KERAGAMAN LIGNIN TERLARUT ASAM (ACID SOLUBLE LIGNIN) PADA EMPAT JENIS KAYU CEPAT TUMBUH
ALI MAHMUDI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Ali Mahmudi. Keragaman Lignin Terlarut Asam (Acid Soluble Lignin) pada Empat Jenis Kayu Cepat Tumbuh. Skripsi. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr dan Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc. Pengetahuan sifat dasar kayu sangat penting untuk menentukan penggunaan kayu, akan tetapi penelitian tentang sifat kimia khususnya sifat kimia lignin kayu tropis masih sangat terbatas. Lignin terlarut asam merupakan sifat kimia yang dapat menunjukkan nilai kandungan serta reaktivitas lignin yang sangat terkait dengan proses pulping terutama pada reaksi delignifikasi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, terdapat perbedaan yang nyata antara jenis kayu daun jarum dan kayu daun lebar mengenai kandungan lignin terlarut asam berdasarkan metode lignin Klason. Akan tetapi, keragaman lignin terlarut asam diantara jenis kayu daun lebar dan kemungkinan implikasinya terhadap reaktivitas lignin belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat kimia lignin (lignin Klason dan lignin terlarut asam) dan korelasinya terhadap kandungan total lignin serta kemungkinan implikasinya terhadap sifat, penggunaan dan pengolahan kayu sebagai bahan baku pulp. Penentuan kandungan lignin terlarut asam dilakukan bersamaan dengan penentuan lignin Klason. Serbuk kayu yang telah diekstraksi dengan larutan ethanol-benzene (1:2) direaksikan dalam asam sulfat 72% selama 2 jam dan diikuti hidrolisis pada konsentrasi asam sulfat 3% dengan waktu perlakuan yang berbeda. Klason lignin merupakan fraksi padatan setelah penyaringan sedangkan lignin terlarut asam ditentukan dengan pengukuran penyerapan UV dari filtrat pada panjang gelombang 205 nm menggunakan koefisien adsorbsi 110 lg-1cm-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan waktu hidrolisis pada asam sulfat 3% mengakibatkan penurunan nilai lignin klason dan kenaikan lignin terlarut asam pada kayu daun lebar dan hal sebaliknya pada kayu softwood. Secara umum nilai lignin Klason kayu softwood lebih tinggi dibandingkan kayu daun lebar, dan sebaliknya untuk nilai lignin terlarut asam. Nilai lignin terlarut asam pada kayu hardwood pada penelitian ini dapat mencapai 8-15% sedangkan pada kayu softwood hanya mencapai 2% dari total lignin. Oleh karena itu, pada penetapan kadar lignin kayu daun lebar (hardwood) semestinya nilai lignin terlarut asam tidak bisa diabaikan sebagai bagian yang penting dari kandungan lignin secara keseluruhan. Kata kunci: lignin terlarut asam, lignin Klason, kayu, asam sulfat.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi: Keragaman Lignin Terlarut Asam (Acid Soluble Lignin) pada Empat Jenis Kayu Cepat Tumbuh adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
Ali Mahmudi NIM E24104036
KERAGAMAN LIGNIN TERLARUT ASAM (ACID SOLUBLE LIGNIN) PADA EMPAT JENIS KAYU CEPAT TUMBUH
ALI MAHMUDI
E24104036
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
LEMBAR PENGESAHAN : Keragaman Lignin Terlarut Asam (Acid Soluble Lignin)
Judul Skripsi
pada Empat Jenis Kayu Cepat Tumbuh. Nama Mahasiswa
: Ali Mahmudi
NRP
: E24104036
Program Studi
: Teknologi Hasil Hutan
Sub Program Studi
: Pengolahan Hasil Hutan
Menyetujui, Komisi Pembimbing Ketua
Anggota
Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr
Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc
NIP : 130 813 794
NIP : 131 967 242
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP : 131 578 788
Tanggal lulus :
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 12 Pebruari 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dalam keluarga Bapak Sujianto dan Ibu Sumini. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Jambepawon 03 Kecamatan Doko Kabupaten Blitar, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 01 Wlingi, Kabupaten Blitar dan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 01 Kota Blitar. Pada tahun 2004, penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan memilih Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan, yaitu unit kegiatan mahasiswa (UKM) Seroja Putih periode 2004-2005, ASEAN Forestry Students Association (AFSA) LC IPB sebagai wakil Direktur, Himasiltan IPB sebagai koordinator kelompok minat, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB sebagai kepala divisi aksi dan advokasi serta berbagai kepanitiaan kegiatan. Penulis mengikuti kegiatan praktek umum kehutanan (PUK) di Cilacap-Batur Raden, Jawa Tengah dan praktek umum pengelolaan hutan tanaman lestari (PUPHTL) di Getas Ngawi, Jawa Timur. Penulis juga telah melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) di PGT Rejowinangun Perum Perhutani unit II Jawa Timur. Selama masa kuliah, penulis pernah menerima Beasiswa dari PPA, Bank Indonesia dan Tanabe Foundation. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan kegiatan praktek khusus (skripsi) dalam bidang kimia kayu dengan judul “Keragaman Lignin Terlarut Asam (Acid Soluble Lignin) pada Empat Jenis Kayu Cepat Tumbuh” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr dan Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta menyusun karya ilmiah yang berjudul “Keragaman Lignin Terlarut Asam (Acid Soluble Lignin) pada Empat Jenis Kayu Cepat Tumbuh”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Lignin sebagai komponen kimia kayu selain selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif merupakan salah satu komponen yang penting terkait dengan sifat dan penggunaan kayu. Informasi tentang kandungan lignin yang biasa dinyatakan sebagai lignin Klason atau total lignin sangat terkait dengan sifat kayu lainnya seperti kekerasan kayu, ketahanan kayu terhadap faktor perusak alami melalui perannya sebagai physical barrier, nilai kalor kayu, dan reaksi delignifikasi dalam proses pulping. Sementara itu, lignin terlarut asam (acid soluble lignin) dipercaya sebagai parameter penduga reaktivitas lignin, khususnya terkait dengan reaksi delignifikasi dalam proses pulping. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang membahas tentang sifat kimia lignin, khususnya lignin Klason dan acid soluble lignin dari empat jenis kayu cepat tumbuh dari daerah tropis. Keragaman sifat kimia lignin antar jenis kayu: lignin Klason, acid soluble lignin dan korelasinya dengan proporsi jenis aromatik penyusun lignin serta kemungkinan implikasinya dengan penggunaan kayu sebagai bahan baku serat adalah topik bahasan utama dalam karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini. Penulis juga menyadari karya ini masih jauh dari sempurna. Segala kritikan dan saran penulis terima dengan senang hati. Semoga karya ini dapat berguna bagi kita semua. Amien.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr dan Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberi pengarahan dan nasehat dengan sabar kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc selaku penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan nasehatnya kepada penulis. 3. Bapak, Ibu, Adekku “Irul” dan seluruh keluarga yang telah mencurahkan kasih
sayang,
perhatian,
doa,
serta
biaya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan pendidikan. 4. Emma Y. Wulandari atas semangat serta kasih sayangnya kepada penulis selama kuliah dan penelitian. 5. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kehutanan terutama bagian Kimia Hasil Hutan yang telah memberikan ilmu yang tidak terkira
banyaknya
kepada penulis. 6. Keluarga besar Kawah Kelud “BLITAR”. 7. Teman-teman satu bimbingan (Sandi dan Edo) dan satu bagian Kimia Hasil Hutan (Novi, Rendra, Hanif, Ting-Ting, Adi, Zee, Gokma, Patria) yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka. 8. Teman-teman THH 41 serta Fahutan 41. Semoga kita selalu KOMPAK.
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang........................................................................................... 1 1. 2 Tujuan........................................................................................................ 2 1. 3 Manfaat...................................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Lignin......................................................................................................... 3 2. 2 Lignin Terlarut Asam ................................................................................ 6 2. 3 Karakteristik Kayu yang di Teliti .............................................................. 8 2. 3. 1 Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) ........................... 8 2. 3. 2 Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese)................................... 9 2. 3. 3 Mindi (Melia azedarach Linn)................................................... 10 2. 3. 4 Melinjo (Gnetum gnemon L)...................................................... 10 III.METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Tempat.................................................................................. 12 3. 2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 12 3. 3 Tahapan Analisis Lignin Terlarut Asam................................................. 12 3. 3. 1 Persiapan Contoh Uji ................................................................. 12 3. 3. 2 Ekstraksi Etanol-Benzene (1:2) ................................................. 13 3. 3. 3 Penentuan Kadar Lignin Klason (Lignin Tidak Larut Asam).... 13 3. 3. 4 Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam (Acid Soluble Lignin) . 14 3. 4 Analisis Data............................................................................................ 15 IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Lignin Klason dan Lignin Terlarut Asam................................................ 16 4. 2 Hubungan Lignin Klason, Lignin Terlarut Asam dan Total Lignin........ 20 4. 3 Hubungan Lignin Terlarut Asam dengan Rasio Syringil Guaiasil.......... 23
x
4. 4 Implikasi Kandungan Lignin Terlarut Asam pada Kayu dengan Proses Pulping. .................................................................................................. 26 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan.............................................................................................. 29 5. 2 Saran ........................................................................................................ 29 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30 LAMPIRAN......................................................................................................... 33
xi
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Komponen kimia kayu sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen). ...... 9 2. Komponen kimia kayu pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese). ............. 9 3. Nilai Lignin Beberapa Jenis Kayu Pinus. ..................................................... 10 4. Komponen kimia kayu mindi (Melia azedarach Linn)................................. 10 5. Komponen kimia kayu pinus (Gnetum gnemon L). ...................................... 11 6. Nilai kandungan lignin empat jenis kayu dengan perlakuan waktu hidrolisis dalam asam sulfat 3%.................................................................. 16 7. Perbandingan nilai lignin Klason dan lignin terlarut asam terhadap total lignin kayu................................................................................................... 20 8. Nilai S/G Ratio dan ASL (Acid Soluble Lignin) kayu. ................................ 23
xii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Unit Fenilpropana penyusun lignin.(1) p-coumaril alkohol, (2) koniferil alkohol, (3) sinapil alkohol ...................................................................... 3 2. Struktur lignin kayu ................................................................................... 4 3. Distribusi komponen kimia kayu hardwood .............................................. 5 4. Pembuatan contoh uji.................................................................................. 13 5. Diagram Alir Penelitian .............................................................................. 15 6. Kandungan lignin Klason empat jenis kayu................................................ 17 7. Kandungan lignin terlarut asam empat jenis kayu ...................................... 18 8. Nilai lignin Klason dan lignin terlarut asam terhadap total lignin .............. 21 9. Hubungan lignin Klason/total lignin dan ASL/total lignin pada perlakuan hidrolisis selama 4 jam ............................................................ 22 10. Hubungan S/G ratio kayu dengan lignin terlarut asam pada perlakuan hidrolisis selama 4 jam.............................................................................. 24 11. Jenis ikatan lignin-polisakarida, ikatan benzilester; feniliglikosida dan ikatan benziliketer .................................................................................... 25
xiii
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Kadar air serbuk dan kelarutan dalam etanol benzen.....................................34 2. Data Pengujian Absorbansi pada UV-Spectrophotometer 205 nm................35 3. Data Lignin Klason dan ASL pada Perlakuan Hidrolisis Asam Sulfat 3% selama 0 jam . ................................................................................................36 4. Data Lignin Klason dan ASL pada Perlakuan Hidrolisis Asam Sulfat 3% selama 2 jam. .................................................................................................37 5. Data Lignin Klason dan ASL pada Perlakuan Hidrolisis Asam Sulfat 3% selama 4 jam . ................................................................................................38 6. Absorban pada Spektrofotometer UV (200-400 nm) sampel Pinus...............39 7. Contoh hasil pengujian photometri spektrophotometeter UV-Vis sampel Pinus (P24). ............................................................................................... 41
1
BAB I PENDAHULUAN
1. 1
Latar Belakang Pengetahuan sifat dasar kayu sangat penting untuk menentukan
penggunaan dan pengolahan kayu. Penelitian tentang sifat kimia kayu telah banyak dilakukan, khususnya pada jenis-jenis kayu temperate, akan tetapi untuk jenis-jenis kayu tropis masih sangat terbatas. Lignin merupakan komponen kimia kayu selain selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif. Diantara sifat kimia lignin yang penting untuk diketahui adalah kadar lignin secara kuantitatif dan reaktifitasnya. Lignin terlarut asam merupakan salah satu parameter sifat kimia lignin yang bukan hanya terkait dengan kandungan lignin kayu, akan tetapi juga menunjukkan tingkat reaktivitas lignin. Oleh karena itu, penelitian mendalam mengenai lignin terlarut asam, selain lignin Klason, akan menambah pemahaman tentang komponen kimia kayu dan perilakunya secara kimiawi selama proses pengolahan dan penggunaan kayu. Keberadaan lignin terlarut asam sangat penting untuk dianalisis karena terkait dengan kandungan lignin kayu dan proses pulping. Lignin terlarut asam berpengaruh terhadap kandungan lignin kayu. Pada proses pulping, prinsip dasar yang terkait dengan lignin adalah reaksi delignifikasi. Pada proses ini lignin yang larut dalam asam dapat menyebabkan kesalahan hingga 9% dalam analisis sumatif kayu. Jumlah lignin yang terlarut asam dapat mencapai maksimum sekitar delignifikasi 50% (Fengel dan Wegener 1995). Selain itu secara tidak langsung, ditemukan pula bahwa kandungan metoksil berkorelasi positif dengan kandungan lignin terlarut asam, sedangkan proporsi cincin aromatik penyusun lignin kayu daun lebar (rasio syringyl/guaiacyl atau S/G ratio) dapat diduga dari kandungan metoksilnya. Komponen metoksil ini sangat peka terhadap kondisi asam, sehingga proporsi syringyl/guaiacyl dapat diduga dengan mengukur kandungan lignin terlarut asam pada kayu (Obst 1982, Obst dan Ralph 1983 dalam Akiyama et al. 2005)
2
Dence (1992), Musha dan Goring (1974), Fuji et al. (1974) dalam Akiyama et al. (2005) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara jenis softwood dan hardwood dalam hal kandungan lignin terlarut asam yang didasarkan pada prosedur lignin Klason. Proporsi lignin terlarut asam pada hardwood yang tinggi terdapat pada jenis yang memiliki lignin klason kecil dan kandungan metoksil yang tinggi. Metode klason merupakan prosedur penentuan lignin yang paling umum digunakan. Prosedur ini memisahkan lignin sebagai material yang tidak larut dengan depolimerisasi selulosa dan hemiselulosa dalam asam sulfat 72% yang diikuti dengan hidrolisis polisakarida pada asam sulfat 3% yang dipanaskan. Bagian yang terlarut menjadi filtrat disebut lignin terlarut asam (acid soluble lignin) (Yasuda et al. 2001). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keragaman lignin klason dan lignin terlarut asam beberapa jenis kayu cepat tumbuh tropis dan kemungkinan implikasinya terhadap reaktivitas lignin dalam proses pulping. 1. 2
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman kandungan
lignin terlarut asam (acid soluble lignin) dan korelasinya dengan lignin klason serta total lignin dan kemungkinan implikasinya terhadap sifat kayu, pengolahan dan penggunaannya. 1. 3
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
komponen kimia kayu terutama lignin terlarut asam pada jenis kayu cepat tumbuh tropika. Pengetahuan dan data mengenai sifat ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang komponen kimia penyusun kayu dan perilaku kimiawinya selama proses pengolahan dan penggunaan kayu. Hal ini akan sangat diperlukan dalam upaya pemanfaatan kayu yang efisien dan menjadi dasar dalam pengembangan inovasi produk pengolahan kayu berbasis komponen kimianya.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1
Lignin Komponen kimia kayu merupakan senyawa kimia yang menyusun kayu
yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, zat ekstraktif, dan mineral. Tiga komponen pertama merupakan bagian dinding sel sedangkan zat ekstraktif organik dan bahan anorganik sebagian besar terdapat dalam lumen (Fengel dan Wegener 1995). Kira-kira 40-45% bahan kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa, jumlah hemiselulosa biasanya antara 20 dan 30%, kayu daun jarum normal mengandung 26-32% lignin, kayu daun lebar normal mengandung 20-25% lignin. Meskipun kayu keras tropika dapat mempunyai kandungan lignin lebih dari 30%, sedangkan kandungan ekstraktif biasanya kurang dari 10% (Sjostrom 1995).
(1)
(2)
(3)
Gambar 1. Unit Fenilpropana penyusun lignin. (1) p-coumaril alkohol, (2) koniferil alkohol, (3) sinapil alkohol (Deacon 1997). Lignin merupakan senyawa aromatik yang terdiri dari unit fenilpropana, memiliki gugus metoksil dan inti phenol yang saling berikatan dengan ikatan eter atau ikatan karbon dan mempunyai berat molekul tinggi. Polimer lignin tidak linier, melainkan cenderung bercabang dan membentuk struktur tiga dimensi. Struktur molekul lignin lebih dari 2/3 unit fenilpropananya dihubungkan melalui ikatan eter, sedangkan sisanya (1/3) melalui ikatan karbon (Achmadi 1990; Sjostrom 1995).
4
Gambar 2. Contoh Struktur lignin kayu (Adler 1977) Lignin terdapat diantara sel-sel dan didalam dinding sel. Lignin berfungsi sebagai perekat untuk mengikat sel-sel agar tetap bersama-sama. Keberadaan lignin dalam dinding sel sangat erat hubungannya dengan selulosa yang berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel, berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan air kayu dan mengurangi degradasi terhadap selulosa. Konsentrasi lignin tertinggi terdapat dalam lamela tengah dan akan semakin mengecil pada lapisan dinding sekunder (Haygreen dan Bowyer 1982; Sjostrom 1995). Konsentrasi lignin di daerah antar sel berkisar antara 70-80% (berdasar bobot) dan membantu merekatkan semua sel (Fengel dan Wegener 1995).
5
Gambar 3. Distribusi komponen kimia kayu hardwood (Tsoumis 1991) Achmadi (1990) menyebutkan bahwa lignin dapat dibagi dalam kelompok menurut unsur strukturalnya, yaitu : 1. Lignin guaiasil : terdapat pada kayu daun jarum (23-32%), dengan prazat koniferil alkohol. 2. Lignin guaiasil-siringil : merupakan ciri kayu daun lebar (20-28%), pada kayu tropis > 30%), dengan prazat koniferil alkohol : sinapil alkohol, nisbah 4:1 sampai 1:2. Fengel dan Wegener (1995) memberikan tinjauan beberapa metode isolasi lignin, yaitu: 1. Lignin sebagai sisa. Lignin dihasilkan sebagai sisa dari hidrolisis asam polisakarida seperti lignin sulfat (Klason) dan lignin asam klorida (lignin Halse) serta hasil oksidasi atau pelarutan polisakarida seperti pada penentuan lignin kuoksam yang menggunakan asam sulfat dan kupramonium hidroksida. 2. Lignin dengan pelarutan. Pada proses ini tidak terjadi reaksi yang cukup besar antara lignin dan pelarut. Sebagai contoh adalah reaksi dengan getaran atau ekstraksi dioksan-air yang sering disebut lignin kayu yang digiling (MWL) atau lignin Bjorkman. Disamping itu juga ada yang menggunakan perlakuan enzimatik yang disebut lignin enzim selulolitik (CEL).
6
3. Lignin terlarut dalam senyawa organik. Pada proses ini lignin direaksikan dengan pelarut organik. Sebagai contoh adalah lignin alkohol yaitu lignin yang diperoleh dari reaksi dengan alkohol/HCl dan lignin fenol (Fenol/HCl). 4. Turunan dengan pereaksi organik. Secara umum, jenis lignin ini menghasilkan lignin teknis yaitu lignin yang dihasilkan dari proses pembuaan pulp seperti lignin alkali (proses soda/ NaOH), lignin kraft atau lignin sulfat (NaOH/Na2S). Proporsi senyawa induk (precursors) pada lignin bervariasi tergantung pada jenis tumbuhannya. Lignin pada softwood yang normal disebut ”guaiacyl lignin” karena elemen strukturalnya secara prinsip diturunkan dari trans-coniferil alkohol (lebih dari 90%), dan sisanya mengandung senyawa utama trans-pcoumaryl alkohol. Sebaliknya, lignin pada hardwood umumnya disebut ”lignin guaiacyl-syringyl” dengan penyusun utamanya adalah unit-unit trans-coniferyl alkohol dan trans-sinapyl alkohol dengan rasio yang beragam (Gullichsen dan Paulapuro 2004). Oleh karena itu, p-hidroksikoumaril alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol merupakan senyawa induk (precursor) primer dan merupakan unit pembentuk semua jenis lignin. Gugus fungsi yang sangat mempengaruhi reaktivitas lignin terdiri dari hidroksil fenolik, hidroksil benzoik (Fengel dan Wegener 1995). Lignin dapat diisolasi dari kayu bebas zat ekstraktif sebagai sisa yang tidak larut setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis. Secara kuantitatif, lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi turunan yang mudah larut (Casey 1980; Achmadi 1990) 2. 2
Lignin Terlarut Asam Metode klason merupakan prosedur penentuan lignin yang paling umum
digunakan. Prosedur ini memisahkan lignin sebagai material yang tidak larut dengan depolimerisasi selulosa dan hemiselulosa dalam asam sulfat 72% yang diikuti dengan hidrolisis polisakarida pada asam sulfat 3% yang dipanaskan. Bagian lignin yang terlarut dalam filtrat disebut lignin terlarut asam (acid soluble lignin). Lignin memiliki gugus fungsi yang mengandung oksigen pada posisi benzylic, yang sensitif terhadap media asam dan memiliki kecenderungan berubah pada saat prosedur penentuan kadar lignin (Yasuda et al. 2001).
7
Sebagian kecil dari total lignin dapat terlarut didalam larutan asam pada tahap hidrolisis kedua prosedur lignin klason. Prosedur standar untuk mengukur lignin terlarut asam adalah dengan menggunakan TAPPI UM-250. Inti dari prosedur ini adalah penentuan absorpsi sinar UV pada larutan asam didalam prosedur lignin klason. Ada dua masalah dalam penggunaan metode ini yaitu (1) koefisien tertentu yang digunakan sangat bervariasi tergantung tipe lignin dan harus ditentukan untuk tiap tipe lignin. Selama tidak ada perlakuan khusus, banyak literatur menetapkan nilai ini sebesar 110 L g-1 cm-1 yang dimungkinkan untuk memperkirakan nilai lignin, (2) pemilihan absorpsi maksimum yang digunakan untuk analisis (Hatfield dan Fukushima 2005). Metode asli yang dikemukakan oleh Klason lazim disebut “Penentuan Lignin Klason” yang didasarkan pada hidrolisis dan pelarutan selulosa dan hemiselulosa dari sampel kayu atau pulp bebas ekstraktif dengan asam sulfat 72%. Hidrolisis akhir dibuat dengan penggunaan asam sulfat 3%. Sisa yang tidak larut dicuci, dikeringkan dan ditimbang. Lignin yang terlarut asam pada larutan hidrolisis diukur dengan UV spectrometri, biasanya dengan panjang gelombang 205 nm. Sisa lignin klason tidak dapat digunakan untuk penelitian struktural karena proses kondensasi dan reaksi lain yang terjadi pada suasana asam kuat. Nilai dari lignin kayu daun lebar yang tidak terkondensasi selama proses penentuan lignin Klason dapar diukur dengan penyerapan UV pada 205 nm dari filtrat (Swan 1965; Gullichsen dan Paulapuro 2004). Pengukuran absorbsi UV pada hidrolisat untuk menentukan kadar lignin terlarut asam dapat dilakukan secara berkala pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm. Akan tetapi, hasil degradasi karbohidrat seperti hidroksilmetilfurfural dari heksosa, furfural dari pentosa dan asam uronik mengganggu proses analisis, khususnya pada panjang gelombang 280 nm dan hasil yang terlalu kecil pada gelombang yang lebih pendek. Oleh karena itu, direkomendasikan agar penentuan lignin terlarut asam dilakukan pada 205 nm walaupun faktor yang lain akan mengganggu pengukuran pada panjang gelombang yang lebih rendah (Swan 1965). Lebih lanjut berdasarkan hasil penelitian Swan (1965) nilai absorbsi UV untuk lignin terlarut asam pada 205 nm adalah 113 l/g.cm untuk lignin Birch dan
8
106 nm 113 l/g.cm untuk lignin eukaliptus. Hal ini menunjukkan struktur lignin terlarut asam yang hampir sama, dengan nilai rata-rata sekitar 110 l/g.cm. Perbedaan kecil mungkin disebabkan oleh kemurnian dalam persiapan sampel. Nilai absorbsi yang hampir sama diperoleh pada pengukuraan 205 sampai 208 nm. Oleh karena itu, dalam prosedur penentuan lignin terlarut asam digunakan metode pengukuran dengan panjang gelombang 205 nm dan nilai absorbsi 110 l/g.cm (Swan 1965). Terdapat perbedaan yang nyata antara jenis softwood dan hardwood dalam hal kandungan lignin terlarut asam yang didasarkan pada prosedur lignin Klason. Proporsi lignin terlarut asam pada hardwood yang tinggi terdapat pada jenis yang memiliki lignin klason kecil dan kandungan metoksil yang tinggi (Dence 1992, Musha dan Goring 1974, Fuji et al. 1974 dalam Akiyama et al. 2005). Lignin kayu hardwood dengan kandungan metoksil yang tinggi telah ditemukan dapat menghasilkan nilai lignin terlarut asam yang tinggi. Sementara itu, syringyl sebagai penyusun lignin memiliki reaktifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan guaiacyl pada proses kondensasi dehidratif (Matsushita et al. 2004). Kecenderungan rasio syringyl/guaiacyl dapat dilihat dari kandungan metoksil lignin yang diperoleh dengan metode Klason (Obst 1982; Obst dan Ralph 1983 dalam Akiyama et al. 2005). Oleh karena itu, secara umum dapat disimpulkan bahwa kadar lignin terlarut asam dapat digunakan untuk mendeteksi rasio syringyl/guaiacyl pada kayu.
2. 3
Karakteristik Kayu yang Diteliti
2. 3. 1 Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) termasuk famili Fabaceae yang tersebar di seluruh Jawa (tanaman), Maluku, Sulawesi Selatan dan Irian Jaya. Tinggi pohon sampai 40 m dengan panjang batang bebas cabang 10-30 m, diameter sampai 80 cm, kulit luar berwarna putih atau kelabu, tidak beralur, tidak mengelupas, dan tidak berbanir. Nilai komponen kimia kayu sengon (Paraserianthes. falcataria L. Nielsen) tersaji dalam Tabel 1.
9
Tabel 1. Komponen Kimia Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen). Komponen Kimia Nilai (%) Kelarutan Nilai (%) Selulosa Lignin Pentosan Abu Silika
49.4 26.8 15.6 0.6 0.2
Alkohol-benzene Air dingin Air panas NaOH 1%
3.4 3.4 4.3 19.6
(Sumber : Martawijaya et al. 1989).
Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) banyak digunakan oleh penduduk Jawa Barat untuk bahan perumahan (papan, balok, tiang, kaso dan sebagainya). Selain daripada itu, dapat juga dipakai untuk pembuatan peti, venir, pulp. Papan semen, wol kayu, papan serat, papan partikel, korek api (tangkai dan kotak), kelom, dan kayu bakar (Martawijaya et al. 1989). 2. 3. 2 Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) termasuk famili Pinaceae yang tersebar di Aceh, Sumatera Utara, dan seluruh Jawa (tanaman). Tinggi pohon 2040 m dengan panjang batang bebas cabang 2-23 m, diameter sampai 100 cm, tidak berbanir. Kulit luar kasar berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas, beralur lebar dan dalam. Nilai komponen kimia kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) tersaji dalam Tabel 2. Tabel 2. Komponen Kimia Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese). Komponen Kimia Nilai (%) Kelarutan Nilai (%) Selulosa 54.9 Alkohol-benzene 6.3 Lignin 24.3 Air dingin 0.4 Pentosan 14.0 Air panas 3.2 Abu 1.1 NaOH 1% 11.1 Silika 0.2 (Sumber : Martawijaya et al. 1989)
Kayu pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dapat digunakan untuk bangunan perumahan, lantai, mebel, kotak dan tangkai korek api, potlot, (dengan pengolahan khusus), pulp, tiang listrik (diawetkan), papan wol kayu dan kayu lapis (Martawijaya et al. 1989). Data kandungan lignin beberapa jenis kayu Pinus tersaji dalam Tabel 3.
10
Tabel 3. Nilai Lignin Beberapa Jenis Kayu Pinus. No. Jenis Lignin (%) Sumber 1 28.18 Nawawi et al. (2007) Pinus merkusii 2 30.70 Moya et al. (2008) Pinus banksiana 3 32.70 Moya et al. (2008) Pinus resinosa 4 26.79 Balaban dan Ucar (1999) Pinus sylvestris 29.60 Vaizquez, Antorena, Paraja 5 Pinus pinaster (termasuk kulit) (1987) Rata-rata 29.59 2. 3. 3 Mindi (Melia azedarach Linn) Mindi (Melia azedarach Linn) termasuk famili Meliaceae yang tersebar di seluruh Jawa (tanaman), Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Tinggi pohon bisa mencapai 40 m dengan panjang batang bebas cabang mencapai 20 m, diameter sampai 185 cm, tidak berbanir, kulit luar berwarna merah-coklat sampai kelabu hitam, beralur dangkal sampai dalam, mengelupas kecil-kecil sampai kepingan besar. Kayu mindi dapat digunakan untuk peti teh, papan dan bangunan di bawah atap, panel, venir hias dan sortimen yang berat, mungkin baik untuk mebel (Martawijaya et al. 1989). Data nilai komponen kimia kayu yang terkandung dalam kayu mindi adalah sebagaimana pada Tabel 4. Tabel 4. Komponen Kimia Kayu Mindi (Melia azedarach Linn) Komponen Kimia Selulosa Lignin Pentosan Abu Silika
Nilai (%) 51.0 30.1 17.6 -
Kelarutan Alkohol-benzene Air dingin Air panas NaOH 1%
Nilai (%) 2.8 1.5 3.8 17.2
(Sumber : Martawijaya et al. 1989).
2. 3. 4 Melinjo (Gnetum gnemon L) Gnetum gnemon L merupakan salah satu anggota gymnospermae. Gymnospermae (dari bahasa Yunani: gymnos (telanjang) dan sperma (biji) atau tumbuhan berbiji terbuka merupakan kelompok tumbuhan berbiji yang bijinya tidak terlindung dalam bakal buah (ovarium). Pada tumbuhan berbunga (Angiospermae, atau Magnoliophyta), biji atau bakal biji selalu terlindungi penuh oleh bakal buah sehingga tidak terlihat dari luar. Pada Gymnospermae, biji
11
terekspos langsung atau terletak di antara daun-daun penyusun strobilus atau runjung. Melinjo (Gnetum gnemon L) merupakan tumbuhan tahunan berbentuk pohon yang berumah dua (dioecious). Batangnya kokoh dan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Berperawakan pohon yang ramping, berkelamin dua dan selalu hijau, dengan batang yang lurus sekali, tingginya 5-10 m; kulit batangnya berwarna kelabu, ditandai oleh gelang-gelang menonjol secara nyata; cabangcabangnya berbagai ukuran dan letaknya melingkari batang, terus sampai di pangkal cabang. Cabang itu menebal di pangkalnya (Morigan 2008). Data komponen kimia kayu Reaksi Melinjo (Gnetum gnemon L) pada posisi opposite tersaji dalam Tabel 5.
Tabel 5. Komponen Kimia Kayu Reaksi Melinjo (Gnetum gnemon L) pada posisi opposite. Komponen Kimia Nilai (%) Kelarutan Nilai (%) Selulosa 41.36 Alkohol-benzene 8.8 Lignin 23.40 Air dingin 14.40 Holoselulosa 80.08 Air panas 15.23 Abu 0.14 NaOH 1% 24.85 Į-selulosa 20.42 (Sumber : Nugraheni 2008).
12
BAB III METODE PENELITIAN
3. 1
Waktu dan Tempat Penelitian
ini
dilaksanakan
bulan
Mei-Juni
2008
bertempat
di
Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Kimia Bersama, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. 3. 2
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain pisau, golok,
Willey Mills, UV Visible Spectrophotometer SHIMADZU UV Pharma Spec. 1700, oven, timbangan elektrik, waterbath, soxhlet, gelas ukur, desikator, pemanas air, erlenmeyer, tabung reaksi, pipet, kertas saring, aluminium foil, pH meter, kertas saring, corong, pengaduk kaca, gelas piala 100 ml, plastik. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian gubal kayu sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen), pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese), mindi (Melia azedarach Linn), melinjo (Gnetum gnemon L), asam sulfat (H2SO4 72%), alkohol, ethanol, benzene, aqua destilata. 3. 3
Tahapan Analisis Lignin Terlarut Asam
3. 3. 1 Persiapan Contoh Uji Sampel kayu untuk analisis kimia disiapkan dalam bentuk partikel halus untuk memungkinkan reaksi yang sempurna antara kayu dengan larutan pereaksi yang diinginkan dalam analisis. Sampel kayu sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen), pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese), mindi (Melia azedarach Linn), dan melinjo (Gnetum gnemon L), masing-masing diambil bagian kayu gubalnya, kemudian dibuat serpihan-serpihan kecil dan dikeringudarakan, lalu digiling dengan Willey mills. Kayu digiling sampai didapatkan ukuran partikel 4060 mesh. Serbuk kemudian disimpan dalam wadah tertutup.
13 Gubal
Teras
Gambar 4. Pengambilan contoh uji 3. 3. 2 Ekstraksi Etanol-Benzene (1:2) Proses ini bertujuan untuk menyiapkan serbuk kayu bebas zat ekstraktif. Pengujian ini berdasar pada standar TAPPI T 204 om 88. Serbuk kayu sebanyak 10 gram dimasukkan kedalam kertas saring yang dibuat seperti thimbel, yang telah diketahui beratnya. Thimbel dimasukkan kedalam sokhlet dan diekstraksi dengan 300 ml campuran etanol-benzene (1:2) selama 6-8 jam. Setelah itu thimbel dicuci dengan etanol, hingga larutan bening, dan diangin-anginkan. Thimbel dioven pada suhu 103±2°C hingga beratnya konstan. Kadar zat ekstraktif yang larut dalam etanol benzene (1:2)
% kelarutan =
BKTA BKTE u 100% BKTA
3. 3. 3 Penentuan Kadar Lignin Klason (Lignin Tidak Larut Asam) Pengujian kadar lignin dilakukan berdasarkan TAPPI T 222 om 88. Serbuk bebas ekstraktif sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml, lalu ditambahkan 15 ml asam sulfat 72% dingin secara perlahan sambil diaduk tiap 15 menit (suhu dijaga tetap pada 20±1°). Sampel direaksikan selama 2 jam, kemudian diencerkan hingga mencapai konsentrasi asam sulfat 3% dengan menambahkan aquades hingga volume campuran 575 ml. Larutan kemudian dipanaskan dengan waterbath pada suhu 100°C selama 4 jam dengan volume yang dijaga tetap dengan menambahkan aquades panas. Lignin diendapkan, disaring dan dicuci dengan aquades panas hingga bebas asam. Kertas saring berisi endapan lignin dioven pada suhu 103±2°C didinginkan dan ditimbang.
14
Kadar Lignin : % Lignin =
B u 100% A
Dimana : B = Berat Lignin (gram) A = Berat serbuk awal (gram) 3. 3. 4 Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam (Acid Soluble Lignin) Pengujian kadar lignin terlarut asam dilakukan berdasarkan TAPPI T250. Filtrat dari hasil penentuan lignin klason digenapkan volumenya menjadi 1000 ml kemudian diambil 15 ml untuk diuji dengan spectophotometer UV. Sebagai larutan standar, sampel blanko dibuat dari 15 ml asam sulfat yang digenapkan volumenya menjadi 1000 ml yang juga diambil sampel uji sebanyak 15 ml untuk pengujian dengan spectophotometer. Panjang gelombang yang dipakai adalah 205 nm dan koefisien adsobsi 110 L/g-cm. Kadar lignin terlarut asam dihitung dengan menggunakan rumus : § A · ¨ ¸ xDf © 110 ¹
Konsentrasi lignin terlarut asam C
Kadar lignin terlarut asam
ASL =
CV u 100% 1000 xBKT
C
= konsentrasi filtrat lignin terlarut asam (g/l)
V
= volume total filtrat (ml)
A
= nilai absorban pada panjang gelombang 205 nm
Df
= faktor pengenceran
ASL
= kadar lignin terlarut asam (%)
BKT
= berat kering tanur serbuk kayu (g)
Pengukuran kadar lignin terlarut asam dilakukan terhadap setiap jenis kayu setelah perlakuan perendaman dalam asam sulfat 3% yang berbeda, masingmasing selama 0 jam, 2 jam dan 4 jam. Diagram alir metode penelitian disajikan pada Gambar 5.
15
Serbuk kayu 40-60 mesh
Ekstraksi etanol benzene (1:2) v/v selama 6-8 jam
Hidrolisis dengan 15 ml H2SO4 72% selama 2 jam, suhu + 200C
Hidrolisis dalam H2SO4 3% pada suhu + 1000C
Hidrolisis 0 jam
Residu
Filtrat
Hidrolisis 2 jam
Residu
Filtrat
Hidrolisis 4 jam
Residu
Filtrat
Uji ASL dengan Spektrophotometer UV-Vis Gambar 5. Diagram Alir Penelitian 3. 4
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif berupa kecenderungan
(trend) data dalam bentuk tabel dan grafik.
16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1
Lignin Klason dan Lignin Terlarut Asam. Metode klason merupakan prosedur penentuan lignin yang paling umum
digunakan. Prosedur ini memisahkan lignin sebagai material yang tidak larut dalam asam sulfat 72% yang diikuti dengan hidrolisis pada asam sulfat 3% yang dipanaskan. Bagian yang terlarut menjadi filtrat disebut lignin terlarut asam (acid soluble lignin). Lignin Klason merupakan nilai yang paling sering dinyatakan sebagai kandungan lignin kayu. Padahal, nilai lignin total merupakan nilai lignin kayu secara keseluruhan, termasuk yang tidak larut dalam asam yang sering disebut sebagai lignin Klason maupun yang terlarut asam. Setiap jenis kayu menghasilkan nilai lignin yang berbeda-beda. Baik dalam bentuk lignin klason maupun lignin terlarut asam yang berimplikasi pada kandungan lignin total. Sementara itu, perlakuan terhadap waktu hidrolisis pada asam sulfat 3% yang dipanaskan memberikan efek terhadap perubahan kadar lignin klason yang semakin turun pada kayu daun lebar dan semakin naik pada kayu daun jarum (Tabel 6).
Tabel 6. Nilai kandungan lignin empat jenis kayu dengan perlakuan waktu hidrolisis dalam asam sulfat 3%. Lignin (%) Jenis kayu Waktu*) Klason Terlarut asam Total 0 29.10 0.83 29.93 Pinus 2 29.20 0.57 29.77 4 29.30 0.46 29.76 0 24.30 2.37 26.67 Melinjo 2 24.15 2.79 26.94 4 23.40 3.42 26.82 0 27.65 2.33 29.98 Sengon 2 21.50 2.74 24.24 4 16.60 2.93 19.53 0 28.95 2.27 31.22 Mindi 2 28.85 2.48 31.33 4 28.15 2.63 30.78 *)
waktu hidrolisis dalam asam sulfat 3% (satuan jam)
17
Secara umum nilai lignin Klason kayu softwood lebih tinggi dibandingkan kayu daun lebar, dan sebaliknya untuk nilai lignin terlarut asam. Hal ini sejalan dengan berbagai literatur hasil penelitian sebelumnya ( Fengel dan Wegener 1995; Sjostrom 1995; Akiyama et al. 2005; Nawawi et al. 2007). Namun satu hal yang penting, walaupun nilai lignin Klason kayu mindi (hardwood) lebih rendah dibandingkan kayu pinus (softwood) seperti halnya anggapan umum, akan tetapi nilai kandungan lignin totalnya lebih tinggi dibandingkan kayu pinus. Hal ini disebabkan tingginya nilai lignin terlarut asam dalam kayu mindi sebagaimana umumnya pada kayu hardwood. Sebagai konsekuensinya, dalam penetapan kadar lignin kayu daun lebar (hardwood) semestinya nilai lignin terlarut asam tidak bisa diabaikan sebagai bagian yang penting dari kandungan lignin secara keseluruhan. 35
Lignin klason (%)
30 0 jam
25
2 jam
20
4 jam
15 10 5 0 Pinus
Melinjo
Sengon
Mindi
Jenis Kayu
Gambar 6. Kandungan lignin Klason empat jenis kayu Berdasarkan perlakuan waktu hidrolisis yang berbeda, menunjukkan bahwa lignin Klason kayu daun lebar (hardwood) menurun seiring dengan lamanya waktu reaksi dalam asam sulfat 3%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yasuda et al (2001) bahwa penurunan waktu reaksi meningkatkan kandungan lignin Klason karena hidrolisis sebagian polisakarida yang tidak larut pada suasana asam ketika dipanaskan pada asam sulfat 3%, sebagai konsekuensi dari pengembangan dan kerusakan sebagian struktur mikrofibril selulosa dalam asam sulfat 72%. Kayu pinus yang termasuk jenis kayu daun jarum (softwood) menunjukkan kecenderungan yang berbeda dengan kayu daun lebar (hardwood). Kandungan lignin klason pada pinus mengalami kestabilan seiring dengan
18
semakin lamanya waktu hidrolisis dalam asam sulfat 3% yang dipanaskan. Hal ini terjadi karena pada proses hidrolisis pada asam sulfat 72%, lignin kayu pinus yang tersusun atas lignin guaiasil sudah terkondensasi lebih awal dan mengalami kestabilan. Oleh karena itu, pada saat perlakuan hidrolisis pada asam sulfat 3% reaksi pada sampel pinus sudah menunjukkan kestabilan sehingga kandungan lignin klason akan cenderung stabil (Matsushita et al. 2004).
Lignin Terlarut Asam (%)
4 3.5 3
0 jam
2.5
2 jam 4 jam
2 1.5 1 0.5 0 Pinus
Melinjo
Sengon
Mindi
Jenis Kayu
Gambar 7. Kandungan lignin terlarut asam empat jenis kayu Lignin terlarut asam sebagai produk dari filtrat penentuan lignin klason juga memberikan nilai yang beragam. Kandungan lignin terlarut asam terbesar dihasilkan pada sampel kayu melinjo pada perlakuan hidrolisis pada asam sulfat 3% yang dipanaskan selama 4 jam dengan nilai 3.42%, sedangkan nilai lignin terlarut asam yang paling rendah adalah pada kayu pinus pada perlakuan hidrolisis asam sulfat selama 4 jam dengan nilai lignin terlarut asam 0.46%. Secara umum, kayu daun lebar (hardwood) menghasilkan lignin terlarut asam yang lebih besar dibandingkan kayu daun jarum (softwood). Kecenderungan kandungan lignin terlarut asam yang meningkat seiring dengan lama waktu hidrolisis terlihat pada kayu daun lebar (Gambar 7). Kayu melinjo menunjukkan perubahan yang paling besar dalam perubahan kandungan lignin terlarut asam. Hal ini kemungkinan terkait dengan nilai rasio syringil guaiasyl melinjo yang cukup besar (Tabel 8) serta kandungan hemiselulosa yang besar pula (Tabel 5). Berdasarkan mekanisme pembentukan lignin terlarut asam selama prosedur lignin Klason (Matsushita et
19
al. 2004), syringil lignin dan hemiselulosa adalah dua faktor penting dalam pembentukan lignin terlarut asam. Nilai lignin terlarut asam pada kayu daun jarum (softwood) terlihat mengalami penurunan seiring dengan lamanya waktu hidrolisis dalam asam sulfat 3% yang dipanaskan. Walaupun perubahan nilai lignin terlarut asam pada pinus tidak terlalu besar, akan tetapi nilai ini menunjukkan perbedaan yang nyata antara kandungan lignin terlarut asam pada kayu daun lebar (hardwood) dan kayu daun jarum (softwood). Kestabilan reaksi pada asam sulfat 72% seperti yang ditunjukkan pada penentuan lignin klason menjadi salah satu sebab kecilnya nilai lignin terlarut asam pada pinus. Selain itu, lignin pinus yang hanya tersusun atas unit guaiasil turut memberi perbedaan dengan lignin terlarut asam pada kayu daun lebar (hardwood) yang tersusun atas syringil dan guaiasil. Proses penentuan kandungan lignin klason dan terlarut asam yang menggunakan media reaksi pasti melalui mekanisme reaksi tertentu. Pada proses hidrolisis selama 2 jam pada asam sulfat 72%, terjadi perubahan kimia yang diketahui sebagai reaksi kondensasi karbon aromatik dan benzilik, pemecahan ikatan E-syringil ether dan penyusunan kembali unit E-aryl eter, sedangkan reaksi utama pada pemanasan asam sulfat 3% adalah kemungkinan hidrolisis dari depolimerisasi polisakarida menjadi monosakarida terlarut (Yasuda et al 2001). Proses penentuan kandungan lignin terlarut asam menggunakan sampel kayu yang memiliki sifat dan kandungan kimia yang beragam akan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Persiapan bahan baku merupakan faktor awal yang harus diperhatikan. Salah satu gangguan pada prosedur penentuan lignin terlarut asam adalah keberadaan ekstraktif pada kayu. Proses analisa lignin mensyaratkan sampel yang digunakan terbebas dari kandungan zat ekstraktif. Pada kayu yang diekstraksi sebelum penentuan lignin, gangguan pada absorpsi 205 nm oleh kandungan ekstraktif dapat diabaikan. Swan (1965) mengemukakan sumber kesalahan lain yang mungkin adalah gangguan terhadap cahaya dari spektrophotometer seperti pada penyebaran cahaya dari molekul yang besar serta gangguan perpindahan cahaya yang mengganggu absorbsi pada 205 nm.
20
4. 2
Hubungan Lignin Klason, Lignin Terlarut Asam dan Total Lignin. Berdasarkan prosedur yang digunakan dan hasil yang diperoleh, lignin
klason dan lignin terlarut asam memiliki hubungan yang sangat erat. Dimana penentuan kandungan lignin terlarut asam dilakukan dari filtrat penentuan lignin klason. Dengan kata lain, lignin terlarut asam adalah bagian lignin yang terlarut pada media reaksi. Proses reaksi yang bertingkat dan waktu perlakuan yang cukup lama ternyata mempengaruhi nilai lignin klason dan lignin terlarut asam yang pada akhirnya mempengaruhi nilai total lignin kayu. Yasuda et al (2001) menyatakan bahwa lama waktu perlakuan dalam asam sulfat 72% meningkatkan nilai lignin terlarut asam, berbeda dengan penurunan yang nyata pada nilai lignin Klason. Hasil ini kemungkinan ditunjukkan dengan kecepatan reaksi kondensasi antara syringil lignin dengan karbohidrat dalam asam sulfat 72%-terkatalisasi. Tabel 7. Perbandingan nilai lignin Klason dan lignin kayu. Jenis Lignin Waktu*) Kayu Klason Terlarut asam Pinus 0 29.10 0.83 2 29.20 0.57 4 29.30 0.46 Melinjo 0 24.30 2.37 2 24.15 2.79 4 23.40 3.42 Sengon 0 27.65 2.33 2 21.50 2.74 4 16.60 2.93 Mindi 0 28.95 2.27 2 28.85 2.48 4 28.15 2.63 *)
lignin terlarut asam terhadap total
Total 29.93 29.77 29.76 26.67 26.94 26.82 29.98 24.24 19.53 31.22 31.33 30.78
Klason/Total ASL/Total Lignin Lignin 0.972 0.028 0.981 0.019 0.985 0.015 0.911 0.089 0.896 0.104 0.872 0.128 0.922 0.078 0.887 0.113 0.850 0.150 0.927 0.073 0.921 0.079 0.915 0.085
waktu hidrolisis dalam asam sulfat 3% (satuan jam)
Pada kayu daun lebar, lignin klason mengalami penurunan seiring dengan semakin lamanya waktu hidrolisis dalam asam sulfat 3% yang dipanaskan, sedangkan nilai lignin terlarut asam mengalami kenaikan. Fenomena sebaliknya terjadi pada kayu pinus yang termasuk kayu daun jarum dimana lignin klason meningkat sedangkan lignin terlarut asamnya mengalami penurunan seiring lamanya waktu hidrolisis dalam asam sulfat 3% yang dipanaskan diatas waterbath (Gambar 8).
21
Nilai lignin Klason pada softwood berkisar pada nilai 98% dan nilai lignin terlarut asam sebesar 1-2% berdasarkan total lignin kayu (Tabel 6), sedangkan nilai lignin Klason pada kayu hardwood berkisar antara 85-92% dan lignin terlarut asam antara 8-15% terhadap nilai total lignin kayu. Hal ini menunjukkan bahwa komponen lignin terlarut asam tidak terlalu berpengaruh pada nilai total lignin kayu softwood sehingga nilai lignin Klason dapat dianggap sebagai nilai total lignin. Kesimpulan yang sama tidak dapat diterapkan pada kayu hardwood karena nilai lignin terlarut asam yang cukup besar dapat menyebabkan bias pada penentuan kadar lignin kayu. Oleh karena itu, nilai lignin terlarut asam harus dimasukkan dalam perhitungan kadar lignin total kayu daun lebar (hardwood).
Gambar 8. Nilai lignin Klason dan lignin terlarut asam terhadap total lignin Pemisahan antara lignin klason sebagai residu dan lignin terlarut asam sebagai filtrat memberikan gambaran yang berkebalikan karena nilai total lignin merupakan nilai lignin klason dan lignin terlarut asam yang dihasilkan dari kayu yang sama. Nilai lignin klason yang besar terlihat sangat kontras dengan nilai lignin terlarut asam yang kecil. Akan tetapi, ditemukan bahwa bagian larut dalam asam sulfat 72% yang dipisahkan dengan gelas filter mengandung 58% syringil lignin, sisanya yang tidak larut dalam asam sulfat 72% hanya mengandung 19% syringil lignin (Yasuda et al 2001). Oleh karena itu, nilai yang kecil dalam hal jumlah kandungan lignin terlarut asam belum tentu memberikan efek yang kecil
22
pada reaksi yang dialami oleh lignin kayu karena lignin terlarut asam selain dihasilkan dari degradasi lignin, juga berasal dari komponen hidropilik seperti lignin-karbohidrat. Peningkatan proporsi lignin Klason mengakibatkan terjadinya penurunan proporsi lignin terlarut asam terhadap total lignin kayu. Walaupun tiap jenis kayu memiliki proporsi kandungan lignin terlarut asam dan lignin Klason terhadap total lignin yang berbeda-beda, akan tetapi terdapat kesamaan bahwa peningkatan kandungan lignin terlarut asam akan diikuti oleh penurunan nilai lignin Klason (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan lignin terlarut asam ternyata mempengaruhi nilai lignin Klason dan total lignin pada kayu.
ASL/Total Lignin
0.18 0.16 0.14 0.12 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 0.80
0.85
0.90
0.95
1.00
Klason/Total Lignin
Gambar 9. Hubungan lignin Klason/total lignin dan ASL/total lignin pada perlakuan hidrolisis selama 4 jam.
Nilai lignin terlarut asam berbeda-beda pada tiap kayu. Hal ini terjadi karena adanya reaksi pembentukan Lignin Carbohydrate Complex (LCC) dan kondensasi yang berbeda pada tiap kayu selama proses hidrolisis berlangsung. Oleh karena itu, lignin terlarut asam dimungkinkan tersusun dari dua komponen: hasil degradasi lignin dan bentuk kedua dari bahan hidropilik seperti komponen lignin-karbohidrat (Swan 1965; Yasuda et al. 2001; Matsushita et al. 2004). Pada kayu hardwood, perlakuan lama waktu hidrolisis dalam asam sulfat 3% memberikan pengaruh besar terhadap proporsi lignin Klason dan lignin terlarut
23
asam terhadap total lignin, sedangkan pada kayu softwood tidak memberi pengaruh yang cukup besar. 4. 3
Hubungan Lignin Terlarut Asam dengan Rasio Syringil-Guaiasil Secara khusus, penentuan kandungan lignin terlarut asam pada kayu dapat
digunakan untuk menduga reaktivitas komponen penyusun lignin kayu. Sesuai dengan penelitian Matsushita et al. (2004), kayu daun lebar dengan kandungan metoksil yang tinggi ditemukan memiliki nilai lignin terlarut asam yang tinggi pula, dan model komponen syringil lignin memiliki reaktivitas yang lebih tinggi dari pada ikatan yang sama pada guaiasil model dalam kondensasi dehidratif. Oleh sebab itu, penentuan kandungan lignin terlarut asam dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kandungan metoksil pada kayu serta ratio syringil dan guaiasil pada kayu (Matsushita et al. 2004; Akiyama et al. 2005). Kandungan lignin terlarut asam yang tinggi pada kayu yang mengandung syringil lignin yang tinggi dan reaktifivitas yang tinggi dari inti syringil dengan asam sulfat dibandingkan dengan inti guaiasil, mengacu pada hubungan yang erat antara ASL dan syringil lignin. Inti syringil memiliki reaktivitas yang tinggi selama reaksi kondensasi dengan karbohidrat dalam asam sulfat 72% yang menghasilkan glikosida dengan ikatan karbon-karbon (C-glikosida) (Yasuda et al 2001). Tabel 8. Nilai S/G Ratio dan ASL (Acid Soluble Lignin) kayu No. Jenis kayu S/G Ratio ASL (Acid Soluble Lignin) 1 Pinus 0.45 2 Mindi 0.490 1.14 3 Melinjo 1.145 2.11 4 Sengon 1.463 2.10 Sumber: Nawawi et al. (2007).
Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar nilai rasio syringil guaiasil maka kandungan lignin terlarut asamnya juga meningkat. Kecenderungan kandungan lignin terlarut asam berturut-turut dari yang terbesar adalah melinjo, sengon, mindi lalu pinus. Kecenderungan kandungan lignin terlarut asam ini sejalan
dengan kecenderungan rasio syringil guaiasil kayu
(Gambar 7), semakin tinggi nilai rasio syringil guaiasil semakin tinggi pula nilai lignin terlarut asam terhadap poroporsi total lignin. Pengecualian terjadi pada
24
kayu melinjo, walaupun memiliki rasio syringil guaiasil (1.145) lebih rendah dari sengon (1.463) namun menghasilkan lignin terlarut asam yang lebih besar. Hal ini terjadi sebagai akibat dari kandungan hemiselulosa yang tinggi pada melinjo (Tabel 5). Hal ini dikuatkan oleh
Yasuda et al (2001) bahwa hemiselulosa
mungkin berperan penting dalam pembentukan lignin terlarut asam. Pembebasan lignin Klason pada tahap kedua dapat diartikan sebagai akibat dari hidrolisis polisakarida dalam LCC atau kelarutan yang lebih kecil dalam larutan asam sulfat 3% dengan hidrolisis sebagian dari depolimerisasi polisakarida yang terlarut dalam monosakarida. Oleh karena itu, kandungan lignin terlarut asam pada melinjo menjadi lebih besar. Ikatan antara lignin dengan bagian dari hemiselulosa merupakan ikatan kimia yang sering dinamakan “Lignin-Carbohidrate Complex (LCC)”. Salah satu formasi yang mungkin dari ikatan kimia ini adalah ikatan antara lignin dan hemiselulosa yang nampak pada reaksi kondensasi dalam asam sulfat 72%, menghasilkan LCC yang stabil setelah pemanasan dalam asam sulfat 3% (Matsushita et al. 2004). 0.180
AS L /T otalL ig nin
0.160 0.140 0.120 0.100 0.080 0.060 0.040 0.020 0.000 0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
S /G R a tio
Gambar 10. Hubungan S/G ratio kayu dengan lignin terlarut asam pada perlakuan hidrolisis selama 4 jam. Secara umum, nilai lignin terlarut asam meningkat bersamaan dengan peningkatan nilai rasio syringil guaiasil kayu. Kecenderungan yang berbeda terjadi karena berbagai faktor lain yang ikut mempengaruhi. Seperti pada kayu melinjo, dimana nilai lignin terlarut asamnya cukup tinggi walaupun nilai rasio
25
syringil guaiasil masih cukup rendah yaitu dibawah nilai rasio syringil guaiasil kayu sengon. Keberadaan hemiselulosa yang tinggi akan meningkatkan ikatan LCC antara komponen lignin dengan hemiselulosa. Komponen lignin terlarut air yang khas pada kayu adalah lignin-karbohidrat kompleks (LCC), dimana lignin dan hemiselulosa berikatan dengan benzylic ether, benzylic ester, dan ikatan glikosida (Matsushita et al. 2004). Hemiselulosa yang sebagian besar tersusun atas xilan akan berikatan dengan unsur siringil lignin. Pada proses ini LCC akan terputus sehingga meninggalkan unit syringil yang bebas serta karbohidrat sisa yang terlarut dalam air selama reaksi berlangsung. Mekanisme reaksi pada antara unit syringil lignin dengan xilan digambarkan secara beragam. Lignin dengan selulosa dapat berupa ikatan ester, eter bahkan glikosida. Syringil lignin dipercaya menghasilkan produk ligninkarbohidrat yang lebih besar dengan ikatan C-glikosida yang terbentuk dalam kondensasi dengan hemiselulosa (Sjostrom 1995; Matsushita et al. (2004).
Gambar 11. Jenis ikatan lignin-polisakarida, ikatan benzilester (1); feniliglikosida (2) dan ikatan benzileter (3) (Fengel dan Wegener 1995). Kandungan lignin terlarut asam menunjukkan perbedaan yang cukup nyata antara jenis kayu daun lebar (hardwood) dan kayu daun jarum (softwood). Inti guaiasil, yang gambarkan dengan xylan dalam asam sulfat 72%, membentuk produk kondensasi yang tidak larut melalui reaksi kondensasi intermolekuler antara inti aromatik dengan karbon benzilik. Produk kondensasi lebih stabil pada asam sulfat 72% dan menghasilkan degradasi bobot molekuler yang sangat kecil.
26
Oleh karena itu, guaiasil menghasilkan nilai lignin terlarut asam yang rendah dan kayu daun lebar dengan kandungan metoksil yang besar akan memberikan hasil lignin terlarut asam yang lebih besar (Matsushita et al 2004). Penemuan mengenai reaktivitas syringil dan guaiasil juga disampaikan oleh Yasuda dan Ota (1986) bahwa pada asam sulfat 5%, dari inti aromatik ditemukan penurunan nilai reaktivitas pada: syringil> eter syringil> eter guaiasil> guaiasil. Hal ini menguatkan bahwa syringil memiliki reaktivitas yang lebih tinggi dari pada guaiasil. Secara umum, dapat dijelaskan bahwa kayu dengan kandungan lignin terlarut asam yang lebih tinggi disebabkan memiliki kandungan rasio syringil guaiasil yang tinggi pula. Hubungan ini memberikan gambaran yang erat antara sifat reaktivitas lignin terlarut asam dengan unit syringil dan guaiasil pada kayu. Penelitian Yasuda et al. (2001) menunjukkan bahwa bagian terlarut dalam asam sulfat 72% yang dipisahkan dengan gelas filter mengandung 58% syringil lignin, sisanya yang tidak larut dalam asam sulfat 72% hanya mengandung 19% syringil lignin. Syringil lignin bagian yang tidak larut diduga berasal dari ikatan kovalen antar guaiasil lignin. Oleh karena itu, lignin pinus, yang tersusun hanya oleh guaiasil lignin, tidak larut dalam asam sulfat 72%. Hal ini menunjukkan bahwa kelarutan syringil yang tinggi dalam asam sulfat 72% yang menguatkan dugaan bahwa kandungan lignin terlarut asam berhubungan erat dengan rasio syringil guaiasil dan kandungan metoksil pada kayu. Selain itu, menurut Obst (1982); Obst dan Ralph (1983) dalam Akiyama et al. (2005), kecenderungan rasio syringyl/guaiasil dapat dilihat dari kandungan metoksilnya. Oleh karena itu, secara umum dapat disimpulkan bahwa kadar lignin terlarut asam dapat digunakan untuk mendeteksi rasio syringil-guaiasil kayu. 4. 4
Implikasi Kandungan Lignin Terlarut Asam pada Kayu dengan Proses Pulping. Analisis komponen kimia kayu secara umum adalah bertujuan untuk
mengetahui karakteristik kayu yang pada akhirnya bermuara pada proses pengolahan dan penggunaan kayu. Setiap sifat kayu yang berbeda akan memberikan gambaran perlakuan yang berbeda pada tiap kayu. Secara umum, penentuan kandungan lignin terlarut asam mengakibatkan terjadinya perubahan
27
pandangan dalam proses analisis kayu. Nilai lignin terlarut asam harus dimasukkan dalam analisis kuantitatif komponen kimia kayu, terutama pada perhitungan nilai total lignin kayu. Secara khusus, kandungan lignin terlarut asam ternyata memberikan pengaruh yang cukup nyata pada proses analisa kayu. Swan (1965) telah menyatakan bahwa kesalahan pada analisis lignin dan selulosa pada kayu daun lebar, jika keberadaan lignin terlarut asam pada hidrolisat tidak dihitung, sekitar 1-3% dari kayu. Selain itu, lignin yang berperan sebagai perekat alami kayu dapat dikembangkan menjadi bahan yang lebih berguna. Analisis yang menyebutkan bahwa kandungan lignin terlarut asam memiliki reaktivitas yang lebih tinggi daripada lignin Klason dapat dimanfaatkan dalam proses pengolahan kayu yang berhubungan dengan lignin seperti pada proses pulping. Proses delignifikasi terjadi karena adanya energi yang berasal dari reaksi kimia antara larutan pemasak dengan penyusun kayu dan non kayu. Larutan pemasak menyerang lignin yang terdapat pada lamela tengah, dan dapat menyerang sampai dinding sekunder Degradasi lignin dapat mempermudah larutnya lignin dalam lindi hitam atau mempermudah delignifikasi. Kandungan lignin Klason yang tinggi akan sukar untuk didelignifikasi dibandingkan dengan kayu yang memiliki kandungan lignin yang rendah. Lambatnya laju delignifikasi akan menghasilkan pulp yang tidak matang dan berwarna (coklat) karena didalam pulp masih banyak terkandung lignin. Dengan kata lain, keberadaan lignin klason yang masih tinggi menyebabkan proses delignifikasi semakin lambat sehingga waktu delignifikasi semakin lama dan hasil tidak maksimal. Disamping itu,
juga diperlukan bahan kimia pemasak yang
cukup banyak untuk mendegradasi lignin. Aspek penting dalam pembuatan pulp alkalis adalah sifat dan stabilitas yang berbeda dari berbagai jenis ikatan dan unsur struktural lignin. Sementara ikatan D-aril eter dan E-aril eter merupakan jenis ikatan yang dominan dalam kedua jenis kayu softwood dan hardwood, pemutusan ikatan-ikatan ini memberikan sumbangan penting pada degradasi lignin (Fengel dan Wegener 1995; Gullichsen dan Paulapuro 2004). Kenyataan ini menunjukkan bahwa pada proses hidrolisis lignin, terjadi reaksi degradasi lignin. Reaksi yang umum terjadi
28
berupa reaksi pemecahan ikatan D-aril eter dan E-aril eter pada struktur phenolik bebas, pemutusan ikatan E-aril eter pada struktur non phenolik serta reaksi kondensasi. Hal ini didukung oleh penelitian Rahmawati (1999) bahwa degradasi lignin dapat mempermudah larutnya lignin dalam lindi hitam atau mempermudah delignifikasi. Berdasarkan struktur penyusun lignin, lignin kayu daun lebar (hardwood) memiliki struktur penyusun yang berbeda dengan kayu daun jarum (softwood). Lignin guaiasil memiliki lebih banyak daerah ikatan (binding sites) per molekul. Proporsi yang lebih tinggi dari struktur terkondensasi akan direfleksikan oleh peningkatan jumlah binding sites. Derajat kondensasi (degree of condensation) yang lebih tinggi menjadikan lignin lebih sulit untuk didegradasi secara kimia selama proses pulping (Rahmawati 1999). Kayu yang memiliki unit siringil lebih banyak, mudah untuk didelignifikasi. Adanya unit siringil berarti menambah tingginya kandungan metoksil didalam struktur lignin. Lignin yang memiliki unit siringil tidak mudah mengalami reaksi kondensasi karena posisi ke-5 dihalangi oleh gugus metoksil, sedangkan lignin guaiasil mempunyai posisi yang lebih besar untuk internal kondensasi. Siringil mengandung dua gugus metoksil sedangkan guaiasil hanya satu gugus metoksil. Adanya reaksi kondensasi inilah yang menjadi penyebab meningkatnya bilangan kappa, pada saat terjadi perpanjangan waktu pemasakan. Reaksi kondensasi yang terjadi dalam pembuatan pulp sulfat akan mengakibatkan terbentuknya ikatan-ikatan karbon dengan karbon antara lignin, sehingga sebagai hasil reaksi kondensasi pelarutan lignin ditahan terutama selama fase-fase akhir dari pembuatan pulp kraft (Fengel dan Wegener 1995). Bagian terbesar dari proses kondensasi terjadi pada kedudukan C-5 dari unit-unit fenol yang kosong sehingga unit-unit syringil dari lignin kayu tidak dapat mengalami kondensasi ini. Kandungan siringil dan metoksil berkorelasi positif dengan kandungan lignin terlarut asam pada kayu (Yasuda et al. 2001; Matsushita et al. 2004; Akiyama et al. 2005). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa proses delignifikasi pulp semakin baik seiring dengan semakin tinggi nilai lignin terlarut asam.
29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan 1. Perlakuan perbedaan waktu hidrolisis dalam asam sulfat 3% yang dipanaskan mempengaruhi nilai lignin klason, lignin terlarut asam dan total lignin kayu. Kenaikan nilai lignin Klason mengakibatkan penurunan nilai lignin terlarut asam. 2. Nilai lignin Klason kayu softwood mengalami kestabilan selama proses hidrolisis, berbeda dengan kayu hardwood yang masih mengalami reaksi selama proses hidrolisis. Oleh karena itu, untuk memperoleh nilai lignin Klason yang representatif perlu diperhatikan waktu reaksi yang optimal. 3. Kenaikan nilai lignin klason mengakibatkan penurunan nilai lignin terlarut asam. Nilai lignin terlarut asam kayu hardwood memiliki proporsi yang cukup besar terhadap total lignin sehingga tidak bisa diabaikan sebagai bagian dari perhitungan total lignin kayu. 4. Lignin terlarut asam berhubungan erat dengan rasio syringil guaiasil kayu. Lignin terlarut asam yang tinggi dihasilkan dari kayu dengan nilai rasio syringil guaiasil kayu yang tinggi pula.
5. 2 Saran 1. Perlakuan waktu hidrolisis dalam asam sulfat 3% dengan selang waktu yang lebih pendek untuk mengetahui perubahan kandungan lignin yang lebih jelas selama reaksi berlangsung. 2. Penentuan kandungan lignin terlarut asam pada jenis kayu tropis yang lain agar diperoleh data yang akurat mengenai kandungan lignin terlarut asam pada jenis kayu tropis. 3. Penelitian proses pulping pada kayu yang telah dianalisis kandungan lignin terlarut asamnya sehingga dapat diamati pengaruh nyata reaktivitas lignin terlarut asam pada proses pulping.
30
DAFTAR PUSTAKA Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Bogor; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor. Adler E. 1977. Lignin Chemistry Past, Present and Future. Wood Sci. Technology. 11:169 - 218. http://www.ibwf.de/env&enz_index.htm. [24 Agustus 2008]. Akiyama T, H Goto, DS Nawawi, W Syafii, Y Matsumoto, G Meshitsuka. 2005. Erythro/threo ratio of ȕ-O-4-structures as an important structural characteristic of lignin. Part 4: Variation in the erythro/threo ratio in softwood and hardwood lignins and its relation to syringyl/guaiacyl ratio. Holzforschung 59: 276-281. Balaban M and G Ucar. 1999. The Effect of the Duration of Alkali Treatment on the Solubility of Polyoses. Journal of Agriculture and Forestry 23: 667-671 Casey JP. 1980. Pulping Chemistry and Chemical Technology Volume I. Pulping and Papermaking. Intercine Publicer Inc. New York. Deacon JW. 1997. Modern Mycology. Blackwell Scientific, Oxford. Diakses melalui http://www.biology.ed.ac.uk/research/groups/jdeacon/microbes /armill.htm [24 Agustus 2008] Fengel D dan G Wegener. 1995. Kayu; Kimia, Ultrastruktur, reaksi-reaksi. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Gullichsen J and H Paulapuro. 2004. Papermaking Science and Technology : Forest Products Chemistry, Book 3. Finnish Paper Engieneers’ Association and TAPPI. Helsinki. Hatfield R and RS Fukushima. 2005. Can Lignin Be Accuratelly Measured? Crop Science Society Journal 45: 832-838 Haygreen JG dan JL Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar, Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Mandang Y dan IKN. Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu Di lapangan. Yayasan Prosea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan Sumber Daya Manusia Kehutanan. Bogor. Martawijaya A, I Kartasujana, SA Prawira, K Kadir. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
31
Martawijaya A, I Kartasujana, YI Mandang, SA Prawira, K Kadir. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Matsushita Y, A Kakehi, S Miyawaki, S Yasuda. 2004. Formation and Chemical Structures of Acid Soluble Lignin II: Reaction of Aromatic Nuclei Model Compound with Xylan in the Presence of a Counterpart for Condensation, and Behavior of Lignin Model Compound with Guaiacyl and Syringyl Nuclei in 72% Sulfuric Acid. Journal of Wood Science 50: 136-141. Morigan B, 2008. Gnetum gnemon. http://bennymorigan.blogspot.com/. [18 Mei 2008]
Diakses
melalui
Moya L, JE Winandy, WTY Tze, S Ramaswamy. 2008. Use of Fire-impacted Trees for Oriented Strandboards. Forest Product J. 58(6): 45-52. Nawawi DS, W Syafii, T Akiyama, Y Matsumoto, G Meshitsuka. 2007. Lignin chemistry of reaction wood in tropical species. Prosiding MAPEKI X; Pontianak, 8-10 Agustus 2007. Pontianak. Nugraheni N. 2008. Keragaman Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Reaksi Melinjo (Gnetum gnemon L) [Skripsi] Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Pari G dan BK Setyani. 1990. Analisis Kimia Beberapa Jenis Kayu Indonesia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 7 (3): 96-100. Rahmawati N. 1999. Struktur Lignin Kayu Daun Lebar dan Pengaruhnya terhadap Laju Delignifikasi [Tesis] Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Sjostrom E. 1995. Kimia Kayu Dasar-dasar dan Penggunaan. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Edisi II. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Swan B. 1965. Isolation of Acid-Soluble Lignin from the Klason Lignin Determination. Svensk Papperstidning 22: 791-795. TAPPI. 1991. TAPPI Test Methods 1991. TAPPI Press. Atlanta. Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood. Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York. Vaizquez G, G Antorrena, JC Paraja. 1987. Studies on the Utilization of Pinus pinaster Bark [abstract]. Journal Wood Science and Technology. Diakses melalui http://www.springerlink.com/content/p535u7t20p782551/. [5 Agustus 2008].
32
Yasuda S, K Fukushima, A Kakehi. 2001. Formation and Chemical Structures of Acid Soluble Lignin I: Sulfuric Acid Treatment Time and Acid-Soluble Lignin Content of Hardwood. Journal of Wood Science 47: 69-72 Yasuda S and K Ota. 1986. Chemical Structures of Sulfiric Acid Lignin IX: Reaction pf syringil alcohol and reactivity of guaiacyl and syringil nuclei in sulfuric acid solution. Mokuzai Gakkaishi 32 (1): 51-58.
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1. Kadar air serbuk dan kelarutan dalam etanol benzen. Kadar Air Serbuk No
Sampel
Ulangan
Berat Al. Foil
1
M
1 2
0.156 0.159
2
S
1 2
0.207 0.212
3
P
1 2
0.144 0.163
4
T
1 2
0.176 0.166
Berat Awal Serbuk 1.009 1.013 Rata-rata 1.021 1.014 Rata-rata 1.008 1.01 Rata-rata 1.028 1.026 Rata-rata
BKT Serbuk & Al. Foil
BKT Serbuk
1.071 1.075
0.915 0.916
1.156 1.155
0.949 0.943
1.055 1.074
0.911 0.911
1.109 1.098
0.933 0.932
Kadar air (%) 10.27 10.59 10.43 7.59 7.53 7.56 10.65 10.87 10.76 10.18 10.09 10.13
Kelarutan Etanol Benzene No. Sampel
Ulangan
Timbel (g)
1
M
1 2
4.138 4.067
2
S
1 2
4.250 4.403
3
P
1 2
4.260 4.209
4
T
1 2
4.158 4.293
Keterangan: M : Mindi S : Sengon P : Pinus T : Tangkil (Melinjo)
KA serbuk (%)
BKT serbuk (g)
BKT Serbuk & Timbel (g)
10.007 10.43 10.006 10.43 Rata-rata 10.009 7.56 10.016 7.56 Rata-rata 10.009 10.76 10.007 10.76 Rata-rata 10.013 10.13 10.036 10.13 Rata-rata
9.062 9.061
13.061 12.984
BKT serbuk Et. Benzen (g) 8.923 8.917
9.306 9.312
13.358 13.486
9.108 9.083
9.037 9.035
13.068 13.030
8.808 8.821
9.092 9.113
13.120 13.300
8.962 9.007
BA Serbuk (g)
%
1.53 1.59 1.56 2.12 2.46 2.29 2.53 2.37 2.45 1.43 1.16 1.30
35
Lampiran 2. Data Pengujian Absorbansi pada UV-Spectrophotometer 205 nm. Tabel. Data absorbansi perlakuan hidrolisis Waktu hidrolisis No. Kode 0 jam 2 jam 1 T1 2.767 3.068 2 T2 2.451 3.068 3 M1 2.498 2.683 4 M2 2.498 2.767 5 S1 2.466 2.960 6 S2 2.659 3.068 7 P1 0.897 0.644 8 P2 0.923 0.609
4 jam 3.913 3.612 2.834 2.960 3.135 3.311 0.509 0.499
36
Lampiran 3. Data Lignin Klason dan ASL pada Perlakuan Hidrolisis Asam Sulfat 3% selama 0 jam. Lignin Klason
1
M
1 2
bobot kertas 0.840 0.838
2
S
1 2
0.867 0.862
1 1
1.134 1.148
3
P
1 2
0.851 0.851
1 1
1.147 1.137
4
T
1 2
0.862 0.869
1 1
1.104 1.113
No
Sampel Ulangan
Bobot awal (g) 1 1
BKT sampel (g) 1.132 1.125
Lignin Terlarut Asam No.
Sampel
Ulangan
1
M
1 2
2
S
1 2
3
P
1 2
4
T
1 2
absorban 205 nm
ASL (%)
2.498 2.498 Rata-rata 2.466 2.659 Rata-rata 0.897 0.923 Rata-rata 2.767 2.451 Rata-rata
2.27 2.27 2.27 2.24 2.42 2.33 0.82 0.84 0.83 2.52 2.23 2.37
BKT lignin (g) 0.292 0.287 Rata-rata 0.267 0.286 Rata-rata 0.296 0.286 Rata-rata 0.242 0.244 Rata-rata
Klason (%) 29.2 28.7 28.95 26.7 28.6 27.65 29.6 28.6 29.1 24.2 24.4 24.3
37
Lampiran 4. Data Lignin Klason dan ASL pada Perlakuan Hidrolisis Asam Sulfat 3% selama 2 jam Lignin Klason No
Sampel
Ulangan
bobot kertas
Bobot awal (g)
BKT sampel (g)
1
M
1 2
0.886 0.894
1 1
1.177 1.180
2
S
1 2
0.822 0.817
1 1
1.046 1.023
3
P
1 2
0.879 0.894
1 1
1.178 1.179
4
T
1 2
0.838 0.831
1 1
1.078 1.074
absorban 205 nm
ASL (%)
2.683 2.767 Rata-rata 2.96 3.068 Rata-rata 0.644 0.609 Rata-rata 3.068 3.068 Rata-rata
2.44 2.52 2.48 2.69 2.79 2.74 0.59 0.55 0.57 2.79 2.79 2.79
Lignin Terlarut Asam No.
Sampel
Ulangan
1
M
1 2
2
S
1 2
3
P
1 2
4
T
1 2
BKT lignin (g) 0.291 0.286 Rata-rata 0.224 0.206 Rata-rata 0.299 0.285 Rata-rata 0.240 0.243 Rata-rata
Lignin Klason % 29.1 28.6 28.85 22.4 20.6 21.5 29.9 28.5 29.2 24 24.3 24.15
38
Lampiran 5. Data Lignin Klason dan ASL pada Perlakuan Hidrolisis Asam Sulfat 3% selama 4 jam Lignin Klason No
Sampel
Ulangan
bobot kertas
Bobot awal (g)
BKT sampel (g)
1
M
1 2
0.832 0.854
1 1
1.115 1.134
2
S
1 2
0.848 0.847
1 1
1.014 1.013
3
P
1 2
0.844 0.852
1 1
1.137 1.145
4
T
1 2
0.851 0.857
1 1
1.084 1.092
Lignin Terlarut Asam No.
Sampel
Ulangan
1
M
1 2
2
S
1 2
3
P
1 2
4
T
1 2
absorban 205 nm
ASL (%)
2.834 2.960 Rata-rata 3.135 3.311 Rata-rata 0.509 0.499 Rata-rata 3.912 3.612 Rata-rata
2.576 2.691 2.63 2.85 3.01 2.93 0.46 0.45 0.46 3.56 3.28 3.42
BKT lignin (g) 0.283 0.28 Rata-rata 0.166 0.166 Rata-rata 0.293 0.293 Rata-rata 0.233 0.235 Rata-rata
Lignin Klason % 28.3 28.0 28.15 16.6 16.6 16.6 29.3 29.3 29.3 23.3 23.5 23.4
39
Lampiran 6. Absorban pada Spektrofometer UV (200-400 nm) sampel Pinus Wavelength (nm) 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240
P24 0.21521 0.21606 0.21692 0.21619 0.21472 0.21313 0.21057 0.20642 0.20154 0.19666 0.19165 0.1864 0.18127 0.17615 0.17102 0.16626 0.16174 0.15747 0.15369 0.15051 0.14746 0.14465 0.14209 0.13953 0.13745 0.13538 0.13293 0.13062 0.12854 0.1261 0.12366 0.12109 0.11841 0.11548 0.11255 0.10938 0.10596 0.10278 0.09949 0.09583 0.09241
Wavelength (nm) 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291
P24 0.05957 0.05774 0.0564 0.05518 0.05408 0.0531 0.05261 0.05225 0.052 0.05188 0.05164 0.05164 0.05188 0.05237 0.05273 0.05334 0.05408 0.05457 0.05493 0.05554 0.05627 0.05701 0.05762 0.05835 0.05896 0.05981 0.06067 0.06079 0.06128 0.06177 0.06201 0.06189 0.06128 0.06091 0.0603 0.05933 0.05823 0.05713 0.05615 0.05481 0.05273
Wavelength (nm) 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341
P24 0.03516 0.03406 0.03308 0.03223 0.03149 0.0304 0.02942 0.02905 0.02844 0.02734 0.02649 0.02661 0.02661 0.02563 0.02539 0.02502 0.02441 0.02429 0.02393 0.02319 0.02234 0.02185 0.02136 0.02136 0.02148 0.02087 0.02026 0.01978 0.01929 0.01892 0.01843 0.01758 0.01648 0.0166 0.01685 0.01611 0.01587 0.01587 0.0155 0.01477 0.01416
Wavelength (nm). 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391
P24 0.01099 0.0105 0.01001 0.01025 0.01001 0.00964 0.0094 0.00903 0.00854 0.00842 0.00818 0.00793 0.00781 0.00769 0.00732 0.00708 0.0072 0.00671 0.00635 0.00635 0.00659 0.00684 0.00659 0.00659 0.00659 0.00623 0.00598 0.0061 0.00574 0.00549 0.00549 0.00525 0.00537 0.00513 0.00488 0.005 0.00488 0.00476 0.00464 0.00464 0.00452
40
Lampiran 6. (lanjutan) Absorban pada Spektrofometer UV (200-400 nm) sampel Pinus. Wavelength (nm) 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250
P24 0.08923 0.08569 0.08215 0.07861 0.07544 0.07227 0.06921 0.06653 0.06409 0.06177
Wavelength (nm) 292 293 294 295 296 297 298 299 300
P24 0.05078 0.04907 0.04724 0.04504 0.04248 0.04065 0.03943 0.03796 0.0365
Wavelength (nm) 342 343 344 345 346 347 348 349 350
P24 0.01343 0.01294 0.01245 0.01221 0.01196 0.01184 0.01135 0.01111 0.01111
Wavelength (nm). 392 393 394 395 396 397 398 399 400
P24 0.00452 0.00464 0.00452 0.00427 0.00391 0.00403 0.00403 0.00403 0.00403
41
Lampiran 7. Contoh hasil pengujian photometri spektrophotometeter UV-Vis sampel Pinus (P24)