PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009
Keragaan Hasil Biji Sepuluh Genotipe Jagung dan Hibrida Diallel Keturunannya pada Lahan Masam Nuning Argo Subekti1, Woerjono Mangoendidjojo2, Nasrullah2, dan Dja’far Shiddieq2 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi Selatan 2 Universitas Gadjah Mada Jl. Bulak Sumur, Yogyakarta
ABSTRACT. Yield Performance of Ten Parent Diallel Crosses of Maize Population on Acid Soil. Breeding for Al tolerance of maize requires a preliminary identification of the type of gene action controlling the trait. It is important to understand the gene action before one could decide the most appropriate breeding method for tolerance to Al toxicity. The present study was aimed to estimate the predominant gene action controlling the tolerance to Al toxicity in maize population developed from partial diallel crosses involving 5 tolerant and 5 sensitive inbred lines and were evaluated at Sitiung acid soil. The tolerance was assessed based on grain yield performance per se. Results based on analysis of combining ability showed that AST 1042-69 was the best general combiner or tester for population improvement towards Al tolerance. Specifically for the hybrid resulted from the cross of AST 1042-22 x AST 1042-70 could be improved further as promising tolerant hybrid to Al, based on its estimate of specific combining ability. Keywords: Maize, diallel, acid soil ABSTRAK. Perakitan varietas jagung toleran keracunan Al memerlukan informasi mengenai gen pengendali sifat toleransinya. Identifikasi tipe aksi gen pengendali diperlukan untuk menentukan pendekatan metode pemuliaan yang paling tepat dalam perakitan varietas toleran. Pendugaan komponen aksi gen utama yang berperan dalam pewarisan toleransi terhadap keracunan Al pada penelitian ini dilakukan melalui evaluasi hasil persilangan diallel yang melibatkan lima galur toleran dan lima galur peka pada tanah masam di Sitiung. Parameter hasil biji digunakan sebagai tolok ukur toleransi dari setiap pasangan persilangan. Analisis daya gabung memperlihatkan aksi gen aditif lebih berperan dalam pewarisan toleransi. Galur AST 1042-69 menunjukkan pengaruh daya gabung umum tertinggi sehingga merupakan tester terbaik untuk digunakan dalam perakitan varietas toleran keracunan Al. Berdasarkan pengaruh daya gabung khusus tertinggi yang diperlihatkannya, persilangan AST 1042-22 x AST 1042-70 merupakan hibrida yang paling prospektif untuk diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut sebagai materi seleksi toleran keracunan Al. Kata kunci: Jagung, diallel, lahan masam
erluasan areal tanam jagung ke lahan masam dihadapkan kepada rendahnya produksi akibat buruknya pertumbuhan tanaman. Faktor penyebab buruknya pertumbuhan tanaman pada lahan masam antara lain adalah keracunan Al dan Mn serta defisiensi unsur-unsur makro dan mikro seperti N, P, K, Ca, Mg, dan Mo (Marschner 1995). Keracunan Al paling penting di lahan masam karena menyebabkan rusaknya
P
sistem perakaran tanaman sehingga penyerapan air dan hara dari tanah menjadi tidak efisien (Sopandie 1999) serta menghambat pembelahan sel tanaman (Prasetiyono dan Tasliyah 2003). Sejumlah spesies tanaman pangan mampu beradaptasi pada kondisi kejenuhan Al hingga batas tertentu. Batas kritis kejenuhan Al di tanah masam Oksisol dan Ultisol bervariasi antarspesies yaitu 70% untuk padi, 55% untuk kacang uci, 29% untuk jagung, 28% untuk kacang tanah, 15% untuk kedelai, dan 5% untuk kacang hijau (Arief 1990). Studi toleransi genetik terhadap keracunan Al pada jagung relatif terbatas karena sebagian besar penelitian masih menitikberatkan pada aspek mekanisme toleransi dan pemilihan metode skrining yang paling akurat. Sejumlah penelitian yang dirangkum oleh Joshi (1999) menunjukkan adanya aksi gen aditif untuk toleransi terhadap cekaman kemasaman tanah. Oleh karena itu seleksi berulang (recurrent selection) dipandang paling sesuai untuk perbaikan genetik. Lebih lanjut Welcker et al. (2005) melalui serangkaian evaluasi pada beberapa jenis tanah masam menemukan bahwa derajat heterosis pada hibrida F 1 relatif besar pada tanah masam, dibanding tanah normal. Mereka juga mendapatkan bahwa daya gabung umum tetua toleran memegang peranan penting dalam pewarisan toleransi terhadap cekaman kemasaman tanah. Studi toleransi genetik terhadap keracunan Al di dalam negeri dilaporkan antara lain oleh Sutaryo et al. (2005) pada tanaman padi yang menunjukkan keragaman tanggap sejumlah hibrida F 1 terhadap cekaman Al. Pada tanaman kedelai teridentifikasi sejumlah varietas yang mampu beradaptasi terhadap cekaman Al dan kekeringan melalui serangkaian percobaan rumah kaca (Hanum et al. 2007). Sutjahjo (2006) mempelajari toleransi tanaman jagung terhadap keracunan Al melalui media tumbuh in-vitro dan menunjukkan bahwa media selektif dengan penambahan AlCl3 400 M paling baik untuk seleksi toleransi terhadap cekaman Al.
1
SUBEKTI ET AL.: HASIL JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN MASAM
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari komponen aksi gen utama yang berperan dalam pewarisan toleransi genotipe jagung terhadap keracunan Al pada tanah masam.
dicampur dan diukur kadar airnya menggunakan Seed Moisture Tester. Angka kadar air panen digunakan untuk menghitung hasil pipilan kering pada kadar air standar (15%). Rendemen biji dihitung dengan rumus berikut: Bobot 5 tongkol sampel yang telah dipipil x 100%
BAHAN DAN METODE Sejumlah 55 genotipe jagung yang dibentuk melalui persilangan diallel dari 10 galur tetua (Tabel 1) mengikuti Metode 2 dari Griffing (1956) dievaluasi pada tanah masam dengan kejenuhan Al tinggi di Sitiung, Sumatera Barat. Percobaan disusun mengikuti rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Sebelum ditanam biji diberi seed treatment dengan fungisida berbahan aktif metalaxyl untuk mencegah infeksi cendawan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis). Setiap genotipe ditanam dalam baris tunggal sepanjang 5 m dengan jarak tanam 20 cm dalam baris dan 70 cm antarbaris, dua biji tiap lubang tanam. Pada saat tanam diberikan insektisida berbahan aktif carbofuran untuk mencegah infestasi lalat bibit dan hama tanah. Pemupukan pertama dilakukan 7 hari setelah tanam (HST) dengan takaran 100 kg urea, 200 kg SP36, dan 100 kg KCl /ha. Pemupukan kedua dilakukan pada 30 HST dengan 200 kg urea/ha. Penjarangan dilakukan pada 14 HST dengan menyisakan 25 individu tanaman tiap baris (1 tanaman tiap lubang tanam). Penyiraman, penyiangan, dan pembumbunan dilakukan secara optimal selama pertumbuhan tanaman. Parameter yang diamati adalah hasil biji yang merupakan konversi hitung dari parameter bobot tongkol kupasan, kadar air biji saat panen, dan rendemen biji. Bobot tongkol kupasan diukur dengan menimbang tongkol-tongkol yang dipanen setelah dikupas. Kadar air biji saat panen diukur dengan cara mengambil 5-10 tongkol sampel per petak lalu setiap tongkol dipipil bijinya dua baris untuk selanjutnya
Bobot 5 tongkol sampel sebelum dipipil Analisis data yang dilakukan meliputi ragam dan daya gabung. Analisis ragam mengikuti model statistik berikut: Yijkl = m + Tij + bk + (bT)ij,k + eijkl Yijkl
adalah pengamatan ke-l dari genotipe hasil persilangan ke-(i x j) pada blok ke-k m adalah rerata umum Tij adalah pengaruh dari genotipe ke-(i x j) bk adalah pengaruh dari blok ke-k (bT)ij,k adalah pengaruh interaksi eijkl adalah pengaruh galat Dengan model ini, total keragaman terbagi atas perlakuan atau genotipe, blok atau ulangan, genotipe x ulangan, dan galat. Namun karena pengamatan didasarkan pada rata-rata petakan, maka model disederhanakan menjadi: Yijkl = m + Tij + bk + (bT)ij,k sehingga sumber keragaman menjadi perlakuan atau genotipe, blok atau ulangan, dan genotipe x ulangan sebagai galat (Tabel 2).
Tabel 2. Analisis ragam. Sumber keragaman
Derajat bebas
Ulangan
r–1
Genotipe
p(p+1)/2 – 1
Jumlah kuadrat
Tabel 1. Inbred jagung materi percobaan tolernasi terhadap keracunan Al, Sitiung, 2008. Simbol
Galur
Reaksi terhadap Al
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10
AST 1027-07 AST 1042-22 AST 1042-70 AST 1042-69 AST 1042-71 G-180 G-193 Nei-9008 Mr-4 Mr-14
Tenggang Tenggang Tenggang Tenggang Tenggang Peka Peka Peka Peka Peka
2
Galat
(r – 1) [p(p+1)/2 – 1]
Total
rp(p+1)/2 – 1
r adalah banyaknya ulangan t adalah banyaknya genotipe, yaitu sejumlah p(p+1)/2 (p = banyaknya tetua yang terlibat dalam persilangan diallel)
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009
Analisis daya gabung mengikuti model statistik sebagai berikut: Yij = m + gi + gj + sij + ij
i, j = 1, 2, ... p
Yij adalah rata-rata terhadap r ulangan dari penampilan genotipe hasil persilangan ke-(i x j) m adalah rata-rata umum gi adalah pengaruh daya gabung umum dari tetua ke-i gj adalah pengaruh daya gabung umum dari tetua ke-j sij adalah pengaruh daya gabung khusus, dengan sij = sji, dan ij adalah pengaruh galat Restriksi yang diberikan adalah: Sgi = 0 dan Ssij+sii = 0 Tabel 3. Analisis daya gabung. Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F hitung
Daya gabung umum
p–1
Sg
Mg
Mg/M`e
p(p – 1)/2
Ss
Ms
Ms/M`e
(r – 1) [p(p+1)/2 – 1]
Se
M`e
Daya gabung khusus Galat
M`e = M e/r Pengaruh komponen keragaman diduga dengan pendekatan sebagai berikut: ^ u=
2 Y. p(p+1)
1 2 ^ Y + Yii Y. gi= (p+2) i. p 1 2 ^ Yi. + Yii + Yj. + Yjj) + sij= Yij (p+2) (p+1) (p+2)
Y..
Galat baku (standard error) dari setiap pengaruh dihitung sebagai berikut: ^) = SE (g i
(p-1) 2 [p(p+2)]
^) = SE (s ii
p (p-1) 2 [(p+1) (p+2)]
^) = SE (s ij
(p2+p+2) 2 [(p+1) (p+2)]
di mana M‘e sebagai penduga ó2
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian populasi diallel dilakukan pada tanah masam dengan kejenuhan Al 39,8% (Tabel 4). Pada pH tanah yang masam (pH <5) Al menjadi lebih tersedia dan bersifat meracun bagi tanaman (Tanaka et al. 1987). Hal ini berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil jagung pada penelitian ini relatif rendah, khususnya untuk genotipe-genotipe yang peka dan keturunannya. Perbedaan hasil yang nyata diperoleh antargenotipe maupun antarulangan (Tabel 5). Hasil pada populasi silang diri tetua berkisar antara 3,02 t/ha (P7) sampai 4,71 t/ha (P1) (Tabel 6). Pada populasi hibrida F1, persilangan umumnya menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding tetua-tetuanya, yaitu berkisar antara 3,67 t/ha (P7 x P9) sampai 7 t/ha (P2 x P3). Lebih tingginya hasil yang ditunjukkan oleh hibrida F1 dibanding kedua tetuanya merupakan indikasi heterosis. Analisis daya gabung menunjukkan perbedaan nyata untuk daya gabung umum tetua maupun daya gabung khusus pasangan persilangan yang dihasilkan (Tabel 7). Hasil analisis menunjukkan daya gabung umum merupakan komponen utama keragaman genotipik sebagaimana terlihat dari nilai kuadrat tengahnya yang lebih besar dibanding nilai kuadrat tengah daya gabung khusus. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman genotipik yang terdapat dalam toleransi terhadap keracunan Al pada genotipe jagung yang diuji terutama berasal dari pengaruh gen-gen aditif.
Tabel 4. Hasil analisis tanah lokasi percobaaan toleransi terhadap keracunan Al, Sitiung, 2008. Jenis analisis
Nilai
Tekstur: Liat (%) Debu (%) Pasir (%) pH air (1:2,5) KCl (1:2,5) C organik (%) Nitrogen total (%) C/N P bray I (ppm) K (me/100 g) Ca (me/100 g) Mg (me/100 g) Na (me/100 g) Al-dd (me/100 g) H+ (me/100 g) Kejenuhan Al (%) KTK (me/100 g) Kejenuhan basa (%) Sulfat (ppm)
55 27 18 4,92 4,27 3,17 0,26 12,19 0,46 0,18 1,67 1,05 0,09 1,91 0,07 39,8 14,76 20 50,08
Sumber: Lab. Servis Tanah Balitsereal (2008)
3
SUBEKTI ET AL.: HASIL JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN MASAM
Adanya peran penting gen-gen aditif menunjukkan peluang untuk mendapatkan populasi dengan toleransi tinggi akan makin besar apabila menggunakan tetua dengan tingkat toleransi yang lebih tinggi. Welcker et al. (2005) melalui serangkaian evaluasi pada beberapa jenis tanah masam mendapatkan hasil yang sama bahwa daya gabung umum tetua toleran memegang peranan penting dalam pewarisan toleransi terhadap cekaman kemasaman tanah. Demikian pula dikemukakan oleh Joshi (1999) bahwa pada jagung terdapat aksi gen aditif untuk sifat toleran cekaman kemasaman tanah. Oleh karena itu, seleksi berulang (recurrent selection) paling sesuai untuk perbaikan genetik. Daya gabung umum mengukur penampilan ratarata dari satu tetua dalam keturunan hasil persilangannya dengan tetua lain yang dinyatakan sebagai simpangan antara rata-rata penampilan suatu genotipe dan ratarata semua persilangan yang melibatkan genotipe tersebut (Nugrahaeni 2007). Kontribusi tiap genotipe terhadap toleransi keturunannya dapat diketahui dengan membandingkan nilai daya gabung umum. Pengaruh daya gabung umum yang besar dan positif merupakan hasil yang diinginkan pada penelitian ini. Nilai pengaruh daya gabung umum yang positif pada Tabel 5. Analisis ragam hasil genotipe jagung dievaluasi toleransinya terhadap keracunan Al, Sitiung, 2008. Sumber keragaman
Derajat bebas
Ulangan Genotipe Galat
2 54 108
Total
164
Kuadrat tengah 2,406* 2,732** 0,719
* berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% ( = 0,05) ** berbeda nyata pada taraf kepercayaan 99% ( = 0,01)
suatu tetua menunjukkan bahwa derajat toleransi hibrida yang dihasilkan dari persilangan tetua lebih tinggi dibanding rata-rata semua hibrida. Penggunaan tetua dengan nilai pengaruh daya gabung umum yang positif perlu dilanjutkan dengan seleksi beberapa generasi untuk mendapatkan keturunan dengan toleransi yang lebih tinggi. Pengaruh daya gabung umum kelima tetua toleran (P1-P5) bernilai positif yang berarti hibrida keturunan kelimanya menunjukkan toleransi lebih tinggi dibanding tetua-tetua rentan (Tabel 8). Galur P4 memperlihatkan pengaruh daya gabung umum tertinggi (0,7254) dan sangat nyata. Sedangkan P5 menunjukkan pengaruh daya gabung umum terendah (0,0774) dan satu-satunya pengaruh yang tidak nyata. Dari hasil ini dapat diharapkan bahwa penggunaan galur P4 sebagai tetua pembentukan populasi toleran keracunan Al akan sangat bermanfaat. Terlihat bahwa semua persilangan yang melibatkan galur P4 sebagai salah satu tetua memberikan hasil yang relatif tinggi, berkisar antara 5,03 t/ha (P4 x P7) sampai 6,6 t/ha (P2 x P4), atau 101-133% lebih tinggi dibanding rata-rata umum semua genotipe (4,96 t/ha). Sebaliknya, kelima tetua rentan memperlihatkan pengaruh daya gabung umum bernilai negatif (Tabel 8). Galur P7 menunjukkan pengaruh daya gabung umum yang paling rendah dan sangat nyata (-0,7513). Penggunaan galur ini sebagai tetua pembentuk populasi toleran keracunan Al kurang menguntungkan karena dapat menurunkan toleransi keturunan yang dihasilkan. Akan tetapi, mengingat kelima tetua rentan tersebut sesungguhnya memiliki potensi hasil yang tinggi, sejumlah tetua rentan kemungkinan bisa digunakan sebagai materi tetua, misalnya P8. Galur P8 menunjukkan pengaruh daya gabung umum yang walaupun bernilai negatif namun tidak nyata. Hal ini memungkinkan
Tabel 6. Rata-rata hasil (t/ha) genotipe jagung dievaluasi ketenggangannya terhadap keracunan Al, Sitiung, 2008.
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
4,71
5,43 4,68
5,75 7,00 4,18
6,58 6,60 5,75 4,27
5,04 4,81 6,06 5,50 4,70
5,33 5,19 5,37 6,39 4,84 3,43
4,86 4,71 5,07 5,03 4,83 3,78 3,02
5,34 5,32 6,01 6,36 4,92 4,86 3,87 3,10
5,72 5,00 5,18 5,93 5,00 4,81 3,67 4,06 3,34
6,04 5,11 5,10 6,56 5,08 3,90 3,68 4,74 3,73 3,37
Rata-rata umum = 4,96 t/ha = tetua betina = tetua jantan P1 = AST 1027-07 P3 = AST 1042-70 P2 = AST 1042-22 P4 = AST 1042-69
4
P5 = AST 1042-71 P6 = G-180
P7 = G-193 P8 = Nei-9008
P9 = Mr-4 P10 = Mr-14
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009
penggunaan galur ini sebagai tetua pembentuk populasi toleran keracunan Al dengan potensi hasil yang lebih tinggi, tentunya setelah melalui beberapa generasi perbaikan toleransi pada galur P8 ini. Pengaruh daya gabung khusus diinterpretasikan oleh Lynch dan Walsh (1998) sebagai simpangan antara nilai teramati dan nilai harapan berdasarkan pengaruh daya gabung umum pada suatu kombinasi persilangan. Oleh karena itu, nilai absolut pengaruh daya gabung khusus yang rendah mengindikasikan bahwa penampilan keturunan hasil persilangan sesuai dengan nilai harapan. Sebaliknya, jika nilai absolutnya tinggi berarti persilangan relatif lebih baik/jelek dibanding nilai harapan berdasarkan pengaruh daya gabung umum tetua. Pada penelitian ini pengaruh daya gabung khusus bernilai positif tinggi, berarti hibrida yang bersangkutan memiliki toleransi yang lebih baik dibanding derajat toleransi harapan yang diperoleh dari rata-rata daya gabung kedua tetuanya. Daya gabung khusus pada sebagian besar pasangan persilangan menunjukkan
Tabel 7. Analisis ragam daya gabung hasil genotipe jagung yang dievaluasi toleransinya terhadap keracunan Al, Sitiung, 2008. Sumber keragaman
Daya gabung umum Daya gabung khusus Galat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
DGU/DGK
9 45 108
7,807** 1,717** 0,719
4,55
** berbeda nyata pada taraf kepercayaan 99% ( = 0,01)
Tabel 8. Penduga pengaruh daya gabung umum (DGU) untuk pewarisan toleransi terhadap keracunan Al, Sitiung, 2008. Tetua P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10
Pengaruh DGU
Galat baku
Nilai t
0,4147 0,3339 0,4254 0,7254 0,0774 -0,2679 -0,7513 -0,2368 -0,3976 -0,3230
0,1341 0,1341 0,1341 0,1341 0,1341 0,1341 0,1341 0,1341 0,1341 0,1341
3,09** 2,49* 3,17** 5,41** 0,58ns -2,00ns -5,60** -1,77ns -2,97** -2,41*
ns = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% ( = 0,05) ** = berbeda nyata pada taraf kepercayaan 99% ( = 0,01) P1 = AST 1027-07 P2 = AST 1042-22 P3 = AST 1042-70 P4 = AST 1042-69 P5 = AST 1042-71 P6 = G-180 P7 = G-193 P8 = Nei-9008 P9 = Mr-4 P10 = Mr-14
Tabel 9. Penduga pengaruh daya gabung khusus (DGK) untuk pewarisan toleransi terhadap keracunan Al, Sitiung, 2008. Tetua P1 x P2 P1 x P3 P1 x P4 P1 x P5 P1 x P6 P1 x P7 P1 x P8 P1 x P9 P1 x P2 P1 x P3 P1 x P4 P1 x P5 P1 x P6 P1 x P7 P1 x P8 P1 x P9 P1 x P10 P2 x P3 P2 x P4 P2 x P5 P2 x P6 P2 x P7 P2 x P8 P2 x P9 P2 x P10 P3 x P4 P3 x P5 P3 x P6 P3 x P7 P3 x P8 P3 x P9 P3 x P10 P4 x P5 P4 x P6 P4 x P7 P4 x P8 P4 x P9 P4 x P10 P5 x P6 P5 x P7 P5 x P8 P5 x P9 P5 x P10 P6 x P7 P6 x P8 P6 x P9 P6 x P10 P7 x P8 P7 x P9 P7 x P10 P8 x P9 P8 x P10 P9 x P10
Pengaruh DGK
Galat baku
Nilai t
-0,2720 -0,0527 0,4803 -0,4074 0,2233 0,2370 0,2050 0,7462 -0,2720 -0,0527 0,4803 -0,4074 0,2233 0,2370 0,2050 0,7462 -0,0865 1,2869 0,5852 -0,5620 0,1707 0,1679 0,2646 0,1018 -0,8000 -0,3620 0,5996 0,2538 0,4335 0,8671 0,1919 -1,5895 -0,2652 0,9770 0,0980 0,9161 0,6455 -0,9384 0,0696 0,5422 0,1180 0,3632 -0,0449 -0,1616 0,4102 0,5140 -1,4636 -0,0983 -0,1385 -0,6420 -0,2590 -1,0416 -1,3379
0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510 0,4510
-0,60ns -0,12ns 1,06ns -0,90ns 0,50ns 0,53ns 0,45ns 1,65ns -0,60ns -0,12ns 1,06ns -0,90ns 0,50ns 0,53ns 0,45ns 1,65ns -0,19ns 2,85** 1,30ns -1,25ns 0,38ns 0,37ns 0,59ns 0,23ns -1,77ns -0,80ns 1,33ns 0,56ns 0,96ns 1,92ns 0,43ns -3,52** -0,59ns 2,17* 0,22ns 2,03* 1,43ns -2,08ns 0,15ns 1,20ns 0,26ns 0,81ns -0,10ns -0,36ns 0,91ns 1,14ns -3,24** -0,22ns -0,31ns -1,42ns -0,57ns -2,31ns -2,97*
ns = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% ( = 0,05) ** = berbeda nyata pada taraf kepercayaan 99% ( = 0,01) P1 = AST 1027-07 P2 = AST 1042-22 P3 = AST 1042-70 P4 = AST 1042-69 P5 = AST 1042-71 P6 = G-180 P7 = G-193 P8 = Nei-9008 P9 = Mr-4 P10 = Mr-14
5
SUBEKTI ET AL.: HASIL JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN MASAM
pengaruh yang tidak nyata, kecuali untuk enam persilangan yaitu P2 x P3, P4 x P6, dan P4 x P8 yang bernilai positif tinggi, serta P9 x P10, P6 x P10, dan P3 x P10 yang bernilai negatif tinggi (Tabel 9). Berdasarkan pengaruh daya gabung khusus yang diperlihatkan, hasil persilangan P2 x P3 merupakan hibrida yang paling prospektif untuk diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut sebagai materi seleksi toleransi terhadap keracunan Al. Selain itu, hibrida-hibrida P4 x P6 dan P4 x P8 juga memiliki peluang yang cukup baik untuk digunakan sebagai materi seleksi, mengingat keduanya merupakan keturunan galur P4 yang memiliki daya gabung umum terbaik atau penggabung umum terbaik (best general combiner).
DAFTAR PUSTAKA Arief, A. 1990. Masalah lahan kering masam bukaan baru untuk tanaman pangan. Simposium Tanaman Pangan, Ciloto 21-23 Maret 1988. Puslitbangtan. Departemen Pertanian, Bogor. Griffing, B. 1956. Concept of general and specific combining ability in relation to diallel crossing systems. Aust. J. Bio. Sci. 9(4):463-493. Hanum, C., W.Q. Mugnisjah, S. Yahya, D. Sopandie, K. Idris, dan A. Sahar. 2007. Pertumbuhan akar kedelai pada cekaman aluminium, kekeringan, dan cekaman ganda aluminium dan kekeringan. Agrotrop (26)1:13-18. Joshi, A.K. 1999. Genetic factors affecting abiotic stress tolerance in crop plants. In M. Pessarakli (Ed.) Handbook of plant and crop stress. 2nd Edition. Marcell Dekker, Inc. New York. pp 795-826. Lynch, M. and B. Walsh. 1998. Genetics and analysis of quantitative traits. Sinauer Assoc. Inc. Pub. USA.
KESIMPULAN 1. Pengaruh genetik aditif berperan lebih penting dibanding pengaruh nonaditif pada pewarisan toleransi terhadap keracunan Al. Adanya peran penting gen-gen aditif memberikan peluang lebih besar untuk mendapatkan populasi dengan toleransi tinggi apabila menggunakan tetua dengan tingkat toleransi yang lebih tinggi. 2. Galur P4 (AST 1042-69) memperlihatkan pengaruh daya gabung umum tertinggi sehingga tetua ini merupakan tester terbaik untuk digunakan dalam perakitan varietas toleran keracunan Al. 3. Berdasarkan pengaruh daya gabung khusus tertinggi yang diperlihatkannya, persilangan P2 x P3 (AST 1042-22 x AST 1042-70) merupakan hibrida yang paling prospektif untuk diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut sebagai materi seleksi toleran keracunan Al.
6
Marschner, H. 1995. Mineral nutrition of higher plants. Academic Press. London. Nugrahaeni, N. 2007. Studi pewarisan ketahanan kacang tanah (Arachis hypogeae, L) terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum, Smith & Yabuuchi). Disertasi Doktor Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta (tidak dipublikasikan). Prasetiyono, J. dan Tasliah. 2003. Strategi pendekatan bioteknologi untuk pemuliaan tanaman toleran keracunan aluminium. Ilmu Pertanian (10)1:64-67. Sopandie, D. 1999. Differential Al tolerance of soybean genotypes related to nitrate metabolism and organic acid exudation. Comm. Ag. 5:13-20. Sutaryo, B., A. Purwantoro, dan Nasrullah. 2005. Seleksi beberapa kombinasi persilangan padi untuk ketahanan terhadap keracunan aluminium. Ilmu Pertanian (12)1:20-31. Sutjahjo, S.H. 2006. Seleksi in-vitro untuk ketenggangan terhadap aluminium pada empat genotipe jagung. Akta Agrosia (9)2:6166. Tanaka, A., T. Tadano, K. Yamamoto, and N. Kanamura. 1987. Comparison of toxicity to plants among Al3+, AlSO4+, and AlF complex ions. Soil Sci. Plant Nutr. 33: 43-55. Welcker, C., C. The, B. Andreau, C. De Leon, S.N. Parentoni, J. Bernal, J. Felicite, C. Zonkeng, F. Salazar, L. Narro, A. Charcosset, and W.J. Horst. 2005. Heterosis and combining ability for maize adaptation to tropical acid soils: Implications for future breeding strategies. Crop Sci. 45: 2405-2413.