314
KEPUSTAKAAN
Agung, Ide Anak Agung Gede. Bali pada Abad XIX, Perjuangan Rakyat dan Raja-raja Menentang Kolonial Belanda 18081908. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989. Alfian, Teuku Ibrahim. “Disiplin Sejarah Dalam Merekontruksi Masa
Lampau
Untuk
Menyongsong
Masa
Depan”.
Lokakarya Nasional Pengajaran Sejarah Arsitektur ke 4, di Yogyakarta, 23-24 April 1999. Arcana, Putu Fajar. “Lukisan Bali Pengabdian dan Penghambaan” dalam Enin Supriyanto dan JB Kristanto, ed., Perjalanan Seni Lukis Indonesia Koleksi Bentara Budaya. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2004. Astika, Ketut Sudhana. “Seka Dalam kehidupan Masyarakat Bali”, dalam
Dinamika
Masyarakat
dan
Kebudayaan
Bali.
Denpasar: Bali Post, 1994. Bagus, I Gusti Ngurah. Adat Istiadat Daerah Bali. Jakarta: Proyek Pengembangan
Media
Kebudayaan
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1976/77. Bahari, Nooryan. Kritik Seni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Bandem, I Made. Evolusi Tari Bali. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1996.
315
Bandem, I Made. “Jati Diri Orang Bali Dalam Perspektif Kesenian”, dalam Usadi Wiryatnata dan Jean Couteau, ed. Bali Di Persimpangan
Jalan.
Denpasar:
Nusa
Data
Indo
Budaya,1995. Baret, Terry. Criticizing Art Understanding the Contemporary second edition. New York: McGraw-Hill, 2000. Bastomi, Suwaji. Apresiasi Kesenian Tradisional. Semarang: IKIP Semarang Press, 1988. Boskoff, Alvin. “Recent Theories of Social Change”, dalam Werner J. Cahnman dan Alvin Boskoff, ed. Sociology and History. London: The Free Press of Glencoe, 1964. Cahyadi, I Wayan Agus Eka. “ Lukisan Young Artist di Penestanan Ubud Transformasi Lukisan Anak-anak ke Seni Wisata” tesis sebagai syarat untuk mencapai drajat Sarjana S-2 Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar, 2010. Capra, Frifjof. Titik Balik Peradaban, terj., M. Thoyibi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1997. Couteau, Jean. Museum Puri Lukisan Ratna Wartha. Ubud: Ratna Wartha Foundation, 1999. Darmita, Ktut Agus. Lelintihan Pasek Bendesa Mas. Jembrana: Pangemong
Pura
Jembrana, 1994.
Panti
Desa
Dangin
Tukad
Daya
316
Dermawan T., Agus. Bali Bravo: Lexicon of 200 Years Balinese traditional painters. Jakarta: Panitia Bali Bangkit, 2007. Dermawan T., Agus. “Pita Prada Empat Puluh Tahun Setelah Pita Maha” dalam Pita Prada. Jakarta: Panitia Bali Bangkit, 2009. Dermawan T., Agus. “Seni Lukis Ubud dan Batuan Pasca Bonnet Memburu
dan
Menemukan
Kreator”,
dalam
Agus
Dermawan T. dan Jean Couteau, Siyu Taksu. Jakarta: Panitia Bali Bangkit, 2009. Dharmayudha, I Made Suasthawa dan I Wayan Koti Cantika, Filsafat Adat Bali. Denpasar: Upada Sastra, 1999. Dwija, Bhagawan. “Panca Bali Krama”, dalam Media Hindu, edisi 61, Maret. Jakarta: PT. Percetakan Penebar Swadaya, 2009. Feldman, Edmund Burke. Art As Image And Idea. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall,Inc., 1967. Goris,
R.
“Pura
Besakih
Kuil
Raja
Bali”,
dalam
Majalah
Kebudayaan INDONESIA, tahun 1960. Haryono, Timbul.
Seni Pertunjukan dan Seni Rupa dalam
Persepektif Arkeologi Seni. Surakarta: ISI Press Solo, 2008. Haviland, Wiliam A. Antropologi Edisi Keempat Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1988.
317
Hill, Christoper. Survival and Change: Three Generation of Balinese Painters. The Australian National University: Pandanus Books, 2006. Holt, Claire. Melacak Jejak Perkembangan Seni Di Indonesia, terj. R.M. Soedarsono, 2000. Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan IlmuSosial dalam Metodelogi Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993. Kayam, Umar. Pada Suatu Saat di Banjar Sangging. Yogyakarta: Galang Press, 2002. Kodiran. “Akulturasi Sebagai Mekanisme Perubahan Kebudayaan” dalam Jurnal Humaniora no. 8 Juni-Agustus 1998. Koentjaningrat, Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1990. Kuntowijoyo. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006. Nehen, I Ketut. ”Transformasi Ekonomi di Bali” dalam Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Denpasar: Bali Post, 1994. Mardimin. Jangan Tangisi Tradisi. Yogyakarta: Kanisius, 1994. Marianto, M. Dwi. Seni Kritik Seni. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia, 2011. Mas, Rsi Bintang Dhanu Manik dan I.N. Djoni Gingsir. Babad Brahmana. Jakarta: Yayasan Diah Tantri, 2000.
318
Midastra, Wayan. Buku Pelajaran Agam Hindu untuk SMP Kelas VIII. Denpasar: Widya Dharma, 2007. Moerdowo, R.M. Reflections on Balinese Traditional and Modern Arts. Jakarta: P.N. Balai Pustaka, 1983. Mudjitha, Nirmana I. Yogyakarta: Jurusan Desain Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Yogyakarta, 1985. Murdowo, Seni Budaya Bali. Surabaya: P.N. Fadjar Bhakti, 1963. Myers, Bernard. How to Look at Art I. New York: Grolier, 1969. Pichard, Michel. “Pita Maha” dalam Hildawati Soemantri, ed. Heritage Indonesia: Seni Rupa, terj. Karsono H. Saputra. Jakarta: Groiler, 2002. Puja, IGN. Arinton. Arsitektur Tradisional Bali. Denpasar: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Bali, 1985. Pulasari, Jro Mangku. Babad Raja-Raja Bali. Surabaya: Paramita, 2010. Puranata, P.MD.
Sekitar Perkembangan Seni Rupa di Bali.
Denpasar: Proyek Sasana Budaya Bali, 1976/1977. Putra, I Nyoman Darma. Sisi Gelap Pulau Dewata. Yogyakarta: LKIS, 2006. Rhodius, Hans dan John Darling, Walter Spies and Balinese Art. Amsterdam: Tropical Museum, 1980. Sanyoto, Sadjiman Ebdi. Dasar-dasar Tata Rupa dan Desain. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 20.
319
Setiawan, I Dewa Kompyang. “Studi Pendahuluan Tentang Gejala Munculnya Seni Lukis Gaya Baru Pengosekan” skripsi sebagai syarat untuk mencapai drajat Sarjana S-1 Program Studi Seni Murni, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 1996. Soedarsono, R.M. Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. Bandung:
Masyarakat
Seni
Pertunjukan
Indonesia,
1999. Soedarsono, R.M. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002. Smith, Charlotte Seymour. Macmillan Dictionary of Anthropology (London and Basingtoke: The Macmillan Press Ltd., 1998. Spruit, Ruud. Artist on Bali. Amsterdam, Kuala Lumpur: The Pepin Press, 1995. Sternberg, Robert J. ed. Handbook of Creativity. Cambridge: Cambridge University Press, 1999. Subiyantoro, Slamet. “Perubahan Fungsi Seni Tradisi: Upaya Rasionalisasi Terhadap Pengembangan dan Pelestarian Kebudayaan”, dalam SENI Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan
Seni,
Yogyakarta, 1999.
VI/04-Mei.
Yogyakarta:
BP.
ISI
320
Sucipta, I Wayan. “Rambut Niratha Di Rambut Siwi”, dalam Majalah Gumi Bali SARAD, No. 51/ Tahun V Juli. Denpasar: Yayasan Gumi Bali, 2004. Sudana, I Wayan. “Periodisasi Seni Ukir Karya I Made Sutedja”, dalam SURYA SENI Jurnal Penciptaan dan Pengkajian Seni,
Vol.
4
No.
2
September
2008.
Yogyakarta:
Galangpress, 2008. Sudarta, G.M. Seni Lukis Bali Dalam Tiga Generasi. Jakarta: P.N. Balai Pustaka, 1975), 14. Sudharta, Tjok Rai. “Kasta Terkait Kewajiban Diri”, dalam Majalah Gumi Bali SARAD, No. 65/ Tahun VI September. Denpasar: Yayasan Gumi Bali, 2005. Sudharta, Tjok Rai. “Siapa Pantas Jadi Brahmana”, dalam Majalah Gumi Bali SARAD, No. 61/ Tahun VI Mei. Denpasar: Yayasan Gumi Bali, 2005. Sukanadi, I Made. Seni Hias Pura Dalem Jagaraga. Yogyakarta: Arindo Nusa Media, 2010. Susanto,
Mike.
Diksi
Rupa:
Kumpulan
Istilah
Seni
Rupa.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002. Suwaji, dkk., “Seni Lukis Bali”, Laporan Study Tour Jurusan seni Lukis, STSRI “ ASRI”, Yogyakarta, 1977/1978/1979. Taylor, Alison. Living Traditions In Balinese Painting. Ubud: The Agung Rai Galleryof Fine Art, 1991.
321
Telaga,
Ida
Pedanda
Putra.
“Puri
Terlupakan”,
dalam
Tjokorda
Kembang
Rampai
Desa
Ubud
Peran
Oka
Ubud.
yang
A.A.
Denpasar:
Tak
Sukawati, Pustaka
Nayottama, 2006. Tisna, Udayana P. Pahlawan Nasional; Patih Jelantik Seorang Ksatria Buleleng. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1996. Tjidera, Gung Wayan. “Peranan Kampus dalam Pendidikan Seni di Bali”. Makalah seminar dalam rangka pameran Sanggar Dewata Indonesia di Taman Budaya Denpasar, Januari 1985. Wardhana,
P.
N.
Pengaruh
dkk.
Pariwisata
Terhadap
Perkembangan Seni Rupa di Bali. Denpasar: Departemen pendidikan
dan
Kebudayaan
Kebudayaan
Proyek
Direktorat
Pengembangan
Jendral
Kesenian
Bali,
1984/1985. Warsito, Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Erlangga, 1996. Wiana, I Ketut. “Penataan dan Pelembagaan Agama Hindu Di Bali”, dalam Usadi Wiryatnaya dan Jean Couteau, ed. Bali Di Persimpangan Jalan. Denpasar: Nusa Data Indo Budaya, 1995. Widia, I Wayan dan I Made Seraya. Mengenal Seorang Tokoh Idealis Pendiri Museum Puri Lukisan
Ratna
Wartha Ubud
322
Tjokorda
Gde
Agung
Sukawati.
Denpasar:
Proyek
Pengembangan Permuseuman Bali Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983/1984. Widiasih, Nunik. “Gagasan Kreatif Bambang Suryono Dalam Bedaya Layar Cheng Ho”, dalam SURYA SENI Jurnal Penciptaan dan Pengkajian Seni, Vol. 4, N0. 1, Februari 2008. Yogyakarta: Galang Press, 2008. Williams, Raymond. Culture. Glasgow: Fontana Paper Backs, 1981. Vickers, Adrian. Balinese Art Paintings and Drawings of Bali 18002010. Singapore: Tuttle Publishing, 2012. Yudoseputro, Wiyoso.
“Seni Rupa Klasik”, dalam Mochtar
Kusuma-Atmadja, ed. Perjalanan Seni Rupa Modern Indonesia: Dari Zaman Prasejarah Hingga Masa Kini. Bandung: Panitia Pameran KIAS, 1990-1991.
323
GLOSARIUM Artshop:
tempat
untuk
menjual
barang-barang
cendramata kepada wisatawan. Awig-Awig:
peraturan yang telah disepakati oleh krama atau warga desa, sebagai pegangan atau penyelesaian suatu permasalahan yang timbul dalam hidup bermasyarakat, yang berlaku di suatu wilayah desa.
Bale Banjar:
gedung atau tempat anggota atau krama banjar menyelenggarakan aktivitasnya dalam kaitan ritual maupun sosial.
Bade:
sarana dalam upacara ngaben, berupa tower bertingkat,
untuk
mengusung
mayat
ke
kuburan. Balian:
sebutan kepada orang yang dianggap memiliki kemampuan khusus
menyembuhkan orang
sakit, dan dipercaya memiliki kelebihan dalam hal spiritual. Banjar:
kesatuan sosial berdasarkan wilayah, banjar dibedakan menjadi dua yaitu banjar adat untuk urusan adat tradisi setempat, dan banjar dinas yaitu untuk urusan administratif pemerintahan.
Bendesa:
pemimpin desa pekraman.
Buta Kala:
roh yang bersifat negatif, dipercaya sebagai kekuatan jahat yang harus dinetralisir melalui upacara persembahan (Buta Yadnya).
324
Desa, Kala, Patra: tempat, waktu, dan kondisi. Desa Pekraman:
kesatuan masyarakat dalam suatu wilayah yang lebih luas, terdiri atas beberapa Banjar.
Galungan:
hari raya umat Hindu Bali, untuk memperingati kemenangan Dharma melawan Adharma, atau kemenangan kebaikan melawan kejahatan, yang dilaksanakan
setiap
210
hari
pada
wuku
dungulan. Ider-Ider:
merupakan kain panjang yang mengelilingi sisi atap bangunan suci dalam kaitan upacara ritual. Berwarna-warni dihias dengan lukisan maupun pola-pola garis seperti lukisan adegan pewayangan dan pola bunga, dedaunan, dan sulur.
Kahyangan Tiga:
tiga pura utama yang dianggap sebagai simbol ikatan spiritual warga desa, yaitu pura puseh, pura desa, dan pura dalem
Kaja:
dunia atas; arah pegunungan yang dianggap sumber kesuburan dan kehidupan, tempat para dewa dan leluhur bersemayam.
Kamasan:
nama desa di Kabupaten Klungkung yang masih memiliki tradisi melukis gaya pewayangan, yang dikenal dengan sebagai lukisan klasik wayang Kamasan.
Kasepekan:
dikucilkan dari lingkungan.
Kelihan:
sebutan untuk pemimpin banjar.
325
Kelod:
dunia bawah; arah ke laut, yang dianggap sebagai sarang roh-roh jahat; hilir; tempat yang kotor.
Kober:
bendera sebagai kelengkapan sarana upacara yang
biasanya
berisi
lukisan
tokoh-tokoh
pewayangan, khususnya Anoman anak dari Dewa Bayu sebagai simbol penguasa angin. KPM:
Koninklijke
Paketwaart
Maatschappiij;
perusahaan paket pelayaran kerjaan, didirikan pada tahun 1888, yang memonopoli pelayaran di Hindia Balanda. Langse:
kain persegi panjang yang digunakan sebagai pintu keluar masuknya penari dalam suatu pertunjukan, biasanya dihias dengan lukisan.
Lembu:
sarana
dalam
mengambil sebagai
upacara
wujud
ngaben,
binatang,
tunggangan
roh
yang
biasanya dianggap
manusia
dalam
perjalanannya menuju sorga. Ngaben:
bagian
dari
upacara
pitra
yadnya,
yang
bertujuan untuk mengembalikan badan kasar yang
telah
meninggal
ke
asalnya
dengan
melakukan upacara pembakaran mayat. Ngabur:
membuat gradasi warna.
Ngapus:
menghapus sisa pensil.
Ngayah:
jasa; melakuan tugas tanpa bayaran sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan.
326
Ngepah karang:
membagi komposisi objek dalam bidang gambar.
Ngorten:
membuat sket dengan arang atau pensil.
Nguap:
memberi satu sapuan warna secara merata diseluruh bidang gambar.
Nyantrik:
belajar suatu keahlian pada seseorang yang dianggap ahli di bidang tertentu.
Nyawi:
membuat sket dan kontur dengan tinta.
Odalan:
perayaan di pura atau di rumah penduduk (merajan) secara berkala, dimana pada saat itu dipercaya para dewa turun dari kahyangan untuk
menerima
penghormatan
dari
umat
penjaga pura. Palelintangan:
suatu daftar gambar, mirip kalender yang berisi penjelasan mengenai hari baik dan buruk, ramalan musim dan kehidupan.
Panca Yadnya:
merupakan lima jenis persembahan suci yang mendasari pelaksanaan berbagai upacara oleh umat Hindu Bali, yaitu Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Manusia Yadnya, Rsi Yadnya, Buta Yadya.
Parba:
dinding bagian dalam suatu bangunan suci yang biasanya berisi hiasan lukisan wayang.
Penelak:
pena tradisional yang terbuat dari bambu.
Penjor:
rangkaian hiasan dari berbagai bahan alam, seperti
bambu,
janur
dan
berbagai
jenis
dedaunan, biji-bijian dan buah-buahan, sebagai
327
simbol persembahan dan rasa syukur atas segala anugrah yang tersedia di bumi. Penuli:
kuas tradisional yang terbuat dari bambu yang masih
muda,
digunakan
untuk
melukis
tradisional. Pepatran:
seni
hias
yang
bersumber
dari
bentuk
tumbuhan. Pita Maha:
perkumpulan seniman Bali yang didirikan pada tahun
1936,
bertujuan
mewadahi
perkembangan seni rupa Bali. Puputan:
perang hingga penghabisan.
Pura:
tembat suci orang Hindu di Bali, tempat untuk menyelenggarakan
berbagai
upacara
keagamaan. Pura Dalem:
tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai dewa Siwa; dewa pemralina atau pelebur.
Pura Desa:
tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi
dalam
manifestasinya
sebagai
dewa
Wisnu ; dewa pemelihara atau pelindung. Pura Puseh:
tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi
dalam
manifestasinya
sebagai
Brahma ; dewa pencipta. Puri:
istana; tempat kediaman para bangsawan.
dewa
328
Sangging:
sebutan kepada orang yang dianggap memiliki keahlian khusus dalam bidang kesenian dalam arti luas.
Sastra-Agama:
pengetahuan mengenai agama.
Setra:
wilayah
kuburan
dan
tempat
untuk
melaksanakan berbagai upacara ngaben atau upacara pembakaran mayat. Tri Hita Karana:
konsep keseimbangan hidup dalam kepercayaan agama Hindu di Bali, yaitu menjaga seselarasan antara sang pencipta (parahyangan), manusia (pawongan) dan lingkungan ( palemahan)
Umbul-Umbul:
sarana upacara yang dipasang di berbagai sudut di tempat upacara, yang menjadi penanda pergelaran ritual keagamaan.
Yadnya:
persembahan suci atau ritus pengorbanan yang dikenal lima macam (panca yadnya).
Young Artist:
corak lukisan berkarakter anak-anak, yang berkembang di desa Penestanan.