Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI (SERVANT LEADERSHIP) Oleh: Heryanto Abstrak Panggilan tugas seorang pemimpin atau pekerja di gereja adalah panggilan pelayanan. Perkataan “melayani” bukanlah sesuatu yang awam lagi bahkan beberapa sebutan dalam pekerjaan sekuler juga menggunakan kata yang sama. Perkataan “melayani” ini justru menekankan sesuatu yang tampil beda dengan dunia sekuler. Bahkan lebih spesifik, kata “melayani” justru mengambil pola dan hakekat dari tindakan Yesus Kristus ketika Ia melayani di dunia. Gereja akan hilang nilai hakikinya apabila para pemimpin dan pekerja gereja tidak mengoperasionalkan metode pelayan dalam kerja nyata. Untuk itu, setiap pemimpin gereja haruslah mengambil teladan dalam kepemimpinan Yesus sehingga ia dapat mengekpresikan kepemimpinan melayani sebagaimana Yesus telah lakukan semasa Ia hidup dan melayani di dunia ini. Dan seluruh dasar-dasar yang dibangun dalam kepemimpinan yang melayani bertumpu pada dasar yang dibangun oleh Yesus Kristus sebagaimana tertulis di dalam Markus 10:45. Untuk itu, penulis memberi suatu pemahaman dan dasar penilaian khusus yang perlu menjadi sumbangsih bagi para pemimpin gereja untuk mengetahui apa dan bagaimana pemimpin dan kepemimpin rohani, ciri-ciri dari seorang pemimpin yang melayani, fundamen yang perlu dibangun menjadi sebuah kekuatan kepemimpinan yang melayani dan apa yang perlu dimiliki seorang pemimpin yang melayani. Beberapa point inilah menjadi landasan penting berdirinya seorang pemimpin yang menjalankan peran dalam kepemimpinan yang melayani. Keyword: gereja, pemimpin, pelayan.
43
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
A. PENDAHULUAN Pemimpin dengan kepemimpinannya memegang peran yang strategis dan menentukan dalam menjalankan roda organisasi, menentukan kinerja suatu lembaga dan bahkan menentukan mati hidup atau pasang surutnya kehidupan suatu lembaga. Ia merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dibuang atau diabaikan (sine qua non) dalam kehidupan suatu organisasi atau suatu komunitas untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Baik atau buruknya kondisi suatu pelayanan gereja termasuk juga skala lebih besar dalam organisasi, bangsa dan negara, banyak ditentukan oleh kualitas pemimpinnya dan kepemimpinan yang dijalankannya. Tidak bisa juga dipungkiri jika gereja juga adalah sebuah organisasi. Gereja juga adalah sebuah organisasi baik memiliki struktur sosial dalam hubungan sesama manusia maupun hubungan secara organisatorik yang membutuhkan sebuah manajemen, sehingga dari kedua sisi ini menunjukkan bahwa gereja dalam keberadaannya tidak terlepas akan pentingnya seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinan dan manajemen. Namun realita di lapangan pelayanan ditemukan masih adanya pemimpin yang lemah mengaplikasikan dirinya sebagai pemimpin sehingga melaksanakan fungsi-fungsi dalam organisasi gereja masih terlihat jauh dari keadaan yang seharusnya. Adanya sebuah paradoks ketika kita menyandingkan konsep sebagai pemimpin dengan konsep melayani. Pemimpin biasanya dilayani, dan orang yang melayani biasanya bukanlah pemimpin. Secara umum para hamba-hamba Tuhan yang melayani di gereja masih cenderung memiliki pola pikir sebagai pemimpin atau “boss” yang ingin dilayani. Jika gereja harus berada pada posisi hakikinya sebagai institusi yang melayani dan bukan dilayani maka setiap pemimpin yang melayani gereja harus menyadari dan melaksanakan hakiki gereja yang melayani. Dan sekiranya, hakiki gereja sebagai institusi yang melayani diputar balikkan dengan keinginan semata atau semena-mena sang pelayan sebagai pemimpin, maka berdampak hilangnya kasih, kesatuan dan nilai-nilai spiritualitas dalam
44
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
pelayanannya sehingga tidak mengherankan banyaknya konflikkonflik internal gereja. Dengan pemahaman ini, tugas dan tanggung jawab para pelayan gereja harus peduli dengan pergumulan kehidupan gereja baik dari sisi organisatoris maupun komunitas di dalamnya. Jika aspek ini hilang maka hakekat gereja yang berdiri di atas gagasan Alkitab akan hilang. Adapun prinsip Alkitab yang mengagas prinsip dasar melayani, adalah : “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu (diakonos), dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu” (doulos) (Mat. 20:26-27). Tuhan Yesus membuktikan ucapan ini: “Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani (menjadi diakonos) dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat. 20:28). B. HAKIKAT PEMIMPIN Dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya. Siapakah pemimpin itu? J. Robert Clinton dalam bukunya “Pembentukan Pemimpin Sejati” mengatakan, Seorang pemimpin yang saleh adalah seseorang yang diberi kapasitas dan tanggung jawab oleh Allah untuk mempengaruhi sekelompok tertentu dari umatNya untuk mencapai tujuanNya bagi kelompok tersebut.1 Beberapa ahli lainnya berpandapat tentang Pemimpin, antara lain : 1. Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya 1
J. Robert Clinton, Pembentukan Pemimpin Sejati, (Colorado: Church Resource Ministries, 1988), 42
45
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
2.
3.
4.
5.
6.
mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan. Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan. Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan. Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu. Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin. Sedangkan menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah: a. Ing Ngarsa Sung Tuladha: Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang-orang yang dipimpinnya. b. Ing Madya Mangun Karsa: Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya. c. Tut Wuri Handayani: Pemimpin harus mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
46
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa: Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain. Atau dengan kalimat lainnya bahwa Pemimpin adalah orang yang dipercayakan. Hasil sebuah kepercayaan adalah apa dan bagaimana pemimpin itu mengoperasikan dirinya dan orang lain untuk mencapai sebuah tujuan. C. HAKEKAT KEPEMIMPINAN Lalu, apa itu kepemimpinan? Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi. Setiap kali anda berusaha memengaruhi cara berpikir, atau perkembangan orang menuju pencapaian suatu tujuan dalam kehidupan pribadi atau professional mereka. Anda sedang menjalankan peran sebagai pemimpin. 2 Selanjutnya ada juga beberapa pengertian lainnya tentang kepemimpinan, yakni: a. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memengaruhi aktifitas kelompok yang di atur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling). b. Kepemimpinan adalah kegiatan dalam memengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P. Terry). c. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan memengaruhi orang lain untuk bekerja sama guna mencapai tujuan tertentu yang diinginkan (Ordway Tead). d. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. e. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut 2
Ken Blanchard-Phil Hodges, Lead Like Jesus, (Jakarta: Praminta Offset, 2007), 5
47
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. f. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang-orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22100. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar untuk mempengaruhi atau menggerakkan orang lain secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. D. HAKEKAT KEKUASAAN Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya.Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat-sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan. E. PEMIMPIN DALAM PERSPEKTIF ALKITABIAH Dalam dunia kepemimpinan, telah diperlihatkan berbagai macam pemimpin bangsa dengan segala corak kepemimpinan mereka termasuk bagaimana pemimpinpemimpin ini diangkat dan diberhentikan, atau mengangkat diri dan berakhir dalam situasi damai, atau pun tragedi. Secara umum bahwa setiap pemimpin yang menggunakan otoritas sewenang akan mengalami tragedi dan berakhir dengan cara yang tidak menyenangkan. Tidak seorang pemimpinpun dengan
48
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
kekuatannya ia memimpin sesuka hatinya. Tetapi selalu ada suatu peristiwa gerakan dari suatu kekuatan yang baru mengakhiri kepemimpinannya. Alkitabpun telah memperlihatkan bagaimana Allah mengangkat pemimpin-pemimpin, mengawasi kepemimpinan dan memberhentikan pemimpin-pemimpin atau raja-raja. Hal ini tertulis dalam kitab Daniel, bagaimana pengalaman raja Nebukadnezar yang pada akhirnya ia mengakui Allah yang maha tinggi, yang berkuasa mengawasi cara-cara atau gaya-gaya kepemimpinan seorang pemimpin, mengangkat dan memberhentikan pemimpin-pemimpin dunia. Pemimpin-pemimpin dunia boleh merencanakan segala strategi dan untuk mempertahankan takhtanya seumur hidup, turun-temurun, terus-menerus, tetapi pada akhirnya segala usaha itu tidak akan berlanjut lagi jika Tuhan memutuskannya sesuai apa yang telah dilakukan melalui jabatan yang dipercayakan kepadanya. Dengan demikian, kita dapat mengerti, bagaimanapun kuatnya kedudukan seseorang itu tidaklah menjamin bahwa ia akan tetap jaya, kecuali kepemimpinan Kristus sendiri. Oleh sebab itu, pengalaman-pengalaman ini haruslah menjadi peringatan bagi setiap pemimpin dunia, apalagi yang disebut pemimpin gereja, pemimpin lembaga Kristen, atau badan-badan Kristen, yang dapat menjadi pemimpin oleh karena anugerah Allah. Mereka perlu mengoreksi dirinya agar ia dapat memimpin dengan takut akan Tuhan supaya akhir dari kepemimpinannya berjalan mulus, damai dan mendapat penghormatan masyarakat dan pengikut atau jemaatnya. Bukan hanya buah-buah, nama, ketenaran, prestasi-prestasi, anak cucu yang berhasil atau menjadi besar, yang telah ditinggalkannya, melainkan cara-cara ia memimpin, strategi yang dilaksanakan sebagai pemimpin, dan terlebih lagi, bagaimana ia mempersiapkan penggantinya dengan kejujuran dan keadilan. Memang telah diakui dunia bahwa kebanyakan pemimpin dunia ini berhasil memimpin dan memberi kontribusi-kontribusi yang besar dalam masyarakat, tetapi tidak berhasil mempersiapkan
49
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
penggantinya, dan pada akhirnya kepemimpinannya jatuh ke tangan yang tidak sesuai dengan hati pengikut.3 Untuk itu, siapakah pemimpin yang sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitabiah. Seorang lembaga, badan, organisasi gereja seharusnya mengikuti beberapa pedoman untuk menetapkan seorang pemimpin rohani, antara lain4 : 1. Seorang pemimpin adalah seorang yang berjalan di depan dan menunjukkan jalan. Yesus berkata bahwa seorang pemimpin, dalam hal ini seorang gembala, “berjalan di depan mereka”, Yoh.10:4. Seorang pemimpin bukanlah seorang yang mendengar suara orang banyak, mengumpulkan informasi tentang apa yang mereka inginkan lalu melakukan keinginan mereka. Seorang pemimpin harus siap menjadi seorang pelopor, harus siap menghadapi bahaya dan menjadi yang pertama yang diserang. Dia harus berani melakukan sesuatu yang mungkin kurang popular demi kebaikan mereka yang dipimpin tetapi bukan untuk memuaskannya. Artinya, seorang pemimpin harus bersedia mengambil inisiatif dan bertindak dengan berani, bijak dan memiliki iman menurut pimpinan Roh Kudus. 2. Seorang pemimpin harus memiliki visi dan tujuan Seorang yang berjalan di depan dan memimpin orang lain dan harus tahu ke mana ia membawa mereka dari titik awal sampai titik akhir. Untuk semuanya itu, seorang harus memiliki visi dan pemahaman akan strategi-strategi untuk sampai pada sasaran. Sebagaimana dikatakan oleh Raja Salomo, “Bila tidak ada wahyu menjadi liarlah rakyat” (Amsal 29:18). Rasul Paulus berkata bahwa dia “telah meletakkan dasar dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya” (I Kor.3:10). Paulus di sini menyatakan bahwa seorang pemimpin harus 3
Makmur Halim, Gereja Di Tengah-tengah Perubahan Dunia, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000), 133-134 4 Jeff Hammond, Kepemimpinan Yang Sukses, (Jakarta : Yayasan Media Buana Indonesia, 2002), 10-12
50
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
mengerti asalnya (dasar), strategi (bagaimana membangun) dan tujuannya (bagaimana yang dibangun). Kalau seorang pemimpin tidak memahami hal-hal ini, kepemimpinannya akan kacau-balau (setidaknya jalan di tempat) dan mengakibatkan penghancuran dan penyesatan. Yesus berkata bahwa seorang pemimpin harus membuat anggaran biaya dan perhitungan apa sasaran dapat dicapai sebelum mulai (Lukas 14:28-32). Terlalu banyak orang ingin menjadi pemimpin tetapi tidak memperhitungkan kemampuannya untuk menyelesaikan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, mereka dikalahkan oleh stress dan mengalami kerusakan rohani pada gambar dirinya sehingga potensi yang sebenarnya ada padanya tidak dikembangkan atau diwujudkan. Visi adalah alat kemudi yang mengarahkan kenderaan hidupmu menuju sasaran yang dituju. Anda tidak mungkin menjadi pemimpin tanpa memiliki visi. Kepemimpinan adalah suatu fungsi dari visi. Anda melihat, maka anda memimpin. Hanya karena anda melihat, anda dapat memimpin. Karena anda melihat, anda tahu apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Visi adalah antisipasi suatu perjalanan dengan tujuan akhir. Anda melihat tujuan itu lalu bertanya – apakah kenderaan saya mampu membawa saya ke tempat tujuan? Apakah kenderaan ini sanggup menahan badai-badai yang akan dialami? Berapa banyak orang yang diperlukan untuk menjalankannya? Keahlian-keahlian apa yang diperlukan? Persediaan apa yang harus dibawa? Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai tujuan? Sebagai gembala bukan pemimpin seperti itu tetapi lebih bersifat pengelola. Mereka diberi tugas lalu melakukannya. Beberapa “pengelola” berkata, “Saya seorang pemimpin maka saya harus memiliki visi.” Tetapi seorang yang betulbetul “pemimpin” sudah memiliki visi dan dapat melihat ke depan. Dia tidak harus mencari sebuah visi, dia sudah memilikinya. Seorang panglima tidak akan menang perang dengan pasukan yang diinginkannya, dia harus menang dengan
51
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
pasukan yang sudah dimilikinya. Seorang pemimpin bergembira atas sedikit emas yang ditemukannya, sewaktu menggali ratusan ton tanah tetapi seorang pengelola menjadi pusing memikirkan bagaimana membuang tanah yang digali itu. Para pemimpin memerlukan para pengelola supaya semua tugas terlaksana dengan baik dan supaya kita boleh menggali lebih lagi dan menemukan lebih banyak emas. Menjadi seorang pengelola adalah baik dan sangat dibutuhkan tetapi belum tentu seorang pengelola adalah pemimpin. 3. Pemimpin adalah orang yang mengarahkan dan menuntun orang lain. Pemimpin bukanlah orang yang berjalan sendirian sebab dia juga adalah bagian dari mereka yang dipimpinnya sebab dia bertanggung jawab atas keadaan mereka seperti diajarkan Paulus. “Taatilah pemimpin-pemimpin dan tunduklah kepada mereka sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya” (Ibr. 13:17). Petrus menitip pesan khusus kepada para pemimpin di seluruh daerah Pontus, Galatia, Kapodokia, Asia Kecil, dan Bitnia (I Pet. 1:1), dengan berkata, “Aku menasehatkan para penatua di antara kamu” (I Petrus 5:1). Petrus menunjukkan posisi para pemimpin bukan di atas jemaat tetapi di antara mereka. Nasib mereka sebagai jemaat dan pemimpin diikat bersama oleh kasih sehingga mereka menjadi satu. Oleh sebab itu, Petrus tidak hanya memberi komando kepada mereka tetapi dia berjalan di antara mereka untuk menuntun dan mengarahkan bahkan turut mengalami apa yang mereka alami sepanjang perjalanannya sampai tiba pada tujuannya (I Ptr. 5:3; Yoh. 10:3). 4. Seorang pemimpin akan mempengaruhi sikap dan tindakan orang lain. Dalam membagi hikmat Tuhan, Salomo berkata, “Kenallah baik-baik keadaan kambing dombamu, perhatikanlah kawanan hewanmu” (Ams. 27:23).Yesus berkata bahwa seorang pemimpin begitu mengenal domba-dombanya sehingga “Ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar” (Yoh. 10:3).
52
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
Seorang pemimpin yang mengenal baik-baik mereka yang dipimpinnya akan lebih mampu menginspirasikan mereka untuk berubah secara positif dan menuntun mereka untuk berjalan terus menuju arah yang benar. Dia akan memotivasi mereka baik lewat contoh (teladan) maupun perkataannya sendiri biarpun ada rintangan, perlawananan, aniaya atau kesusahan yang dihadapinya. Demikianlah Petrus dan Paulus mengajar supaya seorang pemimpin menjadi inspirasi dan contoh (keteladanan) kepada mereka yang dipimpin bahkan membawa mereka kepada keselamatan (I Ptr. 5:3, I Tim. 1:16, 4:12-16, 2 Tim. 1:11-14). Perhatikan nasehat Raja Salomo, “Siapa memanjakan hambanya sejak muda, akhirnya menjadikan dia keras kepala”. (Ams. 29:31). Sikap dalam mereka yang dipimpin akan dibentuk oleh tindakan dan contoh pemimpin. Perhatikanlah bagaimana anda membangun! 5. Seorang pemimpin adalah seorang yang orang lain mau ikut Seorang pemimpin memiliki karakteristik-karakteristik yang menyebabkan orang lain mau mengikutnya, apa itu semangatnya, ajarannya, pola pelayanannya, keberhasilannya atau hal-hal lainnya. Pada dasarnya seseorang bukanlah pemimpin kalau tidak ada yang mau mengikutinya. Inilah ujian akhir, apakah seorang bersifat pemimpin atau tidak. Kalau tidak ada yang mengikutnya, dia bukan seorang pemimpin. Dia mungkin memiliki pengetahuan yang luar biasa tentang prinsip-prinsip dan teori-teori kepemimpinan, mungkin juga menjadi ahli dan pengajar topik itu bahkan menulis sebuah buku tentang kepemimpinan, tetapi apakah ada orang yang mau mengikutinya dan apa yang dihasilkannya? Itulah ujian kepemimpinannya! Yesus berkata bahwa “domba-domba itu mengikuti Dia” (Yoh. 10:4).Seorang pemimpin tidak hanya berbicara, dia harus bertindak, dan itu jauh lebih dihargai orang sehingga mereka mau mengikutinya. Dengan kata-kata saja seorang hamba tidak dapat diajari, sebab walaupun ia mengerti namun ia tidak mengindahkannya” (Ams. 29:19).
53
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
F. FUNGSI KEPEMIMPINAN5 Dalam upaya mengwujudkan kepemimpinan yang efektif, maka kepemimpinan tersebut harus dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar organisasi. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial karena harus diwujudkan dalam interaksi antara individu di dalam situasi sosial suatu kelompok atau organisasi. Fungsi kepemimpinan dapat dibagi atas tiga macam, yaitu : 1. Fungsi yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai, yang terdiri dari: a. Memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan organisasi serta menjelaskannya supaya anggota dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan. b. Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada anggotaanggota organisasi untuk menganalisis situasi supaya dapat dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat memberi harapan baik. c. Pemimpin berfungsi membantu anggota organisasi dalam mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan supaya dapat mengadakan pertimbangan yang sehat. d. Pemimpin berfungsi memberi kepercayaan dan menyerahkan tanggung jawab kepada anggota dalam melaksanakan tugas, sesuai dengan kemampuan masingmasing demi kepentingan bersama. (Tidak mendominasi melainkan memperhatikan “The right man in the right place”) e. Pemimpin memberi dorongan kepada setiap anggota untuk melahirkan perasaan dan pikirannya yang positif dan membangun untuk berguna dalam pemecahan
H. Achmad Sanusi – M. Sobry Sutikno, Kepemimpinan Sekrang Dan Masa Depan, (Bandung: Prospect, 2009), 22-25 5
54
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
masalah yang dihadapi organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi / gereja. 2. Fungsi pemimpin yang bertalian dengan pencapaian suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan, antara lain : a. Pemimpin berfungsi memupuk dan memelihara kebersamaan di dalam organisasi agar mempermudah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. b. Mengusahakan suatu tempat bekerja yang menyenangkan sehingga dapat dipupuk kegembiraan dan semangat bekerja dalam pelaksanaan tugas. c. Pemimpin dapat menanamkan dan memupuk perasaan para anggota bahwa mereka termasuk dalam organisasi dan merupakan bagian dari organisasi. 3. Fungsi pemimpin secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan, yakni: a. Fungsi instruktif. Fungsi instruktif ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa dan bagaimana, bilamana dan di mana perintah itu dilaksanakan agar keputusan dapat terlaksana secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah, sehingga fungsi orang yang dipimpin dapat melaksanakan perintah secara baik. b. Fungsi konsultatif Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Tidak jarang dalam usaha menetapkan keputusan pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orangorang yang dipimpinnya, yang dinilai berkompetensi terhadap isu yang pentingdan mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan.
55
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
c. Fungsi partisipasi. Dalam menjalankan fungsi ini setiap pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. d. Fungsi delegasi Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang/menetapkan keputusan baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. e. Fungsi pengendalian Fungsi ini bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan. Semua fungsi-fungsi kepemimpinan tersebut di atas pada dasarnya merupakan strategi untuk mengefektifkan organisasi dan mengefisiensikan tingkat kesulitan sebagai tehnik mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku atau menggerakkan anggota organisasi agar melaksanakan kegiatan secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi. Fungsi-fungsi kepemimpinan tersebut harus dilaksanakan dalam aktivitas kepemimpinan secara integral, di mana pelaksanaannya akan berlangsung sebagai berikut: (a) Pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja. (b) Pemimpin harus mampu memberikan instruksiinstruksi yang jelas. (c) Pemimpin harus berusaha mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat. (d) Pemimpin harus mengembangkan kerjasama yang harmonis (e) Pemimpin harus mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan sesuai batas tanggung jawab masing-masing
56
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
(f) Pemimpin harus berusaha menumbuh-kembangkan kemampuan memikul tanggung jawab. (g) Pemimpin harus mendayagunakan pengawas sebagai alat pengendali. G. KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI Memang benar bahwa kepemimpinan amat penting dan signifikan dalam kehidupan bersama, baik organisasi sekuler maupun gerejawi. Sulit dibayangkan sebuah organisasi akan mampu melaksanakan tugas panggilannya sesuai dengan program-program yang telah dirumuskan jika organisasi tersebut tidak memiliki pemimpin, atau tidak mempunyai kepemimpinan yang kuat. Pemimpin dan kepemimpinan adalah motor penggerak, dinamisator, motivator, pemberi visi dan inspirasi bagi sebuah organisasi. Soal teknik dan ketrampilan menjadi pemimpin seseorang bisa dilatih, tetapi bagaimana dengan soal jiwa, spirit, kharakter kepemimpinan? Padahal justru di sinilah letak kunci kepemimpinan. Pembangunan watak, spiritual menjadi kekuatan dari dalam yang amat signifikan dalam mewarnai gaya dan buah kepemimpinan seseorang. Kepemimpinan yang melayani di mulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Di sinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh anggota yang dipimpinnya. Tidak jarang makna kepemimpinan sering diartikan secara salah dan vulgar, kepemimpinan sering diartikan sebagai sebuah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh-sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani. Betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak
57
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya. Untuk itu, hal mendasar yang membedakan kepemimpinan Kristen dan kepemimpinan pada umumnya adalah motivasinya. Kepemimpinan Kristen adalah kepemimpinan yang dimotivasi oleh kasih, ditujukan untuk pelayanan, dan dikendalikan oleh Kristus dan keteladananNya. Pemimpin-pemimpin Kristen yang terbaik mencerminkan sepenuhnya sifat pengabdian yang tanpa pamrih (tidak mementingkan diri sendiri), teguh hati, berani, tegas, berbelas kasih dan mencerminkan tanda pemimpin-pemimpin besar. Untuk menemukan figur pemimpin sempurna dalam perspektif Kristen hanya kita temukan pada figur Yesus. Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan-kawan, ada sejumlah ciri-ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani, yakni6 : 1. Memiliki Visi Pemimpin. Visi adalah arah ke mana organisasi dan orang-orang yang dipimpin akan dibawa oleh seorang pemimpin. Pemimpin ibarat seorang nakhoda yang harus menentukan ke arah mana kapal dengan penumpangnya akan diarahkan. Visi sama pentingnya dengan navigasi dalam pelayaran. Semua awak kapal menjalankan tugasnya masing-masing, tetapi hanya nakhoda yang menentukan arah kapal untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Visi pemimpin akan menginspirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan, pengaruhnya lebih kuat terhadap orang-orang yang bekerja untuk kepentingan organisasi. Visi adalah masa depan yang realistis, dapat dipercaya dan menjembatani masa kini dengan masa depan yang lebih baik sesuai kondisi (sosial politik, ekonomi dan budaya) yang diharapkan. Visi juga mengandung harapanharapan (atau bahkan mimpi) yang memberi semangat bagi orang-orang yang dipimpin. Ada ungkapan bahwa pemimpin adalah “pemimpi” (tanpa n) yang sanggup mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan. Visi pemimpin-pelayan 6
http://hermanmusakabe.nttprov.go.id/?p=34
58
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
adalah memberi arah ke mana orang-orang yang dipimpin dan dilayani akan dibawa menuju keadaan yang lebih baik misalnya menyangkut: penanggulangan kemiskinan, pengangguran, perbaikan pendidikan dan rasa keadilan masyarakat. Burt Nanus dalam bukunya Kepemimpinan Visioner mengatakan : Tak ada mesin penggerak organisasi yang lebih bertenaga dalam meraih keunggulan dan keberhasilan masa depan, kecuali visi yang menarik, berpengaruh, dan dapat diwujudkan, serta mendapat dukungan luas. 2. Orientasi pada Pelayanan. Pemimpin-pelayan berorientasi pada pelayanan, bukan untuk mencari pujian atau penghormatan diri. Sikap melayani terutama ditujukan untuk mereka yang paling membutuhkan pelayanan. Ia harus berpihak kepada mereka yang secara sosial ekonomi, pendidikan dan sosial budaya membutuhkan pelayanan lebih besar. Pelayanan sejati didorong oleh rasa cinta kasih, bukan untuk mencari popularitas atau mendapatkan pamrih tertentu. Pelayanan sejati adalah buah dari cinta kasih. Pada era otonomi daerah, setiap daerah berusaha memperjuangkan kenaikan anggaran belanja daerahnya. Namun sering timbul pertanyaan di kalangan masyarakat: Apakah dengan kenaikan anggaran belanja negara/daerah terjadi juga perbaikan pada pelayanan masyarakat? Pemimpin-pelayan berorientasi pada pelayanan masyarakat yang paling bawah karena ia memegang mandat mayoritas rakyat yang memerlukan pelayanan. Peningkatan pada anggaran belanja harus disertai dengan perbaikan pada pelayanan masyarakat, bukan sebaliknya memberi peluang pada penyalahgunaan keuangan negara. 3. Membangun Kepengikutan (Followership). Pemimpinpelayan mengutamakan terciptanya kepengikutan (followership) karena dalam kenyataannya keberhasilan organisasi lebih banyak ditentukan oleh para pengikut atau para pemimpin di bawahnya. Penelitian yang dilakukan Profesor Robert E. Kelley, pelopor pengajaran Followership and Leadership dari Carnegie-Mellon Unversity, menunjukkan bahwa keberhasilan organisasi 80 persen
59
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
ditentukan oleh para pengikut (followers) dan 20 persen merupakan kontrubusi pemimpin (leader). Pengikut yang bekerja dengan semangat dan memiliki komitmen penuh akan menentukan keberhasilan pemimpin. Pemimpin yang bekerja sendiri (single player/ single fighter) dan tidak menciptakan pengikut tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Pengalaman menunjukkan ada pemimpin yang secara pribadi memiliki kemampuan dan pandai, tetapi kurang berhasil dalam memimpin karena tidak menciptakan pengikut yang solid. Pemimpin-pelayan mengatakan setiap keberhasilan sebagai keberhasilan “kita” dari pada keberhasilan “saya” atau “kami”. Sebaliknya apabila terjadi kegagalan, merupakan kegagalan “saya” dan pemimpin bersedia memikul tanggungjawab. 4. Membentuk Tim dan Bekerja dengan Tim. Pemimpinpelayan harus membentuk tim (team work) dan bekerja dengan tim tersebut. Ia meminta tim untuk mengikutinya, menjelaskan visi dan misi, serta mempercayakan timnya untuk bekerja. Pemilihan anggota tim atau staf/pembantu sangat penting agar ia dapat berhasil mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Ia harus pandai-pandai memilih orang-orang kaya arti yang mau bekerja keras untuk organisasi, bukan orang yang miskin arti yang tidak berbuat apa-apa, atau orang berlawanan arti yang cenderung menimbulkan masalah bagi organisasi. Diilustrasikan seperti sekelompok orang yang memikul beban (beban tugas organisasi), ada yang benar-benar memikul beban, ada yang pura-pura memikul dan ada yang bergelantungan pada beban yang dipikul. Pemimpin harus memiliki kejelian memilih anggota tim, antara lain melalui rekam jejak (track record), bakat (talenta), pekerja keras, kapabiltas, mentalitas dan moralitas anggota tim. 5. Setia pada Misi. Kalau visi adalah arah ke depan ke mana bahtera organisasi akan dibawa, maka misi adalah bagaimana menjalankan tugas-tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pemimpin membuat rencana-rencana yang dikaitkan dengan jangka waktu tertentu, programprogram kerja serta perangkat lain yang membantunya
60
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
dalam menjalankan misi. Misi pemimpin-pelayan adalah melayani mereka yang membutuhkan. Ia harus selalu setia pada misi pelayanan dalam kondisi apa pun, kondisi baik atau buruk, karena dengan demikian tujuan organisasi dapat dicapai. Kesetiaan pada misi, juga diterapkan secara konsisten dan konsekuen. 6. Menjaga Kepercayaan. Menjadi pemimpin adalah menerima kepercayaan dari Tuhan Yang Mahakuasa melalui organisasi atau gereja untuk memimpin anggota. Pemimpin adalah orang-orang pilihan di antara sejumlah orang-orang lain dan pilihan itu didasarkan pada beberapa kelebihan tertentu yang menyebabkan ia dipercaya untuk menjadi pemimpin. Maka kepercayaan yang diterimanya harus dijaga dan dipelihara dengan membuktikan melalui tindakantindakan nyata dalam melayani anggota/jemaat dan menghindari hal-hal yang membuat orang kehilangan kepercayaan kepadanya. Bila seorang pemimpin mengkhianati dan kehilangan kepercayaan dari organisasi dan jemaat yang dipimpinnya maka sebenarnya ia sudah kehilangan roh kepemimpinannya, walaupun jabatan formal sebagai pemimpin masih melekat padanya. 7. Mengambil Keputusan. Keputusan pemimpin adalah kekuatan dalam memimpin dan mengelola organisasi. The power to manage is the power to make decision. Seorang pemimpin-pelayan harus berani mengambil keputusan secara tepat dan benar. 8. Melatih dan Mendidik Pengganti. Melatih dan mendidik pengganti (membentuk kader) merupakan kewajiban seorang pemimpin. Pemimpin harus mempersiapkan kader pengganti apabila pemimpin berhalangan atau memasuki masa purnatugas. Bertambahnya usia seorang pemimpin mengakibatkan kemampuan fisik dan daya pikirnya berkurang dan proses regenerasi tidak dapat dihindari. Namun dalam kenyataannya, sifat legawa makin sulit ditemukan pada diri para pemimpin.Pemimpin cenderung berkeinginan selama mungkin berkuasa, sementara kaderkader potensial tersingkir karena faktor usia atau faktorfaktor lain (politik, ekonomi, egosime kelompok dll).
61
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
Pemimpin-pelayan mendidik dan melatih pengganti karena ia tidak berorientasi pada kekuasaan tetapi pada pelayanan. Baginya purnatugas identik dengan alih tugas karena masih banyak tugas-tugas pelayanan lain yang bisa dilakukannya di tengah masyarakat. 9. Memberdayakan SDM. Pemimpin-pelayan menggunakan manajemen “Omega” yaitu gaya kepemimpinan Alpha yang maskulin dan Beta yang feminin, sebab dengan mengendalikan energi spiritual, baik laki-laki maupun perempuan bisa diberdayakan menjadi pemimpin-pemimpin yang dibutuhkan pada masa mendatang. SDM kaum perempuan memiliki kemampuan-kemampuan tertentu yang tidak dimiliki kaum laki-laki. Pemimpin harus pandai-pandai menggunakan kemampuan kaum perempuan untuk keberhasilan tugas organisasinya. 10. Memberi Tanggung Jawab. Memberi tanggungjawab kepada bawahan adalah memberi kesempatan kepadanya untuk berkembang dan tentu saja mengawasi serta kemudian meminta pertanggungjawaban. Membuat orang bertanggungjawab adalah memberi mereka kesempatan menggapai keberhasilan, dan hal itu dimulai dari hal-hal yang kecil. 11. Memberi Teladan. Ada pendapat bahwa anak-anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat, ketimbang apa yang mereka dengar. Buku-buku panduan dan buku instruksi tidak dapat secara langsung membangun kultur organisasi pada anggota. Pemimpin memberi teladan dengan apa yang mereka lakukan. Sesudah itu ia menganjurkan pengikutnya untuk melakukan apa yang diteladaninya, dan kemudian mengharuskan mereka mengikuti teladan itu. Salah satu contoh sederhana adalah soal menepati waktu untuk mengikuti suatu acara atau undangan. Kebiasaan menggunakan “jam karet” dapat diatasi apabila pemimpin datang tepat waktu dan acara segera dimulai, walaupun belum semua undangan hadir. Sebaliknya bila semua orang berpikir belum banyak orang datang pada waktu yang ditentukan maka kebiasaan “jam karet” akan terus berlanjut seperti lingkaran setan yang tidak berujung.
62
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
12. Menyadari Pentingnya Hubungan/Komunikasi. Begitu pentingnya komunikasi antara pemimpin dan yang dipimpin sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah urat nadinya kepemimpinan. Komunikasi sangat menentukan tingkat keefektifan kepemimpinan seorang pemimpin. Kegagalan dalam berkomunikasi atau miskomunikasi dalam kepemimpinan ibarat urat nadi darah yang tersumbat sehingga orang menjadi sakit. Lembaga atau organisasi bisa mengalami stagnasi bila kontak atau komunikasi pemimpin dan bawahan macet. Pemimpin menginginkan A tetapi pengikut mengerjakan B, pengikut tidak pernah melaporkan pelaksanaan tugasnya dan pemimpin tidak tahu apa yang dikerjakan pengikutnya. Miskomunikasi bisa membuat misi organisasi gagal. Hubungan antara pemimpin dan pengikut dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya melalui apel bekerja, briefing, rapat kerja, jam pimpinan, kontak pribadi melalui alat komunikasi (telepon, SMS) dan sebagainya. Pemimpin bisa memberi arahan, mendengarkan laporan, mengevaluasi tugas, sebaliknya bawahan bisa menanyakan hal-hal yang belum jelas, meminta arahan dan memperbaiki hal-hal yang dianggap salah. Para pemimpinpelayan harus menyadari pentingnya komunikasi secara vertikal dengan atasan dan Tuhan, ke bawah dengan tim dan para pengikut, serta secara horisontal dengan sesama mitra kerjanya, tokoh masyarakat dan agama. Yang lebih penting, pemimpin-pelayan bisa menciptakan komunikasi dengan orang-orang yang dipimpinnya sehingga dapat menyerap aspirasi rakyat untuk bahan penentu kebijaksanaannya. Dalam arti yang lebih luas, hubungan pemimpin dan yang dipimpin tidak sekedar sebagai atasan dan bawahan, tetapi ia juga dapat berperan sebagai seorang bapak (mengayomi), teman (menjadi mitra kerja), guru (teladan, tempat bertanya) dan pembina (memperbaiki yang salah). H. DASAR KEKUATAN KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI Matius pasal 4 memberikan penjelasan yang amat tegas bahwa memasuki medan kepemimpinan itu tidak mudah! Yesus
63
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
perlu mempersiapkan diri secara serius sebelum terjun ke medan pelayanan. Ia tak tanggung-tanggung dalam mempersiapkan diri, berpuasa 40 hari/malam. Ini artinya, spiritualitas yang baik menjadi prasyarat seorang pemimpin Kristen! Dengan memakai bahasa masa kini barangkali tak salah kalau kita sebut Yesus selama 40 hari mematangkan, mengasah spiritualitasnya. Kepemimpinan bukan hanya soal kepala/ kepandaian (head), tetapi juga soal hati (heart), dan tangan (hands). 7 Dasar apa yang diperankan oleh Yesus sebagai kekuatan dalam kepemimpinan yang melayani? 1. Spiritualitas Yesus tahu apa yang akan dilakukan (misi-Nya) ditengah dunia, ada pekerjaan besar. Dan pekerjaan besar tantangannya juga pasti besar (godaan iblis: tawaran mengubah batu menjadi roti (pragmatis), menjatuhkan diri dan malaikat akan menolong (oportunis); menyembah iblis dan akan segala sesuatu (materialis). Apa itu pragmatis? Melihat segala sesuatu dari faktor kegunaan/manfaat.Sebuah sikap filosofis yang menyatakan bahwa arti atau makna dari pragmatisme terletak pada bantalan praktis pada aktivitas manusia. Dikembangkan pada akhir abad 19 Amerika oleh Peirce, itu lebih disesuaikan oleh James untuk menyatakan bahwa kebenaran adalah apa yang memiliki konsekuensi bermanfaat. Sebuah keyakinan, seperti kepercayaan pada Tuhan, harus diterima jika memiliki konsekuensi lebih baik daripada non-kepercayaan. Apa itu oportunis? Oportunis·me (n) paham yg sematamata hendak mengambil keuntungan untuk diri sendiri dr kesempatan yg ada tanpa berpegang pd prinsip tertentu. Kecenderungannya tidak punya prinsip yang dianut atau dipegang teguh dan bersifat parasit.Jadi, orang oportunis 7 Lihat Dr. Kenneth Blanchard dan kawan kawan, Leadership by The Book (LTB) mengisahkan tentang tiga orang karakter yang mewakili tiga aspek kepemimpinan yang melayani, yaitu seorang pendeta, seorang professor, dan seorang profesional yang sangat berhasil di dunia bisnis.Tiga aspek kepemimpinan tersebut adalah HATI yang melayani (servant HEART), KEPALA atau pikiran yang melayani (servant HEAD), dan TANGAN yang melayani (servant HANDS).
64
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
cenderung mengambil peluang dan kesempatan yg menguntungkan bagi dirinya sendiri tanpa menghiraukan faktor kebenarannya. Apa itu materialis? Orang yang mementingkan harta dan kekayaan di atas segala-galanya dalam hidupnya. Setiap kepemimpinan yang melayani atau orang yang berkepentingan dalam pelayanan Tuhan harus menjauhi sifatsifat pragmatis, oportunis dan materialis, sebab ketiganya ini sangat mengganggu bahkan bisa merusak pelayanan dalam tubuh Kristus. Namun, tiga tawaran tersebut bisa ditangkal oleh Yesus! Mengapa?Yesus telah membekali diri-Nya dengan Spiritualitas yang matang. Spiritualitas Yesus ternyata tidak mandeg, tetapi senantiasa diasah (pagi-pagi benar Ia berdoa, mencari tempat yang sepi). Buah dari kedisiplinan dan ketekunanNya memelihara, mengasah spiritualitasnya, maka Ia menjadi Pemimpin yang melayani: rela membasuh kaki murid-muridnya dengan tulus dan penuh kasih; teguh pada kebenaran, tegas namun juga lemah lembut, visioner, mencerdaskan/ memberdayakan dan mengubah banyak orang menjadi hidup baru.. Perhatikan sikap Yesus kepada perempuan-perempuan Samaria.Dalam dialog itu Yesus menyangkut dua hal. Yang pertama, tentang karunia Allah.Kasih karunia Allah berlaku tidak hanya untuk orang Yahudi melainkan untuk seluruh umat manusia tanpa memandang asal, status, jasa dan sebagainya.Sehingga dari sisi Allah, tidak ada lagi perlakuan khusus terhadap sekelompok orang, kasih itu berlaku bagi siapa saja yang mau menyambutnya. Yang kedua, Yesus berbicara tentang “Air Hidup”. Pembicaraan itu terkesan tidak nyambung.Yesus berbicara tentang air spiritual, sementara perempuan Samaria itu menafsirkannya dengan air harafiah.Namun Yesus terus membimbingnya sehingga perempuan itu mengerti. Perempuan Samaria itu mengerti, meskipun ia adalah orang Samaria yang begitu buruk reputasinya di hadapan orang Yahudi ditambah dengan kehidupan moral susilanya yang kelam dengan bersuamikan lima orang dan kini ia hidup “kumpul kebo”,
65
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
namun toh Yesus mau menyapa dan memberikan Air Kehidupan itu. Ia layak menerima kasih karunia Tuhan. Yesus telah menerobos dan menghancurkan tembok Yahudi dan Samaria, sehingga terbangun relasi dan komunikasi.Perempuan Samaria itu mengenal Yesus sebagai Mesias.Bagaimana selanjutnya dengan perempuan Samaria?Peempuan ini tidak menikmati Air Hidup itu seorang diri. Dia yang sudah dibebaskan dari hidup masa lalunya dan masuk dalam kasih karuniaNya kini ia menjadi saksiNya. Yohanes 4:39 mencatat, “Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepadaNya karena perkataan perempuan itu,..”Perempuan Samaria itu kini meruntuhkan tembok yang mengurung sesamanya untuk menerima kasih karunia Tuhan. Dari hal ini, Yesus membangun spiritualitas wanita Samaria dengan mengubah wanita ini dari sosok yang sangat buruk menjadi seorang yang penuh kemuliaan.Spiritualitas yang Yesus bangun melalui wanita bukan untuk wanita sendiri tetapi juga mempengaruhi orang-orang lain menjadi mengenal dan percaya kepada Yesus adalah Tuhan. 2. Inkorporatif Yesus sadar sepenuhnya bahwa medan pelayanan bukanlah lahan untuk mencari kenikmatan dan kepuasan pribadi. Sehingga Ia seringkali berhadapan dengan tantangan yang amat besar, dan Ia tidak melarikan diri. Dari situ kita belajar bahwa komunitas/ medan pelayanan/ organisasi bukanlah lahan untuk mencari kesenangan. Dalam hal berorganisasi dalam komunitas orang percaya itu dibentuk berdasarkan panggilan Allah melalui Kristus sendiri. 3. Visi-Misi Memang benar dalam organisasi gereja ada, misalnya: ADART, MOU, atau Keputusan-keputusan Organisasi. Berbagai peraturan itu sangat penting dan perlu dihargai karena menjadi simbol dari proses kesediaan untuk menyatukan visi-misi. Oleh karena itu bagi seorang pemimpin komunitas (organisasi gereja) bukanlah tempat untuk mencari kecocokan, tetapi tempat untuk
66
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
mengabdikan diri (memasuki proses inkorporasi 8 , = yakni proses memasukkan diri kedalam tubuh gereja sebagai identitas (panggilan) kristianinya). Dalam proses inkorporasi ini tumbuhlah aspek askesis hidup, yaitu membangun kerelaan hati untuk hanya mengabdi kepada Allah (rela berkorban; belajar tahan uji ketika dicurigai dan dicela, bisa menahan diri ketika direndahkan; rela menyimpan pendapatnya sendiri demi tegaknya aturan atau keputusan bersama; tetap setia sekalipun idenya tidak diterima; tahan untuk tidak mengambil nilai-nilai yang menjadi pilihannya secara sendiri dan bersama-sama dapat melaksanakan ketaatan sejati). Di sinilah sering muncul persoalan serius, yaitu ketika seseorang lalu tergiur/ terseret oleh tawaran godaan bersikap pragmatis, oportunis, dan materialis (pengaruh daya cengkeraman hedonisme…???).Apa itu hedonism? Asal kata "hedone" (Yunani) yang berarti kesenangan, hedonisme adalah pandangan moral bahwa hal yang baik hanya kesenangan. Akibatnya, al. menjadi lesu (burn out) dalam pelayanan karena tidak mendapatkan “sesuatu”, diskriminatif (pilih-pilih pelayanan), senang membenarkan diri sendiri untuk berbagai alasan, menghitung untung-rugi dalam pelayanan (“Saya akan memperoleh apa?, bukannya apa yang bisa saya berikan”). Dalam satu suratnya Rasul Paulus menasehatkan Timotius untuk menjadi kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus (2 Tim 2:1).Untuk menjadi kuat orang harus berlatih dengan tekun dan berdisiplin, dan taat mengikuti petunjuk atau aturan yang ditetapkan pelatih. Paulus menggambarkan usaha untuk menjadi kuat dan semakin sempurna ibarat seorang prajurit dan olahragawan (2 Tim 2 : 3 – 6). Tidak ada jalan pintas dan resep serba cepat (instant) untuk menjadi kuat yang sehat selain berlatih dan berlatih. Ringkasnya kepemimpinan yang melayani setidaknya memerlukan tiga hal mendasar: 1) Senantiasa mengasah spiritualitasnya, 2) inkorporatif: tidak menjadikan lahan organisasi sebagai tempat mencari kesenangan/ mencari untung/ kemudahan, tetapi supaya garam itu semakin terasa asinnya; 8
F. Mardi Prasetyo SJ, Kepemimpinan Religius, (Pusat Spiritualitas Girisonta, 1998). 23
67
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
membangun korporasi menjadi lebih baik; 3) dituntun oleh visi/misi, mau membuka diri terhadap kebutuhan yang lebih luas. I.
HAL-HAL YANG PERLU DIMILIKI SEORANG PEMIMPIN PELAYAN. Di dalam organisasi manapun pasti yang pemimpin memimpin dan anggota yang dipimpin.Namun, tidaklah semua pemimpin itu pasti adalah pelayan. Untuk membangun seorang menjadi pemimpin bisa saja melalui pendidikan khusus, pelatihan, pengalaman dengan berbagai cara untuk menjadikan seseorang menjadi pemimpin. Namun jelas berbeda dengan pemimpin yang melayani.Kita tahu bahwa kepemimpin pelayan yang paling agung dan tidak ada duanya adalah Tuhan Yesus Juru Selamat dunia.Yesus sebagai teladan utama bagi seorang pemimpin yang melayani. Konsep ini tentu mengingatkan kita bahwa kepemimpinan yang melayani hanya ada dan terjadi dari dalam diri Tuhan Yesus sendiri, sehingga setiap pemimpin yang melayani di era ini haruslah belajar dari Tuhan Yesus, sang pemimpin dan pelayan yang agung. Untuk itu, ada tiga kreteria khusus (meskpun masih banyak kreteria-kreteria lainnya) yang harus dimiliki seorang pemimpin pelayan, yakni : Otoritas9 Dunia dan segala sesuatu adalah diciptakan dalam otoritas Allah. Tidak ada yang diciptakan sang pencipta bisa ada tanpa tunduk kepada otoritas tertentu karena otoritas, secara alamiah, melibatkan ketergantungan dan saling ketergantungan. Manifestasi pertama dari otoritas adalah segala sesuatu tergantung pada Sang pencipta karena semuanya berasal dari Dia. Kolose 1 : 16-17 menyatakan : “Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di Sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana maupun kerajaan, 1.
9
Myles Munroe, Tujuan dan Kuasa dari Otoritas, (Jakarta : Light Publishing, 2011), 89-97
68
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia”. Segala sesuatu ada dan masih berjalan oleh kuasa sang pencipta. Bukan hanya alam semesta saja – terlihat dan tak terlihat – yang diciptakan oleh-Nya, tetapi alam semesta juga tergantung pada-Nya untuk keberadaannya. Segala sesuatu dalam penciptaan harus mengacu pada sang Pencipta untuk kehidupan dan kesuksesaanya. Segala sesuatu dalam penciptaan dirancang untuk berfungsi dengan prinsip otoritas. Sebuah bibit harus tunduk untuk ditanam di dalam tanah jika mau tumbuh, dalam pengertian ini, tanah adalah otoritas benih. Ikan harus tunduk untuk hidup di air untuk bertahan hidup, sehingga otoritas ikan adalah air, jika mereka tidak tunduk pada itu, mereka akan mati. Setiap orang dan segala sesuatu harus tunduk kepada seseorang atau sesuatu untuk dapat berfungsi dan menjadi sukses.Tidak mungkin mengalahkan otoritas. Kita dapat mentransfer pertanggungjawaban kita kepada berbagai jenis otoritas, seperti ketika sang anak bertumbuh dan pindah keluar dari otoritas orangtuanya, memulai keluarganya sendiri dan berinteraksi dengan orang lain di dunia, tapi kita tidak akan pernah keluar dari kebutuhan akan otoritas itu sendiri. Hal ini berlaku untuk semua ciptaan dan dalam semua pengalaman manusia. Siapapun yang menolak untuk diatur oleh otoritas sejati, artinya tidak sah dan tidak berfungsi di dunia. Setiap orang jika hidup dengan keadaan tidak sah akan berbahaya sebab ia tidak tunduk kepada otoritas sehingga orang lain tidak dapat mempercayainya atau dengan rasa aman tunduk kepadanya bila diperlukan. Kita seharusnya tunduk kepada mereka yang mau tunduk. Kunci kepada keberhasilan, efektivitas, efisiensi, kuasa dan kesempurnaan hidupNya di bumi adalah pemahaman dan ketaatanNya terhadap otoritas. Kita melihat pemundukkan
69
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
Yesus kepada otoritas di sepanjang hidupNya di bumi, antara lain : Kesediaan-Nya untuk datang ke bumi sebagai manusia, meskipun Dia adalah Allah (bnd.Yoh. 1:1-4,14), adalah tindakan penundukan yang luar biasa! Dalam tulisan-tulisan Paulus sang teolog dari Tarsus, kita membaca, “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (Gal. 4:4-5). Langkah Allah dalam memperbaiki masalah umat manusia adalah penundukkan-Nya sendiri kepada otoritas. Kepada apa Dia tunduk? Kepada hukum-hukum yang berkaitan dengan otoritas yang telah Dia ditetapkan untuk penciptaan fisik dan kehidupan rohani umat-Nya. Dia rela datang ke dunia ini secara fisik, sebagai bayi, melalui rahim seorang wanita, seperti semua orang. Ia dilahirkan di bawah hukum Taurat, sehingga meskipun Ia sendiri telah menetapkan hukum itu bagi orang Israel, Dia tunduk pada peraturan dan kewajibannya. Karena allah telah menetapkan semua otoritas. Rahasia kehidupan adalah terus-menerus tunduk kepada Allah dan otoritas-Nya, meskipun anda tidak selalu mengerti apa yang sedang Dia lakukan. Intinya, sebagaimana Yohanes berkata kepada Yesus, “Aku tidak bisa membaptisMu.Engkaulah yang seharusnya membaptis aku.”Pada awalnya, Yohanes tidak sepenuhnya memahami otoritasnya, yang merupakan masalah banyak orang termasuk pemimpinpemimpin rohani hari ini. Otoritas anda ditemukan di dalam apa yang Allah telah mempersiapkan anda lakukan. Jika ada yang membutuhkan apa yang telah Allah karuniakan kepada anda untuk diberikan bagi mereka, maka tidak ada pengganti, mereka harus datang kepada anda. Beberapa orang mungkin tidak menyukai kenyataan ini, tetapi Allah telah mengutus mereka kepada anda.Terkadang kita mungkin merasa tidak nyaman dengan otoritas kita sendiri, seperti Yohanes, tapi kita perlu menaati Tuhan didalamnya untuk memenuhi tujuan di mana hanya Dia yang tahu seoenuhnya.
70
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
Karena Yohanes beroperasi di bawah otoritas Allah, ia mengerti ketika Yesus berseru kepada otoritas dan ia kemudian setuju untuk membaptis-Nya. Hasil penyerahan Yesus kepada otoritas yang telah ditetapkan sangatlah menyolok : [Sesudah dibaptis], Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya,lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." (Matius 3 : 16-17) Sebuah suara dari sorga berbicara, Kapan?“Segera sesudah”.Yesus tunduk kepada otoritas, “Segera sesudah” berarti ‘dengan segera’. Kita sebagai pemimpin rohani dan pemimpin yang melayani harus mempertimbangkan apakah kemampuan kita untuk mendengar dari Allah berkenaan dengan tujuan-Nya bagi hidup kita berhubungan secara langsung kepada respons kita pada otoritas-Nya telah terpenuhi dengan baik?Jika kita tidak menerima tuntunan dari Allah, mungkin itu karena kita terus melanggar beberapa otoritas yang telah Dia tetapkan dalam hidup kita. Bertindak menurut otoritas dari Allah membawa kita kepada kebesaran.Namun otoritas yang membawa kebesaran seringkali tidak seperti yang kita pikirkan. Yesus memberitahykan kepada murid-muridNya, “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:26-28)
71
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
Menjadi dan melakukan apa yang dimaksudkan untuk kita membuat kita hebat. Tidak peduli apa yang orang lain katakana tentang kita, ada sesuatu yang mereka harus datang kepada kita karena kita telah diberikan otoritas. Ingatlah, otoritas tidak tergantung gelar.Ada yang memiliki gelar tetapi tidak memiliki otoritas sejati justru dibawah otoritas. Otoritas melampuai gelar, itu adalah apa yang Allah telah tempatkan dalam diri kita. Ketika Yesus berkata kepada Yohanes, “Biarlah hal ini terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah” (Matius 3:15), pada dasarnya, Dia sedang mengatakan, “Yohanes, jangan mementingkan gelar.Mari kita ikuti saja otoritas yang tepat.”
2.
Karakter Akar kata “karakter” dapat dilacak dari kata Latin, kharakter, kharassein dan kharax, yang artinya tools for making, to engrave, and pointed stake. Kata ini mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahada Prancis (caractere) pada abad ke-14 dan kemudian masuk dalam Bahasa Inggris menjadi “character”.Akhirnya menjadi kata “karakter” dalam bahasa Indonesia. Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat, kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa pembangunan karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa sehingga “berbentuk” unik, menarik dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain.10 Mengapa karakter jauh lebih penting daripada karisma?Karisma adalah kemasan suatu produk, sedangkan karakter adalah kegunaan dan keunggulan suatu produk.Namun, 10
Hosea K. Budhi, Discover Your Successful, (Yogyakarta : ANDI, 2008), 8-9
72
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
hal ini tidak berarti bahwa kemasan tidak penting. Suatu produk apalagi yang mudah bereaksi dengan udara, meskipun mempunyai kualitas yang baik, apabila tidak dikemas dengan baik, maka produk tersebut akan menjadi cepat rusak.\Pada suatu saat nanti kemasan tersebut memang tidak lagi diperlukan. Inilah yang dikatakan oleh rasul Paulus, “Kasih tidak berkesudahan, nubuat akan berakhir, bahasa roh akan berhenti, pengetahuan akan lenyap” (I Kor. 13:8). Semua karisma (kemasan) atau karunia-karunia Roh Kudus pada saatnya nanti tidak akan diperlukan lagi, yaitu ketika Yang Sempurna itu datang. Jadi, selama Tuhan Yesus belum datang kembali ke dunia ini untuk yang ke dua kali, itu berarti karisma (kemasan) masih ada dan diperlukan. Namun, apabila kita merenenungkan dan memperhatikan lebih lenjut tentang perkataan rasul Paulus itu, maka kita akan mengerti apa yang menjadi penekanan dari tulisannya. Dia tak bermaksud mengesampingkan karisma. Dia menghargainya dan menganggap hal itu penting dan tetap relevan bahkan secara khusus ia menulis dan mengajarkan tentang karisma ini. Tetapi ada satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah buah roh atau karakter. Inilah yang akan di bawa masuk ke dalam kerajaan surga oleh setiap orang Kristen, sebab karisma akan lenyap dengan kedatanganNya kelak. Inilah keunggulan yang sesungguhnya dari seorang hamba Tuhan dan pelayanannya apabila bisa memegang teguh akan karakternya.11 Ada beberapa hal tentang karakter yang diajarkan Yesus, antara lain12 : a. Rendah hati “Aku melupakan apa yang telah di belakangku” adalah suatu pernyataan Paulus yang menyakinkan kita bahwa ia bukanlah jenis orang yang hidup terpaku pada masa lalu. Sebenarnya, Paulus ingin berkata, “Saya tidak menghiraukan prestasi-prestasi saya dan juga kesalahan-kesalahan orang lain 11
Leonardo A. Sjiamsuri, Karisma Versus Karakter, (Jakarta : Nafiri Gabriel, 2000), 25-26 12 Charles R. Swindoll, Meningkatkan Pelayanan Anda, (Bandung : Pionir Jaya, 2008), 84-86
73
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
terhadap saya. Saya tidak ingin tinggal menetap didalamnya.”Hal ini memerlukan kerendahan hati.Terutama jika anda tahu bagaimana masa lalu dari Paulus. Perhatikanlah ayatayat berikut ini :. “Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian”. (2 Kor. 11:24-27) Bayangkan, orang-orang yang dapat dicatat dalam “daftar kebencian” oleh Paulus.Tetapi Paulus tidak mempunyai daftar semacam itu. Dengan rendah hati, ia melupakan apa yang telah di belakangnya. Dengan sengaja ia tidak mengingat-ingat mereka yang telah bersalah kepadanya. Contoh lain yang cukup baik adalah Yusuf dalam kitab Kejadian. Yusuf ditolak dan dibenci oleh saudara-saudaranya, dijual kepada suatu kafilah yang sedang menuju Mesir, dijual lagi sebagai budak di pasar Mesir, difitnah oleh istri Potifar, terlupakan di penjara bawah tanah dan disangka telah mati oleh ayahnya sendiri. Namun orang ini akhirnya mendapat jabatan tinggi, menjadi bawahan langsung Firaun. Namun yang paling menakjubkan dari cerita ini adalah Yusuf tidak ingin mengingat-ingat sakit hatinya. Malahan, ketika ia dan istrinya mendapatkan anak pertama, ia manamai
74
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
bayi laki-laki itu Manasye, sebuah nama Ibrani, yang artinya “lupa”. Yusuf menjelaskan alasan mengapa ia memilih nama itu: Yusuf memberi nama Manasye kepada anak sulungnya itu, sebab katanya: "Allah telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku.” ( Kej. 41-51) Kata-kata Yusuf mengandung suatu pengertian yang amat penting, agar kita juga dapat melupakan kesalahan-kesalahan yang dilakukan orang terhadap kita. Tuhan lah yang mengharuskan kita menghapuskan dan melupakannya. b. Murah hati Murah hati artinya memperhatikan orang-orang yang berkekurangan. Pelayanan terhadap orang-orang yang susah. Menawarkan bantuan bagi mereka yang terluka……..yang menderita di bawah tekanan hidup yang sulit. Murah hati tidak hanya berarti bersimpati kepada seseorang dengan pengertian popular dari kata ini sendiri, tidak terbatas hanya pada perasaan kasihan terhadap orang dalam kesulitan.Chesedh mengatakan, murah hati artinya adanya kemampuan untuk mengerti sedalam-dalamnya tentang seseorang.Jadi, jelas hal ini lebih dari sekedar gelombang emosi, kasihan melainkan memerlukan adanya kesungguhan dari pikiran dan kemauan. Istilah ini menunjukkan suatu perasaan simpati yang tidak diberikan dari luar saja tetapi berasal dari usaha untuk mengerti lebih dalam orang tersebut, sehingga kita dapat melihat dan merasa sebagaimana yang ia lihat dan rasakan. Seorang pelayan yang bermurah hati kepada orang yang dalam kesusahan seringkali justru dapat menolong serta memberi kekuatan kepada orang tersebut karena ia sendiri dapat merasakan penderitaan orang yang dilayani itu – ia mengerti betul keadaan orang tersebut. Ia tidak hanya melihat atau membantu dari jauh tetapi ia juga berhubungan langsung, terlibat dan menawarkan bantuan yang tepat dan dapat mengurangi kesusahan orang tersebut.
75
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
c. Berdamai Istilah “berdamai” diambil dari kalimat, “Orang yang membawa damai”, dalam bahasa Yunani, istilah ini digunakan kata “berdamai” memiliki pengertian, antara lain : Sedapat-dapatnya kalau hal ini bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang. (Roma 12:18) Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun (Roma 14:19) Jadi. Seorang “yang membawa damai” adalah seorang pelayan yang memiliki kedamaian dalam dirinya sendiri (tenang) dan ia berusaha keras untuk menyelesaikan perselisihan dan bukannya malah memulai dan membesarkannya. Ia adalah orang yang dapat menerima, toleran, dan tidak suka pada hal-hal yang negatif 3.
Kasih Kita sering diingatkan bahwa Yesus telah mengatakan tidak ada perintah yang lebih besar daripada “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.Dan Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Markus 12 : 30-31). Tetapi tidak banyak diceritakan bahwa Yesus juga menambahkan, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yoh. 13:34). Inilah yang membuat perbedaan yang amat besar!13 Untuk memahami kasih seperti apakah yang dimiliki oleh Yesus, kita harus memahami bahwa orang Yunani menggunakan kata yang berbeda-beda untuk menyatakan berbagai macam jenis kasih yang ada.Kata-kata yang dipakai oleh orang Yunani tersebut adalah Eros, Storge, Phileo dan 13
Paul J. Meyer, 24 Kunci Sukses, (Yogyakarta : ANDI, 2008), 98
76
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
Agape.Eros dipakai untuk menyatakan kesukaan yang berhubungan dengan tubuh.Oleh karena itu, Eros biasanya dikaitkan dengan seksualitas atau rasa suka di antara lawan jenis.Sedangkan kata Storge biasanya dihubungkan dengan rasa cinta karena ikatan-ikatan yang khusus, misalnya rasa cinta seorang ibu kepada anaknya atau rasa cinta seorang gembala kepada gerejanya. Dalam kitab suci, kedua kata di atas jarang atau tidak pernah digunakan.. Dalam kitab suci digunakan dua kata yang lain, untuk mengekspresikan kasih. Kata yang pertama adalah Phileo.Phileo adalah perasaan sayang yang lembut, biasanya digunakan untuk menandakan perasaan yang ada di antara saudara ataupun teman. Kata lain yang digunakan adalah Agape. Agape adalah kasih yang tertinggi.Agape adalah kasih yang tidak bersyarat, yang berpusatkan kepada objeknya dan menghendaki yang terbaik untuk objeknya.Agape tidak pernah mengharapkan imbalan balik dari objek penerimanya.Dalam kitab suci, Agape dipergunakan untuk menunjukkan pada kasih Allah kepada umat manusia.Jadi, Agape adalah kasih yang bersifat Ilahi atau supranatural.Jenis kasih terakhir inilah yang dihungkan dengan Yesus. Inti kehidupan, pengajaran dan kepemimpinan Yesus boleh disimpulkan dengan satu kata yaitu : kasih Agape. Ketika Yesus ditanyai oleh para ahli Taurat tentang hukum atau perintah yang paling utama dalam Taurat, Yesus menjawab dengan mengatakan bahwa seluruh hukum Taurat dan tafsirannya dapat disimpulkan menjadi dua perintah utama, yaitu mengasihi Allah dengan segenap hati dan hidup kita dan mengasihi sesama manusia seperti kita sendiri (Matius 22:3739).14 DAFTAR PUSTAKA Charles R. Swindoll, Meningkatkan Pelayanan Anda, (Bandung : Pionir Jaya, 2008) F. Mardi Prasetyo SJ, Kepemimpinan Religius, (Pusat Spiritualitas Girisonta, 1998) 14
Gunawan Hartono, The Servant King, ( Sidoarjo : Elijah, 2009), 76-77
77
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
Gunawan Hartono, The Servant King, ( Sidoarjo : Elijah, 2009), 76-77 H. Achmad Sanusi – M. Sobry Sutikno, Kepemimpinan Sekrang Dan Masa Depan, (Bandung: Prospect, 2009) Hosea K. Budhi, Discover Your Successful, (Yogyakarta : ANDI, 2008) J. Robert Clinton, Pembentukan Pemimpin Sejati, (Colorado: Church Resource Ministries, 1988) Jeff Hammond, Kepemimpinan Yang Sukses, (Jakarta : Yayasan Media Buana Indonesia, 2002) Ken Blanchard-Phil Hodges, Lead Like Jesus, (Jakarta: Praminta Offset, 2007) Leonardo A. Sjiamsuri, Karisma Versus Karakter, (Jakarta : Nafiri Gabriel, 2000) Makmur Halim, Gereja Di Tengah-tengah Perubahan Dunia, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000) Myles Munroe, Tujuan dan Kuasa dari Otoritas, (Jakarta : Light Publishing, 2011) Paul J. Meyer, 24 Kunci Sukses, (Yogyakarta : ANDI, 2008), 98
78