TESIS
KERAGAMAN DAN DINAMIKA POPULASI LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) YANG MENYERANG TANAMAN BUAH-BUAHAN DI BALI
NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
KERAGAMAN DAN DINAMIKA POPULASI LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) YANG MENYERANG TANAMAN BUAH-BUAHAN DI BALI
NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI NIM 1290861001
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
i
KERAGAMAN DAN DINAMIKA POPULASI LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) YANG MENYERANG TANAMAN BUAH-BUAHAN DI BALI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Bioteknologi Pertanian, Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI NIM 1290861001
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 16 Juni 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. I Wayan Supartha, MS. NIP. 19570330 198601 1 001
I Putu Sudiarta, SP.,MSi.,Ph.D. NIP. 19791107 200501 1 002
Mengetahui
Ketua Program Studi Bioteknologi Pertanian Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja, MP. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K) NIP. 19621009 198803 1 002 NIP. 19590215 198510 2 001
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Tesis ini Telah Diuji Pada Tanggal 16 Juni 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No. 1849/UN14.4/HK/2014, Tanggal 20 Juni 2014
Ketua
: Prof. Dr. Ir. I Wayan Supartha, M.S.
Anggota
:
1.
I Putu Sudiarta , S.P.,M.Si.,Ph.D
2.
Prof. Ir. I Wayan Susila, M.S
3.
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, M.S
4.
Dr. G.N. Alit Susanta Wirya, S.P., M.Agr
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama
: Ni Kadek Nita Karlina Astriyani
NIM
: 1290861001
Program Studi
: Bioteknologi Pertanian
Judul Tesis
: Keragaman dan Dinamika Populasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) yang Menyerang Tanaman Buah-Buahan di Bali.
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Denpasar, 20 Juni 2014 Yang membuat pernyataan
(Ni Kadek Nita Karlina Astriyani)
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena hanya atas asung wara nugrahaNya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan Supartha, MS. selaku Pembimbing I yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan dorongan, semangat, bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan tesis ini;, I Putu Sudiarta,S.P.,M.Si.,Ph.D selaku Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis sekaligus sebagai pembimbing akademik yang dengan sabar menjadi pembimbing akademik penulis selama menjadi mahasiswa pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD., KEMD, Ibu Direktur Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) dan Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja, M.P selaku Ketua Program Studi Bioteknologi Pertanian Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana serta seluruh staf dosen dan staf administrasi yang telah banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu pegawai Balai Karantina Denpasar Kelas 1 atas informasi,
vi
kerjasama dan kesempatan untuk belajar dan kemudahan dalam penggunaan Laboratorium Entomologi selama penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis Prof. Ir. I Wayan Susila, M.S, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, M.S dan Dr. G.N. Alit Susanta Wirya, S.P., M.Agr yang telah dengan sabar memberikan masukan, saran dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud menjadi lebih baik. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada orangtua penulis yaitu Ir. I Nengah Widiada, dan Ni Luh Ami, kakak penulis Ni Putu Widyami Yanthi, SE, Adik-adik I Nyoman Bagus Kamayana dan Ni Ketut Santhi Sannidhi, begitu juga terimakasih kepada Kadek Cahyadi Putra, S.Pd yang selalu memberikan semangat kepada penulis, serta seluruh keluarga yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas dukungan, semangat dan doa selama penulis menyelesaikan pendidikan terutama penyusunan tesis ini. Akhirnya ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada teman-teman Agroekoteknologi ’08 (Mika, Ayu, Ayu Rahma, dan Gek Surya), Biotek ’12 (Ocha, Dewa, Rian, Adi Candra, Bli Dika, Wira dan Agus), Biotek’ 13 (Putri,Ogink, Kayan dan Rahde) serta semua teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas doa, kerjasama dan loyalitasnya selama ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua. Denpasar, Juni 2014 Penulis
vii
ABSTRAK Keragaman dan Dinamika Populasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) yang Menyerang Tanaman Buah-Buahan di Bali Lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan hama yang memiliki arti penting bagi pertanian. Terdapat sekitar 4000 spesies lalat buah di dunia dan 35% di antaranya merupakan hama penting pada buah-buahan termasuk di dalamnya buah-buahan komersial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu daerah perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi dan pengendalian pada tanaman buah yang dibudidayakan terutama di Bali. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman, indeks keragaman dan indeks kesamaan, spesies lalat buah yang dominan di pasar dan di sentra buah-buahan, hubungan kelimpahan populasi dengan persentase serangan serta keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid yang berasosiasi dengan masing-masing spesies lalat buah di lapangan. Penelitian dilakukan di Lapangan dan di Laboratorium. Penelitian di Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu Tanaman Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali dengan ketinggian 30 meter diatas permukaan laut pada bulan Januari sampai Maret 2014. Penelitian dilakukan dengan pemasangan perangkap (trapping) dan pengambilan sampel buah yang terserang lalat buah di Pasar Klungkung, Pasar Gianyar, Pasar Kreneng, Pasar Badung, Pasar Anyar, dan Sentra mangga, Sentra jeruk, Sentra cabai besar, Sentra cabai kecil, serta Sentra semangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 6 spesies yang ditemukan di lokasi pasar dan sentra buah buahan di Bali yaitu Bactrocera papayae Drew & Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock, Bactrocera umbrosa Fabricius, Bactrocera cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata Fabricius dan Bactrocera albistrigata de Maijere (Diptera:Tephritidae). Keragaman spesies tersebut tergolong rendah yaitu > 1.5. Spesies yang dominan diantara keenam spesies lalat buah tersebut adalah B. carambolae dan B. papayae. Indeks kesamaan antara lokasi penelitian mencapai nilai 80%-100%. Kelimpahan populasi lalat buah mempunyai hubungan positif dengan persentase serangan lalat buah. Terdapat dua spesies parasitoid yang ditemukan berasosiasi dengan lalat buah di lapangan yaitu Fopius sp. dari famili Braconidae. Diantara dua spesies tersebut memiliki tingkat parasitasi yang rendah, tapi Fopius sp. pada tanaman belimbing memiliki tingkat parasitasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 56%, sedangkan tingkat parasitasi dari parasitoid Fopius sp. pada tanaman cabai merah hanya sebesar 33%. Keragaman, kesamaan, dominansi lalat buah dan juga keragaman parasitoid serta tingkat parasitasinya berbeda-beda tiap lokasi dan tiap sampel buah-buahan. Disarankan untuk mengeahui mengenai jenis-jenis lalat buah yang ada dan menyerang buah-buahan di Bali yang dilakukan dalam rentang waktu yang lebih lama dan dalam berbagai fase tanaman inang serta jenis-jenis parasitoid yang efektif dalam pengendalian lalat buah di lapang. Kata Kunci: Lalat buah, keragaman, kesamaan, dominansi
viii
ABSTRACT Diversity and Population Dynamics of Fruit Flies (Diptera: Tephritidae) Invading Fruit Plants in Bali Fruit flies (Diptera: Tephritidae) are pests that have significant role for the existence of agriculture. There are about 4000 species of fruit flies in the world and 35% of them are important pests on fruits including commercial fruits that have high economic value. Information about the existence of the types of fruit flies in an area need to be identified and reported as a anticipation and control to fruit crops which are mainly cultivated in Bali. The purpose of this study was to determine the diversity, diversity index and similarity index, the dominant species of fruit fly that exist in the market and at the fruits’ sort center, relation of the population abundance and diversity and levels of parasitoids parasitization’s attack rate associated with each species of fruit flies in the field. The study was conducted at the Field and in the Laboratory . Laboratory research was conducted at the Laboratory Integrated Pest and Disease Control Management, Faculty of Agriculture, Udayana University, Bali with height 30 meters above sea level in January to March 2014 . Study was conducted by trapping and sampling the fruit flies attacking fruit at Klungkung market, Gianyar market, Kreneng market, Badung market, Anyar market and Center of fruit mango, orange, long chili, rawit chili and watermelon. The results showed that there were 6 species found in the market and fruits’ center in Bali, namely Bactrocera papayae Drew & Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock,Bactrocera umbrosa Fabricius, Bactrocera cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata Fabricius and Bactrocera albistrigatade Maijere (Diptera: Tephritidae). The species diversity was low > 1.5. The dominant species among the six species of the fruit fly were B.carambolae and B.papayae . Index of similarity between the study site reached a value of 80 % -100 % . The abundance of fruit flies population had a positive relationship with the level of fruit flies’ attack. There were two species of parasitoids were found in fruit flies in the field, namely Diasmimorpha longicaudacus and Fopius vandenboschi of the famili Braconidae. Between the two species, the level of parasitism was still low, however Fopius sp. in Averrhoa carambola L had higher parasitism rate that is equal to 56 %, while the rate of parasitism of the parasitoid Fopius sp. in Capsicum annuum L. was only by 20 % . Diversity, similarity, dominance and diversity parasitoids of fruit flies and parasitization levels. it differed from each sample location and fruits. It was advised to know the types of existing fruit flies attacking fruit in Bali which were are done in longer time and in various phases of the plant host and the types of parasitoids which were effective to control fruit flies in the field .
Keywords : Fruit flies , diversity , similarity , dominance
ix
RINGKASAN Lalat buah merupakan hama yang menjadi perhatian dunia di dalam kegiatan ekspor import buah-buahan yang dilakukan oleh suatu Negara. Perhatian itu diberikan karena kegiatan ekspor import komoditas buah segar yang dilakukan oleh masingmasing Negara membawa resiko terhadap masuknya lalat buat dari satu Negara ke Negara lain. Indonesia pernah mengalami masalah adanya komoditas buah-buahan yang menunjukkan gejala serangan lalat buah (Suputa et al., 2006). Permasalahan klasik tersebut sering dihadapi Indonesia karena menyangkut standar mutu (kualitas) produk. Kerusakan yang diakibatkan lalat buah menyebabkan munculnya gejala tusukan lalat buah berupa titik hitam pada buah serta gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan, sehingga produksi baik kualitas maupun kuantitas menurun. Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan, baik secara tradisional maupun dengan menggunakan insektisida kimia. Disamping itu, petani mengendalikan lalat buah dengan atraktan, yaitu senyawa yang dapat menarik lalat buah jantan. Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu daerah perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi dan pengendalian pada tanaman buah yang dibudidayakan terutama di Bali. Informasi tersebut penting karena spesies lalat buah tertentu mempunyai preferensi terhadap jenis inang tertentu. Oleh karena itu perlu penelitian mengenai keragaman dan dinamika populasi lalat buah di area produksi dan membuat daftar spesies, pemetaan dan deteksi lalat buah. Penelitian dilakukan di Lapangan dan di Laboratorium. Penelitian di Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu Tanaman Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali dengan ketinggian 30 meter diatas permukaan laut pada bulan Januari sampai Maret 2014. Penelitian dilakukan dengan pemasangan perangkap (trapping) dan pengambilan sampel buah yang terserang lalat buah di Pasar Klungkung, Pasar Gianyar, Pasar Kreneng, Pasar Badung, Pasar Anyar, dan Sentra mangga, Sentra jeruk, Sentra cabai besar, Sentra cabai kecil, serta Sentra semangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 6 spesies yang ditemukan di lokasi pasar dan sentra buah buahan di Bali yaitu Bactrocera papayae Drew & Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock, Bactrocera umbrosa Fabricius, Bactrocera cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata Fabricius dan Bactrocera albistrigata de Maijere (Diptera:Tephritidae). Keragaman spesies tersebut tergolong rendah yaitu > 1.5. Spesies yang dominan diantara keenam spesies lalat buah tersebut adalah B. carambolae dan B. papayae. Indeks kesamaan antara lokasi penelitian mencapai nilai 80%-100%. Kelimpahan populasi lalat buah mempunyai hubungan positif dengan persentase serangan lalat buah. Terdapat dua spesies parasitoid yang ditemukan berasosiasi dengan lalat buah di lapangan yaitu Fopius sp. dari famili Braconidae. Diantara dua spesies tersebut memiliki tingkat parasitasi yang rendah, tapi Fopius sp. pada tanaman belimbing memiliki tingkat parasitasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 56%, sedangkan tingkat parasitasi dari parasitoid Fopius sp. pada tanaman cabai merah hanya sebesar 33%.
x
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM..................................................................................................i PRASYARAT GELAR...........................................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................…..iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI.......................................................................iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT........................................................v UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................vi ABSTRAK............................................................................................................viii ABSTRACT............................................................................................................ix RINGKASAN..........................................................................................................x DAFTAR ISI...................................................................................................……xi DAFTAR TABEL ………………………………………..…………………......xiii DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN ……………………….……………………..………......xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………………………………………….............………1 1.2 Rumusan Masalah …………………………………….………………..…5 1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………......……..5 1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………..……6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lalat Buah ………………………………………………………...………7 2.1.1 Klasifikasi ……………………………………………………….….7 2.1.2 Morfologi Lalat Buah…...……………………………………….…10 2.1.3 Bioekologi Lalat Buah.………………………………………….…15 2.1.4 Gejala Serangan Lalat Buah .………….…………………………...16 2.1.5 Peran Tanaman Inang dalam Menentukan Besarnya Populasi Lalat Buah ……………………………………………….…………………….18 2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Lalat Buah ……….…19 2.1.7 Peran Parasitoid dalam Fluktuasi Populasi Lalat Buah ……………23 2.1.8 Persebaran Lalat Buah ………………………………………....…28 2.2 Pengaruh Tanaman Inang terhadap Perilaku Serangga …………………29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir ……………………………………………………….33 3.2 Konsep …………………………………………………………………...38 3.3 Hipotesis …………………………………………………………………41 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………….…43
xi
4.2 Alat dan Bahan …………………………………………………………...44 4.2.1 Alat …………………………………………………………………44 4.2.2 Bahan …………………………………………………………….…44 4.3 Pelaksanaan Penelitian ……………………………………………………44 4.3.1 Keragaman dan Dominansi Spesies Lalat Buah ………………….…45 4.3.1.1 Keragaman dan Indeks Keragaman Lalat Buah di Pasar ….…45 4.3.1.2 Keragaman dan Indeks Keragaman Lalat Buah di Sentra ……49 4.3.1.3 Dominansi Spesies Lalat Buah ……………………………….49 4.3.2 Indeks Kesamaan Lalat Buah di Pasar dan di Sentra Buah …………50 4.3.3 Kelimpahan dan Persentase Serangan Lalat Buah …………………..50 4.3.4 Keragaman dan Tingkat Parasitasi Parasitoid …………………….…51 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaman dan Dominansi Spesies Lalat Buah ………………………….53 5.1.1 Keragaman Spesies Lalat Buah di Pasar Buah-buahan ……………...53 5.1.2 Keragaman Spesies Lalat Buah di Sentra Buah-buahan ………….…57 5.1.3 Dominansi Spesies Lalat Buah ………………………………………60 5.2 Indeks Kesamaan Lalat Buah di Pasar dan di Sentra Buah ………………62 5.3 Hubungan Kelimpahan Populasi dengan Persentase Serangan Lalat Buah62 5.4 Keragaman dan Tingkat Parasitasi Parasitoid yang Berasosiasi dengan Lalat Buah ………………………………………………………………………63 BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………….…66 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ……………………………………………………………...…73 7.2 Saran …………………………………………………………………..…74 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..…75 LAMPIRAN …………………………………………………………………….79
xii
DAFTAR TABEL No
Teks
Halaman
5.1
Indeks Keragaman Jenis Lalat Buah di 5 Lokasi Pasar ……………........54
5.2
Buah-Buahan yang dipasarkan di Lokasi Pasar ………………….....…..56
5. 3
Indeks Keragaman Jenis Lalat Buah di Sentra Buah dengan Perangkap...57
5.4
Matriks Hubungan antara Spesies Lalat Buah dengan Tanaman Inang…59
5.5
Spesies Lalat Buah yang Menyerang Buah-Buahan ………………....….61
5.6
Indeks Kesamaan Spesies Lalat Buah di Lokasi Pasar dan Sentra Buah...62
5.7
Tingkat Parasitasi Parasitoid Terhadap Lalat Buah ……………………..64
xiii
DAFTAR GAMBAR No
Teks
Halaman
2.1a
Morfologi Lalat Buah (Famili Tephritidae) ................................... 7
2.1b
Morfologi Bagian-bagian Tubuh Lalat Buah …............................. 8
2.2
Taksonomi Spesies Lalat Buah ......................................................... 9
2.3
Morfologi Genus Bactrocera sp. ..................................................
10
2.4
Morfologi Genus Dacus sp. ..........................................................
10
2.5
Morfologi Genus Anastrepha sp. ..................................................
11
2.6
Morfologi Genus Ceratitis sp......................................................... 12
2.7
Morfologi Genus Rhagoletis sp. ...................................................
13
2.8
Gejala Serangan Lalat Buah .........................................................
17
2.9
Gejala Membusuknya Buah Akibat Serangan Lalat Buah ............ 18
3.1
Kerangka Berpikir Penelitian ........................................................... 38
3.2
Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 41
4.1
Stoples Rearing ................................................................................. 48
5.1
Spesies Lalat Buah di Lokasi Pasar ………………….….............. 55
5.2
Indeks Dominansi Lalat Buah di Lokasi Penelitian …..…............. 60
5.3
Hubungan Kelimpahan dengan Persentase Seranga..….................. 63
5.4
Spesies Parasitoid Fopius sp. ………………………..…..........…. 65
xiv
DAFTAR LAMPIRAN No.
Teks
Halaman
1.
Spesifikasi Spesies Lalat Buah dengan Atraktan………………….……79
2.
Morfologi Spesies Lalat Buah ………………………………………..…84
3.
Karakter Morfologi dari Bagian-Bagian Tubuh Lalat Buah ……………90
4.
Jumlah Hasil Perangkap di Lokasi Penelitian …………………………..96
5.
Indeks Keragaman Lalat Buah di Lokasi Penelitian ……………..….....101
6.
Kelimpahan Lalat Buah di Lokasi Penelitian ………………..…............104
7.
Tanaman-Tanaman yang ada di Sekitar Sentra Buah-Buahan ……......105
8.
Gejala Serangan Lalat Buah ……………………………….……….......106
xv
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik. Cita rasa dan beragamnya jenis buah-buahan di Indonesia menyebabkan buah-buahan lokal dapat bersaing dengan buah-buahan impor. Selain itu, buah-buahan lokal memiliki harga yang lebih terjangkau bila dibandingkan dengan buah-buahan impor. Tingginya kebutuhan terhadap buah-buahan lokal membuat pengembangan tanaman buah-buahan di Indonesia mengalami peningkatan. Namun, dalam pengembangannya eksport buah-buahan lokal mengalami kendala penyediaan benih bermutu, budidaya sampai penanganan panen. Salah satu kendala dalam budidaya tanaman buah-buahan adalah adanya serangan hama lalat buah. Lalat buah merupakan hama yang menjadi perhatian dunia di dalam kegiatan ekspor import buah-buahan yang dilakukan oleh suatu negara. Perhatian itu diberikan karena kegiatan ekspor import komoditas buah segar yang dilakukan oleh masingmasing negara membawa resiko terhadap masuknya lalat buat dari satu negara ke negara lain. Indonesia pernah mengalami masalah adanya komoditas buah-buahan yang menunjukkan gejala serangan lalat buah (Suputa et al., 2006). Permasalahan klasik tersebut sering dihadapi Indonesia karena menyangkut standar mutu (kualitas) produk. Standar yang ditetapkan adalah suatu produk tidak mengandung residu berbahaya melebihi ambang batas, tidak mengandung hama penyakit (OPT), dan suatu negara harus menyediakan daftar spesies (pest list) atau deskripsi yang cukup tentang OPT suatu komoditas apabila ingin memperluas pasar perdagangan
2
komoditas pertanian tersebut (BKP, 2007a). Globalisasi perdagangan buah segar membuat semua negara harus memperhatikan kesehatan tanaman dari serangan hama khususnya lalat buah.
Lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan hama yang memiliki arti penting bagi pertanian. Terdapat sekitar 4000 spesies lalat buah di dunia dan 35% di antaranya merupakan hama penting pada buah-buahan termasuk di dalamnya buah-buahan komersial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Sekitar 75 % tanaman buah-buahan di Indonesia telah terserang lalat buah (Sutrisno, 1999 dalam Sahabudin, 2004). Di samping menyerang buah-buahan, sekitar 40 % larva lalat buah juga hidup dan berkembang pada tanaman sayur-sayuran, famili asteraceae (Compositae) (Kuswadi, 2001). Di Indonesia, lalat buah sebagai hama telah diketahui sejak tahun 1920, dan telah dilaporkan menyerang mangga di Pulau Jawa. Pada tahun 1938, lalat buah juga dilaporkan menyerang cabai, jambu, belimbing dan sawo. Survei lalat buah di Indonesia yang dilakukan oleh Hardy pada tahun 1985 menemukan 66 spesies. Survei berikutnya yang dilakukan oleh Balai Karantina Pusat dari tahun 1992 - 1994 menemukan sekitar 47 spesies, dan 20 spesies di antaranya merupakan kompleks Bactrocera dorsalis (Drew & Hancock 1994; Hamzah, 2004). Sementara laporan AQIS (2008) menyebutkan bahwa terdapat 63 spesies lalat buah di Indonesia namun tidak termasuk Ceratitis capitata Wied.yang dikenal dengan sebutan Mediterranean Fruit Fly atau Medfly sebagai hama penting tanaman jeruk di wilayah sekitarlaut Tengah (White & Harris, 1992). Orr (2002) melaporkan bahwa ada sekitar 90 spesies lalat buah di Indonesia bagian barat termasuk lalat buah jenis lokal (indegenous). Delapan spesies di
3
antaranya merupakan hama penting yaitu Bactrocera albistrigata (de Maijere), B. dorsalis Hendel, B. carambolae Drew and Hancock, B.
papayae Drew and
Hancock, B. umbrosa (Fabricius), B. (Zeugodacus) caudata (Fabricius) dengan sinonim Bactrocera (Z) tau (Walker), Bactrocera (Z) cucurbitace (Coquillete) dan Dacus (Callantra) longicornis (Wiedemann). Kerusakan yang diakibatkan lalat buah menyebabkan munculnya gejala tusukan lalat buah berupa titik hitam pada buah serta gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan, sehingga produksi baik kualitas maupun kuantitas menurun. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan hama lalat buah bervariiasi antara 30-100% bergantung pada kondisi lingkungan dan kerentanan jenis buah yang diserangnya (Gupta & Verma, 1978; Dhilton et al., 2005a, 2005b dan 2005c). Intensitas serangan lalat buah di Bali menunjukkan variasi yang cukup besar, yaitu antara 6,4 - 70% (Sarwono, 2003). Sodiq (2004) menyatakan bahwa intensitas serangan lalat buah pada mangga berkisar antara 14,8%-23%, namun tidak jarang kerusakan yang diakibatkan lalat buah khususnya pada belimbing dan jambu biji dapat mencapai 100%. Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan, baik secara tradisional dengan membungkus buah dengan kantong plastik, kertas koran atau daun kelapa maupun dengan menggunakan insektisida kimia. Disamping itu, petani mengendalikan lalat buah dengan atraktan, yaitu senyawa yang dapat menarik lalat buah jantan. Teknik ini efektif mengendalikan lalat buah jantan yang masuk ke dalam perangkap beratraktan. Teknik berikutnya yaitu teknik jantan mandul yang merupakan cara pengendalian dengan membuat lalat buah jantan menjadi infertil, artinya lalat buah jantan masih dapat membuahi betina, namun
4
telur yang dihasilkan steril dan larva dalam keadaan rusak (Vijaysegaran & Osman 1991 dalam Shiga, 1991). Pengendalian lalat buah lainnya yaitu dengan menggunakan musuh alami sebagai pengatur keseimbangan di alam. Musuh alami dapat berupa predator, pathogen
dan
parasitoid.
Parasitoid
yang
berasal
famili
Braconidae
(Hymenoptera), yaitu Fopius sp. dan Biosteres, sp (Siwi et.al., 2006). Parasitoid Famili Braconidae dapat mencapai tingkat parasitisasi sebesar 57% dan parasitisasi oleh parasitoid Famili Euphelmidae pada B.oleae dapat mencapai 80 sampai dengan 95% (Malau, 1968; Delrio, 1978; Delrio dan Gavalloro, 1977; Delio dan Prota, 1976 dalam Flecher, 1987). Di Kamerun, diperoleh sejumlah besar parasitoid (Fopius. sp. dan Biosteres, sp.) pada buah kopi dengan derajat parasitisasi pada pupa lalat buah berkisar antara 10 sampai 56% dengan rata-rata 35% (Garry et al., 1986). Di Yogyakarta didapatkan 33,9% puparium B. carambolae yang menginfestasi buah belimbing terparasit oleh B.vandenboschi (Soesilohadi, 1995). Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu daerah perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi dan pengendalian pada tanaman buah yang dibudidayakan terutama di Bali. Informasi tersebut penting karena spesies lalat buah tertentu mempunyai preferensi terhadap jenis inang tertentu (Muryati et al., 2005). Oleh karena itu perlu penelitian mengenai keragaman dan dinamika populasi lalat buah di area produksi dan membuat daftar spesies, pemetaan dan deteksi lalat buah. Diketahuinya keragaman dan dinamika populasi lalat buah di Bali mempunyai arti penting dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan monitoring maupun pengendalian
5
yang akan dilakukan agar lebih efektif dan efisien. Disamping itu, informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah, parasitoid dan tanaman inang yang ada di suatu daerah perlu diketahui dan dilaporkan untuk mengantisipasi ledakan hama tersebut di lapangan.
1.2 Rumusan Masalah Terdapat lima masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah keragaman, dan dominansi spesies lalat buah yang berada di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali? 2. Bagaimanakah kesamaan spesies lalat buah yang berada di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali? 3. Bagaimanakah hubungan kelimpahan populasi dan persentase serangan lalat buah yang menyerang tanaman buah-buahan di lapang? 4. Bagaimanakah keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid yang berasosiasi dengan masing-masing spesies lalat buah di lapangan?
1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui keragaman dan dominansi spesies lalat buah yang berada di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali. 2. Untuk mengetahui kesamaan spesies lalat buah yang berada di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali.
6
3. Untuk mengetahui hubungan kelimpahan populasi dan persentase serangan lalat buah yang menyerang tanaman buah-buahan di lapang. 4. Untuk mengetahui keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid yang berasosiasi dengan masing-masing spesies lalat buah di lapangan.
1.4 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh luaran seperti: 1. Secara akademis, hasil penelitian ini akan memperkaya pengetahuan mengenai lalat buah dan parasitoid yang meliputi keragaman, kesamaan, kelimpahan, dominansi lalat buah dan parasitoidnya pada tanaman buahbuahan di Bali. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat membantu dalam upaya pengendalian hama lalat buah pada tanaman buah-buahan yang dibudidayakan.
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Lalat buah 2.1.1 Klasifikasi Lalat buah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Diptera
Famili
: Tephritidae
Bentuk morfologi famili Tephritidae antara spesies satu dengan yang lainnya hampir mirip. Maka dari itu perlu dilakukan identifikasi yang teliti dan seksama
dalam menentukan spesies dari famili Tephritidae. Secara umum
morfologi famili Tephtitidae dapat dilihat pada Gambar 2.1a
Gambar 2.1.a Morfologi Lalat Buah (Famili Tephritidae)
8
Gambar 2.1.b Morfologi Bagian-Bagian Tubuh Lalat Buah Famili Tephritidae
9
Menurut White and Harris (1992), lalat buah memiliki 5 genus yaitu pada Genus Ceratitis Mac Leay, Genus Anastrepha Schiner, Genus Bactrocera Macquart, Genus Rhagoletis Loew dan Genus Dacus Fabricius (Gambar 2.1b). FAMILI TEPHRITIDAE (lalat buah)
Genus Ceratitis Mac Leay
Subgenus Ceratitis Mac Leay Contoh sp: C. caroirii GuerinMeneville Subgenus Pardalaspia Contoh sp:
C. punctate Wiedemann Subgenus Pterandus Contoh sp:
Genus Anastrepha Schiner
Genus Bactrocera Macquart
Contoh sp:
Subgenus Notodacus Perkins A. suspense Subgenus Loew Afrodacus Bezzi A. oblique Subgenus Macquart Tetradacus Miyake A. bistrigata Subgenus Bezzi Hemigymnodacus Hardy A. ludens Loew Subgenus Gymnodacus Munro A. antunesi Subgenus Daculus Lima Speicer A. disticta Subgenus Greene Javadacus Hardy A. fraterculus Subgenus (Wiedemann) Sinodacus Zia
C.pedestris Bezzi Subgenus Ceratalaspia
Species Complex A. grandis Macquart
Contoh sp:
A.ornata Aldrich
C.cosyra Walker
A. serpentine Wiedemann A. striata Schiner
Subgenus Diplodacus May Subgenus Zeugodacus Hendel Subgenus Bactrocera Macquart
Genus Dacus Fabricus
Genus Rhagoletis Loew
Contoh sp:
R. cerasi Linnaeus R. conversa Brethes R.completa Cresson R. pamonella Walsh Species R. tomatis Foote R. fausta Osten Sacken
Subgenus Callantra Walker Contoh sp: D. solomonersis Malloch D. smieroides Walker Subgenus Didacus Collart Contoh sp: D. frontalis Becker Subgenus Dacus Fabricius Contoh sp: D. bivitatus Bigot
Gambar 2.2 Taksonomi Spesies Lalat Buah (Harris, 1992)
10
2.1.2 Morfologi Lalat Buah Seperti yang disebutkan oleh White and Harris (1992), famili Tephritidae memiliki 5 genus yang morfologinya berbeda-beda. Morfologi kelima genus tersebut adalah sebagai berikut: 1. Genus Bactrocera : Cell cup sempit dengan extension sangat panjang. Pola sayap biasanya berupa costal band dan anal streak Abdomen oval dengan tergum I – V tidak bergabung (not fused)
Cell cup
Ceromata
Gambar 2.3 Morfologi Genus Bactrocera sp.
2. Genus Dacus : Cell cup sempit dengan extension sangat panjang.
11
Pola sayap biasanya berupa costal band dan anal streak Abdomen oval dengan tergum I – V bergabung (fused)
Cell cup
Gambar 2.4 Morfologi Genus Dacus sp.
3. Genus Anastrepha
:
Cell cup lebar dengan extension agak panjang Biasanya terdapat crossband membentuk pola warna pada sayap Vena M membentuk curva sebelum mencapai pinggir sayap
Cell cup
12
Gambar 2.5 Morfologi Genus Anastrepha sp.
4. Genus Ceratitis : Cell cup lebar extension pendek, Vena M pada sayap hampir membentuk sudut siku-siku Biasanya terdapat spot dan bintik pada basal cell sayap
Cell cup
Gambar 2.6 Morfologi Genus Ceratitis sp.
13
5. Genus Rhagoletis : Cell cup lebar dengan extension pendek, Vena M pada sayap hampir membentuk sudut siku-siku Tidak terdapat spot dan bintik-bintik pada basal cell dari sayap
Cell cup
Gambar 2.7 Morfologi Genus Rhagoletis sp.
Telur lalat buah secara umum berwarna putih atau putih kekuningan berbentuk bulat panjang. Panjang telur antara 0.3 mm-0.8 mm dan lebar 0.2 mm dengan micropyle protruding yang tipis di bagian akhir anterior (CABI, 2007). Telur akan menetas menjadi larva dua hari setelah diletakkan di dalam buah (Ditlin Hortikultura 2006). Larva berwarna putih keruh kekuningan, berbentuk bulat panjang dan salah satu ujungnya runcing. Kepala berbentuk runcing, mempunyai alat pengait
14
dan bintik yang jelas. Larva instar ketiga berukuran sedang, dengan panjang 7.0 mm- 9.0 mm dan lebar 1.5-1.8 mm (White & Harris, 1994). Puparium lalat buah berbentuk oval berwarna kuning kecoklatan dengan panjang ± 5 mm (Ditlin Hortikultura, 2006). Imago lalat buah umumnya memiliki ciri-ciri penting di kepala, toraks, sayap, dan abdomen. Kepala terdiri atas antena, mata, dan spot. Pada toraks terdapat dua bagian penting yakni skutum dan skutelum. Sayap mempunyai bentuk dan pola pembuluh yakni costa, radius, median, cubitus, anal, r-m dan dm-cu (pembuluh sayap melintang). Pada genus Bactrocera ruas-ruas abdomen terpisah dan genus Dacus ruas-ruas abdomen menyatu. Pada abdomen, Bactrocera, tergum I dan II menyatu, tergum III-V terpisah. Pada Dacus, antara toraks dan abdomen mempunyai pinggang ramping (petiole) sehingga menyerupai tawon (Siwi et al., 2006). Lalat buah komplek B. dorsalis memiliki membran sayap yang cerah, kecuali pada costal band (tidak mencapai R4+5); cell basal costa dan costa tidak berwarna dan tidak ada microtrichia. Skutum umumnya berwarna hitam dengan pita kuning di sisi lateral dan tidak memiliki pita kuning di bagian tengah skutum. Skutelum berwarna kuning kecuali pada bagian basal dengan pita hitam yang tipis. Abdomen dengan garis medial pada tergum III-V dan berwarna hitam di sisi lateral (CABI, 2007). Abdomen umumnya mempunyai pita melintang dan pita membujur berwarna hitam atau berbentuk huruf T yang kadang-kadang tidak jelas (Lawson et al., 2003). Ujung abdomen lalat betina lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur (ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah. Pada jantan, abdomen
15
lebih bulat dan pada tergum III di kedua sisi lateral abdomen terdapat pecten (Drew, 1989).
2.1.3 Bioekologi Lalat Buah Lalat buah mengalami perkembangan sempurna atau dikenal dengan perkembangan holometabola. Perkembangan holometabola memiliki 4 fase metamorfosis yaitu: telur, larva, pupa, dan imago (Vijaysegaran & Drew, 2006). Telur lalat buah diletakkan berkelompok 2-15 butir. Lalat buah betina dapat meletakkan telur 1- 40 butir/hari. Seekor lalat betina dapat meletakkan telur 100500 butir (Sodiq 1992 dalam Siwi, 2005). Menurut Vijaysegaran dan Drew (2006), satu ekor betina B. dorsalis dapat menghasilkan telur 1200 - 1500 butir. Telur-telur diletakkan pada buah di tempat yang terlindung dan tidak terkena sinar matahari langsung serta pada buah-buah yang agak lunak dan permukaannya agak kasar (Ditlin Hortikultura, 2006). Larva terdiri atas 3 instar. Larva hidup dan berkembang di dalam daging buah selama 6-9 hari. Pada instar ke tiga menjelang pupa, larva akan keluar dari dalam buah melalui lubang kecil. Setelah berada di permukaan kulit buah, larva akan melentingkan tubuh, menjatuhkan diri dan masuk ke dalam tanah. Di dalam tanah larva menjadi pupa (Djatmiadi & Djatnika, 2001). Pupa pada awalnya berwarna putih, kemudian berubah menjadi kekuningan dan akhirnya menjadi coklat kemerahan. Masa pupa berkisar antara 4 - 10 hari (Ditlin Hortikultura, 2006). Pupa berada di dalam tanah atau pasir pada kedalaman 2-3cm di bawah permukaan tanah atau pasir. Setelah 6 -13 hari, pupa menjadi imago (Djatmiadi & Djatnika, 2001).
16
Siklus hidup lalat buah dari telur sampai imago di daerah tropis berlangsung lebih kurang 27 hari dapat dilihat pada Gambar 2.7. Lama hidup imago betina berkisar antara 23-27 hari dan imago jantan antara 13-15 hari. Imago betina setelah kopulasi akan meletakkan telur setelah 3-8 hari. Nisbah kelamin jantan berbanding dengan betina yakni 1:1 (Sodiq 1992 dalam Siwi, 2005). Lalat buah dewasa hidup bebas di alam dan bergerak secara aktif. Lalat betina sering dijumpai di sekitar tanaman buah-buahan dan sayuran pada pagi dan sore hari, sedangkan lalat buah jantan bergerak aktif dan memburu lalat buah betina untuk melakukan kopulasi (Siwi, 2005).
2.1.4 Gejala Serangan Lalat Buah Lalat buah betina menyerang buah dengan memasukkan telur melalui ovipositornya ke dalam buah (Agarwal, 1984). Pemasukan ovipositor ke dalam buah menyebabkan adanya gejala tusukan pada buah belimbing pada Gambar 2.8 wsterlihat spot berwarna gelap cokelat kehitaman. Telur kemudian menetas menjadi larva yang hidup, makan dan berkembang di dalam buah sehingga buah menjadi busuk berisi larva atau dikenal dengan belatung (Kalshoven, 1981). Sesudah telur menetas, larva membuat lubang di dalam buah sehingga mempermudah masuknya bakteri dan cendawan (Siwi et al., 2006). Lalat buah hidup secara simbiosis mutualisme dengan bakteri, sehingga ketika lalat buah meletakkan telur pada buah, bakteri akan terbawa dengan diikuti cendawan yang akhirnya menyebabkan busuk. Sesudah telur menetas, larva mengorek daging buah sambil mengeluarkan enzim perusak atau pencerna yang berfungsi melunakkan daging buah sehingga mudah diisap dan
17
dicerna. Enzim tersebut diketahui yang mempercepat pembusukan, selain bakteri pembusuk yang mempercepat aktivitas pembusukan buah. Bakteri tersebut hidup pada dinding ovari, tembolok, dan ileum lalat (Hill 1983; Ria, 1994). Buah yang terserang lalat buah dan busuk, akhirnya jatuh ke tanah.
Gejala Tusukan Ovipositor Lalat Buah
Gambar 2.8 Gejala Serangan Lalat Buah
Serangan lalat buah pada buah yang terserang terdapat luka tusukan dalam ukuran kecil, seperti tertusuk jarum. Hal tersebut akan mengakibatkan terdapatnya spot hitam pada buah. Buah yang terserang menjadi busuk lunak dan menghitam seperti pada Gambar 2.9. Luka akibat tusukan menimbulkan infeksi sekunder berupa busuk buah, baik yang disebabkan oleh cendawan maupun bakteri. Buah yang terkena tusukan lalat buah ini akan rontok. Jika buah dibelah akan terlihat biji-biji berwarna hitam dan terdapat belatung yang merupakan larva lalat buah.
18
Buah membusuk
Gambar 2.9 Gejala Membusuknya Buah Akibat Serangan Lalat Buah.
2.1.5 Peranan Tanaman Inang dalam Menentukan Besarnya Populasi Lalat Buah Ketersediaan buah dapat memoengaruhi fenologi dan kelimpahan lalat buah (Israely et al., 1997). Kelimpahan populasi lalat buah jantan dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah sebagai contoh misalnya di Hanalei dan Kilauea sebelah timur Kanei, Hawaii tahun 1988-1989 dengan puncak kelimpahan jambu air terjadi bulan Mei dan September. Pada saat tersebut lalat buah oriental tidak ditemukan di perkebunan komersial buah jambu sebelum terjadi pematangan buah dan peningkatan lalat buah terjadi dengan meningkatnya kematangan buah (Stark et al., 1991 dalam Vargas et al., 1993). Hasil penelitian Aluja et al., (1996) juga menunjukkan bahwa 90% sampel buah manga dari perkebunan manga komersial terinfeksi oleh A.obliqua. Stark and Vargas (1992), Strark et al., (1991) dan Tan (1994) berpendapat fenologi tanaman inang merupakan penduga paling baik dalam memprediksi dinamika populasi lalat buah, Bactrocera dorsalis kompleks. Jambu batu (Psidium guajava) merupakan tanaman inang utama B. dorsalis di
19
beberapa bagian dunia dan puncak populasi B.dorsalis bertepatan dengan musim buah jambu.
2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Lalat Buah Dinamika populasi lalat buah terjadi karena pengaruh kombinasi antara faktor lingkungan yang bekerja pada populasi dan karakteristik intrinsik spesies dan individu-individu (Celedonia et al., 1995 dalam Israely et al., 1997). Secara umum lalat buah terbagi menjadi dua kelompok sifat populasi yaitu lalat buah univoltine yang habitatnya di daerah temperate dan lalat buah multivoltine yang habitatnya di daerah tropis dan subtropics (Harris, 1993). Besarnya populasi lalat buah di lingkungan temperate diatur oleh suhu, sedangkan kelimpahan populasi lalat buah di daerah tropis diatur oleh curah hujan (Celedonio et al., 1995 dalam Israely et al., 1997). Sebagai contoh misalnya B.cucubitae Conquillet yang hidup di daerah tropis, kelimpahan populasinya dipengaruhi kelembaban, sedangkan Rhagoletis pomonella (Walsh) yang hidup di daerah temperate kelimpahan populasinya dikendalikan oleh suhu (Bateman, 1972 dalam Israely et al., 1997). Contoh lain misalnya di India populasi lalat buah melon meningkat bila turun hujan cukup memadai dan menurun selama musim kemarau (Allwood, 1996). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi dinamika populasi adalah faktor suhu, kelembaban, cahaya, curah hujan, tanaman inang, dan musuh alami. Faktor iklim berpengaruh pada pemencaran, perkembangan, daya bertahan hidup, perilaku, reproduksi, dinamika populasi, dan peledakan hama (McPheron & Steck, 1996). Menurut Messenger (1976 dalam Siwi, 2005), iklim berpengaruh
20
terhadap perilaku seperti aktifitas kawin dan peletakan telur yang mempengaruhi angka kelahiran, kematian, dan penyebaran serangga. Curah hujan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kelimpahan buah inang dan populasi B.dorsalis dewasa (Tan dan Serit, 1994).. Kemunculan imago lalat buah dari pupa juga dipengaruhi oleh kelembaban tanah. Kelembaban tanah yang optimal bagi kehidupan pupa lalat buah antara 80-90% (Sodiq, 1993). Pada umumnya kepadatan populasi meningkat dengan curah hujan yang meningkat, akan tetapi melalui suatu studi diketahui bahwa terjadi ledakan pada kepadatan populasi B.dorsalis setelah badai topan. Hal tersebut menunjukkan bahwa iklim berperan sebagai faktor mortalitas yang tidak tergantung kepadatan (Williamson et al., 1985 ). Kepadatan populasi B.dorsalis cenderung tinggi selama musim hujan, dan
peningkatan populasinya tidak harus berkorelasi dengan fenologi
tanaman inang (Bagle & Prasad 1983). Walaupun demikian curah hujan tidak selalu berkorelasi secara linier dengan kelimpahan populasi lalat buah. Kelimpahan lalat buah dengan curah hujan memiliki hubungan yang saling berkaitan, seperti lalat buah spesies Anastrepha oblique mempunyai hubungan yang tidak linier (Aluja et al., 1996). Kelembaban yang rendah dapat menurunkan keperidian lalat buah dan meningkatkan mortalitas imago yang baru keluar dari pupa. Kelembaban udara yang terlalu tinggi (95-100%) dapat mengurangi laju peletakan telur (Bateman,1972). Semakin tinggi kelembaban udara maka lama perkembangan akan semakin panjang. Kelembaban optimum perkembangan lalat buah berkisar antara 70-80%. Lalat buah dapat hidup baik pada kelembaban antara 62-90% (Landolt & Quilici 1996).
21
Intensitas cahaya dan lama penyinaran dapat mempengaruhi aktivitas lalat betina dalam perilaku makan, peletakan telur, dan kopulasi. Lalat aktif pada keadaan terang, yaitu pada siang hari dan kopulasi pada intensitas cahaya rendah. Selain itu, lalat betina yang banyak mendapatkan sinar akan lebih cepat bertelur ( Siwi, 2005). Suhu adalah faktor yang mempengaruhi laju perkembangan stadium muda lalat buah dan akan menentukan fluktuasi populasinya (Flecher, 1987). Pada daerah tropis yang tidak banyak mengalami fluktuasi suhu, fluktuasi populasi lalat buah secara nyata tetap terjadi. Populasi lebih besar terjadi selama musim kemarau daripada di musim hujan. Untuk lalat buah yang multivoltine, suhu di bawah 210C dapat menurunkan laju pertumbuhan lalat buah selama stadium muda. Produksi telur maksimum terjadi pada suhu 250C sampai dengan 300C (Allwood, 1996). Bateman (1968) dalam Pritchard (1970) menyatakan bahwa faktor cuaca adalah determinan paling penting pada kelimpahan populasi Dacus tryoni. D. tryoni betina lebih cepat perkembangan pematangan ovarynya pada suhu tinggi daripada pada suhu rendah, sebagai contoh misalnya pada suhu 150C persentase perkembangan per hari sebesar 2,94% sedangkan pada suhu 250C persentase perkembangan mencapai 17,95%, kemudian menurun dengan meningkatnya suhu yaitu menjadi 15,48% pada 300C. Menurut Bateman (1972), suhu berpengaruh terhadap perkembangan, keperidian, lama hidup, dan mortalitas Bactrocera spp. Lalat buah umumnya dapat hidup dan berkembang pada suhu 10-30ºC. Pada suhu antara 25-30oC telur lalat buah dapat menetas dalam waktu yang singkat yaitu 3036 jam.
22
Lalat buah yang menyerang buah-buahan musiman, akan mempunyai dinamika populasi yang erat hubungannya dengan keberadaan buah. Lalat buah yang menyerang tanaman sayuran mempunyai dinamika populasi yang berbeda karena keberadaan inang tanaman sayuran ada sepanjang tahun. Berdasarkan hasil penelitian Muryati et al. (2005), B. carambolae dan B. papayae merupakan spesies lalat buah yang paling banyak ditemukan. Hal ini disebabkan tanaman inang kedua spesies tersebut tersedia sepanjang waktu. Inang tersebut antara lain jambu biji, jambu air, belimbing, manggis, nangka, pisang, dan cabe.. Tingkat kematangan buah berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Buah yang lebih matang lebih disukai oleh lalat buah untuk meletakkan telur daripada buah yang masih hijau. Tingkat kematangan buah sangat mempengaruhi populasi lalat buah. Jenis pakan yang banyak mengandung asam amino, vitamin, mineral, air, dan karbohidrat dapat memperpanjang umur serta meningkatkan keperidian lalat buah. Peletakan telur dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur buah. Bagian buah yang ternaungi dan agak lunak merupakan tempat ideal untuk peletakan telur (Siwi, 2005). Musuh alami adalah salah satu faktor penyebab kematian lalat buah. Musuh alami dapat berupa parasitoid, predator, dan patogen. Di lapang dijumpai parasitoid famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Fopius spp. dan Biosteres spp. Predator yang memangsa lalat buah antara lain semut, laba-laba, kumbang, dan cocopet. Patogen yang menyerang lalat buah diduga cendawan Mucor sp. (Siwi et al., 2006).
23
2.1.7 Peranan Parasitoid dalam Fluktuasi Populasi Lalat Buah Telur, larva dan pupa lalat buah diserang oleh sejumlah parasit Hymenoptera yang merupakan mayoritas musuh alami lalat. Famili Braconidae merupakan parasitoid mayoritas dengan enam belas spesies. Terutama terdiri dari opiines, tujuh spesies yang telah ditemukan dari Malaysia (van den Bosch & Haramoto, 1951; Christenson & Foote, 1960; Clausen, 1972; Deulucci, 1976; Wharton & Gilstrap, 1983; Ooi, 1984; Vijaysegaran, 1984; Rohani, 1986; Serit et al, 1986;.. Udayagiri, 1987; Wharton, 1989; Palacio, 1991; Ramadhan et al, 1995). Spesies yang diamati tingkat parasitasinya pada spesies Bactrocera dorsalis pada buah belimbing di kebun dan di desa-desa di Malaysia adalah; Fobius (Sinonim = Fopius) arisanus (Sonan), Diachasmimorpha longicaudatus (Ashmead), Psytallia (Sinonim = Fopius) fletcheri (Silvestri), Psytallia (Sinonim = Fopius) incisi (Silvestri), Fopius vandenboschi (Fullaway), Fopius skinneri (Fullaway) (Ooi, 1984; Vijaysegaran, 1984; Rohani, 1986; Serit et al, 1986;. Serit 1987; Palacio et al, 1992, Ibrahim,dkk.,1994). Sementara, satu-satunya musuh alami yang menyerang Bactrocera umbrosa adalah Pilinothrix sp. (Hymenoptera: Cynipidae) (Yunus & Ho, 1980). Larva B.dorsalis yang terparasit oleh parasitoid Famili Braconidae dapat mencapai 57% dan parasitasi oleh parasitoid Famili Euphelmidae pada B.oleae dapat mencapai 80 sampai dengan 95% (Malau, 1968; Delrio, 1978; Delrio dan Gavalloro, 1977; Delio dan Prota, 1976 dalam Flecher, 1987). Di Kamerun, diperoleh sejumlah besar parasitoid (Fopius sp. dan Fopius sp.) pada buah kopi dengan derajat parasitasi pada pupa lalat buah berkisar antara 10 sampai 56% dengan rata-rata 35% (Garry et al., 1986). Di Yogyakarta didapatkan 33,9%
24
puparium B. carambolae yang menginfestasi buah belimbing terparasit oleh B.vandenboschi (Soesilohadi, 1995). Beberapa parasitoid seperti Strepsiptera menyerang lalat buah dewasa, tetapi tidak berpengaruh pada populasi lalat buah. Komposisi jenis dan efektivitas spesies parasitoid tertentu dari spesies opiine bisa bervariasi tergantung pada wilayah dan jenis buah yang di serang, ukuran dan kematangan mempengaruhi tingkat parasitisasi larva lalat buah (Daratan et al, 1950;. Van den Bosch & Haramoto 1953, Hinckly, 1965; Gonzalez, 1975; Wharton et al, 1981, Nishida et al, 1985; Harris & Lee, 1986; Wong & Ramadhan, 1995). Tingkat parasitisasi terbesar oleh Diachasmimorpha longicaudatus telah ditemukan dari buah-buahan kecil seperti buah kopi, kopi (Harris et al., 1986), loquat, Ertobtrya japonica (Lindl.), dan buah persik Prunus persica L. (Wong et al. , 1984; Wong & Ramadhan, 1987) dibandingkan dari buah jeruk besar (Wharton dkk, 1981;. Harris et al, 1986 dan 1988;. Harris & Bautista, 1996). Opiine kompleks parasitoid Bactrocera dorsalis di belimbing bervariasi setiap habitat dan dari tempat ke tempat. Dalam studi lapangan terpisah pada komposisi parasitoid B. dorsalis di kebun belimbing yang berbeda di Serdang, Selangor, Ooi (1984) mencatat Diachasmimorpha longicaudatus, Fopius vandenboschi dan Fobius insici. Dari tiga spesies, B. vandenboschi adalah parasitoid dominan, dibandingkan P. incisi dan D. longicaudatus. Parasitisme oleh ketiga spesies tersebut berkisar 15,1-56,8% dengan rata-rata 28% (Vijaysegaran, 1984). Penurunan kelimpahan lalat buah di alam sering dikendalikan oleh empat parasitoid dari subfamili opiinae yaitu: F. arisanus; B. vandenboschi; D.
25
longicaudatus; B. skinneri dalam buah belimbing di Penang, Malaysia Barat (Serit et al, 1986; Serit, 1987.). Berdasarkan kelimpahan imago parasitoid yang muncul dari pupa sampel buah-buahan, empat spesies parasitoid dikaitkan dengan B. dorsalis di kebun belimbing dari Universitas Putra Malaysia (UPM) di Puchong, Selangor. Parasitoid didominasi oleh B. persulcatus. Tingkat parasitisasi oleh masing-masing spesies adalah B. persulcatus, 46.53%; F. arisanus, 32.82%; D. longicaudatus, 15,69%; P. fletcheri, 4,95%. Bersama-sama, parasitoid ini menyebabkan parasitasi keseluruhan rata-rata 36,96% (Palacio, 1991). Fopius arisanus adalah satu-satunya parasitoid telur-larva dari spesies Opiinae (Wharton & Gilstrap, 1983). Lalat buah pada fase telur-larva akan dibunuh oleh F. arisanus dan F. arisanus tahap pupa dan parasitoid dewasa akan muncul. Biosteres vandenboschi merupakan parasitoid larva instar pertama Bactrocera dorsalis. Mulanya setelah terparasit larva dapat berkembang secara normal tetapi akhirnya dibunuh pada tahap kepompong. Parasitoid
B.
vandenboschi sebagai kontrol biologis lalat buah memiliki kemampuan untuk memparasitasi dan dikenal sebagai pengendali tujuh spesies yang berbeda dari hama tephritid (Wharton & Gilstrap, 1983) dan preferensi B. vandenboschi pada lalat buah sangat cepat (instar pertama dam instar kedua) yang terjadi dekat permukaan buah (van den Bosch & Haramoto, 1953;. Ramadhan dkk, 1995). Diachasmimorpha longicaudatus Ashmead adalah endoparasitoid larvapupa soliter dari sejumlah spesies lalat buah tephritid ekonomis penting (Clausen et al, 1965; Greany et al, 1976). Parasitasi pada instar larva kedua dan ketiga, biasanya terjadi pada buah yang hampir membusuk. Penemuan inang oleh imago
26
betina dari D. longicaudatus melibatkan produk fermentasi yang dihasilkan dari buah yang membusuk (Greany et al., 1977). Psytallia fletcheri awalnya ditemukan pada Bactrocera cucurbitae di India (Silvestri, 1916, Pruthi, 1937). Ini menjadi parasitoid yang paling penting dari di Hawaii (Fullaway, 1920, Swezey, 1928). Keberadaannya di belimbing di Bactrocera dorsalis di Malaysia pertama kali dilaporkan oleh Vijaysegaran (1984).. Vargas et al. (1993) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara Fopius arisanus, parasitoid dominan dengan jumlah individu lalat buah yang mengindikasikan adanya hubungan tergantung kepadatan. Seperti misalnya laju parasitasi B.arisanus pada Ceratitis capitata dan Bactrocera dorsalis bervariasi pada habitat-habitat. Hal tersebut menunjukkan bahwa distribusi, kelimpahan dan kopulasi dan reproduksi ada di bawah pengaruh kompleks faktor fisiologis dan lingkungan (Nishida et al., 1985 dalam Harris dan Okamoto, 1991). Kualitas larva lalat buah yang bervariasi dari minggu ke minggu mengakibatkan fluktuasi populasi parasitoid yang nyata (Messing et al., 1993). Parasitoid yang menginfestasi telurnya pada larva inang instar ketiga menghasilkan generasi parasitoid yang berkualitas tinggi (Wong dan Ramadhan, 1992 dalam Messing et al, 1993). Besarnya populasi parasitoid tergantung kepadatan besarnya populasi lalat buah. Sebagai contoh misalnya penelitian yang dilakukan oleh Vargas et al., (1993) menyimpulkan bahwa kelimpahan B.arisanus secara jelas dideterminasi oleh kepadatan populasi lalat buah baik di habitat tumbuhan liar maupun di habitat tanaman budidaya.
27
Bautista dan Harris (1996) menyatakan, bahwa parasitoid akan tertarik pada buah inang yang menjadi preferensinya tanpa menghiraukan ada atau tidaknya telur atau larva lalat buah di dalamnya. Tanaman mempengaruhi kecocokan serangga inang melalui bagian tanaman yang sesuai, secara langsung akan mempengaruhi juga dinamika populasi parasitoid (Vet, 1999). Parasitoid soliter mampu mendeteksi adanya larva lalat buah yang telah mengandung dan tidak mengandung telur parasitoid spesies yang sama oleh karena adanya perubahan “homocoel” jaringan inang. Wong dan Ramadhan (1987) menyatakan bahwa parasitoid betina tidak dapat mendeteksi larva lalat buah yang mati. Usia dan kondisi larva lalat buah sangat berpengaruh pada persentase kemunculan imago dan seks rasio parasitoid. Larva lalat buah yang berukuran besar
pada
umumnya
menghasilkan
persentase
kemunculan
parasitoid
(Diachasma longicaudata dan D.tyoni) yang lebih tinggi daripada parasitoid yang dihasilkan larva lalat buah yang berukuran lebih kecil. Larva inang (lalat buah) yang besar juga akan menghasilkan persentase individu betina parasitoid (D. longicaudata dan D.tryoni) yang lebih tinggi daripada individu jantan kedua parasitoid tersebut (Messing et al., 1993). Parasitoid secara fakultatif mengubah seks rasio turunannya sebagai tanggapan atas perubahan lingkungan (Kirby and Spence, 1816 dalam Godfray, 1994). Peningkatan proporsi parasitoid jantan dipicu oleh stimuli lingkungan yang “hidden additive genetik varience” di dalam populasi Ukuran inang, kualitas pakan, kerapatan inang mungkin mempunyai pengaruh kuat pada rasio seks parasitoid hymenoptera.
28
2.1.8 Persebaran Lalat Buah Lalat buah sebagai hama telah diketahui sejak tahun 1920, dan telah dilaporkan menyerang mangga di Pulau Jawa. Pada tahun 1938, lalat buah juga dilaporkan menyerang cabai, jambu, belimbing dan sawo. Lalat buah di Indonesia bagian barat dilaporkan sudah menyebar B. albistrigata, B. carambolae, B. cucurbitae, B. papayae, B. tau, B. umbrosa, dan D. longicornis yang merupakan hama penting (Orr 2002). Menurut Vijaysegaran dan Drew (2006), B. albistri gata, B. carambolae, B. cucurbitae, B. occipitalis, B. papayae, B. philippinensis, dan B. umbrosa, adalah spesies yang sudah menyebar luas di Asia Tenggara dengan populasi sangat tinggi. Menurut White dan Hancock (1997), daerah sebar lalat buah sudah hampir terdapat di seluruh belahan dunia. Daerah sebarannya antara lain: Australia (P. Chrismas), Vanuatu, Indonesia (Sumatera, Jawa, Sulawesi, Sumbawa, Lombok, Maluku, Flores, Kalimantan), Malaysia, Singapore, Brunei, Taiwan, Hong Kong, Thailand, Laos, Vietnam, India (P. Andaman), Sri Lanka, Myanmar, China, Pulau Bagian Selatan Jepang, Indian Oceania, Afrika, Timur Tengah, Eropa, Guiana Perancis, Surinam, Amerika Utara, California, Laut pasifik, dan Palau. Pertamakali dilakukan penelitian pada tahun 1985 oleh Hardy dan petugas karantina tumbuhan, ditemukan ± 66 spesies lalat buah (Dacus spp.) di Indonesia. Periode 1992-1994, survei lalat buah dilakukan oleh Pusat Karantina Pertanian, ditemukan ± 47 spesies dari 66 spesies yang pernah ditemukan. Dari spesies yang telah ditemukan 20 complex (Drew, 1994).
diantaranya termasuk dalam grup Bactrocera dorsalis
29
2.2 Pengaruh Tanaman Inang Terhadap Perilaku Serangga Serangga dalam menentukan pilihan terhadap tanaman inang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor terutama faktor nutrisi yang terkandung dalam tanaman inang tersebut. Tanaman mengandung 13 nutrisi mineral elemen yang sangat berfungsi untuk pertumbuhannya. Nutrisi tersebut dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi terdiri dari Nitrogen (N), Phosphor (p), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Sulfur (S), sedangkan yang termasuk dalam mikronutrisi adalah Besi (Fe), Tembaga (Cu), Zeng (Zn), Boron (B), Molebdenum (Mo) dan Klorin (Cl) (Motavalli et. al. 2005). Nutrisi yang terkandung pada tanaman selain dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, juga sangat dibutuhkan oleh serangga untuk perkembangan hidupnya. Sifat atraktan tanaman inang terhadap serangga sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi tanaman inang yang sangat menentukan jumlah protein di dalam tanaman inang.konsentrasi protein juga sangat ditentukan oleh tipe tanaman, umur dan kandungan nutrisi tanah. Daun tanaman merupakan bagian tanaman yang sangat disukai oleh serangga karena memiliki nutrisi makanan paling baik dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya, salah satu nutrisi tanaman yang utama dibutuhkan oleh serangga adalah Nittrogen. Nitrogen dalam bentuk protein dan asam amino sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi serangga. Tanaman yang banyak mengandung asam amino dapat meningkatkan kemampuan reproduksinya. Nutrisi tanaman paling banyak terdapat pada jaringan tanaman yang lebih muda dibandingkan dengan jaringan tanaman yang sudah tua. Bunga, buah dan daun tanaman mengandung 1-5% atau lebih
30
Nitrogen, sedangkan pada batang pembuluh floem mengandung 0,5% Nitrogen dan xylem hanya 0,1% Nitrogen (Cloyd, 2005). Chapman (1971) mengemukakan bahwa makanan sangat berperan terhadap perkembangbiakan serangga terutama terhadap keperidian serangga betina. Tobing (1996) menyatakan bahwa menurunnya kondisi nutrisi tanaman dengan bertambahnya umur berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam komposisi asam-asam amino pada tanaman. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa kandungan nutrisi sangat menentukan preferensi serangga terhadap tanaman inang, baik untuk makanan maupun meletakkan telur. Menurut Doutt (1959) terdapat empat tahapan yang harus dilewati agar parasitoid berhasil memarasit inangnya yaitu: 1) penemuan habitat inang, 2) penemuan inang, 3) penerimaan inang dan 4) kesesuaian inang. Penemuan inang terutama oleh parasitoid dipandu oleh rangsangan kimia yang berasal dari senyawa-senyawa volatile. Rangsangan tersebut daoat berupa bau yang berasal dari makanan atau tanaman yang terluka atau yang rusak, organisme yang berasosiasi dengan inang atau inang itu sendiri. Tanaman merupakan syarat utama karena tanaman mempunyai peran yang dominan dalam mendukung suatu habitat yang khas, akibatnya ssuatu parasitoid kadang-kadang tertarik pada tanaman tertentu meskipun di tempat tersebut tidak terdapat inang. Parasitoid kadangkadang juga memarasit inang yang terdapat pada jenis tanaman tertentu dan tidak pada jenis tanaman yang lain (Vinson, 1981). Penemuan inang oleh parasitoid dipandu oleh rangsangan fisik dan kimia. Rangsangan fisik yang berperan terutama suara dan gerakan. Rangsangan kimia dapat dibagi menjadi 2 kelompok. Pertama, rangsangan kimia yang dapat diterima
31
dari jarak jauh misalnya bau inang. Rangsangan yang diterima memungkinkan parasitoid untuk melokalisasi areal pencarian inang. Kedua, rangsangan kimia yang dapat dideteksi hanya dari jarak dekat yaitu setelah terjadi kontak fisik. Rangsangan ini biasanya berasal dari senyawa-senyawa padat atau cair misalnya kotoran inang, sekresi dari kelenjar labium inang, produk inang lain dan bekas parasitoid lain. Adanya rangsangan ini memungkinkan terjadinya kontak antara parasitoid dengan inangnya yang dicirikan oleh perilaku pengujian oleh parasitoid berupa pergerakan memutar dengan cepat dan perubahan kecepatan pergerakan. Faktor lain yang ikut menentukan penemuan inang adalah pengalaman dan perilaku orientasi parasitoid. Penerimaan inang atau pengenalan inang adalah proses diterima atau ditolak inang untuk peletakan telur setelah terjadi kontak (Arthur, 1981). Proses tersebut dibagi dalam empat fase yaitu : 1) kontak dan pemeriksaan, 2) penusukan dengan ovipositor, 3) pemasukan ovipositor dan 4) peletakan telur. Keempat fase tersebut harus lengkap dan berurutan sehingga bila terjadi hambatan pada salah satu fase, proses dimulai kembali dari awal. Penerimaan inang juga dipandu terutama oleh rangsangan fisik dan kimia selain itu, pengalaman parsitoid sebelumnya termasuk tempat perkembangan parsitoid juga berpengaruh pada proses penerimaan inang. Rangsangan fisik yang berperan adalah kondisi fisik inangnya seperti ukuran, bentuk, tekstur atau bentuk permukaan, warna dan kandungan air. Rangsangan lainnya adalah pergerakan inang misalnya kegiatan makan inang dan perkembangan embrio dalam telur. Rangsangan kimia dapat berasal dari senyawa-senyawa yang terdapat di luar dan di dalam tubuh inang yang dapat dideteksi dengan antenna, tarsi atau ovipositor. Senyawa-senyawa
32
tersebut dapat disekresikan melalui kutikula, diekskresikan bersama-sama kotoran atau terdapat pada jaringan-jaringan tertentu dalam tubuh inang (Arthur, 1981). Kesesuaian inang yang menentukan perkembangan parasitoid sampai menjadi imago tergantung pada beberapa faktor yaitu 1) kemampuan parasitoid dalam menghindari atau melawan system pertahanan inang, 2) kompetisi dengan parasitoid lain, 3) adanya toksin yang mengganggu atau merusak telur atau larva parasitoid, dan 4) kesesuaian makanan parasitoid. Menurut Clark et al., (1976) dan Berryman (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan parasitoid adalah faktor luar (ekstrinsik) dan faktor dalam (intrinsik). Faktor luar terdiri dari (a) faktor makanan seperti jumlah makanan, kecocokan makanan, kandungan gizi, kadar air yang sesuuai dan tanaman inang yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya, (b) Faktor iklim seperti suhu, kelembaban, cahaya dan aerasi yang baik untuk pembiakan masal, (c) Faktor biologis, termasuk di dalamnya adalah musuh alami lainnya seperti parasite dan predatr, (d) Faktor manusia, yang dimaksud disini adalah sejauh mana tindakan pengendalian serangga hama yang telah dilakukan dengan manipulasi tanaman inang, pergiliran tanaman ataupun pengendalian dengan pestisida. Faktor dalam adalah (a) ketahanan genetik, dimana serangga mampu menciptakan ketahanan secara alami sehingga serangga mampu menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis inang atau makanannya sehingga seranga mampu mempertahankan hidupnya (b) Nisbah Kelamin yaitu perbandingan jumlah serangga betina dan jantan yang menentukan banyak tidaknya jumlah keturunan yang dihasilkan, (c) Kemampuan beradaptasi yaitu sejauh mana serangga mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan iklim pada lingkungan sekitarnya.
33
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Permasalahan klasik yang dialami oleh Indonesia dalam perdagangan komoditas hortikultura di luar negeri adalah standar mutu pertanian. Standar mutu yang dimaksud adalah suatu produk hortikultura tidak boleh mengandung residu zat berbahaya melebihi ambang batas, tidak mengandung organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tertentu dan Negara pengeksport harus mempunyai dan menyediakan daftar spesies dengan deskripsinya yang cukup tentang OPT yang berasosiasi dengan komoditas tersebut. Persyaratan itu diperlukan apabila Negara pengeksport hendak memperluas pasar perdagangan pertanian (BKP, 2007a). Salah satu organisme pengganggu tumbuhan yang banyak disoroti berkaitan dengan perdagangan produk pertanian tersebut adalah lalat buah. Lalat buah adalah serangga hama yang berasal dari famili Tephritidae yang mempunyai 5 genus dan 4000 spesies telah teridentifikasi di dunia. Semakin deras masuknya buah-buahan dari luar terutama dari daerah-daerah endemis mempunyai resiko masuknya spesies lalat buah ke suatu daerah sangat tinggi. Seperti hasil penelitian lalat buah pertama kali yang pernah dilakukan oleh Hardy pada tahun 1985 di Indonesia yang menemukan 66 spesies. Pada tahun 1992 sampai dengan 1994, Pusat Karantina Pertanian secara nasional melakukan survei ulang mengenai lalat buah dan menemukan sekitar 47 spesies, 20 spesies di antaranya merupakan kompleks Bactrocera dorsalis (Drew & Hancock 1994; Hamzah 2004). Sementara laporan AQIS (2008) menyebutkan bahwa terdapat 63
34
spesies lalat buahdi Indonesia namun tidak termasuk Ceratitis capitata Wied. yang dikenal dengan sebutan Mediterranean Fruit Fly atau Medfly sebagai hama penting tanaman jeruk di wilayah sekitar laut Tengah (White & Harris 1992). Secara umum, lalat buah mempunyai 2 kelompok sifat populasi yaitu lalat buah univoltine dan multivoltine. Lalat buah univoltine memiliki habitat di daerah temperate dan lalat buah multivoltine habitatnya di daerah tropis dan subtropis (Harris, 1993). Suhu merupakan faktor kunci yang mempengaruhi kehidupan lalat buah yang hidup di daerah temperate. Sementara curah hujan lebih dominan mempengaruhi kehidupan lalat buah di daerah tropis dan subtropis (Celedonio et al., 1995 dalam Israely et al., 1997). Lalat buah multivotine, yang hidup di daerah tropis seperti di Indonesia dan khususnya di Bali, mempunyai generasi lebih dari sekali dalam 1 tahun. Kejadian tersebut, menyebabkan lalat buah yang hidup di daerah tropis sangat terkait dengan persebaran, kelimpahan, ketersediaan dan jenis tanaman inang yang ada. Menurut Ginting (2007), spesies yang banyak ditemukan adalah B. carambolae dan B. papayae merupakan spesies lalat buah yang populasinya paling melimpah di suatu daerah. Kejadian tersebut disebabkan karena kedua spesies tersebut bersifat polifag yang dapat memanfaatkan berbagai jenis tanaman buah-buahan sebagai inang yang ketersediaan berlimpah sepanjang waktu. Menurut White & Hancock (1997) serta CABI (2007), tanaman inang B. carambolae adalah belimbing, belimbing waluh, jambu air,jambu biji, tomat, cabe, nangka, cempedak, sukun, jeruk lemon, sawo, manggis, mangga, aren, ketapang dan lain lain. Tanaman inang B. papayae antara lain pisang, pepaya, jambu biji, jambu bol, jeruk manis, sawo, belimbing, sirsak, manggis, rambutan,
35
nangka, mangga, duku, rambai, kolang-kaling, cabe, terong, markisa dan lain lain. Suatu area yang luas akan mendukung pertambahan populasi spesies karena tersedianya sumber makanan dan habitat yang sesuai (Arthur & Wilson, 1967). Disamping itu menurut AQIS (2008), kedua spesies tersebut merupakan hama penting karena menyebar luas dalam populasi yang sangat tinggi. Selain itu, pembatas utama yang mempengaruhi keberadaan suatu spesies lalat buah yaitu suhu, habitat yang tidak mendukung (ketersediaan inang), dan daerah jelajah yang tidak mendukung (McPheron & Steck,1996). Perbedaan pola atau sifat antara satu komunitas dengan komunitas lain dapat merupakan penyebab terjadinya perbedaan proporsi spesies-spesies tersebut. Sebagian spesies mungkin sangat jarang ditemukan dan mempunyai kelimpahan yang kecil atau dapat disebut sebagai spesies non dominan. Jenis spesies yang jarang tersebut dapat merupakan spesies yang menetap dan mencari makan disuatu habitat atau mungkin hanya merupakan penjelajah eksidental (tidak tetap) dari habitat yang berdekatan atau bahkan jenis migran (Ricklefs, 1978; Odum, 1983). Keragaman jenis dan kelimpahan tanaman inang sangat mempengaruhi kehidupan dan kelimpahan populasi lalat buah di alam. Semakin beragam dan berlimpahnya tanaman inang memberikan pengaruh positif terhadap dinamika populasi lalat buah. Disamping ketersediaan tanaman inang, kualitas tanaman inang juga sangat menentukan. Kualitas dan kuantitas sangat berpengaruh terhadap kelimpahan lalat buah tersebut. Oleh karena itu, dinamika populasi pada saat menjelang musim panen mempunyai kecendrungan yang meningkat dibandingkan pada musim prapanen.
36
Menurut Siwi (2005), tingkat kematangan buah juga berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Buah yang lebih matang lebih disukai oleh lalat buah untuk meletakkan telur daripada buah yang masih hijau. Hal tersebut karena berkaitan dengan kandungan asam amino, vitamin, mineral, air, dan karbohidrat yang dapat memperpanjang umur serta meningkatkan keperidian lalat buah. Oleh karena itu, pada buah-buahan yang matang kelimpahan lalat buah meningkat. Kelimpahan lalat buah yang dominan menimbulkan persentase serangan yang dominan pula pada tanaman tertentu. Kerusakan yang diakibatkan lalat buah menyebabkan gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan, sehingga produksi baik kualitas maupun kuantitas menurun. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan hama lalat buah bervariiasi antara 30-100% bergantung pada kondisi lingkungan dan kerentanan jenis buah yang diserangnya (Gupta & Verma 1978, Dhilton et al., 2005a, 2005b dan 2005c). Kehilangan hasil diikuti dengan intensitas serangan lalat buah di Bali yang menunjukkan variasi yang cukup besar, yaitu antara 6,4 - 70% (Sarwono, 2003). Sodiq (2004) menyatakan bahwa intensitas serangan lalat buah pada mangga berkisar antara 14,8%-23%, namun tidak jarang kerusakan yang diakibatkan lalat buah khususnya pada belimbing dan jambu biji dapat mencapai 100%. Besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh lalat buah diperlukan suatu pengendalian yang efektif yang efisien salah satunya dengan pengendalian hayati. Pengendalian hayati merupakan penggunaan agens hayati untuk dapat mengatur populasi lalat buah di lapangan. Agens hayati atau musuh alami alami tersebut terdiri dari 3 (tiga) kelompok yaitu predator, pathogen dan juga parasitoid. Predator yang memangsa lalat buah di lapangan antara lain semut, laba- laba,
37
kumbang, dan cocopet. Patogen yang menyerang lalat buah diduga cendawan Mucor sp. (Siwi et al.., 2006) dan parasitoid yang menyerang lalat buah adalah berasal dari famili Braconidae (Hymenoptera). Diantara 3 musuh alami tersebut, parasitoid merupakan komponen pengatur alami yang bertautan dengan kepadatan populasi lalat buah di lapangan. Fluktuasi kelimpahan populasi parasitoid sangat dipengaruhi oleh struktur populasi di lapangan. Jenis-jenis musuh alami yang telah dilaporkan berasosiasi dengan lalat buah adalah parasitoid famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Fopius spp. dan Biosteres spp. Komposisi jenis dan efektivitas spesies parasitoid tertentu dari spesies opiine bervariasi tergantung pada wilayah dan jenis buah menyerang. Jenis buah, ukuran dan kematangan mempengaruhi tingkat parasitisasi larva lalat buah. Tingkat parasitisasi terbesar oleh Diachasmimorpha longicaudatus telah ditemukan dari buah-buahan kecil seperti buah kopi, kopi Arabia L., loquat, Ertobtrya japonica (Lindl.), dan buah persik Prunus persica L. dibandingkan dari buah jeruk besar (Wharton dkk, 1981;. Harris et al., 1986 dan 1988;.Harris & Bautista, 1996). Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu daerah perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi untuk melakukan survei dan pengendalian pada tanaman buah yang dibudidayakan. Hal ini penting karena spesies lalat buah tertentu mempunyaipreferensi terhadap jenis inang tertentu (Muryati et al., 2005). Oleh karena itu perlu penelitian mengenai keragaman dan dinamika populasi lalat buah di area produksi atau area tertentu dan membuat daftar spesies, pemetaan daerah sebar dan deteksi lalat buah di Bali.
38
Diketahuinya keragaman dan dinamika populasi lalat buah di Bali mempunyai arti penting dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan monitoring maupun pengendalian yang akan dilakukan agar lebih efektif dan efisien terutama di Bali. Oleh karena itu, dilakukan berbagai penelitian berkaitan dengan keragaman dan dinamika populasi lalat buah dan juga mengenai keragaman dan tingkat parasitisasi
parasitoid
untuk
mendapatkan
agens
hayati
yang
efektif
mengendalikan lalat buah di lapangan. Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah, parasitoid dan tanaman inang yang ada di suatu daerah diperlukan untuk
mengantisipasi ledakan hama tersebut di lapangan. Kerangka berpikir
penelitian tersaji dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian 3.2 Konsep Konsep penelitian adalah untuk mengetahui keragaman, indeks keragaman dan indeks dominansi lalat buah, untuk mengetahui indeks kesamaan spesies lalat buah, untuk mengetahui hubungan kelimpahan populasi dengan persentase
39
serangan lalat buah yang menyerang tanaman buah-buahan di lapang serta untuk mengetahui keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid yang berasosiasi dengan masing-masing spesies lalat buah di lapangan (Gambar 3.2). Pengamatan tentang keragaman spesies lalat buah yang didapatkan di pasar, ditujukan untuk melihat spesies-spesies lalat buah yang ada di Bali ataupun spesies-spesies yang masuk ke Bali.
Oleh karena itu hasil penelitian yang
dilakukan di pasar diharapkan dapat memetakan spesies-spesies yang ada di Bali, dan juga karena Pasar menjadi tempat keluar masuknya lalat buah dari luar atau dalam Bali. Penelitian dilakukan dengan pemasangan perangkap di setiap Pasar dan pengambilan sampel buah yang terserang. Sampel buah di pelihara, diamati dan diidentifikasi serta sampel lalat buah yang terperangkap juga diidentifikasi di laboratorium. Penghitungan hasil keragaman lalat buah menggunakan rumus Shannon-Wiener. Penelitian mengenai keragaman juga dilakukan di lapangan yaitu di sentra tanaman buah tertentu, untuk melihat dan membandingkan keragaman dan kesamaan spesies lalat buah di lapangan dan yang ditemukan di pasar. Selain itu juga dilakukan untuk membandingkan spesies-spesies lalat buah yang ada dan menyerang di Bali. Pelaksanaan penelitian adalah dengan pemasangan perangkap dilakukan di lapangan yang terdapat Sentra-Sentra tanaman buah budidaya yang ada. Selain pemasangan perangkap, juga dilakukan pengambilan sampel buah yang terserang untuk melihat lalat buah apa yang menyerang buah-buahan yang terdapat di Bali. Kemudian, sampel buah dan sampel lalat buah yang terperangkap di identifikasi di laboratorium.
40
Penelitian mengenai dominansi spesies lalat buah juga dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pelaksanaan penelitian yaitu dengan pemasangan perangkap di lokasi Pasar dan di sentra buah-buahan di Bali serta pengambilan sampel buah di lapangan, kemudian dipelihara sampai munculnya imago dari lalat buah. Lalat buah yang muncul kemudian di identifikasi dan diteliti spesies lalat buah yang dominan menyerang buah-buahan di Bali. Untuk mengetahui indeks kesamaan dilakukan dengan pemasanagan perangkap pada setiap lokasi penelitian di pasar dan sentra buah-buahan. Untuk mengetahui hubungan kelimpahan dengan intensitas serangan lalat buah di lapangan dilakukan dengan cara pengambilan sampel buah di lapangan kemudian dipelihara di laboratorium dan setelah muncul imago lalat buah kemudian identifikasi. Persentase serangan lalat buah dilakukan di lapangan dengan melihat tanaman buah yang diserang lalat buah dengan menghitung jumlah buah yang diserang serta dihitung dengan rumus persentase serangan menggunakan rumus Kilmaskossu dan Nerokouw (1993). Penelitian terakhir yaitu dilakukan di laboratorium dengan melihat keragaman parasitoid dan tingkat parasitisasi dengan metode survey dan rearing di laboratorium. Penelitian terakhir mengenai keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid dilakukan dengan pemeliharaan sampel buah yang didapatkan dan mengamati jenis parasitoid yang muncul. Tingkat parasitisasi dihitung dengan menggunakan rumus tingkat parasitisasi Buchori et al., 2010. Peubah yang diamati dari penelitian keragaman adalah spesies atau jenis lalat buah, dan juga jenis parasitoid yang muncul dari sampel buah yang di rearing. Peubah yang diamati dalam penelitian kesamaan lalat buah adalah
41
kesamaan spesies lalat buah di pasar dengan di lapangan, peubah mengenai dominansi adalah spesies lalat buah yang dominan, peubah kelimpahan dan persentase serangan adalah jumlah populasi pada saat tertentu pada masingmasing tempat dengan persentase serangan yang ditimbulkan, serta penelitian keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid peubahnya adalah spesies parasitoid yang muncul, jumlah parasitoid serta tingkat parasitisasi dari parasitoid.
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Keragaman lalat buah di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali tergolong rendah dan didominansi oleh spesies B. carambolae dan B. papayae.
42
2. Kesamaan spesies lalat buah di pasar dan di sentra buah-buahan sangat tinggi. 3. Hubungan kelimpahan populasi dan persentase serangan lalat buah mempunyai korelasi positif. 4. Keragaman dan tingkat parasitasi parasitoid tergolong rendah.
43
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Lapangan dan di Laboratorium. Penelitian di Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu Tanaman Program
Studi
Agroekoteknologi
Fakultas
Pertanian
Universitas Udayana Bali dengan ketinggian 30 meter diatas permukaan laut. Penelitian di lapangan dilaksanakan dengan metode survey tetap yang dilakukan pemasangan perangkap (trapping) di Pasar Klungkung, Pasar Gianyar, Pasar Kreneng, Pasar Badung dan Pasar Anyar Ubung. Pemilihan pasar sebagai tempat pemasangan perangkap karena di pasar sebagai tempat masuknya buahbuahan yang yang berasal dari luar Bali dan sekitar Bali. Pasar Klungkung adalah tempat kedua buah-buahan yang dipasarkan yang berasal dari luar seperti NTT, NTB dan tempat masuknya buah-buahan lokal (Bali). Pasar Gianyar adalah tempat kedua buah-buahan yang dipasarkan yang berasal dari luar dan tempat masuknya buah-buahan lokal (Bali). Pasar Kreneng adalah tempat kedua buahbuahan yang dipasarkan yang berasal dari luar dan tempat masuknya buah-buahan lokal (Bali). Pasar Badung adalah tempat kedua buah-buahan yang dipasarkan yang berasal dari luar dan tempat masuknya buah-buahan lokal (Bali). Pemilihan Pasar Anyar karena pasar tersebut adalah tempat pertama masuknya buah-buahan yang akan dipasarkan ke Bali. Metode survey berikutnya yaitu di sentra tanaman buah dengan pemasangan perangkap (trapping) di lapangan yaitu di Sentra mangga yang dilakukan di Desa Kubutambahan (Buleleng), Sentra Jeruk di Desa
44
Abuan (Bangli), Sentra Cabai besar di Desa Baturiti (Tabanan), Sentra Cabai kecil di Desa Keramas (Gianyar) dan Sentra Semangka di Desa Sampalan Klod (Klungkung). Penelitian di laboratorium dan di lapangan tersebut berlangsung selama 3 bulan dari bulan Januari sampai Maret 2014, dengan rata-rata suhu 200C dan kelembaban 80% .
4.2 Alat dan Bahan 4.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan adalah mikroskop, digital microskop, cawan petri, pinset, kuas, botol parfum kecil ukuran ± 10 cc, gunting, kain, perangkap, kamera dan stoples plastik. Tempat plastik yang digunakan memiliki tinggi 15 cm diameter 20 cm dan diberi ventilasi udara berupa kain kasa yang dipasang pada tutup atas gelas yang telah dilubangi. 4.2.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah atraktan, insektisida, kapas, tanah dan pasir sebagai media perkembangan larva pupa, sampel buah-buahan yang terserang lalat buah, serta silica gel yang digunakan untuk mengawetkan spesimen. 4.3 Pelaksanaan Penelitian Metode yang digunakan mengacu pada metode standar ISPM dan ACIAR (BKP 2007b; Hamzah 2004) dengan mengambil sampel (pest host sampling) dan pemasangan perangkap (trapping) yang dilakukan di laboratorium dan lapangan.
45
4.3.1 Keragaman dan Dominansi Spesies Lalat Buah 4.3.1.1 Keragaman dan indeks keragaman lalat buah di pasar Penelitian keragaman lalat buah di pasar didahului dengan survei dan identifikasi serta wawancara pada setiap pasar yang menjadi tempat penelitian, disamping itu wawancara dengan Dinas Pertanian terkait mengenai jenis buahbuahan di pasar tersebut. Pasar-pasar yang menjadi tempat penelitian adalah di Pasar Klungkung, Pasar Gianyar, Pasar Kreneng, Pasar Badung dan Pasar Anyar. Selain kegiatan pemasangan perangkap juga dilakukan pengambilan sampel buah yang memperlihatkan gejala terserang lalat buah. Pemasangan perangkap Perangkap dibuat dari wadah plastik berbentuk botol air mineral berdiameter 5 cm dan tinggi 15 cm Pada bagian samping dibuat lubang berdiameter 3 cm untuk lubang masuk lalat buah. Pada bagian atas botol plastik diberi alat pengait dari besi untuk mengikatkan perangkap pada tali plastik atau kawat dan menggantungkannya pada cabang pohon. Pada bagian dalam dipasang alat pengait tempat menggantungkan bulatan kapas. Pada bagian atas kapas diberi atraktan dan di bagian bawah kapas diberi insektisida. Atraktan yang digunakan adalah Methyl eugenol (ME), Cue lure (CUE), Dorsal Lure, dan Trimed Lure. Atraktan diteteskan sebanyak 2 cc dan insektisida sebanyak 2 cc dengan jarum suntik. Pada dasar botol juga diletakkan kapas agar lalat buah yang mati tidak mengalami penguapan sehingga specimen tidak rusak. Perangkap diberi label identitas yang berisi jenis atraktan, nomor perangkap, lokasi penelitian, tanggal pemasangan perangkap, dan tanda peringatan (awas beracun). Pemberian zat
46
pemikat diulang selama 3x setelah pengambilan hasil perangkap untuk pemasangan selanjutnya. Setiap lokasi penelitian perangkap lalat buah dipasang secara sistematik pada 4 titik pemasangan perangkap perangkap dengan jarak minimal 1 m. Metode yang digunakan adalah dengan metode nisbi. Pada setiap pasar dipasang 4 jenis atraktan yang jaraknya 1 m antar atraktan. Dengan asumsi bahwa masing-masing jenis atraktan mempunyai pengaruh pada spesies lalat buah yang berbeda. Selain itu, karena setiap jenis atraktan memiliki spesifikasi yang berbeda dan spesifik dalam menarik spesies lalat buah. Pada setiap lokasi pengambilan sampel, di setiap titiknya dipasang 1 perangkap Methyl eugenol, 1 perangkap Cue lure, 1 perangkap dorsal lure, dan 1 perangkap Trimed lure. Perangkap digantungkan pada cabang pohon yang ternaungi pada ketinggian sekitar 2 m dari permukaan tanah. Setiap lokasi di ulang sebanyak 3 x. Kegiatan tersebut juga dilakukan pada tempat lainnya. Pemasangan perangkap satu tempat dengan tempat lainnya minimal berjarak 1 km. Pemasangan trap dilakukan selama satu bulan dengan interval pengamatan selama 1 minggu sekali. Pengumpulan Hasil Perangkap Pengambilan sampel dilakukan 3 kali dengan interval waktu satu minggu.Lalat buah yang terperangkap diambil dari dalam perangkap kemudian dibungkus dengan kertas. Pada sisi kertas diberi identitas nomor sampel, lokasi, jenis atraktan, tanggal pemasangan, tanggal pengambilan, nama kolektor, dan ketinggian tempat. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
47
Penanganan Sampel Hasil Perangkap Penanganan sampel dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Penanganan sampel
merupakan hal yang vital. Pembusukan karena mikroba dapat merusak warna sampel dan mempengaruhi ketepatan identifikasi sehingga perlu diawetkan dengan cara dikeringkan dan disimpan dengan tambahan silica gel.. Pengambilan Sampel Buah Pengambilan sampel buah-buahan diambil secara purposive random sampling. Buah-buah yang dipakai sebagai sampel rearing adalah buah-buah yang memperlihatkan gejala serangan lalat buah pada tanaman seperti jeruk, jambu air, jambu biji, sawo, rambutan, mentimun, semangka, mangga, cabai besar, cabai kecil dan belimbing yang dikumpulkan dari setiap pasar. Sampel buah yang menunjukkan gejala ditempatkan dalam kantong plastik yang berbeda tiap komoditas, dan selanjutnya dibawa ke Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Sampel buah yang menunjukkan gejala serangan dimasukkan ke stoples plastik yang ukurannya disesuaikan dengan ukuran sampel buah, yang bagian atasnya dibuat ventilasi yang ditutup dengan kain kasa tipis serta di bawahnya diisi tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1 setinggi 3 cm dari dasar tempat yang digunakan sebagai rearing. Di dalam stoples, dimasukkan kembali stoples kecil tempat diletakkannya buah, model rearing ini digunakan untuk buah-buah kecil yang memiliki kandungan air yang banyak. Untuk buah-buah yang besar dan tidak memiliki kandungan air yang cukup banyak, cukup menggunakan stoples besar sebagai tempat rearing. Sampel buah yang terdapat gejala serangan
48
dibiarkan sampai keluar imago yang diletakkan pada kondisi gelap dengan kelembaban yang rendah. Stoples plastik kemudian diberi label menurut jenis buah, waktu dan tempat pengambilan buah. Stoples plastik ditempatkan pada tempat yang sejuk dan teduh.Pemeriksaan dilakukan setiap hari untuk melihat kemunculan imago lalat buah dan juga parasitoid kemudian dikoleksi dan spesimen disiapkan untuk diidentifikasi dengan menggunakan kunci determinasi dan Gambar lalat buah AQIS (2008). Keterangan: Ventilasi Stoples besar dari kain kasa Stoples besar Sampel buah yang terserang lalat buah Saringan dari kain kasa, agar air buah bisa jatuh ke bawah stoples kecil Stoples kecil. Media hidup larva instar akhir menjadi pupa yaitu tanah dan pasir 1:1 setebal 3 cm.
Gambar 4.1 Stoples Rearing Lalat buah diidentifikasi dengan menggunakan kunci dikotom manual (Drew 1989; Siwi et al., 2006; Suputa et al., 2006; AQIS 2008). Karakter morfologi bagian tubuh lalat buah yang penting dalam penelusuran kunci identifikasi di antaranya adalah: bentuk spot pada muka, warna mesonotum, ada tidaknya pita kuning di kedua sisi lateral dan tengah toraks, warna, pola dan jumlah rambut pada skutelum, pola pada pembuluh sayap (costa band), bentuk dan pola abdomen, serta warna dan spot pada tungkai (Drew et al., 1982; Lawson et al., 2003).
49
4.3.1.2 Keragaman dan Indeks Keragaman Lalat Buah di Sentra BuahBuahan Penelitian keragaman dan indeks keragaman lalat buah di sentra dilakukan dengan metode yang sama dengan di pasar yaitu dengan pemasangan perangkap di sentra-Sentra penanaman tanaman buah-buahan dan sekaligus pengambilan sampel buah-buahan yang memperlihatkan gejala serangan lalat buah. Rumus untuk menghitung indeks keragaman adalah: Indeks keragaman Shannon-Wiener : H’ = - (ni/N) log (ni/N) Keterangan : H’
= Indeks keragaman Shannon-Wiener
ni
= Jumlah individu jenis ke-i
N
= Jumlah total individu
Jika nilai indeks: < 1,5
: Keragaman Rendah
1,5 – 3,5
: Keragaman Sedang
>3,5
: Keragaman Tinggi
4.3.1.3 Dominansi Lalat Buah Dominansi lalat buah, dilakukan dengan pemasangan perangkap di masing-masing lokasi Pasar dan Sentra buah-buahan disamping itu dengan pengumpulan sampel buah yang terserang di lapangan. Dominansi lalat buah dihitung berdasarkan sampel buah yang telah didapatkan di lapangan. Buahbuahan yang menunjukkan gejala terserang lalat buah di pelihara, dan dihitung jumlah lalat buah yang muncul tiap harinya. Penghitungan dominansi lalat buah diamati setiap hari, sampai tidak ada imago lalat buah yang muncul. Pengumpulan
50
sampel lalat buah kemudian di identifikasi. Penghitungan dominansi lalat buah dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
D
s = ∑ [ ni/N ]2 i=1
dengan : D
= Indeks dominansi simpson
ni
= Jumlah individu genus ke-i
N
= Jumlah total individu seluruh genera (= ln S, dimana S = Jumlah jenis)
4.3.2 Indeks Kesamaan Lalat Buah di Pasar dan di Sentra Buah-buahan. Indeks kesamaan adalah membandingkan kesamaan spesies lalat buah yang didapatkan di pasar dan juga di sentra buah-buahan. Indeks kesamaan Sorensen (Southwood, 1970) dengan rumus sebagai berikut: IS=
2xc X 100% a+b
Keterangan: IS
= Indeks Sorensen
a
= Jumlah jenis di lokasi a
b
= Jumlah jenis di lokasi b
c
= Jumlah jenis yang sama yang terdapat di lokasi a dan b
4.3.3 Kelimpahan dan Persentase Serangan Lalat Buah Kelimpahan lalat buah dihitung berdasarkan sampel buah yang telah didapatkan di lapangan. Buah-buahan yang menunjukkan gejala terserang lalat buah di pelihara, dan dihitung jumlah lalat buah yang muncul tiap harinya. Penghitungan kelimpahan lalat buah dilakukan setiap hari, sampai tidak ada
51
imago lalat buah yang muncul. Lalat buah yang muncul kemudian di identifikasi. Kelimpahan populasi masing-masing spesies ditentukan berdasarkan persentase populasi spesies-spesies tersebut pada jenis buah yang diserang. Penghitungan kelimpahan lalat buah dihitung dengan menggunakan rumus: Kelimpahan(K):
Jumlah spesies a di lokasi x Jumlah populasi semua spesies yang ditemukan di lokasi x
X 100%
Penghitungan persentase serangan yang diakibatkan oleh lalat buah, dilakukan penghitungan persentase jumlah buah yang terserang tiap pohon per tiap komoditas tersebut di bagi dengan jumlah total buah per tanaman. Untuk tanaman buah-buahan yang memiliki morfologi tanaman yang cukup tinggi maka, penghitungan persentase serangan dengan cara mengambil 100 sampel buah secara acak pada saat panen, dan menghitung jumlah buah yang terserang atau yang memperlihatkan gejala terserang lalat buah. Rumus untuk menghitung persentase serangan adalah sebagai berikut: I= Jumlah buah yang terserang lalat buah x 100% Jumlah buah keseluruhan Keterangan: I : Persentase serangan per tanaman
4.3.4 Keragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid Sampel 20 buah yang menunjukkan gejala terserang lalat buah di pelihara. Munculnya lalat buah, akan diikuti oleh munculnya parasitoid. Penghitungan dan pengamatan munculnya parasitoid diamati setiap hari, sampai tidak ada imago lalat buah dan imago parasitoid yang muncul. Sampel parasitoid kemudian di identifikasi. Keragaman parasitoid yang menyerang lalat buah, dapat diidentifikasi
52
dan dihitung jumlahnya serta penghitungan tingkat parasitisasi tiap sampel buah yang didapatkan di lapangan. Penghitungan tingkat parasitisasi parasitoid yang berasosiasi dengan lalat buah menggunakan rumus sebagai berikut: P:
∑ Imago Parasitoid A ∑ Imago lalat buah + ∑ Imago Parasitoid
X 100%
Keterangan: P
= tingkat parasitisasi (%)
Parasitoid A
= Jumlah imago salah satu parasitoid yang muncul
Imago lalat buah
= Jumlah total imago lalat buah yang muncul dari pupa
yang tidak terparasitisasi (dimodifikasi dari Buchori et al., 2010).
53
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Keragaman dan Dominansi Spesies Lalat Buah 5.1.1 Keragaman Spesies Lalat Buah di Lokasi Pasar Buah-buahan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan enam spesies lalat buah di lokasi pasar buah-buahan di Bali. Keenam spesies lalat buah tersebut adalah Bactrocera papayae Drew & Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock, Bactrocera umbrosa Fabricius, Bactrocera cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata Fabricius dan Bactrocera albistrigata de Maijere (Diptera:Tephritidae) (Gambar 5.1). Diantara keenam spesies tersebut ada dua spesies dominan yang ditemukan yaitu B. carambolae dan B. papayae. Ada perbedaan indeks keragaman spesies lalat buah diantara beberapa lokasi Pasar buah-buahan di Bali, 0,59% di Pasar Klungkung, 0,56% di Pasar Gianyar, 0,44% di Pasar Kreneng, 0,38% di Pasar Badung dan 0,52% di Pasar Anyar. Walaupun demikian, keragaman spesies tersebut tergolong rendah di semua lokasi pasar buah-buahan di Bali. Indeks keragaman tertinggi ditemukan di Pasar Klungkung (0,59%) dan terendah di Pasar Badung (0,38) (Tabel 5.1).
54
Tabel 5.1 Indeks Keragaman Jenis Lalat Buah di 5 Lokasi Pasar
No
Lokasi Pemasaran Buah
1
Pasar Klungkung
2
3
4
5
Spesies
B. papaya B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudata B. albistrigata Total Pasar Gianyar B. papaya B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudata B. albistrigata Total Pasar Kreneng B. papaya B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudata B. albistrigata Total Pasar Badung B. papayae B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudata B. albistrigata Total Pasar Anyar B. papayae B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudata B. albistrigata Total Keterangan: * : spesies dominan
Jumlah Spesies (ekor) 181* 361* 146 53 11 22 774 165* 370* 118 45 0 35 733 362* 418* 5 38 0 37 860 259* 382* 5 35 0 5 686 75* 106* 4 38 0 5 228
Indeks Keragaman Jenis
0,59 (Rendah)
0,56 (Rendah)
0,44 (Rendah)
0,38 (Rendah)
0,52 (Rendah)
55
A
B
C
D
E
F
Gambar 5.1. Spesies Lalat Buah yang Terdapat di Pasar: B. papayae (A), B. carambolae (B), B. umbrosa (C), B. cucurbitae (D), B. caudata, dan (E) B. albistrigata (F).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah-buahan yang berasal dari luar negeri begitu pula pada buah-buahan lokal tidak terdapat serangan lalat buah atau tidak muncul imago lalat buah. Karena perlakuan khusus pada saat pengirimannya, buah-buahan lokal seperti sawo, mangga dan jeruk kintamani dan buah-buahan import seperti apel (Fuji), Apel merah, jeruk sunkist dan pir.Adapun buah-buahan yang dipasarkan di semua pasar tersaji pada Tabel 5.2.
56
Tabel 5.2 Buah-Buahan yang dipasarkan di Lokasi Pasar No
Lokasi Pasar
Asal dan Jenis Buah-buahan Lokal Bali Lokal Luar Bali
Luar Negeri
1
Pasar Klungkung Jeruk, Rambutan, Mangga, Sawo, Pisang, Semangka, Melon, Nanas, Bengkuang, Nangka, Mentimun, Semangka, Cabai besar, Cabai kecil, Buah Naga, Manggis, Salak, Sirsak, kedongdong, Pepaya
Mangga, Apel manalagi, Semangka, Melon, Pisang, Nanas, Lengkeng, Salak, Pepaya
Apel fuji, Apel merah, Jeruk sunkist, Jeruk shantang, Pir, Sandong, Anggur merah,
2
Pasar Gianyar
Jeruk, Rambutan, Mangga, Sawo, Pisang, Semangka, Melon, Nanas, Bengkuang, Nangka, Mentimun, Semangka, Cabai besar, Cabai kecil, Buah Naga,Manggis, Salak, Pepaya
Mangga, Apel manalagi, Semangka, Melon, Pisang, Nanas, Lengkeng, Salak, Pepaya
Apel fuji, Apel merah, Jeruk sunkist, Jeruk shantang, Pir, Sandong, Anggur merah,
3
Pasar Kreneng
Jeruk, Rambutan, Mangga, Sawo, Pisang, Semangka, Melon, Nanas, Bengkuang, Mentimun, Semangka, Cabai besar, Cabai kecil, Buah Naga, Manggis, Salak, Sirsak, Pepaya
Mangga, Apel manalagi, Semangka, Melon, Pisang, Nanas, Lengkeng, Salak, Pepaya
Apel fuji, Apel merah, Jeruk sunkist, Jeruk shantang, Pir, Sandong, Anggur merah,
4
Pasar Badung
Jeruk, Rambutan, Mangga, Sawo, Pisang, Semangka, Melon, Nanas, Bengkuang, Mentimun, Semangka, Cabai besar, Cabai kecil, Buah Naga, Manggis, Salak, Sirsak, Pepaya
Mangga, Apel manalagi, Semangka, Melon, Pisang, Nanas, Belimbing, Lengkeng, Salak, Pepaya
Apel fuji, Apel merah, Jeruk sunkist, Jeruk shantang, Pir, Sandong, Anggur merah,jambu biji Bangkok
5
Pasar Anyar
Semangka, Melon, Nanas, Bengkuang
Semangka, Melon, Pisang, Nanas, Bengkuang, Pepaya
-
57
5.1.2 Keragaman Spesies Lalat Buah di Sentra Buah Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies lalat buah yang ditemukan di sentra buah-buahan sama dengan spesies yang ditemukan di lokasi pasar buahbuahan yaitu B. papayae, B. carambolae, B. umbrosa, B. cucurbitae, B. caudata dan B. albistrigata. Demikian juga keragamannya tergolong rendah di semua lokasi sentra buah-buahan. Nilai indeks keragaman di sentra mangga yaitu 0,64%, Sentra jeruk 0,45%, Sentra cabai besar 0,53%, Sentra cabai kecil 0,47% dan Sentra semangka 0,58%. Diantara 5 sentra tanaman tersebut, Sentra mangga memiliki nilai indeks keragaman paling tinggi sedangkan Sentra jeruk memiliki nilai indeks keragaman paling rendah (Tabel 5.3). Tabel 5.3 Indeks Keragaman Jenis Lalat Buah Di Sentra Buah Dengan Perangkap No
Lokasi
Spesies
1
Sentra Mangga
B. papayae* B. carambolae* B. umbrosa B. cucurbitae B. caudata B. albistrigata Total B. papayae* B. carambolae* B. umbrosa B. cucurbitae B. caudata B. albistrigata Total B. papayae* B. carambolae* B. umbrosa B. cucurbitae
2
3
Sentra Jeruk
Sentra Cabai Besar
Jumlah Spesies (ekor) 539 486 298 196 0 106 1625 164 275 57 13 0 0 509 147 275 68 13
Indeks Keragaman Jenis
0,64 (Rendah)
0,45 (Rendah)
0,53 (Rendah)
58
B. caudata B. albistrigata Total 4 Sentra Cabai Kecil B. papayae* B. carambolae* B. umbrosa B. cucurbitae B. caudata B. albistrigata Total 5 Sentra Semangka B. papaya B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae* B. caudata B. albistrigata* Total Keterangan: * : spesies dominan
0 25 528 135 218 58 12 0 22 445 170 301 77 910 8 385 1851
0,47 (Rendah)
0,58 (Rendah)
Hasil pengamatan pada buah-buahan yang terserang di lapangan menunjukkan bahwa masing-masing spesies lalat buah mempunyai kisaran inang yang berbeda-beda antar jenis lalat buah. B. carambolae dan B. papayae mempunyai kisaran inang yang paling luas yaitu 8 dan 6 jenis buah-buahan dibandingkan dengan spesies lainnya (Tabel 5.4).
59
Tabel 5.4 Matriks Hubungan Antara Spesies Lalat Buah dengan Tanaman Inang dari Sampel Buah yang Terserang Lalat Buah Spesies Lalat Buah Ordo/Famili Sapindales Anacardiaceae Sapindales Rutaceae Solanales Solanaceae Solanales Solanaceae Cucurbitales Cucurbitaceae
Cucurbitales Cucurbitaceae Oxalidales Oxalidaceae Sapindales Meliaceae
Sapindales Sapindaceae Rosales Moraceae
Myrtales Myrtaceae Myrtales Myrtaceae
Keterangan:
Jenis Buah Mangga (Mangifera indica L.) Jeruk (Citrus reticulate L.) Cabai Besar (Capsicum annuum L.) Cabai Kecil (Capsicum frutescens L.) Semangka (Citrullus lanatus (Thumb) Matsum&Nakai.) Mentimun (Cucumis sativus L.) Belimbing (Averrhia carambola L.) Sawo (Lansium domesticum Correa) Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.) Jambu air (Psidium guajava L. Jambu biji (Syzgium aqueum (Burm f.) Alston.)
B. papayae
B. carambolae
B. umbrosa
B. cucurbitae
B. caudata
B. albistrigata
+
+
-
-
-
-
+
+
-
-
-
-
+
+
0
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
+
0
-
+
+
-
-
-
-
+
+
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
0
+
-
-
-
-
+
-
-
-
+
+
+
-
-
-
0
Tanda + : Terserang lalat buah Tanda 0 : Tidak terserang lalat buah namun terdapat referensi Tanda - : Tidak terserang lalat buah
60
5.1.3 Dominansi Spesies Lalat Buah Spesies lalat buah dominan yang diamati melalui perangkap menggunakan atraktan Metil Eugenol, Cue Lure, Dorsal Lure dan Trimed Lure adalah B. carambolae dan B. papayae. Spesies lalat buah yang dominan tersebut ditemukan di lokasi pasar dan menyerang buah-buahan di sentra buah di Bali. Dominansi lalat buah tersebut hampir sama di semua lokasi pasar dan sentra buah-buahan di Bali kecuali di Sentra semangka yang di dominansi oleh spesies B. cucurbitae (Tabel 5.1, Tabel 5.3, Tabel 5.4 dan Gambar 5.2). Dominansi spesies lalat buah tersebut terlihat sangat jelas pada Gambar 5.1 baik yang terjadi di pasar dan di sentra buah-buahan. Pasar Buah-buahan
Sentra Buah-buahan
Gambar 5.2 Indeks Dominansi Lalat Buah di Lokasi Penelitian Dominansi spesies lalat buah tersebut juga ditemukan pada sampel buah yang diambil langsung dari setiap lokasi Sentra buah-buahan. Spesies tersebut adalah B. carambolae dan B. papayae (Tabel 5.5). Dominansi lalat buah tersebut terjadi pada semua jenis buah-buahan yang ada di semua buah kecuali pada buah
61
semangka dan mentimun yang di serang oleh spesies B.cucurbitae serta buah nangka yang diserang oleh spesies B. umbrosa. Tabel 5.5 Spesies Lalat Buah yang Menyerang Buah-Buahan No 1 2 3
4.
Spesies Lalat Buah B. papaya
Jumlah Populasi /Buah 9
(Mangifera indica L.)
B. carambolae
20
Jeruk
B. papaya
4
(Citrus reticulate L.)
B. carambolae
9
Cabai Besar
B. papaya
1
(Capsicum annuum L.)
B. carambolae
2
Cabai Kecil
B. carambolae
2
B. cucurbitae
12
B. cucurbitae
3
Belimbing
B. carambolae
48
(Averrhoa carambola L.)
B. papaya
6
Sawo
B. papaya
2
(Lansium domesticum Correa)
B. carambolae
1
Rambutan
B. papaya
7
B. umbrosa
203
Jambu air
B. albistrigata
21
(Psidium guajava L.)
B. carambolae
12
Jambu biji
B. carambolae
19
(Syzgium aqueum (Burm f.) Alston.)
B. papaya
24
Famili
Jenis Buah
Anacardiaceae Mangga Rutaceae Solanaceae
Solanaceae
(Capsicum frutescens L.) 5
Cucurbitaceae
Semangka (Citrullus lanatus (Thumb) Matsum&Nakai.)
6
Cucurbitaceae
Mentimun (Cucumis sativus L.)
7
8
9
Oxalidaceae
Meliaceae
Sapindaceae
(Nephelium lappaceum L.) 10
Moraceae
Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.)
11 12
Myrtaceae Myrtaceae
62
5.2 Kesamaan Spesies Lalat Buah di Pasar dan di Sentra Buah Spesies-spesies lalat buah yang ditemukan di lokasi pasar buah-buahan hampir sama dengan spesies yang ditemukan di lokasi sentra buah-buahan di Bali yang ditunjukkan dengan indeks kesamaannya yang mencapai nilai 80%-100%. Variasi indeks kesamaan itu terjadi di Pasar Klungkung, Sentra Jeruk dan di sentra Semangka (Tabel 5.6). Tabel 5.6 Indeks Kesamaan Spesies Lalat Buah di Pasar dan di Sentra Buah Tempat Pasar Klungkung Pasar Gianyar Pasar Kreneng Pasar Badung Pasar Anyar Sentra Mangga Sentra Jeruk Sentra Cabai Besar Sentra Cabai Kecil Sentra Semangka
Pasar Klungkung
Pasar Gianyar
Pasar Kreneng
Pasar Badung
Pasar Anyar
Sentra Mangga
Sentra Jeruk
Sentra Cabai Besar
Sentra Cabai Kecil
Sentra Semangka
91%
-
91%
100%
-
91%
100%
100%
-
91%
100%
100%
100%
-
91%
100%
100%
100%
100%
-
80%
89%
89%
89%
89%
89%
-
91%
100%
100%
100%
100%
100%
89%
-
91%
100%
100%
100%
100%
100%
89%
100%
-
100%
91%
91%
91%
91%
91%
89%
91%
91%
5.3 Hubungan Kelimpahan Populasi dengan Persentase Serangan Lalat Buah Pada Gambar 4.3, terlihat bahwa kelimpahan populasi lalat buah tertinggi ditemukan pada buah mangga sebesar 29 ekor, disusul oleh
jeruk 13 ekor,
semangka 12 ekor, cabai besar 3 ekor, dan cabai kecil 2 ekor. Sementara persentase serangan tertinggi juga ditemukan pada buah mangga (26%), jeruk
-
63
(12%), semangka (11%), cabai besar (10%) dan cabai kecil (6%). Berdasarkan hasil analisis korelasi antara kelimpahan populasi dan persentase serangan lalat buah tersebut menunjukkan bahwa tingginya kelimpahan populasi mempunyai hubungan positif dan sangat kuat (r = 0,96) terhadap tingginya persentase serangan lalat buah.
Persentase Serangan
Gambar 5.3 Hubungan Kelimpahan dengan Persentase Serangan Lalat Buah
5.4 Keragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid yang Berasosiasi dengan Lalat Buah Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 2 spesies parasitoid yang menyerang lalat buah di lapangan yaitu Fopius spp. Tingkat parasitasi kedua parasitoid tersebut tergolong rendah, tetapi Fopius sp pada buah belimbing memiliki tingkat parasitasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 56%, sedangkan tingkat parasitasi dari parasitoid Fopius sp. pada cabai besar hanya sebesar 33% (Tabel 5.7).
64
Tabel. 5.7 Tingkat Parasitasi Parasitoid Terhadap Lalat Buah Tanaman
Jumlah Lalat Buah
Mangga
29
Jeruk
13
Cabai Besar
3
Cabai Kecil
2
Semangka
12
Mentimun
3
Belimbing
54
Sawo
3
Nangka
Fopius sp.1
Fopius sp.1
betina(ekor) jantan (ekor)
Fopius sp.2 jantan (ekor)
1
19
11
Parasitasi
33%
56%
203
Rambutan
7
Jambu air
33
Jambu biji
43
Kedua parasitoid tersebut bersifat endoparasit yang dapat dibedakan dari posisi lubang tempat keluarnya parasitoid dewasa di dalam kokon. Fopius sp. pada buah Belimbing memiliki ciri-ciri panjang tubuh 3,5-4,5 mm, abdomen berwarna coklat dengan 2/3 perut bagian depan berwarna coklat kehitaman. Panjang ovipositor yaitu 2,5-3,5 mm dan pada ujungnya terdapat setae berbeda dengan parasitoid jantan berwarna hitam, kecuali bagian abdomen berwarna coklat (Gambar 5.4 A,B) sedangkan Fopius sp. dengan ciri-ciri abdomen berwarna kuning kehitaman, panjang tubuh 3,5-5,0 mm, ovipositor kecil dan runcing ujungnya tidak bersetae dan panjang ovipositor 4,0-5,5 mm ditemukan pada cabai besar (Gambar 5.4 C).
65
A
B
C
Gambar 5.4 Spesies Parasitoid Fopius sp. Betina (A), Fopius sp. Jantan (B) dan Fopius sp. Jantan (C)
66
BAB VI PEMBAHASAN
Ada enam spesies lalat buah yang ditemukan melalui perangkap di lokasi Pasar buah-buahan di Bali. Keenam spesies lalat buah tersebut adalah Bactrocera papayae Drew & Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock, Bactrocera umbrosa Fabricius, Bactrocera cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata Fabricius dan Bactrocera albistrigata de Maijere (Diptera:Tephritidae) Hasil analisis terhadap indeks keragaman lalat buah tersebut di setiap lokasi pasar menunjukkan nilai yang tergolong rendah yaitu < 1,5 (Tabel 5.1). Rendahnya nilai indeks keragaman tersebut disebabkan oleh rendahnya jumlah spesies (jenis) lalat buah dan individu per jenis yang ditemukan selama pengamatan di semua lokasi (pasar buah-buahan) di Bali.
Dibandingkan dengan jumlah spesies lalat
buah yang ditemukan sebelumnya di Indonesia
yaitu 66 spesies oleh Hardy
(1985); 47 spesies Balai Karantina Indonesia Pusat (1994); 90 spesies oleh Orr (2002) dan 63 spesies oleh AQIS (2008) maka jumlah spesies yang ditemukan di semua lokasi penelitian tergolong sangat rendah. Rendahnya jumlah spesies dan individu pada masing-masing spesies disebabkan oleh terbatasnya jenis jumlah jenis dan volume buah-buahan yang dipasarkan selama pengamatan di Bali. Selain itu pula rentang waktu pengamatan sangat singkat sehingga tidak semua jenis lalat buah yang kemungkinan ada di Bali, dapat diamati melalui perangkap di semua lokasi Pasar buah-buahan di Bali. Walaupun demikian ada variasi nilai indeks keragaman di masing-masing lokasi Pasar yaitu 0,59 adalah nilai indeks tertinggi yang ditemukan di Pasar
67
Klungkung dan 0,38 adalah nilai indeks terendah yang ditemukan di Pasar Badung. Adanya variasi nilai indeks tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah spesies lalat buah dan jumlah individu per spesies di setiap lokasi pasar buahbuahan. Data pengamatan menunjukkan bahwa jumlah spesies dan individu per spesies lalat buah yang ditemukan selama pengamatan di lokasi Pasar Klungkung lebih tinggi di bandingkan dengan lokasi pasar buah-buahan di tempat lain (Tabel 5.1). Jumlah jenis yang menjadi inang lalat buah lebih banyak dan lebih beragam di Pasar Klungkung daripada pasar lainnya. Demikian juga volume masingmasing buah yang dijual relatif lebih tinggi daripada pasar lain. Selain itu, masing-masing buah yang dipasarkan di Pasar Klungkung sisanya disimpan di pasar sehingga dapat menjadi inang yang baik bagi perkembangan lalat buah yang ada di lokasi tersebut. Berbeda dengan keragaman jenis buah-buahan yang dipasarkan di Pasar Badung dan Pasar Kreneng jumlahnya lebih terbatas dan pendistribusian buah-buahan lebih cepat ke tempat-tempat lainnya. Sama seperti kejadian pada lokasi Pasar buah-buahan di Bali, indeks keragaman lalat buah yang ditemukan di sentra buah-buahan di Bali juga tergolong rendah yaitu >1,5 (Tabel 4.2). Indeks keragaman spesies tertinggi ditemukan di Sentra mangga berbeda dengan Sentra jeruk yang memiliki indeks keragaman paling rendah. Kejadian tersebut disebabkan oleh jumlah individu dan jumlah individu spesies lalat buah lebih tinggi daripada sentra lainnya. Selain itu, terdapat tanaman buah-buahan lainnya yang menjadi inang spesies-spesies yang ditemukan pada Sentra mangga seperti yang tersaji pada Lampiran 7. Selain itu, faktor lingkungan di sentra mangga lebih sesuai bagi kehidupan lalat buah karena terhindar dari perlakuan insektisida. Petani mangga sangat jarang melakukan
68
penyemprotan insektisida pada tanamannya dibandingkan dengan petani lainnya seperti petani jeruk, cabai, semangka, tomat dan lain sebagainya. Perlakuan insektisida secara umum sangat berpengaruh buruk terhadap penuruan jumlah individu pada masing-masing spesies lalat buah di sentra tersebut. Menurut McPheron & Steck (1996), rendahnya keragaman lalat buah diduga kuat karena ekosistem lalat buah terkendali secara fisik oleh tindakan budidaya yang dilakukan petani, seperti penggunaan insektisida, pestisida, atraktan, dan juga lem perekat LEILA. Aktifitas serta keberadaan manusia juga mempengaruhi keragaman spesies dalam suatu ekosistem (Ricklefs & Schulter 1993). Menurut Oka (1995) semakin beragam spesies yang ditemukan di suatu areal, maka semakin besar atau tinggi tingkat keragaman komunitasnya. Keragaman cenderung tinggi bila ekosistem tanaman tersebut diatur secara alami oleh manusia atau berlangsung secara alami, sedangkan keragaman akan cenderung menjadi rendah apabila ekosistem atau lokasi tersebut terkendali secara fisik oleh kegiatan budidaya yang dilakukan petani. Nilai indeks keragaman tidak sesuai dengan jumlah individu yang ada di tiap lokasi penelitian. Seperti misalnya di Pasar Badung yang memiliki jumlah individu yang lebih besar jika dibandingkan dengan Pasar Anyar, namun memiliki indeks keragaman yang paling rendah (Tabel 5.1). Menurut Magurran (1988), perhitungan indeks keragaman Shannon tidak hanya jumlah individu yang menentukan besarnya nilai indeks, tetapi kekayaan jenis (species richness) juga sangat menentukan. Nilai indeks keragaman Shannon (H’) dipengaruhi oleh kemerataan jenis dalam suatu komunitas. Nilai kemerataan jenis akan cenderung rendah apabila komunitas tersebut didominasi oleh satu spesies.
69
Menurut Oka (1995), semakin beragam spesies yang ditemukan di suatu areal, maka semakin besar atau tinggi tingkat keragaman komunitasnya. Pada saat keragaman spesies tinggi, maka suatu spesies tidak dapat menjadi dominan begitu pula sebaliknya pada saat keragaman rendah, maka suatu spesies dapat menjadi dominan. Spesies lalat buah yang non dominan merupakan spesies yang sangat jarang ditemukan dan mempunyai kelimpahan yang kecil. Jenis spesies yang jarang tersebut dapat merupakan spesies yang menetap dan mencari makan di suatu habitat atau mungkin hanya merupakan penjelajah eksidental (tidak tetap) dari habitat yang berdekatan atau bahkan jenis migran (Ricklefs 1978; Odum 1983).
Sedangkan spesies dominan adalah spesies dengan kelimpahan yang
sangat besar karena jenis ini memiliki jumlah individu, biomassa serta nilai penting yang besar sehingga mendominasi komunitas (Ricklefs, 1978 & Odum, 1983). Pada Tabel 5.4, B. carambolae dan B. papayae merupakan spesies lalat buah yang populasinya paling melimpah hampir di semua lokasi pengambilan sampel. Menurut Ginting (2007), spesies B. carambolae dan B. papayae merupakan spesies lalat buah yang populasinya paling melimpah di suatu daerah. Hal ini disebabkan kedua spesies tersebut bersifat polifag yang dapat memanfaatkan berbagai jenis tanaman buah-buahan sebagai inang yang ketersediaan berlimpah sepanjang waktu serta menyebar luas dalam populasi yang sangat tinggi. Selain itu, kemampuan adaptasi kedua lalat buah tersebut lebih tinggi daripada spesies lalat buah lainnya karena memiliki kisaran inang yang paling banyak. Menurut White dan Hancock (1997) serta CABI (2007), tanaman inang B. carambolae adalah belimbing, belimbing waluh, jambu air, jambu biji,
70
tomat, cabe, nangka, cempedak, sukun, jeruk lemon, sawo, manggis, mangga, aren, ketapang dan lain lain. Tanaman inang B. papayae antara lain pisang, pepaya, jambu biji, jeruk manis, sawo, belimbing, sirsak, manggis, rambutan, nangka, mangga, duku, rambai, kolang-kaling, cabe, terong, markisa dan lain lain. Sedangkan B. cucurbitae mendominasi pada sentra semangka. Kelimpahan populasi lalat buah berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya karena berkaitan dengan keberadaan inang (buah), jumlah inang dan adaptasinya dengan lingkungannya, seperti B. caudata yang hanya ditemukan di Pasar Klungkung dan di sentra Semangka, kelimpahan B. umbrosa yang tertinggi di sentra mangga serta kelimpahan B. albistrigata tertinggi di sentra Semangka. Suatu area yang luas akan mendukung pertambahan populasi spesies karena tersedianya sumber makanan dan habitat yang sesuai (MacArthur dan Wilson, 1967). Semua jenis spesies lalat buah yang ditemukan di pasar sama dengan spesies yang ditemukan di lapang walaupun distribusinya berbeda. Kesamaan jenis spesies yang ditemukan di pasar dan di masing-masing Sentra buah-buahan, ditunjukkan oleh indeks kesamaan masing-masing spesies yang sangat tinggi antara lokasi Pasar dengan Sentra buah-buahan yang ada di Bali, kecuali di Pasar Klungkung, Sentra semangka dan Sentra jeruk (Tabel 5.6). Kejadian tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah spesies yang ditemukan pada tiap lokasi. Jumlah spesies yang ditemukan yaitu 6 jenis di Pasar Klungkung dan Sentra Semangka, sedangkan hanya 4 jenis lalat buah yang ditemukan di Sentra jeruk sehingga indeks kesamaan dengan lokasi lainnya hanya 80-91%. Rendahnya indeks kesamaan terutama di sentra Jeruk, diduga karena ekosistem tanaman jeruk
71
tersebut di dominansi oleh tanaman jeruk dan jarang ditemukan jenis tanaman lain yang menjadi inang alternative lalat buah. Berdasarkan Gambar 5.3, kelimpahan populasi lalat buah mempunyai korelasi kuat dengan persentase serangannya. Semakin tinggi kelimpahan maka semakin tinggi pula persentase serangan, begitupula sebaliknya semakin rendah kelimpahan lalat buah maka semakin rendah pula persentase serangannya di lapangan. Kelimpahan lalat buah yang dominan menimbulkan persentase serangan yang dominan pula pada tanaman tertentu.
Persentase serangan
bergantung pada kondisi lingkungan dan kerentanan jenis buah yang diserangnya (Gupta & Verma 1978, Dhilton et al., 2005a, 2005b dan 2005c). Melimpahnya suatu populasi organisme, selain disebabkan oleh faktor inang dan lingkungan juga dipengaruhi oleh musuh alaminya. Musuh alami mempunyai peranan penting dalam pengaturan populasi lalat buah di lapang. Walaupun demikian jenis musuh alami yang ditemukan pada penelitian ini sangat rendah yaitu 2 spesies parasitoid . Jumlah tersebut tentu kurang efektif dalam mengendalikan lalat buah di lapang. Pada Tabel 5.7, keefektifan parasitoid dalam mengendalikan populasi hama dapat diukur dari daya parasitisasinya. Tingkat parasitasi kedua parasitoid yang ditemukan yaitu 33-56%. Tingkat parasitasi Fopius sp. pada Belimbing yaitu 56% dan tingkat parasitasi Fopius sp. pada Cabai besar adalah 33%. Berdasarkan daya parasitisasi tersebut dapat dinilai kemampuan musuh alami dalam mengatur populasi lalat buah di dalam mengatur keseimbangan populasi lalat buah di lapangan. Parasitisasi Fopius sp. pada lalat buah
B.carambolae pada buah
72
belimbing lebih besar dari parasitisasi Fopius sp. pada lalat buah B.papayaee dan B.carambolae pada buah cabai besar. Rendahnya tingkat parasitasi tersebut salah satunya diduga karena pengaruh buruk perlakuan insektisida dan cara bertanam yang tidak sesuai dengan kaidah lingkungan sehingga berdampak buruk dengan keberadaan dan tingkat parasitasi parasitoid di lapang. Menurut Clark et al., (1976) dan Berryman (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan parasitoid adalah faktor luar (ekstrinsik) dan faktor dalam (intrinsik). Faktor luar terdiri dari (a) faktor makanan seperti jumlah makanan, kecocokan makanan, kandungan gizi, kadar air yang sesuuai
dan
tanaman
inang
yang
sesuai
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangannya, (b) Faktor iklim seperti suhu, kelembaban, cahaya dan aerasi yang baik untuk pembiakan masal, (c) Faktor biologis, termasuk di dalamnya adalah musuh alami lainnya seperti parasite dan predatr, (d) Faktor manusia, yang dimaksud disini adalah sejauh mana tindakan pengendalian serangga hama yang telah dilakukan dengan manipulasi tanaman inang, pergiliran tanaman ataupun pengendalian dengan pestisida. Faktor dalam adalah (a) ketahanan genetik, dimana serangga mampu menciptakan ketahanan secara alami sehingga serangga mampu menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis inang atau makanannya sehingga seranga mampu mempertahankan hidupnya (b) Nisbah Kelamin yaitu perbandingan jumlah serangga betina dan jantan yang menentukan banyak tidaknya jumlah keturunan yang dihasilkan, (c) Kemampuan beradaptasi yaitu sejauh mana serangga mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan iklim pada lingkungan sekitarnya.
73
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1.
Keragaman spesies lalat buah di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali sangat rendah dan di dominansi oleh spesies Bactrocera carambolae dan Bactrocera papayae. Ditemukan 6 spesies lalat buah yang ada di lokasi pasar dan sentra buah buahan di Bali yaitu Bactrocera papayae Drew & Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock, Bactrocera umbrosa Fabricius,
Bactrocera
cucurbitae
Coquillete,
Bactrocera
caudata
Fabricius dan Bactrocera albistrigata de Maijere (Diptera:Tephritidae). 2.
Kesamaan spesies lalat buah di pasar dan di sentra buah-buahan sangat tinggi. Indeks kesamaannya mencapai nilai 80%-100%.
3.
Kelimpahan populasi lalat buah mempunyai hubungan yang positif dengan persentase serangan lalat buah.
4.
Keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid tergolong rendah. Ada dua spesies parasitoid yang ditemukan berasosiasi dengan lalat buah di lapangan yaitu spesies Fopius sp. pada cabai besar dan Fopius sp. pada belimbing dari famili Braconidae. Dua spesies tersebut memiliki tingkat parasitasi yang rendah, tapi Fopius sp. pada belimbing memiliki tingkat parasitasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 56%, sedangkan tingkat parasitasi dari parasitoid Fopius sp. di cabai merah hanya sebesar 20%.
74
7.2 Saran Adapun saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis lalat buah yang ada dan menyerang buah-buahan di Bali yang dilakukan dalam rentang waktu yang lebih lama dan dalam berbagai fase tanaman inang. 2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis parasitoid yang efektif dalam pengendalian lalat buah di lapang.
75
DAFTAR PUSTAKA [AQIS] Australian Quarantine and Inspection Service. 2008. Friut Flies Indonesia: Their Identification, Pest Status and Pest Management.Conducted by the international center for the management of pest fruit fliesGriffith University, Brisbane, Australia, and ministry of Agriculture,Republic of Indonesia. [BALITJERUK] Indonesian Research Institute for Citrus and Subtropical Fruits 2008. Lalat buah (Bactrocera spp.) hhttp://www.citrusindo.org/index.php?option=content&task=view &id=78. [5 Oktober 2013]. [BKP] Badan Karantina Pertanian. 2007a. Kompilasi Peraturan Menteri Pertanian. Jakarta: Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian.[BKP] Badan Karantina Pertanian. 2007b. Pedoman surveilensi organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau OPT karantina (OPTK). Jakarta: BadanKarantina Pertanian. [CABI] Center in Agricultural and Biological Institute. 2007. Crop Protection Compendium (CD-ROM) Wallingford: CAB International 2 CD-ROM dengan penuntun di dalammya.[Ditlin Hortikultura] Direktorat Perlindungan Hortikultura 2006. Panduan lalat Artayasa, I.P. 1999. Potensi Parasitoid dalam Pengendalian Lalalt Buah Bactrocera Carambolae di Kebun Buah-buahan Subang, Jabar. Tesis. SITH ITB. www.sithitb.co.id Artayasa, I.P., 2004. Potensi Parasitoid dalam Pengendalian Lalat Buah Bactrocera carambolae di Kebun Percobaan Buah-buahan Subang, Jawa Barat. Badan Karantina Pertanian. 1994. Undang-undang Republik IndonesiaNo 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Jakarta : Badan Karantina Pertanian.buah. http://ditlin hortikultura.go.id/buku-peta/bagian3.htm. [21 Feb 2006]. Baker, R.T.& JM, Cowley. 1991. A New Zealand view of quarantine security with special reference to fruit flies. First International Symposium on Fruit Flies in the Tropics, Kuala Lumpur, Malaysia: Malaysian Agricultural Research and Development Institute, 396-408. Bateman 1972. Ecology of fruit flies. Ann Rev Entomol 17:493-519. Berryman, A.A. 1981. Population System. New York: A General Press. Chua, TH., S.G. Khoo, and S.S Lee. 1995. Efeect of Fruit Abundance on Infestation Rates of Carambola by Bactrocera carambolae Drew and Hancock (Diptera: Tephritidae). In Chua, T.H dan S.G. Khoo (Eds.). Problem and Management of Tropical Fruit Flies. Proceedings of the Second Symposium on Tropical Fruit Flies, 8-9 May 1995, Kuala Lumbpur. Pp.20.
76
Clark, L.R., P.W., Geler, R.D., Hughes, R.F., Norris. 1976. The Ecology of Insect Population in Theory and Practice. London: Chapman and Hall. Dhillon, M.K., R.Singh., J.S.Naresh, & H.C.Sharma. 2005. The Melon Fruit Fly, Bactrocera cucurbitae: A Review of Its Biology and Management. J. Insect Sci. 5: 1-16 Djatmiadi & Djatnika 2001.Petunjuk Teknis Surveilans Lalat Buah. Pusat Teknik dan Metode Karantina Hewan dan Tumbuhan. Jakarta: Badan Karantina Pertanian. Drew R.A.I. 1989. The Tropical Fruit Flies (Diptera: Tephritidae: Dacini) of The Australasian and Oceani an Regions. In Memoirs of The QueenslandMuseum. Drew RAI, D.L., Hancock. 1994. The Bactrocera dorsalis complex of fruit flies (Diptera: Tepritidae: Dacinae) in Asia. Bul of Entomol Res Supp (2):68. Drew, R.A.I, G.H.S., Hooper, M.A., Bateman. 1982. Economic Fruit Flies of the South Pacific Region. 2nd edition. Queensland Department of Primary Industries: Brisbane, Queensland. Fletcher, B.S. 1987. Ecology life history strategies of tephritid fruit flies. In Fruit Flies; their Biology, Natural Enemies and Control. World Crop Pests. Amsterdam, Holland: Elsevier, 3(B):195-208. Ginting, R. 2007. Keanekaragaman Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) Di Jakarta, Depok, Dan Bogor Sebagai Bahan Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama. Tesis. Bogor: Institute Pertanian Bogor. Gupta, J.N. & A.N. Verma. 1978. Screening of different cucurbit crops for the attack of the melon fruit fly, Dacus cucurbitae Coq. (Diptera: Tephritidae). Haryana J. Hort. Sci. 7: 78-82. Hamzah, A. 2004.Petunjuk Tteknis Surveilan Lalat Buah. Pusat teknik dan metoda karantina hewan dan tumbuhan. Jakarta: Badan Karantina Pertanian. Harris, E.J., R.I. Vargas, and J.E. Gilmore. 1993. Seasonality in occurrence and distribution of the Mediterranean fruit fly (Diptera: Tephritidae) in upland and lowland areas on Kauai, Hawaii. Environ. Entomol. 22: 404410. Joomaye, A.& N.S., Price. 2008. Pest risk analysis and quarantine of fruit flies in the indian ocean region. Indian ocean regional fruit fly programme. Ministry of Agriculture, Food Technology and Natural Resources. http://www.gov.mu/portal/ sites/ncb/moa/farc/ amas99/s32.htm [12 Oktober 2013]. Kruess, A., & T., Tscharntke. 1994. Habitat fragmentation, species loss, and biologicalcontrol. Science 264:1581-1584. Kuswadi, A.N., 2001. Pengendalian Terpadu Hama Lalat Buah di sentra Produksi Mangga Kabupaten Takalar dengan Teknik Serangga Mandul
77
(TSM).Makalah disampaikan pada Apresiasi Pengendalian Lalat Buah. Cisarua, 22 mei 2013.
Penerapan
Teknologi
Landolt PJ, & S., Quilici. 1996. Overview of research on the behavior of fruit flies. In Fruit Fly Pest: A World Assessment of Their Biology and Management Florida: St. Lucie Press. MacArthur, R.H., E.O., Wilson. 1967. The Theory of Island Biogeography. New Jersey: Princeton University Press. Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey: Princeton University Press. McPheron, B.A.& G.J., Steck. 1996. Overview of research on the behavior of fruit flies. In Fruit Fly Pests: A World Assessment of Their Biology and Management. Florida: St Lucie Press. Muralimohan, K., Ramkumar, Y.B., Srinivasa, 2008. Natural parasitization and biological control: case of the coconut caterpillar. Curr Sci 95: 1478-1482. Muryati, A. Hasyim dan Riska. 2005. Preferensi Spesies Lalat Buah terhadap Atraktan Metil Eugenol dan Cue-Lure dan Populasinya di Sumatera Barat dan Riau. Deptan:Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Odum, E.P. 1983. Basic Ecology. Japan: Saunders College Published. Octriana, L. 2010. Identifikasi dan Analisis Tingkat Parasitasi Jenis Parasitoid terhadap Hama Lalat Buah Bactrocera tau pada Tanaman Markisa. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Oka,I.N.1995.Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 255hal. Orr, A. 2002. The importance of fruit fly taxonomy in Indonesia. Makalah seminar Puslitbangtan. Papulang, A. & N.Agus. 2006. Kajian Musuh Alami Lalalt Buah Bactrocera dorsalis HENDEL. Lembaga Penelitian UNHAS Makassar. www.lp.uh.org. Pujiastuti, Y. 2007. Keanekaragaman Spesies Parasitoid Lalat Buah Bactrocera Spp. (Diptera:Tephritidae) di Dataran Tinggi Sumatera Selatan: Potensi dan Peluang Sebagai Agens Hayati. Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya Ricklefs, R.E., D., Schulter. 1993. Species Diversity In Ecological Communities. London: The University of Chicago Press. Ricklefs, R.E. 1978. Ecology. New York: Chiron Press Inc. Sarwono. 2003. PHT Lalat buah pada mangga. Pros.Lokakarya masalah kritis pengendalian layu pisang,nematode sista kuning pada kentang dan lalat buah. Puslitbang Hortikultura. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian. Litbang Pertanian, BPTP –Jatim.p.142-149.
78
Siwi, S.S., P.,Hidayat, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia. BB-Biogen. Siwi, S.S. 2005. Eko-biologi Hama Lalat Buah. Bogor: BB-Biogen. Siwi, S.S., P.,Hidayat, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia (Diptera : Tephritidae).Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Sodiq, M. 2004. Kehidupan lalat buah pada tanaman sayuran dan buah-buahan. Pros. Lokakarya masalah kritis pengendalian layu pisang, nematode sistakuning pada kentang dan lalat buah. PuslitbangHortikultura.Jakarta, 18p. Sukarmin. 2011. Teknik Identifikasi Lalat Buah Di Kebun Percobaan Aripan Dan Sumani, Solok, Sumatera Barat. Deptan: Teknisi Litkayasa Penyelia pada Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Suputa, Cahyanti, Kustaryati A, Railan M, Issusilaningtyas, Taufiq A. 2006. Pedoman Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae). Yogyakarta: UGM. Sutrisno, S. 1991. Current Fruitfly Problems in Indonesia. In Kawasaki, O., K. Iwahashi, and K.Y. Kaneshiko (Eds.). Proceeding of International Symposium on The Biology and Control of Fruit Flies. Okinawa-Japan 2-4 September. p.72-78. Vijaysegaran, S., R.A.I., Drew. 2006. Fruit fly spesies of Indonesia: Host range and distribution. ICMPFF: Griffith University. Vijaysegaran, S. 1999. Host plant records for fruit flies (Diptera: Tephritidae) in Southeast Asia. Raffles Bul Zoology, Supp (7):1-92. Wharton, R.H. 1989. Control classical biological control of fruit-infesting Tephritidae. In Fruit Flies; Their Biology, Natural Enemies and Control.World Crop Pests. Amsterdam, Netherlands: Elsevier, 303-313. White, I.M., E.M., Harris. 1992. Fruit Flies of Economic Significance: Their Identification and Bionomics. Wallingford, UK: CAB International. White, I.M., E.M., Harris. 1994. Fruit flies of economic significance: Their Identification and Bionomics. CAB International, Wallingford, Oxon Ox 108DE UK. ACIAR. White, I.M, D.L., Hancock. 1997. Indo-Australasian Dacini Fruit Fly. CAB Internasional 1 CD-ROM dengan penuntun di dalammya. Wilby, A., M.B., Thomas. 2002. Natural enemy diversity and natural pest control:patterns of pest emergence with agricultural intensification. Ecology Letters 5:353-360.
79
LAMPIRAN Lampiran. 1. Spesifikasi Spesies Lalat Buah dengan Atraktan Spesies Genus Bactrocera B. enigmatica (Hardy) B. abdonigella (Drew) B. limbifera (Bezzi) B. abnormis (Hardy) B. makilingenis Drew & Hancock B. aemula Drew B. megaspilus (Hardy) B. affinidorsalis Drew & Hancock B. melastomatos Drew & Hancock B. albistrigata (de Meijere) B. merapiensis Drew & Hancock B. neocognata Drew & Hancock B. occipitalis (Bezzi) B. papayae Drew & Hancock B. paramusae Drew
Atraktan
CUE CUE
Spesies B. vulta (Hardy) B. caudata (Fabricius) B. persignata (Hering) B. sembaliensis Drew & Hancock B. ritsemai Weyenbergh B. recurrens (Hering)
CUE CUE CUE
B. cucurbitae (Coquillett) CUE B. curvifera (Walker) ME B. rufula (Hardy) CUE
CUE
B. elegantula (Hardy)
CUE CUE
B. bimaculata Drew & CUE Hancock B. nigrotibialis (Perkins) CUE
CUE
B. bryoniae (Tryon)
ME ME
B. calumniata (Hardy) CUE B. carambolae Drew & ME Hancock B. fuscitibia Drew & CUE Hancock B. contigua Drew ME
CUE CUE CUE
CUE
B. cibodasae Drew & CUE Hancock B. emittens (Walker) CUE B. sulawesiae Drew & Hancock B. sumbawaensis Drew & Hancock B. epicharis (Hardy) B. synnephes (Hendel) B. exornata (Hering)
Atraktan CUE CUE CUE CUE CUE CUE
CUE
CUE
ME
B. pseudocucurbitae CUE White B. trifasciata (Hardy) CUE
CUE
B. frauenfeldi (Schiner)
CUE CUE CUE
B. umbrosa (Fabricus) ME B. fulvicauda (Perkins) ME B. usitata Drew CUE &Hancock
CUE
80
B. tau (Walker) B. flavipennis (Hardy)
CUE CUE
B. thistletoni Drew CUE B. floresiae Drew & ME Hancock B. hochii (Zia) CUE
Genus Dacus B. impunctata (de ME Meijere) B. lata (Perkins) CUE B. latifrons (Hendel) CUE
Dacus leongi Drew & CUE Hancock B. verbascifoliae Drew & CUE D. longicornis CUE Hancock Wiedemann B. heinrichi (Hering) CUE D. nanggalae Drew & CUE Hancock Keterangan: Sumber: AQIS (2008), ME = Methil eugenol, CUE = Cue lure
84
Lampiran 2. Morfologi Spesies Lalat Buah
Bactrocera Papayae
A
C
B
D
F E Keterangan: Spesies secara utuh (a), Kepala: spot hitam besar berbentuk oval pada muka (b), Toraks: pita kuning di sisi lateral lebar dan paralel (c), Abdomen: abdomen berwarna coklat oranye dengan pola “T” yang tipis dan jelas (d), Sayap: pita hitam tipis pada costa sampai bagian apeks (e), Tungkai: semua tibia hitam kemerahan kecuali bagian apical tibia tengah (f)
85
Bactrocera carambolae
A
B
D C
E F Keterangan: Spesies secara utuh (a), Kepala: spot hitam berbentuk oval (b), Toraks: pita
kuning yang agak lebar di sisi lateral (c), Abdomen: abdomen dengan pola “T”yang jelas dan terdapat pola hitam berbentuk segiempat pada tergum IV (d), Sayap: sayap bagian apeks berbentuk sperti pancing (a), Tungkai: tibia berwarna hitam dan kadang-kadang pada femur depan terdapat spot hitam (f)
86
Bactrocera umbrosa
B a
C
E
D
F Keterangan: Spesies secara utuh (a), Kepala: spot hitam berbentuk bulat lonjong kecil (b), Toraks: terdapat pita kuning pada kedua sisi lateral (c), Abdomen: abdomen terga III-V berwarna coklat kemerahan dengan warna hitam di sisi lateral pada tergum ke III (d), Sayap: terdapat tiga pita melintang pada sayap (e), Tungkai: femur dan tibia berwarna kuning-coklat (f)
87
Bactrocera cucurbitae
B A
C
D
E F Keterangan: Spesies secara utuh (a), Kepala: spot hitam berbentuk oval berukuran besar (b),
Toraks: terdapat pita kuning pada sisi lateral dan di tengah skutum (c), Abdomen: pada umumnya berwarna cokelat kemerahan dengan pola “T” yang jelas (d), Sayap: terdapat pita hitam-coklat membulat pada ujung apeks, pita coklat melintang pada r - m (sangat tipis), dan pita hitam-coklat melintang pada dm-cu (e), Tungkai: femur dan tibia berwarna kuning-coklat (f)
88
Bactrocera caudata
A
B
C
D
E F Keterangan: Spesies secara utuh (f), Kepala: muka dengan garis hitam melintang di bawah antena (b), Toraks: terdapat pita kuning di sisi lateral dan di tengah skutum (c), Abdomen: abdomen dengan pola “T” yang tipis di bagian longitudinal dan tebal melintang di tergum III (d), Sayap: pita hitam kemerahan meruncing pada costa dan melebar membentuk spot pada bagian apeks (e), Tungkai: hanya 1/3 bagian apical femur hitam dan tibia berwarna hitam (f)
89
Bactrocera albistrigata
Keterangan: Spesies secara utuh (a), Kepala: spot hitam berbentuk bulat pada muka (b),
Toraks: postpronotal berwarna kuning, terdapat pita kuning di sisi lateral, dan dasar skutelum berwarna coklat kehitaman (c), Abdomen: terdapat pola hitam yang lebar di sisi lateral abdomen (d), Sayap: pita hitam mencapai r-m dan dm-cu (e), Tungkai: femur dan tibia berwarna kuning-coklat (f)
90
Lampiran 3. Karakter Morfologi dari Bagian-Bagian Tubuh Lalat Buah
Morfologi No 1
Spesies B. papaya
Muka
Sayap
Abdomen
Toraks
Tungkai
Muka berwarna kuning-coklat dengan sepasang spot hitam berbentuk oval
Sayap dengan costal band tipis berwarna hitamcoklat tepat pada R2+3 atau hanya melewati cabang ini menjadi lebih memudar dan sisanya di sekitar apeks menyempit dan sedikit lebih melebar atau berbentuk pancing ikan kecil di sekitar apeks R4+5
Abdomen tergum III-V berwarna coklatoranye dengan pola “T” yang jelas dengan garis hitam tipis melintang pada anterior margin dari tergum III yang sedikit melebar di sisi lateral, medial longitudinal berwarna hitam berukuran
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum hitam, sesudah pita kuning di sisi lateral gelap, di sekitar mesonotal suture dan postpronotal lobes juga berwarna coklat, pita kuning di sisi lateral lebar berbentuk paralel
Femur umumnya berwarna kuningcoklat, tibia depan dan belakang berwarna hitam kecoklatan, bagian pangkal tibia tengah berwarna hitam-coklat dan bagian apical berwarna kuningcoklat
91
2
B. carambolae
Muka dengan sepasang spot hitam berukuran sedang berbentuk oval
Sayap dengan costal band tipis berwarna hitamkemerahan sedikit melewati R2+3 dan sedikit melebar di bagian apeks dari R2+3 yang juga melewati apeks dari R4+5
sedang melewati ketiga tergum, anterolateral corners berwarna hitam pada tergum IV dan V, ada sepasang spot (ceromae) coklatoranye mengkilap pada tergum V
berakhir tepat atau di belakang intra alar seta, skutelum berwarna kuning
Abdomen tergum III-V berwarna coklatoranye dengan pola “T” yang jelas dengan garis hitam tipis melintang pada anterior margin dari tergum III dan melebar menutupi
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum hitam pucat dengan bagian belakang pita kuning sisi lateral berwarna coklat sekitar mesonotal suture dan arah dalam postpronotal
Terdapat spot hitam berbentuk bulat panjang pada bagian preapical dari permukaan femur depan, semua tibia berwarna hitam-coklat kecuali tibia tengah lebih pucat di bagian apical
92
sisi bagian samping, garis medial longitudinal hitam berukuran sedang melewati ketiga tergum, anterolateral corners pada tergum IV berwarna hitammerah hingga hitam dan berbentuk persegi empat, anterolateral corners pada tergum V berwarna coklatmerah, sepasang spot (ceromae) oval berwarna coklatoranye mengkilap pada tergum
lobes, terdapat dua pita kuning yang lebar berbentuk paralel di kedua sisi lateral yang berakhir tepat atau di belakang ia.seta, skutelum berwarna kuning
93
V 3
B. albistrigata
Muka dengan sepasang spot berwarna hitam dengan bentuk agak oval
Sayap dengan costal band yang sangat tipis hingga ke apeks, garis hitam berwarna coklat kehitaman melewati r-m dan dm-cu
Abdomen tergum III-V berwarna coklat-oranye dengan garis medial longitudinal yang tidak terlalu lebar pada ke tiga tergum dan marking hitam di sisi lateral, bervariasi dari anterolateral yang tipis sampai lebar
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum berwarna hitam, pita kuning di kedua sisi lateral, skutelum berwarna kuning dengan basal band lebar berwarna hitam
4
B. umbrosa
Muka dengan sepasang spot hitam berukuran sedang dengan bentuk bulat
Pola pada sayap dengan warna kemerahan yang sangat spesifik dan dengan costal band tepat pada R4+5 dan melewati vena pada apeks, garis coklat melintang di tengah sayap dan melewati kedua
Abdomen tergum III-V bervariasi dari coklatoranye dengan garis medial longitudinal berwarna hitam melewati tergum IV dan V, ada
Skutum berwarna Tungkai dengan hitam kecuali semua ruas bagian samping berwarna coklat ke kekuningan sisi lateral, postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, ada pita kuning yang lebar hampir
94
5
B. cucurbitae
Muka berwarna kuning coklat dengan sepasang spot hitam berbentuk oval
vena melintang, garis coklat tipis melintang pada bagian apeks
sepasang spot ceromae mengkilap pada tergum ke V
paralel di sisi lateral dan berhenti tepat atau sedikit di belakang intra alar seta, skutelum berwarna kuning
Sayap dengan costal band yang lebar berwarna coklat muda di antara R2+3 dan R4+5 dan melebar menjadi spot yang besar di bagian apeks, pita coklat muda melintang pada r-m dan dmcu
Abdomen tergum III-V berwarna coklatoranye dengan pola “T” yang terdiri dari garis hitam yang tipis melewati anterior margin dari tergum III, garis medial longitudinal agak lebar melintang pada ketiga tergum,
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum berwarna coklat-merah dengan atau tanpa marking berwarna hitam-merah, terdapat pita kuning di sisi lateral dan medial (tengah), skutelum pada umumnya berwarna kuning
95
anterolateral corner pada tergum IV dan V berwarna coklat tua 6
B. caudata
Muka berwarna kuning �coklat dengan garis hitam melintang di bawah rongga antena
Sayap dengan costal band hitam kemerahan tepat pada R2+3 dan melebar di sekitar apeks dari R4+5
Abdomen tergum III-V berwarna coklatoranye kecuali pada pola “T” dengan garis hitam yang melewati anterior margin dari tergum III dan garis medial longitudinal agak tipis pada ketiga tergum
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum berwarna hitam, terdapat pita kuning di sisi lateral dan medial, skutelum berwarna kuning
96
Lampiran 4. Jumlah Hasil Perangkap di Lokasi Penelitian Pasar Klungkung Atraktan/Spesies ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata B. papaya 30 0 19 0 25 0 15 0 27 0 11 0 38 0 16 0 181 21.29 B. carambolae 61 0 33 0 59 0 21 0 66 0 35 0 56 0 30 0 361 42.47 B. umbrosa 19 0 27 0 15 0 15 0 15 0 20 0 11 0 24 0 146 17.18 B. cucurbitae 0 17 0 0 0 10 0 0 0 11 0 0 0 15 0 0 53 6.24 B. caudate 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 5 0 0 11 1.29 B. albistrigata 0 5 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 7 1 0 22 2.59 Total 110 22 79 0 99 10 51 0 108 26 66 0 105 27 71 0 774 91.06 Rata-rata 31.4 6.29 23 0 28.3 2.86 15 0 30.9 7.43 18.9 0 30 7.71 20.29 0 221.14
Pasar Gianyar Atraktan/Spesies B. papaya B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudate B. albistrigata Total Rata-rata
ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata 21 0 19 0 18 0 11 0 29 0 15 0 34 0 18 0 165 19.41 52 0 33 0 58 0 32 0 60 0 36 0 62 0 37 0 370 43.53 12 0 27 0 7 0 7 0 17 0 14 0 19 0 15 0 118 13.88 0 15 2 0 0 9 0 0 0 11 0 0 0 8 0 0 45 5.29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0 9 0 0 0 7 0 0 0 5 2 0 0 12 0 0 35 4.12 85 24 81 0 83 16 50 0 106 16 67 0 115 20 70 0 733 86.24 24.3 6.86 23 0 23.7 4.57 14 0 30.3 4.57 19.1 0 32.9 5.71 20 0 209.429
97
Pasar Kreneng Atraktan/Spesies B. papaya B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudate B. albistrigata Total Rata-rata
ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata 78 0 35 0 55 0 32 0 55 0 27 0 60 0 20 0 362 42.59 60 0 49 0 50 0 55 0 54 0 50 0 52 0 48 0 418 49.18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 5 0.59 0 0 0 0 0 13 0 0 0 15 0 0 0 10 0 0 38 4.47 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 0 0 37 4.35 138 20 84 0 105 13 87 0 109 15 82 0 112 27 68 0 860 101.18 39.4 5.71 24 0 30 3.71 25 0 31.1 4.29 23.4 0 32 7.71 19.43 0 245.714
Pasar Anyar Atraktan/Spesies B. papaya B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudate B. albistrigata Total Rata-rata
ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata 15 0 10 0 9 0 11 0 8 0 8 0 9 0 5 0 75 8.82 18 0 8 0 10 0 16 0 15 0 10 0 11 0 18 0 106 12.47 0 0 0 0 2 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 4 0.47 0 11 0 0 0 12 0 0 0 6 1 0 0 8 0 0 38 4.47 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0 3 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 5 0.59 33 14 18 0 21 12 27 0 25 8 19 0 20 8 23 0 228 26.82 9.43 4 5.1 0 6 3.43 7.7 0 7.14 2.29 5.43 0 5.71 2.29 6.571 0 65.1429
98
Pasar Badung Atraktan/Spesies B. papaya B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudate B. albistrigata Total Rata-rata
Tanaman mangga Atraktan/Spesies B. papaya B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudate B. albistrigata Total Rata-rata
ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata 37 0 26 0 30 0 39 0 27 0 30 0 44 0 26 0 259 30.47 72 0 49 0 41 0 23 0 48 0 51 0 41 0 57 0 382 44.94 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 4 0 0 0 5 0.59 0 6 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 14 0 0 35 4.12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0 0 1 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0.59 109 6 76 0 71 12 62 0 75 7 82 0 89 14 83 0 686 80.71 31.1 1.71 22 0 20.3 3.43 18 0 21.4 2 23.4 0 25.4 4 23.71 0 196
ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL 69 0 60 0 60 0 82 0 70 0 80 0 59 0 59 65 0 65 0 63 0 68 0 69 0 56 0 60 0 40 38 0 40 0 31 0 43 0 30 0 41 0 35 0 40 0 29 28 0 0 34 15 0 0 40 20 0 0 20 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 10 0 0 19 7 0 0 20 0 0 0 23 7 172 49 203 0 154 53 215 0 169 60 197 0 154 43 156 49.1 14 58 0 44 15 61 0 48.3 17 56 0 44 12 45
0 0 0 0 0 0 0 0
Total Rata-rata 539 63.41 486 57.18 298 35.06 196 23.06 0 0.00 106 12.47 1625 191.18 464.29
99
Tanaman Jeruk Atraktan/Spesies B. papaya B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudate B. albistrigata Total Rata-rata
ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata 30 0 19 0 20 0 20 0 22 0 17 0 15 0 21 0 164 19.29 34 0 30 0 25 0 39 0 41 0 39 0 27 0 40 0 275 32.35 9 0 5 0 9 0 5 0 11 0 5 0 8 0 5 0 57 6.71 0 3 0 0 0 2 0 0 0 5 0 0 0 3 0 0 13 1.53 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 73 3 54 0 54 2 64 0 74 5 61 0 50 3 66 0 509 59.88 20.9 0.86 15 0 15 0.6 18 0 21.1 1.4 17 0 14 0.9 19 0 145.43
Tanaman Cabai Besar Atraktan/Spesies ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata B. papaya 16 0 14 0 23 0 19 0 22 0 17 0 15 0 21 0 147 17.29 B. carambolae 34 0 30 0 25 0 39 0 41 0 39 0 27 0 40 0 275 32.35 B. umbrosa 12 0 13 0 9 0 5 0 11 0 5 0 8 0 5 0 68 8.00 B. cucurbitae 0 3 0 0 0 2 0 0 0 5 0 0 0 3 0 0 13 1.53 B. caudate 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 B. albistrigata 0 4 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 6 0 0 25 2.94 Total 62 7 57 0 57 10 63 0 74 12 61 0 50 9 66 0 528 62.12 Rata-rata 17.7 2 16 0 16 2.9 18 0 21.1 3.4 17 0 14 2.6 19 0 150.86
100
Tanaman Cabai Kecil Atraktan/Spesies B. papaya B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudate B. albistrigata Total Rata-rata
ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata 15 0 19 0 20 0 20 0 10 0 17 0 15 0 19 0 135 15.88 29 0 20 0 29 0 38 0 33 0 15 0 26 0 28 0 218 25.65 11 0 9 0 9 0 5 0 6 0 5 0 8 0 5 0 58 6.82 0 2 0 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0 4 1 0 12 1.41 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0 5 0 0 0 7 0 0 0 5 0 0 0 5 0 0 22 2.59 55 7 48 0 58 9 63 0 49 8 37 0 49 9 53 0 445 52.35 15.7 2 14 0 17 2.6 18 0 14 2.3 11 0 14 2.6 15 0 127.14
Tanaman Semangka Atraktan/Spesies B. papaya B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudate B. albistrigata Total Rata-rata
ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL ME CL DL TL Total Rata-rata 25 0 14 0 30 0 10 0 30 0 13 0 30 0 18 0 170 20.00 51 0 30 0 58 0 17 0 49 0 22 0 45 0 29 0 301 35.41 10 0 7 0 11 0 5 0 11 0 8 0 11 0 14 0 77 9.06 0 155 100 0 0 146 85 0 0 102 89 0 0 130 103 0 910 107.06 0 1 2 0 0 1 0 0 0 3 0 0 0 1 0 0 8 0.94 86 4 1 0 99 2 1 0 89 6 1 0 90 5 1 0 385 45.29 172 160 154 0 198 149 118 0 179 111 133 0 176 136 165 0 1851 217.76 49.1 45.7 44 0 57 43 34 0 51.1 32 38 0 50 39 47 0 528.86
101
Lampiran 5.
Indeks Keragaman Lalat Buah di Lokasi Penelitian Keragaman Lalat Buah di Pasar Klungkung Spesies Jumlah Pi Log B. papayae 181 0.23 -0.63 B. carambolae 361 0.47 -0.33 B. umbrosa 146 0.19 -0.72 B. cucurbitae 53 0.07 -1.16 B. caudata 11 0.01 -1.85 B. albistrigata 22 0.03 -1.55 N 774 1.00 -6.24 S 6 Shannon Diversity (H') = 0,59
Keragaman Lalat Buah di Pasar Gianyar Spesies Jumlah Pi B. papayae 165 0.23 B. carambolae 370 0.50 B. umbrosa 118 0.16 B. cucurbitae 45 0.06 B. albistrigata 35 0.05 N 733 1.00 S 5 Shannon Diversity (H') = 0,56
Log -0.65 -0.30 -0.79 -1.21 -1.32 -4.27
Keragaman Lalat Buah di Pasar Kreneng Spesies Jumlah Pi Log B. papayae 362 0.42 -0.38 B. carambolae 418 0.49 -0.31 B. umbrosa 5 0.01 -2.24 B. cucurbitae 38 0.04 -1.35 B. albistrigata 37 0.04 -1.37 N 860 1.00 -5.65 S 5 Shannon Diversity (H') = 0,44
pi*log pi -0.15 -0.15 -0.14 -0.08 -0.03 -0.04 -0.59
pi*log pi -0.15 -0.15 -0.13 -0.07 -0.06 -0.56
pi*log pi -0.16 -0.15 -0.01 -0.06 -0.06 -0.44
pi x ( log pi)2 0.09 0.05 0.10 0.09 0.05 0.07 0.45
pi x ( log pi)2 0.09 0.04 0.10 0.09 0.08 0.41
pi x ( log pi)2 0.06 0.05 0.03 0.08 0.08 0.30
102
Keragaman Lalat Buah di Pasar Badung Spesies Jumlah Pi B. papayae 259 0.38 B. carambolae 382 0.56 B. umbrosa 5 0.01 B. cucurbitae 35 0.05 B. albistrigata 5 0.01 N 686 S 5 Shannon Diversity (H') = 0,38 Keragaman Lalat Buah di Pasar Anyar Spesies Jumlah Pi B. papayae 75 0.33 B.carambolae 106 B. umbrosa 4 B. cucurbitae 38 B. albistrigata 5 N 228 S 5 Shannon Diversity (H') = 0,52
0.46 0.80 0.17 0.02
Log -0.42 -0.25 -2.14 -1.29 -4.11
Log -0.48
pi*log pi -0.16
-0.33 -0.10 -0.78 -1.69
-0.15 -0.08 -0.13 -0.52
Keragaman Lalat Buah di sentra Mangga Spesies Jumlah Pi Log B. papayae 539 0.33 -0.48 B. carambolae 486 0.30 -0.52 B. umbrosa 298 0.18 -0.74 B. cucurbitae 196 0.12 -0.92 B. albistrigata 106 0.07 -1.19 n 1625 1.00 -3.84 S 5 Shannon Diversity (H') = 0,64 Keragaman Lalat Buah di sentra Jeruk Spesies Jumlah Pi B. papayae 164 0.32 B. carambolae 275 0.54 B. umbrosa 57 0.11 B. cucurbitae 13 0.03 n 509 1.00 S 4 Shannon Diversity (H') = 0,45
pi*log pi -0.16 -0.14 -0.02 -0.07 -0.38
Log -0.49 -0.27 -0.95 -1.59 -3.30
pi x ( log pi)2 0.07 0.04 0.03 0.09 0.22
pi x ( log pi)2 0.08 0.05 0.01 0.10 0.24
pi*log pi -0.16 -0.16 -0.14 -0.11 -0.08 -0.64
pi x ( log pi)2 0.08 0.08 0.10 0.10 0.09 0.45
pi*log pi -0.16 -0.14 -0.11 -0.04 -0.45
pi x ( log pi)2 0.08 0.04 0.10 0.06 0.28
103
Keragaman Lalat Buah di sentra Cabai Besar Spesies Jumlah Pi Log B. papayae 135 0.30 -0.52 B. carambolae 218 0.49 -0.31 B. umbrosa 58 0.13 -0.88 B. cucurbitae 12 0.03 -1.57 B. albistrigata 22 0.05 -1.31 N 445 1.00 -4.59 S 5 Shannon Diversity (H') = 0,53 Keragaman Lalat Buah di sentra Cabai Kecil Spesies Jumlah Pi Log B. papayae 135 0.30 -0.52 B. carambolae 218 0.49 -0.31 B. umbrosa 58 0.13 -0.88 B. cucurbitae 12 0.03 -1.57 B. albistrigata 22 0.05 -3.28 N 445 S 5 Shannon Diversity (H') = 0,47 Keragaman Lalat Buah di sentra Semangka Spesies Jumlah Pi Log B. papayae 170 0.09 -1.04 B. carambolae 301 0.16 -0.79 B. umbrosa 77 0.04 -1.38 B. cucurbitae 910 0.49 -0.31 B. caudata 8 0.00 -2.36 B. albistrigata 385 0.21 -0.68 N 1851 1.00 -6.56 S 6 Shannon Diversity (H') = 0,58
pi*log pi -0.16 -0.15 -0.12 -0.04 -0.06 -0.53
pi x ( log pi)2 0.08 0.05 0.10 0.07 0.08 0.38
pi*log pi -0.16 -0.15 -0.12 -0.04 -0.47
pi x ( log pi)2 0.08 0.05 0.10 0.07 0.30
pi*log pi -0.10 -0.13 -0.06 -0.15 -0.01 -0.14 -0.58
pi x ( log pi)2 0.10 0.10 0.08 0.05 0.02 0.10 0.45
104
Lampiran 6. Kelimpahan Lalat Buah di Lokasi Penelitian Kelimpahan Lalat buah di pasar
Spesies B. papayae B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudata B. albistrigata
Pasar Klungkung 0.31 0.87 0.23 0.07 0.01 0.03
Pasar Gianyar 0.29 1.02 0.19 0.07 0.00 0.05
Pasar Kreneng 0.73 0.95 0.01 0.05 0.00 0.04
Pasar Badung 0.61 1.26 0.01 0.05 0.00 0.01
Kelimpahan Lalat Buah di sentra Buah
Spesies B. papayae B. carambolae B. umbrosa B. cucurbitae B. caudata B. albistrigata
Mangga 0.50 0.43 0.22 0.14 0.00 0.07
Jeruk 0.48 1.18 0.13 0.03 0.00 0.00
Cabai Besar 0.39 1.09 0.15 0.03 0.00 0.05
Cabai Semangka Kecil 0.44 0.10 0.96 0.19 0.15 0.04 0.03 0.97 0.00 0.00 0.05 0.26
Pasar Anyar 0.49 0.87 0.02 0.20 0.00 0.02
105
Lampiran 7. Tanaman-Tanaman yang Ada Di Sekitar Sentra Buah-Buahan di Bali No
Sentra
Tanaman buah-buahan yang ada di sekitarnya
1
Mangga
Nangka, Rambutan, Buah naga, Sawo
2
Jeruk
Nangka, Jambu biji, Nanas
3
Cabai Besar
Nangka, Tomat, Kentang,
4
Cabai Kecil
Nangka, Jagung, Terung
5
Semangka
Nangka, Jagung, Kedelai, Cabai kecil
106
Lampiran 8. Gejala Serangan Lalat Buah
107