Gerakan Bawah Tanah Cara Rakyat Irian Jaya Menetang Kekuasaan Pemerintahan Kolonial Belanda Nurhabsyah Fakultas Sastra Jurusan Sejarah Universitas Sumatera Utara I. Pendahuluan Hasil Konferensi Meja bundar (KMB) telah mengakhiri pertikaian antara Indonesia-Belanda, akan tetapi bukan berarti KMB itu telah menyelesaikan segala perkara akibat pertikaian Indonesia-Belanda itu. Salah satu masalah yang belum tuntas dalam KMB ialah tentang kedudukan keresidenan Irian Jaya. Dari hasil keputusan KMB itu disepakati bahwa masalah Irian Jaya akan diselesaikan dengan jalan perundingan antara Indonesia dengan Belanda dalam waktu setahun sesudah tanggal pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda. Ternyata di dalam perjalanannya, sejak kabinet Natsir (1950) memasukkan masalah Irian Jaya kedalam program kabinetnya hingga pada kabinet Juanda (1957), pemerintah Belanda tidak pernah secara serius menaggapi tuntutan Indonesia. Begitu juga melalui PBB, sejak sidang umum ke-9 (1954) hingga sidang umum ke-12 (1957) masalah Irian Jaya selalu diajukan sebagai agenda sidang umum PBB, tetapi hasilnya sangat tidak mengembirakan Indonesia. Bahkan sejak sidang umum ke-13 tahun 1958 masalah Irian Jaya tidak dicantumkan lagi didalam sidang umum PBB. 2 Bertolak dari pemikiran bahwa wilayah RI meliputi bekas wilayah Hindia Belanda, maka bagi pemerintah Indonesia usaha untuk mengembalikan Irian Jaya kedalam wilayah kesatuan RI bukanlah usaha yang main-main. Oleh karena itu usaha melalui jalan diplomasi mengalami jalan buntu, maka presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 mengeluarkan perintah Tri Komando Rakyat (Trikora) guna membebaskan Irian Jaya dari kekuasaan pemerintahan Belanda terhadap kenyataan bertahannya pemerintahan Belanda di Irian Jaya bagaimanakah reaksi rakyat Irian Jaya terhadap penjajahan bangsa Belanda itu, dibawah ini akan dicoba digambarkan sikap rakyat Irian Jaya dalam pergerakan Nasional, terutama rakyat Irian Jaya yang berada didaratan pulau tersebut, khususnya yang beraspirasi kebangsaan Indonesia II. Gema Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Irian Jaya Sebagaimana diketahui Irian Jaya dibebaskan dari penjajahan Jepang sudah lebih awal dari wilayah Indonesia lainnya, karena untuk terkahir kalinya sekutu (Amerika Serikat) dibawah komando Jendral Douglas McArthur menghancurkan pertahanan tentara Jepang yang terakhir di Sausapor (daerah Kepala Burung Irian Jaya) pada tanggal 30 Juli 1944. oleh karena sasaran sekutu adalah negeri Sakura maka pengelolahan atas Irian Jaya kemudian diserahkan kepada Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Dengan demikian sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia Irian Jaya telah dikuasai kembali oleh Belanda (NICA). Sementara itu kedatangan NICA di Irian Jaya juga mengikut sertakan orang-orang Indonesia yang semula “dibawah” mengungsi ke Australia. Orang Indonesia yang kembali ke Irian Jaya di antaranya ialah Sugoro. Ia dimanfaatkan oleh 1 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.
NICA sebagai penasihat pada kursus Pamong Praja bagi orang-orang Iran dikampung Harapan Jayapura. Diantara orang-orang Irian Jaya yang menjadi siswa kursus tersebut adalah Marcus Kaisiepo, Frans Kaisiepo, Nicholas Youwe serta Lucas Rumkorem. Selain itu di rumah sakit NICA di kampung Harapan juga terdapat Corinus Krey, dan Silas Papare. Dilain pihak pada batalyon Papua yang dibentuk oleh NICA terdapat Martin Indey, orang-orang Irian Jaya tersebut mendapat pembinaan kebangsaan Indonesia dari Sugoro. Melalui pertukaran pikiran mereka sering mengadakan rapat gelar yang membicarakan tentang perjuangan bangsa Indonesia. Kampung Harapan yang pada waktu itu bernama kota NICA ternyata merupakan pertemuan antara pejuang Irian Jaya yang mencita-citakan kemerdekaan Indonesia meliputi Irian Jaya. Oleh karena itu sebelum bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya sekelompok orang-orang Irian Jaya tersebut telah mempersiapkan diri bagi Indonesia di masa datang. Sesungguhnnya berita kemerdekaan Indonesia diterima terlambat di Irian Jaya. Berita tersebut dibawa oleh para pelaut yang berlayar dari Australia menuju Singapur. Mereka dititipi pamflet-pamflet tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh orang-orang Indonesia yang berada di Brisbane Australia. Orang-orang Indonesia itu terhimpun didalam Indonesia Political Exile Association (IPEA). Selanjutnya mereka juga mendirikan organisasi komite Indonesia merdeka (KIM). Pendiri KIM di Melbourne itu kemudian juga diikuti pendirinya di jayapura Irian Jaya pada bulan Oktober 1946. sebagai ketua KIM yang pertama ialah dr. J.A. Gerungan, sebagai dokter wanita yang pada waktu itu memimpin rumah sakit di Abepura Jayapura. Pada bulan Desember 1946 kepengurusan KIM Jayapura beralih ke tangan orang-orang Irian Jaya, dengan susunan : Marthin Indey sebagai ketua, Corinus Krey sebagai wakil ketua, dan Petrus Wattebossy sebagai sekretaris. Dilain pihak, Silas Papare yang semula bekerja pada rumah sakit NICA dikampung Harapan kemudian kembali ke Serui. Di kota kelahirannya selain sebagai pegawai rumah sakit setempat, ia berkenalan dengan Dr. G.S.S.J. Ratulangie beserta enam orang stafnya : Lanto Daeng Pasewang, Saleh Daeng Tompo, Latumahina, Suwarno, JPL. Tobing, dan W.S.T Pondang. Sebagai Gubernur Sulawesi yang pertama Dr. Sam Ratulangie beserta staffnya diasingkan oleh NICA ke Serui pada tanggal 5 Juli 1946. Oleh Belanda rakyat Serui dilarang berhubungan dengan rombongan Dr. Sam Ratulangie, yang oleh Belanda dijuluki “tujuh oknum yang berbahaya”. Akan tetapi larangan pemerintah Belanda tidak dihiraukan oleh rakyat Serui. Yang dipimpin oleh Siras Papare. Bagi rakyat Serui julukan tujuh oknum yang berbahaya justru kemudian menjadi “tuan-tuan merdeka”. Dari bimbingan Dr. Sam Ratulangie beserta angota rombongannya maka pada tanggal 29 Nopember 1946 di Serui brdiri organisasi Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII). Sesuai dengan namanya tujuan PKII tidak lain adalah kemrdekaan Indonesia yang meliputi daerah Irian Jaya. Pengaruh KIM dan PKII kemudian menyebar keseluruh daratan Irian Jaya. Hal ini ditandai dengan berdirinya berbagai organisasi kemerdekaan. Di Manokwari Petrus Wattebossy yang telah pindah di kota ini bersama S.D. Kawab menirikan Gerakan Merah Putih (GMP). Begitu pula di Sorong Sangaji Malan mendirikan organisasi yang diberi nama Perintis Kemerdekaan pada tahun 1946. karena kegiatannya menentang pemerintahan Sangaji Malan kemudian ditangkap dan dipenjarakan di Jayapura selama 12 tahun. Siksaan fisik dalam penjara oleh kaki tangan pemerintah Belanda menjadikan fisisk dan mentalnya terganggu. 2 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.
Hal yang tidak diduga oleh pemerintah Belanda justru muncul di Biak. Setelah di kota ini berdiri di cabang KIM yang kemudian berganti nama menjadi Partai Indonesia Merdeka (PIM) di bawah pimpinan Lucas Rumkorem, ternyata pemerintah Belanda kemudian penangkapan-penangkapan dikota tersebut. Tuduhan yang di kenakan kepada rakyat di Biak adalah bahwa mereka hendak mengadakan kekacauan. Diantara yang ditangkap adalah Lucas Rumkorem, ia kemudian dipenjarakan di Jayapura. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan bagi rakyat Biak, maka pemuda stevanus Yoseph bersama-sama Petro Jandi, Terianus Simbiak, Hanokh Rumbrar, Petrus Korwa dan Hermanus Rumere serta yang lain-lain pada tanggal 14 Maret 1948 mereka mencetuskan pemberontakan rakyat Biak menentang pemerintahan Belanda. Meskipun pemberontakan ini berlangsung sehari, namun pemerintahan Belanda telah dibuat kewalahan sehingga kemudian mendatangkan bala bantuan dari Jayapura, menyusun penangkapanpenangkapan para pelaku-pelaku pemberontakan tersebut. Akibatnya Petro Jandi dihukum mati, Stevanus Joseph dihukum seumur hidup dipenjara Cipinang Jakarta, lainlainnya dihukum antara 2 sampai 9 tahun. Pemberontakan ini memang cukup mengagetkan pemerintah Belanda sehingga sebagai “Shock Theraphy” pemerintah Belanda menjatuhkan hukuman berat kepada para pelaku pemberontakan tersebut seperti di atas. Masa sesudah KMB Ketika di Den Haag dilakukan upacara pengakuan kedaulatan (istilah resmi yang dipakai oleh Indonesia), maka di Jayapura (pada waktu itu bernama Hollandia) pejabat gubernur Nieuw Guinea (Irian Jaya) J.P.K. van Eechoud pada tanggal 27 Desember 1949 mengeluarkan proklamasi tersendiri bagi rakyat Irian Jaya. Dalam proklamasi yang di tunjukan kepada rakyat Irian Jaya itu dinyatakan bahwa mulai tanggal 27 Desember 1949 semua penduduk menjadi penduduk dari gubernemen Nieuw Guinea, sementara pemerintahan umum dilaksanakan atas nama Ratu Belanda. Sebagai tindak lanjut dari proklamasi tersebut pada awal 1950 pemerintah Belanda makin memeperkuat kedudukanya di Irian Jaya dengan mengangkat S.L.J.van Waardenburg menjadi gubernur Nederlands Nieuw Guinea,menyusul pada tahun 1952 ia mengadakan perubahan dalam pembagian wilayah pemerintah daerah menjadi empat afdeeling : Noord Nieuw Guinea ibukota di Hollandia (kini Jaya Pura), Zuid Nieuw Guinea dengan ibukota Merauke Centraal Nieuw Guinea, dan West Nieuw Guinea dengan ibukotanya Sorong. Penggantinya J.van Baal yang mulai aktif sejak 1 April 1953 merupakan gubernur yang reaksioner. Dia berpendapat bahwa adalah berdasarkan kodrat Tuhan dabn perkembangan sejarah bagi pemerintah Belanda untuk memperhatikan daerah Nederlads Nieuw Guinea sebagai daerah jajahannya. Mengapa pemerintahan Belanda begitu bersikeras mempertahankan Irian Jaya ? Menurut Kahin, alasannya bukan masalah ekonomi, tetapi lebih bersifat psikologis. Mempertahankan Irian Jaya merupakan simbol bahwa Belanda masih merupakan kekuatan Asia. “…as well as a symbol indicating that the Netherlands was still an Asia power”. Apa yang diungkapkan oleh Kahin bisa dimengerti, sebab untuk jangka waktu yang cukup lama Belanda telah mendominasi perdagangan di Asia, meski sesungguhnya dia telah dipecundangi oleh Jepang. Rakyat Irian Jaya sebenarnya menaruh harapan diadakanya KMB di Den Haag, harapan itu adalah untuk segera bersatu dengan wilayah Indonesia lainya. Akan tetapi 3 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.
harapan itu belum terlaksana karena tindakan sepihak dari pemerintah Belanda seperti tersebut diatas. Meskipun demikian kelompok yang setia kepada kemerdekaan Indonesia kemudian membentuk organisasi yang dinamai Partai Irian Dalam Republik Indonesia Serikat (PIDRIS). Di dalamnya terdapat tokoh-tokoh seperti Petrus Wattebossy, Marthin Indey, S.D.Kawab, dan Corinus Krey. Ketika komisi gabungan Indonesia-Belanda berkunjung ke Irian Jaya untuk menjajaki keinginan rakyat Irian Jaya pada tanggal 25 Maret 1950, PIDRIS tetap menghendaki Irian Jaya tidak terpisah dari Irian Jaya. Selanjutnya pimpinan PIDRIS juga mengungkapkan pengalamannya sehingga mereka sampai meringkuk dipenjara akibat tindakan pemerintah Belanda tidak lain karna mereka bersikukuh menjadi pengikut proklamasi kemerdekaan Indonesia. Berbagai peristiwa telah terjadi di Irian Jaya sebagai akibat ketidak puasan rakyat karena masih berkuasanya pemerintah Belanda di daerah tersebut. Sebagai contoh pada bulan Desember 1951 di Jayapura muncul pemberontakan yang dipimpin oleh Sersan KNIL R.J. Teppy, H.A. Wanda dan Kortas Griapon. Akan tetapi pemberontakan tersebut denganmudah dapat dipadamkan oleh pemerintah Belanda. Sebagai imbalannya R.J. Teppy dihukum penjara 12 tahun, Derek Griapon 6 tahun, H.A. Wanda 4 tahun dan Kortan Griapon mendapat hukuman selama 4 tahun. Meskipun pemerintah Belanda telah menjatuhkan hukuman yang cukup berat bagi pejuang-pejuan Irian Jaya yang menentang kekuasaan Belanda di daerahnya, ternyata para pejuang tidak jera melawan penguasa Belanda tersebut. Penjara selain merupakan tempat hukuman bagi para pejuang, pada sisi lain juga merupakan tempat pertemuan sesama pejuang untuk saling bertukar pikiran dan membulatkan tekad menentang kekuasaan pemerintah Belanda. Oleh karena itu tidak mengherankan justru setelah keluar dari penjara para pejuang kembali menyusun kekuatan secara sembunyi-sembunyi. Hal ini mereka lakukan untuk menghindari penangkapan-penangkapan dari pihak pemerintah Belanda.sebenarnya secara resmi pemerintah Belanda belum mengeluarkan larangan berorganisasi politik, tetapi dari pasal-pasal tuduhan yang ditimpakan kepada para pejuang jelas menunjukkan kepada larangan berorganisasi politik. Pasal-pasal yang sering dikenakan kepada para pejuang berkisar dari pasal 108 sampai 112 Wetboek van straftrecht (KUHP), pasal-pasal itu berhubungan dengan kejahatan terhadap keamanan negara. Itulah sebabnya kemudian gerakan-gerakan perlawanan rakyat Irian Jaya lebih bersifat sembunyi dibawah tanah. Sementara itu pemuda-pemuda di Sorong yang banyak mendapat pengaruh dari PKII kemudian membentuk Organisasi Persatuan Pemuda Indonesia (PPI) pada tanggal 7 Agustus 1947. PPI ini beranggotakan bukan saja pemuda-pemuda asal Irian Jaya tetapi juga dari Indonesia lainnya yang berada di Sorong. Kebanyakan anggota PPI itu bekerja pada Nederlandsch Nieuw Guina Petroleum Maatschappij (NNGPM) yang berpusat di Sorong, selebihnya bekerja di pelabuhan atau perusahaan pelayaran. Melihat tekanantekanan pemerintah Belanda yang selalu menghukum pejuang-pejuang Irian Jaya, maka PPI di dalam melakukan kegiatannya juga secara sembunyi-sembunyi. Pengurus PPI diantaranya adalah : Abraham Koromath, Syukur Sukardi, Thamrin Tarmizi, Isak Worabay, Mohammad Abdullah, dan Abraham Fonataba.
4 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.
Adapun makud dan tujuan PPI antara lain : a. menyelidiki kaki tangan (mata-mata) dari pihak Belanda, dan dari pihak RMS. b. Memelihara dan derajat kebangsaan Indonesia sebagai syarat untuk memperoleh masyarakat yang sehat dan kuat. c. Bila diantara pemimpin dan anggota mendapatkan bahaya dan aniaya dari salah seorang yang anti dengan perkumpulan ini, maka badan ini haruslah mengambil tidakan balasan terhadap mereka. Meskipun PPI bertindak sangat hati-hati dan sembunyi-sembunyi tetapi ternyata pemerintah Belanda sangat memperhatikan gerak-gerik PPI. Akibatnya antara 17 Agustus sampai 30 September 1950 pemerintah Belanda menangkapi 10 orang anggota pengurus PPI Sorong. Mereka dituduh dengan sengaja mengadakan gerakan-gerakan yang patut dicurigai oleh pemerintah Belanda. Kesepuluh anggota PPI itu dikenakan melanggar artikel-artikel 108, 110, 111 bis, dan 112 dari KUHP yang selanjutnya mereka dihukum penjara di Jayapura dan empat orang dinatarnya di kirim ke Digul. Setelah anggota pengurus PPI ditangkapi dan dihukum, kemudian pemudapemuda Sorong di bawah pimpinan Bastian Samora, Yulius Worabay, Lodewijk Wosiri, Bob Warinusi, dan Elias Paprindey membentuk organisasi baru yang diberi nama Organisasi Pemuda Irian (OPI). Pada tanggal 3 Nopember 1956 OPI Sorong merencanakan membakar tangki minyak di kota Sorong. Akan tetapi rencana yang didukung sekitar 300 orang penduduk itu kemudian tercium oleh pemerintah Belanda. Tidak pelak lagi pemerintah Belanda kemudian melakukan penangkapan-penangkapan kepada orang-orang yang dicurigai menjadi otak rencana pembakaran tangki minyak tersebut. Penangkapan-penangkapan terhadap OPI Sorong juga terjadi pada bulan Nopember 1959, kali ini ditangkap antara lain Bastian Samori, Elias Paprindey, Elimelek Ayoni dan Franky Kossa. Di daerah Kokonao-Mimika yang merupakan daerah pengembangan misi Katolik di pantai Selatan Irian Jaya banyak diperkerjakan putra-putra dari daerah Maluku Tenggara. Mereka pada umumnya bekerja sebagai guru di sekolah-sekolah yang dikelola oleh misi Katolik. Meskipun mereka bekerja di Kokonao-Mimika yang masih dikuasai Belanda, tetapi jiwa mereka tetap Republik Indonesia. Untuk tetap memelihara jiwa Merah Putih di dada mereka, pada tanggal 27 Oktober 1957 mereka mendirikan Persatuan Kebangsaan Indonesia di Irian Barat (baca : Irian Jaya) dan keesokan harinya mereka mengadakan upacara sumpah pemuda 28 Oktober 1957 di Kokonao. Dalam upacara ini dikibarkankan bendera Merah Putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya, dua hal yang dilarang oleh pemerintah Belanda. Apa yang dilakukan oleh persatuaan Kebangsaan Indonesia DI Irian Barat itu menunjukan betapa besar keinginan putra-putra Indonesia di Irian Jaya akan kebebasa dari cengkraman kekuasaan asing, sementara saudara-saudaranya di wilayah Indonesia lainnya sudah hidup dalam alam kemerdekaan bangsanya. Berbeda dengan daerah-daerah lain, di Merauke sejak tanggl 15 Juni 1945, C.W. Wolff sebagai penguasa Merauke melarang adanya perkumpulnya umum yang berbau politik. Oleh karena itu para buruh yang semula bekerja di Australia beserta para eks Digulis yang ingin menetap di merauke dalam menggalang kebangsaan Indonesia mereka kemudian membentuk organisasi sosial Persatuan Penolong Kesengsaraan Oemoem (PPKO) pada tahun 1946. Untuk menghindari tuduhan kegiatan politik, secara sembunyi5 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.
sembunyi para anggota PPKO di dalam memperingati hari Sumpah Pemuda dan 17 Agustus selalu diadakan di dalam ruangan tertutup. Akan tetapi kegiatan ini tercium oleh penguasa Belanda, sehingga penguasa Belanda memulangkan hampir 800 orang Jawa ke tepat asalnya di pulau Jawa. Meskipun demikian di antara yang dipulangkan ke pulau Jawa, terdapat beberapa orang yang ingin kembali ke Marauke. Mereka itu adalah P.Rimbo dan Samijan Sonto. Setibanya di Marauke kembali pada tanggal 10 Desember 1949 mereka berdua bersamasama Lugiman Mangunroto menghidupkan organisasi yang bersifat gerakan 45. Sementara itu masyarakat Kei yang telah lama bermukim di Merauke juga mendirikan organisasi sosial sepak bola dengan nama Jong Kei. Organisasi sepak bola Jong Kei ternyata hanya merupakan kamuflase saja agar kegiatan mereka itu tidak di curigai oleh pengguasa Belanda. Begitu pula pemuda-pemuda di RSU Merauke mendirikan perkumpulan yang diberi nama Persatuan Rakyat Indonesia (PRI) pada tahun 1949 dengan ketuanya A. Suebu, ketua II Y. Tangkere, dan sekretaris B. Mahuse. Tujuan PRI ialah memepersiapkan diri membela kesatuan tanah air Indonesia manakala pemerintah Belanda tidak menyerahkan Irian Jaya kepada Indonesia. Untuk itu PRI mempunyai dua kegiatan yaitu kepalangmerahan dan bagian penyebrangan. Kegiatan-kegiatan inipun dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi, akan tetapi pada tahun 1951 penguasa Belanda telah mencium aktifitas PRI itu. Hasilnya dalam tahun itu juga Y. Tangkere ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara satu setengah tahun dengan tuduhan menghasut putra-putra Irian melawan pemerintah Belanda. Merauke sebagai kota pasangan dengan Sabang tidaklah sepi dari kegiatankegiatan yang bersifat kebangsaan Indonesia. Bagaimanapun juga kota ini menjadi kota yang dilalui oleh kaum pergerakan yang dibuang ke Digul, baik datang maupun pergi. Oleh karenanya semangat semangat kebangsaan membekas di kota ini. Sebagai contoh adalah peristiwa pengibaran bendera Merah Putih oleh Yoso Kasa pada tanggal 31 Desember 1957 pukul 23.00 didepan toko dua Merauke. Keesokan harinya sekitar pukul pukul 07.00 penguasa Belanda baru mengetahui adanya pengibaran bendera bendera tersebut dan segera memerintahkan agar bendera Merah Putih diturunkan secara baikbaik. Dari peristiwa itu pemerintah Belanda mengadakan penangkapan-penangkapan terhadap Yoso Kasan di hukum penjara selama 9 bulan, 4 orang masing-masing mendapat hukuman 31 hari 1 orang ditahan 4 hari dan M. Kasan Mulyadirana beserta Sumarni yang menjahit bendera mendapat hukuman tahanan selama tiga hari. Penjara bagi pemerintah Belanda merupakan sarana untuk “menjerakan” para pejuang kemerdekaan dari aktifitasnya merongrong penguasa Belanda. Dari para pejuang yang ditangkap tidak sedikit yang dianggap berbahaya sehingga mereka harus dibuang ke Digul. Digul kemudian menjadi terkenal apalagi ditempat ini pernah juga didiami oleh tokoh-tokoh pejuang kaliber nasional seperti Moh. Hatta dan Sutan Syhrir. Oleh karna itu adalah tepat seperti yang ditulis oleh Harsya W. Bachtiar bahwa Tanah Merah, atau Digul, menjadi semacam ijasah bagi para pemimpin perjuangan pembebasan Indonesia dari kekuasaan penjajah asing, suatu bukti bahwa mereka sungguh-sungguh dianggap berbahaya bagi kaum penjajah asing. Begitu pula bagi pejuang-pejuang Irian Jaya tidak sedikit yang didigulkan oleh pemerintah Belanda. Satu diantaranya yang berasal dari daerah Merauke adalah Benyamin Felubun. Selama berada di Dugul ia bertemu dengan J.A.Dimara, putra Irian Jaya yang karena penyusupannya ke Irian Jaya tertangkap oleh Belanda dan selanjutnya didugulkan pada tahun 1954. seperti diketahui J.A.Dimara 6 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.
memimpin penyusupan dan berhasil mendarat di Teluk Etna, tapi kemudian ditangkap oleh pengguasa Belanda. Pertemuanya dengan J.A.Dimara dipenjara Digul itu membuahkan tekad bagi Benyamin Felubun sekembalinya di Merauke pada tanggal 10 Oktober 1958 bersama teman-teman seperjuangannya ia membentuk organisasi yang diberi nama Untuk Pembebasan Irian. Kelak organisasi ini berubah nama menjadi Persatuan Semangat Pemuda 1945 (PSP45). IV. Papuanisasi vs Trikora Dalam tahun 1956 pemerintah Belanda mengubah UUD Kerajaan Belanda dengan memasukkan Irian Jaya sebagai salah satu bagian negaranya. “wilayah Kerajaan Nederland meliputi Nederland, Suriname, Kepulauan Antillen Belanda dan Nederlands Nieuw Guinea”. Dengan demikian apa yang direncanakan oleh van Mook sebagaimana tercetus dalam konferensi Denpasar 1946 terwujud sudah dalam pengukuhan UUD Kerajaan Belanda itu. Akan tetapi meskipun Belanda telah memantapkan kedudukannya di Irian Jaya sejak tahun 1956 ternyata rencana pengembangan Irian Jaya sendiri baru dimulai tahun 1960 dengan rencana pembangunan 10 tahun. Landasan rencana pmbangunan tersebut didasarkan pada satu buku yang diterbitkan oleh lembaga Nieuw Guinea di Rotterdam tahun 1960 denganjudul “Nderlands Nieuw Guinea, satubangsa yang menuju hak mementukan nasib sendiri”. Isu mementukan nasib sendiri sengaja ditonjolkan untuk memancing emosi rakyat Irian Jaya sebagai satu bangsa yang terpisah dari bangsa Indonesia. (kelak isu inipun menjadi hangat setelah ditandatangani persetujuan New York 15 Agustus 1962). Dengan isu tersebut Belanda selain tetap menjalankan politik divide et impera juga hendak mengukuhkan pendapat H. Colijn bersama Treub yang secara terang-terangan mengingkari adanya nation Indonesia. Sebagai langkah awal guna mewujudkan ambisi politiknya di Irian Jaya pada akhir tahun 1960 pemrintah Belanda mengijinkan dibentuknya partai-partai politik. Partai-partai politik tersebut adalah sebagai berikut : 1. Demokratische Volks Partij (DVP) Pengurus terdiri atas : Arnold Runtuboy (katua), Mozes Rumainum (sekretaris), Petrus Muabuai (bendahara) dan Zeth Bagre. Tujuannya ialah satu federasi politik dengan Australiansch Nieuw Guinea dan dengan daerah-daerah Melanesia lainnya (federasi Melanesia). 2. Partai Nasional (Parna) Pemimpin-pemimpinnya Herman Wayoi (ketua), Amos Fritz Indey (ketua muda), S. Malibela (sekretaris), dan Fritz M. Kirihio. Tujuannya agar supaya dengan cepat ditempatkan orang-orang Papua dalam kepemerintahan dan supaya Nieuw Guinea diperkembangakan menuju hak menentukan nasib sendiri dibawah Nederland. Gavin Souter (1963) menambahkan peminpin-pemimpin Parna yang lain seperti Markus Kaisiepo, Nicolaas Youwe, Herman Womsiwor, dan Eliezer Yan Bonay. Mereka itu sesungguhnya lebih menyukai kebangsaan Papua ketimbang Indonesia. “… were genuinely more interested in Papuan nationalism than Indonesian irredentism”.
7 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.
3. Eenheids Partij Nieuw Guinea (EPANG)/ Partai Kesatuan Nieuw Guinea. Pemimpin-pemimpinnya adalah Lodewijk Mandacan (ketua), H.F.W. Gosewisch (ketua muda). Programnya adalah kmerdekaan dalam tempo 15 tahun dan selanjutnya bergabung dengan Nederland. 4. Persatuan Orang Nieuw Guinea (PONG), sebagai ketua Johan Aricks. Programnya mencapai kemerdekaan dan brgabung dengan Nederland. 5. Partai Serikat Pemuda-pemudi Papua. Ketua Johan Wanmaer. Tujuannya adalah kedaulatan negeri sendiri bekerja sama dengan Nederland dibawah pengawasan PBB. 6. Kena U Embay (KUE). Pemimpin-pemimpinnya adalah Essau Itaar (ketua), August Kreuta (ketua muda), dan Willem Assaway (bendahara). Tujuannya mencapai kedaulatan sendiri dan kemudian bergabung dengan Nederland dalam suatu uni. 7. Sama-sama Manusia (SSM). Ketuanya Husein Warwey, ketua muda Louis Rumaropen, sedangkan sekretaris M. Ongge dan Z. Abaa. Programnya tidak jelas. 8. Persatuan Christen Islam Raja Ampat (Perchisra). Pemimpinnya adalah Mohammad Nur Mayalibit (ketua), Y. Rayaar (sekretaris), dan penasihat Abdullah Arfan. Tujuannya ialah hendak bekerjasama dengan pemerintah Nederland agar terjadilah kemakmuran di Raja Ampat dan di seluruh Nieuw Guinea.
1. 2. 3. 4.
Sementara itu menurut J.R.G. Djopari (1993) masih ada empat partai lagi, yaitu : Partai Papua Merdeka (PPM), ketua Mozes Rumainum. Nasional Partai Papua (Nappa), ketua N.M.C. Tanggahma. Commite Nasional Papua (CNP), ketua Willem Inury. Front Nasional Papua (FNP), ketua Lodewijk Ayamiseba.
Setelah pembentukan partai-partai politik tersebut langkah berikutnya dalam merealisasi rencana pembangunan 10 tahun ialah dengan membentuk Nieuw Guinea Raad (Dewan Nieuw Guinea). Anggota dewan dilantik pada tanggal 5 april 1961. Susunan anggota dewan terdiri atas 16 orang anggota dipilih dan 12 orang yang ditunjuk oleh gubernur, sehingga jumlahnya menjadi 28 orang. Direncanakan jumlah itu nantinya akan berkembang menjadi 48 orang. Adapun tugas Dewan Nieuw Guinea disebutkan sebagai berikut : 1. Hendak turut menetapkan perundang-undangan dengan hak memajukan usul perubahan. 2. Memberi nasihat atas rencana perundang-undangan Nederlands dan tindakantindakan kepentingan umum yang akan berlaku bagi Nederlands Nieuw Guinea. 3. Berhak memajukan inisiatif, interupsi, dan petisi. 4. Ikut merundingkan perencanaan anggaran belanja. Pada dasarnya baik pembentukan partai-partai politik maupun Dewan Nieuw Guinea tidaklah terlepas dari rencana politik pemerintah Belanda dalam melaksanakan Papuanisasi di daerah Irian Jaya. Ada dua hal yang berhubungan dengan Papuanisasi itu,yaitu (1) pengikut sertaan rakyat dalam jabatan-jabatan terutama dalam bidang pemerintahan dan peradilan, (2) pengikut sertaan rakyat dalam badan perwakilan rakyat 8 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.
yakni Dewan Nieuw Guinea dan dewan-dewan daerah yang akan dibentuk kemudian. Disamping itu pada tahun 1960 pemerintah Belanda juga membentuk sebuah batalyon suka rela Papua (Papua Vrijwillegers korps) yang berkedudukan di Arfai Manokwari. Menurut Gavin Souter (1963) pada tahun 1961 program Papuanisasi itu telah mencapai 75 % pada bidang pemerintahan dipegang oleh kalangan rendah dan menengah orang-orang Irian Jaya mengikuti kuliah di negeri Belanda Nampaknya dengan program Papuanisasi ini telah manarik perhatian rakyat Irian Jaya, bagi mereka hal itu merupakan kebangunan bagi kebangsaan Papua. Hal ini terutama berlaku bagi kelompok-kelompok yang diberi fasilitas serta kedudukan oleh pemerintah Belanda, begitu juga nampak dalam tujuan partai-partai politik yang dibentuk atas ijin pemerintah. Meskipun demikian menurut penilaian pemerintah Belanda, pembentukan parpolparpol dan Dewan Nieuw Guinea belumlah mencukupi kebutuhan. Sementara itu persengketaan antara Indonesia-Belanda telah mencapai titik konfrontasi bersenjata seperti terlihat dengan upaya Indonesia memperkuat Angkatan Bersenjatanya. Hal itu mendorong gubernur P.J.Platteel (1958-1962) membentuk Komite Nasional Papua yang berjumlah 80 orang pada tanggal 19 Oktober 1961. sejalan dengan tujuan pembentukan, komite ini kemudian mengeluarkan manifesto kepada Dewan Nieuw Guinea berupa pengajuan masalah-masalah separti berikut : 1. Menentukan bendera Papua 2. Lagu kebangsaan Papua 3. Penggantian nama West Nieuw Guinea menjadi Papua Barat 4. Nama bangsa menjadi Papua 5. Usul agar bendera Papua dikibarkan tanggal 1 Nopember 1961. Sidang Dewan Nieuw Guinea menyetujui menifesto tersebut, kecuali tentang pengibaran bendera Papua masih menunggu keputusan pemerintah Belanda. Selanjutnya pemerintah Belanda akhirnya menyetujui pengibaran-pengibaran bendera Papua tanggal 1 Desember 1961. Reaksi pemerintah Indonesia terhadap tindakan pemerintah Belanda tersebut kemudian membulatkan tekad bahwa perjuangan pembebasan Irian Jaya harus sudah dibebaskan pada tahun 1962. Oleh karena itu dalam sidang Dewan Pertahanan Nasional (Depertan) tanggal 14 Desember 1961, diputuskan untuk membentuk suatu Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat (KOTI PEMIRBAR). Keberadaan KOTI tersebut diharapkan dapat mengkoordinasikan pelaksanaan pembebasan Irian Barat dengan bulat dan berencana. Sementara itu Depertan juga telah menghasilkan konsepsi yang kemudian dikenal Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang dikomandokan oleh Presiden Soekarno di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961. Trikora itu isinya sebagai berikut : 1. Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda Kolonial. 2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia. 3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa. Bagaimanakah reaksi rakyat Irian Jaya terhadap kegiatan-kegiatan politik yang dilakukan oleh pemerintah Belanda dan pemerintah Indonesia itu? di atas sudah dikemukakan bahwa para pemuka Irian Jaya sejak awal kemerdekaan telah memberikan reaksi positif. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa tokoh yang semula 9 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.
berpihak kepada Indonesia, setelah KMB justru menjadi corong penguasa Belanda di Irian Jaya. Nicolaas Youwe yang semula menjadi ketua anti penjajahan kemudian menjadi ketua pro penjajahan. Begitu pula halnya dengan Markus Kaisiepo dan Johan Ariks; mereka berbagi tugas melakukan propaganda anti Indonesia. Nicolaas Youwe di daerah Jayapura, Markus Kaisiepo di daerah Biak, Yapen dan Waropen sedandkan Johan Ariks di sekitar Manokwari. Mereka bertiga menyatakan kepada rakyat Irian Jaya bahwa KBM sudah memutuskan Irian akan berstatus sendiri langsung dibawah kerajaan Belanda. Begitu emosionalnya rakyat terhadap propaganda trio Youwe-Kaisiepo-Ariks itu sampai-sampai orang kepala kampung di Ariepi yang juga menjadi ketua cabang PKII menyatakan ketiga orang tersebut tidak ubahnya laksana Yudas Iskariot yang menjual tanah air yang sangat dicintai oleh suku bangsanya. Laporan-laporan yang dibuat oleh Badan Pengurus PKII di Serui kepada Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta selalu menegaskan bahwa rakyat bersuara bulat minta pemerintah Indonesia, maupun merdeka bersama-sama RIS. Meskipun Silas Papare telah pindah ke Yokyakarta dan membentuk Badan Perjuangan Irian (BPI) di sana akan tetapi pengaruh dari organisasi PKII yang dipimpinnya tidak pernah surut dikalangan rakyat Irian Jaya. Nampaknya pemerintah Belanda di Irian Jaya merasa kedodoran dalam menghadapi pengaruh PKII tersebut. Oleh karna itu pemerintah Belanda kemudian mendirikan gerakan Persatuan Nieuw Guinea dengan tujuan tunggal untuk menentang pengaruh Indonesia. Gerakan ini dimotori oleh Markus Kaisiepo, Johan Ariks, Abdullah Arfan, Nicolaas Youwe dan Herman Womsiwor. Di kemudian hari mereka itulah yang menjadi pendukung kokoh bagi pemerintah Belanda dan nasionalisme Papua. Bagi organisasi pergerakan yang telah muncul sejak tahun 50-an tidak ada pilihan lain kecuali melanjutkan perjuangan untuk mewujudkan kesatuan Indonesia yang meliputi Irian Jaya. Sementara itu bagi mereka yang karena perlawananya kepada pemerintah Belanda harus meringkuk didalam penjara, kini mereka mulai melihat cahaya pembebasan melalui jeruji jendela rumah penjara dimana dia tinggal. Di Biak setelah Lucas Rumkorem keluar dari penjara di Jayapura, ia memotori pembentukan Tentara Cadangan Cendrawasi (TCC). Organisasi ini diketahui oleh David Woisiri, sekretaris Sem Harry Uy, dan bendahara Faidiban. Tujuan TCC adalah melanjutkan perjuangan melawan Belanda dan membela kesatuan Indonesia. Adapun kegiatan TCC meliputi : 1. mengadakan rapat-rapat rahasia tentang perjuangan TCC. 2. menyebarkan organisasi TCC keseluruh Irian Jaya 3. mengadakan kegiatan-kegiatan pemotretan tempat-tempat strategis Belanda untuk diseludupkan kepada pihak Indonesia. Informasi dari TCC Biak diseludupkan melalui Konsulat Jendral RI di Singapura. Usahausaha yang dilakukan oleh TCC tersebut kemudian tercium oleh pihak Belanda, sehingga pada tahun 1961 penguasa Belanda mengadakan penangkap terhadap pemimpin dan anggota-anggota TCC Biak. Mereka yang tangkap itu adalah David Woisiri, Y.Tarumaselly, Yonathan Saroi, Rafel Maselkosu, dan Fritz Werluken. Dibandingkan dengan organisasi pergerakan pimpinan kaum tua, maka TCC yang merupakan gerakan bawah tanah mempunyai jaringan dihampir seluruh Irian Jaya, yaitu di Yapen (Serui), Waropen, Manokwari, Wandamen, Sorong-Raja Ampat, Fakfak, Babo, 10 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.
Kaimana, Jayapura, Sarmin, dan Merauke. Adapun organisasi-organisasi pergerakan yang ada didaerah tersebut, seperti Persatuan Organisasi Gerakan Irian (POGI) di Jayapura, Persatuan Anti Kolonial di Manokwari, PPI di Sorong, gerakan Rakyat Irian Barat (GRIB) di Fakfak, serta organisasi Jong Kei dan Sandhar Banten di Merauke ke semuanya mengadakan kerjasama yang baik dengan TCC. Dalam menghadapi sukarelawan Trikora, pemerintah Belandapun tidak tinggal diam. Belanda menyatakan bahwa rakyat Irian Jaya telah mempersiapkan diri untuk menyambut para sukarelawan Indonesia dengan parang terhunus setajam pisau silet. Bahkan pemerintah Belanda tidak segan-segan untuk memberikan hadiah sejumlah uang kepada rakyat yang menunjukkan tempat persembunyian atau bahkan menangkap para sukarelawan Indonesia itu. Apabila disimak strategi pembentukan cabang-cabang TCC hampir diseluruh Irian Jaya itu dimaksudkan untuk mempersiapkan diri dalam menyembut Trikora. Oleh karena itu tidak mengherankan ketika para sukarelawan diterjunkan di Irian Jaya jaringan-jaringan TCC memberikan dukungan sepenuhnya. Di Sorong pada kilometer 14, keluarga Simon Randa menyembunyikan dan memelihara para sukarelawan Indonesia disekitar rumahnya, di antara para sukarelawan itu adalah Herlina. Begitu juga anggotaanggota TCC Biak dengan dipimpin oleh Jan Tarumaselly berangkat ke Sorong untuk bergabung dengan anggota-anggota TCC di Sorong. Di Sorong mereka berhasil melarikan. Kapal motor Korosa untuk menjemput sukarelawan-sukarelawan yang hendak diterjunkan di Irian Jaya. Akan tetapi ketika kapal itu sampai di fak-fak mereka ditangkap semuanya oleh penguasa Belanda. Di Jayapura, Marthin Indey beserta anak buahnya berhasil menyelamatkan dan menyembunyikan sembilan sukarelawan dengan pimpinan Serda Suroso didaerah Sabron Dosay di Jayapura selama kurang lebih sebulan sukarelawan-sukarelawan tersebut dengan baiknya dijaga oleh Marthin Indey barulah setelah gencatan senjata terjadi sebagai tindak lanjut dari Persetujuan New York 19 Agustus 1962, mereka secara terangterangan di serahkan kepada pihak Indonesia yang diwakilioleh bapak Sujarwo Condronegoro dan disaksikan oleh Kolonel Penerbang Dewanto di Jayapura. Di Kaimana dan Fakfak banyak gerilyawan yang diselamatkan oleh kelompokkelompok TCC setempat. Begitu juga masyarakat di Merauke giat memberikan bantuan kepada para sukarelawan yang diterjunkan di Merauke dan sekitarnya. Benny Gebze dari kampung Kuprik berhasil menyeberangkan secara diam-diam para sukarelawan jauh diatas penjagaan pasukan Belanda yakni di Golar sehingga berhasil masuk sampai dekat daerah Kelapa Lima di Merauke. Begitu juga organisasi Persatuan Semangat Pemuda 45 dan TCC Merauke mengerahkan anggota-anggotanya untuk mencari dan memberi bantuan kepada para sukarelawan yang diterjunkan di daerah sekitar Merauke. Hal yang sangat mengesankan dan merupakan kebanggaan tersendiri bagi para pemuda dan rakyat Merauke ketika mereka dapat membentu sukarelawan yang dipimpin oleh Mayor Benny Murdani (kini mantan Panglima ABRI). Perjuangan para pemuda yang tergabung dalam organisasi bawah tanah seperti TCC, POGI, PSP 45, dan yang lain-lain tidak selalu menemui keberuntungan. Dari mereka banyak yang ditangkap dan disiksa oleh kaki tangan Belanda dan kemudian dimasukkan ke dalam penjara, dahkan tidak sedikit yang didigulkan. Mereka baru dapat keluar dari penjara setelah Persetujuan New York di tandatangani dan gencatan senjata diwujudkan. 11 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.
V. Penutup Perjuangan membebaskan Irian Jaya dari kekuasaan Belanda telah melibatkan rakyat Irian Jaya sandiri yang berada di pulau tersebut. Diantara mereka banyak yang mengorbankan harta maupun dirinya, yang harus meringkuk beberapa lama dipenjara kolonial Belanda ditanah yang diperjuangkannya. Meskipun demikian penderitaan tersebut tidak mengurangi tekad perjuangan rakyat guna mewujudkan keutuhan SabangMerauke sebagai kesatuan wilayah indonesia. Dalam perjuangan tersebut bagi rakyat Irian sendiri adalah merupakan suatu pengalaman sejarah yang mengesankan. Sementara sebagian pejuang untuk menyatukan Irian dalam negara Republik Indonesia, segelintir orang Irian terbuai dengan permainan politik Belanda yang hendak memisahkan daerah ini dari wilayah Indonesia, itulah dinamika perjuangan rakyat Irian Jaya. Gerakan bawah tanah rakyat Irian Jaya bukanlah gerakan yang malu-malu, tetapi gerakan yang penuh kenyakinan dan pengorbanan serta patriotisme. Banyak diantara pejuang Irian Jaya yang kemudian nasibnya lebih jelek dari mereka yang bekerjasama dengan Belanda, namun mereka menyadari bahwa itulah perjuangan yang tanpa pamrih. Antara gerakan bawah tanah dengan Trikora terdapat jalinan yang erat. Gerakan bawah tanah diwilayah Irian Jaya boleh dikatakan telah mempersiapkan kondisi setempat menjadi matang dalam menerima Trikora. Dengan demikian pengembalian Irian Jaya ke dalam wilayah Indonesia bukanlah merupakan keinginan dari Jakarta saja, tetapi dari rakyat Irian jaya sendiri telah merasakan penderitaan dibawah kekuasaan penjajah bengsa asing. Keberhasilan Trikora merupakan keberhasilan rakyat Irian Jaya mewujudkan citacita persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Dengan itu rakyat Irian Jaya telah melewati satu langkah dalam menentukan pilihannya. Dari buah perjuangan mereka itu, kini rakyat Irian Jaya telah memiliki tiga Pahlawan Nasional: Silas Papare, Marthin Indey, dan Frans Kaisiepo. Mereka telah dikukuhkan sebagai pahlawan nasional 10 Nopember 1993 oleh Presiden Suharto. Hal itu tentu merupakan kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia khususnya rakyat Irian Jaya.
Daftar Pustaka 1. Berdasarkan PP No.5/1973 nama Irian Jaya secara resmi mulai digunakan sejak 1 maret 1973. sebelumnya daerah ini di sebut Irian Jaya atau West Irian, juga dikenal dengan nama pemerintah Belanda. 2. Bondan Sedharto, et al., 1993 Sejarah Perjuangan Rakyat Indonesia di Irian Jaya. Jayapura: DHD-45 dan BP-7 Propinsi Irian Jaya. 3. George Mc Turnan Kahin, 1961. Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell Univercity Press. 4. JRG.Djopari, 1993. pemberontakan Organisasi Papua Merdeka. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 5. Koentjaraningrat dan Harsja W. Bachtiar, ed.,1963. Penduduk Irian Barat. Jakarta: Penerbitan Universitas. 6. Komisi Gabungan Irian Bagian Indonesia, 1950. Penyelesaian Persengketaan Irian Barat. Scheveningen. 12 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.
7. M. Cholil, 1979. Sejarah Operasi 2 Pembebasan Irian Barat Jakarta: DephankamPusat Sejarah ABRI. 8. Soenaryo Mangunadikusumo, ed., 1977. Citra dan Perjuangan Perintis Kemerdekaan Seri Perjuangan EX Digul. Jakarta: Departemen Sosial-Ditjen Bantuan Sosial. 9. W.S.T. Podag, tth. Pahlawan Kemerdekaan Nasional Mahaputra Dr. GSSJ. Ratulangie: Riwayat hidup dan Perjuangannya. Surabaya: Yayasan Penerbitan Dr. GSSJ. Ratulangie.
13 e-USU Repository © 2005 Universitas Sumatera Utara.