Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Budidaya Ramah Lingkungan di Daerah Endemis Penyakit Kresek Kabupaten OKU Timur Syahri1*), Renny Utami Somantri1 1)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Barlian No. 83 Km. 6 Palembang *) Penulis untuk korespondensi: telp. 0711-410155, Fax: 0711-411845 Email:
[email protected] ABSTRACT Bacterial leaf blight (BLB) is a disease of rice which need special attention, if it was compared to other diseases. In Indonesia, BLB attacking is causing yield loss by 21-36% during the rainy season and 8-28% in the dry season. In 2006, disease infection reached more than 74,000 ha, about 16 ha of them cause puso. The controlling of disease can be done with antagonistic bacteria such as Corynebacterium sp. The assessment was conducted in Srikaton village, Buay Madang Timur sub-district, OKU Timur district. The location was indicated BLB-disease endemic. Rice was grew in 2 ha land which is infected by BLB. Corynebacterium sp., bio-agent, is used in these research. The research was arranged by randomized completely block design (RCBD) which consist of 5 treatments and 3 replications. Treatments combine between rice varieties and disease control that consist of: A) Inpari 4 + Bio-Agent, B) Inpari 4 + Bio-Agent + chemical pesticides, C) Inpari 6 + Bio -Agent, D) Inpari 6 + Bio-Agent + chemical pesticides, E) Mekongga + farmer practices. Furthermore, all of the treatments were compared with farmer practices (Ciherang variety). The result shows that the use of antagonist bacteria-Corynebacterium sp. which is combined with disease-resistant varieties (Inpari 4 and Inpari 6) could control of BLB disease. Moreover, application of Corynebacterium sp. that is combined resistance-varieties and chemical pesticides also give the highest of yield. At the treatment, productivity of Inpari 4 and Inpari 6 are 5.97 t/ha and 6.09 t/ha, respectively. Keywords: bacterial leaf blight (BLB), growth, rice, yield.
ABSTRAK Penyakit hawar daun bakteri (kresek) merupakan salah satu penyakit tanaman padi yang perlu mendapat perhatian khusus dibanding penyakit tanaman padi yang lainnya. Serangan kresek di Indonesa menyebabkan kerugian hasil panen sebesar 21-36% pada musim hujan dan sebesar 18-28% pada musim kemarau. Luas penularannya pada tahun 2006 mencapai lebih dari 74 ribu ha, 16 ha diantaranya menyebabkan tanaman puso. Tindakan pengendalian penyakit yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan bakteri antagonis seperti Corynebacterium sp. Pengkajian dilaksanakan di Desa Srikaton Kec. Buay Madang Timur Kabupaten OKU Timur pada lahan seluas + 2 ha yang pada musim tanam sebelumnya terindikasi terserang penyakit kresek. Bio-agent yang digunakan dalam pengkajian ini yakni bakteri Corynebacterium sp. Kajian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan kombinasi antara varietas dengan cara pengendalian yang terdiri dari: A) Inpari 4 + Bio-Agent, B) Inpari 4 + Bio-Agent + 1
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
pestisida kimia, C) Inpari 6 + Bio-Agent, D) Inpari 6 + Bio-Agent + pestisida kimia, E) Mekongga + Cara Petani yang diulang sebanyak 3 kali serta pembanding luar petak pengkajian yakni lahan petani dengan varietas Ciherang. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa paket teknologi penggunaan bio-agent Corynebacterium sp. yang dikombinasikan dengan varietas tahan penyakit kresek Inpari 4 dan Inpari 6 fektif dalam mengendalikan penyakit kresek. Aplikasi bio-agent Corynebacterium sp. yang dikombinasikan dengan VUB tahan penyakit kresek dan pestisida kimia juga memberikan hasil tertinggi, dimana produktivitas padi varietas Inpari 4 dan Inpari 6 berturut-turut sebesar 5,97 t GKG/ ha dan 6,09 t GKG/ha. Kata kunci: budidaya ramah lingkungan, hasil padi, pertumbuhan, OKU Timur
PENDAHULUAN Pada tahun 2013 produksi padi nasional ditargetkan sebesar 72,06 juta ton GKG dari 68,96 juta ton pada tahun 2012 serta ditargetkan terjadi surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014. Strategi untuk mencapai itu di antaranya dengan melakukan upaya peningkatan produktivitas, perluasan areal dan optimaliasi lahan, penurunan konsumsi beras dan penyempurnaan manajemen gerakan masal P2BN. Salah satu kendala dalam peningkatan produksi padi adalah adanya gangguan OPT yang berupa hama maupun penyakit. Hawar daun bakteri merupakan salah satu penyakit penting yang dapat menurunkan produksi padi bahkan bisa menyebabkan puso. Pengendalian penyakit kresek yang selama ini dianggap paling efektif adalah dengan penanaman varietas tahan. Berbagai varietas dan galur padi dengan berbagai tingkat ketahanan terhadap kresek telah dikembangkan (Qi and Mew, 1989; Noda et al., 2001), namun teknologi ini dihambat oleh adanya kemampuan patogen kresek membentuk patotipe baru yang lebih virulen sehingga sifat ketahanan varietas mudah terpatahkan (Qi and Mew, 1989; Suparyono, et al., 2004; Sudir et al., 2006; Lalitha, et al., 2010). Bakteri Xoo penyebab penyakit kresek memiliki patotipe yang cukup banyak (Zhang, 2005). Hal ini menyebabkan penyakit sulit dikendalikan. Untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh patogen yang mampu membentuk patotipe seperti kresek, taktik pergiliran varietas tahan perlu dirancang secara cermat, agar varietas tahan dapat berfungsi secara baik. Taktik ini memerlukan dukungan berbagai data, terutama yang berkaitan dengan profil patotipe yang ada di suatu ekosistem dan latar belakang ketahanan suatu varietas yang akan ditanam (Zhang, 2005). Selain itu, taktik pengendalian lainnya yakni dengan cara pengendalian hayati dengan memanfaatkan agensia hayati (bio-agent). Menurut Sudir et al. (2004), tindakan pengendalian penyakit yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan bakteri antagonis. Hasil penelitiannya menemukan 63 bakteri antagonis dari padi sehat, padi terinfeks, tanah dan air irigasi yang mampu mengurangi keparahan penyakit kresek 0,19-9,38%. Salah satu bakteri antagonis yang dapat mengendalikan penyakit kresek adalah Corynebacterium sp. Hasil penelitian Manik (2011), menunjukkan bahwa intensitas serangan Xanthomonas campestris pv. oryzae tertinggi pada perlakuan kontrol dengan intensitas serangan sebesar 6,36%, sedang intensitas serangan terendah yaitu pada perlakuan 107 sel bakteri Corynebacterium/ml yaitu hanya sebesar 0,39%. Patihong (2012), menyatakan perendaman benih dengan bakteri antagonis Corynebacterium sp. 5 cc/L selama 15 menit sebelum tanam dan dilakukan penyemprotan 14, 28 dan 42 Hst memberikan intensitas serangan kresek lebih rendah dan produksi ubinan lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Oleh karena itu, pemanfaatan agensia hayati Corynebacterium dalam upaya mengendalikan penyakit kresek 2
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
pada padi dapat menjadi alternatif sebagai upaya mengurangi penggunaan pestisida kimiawi sintetik. Strategi pengendalian di tingkat lapang, masih sebatas penggunaan pestisida kimiawi yang lebih berisiko terhadap munculnya patotipe baru dari penyebab kresek. Selain itu tingginya penggunaan bahan kimia sintetik secara berlebihan mendorong berbagai pihak mengkhawatirkan efek negatif pestisida, sehingga para petani berupaya untuk mencari dan mengembangkan berbagai metode pengendalian yang efektif, efisien, dan lebih ramah lingkungan (Syahri dan Somatri, 2014a). Oleh karena itu, penggunaan bakteri antagonis seperti Corynebacterium sp. yang dikombinasikan dengan teknologi PTT (penggunaan varietas tahan penyakit kresek dan pemupukan berimbang) bisa menjadi alternatif untuk tindakan pengendalian. Tujuan kajian untuk mengetahui pengaruh paket teknologi budidaya ramah lingkungan terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas padi. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan di antaranya adalah benih padi tahan kresek (Inpari 4, Inpari 6 asal UPBS BPTP Sumatera Selatan), bio-agent (biakan Corynebacterium sp. asal BPTPH Sumsel), biopestisida Beauveria bassiana, biopestisida Trichoderma spp., ekstrak kompos kulit udang (Bio-Fitalik) asal Klinik Tanaman HPT Unsri, pupuk Urea, SP-36, KCl, pagar plastik (fibre), bubu perangkap tikus, kayu sento, papan nama kegiatan, pupuk organik granul, alat bantu monitoring hama seperti pitfall trap/light trap/feromon trap, dll. Tempat dan Waktu. Kajian dilaksanakan pada lahan petani di Desa Srikaton Kec. Buay Madang Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT) sejak bulan Januari hingga Desember 2014. Lokasi dipilih secara sengaja karena berdasarkan data dan informasi dari BPTPH Propinsi Sumsel, Petugas Pengamat Hama Penyakit setempat serta dinas TPH Kab. OKUT, lokasi tersebut merupakan wilayah endemis serangan penyakit kresek. Rancangan Pengkajian. Pengkajian dilaksanakan di lahan petani seluas + 2 ha yang pada musim tanam sebelumnya terindikasi terserang penyakit kresek. Luas petak lahan setiap perlakuan yakni 4.000 m2. Kajian disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan paket teknologi antara varietas dengan cara pengendalian yang terdiri dari: A) Inpari 4 + Bio-Agent, B) Inpari 4 + Bio-Agent + pestisida kimia, C) Inpari 6 + Bio-Agent, D) Inpari 6 + Bio-Agent + pestisida kimia, E) Mekongga + Cara Petani serta sebagai pembanding di luar demplot yakni pertanaman petani yang menanam varietas Ciherang dengan teknologi pengendalian secara kimia. Perlakuan tersebut diulang sebanyak 3 kali. Berikut ini merupakan rakitan teknologi pada petak kajian. Komponen Teknologi Benih
Pengolahan tanah
Teknologi Eksisting VUB eksisting (Mekongga, Ciherang)
Olah tanah sempurna (OTS) dengan cara
bio-agent
bio-agent + pestisida kimia
VUB= Inpari 4, Inpari 6 (benih direndam dalam larutan bio-agent dengan dosis 10 mL/L air) Olah tanah sempurna (OTS) dengan cara dibajak
VUB= Inpari 4, Inpari 6 (benih direndam dalam larutan bio-agent dengan dosis 10 mL/L air) Olah tanah sempurna (OTS) dengan cara dibajak dan
3
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9 Komponen Teknologi
Pemupukan
Teknologi Eksisting dibajak dan dipagar dengan pagar plastik + bubu tikus Cara petani (NPK Phonska 250 kg/ha dan Urea 150 kg/ha)
bio-agent
bio-agent + pestisida kimia
dan dipagar dengan pagar plastik + bubu tikus
dipagar dengan pagar plastik + bubu tikus Dosis berdasarkan rek. PUTS (Urea 200 kg/ha, SP-36 50 kg/ha, KCl 50 kg/ha) dan KATAM (Urea 250 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha)
Waktu Pemupukan
I (0-1 mst) = semua dosis NPK, II (3-4 mst) = ½ dosis Urea, III (7-8 mst) = ½ dosis Urea
Cara pemupukan Jarak Tanam
Dihambur
Dosis berdasarkan rek. PUTS (Urea 200 kg/ha, SP-36 50 kg/ha, KCl 50 kg/ha) dan KATAM (Urea 250 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha) I (0-1 mst) = 1/3 dosis Urea, semua dosis SP-36, dan ½ dosis KCl, II (3-4 mst) = 1/3 dosis Urea dan ½ dosis KCl, III (7-8 mst) = 1/3 dosis Urea Dihambur
Jajar legowo 4:1 tanpa disisipi tanaman pinggir > 1-3 bibit/lubang tanam
Jajar legowo 4:1 Tipe 2 (25 x 50 x 12,5 cm) 1-3 bibit/lubang tanam
Jajar legowo 4:1 Tipe 2 (25 x 50 x 12,5 cm) 1-3 bibit/lubang tanam
+ 21 hss Pestisida kimia
+ 21 hss Penggunaan jamur Beauveria (dosis 1 tutup botol/L air) dilakukan interval 1 minggu sekali Aplikasi Corynebacterium sebanyak 5 cc/L air (volume semprot 500 L/ha pada sore hari) umur 0 hst, 3 mst, 6 mst) Panen dilakukan saat 90% malai menguning dengan cara potong bawah, gabah dirontok dengan threser
+ 21 hss Pestisida kimia
Jumlah bibit/lubang Umur bibit Pengendalian hama
Pengendalian penyakit
Pestisida kimia (bakterisida b.a. CuO) diaplikasikan sesuai cara petani
Panen dan pasca panen
Panen dilakukan saat 90% malai menguning dengan cara potong bawah, gabah dirontok dengan threser
I (0-1 mst) = 1/3 dosis Urea, semua dosis SP-36, dan ½ dosis KCl, II (3-4 mst) = 1/3 dosis Urea dan ½ dosis KCl, III (7-8 mst) = 1/3 dosis Urea Dihambur
Aplikasi Corynebacterium sebanyak 5 cc/L air (volume semprot 500 L/ha pada sore hari) umur 0 hst, 3 mst, 6 mst) Panen dilakukan saat 90% malai menguning dengan cara potong bawah, gabah dirontok dengan threser
Metode Pengumpulan dan Analisis Data. Data yang dikumpulkan meliputi keragaan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah anakan produktif) serta komponen hasil dan hasil padi (jumlah malai/rumpun, panjang malai, butir isi, butir hampa, bobot 1.000 butir, produktivitas). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan analysis of variance dan dilakukan uji lanjut apabila terhadap perbedaan yang nyata. HASIL Keragaan Pertumbuhan Padi pada Budidaya Ramah Lingkungan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman padi pada semua perlakuan cukup baik. Hal ini terlihat dari tinggi tanaman dan jumlah anakan yang cukup banyak (Tabel 1). 4
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Tabel 1. Pertumbuhan tanaman padi pada berbagai perlakuan Perlakuan Cara Petani Inpari 4 + bio-agent + kimia Inpari 4 + bio-agent Inpari 6 + bio-agent + kimia Inpari 6 + bio-agent Ciherang (cara petani) KK (%)
Tinggi tanaman (cm) 113,7 ab 112,9 ab 109,5 a 113,9 ab 118,1 b 115,1ab 2,5
Jumlah anakan produktif (batang/rumpun) 21,6 c 19,8 bc 19,5 bc 15,6 ab 14,7 a 21,1c 8,7
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNJ taraf 5%
Keragaan Hasil Padi pada Budidaya Ramah Lingkungan Tabel 2. Komponen hasil dan hasil padi pada berbagai perlakuan
Perlakuan
Jumlah Jumlah Bobot gabah gabah 1000 Produktivitas isi hampa butir (t GKG/ha) (butir) (butir) (g) 102,2 a 34,8 a 24,5a 5,65a 107,6 a 36,1 a 25,2a 5,97a 102,5 a 36,7 a 24,2a 5,80a 134,5 a 44,2 ab 26,0a 6,09a 132,6 a 62,6 b 29,2b 5,45a 80,6 b 113,4 c 26,4a 4,0b 10,6 20,6 4,5 9,1 pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
Panjang malai (cm)
Cara Petani 25,1 a Inpari 4 + bio-agent + kimia 25,8 a Inpari 4 + bio-agent 26,1 ab Inpari 6 + bio-agent + kimia 27,1 b Inpari 6 + bio-agent 27,1 b Ciherang (cara petani) 29,5 c KK (%) 1,7 Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama BNJ taraf 5%.
PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 1, penggunaan bio-agent yang dikombinasikan dengan varietas tahan penyakit maupun pestisida kimia memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi dan anakan produktif tanaman padi. Tinggi tanaman tertinggi terjadi pada perlakuan Inpari 6 yang diaplikasi bio-agent yakni 118,1 cm, sedangkan terendah pada perlakuan Inpari 4 yang diaplikasi bio-agent yakni 109,5 cm. Jumlah anakan produktif tertinggi pada perlakuan cara petani (kontrol) yakni 21,6 batang/rumpun dan terendah pada perlakuan Inpari 6 yang diaplikasi bio-agent yakni 14,7 batang/rumpun. Menurut Fadjry et al. (2012), jumlah anakan produktif yang banyak akan sangat mempengaruhi produksi padi. Jumlah anakan produktif berpengaruh langsung terhadap jumlah malai yang dihasilkan, sehingga makin banyak anakan produktif makin banyak gabah yang akan diperoleh. Berdasarkan hasil ini, tinggi tanaman maupun jumlah anakan produktif lebih dipengaruhi oleh jenis varietas yang ditanam bukan karena aplikasi pengendalian yang dilakukan. Hasil ini menunjukkan bahwa aplikasi bio-agent tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi sehingga tentunya masih memiliki peluang untuk diaplikasikan di tingkat petani. Berdasarkan Tabel 2, jumlah gabah isi varietas Inpari 6 ternyata lebih tinggi dibadingkan dengan varietas lainnya. Panjang malai dan jumlah gabah isi tertinggi yakni 5
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
perlakuan Inpari 6 + bio-agent + kimia yakni berturut-turut 27,1 cm dan 134,5 butir, sedangkan untuk perlakuan petani (varietas Ciherang) panjang malai yakni 29,5 cm, namun dengan jumlah gabah isi yang hanya 80,6 butir. Gabah hampa pada kegiatan kajian ini relatif cukup banyak yakni berkisar 24,7-32,1%. Tingginya persentase gabah hampa ini diduga disebabkan karena waktu panen yang dilakukan lebih awal sehingga pengisian gabah pada malai belum secara sempurna. Kegiatan panen dilakukan lebih awal dikarenakan waktu panen yang seharusnya bersamaan dengan hari raya Idul Fitri sehingga tentunya petani khawatir tidak ada tenaga kerja untuk pelaksanaan panen dan processing hasil. Namun demikian, berdasarkan wawancara langsung dengan petani hasil panen pada saat ini lebih banyak dibandingkan musim tanam sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan ada kecendurungan aplikasi bio-agent yang dikombinasikan dengan pestisida kimia dapat mengurangi jumlah gabah hampa serta meningkatkan produktivitas padi dibanding dengan hanya menggunakan bio-agent. Hal ini terlihat dari kombinasi perlakuan ini terhadap jumlah gabah hampa dan produktivitas pada varietas Inpari 4 dan Inpari 6. Selain teknologi pengendalian dan potensi hasil dari suatu varietas, tingginya produktivitas padi diduga juga disebabkan oleh sistem tanam jajar legowo 4:1 yang diterapkan. Nazam et al. (2000) melaporkan bahwa teknologi legowo 2:1 maupun 4:1 memberikan hasil yang lebih tinggi (12-22%) dibandingkan cara tanam tegel. Selain itu, menurut Pujiharti dan Ernawati (2012), selain meningkatkan produksi, sistem legowo memiliki banyak kelebihan antara lain pemeliharaan tanaman, pemupukan dan penyemprotan menjadi lebih mudah dilaksanakan. KESIMPULAN 1. Paket teknologi penggunaan bio-agent Corynebacterium sp. yang dikombinasikan dengan varietas tahan penyakit kresek Inpari 4 dan Inpari 6 efektif dalam mengendalikan penyakit kresek. 2. Aplikasi bio-agent Corynebacterium sp. yang dikombinasikan dengan VUB tahan penyakit kresek dan pestisida kimia juga memberikan hasil tertinggi, dimana produktivitas padi varietas Inpari 4 dan Inpari 6 berturut-turut sebesar 5,97 t GKG/ ha dan 6,09 t GKG/ha. UCAPAN TERIMA KASIH Kegiatan ini didanai oleh DIPA BPTP Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2014. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bpk. Juwedi yang telah banyak membantu selama kegiatan berlangsung. DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Peramalan Organisme Penggangu Tumbuhan(BBPOPT). 2007. Efektivitas Bakteri Antagonis Corynebacterium terhadap HDB/Kresek. www.bbpoptjatisari.com. Akses 20 Oktober 2010. Balai Besar Peramalan Organisme Penggangu Tumbuhan(BBPOPT). 2014. Corynebacterium adalah Paenibacillus polymyxa. www.bbpoptjatisari.com. Akses 19 Desember 2014.
6
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Sumatera Selatan. 2014. Laporan hasil pengamatan serangan OPT tanaman pangan dan hortikultura. Tidak dipublikasikan. Fadjry, D., Arifuddin K., Syafruddin K., dan Nicholas. 2012. Pengkajian varietas unggul baru padi yang adaptif pada lahan sawah bukaan baru untuk meningkatkan produksi >4 ton/ha GKP di kabupaten Merauke provinsi Papua. Prosiding InSINas 2012: hal. 29-36. Lalitha, M. S., G. Lalitha Devi, G. Naveen Kumar and H.E. Shashidhar, 2010. Molecular Marker-Assisted Selection: A Tool for Insulating Parental Lines of Hybrid Rice Against Bacterial Leaf Blight. International Journal of Plant Pathology, 1: 114123. Manik, C.A., Uji Efektivitas Corynebacterium dan Dosis Pupuk K terhadap Serangan Penyakit Kresek (Xanthomonas campestris pv oryzae) pada Padi Sawah (Oriza sativa L.) di Lapangan. www.repository.usu.ac.id. Akses 27 Juni 2011. Nazam, M., Prisdiminggo, A. Surachman dan H. Sembiring. 2000. Teknologi mina padi legowo. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Mataram. Noda, T. Li, C., Li, J., Ochiai, H., Ise, K., and Kaku, H. 2001. Pathogenic Diversity of Xanthomonas oryzae pv. oryzae Strains from Yunan Province, China. JARQ 35(2) : 97-103. Ou, S.H. 1985. Rice diseases (2nd ed) CMI Kew.380 pp. Parera, G.S. 2004. Sehat Suatu Pilihan Bebas. Indomedia. Pawukir. Enny S.,& Joko Mariyono. 2002. Hubungan antara penggunaan pestisida dan dampak kesehatan: studi kasus di dataran tinggi Sumatra Barat. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 9, 3. Patihong, R. 2012. Uji Efektivitas Bakteri Antagonis Corynebacterium Untuk Mengendalikan Kresek (Xanthomonas campestris pv. orizae) Pada Tanaman Padi MT 2012. https://ip3optprg.files.wordpress.com/2013/03/cory-baru.pdf, akses 20 Maret 2014. Qi, Z. and T.W. Mew. 1989. Types of resistance in rice to bacterial blight. In p 125-134. Bacterial blight of rice. IRRI. Manila Philippines. Sudir, B. Nuryanto, and T.S. Kadir. 2004. Evaluation of antagonistic bacteria for biological control agent of rice bacterial leaf blight. ICRR. p. 549-553. Sudir, Triny S. Kadir, dan Suprihanto. 2006. Perubahan virulensi strain bakteri Xanthmonas oryzae pv. oryzae, Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri Padi . Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25(2) : 100-107 Sudir, Y.A. Yogi, dan Syahri. 2013. Komposisi dan sebaran patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae di Sentra Produksi Padi di Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 32(2): 98-108. Suparyono, Sudir, dan Suprihanto. 2004. Pathotype profile of Xanthomoas campestris pv.oryzae,isolates from the rice ecosystem in Java. Indonesian Jurnal of agricultural Science, Vol. 5(2): 63-69. Suprihatno, B., Aan A. D, Satoto, Baehaki SE., Suprihanto, A. Setyono, S.D. Indrasari, I. Putu Wardana, Hasil Sembiring. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 105 hal. Syahri, dan R.U. Somantri. 2014a. Pemanfaatan Trichoderma spp. sebagai agens pengendali penyakit tanaman untuk mendukung budidaya ramah lingkungan. Jurnal Litbang Pertanian 33(1): 25-34. 7
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Syahri, dan R.U. Somantri. 2014b. Efektivitas paket rekomendasi pemupukan terhadap produktivitas padi di lahan lebak Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 17(3): 211-221. Triny, S.K., Suryadi, Y., Machmud, M., 2009. Penyakit Bakteri Padi dan Pengendaliannya. www.litbang.deptan.go.id. Akses 19 Mei 2011. Zhang, Q., 2005. Utilization and strategy of gene for resistance to rice bacterial blight in China. Chinese J. Rice Sci. 19: 453-459.
8