertumbuhan tinggi tanaman lebih cepat kemudian melambat kembalisetelah4 MST saat aksesi jarak pagar mengalami fase generatif (tanaman mulai berbunga mulai 4 – 9 MST). Hartati et al. (2009) menyatakan bahwa pada tanaman jarak pagar, tinggi tanaman berkorelasi sangat nyata dengan jumlah infloresen, jumlah tandan buah, jumlah buah yang dihasilkan per tanaman dan hasil biji. 120 Aceh Besar Bengkulu 3 Bima Bogor 80-II-5 Bone Bontomaramu 1-I Dompu Gunung Tambora IP-2P 110-I-4 Lombok 59-I-2 Luwu Utara Medan Pinrang Sukabumi
Tinggi Tanaman (cm)
100 80 60 40 20 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Minggu Setelah Tanam (MST)
Gambar 9. Perkembangan Tinggi Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST
Jumlah Daun Berdasarkan hasil analisis ragam, aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap karakter jumlah daun pada saat 0 dan 2 MST, berpengaruh nyata pada saat 8 MST, tetapi tidak berpengaruh nyata saat 4, 6, 10, 12, 14 dan 16 MST. Yahya (1987) menyatakan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bibit kelapa pada minggu ke-4 dan tidak berbeda nyata pada pengamatan berikutnya. Aksesi Lombok 59-I-2 merupakan aksesi yang memiliki jumlah daun maksimum saat 14 MST senilai 157.7, sedangkan aksesi Bone memiliki jumlah daun yang minimum senilai 100.4 (Tabel 6). Perbedaan jumlah daun antar aksesi jarak pagar diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Menurut Suud
29
(2008), rata-rata jumlah daun Echinochloa crusgalliyang berasal dari ketinggian 250 m dpl lebih besar dibandingkan yang berasal dari 1 500, 1 250, 500, 0, 750, dan
1000
m
dpl,
karena
pada
ketinggian
tersebut
Echinochloa
crusgallimempunyai kemampuan untuk menghasilkan fotosintat yang lebih besar daripada Rata-rata jumlah daun aksesi yang berasal dari Medan dan Sukabumi pada saat 0 – 10 MST sebesar 102.59 dan 93.35 lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Melisa (2011) yang menyatakan bahwa rata-rata jumlah daun aksesi Medan dan Sukabumi (yang ditanam di Kebun Jarak Pagar Indocement Citereup) saat 0 – 10 MST masing-masing sebesar 44.4 dan 48.9. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan lingkungan tumbuh jarak pagar.
Jenis Aksesi
Minggu Setelah Tanam (MST) 0
2 b
AB
27.2
BK
23.1 bcd
Bim
20.8
bcd
58.0
bcde
52.9 bcde 42.0
de
4
6 ab
117.9 ab
122.1 96.2
b
10
12
14
120.1
107.1
abc
123.7
141.8
140.0
118.9
112.2
104.3 abc
106.7
112.6
102.2
89.0
86.9
111.6
116.2
105.3
98.0
8
81.9
c
Tabel 6. Jumlah Daun Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST
16
30
Bog
23.1 bcd
69.0 bc
18.9
cd
19.6
bcd
21.8
bcd
GT
27.1
b
IP
26.1 b
71.1 b
148.4 a
40.4
a
93.1
a
149.1
a
LU
16.4
d
46.6
cde
106.0
b
Med
26.1 b
Bon BM D
Lom
24.0
bcd
SB
18.4
cd
Rata An
23.8
Pin
47.2
cde
61.8
bcd
37.9
e
62.4
bcd
128.3 ab
69.0 bc 64.0
bcd
52.2
bcde
59.1
103.9
b
115.1
ab
95.7
b
126.4
133.8
ab
128.6
ab
115.9 abc
129.8
151.8
150.3
134.7
85.9
bc
88.7
102.7
100.4
85.7
94.3
abc
94.3
121.7
125.1
110.0
84.0
c
87.6
107.4
110.1
100.1
119.4
97.8
abc
101.8
134.2
135.1
114.9
150.6
131.6 a
130.3
139.6
121.6
110.1
134.1
131.8
a
132.3
153.6
157.7
135.2
107.2
101.2
abc
109.7
109.3
117.8
81.3
133.9
127.8 ab
103.3 104.2 92.2
ab
126.6 ab
121.3
113.2
130.7 127.4
132.2
127.1
118.0
102.6
122.7
abc
116.4
120.0
119.2
112.0
119.7
abc
113.8
124.6
138.9
117.6
111.0
125.5
125.1
108.3
117.6
98.1
Keterangan: AB: Aceh Besar, BK: Bengkulu 3, Bim: Bima, Bog: Bogor 80-11-5, Bon: Bone, BM: Bontomaramu 1-I, D: Dompu, GT: Gunung Tambora, IP: IP-2P 110-1-4, Lom: Lombok 59-I-2, LU: Luwu Utara, Med: Medan, Pin: Pinrang, dan SB: Sukabumi. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Lanjut DMRT pada taraf 5%.
Seperti yang terlihat pada Gambar 10, bahwa jumlah daun mengalami peningkatan yang signifikan pada 0-4 MST kemudian menurun lagi jumlahnya sampai 8 MST. Saat 6 MST secara umum jumlah daun mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan genangan air pada areal pertanaman jarak pagar akibat air hujan yang turun pada malam harinya. Yahya (1987) menyatakan bahwa air yang tergenang mengakibatkan kekurangan oksigen, sehingga proses pernapasan akar terganggu.
Sumanto
(2006)
menambahkanbahwa
tanaman
jarak
pagar
tidakmenghendaki kondisi media yang tergenang. Saat 8 MST jumlah daun juga mengalami penurunan. Hal ini diduga karena daun saat 6 MST yang layu tapi belum menguning dan menggugur, gugur pada saat 8 MST. Jumlah daun juga menurun saat 16 MST, karena pada MST tersebut masa pembuahan dan pengisian biji, sehingga pendistribusian fotosintat lebih banyak disalurkan ke biji dan daging buah. Menurut Wright(1989),hasil fotosintesis sebagai sumber karbohidrat akan ditranslokasikan ke biji sebagai sink yang paling kuat, kemudian daging buah, daun yang sedang tumbuh, akar dan organ tanaman lainnya. Gambar 10 menunjukkan perkembangan jumlah daun beberapa aksesi jarak pagar selama 16 MST.
31
180 160
Aceh Besar Bengkulu 3 Bima Bogor 80-II-5 Bone Bontomaramu 1-I Dompu Gunung Tambora IP-2P 110-I-4 Lombok 59-I-2 Luwu Utara Medan Pinrang Sukabumi
Jumlah Daun
140 120 100 80 60 40 20 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Minggu Setelah Tanam (MST)
Gambar 10. Perkembangan Jumlah Daun Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST
Jumlah Cabang Primer Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang primer pada saat 4, 8, 10 dan 16 MST dan tidak berpengaruh nyata saat 6, 12 dan 14 MST. Berdasarkan hasil Uji Lanjut DMRT taraf 5%, pada saat 16 MST aksesi yang memiliki jumlah cabang primer paling banyak adalah IP-2P 110-I-4 dengan nilai 9.56 dan yang terkecil adalah Bone dengan nilai 5.33, seperti yang terlihat pada Tabel 7. Secara umum jumlah cabang primer semua aksesi bertambah pada setiap MST-nya, kecuali pada aksesi Bogor 80-II-5, Bone, Gunung Tambora, IP-2P 110I-4, Luwu Utara, Medan dan Pinrang. Aksesi Bogor 80-II-5, Medan, Gunung Tambora, Luwu Utara, Pinrang dan Sukabumi jumlah cabang primer konstan mulai 14 MST s.d. 16 MST (Tabel 7). Aksesi Gunung Tambora memiliki jumlah cabang 9 saat 16 MST, lebih banyak dibandingkan dengan hasil penelitian Misnen (2010) jumlah cabang aksesi Gunung Tambora sebanyak 8 pada saat 17 MST. Hartati et al. (2009) menyatakan
32
bahwa terdapat keragaman yang tinggi antar aksesi jarak pagar pada karakter Jenis Aksesi
Minggu Setelah Tanam (MST)
tinggi tanaman, lingkar batang, dan jumlah cabang. Rata-rata jumlah cabang primer saat 10 MST adalah 6.58 cabang. Aksesi Medan, Bogor 85-II-5, Bengkulu 3 dan Sukabumi masing-masing memiliki cabang sebanyak 7.4, 7.5, 6.0 dan 7.5 lebih banyak dibandingkan hasil penelitian Martina (2010) yang menunjukkan bahwa rata-rata jumlah cabang aksesi yang berasal dari daerah Medan, Bogor, Bengkulu dan Sukabumi masing-masing sebesar 4.5, 3.1, 3.0 dan 2.9 cabang pada saat 10 MST. Hal ini diduga karena perbedaan lingkungan tumbuh. Menurut Suud (2008), Echinochloa crusgalli yang berasal dari ketinggian tempat 250 m dpl lebih cenderung menggunakan asimilat hasil fotosintesisnya untuk pembentukan anakan daripada pertumbuhan tinggi tajuknya.
33
4^ ab
6
8
10 ab
ab
12
14
16
8.0
8.3
8.4 ab
Aceh Besar
2.3
(4.9)
6.1
6.5
Bengkulu 3
2.1abc(4.2)
5.1
5.6 abc
6.0 abc
7.1
7.6
8.0 ab
Bima
1.7bc(2.8)
4.2
4.8 abc
5.2 bc
7.3
8.0
8.1 abc
Bogor 80-II-5
2.1abc(4.5)
5.4
6.3 ab
7.6 ab
8.9
9.3
9.3 a
Bone
1.9abc(3.2)
4.1
4.2 bc
4.9 bc
5.3
5.3
5.3 c
Bontomaramu 1-I
1.6c(2.2)
2.5
3.4 c
3.7 c
5.7
6.2
6.3 bc
Dompu
1.7bc(2.8)
4.5
4.9 abc
5.3 abc
6.6
7.0
7.4 abc
Gunung Tambora
2.4a(5.5)
6.7
7.0 ab
7.9 ab
8.6
9.0
9.0 ab
IP-2P 110-I-4
2.4a(5.5)
6.4
7.1 ab
8.3 a
9.4
9.4
9.6a
Lombok 59-I-2
2.3ab(5.1)
6.6
7.6 a
7.9 ab
8.6
9.2
9.4 a
Luwu Utara
2.0abc(3.9)
4.8
5.7 abc
6.3 abc
7.4
7.6
7.6 abc
Medan
2.2abc(4.4)
5.7
7.0 ab
7.4 ab
8.3
8.8
8.8 ab
Pinrang
2.4a(5.5)
6.1
6.8 ab
7.0 ab
7.6
7.8
7.8 abc
Sukabumi
2.4a(5.5)
6.6
7.2 a
7.6 ab
8.0
8.4
8.4 ab
Rataan
2.1
5.3
6.0
6.5
7.6
7.3
8.1
(4.3)
7.0
Tabel 7. Jumlah Cabang Primer Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Lanjut DMRT taraf 5%. ^: angka setelah transformasi dengan akar (x+0.5). Angka yang di dalam kurung menunjukkan angka sebelum transformasi dengan akar (x+0.5).
Menurut Mardjono et al. (2006), semakin banyak jumlah cabang maka akan semakin banyak pula jumlah tandanbunga/buah yang terbentuk. Hasil penelitian Hartati et al.(2009)menunjukkan bahwa jumlah cabang total tidak berkorelasi dengan komponen hasil. Semua cabang yang terbentuk tidak semuanya menghasilkan malai, karena ada cabang yang dorman atau bukan cabang produktif. Seperti pada penelitian ini, aksesi IP-2P 110-I-4 yang jumlah cabang primernya 9.56 memiliki jumlah cabang produktif 2.44 lebih sedikit dibandingkan aksesi Sukabumi yang jumlah cabang produktifnya 3.67 meskipun jumlah cabang primernya 8.44. Perangkingan aksesi jarak pagar berdasarkan karakter fase vegetatif, diperoleh aksesi dengan pertumbuhan vegetatif tertinggi dan terendah. Aksesi yang memiliki pertumbuhan vegetatif tertinggi secara berurutan adalah Bogor 80II-5 dan Medan, sedangkan aksesi yang memiliki pertumbuhan vegetatif terendah secara berurutan adalah Bone dan Luwu Utara.
Keragaman Pertumbuhan Beberapa Aksesi Jarak Pagar pada Fase Generatif Fase generatif terdiri dari periode pembungaan dan periode pembuahan. Aksesi jarak pagar pada penelitian ini memasuki fase generatif mulai AgustusOktober 2011. Terjadi curah hujan yang tinggi pada periode pembungaan, sedangkan selama periode pembuahan curah hujan rendah. Tabel 8menunjukkan data hasil analisis ragam karakter pertumbuhan pada fase generatif. Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Beberapa Aksesi Jarak Pagar terhadap Pertumbuhan padaFase Generatif Karakter
Pengaruh Pengelompokkan
Pengaruh Aksesi
Koefisien Keragaman (%)
Cabang Produktif per Tanaman (24 MST)
tn
**
16.951)
Malai per Tanaman (24 MST)
tn
**
27.78
Bunga Jantan per Malai
**
**
21.66
Bunga Betina per Malai
tn
**
21.16
Buah per Malai
tn
**
27.86
Buah per Tanaman
tn
**
17.081)
BobotBiji Kering per Tanaman
tn
**
19.871)
Keterangan : tn : tidak nyata, * : nyata, ** : sangat nyata,1) : hasil setelah transformasi dengan akar(x+0.5).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter pengamatan fase generatif, sedangkan perlakuan pengelompokkan (blok) hanya berpengaruh sangat nyata pada karakter bunga jantan per malai.
Pembungaan Pembungaan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan produksi tanaman budidaya. Proses pembungaan pada dasarnya merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor besar, yaitu faktor eksternal (lingkungan) dan internal. Faktor eksternal yakni suhu, cahaya, kelembapan dan unsur hara, sedangkan faktor internal yaitu fitohormon dan genetik (Melati, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi yang semua tanamannya bisa berbunga dan berbuah adalah aksesi Aceh Besar, Bengkulu 3, Bogor 80-II-5,
34
Bontomaramu 1-I, Gunung Tambora, IP-2P 110-I-4, Luwu Utara, Medan dan Sukabumi (Tabel 9), sedangkan aksesi yang paling sedikit menghasilkan bunga dan buah adalah aksesi Dompudengan persentase bunga dan buah masing-masing 77.78 dan 66.67%, kemudian aksesi Bima, Bone, Lombok 59-I-2 dan Pinrang dengan persentase bunga dan buah sama masing-masing 88.89%. Tanaman yang tidak menghasilkan bunga mengindikasikan bahwa pertumbuhannya terhambat, dengan indikator tanamannya pendek (Lombok 59-I-2) dan jumlah daun lebih sedikit (Bone dan Dompu). Berdasarkan penelitian Misnen (2010) dan Nisya (2010), pembungaan yang terlambat diduga karena sebagian besar energi yang dihasilkan jarak pagar digunakan untuk memproduksi senyawa antioksidan sebagai perlindungan terhadap sel dari bahaya radikal bebas (reactive oxygen species). Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu berbunga aksesi-aksesi yang diuji bervariasi antara 59-99 hari setelah tanam (HST) (Tabel 9). Umur berbunga pada penelitian ini lebih cepat daripada hasil penelitian Hartati et al. (2009) dan Martina (2010) yang jarak pagarnya masing-masing berbunga pada usia tanaman 75–360 hari dan
90 – 110 HST.Percepatan pembungaan disebabkan oleh
kandungan unsur P di dalam tanah yang berfungsi untuk mempercepat pembungaan dan pemasakan buah tergolong sangat tinggi. Perbedaan waktu berbunga diduga disebabkan oleh faktor genetik dalam merespon kondisi lingkungan. Aksesi yang umur berbunganya paling cepat adalah aksesi Medandan IP2P 110-I-4 masing-masing berbunga saat 5 MST, sedangkan aksesi yang umur berbunganya paling lambat adalah aksesi Dompu dan Lombok 59-I-2 masingmasing berbunga pada saat 9 MST. Seperti yang terlihat pada Tabel 6 bahwa aksesi Aceh Besar, Bima, Dompu, Gunung Tambora dan IP-2P 110-I-4 masingmasing berbunga saat 8, 10, 7, dan 5 MST lebih cepat dibandingkan dengan hasil penelitian Misnen (2010) yang menunjukkan bahwa aksesi Bima, Dompu, Gunung Tambora, dan IP-2P dapat berbunga pada saat 12 MST dan Aceh Besar berbunga saat 16 MST. Hal ini diduga karena pada penelitian Misnen (2010), tanaman jarak pagar mendapat perlakuan cekaman kekeringan pada tiga bulan pertama, sehingga tanaman memerlukan waktu yang lebih lama untuk proses pembungaan.
35
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi yang pertamakali bunganya mekar bervariasi dengan kisaran (6- 9MST). Aksesi yang lebih awal mekar yaitu aksesi Bima, IP-2P 110-I-4, Medan, Pinrang dan Sukabumimasing-masing mekar pada saat 6 MST, sedangkan yang paling akhir mekar adalah aksesi Dompu yaitu pada saat 9 MST, seperti yang terlihat pada Tabel 9. Menurut Utomo (2008), perbedaan waktu mekar bunga jarak pagar dalam satu malai diduga disebabkan oleh perbedaan fase perkembangan, kuncup yang terbentuk lebih awal akan mekar lebih dahulu. Asbani dan Winarno (2009) menyatakan bahwa waktu mekar tergantung pada intensitas cahaya matahari. Apabila cahaya matahari kurang karena kondisi cuaca mendung, maka bunga akan mekar lebih lambat. Tabel 9. Persentase Jumlah Tanaman Berbunga dan Berbuah serta Waktu Berbunga dan Waktu Bunga Mekar Pertama 14Aksesi Jarak Pagar Tanaman Berbunga(%)
Tanaman Berbuah (%)
Waktu 50% Berbunga (MST)
Waktu Mekar Pertama (MST)
Aceh Besar
100
100
8
7
Bengkulu 3
100
100
7
8
88.89
88.89
8
6
100
100
6
7
88.89
88.89
7
7
100
100
6
7
77.78
66.67
9
9
Gunung Tambora
100
100
7
8
IP-2P 110-I-4
100
100
5
6
88.89
88.89
9
8
Luwu Utara
100
100
7
8
Medan
100
100
5
6
Pinrang
88.89
88.89
6
6
100
88.89
7
6
Jenis Aksesi
Bima Bogor 80-II-5 Bone Bontomaramu 1-I Dompu
Lombok 59-I-2
Sukabumi
Menurut Asbani dan Winarno (2009), tipe pembungaan jarak pagar ada dua tipe, yaitumonoecious/ unisexual dan andromonoecious. Tipe monoecious adalah tipe pembungaan yang dalam satu pohon (infloresen) terdapat bunga jantan dan betina, sementara tipe andromonoecious adalah tipe pembungaan yang dalam satu malai terdapat bunga jantan dan hermaprodit. Aksesi pada penelitian ini yang
36
memiliki tipe pembungaan andromonoecious adalah Bima, Gunung Tambora, dan Lombok59-1-2 sementara sisanya bertipe monoecious. Tipe pembungaan untuk aksesi Gunung Tambora dan Bima hasilnya tidak sama dengan penelitian Misnen (2010), bahwa aksesi Gunung Tambora dan Bima memiliki tipe pembungaan andromonoecious. Hal ini diduga karena adanya perbedaan faktor lingkungan seperti curah hujan selama fase generatif. Curah hujan yang bersifat fluktuatif selama fase generatif menjadi faktor terjadinya peralihan tipe pembungaan dari monoecious menjadi andromonoecious.Menurut Hartati (2008), perkembangan jarak pagar sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan lingkungan berupa perubahan lingkungan dari musim hujan ke musim kemarau. Fase pertama pembungaan adalah dimulai dengan terbentuknya kuncup bunga dan berlangsung selama 2-6 hari (Palupi et al., 2009). Jenis kelamin yang akan berkembang pada bunga ditentukan oleh perpanjangan ujung meristem kelopak (Hasnam, 2008; Martina, 2010). Berdasarkan ukuran pada akhir fase kuncup sudah dapat diidentifikasi sebagai bunga jantan atau betina/ hermaprodit melalui mekarnya bunga. Bunga mekar secara bertahap. Memasuki fase mekar umumnya kuncup bunga yang berada di ujung malai utama mekar lebih dahulu dibandingkan dengan kuncup yang lain. yang mekar pada penelitian ini menunjukkan dua tipe pemekaran bunga, yaitu tipe protandri dan protogini. Tipe protandri merupakan tipe pemekaran bunga yang ditandai dengan antera berwarna kuning (menghasilkan serbuk sari) atau bunga jantan lebih dulu masak/ mekar daripada putik/ bunga betina, sedangkan tipe protogini putik/ bunga betina lebih dulu masak/ mekar daripada antera/ bunga jantan. Periode mekar bunga betina/ hermaprodit bervariasi antar tanaman, berkisar antara 2-12 hari tergantung pada jumlah bunga per malai (Utomo, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bunga jarak pagar mekar lebih cenderung bertipe protandri.Periode kemunculan bunga tipe protandri lebih sering dijumpai dibandingkan tipe protogini (Hartati, 2007). Hasil analisis ragam menunjukkan aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bunga betina (Gambar 11a), bunga jantan (Gambar 11b) dan hermaprodit (Gambar 11c). Seperti yang terlihat pada Tabel 10, bahwa aksesi yang memiliki jumlah bunga jantan paling banyak adalah Bontomaramu 1-I (137.78 bunga), sedangkan yang paling sedikit adalah aksesi Dompu
37
(47.78bunga). Aksesi yang memiliki jumlah bunga betina terbanyak adalah aksesi Bontomaramu 1-I (8.3 bunga) kemudian Medan (7.8 bunga) dan Bengkulu 3 (7.4 bunga), sedangkan yang paling sedikit adalah Bone (3.1 bunga) dan Bima (3.8 bunga). Aksesi Aceh Besar, Gunung Tambora, Lombok 59-I-2 dan Medan pada penelitian ini mampu menghasilkan rata-rata bunga betina/ hermaprodit masingmasing sebesar 4.6, 4.9, 6.9, dan 7.8 lebih besar dibandingkan dengan penelitian Nisya (2010) yang menunjukkan bahwa aksesi Aceh Besar, Gunung Tambora, Lombok dan Medan masing-masing memiliki rata-rata jumlah bunga betina/ hermaprodit sebesar 4.2, 2.8, 3.6 dan 4.8. Penelitian Utomo (2011) menyatakan bahwa aksesi berpengaruh nyata dalam menentukan keberhasilan reproduksi yakni berpengaruh nyata terhadap karakter jumlah bunga jantan per malai dan jumlah bunga betina per malai.
a
b
c
Keterangan: a. Bunga Betina b. Bunga Jantan c. Bunga Hermaprodit.
Gambar 11. Bunga Jarak Pagar Persentase bunga betina per rangkaian bunga sangat rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor genetik yaitu potensi pembentukan bunga betina yang rendah, faktor lingkungan berupa curah hujan terlalu tinggi, intensitas cahaya terlalu tinggi, dan faktor fisiologis berupa umur tanaman yang kurang optimal, dan lain sebagainya. Hartati et al. (2009) menyatakan bahwa jumlah infloresen yang terbentuk berkorelasi positif dengan jumlah tandan buah, jumlah buah, dan biji yang dihasilkan per tanaman. Selanjutnya Melati (2009) melaporkan bahwa serangan hama dan penyakit dapat mempengaruhi pembungaan. Menurut Hartati (2007), rasio bunga betina dan jantan yaitu 1:15–30. Asbani dan Winarno (2009) menambahkan bahwa tanaman jarak pagar
38
andromonoecious menghasilkan bunga betina/ hermaprodit dan bunga jantan dengan rata-rata perbandingan 1 : 14.4. Selanjutnya Nisya (2010) menyatakan bahwa aksesi berpengaruh nyata pada karakter jumlah bunga betina per malai. Rata-rata bunga paling banyak ditemui pada aksesi Lombok. Bunga jantan lebih banyak jumlahnya daripada bunga betina dan hermaprodit dalam satu malai. Hasil penelitian menunjukkan rasio bunga betina atau hermaprodit terhadap bunga jantan per malai sebesar 1:14. Utomo (2011) menambahkan bahwa rasio jumlah bunga betina/ hermaprodit dengan bunga jantan sebesar 1 : 12. Namun, pada penelitian ini rasio jumlah bunga betina/ hermaprodit dengan bunga jantan lebih besar yaitu 1 : 15. Bunga yang terbentuk tidak semuanya bisa berkembang menjadi buah setelah antesis, sehingga belum tentu tanaman yang memiliki malai yang banyak akan menghasilkan buah yang banyak. Seperti halnya pada penelitian ini bahwa aksesi Sukabumi yang memiliki 6.9 malai menghasilkan 17.3 buah/tanaman lebih rendah dibandingkan dengan aksesi Bontomaramu 1-I yang memiliki 5.4 malai yang bisa menghasilkan 25.3 buah/tanaman. Gambar 12 menunjukkan malai yang tidak berhasil menghasilkan buah.
Gambar 12. Bunga yang Tidak Membentuk Buah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah cabang produktif. Rata-rata jumlah cabang produktif tertinggi adalah aksesi Bogor 80-II-5 dan Sukabumi masing-masing 3.6 cabang kemudian Medan (3.4 cabang), sedangkan aksesi yang memiliki jumlah cabang produktif terendah adalah aksesi Bone dan Bima yang jumlah cabang yang sama (1.1 cabang) (Tabel 10). Menurut Mahmud (2006), semakin banyak cabang produktifyang ada pada tanaman maka buah dan biji yang dihasilkanakan semakin
39
banyak
pula
sampai
jumlah
cabangterminal
tertentu.
Hartati
et
al.(2009)menyatakan bahwa jumlah cabang produktif nyata berkorelasi dengan komponen hasil. Seperti halnya pada hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa aksesi Bogor 80-II-5 dan Medan yang memiliki cabang produktif lebih banyak dibandingkan aksesi lainnya ternyata juga menghasilkan jumlah buah per tanaman yang lebih banyak, sedangkan aksesi Bone dan Bima dengan jumlah cabang produktif lebih sedikit juga menghasilkan buah per tanamannya juga sedikit. Aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah malai tanaman. Seperti yang terlihat pada Tabel 7 menunjukan bahwa aksesi Bogor 80-II-5 memiliki nilai rata-rata jumlah malai per tanaman tertinggi sebesar 8.1 malai/tanaman kemudian Medan (7.3 malai/tanaman) dan IP-2P 110-I-4 (7.2 malai/tanaman), sedangkan yang terendah adalah aksesi Bone (2.3 malai/tanaman) kemudian Aceh Besar (2.5 malai/tanaman). Tabel 10. Jumlah Bunga Betina/Hermaprodit, Jumlah Malai, dan Jumlah Cabang Produktif 14 Aksesi Jarak Pagar Jenis Aksesi
Jumlah Bunga Jantan1)
Jumlah Bunga Betina1)
Jumlah Malai2)
Jumlah Cabang Produktif2)^
Aceh Besar
73.6bc
4.6bcd
2.5c
1.4 bc (1.5)
Bengkulu 3
75.7 bc
7.4ab
4.3bc
1.4 bc (1.6)
Bima
70.7 bc
3.8 cd
3.2c
1.2 c (1.1)
Bogor 80-II-5
76.4 bc
6.8 abc
8.1a
1.9 a (3.6)
Bone
69.1 bc
3.1d
2.3c
1.2 c (1.1)
8.3a
5.4abc
1.6 abc (2.1)
Bontomaramu 1-I
137. 8 a
Dompu
47. 8 c
4.0cd
3.1c
1.2 c(1.2)
Gunung Tambora
87.4 b
4.9bcd
2.6c
1.3 c(1.4)
IP-2P 110-I-4
80.3 bc
6.9abc
7.2ab
1.7 abc(2.4)
Lombok 59-I-2
85.6 b
6.9abc
4.0bc
1.4 bc(1.5)
Luwu Utara
82.0 bc
5.4abcd
3.0c
1.3 c(1.2)
Medan
83.4 bc
7.8ab
7.3ab
1.9 a(3.4)
Pinrang
84.9 b
6.6abc
7.2ab
1.9 a(3.1)
Sukabumi
88.5 b
6.8abc
6.9 ab
2.0 a(3.6)
81.6
5.4
Rataan
4.8
1.5 (2.1)
Keterangan: 1): per malai, 2): per tanaman.Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyataberdasarkan Uji Lanjut DMRT pada taraf 5%. ^: hasil setelah transformasi dengan akar (x+0.5). Angka yang di dalam kurung menunjukkan angka sebelum transformasi dengan akar (x+0.5).
40
Hasil evaluasi aksesi jarak pagar terhadap karakter jumlah bunga jantan dan betina/hermaprodit, jumlah malai per tanaman, dan jumlah cabang produktif per tanaman, maka aksesi yang tergolong baik adalah Bogor 80-II-5 dan Medan, sedangkan aksesi yang tergolong kurang baik adalah aksesi Bima dan Bone.
Pembuahan Aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah buah per malai. Hasil Uji Lanjut DMRT taraf 5% menunjukkan bahwa aksesi yang memiliki rata-rata jumlah buah per malai terbesar adalah aksesi Bontomaramu 1-I, Medan dan Bogor 80-II-5 masing-masing nilainya 7.1, 6.9 dan 5.1 buah/malai, sedangkan yang terkecil adalah Bima (2.6 buah/malai) kemudian Bone (2.6 buah/malai) seperti pada Tabel 11. Utomo (2011) menyatakan bahwa aksesi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per malai. Bunga betina berkorelasi positif terhadap jumlah buah yang dihasilkan per malai. Semakin banyak jumlah bunga betina maka akan semakin banyak pula jumlah buah yang dihasilkan, karena bunga betinalah yang akan menjadi buah setelah terjadi antesis. Penelitian ini menunjukkan bahwa aksesi yang memiliki jumlah bunga betina lebih banyak belum tentu juga menghasilkan buah yang banyak. Seperti pada aksesi Luwu Utara yang memiliki jumlah bunga betina 5.4 lebih banyak dibandingkan aksesi Gunung Tambora (4.9) ternyata menghasilkan 2.9buah/malailebih sedikit dibandingkan dengan aksesi Gunung Tambora (3.2 buah/malai). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah banyak bunga betina yang telah mengalami penyerbukan ternyata gagal berkembang menjadi buah, bunga betina terkena penyakit seperti tepung putih, buah yang masih inisiasi menguning/ diserang kepik penghisap. Menurut Affandi (2009), gugur embrio diduga menjadi salah satu penyebab gagalnya bunga betina yang telah terserbuki berkembang menjadi buah. Mahmud (2006) menyatakan bahwa jumlah bunga betina jarak pagar dapat mencapai 40 - 50 per pohon, namun persentase yang menjadi buah sangat rendah hanya mencapai 10% saja. Aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah buah per tanaman. Secara umum jumlah buah per tanaman setiap aksesi bervariasi. Aksesi yang memiliki
jumlah
buah
per
tanaman
terbesar
adalah
aksesi
Medan
41
(29.2buah/tanaman) kemudian Bogor 80-II-5 (25.7 buah/tanaman), sedangkan yang terkecil adalah aksesi Bima (8.6 g/tanaman) kemudian Bone (9 buah/tanaman) (Tabel 11). Aksesi Medan menghasilkan buah lebih banyak, karena bunga betina yang terbentuk banyak. Misnen (2010) menyatakan bahwa perbedaan potensi produksi setiap aksesi sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Aksesi Lombok 59-I-2 memiliki jumlah bunga betina/ hermaprodit lebih banyak (6.9) daripada aksesi Pinrang (6.6), namun aksesi Pinrang dapat menghasilkan buah per malai lebih banyak (4.6) daripada aksesi Lombok 59-I-2 (4.0). Padahal seharusnya aksesi Lombok 59-I-2 lebih berpotensi menghasilkan buah lebih banyak karena berbunga hermaprodit. Menurut Hartati et al. (2009), fruitset pada infloresen dengan bunga hermaprodit lebih tinggi daripada infloresen tanpa bunga hermaprodit. Hal ini diduga karena jumlah polen (sebagai sumber alat kelamin jantan) pada saat penyerbukan kurang, belum matang, atau polen tidak viabel karena berasal dari tanaman yang berbeda pada aksesi yang berbeda (incompatibility effect) atau juga karena penyerbukan yang kurang sempurna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah buah yang dapat dipanen setiap bulan bervariasi pada setiap aksesi berkisar 1 – 107 buah dengan rata-rata 40 buah/bulan. Jumlah buah yang paling banyak dipanen setiap bulan adalah aksesi Medan sebanyak 77.0 buah kemudian Bogor 80-II-5 sebanyak69.6, sedangkan jumlah buah yang paling sedikit dipanen per bulannyaadalah aksesi Bone sebanyak 16.6 buah kemudian Dompu sebanyak 24.0 buah (Gambar 13). 120 Jumlah Buah yang Dipanen
100 80 60
Panen Bulan ke 1
40
Panen Bulan ke 2
20
Panen Bulan ke 3
0
Jenis Aksesi
42
Gambar 13. Jumlah Buah Panen Per Bulan Beberapa Aksesi Jarak Pagar Biji yang dihasilkan dalam satu buah jarak pagar bervariasi antara 1–4 biji/buah dengan bobot kering biji berkisar 6.7 – 31.0 g/tanaman dan bobot ratarata 17.3 g/tanaman. Bobot biji kering tertinggi dimiliki oleh Medan, kemudianaksesiBogor 80-II-5 dengan nilai rata-rata bobot kering masing-masing sebesar 31.0 dan 28.4 g/tanaman, sedangkan bobot biji kering terendah terdapat pada aksesi Bima (6.7 g/tanaman) kemudian Aceh Besar (13.0 g/tanaman) seperti yang terlihat pada Tabel 11. Aksesi Medan danBogor 80-II-5 memiliki BBK yang terbesar, karena jumlah buah yang dipanen juga lebih banyak dibandingkan dengan aksesi lainnya. Menurut Adikadarsih dan Hartono (2006), bobot biji mempengaruhi parameter perkecambahan jarak pagar berupa tinggi kecambah, vigor dan daya berkecambah. Tabel 11. Jumlah Buah per Malai, Jumlah Buah per Tanaman dan Bobot Biji Kering per Tanaman 14 Aksesi Jarak Pagar Jenis Aksesi
Jumlah Buah1)
Jumlah Buah2)^
Bobot Biji Kering(g)2)^
Aceh Besar
3.8b
3.5 bcd (11.7)
3.6 cd (13.0)
Bengkulu 3
5.2ab
4.1 abcd (16.8)
3.9 bcd (14.9)
Bima
2.6b
3.0 d
2.6 d
5.1
Bone
2.6
b
Bontomaramu 1-I
7.1a
5.0 a
(25.3)
4.6 abc (21.1)
Dompu
3.1b
3.1 cd
(11.1)
3.5 cd (13.5)
Gunung Tambora
3.2b
3.5 bcd (12.3)
3.8 bcd (14.3)
IP-2P 110-I-4
5.0ab
4.5 a
(20.1)
4.2 abc (18.1)
Lombok 59-I-2
4.0b
3.6 bcd (13.2)
3.9 bcd (15.8)
Luwu Utara
2.9b
3.1 cd
(9.2)
3.6 cd (12.7)
Medan
6.9a
5.4 a
(29.2)
5.6 a (31.0)
Pinrang
4.6ab
4.3 abc (18.4)
4.4 abc (20.0)
Sukabumi
4.6ab
4.2 abcd (17.3)
4.4 abc (19.2)
3.9
4.0
Rataan
4.1
4.9 3.0
cd
(6.7)
ab
Bogor 80-II-5
a
(8.6)
5.2
ab
(28.4)
(9.0)
3.5
cd
(12.3)
(25.7)
(16.3)
(17.3)
Keterangan : 1): per malai, 2) per tanaman. Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji Lanjut DMRT taraf 5%. ^: hasil setelah transformasi dengan akar (x+0.5). Angka yang di dalam kurung menunjukkan angka sebelum transformasi dengan akar (x+0.5).
43
Hasil evaluasi terhadap karakter jumlah buah per malai, jumlah buah per tanaman, jumlah buah per bulan, dan bobot biji kering, maka didapatkan hasil bahwa aksesi yang tergolong baik adalah Medan dan Bogor 80-II-5, sedangkan aksesi yang tergolong tidak baik dibandingkan dengan aksesi lainnya adalah aksesi Bima dan Bone.
Seleksi Aksesi Jarak Pagar Seleksi jarak pagar bertujuan untuk mendapatkan aksesi yang potensial dikembangkan di daerah pesisir pantai. Seleksi ini didasarkan pada hasil analisis korelasi terhadap karakter yang menunjukkan berkorelasi positip terhadap komponen produksi. Selain itu juga didasarkan pada hasilanalisis ragam dengan menggunakan Uji F yang berpengaruh nyata. Karakter tersebut adalah jumlah cabang produktif per tanaman, jumlah bunga betina/ hermaprodit per malai, jumlah malai per tanaman, jumlah buah per malai, jumlah buah per tanaman, dan bobot biji kering per tanaman.Selanjutnya dilakukan perangkingan berdasarkan nilai tertinggi masing-masing aksesi untuk setiap karakter. Aksesi yang tidak berbedanyata berdasarkan Uji Lanjut DMRT taraf 5% diberi tanda ceklis (√), sedangkan yang berbeda nyata diberi tanda strip (-). Tanda ceklis bernilai satu sedangkan tanda strip bernilai nol, sehingga total penjumlahan dari nilai tersebut untuk masing-masing karakter penyeleksi merupakan nilai karakter tertinggi. Nilai karakter tertinggi yang paling tinggi akan dibagi menjadi dua. Pembagian ini didasarkan pada dua kategori baik dan tidak baik, sehingga didapatkan kisaran nilai sebagai dasar pengkategorian. Seperti pada penelitian ini nilai karakter tertingginya 6 kemudian dibagi 2 sehingga didapatkan hasil 3. Jadi, aksesi yang baik memiliki nilai karakter tertinggi > 3 atau 4 – 6, sedangkan aksesi yang baik memiliki nilai karakter tertinggi 0 – 3. Berdasarkanseleksi terhadap jumlah bunga betina/hermaprodit per malai didapatkan lima aksesi terbaik, yaitu Bontomaramu 1-I (8.3 bunga/malai), Medan (7.8 bunga/malai),Bengkulu 3 (7.4 bunga/malai), IP-2P 110-I-4 (6.9bunga/malai), Lombok 59-I-2 (6.9 bunga/malai) dan Bogor 80-II-5 (6.8 bunga/malai) lebih
44
banyak dibandingkan dengan rata-rata jumlah bunga betina/hermaprodit per malai keempat belas aksesi jarak pagar (> 5.4bunga/malai) (Tabel 10). Seleksi
berdasarkankarakter
jumlah
malai
per
tanaman,didapatkanenamaksesi terbaik, yaitu Bogor 80-II-5, Bontomaramu 1-I, IP-2P 110-I-4, Medan, Pinrang dan Sukabumi. Jumlah malai per tanaman dari enamaksesi ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata jumlah malai per tanaman keempat belas aksesi jarak pagar (>4.8 malai). Jumlah malai keenamaksesi tersebutberkisar antara5.4 – 8.1 malai per tanaman (Tabel 10). Hasil seleksi berdasarkan karakter jumlah cabang produktif menunjukkan bahwa Bogor 80-II-5, Bontomaramu 1-I, IP-2P 110-I-4, Medan, Pinrang dan Sukabumi merupakan aksesiyang terbaik (Tabel 10). Kelima aksesi ini memiliki cabang produktif lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata jumlah cabang produktif keempat belas aksesi jarak pagar (>2.1 cabang). Berdasarkan data Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat lima aksesi terbaik hasil seleksi berdasarkan karakter jumlah buah per malai, yaitu aksesi Bengkulu 3, Bogor 80-II-5, Bontomaramu 1-I, IP-2P 110-I-4 dan Medan.Jumlah buah per malai dari lima aksesi tersebut lebih banyak dibandingkan rata-rata jumlah buah per malai keempat belas aksesi jarak pagar (>4.1 buah). Seleksiberdasarkankarakter jumlah buah per tanaman didapatkan lima aksesi terbaik, yaitu Medan, Bogor 80-II-5, Bontomaramu 1-I, IP-2P 110-I-4 dan Pinrang. Kelima aksesi tersebut mampu menghasilkan jumlah buah per tanaman yang lebih banyak dibandingkan rata-rata jumlah buah per tanaman keempat belas aksesi jarak pagar (> 16.3 buah). Jumlah buah per tanaman yang dimiliki kelima aksesi tersebut adalah 18.4 – 7.1 buah (Tabel 11). Aksesi yang tergolongpaling baikdari hasil seleksi pada karakter bobot biji kering per tanaman yaitu Medan, Bogor 80-II-5, Bontomaramu 1-I, Pinrang dan Sukabumi. Bobot biji kering per tanaman kelima aksesiberkisar antara 19.3 – 31.1 g lebih tinggi dibandingkan rata-rata bobot biji kering yang bernilai 17.3 g (Tabel 11). Berdasarkan seleksi terhadap enamkarakterpenyeleksididapatkan hasil bahwaaksesi jarak pagar yangtergolong baik dan tidak baik. Aksesi yang tergolong baikadalahaksesi Bogor 80-II-5, IP-2P 110-I-4, Bontomaramu 1-I, Medan dan Pinrang dengannilai karakter tertinggi 4 – 6. Aksesi yang tergolong
45
tidak baik adalah Sukabumi,Bengkulu 3, Gunung Tambora, Lombok 59-I-2, Aceh Besar, Bima, Bone, Dompu dan Luwu Utarayang memiliki nilai karakter tertinggi 0 – 3 (Tabel 12). Tabel 12. Rekapitulasi Nilai Peringkat 14Aksesi Jarak Pagar terhadap Jenis Aksesi Aceh Besar Bengkulu 3 Bima Bogor 80-II-5 Bone Bontomaramu 1-I Dompu Gunung Tambora IP-2P 110-I-4 Lombok 59-I-2 Luwu Utara Medan Pinrang Sukabumi
JCPD √ √ √ √ √ √
JM1) √ √ √ √ √ √
JBB2) √ √ √ √ √ √ -
JB2)
JB1)
BBK1)
√ √ √ √ √ -
√ √ √ √ √ -
√ √ √ √ √ √
KT 0 2 0 6 0 6 0 0 6 1 0 6 4 3
EnamKarakter Penyeleksi Jarak Pagar di Daerah Pesisir Pantai Keterangan : JCP: jumlah cabang primer, JCPD: jumlah cabang produktif, JM: jumlah malai, JB: jumlah buah, BBK: bobot biji kering, KT: karakter tertinggi. √ = menunjukkan nilai tertinggi yang dimiliki oleh masing-masing aksesi pada setiap karakter penyeleksi dan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Lanjut DMRT taraf 5%, 1): per tanaman, 2): per malai.
Aksesi Bogor 80-II-5 merupakan aksesi yang berasal dari daerah basah, begitu juga dengan aksesi IP-2P 110-I-4 dan Medan, sehingga aksesi tersebut menunjukkan pertumbuhan yang baik dibandingkan aksesi lainnya pada saat ditanam di daerah basah (Pekalongan). Menurut Melisa (2011), aksesi Bogor-4 dan Bogor-6 merupakan aksesi yang potensial untuk dikembangkan menjadi kultivar unggul baru berdasarkan seleksi pada lima karakter produksi. Menurut Evawati (2007), aksesi IP-2P termasuk aksesi yang memiliki produktivitas tinggi. Aksesi ini merupakan pengembangan bahan tanaman IP-1A, IP-1M dan IP-1P, yang telah dihasilkan untuk pengembangan di wilayah iklim kering, iklim sedang, dan iklim basah. Menurut Surahman et al. (2009), aksesi Medan tergolong aksesi yang unggul, karena memiliki produktivitas dan kadar minyak yang tinggi.
46
Aksesi lain yang tergolong baik ditanam di daerah pesisir pantai adalah aksesi Bontomaramu 1-I dan Pinrang. Kedua aksesi ini berasal dari daerah kering, sehingga
mampu
beradaptasi
pada
saat
ditanam
di
daerah
basah.
KESIMPULAN Aksesi jarak pagar yang ditanam di daerah pesisir pantai menunjukkan pertumbuhan yang beragam pada fase vegetatif dan fase generatif. Hasil seleksi berdasarkan karakter pertumbuhan fase vegetatif dan generatif
menunjukkan bahwaaksesi yang tergolong baikditanam di daerah
pesisir pantai adalah Bogor 80-11-5,IP-2P 110-1-4, Bontomaramu 1-1, Medan dan Pinrang, sedangkan aksesi yang tergolong tidak baikadalah Sukabumi, Bengkulu 3, Gunung Tambora, Lombok 59-1-2, Aceh Besar, Bima, Bone dan Luwu Utara.
DAFTAR PUSTAKA Adikadarsih, S. 2007. Pengaruh bobot biji terhadap beberapa parameter perkecambahan jarak pagar (Jatropha curcas L.). Infotek Jarak Pagar 2 (9) : 34. Afandi, R. 2009. Keberhasilan Reproduksi: Penyerbukan Alami dan Buatan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 39 hlm. Agusta , H., E. Warsiki, M. Bientry, Misnen, F.N. Nisya dan T.Yoshihara. 2011. Studi Pendahuluan: Potensi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) sebagai Karbon Rosot dan Penyerap Karbon. www.ebtke.esdm.go.id/download/doc. [1 Januari 2012]. Alwi, S.I.S. 2006. Peluang Pengembangan Industri Jarak Pagar untuk Biodiesel dan Hasil Sampingan sebagai Biomassa. Konferensi Nasonal 2007. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Biodiesel dan Industri Etanol serta Peluang Pengembangan Industri Integrated-nya. Bioenergy Alliance, Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM-IPB). Bogor. Hlm 52 - 59. Ardana, I.K., B. Pramudya, M. Hasanah, dan A.H. Tambunan.2008. Pengembangan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) mendukung kawasan mandiri energi di Nusa Penida, Bali. Jurnal Littri 14 (4) : 155 161. Asbani, N. dan D. Winarno. 2009. Bioekologi penyerbukan dan pembuahan pada jarak pagar andromonoecious. Jurnal Agrivita 31 (1) : 12 – 18. Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. www.bps.go.id. [13 Februari 2011]. Balitbangtan. 1999. Panduan Metodologi Analisis Zone Agro Ekologi, Edisi I. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 11 hlm. Cholid, M., M, Romli dan H. Istiana. 2006. Pengaruh Pemangkasan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 72 - 79. Darwis, V. 2008. Prospektus jarak pagar sebagai bagian substitusi solar. Jurnal Soca 8 (3) : 291 – 300.
48
Daryanto, A. 2010. Urgensi Pengembangan Sumber Energi Terbarukan. www.scribd.com/doc/48851637/2010. [13 Februari 2011]. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 1744 hlm. Effendi, D.S., A.S.Tjokrowardojo dan E.Djauhariya. 2006. Pengendalian gulma pada pertanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 97-103. Effendi, D.S. 2009. Evaluasi pertumbuhan dan produksi tanaman koleksi plasma nutfah jarak pagar (Jatropha curcas L.) Jurnal Berita Biologi 9 (6) : 673 – 682. Erythrina. 2006. Jarak Tanam dan Pemupukan Fosfat pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Provinsi Lampung. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 43 - 49. Evawati. 2006. Perkembangan teknologi pendukung jarak pagar. Infotek Jarak Pagar 2 (12) : 46. Ferry, Y., D. Pranowo, dan M. Herman. 2006. Pengaruh Stek Tanam Langsung terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 27 – 29. Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research, penerjemah: E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hlm. Gunardi, S. 2002. Teknologi pemanfaatan lahan marginal kawasan pesisir. Jurnal Teknologi Lingkungan 3 (3) : 232 – 236. Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie, I.K. Reksowardojo, M. Rivai, M. Ihsanur, P. Suryadarma, S. Tjitrosemito, T. H. Soerawidjaja, T. Prawitasari, T. Prakoso dan W. Purnama. 2006. Jarak Pagar Tanaman Biodiesel. Penebar Swadaya. Depok. 147 hlm. Hambali, E., S. Mujdalipah, A.H. Tambunan, A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka. Depok.110 hlm.
49
Hamdi, A. H. 2006. Implementasi Kebijakan Pengembangan Jarak Pagar sebagai Sumber BBN. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 1-6. Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo. Jakarta. 179 hlm. Hariyadi. 2005. Sistem Budidaya pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn). Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) untuk Biodiesel dan Minyak Bakar. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 162 – 173. Hartati, S. 2007. Jarak pagar, menyerbuk silang atau menyerbuk sendiri?. Infotek Jarak Pagar 2 (10) : 37. ________. 2008. Variasi tanaman jarak pagar dari satu sumber benih satu genotipe. Infotek Jarak Pagar 3 (1) : 1. Hartati, R.R., A. Setiawan, B. Heliyanto, dan Sudarsono. 2009. Keragaan morfologi dan hasil 60 individu jarak pagar (Jatropha Curcas L.) terpilih di Kebun Percobaan Pakuwon Sukabumi. Jurnal Littri 15 (4) : 152 - 161. Hasnam. 2006. Status Perbaikan dan Penyediaan Bahan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 7-16. _______. 2008. Lanjutan: beberapa catatan dari “International workshop on the development of Jatropha curcas L. industry”, Hainan Island, China, October 29-31, 2007. Infotek Jarak Pagar 3 (1) : 2. Herman, M., D. Pranowo dan A.M. Hasibuan. Polatanam Berbasis Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). 2006. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 66 - 71. Irwanto. 2006. Pengembangan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) sebagai Sumber Bahan Bakar Alternatif. http://www.irwantoshut.com. [12 Februari 2011]. Izzah, N.K. dan N. Heryana. 2006. Studi Dasar Pengaruh Ukuran dan Warna Polybag Terhadap Pertumbuhan Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 261 - 264.
50
Kemala, S. dan S. Tirtosuprobo. 2006. Simulasi Usahatani Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 149 - 161. Krisnawati, A dan M.M. Adie. 2009. Kendali Genetik dan karakter Penentu Toleransi Kedelai terhadap Salinitas. Jurnal Iptek Tanaman Pangan 4 (2) : 222 - 235. Leiwakabessy, F.M., U.M. Wahjudin dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 246 hlm. Mahmud, Z. 2006. Anda bertanya? Kami menjawab!. Infotek Jarak Pagar. 1 (5) : 20. Mardjono, R., H. Sudarmo, dan Sudarmadji. 2006. Uji Daya Hasil Beberapa Genotipa Terpilih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 107 – 110. Martina, L. 2010. Karakterisasi Morfologi dan Agronomi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Beberapa Aksesi Indonesia Bagian Barat. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 75 hlm. Melati. 2009. Pembungaan dan penyerbukan pada jambu mete (Anacardium occidentale l.). Jurnal Perkembangan Teknologi Tro 21(2) : 56-63. Melisa. 2011. Karakterisasi Morfologi dan Agronomi 13 Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 78 hlm. Mile, M. Y. 2007. Pengembangan spesies tanaman pantai untuk rehabilitasi dan perlindungan kawasan pantai pasca tsunami. Jurnal Info Teknis 1 (2) : 1 – 8. Misnen. 2010. Penapisan Genotipe Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Toleransi terhadap Kekeringan. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 117 hlm. Mulyani, A., F. Agus dan D. Allorerung. 2006. Potensi sumber daya lahan untuk pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25 (4) : 130 - 138. Nisya, F.N. 2010. Analisis Keragaman Genetik Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Berdasarkan Karakter Morfologi, Agonomi, dan Marka RAPD. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 86 hlm.
51
Nurcholis, M. dan S. Sumarsih. 2007. Jarak Pagar dan Pembuatan Biodiesel. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm. Palupi, R.E., M. Surahman dan K. Warid. 2009. Aplikasi ZPT untuk keserempakan pemasakan buah jarak pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB. Bogor. 146 – 157. Partoyo. 2005. Analisis indeks kualitas tanah pertanian di lahan pasir Pantai Samas Yogyakarta. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian 12 (2) : 140 - 151. Parwata, I.G.M.A., D. Indradewa, P. Yudono, dan B.D. Kertonegoro. 2010. Pengelompokan genotipe jarak pagar berdasarkan ketahanannya terhadap kekeringan pada fase pembibitan di lahan pasir pantai. Jurnal Agronomi Indonesia 38 (2) : 156 – 162. Pranowo, D. M. Herman, dan Y. Ferry. 2006. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Pemupukan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Awal Jarak Pagar. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 23 - 26. Prayitno, U. 2007. Menghasilkan Biodiesel Jarak Pagar Berkualitas. Agromedia Pustaka. Depok. 52 hlm. Prihandana, R. dan R. Hendroko. 2007. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Agromedia Pustaka. Depok. 79 hlm. Rachmawati, I. 2006. Studi Keberhasilan Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) pada Pola Tanam Campuran. Makalah Penunjang pada Ekspose/ Hasil-Hasil Diskusi Penelitian Balai Litbang Kehutanan BaliNusa Tenggara. Kupang. 145 – 154. Raju, A.J.S. dan V. Ezradanam. 2002. Pollination ecology and fruiting behaviour in a monoecious species Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Research Communication 83 (11) : 1395 – 1398. Rivaie, A.A., A.I. Fauzi, D. Allorerung, Z. Mahmud, D.S. Effendi, Sumanto, T. Syahrial. 2006. Karakteristik Fisik Lingkungan Daerah Pertanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Cikeusik Banten. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 58-65. Rumini, W. dan E.Karmawati. 2006. Hama pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 302 - 306.
52
Santoso, B.B. dan B.S. Purwoko. 2008. Pertumbuhan bibit tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada berbagai kedalamandan posisi tanam benih. Buletin Agronomi 36 (1) : 70–77. Santoso, B.B., Hariyadi, dan B.S. Purwoko. 2009. Pertumbuhan bibit jarak pagar asal biji dan stek pada berbagai macam media pembibitan. Crop Ago. 2(2):88-98. Sari, S.R. Pertumbuhan dan Kadar Saponin Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Pemberian Kombinasi IBA (Indole-3-Butyric Acid) dan Kinetin. http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=showview&id=12103.[13Februari 2011]. Satyarini, T.B. 2009. Analisis Usaha Tani Cabai di Lahan Pantai (Studi kasus di Pantai Pandan Simo, Bantul, DIY). Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian 2009. Bogor. Hlm 1 – 12. Siradz, S.A. dan S. Kabirun. 2007. Pengembangan lahan marginal pesisir pantai dengan bioteknologi masukan rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 7 (2) : 83 – 92. Sukarjo. 2004. Toleransi beberapa jenis Curcuma spp. terhadap intensitas naungan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 6 (2) : 97 - 103 Sumanto. 2006. Pengaruh Media dan Waktu Panen Buah TerhadapPertumbuhan Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 104 – 106. Sumarsono. 2008. Analisis kuantitatif pertumbuhan tanaman kedelai (Soy beans) eprints.undip.ac.id/396/1/KEDELAI_Sumarsono.doc. [16 Februari 2012]. Supijatno dan Hariyadi, 1990. Laporan Akhir Uji Toleransi Beberapa Varietas Kelapa terhadap Salinitas. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 33 hlm. Suud, M.I. 2008. Studi Karakteristik Morfologi Gulma Echinochloa crusgalli dari Beberapa Tipe Ekologi. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 80 hlm. Surahman, M., E. Santosa dan F.N. Nisya. 2009. Karakterisasi dan analissi gerombol plasma nutfah jarak pagar Indonesia dan beberapa negara lain menggunakan marka morfologi dan molekuler. Jurnal Agronomi Indonesia 37 (3) : 256 – 264.
53
Syukur, A. 2005. Penyerapan boron oleh tanaman jagung di tanah pasir pantai Bugel dalam kaitannya dengan tingkat frekuensi penyiraman dan pemberian bahan organik. Jurnal Ilmu Tanah 5 (2) : 20 – 26. Taiz, L., E. Zeiger. 2002. Plant Physiology. California.The Benjamin/Cummings Publ. Co., Inc.,Redwood City, CA. 690 hlm. Kemala, S. dan Supriyadi, T. 2007. Simulasi Usaha Tani Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II: 149-161. Triyogo, A., Sumardi dan D.A. Winastuti. 2009. Pengaruh jenis mulsa terhadap kapasitas penambatan spesifik nitrogen cemara udang (Casuarina equisetifolia Linn.) pada kondisi tempat tumbuh yang berbeda. Jurnal Agronomi Indonesia 37 (1) : 71 – 77. Utomo, B.P. 2008. Fenologi Pembungaan dan Pembuahan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. Departemen Agonomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 hlm. __________. 2011. Penentuan Periode Reseptif dan Masak Fisiologis Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.). http://penentuanperiodereseptif/pdf/BBP2TP. [12 Januari 2012]. Wahid, P. 2006. Jarak pagar dan lingkungan. Infotek Jarak Pagar 1(5):18. Wijaya, A. 2006. Perakitan Hibrida Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Wilayah Beriklim Basah. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol.II:115 - 122. Wright, C.J. 1989. Interaction between vegetative and reproductive growth. In C.J. Wright (ed). Manipulation of fruiting. Butterworths. London. Hlm 15 23. Yahya, S. 1987. Pengaruh Salinitas terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Kelapa Varietas Genjah, Dalam dan Hibrida. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 63 hlm. Yani, M. 2005. Reklamasi Lahan Bekas Tambang Dengan Penanaman Jarak Pagar. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Biodiesel dan Minyak Bakar. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 284 – 294. Zubaidah, Y., Burhanuddin dan N. Abrianti. 2009. Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman jarak pagar di Nagari Muaro Pingai Kabupaten Solok. Jurnal Ilmiah Tambua 8 (3) : 455 – 461.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap KarakterFase Vegetatif dan Generatif Karakter Tinggi Tanaman 0 MST 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST Jumlah Daun 0 MST 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST Jumlah Cabang Primer 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST Cabang Produktif Jumlah Malai Bunga Betina per Malai Bunga Jantan per Malai Buah per Malai Buah per Tanaman Bobot Biji Kering
Pengaruh Pengelompokkan
Pengaruh Genotipe
Koefisien Keragaman (%)
tn tn tn tn tn tn tn tn tn
** ** * ** ** ** * * tn
16.04 13.87 12.86 8.79 8.87 9.01 9.43 8.85 13.641)
tn tn tn ** ** * * * **
** ** tn tn * tn tn tn tn
17.39 20.96 17.55 20.34 19.04 18.88 16.96 22.18 25.22
** ** ** ** ** ** ** tn tn tn ** tn tn tn
* tn * * tn tn * ** ** ** ** ** ** **
15.441) 28.77 25.00 23.42 19.25 18.07 16.50 16.951) 27.78 21.16 21.66 27.86 17.081) 19.871)
Keterangan : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata, , KK = Koefisien Keragaman, 1) Hasil transformasi dengan akar (x+0.5)
56
Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Tinggi TanamanJarak Pagar Selama 16 MST Waktu Pengamatan (MST)
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
Pr>F
KK (%)
208.455926 Ulangan 2 104.227963 0.1395tn 2.13 Perlakuan 13 4142.206376 0 318.631260 <.0001** 16.0 6.50 Galat 26 1274.338148 49.013006 Umum 41 5625.000450 Ulangan 183.021111 91.510555 2 Perlakuan 2.01 0.1542tn 13 3185.366481 245.028191 2 13.8 5.38 0.0001** Galat 26 1183.246296 45.509473 Umum 41 4551.633888 4.138254 Ulangan 2 4.138254 0.03 0.9705tn Perlakuan 13 2502.046244 4 2502.046244 12.8 2.79 0.0126* Galat 26 1795.255820 69.048301 Umum 41 4301.440317 Ulangan 32.591111 2 16.295556 Perlakuan 0.43 0.6567tn 13 1789.161931 6 137.627841 8.7 3.61 0.0026** Galat 26 991.303704 38.127066 Umum 41 2813.056746 Ulangan 32.855714 2 16.427857 0.6672tn Perlakuan 0.41 13 1842.128042 8 141.702157 0.0029** 8.8 3.54 Galat 26 1039.290212 39.972700 Umum 41 2914.273968 Ulangan 6.929894 2 3.464947 0.9256tn Perlakuan 0.08 13 1974.736190 10 151.902784 0.0038** 9.0 3.40 Galat 26 1162.198254 44.699933 Umum 41 3143.864339 Ulangan 29.068942 14.534471 2 Perlakuan 0.25 0.7776tn 13 2032.435872 156.341221 12 9.4 2.73 0.0141* Galat 26 1488.181427 57.237747 Umum 41 3549.686241 Ulangan 95.216561 2 47.608280 Perlakuan 0.84 0.4446tn 13 2035.923412 14 156.609493 8.8 0.75 0.0136* Galat 26 1479.776031 56.914463 Umum 41 3610.916004 Ulangan 2 1.67176397 0.83588199 Perlakuan 13 8.73966432 0.49 0.6170tn 16 0.67228187 13.61) Galat 26 44.16940185 0.40 0.9585tn 1.69882315 Umum 41 54.58083014 Keterangan : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata, , KK = Koefisien Keragaman. 1): hasil setelah transformasi dengan akar (x+0.5).
57
Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Jumlah Daun Jarak Pagar Selama 16 MST Waktu Pengamatan (MST) 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Sumber Keragaman
db
JK
Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum
2 13 26 41 2 13 26 41 2 13 26 41 2 13 26 41 2 13 26 41 2 13 26 41 2 13 26 41 2 13 26 41 2 13 26 41
16.798942 1348.582011 445.275132 1810.656085 92.386243 8001.791003 3990.94709 12085.12433 1955.64022 11087.89683 11782.95238 24826.48942 14214.90475 10403.53439 14884.79895 39503.23809 6128.08465 12060.99735 10914.58201 29103.66401 4011.21164 11528.47883 11431.75132 26971.44179 4770.32275 10606.07408 11796.41797 27172.81481 7550.33333 11386.40212 20059.74074 38996.47620 17664.11111 10205.38625 19433.74074 47303.23810
KT
Fhit
Pr>F
KK (%)
8.399471 103.737078 17.125967
0.49 6.06
0.6179tn <.0001**
17.39
46.193122 615.522385 153.49796
0.30 4.01
0.7427tn 0.0013**
20.96
977.82011 852.91514 453.19048
2.16 1.88
0.1358tn 0.0824tn
17.55
7107.45238 800.27188 572.49227
12.41 1.40
0.0002** 0.2257tn
20.34
3064.04233 927.76903 419.79162
7.30 2.21
2005.60582 886.80606 439.68274
4.56 2.02
0.0200* 0.0620tn
18.88
2385.16138 815.85185 453.70838
5.26 1.80
0.0121* 0.0984tn
16.96
4.89 1.14
0.0157* 0.3760tn
22.18
11.82 1.05
0.0002** 0.4385tn
25.22
3775.16667 875.87709 771.52849 8832.05556 785.02971 747.45157
Keterangan : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata, , KK = Koefisien Keragaman.
0.0030** 0.0413*
19.04
58
Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Jumlah Cabang PrimerSelama 16 MST Waktu Pengamatan (MST) 4
6
8
10
12
14
16
Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum Ulangan Perlakuan Galat Umum
db
JK
2 13 26 41 2 13 26 41 2 13 26 41 2 13 26 41 2 13 26 41 2 13 26 41 2 13 26 41
1.63817117 3.17755225 2.86967661 7.68540004 59.24338624 58.64814815 62.5343915 180.4259259 67.14814814 62.43386242 58.8518518 188.4338624 68.29100529 73.93915344 61.7830688 204.0132275 56.76719576 54.11904762 56.0476190 166.9338624 53.58730157 56.96296295 54.3386243 164.8888888 50.30687828 55.70370368 46.5820106 152.5925925
Fhit
0.81908559 0.24442710 0.11037218
7.42 2.21
29.62169312 4.51139601 2.4051689
12.32 1.88
33.57407407 4.80260480 2.2635328
14.83 2.12
34.14550265 5.68762719 2.3762719
14.37 2.39
<.0001** 0.0282*
23.42
28.38359788 4.16300366 2.1556777
13.17 1.93
0.0001** 0.0743tn
19.25
26.79365079 4.38176638 2.0899471
12.82 2.10
0.0001** 0.0524tn
18.07
25.15343914 4.28490028 1.7916158
14.04 2.39
Pr>F
KK (%)
KT
0.0028** 0.0409*
0.0002** 0.0835tn <.0001** 0.0497*
<.0001** 0.0283*
15.441)
28.77
25.00
16.50
Keterangan : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata, , KK = Koefisien Keragaman, 1):hasil setelah ditransformasi dengan akar (x+0.5)
59
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesiterhadap Jumlah Malai Jarak Pagar Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Umum
db
JK
2 13 26 41
3.36213991 72.70340979 40.2674897 116.3330394
KT 1.68106995 5.59256998 1.5487496
Fhit 1.09 3.61
Pr>F 0.3526tn 0.0026**
KK (%) 27.78
Keterangan : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata, KK = Koefisien Keragaman.
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Jumlah Cabang ProduktifJarak Pagar (Hasil transformasi dengan akar (x+0.5)) Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Umum
db 2 13 26 41
JK 0.03943105 3.29742920 1.84849999 5.18536024
KT 0.01971552 0.25364840 0.07109615
Fhit 0.28 3.57
Pr>F 0.7600tn 0.0028**
KK (%) 16.95
Keterangan : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata, KK = Koefisien Keragaman.
Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Jumlah Bunga JantanJarak Pagar Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Umum
db 2 13 26 41
JK 6680.63727 14520.04262 8356.13638 29556.81627
KT
Fhit
Pr>F
KK (%)
3340.31864 1116.92636 321.38986
10.39 3.48
0.0005** 0.0033**
21.66
Keterangan : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata, KK = Koefisien Keragaman.
Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Jumlah Bunga Betina/ HermaproditJarak Pagar Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Umum
db 2 13 26 41
JK 0.0335097 102.9829512 41.2586714 144.2751323
KT 0.0167549 7.9217655 1.5868720
Fhit 0.01 4.99
Keterangan : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata, KK = Koefisien Keragaman.
Pr>F 0.9895tn 0.0002**
KK (%) 21.16
60
Lampiran9. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Jumlah Buah per MalaiJarak Pagar Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Umum
db 2 13 26 41
JK 3.10464432 73.74838330 40.3521458 117.2051734
KT 1.55232216 5.67295256 1.5520056
Fhit 1.00 3.66
Pr>F 0.3815tn 0.0024**
KK (%) 27.86
Keterangan : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata, KK = Koefisien Keragaman.
Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Jumlah Buah per TanamanJarak Pagar (Hasil transformasi dengan akar (x+0.5)) Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Umum
db 2 13 26 41
JK 0.23873783 25.47932377 12.08176748 37.79982907
KT 0.11936891 1.95994798 0.46468336
Fhit
Pr>F
0.26 4.22
0.7754tn 0.0009**
KK (%) 17.08
Keterangan : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata, KK = Koefisien Keragaman.
Lampiran 11. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Bobot Biji Kering per TanamanJarak Pagar (Hasil transformasi dengan akar (x+0.5)) Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Umum
db 2 13 26 41
JK 0.0335097 102.9829512 41.2586714 144.2751323
KT 0.0167549 7.9217655 1.5868720
Fhit
Pr>F
0.01 4.99
0.9895tn 0.0002**
Keterangan : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata, KK = Koefisien Keragaman
KK (%) 21.16
61
Lampiran 12. Rekapitulasi Hasil Analisis Korelasi terhadap Beberapa Karakter Pengamatan
TT TT
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N BK Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N JM Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N JBB Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N JBM Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N JBT Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N JCP Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N JCPR Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1
Korelasi BK JM JBB .068 .039 -.151
JBM -.050
JBT .016
JCP JCPR .153 .050
.669 42 1
.804 42 .776**
.340 42 .463**
.751 42 .585**
.921 42 .883**
.333 42 .261
.752 42 .804**
.669 42 .039
42 .776**
.000 42 1
.002 42 .469**
.000 42 .455**
.000 42 .806**
.095 42 .466**
.000 42 .876**
.804 42 -.151
.000 42 .463**
42 .469**
.002 42 1
.002 42 .627**
.000 42 .616**
.002 42 .218
.000 42 .508**
.340 42 -.050
.002 42 .585**
.002 42 .455**
42 .627**
.000 42 1
.000 42 .693**
.166 42 -.074
.001 42 .475**
.751 42 .016
.000 42 .883**
.002 42 .806**
.000 42 .616**
42 .693**
.000 42 1
.642 42 .328*
.001 42 .799**
.921 42 .153
.000 42 .261
.000 42 .466**
.000 42 .218
.000 42 -.074
42 .328*
.034 42 1
.000 42 .359*
.333 42 .050
.095 42 .804**
.002 42 .876**
.166 42 .508**
.642 42 .475**
.034 42 .799**
42 .359*
.019 42 1
.752 42
.000 42
.000 42
.001 42
.001 42
.000 42
.019 42
42
42 .068
Keterangan: TT: tinggi tanaman, BK: bobot biji kering, JM: jumlah malai, JBB: jumlah bunga betina, JBM: jumlah bunga per malai, JBT: jumlah bunga per tanaman, JCP: jumlah cabang primer, JCPR: jumlah cabang produktif **: sangat nyata, *: nyata.
62
Lampiran 13. Tata Letak Penelitian di Daerah Pesisir Pantai Kelurahan Wonokerto Kulon Kecamatan Wonokerto Kabupaten
Pekalongan
Jawa Tengah
LU LU LU
SB SB SB SB
BK BK BK BK
PIN PIN PIN PIN
BIM BIM BIM BIM
GT GT GT GT
BON LOM MED IP BON LOM MED IP BON LOM MED IP LOM MED IP
DOM DOM DOM DOM
BM BM BM BM
AB AB AB AB
BOG BOG BOG BOG
ULANGAN 1
BON LOM LU BON LOM LU BON LOM LU LOM
IP IP IP IP
DOM DOM DOM DOM
BM BM BM BM
AB AB AB AB
GT GT GT GT
BOG BOG BOG BOG
PIN PIN PIN PIN
BK BK BK BK
BIM BIM BIM BIM
MED MED MED MED
SB SB SB SB
ULANGAN2
BK PIN AB BK PIN AB BK PIN AB BK PIN AB
BIM BIM BIM BIM
MED MED MED MED
IP IP IP IP
BM BM BM BM
BOG BOG BOG BOG
DOM DOM DOM DOM
SB SB SB SB
LU LU LU
BON GT BON GT BON GT GT
LOM LOM LOM LOM
ULANGAN 3
Keterangan: LU: luwu utara, SB: sukabumi, BK: bengkulu 3, PIN: pinrang, BIM: bima, GT, gunung tambora, BON: bone, LOM: lombok 59-I-2, MED: medan, IP: IP-2P 110-I-4, DOM: Dompu, BM: bontomaramu 1-I, AB: aceh besar, BOG: bogor 80-11-5.
Air laut Matahari
63