KEPEMIMPINAN INOVATIF DALAM PENGEMBANGAN ORGANISASI STUDI PADA PONDOK MODERN AL-RIFA’IE GONDANGLEGI MALANG Devi Pramitha Universitas Islam Negeri (UIN) Maliki Malang Jl. Gajayana Nomor 50 Malang Email:
[email protected]
Abstrak: Keberadaan sosok kiai sebagai pemimpin pondok pesantren memang sangat unik untuk diteliti, hal tersebut dikarenakan dilihat dari sudut tugas dan fungsi seorang kiai yang tidak hanya sekedar memimpin, tetapi juga bahgaimana mengembangkan organisasi pondok pesantren agar bisa tetap eksis di era globalisasi saat ini. Relevan dengan fenomena ini, penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif analitis, dimana kiai sebagai subyek utamanya. Hasil analisis menunjukkan bahwa keberhasilan KH. Achmad Zamachsyari atau yang biasa disapa dengan Gus Mad dalam pengembangan organisasi tidak terlepas dari kepemimpinan inovatif yang ia terapkan. Sebagai seorang pemimpin di Yayasan Pondok Modern al-Rifa’ie ia harus memberikan visi, haluan kepada bawahannya untuk beranjak dan bergerak dari tempat semula menuju perbaikan dan perubahan. Dalam memimpin YPM al-Rifa’ie, ia menggabungkan gaya kepemimpinan transformasionalisme dengan gaya kepemimpinan demokratis dengan tetap memegang prinsip al-muh}a>faz}atu ‘ala> al-qadi>mi al-s}a>lih} wa al-akhdhu bi al-jadi>di al-as}lah}. Dalam kepemimpinannya, ia menggunakan beberapa pendekatan yakni dengan pengembangan organisasi, mewujudkan team building dan menumbuhkan perilaku inovatif. Abstract: Abstract: the existence of Kiai as the leader of Islamic boarding school is unique for being studied by the researcher, such thing is being highly considered because the role of Kiai who does not merely become just a leader or head to lead but also his action in developing Islamic boarding school in order to be exist in globalization era. Relevant to this phenomenon, this research applies descriptive analytics qualitative research which makes Kiai as the subject of the research. the result of this research reveals that the success of KH. Achmad Zamachsyari or well known with his nick name; Gus Mad in developing his boarding school organization cannot be loosen from his innovative leadership. As a leader in Pondok Modern Al – Rifa’ie foundation, he has already given visions, or direction to take off and to move from the obsolete place, into a better condition. In leading his organization he combines transformation style of leadership with democratic leadership while still tightly holds on al muhla fazlatu ‘ala al –qadi mi al shalih wa al akhzu bi al – jadi al as-lah principle. In his leading role, he applies some approaches; organizational development, making team building and growing innovative behavior.
Kata Kunci: kepemimpinan kiai, pengembangan organisasi, team building, perilaku inovatif
163
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015: 163-172
PENDAHULUAN Keberadaan sosok Kiai sebagai pemimpin pondok pesantren memang sangat unik untuk diteliti, hal tersebut dikarenakan dilihat dari sudut tugas dan fungsi seorang kiai yang tidak hanya sekedar memimpin, tetapi juga menyusun kurikulum, membuat sistem evaluasi, menentukan tata tertib lembaga sampai pada menata kehidupan seluruh komunitas pondok pesantren dan juga membina masyarakat. Dengan demikian, pertumbuhan suatu pondok pesantren sangat tergantung pada kemampuan pribadi kiainya, terlebih pada masa yang intensitas dan frekuensi perubahan yang sangat tinggi seperti pada abad ke-21 ini yang selain harus menggunakan manajemen yang baik juga diperlukan kapasitas dan kualifikasi kepemimpinan yang handal.1 Dalam memimpin sebuah pondok pesantren, kiai menggunakan model kepemimpinan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, hal tersebut disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Dalam hal ini, Mastuhu menjelaskan di dalam hasil penelitiannya dari enam pondok pesantren di Jawa Timur bahwa model kepemimpinan kiai meliputi kepemimpinan kharismatik keagamaan (kharismatik), kharismatik keilmuan (rasional), otoriter dan laissez-faire.2 Terlepas dari model atau pola kepemimpinan yang diterapkan, kiai sebagai pimpinan pondok pesantren juga mempunyai peran penting dalam mengembangkan pondok pesantren agar dapat membedakan dengan lembaga pendidikan Islam lainnya. Di dalam perkembangannya, memang pondok pesantren tidaklah semata-mata kemudian tumbuh secara stagnan dalam artian selalu berada atas pola lama yang bersifat tradisional, melainkan bisa dilakukan suatu inovasi dalam pengembangan lembaga pondok pesantren tersebut. Modernisasi yang dalam bentuk umum Indonesia lebih dikenal dengan istilah "pengembangan" (development) adalah proses multidimensional yang komplek. Dalam lapangan pendidikan, modernisasi setidaknya dapat dilihat dengan direalisasikannya pembentukan lembaga-lembaga pendidikan modern yang mengadopsi dari sistem dan kelembagaan Kolonial Belanda, bukan dari sistem pendidikan Islam tradisional. KH. Achmad Zamachsyari atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Mad adalah salah satu inisiator untuk melakukan perubahan dengan mengembangkan pondok pesantren modern di kota Malang. Inisiatif itulah yang kemudian menjadikan beliau menjadi seorang pemimpin, dimana beliau harus memberikan visi, haluan kepada orang lain untuk beranjak dan bergerak dari tempat semula menuju perbaikan dan perubahan.Sejatinya Gus Mad tidak hanya ingin mendirikan pondok pesantren modern saja di desa Ketawang, tetapi juga ingin membangun dan mengubah mental para penghuninya dari keterbelakangan. Gus Mad yakin dengan konsep perubahan yang dilakukan dirinya akan berhasil, walaupun pada saat itu banyak orang yang tidak yakin Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES,
1
1994) 55. Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 86.
2
164
Kepemimpinan Inovatif (Devi Pramitha)
jika pondok pesantren modern yang akan didirikan akan memiliki banyak santri. Akhirnya selama hampir empat tahun lamanya, Gus Mad pun mampu mendirikan Yayasan Pondok Modern al-Rifa’ie. Kualifikasi kepemimpinan yang handal pada abad 21 menurut Ulrich, adalah: (1) menjadi rekan yang stratejik, (2) menjadi seorang pakar, (3) menjadi seorang pekerja ulung, dan (4) menjadi seorang ‚agent of change.‛3 Gary Yukl, berpendapat kepemimpinan masa depan adalah pemimpin yang terus belajar, memaksimalkan energi dan menguasai perasaan yang terdalam, kesederhanaan, dan multifokus.4 Selain itu, Kotter mengemukakan bahwa kemampuan seseorang pemimpin masa depan meliputi kemampuan intelektual dan interpersonal untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.5 Kepemimpinan Gus Mad dalam mengembangkan pondok pesantren menunjukkan bahwa di era globalisasi saat ini, pondok pesantren juga menghadapi perubahan seiring dengan perkembangan akan kebutuhan masyarakat, dan tentunya fenomena tersebut menuntut adanya peran kiai sebagai seorang pemimpin pondok pesantren harus bisa menjadi ‛agent of change‛ sekaligus dituntut sebagai ‛keeping a culture alive‛ (memilihara kehidupan budaya) agar tidak kehilangan karakter kelembagaannya. Dari konteks penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kiai sebagai pemimpin pondok pesantren sangat dibutuhkan dan menjadi pucuk penyebab keberhasilan maupun kegagalan suatu organisasi. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif analitis. Penggunaan metode ini disesuaikan dengan tujuan pokok penelitian yaitu mendeskripsikan, mencatat, dan menganalisis mengenai keberadaan sosok kiai sebagai pemimpin pondok pesantren memang sangat unik untuk diteliti, hal tersebut dikarenakan dilihat dari sudut tugas dan fungsi seorang kiai yang tidak hanya sekedar memimpin, tetapi juga bagaimana mengembangkan organisasi pondok pesantren agar bisa tetap eksis di era globalisasi saat ini. KH. Achmad Zamachsyari atau yang biasa disapa dengan Gus Mad merupakan seorang pemimpin di Yayasan Pondok Modern al-Rifa’ie Gondanglegi Malang. Pendekatan penelitian kualitatif ini akan melihat secara mendalam mengenai kepemimpinan inovatif dalam pengembangan organisasi dengan menjadikan Pondok Modern al-Rifa’ie Gondanglegi Malang sebagai lokasi, dimana KH. Achmad Zamachsyari sebagai subyek utamanya. Oleh karena itu KH. Achmad Zamachsyari sebagai pendiri, D. Ulrich Jick T & Von Glinow,"High Impact Learning: Building and Diffusing Learning Capability," Organizational Dynamics (1998), 79. 4 Gary Yukl, ‚An Evaluation of Conceptual Weaknesses in Transformational and Charismatic Leadership Theories,‛ Journal of Leadership Quarterly (1999), 285. 5 J. P. Kotter, A force for Change: How Leadership Differs from Management (New York: Free Press, 1998), 87. 3
165
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015: 163-172
pengembang, pimpinan dan organisator di pondok ini, dan para pelaksana kegiatan, pengurus, para ustadz, santri dan staf lainnya akan dijadikan informan. Selain itu dokumen-dokumen resmi tentang pondok, baik berupa regulasi maupun dokumen manajemen kelembagaan dan pengorganisasian. HASIL DAN PEMBAHASAN Gaya Kepemimpinan KH. Achmad Zamachsyari Dalam hal ini Gus Mad sebagai seorang Kiai tidak hanya menggunakan gaya kepemimpinan kharismatik saja tetapi juga menggunakan gaya kepemimpinan demokratis dan transformasionalisme. Berikut penjelasan dari gaya-gaya kepemimpinan tersebut: 1. Gaya Kepemimpinan Demokratis Gaya kepemimpinan demokratis biasanya terdapat dalam organisasi yang bersifat terbuka (open system). Sistem ini mempunyai hubungan langsung dengan lingkungan luar. Namun demikian keterbukaan organisasi bukanlah keterbukaan mutlak, melainkan keterbukaan pada aspek tertentu yang sesuai dengan kemampuan organisasi.6 Gaya kepemimpinan ini memiliki karakteristik dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia dan selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya. Pemimpin demokratis memiliki perilaku senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.7 2. Gaya Kepemimpinan Transformasional Gaya kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang pemimpinnya memberikan inspirasi pengikutnya untuk bertindak melebihi kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mampu mempunyai dampak yang dalam dan luar biasa pada pengikutnya. Kepemimpinan transformasional lebih dari sekedar kepemimpinan kharisma, karena kepemimpinan ini berusaha menanamkan pada pengikutnya kemampuan bertanya, tidak hanya pandangan yang mapan, akan tetapi juga pandangan yang diyakini oleh pemimpin.8 Kepemimpinan transformasional sejatinya menunjuk pada proses membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi kepercayaan kepada para pengikut Jack W. Duncan, Organization Behavior (Boston: Houghton Mifflin Company, 1981), 229. Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi (Jakarta: Gunung Agung, 1997), 65. 8 Stephen P. Robbins, Organizational Behavior (Mexico: Prentice Hall, 2003), 141. 6 7
166
Kepemimpinan Inovatif (Devi Pramitha)
untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. Secara konseptual, kepemimpinan transformasional didefinisikan oleh Bass sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan pola kerja, nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, proses transformasional dapat terlihat melalui sejumlah perilaku kepemimpinan seperti: pengaruh ideal (idealized influence), motivasi inspirasional (inspirational motivation), stimulasi intelektual (intellectual stimulation) dan pertimbangan individual (individualized consideration).9 Keberadaan kiai dan pondok pesantren merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena figur kiai sangatlah dominan dalam menentukan segala arah kebijakan, pengelolaan, dan pengembangan pondok pesantren. Signifikansi kepemimpinan Gus Mad di YPM al-Rifa’ie tentu disertai dengan perilaku kiai dalam pengembangan organisasi, melakukan pendekatan team building serta memperkuat perilaku inovatif semua komunitas yang ada di dalam pondok pesantren. Pengembangan Organisasi YPM al-Rifa’ie Kiai di dalam dunia pesantren berperan sebagai penggerak dalam mengemban dan mengembangkan pesantren. Kiai bukan hanya pemimpin pondok pesantren tetapi juga pemilik pondok pesantren. Dengan demikian kemajuan dan kemunduran pondok pesantren benar-benar terletak pada kemampuan kiai dalam mengatur pelaksanaan pendidikan di dalam pesantren. Hal ini disebabkan karena besarnya pengaruh seorang kiai dan juga tidak hanya terbatas dalam pesantrennya, melainkan juga terhadap lingkungan masyarakatnya.10 Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa proses transformasi sosio-kultural yang berlangsung dewasa ini hampir menjamah setiap sudut kehidupan masyarakat. Pondok pesantren yang sering disebut-sebut sebagai lembaga pendidikan tertua yang menjaga nilai-nilai tradisionalnya pun tidak lepas dari jangkauan proses tersebut. Meski demikian pondok pesantren mampu mengembangkan organisasinya agar tetap survive di jaman modern ini. Keberhasilan pondok pesantren dalam perjalanan transformasi sosio-kultural yang dilaluinya ini tidak lepas dari peran kepemimpinan kiai di dalamnya. Adanya sosok kiai sebagai pemimpin pondok pesantren menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan akan kesuksesan pondok pesantren. Dalam melakukan pengembangan organisasi Gus Mad melakukan beberapa perilaku, yaitu: Pertama, Gus Mad mampu menjadikan dirinya sebagai sosok pemimpin yang ideal di mata para bawahan melalui kharisma yang dimilikinya. Kharisma tersebut terlihat dari segi keilmuan yang dimiliki oleh Gus Mad, baik ilmu natural maupun supranatural. Selain itu sebagai seorang pemimpin Gus Mad memiliki ide besar, yakni melakukan modernisasi
9
Gary Yukl, ‚An Evaluation of Conceptual Weaknesses, 287. M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan (Jakarta: CV. Prasasti, 2002), 21-22.
10
167
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015: 163-172
pendidikan pesantren, yang didorong oleh keyakinan dan niat kuat dalam mewujudkanya, serta komitmen dan konsisten dalam proses pelaksanaannya.
Kedua, sebagai seorang pimpinan pondok pesantren, Gus Mad piawai dalam memotivasi dan menginspirasi anggota bawahannya untuk memiliki semangat yang tinggi dalam mengembangkan pondok pesantren. Beberapa strategi yang dilakukan oleh Gus Mad, antara lain: (1) menjadikan dirinya sebagai uswatun h}asanah/ teladan yang baik bagi para bawahannya; (2) memberikan reward/ penghargaan bagi anggota bawahannya yang melakukan pekerjaan dengan baik; (3) selalu mengadakan muh}a>sabah bersama setiap bulan dalam rangka menuju perubahan dan perbaikan serta menjadi salah satu media komunikasi Gus Mad dengan semua anggota bawahannya.
Ketiga, walaupun Gus Mad merupakan pendiri dan pemilik YPM al-Rifa’ie, namun tidak menjadikan dirinya sebagai seorang pemimpin tunggal yang otoriter terhadap bawahannya. Karena menginginkan suasana organisasi yang demokratis, Gus Mad pun memberikan kewenangan yang ada pada dirinya kepada semua anggota bawahan melalui cara pendelegasian tugas-tugas. Hal tersebut dilakukan sebagai sebuah stimulus bagi bawahannya untuk dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara bebas dalam rangka mencapai visi dan misi pondok pesantren.
Keempat, sebagai seorang pemimpin dan juga seorang kiai, Gus Mad mampu memberikan perhatiannya terhadap bawahannya baik secara individu maupun bersamasama. Secara individu dilakukan oleh Gus Mad melalui diskusi empat mata dan bertukar pikiran baik menyangkut persoalan pondok pesantren maupun persoalan pribadi. Sedangkan untuk memberi perhatian kepada semua anggota bawahannya Gus Mad selalu mengadakan pertemuan di kediamannya setiap akhir bulan dan mengadakan acara yang melibatkan mereka. Dengan beberapa perilaku kepemimpinan Gus Mad di atas ternyata mampu menjadikan YPM al-Rifa’ie berkembang cukup pesat dan cepat. Karena dengan perilaku tersebut dapat menumbuhkan semangat pada anggota bawahannya untuk tercapainya visi dan misi pondok pesantren serta dapat mengembangkan organisasi lebih baik lagi. Pendekatam Team Building di YPM al-Rifa’ie Kiai sebagai pemimpin pesantren dalam menggerakkan semua komunitas yang ada di pondok pesantren memakai pendekatan team building. Hal ini tampak dalam interaksi baik antara kiai, ustadz/ustadzah maupun para santri. Dalam memimpin YPM al-Rifa’ie, Gus Mad senantiasa berusaha untuk menyeimbangkan interaksi antara kiai dengan komunitas pondok pesantrennya, baik komunitas internal (santri dan guru/ asa>tidh) maupun komunitas eksternal (masyarakat), melalui interaksi fisik, interaksi pola pikir, dan interaksi ru>h}/batin. Dengan demikian baik para santri, guru/asa>tidh, staf maupun masyarakat bisa ikut berperan serta dalam mengembangkan pondok pesantren sebagai pelaku perubahan (agent of change) dalam berbagai aspek kehidupan. Untuk mewujudkan
168
Kepemimpinan Inovatif (Devi Pramitha)
team building yang kuat maka Gus Mad melakukan beberapa bentuk interaksi, diantaranya adalah:
Pertama, dalam berinteraksi dengan para santri, Gus Mad menjadikan dirinya tidak hanya sebagai seorang guru namun juga sebagai sosok ayah kepada anak-anaknya yang patut diteladani dan dijadikan panutan. Dalam hal ini Gus Mad melakukan interaksi fisik, yang artinya selalu menghadirkan dirinya di tengah-tengah para santri di setiap acara, serta memberikan peluang interaksi yang bersifat edukatif – demokratis selama 24 jam. Kebanyakan dalam berinteraksi dengan santrinya Gus Mad lebih banyak memberikan motivasi melalui mauiz}ah al-h}asanah kepada mereka untuk selalu semangat dalam mencari ilmu di pondok pesantren. Selain itu Gus Mad juga menggunakan pendekatan motivasi penteladanan (uswah), misalnya Gus Mad memberikan contoh kepada santrinya dengan senantiasa shalat lima waktu berjamaah secara istiqa>mah (continual). Sehingga dengan adanya interaksi yang akrab antara kiai dengan santri, menunjukkan bahwa kiai sebagai pengasuh pondok pesantren memberikan peluang untuk intensifikasi pendidikan.
Kedua, interaksi Gus Mad dengan bawahannya yang dalam hal ini meliputi guru, asa>tidh, pengurus serta staf lebih banyak dilakukan melalui interaksi pola pikir. Sebagai seorang pemimpin di YPM al-Rifa’ie, Gus Mad tidak pernah mengabaikan suara yang keluar dari bawahannya, sehingga dalam proses pelaksanaan program di YPM al-Rifa’ie Gus Mad selalu mengajak bawahannya untuk bertukar pikiran dan berdiskusi terlebih dahulu. Hal tersebut merupakan salah satu bangunan interaksi yang berkelanjutan dengan maksud agar mereka dapat merasa menjadi bagian dari pondok pesantren. Interaksi tersebut dilakukan setiap saat secara individu, karena Gus Mad sendiri lebih suka diskusi secara empat mata, namun ada kalanya Gus Mad berinteraksi dengan semua anggotanya yang dilakukan pada pertemuan rutin setiap akhir bulan untuk melakukan muh}a>sabah dan juga pemberian motivasi.
Ketiga, selain melakukan interaksi dengan komunitas internal pondok pesantren, Gus Mad juga melakukan interaksi dengan komunitas eksternal pondok pesantren yang dalam hal ini adalah masyarakat. Interaksi ru>h} yang dilakukan oleh Gus Mad kepada masyarakat melalui kegiatan-kegiatan spiritual seperti, istighasah bersama, sholat hajat, maupun acara keagamaan lainnya merupakan salah satu media Kiai untuk berinteraksi dengan masyarakat. Mengingat masyarakat desa Ketawang khususnya merupakan masyarakat yang terkenal dengan keterbelakangan, baik dari segi ekonomi maupun pemahaman terhadap agama, maka Gus Mad di sini bertugas untuk melakukan perubahan sosial dengan memberikan pengaruh yang kuat di tengah-tengah masyarakat. Berbekal kedalaman ilmu agama yang diimbangi dengan pola hidup yang merakyat, serta kharisma yang tinggi dan selalu memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan, membuat masyarakat mendukung kegiatan spiritual yang diadakan oleh Gus Mad. Adanya team building antara pimpinan dan bawahan merupakan salah satu bagian penting bagi setiap organisasi, termasuk organisasi yang ada di pondok pesantren. Walaupun pimpinan pondok pesantren adalah seorang kiai, namun bukan berarti harus
169
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015: 163-172
menutup diri dengan bawahannya, sebaliknya kiai harus sering melakukan interaksi tidak hanya dengan komunitas internal pondok pesantren saja, namun dengan komunitas eksternal pondok pesantren juga perlu dilakukan. Hal itu senada dengan teori interaksi (interaction theory) yang pada prinsipnya sama dengan kontingensi (contingency theory) dari F. E. Fiedler dan expectancy-reinforcement theory dari Ralph M. Stogdill. Dimana teori interaksi ini berasumsi bahwa semakin sering terjadi interaksi dan partisipasi dalam kegiatan bersama, semakin meningkat pula perasaan saling menyenangi satu sama lain dan saling memperjelas pengertian atas norma kelompok.11 Interaksi fisik yang dilakukan oleh Gus Mad terhadap santri akan memunculkan sikap tawaddu santri terhadap kiai dan memunculkan istilah ngalap barokah yang artinya santri akan menuruti apa saja yang dikatakan dan diperintahkan oleh Gus Mad guna mengharap barakah ilmu yang dipelajarinya di pondok pesantren. Sedangkan interkasi pola pikir yang dilakukan oleh Gus Mad terhadap anggota bawahannya, juga interaksi ru>h} yang dilakukannya kepada masyarakat akan memunculkan sikap ketaatan, kesetian dan kepatuhan (loyalitas) yang tinggi dari anggota bawahan maupun masyarakat terhadap Kiai dan pondok pesantren. Hal itu senadan dengan gaya kepemimpinan tradisional yang dipaparkan di bab II bahwa Max Weber mengemukakan dalam kepemimpinan tradisional, kepatuhan diberikan kepada orang atau pemimpin yang menduduki kekuasaan tradisional yang terikat pula dalam suasana tersebut.12 Pengikut patuh pada pimpinan tidak didasarkan pada tatanan impersonal, tetapi menjadi loyalitas pribadi dalam ruang lingkup dengan membiasakan tunduk pada kewajiban. Pendekatan Perilaku Inovatif di YPM al-Rifa’ie Salah satu langkah yang penting untuk melaksanakan perubahan ialah dengan memperkuat perilaku inovatif kepada anggota, kelompok dan organisasi itu sendiri. Begitu pula dengan pemberian imbalan (reward) memberi motivasi dan reinformasi (penegakan kebijaksanaan) sehingga terdapat nuansa ganda: kebanggan, semangat kerja dan tanggungjawab juga merupakan langkah yang penting dalam mewujudkan perilaku inovatif. Sebagai seorang pemimpin pondok pesantren, Gus Mad mengemban amanah yang besar dalam mengelola pondok pesantren. Namun hal itu bukan berarti Gus Mad satusatunya orang yang menentukan arah kebijakan dan pengembangan pondok pesantren. Manajemen di YPM al-Rifa’ie hampir semuanya dikendalikan oleh para pengurus/anggota bawahannya (guru/asa>tidh/staf). Sehingga dalam proses pengelolaan pondok akan memunculkan perilaku inovatif para bawahannya baik itu bersifat manajerial maupun non manajerial. Perilaku inovatif yang bersifat manajerial artinya, perilaku inovatif yang terkait dengan urusan kelembagaan, sedangkan perilaku inovatif non manajerial yaitu perilaku inovatif yang tidak terkait dengan urusan kelembagaan. Perilaku inovatif yang demikian dilakukan oleh Gus Mad dalam rangka ingin mengembangkan potensi bawahannya dengan tetap menjaga otoritasnya sebagai pemimpin pondok pesantren. U. Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), 158. Max Weber, Economy and Society (London: University of California Press, 1978), 217-219.
11 12
170
Kepemimpinan Inovatif (Devi Pramitha)
Gus Mad dalam memimpin YPM Al-Rifa’ie tidak pernah memperlakukan dirinya sebagai pemimpin tunggal di pondok. Beliau menginginkan pondok ini menjadi organisasi yang demokratis, dalam artian Gus Mad selalu memberikan kesempatan yang luas kepada para bawahannya untuk mengembangkan pondok ini sendiri sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Dalam menggunakan pendekatan perilaku inovatif Gus Mad selalu menggunakan cara dengan pendelegasian tugas-tugas, sehingga Gus Mad hanya memberikan arahan bagaimana mereka harus bertindak sesuai dengan visi misi yang diharapkan bersama. Begitu juga dalam membuat suatu peraturan atau kebijakan Gus Mad selalu melibatkan beberapa orang bawahannya. Namun dalam proses musyawarah Gus Mad lebih sering diam karena ingin memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengeluarkan ide-ide inovatif yang mereka miliki. Sehingga Gus Mad hanya berperan diakhir untuk menyetujui atau menolak hasil yang telah didiskusikan bersama. SIMPULAN Sekalipun dalam memimpin YPM al-Rifa’ie, KH. Achmad Zamachsyari adalah sosok kiai yang menjadi figur utama seorang pemimpin di pondok pesantren, namun ia tidak hanya menggunakan gaya kepemimpinan kharismatik saja dalam proses kepemimpinananya. Untuk menjaga keberadaan pondok pesantren agar tetap bisa eksis dan bisa tidak kalah saing dengan lembaga pendidikan lainnya, Gus Mad menggunakan tiga pendekatan, yaitu: pengembangan organisasi, mewujudkan team building dan menumbuhkan perilaku inovatif. Ketiga pendekatan tersebut terwujud dalam kehidupan sehari-hari dipondok pesantren dengan tetap berpegang prinsip al-muh}a>faz}atu ‘ala> qadimi
al-s}a>lih} wa al-akhdhu bi al-jadi@di al-as}lah}. DAFTAR PUSTAKA Baharun, Hasan.Transformasi Kelembagaan Pendidikan Pondok Pesantren, Artikel pada NU Online diposting pada tanggal 06 Juni 2013, 14:04 WIB D. Ulrich Jick T & Von Glinow. "High Impact Learning: Building and Diffusing Learning Capability". Organizational Dynamics (1998). Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta: LP3ES, 1994. Duncan, Jack W. Organization Behavior. Boston: Houghton Mifflin Company, 1981. Ghazali, M. Bahri. Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta: CV. Prasasti, 2002. J. P. Kotter. A force for Change: How Leadership Differs from Management. New York: Free Press, 1998. Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS, 1994. Robbins, Stephen P..Organizational Behavior. Mexico: Prentice Hall, 2003. Siagian,Sondang P..Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung, 1997.
171
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015: 163-172
U. Saefullah. Manajemen Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2012. Weber, Max. Economy and Society. London: University of California Press, 1978. Yukl, Gary. ‚An Evaluation of Conceptual Weaknesses in Transformational and Charismatic Leadership Theories". Journal of Leadership Quarterly (1999).
172