KEANEKARAGAMAN LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) DI JAKARTA, DEPOK, DAN BOGOR SEBAGAI BAHAN KAJIAN PENYUSUNAN ANALISIS RISIKO HAMA
RUMENDA GINTING
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keanekaragaman Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Jakarta, Depok, dan Bogor sebagai Bahan Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2009
Rumenda Ginting A451064164
ABSTRACT RUMENDA GINTING. The Diversity of Fruit Fly (Diptera: Tephritidae) in Jakarta, Depok, and Bogor as Pest Risk Analysis (PRA) Component. Under direction of NINA MARYANA and TEGUH SANTOSO. Fruit fly (Diptera: Tephritidae) is one of the important pest in horticultural crop. More than one hundred horticultural plants become objects of fruit flies infestation. When the population was high, the intensity of its attack can reach 100%. Therefore, this pest attracts the world s attention in its effort to make control, species inventory, host, and distribution of fruit flies through survey area. This research was aimed to collect data of the diversity of fruit flies in Jakarta, Depok, and Bogor. The data collected was aimed not only to supply the information in designing the PRA of plant pest organisms but also to construct the pest list of fruit flies species of the country. This research was carried out in Kramat jati central market and fruits warehouse at Tj. Priok (Jakarta), UI forests and Cimanggis (Depok), and Cihanyawar (Bogor). Methods of the research consisted designing and placing the traps, collecting the samples of the trapped fruit flies, collecting and processing the samples, identifying the collected and processed fruit flies, and analyzing the data and plant pest organisms status. Fourteen species of fruit flies have been identified: Bactrocera carambolae, B. impunctata, B. minuscula, B. occipitalis, B. papayae, B. umbrosa, Bactrocera sp. which were attracted and trapped by Methyl eugenol (ME), while other 7 species were attracted and trapped by Cue lure (CUE): B. albistrigata, B. calumniata, B. caudata, B. cucurbitae, B. melastomatos, B. neocognata, and Dacus longicornis. Data analysis shown that Cihanyawar has a highest variety species index value (1.30). On the contrary, Cimanggis has a smallest value of variety species (0.85). B. carambolae was chosen as a model of PRA lists. B. carambolae has a high risk as quarantine pest with about 78 host plant species distributed in the 27 families. During investigation, exotic species was not detected, and all fruit flies trapped were judged as endemic pest. Key words: trap, methyl eugenol, cue lure, species index value, Bactrocera
RINGKASAN RUMENDA GINTING. Studi Keanekaragaman Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) Di Jakarta, Depok, dan Bogor Sebagai Bahan Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama. Dibimbing oleh NINA MARYANA dan TEGUH SANTOSO. Lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan hama penting pada tanaman hortikultura di dunia. Lebih dari seratus jenis tanaman hortikultura menjadi sasaran serangannya. Pada populasi tinggi, intensitas serangannya dapat mencapai 100%. Karena itu, hama ini menarik perhatian praktisi hama seluruh dunia untuk melakukan upaya pengendalian, inventarisasi spesies, kisaran inang, dan pemetaan daerah sebaran melalui survei suatu area. Dengan alasan tersebut penelitian dilakukan di lima lokasi yang berbeda yaitu di Pasar Induk Kramat Jati dan Gudang Buah Tanjung Priok (Jakarta); Taman Hutan UI dan lahan pertanaman belimbing Cimanggis (Depok); serta lahan pertanaman cabe di Cihanyawar (Bogor). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data keanekaragaman spesies lalat buah di Jakarta, Depok, dan Bogor, serta mendapatkan informasi dalam upaya penyusunan analisis risiko hama, dan untuk mendukung pembuatan daftar spesies lalat buah. Metode penelitian yang digunakan mengacu pada metode surveilens baku ISPM 6 dan ACIAR. Perangkap yang digunakan merupakan modifikasi model steinner trap. Perangkap dipasang secara sistematik pada 4 titik. Pengumpulan hasil perangkap dilakukan selama 8 kali dengan interval waktu satu minggu. Lalat buah diidentifikasi menggunakan mikroskop stereo SMZ 800. Dihitung proporsi individu jenis ke-i dan indeks keanekaragaman jenis. Studi literatur dilakukan terhadap spesies B. carambolae sebagai model dalam kajian status analisis risiko hama. Dari hasil penelitian ditemukan 14 spesies lalat buah. Sebanyak 7 spesies lalat buah terperangkap pada atraktan Methyl eugenol, yaitu: Bactrocera carambolae, B. impunctata, B. minuscula, B. occipitalis, B. papayae, B. umbrosa, dan Bactocera sp. Tujuh spesies lainnya terperangkap pada atraktan Cue lure: B. albistrigata, B. calumniata, B. caudata, B. cucurbitae, B. melastomatos, B. neocognata, dan Dacus longicornis. Semua spesies yang ditemukan bukan merupakan spesies lalat buah baru. Satu spesies lalat buah belum dapat diidentifikasi hingga spesies karena pola pada kedua sayap tidak sama sehingga tidak sesuai dengan kunci yang tersedia. Cihanyawar memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis spesies tertinggi (1.30), sedangkan Cimanggis terendah (0.85). Bactrocera carambolae dipilih sebagai model untuk kajian literatur penyusunan analisis risiko hama. B. carambolae memiliki risiko karantina yang tinggi dengan jumlah tanaman inang sekitar 78 jenis dari 27 famili tanaman, menyebar dalam populasi yang sangat tinggi. Kata kunci: perangkap, methyl eugenol, cue lure, indeks keanekaragaman jenis, Bactrocera
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEANEKARAGAMAN LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) DI JAKARTA, DEPOK, DAN BOGOR SEBAGAI BAHAN KAJIAN PENYUSUNAN ANALISIS RISIKO HAMA
RUMENDA GINTING
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi/Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Hermawan, S.P. M.Sc.
Judul Tesis : Keanekaragaman Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Jakarta, Depok, dan Bogor Sebagai Bahan Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama Nama : Rumenda Ginting NIM : A451064164
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. Ketua
Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA. Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Entomologi/Fitopatologi
Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc.
Tanggal Ujian: 18 Februari 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia, limpahan berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan karya ini. Tema yang dipilih untuk penelitian yang telah berlangsung mulai bulan Agustus hingga Nopember 2008 ialah Keanekaragaman Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Jakarta, Depok, dan Bogor Sebagai Bahan Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. dan Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi serta bantuan dengan penuh keiklasan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa untuk melanjutkan ke program S2, Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, segenap pengajar IPB, dan semua laboran DPT, IPB. Penulis memberikan penghargaan kepada rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Entomologi/Fitopatologi IPB khususnya mahasiswa program khusus karantina, teristimewa Nurjanah, Yani Dawy, Nurmaida, Krisna Dwiharniati, Lia, Mas Andi, dan segenap staff BBUSKP yang telah membantu baik moril maupun materil hingga studi penulis selesai. Terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada semua keluarga, Suami tercinta Ropo Sembiring, Buah hatiku Regina Maylani, dan Kiki atas segala dukungan, kesabaran, pengertian, perhatian, doa dan kasih sayangnya yang tulus hingga studi ini lancar. Karya ini kupersembahkan pada Ayahanda (alm) dan Abang ipar Sukur Sembiring (alm). Semoga karya ini memberikan manfaat.
Bogor, Februari 2009
Rumenda Ginting
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Sugihen, Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara, pada tanggal 4 Februari 1971 dari Bapak Paginting Ginting (alm) dan Ibu Ndolit Br Perangin-angin. Penulis merupakan anak ke tujuh dari tujuh bersaudara. Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri I Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dan pada tahun 1991 masuk Universitas Sumatera Utara, Medan, melalui jalur SIPENMARU (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis memilih Fakultas Pertanian, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Penulis lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2001 sampai sekarang penulis bekerja di Balai Uji Standar Karantina Tumbuhan yang sekarang menjadi Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian. Pada tahun 2007 penulis menerima beasiswa dan berkesempatan melanjutkan pendidikan ke Program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................... Permasalahan .. . Tujuan Penelitian .... . Manfaat Penelitian .. .
1 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah ......................................................................... ............... Morfologi ................................................................................... Bioekologi .. ......................... Gejala Serangan ........................................................................ Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan .... ..... Persebaran ................................................................................. Analisis Risiko Hama (Pest Risk Analysis) ......................................
4 4 5 6 6 7 9
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ......................................................................... Metode Penelitian............................................................................ Pembuatan dan Penempatan Perangkap ...................................... Pengumpulan Hasil Perangkap ................................................... Penanganan Sampel ................................................................... Identifikasi ................................................................................. Analisis Data ............................................................................. Kajian Analisis Risiko Hama ......................................................
11 12 12 14 14 14 15 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Spesies yang Ditemukan.................................................................. Indeks Keanekragaman Jenis .......................................................... Kunci Identifikasi Spesies yang Ditemukan .................................... Model Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama ............................
16 19 21 24
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .................................................................................... Saran ...........................................................................................
30 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
31
LAMPIRAN ...........................................................................................
34
DAFTAR TABEL Halaman
1 Spesies lalat buah di Indonesia yang dikumpulkan selama survei tahun (2005-2006)...................................................................................
8
2 Ketinggian tempat dan ordinat lokasi pengambilan sampel......................
11
3 Spesies lalat buah yang dikumpulkan dari lima lokasi penelitian ...........
16
4 Nilai indeks keanekaragaman jenis di lima lokasi penelitian....................
20
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta lokasi penelitian di Jakarta, Depok, dan Bogor................................. 2
12
Perangkap lalat buah: bagian luar (a), bagian dalam (b), pemberian bahan kimia (c) ......................................................................................
13
3 Penempatan perangkap lalat buah di lokasi penelitian ............................
13
4
Pengumpulan hasil perangkap: sampel dalam perangkap (a), sampel dikumpulkan di atas kertas tisu (b), kotak karton wadah sampel (c) .......
14
5 Spesies dan jumlah lalat buah di lima lokasi penelitian............................
18
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Pasar Induk Kramat Jati....
34
2 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Gudang Buah Tanjung Priok .......................................................................................................
34
3 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Hutan UI ..........................
35
4 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Cimanggis .......................
35
5 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Cihanyawar ......................
36
6 Morfologi spesies Bactrocera albistrigata...............................................
37
7 Morfologi spesies Bactrocera calumniata ...............................................
38
8 Morfologi spesies Bactrocera carambolae ..............................................
39
9 Morfologi spesies Bactrocera caudata ....................................................
40
10 Morfologi spesies Bactrocera cucurbitae ................................................
41
11 Morfologi spesies Bactrocera impunctata ...............................................
42
12 Morfologi spesies Bactrocera melastomatos ...........................................
43
13 Morfologi spesies Bactrocera minuscula.................................................
44
14 Morfologi spesies Bactrocera neocognata...............................................
45
15 Morfologi spesies Bactrocera occipitalis.................................................
46
16 Morfologi spesies Bactrocera papayae....................................................
47
17 Morfologi spesies Bactrocera umbrosa ...................................................
48
18 Morfologi spesies Bactrocera sp. . ..........................................................
49
19 Morfologi spesies Dacus longicornis.......................................................
50
20 Karakter morfologi dari bagian-bagian tubuh lalat buah ..........................
51
PENDAHULUAN Latar Belakang Lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan salah satu hama penting yang menarik perhatian dunia karena peranannya yang penting secara ekonomi. Terdapat sekitar 4000 spesies lalat buah di dunia dan 35% di antaranya menyerang buah-buahan yang berkulit lunak dan tipis, termasuk di dalamnya buah-buahan komersial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Di samping
menyerang buah-buahan yang lunak, sekitar 40% lalat buah juga hidup dan berkembang pada bunga tanaman famili Asteraceae (Compositae); selebihnya hidup pada bunga tanaman famili lainnya atau menjadi pengorok pada daun, batang, atau jaringan akar.
Famili Tephritidae memiliki beberapa subfamili.
Subfamili yang spesiesnya terkenal sebagai hama lalat buah adalah Dacinae dan Trypetinae yang terdiri atas dua genus yaitu Dacus (Fabricus) dan Bactrocera (Macquart) (White & Harris 1992; Landolt & Quilici 1996). Di Indonesia, survei lalat buah pertama kali dilakukan oleh Hardy pada tahun 1985 dan menemukan 66 spesies. Pada tahun 1992 sampai dengan 1994, Pusat Karantina Pertanian secara nasional melakukan survei dan menemukan sekitar 47 spesies, 20 spesies di antaranya merupakan kompleks Bactrocera dorsalis
(Drew & Hancock 1994; Hamzah
2004).
Laporan AQIS (2008)
menunjukkan bahwa pada saat ini di Indonesia terdapat 63 spesies lalat buah, tetapi Ceratitis capitata Wied. yang dikenal dengan sebutan Mediterranean Fruit Fly atau Medfly yang menjadi hama penting pada tanaman jeruk di wilayah sekitar laut Tengah (White & Harris 1992), belum ditemukan di Indonesia. Mencegah pemasukkan dan persebaran suatu organisme pengganggu tumbuhan/organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPT/OPTK) dari luar negeri ke dalam wilayah Republik Indonesia (RI), atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara RI, atau keluar dari wilayah negara RI merupakan tugas pokok karantina tumbuhan. Tugas ini tertera dalam UU No 16 Tahun 1992. Penerapan peraturan karantina banyak dilakukan di berbagai negara di dunia, terutama negara-negara pengimpor buah-buahan (BKP 1994). Globalisasi perdagangan buah dan sayuran segar membuat semua negara harus memperhatikan kesehatan tanaman dari serangan hama khususnya lalat
2
buah. Banyak kasus penolakan ekspor komoditas buah dan sayur segar oleh suatu negara pengimpor yang disebabkan adanya gejala serangan lalat buah (Suputa et al. 2006). Permasalahan klasik yang sering dihadapi Indonesia dalam hal ekspor komoditas hortikultura adalah standar mutu (kualitas) produk.
Standar yang
ditetapkan adalah bahwa suatu produk tidak mengandung residu berbahaya melebihi ambang batas, tidak mengandung hama penyakit (OPT), dan suatu negara harus menyediakan daftar spesies (pest list)/deskripsi yang cukup tentang OPT suatu komoditas apabila ingin memperluas pasar perdagangan komoditas pertanian tersebut (BKP 2007a). Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu daerah perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi untuk melakukan surveilens dan pengendalian pada tanaman buah maupun sayuran yang dibudidayakan. Hal ini penting karena spesies lalat buah tertentu mempunyai preferensi terhadap jenis inang tertentu (Muryati et al. 2005) Analisis risiko organisme pengganggu tumbuhan (AROPT) merupakan suatu proses untuk menetapkan suatu hama termasuk OPTK atau organisme pengganggu tumbuhan penting (OPTP). Analisis ini juga menetapkan syaratsyarat atau tindakan karantina yang sesuai untuk mencegah masuk dan tersebarnya OPT tersebut. Tujuan dilakukannya analisis risiko suatu OPT adalah untuk mengklasifikasikan OPT/OPT eksotik sebagai OPT karantina atau OPT non karantina berdasarkan bukti biologi dan ekonomi serta potensi merusak OPT tersebut (ISPM 1995; Ikin 2003).
Permasalahan Badan Karantina Pertanian sebagai benteng terdepan negara dalam mencegah masuk dan tersebarnya OPTK, baik antar negara maupun antar area di dalam wilayah negara Republik Indonesia, berkewajiban melengkapi sertifikat kesehatan dari area asal bagi tumbuhan dan bagian-bagian tumbuhan, yang dikirim dari suatu area ke area lain. Persyaratan tersebut berlaku bagi media pembawa OPT yang dikeluarkan dari wilayah negara Indonesia apabila disyaratkan oleh negara tujuan. Salah satu OPT yang banyak menjadi perhatian dunia adalah lalat buah. Oleh karena itu perlu penelitian mengenai
3
keanekaragaman spesies lalat buah di area produksi atau area tertentu dan membuat daftar spesies, pemetaan daerah sebar dan deteksi lalat buah baru dari seluruh wilayah Indonesia. Di samping itu perlu dilakukan studi literatur sebagai informasi pendukung dalam upaya penyusunan analisis risiko hama. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data keanekaragaman spesies lalat buah di Jakarta, Depok, dan Bogor, serta mendapatkan informasi dalam upaya penyusunan analisis risiko hama, dan untuk mendukung pembuatan daftar spesies lalat buah. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam melengkapi daftar spesies lalat buah, menjadi sumber informasi daerah sebar lalat buah, serta sumber informasi dalam pembuatan kajian penyusunan suatu analsis risiko hama.
TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah Morfologi Telur lalat buah umumnya berwarna putih atau putih kekuningan berbentuk bulat panjang. Panjang telur antara 0.3 mm-0.8 mm dan lebar 0.2 mm dengan micropyle protruding yang tipis di bagian akhir anterior (CABI 2007). Telur akan menetas menjadi larva dua hari setelah diletakkan di dalam buah (Ditlin Hortikultura 2006). Larva berwarna putih keruh kekuningan, berbentuk bulat panjang dan salah satu ujungnya runcing. Kepala berbentuk runcing, mempunyai alat pengait dan bintik yang jelas. Larva instar ketiga berukuran sedang, dengan panjang 7.0 mm9.0 mm dan lebar 1.5-1.8 mm (White & Harris 1994). Puparium lalat buah berbentuk oval berwarna kuning kecoklatan dengan panjang ± 5 mm (Ditlin Hortikultura 2006). Imago lalat buah umumnya memiliki ciri-ciri penting di kepala, toraks, sayap, dan abdomen. Kepala terdiri atas antena, mata, dan spot. Pada toraks terdapat dua bagian penting yakni skutum dan skutelum. Sayap mempunyai bentuk dan pola pembuluh yakni costa, radius, median, cubitus, anal, r-m dan dm-cu (pembuluh sayap melintang). Pada genus Bactrocera ruas-ruas abdomen terpisah dan genus Dacus ruas-ruas abdomen menyatu.
Pada abdomen,
Bactrocera, tergum I dan II menyatu, tergum III-V terpisah. Pada Dacus, antara toraks dan abdomen mempunyai pinggang ramping (petiole) sehingga menyerupai tawon (Siwi et al. 2006). Lalat buah komplek B. dorsalis memiliki membran sayap yang cerah, kecuali pada costal band (tidak mencapai R4+5); cell basal costa dan costa tidak berwarna dan tidak ada microtrichia. Skutum umumnya berwarna hitam dengan pita kuning di sisi lateral dan tidak memiliki pita kuning di bagian tengah skutum. Skutelum berwarna kuning kecuali pada bagian basal dengan pita hitam yang tipis. Abdomen dengan garis medial pada tergum III-V dan berwarna hitam di sisi lateral (CABI 2007). Abdomen umumnya mempunyai pita melintang dan pita membujur berwarna hitam atau berbentuk huruf T yang kadang-kadang tidak jelas
5
(Lawson et al. 2003). Ujung abdomen lalat betina lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur (ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah. Pada jantan, abdomen lebih bulat dan pada tergum III di kedua sisi lateral abdomen terdapat pecten (Drew 1989). Bioekologi Siklus hidup lalat buah mengalami perkembangan sempurna atau dikenal dengan perkembangan holometabola yang memiliki 4 fase metamorfosis yaitu: telur, larva, pupa, dan imago (Vijaysegaran & Drew 2006). Telur lalat buah diletakkan berkelompok 2-15 butir. Lalat buah betina dapat meletakkan telur 140 butir/hari. Seekor lalat betina dapat meletakkan telur 100-500 butir (Sodiq 1992 dalam Siwi 2005). Menurut Vijaysegaran dan Drew (2006), satu ekor betina B. dorsalis dapat menghasilkan telur 1200 - 1500 butir.
Telur-telur
diletakkan pada buah di tempat yang terlindung dan tidak terkena sinar matahari langsung serta pada buah-buah yang agak lunak dan permukaannya agak kasar (Ditlin Hortikultura 2006) Larva terdiri atas 3 instar. Larva hidup dan berkembang di dalam daging buah selama 6-9 hari. Pada instar ke tiga menjelang pupa, larva akan keluar dari dalam buah melalui lubang kecil. Setelah berada di permukaan kulit buah, larva akan melentingkan tubuh, menjatuhkan diri dan masuk ke dalam tanah. Di dalam tanah larva menjadi pupa (Djatmiadi & Djatnika 2001). Pupa awalnya berwarna putih, kemudian berubah menjadi kekuningan dan akhirnya menjadi coklat kemerahan. Masa pupa berkisar antara 4-10 hari (Ditlin Hortikultura 2006). Pupa berada di dalam tanah atau pasir pada kedalaman 2-3 cm di bawah permukaan tanah atau pasir. Setelah 6 -13 hari, pupa menjadi imago (Djatmiadi & Djatnika 2001). Siklus hidup lalat buah dari telur sampai imago di daerah tropis berlangsung lebih kurang 27 hari. Lama hidup imago betina berkisar antara 23-27 hari dan imago jantan antara 13-15 hari. Imago betina setelah kopulasi akan meletakkan telur setelah 3-8 hari. Nisbah kelamin jantan berbanding dengan betina yakni 1:1 (Sodiq 1992 dalam Siwi 2005). Lalat buah dewasa hidup bebas di alam dan bergerak secara aktif.
Lalat betina sering dijumpai di sekitar tanaman buah-
6
buahan dan sayuran pada pagi dan sore hari, sedangkan lalat buah jantan bergerak aktif dan memburu lalat buah betina untuk melakukan kopulasi (Siwi 2005). Gejala Serangan Lalat buah meletakkan telur pada jaringan buah. Tempat peletakan telur ini ditandai dengan adanya noda/titik kecil berwarna hitam yang tidak terlalu jelas. Noda-noda kecil bekas tusukan ovipositor ini merupakan gejala awal serangan lalat buah. Bekas tusukan ovipositor ini akan diikuti dengan munculnya nekrosis di sekitar tusukan. Telur kemudian menetas dan larva memakan daging buah yang menyebabkan noda-noda kecil berkembang menjadi bercak coklat, selanjutnya larva akan merusak daging buah sehingga buah menjadi busuk dan gugur sebelum mencapai kematangan yang diinginkan. Buah yang gugur ini jika tidak segera dikumpulkan dan dimusnahkan akan menjadi sumber infestasi lalat buah generasi berikutnya (BALITJERUK
2006; Ditlin Hortikultura 2006;
Wharton 1989). Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Faktor yang mempengaruhi lalat buah adalah faktor suhu, kelembaban, cahaya, angin, tanaman inang, dan musuh alami. Faktor iklim berpengaruh pada pemencaran, perkembangan, daya bertahan hidup, perilaku, reproduksi, dinamika populasi, dan peledakan hama (McPheron & Steck 1996). Menurut Messenger (1976 dalam Siwi 2005), iklim berpengaruh terhadap perilaku seperti aktifitas kawin dan peletakan telur. Populasi juga dipengaruhi angka kelahiran, kematian, dan penyebaran serangga. Menurut Bateman (1972), suhu berpengaruh terhadap
perkembangan,
keperidian, lama hidup, dan mortalitas Bactrocera spp. Lalat buah umumnya dapat hidup dan berkembang pada suhu 10-30ºC. Pada suhu antara 25-30 oC telur lalat buah dapat menetas dalam waktu yang singkat yaitu 30-36 jam. Kelembaban yang rendah dapat menurunkan keperidian lalat buah dan meningkatkan mortalitas imago yang baru keluar dari pupa. Kelembaban udara yang terlalu tinggi (95-100%) dapat mengurangi laju peletakan telur (Bateman 1972).
Semakin tinggi kelembaban udara maka lama perkembangan akan
semakin panjang. Kelembaban optimum perkembangan lalat buah berkisar antara
7
70-80%. Lalat buah dapat hidup baik pada kelembaban antara 62-90% (Landolt & Quilici 1996). Intensitas cahaya dan lama penyinaran dapat mempengaruhi aktivitas lalat betina dalam perilaku makan, peletakan telur, dan kopulasi. Lalat aktif pada keadaan terang, yaitu pada siang hari dan kopulasi pada intensitas cahaya rendah. Lalat betina yang banyak mendapat sinar akan lebih cepat bertelur (Siwi 2005). Tingkat kemasakan buah berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Buah yang lebih masak lebih disukai oleh lalat buah untuk meletakkan telur daripada buah yang masih hijau. Tingkat kemasakan buah sangat mempengaruhi populasi lalat buah. Jenis pakan yang banyak mengandung asam amino, vitamin, mineral, air, dan karbohidrat dapat memperpanjang umur serta meningkatkan keperidian lalat buah. Peletakan telur dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur buah. Bagian buah yang ternaungi dan agak lunak merupakan tempat ideal untuk peletakan telur (Siwi 2005). Musuh alami adalah salah satu faktor penyebab kematian lalat buah. Musuh alami dapat berupa parasitoid, predator, dan patogen.
Di lapang dijumpai
parasitoid famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Biosteres spp. dan Opius spp. Predator yang memangsa lalat buah antara lain semut, laba-laba, kumbang, dan cocopet. Patogen yang menyerang lalat buah diduga cendawan Mucor sp. (Siwi et al. 2006). Lalat buah yang menyerang buah-buahan musiman, akan mempunyai dinamika populasi yang erat hubungannya dengan keberadaan buah. Lalat buah yang menyerang tanaman sayuran mempunyai dinamika populasi yang berbeda karena keberadaan inang tanaman sayuran ada sepanjang tahun. Berdasarkan hasil penelitian Muryati et al. (2005), B. carambolae dan B. papayae merupakan spesies lalat buah yang paling banyak ditemukan. Hal ini disebabkan tanaman inang kedua spesies tersebut tersedia sepanjang waktu. Inang tersebut antara lain jambu biji, jambu air, belimbing, manggis, nangka, pisang, dan cabe. Persebaran Di Indonesia bagian barat dilaporkan sudah menyebar B. albistrigata, B. carambolae, B. cucurbitae, B. dorsalis, B. papayae, B. tau, B. umbrosa, dan D. longicornis yang merupakan hama penting (Orr 2002). Menurut Vijaysegaran dan
8
Drew (2006), B. albistrigata, B. carambolae, B. cucurbitae,
B. occipitalis,
B. papayae, B. philippinensis, dan B. umbrosa, adalah spesies yang sudah menyebar luas di Asia Tenggara dengan populasi sangat tinggi. Menurut AQIS (2008), di Indonesia saat ini terdapat 63 spesies lalat buah, 11 spesies tertarik pada zat atraktan Methyl eugenol dan 52 spesies tertarik pada Cue lure (Tabel 1). Tabel 1 Spesies lalat buah di Indonesia yang dikumpulkan selama survei tahun (2005 2006) Spesies
Atraktan
Spesies
Atraktan
Genus Bactrocera B. abdonigella (Drew)
CUE
B. limbifera (Bezzi)
CUE
B. abnormis (Hardy)
CUE
B. makilingenis Drew & Hancock
CUE
B. aemula Drew
CUE
B. megaspilus (Hardy)
CUE
B. affinidorsalis Drew & Hancock
CUE
B. melastomatos Drew & Hancock
CUE
B. albistrigata (de Meijere)
CUE
B. merapiensis Drew & Hancock
CUE
B. angustifinis (Hardy)
CUE
B. minuscula Drew & Hancock
ME
B. apicalis (de Meijere)
CUE
B. moluccensis (Perkins)
CUE
B. beckerae (Hardy)
CUE
B. neocognata Drew & Hancock
CUE
B. bimaculata Drew & Hancock
CUE
B. nigrotibialis (Perkins)
CUE
B. bryoniae (Tryon)
CUE
B. occipitalis (Bezzi)
ME
B. calumniata (Hardy)
CUE
B. papayae Drew & Hancock
ME
B. carambolae Drew & Hancock
ME
B. paramusae Drew
CUE
B. caudata (Fabricius)
CUE
B. persignata (Hering)
CUE
B. cibodasae Drew & Hancock
CUE
B. pseudocucurbitae White
CUE
B. contigua Drew
ME
B. recurrens (Hering)
CUE
B. cucurbitae (Coquillett)
CUE
B. ritsemai Weyenbergh
CUE
B. curvifera (Walker)
ME
B. rufula (Hardy)
CUE
B. elegantula (Hardy)
CUE
B. sembaliensis Drew & Hancock
CUE
B. emittens (Walker)
CUE
B. sulawesiae Drew & Hancock
ME
B. enigmatica (Hardy)
CUE
B. sumbawaensis Drew & Hancock
CUE
B. epicharis (Hardy)
CUE
B. synnephes (Hendel)
CUE
B. exornata (Hering)
CUE
B. tau (Walker)
CUE
B. flavipennis (Hardy)
CUE
B. thistletoni Drew
CUE
B. floresiae Drew & Hancock
ME
B. trifasciata (Hardy)
CUE
B. frauenfeldi (Schiner)
CUE
B. umbrosa (Fabricus)
ME
B. fulvicauda (Perkins)
ME
B. usitata Drew & Hancock
CUE
B. fuscitibia Drew & Hancock
CUE
B. verbascifoliae Drew & Hancock
CUE CUE
B. heinrichi (Hering)
CUE
B. vulta (Hardy)
B. hochii (Zia)
CUE
Genus Dacus
B. impunctata (de Meijere)
ME
Dacus leongi Drew & Hancock
B. lata (Perkins)
CUE
D. longicornis Wiedemann
CUE
B. latifrons (Hendel)
CUE
D. nanggalae Drew & Hancock
CUE
Keterangan: Sumber: AQIS (2008), ME = Methil eugenol, CUE = Cue lure
CUE
9
Menurut White dan Hancock (1997), daerah sebar lalat buah sudah kosmopolitan hampir terdapat di seluruh belahan dunia.
Daerah sebarannya
antara lain: Australia (P. Chrismas), Vanuatu, Indonesia (Sumatera, Jawa, Sulawesi, Sumbawa, Lombok, Maluku, Flores, Kalimantan), Malaysia, Singapore, Brunei, Taiwan, Hong Kong, Thailand, Laos, Vietnam, India (P. Andaman), Sri Lanka, Myanmar, China, Pulau Bagian Selatan Jepang, Indian Oceania, Afrika, Timur Tengah, Eropa, Guiana Perancis, Surinam, Amerika Utara, California, Laut pasifik, dan Palau. Analisis Risiko Hama (Pest Risk Analysis) Analisis risiko organisme penganggu tumbuhan merupakan metode yang sangat penting dalam menentukan status suatu OPT dan menentukan persyaratan maupun tata cara pelaksanaan tindakan karantina.
Risiko OPT perlu
mempertimbangkan seluruh aspek setiap OPT baik itu informasi tertentu tentang identifikasi OPT, biologi, tanaman inang, identifikasi jalur penularan, cara pergerakan dan penyebarannya, daerah sebaran maupun dampak ekonomisnya. Oleh karena itu membuat suatu kajian OPT sangat penting dan merupakan langkah awal dalam melengkapi pelaksanaan analisis risiko hama (BKP 2007b). Persyaratan umum dalam melakukan suatu analisis risiko OPT/OPTK berdasarkan ISPM 2 (ISPM 1995) mengikuti proses yang terdiri atas beberapa tahap yakni: Inisiasi. Inisiasi merupakan pengenalan proses analisis risiko OPT. Pada umumnya ada dua hal proses pengenalan untuk analisis risiko, yaitu identifikasi jalur penularan (by pathway) dan identifikasi OPT (by pest) yang memungkinkan kualifikasi sebagai OPTK. Penilaian Risiko.
Penilaian risiko OPT yaitu mempertimbangkan OPT
tersebut secara individual.
Tahap ini menguji apakah masing-masing kriteria
untuk status OPTK telah terpenuhi, yaitu suatu OPT yang mempunyai nilai ekonomi penting dan keberadaannya berpotensi membahayakan suatu area, belum terdapat maupun sudah terdapat tetapi tidak tersebar luas dan berada dalam pengendalian resmi.
10
Pengelolaan Risiko. Pengelolaan risiko OPT untuk melindungi area dalam bahaya harus proporsional terhadap risiko yang telah diidentifikasi dalam penilaian risiko OPT.
Hal ini didasarkan pada informasi yang dikumpulkan
selama penilaian risiko.
Ketentuan fitosanitari harus diterapkan pada area
minimal yang penting untuk perlindungan efektif dari suatu area dalam bahaya. Dokumentasi. Dalam suatu analisis risiko OPT, harus didokumentasikan secukupnya sehingga bila muncul suatu tinjauan atau suatu perselisihan, maka dapat dinyatakan dengan jelas sumber informasi dan alasan yang digunakan dalam mencapai suatu keputusan pengelolaan tentang ketentuan ffitosanitari yang telah atau yang akan diambil. Inisiasi daftar OPT yang terkait dengan jalur penularan (misalnya di bawa oleh suatu komoditas), dapat diproleh dari sumber informasi resmi, sumber data, literatur ilmiah dan lainnya, atau konsultasi dengan para ahli. Inisiasi diutamakan untuk pembuatan daftar berdasarkan penilaian para ahli terhadap distribusi OPT dan tipe-tipe OPT. Jika tidak ada OPTK potensial yang teridentifikasi melalui jalur penularan, analisis risiko OPT dapat dihentikan pada titik ini (ISPM 11) (ISPM 1995; Ikin 2003). Penilaian risiko OPT secara luas dapat dibagi ke dalam tiga langkah yang saling berkaitan, yaitu kategorisasi OPT, penilaian kemungkinan introduksi dan penyebaran, dan penilaian potensi konsekuensi ekonomi (termasuk dampaknya terhadap lingkungan).
Standar ini memungkinkan suatu analisis risiko OPT
dinilai dalam hal prinsip-prinsip kebutuhan, dampak minimal, transparansi, dan kesetaraan (ISPM 11) (ISPM 1995). Pengelolaan risiko OPT adalah proses identifikasi cara-cara untuk bertindak terhadap risiko yang dirasakan, evaluasi keefektifan tindakan tersebut, dan identifikasi terhadap pilihan yang paling sesuai. Ketidakpastian yang diperoleh dalam penilaian dari konsekuensi ekonomi dan kemungkinan introduksi juga harus dipertimbangkan dan dimasukkan dalam seleksi pilihan pengelolaan OPT (ISPM 11) (ISPM 1995; Ikin 2003).
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai Nopember 2008. Pengambilan sampel dilakukan di lima lokasi yang berbeda yaitu di Pasar Induk Kramat Jati, Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati, dan Gudang Buah Tanjung Priok, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok (Jakarta); Taman Hutan UI, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Srengseng, dan lahan pertanaman belimbing Cimanggis, Kelurahan Beji, Kecamatan Beji (Depok); serta lahan pertanaman cabe di Desa Cihanyawar, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor (Bogor). Ketinggian dan ordinat tempat penelitian tercantum pada Tabel 2.
Lokasi penelitian dalam peta dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengamatan lebih lanjut dilakukan di Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, Rawamangun, Jakarta Timur. Tabel 2 Ketinggian tempat dan ordinat lokasi pengambilan sampel Ordinat
Ketinggian m dpl
LS
BT
Psr. Induk Kramat Jati
63
06°17 37.2
106°51 13.2
Gdg. Buah Tj. Priok
74
06°07 48.6
106°51 19.0
Hutan UI
97
06°21 33.4
106°49 37.8
Cimanggis
113
06°22 20.2
106°30 34.8
811
06°41 23.4
106°54 40.8
Lokasi Jakarta:
Depok:
Bogor: Cihanyawar
Keterangan: BT = Bujur Timur, LS = Lintang Selatan, dpl = di atas permukaan laut, Gdg = gudang, m = meter, Psr = pasar, Tj = tanjung
12
Keterangan: = Pasar Induk Kramat Jati
= Cimanggis
= Gudang Buah Tanjung Priok
= Cihanyawar
= Hutan UI
Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Jakarta, Depok, dan Bogor Metode Penelitian Metode surveilens yang digunakan mengacu pada metode standar ISPM dan ACIAR (BKP 2007b; Hamzah 2004). Pembuatan dan Penempatan Perangkap Perangkap dibuat dari wadah plastik berbentuk silinder berdiameter 10 cm dan tinggi 15 cm (Gambar 2a). Pada bagian alas dan tutup dibuat lubang berdiameter 3 cm untuk lubang masuk lalat buah. Pada bagian atas wadah plastik diberi alat pengait dari besi untuk mengikatkan perangkap pada tali plastik atau kawat dan menggantungkannya pada cabang pohon. Pada bagian dalam dipasang alat pengait tempat menggantungkan bulatan kapas (Gambar 2b). Di bagian bawah wadah plastik dibuat lubang - lubang kecil sebagai tempat mengalirkan air bila air masuk ke dalam wadah. Perangkap diberi label identitas yang berisi jenis atraktan, nomor perangkap, lokasi penelitian, tanggal pemasangan perangkap, dan
13
tanda peringatan (awas beracun). Zat pemikat yang digunakan dalam penelitian adalah Methyl eugenol (ME) dan Cue lure (CUE).
Pada kapas di dalam
perangkap diteteskan salah satu zat pemikat sebanyak 3-5 cc dengan jarum suntik dan 3 tetes insektisida berbahan aktif malathion 1% dengan pipet tetes (Gambar 2c). Pemberian zat pemikat diulang setelah pengambilan hasil perangkap untuk pemasangan selanjutnya.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 Perangkap lalat buah: bagian luar (a), bagian dalam (b), pemberian bahan kimia (c) Di setiap lokasi penelitian perangkap lalat buah dipasang secara sistematik pada 4 titik pemasangan dengan jarak berkisar antara 4-250 m tergantung luasnya area pengamatan. Pada setiap lokasi pengambilan sampel dipasang 2 perangkap Methyl eugenol dan 2 perangkap Cue lure. Perangkap digantungkan pada cabang pohon yang ternaungi pada ketinggian tidak kurang dari 2 m dari permukaan tanah (Gambar 3).
Gambar 3 Penempatan perangkap lalat buah di lokasi penelitian
14
Pengumpulan Hasil Perangkap Pengambilan sampel dilakukan 8 kali dengan interval waktu satu minggu. Lalat buah yang terperangkap diambil dari dalam perangkap kemudian dibungkus dengan kertas tisu. Lalat buah dimasukkan ke dalam kotak karton berukuran 5,5 x 5,5 x 9 cm3 (Gambar 4 a, b, c). Ke dalam kotak karton juga dimasukkan serbuk thymol yang dibungkus dengan tisu. Pada sisi luar karton diberi identitas nomor sampel, lokasi, jenis atraktan, tanggal pemasangan, tanggal pengambilan, nama kolektor, dan ketinggian tempat. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4 Pengumpulan hasil perangkap: sampel dalam perangkap (a), sampel dikumpulkan di atas kertas tisu (b), kotak karton wadah sampel (c) Penanganan Sampel Penanganan sampel dilakukan di Laboratorium Serangga Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian.
Penanganan sampel merupakan hal yang vital.
Pembusukan karena mikroba dapat merusak warna sampel dan mempengaruhi ketepatan identifikasi. Sampel dikering-anginkan di atas tisu sebelum dilakukan proses identifikasi. Sampel yang tidak langsung diidentifikasi disimpan di dalam kotak kecil yang diberi serbuk thymol. Identifikasi Lalat buah diidentifikasi dengan menggunakan kunci lucid (White & Hancock 1997; Lawson et al. 2003; CABI 2007). Selain itu identifikasi juga
15
dilakukan dengan menggunakan kunci dikotom manual (Drew 1989; Siwi et al. 2006; Suputa et al. 2006; AQIS 2008). Analisis Data Keanekaragaman jenis dianalisis dengan menggunakan indeks keragaman Shannon (Magurran 1988) sebagai berikut: H
= - pi.ln pi
H
= indeks keanekaragaman jenis
pi
= proporsi individu dalam jenis ke-i
ln
= logaritma natural
Sedangkan pi adalah perbandingan jumlah individu jenis ke-i dalam suatu lokasi dengan jumlah total individu dalam suatu lokasi. Kajian Analisis Risiko Hama Studi literatur dilakukan terhadap spesies B. carambolae yang dipilih sebagai model dalam bahan kajian penyusunan analisis risiko hama.
HASIL DAN PEMBAHASAN Spesies yang Ditemukan Berdasarkan hasil identifikasi ditemukan 14 spesies lalat buah yang terperangkap. Sebanyak 7 spesies lalat buah terperangkap pada atraktan Methyl eugenol, yaitu: B. carambolae, B. impunctata, B. minuscula, B. occipitalis, B. papayae, B. umbrosa, dan Bactrocera sp. (Tabel 3). Tujuh spesies lainnya terperangkap pada atraktan Cue lure: B. albistrigata, B. calumniata, B. caudata, B. cucurbitae, B. melastomatos, B. neocognata, dan D. longicornis. Satu spesies lalat buah belum dapat diidentifikasi hingga spesies karena pola pada kedua sayap tidak sama sehingga tidak sesuai dengan kunci yang tersedia. Tabel 3 Spesies lalat buah yang dikumpulkan dari lima lokasi penelitian Lokasi Spesies
Atrak -tan
Psr Induk Kr. Jati
G. Buah Tj. Priok
Hutan UI
Cimang -gis
Cihanya -war
Total
B. albistrigata
CUE
9*
82
698
23
1
813
B. calumniata
CUE
-
-
-
-
1
1
B. carambolae
ME
264
15
4499
1944
35
6757
B. caudata
CUE
2
2
2
7
24
37
B. cucurbitae
CUE
-
-
2
1
11
14
B. impunctata
ME
-
-
7
-
-
7
B. melastomatos
CUE
-
-
12
-
-
12
B. minuscula
ME
1
-
-
-
1
2
B. neocognata
CUE
-
-
46
-
-
46
B. occipitalis
ME
32
-
476
183
1
692
B. papayae
ME
378
60
1635
694
89
2856
B. umbrosa
ME
-
-
27
4
2
33
Bactrocera sp.
ME
1
-
1
1
-
3
D. longicornis
CUE
-
-
2
-
-
2
Total individu
687
159
7407
2857
165
11275
Total spesies
7
4
12
8
9
Keterangan: CUE = cue lure, ME = methyl eugenol, G = Gudang, Kr = Kramat, Psr = Pasar, Tj = Tanjung, * = individu.
17
Pada setiap lokasi penelitian ditemukan jenis dan jumlah lalat buah yang berbeda. Jumlah individu lalat buah terbanyak diperoleh di lokasi Hutan UI yaitu sebesar 7407 individu.
Pada lokasi Cimanggis lalat buah yang terperangkap
sebanyak 2857 individu, sedangkan di lokasi Pasar Induk Kramat Jati, Cihanyawar, dan Gudang Buah Tanjung Priok berturut-turut 687, 165, dan 159 individu.
Dari lima lokasi penelitian, Gudang Buah Tanjung Priok memiliki
jumlah individu yang paling rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan habitat pengambilan sampel merupakan kawasan gudang buah impor dengan sanitasi di sekitar gudang yang baik, buah busuk yang dibuang ke tempat sampah tidak terlalu banyak. Selain itu jenis tanaman di sekitar lokasi tidak terlalu beragam. Spesies lalat buah terbanyak ditemukan pada lokasi Hutan UI yaitu 12 spesies.
Lalat buah di Cihanyawar ditemukan sebanyak 9 spesies, di Cimanggis,
Pasar Induk Kramat Jati, dan Gudang Buah Tanjung Priok berturut-turut 8, 7, dan 4 spesies. Data tersebut menunjukkan bahwa lokasi Hutan UI memiliki spesies lalat buah yang lebih banyak dibandingkan keempat lokasi lainnya. Hal ini dapat disebabkan habitat Hutan UI memiliki vegetasi tumbuhan yang lebih beragam dan tetap ada sepanjang tahun sehingga mempengaruhi kekayaan spesies di sekitarnya.
Selain itu lokasi tersebut jauh dari aktifitas manusia seperti
penyemprotan dan pengolahan tanah sehingga area tersebut sesuai untuk perkembangbiakan lalat buah. Kondisi habitat ini berbeda dengan habitat di Gudang Buah Tanjung Priok yang memiliki vegetasi tumbuhan yang cendrung lebih sedikit, bahkan jenis tumbuhan yang ada bukan merupakan tanaman inang utama dari spesies lalat buah. Jumlah spesies terbanyak yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu B. carambolae (6757) individu (Gambar 5).
Lalat buah yang relatif banyak
ditemukan adalah B. papayae (2856), B. albistrigata (813) dan B. occipitalis (692), sedangkan jumlah spesies yang paling sedikit ditemukan adalah B. calumniata (1), B. minuscula (2) dan D. longicornis (2).
Komposisi jumlah
spesies yang ditemukan di lokasi penelitian memiliki perbedaan yang sangat kontras. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain kondisi habitat, keadaan lingkungan sekitar, dan
kesesuaian serta
ketersediaan tanaman inang pada lokasi penelitian. Menurut Ricklefs (1978) dan
18
4500 4000 3500 3000
2000 1500 1000 500
B. al bi str B. ig ca at a lu m B. n ia ca ta ra m bo la B. e ca ud B. at cu a cu rb B. i ta im e pu B. nc m ta el ta as to m B. at os m in us B. cu ne la oc og na B. ta oc ci pi ta lis B. pa pa ya B. e um br Ba o ct sa ro ce r D a .l sp on . gi co rn is
0
Cihanyaw Cimangg ar is Hutan UI GB Tj. Pri o Pasar Kra k mat Jati
Spesies lalat buah
Gambar 5 Spesies dan jumlah lalat buah di lima lokasi penelitian
Odum (1983), spesies yang umum dijumpai mungkin memiliki kelimpahan yang sangat besar karena jenis ini memiliki jumlah individu, biomassa serta nilai penting yang besar sehingga mendominasi komunitas. Dengan kata lain jenis seperti ini dikatakan bersifat dominan. B. carambolae dan B. papayae merupakan spesies lalat buah yang populasinya paling melimpah di lokasi pengambilan sampel. Hal ini disebabkan tanaman inang kedua spesies ini sangat beragam dan hampir selalu tersedia sepanjang waktu.
Menurut White dan Hancock (1997) serta CABI (2007),
tanaman inang B. carambolae adalah belimbing, belimbing waluh, jambu air, jambu biji, tomat, cabe, nangka, cempedak, sukun, jeruk lemon, sawo, manggis, mangga, aren, ketapang dan lain lain. Tanaman inang B. papayae antara lain pisang, pepaya, jambu biji, jambu bol, jeruk manis, sawo, belimbing, sirsak,
Loka si
Jumlah individu
2500
19
manggis, rambutan, nangka, mangga, duku, rambai, kolang-kaling, cabe, terong, markisa dan lain lain. MacArthur dan Wilson (1967) menyatakan bahwa suatu area yang luas akan mendukung pertambahan populasi spesies karena tersedianya sumber makanan dan habitat yang sesuai. Di samping itu menurut AQIS (2008), kedua spesies tersebut merupakan hama penting karena menyebar luas dalam populasi yang sangat tinggi. B. calumniata, B. minuscula, dan D. longicornis, merupakan spesies dengan populasi rendah dan hanya ditemukan di beberapa lokasi penelitian. Hal ini dapat disebabkan habitat
tersebut kurang sesuai bagi perkembangbiakan spesies
tersebut. Menurut McPheron dan Steck (1996), terdapat pembatas utama yang mempengaruhi keberadaan suatu spesies lalat buah yaitu suhu, habitat yang tidak mendukung (ketersediaan inang), dan daerah jelajah yang tidak mendukung. Perbedaan pola atau sifat antara satu komunitas dengan komunitas lain dapat merupakan penyebab terjadinya perbedaan proporsi spesies-spesies tersebut. Sebagian spesies mungkin sangat jarang ditemukan dan mempunyai kelimpahan yang kecil atau dapat disebut sebagai spesies non dominan. Jenis spesies yang jarang tersebut dapat merupakan spesies yang menetap dan mencari makan di suatu habitat atau mungkin hanya merupakan penjelajah eksidental (tidak tetap) dari habitat yang berdekatan atau bahkan jenis migran (Ricklefs 1978; Odum 1983). Spesies lalat buah yang terperangkap dengan atraktan Methyl eugenol dan Cue lure tidak semua diketahui tanaman inangnya. Inang lalat buah penting dan berpotensi sebagai hama telah diidentifikasi melalui rearing buah terserang. Spesies-spesies tersebut adalah B. cucurbitae, B. carambolae, B. umbrosa, B. papayae, B. tau, dan B. albistrigata (Muryati et al. 2005). Indeks Keanekaragaman Jenis Cihanyawar memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis paling tinggi (1.30) dibandingkan lokasi Hutan UI (1.11) (Tabel 4), (Lampiran 1-5). Hasil ini menunjukkan bahwa banyaknya jumlah individu yang terperangkap di Hutan UI tidak diikuti dengan tingginya indeks keanekaragaman Shannon.
Hal ini
disebabkan dalam perhitungan indeks keanekaragaman Shannon tidak hanya
20
jumlah individu yang menentukan besarnya nilai indeks, tetapi kekayaan jenis (species richness) juga sangat menentukan.
Nilai indeks keanekaragaman
Shannon (H ) dipengaruhi oleh kemerataan jenis dalam suatu komunitas. Nilai kemerataan jenis akan cenderung rendah apabila komunitas tersebut didominasi oleh satu spesies (Magurran 1988). keanekaragaman jenis
paling rendah
Cimanggis memiliki nilai indeks (0.85).
Hal ini menunjukkan bahwa
keanekaragaam jenis lalat buah pada lokasi tersebut memiliki perbedaan jumlah individu dalam tiap spesies yang cukup besar.
Disamping itu ada indikasi
terdapat dominasi spesies lalat buah tertentu (dalam hal ini B. carambolae) yang sangat dominan di lokasi tersebut. Menurut Soegianto (1994), suatu komunitas dikatakan mempunyai nilai indeks keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas disusun oleh banyak spesies, dan jika hanya sedikit saja spesies yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya rendah. Tabel 4 Nilai indeks keanekaragaman jenis di lima lokasi penelitian Lokasi
Indeks keanekaragaman jenis (H )
Pasar Induk Kramat Jati
0.93
Gudang Buah Tanjung Priok
0.99
Jakarta:
Depok: Hutan UI
1.11
Cimanggis
0.85
Bogor: Cihanyawar
1.30
Hampir semua lokasi memiliki perbedaan keanekaragaman jenis lalat buah, hanya lokasi Pasar Induk Kramat Jati dan Gudang Buah Tanjung Priok yang memiliki keanekaragaman jenis yang hampir sama. Menurut McPheron dan Steck (1996), tingkat keanekaragaman jenis dan populasi serangga suatu habitat tidak sama dengan yang lainnya. Dalam suatu komunitas, keanekaragaman jenis mempunyai kecenderungan berubah sesuai dengan perubahan waktu (Charless
21
1972). Aktifitas serta keberadaan manusia juga mempengaruhi keanekaragaman spesies dalam suatu ekosistem (Ricklefs & Schulter 1993).
Selain itu suatu
tempat dengan tingkat produktivitas yang tinggi akan diimbangi dengan keanekaragaman jenis yang tinggi (Connel & Orias 1964).
Sebagai habitat
pertanian, Cihanyawar merupakan tempat dengan produtivitas tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai keanekaragaman representatif hanya dicapai oleh lokasi Cihanyawar. Lokasi lain tidak menunjukkan indeks keanekaragaman yang representatif; diduga hal ini disebabkan jumlah individu dalam suatu spesies yang tertangkap sangat berbeda dengan jumlah individu spesies lain.
Bahkan perbedaan ini bisa sangat mencolok di Cimanggis: B.
cucurbitae dan Bactrocera sp. Hanya tertangkap masing-masing satu individu, sedangkan B.
carambolae
tertangkap
sampai 1944 individu.
Indeks
keanekaragaman Shannon didasarkan pada asumsi bahwa individu yang tertangkap mewakili semua jenis dalam suatu populasi, dengan kata lain semua spesies dijumpai dalam tiap lokasi (Magurran 1988). Data yang diproleh tidak menunjukkan keterwakilan 14 spesies dari masing-masing lokasi, sehingga diproleh indeks < 1.30 dari lokasi selain Cihanyawar. Kunci Identifikasi Spesies yang Ditemukan Karakter morfologi bagian tubuh lalat buah yang penting dalam penelusuran kunci identifikasi di antaranya adalah: bentuk spot pada muka, warna mesonotum, ada tidaknya pita kuning di kedua sisi lateral dan tengah toraks, warna, pola dan jumlah rambut pada skutelum, pola pada pembuluh sayap (costa band), bentuk dan pola abdomen, serta warna dan spot pada tungkai (Drew et al. 1982; Lawson et al. 2003). Lampiran 6-9 memperlihatkan karakter morfologi penting pada setiap spesies yang ditemukan.
Kunci identifikasi berikut adalah kunci
identifikasi yang dibuat berdasarkan spesies-spesies lalat buah yang ditemukan selama penelitian. 1a.
Abdomen tergum bersatu (segmen/ruas tidak terpisah); abdomen dengan pinggang yang kuat ................................................................ Genus Dacus)
2
22
b.
Abdomen tergum tidak bersatu, bentuk abdomen oval atau bulat lonjong, costal band (pita coklat/hitam) di pinggir sayap bersambung ..
3
(Genus Bactrocera) 2.
Skutum berwarna coklat-merah ........................................................... Dacus (Callantra) longicornis Wiedemann (CUE)
3a. Membran sayap dengan pola tambahan (infuscation) ke costal band dan cubital streak ..................................................................... b.
4
Membran sayap tidak berwarna kecuali costal band dan cubital streak, pada toraks terdapat pita kuning di sisi lateral ...........................
11
4a. Terdapat empat rambut skutelum..........................................................
5
b.
Terdapat dua rambut skutelum, pola membran coklat melintang satu atau lebih pada salah satu atau kedua r-m dan pada dm-cu, pola membran coklat melintang satu atau lebih pada sayap dari costal band ke bagian pinggir belakang...................................................................
8
5a.
Dasar skutum berwarna hitam...............................................................
6
b.
Dasar skutum berwarna coklat-merah dengan tanda hitam....................
7
6.
Pita kuning di sisi lateral toraks paralel atau subparalel dan mencapai rambut intra-alar, cell basal costa dan costa tidak berwarna ................ Bactrocera (Zeugodacus) calumniata (Hardy) (CUE)
7.
Pola membran coklat melintang pada r-m (sangat tipis) dan melintang pada dm-cu, pita coklat juga membulat pada bagian apeks, pada toraks terdapat pita kuning di sisi lateral yang berakhir tepat pada intra-alar, cell basal costa dan costa tidak berwarna ............................................. Bactrocera (Zeugodacus) cucurbitae (Coquillett) (CUE)
8a. Pola membran coklat melintang satu pada sayap dari costal band ke bagian pinggir belakang ....................................................................... b. 9.
9
Pola membran coklat melintang dua atau tiga pada sayap dari costal band ke bagian pinggir belakang ..........................................................
10
Costal band hanya melewati R2+3, garis mesopleural tidak sampai ke bagian atas postpronotal lobe. Postpronotal lobe berwarna kuning; pita kuning di sisi lateral tidak begitu lebar (sedang) dan berakhir sebelum rambut intra-alar...................................................................
14
Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de Meijire) (CUE) 10.
Pola membran coklat melintang tiga pada sayap dari costal band ke bagian pinggir belakang ....................................................................... Bactrocera (Bactrocera) umbrosa (Fabricus) (ME)
11a. Terdapat empat rambut skutelum.......................................................... b. Terdapat dua rambut skutelum, spesies tidak seluruhnya berwarna hitam, pada umumnya salah satu dari femur berwarna kuning-coklat
12
23
12.
atau berwarna kuning - coklat kehitaman sampai coklat, costal band tepat pada atau melewati R2+3, dasar skutum berwarna hitam, tidak ada spot berwarna kuning pada anterior sampai ke mesonotal..............
13
Costal band bersatu dengan R2+3, muka pada umumnya berwarna kuning dengan tanda hitam yang gelap, muka berwarna kuningcoklat dengan pita hitam tipis melintang pada oral margin (kadangkadang terputus di tengah), terdapat rambut prescutellar......................
19
Bactrocera (Zeugodacus) caudata (Fabricius) (CUE) 13a. Abdomen tergum III-V tanpa pola
yang jelas .................................
14
b. Abdomen tergum III-V berwarna coklat-merah dengan pola berwarna hitam yang sangat jelas dan dengan atau tanpa sisi samping yang hitam ...........................................................................................
15
(Lanjut ke kunci spesies komplek Bactrocera (Bactrocera) dorsalis) 14. Abdomen tergum III-V berwarna coklat-oranye atau coklat - merah dengan pola warna hitam atau semuanya berwarna hitam hanya bagian tengah posterior yang berwarna coklat-merah, pita kuning di sisi lateral lebar, pendek dan berbentuk segitiga, abdomen tergum III-V berwarna coklat-oranye dengan tanda hitam melintang pada tergum III ............... Bactrocera (Bactrocera) impunctata (de Meijire) (ME) Kunci ke Spesies Komplek Bactrocera (Bactrocera) dorsalis 15a. Pita kuning di sisi lateral paralel atau subparalel, pita kuning di sisi lateral lebar, lebih lebar 0.15 mm pada bagian pangkal, costal band tepat pada R2+3 dan tidak melebar di bagian apeks sayap, atau melewati R2+3, lebar yang satu dengan lainnya sama atau melebar setelah R2+3 .......................................................................................
16
b. Pita di sisi lateral meruncing dengan jelas pada bagian posterior kemudian berakhir tepat pada atau sebelum intra alar seta, pita di sisi lateral meruncing dengan jelas pada bagian posterior kemudian berakhir tepat pada atau sebelum rambut intra alar seta, semua femur umumnya berwarna kuning-coklat atau hitam di apical atau terdapat spot hanya di subapical femur depan ...............................
19
16a. Costal band tepat pada R2+3 dan tidak melebar pada apeks sayap........
17
b. Costal band melewati R2+3 dan lebar, yang satu dengan lainnya sama atau melebar setelah R2+3...........................................................
18
17.
Abdomen tergum III-V dengan tanda hitam yang tipis di bagian pinggir, spesies berukuran besar dengan panjang sayap 6.2-6.4 mm .... Bactrocera (Bactrocera) papayae Drew & Hancock (ME)
18a. Abdomen tergum III-V dengan sisi lateral berwarna hitam tipis di bagian pinggir sampai agak lebar, ceromae (spot mengkilap) berwarna coklat-merah pucat mendekati warna coklat-hitam, semua
24
femur berwarna kuning-coklat atau bagian apical hitam atau terdapat spot pada preapical femur depan, costal band hanya melewati R2+3 dan lebih pucat, abdomen tergum III-V dengan garis medial longitudinal yang lebar, costal band hanya melewati R2+3 lebih pucat warnanya dan hanya sedikit melebar di apeks ............................. Bactrocera (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock (ME) b. Abdomen tergum III-V dengan sisi lateral berwarna hitam yang lebar, sering hanya di anterolateral corner..................................................... Bactrocera (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) (ME) 19a. Costal band tepat pada R2+3................................................................
20
b. Costal band melewati R2+3 .................................................................
21
20. Tidak terdapat tanda hitam di sisi lateral abdomen tergum IV dan V, abdomen tergum III-V dengan garis medial longitudinal yang tipis dan 1/3 dari sisi lateral tergum III berwarna hitam .............................. Bactrocera (Bactrocera) minuscula Drew & Hancock (ME) 21a. Costal band hanya melewati R2+3 .......................................................
22
b. Costal band melebar melewati R2+3 tapi tidak sampai ke R4+5...........
23
22.
Abdomen tergum III-V dengan garis medial longitudinal yang tipis ..... Bactrocera (Bactrocera) neocognata Drew & Hancock (CUE)
23.
Pita kuning di sisi lateral bulat panjang (elongate) dan berakhir sebelum intra alar seta, abdomen tergum III-V dengan tanda hitam yang melebar di sisi lateral .................................................................. Bactrocera (Bactrocera) melastomatos Drew & Hancock (CUE) Lalat buah yang telah teridentifikasi disesuaikan kembali dengan karakter
morfologi secara menyeluruh. Hal ini dilakukan untuk mendukung keakuratan dan kebenaran hasil identifikasi. Karakter morfologi tersebut terdiri atas: sayap, toraks, kepala, abdomen dan tungkai (Lampiran 20). AQIS (2008) menyatakan bahwa mendiagnosa ulang setiap spesies hasil indentifikasi merupakan hal penting sehingga kesalahan dalam identifikasi dapat dihindari. Model Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama Hasil penelitian menunjukkan bahwa ke 14 spesies lalat buah yang ditemukan di lokasi penelitian merupakan spesies lalat buah yang sebelumnya dilaporkan sudah ada di Indonesia (Muryati et al. 2005; AQIS 2008). Dengan demikian spesies-spesies tersebut bukan merupakan OPTK/OPTP sebagaimana
25
tercantum
dalam
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
Nomor
38/Kpts/HK.060/1/2006 tanggal 27 Januari 2006 tentang Jenis-jenis OPTK Golongan I Kategori A1 dan A2, Golongan II Kategori A1 dan A2, Tanaman Inang, Media Pembawa dan Daerah Sebarnya. Suatu spesies dikategorikan OPTK adalah suatu OPT yang mempunyai nilai ekonomi penting dan keberadaanya berpotensi membahayakan suatu area, baik belum terdapat maupun sudah terdapat tetapi tidak tersebar luas dan berada dalam pengendalian resmi (ISPM 2) (ISPM 1995; FAO 1999; Ikin 2003). Membuat kajian analisis risiko hama merupakan studi literatur dalam mengumpulkan informasi suatu OPT. Data yang terkumpul dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan pest risk analysis (PRA). Oleh karena itu penting untuk menjelaskan identitas, penyebaran, tanaman inang, cara penularan, kerusakan secara ekonomi, dan cara pengelolaan suatu OPT (11) (ISPM 1995). Menurut Joomaye dan Price (2008), beberapa kriteria penilaian berdasarkan kepentingan ekonomi adalah kisaran tanaman inang, penyebaran secara potensial, dampak yang ditimbulkan secara ekonomis, cara masuk yang potential, dan kerusakan terhadap lingkungan. Nilai masing-masing kriteria tersebut dapat digunakan untuk menentukan suatu spesies termasuk hama potensial. B. carambolae merupakan spesies dominan dengan populasi yang cukup tinggi di setiap lokasi penelitian. Spesies ini dipilih sebagai model dalam kajian penyusunan
analisis
risiko
hama.
Berikut
merupakan
informasi
yang
dikumpulkan: 1. Nama ilmiah.
Bactrocera carambolae Drew & Hancock; Diptera
Tephritidae - Carambola Fruit Fly (Vijaysegaran & Drew 2006). 2. Nama ilmiah lain. Bactrocera sp. near dorsalis (A) (Hendel) 3. EPPO (European Plant Protection Organization) code:
BCTRCB
(Bactrocera carambolae). 4. Catatan tentang taksonomi dan nomenklatur. B. carambolae termasuk dalam anggota Oriental fruit fly, spesies kompleks B. dorsalis. Deskripsi umum mengenai spesies ini dibahas khusus dalam data tersendiri. Spesies ini termasuk dalam subgenus Bactrocera dan seringkali disebut sebagai
Bactrocera
(Bactrocera) carambolae. Menurut White dan Harris (1992), memberi kode
26
nama spesies tersebut bukan merupakan penamaan secara formal. Oleh karena itu B. carambolae sering juga disebut sebagai Bactrocera sp. near B. dorsalis (A). 5. Daerah penyebaran endemik.
Daerah endemik spesies ini di bagian
selatan Thailand, Peninsular Malaysia, Malaysia Timur, Kalimantan (Borneo), Singapura, Kepulauan Indonesia Timur hingga ke Sumbawa dan sekarang daerah penyebarannya termasuk pulau Andaman, Surinam dan Guiana Perancis (Vijaysegaran & Drew 2006). 6. Tanaman inang.
Inang utama hama ini adalah belimbing (Averrhoa
carambola) (Allwood et al. 1999) dan juga berbagai macam buah-buahan termasuk pepaya (Ranganath et al. 1997). Tanaman inang alternatif hama ini adalah Annona montana, Artocarpus elasticus, A. odoratissimus, A. rigidus, Baccaurea motleyana, Lansium domesticum, Solanum ferox (S. lasiocarpum), dan Triphasia trifolia. Menurut Vijaysegaran dan Drew (2006), tanaman inang hama ini sekitar 78 jenis dari 27 famili tanaman. 7. Tanaman inang utama. Annona muricata (sirsak), Artocarpus integer (cempedak), Averrhoa carambola (belimbing), Carica papaya (pepaya), Citrofortunella mitis, Citrus aurantiifolia (lime), Citrus limon (jeruk lemon), Fortunella margarita
(oval
kumquat),
Garcinia
mangostana (manggis),
Mimusops elengi (spanish cherry), Persea americana (alpukat), Pouteria campechiana (canistel), Psidium cattleianum (strawberry guava), Punica granatum (pomegranate), Rhizophora (mangrove), Rollinia pulchrinervis, Syzygium aqueum (watery rose-apple), Syzygium jambos (jambu air besar), dan Thevetia peruviana (exile tree) (CABI 2007). 8. Tanaman inang skunder. Anacardium occidentale (cashew nut), Arenga pinnata (sugar palm), Artocarpus altilis (sukun), Artocarpus heterophyllus (nangka),
Averrhoa
bilimbi
(belimbing),
Capsicum
annuum
(paprika),
Chrysophyllum cainito (caimito), Citrus reticulata (mandarin), Citrus sinensis (navel orange), Citrus x paradisi (grapefruit), Eugenia uniflora (surinam cherry), Lycopersicon esculentum (tomat), Malpighia glabra (acerola), Mangifera indica (mangga), Manilkara zapota (sapodilla), Psidium guajava (jambu), Syzygium malaccense (malay-apple), Syzygium samarangense (water apple), Terminalia catappa (singapore almond), dan Ziziphus jujuba (common jujube) (CABI 2007).
27
9. Bagaimana status lalat buah B. carambolae ini di EPPO dan Indonesia. Di Indonesia B. carambolae merupakan salah satu OPT yang sangat merusak dengan resiko sangat tinggi (a high level pest species) dan sudah menyebar luas (AQIS 2008).
Tetapi menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
38/Kpts/HK.060/1/2006 tanggal 27 Januari 2006 tentang Jenis-jenis OPTK Golongan I Kategori A1 dan A2, Golongan II Kategori A1 dan A2, Tanaman Inang, Media Pembawa dan Daerah Sebarnya, bahwa B. carambolae bukan merupakan organisme pengganggu tumbuhan karantina
(OPTK A1 dan A2)
walaupun lalat buah sangat merugikan secara ekonomi dan merupakan hama utama/penting di beberapa negara dengan risiko karantina yang tinggi (Vijaysegaran & Drew 2006). 10. Daftar daerah penyebaran. B. carambolae di laporkan sudah menyebar ke beberapa negara seperti Asia: Brunei Darussalam, India sebaran, Andaman, Pulau Nicobar, Indonesia (Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara), Malaysia (Peninsular Malaysia, Sabah), Singapore, Thailand, Amerika Selatan: Brazil, Amapa, Perancis - Guiana, Surinam (CABI 2007). Menurut AQIS (2008), B. carambolae sudah menyebar luas di Asia Tenggara. 11. Dapatkah B. carambolae masuk ke suatu area baru. Dapat. Hama ini dapat masuk ke suatu area melalui bagasi penumpang pesawat atau importasi buah. Sebagai contoh pada tahun 1970 B. carambolae pertama sekali ditemukan di bagian barat Hemisphere, Surinam yang terbawa dalam bagasi penumpang dari Indonesia (Joomaye & Price 2008). 12. Mungkinkah
hama menyebar dan menetap pada suatu area baru.
Mungkin. Telur dapat menetas dalam beberapa hari (20 hari pada kondisi dingin) dan larva memakan inangnya antara 6-33 hari, tergantung musim. Fase pupa terbentuk di dalam tanah di bawah tanaman inang selama 10-12 hari, tetapi bisa sampai 90 hari pada saat kondisi sedang dingin. Lalat dewasa muncul sepanjang tahun dan berkopulasi setelah 8
12 hari setelah kemunculan dari pupa, lalat buah
ini dapat hidup 1-3 bulan tergantung suhu (bisa sampai 12 bulan pada kondisi dingin) (Christenson & Foote 1960). 13. Apakah hama lalat buah B. carambolae potensial menyebabkan kerusakan secara ekonomis atau pada lingkungan. B. carambolae merupakan
28
salah satu hama yang sangat merusak di belimbing
kecil.
Malaysia yang menyerang buah
Pembungkusan umumnya digunakan sebagai salah satu
pengendalian yang efektif, namun sangat tidak praktis. Baru Baker dan Cowley (1991) melaporkan bahwa di Selandia Baru tercatat 7-33 kali intersepsi lalat buah per tahun pada barang bawaan penumpang. Seseorangan yang membawa buah segar memasuki wilayah suatu negara akan cendrung untuk membuang buah yang dibawanya, ketika mereka tahu buah tersebut busuk. Akibatnya ada kemungkinan lalat buah yang menyebabkan pembusukan itu menulari wilayah yang bersangkutan. Di Australia, kerusakan akibat lalat buah diperkirakan mencapai US$ 100 juta atau 500 triliun rupiah per tahunnya (FAO 1986). Di California, Dowell dan Wange (1986) melaporkan bahwa delapan spesies lalat buah termasuk (B. carambolae) telah mengakibatkan kehilangan hasil sebesar US$ 910 juta. Upaya eradikasi lalat buah komplek B. dorsalis di sebuah pulau kecil di Jepang menelan biaya US$ 32 juta atau sekitar 250 triliun rupiah (FAO 1986). Menurut Ditlin Hortikultura (2006), nilai ekspor komoditas Indonesia turun dari US$ 1,6 juta pada tahun 1999 dan US$ 3,23 juta pada tahun 2000 menjadi US$ 1,9 juta tahun 2001 dan US$ 1,3 juta pada tahun 2002. 14. Bagaimana kemampuan hama menyebar di suatu area.
Tidak ada
informasi yang rinci mengenai kemampuan B. caramboale menyebar di suatu area. Dengan demikian sulit memprediksi kemampuan menyebar lalat buah ini. Transportasi inang yang terinfestasi merupakan cara perpindahan atau penyebaran utama lalat buah ini ke wilayah-wilayah yang belum ditularinya. Bagian-bagian tanaman yang mampu membawa lalat buah ini dalam lalu lintas perdagangan adalah: -
Buah segar (termasuk polong): telur dan larva; berada di bagian dalam; dapat dilihat dengan mata telanjang.
-
Media pertumbuhan yang menyertai tanaman: pupa; berada di dalam tanah; dapat dilihat dengan mata telanjang.
Cara penyebaran ke wilayah-wilayah jarak jauh: -
Melalui alat angkut: pesawat udara dan kapal laut, bersama dengan muatan buah segar.
-
Jasa kiriman pos: buah yang dikirim melalui jasa kiriman pos.
29
-
Peti kemas dan barang muatan: bersama buah impor.
-
Tanah, kerikil, air, dan sebagainya: risiko penyebaran melalui pupa di dalam tanah.
-
Wisatawan dan bagasinya: buah yang di bawa dalam bagasi.
Beberapa
Bactrocera spp. mampu terbang sejauh 50-100 km (Fletcher 1989). 15. Peraturan yang dapat diterapkan secara berkesinambungan untuk mencegah B. carambolae masuk ke suatu area baru.
Peraturan yang dapat
diterapkan untuk mencegah masuknya B. carambolae di suatu area baru adalah mematuhi larangan memasukkan buah segar dari daerah wabah (endemik) tanpa didahului dengan pelaksanaan perlakuan pascapanen yang ketat dilaksanakan oleh para eksportir buah segar. 16. Jenis eradikasi yang mungkin dapat dilakukan sebagai perlakuan. Perlakuan yang mungkin dilakukan adalah fumigasi, perlakuan dengan suhu panas (gas panas atau air panas), pendinginan, pencelupan dalam larutan insektisida, atau iradiasi (Armstrong dan Couey 1989). Perlakuan dengan pencelupan air panas dapat juga dilakukan (Wadell et al. 2000 dalam CABI 2007). Fumigasi, suhu rendah, suhu tinggi, dan iradiasi radio aktif merupakan jenis perlakuan yang dapat diterapkan dalam mengeradikasi B. carambolae (Ditlin Hortikultura 2006).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Di lokasi penelitian ditemukan 14 spesies lalat buah. Spesies lalat buah tersebut bukan merupakan OPTK di Indonesia. Spesies B. carambolae dan B. papayae merupakan spesies dengan populasi tertinggi hampir di semua lokasi penelitian, sedangkan B. calumniata, B. minuscula, dan D. longicornis merupakan spesies dengan populasi rendah dan hanya ditemukan di beberapa lokasi penelitian.
Lokasi Cihanyawar memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis
tertinggi (1.30) sedangkan lokasi Cimanggis adalah terendah (0.85). B. carambolae merupakan OPT yang memiliki risiko karantina yang tinggi karena menyebar dalam populasi yang tinggi. Saran Perlu penelitian lanjutan di sentra produksi buah komersial dengan beberapa jenis aktraktan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA [AQIS] Australian Quarantine and Inspection Service. 2008. Friut Flies Indonesia: Their Identification, Pest Status and Pest Management. Conducted by the international center for the management of pest fruit flies Griffith University, Brisbane, Australia, and ministry of Agriculture, Republic of Indonesia. Allwood AJ, Chinajariyawong A, Kristsaneepaiboon S, Drew RAI, Hamacek EL, Hancock DL, Hengsawad C, Jipanin JC, Jirasurat M, Krong CK, Leong CTS, Vijaysegaran S. 1999. Host plant records for fruit flies (Diptera: Tephritidae) in Southeast Asia. Raffles Bul Zoology, Supp (7):1-92. Armstrong JW, Couey HM. 1989. Control; fruit disinfestation; fumigation, heat and cold. In: Robinson AS, Hooper G. Fruit Flies; their Biology, Natural Enemies and Control. World Crop Pests. Amsterdam, Netherlands: Elsevier, 3(B):411-424. Baker RT, Cowley JM. 1991. A New Zealand view of quarantine security with special reference to fruit flies. First International Symposium on Fruit Flies in the Tropics, Kuala Lumpur, Malaysia: Malaysian Agricultural Research and Development Institute, 396-408. [BALITJERUK] Indonesian Research Institute for Citrus and Subtropical Fruits 2008.Lalat buah (Bactrocera spp.) hhttp://www.citrusindo.org/index.php? option=content&task=view&id=78. [5 Jun 2008]. Bateman 1972. Ecology of fruit flies. Ann Rev Entomol 17:493-519. [BKP] Badan Karantina Pertanian. 1994. Undang-undang Republik Indonesia No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Jakarta : Badan Karantina Pertanian. [BKP] Badan Karantina Pertanian. 2007a. Kompilasi Peraturan Menteri Pertanian. Jakarta: Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian. [BKP] Badan Karantina Pertanian. 2007b. Pedoman surveilensi organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau OPT karantina (OPTK). Jakarta: Badan Karantina Pertanian. [CABI] Center in Agricultural and Biological Institute. 2007. Crop Protection Compendium (CD-ROM) Wallingford: CAB International 2 CD-ROM dengan penuntun di dalammya. Charless SE. 1972. The Ecology of Invasion by Animal and Plants. English Language Books Society Chapmann and Hall. Christenson LD, Foote RH. 1960. Biology of fruit flies. Ann Rev Entomol. 5:171192. Connel AD, Orias. 1964. The Ecological Regulation of Rpesies Diversity. American Nature. 107p.
32
[Ditlin Hortikultura] Direktorat Perlindungan Hortikultura 2006. Panduan lalat buah. http://ditlin hortikultura.go.id/buku-peta/bagian-3.htm. [21 Feb 2006]. Drew RAI. 1989. The Tropical Fruit Flies (Diptera: Tephritidae: Dacini) of The Australasian and Oceanian Regions. In Memoirs of The Queensland Museum. Drew RAI, Hancock DL. 1994. The Bactrocera dorsalis complex of fruit flies (Diptera: Tepritidae: Dacinae) in Asia. Bul of Entomol Res Supp (2):68. Drew RAI, Hooper GHS, Bateman MA. 1982. Economic Fruit Flies of the South Pacific Region. 2nd edition. Queensland Department of Primary Industries: Brisbane, Queensland. Djatmiadi, Djatnika 2001. Petunjuk Teknis Surveilans Lalat Buah. Pusat Teknik dan Metode Karantina Hewan dan Tumbuhan. Jakarta: Badan Karantina Pertanian. Dowell RW, Wange LK. 1986. Prosses analysis and failure avoidance in fruit fly programs. In pest control: Operation and system analysis in fruit fly management. Ecological Sciences 11: 43-65. [FAO] Food and Agriculture Organisation 1986. Report of the expert consultation on progress and problems in controlling fruit fly infestation. Bangkok: RAPA Publication. [FAO] Food and Agriculture Organisation 1999. Guidelines for Pest Risk Analysis. http://www.fao.org/dorcrep/x558e/5558e0g.htm. [9 Des 2008]. Fletcher BS. 1989. Ecology life history strategies of tephritid fruit flies. In Fruit Flies; their Biology, Natural Enemies and Control. World Crop Pests. Amsterdam, Holland: Elsevier, 3(B):195-208. Hamzah A. 2004. Petunjuk Tteknis Surveilan Lalat Buah. Pusat teknik dan metoda karantina hewan dan tumbuhan. Jakarta: Badan Karantina Pertanian. Ikin R. 2003. Pest Risk Analysis Manual. Integrated pest management for smallholder estate crops project. Plant quarantine component. Agricultural Quarantine Agency. Department of Agriculture. [ISPM] International Standar for Phytosanitary Measures 1995. Standar Internasional untuk Ketentuan Fitosanitari. Secretariat of The International Plant Protection Convention Food and Agriculture Organization of The United Nations: Roma. Joomaye A, Price NS. 2008. Pest risk analysis and quarantine of fruit flies in the indian ocean region. Indian ocean regional fruit fly programme. Ministry of Agriculture, Food Technology and Natural Resources. http://www.gov.mu/ portal/ sites/ncb/moa/farc/amas99/s32.htm [9 Des 2008]. Landolt PJ, Quilici S. 1996. Overview of research on the behavior of fruit flies. In Fruit Fly Pest: A World Assessment of Their Biology and Management Florida: St. Lucie Press.
33
Lawson AE, McGuire DJ, Yeates DK, Drew RAI, Clarke AR. 2003. Dorsalis Key. An interactive identification tool to fruit flies of the Bactrocera dorsalis Complex. Griffith University. MacArthur RH, Wilson EO. 1967. The Theory of Island Biogeography. New Jersey: Princeton University Press. Magurran AE 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey: Princeton University Press. McPheron BA, Steck GJ. 1996. Overview of research on the behavior of fruit flies. In Fruit Fly Pests: A World Assessment of Their Biology and Management. Florida: St Lucie Press. Muryati, Hasyim A, Kogel de WJ. 2005. Distribusi spesies lalat buah di Sumatera Barat dan Riau. [jurnal on-line] wwwkennisonline.wur.nl. DISTRIBUSISPESIESLALATBUAH.doc [20 Feb 2008]. Odum EP. 1983. Basic Ecology. Japan: Saunders College Published. Orr A 2002. The importance of fruit fly taxonomy in Indonesia. Makalah seminar Puslitbangtan. Ranganath HR, Suryanarayana MA, Veenakumari K, 1997. Papaya - a new host record of carambola fruit fly Bactrocera (Bactrocera) carambolae Drew and Hancock. Insect Environment 3(2):37. Ricklefs RE. 1978. Ecology. New York: Chiron Press Inc. Ricklefs RE, Schulter D. 1993. Species Diversity In Ecological Communities. London: The University of Chicago Press. Siwi SS. 2005. Eko-biologi Hama Lalat Buah. Bogor: BB-Biogen. Siwi SS, Hidayat P, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia. BB-Biogen. Soegianto A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Usaha nasional. Surabaya. Suputa, Cahyanti, Kustaryati A, Railan M, Issusilaningtyas, Taufiq A. 2006. Pedoman Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae). Yogyakarta: UGM. Vijaysegaran S, Drew RAI. 2006. Fruit fly spesies of Indonesia: Host range and distribution. ICMPFF: Griffith University. Wharton RH, 1989. Control classical biological control of fruit-infesting Tephritidae. In Fruit Flies; Their Biology, Natural Enemies and Control. World Crop Pests. Amsterdam, Netherlands: Elsevier, 303-313. White IM, Hancock DL. 1997. Indo-Australasian Dacini Fruit Fly. Internasional 1 CD-ROM dengan penuntun di dalammya.
CAB
White IM, Harris EM. 1992. Fruit Flies of Economic Significance: Their Identification and Bionomics. Wallingford, UK: CAB International. White IM, Harris EM. 1994. Fruit flies of economic significance: Their Identification and Bionomics. CAB International, Wallingford, Oxon Ox 10 8DE UK. ACIAR.
LAMPIRAN
35
Lampiran 1 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Pasar Induk Kramat Jati Spesies
Jumlah
pi
pi x log pi
pi x (log(pi))^2
B. albistrigata
9
0.0131004
-0.056792
0.246198815
B. carambolae
264
0.3842795
-0.367519
0.351489919
B. caudatus
2
0.0029112
-0.016999
0.099260862
B. minuscula
1
0.0014556
-0.009508
0.062112651
B. occipitalis
32
0.0465793
-0.14284
0.43803322
B. papayae
378
0.5502183
-0.328722
0.196392001
Bactrocera sp.
1
0.0014556
-0.009508
0.062112651
n
687
1
-0.93189
1.455600119
s
7
Keterangan: n = Jumlah individu yang tertangkap, s = Jumlah spesies yang ditemukan Sannon diversity index (H )
=
0.93189
Evennes (E=H'/ln S) Ragam diversity (Var H')
= =
0.47890 0.00085
Lampiran 2 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Gudang Buah Tanjung Priok Spesies
Jumlah
pi
pi x log pi
pi x (log(pi))^2
B. albistrigata
82
0.515723
-0.3415
0.226138937
B. carambolae
15
0.09434
-0.22272
0.525814303
B. caudatus
2
0.012579
-0.05504
0.240845906
B. papayae
60
0.377358
-0.36776
0.35840245
n
159
1
-0.98703
1.351201596
s
4
Keterangan: n = Jumlah individu yang tertangkap, s = Jumlah spesies yang ditemukan
Sannon diversity index
=
0.98703
Evennes
=
0.71199
Ragam diversity
=
0.00231
36
Lampiran 3 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Hutan UI Spesies
Jumlah
pi
pi x log pi
pi x (log(pi))^2
B. albistrigata
698
0.094235
-0.22258
0.525725171
B. carambolae
4499
0.607398
-0.30283
0.150982476
B. caudatus
2
0.00027
-0.00222
0.018231306
B. cucurbitae
2
0.00027
-0.00222
0.018231306
B. impunctata
7
0.000945
-0.00658
0.045836028
B. melastomatos
12
0.00162
-0.01041
0.066883998
B. neocognata
46
0.00621
-0.03156
0.160363704
B. occipitalis
476
0.064264
-0.17639
0.484143701
B. papayae
1635
0.220737
-0.33349
0.503824654
B. umbrosus
27
0.003645
-0.02047
0.114899845
Bactrocera sp.
1
0.000135
-0.0012
0.010718418
D. longicornis
2
0.00027
-0.00222
0.018231306
n
7407
1
-1.11216
2.118071911
s
12
Keterangan: n = Jumlah individu yang tertangkap, s = Jumlah spesies yang ditemukan
Sannon diversity index
=
1.11216
Evennes
=
0.44757
Ragam diversity
=
0.00012
Lampiran 4 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Cimanggis Spesies
Jumlah
pi
pi x log pi
pi x (log(pi))^2
B. albistrigata 23 0.00805 -0.03882 0.187187992 B. carambolae 1944 0.680434 -0.26198 0.100870126 B. caudatus 7 0.00245 -0.01473 0.088546305 B. cucurbitae 1 0.00035 -0.00279 0.022163893 B. occipitalis 183 0.064053 -0.17602 0.483712537 B. papayae 694 0.242912 -0.34373 0.486402884 B. umbrosus 4 0.0014 -0.0092 0.060456568 Bactrocera sp. 1 0.00035 -0.00279 0.022163893 n 2857 1 -0.85006 1.451504199 s 8 Keterangan: n = Jumlah individu yang tertangkap, s = Jumlah spesies yang ditemukan Sannon diversity index Evenness Ragam diversity
= = =
0.85006 0.40879 0.00025
37
Lampiran 5 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Cihanyawar Spesies
Jumlah
pi
pi x log pi
pi x (log(pi))^2
B. albistrigata
1
0.006061
-0.03095
0.158004116
B. calumniata
1
0.006061
-0.03095
0.158004116
B. carambolae
35
0.212121
-0.32891
0.510014132
B. caudatus
24
0.145455
-0.28042
0.540620537
B. cucurbitae
11
0.066667
-0.18054
0.488902393
B. minuscula
1
0.006061
-0.03095
0.158004116
B. occipitalis
1
0.006061
-0.03095
0.158004116
B. papayae
89
0.539394
-0.33297
0.205547134
B. umbrosus
2
0.012121
-0.05349
0.236033803
n
165
1
-1.30011
2.613134464
s
9
Keterangan: n = Jumlah individu yang tertangkap, s = Jumlah spesies yang ditemukan
Sannon diversity index
=
1.3001
Evenness
=
0.5917
Ragam diversity
=
0.0054
38
Lampiran 6 Morfologi spesies Bactrocera albistrigata
(a)
(b)
(d)
(c)
(e)
(f)
Keterangan: Sayap: pita hitam mencapai r-m dan dm-cu (a), Kepala: spot hitam berbentuk
bulat pada muka (b), Toraks: postpronotal berwarna kuning, terdapat pita kuning di sisi lateral, dan dasar skutelum berwarna coklat kehitaman (c), Abdomen: terdapat pola hitam yang lebar di sisi lateral abdomen (d), Tungkai: femur dan tibia berwarna kuning-coklat (e), spesies secara utuh (f).
39
Lampiran 7 Morfologi spesies Bactrocera calumniata
(a)
(c)
(b)
(d)
(e)
(f)
Keterangan: Sayap: pita coklat gelap pada garis costa membentuk spot di apeks sayap dan melintang pada dm-cu (a), Kepala: spot hitam berbentuk oval pada muka (b), Toraks: pita kuning pada sisi lateral dan di tengah skutum (c), Abdomen: abdomen dengan pola garis yang lebar dan jelas, pola hitam berbentuk segi empat pada tergum IV dan juga pada tergum V (d), Tungkai: femur kuning pucat dan tibia berwarna kuning coklat (e), spesies secara utuh (f).
40
Lampiran 8 Morfologi spesies Bactrocera carambolae
(a)
(c)
(d)
(e)
Keterangan:
(b)
(f)
Sayap: sayap bagian apeks berbentuk sperti pancing (a), Kepala: spot hitam berbentuk oval (b), Toraks: pita kuning yang agak lebar di sisi lateral (c), Abdomen: abdomen dengan pola yang jelas dan terdapat pola hitam berbentuk segiempat pada tergum IV (d), Tungkai: tibia berwarna hitam dan kadang-kadang pada femur depan terdapat spot hitam (e), spesies secara utuh (f).
41
Lampiran 9 Morfologi spesies Bactrocera caudata
(a)
(c)
(b)
(d)
(e)
(f)
Keterangan: Sayap: pita hitam kemerahan meruncing pada costa dan melebar membentuk spot pada bagian apeks (a), Kepala: muka dengan garis hitam melintang di bawah antena (b), Toraks: terdapat pita kuning di sisi lateral dan di tengah skutum (c), Abdomen: abdomen dengan pola yang tipis di bagian longitudinal dan tebal melintang di tergum III (d), Tungkai: hanya 1/3 bagian apical femur hitam dan tibia berwarna hitam (e), spesies secara utuh (f).
42
Lampiran 10 Morfologi spesies Bactrocera cucurbitae
(a)
(c)
(e)
(b)
(d)
(f)
Keterangan: Sayap: terdapat pita hitam-coklat membulat pada ujung apeks, pita coklat
melintang pada r m (sangat tipis), dan pita hitam-coklat melintang pada dm-cu (a), Kepala: spot hitam berbentuk oval berukuran besar (b), Toraks: terdapat pita kuning pada sisi lateral dan di tengah skutum (c), Abdomen: pada umumnya berwarna cokelat kemerahan dengan pola yang jelas (d), Tungkai: femur dan tibia berwarna kuning-coklat (e), spesies secara utuh (f).
43
Lampiran 11 Morfologi spesies Bactrocera impunctata
(a)
(c)
(b)
(d)
(e) (f)
Keterangan: Sayap: pola sayap dengan pita costa tipis dan melebar mendekati apeks (a), Kepala: muka umumnya berwarna kuning kecoklatan tanpa spot (b), Toraks: pita kuning pada sisi lateral pendek, lebar dan berbentuk segitiga (c), Abdomen: abdomen tergum III dengan pola hitam melebar (d), Tungkai: femur dan tibia berwarna kuning-coklat (e), spesies secara utuh (f).
44
Lampiran 12 Morfologi spesies Bactrocera melastomatos
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Keterangan: Sayap: pita hitam tipis melewati R2+3 dan melebar di apeks R4+5 (a), Kepala: spot hitam agak besar berbentuk bulat telur (b), Toraks: pita kuning di sisi lateral meruncing pada bagian posterior dan berhenti sebelum intra alar seta (c), Abdomen: abdomen tergum III-V hitam kecoklatan (d), Tungkai: semua tibia berwarna hitam (e), spesies secara utuh (f)
45
Lampiran 13 Morfologi spesies Bactrocera minuscula
(a)
(c)
(e)
(b)
(d)
(f)
Keterangan: Sayap: pita hitam tipis pada apeks (a), Kepala: spot hitam bulat pada muka (b), Toraks: pita kuning meruncing dan berakhir sebelum intra alar seta (c), Abdomen: 1/3 bagian dari abdomen tergum III berwarna hitam pada kedua sisi lateral (d), Tungkai: semua femur dan tibia berwarna kuning kecoklatan (e), spesies secara utuh (f).
46
Lampiran 14 Morfologi spesies Bactrocera neocognata
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Keterangan: Sayap: pita hitam tipis melewati R2+3 dan sedikit melebar di sekitar apeks
R4+5 (a), Kepala: terdapat spot hitam agak besar (b), Toraks: pita kuning yang meruncing pada bagian posterior dan berhenti sebelum intra alar seta (c), Abdomen: abdomen tergum III-V berwarna hitam kecoklatan (d), Tungkai: semua tibia hitam (e), spesies secara utuh (f).
47
Lampiran 15 Morfologi spesies Bactrocera occipitalis
(a)
(c)
(e)
(b)
(d)
(f)
Keterangan: Sayap: pita hitam (sangat tipis) melewati R2+3 dan melebar pada bagian apeks (a), Kepala: spot hitam yang besar berbentuk oval pada muka (b), Toraks: pita kuning di sisi lateral paralel atau subparalel (c), Abdomen: terdapat pola hitam yang lebar menutupi bagian lateral (d), Tungkai: tibia belakang hitam kemerahan (e), spesies secara utuh (f).
48
Lampiran 16 Morfologi spesies Bactrocera papayae
(a)
(c)
(e)
(b)
(d)
(f)
Keterangan: Sayap: pita hitam tipis pada costa sampai bagian apeks (a), Kepala: spot
hitam besar berbentuk oval pada muka (b), Toraks: pita kuning di sisi lateral lebar dan paralel (c), Abdomen: abdomen berwarna coklat oranye dengan pola yang tipis dan jelas (d), Tungkai: semua tibia hitam kemerahan kecuali bagian apical tibia tengah (e), spesies secara utuh (f).
49
Lampiran 17 Morfologi spesies Bactrocera umbrosa
(a)
(c)
(b)
(d)
(e)
(f)
Keterangan: Sayap: terdapat tiga pita melintang pada sayap (a), Kepala: spot hitam berbentuk bulat lonjong kecil (b), Toraks: terdapat pita kuning pada kedua sisi lateral (c), Abdomen: abdomen terga III-V berwarna coklat kemerahan dengan warna hitam di sisi lateral pada tergum ke III (d), Tungkai: femur dan tibia berwarna kuning-coklat (e), spesies secara utuh (f).
50
Lampiran 18 Morfologi spesies Bactrocera sp.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g) Keterangan: Sayap: terdapat pita hitam tipis pada costa namun kiri dan kanan apeks tidak
simetris (a, b), Kepala: spot hitam berbentuk oval pada muka (c), Toraks: pita kuning di sisi lateral subparalel (d), Abdomen: abdomen berwarna coklat oranye dengan garis melintang pada tergum III dan garis medial longitudinal pada tergum IV yang terputus (e), Tungkai: semua femur berwarna kuning pudar dengan apical tibia coklat kemerahan (f), spesies secara utuh (g).
51
Lampiran 19 Morfologi spesies Dacus longicornis
(a)
(b)
(d)
(c)
(e)
(g)
Keterangan: Sayap: pita hitam melebar melebihi R4+5 dari pangkal sampai apeks (a), Kepala: spot hitam bulat pada muka (b), Toraks: terdapat pita kuning berbentuk segitiga pada anterior margin, tidak terdapat pita kuning pada sisi lateral dan medial skutum (c), Abdomen: abdomen dengan pinggang yang kuat, terdapat cicin kuning pada pinggang (d), Tungkai: femur dan tibia coklat kemerahan (e), spesies secara utuh (f).
Lampiran 20 Karakter morfologi dari bagian-bagian tubuh lalat buah
Spesies
Morfologi Muka
Sayap
Abdomen
Toraks
B. albistrigata
Muka dengan sepasang spot berwarna hitam dengan bentuk agak oval
Sayap dengan costal band yang sangat tipis hingga ke apeks, garis hitam berwarna coklat kehitaman melewati r-m dan dm-cu
Abdomen tergum III-V berwarna coklat-oranye dengan garis medial longitudinal yang tidak terlalu lebar pada ke tiga tergum dan marking hitam di sisi lateral, bervariasi dari anterolateral yang tipis sampai lebar
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum berwarna hitam, pita kuning di kedua sisi lateral, skutelum berwarna kuning dengan basal band lebar berwarna hitam
B. calumniata
Muka berwarna kuning-coklat dengan sepasang spot hitam berbentuk oval
Postpronotal lobes Abdomen tergum Sayap dengan costal dan notopleuro III-V berwarna band tipis berwarna berwarna kuning, coklat-oranye hitam-coklat yang skutum berwarna dengan pola melewati R2+3 dan hitam, terdapat pita berwarna hitam, melebar melewati kuning di sisi lateral terdiri dari garis apeks dari R4+5, dan tengah, hitam tipis pita hitam yang skutelum berwarna melintang pada lebar melintang kuning anterior margin dari sepanjang cabang tergum III dan dm-cu medial longitudinal berwarna hitam
Tungkai -
53
berukuran sedang pada ketiga tergum, anterolateral corners pada tergum IV dan V B. carambolae
Muka dengan sepasang spot hitam berukuran sedang berbentuk oval
Sayap dengan costal band tipis berwarna hitamkemerahan sedikit melewati R2+3 dan sedikit melebar di bagian apeks dari R2+3 yang juga melewati apeks dari R4+5
Abdomen tergum III-V Postpronotal lobes Terdapat spot hitam berbentuk bulat dan notopleuro berwarna coklat-oranye panjang pada berwarna kuning, dengan pola yang bagian preapical skutum hitam pucat jelas dengan garis dari permukaan dengan bagian hitam tipis melintang femur depan, semua belakang pita pada anterior margin tibia berwarna kuning sisi lateral dari tergum III dan hitam-coklat berwarna coklat melebar menutupi sisi kecuali tibia tengah sekitar mesonotal bagian samping, garis lebih pucat di suture dan arah medial longitudinal bagian apical dalam postpronotal hitam berukuran sedang melewati ketiga lobes, terdapat dua pita kuning yang tergum, anterolateral lebar berbentuk corners pada tergum IV berwarna hitam-merah paralel di kedua sisi lateral yang hingga hitam dan berakhir tepat atau berbentuk persegi di belakang ia.seta, empat, anterolateral corners pada tergum V skutelum berwarna kuning berwarna coklat-merah, sepasang spot (ceromae) oval berwarna coklat-oranye mengkilap pada tergum V
54
B. caudata
Muka berwarna kuning coklat dengan garis hitam melintang di bawah rongga antena
B. cucurbitae
Muka berwarna kuning coklat dengan sepasang spot hitam berbentuk oval
B. impunctata
Muka semuanya berwarna kuning coklat
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum berwarna hitam, terdapat pita kuning di sisi lateral dan medial, skutelum berwarna kuning
-
Sayap dengan Abdomen tergum III-V Postpronotal lobes dan notopleuro costal band yang berwarna coklat-oranye berwarna kuning, lebar berwarna dengan pola yg skutum berwarna coklat muda di terdiri dari garis hitam coklat-merah antara R2+3 dan yang tipis melewati dengan atau tanpa R4+5 dan melebar anterior margin dari menjadi spot yang tergum III, garis medial marking berwarna hitam-merah, besar di bagian longitudinal agak lebar apeks, pita coklat melintang pada ketiga terdapat pita kuning di sisi lateral dan muda melintang tergum, anterolateral medial (tengah), pada r-m dan dm-cu corner pada tergum IV skutelum pada dan V berwarna coklat umumnya berwarna tua kuning
-
Sayap dengan costal band hitam kemerahan tepat pada R2+3 dan melebar di sekitar apeks dari R4+5
Sayap dengan costal band tipis berwarna hitamkemerahan
Abdomen tergum III-V berwarna coklat-oranye kecuali pada pola dengan garis hitam yang melewati anterior margin dari tergum III dan garis medial longitudinal agak tipis pada ketiga tergum
Abdomen tergum umumnya berwarna coklat-oranye tetapi dengan pola hitam yang unik/spesifik pada tergum III tetapi tidak
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum umumnya berwarna hitam mengkilap, pita
55
B. melastomatos
Muka dengan sepasang spot hitam berbentuk bulat panjang berukuran sedang
Sayap dengan costal band tipis berwarna hitamcoklat yang dengan jelas melewati R2+3 dan melebar ke sekitar apeks R4+5
menyebabkan perbedaan pada bagian samping dari tergum ini dan medial longitudinal agak besar berwarna hitam melewati tergum IV dan V, dapat pula melebar pada bagian posterior dari tergum III
kuning di sisi lateral lebar dan pendek, tidak terdapat medial longitudinal, skutelum berwarna kuning
Abdomen terga III-V berwarna coklatoranye dengan medial longitudinal berukuran sedang dan band yang lebar berwarna hitam di bagian samping yang melewati ketiga tergum dan menyatu sekitar sampai ½ dari tergum III, pita hitam yang lebar di sisi lateral cendrung menyebar dan tidak ada pola yang jelas pada sisi samping, ada sepasang ceromae berbentuk oval berwarna hitam mengkilap, abdomen hampir berwarna hitam
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum sangat hitam, berwarna hitam-coklat di belakang pita kuning di sisi lateral dan sekitar mesonotal suture, pita kuning di sisi lateral kecil sampai agak lebar dengan bagian posterior yang meruncing yang berakhir sebelum intra alar seta, skutelum berwarna kuning
Femur berwarna kuning coklat dengan spot hitam besar di permukaan apical dari femur depan, tibia depan dan belakang berwarna coklat gelap sampai hitam, tibia tengah berwarna hitam gelap dan cendrung lebih pucat pada bagian apical
56
B. minuscula
Muka dengan sepasang spot hitam berbentuk bulat
Sayap dengan costal band tipis tepat pada R2+3 dan sangat tipis yang melewati apeks dari vena ini sampai berakhir di antara R4+5 dan M, cubital streak berwarna hitam kemerahan dan menyempit
Abdomen tergum III-V berwarna coklat-oranye kecuali 1/3 dari sisi lateral tergum ke III berwarna hitam, medial longitudinal tipis yang melewati ketiga tergum, ada sepasang spot ceromae berbentuk oval berwarna coklat-merah dan sedikit mengkilap
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum berwarna hitam kecuali di belakang pita kuning di sisi lateral berwarna coklat gelap, pita kuning di sisi lateral menyempit dengan bagian posterior meruncing dan berakhir sebelum intra alar seta, skutelum berwarna kuning
B. neocognata
Muka berwarna kuning agak coklat dengan sepasang spot hitam berukuran kecil sampai sedang
Sayap dengan costal band tipis sedikit melewati R2+3 dan sedikit melebar di sekitar apeks dari R4+5
Abdomen tergum III-V berwarna coklat-oranye dengan garis tipis melintang pada anterior margin tergum III, berwarna hitamkemerahan di bagian samping dari terga III,
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum berwarna hitam kecuali di bagian belakang pita kuning di sisi lateral, dan sekitar
Femur berwarna kuning-coklat tibia depan dan belakang berwarna hitamkemerahan sedangkan femur tengah cendrung hitam gelap
57
anterolateral corners pada terga IV dan V berwarna hitamkemerahan, medial longitudinal tipis pada ketiga tergum, sepasang spot (ceromae) hitam-coklat mengkilap berbentuk oval pada terga V B. occipitalis
Muka berwarna kuning agak coklat dengan sepasang spot hitam yang besar berbentuk oval
Costal band berwarna kuning coklat tipis yang jelas melewati R2+3 dan melebar melewati bagian apeks
Abdomen tergum III-V dengan garis hitam melewati anterior margin tergum III dan melebar menutupi sisi samping (lateral), abdomen dengan garis berbentuk segi empat berwarna hitam gelap di bagian anterolateral tergum IV, kadangkadang menyambung menutupi bagian posterior samping dari tergum ini, anterolateral corners berwarna gelap sampai hitam pada tergum V
mesonatal suture berwarna coklat kehitaman, pita kuning di sisi lateral berukuran sedang dengan bagian posterior meruncing dan berakhir sebelum ia.seta, skutelum berwarna kuning Femur berwarna Postpronotal lobes kuning-coklat, tibia dan notopleuro depan hitam berwarna kuning, kemerahan, tibia skutum berwarna tengah hitam-merah hitam kecuali agak pucat yang bagian posterior kadang-kadang margin dan yang bagian basal lebih berdekatan dengan pucat daripada prsc.setae berwarna bagian apical merah-coklat gelap, sesudah pita kuning di sisi lateral, di sekitar mesonotal suture, anterior margin, notopleura dan postpronotal lobes juga berwarna coklat, pita kuning lebar
58
berbentuk paralel atau subparalel di sisi lateral yang berakhir tepat pada intra alar seta B. papayae
Muka berwarna kuning-coklat dengan sepasang spot hitam berbentuk oval
Abdomen tergum III-V Postpronotal lobes Sayap dengan dan notopleuro berwarna coklat-oranye costal band tipis berwarna kuning, dengan pola yang berwarna hitamskutum hitam, jelas dengan garis coklat tepat pada sesudah pita kuning hitam tipis melintang R2+3 atau hanya melewati cabang ini pada anterior margin di sisi lateral gelap, di sekitar mesonotal dari tergum III yang menjadi lebih suture dan sedikit melebar di sisi memudar dan postpronotal lobes lateral, medial sisanya di sekitar juga berwarna longitudinal berwarna apeks menyempit coklat, pita kuning hitam berukuran dan sedikit lebih sedang melewati ketiga di sisi lateral lebar melebar atau berbentuk paralel tergum, anterolateral berbentuk pancing ikan kecil di sekitar corners berwarna hitam berakhir tepat atau di belakang intra pada tergum IV dan V, apeks R4+5 alar seta, skutelum ada sepasang spot berwarna kuning (ceromae) coklatoranye mengkilap pada tergum V
B. umbrosa
Muka dengan sepasang spot hitam berukuran sedang dengan bentuk bulat
Pola pada sayap dengan warna kemerahan yang sangat spesifik dan dengan costal band
Abdomen tergum III-V bervariasi dari coklatoranye dengan garis medial longitudinal berwarna hitam
Skutum berwarna hitam kecuali bagian samping ke sisi lateral, postpronotal lobes
Femur umumnya berwarna kuningcoklat, tibia depan dan belakang berwarna hitam kecoklatan, bagian pangkal tibia tengah berwarna hitam-coklat dan bagian apical berwarna kuningcoklat
Tungkai dengan semua ruas berwarna coklat kekuningan
59
tepat pada R4+5 dan melewati vena pada apeks, garis coklat melintang di tengah sayap dan melewati kedua vena melintang, garis coklat tipis melintang pada bagian apeks
dan notopleuro melewati tergum IV berwarna kuning, dan V, ada sepasang ada pita kuning spot ceromae mengkilap pada tergum yang lebar hampir paralel di sisi lateral ke V dan berhenti tepat atau sedikit di belakang intra alar seta, skutelum berwarna kuning
Bactrocera sp.
Muka berwarna kuning dengan sepasang spot hitam berbentuk oval
Sayap dengan costal band tipis berwarna hitam tetapi kiri dan kanan apeks tidak simetris, pita coklat terputus pada R2+3 (salah satu sayap), sedangkan sayap lain melewati cabang ini menjadi memudar di sekitar apeks dan menyempit
Abdomen berwarna coklat oranye dengan garis melintang pada tergum III dan garis medial longitudinal pada tergum IV yang terputus, sisi lateral pada tergum IV dan V tidak terdapat pita hitam, ada sepasang spot (ceromae) coklatoranye mengkilap pada tergum V
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum hitam, pita kuning di sisi lateral berbentuk subparalel dan skutelum berwarna kuning
D. longicornis
Muka dengan sepasang spot hitam berbentuk bulat berukuran sedang
Sayap dengan costal band yang lebar berwarna hitam-kemerahan melewati R4+5 dan
Abdomen berwarna hitam kemerahan kadang-kadang sangat hitam dengan spot besar berwarna coklat-
Postpronotal lobes dan notopleuro berwarna kuning, skutum berwarna coklat- merah, tidak
Femur berwarna kuning pucat, bagian apical tibia depan, tengah, dan belakang berwarna hitam kecoklatan
60
kadang-kadang menghitam pada bagian apeks
oranye pada posterior bagian tengah tergum ke IV dan ditengahtengah tergum ke V, abdomen dengan pinggang seperti tawon
terdapat pita kuning di sisi samping dan tengah, garis segitiga berwarna kuning pada sisi anterior mesonotal suture, skutelum berwarna kuning dengan bagian pangkal lebar berwarna hitam kemerahan
Sumber : (Drew 1989; Lawson et al. 2003; Siwi et al. 2006; CABI 2007; AQIS 2008).