KEPATUHAN KONSUMSI SUPLEMEN BESI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI KOTA TANGERANG
YUNI PRADILLA FITRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kepatuhan Konsumsi Suplemen Besi dan Pengaruhnya terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Kota Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015 Yuni Pradilla Fitri NIM I151130421
RINGKASAN YUNI PRADILLA FITRI. Kepatuhan Konsumsi Suplemen Besi dan Pengaruhnya terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Kota Tangerang. Dibimbing oleh DODIK BRIAWAN dan IKEU TANZIHA. Anemia pada ibu hamil masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Anemia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah karena defisiensi zat besi, yang banyak ditemukan di negara berkembang. Rekomendasi WHO untuk mengurangi risiko berat bayi lahir rendah (BBLR), anemia pada ibu hamil dan defisiensi besi adalah dengan suplementasi besi-folat harian sebagai bagian dari pelayanan antenatal care (ANC). Di Indonesia, dosis yang diberikan adalah sebesar 60 mg besi elemental dan 0.4 mg asam folat per hari atau 1 butir tablet tambah darah (TTD). Selama ini pemerintah menilai keberhasilan program suplementasi dengan indikator cakupan distribusi suplemen besi. Padahal, cakupan suplementasi belum tentu menggambarkan keberhasilan program bila dilihat dari masih tingginya angka anemia saat ini. Selain ketersediaan tablet besi dan akses terhadap pelayanan, terdapat dua hal lainnya yang dapat mempengaruhi keefektifan program suplementasi besi yaitu dari sisi penyedia layanan, yang mencakup kualitas konseling tentang suplemen besi, serta dari sisi ibu hamil yaitu kemauan ibu untuk mengonsumsi suplemen besi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) Menganalisis kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi, 2) Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi, 3) Menganalisis asupan zat besi selain suplemen, 4) Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap asupan zat besi selain suplemen, 5) Menganalisis prevalensi anemia pada ibu hamil, 6) Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil, dan 7) Menganalisis karakteristik petugas kesehatan, pengetahuan dan praktik petugas kesehatan dalam suplementasi besi pada ibu hamil. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai Juni 2015 di Kota Tangerang, Provinsi Banten. Subyek penelitian ini terdiri atas 91 ibu hamil yang dipilih secara acak dari daftar ibu hamil di wilayah Puskesmas Batuceper dan 64 orang petugas kesehatan yang mewakili 32 puskesmas di wilayah Kota Tangerang. Kriteria inklusi yang ditetapkan untuk ibu hamil adalah pernah mendapatkan pelayanan ANC termasuk suplemen besi dari petugas kesehatan. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan pengukuran status anemia ibu hamil dilakukan oleh petugas laboratorium menggunakan metode cyanmethemoglobin. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat menggunakan uji Chi Square dan multivariat menggunakan Regresi Logistik. Hampir seluruh subyek ibu hamil (98.9%) mengonsumsi suplemen besi, namun hanya 27.5% ibu hamil yang patuh mengonsumsi suplemen besi tersebut. Variabel yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi adalah usia kehamilan (p=0.010), frekuensi ANC (p=0.030), dan kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi (p=0.000). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang paling
berpengaruh terhadap kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi adalah kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi (OR=7.412; 95%CI: 2.639-20.818). Rata-rata zat besi harian yang dikonsumsi oleh subyek dalam penelitian ini adalah 9.9 mg. Angka ini jauh dari angka kecukupan besi bagi ibu hamil. Ratarata tingkat kecukupan zat besi subyek adalah sebesar 29.1%. Hampir semua subyek (97.8%) memiliki tingkat kecukupan zat besi yang berada dalam kategori defisit. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dan asupan zat besi selain suplemen (p=0.017). Hasil pemeriksaan kadar hemoglobin menunjukkan bahwa 42.9% subyek ibu hamil mengalami anemia (kadar Hb <11 g/dl). Hal ini menunjukkan bahwa anemia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat tingkat berat. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil adalah kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi (OR = 4.250, 95% CI: 1.425-12.671), yang berarti bahwa ibu hamil yang tidak patuh dalam mengonsumsi suplemen besi memiliki risiko anemia 4.250 kali dibandingkan ibu hamil yang patuh dalam mengonsumsi suplemen besi. Hal ini menunjukkan masih pentingnya suplementasi besi untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan anemia pada ibu hamil. Sebagian besar subyek petugas kesehatan (57.8%) memiliki pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi dalam kategori baik. Sementara itu, sebagian besar subyek ibu hamil (78.0%) memiliki pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi dalam kategori kurang. Lama penyampaian nasihat kepada ibu hamil dalam setiap kali kunjungan ANC sebagian besar berkisar antara 5 sampai 10 menit. Jenis nasihat yang masih kurang didapatkan oleh ibu hamil antara lain mengenai anemia (pengertian, penyebab, gejala) serta efek samping yang mungkin dirasakan setelah mengonsumsi besi dan cara mengatasinya. Hasil penelitian ini menunjukkan perlunya pelaksanaan surveilans anemia pada ibu hamil secara berkelanjutan untuk mendukung program pencegahan dan penanggulangan masalah anemia pada ibu hamil. Peningkatan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi dapat dilakukan dengan melakukan konseling rutin mengenai anemia dan suplementasi besi setiap ANC. Untuk mendukung hal tersebut, perlu diteliti lebih lanjut mengenai praktik pelaksanaan paket ANC yang selama ini dilakukan oleh petugas kesehatan sehingga program penanggulangan anemia dapat lebih terpantau dan terintegrasi dengan program pelayanan kehamilan yang saat ini berjalan. Kata kunci: anemia, ibu hamil, kepatuhan, suplemen besi
SUMMARY YUNI PRADILLA FITRI. Iron Supplementation Compliance and Its Influences on Anemia Prevalence among Pregnant Women in Tangerang. Supervised by DODIK BRIAWAN and IKEU TANZIHA. Anemia in pregnancy is remains a public health problem in Indonesia. Anemia caused by multifactors, one of the common factors is iron deficiency, especially in developing countries. Daily oral iron and folic acid (IFA) supplementation is recommended by WHO as part of the antenatal care (ANC) to reduce the risk of low birth weight, maternal anemia and iron deficiency. In Indonesia, standard supplementation dose of 60 mg elemental iron and 0.4 mg folic acid per day was suggested by Ministry of Health. The quality of supplementation program now determined by proportion of supplements distributed to pregnant women. In other side, the scope of distribution cannot reflect the effectiveness of the program if it compare with the high of anemia prevalence. Adequate information from health provider and mother adherence to IFA are required for an effective supplementation program. This study was aimed to analyze the iron supplementation compliance and its influences on anemia prevalence among pregnant women in Tangerang. The specific objectives of this study were: 1) to analyze the iron supplementation compliance of pregnant women, 2) to analyze factors influence the compliance of iron supplementation, 3) to analyze daily iron consumption from foods of pregnant women, 4) to analyze factors influence the consumption of daily iron from foods, 5) to analyze anemia prevalence among pregnant women, 6) to analyze factors influence the prevalence of anemia among pregnant women, and 7) to analyze health worker’s practices on iron supplementation program. The cross sectional study was conducted between February to June 2015 in Tangerang, Banten. Samples of the study were 91 pregnant women which randomly selected from the data register of Batuceper primary health center and 64 health workers from 32 primary health centers in Tangerang. Inclusion criterias for mothers was received ANC services, including iron supplementation from health provider. Data was collected by interview using structured questionnaire. Hemoglobin concentration was determined using cyanmethemoglobin method following standard procedures. Data was analyzed with univariate analysis, bivariate analysis (Chi Square test) and multivariate analysis (Logistic Regression). Almost all of the pregnant women were consumed the iron supplements, but only 27.5% complied to the supplementation. Duration of pregnancy (p=0.010), frequency of ANC (p=0.030) and health worker’s practices on iron supplementation (p=0.000) were significantly correlated with women’s compliance of consuming the supplements. The most influential factor of women compliance is health worker’s practices on supplementation (OR = 7.412; 95%CI: 2.639-20.818). The average iron intake (exclude the supplements) was only 9.9 mg per day (29.1% RDA). Almost all of the women (97.8%) have a deficit intake of daily
iron. There is a correlation between family support and mother’s iron intake (p=0.017). The prevalence of anemia among of pregnant women (Hb concentration <11 g/dl) was 42.9%. This number indicated that anemia is still a severe public health problem in this area. The logistic regression analysis showed that women’s compliance of iron supplementation was the most influential factor of anemia (OR = 4.250, 95%CI: 1.425-12.671). More than a half health workers (57.8%) were have a good knowledge of anemia and iron supplementation. On the contrary, majority of the pregnant women were have a poor knowledge (78.0%). Most of the health workers give a counselling regarding anemia and iron supplementation for 5 to 10 minutes to each pregnant women in every ANC. Lack of information on anemia, side effects of iron supplement and how to reduce the negative effects are still reported by pregnant women. This study implies the importance of enhancing the quality of ANC counselling to improve acceptance of iron supplements and prevent anemia among pregnant women. Keywords: anemia, compliance, iron supplementation, pregnant women
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
1
KEPATUHAN KONSUMSI SUPLEMEN BESI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI KOTA TANGERANG
YUNI PRADILLA FITRI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Tesis: Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS
3
Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Kepatuhan Konsumsi Suplemen Besi dan Pengaruhnya terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Kota Tangerang Yuni Pradilla Fitri I151130421
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN Ketua
Prof Dr Ir Ikeu Tanziha, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Gizi Masyarakat
Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN
Tanggal Ujian: 4 Desember 2015
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Berkenaan dengan tersusunnya tesis ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN selaku ketua komisi pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Gizi Masyarakat. 2. Prof Dr Ir Ikeu Tanziha, MS selaku anggota komisi pembimbing. 3. Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS selaku dosen penguji 4. Pustanserdik BPPSDM Kemenkes RI dan Pemerintah Kota Tangerang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan sebagai peserta Tugas Belajar Dalam Negeri Kementerian Kesehatan RI tahun 2013. 5. Dinas Kesehatan Kota Tangerang dan Puskesmas Batuceper yang telah mengizinkan dan membantu penulis dalam melakukan penelitian. 6. Orang tua, Y. Sumiati, E. Rusyati, Drs. Lili Subli MZ, MM serta saudara yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya. 7. Suami, Hellaz Akbar Ruli, STP dan buah hati kami, Izz Harits Robbani yang selalu mendampingi, memberikan doa dan dukungan selama penyelesaian penelitian ini. 8. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana Gizi Masyarakat IPB angkatan 2013 atas doa, dukungan, dan semangatnya. 9. Pihak-pihak lain yang telah banyak memberi dorongan dan masukan dalam penulisan tesis ini. Diharapkan tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang berkepentingan dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. .
Bogor, Desember 2015 Yuni Pradilla Fitri
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA Anemia pada Ibu Hamil Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anemia pada Ibu Hamil Asupan Besi yang Dianjurkan untuk Ibu Hamil Program Suplementasi Besi bagi Ibu Hamil Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Ibu Hamil dalam Mengonsumsi Suplemen Besi 3 KERANGKA PEMIKIRAN 4 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Subyek Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kota Tangerang Karakteristik Ibu Hamil Karakteristik Tablet Tambah Darah (TTD) Pengetahuan mengenai Anemia dan Suplementasi Besi Dukungan Keluarga Kualitas Konseling mengenai Anemia dan Suplementasi Besi Kepatuhan Ibu Hamil dalam Mengonsumsi Suplemen Besi Asupan Zat Besi dari Pangan selain Suplemen Penyakit Infeksi Prevalensi Anemia pada Ibu Hamil Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kepatuhan Ibu Hamil dalam Mengonsumsi Suplemen Besi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Asupan Zat Besi selain Suplemen Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kejadian Anemia Ibu Hamil Kinerja Petugas Kesehatan dalam Program Suplementasi Besi Ibu Hamil 6 SIMPULAN 7 SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
i iii iii 1 1 3 3 4 4 4 4 7 9 10 13 18 21 21 21 22 22 28 30 30 31 33 36 40 41 45 46 50 50 51 57 58 59 69 69 70 77 93
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Konsentrasi hemoglobin untuk mendiagnosa anemia pada ibu hamil Tabel 2 Nilai cut-off signifikansi masalah kesehatan untuk anemia Tabel 3 Kebutuhan besi selama kehamilan Tabel 4 Anjuran suplementasi besi dan asam folat bagi ibu hamil Tabel 5 Jenis, cara pengumpulan dan pengolahan data Tabel 6 Karakteristik subyek ibu hamil Tabel 7 Kesukaan subyek ibu hamil terhadap karakteristik TTD Tabel 8 Efek samping yang dirasakan setelah mengonsumsi TTD Tabel 9 Manfaat yang dirasakan setelah mengonsumsi TTD Tabel 10 Jawaban subyek atas pertanyaan pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi Tabel 11 Dukungan keluarga dalam mengonsumsi suplemen besi Tabel 12 Konseling mengenai anemia dan suplementasi besi Tabel 13 Isi nasihat mengenai anemia dan suplemen besi dari petugas kesehatan menurut subyek ibu hamil Tabel 14 Sebaran subyek berdasarkan frekuensi petugas kesehatan menyampaikan nasihat mengenai anemia dan suplemen besi Tabel 15 Sebaran subyek berdasarkan jenis suplemen besi yang dikonsumsi selama kehamilan Tabel 16 Kepatuhan subyek dalam mengonsumsi suplemen besi Tabel 17 Jenis dan frekuensi konsumsi pangan harian subyek ibu hamil Tabel 18 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia Tabel 19 Hubungan berbagai variabel dan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi Tabel 20 Hubungan berbagai variabel dan asupan zat besi selain suplemen Tabel 21 Hubungan berbagai variabel dan kejadian anemia pada ibu hamil Tabel 22 Karakteristik petugas kesehatan berdasarkan profesi Tabel 23 Jawaban petugas kesehatan atas pertanyaan pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi Tabel 24 Sebaran tingkat pengetahuan subyek petugas kesehatan mengenai anemia dan suplementasi besi berdasarkan profesi Tabel 25 Praktik petugas kesehatan dalam suplementasi besi Tabel 26 Praktik petugas kesehatan dalam mengetahui kepatuhan ibu hamil mengonsumsi suplemen besi berdasarkan profesi
5 5 10 10 23 33 34 36 36 37 41 42 43 44 45 46 48 51 53 57 58 60 62 64 65 68
iii
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kerangka pemikiran penelitian Penerimaan subyek terhadap warna, bau dan rasa TTD Tingkat pengetahuan subyek mengenai anemia dan suplementasi besi Sebaran subyek berdasarkan lama penyampaian nasihat mengenai anemia dan suplemen besi oleh petugas kesehatan Kategori kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan zat besi Sebaran subyek berdasarkan bioavailabilitas zat besi Sebaran subyek berdasarkan penyakit yang dialami selama kehamilan Kategori praktik petugas kesehatan dalam suplementasi besi
20 35 39 42 44 47 49 50 67
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Ethical clearance Izin penelitian Prosedur pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar hemoglobin Hasil penelitian sebelumnya mengenai kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi Hasil analisis regresi logistik
77 78 79 81 91
iv
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang dialami oleh 38.2% ibu hamil di dunia pada tahun 2011. Sekitar setengah dari kejadian anemia tersebut disebabkan karena defisiensi besi, sisanya berhubungan dengan kondisi lain seperti defisiensi folat, vitamin B12 atau vitamin A, inflamasi kronis, infeksi parasit atau kelainan genetik (WHO 2015). Anemia defisiensi besi menjadi penyebab 115 000 kematian ibu per tahun, sehingga program penanggulangan anemia defisiensi besi merupakan langkah yang tepat dalam membantu menurunkan angka kematian ibu (AKI) di negara dimana asupan besi dari makanan ibu hamil rendah dan memiliki prevalensi anemia yang tinggi (Sanghvi et al. 2010). Anemia pada ibu hamil dapat ditandai oleh rendahnya kadar hemoglobin (<11 g/dl), yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kelahiran prematur, kematian ibu dan bayi, serta penyakit infeksi (WHO 2010). Penelitian di Nigeria menunjukkan bahwa anemia berat pada ibu hamil berkorelasi kuat dengan kematian ibu (Brabin et al 2001). Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan angka anemia pada ibu hamil sebesar 37.1%. Bila dilihat berdasarkan besaran masalah kesehatan masyarakat, angka ini menunjukkan bahwa anemia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (WHO 2010). Rekomendasi WHO untuk mengurangi risiko berat bayi lahir rendah (BBLR), anemia pada ibu hamil dan defisiensi besi adalah dengan suplementasi besi-folat harian sebagai bagian dari pelayanan antenatal care (ANC). Cochrane Database Systematic Review mengenai suplementasi besi pada ibu hamil menunjukkan bahwa suplementasi besi dan asam folat efektif untuk mencegah anemia dan defisiensi besi (Peña-Rosas dan Viteri 2009), dimana ibu hamil yang menerima suplemen besi harian memiliki risiko yang lebih rendah terhadap anemia (Peña-Rosas et al. 2012). Dosis suplemen yang dianjurkan adalah besi elemental 30 sampai 60 mg dan asam folat 0.4 mg yang dikonsumsi satu kali per hari selama kehamilan (WHO 2012). Penelitian di Vietnam menunjukkan suplementasi besi dengan dosis 60 mg besi dan 0.4 mg asam folat dapat meningkatkan konsentrasi hemoglobin secara signifikan pada ibu hamil trimester 1 dan 2 sebesar 0.4 g/dl dan 0.7 g/dl (p=0.017 dan p<0.001) (Aikawa et al. 2008). Penelitian Alem et al. (2013) di Ethiopia menunjukkan konsumsi suplemen besi merupakan faktor protektif terjadinya anemia (AOR=0.140, 95% CI=0.051-0.383). Di Indonesia, dosis yang diberikan adalah sebesar 60 mg besi elemental dan 0.4 mg asam folat per hari atau 1 butir tablet tambah darah melalui kegiatan ANC (Kemenkes RI 2015). Selama ini pemerintah menilai keberhasilan program suplementasi dengan indikator cakupan distribusi suplemen besi. Padahal, cakupan suplementasi belum tentu menggambarkan keberhasilan program bila dilihat dari masih tingginya angka anemia saat ini, meskipun cakupan suplementasi menunjukkan angka yang tinggi. Yip (1996) menyebutkan bahwa selain ketersediaan tablet besi dan akses terhadap pelayanan, terdapat dua hal lainnya yang dapat mempengaruhi keefektifan program suplementasi besi yaitu dari sisi penyedia layanan dan dari
2
sisi ibu hamil sendiri. Dari sisi penyedia layanan menitikberatkan pada peran petugas yang secara langsung terlibat dalam program suplementasi besi pada ibu hamil, mencakup kualitas konseling tentang perlunya suplemen besi, manfaat dan efek sampingnya. Sedangkan dari sisi ibu hamil tergantung pada kepatuhan ibu hamil, yaitu kemauan ibu untuk mengonsumsi suplemen besi. Kepatuhan mengonsumsi suplemen besi merupakan salah satu faktor yang berhubungan signifikan dengan anemia pada ibu hamil (Aikawa et al. 2006; Basri 2011). Ibu yang tidak patuh mengonsumsi suplemen besi berisiko 14,8 kali terkena anemia dibandingkan ibu yang patuh (Basri 2011). Hal yang umumnya menyebabkan rendahnya kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi adalah karena konsumsi besi dalam dosis tinggi ini biasanya disertai dengan berbagai efek samping, misalnya konstipasi atau kelainan gastrointestinal lainnya seperti mual, muntah dan diare (WHO 2012). Studi lain menunjukkan rendahnya penggunaan suplemen besi disebabkan kurangnya pengetahuan ibu mengenai anemia dan tidak adanya informasi mengenai pentingnya suplementasi besi selama kehamilan (Gebremedhin et al. 2014). Berkaitan dengan penyedia layanan, Galloway et al. (2002) menemukan bahwa di 8 negara, hambatan terbesar kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi adalah ketersediaan suplemen besi yang tidak berkelanjutan, suplementasi yang tidak tepat sasaran dan konseling yang tidak memadai. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rendahnya cakupan suplementasi besi pada ibu hamil dipengaruhi oleh peran tenaga kesehatan (Ernawati et al 2000; Handayani 2013). Sebuah systematic review dan meta-analysis dari 34 studi di 11 negara berkembang menunjukkan bahwa pendidikan gizi dan konseling selama kehamilan secara signifikan dapat meningkatkan berat saat hamil sebanyak 0.45 kg, menurunkan risiko anemia pada usia akhir kehamilan sebesar 30%, meningkatkan berat bayi lahir sebesar 105 gram dan lebih rendahnya risiko kelahiran pre-term 19%. Sebanyak 6 studi di antaranya melaporkan pengaruh pendidikan gizi dan konseling selama kehamilan terhadap kepatuhan mengkonsumsi suplemen yang dianjurkan (Girard & Olude 2012). Apabila konseling mengenai anemia dan suplementasi besi dilakukan dengan baik oleh petugas, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi, yang kemudian dapat mengurangi risiko terjadinya anemia. Provinsi Banten merupakan salah satu Provinsi dengan AKI tinggi di Indonesia (Kemenkes RI 2012). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 menunjukkan angka anemia pada wanita usia subur (WUS) di Banten sebesar 43.6%, lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya di pulau Jawa. Kota Tangerang adalah wilayah di Provinsi Banten yang memiliki cakupan suplemen besi 90 tablet pada ibu hamil cukup tinggi, yaitu sebesar 85.7% (Kemenkes RI 2012). Namun, tingginya angka cakupan suplementasi besi di Kota Tangerang tidak sejalan dengan angka anemia ibu hamil yang masih tinggi seperti di Puskesmas Batuceper yaitu sebesar 47.9% (Dinkes Kota Tangerang 2014). Selama ini, belum terdapat data mengenai kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi serta kaitannya dengan angka kejadian anemia pada ibu hamil di Kota Tangerang. Keberadaan data ini penting terutama sebagai bahan masukan bagi perencanaan kebijakan yang berkaitan dengan penanggulangan
3
anemia dan peningkatan gizi ibu hamil di Kota Tangerang, mengingat gizi pada ibu hamil sangat menentukan kualitas generasi berikutnya. Perumusan Masalah Sebagian besar anemia ibu hamil disebabkan karena rendahnya asupan zat besi. Untuk menambahkan kekurangan asupan tersebut pemerintah sejak tahun 1974 melaksanakan program suplementasi gizi dengan memberikan suplemen besi melalui kegiatan ANC (Depkes RI 2008). Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi anemia ibu hamil sebesar 37.1% (Kemenkes RI 2013), yang berarti termasuk masalah kesehatan sedang (WHO 2010). Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi dengan AKI tinggi di Indonesia (Kemenkes RI 2013). SKRT 2001 menunjukkan angka anemia pada wanita usia subur (WUS) di Banten sebesar 43.6%, yang berarti termasuk masalah kesehatan masyarakat tingkat berat. Kota Tangerang adalah wilayah di provinsi Banten yang memiliki cakupan suplemen besi 90 tablet pada ibu hamil (Fe 3) sebesar 85.7% (Kemenkes RI 2012). Namun, angka anemia ibu hamil juga masih tinggi seperti di wilayah Puskesmas Batuceper sebesar 47.9% (Dinkes Kota Tangerang 2014). Data tersebut menggambarkan bahwa tingginya cakupan suplementasi besi ternyata tidak sejalan dengan masih tingginya angka anemia. Data mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi tablet besi serta pengaruhnya terhadap angka kejadian anemia saat ini belum tersedia. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, peneliti merasa penting untuk melakukan studi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi serta pengaruhnya terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di Kota Tangerang. Keberadaan data ini dapat menjadi masukan bagi perencanaan kebijakan yang berkaitan dengan penanggulangan anemia dan peningkatan gizi ibu hamil. Tujuan Tujuan Umum Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktorfaktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi dan pengaruhnya terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di Kota Tangerang. Tujuam Khusus
1. 2. 3. 4.
Tujuan khusus penelitian ini adalah: Menganalisis kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi. Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi. Menganalisis asupan zat besi ibu hamil selain suplemen. Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap asupan zat besi ibu hamil selain suplemen.
4
5. 6. 7.
Menganalisis prevalensi anemia pada ibu hamil. Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil. Menganalisis karakteristik petugas kesehatan, pengetahuan dan praktik petugas kesehatan dalam suplementasi besi pada ibu hamil. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan data mengenai kejadian anemia pada ibu hamil dan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi. Selain itu, penelitian ini memberikan hasil analisis berupa faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi serta pengaruhnya terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di Kota Tangerang. Data ini diharapkan bermanfaat bagi Kementerian Kesehatan dan bagi pemerintah Kota Tangerang untuk mendukung kebijakan penanggulangan anemia pada ibu hamil. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi rujukan bagi penelitian lebih lanjut mengenai anemia dan suplementasi besi pada ibu hamil serta perencanaan dan pelaksanaan program gizi maupun kesehatan ibu dan anak di wilayah lain. Hipotesis 1. Terdapat pengaruh karakteristik ibu hamil, pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi, karakteristik suplemen besi, dukungan keluarga, serta kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi terhadap kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi. 2. Terdapat pengaruh kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi, asupan zat besi selain suplemen dan penyakit infeksi terhadap kejadian anemia pada ibu hamil.
2 TINJAUAN PUSTAKA Anemia pada Ibu Hamil Pengertian dan Konsekuensi Anemia merupakan kondisi kurangnya jumlah sel darah merah (dan berakibat pada kapasitas pengangkutan oksigen) sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Fisiologis tubuh yang spesifik bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal di atas permukaan laut (altitude), kebiasaan merokok, dan kehamilan. Konsentrasi hemoglobin digunakan untuk mendiagnosa anemia. Namun, meskipun tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa defisiensi besi, konsentrasi Hb harus diukur, walaupun tidak semua anemia disebabkan karena defisiensi besi (WHO 2011). Istilah “anemia defisiensi
5
besi” dan “anemia” biasanya digunakan dengan maksud yang sama, dan prevalensi anemia sering digunakan sebagai proksi (pendekatan) untuk mengetahui anemia defisiensi besi (WHO 2010). Di negara berkembang, dimana kejadian anemia masih banyak dijumpai, defisiensi besi biasanya merupakan penyebab utama. Prevalensi anemia, yang ditentukan dengan kadar Hb atau hematokrit, biasa digunakan untuk menilai tingkat keparahan defisiensi besi dalam suatu populasi (Stoltzfus dan Dreyfuss 1998). Anemia diklasifikasikan ke dalam anemia ringan, sedang, dan berat. Cutoff point konsentrasi Hb untuk mendiagnosa anemia pada ibu hamil ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Konsentrasi hemoglobin untuk mendiagnosa anemia pada ibu hamil Status anemia Konsentrasi Hb (g/dl) Non-anemia ≥ 11 Anemia ringan 10-10.9 Anemia sedang 7-9.9 Anemia berat <7 Sumber: WHO (2011) Pada ibu hamil dengan kondisi cukup zat besi, konsentrasi Hb berubah secara drastis selama kehamilan untuk mengakomodasi peningkatan volume darah ibu dan kebutuhan besi janin. Konsentrasi Hb menurun selama trimester pertama, dan mencapai angka terendah di trimester ke dua, lalu mulai meningkat lagi pada trimester ke tiga. Saat ini, tidak ada rekomendasi WHO mengenai penggunaan cut-off point Hb untuk anemia berdasarkan trimester kehamilan, tetapi diketahui bahwa selama trimester ke dua, konsentrasi Hb dikurangi sekitar 0.5 g/dl. Konsentrasi anemia pada tabel tersebut digunakan untuk mendiagnosa anemia pada tingkat individu, namun tingkat signifikansi masalah kesehatan masyarakat untuk anemia pada suatu populasi dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: Tabel 2 Nilai cut-off signifikansi masalah kesehatan untuk anemia Nilai cut-off prevalensi anemia Signifikansi masalah kesehatan masyarakat ≤ 4.9 Bukan masalah kesehatan masyarakat 5.0 – 19.9 Masalah kesehatan masyarakat ringan 20.0 – 39.9 Masalah kesehatan masyarakat sedang ≥ 40.0 Masalah kesehatan masyarakat berat Sumber: WHO (2010) Konsentrasi Hb yang rendah sebagai indikasi anemia sedang atau berat diasosiasikan dengan meningkatnya risiko kelahiran prematur, kematian ibu dan bayi, dan penyakit infeksi. Anemia defisiensi besi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik di dalam rahim maupun jangka panjang (UNICEF, UNU, WHO 2001). Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan sejumlah 115 000 kematian ibu per tahun. Di Asia, anemia merupakan penyebab kedua kematian ibu. Meskipun hanya termasuk ke dalam anemia ringan dan sedang, anemia dapat menyebabkan risiko kematian ibu hamil (Sanghvi et al. 2010).
6
Allen (2001) menyebutkan bahwa terdapat mekanisme biologis yang memungkinkan adanya pengaruh defisiensi besi terhadap pertumbuhan janin dan kelahiran prematur. Anemia (menyebabkan hipoksia) dan defisiensi besi (meningkatkan konsentrasi norephinephrine serum) dapat meningkatkan risiko infeksi ibu serta memicu stress pada ibu dan janin, yang akan menstimulasi sintesis corticotropin-releasing hormone (CRH). Konsentrasi CRH yang melimpah merupakan faktor risiko utama dari kelahiran pre-term, hipertensi yang dipicu kehamilan dan eklamsia, serta pecahnya membran secara prematur. CRH juga meningkatkan produksi kortisol pada janin, dimana kortisol dapat menghambat pertumbuhan longitudinal janin. Hasil penelitian Malhotra et al. (2002) menunjukkan bahwa ibu hamil dengan konsentrasi Hb ≤7.5 g/dl memiliki risiko melahirkan secara abnormal (dengan operasi caesar dan operasi vaginal) sebesar 4.8 kali dibandingkan ibu hamil dengan konsentrasi Hb >11 g/dl (95% CI 1.82-12.7). Selain itu, suatu systematic review dan meta-analysis dari 44 penelitian kohort (n=1 851 682 ibu) yang dilakukan oleh Haider et al. (2013) menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami anemia pada trimester 1 dan 2 memiliki peningkatan risiko BBLR (AOR 1.29; 1.09-1.53) dan kelahiran prematur (1.21; 1.13-1.30) secara signifikan. Prevalensi Anemia pada Ibu Hamil Diperkirakan 38.2% ibu hamil di dunia pada tahun 2011 mengalami anemia. Meskipun banyak faktor penyebab anemia, namun defisiensi besi masih merupakan faktor penyebab utama (WHO 2015). Penyebab lainnya diperkirakan berhubungan dengan kondisi seperti defisiensi asam folat, vitamin B12, atau vitamin A, inflamasi kronis, infeksi parasit dan kelainan genetik. Ketika anemia diiringi oleh indikasi defisiensi besi, seperti ditunjukkan oleh kadar ferritin, disebut anemia defisiensi besi. Seorang ibu hamil dianggap anemia apabila memiliki konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl. Konsentrasi Hb di atas 13 g/dl diperkirakan berhubungan dengan hasil negatif dari kehamilan seperti kelahiran prematur dan BBLR (UNICEF, UNU, WHO 2001). Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37.8% untuk wilayah perdesaan dan 36.4% untuk wilayah perkotaan. Secara keseluruhan, prevalensi anemia pada ibu hamil adalah sebesar 37.1% (Kemenkes RI 2013). Angka ini menunjukkan bahwa anemia pada ibu hamil masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, dengan tingkat signifikansi masalah sedang. Saat ini belum tersedia data prevalensi anemia ibu hamil di Provinsi Banten, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Salah satu data konsentrasi Hb ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Batuceper, Kota Tangerang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2013, 47.9% ibu hamil yang pernah diperiksa Hb di Puskesmas mengalami anemia, dengan konsentrasi Hb <11 g/dl (Dinkes Kota Tangerang 2014). Pengukuran Anemia Metode cyanmethemoglobin dan sistem HemoCue® merupakan metode yang secara umum direkomendasikan digunakan dalam survei untuk menentukan prevalensi anemia dalam suatu populasi. Dalam metode cyanmethemoglobin,
7
sejumlah darah diencerkan dengan suatu reagent (larutan Drabkins) dan konsentrasi hemoglobin ditentukan dalam interval waktu tertentu dalam sebuah fotometer yang akurat dan terkalibrasi. Pengukuran cyanmethemoglobin merupakan metode laboratorium referensi untuk penentuan hemoglobin secara kuantitatif dan digunakan untuk membandingkan dan menstandardisasi metode lain. Sistem HemoCue® berdasarkan metode cyanmethemoglobin dan telah terbukti stabil dan praktis untuk digunakan dalam survei lapangan. Letak pengambilan darah sampel juga harus dipertimbangkan dalam pengukuran konsentrasi hemoglobin. Beberapa studi menyebutkan bahwa nilai hemoglobin yang diukur dari sampel darah kapiler lebih tinggi dibandikan dengan darah vena, yang berpotensi untuk menghasilkan kesimpulan yang false-negative (UNICEF, UNU, WHO 2001). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anemia pada Ibu Hamil Asupan Zat Besi dari Makanan selain Suplemen Zat besi makanan terbagi menjadi besi hem dan non-hem. Tergantung pada cadangan besi tubuh, besi hem diserap sebanyak 15 sampai 35%. Makanan yang mengandung besi non-hem memiliki tingkat absorpsi yang lebih rendah, yaitu sebesar 2 sampai 20%. Penyerapan besi non-hem dipengaruhi oleh kadar simpanan besi tubuh dan komponen diet. Terdapat faktor pendukung penyerapan besi, antara lain asam askorbat, daging, ikan, atau unggas, yang dapat meningkatkan bioavailabilitas besi non-hem hingga 4 kali lipat (Monsen 1988). Sementara itu, tanin, fitat, fosfat, protein kedelai dan serat pangan merupakan penghambat penyerapan besi (Hallberg 1983). Untuk mencegah defisiensi, besi yang cukup harus dipenuhi dari diet untuk memenuhi kebutuhan fisiologis normal. Penyerapan besi dipengaruhi oleh kandungan besi pada diet, namun lebih dipengaruhi lagi oleh komposisi diet tersebut (Bothwell et al. 1989). Du et al. (2000) mengajukan metode untuk memperkirakan bioavailabilitas besi makanan untuk penduduk China. Metode ini dikembangkan karena di China, sebagaimana di negara berkembang lainnya, asupan besi harian tinggi, tetapi kebanyakan berasal dari makanan dengan bioavailabilitas yang rendah, hanya sekitar 3% dari total asupan besi. Selain itu, konsumsi makanan hewani terutama di pedesaan lebih rendah dibanding perkotaan serta masih tingginya prevalensi anemia defisiensi besi. Rendahnya bioavailabilitas besi ini diduga menjadi penyebab anemia defisiensi besi di China. Pola makan penduduk China yang terbiasa mengkonsumsi nasi dan kacang-kacangan juga harus diperhitungkan untuk mengetahui bioavailabilitas besi. Metode ini mengacu pada tiga metode sebelumnya untuk memperkirakan bioavailabilitas besi, yaitu metode WHO, metode Monsen dan metode Tseng (Du et al. 2000). Metode WHO memperkirakan rata-rata bioavailabilitas dari campuran besi hem dan non-hem adalah sekitar 5% dari diet yang rendah bioavailabilitasnya, 10% dari diet dengan bioavailabilitas sedang, dan 15% dari diet dengan bioavailabilitas tinggi, pada individu tanpa cadangan besi namun memiliki transport besi normal. Namun, pada individu yang hampir seluruh dietnya adalah serealia nilainya bisa hanya 1 sampai 2%, dan bisa sampai 20 sampai 25% pada individu yang mengkonsumsi daging, ikan dan unggas dalam
8
jumlah besar. Metode ini tidak menghitung bagaimana menyesuaikan faktor diet untuk mengestimasi bioavailabilitas besi hem dan non-hem (Du et al. 2002). Metode Monsen memperhitungkan faktor yang dapat mendukung penyerapan besi (enhancer). Metode ini memperkirakan bahwa bioavailabilitas besi hem adalah sebesar 23% dan non-hem 3 sampai 8%, bervariasi tergantung adanya faktor pendukung (asam askorbat dan jaringan hewan). Ketika tanpa enhancer, hanya 3% besi non-hem yang bioavailable, namun bisa mencapai 8% bila diiringi dengan enhancer dalam jumlah yang besar. Metode Tseng menambahkan komponen teh yang diperhitungkan untuk melakukan penyesuaian terhadap bioavailabilitas besi non-hem (Du et al. 2000). Du et al. (2000) menyebutkan bahwa makanan hewani dan vitamin C dapat mendukung bioavailabilitas besi, namun sayuran dan buah-buahan lebih lanjut dapat bertindak sebagai enhancer juga. Kemudian, tidak hanya teh yang dapat menghambat penyerapan besi (inhibitor), tetapi nasi dan kacang-kacangan memiliki efek yang sama sebagai inhibitor terhadap bioavailabilitas besi. Metode ini menggunakan asumsi bahwa 40% besi yang bersumber dari hewan merupakan besi hem, dan bioavailabilitas besi hem adalah sebesar 23%. Sedangkan bioavailabilitas besi non-hem dihitung menggunakan rumus: Bioavailabilitas besi non-hem (%) = 1,7653 + 1,1252 ln(Efs/Ifs) Keterangan: EFs = vitamin C (mg) + makanan yang berasal dari hewan (g) + sayuran dan buah-buahan (g) + 1 IFs = nasi (g) + kacang-kacangan (g) + teh (g, kering) + 1 Pada individu yang mengkonsumsi besi hem dalam jumlah yang rendah, asupan rendah faktor pendukung dan tinggi penghambat, absorpsi besi menjadi masalah. Deplesi cadangan besi dapat meningkatkan penyerapan besi, namun tidak cukup menjadi kompensasi dari penghambatan penyerapan besi pada situasi asupan makan yang kurang. Untuk individu dengan risiko tinggi defisiensi besi, rekomendasinya adalah dengan meningkatkan asupan besi hem, meningkatkan asupan vitamin C pada saat makan, serta memfortifikasi pangan dengan zat besi. Rekomendasi untuk konsumsi teh (pada kelompok rawan) antara lain adalah dengan mengonsumsi teh di antara waktu makan (tidak pada saat makan), serta mengonsumsi vitamin C dan atau daging, ikan dan unggas secara simultan (Zijp et al. 2000). Asupan Zat Besi dari Suplemen WHO merekomendasikan suplementasi besi dan asam folat harian untuk memenuhi kebutuhan besi ibu hamil sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya berat badan bayi lahir rendah (BBLR), anemia pada ibu hamil, dan defisiensi besi. Di Indonesia, rekomendasi konsumsi suplemen besi adalah 60 mg besi elemental dan 0.4 mg asam folat per hari atau 1 tablet per hari yang dikonsumsi paling sedikit 90 tablet selama kehamilan (Kemenkes RI 2015). Penelitian Basri (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi tablet besi dan status anemia. Ibu yang tidak patuh mengonsumsi tablet besi lebih berisiko mengalami anemia (p<0.000; OR=14.8; 95%CI=5.2-41.6). Penelitian di Vietnam menunjukkan bahwa konsumsi tablet besi berkorelasi positif (p<0.05) dengan konsentrasi hemoglobin
9
pada ibu hamil (Aikawa et al. 2006). Suplementasi besi dapat meningkatkan konsentrasi hemoglobin ibu hamil secara signifikan pada trimester 2 dan 3 (0.4% dan 0.7%, p=0.017 dan p<0.001). Risiko anemia menurun dengan mengkonsumsi tablet besi (p=0.041) (Aikawa et al. 2008). Penelitian Alem et al. 2013 juga menunjukkan bahwa konsumsi suplemen besi merupakan faktor protektif terjadinya anemia (AOR=0.140, 95% CI=0.051-0.383). Penyakit Infeksi Defisiensi besi dapat terjadi karena kebutuhan yang meningkat, selain karena kehamilan dan masa tumbuh kembang, juga dapat disebabkan karena penyakit infeksi seperti malaria dan penyakit kronis lainnya seperti tuberculosis (TBC). Kehilangan besi juga dapat terjadi pada perdarahan termasuk karena sering melahirkan, dan adanya infestasi cacing (Depkes RI 1995). Beberapa gangguan berupa infeksi dan penyakit hati, dapat menunjukkan kadar ferritin serum normal, meskipun sebenarnya orang tersebut menderita defisiensi besi (Brody 1998). Individu yang mengalami hemoroid berlebih juga rawan menderita defisiensi besi karena mengalami mengalami kehilangan darah berlebih sehingga memiliki kebutuhan besi lebih tinggi (Monsen 1988). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status kecacingan dan status anemia ibu hamil (Aikawa 2008; Basri 2011; Melku et al. 2014). Infeksi kecacingan juga diketahui berhubungan signifikan dengan peningkatan risiko anemia berat (OR=5.43; 1.20- 24.61) (Bondevik et al. 2000). Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara infeksi HIV dan anemia pada ibu hamil (AOR=5.75; 95% CI=2.40,13.69) (Melku et al. 2014). Alem et al. (2013) melaporkan bahwa kejadian malaria dan kecacingan berhubungan signifikan dengan meningkatnya anemia pada ibu hamil. Asupan Besi yang Dianjurkan untuk Ibu Hamil Kebutuhan besi pada ibu hamil lebih besar dibandingkan pada ibu tidak hamil. Meskipun pada trimester 1 kebutuhan besi menurun dengan tidak adanya menstruasi, peningkatan kebutuhan terjadi setelahnya, dengan total tambahan yang dibutuhkan sekitar 1000 mg selama kehamilan, dimana kebutuhan perhari sekitar 0.8 mg besi pada trimester 1, 4 sampai 5 mg pada trimester 2, dan >6 mg pada trimester 3 (Bothwell 2000). Selama kehamilan, terjadi peningkatan kebutuhan besi. Tambahan besi ini terutama digunakan untuk penambahan massa sel darah merah, untuk janin, plasenta, dan persiapan kehilangan besi saat persalinan. Kebutuhan besi selama kehamilan ditunjukkan pada Tabel 3. Peningkatan kebutuhan besi dapat dipenuhi dengan menambahkan ratarata 3.7 mg besi yang diabsorpsi perhari selama kehamilan. Tambahan ini besar terutama dengan mempertimbangkan bahwa wanita yang tidak hamil mengkonsumsi sejumlah asupan yang dianjurkan per hari untuk zat besi (18 mg) dan hanya diserap tubuh sekitar 1.8 mg per hari. Dengan menambahkan 1.8 mg besi yang diserap serta tambahan sebesar 3.7 mg maka kebutuhan total zat besi yang dapat diserap tubuh saat hamil adalah sebesar 5.5 mg per hari (Brown 2011).
10
Di Indonesia, kebutuhan besi pada wanita dewasa sebelum hamil menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2012 adalah sebesar 26 mg per hari. Saat hamil, diperlukan tambahan sebesar 9 mg (trimester II) dan 13 mg (trimester III), sehingga angka kecukupan zat besi yang dianjurkan adalah sebesar 35 mg per hari untuk trimester II dan 39 mg per hari untuk trimester III (Soekatri & Kartono 2014). Tabel 3 Kebutuhan besi selama kehamilan Tujuan kebutuhan besi Kebutuhan besi (mg) KEBUTUHAN BESI SAAT KEHAMILAN Janin 300 Plasenta 50 Peningkatan massa sel darah merah 450 Kehilangan besi basal 240 Total kebutuhan besi 1040 SISA BESI SETELAH MELAHIRKAN Penyusutan massa sel darah merah +450 Kehilangan darah saat melahirkan -250 Sisa besi (net) +200 Kebutuhan selama kehamilan bila cadangan besi cukup (1040-200) 840 Sumber: FAO/WHO (2001) Program Suplementasi Besi bagi Ibu Hamil Apabila kebutuhan tubuh akan zat besi tidak dapat dipenuhi, maka akan menyebabkan defisiensi besi. WHO merekomendasikan suplementasi besi dan asam folat harian sebagai bagian dari antenatal care (ANC) untuk menurunkan risiko terjadinya berat badan bayi lahir rendah (BBLR), anemia pada ibu hamil, dan defisiensi besi. Kebutuhan asam folat meningkat selama kehamilan karena adanya pembelahan sel pada janin yang berlangsung cepat dan tingginya kehilangan melalui urin. Suplementasi asam folat setelah trimester pertama kehamilan tidak dapat mencegah neural tube defects (NTD), karena NTD dapat dicegah hanya sampai usia kehamilan 28 hari, dimana mungkin kehamilan belum terdeteksi. Namun, suplementasi asam folat dapat berkontribusi pada aspek kesehatan ibu dan janin yang lain (WHO 2012). Tabel 4 menunjukkan rekomendasi WHO untuk pemberian suplemen besi bagi ibu hamil. Tabel 4 Anjuran suplementasi besi dan asam folat bagi ibu hamil Aspek Anjuran Komposisi suplemen Besi: 30 sampai 60 mg besi elemental (30 mg besi elemental setara 150 mg ferrous sulfate heptahydrate, 90 mg ferrous fumarate atau 250 mg ferrous gluconate). Folat: 400 µg (0.4 mg) Frekuensi 1 suplemen per hari Durasi Selama kehamilan, dimulai segera Kelompok sasaran Semua ibu hamil remaja dan dewasa Kondisi Semua kondisi Sumber: WHO (2012)
11
Di Indonesia, sesuai dengan rekomendasi WHO, pemberian tablet besifolat merupakan langkah pemerintah untuk mengatasi masalah anemia pada ibu hamil sejak tahun 1974. Dosis yang digunakan adalah 1 tablet tambah darah per hari selama minimal 90 hari masa kehamilannya, sampai 40 hari setelah melahirkan. Pemberian suplemen ini dimulai pada waktu pertama kali ibu hamil memeriksakan kehamilannya atau saat K1 (Depkes RI 1995; Depkes RI 2008; Kemenkes RI 2015). Saat ini, dosis yang direkomendasikan untuk suplemen besifolat adalah 60 mg besi elemental dan 0.4 mg asam folat atau 1 tablet per hari (Kemenkes RI 2015). Beard (2000) menyebutkan bahwa kebanyakan program suplementasi besi dimulai saat bumil mulai datang ke tempat pelayanan kesehatan (minggu ke 10 sampai 15 kehamilan). Padahal, awal kehamilan sebenarnya merupakan saat yang tepat untuk melakukan intervensi pada window of opportunity bila variabel dependen yang diharapkan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin, karena bukti kuat menunjukkan bahwa defisiensi besi pada trimester pertama dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan janin, dibanding yang terjadi pada trimester II dan III. Sehingga, program intervensi selama kehamilan mungkin akan lebih memberikan manfaat, dibandingkan hanya mengandalkan intervensi pada trimester II dan III saja. Suplemen besi biasa disebut tablet tambah darah (TTD). TTD program disediakan pemerintah secara gratis, diberikan terutama utuk ibu hamil/nifas melalui sarana pelayanan kesehatan pemerintah, namun jumlahnya terbatas. TTD program berwarna merah, berselaput film dan dikemas dalam sachet aluminium warna perak, berisi 30 tablet per bungkus (Depkes RI 2008). Suatu systematic review menunjukkan bahwa penggunaan suplemen besi dapat meningkatkan konsentrasi Hb ibu hamil dengan rata-rata sebesar 4.59 g/L (95%CI:3.72-5.46) dibandingkan dengan kontrol dan dapat mengurangi risiko anemia secara signifikan (RR=0.50; 95%CI:0.42-0.59), defisiensi besi (RR=0.59; 95%CI:0.46-0.9), anemia defisiensi besi (RR=0.40; 95%CI:0.26-0.60) dan BBLR (RR=0.81; 95%CI:0.71-0.93). Setiap 10 sampai 66 mg peningkatan dosis besi, RR anemia pada ibu hamil sebesar 0.88 (95%CI:0.84-0.92; p<0.001), yang berarti suplemen besi merupakan faktor protektif terhadap kejadian anemia pada ibu hamil (Haider et al. 2013). Sanghvi et al. (2010) menyebutkan bahwa suplementasi besi-folat meningkatkan Hb 1.1 g/dl di negara maju dan 1.13 g/dl di negara berkembang. Prevalensi anemia dapat dikurangi dalam waktu sepertiga sampai dengan setengah dekade jika program yang dilakukan terfokus, berskala besar dan berdasarkan pembelajaran dari negara-negara yang sukses dalam program sejenis. Suplementasi besi merupakan program yang mudah dan terjangkau serta dapat berkontribusi dalam mencapai Millenium Developmentt Goals (MDG)-5 (penurunan AKI) di negara-negara dimana asupan besi ibu hamil rendah dan prevalensi anemia tinggi. Namun, konsumsi besi dalam dosis tinggi ini biasanya disertai dengan berbagai efek samping, misalnya konstipasi atau kelainan gastrointestinal lainnya seperti mual, muntah dan diare (WHO 2012). Selain itu, efek samping berupa konstipasi, dan perubahan warna tinja juga menyebabkan ibu hamil tidak mengonsumsi tablet besi (Oriji et al. 2011; Rahmawati 2012; Ugwu et al. 2014). Pada beberapa orang, gejala-gejala tersebut dapat dijumpai. Ernawati (2000)
12
menemukan bahwa salah satu alasan responden tidak mengonsumsi suplemen adalah karena tidak menyukai baunya. Dalam Pedoman Pemberian Besi Bagi Petugas (Depkes RI 1995) terdapat catatan yang perlu diperhatikan oleh petugas kesehatan dalam pemberian suplemen besi antara lain untuk mencegah timbulnya efek samping, ibu hamil dianjurkan minum tablet setelah makan pada malam hari. Selain itu, perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa setelah minum suplemen besi kotoran akan menjadi hitam, hal ini sama sekali tidak membahayakan. Selain peningkatan kesadaran ibu hamil dan petugas kesehatan, program suplementasi besi juga membutuhkan sistem monitoring dan evaluasi yang reliabel (Schultink et al. 1993). Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa 89.1% ibu hamil mengonsumsi suplemen besi selama kehamilan. Suplemen besi ini termasuk suplemen besi program, suplemen besi yang dijual bebas atau multivitamin yang mengandung zat besi. Namun, di antara ibu hamil yang mengonsumsi suplemen besi tersebut, hanya 33% yang mengonsumsi minimal 90 tablet selama kehamilan (Kemenkes 2013). Beberapa langkah kunci yang dapat mempengaruhi keefektifan program suplementasi besi meliputi ketersediaan tablet besi, yang berhubungan dengan biaya dan logistik; kemampuan pusat pelayanan kesehatan primer untuk menyediakan tablet besi secara langsung (akses terhadap pelayanan); kualitas konseling tentang perlunya suplemen besi, manfaat dan efek sampingnya (dari sisi penyedia layanan); dan kemauan ibu hamil untuk mengonsumsi suplemen besi atau kepatuhan (Yip 1996). Hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan program suplementasi besi antara lain adanya komitmen finansial dan infrastruktur, training petugas, menargetkan pada kelompok berisiko, quality control terhadap suplemen besi dan sistem distribusi, dan penilaian kepatuhan (Beard 2000). Penelitian Aikawa et al. (2008) menunjukkan bahwa program suplementasi besi memiliki manfaat sebagai bagian dari program anemia komprehensif untuk ibu hamil di masyarakat. Dalam program suplementasi besi, salah satu tugas tenaga kesehatan yaitu memberikan konseling kepada ibu hamil untuk memastikan TTD yang didistribusikan diminum setiap hari oleh ibu hamil sejak awal kehamilan. Beberapa hal yang dapat digunakan sebagai cara untuk mengetahui kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi TTD (Kemenkes RI 2015) adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui adanya perubahan warna pada tinja. Tinja menjadi berwarna hitam, yang merupakan tanda yang normal, disebabkan adanya sisa zat besi yang tidak diserap oleh tubuh. 2. Meminta ibu hamil untuk membawa kemasan TTD kepada petugas pada saat kunjungan berikutnya. Hal ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengetahui jumlah TTD yang telah dikonsumsi ibu hamil. 3. Meminta bantuan anggota keluarga, misalnya suami, untuk mengawasi dan mengingatkan ibu hamil dalam mengonsumsi TTD. 4. Melakukan kunjungan rumah untuk memastikan TTD dikonsumsi ibu hamil. 5. Melihat perkembangan kesehatan ibu hamil melalui tanda klinis. 6. Melakukan pemeriksaan Hb secara berkala. 7. Melakukan pemantauan bersamaan dengan kegiatan lain yang ada di wilayah kerja.
13
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Ibu Hamil dalam Mengonsumsi Suplemen Besi Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi berhubungan dengan berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain usia ibu (Ogundipe et al. 2012; Mithra et al. 2013; Taye et al. 2015), pendidikan (Habib et al. 2009; Gebremedhin et al. 2014; Ugwu et al. 2014; Rao & Chavan 2015; Taye et al. 2015), jumlah anak (Vongvichit et al. 2003; Ogundipe et al. 2012; Mithra et al. 2013), frekuensi ibu melakukan kunjungan ANC (Ogundipe et al. 2012; Gebremedhin et al. 2014; Gebre et al. 2015), pengetahuan mengenai suplemen besi dan anemia (Lutsey et al. 2007; Iswanto et al. 2012; Fuadi & Bangun 2013; Mithra et al. 2013; Taye et al. 2015), dukungan keluarga (Mardiana 2004; Basri 2011), serta adanya efek samping dan manfaat yang dirasakan ibu setelah mengonsumsi suplemen besi (Vongvichit et al. 2003; Lutsey et al. 2007). Alasan yang sering disampaikan ibu hamil yang tidak patuh mengonsumsi suplemen besi antara lain karena lupa (Handayani 2013; Rao & Chavan 2015) serta adanya efek samping yang dirasakan setelah mengonsumsi suplemen besi terutama efek gastrointestinal seperti mual, muntah atau konstipasi (Lutsey et al. 2007; Oriji et al. 2011; Rahmawati 2012; Ugwu et al. 2014), meskipun Hyder et al. (2002) melaporkan bahwa efek samping yang dirasakan ibu hamil setelah mengonsumsi suplemen besi tidak berhubungan signifikan dengan kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi. Selain berbagai faktor tersebut, petugas kesehatan juga memiliki peranan penting yang berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi. Petugas kesehatan berperan sebagai komunikator, motivator, fasilitator dan konselor dalam suplementasi besi (Handayani 2013). Penelitian di Ethiopia menunjukkan bahwa ibu hamil tahu mengenai suplemen besi, namun tidak mengerti mengapa suplemen tersebut diberikan (Gebremedhin et al. 2014). Penyampaian nasihat mengenai manfaat suplemen besi dari petugas kesehatan penting untuk dilakukan, karena adanya efek samping yang dirasakan ibu dapat diminimalkan bila disikapi secara tepat (Titaley et al. 2014). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa nasihat dari petugas kesehatan berhubungan signifikan dengan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi (Ordenes & Bongga 2006, Refina 2002, Vongvichit et al. 2003). Rangkuman hasil penelitian sebelumnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi dapat dilihat pada Lampiran 4. Karakteristik Ibu Hamil Usia Ibu. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun merupakan salah satu faktor risiko dalam kehamilan (Depkes RI 2005). Kehamilan pada usia remaja memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena beberapa komplikasi dan outcome yang tidak diharapkan, dibandingkan dengan kehamilan di usia dewasa. Risiko ini diantaranya melahirkan bayi dengan BBLR, kematian anak, persalinan caesar, pre-eklamsia dan anemia defisiensi besi. Kemungkinan ini berhubungan dengan belum matangnya kondisi biologis ibu atau dengan faktor
14
gaya hidup seperti kurangnya asupan makan, yang akan mempengaruhi status kesehatan (Brown 2011). Ketika seseorang telah dewasa, orang tersebut akan bertanggung jawab terhadap hidupnya sendiri. Semakin matang seseorang, maka konsep dirinya akan berpindah dari tergantung pada orang lain ke arah pengendalian diri, dimana seseorang akan mengikuti alur pembelajaran yang menarik baginya. Pengalaman hidup yang bertambah merupakan sumber pembelajaran, sehingga seseorang akan menjadi siap untuk belajar ketika mereka membutuhkan solusi atas permasalahan yang benar-benar mereka hadapi (Talbot & Verrinder 2005). Penelitian Dairi dan Lawoyin (2006) menunjukkan bahwa usia ibu hamil berhubungan dengan kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi, dimana ibu hamil yang berusia remaja (kurang dari 20 tahun) dan lebih dari 35 tahun memiliki tingkat kepatuhan konsumsi suplemen besi yang lebih rendah. Tingkat kepatuhan tertinggi berada pada kelompok ibu hamil dengan usia 20-29 tahun. Usia Kehamilan. Beberapa anemia dan anemia defisiensi besi terjadi saat hamil karena kondisi normal seiring fisiologis kehamilan. Meskipun massa sel darah merah dan volume plasma sama-sama meningkat saat hamil, keduanya tidak berjalan simultan. Hemoglobin dan hematokrit menurun saat usia kehamilan trimester I dan II, lalu mencapai titik terendah saat akhir trimester II menuju trimester III, kemudian meningkat kembali menjelang melahirkan. Pada kehamilan akhir, sulit membedakan antara anemia fisiologis dengan anemia defisiensi besi. Sehingga, waktu terbaik untuk mendeteksi semua faktor risiko yang berhubungan dengan anemia ibu hamil adalah saat awal kehamilan (Scholl 2005). Beard (2000) menyebutkan bahwa kebanyakan program suplementasi besi dimulai saat bumil mulai datang ke tempat pelayanan kesehatan, yaitu pada minggu ke 10 sampai 15 kehamilan. Di Indonesia, pemberian suplemen besi dimulai pada waktu pertama kali ibu hamil memeriksakan kehamilannya (Depkes RI 2008). Ketika usia kehamilan ibu sudah memasuki trimester II dan III, ibu hamil biasanya sudah mendapatkan suplemen besi dari fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga diharapkan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan dan bertambahnya frekuensi kontak dengan fasilitas pelayanan kesehatan, ibu hamil sudah lebih mengenal suplemen besi dan memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai suplemen besi tersebut. Jumlah Kehamilan. Jumlah kehamilan >3 merupakan salah satu faktor risiko yang dapat mempengaruhi kehamilan dan persalinan, salah satunya berkaitan dengan kejadian anemia (Manuaba 1998). Jumlah anak merupakan salah satu faktor yang dapat berhubungan dengan kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi. Berbagai penelitian menunjukkan hubungan antara jumlah kehamilan dan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi, dimana ibu dengan kategori multigravida (kehamilan anak ke dua atau lebih) memiliki kepatuhan mengonsumsi suplemen besi yang lebih tinggi dibandingkan ibu dengan primigravida atau kehamilan anak pertama (Ogundipe et al. 2012; Zavaleta et al. 2012; Mithra et al. 2014). Berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut, Lutsey et al. (2007) menyebutkan bahwa jumlah anak berhubungan negatif dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi (p<0.05). Hal ini dimungkinkan karena berkurangnya kunjungan ibu ke fasilitas pelayanan
15
kesehatan karena merasa sudah berpengalaman dengan anak yang sebelumnya, sehingga mendapatkan pelayanan kesehatan saat hamil dianggap hal yang tidak terlalu penting. Hal ini ditambah pula dengan lebih sulit dan lebih mahalnya biaya untuk mencapai fasilitas kesehatan seiring dengan bertambahnya jumlah anak yang dimiliki. Pendidikan. Ibu yang berpendidikan akan menggunakan pengetahuan yang telah mereka dapatkan untuk meningkatkan kesehatan diri dan keluarganya. Pengetahuan mengenai risiko kesehatan akan memotivasi mereka untuk melindungi keluarganya dari penyakit dan lebih lanjut untuk mempromosikan perilaku pencarian pelayanan kesehatan yang baik. Pendidikan ibu berhubungan dengan kunjungan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan (Talbot & Verrinder 2005; Lutsey et al. 2007). Hasil penelitian Ordeness dan Bongga (2006) menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi adalah pendidikan ibu (p=0.003). Mardiana (2004) menyebutkan bahwa responden yang berpendidikan tinggi cenderung lebih patuh mengonsumsi suplemen besi 5,969 kali dibandingkan responden yang berpendidikan rendah. Begitu pula dengan Ugwu et al. (2014) yang melaporkan bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi (p<0.05). Pengetahuan Ibu Hamil Mengenai Anemia dan Suplementasi Besi Pengetahuan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi perilaku. Lebih spesifik, faktor biologis, pengalaman seseorang mengenai makanan dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi pilihan makan dan praktik makan seseorang. Proses psikologis yang kuat yang meliputi persepsi, kepercayaan, nilai dan sikap merupakan kunci dari apa yang orang lakukan. Sehingga, pendidikan gizi perlu dilakukan dengan mempertimbangkan faktor psikologis tersebut, bersama dengan dukungan lingkungan yang lain. Hal yang mempengaruhi apa yang seseorang lakukan biasa disebut determinan perilaku. Dalam konteks pendidikan gizi, hal ini berarti determinan yang dapat diubah seperti persepsi, sikap atau perasaan, meskipun ada beberapa faktor lingkungan yang tidak dapat diubah seperti status sosioekonomi atau tingkat pendidikan (Contento 2011). Suatu penelitian cross sectional terhadap ibu nifas di Ethiopia menunjukkan bahwa dari ibu yang menerima suplemen besi saat kehamilan, hanya 6.2% ibu yang mengonsumsi sebanyak 61-90 tablet dan hanya 3.5% ibu yang mengonsumsi >90 tablet besi selama kehamilan. Penggunaan tablet besi yang rendah ini disebabkan pengetahuan ibu mengenai anemia yang kurang (AOR=0.75; 95%CI:0.57-0.97) dan ibu tidak pernah diinformasikan mengenai pentingnya suplementasi besi selama kehamilan (AOR=0.05; 95%CI:0.04-0.07) (Grebemedhin et al. 2014). Berbagai penelitian di berbagai kota di Indonesia menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai anemia defisiensi besi berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi (Fuadi & Bangun 2009; Iswanto 2012; Rahmawati 2012).
16
Karakteristik Suplemen Besi Suplemen besi atau biasa disebut tablet tambah darah (TTD) adalah suplemen zat gizi yang mengandung 60 mg besi elemental dan 0.4 mg asam folat (Kemenkes RI 2015). Sebelumnya, kandungan dalam TTD adalah 60 mg besi elemental dan 0.25 mg asam folat (Depkes RI 1995). TTD yang dapat digunakan untuk penanggulangan anemia gizi pada wanita usia subur adalah TTD program, TTD generik dan TTD dengan merk dagang. TTD program disediakan pemerintah secara gratis, diberikan terutama kepada ibu hamil/nifas melalui sarana pelayanan kesehatan pemerintah. TTD program berwarna merah, berselaput film dan dikemas dalam sachet aluminium warna perak, berisi 30 tablet per bungkus. Dalam kemasan ada logo tetesan darah warna merah, tulisan “TABLET TAMBAH DARAH UNTUK IBU HAMIL, IBU DAN BAYI MENJADI SEHAT” serta tanda tidak untuk diperjualbelikan (Depkes RI 2008). Penelitian di berbagai negara menyebutkan penyebab rendahnya kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi adalah karena konsumsi besi dalam dosis tinggi ini biasanya disertai dengan berbagai efek samping, misalnya konstipasi atau kelainan gastrointestinal lainnya seperti mual, muntah dan diare (WHO 2012). Penelitian yang dilakukan di Kotamadya Bogor menunjukkan angka anemia pada ibu hamil yang masih tinggi (46.2%) karena rendahnya kebutuhan ibu hamil akan zat besi, sehingga sekitar setengah dari responden tidak menghabiskan tablet besi yang diterima, dengan alasan lupa, bosan, tidak menyukai baunya, bahkan dengan alasan tekanan darahnya sudah tinggi (Ernawati et al. 2000). Penelitian di Semarang menunjukkan lebih dari setengah responden (58.9%) tidak patuh mengonsumsi tablet besi. Alasan ibu tidak mengonsumsi tablet besi antara lain karena lupa dan bosan. Efek samping gastrointestinal seperti mual, konstipasi, dan perubahan warna tinja juga menyebabkan ibu hamil tidak mengonsumsi tablet besi (Oriji et al. 2011; Rahmawati 2012; Ugwu et al. 2014). Dukungan Keluarga Persepsi wanita usia subur (WUS), keluarga dan masyarakat umum mengenai anemia dan tablet tambah darah antara lain adalah hampir semua wanita dan anggota keluarga di rumah memiliki persepsi bahwa anemia bukan masalah yang perlu mendapat prioritas untuk diatasi dan tidak pernah dibicarakan secara terbuka terutama di dalam keluarga, pengetahuan tentang perlunya TTD relatif rendah, adanya efek samping yang sebetulnya tidak membahayakan, serta hasil nyata minum TTD tidak terlihat dengan segera sehingga menfaatnya kurang dirasakan. Keluarga dan masyarakat yang seharusnya berperan sebagai penganjur (influencer), karena ketidaktahuannya, tidak berperan untuk menganjurkan konsumsi TTD (Depkes RI 2008). Pentingnya dukungan keluarga selama masa kehamilan ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian. Hasil penelitian Haobijam et al. (2010) di India menunjukkan bahwa dukungan keluarga berhubungan signifikan dengan kesehatan ibu (r=0.99) dan bayi (r=0.97). Dukungan yang diberikan mencakup empat aspek, yaitu aspek emosi, informasi, sosial dan finansial. Kesehatan ibu yang mendapatkan dukungan keluarga yang baik antara lain memiliki konsentrasi
17
Hb 10 sampai 13 mg/dl, persalinan normal, tidak ada komplikasi, merasa senang setelah melahirkan, dan dirawat selama 3 sampai 5 hari di rumah sakit. Sedangkan outcome kesehatan bayi meliputi lahir pada waktunya (term), skor Apgar 7 sampai 10, berat lahir 2500 sampai 3500 gram, panjang badan >47 cm, dan lingkar kepala 33 sampai 35 cm. Grebemedhin et al. (2014) menemukan bahwa jarang sekali ibu hamil mendapatkan informasi mengenai anemia dari keluarganya, padahal keluarga merupakan lingkungan terdekat dengan ibu hamil. Penelitian Basri (2011) menunjukkan bahwa ibu hamil yang kurang mendapat dukungan keluarga akan berisiko mengalami anemia sebesar 5.2 kali dibanding ibu hamil yang mendapat dukungan keluarga. Praktik Petugas Kesehatan dalam Suplementasi Besi bagi Ibu Hamil Petugas kesehatan termasuk kelompok penggarap program suplementasi besi, yaitu sebagai pelaksana dan pengelola program. Selama ini, kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi masih rendah, yaitu sekitar 20 sampai 30%. Salah satu penyebab rendahnya cakupan serta kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi adalah karena promosi tentang pencegahan dan penanggulangan anemia serta pentingnya minum suplemen besi tidak menjangkau sasaran secara merata. Akibatnya, pengetahuan mereka tentang anemia, manfaat dan efek samping suplemen besi kurang dipahami baik oleh WUS (termasuk ibu hamil) dan masyarakat umum (Depkes RI 2008). Beberapa penelitian menunjukkan rendahnya cakupan suplementasi gizi pada ibu hamil dipengaruhi oleh peran tenaga kesehatan (Ernawati et al 2000; Handayani 2013). Tenaga kesehatan yang biasa berperan dalam suplementasi besi di tingkat pelayanan dasar (puskesmas) antara lain bidan dan tenaga pelaksana gizi. Swisari (2010) menyebutkan bahwa beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas kinerja bidan antara lain umur, lama bekerja, status kepegawaian, pengetahuan dan pendidikan. Selain itu, praktik petugas dalam memberikan suplemen besi dapat mempengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi suplemen tersebut. Selama ini, informasi mengenai anemia pada ibu hamil, manfaat suplemen besi, efek samping yang mungkin dirasakan dan cara mengatasinya tidak sepenuhnya didapatkan oleh ibu hamil. Padahal, kepatuhan mengkonsumsi suplemen besi dapat ditingkatkan dengan memberikan arahan yang jelas tentang asupan tablet dan mengedukasinya dengan manfaat kesehatan dari mengkonsumsi tablet tersebut (Seck & Jackson 2011). Penelitian Ordenes dan Bongga (2006) menunjukkan bahwa jumlah nasihat yang didapatkan dari petugas kesehatan ketika memberikan suplemen besi memiliki hubungan signifikan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen tersebut (p=0.05). Sebanyak 89% responden yang patuh mengonsumsi suplemen besi, mendapatkan paling sedikit 2 pesan mengenai suplemen besi dari petugas kesehatan. Penelitian di Ethiopia menunjukkan dari ibu yang menerima suplemen besi saat kehamilan, hanya 6.2% ibu yang mengonsumsi sebanyak 61 sampai 90 tablet dan hanya 3.5% ibu yang mengonsumsi >90 tablet besi selama kehamilan. Penggunaan tablet besi yang rendah ini disebabkan pengetahuan ibu mengenai anemia yang kurang dan ibu tidak pernah diinformasikan mengenai pentingnya
18
suplementasi besi selama kehamilan (Gebremedhin et al. 2014). Studi yang dilakukan di 8 negara berkembang menunjukkan ibu hamil yang biasa memeriksakan diri di pelayanan kesehatan merasa familiar dengan suplemen besi, tetapi tidak tahu mengapa suplemen tersebut diberikan (Galloway et al. 2002). Sehingga, salah satu hambatan yang dialami dalam program suplementasi besi selain ketersediaan suplemen adalah kurangnya konseling mengenai suplementasi besi dari petugas pelayanan kesehatan primer (Gebremedhin et al. 2014). Bagi pelaksana dan pengelola program, arti keberhasilan program adalah meningkatnya cakupan program dan menurunnya prevalensi anemia pada sasaran yang dilayani. Pengetahuan petugas mengenai anemia cukup memadai, namun mereka kurang memahami tugas dan fungsinya sebagai pelaksana dan pengelola program dalam menggerakkan masyarakat serta sasaran untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan anemia secara mandiri. Pemahaman dan penguasaan strategi operasional pelaksanaan program masih kurang memadai, sehingga komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) belum dirumuskan secara tepat dan belum dilaksanakan secara efektif. Hal ini mempengaruhi rendahnya mutu pelayanan kesehatan yang dilakukannya (Depkes RI 2008).
3 KERANGKA PEMIKIRAN Sebagian besar anemia pada ibu hamil disebabkan karena defisiensi zat besi, sisanya berhubungan dengan kondisi lain seperti defisiensi folat, vitamin B12 atau vitamin A, inflamasi kronis, infeksi parasit dan kelainan genetik (WHO 2015). Defisiensi zat besi pada ibu hamil terjadi ketika kebutuhan zat besi ibu selama hamil tidak terpenuhi, padahal selama hamil terjadi peningkatan akan kebutuhan zat besi (Brown 2011). Kebutuhan zat besi dapat dipenuhi oleh makanan sumber zat besi, yang juga harus mempertimbangkan makanan yang dapat meningkatkan atau menghambat penyerapan besi. Untuk mengurangi kekurangan asupan zat besi dari asupan pangan sehari-hari, sesuai dengan rekomendasi WHO, pemberian suplemen berupa tablet besi-folat merupakan langkah pemerintah untuk mengatasi masalah anemia pada ibu hamil, dengan dosis 60 mg besi elemental dan 0.4 mg asam folat per hari atau 1 butir tablet tambah darah (Kemenkes RI 2015). Konsumsi suplemen besi pada ibu hamil ditentukan oleh jumlah suplemen besi yang diterima dari fasilitas pelayanan kesehatan dan kepatuhan ibu dalam mengkonsumsi suplemen tersebut. Basri (2011) menyebutkan terdapat hubungan antara kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi tablet besi dan anemia (p<0.005). Penelitian di Vietnam juga menunjukkan bahwa konsumsi tablet besi (p<0.05) dan konsumsi telur (p<0.05) berkorelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin pada ibu hamil (Aikawa et al. 2006). Kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi dapat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu hamil mengenai anemia dan suplemen besi dan praktik petugas dalam pemberian suplemen besi. Pengetahuan ibu hamil dapat dipengaruhi oleh karakteristik ibu hamil itu sendiri yang meliputi usia ibu, usia kehamilan, jumlah kehamilan dan pendidikan ibu; karakteristik suplemen besi
19
yang diberikan; dukungan keluarga; serta kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi. Pengetahuan mengenai anemia dan suplemen besi pada ibu hamil dapat menentukan kepatuhan ibu dalam mengkonsumsi suplemen besi. Penelitian di berbagai kota di Indonesia menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai anemia defisiensi besi pada ibu hamil juga merupakan hal berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi (Fuadi & Bangun 2009; Iswanto 2012; Rahmawati 2012). Penelitian di Ethiopia menunjukkan dari ibu yang menerima suplemen besi saat kehamilan, hanya 6.2% ibu yang mengonsumsi sebanyak 61 sampai 90 tablet dan hanya 3.5% ibu yang mengonsumsi >90 tablet besi selama kehamilan. Penggunaan tablet besi yang rendah ini disebabkan pengetahuan ibu mengenai anemia yang kurang dan ibu tidak pernah diinformasikan mengenai pentingnya suplementasi besi selama kehamilan (Gebremedhin et al. 2014). Penelitian di berbagai negara menyebutkan penyebab rendahnya kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi adalah karena konsumsi besi dalam dosis tinggi ini biasanya disertai dengan berbagai efek samping, misalnya konstipasi atau kelainan gastrointestinal lainnya seperti mual, muntah dan diare (WHO 2012). Penelitian di Semarang menunjukkan lebih dari setengah responden (58.9%) tidak patuh mengonsumsi tablet besi. Alasan ibu tidak mengonsumsi tablet besi antara lain karena lupa dan bosan. Efek samping berupa mual, konstipasi, dan perubahan warna tinja juga menyebabkan ibu hamil tidak mengonsumsi tablet besi (Rahmawati 2012). Hasil review Peña-Rosas et al. (2012) salah satunya menganjurkan untuk mengkaji mengenai efek samping dari konsumsi suplemen besi harian pada ibu hamil, yang berkaitan dengan karakteristik suplemen tersebut. Kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi juga diharapkan dapat ditingkatkan apabila dukungan keluarga sebagai lingkungan terdekat didapatkan oleh ibu hamil, meskipun ibu hamil kurang mendapat informasi mengenai pentingnya suplementasi besi. Dukungan keluarga memiliki peran penting dalam pencegahan anemia pada ibu hamil. Hasil penelitian Basri (2011) menunjukkan bahwa ibu hamil yang kurang mendapat dukungan keluarga akan berisiko mengalami anemia sebesar 5.2 kali dibanding ibu hamil yang mendapat dukungan keluarga. Dari sisi petugas kesehatan, beberapa penelitian menunjukkan rendahnya cakupan suplementasi gizi pada ibu hamil dipengaruhi oleh peran tenaga kesehatan (Ernawati et al. 2000; Handayani 2013). Studi yang dilakukan di 8 negara berkembang menunjukkan ibu hamil yang biasa memeriksakan diri di pelayanan kesehatan merasa familiar dengan suplemen besi, tetapi tidak tahu mengapa suplemen tersebut diberikan (Galloway et al. 2002). Sehingga, salah satu hambatan yang dialami dalam program suplementasi besi selain ketersediaan suplemen adalah kurangnya konseling mengenai suplementasi besi dari petugas pelayanan kesehatan primer (Gebremedhin et al. 2014). Swisari (2010) menyebutkan bahwa beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas kinerja bidan antara lain umur, lama bekerja, status kepegawaian, pengetahuan dan pendidikan. Selain itu, cara petugas memberikan suplemen besi dapat mempengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi suplemen tersebut. Selama ini, informasi mengenai anemia pada ibu hamil, manfaat suplemen besi,
20
efek samping yang mungkin dirasakan dan cara mengatasinya tidak sepenuhnya didapatkan oleh ibu hamil. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1. ANEMIA PADA IBU HAMIL
Asupan zat besi
Asupan zat besi selain dari suplemen
Penyakit infeksi
Asupan zat besi dari suplemen
Kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi
Jumlah suplemen besi yang diterima
Pengetahuan ibu hamil mengenai anemia dan suplemen besi
Karakteristik ibu hamil: - Usia - Usia kehamilan - Jumlah kehamilan - Pendidikan - Frekuensi ANC
Karakteristik suplemen besi: - Bau - Warna - Rasa
Higiene, sanitasi
Praktik petugas dalam suplementasi besi
Dukungan keluarga
Pengetahuan petugas mengenai anemia dan suplementasi besi
Karakteristik petugas: - Usia - Status kepegawaian - Pendidikan - Lama kerja
Keterangan: : variabel yang diteliti
: hubungan yang dianalisis
: variabel yang tidak diteliti
: hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Kepatuhan Konsumsi Suplemen Besi dan Pengaruhnya terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Kota Tangerang
21
4 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “Efektifitas Intervensi Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesehatan tentang Suplementasi Gizi pada Ibu Hamil dalam Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu”. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, yaitu di Kota Tangerang, Provinsi Banten. Kota Tangerang dipilih karena memiliki cakupan Fe 3 tinggi yaitu sebesar 89.6% (Kemenkes RI 2012), namun menunjukkan angka anemia yang tinggi pula seperti pada data yang terdapat di Puskesmas Batuceper yaitu sebesar 47.9% (Dinkes Kota Tangerang 2014). Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Februari 2015 sampai dengan Juni 2015. Jumlah dan Teknik Penarikan Subyek Subyek Ibu Hamil Populasi ibu hamil adalah ibu hamil yang berada di wilayah kerja Puskesmas Batuceper, Kota Tangerang. Subyek adalah ibu hamil yang mewakili karakteristik dari wilayah terpilih. Jumlah subyek ibu hamil yang digunakan diperoleh dengan menggunakan rumus Lemeshow dan David (1997): n= z2α/2 p(1-p) N d2(N-1)+ z2α/2 p(1-p) n=
1,962 0.479 (1-0.479) 1135 0.12(1135-1)+ 1,962 0.479 (1-0.479)
n = 88,5 ≈ 89 orang Keterangan: n = jumlah subyek minimal yang diperlukan α = tingkat signifikasi, sebesar 0.05 p = proporsi ibu hamil yang anemia sebesar 47.9% (Dinkes Kota Tangerang 2014) N = jumlah ibu hamil di wilayah Kecamatan Batuceper Kota Tangerang, yaitu sebanyak 1135 orang (Dinkes Kota Tangerang 2014) d = presisi (10%) Jumlah subyek minimal yang diperlukan berdasarkan rumus tersebut adalah 89 orang. Untuk antisipasi pengurangan subyek selama penelitian, jumlah tersebut ditambah 10% dari jumlah subyek minimal, sehingga total subyek dalam penelitian ini berjumlah 98 orang. Data ibu hamil diperoleh dari register ibu hamil di puskesmas. Data ibu hamil dipisahkan sesuai dengan usia kehamilan, yaitu ibu hamil dengan usia kehamilan trimester 1 (0-3 bulan), trimester 2 (4-6 bulan) dan trimester 3 (7-9 bulan). Ibu hamil di setiap kelompok umur kehamilan kemudian
22
diacak menggunakan Microsoft Excel 2010, dan diambil ibu hamil yang akan digunakan sebagai subyek penelitian secara proporsional berdasarkan trimester kehamilan, sehingga diperoleh total 98 orang subyek. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah pernah mendapatkan pelayanan ANC termasuk suplemen besi. Setelah proses pengumpulan data selesai, didapatkan subyek ibu hamil yang mengikuti penelitian dengan data yang lengkap hingga akhir penelitian berjumlah 91 orang. Subyek Petugas Kesehatan Subyek petugas kesehatan dipilih dari semua puskesmas di wilayah kerja Kota Tangerang. Petugas kesehatan terdiri dari 1 orang tenaga pelaksana gizi (TPG) sebagai penanggung jawab program gizi, dan 1 orang bidan yang bertugas di bagian Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di setiap puskesmas. Jumlah puskesmas di Kota Tangerang adalah sebanyak 32 puskesmas, sehingga total subyek petugas kesehatan berjumlah 64 orang yang terdiri dari 32 orang TPG dan 32 orang bidan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data program suplementasi tingkat kota (profil wilayah dan program suplementasi besi) dan data ibu hamil yang meliputi karakteristik ibu hamil (usia ibu, usia kehamilan, jumlah kehamilan, pendidikan), frekuensi ANC, asupan zat besi dari suplemen, asupan zat besi di luar suplemen, dukungan keluarga, konseling yang diterima mengenai anemia dan suplementasi besi, serta kadar hemoglobin ibu hamil. Selain itu, dikumpulkan pula data petugas kesehatan yang meliputi karakteristik petugas kesehatan (usia, status kepegawaian, pendidikan, lama kerja), pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi serta praktik pemberian suplemen besi kepada ibu hamil. Data dikumpulkan dengan cara studi literatur (data sekunder) dan wawancara langsung menggunakan kuesioner (data primer). Kadar hemoglobin diukur menggunakan metode cyanmethemoglobin. Pengambilan darah dilakukan oleh petugas laboratorium yang bertugas di Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh diperiksa kembali untuk memastikan data yang diperlukan telah terkumpul. Data kemudian diolah melalui tahapan coding, entry, cleaning, dan analisis data. Jenis, cara pengumpulan, dan pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 5.
23
Tabel 5 Jenis, cara pengumpulan dan pengolahan data No Variabel Cara pengumpulan Pengkategorian Subyek ibu hamil 1
Karakteristik ibu hamil: Usia ibu
Referensi
Wawancara langsung menggunakan kuesioner Depkes RI (2005)
Usia kehamilan
- Risiko tinggi (<20 tahun atau >35 tahun) - Risiko rendah (20-35 tahun) - ≤24 minggu - >24 minggu
Jumlah kehamilan
- <4 - ≥4
Basri (2011)
Tingkat pendidikan
- <SMA - ≥SMA
-
Frekuensi ANC
- <3 kali - ≥3 kali
-
Kemenkes RI (2010)
2
Status anemia
Diukur konsentrasi hemoglobin menggunakan metode cyanmethemoglobin oleh petugas laboratorium.
- Hb <11 g/dl: anemia - Hb ≥11 g/dl: tidak anemia
WHO (2011)
3
Kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi
Ditanyakan jumlah suplemen besi yang didapatkan dan yang dikonsumsi selama kehamilan.
Patuh bila:
Kemenkes RI (2015)
4
Asupan zat besi dari pangan selain suplemen
Ditanyakan frekuensi - Defisit (<77%) dan jumlah makanan - Cukup (≥77%) sumber zat besi, pendukung dan penghambat penyerapan besi dalam 1 minggu/1 bulan terakhir menggunakan food frequency questionnaire (FFQ) semi-kuantitatif.
Gibson (2005)
5
Penyakit infeksi
Ditanyakan riwayat kecacingan/malaria/ TBC/HIV//hemoroid/ perdarahan lain dan dicek pada rekam medis puskesmas.
-
x 100% ≥100%
(Setiap penyakit infeksi yang dialami selama kehamilan diberi nilai 1 untuk masing-masing jenis penyakit).
24
No
Tabel 5 Jenis, cara pengumpulan dan pengolahan data (lanjutan) Variabel Cara pengumpulan Pengkategorian Referensi
6
Kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi
Ditanyakan jenis dan frekuensi nasihat mengenai anemia dan suplemen besi yang diterima ibu hamil dari petugas kesehatan.
Kualitas konseling dikatakan baik bila jumlah skor yang didapatkan > median. Skor didapatkan dengan menjumlahkan jenis nasihat yang didapatkan dari petugas kesehatan berdasarkan frekuensi penyampaian nasihat tersebut.
Ordeness & Bongga 2006
7
Pengetahuan ibu mengenai anemia dan suplemen besi
Diberi daftar pertanyaan Tingkat pengetahuan: pengetahuan mengenai - kurang (<60%) anemia (pengertian, - cukup (≥60%) penyebab, gejala, risiko bila ibu hamil anemia), cara mengetahui status anemia, makanan sumber zat besi, pendukung dan penghambat penyerapan besi, dosis dan cara mengonsumsi suplemen besi kemudian dihitung persentase jawaban benar.
Khomsan (2000)
8
Dukungan keluarga
Ditanyakan peran keluarga (suami, anak, orang tua, mertua, dll) dalam pencegahan anemia ibu hamil dan konsumsi suplemen besi.
Dukungan keluarga dikatakan baik bila jumlah skor > median. Skor didapatkan dengan menjumlahkan dukungan yang didapatkan dari semua sumber dukungan.
-
9
Karakteristik suplemen besi
Ditanyakan tingkat kesukaan ibu terhadap bau, warna dan rasa suplemen besi, baik suplemen besi program maupun di luar program pemerintah.
Suplemen dapat diterima ibu bila nilai rata-rata ketiga atribut ≥3. (Setiap atribut pada masing-masing suplemen diberi nilai dengan skala likert 1 sampai 5 (sangat tidak suka sampai sangat suka).
Lutsey et al. 1998
25
No
Tabel 5 Jenis, cara pengumpulan dan pengolahan data (lanjutan) Variabel Pengkategorian Referensi Cara pengumpulan
Subyek petugas kesehatan 1
Karakteristik petugas kesehatan Usia (tahun)
Wawancara langsung menggunakan kuesioner
-
- <38 tahun - ≥38 tahun
Pendidikan
Bidan: - D1 kebidanan - D3 kebidanan - D4 kebidanan TPG: - D1 Gizi - D3 Gizi - D4/S1 Gizi - selain Gizi
Lama kerja
- <10 tahun - ≥10 tahun
Status kepegawaian
- PNS - Non-PNS
2
Pengetahuan petugas mengenai anemia dan suplemen besi
Diberi daftar pertanyaan mengenai anemia (pengertian, penyebab, gejala, risiko), indikator anemia, makanan sumber zat besi, pendukung dan penghambat penyerapan besi, dosis dan cara mengonsumsi suplemen besi kemudian dihitung persentase jawaban benar.
Tingkat pengetahuan: - kurang (<60%) - sedang (60-80%) - baik (>80%)
Khomsan (2000)
3
Praktik petugas dalam pemberian suplemen besi
Ditanyakan jumlah jenis dan frekuensi pemberian nasihat mengenai anemia dan suplemen besi kepada ibu hamil
Praktik petugas Ordeness dikatakan baik bila rata& Bongga rata skor yang didapatkan 2006 > median. Skor didapatkan dengan menjumlahkan jenis nasihat yang diberikan kepada ibu hamil berdasarkan frekuensi penyampaian nasihat.
26
Karakteristik suplemen besi yang dinilai oleh subyek ibu hamil dalam penelitian ini meliputi warna, bau dan rasa TTD menggunakan skala likert 1 sampai 5 (sangat tidak suka sampai sangat suka) (Lutsey et al. 1998). Subyek dikatakan menerima karakteristik suplemen bila rata-rata skor penerimaan terhadap warna, bau dan rasa TTD ≥3. Selain atribut warna, rasa dan bau suplemen besi, ditanyakan pula efek samping yang selama ini dirasakan dan manfaat yang didapatkan setelah ibu hamil mengonsumsi suplemen besi. Data tersebut kemudian diolah secara deskriptif. Pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi ditanyakan baik kepada subyek ibu hamil maupun petugas kesehatan. Aspek pengetahuan yang ditanyakan meliputi pengertian anemia, penyebab, gejala, cara mengetahui atau indikator anemia, risiko anemia pada ibu hamil, fungsi zat besi selama kehamilan, kebutuhan zat besi selama hamil, makanan sumber zat besi, pendukung dan penghambat penyerapan besi, suplemen untuk mengatasi anemia, serta dosis dan cara mengonsumsinya. Pertanyaan untuk subyek ibu hamil diberikan dalam bentuk pertanyaan tertutup dengan jawaban pilihan berganda, sedangkan untuk subyek petugas kesehatan diberikan dalam bentuk pertanyaan terbuka. Selanjutnya, dilakukan penilaian atas jawaban tersebut dalam bentuk persentase jawaban yang benar. Tingkat pengetahuan mengenai anemia dan suplemen besi dikategorikan menjadi kurang, sedang dan baik (Khomsan 2000). Dukungan keluarga diukur melalui usaha-usaha yang dilakukan keluarga untuk meningkatan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi, seperti memberikan informasi tentang anemia dan suplemen besi, menganjurkan untuk rutin meminum suplemen besi, mengingatkan ibu untuk meminum suplemen besi, serta bersedia membelikan suplemen besi apabila stok suplemen ibu habis. Keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi suami, orang tua, mertua, nenek, dan anggota keluarga lain. Kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi serta praktik petugas dalam pemberian suplemen besi diukur melalui pertanyaan tentang jumlah jenis nasihat mengenai anemia dan suplemen besi yang diberikan petugas saat memberikan suplemen besi dan frekuensi penyampaian nasihat tersebut. Jenis nasihat tersebut meliputi nasihat mengenai anemia (pengertian, penyebab, gejala, bahaya, cara mengatasi), manfaat suplemen besi, dosis suplemen besi, cara mengonsumsi suplemen besi, dan efek samping yang mungkin dirasakan ibu setelah mengonsumsi suplemen besi serta cara mengatasinya. Pertanyaan ini sama untuk subyek ibu hamil dan petugas kesehatan. Data dianalisis menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS Statistics versi 22.0. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis univariat dengan melakukan deskripsi pada setiap variabel menggunakan distribusi frekuensi, analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara dua variabel,serta analisis multivariat untuk mengetahui pengaruh berbagai variabel independen terhadap variabel dependen yang diamati. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel bebas (independen) yang diteliti, yaitu karakteristik ibu hamil (usia ibu, usia kehamilan, jumlah kehamilan, pendidikan), frekuensi ANC, pengetahuan ibu mengenai anemia dan suplemen besi, karakteristik suplemen besi (bau, warna, rasa), dukungan keluarga, serta kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi dengan variabel terikat (dependen) yang diteliti, yaitu
27
kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi. Selain itu, digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara karakteristik ibu hamil (usia ibu, usia kehamilan, jumlah kehamilan, pendidikan), frekuensi ANC, pengetahuan ibu mengenai anemia dan suplemen besi, dukungan keluarga, serta kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi dengan asupan zat besi dari pangan selain suplemen. Uji bivariat juga digunakan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi suplemen besi, asupan zat besi selain suplemen dan penyakit infeksi dengan kejadian anemia. Uji statistik yang dipakai adalah uji chi-square pada α=0.05 dengan interval kepercayaan 95% dengan rumus: ∑ Keterangan: x2 = nilai chi-square hasil perhitungan O = frekuensi yang diamati E = frekuensi yang diharapkan Hasil uji ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna jika p value <0.05 dengan interpretasi tolak H0 bila p<0.05. Uji chi-square juga dapat dilakukan untuk mengetahui besar risiko (odds ratio atau OR) variabel bebas dengan variabel terikat secara sendiri-sendiri, dengan interpretasi nilai OR sebagai berikut: - Jika OR=1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya efek, atau dengan kata lain bersifat netral. - Jika OR>1 dan batas bawah interval kepercayaan 95% melewati nilai 1, maka variabel yang diteliti merupakan faktor risiko. - Jika OR<1 dan batas bawah interval kepercayaan 95% tidak mencapai nilai 1, maka variabel yang diteliti merupakan faktor protektif. - Jika nilai interval kepercayaan 95% mencakup angka 1, belum dapat disimpulkan bahwa variabel yang diteliti merupakan faktor risiko atau faktor protektif. (Ghazali et al. 2008; Sayogo 2009). Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh karakteristik ibu hamil (usia ibu, usia kehamilan, jumlah kehamilan, pendidikan), frekuensi ANC, pengetahuan ibu mengenai anemia dan suplemen besi, karakteristik suplemen besi (bau, warna, rasa), dukungan keluarga, serta kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi terhadap kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi. Analisis yang digunakan adalah regresi logistik dengan persamaan:
Keterangan: Y = kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi (variabel dependen) β = konstanta x1 = usia ibu x2 = jumlah kehamilan
28
x3 = tingkat pendidikan x4 = usia kehamilan x5 = frekuensi ANC x6 = pengetahuan ibu mengenai anemia dan suplemen besi x7 = penerimaan terhadap karakteristik suplemen besi x8 = efek samping suplemen besi x9 = manfaat suplemen besi x10 = dukungan keluarga x11 = kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi Analisis multivariat juga digunakan untuk mengetahui pengaruh kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi, asupan zat besi selain suplemen dan penyakit infeksi terhadap status anemia ibu hamil. Model regresi logistik yang digunakan adalah:
Keterangan: Y= status anemia ibu hamil (variabel dependen) β = konstanta x1 = kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi x2= asupan besi dari pangan selain suplemen x3= penyakit infeksi Definisi Operasional Status anemia adalah kondisi kadar hemoglobin ibu hamil yang diukur menggunakan metode cyanmethemoglobin oleh petugas laboratorium. 1= anemia, bila kadar hemoglobin <11 g/dl 2= tidak anemia bila ≥ 11 g/dl. Suplemen besi adalah tablet besi-folat dari pemerintah yang diterima ibu hamil dari petugas kesehatan ketika ANC yang mengandung 60 mg besi elemental dan 0.25 mg asam folat dalam setiap tablet atau suplemen lain yang mengandung zat besi yang didapatkan di luar program pemerintah. Kepatuhan konsumsi suplemen besi adalah ketepatan jumlah suplemen besi yang dikonsumsi oleh ibu hamil sejak menerima suplemen besi sampai saat dilakukan wawancara. 1= tidak patuh, bila konsumsi tablet yang didapatkan tidak diminum sesuai anjuran. 2= patuh, bila konsumsi tablet yang didapatkan diminum sesuai anjuran. Asupan zat besi selain suplemen adalah konsumsi zat besi dari pangan harian di luar suplemen, yang diukur menggunakan Food Frequency Questionnare semi-kuantitatif. 1= defisit, bila tingkat asupan <77% angka kecukupan zat besi harian. 2= cukup, bila tingkat asupan ≥77% angka kecukupan zat besi harian. Usia ibu adalah lamanya ibu hidup dihitung dengan cara mengurangi tanggal wawancara dengan tanggal lahir ibu, dinyatakan dalam tahun penuh.
29
1 = risiko tinggi, bila usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun 2 = risiko rendah, bila usia ibu antara 20–35 tahun Usia kehamilan adalah usia janin dalam kandungan ibu terhitung sejak konsepsi sampai dengan wawancara berlangsung, dinyatakan dalam minggu. 1 = usia kehamilan ≤24 minggu 2 = usia kehamilan >24 minggu Pengetahuan ibu adalah kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan mengenai anemia dan suplemen besi bagi ibu hamil. Skor pengetahuan dihitung berdasarkan persentase jawaban benar. 1= kurang, bila <60% jawaban benar 2= cukup, bila ≥60% jawaban benar Tingkat pendidikan adalah tingkatan sekolah formal yang ditempuh oleh ibu hamil. 1= < SMA 2= ≥ SMA ANC adalah antenatal care, yaitu pemeriksaan kehamilan yang dilakukan ibu dengan mengunjungi penyedia layanan kesehatan seperti bidan, puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya. Penerimaan terhadap karakteristik suplemen besi adalah kondisi ibu yang dapat menerima warna, rasa, dan bau suplemen besi 1= tidak menerima, bila rata-rata skor atribut <3. 2= menerima, bila rata-rata skor atribut ≥3. Dukungan keluarga adalah usaha-usaha yang diberikankan oleh keluarga (orang tua, mertua, suami, anak atau anggota keluarga lain) untuk meningkatkan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi. Skor dukungan keluarga merupakan penjumlahan dari banyaknya dukngan yang diberikan oleh setiap sumber dukungan yang ada di keluarga. 1= kurang, bila skor dukungan ≤ median. 2= baik, bila skor dukungan > median. Kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi adalah jumlah jenis nasihat mengenai anemia dan suplemen besi serta frekuensi pemberian nasihat yang diterima oleh ibu hamil dari petugas kesehatan saat kunjungan ANC. Skor nasihat merupakan penjumlahan dari banyaknya nasihat yang diberikan oleh petugas yang dikalikan dengan frekuensi mendapatkan nasihat tersebut. 1= kurang, bila skor nasihat ≤ median. 2= baik, bila skor nasihat > median Praktik petugas kesehatan dalam suplementasi besi adalah nasihat mengenai anemia dan suplemen besi yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada ibu hamil saat kunjungan ANC. Skor nasihat merupakan penjumlahan dari banyaknya nasihat yang diberikan oleh petugas yang dikalikan dengan frekuensi penyampaian nasihat tersebut. 1= kurang, bila skor nasihat ≤ median. 2= baik, bila skor nasihat > median.
30
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kota Tangerang Geografi dan Pemerintahan Kota Tangerang adalah salah satu Kota yang terdapat di Propinsi Banten. Secara astronomis, wilayah Kota Tangerang terletak pada 606’ – 6013’ Lintang Selatan dan 106036’ – 106042’ Bujur Timur. Secara geografis, wilayah Kota Tangerang berbatasan langsung dengan: Sebelah utara : Kabupaten Tangerang Sebelah timur : DKI Jakarta Sebelah selatan : Kota Tangerang Selatan Sebelah barat : Kabupaten Tangerang Kota Tangerang memiliki luas wilayah sebesar 153.93 km2, dengan tinggi wilayah 14.0 m di atas permukaan laut. Wilayah pemerintahan Kota Tangerang meliputi 13 kecamatan yang terdiri dari 104 kelurahan. Puskesmas Batuceper terletak di Kecamatan Batuceper, wilayah kerjanya meliputi kelurahan Batuceper, Batusari, Batujaya dan Kebon Besar. Kependudukan Penduduk Kota Tangerang berjumlah 1 952 396 jiwa, dengan kepadatan penduduk 11 861 jiwa per km2. Laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang adalah sebesar 2.77%. Jumlah penduduk di Kecamatan Batuceper adalah sebanyak 96 089 jiwa, dengan komposisi 49 615 jiwa laki-laki dan 46 474 jiwa perempuan. Jumlah rumah tangga di Kecamatan Batuceper adalah sebanyak 25 770 rumah tangga dengan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga 3.73 jiwa (BPS Kota Tangerang 2014). Fasilitas Pelayanan Kesehatan Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kota Tangerang antara lain meliputi 30 Rumah Sakit dan 33 Puskesmas. Selain itu, terdapat Bidan Praktik Swasta (BPS) sebanyak 431 orang dan Posyandu sebanyak 1077 buah (Dinkes Kota Tangerang 2015). Puskesmas Batuceper memiliki tenaga kesehatan sebanyak 2 orang Dokter Umum, 2 orang Dokter Gigi, 4 orang Bidan, 4 orang Perawat, 2 orang Perawat Gigi, 1 orang Sanitarian, 1 orang Tenaga Pelaksana Gizi, 1 orang Analis Kesehatan, 2 orang Pekarya Kesehatan dan 1 orang Tenaga Farmasi. Di Wilayah kerja Puskesmas Batuceper terdapat sarana kesehatan dasar sebanyak 30 Posyandu, 2 Rumah Bersalin, 12 Balai Pengobatan/Klinik, 2 Apotik, 7 sarana Praktek Dokter/Dokter Gigi Perorangan, serta 7 sarana Bidan Praktek Swasta (Puskesmas Batuceper 2015).
31
Karakteristik Ibu Hamil Usia Ibu Sebagian besar subyek ibu hamil (80.2%) berada pada kisaran usia 20 sampai 35 tahun. Rata-rata usia ibu hamil dalam penelitian ini adalah 30 tahun dengan standar deviasi 5.9 tahun. Usia minimum subyek adalah 19 tahun dan maksimum 40 tahun. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar subyek berada pada usia dengan faktor risiko rendah dalam kehamilan. Usia yang merupakan faktor risiko dalam kehamilan adalah usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Depkes RI 2005). Penelitian lain menujukkan bahwa usia ibu hamil berhubungan dengan kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi, dimana ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki kepatuhan konsumsi suplemen besi yang lebih rendah (Dairi & Lawoyin 2006). Usia Kehamilan Usia kehamilan subyek dibagi menjadi dua kategori yaitu trimester 1 dan 2 (awal kehamilan hingga usia kehamilan 24 minggu), serta trimester 3 (>24 minggu) (Kemenkes RI 2010). Hampir setengah dari subyek (46.1 %) memiliki usia kehamilan trimester 3. Rata-rata usia kehamilan subyek adalah 23.6 minggu dengan standar deviasi 9.2 minggu. Usia kehamilan terendah subyek adalah 4 minggu dan tertinggi 36 minggu. Beberapa anemia dan anemia defisiensi besi pada saat kehamilan terjadi seiring fisiologis kehamilan. Meskipun massa sel darah merah dan volume plasma sama-sama meningkat saat hamil, namun keduanya tidak berjalan secara simultan. Hemoglobin dan hematokrit menurun pada saat kehamilan memasuki trimester 1 dan 2, mencapai titik terendah pada akhir trimester 2, lalu meningkat lagi menjelang melahirkan. Pada saat menjelang melahirkan, sulit membedakan antara anemia fisiologis dengan anemia defisiensi besi, sehingga waktu terbaik untuk mendeteksi semua faktor risiko yang berhubungan dengan kehamilan dan anemia ibu hamil adalah pada saat awal kehamilan (Scholl 2005). Dalam penelitian ini, usia kehamilan pertama subyek saat pertama kali ANC (K1) rata-rata adalah pada saat 14 minggu atau berada pada trimester 2 kehamilan. Usia kehamilan subyek paling rendah saat ANC pertama kali adalah pada saat 4 minggu kehamilan dan tertinggi pada saat 33 minggu kehamilan. Kontak pertama kali ibu hamil dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan pelayanan terpadu dan komprehensif sesuai standar (K1) harus dilakukan sedini mungkin pada trimester 1, sebaiknya sebelum usia kehamilan ibu mencapai minggu ke 8 (Kemenkes RI 2010). Beard (2000) menyebutkan bahwa kebanyakan ibu hamil mulai mendapatkan suplemen besi pada minggu ke 10 sampai 15 kehamilannya, saat ibu hamil datang ke tempat pelayanan kesehatan. Di Indonesia, pemberian suplemen besi dimulai pada waktu kontak pertama ibu hamil memeriksakan kehamilan (Depkes RI 2008), sehingga semakin awal ibu hamil memeriksakan kehamilannya akan semakin baik karena ibu dapat mengetahui kondisi kehamilannya lebih dini dan mendapatkan suplemen besi dari fasilitas kesehatan.
32
Jumlah Kehamilan Jumlah kehamilan merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam riwayat kehamilan seseorang. Terlalu sering melahirkan merupakan salah satu faktor penyebab tidak langsung yang berkontribusi terhadap kematian ibu (Kemenkes RI 2010). Semakin tinggi frekuensi kehamilan, maka akan semakin banyak seorang ibu mengalami kehilangan zat besi karena setiap kehamilan akan menguras cadangan zat besi ibu sehingga dapat menyebabkan anemia. Ibu dengan jumlah kehamilan lebih dari 3 memiliki risiko lebih tinggi dalam kehamilan dan persalinan, salah satunya berkaitan dengan kejadian anemia (Manuaba 1998). Sebagian besar subyek (85.7%) dalam penelitian ini memiliki jumlah kehamilan <4, yang berarti memiliki risiko lebih rendah dalam kehamilan. Ratarata jumlah kehamilan subyek adalah 2.4 kali dengan standar deviasi 1.0. Jumlah kehamilan terbanyak yang dimiliki subyek adalah sebanyak 5 kali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil dengan jumlah anak lebih dari dua orang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami anemia (Syarief 1994; Putri 2007). Tingkat Pendidikan Lebih dari setengah subyek ibu hamil (52.7%) memiliki pendidikan terakhir <SMA. Rata-rata lama sekolah subyek adalah 10.2 tahun dengan standar deviasi 2.9 tahun. Lama sekolah minimum subyek adalah 2 tahun (tidak tamat SD) dan maksimum 16 tahun (tamat S1). Hal ini sejalan dengan data yang menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah penduduk Kota Tangerang adalah 10.1 tahun (BPS Kota Tangerang 2014). Ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi diharapkan akan dapat menggunakan pengetahuan yang telah mereka dapatkan untuk meningkatkan kesehatan diri dan keluarganya. Pengetahuan mengenai risiko kesehatan akan memotivasi mereka untuk melindungi keluarganya dari penyakit. Lebih lanjut, pengetahuan ini akan meningkatkan perilaku pencarian pelayanan kesehatan yang baik. Pendidikan ibu juga berhubungan dengan kunjungan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan (Talbot dan Verinder 2005; Lutsey et al. 2007). Penelitian yang dilakukan Mardiana (2004) dan Ugwu et al. (2014) menunjukkan bahwa pendidikan ibu berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi. Frekuensi ANC Pelayanan antenatal atau biasa disebut antenatal care (ANC) diberikan kepada ibu hamil oleh tenaga kesehatan yang kompeten yaitu dokter, bidan dan perawat terlatih, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelayanan antenatal terpadu terdiri dari anamnesa, pemeriksaan, penanganan dan tindak lanjut kasus, pencatatan hasil pemeriksaan, serta komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang efektif (Kemenkes RI 2010). Untuk menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan persalinan, setiap ibu hamil dianjurkan untuk melakukan ANC minimal 4 kali, termasuk minimal 1 kali kunjungan yang diantar oleh suami atau
33
anggota keluarga. Jumlah kunjungan minimal yang dianjurkan adalah 1 kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester 2, serta 2 kali pada trimester 3 (Kemenkes RI 2013). Sebaran subyek ibu hamil berdasarkan frekuensi ANC dibagi menjadi 2 kategori yaitu frekuensi ANC sesuai anjuran, apabila frekuensi ANC yang dilakukan subyek telah memenuhi minimal frekuensi ANC yang dianjurkan sesuai usia kehamilannya, serta frekuensi ANC tidak sesuai anjuran, yaitu apabila frekuensi ANC yang dilakukan subyek belum memenuhi minimal frekuensi ANC yang dianjurkan sesuai usia kehamilannya. Masih terdapat 40.7% subyek yang memiliki frekuensi ANC kurang dari anjuran. Rata-rata frekuensi ANC subyek adalah sebanyak 2.4 kali dengan standar deviasi 1 kali. Frekuensi ANC minimum yang dilakukan subyek paling sedikit adalah 1 kali dan paling banyak adalah 7 kali. Dengan frekuensi ANC lebih tinggi diharapkan ibu hamil mendapatan lebih banyak informasi mengenai kehamilannya dari petugas kesehatan. Frekuensi ANC juga dilaporkan memiliki hubungan signifikan dengan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi yang diberikan oleh petugas kesehatan (Lutsey et al. 2007; Indreswari 2008; Gebre et al. 2015). Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik subyek ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Karakteristik subyek ibu hamil Karakteristik n Usia Risiko tinggi (<20 atau>35 tahun) 18 Risiko rendah (20-35 tahun) 73 Usia kehamilan ≤24 minggu 49 >24 minggu 42 Jumlah kehamilan <4 78 ≥4 13 Tingkat pendidikan <SMA 48 ≥SMA 43 Frekuensi ANC Sesuai anjuran 54 Tidak sesuai anjuran 37
% 19.8 80.2 53.9 46.1 85.7 14.3 52.7 47.3 59.3 40.7
Karakteristik Tablet Tambah Darah (TTD) Kesukaan terhadap Warna, Bau dan Rasa TTD Pemberian tablet tambah darah merupakan salah satu langkah pemerintah Indonesia untuk menanggulangi anemia. TTD merupakan suplemen besi dengan kandungan zat besi setara dengan 60 mg besi elemental dan 0.4 mg asam folat untuk satu kali dosis per hari. TTD program diadakan melalui APBD atau APBN dan didistribusikan kepada kelompok sasaran melalui fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah secara gratis (Kemenkes RI 2015). Namun, konsumsi besi
34
dalam dosis tinggi ini biasanya disertai dengan berbagai efek samping, misalnya konstipasi atau kelainan gastrointestinal lainnya seperti mual, muntah dan sebagainya (WHO 2012). Berbagai penelitian juga melaporkan ketidakpatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi disebabkan karena ibu hamil tidak menyukai karakteristik suplemen, misalnya karena tidak menyukai bau atau rasa suplemen, maupun karena merasakan efek samping setelah mengonsumsi suplemen tersebut (Ernawati 2000; Refina 2002; Lutsey et al. 2007; Oriji et al. 2011; Rahmawati 2012; Gebremedhin et al. 2014; Ugwu et al. 2014; Ahmed et al. 2015; Taye et al. 2015). Penelitian ini mengukur tingkat kesukaan subyek ibu hamil terhadap karakteristik TTD program pemerintah berupa warna, bau dan rasa TTD. Kesukaan subyek diukur menggunakan skala likert mulai dari 1 (sangat tidak suka) sampai 5 (sangat suka). TTD program berwarna merah, berselaput film dan dikemas dalam sachet aluminium warna perak, berisi 30 tablet per bungkus. Dalam kemasan ada logo tetesan darah warna merah (Depkes RI 2008). Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar subyek ibu hamil (68.1%) menyukai warna TTD program. Hanya 15.4% subyek yang menyatakan tidak menyukai warna TTD tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa warna TTD yang merah merupakan suatu keunggulan dari karakteristik fisik TTD program karena disukai oleh sebagian besar subyek. Berbeda dengan penilaian subyek terhadap warna TTD, sebagian besar subyek (58.2%) menyatakan ketidaksukaannya terhadap bau TTD. Kandungan dalam setiap satu tablet TTD program adalah senyawa besi dalam bentuk ferro sulfat exsiccated (1 H20) 200 mg yang setara dengan 60 mg besi elemental dan 0.4 mg asam folat. Kandungan besi inilah yang mengeluarkan aroma bau khas besi dari tablet TTD. Sehingga, untuk mengurangi bau serta untuk membantu penyerapan zat besi, terdapat anjuran untuk mengonsumsi TTD bersamaan dengan air jeruk, jus buah, dan sebagainya (Kemenkes RI 2015). Bau TTD merupakan salah satu alasan ibu hamil tidak patuh dalam mengonsumsi suplemen besi (Ernawati 2000; Handayani 2013). Dalam hal rasa TTD, sebagian besar subyek (62.6%) menyatakan kesukaan yang netral terhadap rasa TTD. Kesukaan ibu hamil terhadap karakteristik berupa warna, bau dan rasa TTD ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 Kesukaan subyek ibu hamil terhadap karakteristik TTD Warna TTD Bau TTD Rasa TTD Kesukaan n % n % n % Sangat tidak suka (skor=1) 1 1.1 6 6.6 1 1.1 Tidak suka (skor=2) 13 14.3 47 51.6 23 25.3 Biasa (skor=3) 15 16.5 35 38.5 57 62.6 Suka (skor=4) 62 68.1 3 3.3 7 7.7 Sangat suka (Skor=5) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Jumlah 91 100.0 91 100.0 91 100.0 Subyek dikatakan menerima karakteristik TTD bila skor penilaian kesukaan terhadap atribut TTD ≥3. Penerimaan subyek terhadap warna, bau dan rasa TTD ditunjukkan pada Gambar 2.
35
84.6% 70.3%
% Subyek
41.8%
warna TTD
bau TTD
rasa TTD
Gambar 2 Penerimaan subyek terhadap warna, bau dan rasa TTD Gambar 2 menunjukkan bahwa sebanyak 84.6% subyek menyatakan dapat menerima warna TTD, 41.8% subyek menyatakan dapat menerima bau TTD, dan 70.3% subyek dapat menerima rasa TTD. Penerimaan terhadap suatu objek bersifat relatif antar individu. Sebelum seseorang memutuskan menerima atau tidak terhadap sesuatu, maka orang tersebut secara umum akan melakukan pengamatan, yaitu pengenalan objek dengan cara melihat, mendengar, meraba, membau dan mengecap. Pengenalan objek melalui mata (melihat) salah satunya dapat dilakukan melalui melihat warna. Selain itu, membaui dan merasakan merupakan aktivitas pengenalan sensori yang lain, yang kemudian stimulus tersebut akan diolah dan menjadi bahan keputusan apakah seseorang menerima atau menolak objek tersebut. Akhirnya, dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus akan mempunyai efek tindakan dari individu tersebut atau perubahan perilaku (Notoatmodjo 2007). Begitu pula yang terjadi ketika ibu hamil mendapatkan suplemen besi, pengamatan terhadap warna, bau dan rasa TTD disertai dengan dorongan fasilitas dan lingkungan akan menjadi pertimbangan apakah ibu hamil akan patuh atau tidak patuh dalam mengonsumsi TTD tersebut. Efek Samping dan Manfaat yang Dirasakan setelah Mengonsumsi TTD Selain karena karakteristik TTD berupa bau, warna dan rasa TTD, pengalaman mengenai efek samping setelah mengonsumsi TTD juga merupkan hal yang banyak dilaporkan di berbagai penelitian (WHO 2012). Namun pada penelitian ini, hanya 44.0% subyek ibu hamil yang mengaku merasakan efek samping setelah mengonsumsi tablet tambah darah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Schultink et al. (1993) yang menunjukkan bahwa hampir tidak ada komplain mengenai efek samping suplemen besi dari subyek penelitiannya. Begitu pula dengan Galloway et al. (2002) yang melaporkan bahwa hanya sepertiga ibu hamil dalam penelitiannya yang berhenti minum suplemen besi karena merasakan efek samping suplemen tersebut. Sebaran subyek berdasarkan efek samping setelah mengonsumsi TTD ditunjukkan pada Tabel 8.
36
Tabel 8 Efek samping yang dirasakan setelah mengonsumsi TTD Efek samping TTD n % Mual 19 20.9 BAB berwarna hitam atau keras 7 7.7 Lemas/pusing/mengantuk 6 6.6 Merasa ingin buang air kecil terus 1 1.1 Lebih dari 1 jenis efek samping di atas 7 7.7 Tidak merasakan efek samping 51 56.0 Jumlah 91 100.0 Berbagai penelitian melaporkan efek samping yang dirasakan ibu hamil setelah mengonsumsi suplemen besi. Efek samping tersebut hampir sama dengan efek samping yang dirasakan subyek dalam penelitian ini, sebagian besar berupa mual ataupun kelainan gastrointestinal lainnya (Refina 2002; Lutsey et al. 2007; Oriji et al. 2011; Rahmawati 2012; Gebremedhin et al. 2014; Ugwu et al. 2014; Ahmed et al. 2015; Taye et al. 2015). Namun, efek samping tersebut biasanya tidak akan menjadi masalah yang berarti bila ibu hamil merasakan manfaat setelah mengonsumsi suplemen besi (Lutsey et al. 2007; Seck & Jackson 2011; Titaley et al. 2014). Pada penelitian ini, sebagian besar subyek ibu hamil merasakan manfaat setelah mengonsumsi tablet tambah darah (63.7%). Sebagian besar manfaat yang dirasakan subyek setelah mengonsumsi TTD berhubungan dengan berkurangnya gejala yang biasa dialami saat seseorang mengalami anemia, yaitu pusing, kurang tenaga/lemas, dan sebagainya. Gejala anemia ini biasa dirasakan oleh penderita anemia defisiensi besi, meskipun hanya mengalami anemia ringan bahkan belum disertai anemia. Hal ini disebabkan karena menurunnya kadar oksigen yang dibutuhkan jaringan tubuh termasuk otot untuk aktivitas fisik dan otak untuk berpikir, karena oksigen dibawa oleh hemoglobin (Kemenkes RI 2015). Manfaat yang dirasakan subyek setelah mengonsumsi TTD dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Manfaat yang dirasakan setelah mengonsumsi TTD Manfaat TTD n % Pusing jadi berkurang 20 22.0 Badan terasa lebih bertenaga 20 22.0 BAB menjadi lebih lancar 2 2.2 Gerakan bayi menjadi lebih terasa 3 3.3 Mual/muntah berkurang 2 2.2 Tidur menjadi lebih nyenyak 1 1.1 Nafsu makan meningkat 1 1.1 Mata menjadi tidak berkunang-kunang 1 1.1 Lebih dari 1 jenis manfaat di atas 8 8.8 Tidak merasakan manfaat 33 36.3 Jumlah 91 100.0 Pengetahuan mengenai Anemia dan Suplementasi Besi Kelompok ibu hamil merupakan sasaran primer dalam intervensi KIE mengenai penanggulangan anemia (Depkes RI 2008). Dalam penelitian ini
37
dilakukan pula penilaian terhadap pengetahuan subyek ibu hamil mengenai anemia dan suplementasi besi. Jawaban subyek atas setiap butir pertanyaan mengenai anemia dan suplemen besi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Jawaban subyek atas pertanyaan pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi Jawaban pertanyaan pengetahuan subyek n % Pengertian anemia Darah rendah 41 45.1 Perdarahan 1 1.1 Tekanan darah rendah 22 24.2 Kurang darah/ sel darah merah kurang 26 28.6 Tidak tahu 1 1.1 Penyebab anemia pada umumnya Kurang tidur/kurang istirahat 50 54.9 Kurang kalsium 5 5.5 Kurang zat besi 30 33.0 Kurang konsumsi garam 2 2.2 Kurang makan 2 2.2 Kurang minum obat/vitamin 1 1.1 Tidak tahu 1 1.1 Cara mengetahui anemia Memeriksa tekanan darah 74 81.3 Memeriksa kadar Hb 9 9.9 Mengukur berat badan 2 2.2 Memeriksa dahak 1 1.1 Diperiksa darah di laboratorium 1 1.1 Tidak tahu 4 4.4 Gejala anemia yang biasa diketahui Tekanan darah rendah, letih/lemah/lesu/pucat/mata berkunang72 79.1 kunang Letih/lemah/ lesu/pucat/mata berkunang-kunang 19 20.9 Risiko yang mungkin terjadi bila ibu hamil mengalami anemia Ibu dan bayi tidak sehat/berat bayi rendah/prematur/keguguran/ 41 45.1 perdarahan Persalinan susah, ibu lemas/tidak kuat mengedan 1 1.1 Ibu bisa kelebihan berat badan 47 51.6 Tidak tahu 2 2.2 Fungsi zat besi selama kehamilan Untuk menambah darah, supaya ibu tidak anemia 58 63.7 Untuk tulang ibu/ bayi 14 15.4 Sumber tenaga, supaya ibu kuat 12 13.2 Melancarkan pencernaan 7 7.7 Kebutuhan zat besi selama hamil dibandingkan sebelum hamil Lebih sedikit 14 15.4 Sama saja 3 3.3 Lebih banyak 66 72.5 Tidak tahu 8 8.8
38
Tabel 10 Jawaban subyek atas pertanyaan pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi (lanjutan) Jawaban pertanyaan pengetahuan subyek n % Makanan sumber zat besi yang baik Daging/ayam/telur/ikan/susu 48 52.7 Tempe/tahu/kacang-kacangan 25 27.5 Sayuran/buah-buahan 12 13.2 Sayuran, buah-buahan, daging/ikan/telur/susu 3 3.3 Tidak tahu 3 3.3 Makanan/minuman yang dapat mengganggu penyerapan besi Teh/kopi 47 51.6 Minuman beralkohol/bersoda 1 1.1 Air jeruk 16 17.6 Vitamin A 12 13.2 Daging 9 9.9 Tidak tahu 6 6.6 Suplemen yang dianjurkan untuk mengatasi anemia Suplemen tambah darah/tablet tambah darah 75 82.4 Kalsium 3 3.3 Vitamin A 11 12.1 Minyak ikan 1 1.1 Tidak tahu 1 1.1 Banyaknya konsumsi suplemen besi yang dianjurkan selama hamil 1 kali sehari, minimal 90 hari 16 17.6 1 kali sehari, minimal 30 hari 67 73.6 3 kali sehari, minimal 30 hari 7 7.7 Tidak tahu 1 1.1 Minuman yang sebaiknya digunakan untuk mengonsumsi suplemen besi Air putih 4 4.4 Air putih/air jeruk 73 80.2 Air jeruk 1 1.1 Air susu/teh/kopi 12 13.2 Tidak tahu 1 1.1 Berdasarkan jawaban subyek, pertanyaan pengetahuan mengenai anemia yang masih banyak dijawab dengan kurang tepat antara lain pertanyaan mengenai pengertian anemia, 45.1% responden menjawab bahwa anemia merupakan darah rendah, yang sering diartikan sebagai kurangnya tekanan darah. Hanya 28.6% subyek yang menjawab bahwa anemia berarti kurangnya jumlah sel darah merah. Mengenai penyebab anemia, 54.1% subyek menyebutkan bahwa anemia terjadi karena kurang istirahat. Hanya 33.6% subyek yang menyatakan bahwa secara umum anemia disebabkan karena kekurangan zat besi. Pertanyaan lain yang banyak dijawab dengan kurang tepat oleh subyek yaitu mengenai cara mengetahui status anemia seseorang. Sebanyak 81.3% subyek menjawab bahwa anemia dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah, dan hanya 9.9% subyek yang menjawab bahwa cara mengetahui anemia adalah dengan mengukur kadar hemoglobin. Begitu pula dengan gejala anemia yang
39
biasa dijumpai, sebagian besar jawaban subyek masih menganggap bahwa gejala anemia yang sering dijumpai adalah tekanan darah yang rendah. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa masih adanya kesalahan persepsi mengenai anemia dan tekanan darah rendah. Banyak ibu yang beranggapan bahwa anemia sama dengan tekanan darah rendah. Padahal, anemia merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah dalam tubuh kurang atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh, yang kemudian berakibat pada kapasitas pengangkutan oksigen dalam tubuh (WHO 2011), berbeda dengan rendahnya tekanan darah. Anggapan ini sejalan dengan review yang dilakukan oleh Wirandyani et al. (2013) yang menunjukkan bahwa masih banyak salah persepsi di antara ibu hamil bahwa anemia sama dengan tekanan darah rendah. Hal ini perlu menjadi perhatian lebih lanjut khususnya oleh tenaga kesehatan, agar ibu hamil mengerti mengenai konsep anemia itu sendiri sehingga selanjutnya dapat memahami mengenai bagaimana cara untuk mencegah atau menanggulangi anemia sejak dini. Mengenai suplementasi besi, pertanyaan yang masih banyak dijawab secara kurang tepat oleh subyek adalah mengenai dosis suplemen besi. Sebanyak 82.4% responden mengetahui bahwa suplemen yang dianjurkan dikonsumsi untuk mencegah anemia adalah tablet tambah darah, namun hanya 17.6% subyek yang menjawab dengan benar bahwa tablet tambah darah tersebut dianjurkan untuk dikonsumsi dengan dosis 1 tablet per hari, minimal selama 90 hari selama masa kehamilan. Informasi ini juga harus lebih dikuatkan untuk ibu hamil agar ibu hamil selanjutnya lebih termotivasi untuk mengonsumsi tablet tambah darah sesuai dengan dosis dan jumlah minimal yang dianjurkan untuk membantu memenuhi kebutuhan zat besinya selama kehamilan. Setelah dilakukan pemberian skor terhadap jawaban subyek, didapatkan bahwa rata-rata skor pengetahuan subyek mengenai anemia dan suplementasi besi adalah 48.0 dengan standar deviasi 19.5. Kategori tingkat pengetahuan subyek mengenai anemia dan suplementasi besi dapat dilihat pada gambar berikut ini: 7.7%
14.3%
kurang sedang baik
78.0%
Gambar 3 Tingkat pengetahuan subyek mengenai anemia dan suplementasi besi
40
Gambar 3 menunjukkan bahwa sebagian besar subyek masih memiliki pengetahuan yang kurang mengenai anemia dan suplementasi besi (78.0%), dan hanya 7.7% subyek yang memiliki tingkat pengetahuan baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di berbagai negara berkembang yang menunjukkan bahwa ibu hamil yang biasa memeriksakan diri di pelayanan kesehatan merasa familiar dengan suplemen besi, tetapi tidak tahu mengapa suplemen tersebut diberikan (Galloway et al. 2002). Ketidaktahuan ibu mengenai anemia dan suplementasi besi sebagai upaya untuk mencegah anemia menyebabkan kepedulian dan kemauannya untuk mencegah atau menanggulangi anemia menjadi kurang. Berdasarkan beberapa hasil penelitian community diagnosis, diketahui bahwa persepsi wanita usia subur (termasuk ibu hamil) dan masyarakat umum tentang anemia dan TTD adalah hampir semua memiliki persepsi bahwa anemia bukanlah masalah gizi prioritas yang perlu diatasi dan tidak pernah dibicarakan secara terbuka di keluarga. Selain itu, pengetahuan tentang perlunya minum TTD relatif masih rendah (Depkes RI 2008). Padahal, berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu hamil mengenai anemia dan suplemen besi berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen tersebut (Fuadi & Bangun 2009; Iswanto 2012; Rahmawati 2012; Grebemedhin et al. 2014). Dukungan Keluarga Keluarga merupakan salah satu komunitas terdekat dalam kehidupan seseorang (Talbot & Verrinder 2005). Bagi ibu hamil, dukungan keluarga memiliki peran penting dalam membantu menjalani kehamilannya. Dukungan keluarga baik berupa dukungan emosi, informasi, sosial dan finansial memiliki hubungan positif dengan hasil dari kehamilan baik dari sisi kesehatan ibu maupun bayi yang dilahirkannya (Haobijam et al. 2010). Salah satu hal penting yang harus dilakukan dalam pelayanan antenatal terpadu dan berkualitas adalah melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi penyulit atau komplikasi (Kemenkes RI 2010). Hal tersebut salah satu alasan perlunya ibu hamil diantar memeriksakan kehamilan minimal dalam 1 kali kunjungan diantar oleh suami atau anggota keluarga lain untuk mendapatkan pelayanan yang komprehensif dan menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan persalinan (Kemenkes RI 2012). Dalam hal pencegahan anemia dan konsumsi suplemen besi, sebagian besar dukungan keluarga yang didapatkan oleh subyek ibu hamil dalam penelitian ini berasal dari suami (83.5%). Bentuk dukungan yang diberikan oleh keluarga subyek antara lain mengingatkan untuk minum suplemen besi, mengantar ke fasilitas pelayanan kesehatan ntuk memeriksa kehamilan (ANC), membelikan makanan untuk subyek, memberi uang untuk memeriksa kehamilan, membelikan suplemen bila habis, atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan subyek. Berbagai jenis dukungan ini dirasakan sangat berarti bagi ibu hamil. Selain bersumber dari suami, terdapat pula sebagian kecil subyek yang mendapatkan dukungan utama dari orang tua atau mertua maupun anggota keluarga lainnya, meskipun sebanyak 6.6% subyek merasa tidak mendapatkan dukungan dari keluarga terkait dengan penanggulangan anemia dan konsumsi
41
suplemen besi. Dukungan keluarga yang didapatkan tersebut ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11 Dukungan keluarga dalam mengonsumsi suplemen besi Dukungan n % Sumber dukungan utama Suami 76 83.5 Orang tua/mertua 5 5.5 Anak 1 1.1 Anggota keluarga lain (kakek, kakak ipar, saudara) 3 3.3 Tidak ada dukungan keluarga 6 6.6 Kategori dukungan keluarga Baik 24 26.4 Kurang baik 67 73.6 Setelah dilakukan pemberian skor dan pengelompokan, didapatkan hasil bahwa sebagian besar subyek memiliki dukungan keluarga dalam kategori kurang (73.6%). Sehingga, salah satu langkah yang perlu dilaksanakan dalam melaksanakan strategi operasional untuk mencegah dan menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil diantaranya melalui pemberdayaan keluarga. Upaya ini dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran keluarga bahwa penanggulangan anemia merupakan kebutuhan, dimulai dari peningkatan pemahaman tentang bahaya dan penyebab anemia, serta meyakinkan bahwa anemia dapat diatasi. Selanjutnya, keluarga diharapkan mampu melakukan pencegahan dan penanggulangan anemia secara mandiri, misalnya mampu untuk membeli TTD sendiri (Depkes RI 2008). Hal ini memerlukan dukungan berupa kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang efektif dan terus menerus dari penyedia layanan kesehatan. Kualitas Konseling mengenai Anemia dan Suplementasi Besi Kualitas konseling tentang perlunya suplemen besi, manfaat dan efek sampingnya merupakan salah satu langkah kunci yang dapat mempengaruhi keefektifan program suplementasi besi (Yip 1996). Saat memberikan suplemen besi, diharapkan petugas kesehatan memberikan nasihat kepada ibu hamil mengenai anemia dan suplemen besi. Pada penelitian ini, jenis nasihat yang disampaikan oleh petugas saat konseling kepada subyek ibu hamil antara lain mengenai anemia (meliputi pengertian, penyebab, gejala, dan sebagainya), manfaat suplemen besi, dosis suplemen besi, cara mengonsumsi suplemen besi, serta efek samping suplemen besi dan cara mengatasinya. Dalam penelitian ini, hampir seluruh subyek ibu hamil (97.8%) pernah mendapatkan konseling mengenai anemia dan suplemen besi dari petugas kesehatan saat melakukan ANC di fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas). Nasihat mengenai anemia dan suplemen besi yang paling diingat oleh subyek adalah mengenai dosis suplemen besi (90.1% subyek merasa pernah menerima), diikuti oleh nasihat mengenai manfaat suplemen besi (83.5% subyek merasa pernah menerima). Sementara itu, hanya 2.2% subyek yang merasa pernah diberi nasihat mengenai anemia dan hanya 8.8% subyek yang merasa pernah diberi nasihat mengenai efek samping yang mungkin dirasakan setelah mengonsumsi
42
suplemen besi dan cara mengatasinya. Sebaran subyek berdasarkan konseling mengenai anemia dan suplemen besi dari petugas kesehatan saat melakukan ANC ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tabel 12 Konseling mengenai anemia dan suplementasi besi Nasihat yang diterima n Penerimaan nasihat mengenai anemia dan suplemen besi Menerima nasihat 89 Tidak menerima nasihat 2 Jenis nasihat Anemia 2 Manfaat suplemen besi 76 Dosis suplemen besi 82 Cara mengonsumsi suplemen besi 36 Efek samping suplemen besi dan cara mengatasinya 8
% 97.8 2.2 2.2 83.5 90.1 39.6 8.8
Waktu penyampaian nasihat tersebut bervariasi. Sebaran subyek berdasarkan lama penyampaian nasihat mengenai anemia dan suplemen besi oleh petugas kesehatan menurut subyek dapat dilihat pada Gambar 4. 5.6%
44.9% <5 menit 5-10 menit >10 menit 49.4%
Gambar 4 Sebaran subyek berdasarkan lama penyampaian nasihat mengenai anemia dan suplemen besi oleh petugas kesehatan Gambar 4 menunjukkan bahwa dari seluruh subyek yang merasa pernah diberi nasihat mengenai anemia dan suplemen besi oleh petugas kesehatan, sebanyak 49.4% diantaranya merasa mendapatkan nasihat mengenai anemia dan suplemen besi dari petugas kesehatan selama 5-10 menit. Sebanyak 45.0% subyek merasa mendapatkan nasihat tersebut selama <5 menit, dan hanya 5.6% subyek yang merasa mendapatkan nasihat tersebut selama >10 menit. Nasihat yang diterima dari petugas kesehatan tergantung dari daya terima dan daya ingat ibu hamil. Sebagai subyek, ada ibu hamil yang mengatakan bahwa petugas kesehatan menyampaikan manfaat suplemen besi adalah untuk vitamin, bahkan ada yang menyebutkan bahwa manfaat suplemen besi adalah untuk menurunkan darah. Selain itu, ada pula ibu hamil yang menyatakan bahwa dosis
43
suplemen besi yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan adalah adalah 3 kali sehari, masing-masing 1 tablet. Dengan demikian, penting untuk menanyakan kembali kepada ibu hamil terkait pemahamannya mengenai anemia dan suplemen besi pada setiap kunjungan ANC, sehingga apabila ada pemahaman yang kurang tepat dapat diluruskan oleh tenaga kesehatan. Isi dari masing-masing jenis nasihat yang disampaikan oleh petugas kesehatan yang dipaparkan oleh subyek diuraikan dalam Tabel 13. Tabel 13
Isi nasihat mengenai anemia dan suplemen besi dari petugas kesehatan menurut subyek ibu hamil Isi nasihat n % Anemia Anemia adalah kurang darah 1 50.0 Anemia adalah kadar Hb rendah 1 50.0 Total subyek menerima nasihat 2 100.0 Manfaat suplemen besi Untuk penambah darah 63 82.9 Supaya ibu/bayi sehat 5 6.6 Supaya ibu tidak lemas 1 1.3 Supaya bayi mendapat oksigen 1 1.3 Untuk gizi dan perkembangan otak janin 1 1.3 Supaya bayi kuat dan tidak prematur 1 1.3 Untuk mengalirkan makanan ke bayi 1 1.3 Mencegah perdarahan ketika melahirkan 1 1.3 Untuk vitamin 1 1.3 Untuk menurunkan darah 1 1.3 Total subyek menerima nasihat 76 100.0 Dosis suplemen besi 1 kali sehari, masing-masing 1 tablet 80 97.6 2 kali sehari, masing-masing 1 tablet 1 1.2 3 kali sehari, masing-masing 1 tablet 1 1.2 Total subyek menerima nasihat 82 100.0 Cara mengonsumsi suplemen besi Diminum malam hari/sebelum tidur 22 61.1 Boleh diminum pagi/siang/malam 3 8.3 Diminum dengan air putih/air jeruk/tidak dengan air teh 5 13.9 Diminum pagi/siang/malam dengan air putih/air jeruk 6 16.7 Total subyek menerima nasihat 36 100.0 Efek samping suplemen besi dan cara mengatasainya BAB bisa menjadi hitam, tapi tidak masalah, teruskan saja 3 37.5 Ibu bisa mual, untuk mengatasinya suplemen diminum sebelum tidur 3 37.5 BAB bisa berwarna hitam atau keras, ibu dianjurkan makan sayur dan buah lebih banyak 1 12.5 Wajar bila setelah minum suplemen besi ibu merasa efek samping, diteruskan saja 1 12.5 Total subyek menerima nasihat 8 100.0
44
Frekuensi penyampaian nasihat mengenai anemia dan suplemen besi oleh petugas kesehatan menurut subyek yang merasa pernah diberi nasihat tersebut berkisar antara 1 kali sampai dengan 6 kali penyampaian dari kunjungan ANC yang pernah dilakukan. Sebaran subyek berdasarkan frekuensi petugas kesehatan menyampaikan nasihat mengenai anemia dan suplemen besi pada saat kunjungan ANC dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran subyek berdasarkan frekuensi petugas kesehatan menyampaikan nasihat mengenai anemia dan suplemen besi Frekuensi penyampaian nasihat n % 1 kali 54 60.7 2 kali 14 15.7 3 kali 15 16.9 4 kali 4 4.5 5 kali 1 1.1 6 kali 1 1.1 Jumlah 89 100.0 Setelah dilakukan pemberian skor dan pengelompokan, kategori nasihat yang diterima subyek mengenai anemia dan suplementasi besi menurut subyek ibu hamil ditunjukkan pada Gambar 5.
38.5% Baik Kurang baik 61.5%
Gambar 5 Kategori kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi Gambar tersebut menunjukkan bahwa kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi berdasarkan data dari subyek ibu hamil sebagian besar berada pada kategori kurang (61.5%). Rendahnya pengetahuan ibu hamil dan kurangnya informasi mengenai anemia dan suplemen besi merupakan penyebab dari rendahnya kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi (Gebremedhin et al. 2014). Kurang memadainya konseling mengenai suplementasi besi bagi ibu hamil merupakan salah satu hambatan terbesar untuk meningkatkan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi (Galloway et al. 2002). Apabila pemahaman ibu hamil mengenai anemia dan suplementasi besi dapat ditingkatkan
45
melalui peningkatan pelayanan konseling dari petugas kesehatan, diharapkan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi dapat meningkat sehingga keefektifan program suplementasi besi juga mengalami peningkatan. Kepatuhan Ibu Hamil dalam Mengonsumsi Suplemen Besi Suplementasi besi dan asam folat harian direkomendasikan WHO untuk memenuhi kebutuhan besi ibu hamil sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya berat badan bayi lahir rendah (BBLR), anemia pada ibu hamil, dan defisiensi besi. Di Indonesia, rekomendasi konsumsi suplemen besi adalah 60 mg besi elemental dan 0.4 mg asam folat per hari atau 1 tablet per hari yang dikonsumsi paling sedikit 90 tablet selama kehamilan (Kemenkes RI 2015). Berbagai penelitian juga menunjukkan bawa konsumsi suplemen besi merupakan faktor protektif terjadinya anemia pada ibu hamil (Aikawa et al. 2008; Basri 2011; Alem et al. 2013). Seluruh subyek ibu hamil dalam penelitian ini (100%) pernah mendapatkan suplemen besi dari petugas kesehatan dan hampir seluruh subyek (98.9%) mengonsumsi suplemen tersebut sejak awal kehamilannya. Suplemen besi yang dikonsumsi subyek berasal dari program pemerintah (TTD program) maupun dari luar program pemerintah. Sebaran subyek berdasarkan jenis suplemen besi yang dikonsumsi selama kehamilan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran subyek berdasarkan jenis suplemen besi yang dikonsumsi selama kehamilan Jenis suplemen besi n % TTD saja 60 65.9 TTD dan 1 jenis suplemen besi lain 26 28.6 TTD dan 2 jenis suplemen besi lain 1 1.1 1 jenis suplemen besi selain TTD 2 2.2 2 jenis suplemen besi selain TTD 1 1.1 Tidak mengonsumsi suplemen besi 1 1.1 Jumlah 91 100.0 Tabel 15 menunjukkan bahwa sebagian besar subyek (95.6%) mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) sebagai suplemen besi selama kehamilan, bahkan 65.9% menjadikan TTD program sebagai satu-satunya suplemen besi yang dikonsumsi selama hamil. Hal ini menunjukkan TTD masih memiliki posisi penting sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan anemia pada subyek ibu hamil. TTD program memiliki keunggulan yaitu diberikan secara cuma-cuma di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga sebagian besar subyek lebih memilih untuk mengonsumsi TTD yang telah didapatkan, dibandingkan harus membeli suplemen besi lain. Namun, subyek yang telah mendapatkan TTD belum tentu mengonsumsi TTD dalam jumlah yang sesuai dengan anjuran. Sebaran subyek berdasarkan kepatuhan mengonsumsi suplemen besi dalam 7 hari terakhir dan sejak awal kehamilan ditunjukkan dalam Tabel 16.
46
Tabel 16 Kepatuhan subyek dalam mengonsumsi suplemen besi Kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi n % 7 hari terakhir Patuh 29 38.5 Tidak patuh 62 61.5 Sejak awal kehamilan Patuh 25 27.5 Tidak patuh 66 72.5 Tabel 16 menunjukkan bahwa dalam 7 hari terakhir, hanya 38.5% subyek yang patuh mengonsumsi suplemen besi. Selain dalam jangka waktu 7 hari terakhir, kepatuhan subyek dalam mengonsumsi besi sejak awal kehamilan juga diketahui dalam penelitian ini. Kepatuhan ini dapat menggambarkan bagaimana konsumsi suplemen besi subyek sejak awal menerima suplemen besi hingga saat ini, apakah suplemen tersebut dikonsumsi sesuai anjuran atau tidak. Proporsi subyek yang patuh mengonsumsi suplemen besi sejak awal kehamilan lebih kecil dibandingkan proporsi tersebut bila dilihat dalam jangka waktu 7 hari terakhir saja. Dari seluruh subyek yang menerima suplemen besi dan 98.9% diantaranya mengonsumsi suplemen besi tersebut, hanya 27.5% subyek yang patuh atau mengonsumsi suplemen besi yang telah didapatkan sesuai dengan jumlah yang dianjurkan. Hal ini menunjukkan masih rendahnya kepatuhan subyek dalam mengonsumsi suplemen besi. Hasil ini sejalan pula dengan penelitian di berbagai negara yang menunjukkan rendahnya kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi, yaitu kurang dari 40% ibu yang patuh mengonsumsi suplemen besi sesuai dengan jumlah yang dianjurkan (Vongvichit et al. 2003; Dairo & Lawoyin 2006; Gebremedhin et al. 2014; Taye et al. 2015). Bila dihitung dari subyek yang memiliki usia kehamilan trimester 3, proporsi subyek yang telah mengonsumsi suplemen besi minimal 90 tablet adalah sebesar 27.9%. Hasil ini sejalan dengan hasil Riskesdas 2013 yang menunjukkan bahwa 89.1% ibu hamil mengonsumsi suplemen besi selama kehamilan, namun hanya 33% yang mengonsumsi minimal 90 tablet selama kehamilan (Kemenkes RI 2013). Asupan Zat Besi dari Pangan selain Suplemen Untuk mencegah defisiensi, besi yang cukup harus dipenuhi dari diet untuk memenuhi kebutuhan fisiologis normal (Bothwell et al. 1989). Selama kehamilan terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kebutuhan zat besi untuk meningkatkan massa sel darah merah serta ekspansi volume plasma untuk pertumbuhan janin (Scholl 2005). Selain konsumsi suplemen besi, pada penelitian ini juga diperoleh data mengenai asupan zat besi yang berasal dari konsumsi pangan harian subyek selain suplemen. Asupan zat besi harian subyek berkisar antara 5.3 mg sampai 34.8 mg, dengan rata-rata 9.9 mg. Angka ini jauh dari angka kecukupan besi bagi ibu hamil, yaitu sebesar 26 mg pada trimester pertama, 34 mg pada trimester ke dua, dan 39 mg pada trimester ke tiga (Soekatri & Kartono 2014). Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan zat besi disajikan dalam Gambar 6.
47
2.2%
Defisit (<77%) Cukup (≥77%)
97.8%
Gambar 6 Sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan zat besi Gambar tersebut menunjukkan bahwa hampir semua subyek (97.8%) memiliki tingkat kecukupan zat besi yang berada dalam kategori defisit. Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua subyek tidak dapat memenuhi kecukupan zat besi yang seharusnya dari konsumsi pangan harian. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hwang et al. (2014) yang menunjukkan bahwa 99% ibu hamil dalam penelitiannya mengonsumsi zat besi di bawah angka kecukupan. Kondisi ini sejalan juga dengan penelitian di berbagai negara yang menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil belum dapat memenuhi kecukupan zat besi yang dianjurkan dari konsumsi pangan hariannya (Belgnaoui & Belahsen 2006; Milman 2006; Cheng et al. 2009; Singh et al. 2009; Sato et al. 2010; Ariyo & Omosebi 2011). Jenis pangan harian yang dikonsumsi subyek dan frekuensinya diperoleh dengan wawancara menggunakan food frequency questionnaire meliputi kelompok pangan serealia (nasi), lauk hewani, kacang-kacangan, sayuran, buahbuahan dan teh. Kelompok ini berdasarkan kelompok pangan sumber zat besi; pendukung penyerapan besi yang terdiri dari sayuran dan buah-buahan; dan penghambat penyerapan besi yang terdiri dari nasi, kacang-kacangan dan teh (Du et al. 2000). Hampir seluruh subyek dalam penelitian ini (96.7%) mengonsumsi nasi setiap hari. Subyek yang tidak mengonsumsi nasi setiap hari adalah subyek yang masih sering merasa mual di trimester awal kehamilannya. Jenis lauk hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh ibu hamil adalah telur ayam (dikonsumsi oleh 91.2% subyek), ikan laut (89.0%), dan daging ayam (86.8%). Namun, lebih dari sepertiga subyek (34.1%) tidak setiap hari mengonsumsi lauk hewani. Padahal, besi hem banyak terdapat pada lauk hewani, yaitu sekitar 40% dari zat besi yang berasal dari lauk hewani (Du et al. 2000). Sebagian besar subyek mengonsumsi lauk hewani dengan frekuensi 1 sampai 3 kali per minggu, dengan jenis daging ayam (70.3%), telur ayam (50.5%), dan ikan laut (46.2%). Kelompok kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi oleh subyek adalah dalam bentuk tempe dan tahu. Sebanyak 46.2% dan 34.1% subyek mengonsumsi tempe dan tahu setiap hari. Jenis sayuran yang paling banyak dikonsumsi subyek
48
adalah bayam (dikonsumsi oleh 68.1% subyek), sop (59.3%), dan kangkung (56.0%). Namun, hanya 24.2% subyek yang mengonsumsi sayuran setiap hari. Buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi subyek adalah jeruk (dikonsumsi oleh 56.0% subyek) dan pisang (53.8%). Sama halnya dengan konsumsi sayuran, hanya 37.4% subyek yang mengonsumsi buah-buahan setiap hari. Sebanyak 51.6% subyek mengonsumsi teh, dengan frekuensi konsumsi teh terbanyak 1 sampai 3 kali perminggu (41.8%). Du et al. (2000) menyebutkan bahwa makanan hewani dan vitamin C dapat mendukung bioavailabilitas besi, namun sayuran dan buah-buahan lebih lanjut dapat bertindak sebagai enhancer juga. Kemudian, tidak hanya teh yang dapat menghambat penyerapan besi (inhibitor), tetapi nasi dan kacang-kacangan memiliki efek yang sama sebagai inhibitor terhadap bioavailabilitas besi. Jenis dan frekuensi konsumsi pangan harian subyek dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Jenis dan frekuensi konsumsi pangan harian subyek ibu hamil Kelompok pangan Serealia
Lauk hewani
Kacangkacangan
Sayuran
Buahbuahan
Teh
Jenis pangan Nasi Ayam Daging Hati Telur ayam Ikan laut Ikan air tawar Susu Kacang ijo Kacang tanah Tahu Tempe Susu kedelai Bayam Daun singkong Kangkung Sawi Kacang panjang Sop Duku Jambu biji Jeruk Pepaya Pisang Rambutan Semangka Teh
Tidak pernah n % 0 0.0 12 13.2 67 73.6 60 65.9 8 8.8 10 11.0 87 95.6 74 81.3 44 48.4 83 91.2 21 23.1 11 12.1 87 95.6 29 31.9 77 84.6 40 44.0 66 72.5 60 65.9 37 40.7 69 75.8 82 90.1 40 44.0 65 71.4 42 46.2 60 65.9 63 69.2 44 48.4
Frekuensi/minggu 1-3 kali 4-6 kali n % n % 2 2.2 1 1.1 64 70.3 8 8.8 24 26.4 0 0.0 29 31.9 2 2.2 46 50.5 19 20.9 42 46.2 15 16.5 3 3.3 1 1.1 4 4.4 2 2.2 39 42.9 6 6.6 8 8.8 0 0.0 28 30.8 11 12.1 23 25.3 15 16.5 3 3.3 0 0.0 46 50.5 11 12.1 11 12.1 2 2.2 33 36.3 8 8.8 24 26.4 1 1.1 20 22.0 7 7.7 46 50.5 6 6.6 12 13.2 3 3.3 9 9.9 0 0.0 38 41.8 4 4.4 18 19.8 2 2.2 36 39.6 5 5.5 25 27.5 2 2.2 22 24.2 6 6.6 38 41.8 0 0.0
Setiap hari n % 88 96.7 7 7.7 0 0.0 0 0.0 18 19.8 24 26.4 0 0.0 11 12.1 2 2.2 0 0.0 31 34.1 42 46.2 1 1.1 5 5.5 1 1.1 10 11.0 0 0.0 4 4.4 2 2.2 7 7.7 0 0.0 9 9.9 6 6.6 8 8.8 4 4.4 0 0.0 9 9.9
49
Menggunakan metode untuk menghitung bioavailabilitas besi (Du et al. 2000), diperkirakan bioavailabilitas besi subyek berkisar antara 1.4 sampai 6.4% dengan rata-rata sebesar 3.3%, yang termasuk ke dalam kategori penyerapan rendah (Soekatri dan Kartono 2014). Sebaran subyek berdasarkan bioavailabilitas besi dapat dilihat pada Gambar 7. 13.2%
<5% ≥5%
86.8%
Gambar 7 Sebaran subyek berdasarkan bioavailabilitas zat besi Gambar tersebut menunjukkan bahwa asupan zat besi dari pangan selain suplemen pada sebagian besar subyek (86.8%) memiliki bioavailabitas besi sangat rendah (<5%). Zat besi makanan terbagi menjadi besi hem dan non-hem. Tergantung pada cadangan besi tubuh, besi hem diserap sebanyak 15 sampai 35%. Makanan yang mengandung besi non-hem memiliki tingkat absorpsi yang lebih rendah, yaitu sebesar 2 sampai 20%. Penyerapan besi non-hem dipengaruhi oleh kadar simpanan besi tubuh dan komponen diet. Terdapat faktor pendukung penyerapan besi, antara lain asam askorbat, daging, ikan, atau unggas, yang dapat meningkatkan bioavailabilitas besi non-hem hingga 4 kali lipat (Monsen 1988). Sementara itu, tanin, fitat, fosfat, protein kedelai, dan serat pangan merupakan penghambat penyerapan besi (Hallberg 1983). Sehingga, penyerapan besi dipengaruhi oleh kandungan besi pada diet, namun lebih dipengaruhi lagi oleh komposisi diet tersebut (Bothwell et al. 1989). Penyerapan yang rendah tersebut sejalan dengan masih kurangnya lauk hewani yang dikonsumsi oleh subyek. Sebanyak 74.7% subyek dalam penelitian ini mengonsumsi makanan hewani kurang dari 3 porsi per hari sebagaimana yang dianjurkan dalam pedoman gizi seimbang (Kemenkes 2014), bahkan sebanyak 16.5% subyek tidak mengonsumsi lauk hewani setiap hari. Padahal, makanan yang memiliki bioavailabilitas besi paling tinggi adalah makanan yang berasal dari hewan, yang mengandung 40% besi hem dan memiliki bioavailabilitas tinggi, sekitar 23% (Du et al. 2000). Asupan besi yang rendah ini menunjukkan karakteristik yang hampir sama dengan di China dan di negara berkembang lainnya, dimana asupan besi harian kebanyakan berasal dari makanan dengan bioavailabilitas yang rendah, yaitu
50
hanya sekitar 3% dari total asupan besi. Konsumsi makanan hewani juga tergolong masih rendah dan prevalensi anemia defisiensi besi masih tinggi. Di China, rendahnya bioavailabilitas besi ini diduga menjadi penyebab anemia defisiensi besi. Pola makan penduduk China yang terbiasa mengkonsumsi nasi dan kacang-kacangan juga harus diperhitungkan untuk mengetahui bioavailabilitas besi (Du et al. 2000). Dengan demikian, rekomendasi untuk menambah asupan zat besi melalui suplementasi besi merupakan hal yang tepat dilakukan untuk menutupi kekurangan asupan zat besi dari pangan harian ibu hamil, sebagaimana yang dinyatakan oleh Sanghvi et al. (2010) bahwa program suplementasi besi merupakan program yang mudah dan terjangkau serta dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kematian ibu di negara-negara dimana asupan besi ibu hamil rendah dan prevalensi anemia tinggi. Penyakit Infeksi Selain karena kehamilan dan masa tumbuh kembang, defisiensi besi juga dapat disebabkan karena penyakit infeksi misalnya malaria dan penyakit kronis lainnya seperti tuberculosis (TBC). Kehilangan besi juga dapat terjadi pada perdarahan dan adanya infestasi cacing (Depkes RI 1995). Berdasarkan penyakit yang dialami selama kehamilan, sebaran subyek dapat dilihat pada Gambar 8. 2.2%
Mengalami Tidak mengalami
97.8%
Gambar 8 Sebaran subyek berdasarkan penyakit yang dialami selama kehamilan Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada penelitian ini, hampir seluruh subyek tidak pernah mengalami gangguan kesehatan atau penyakit infeksi yang berhubungan dengan zat besi, hanya 2.2% subyek yang pernah mengalami perdarahan dan hemorhoid. Individu yang mengalami hemorhoid berlebih juga rawan menderita defisiensi besi karena mengalami mengalami kehilangan darah berlebih sehingga memiliki kebutuhan besi lebih tinggi (Monsen 1988). Prevalensi Anemia pada Ibu Hamil Hasil pemeriksaan kadar hemoglobin pada subyek ibu hamil menunjukkan bahwa 42.9% subyek ibu hamil mengalami anemia (kadar Hb<11 g/dl). Angka ini lebih tinggi dibandingkan angka anemia pada ibu hamil di Indonesia hasil Riskesdas 2013, yaitu sebesar 37.1% (Kemenkes RI 2013). Sebaran subyek berdasarkan status anemia dapat dilihat pada Tabel 18.
51
Tabel 18 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia Status anemia n % Anemia ringan 24 26.4 Anemia sedang 15 16.5 Tidak anemia 52 57.1 Jumlah 91 100.0 Hasil ini menunjukkan bahwa anemia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat tingkat berat (WHO 2010). Berdasarkan tingkat keparahan anemia (WHO 2011), subyek yang mengalami anemia lebih banyak yang berada dalam kategori anemia ringan (kadar Hb 10-10.9 g/dl), sisanya berada pada kategori anemia sedang (kadar Hb 7-9.9 g/dl). Konsentrasi hemoglobin yang rendah sebagai indikasi anemia sedang atau berat berhubungan dengan meningkatnya risiko kelahiran prematur, kematian ibu dan bayi, serta penyakit infeksi (UNICEF, UNU, WHO 2001). Ibu hamil yang mengalami anemia pada trimester 1 dan 2 memiliki risiko lebih tinggi terhadap terjadinya BBLR dan kelahiran prematur (Haider et al. 2013). Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kepatuhan Ibu Hamil dalam Mengonsumsi Suplemen Besi Dalam penelitian ini dilakukan uji hubungan antara berbagai variabel terhadap kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi melalui uji bivariat, yang dilanjutkan dengan analisis multivariat untuk mengetahui fakttor yang berpengaruh terhadap kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi. Hasil uji tersebut disajikan dalam Tabel 19. Karakteristik Ibu Hamil Usia Ibu. Penelitian ini menunjukkan bahwa baik di kelompok ibu dengan usia risiko tinggi (<20 tahun atau >35 tahun) maupun risiko rendah (20-35 tahun), proporsi ibu yang tidak patuh mengonsumsi suplemen besi lebih tinggi dibandingkan ibu yang patuh mengonsumsi suplemen besi. Berbagai penelitian menemukan bahwa semakin tinggi usia ibu saat kehamilan, kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi juga lebih tinggi (Ogundipe et al. 2012; Mithra et al. 2014; Taye et al. 2015). Dairi dan Lawoyin (2006) melaporkan bahwa ibu hamil remaja (<20 tahun) dan ibu hamil berusia >35 tahun memiliki kepatuhan konsumsi suplemen besi lebih rendah dibandingkan ibu hamil pada kategori usia lainnya. Namun, dalam penelitian ini uji bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu dan kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi (p=0.744). Hasil ini mungkin dikarenakan subyek dalam penelitian ini sebagian besar (80.2%) memang berada pada kelompok usia 20 sampai 35 tahun. Jumlah Kehamilan. Proporsi ibu yang patuh dalam mengonsumsi suplemen besi lebih banyak pada kelompok ibu dengan jumlah kehamilan ≥4 (30.8%) dibandingkan pada kelompok ibu dengan jumlah kehamilan <4 (26.9%). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menjalankan kehamilan kedua
52
atau lebih memiliki kepatuhan lebih tinggi dalam mengonsumsi suplemen besi dibandingkan dengan ibu yang pertama kali hamil (Ogundipe et al. 2012; Zavaleta et al. 2012; Mithra et al. 2014). Namun setelah dilakukan uji bivariat, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah kehamilan dan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi dalam penelitian ini (p=1.000). Hasil tersebut disebabkan karena dalam penelitian ini sebagian besar subyek ibu hamil memang memiliki jumlah kehamilan <4 (85.7%). Jumlah kehamilan ≥4 merupakan salah satu risiko tinggi dalam kehamilan (Manuaba 1998). Dalam penelitian ini jumlah kehamilan ibu termasuk dalam kategori baik karena sebagian besar tidak termasuk ke dalam kelompok risiko tinggi kehamilan. Diharapkan, kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi juga dapat ditingkatkan baik pada ibu hamil pada kelompok jumlah kehamilan <4 maupun ≥4, karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik pada ibu hamil dengan jumlah kehamilan <4 maupun ≥4, proporsi ibu yang tidak patuh dalam mengonsumsi suplemen besi lebih banyak dibandingkan dengan proporsi ibu yang patuh dalam mengonsumsi suplemen besi. Pendidikan Ibu. Tabel 19 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikan ibu dan kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi (p=0.883) dalam penelitian ini. Baik pada kelompok ibu hamil dengan pendidikan <SMA maupun ≥SMA, sebagian besar subyek ibu hamil tidak patuh dalam mengonsumsi suplemen besi (70.8% dan 74.4%). Hasil ini sejalan dengan penelitian baik di Indonesia maupun di Bangladesh, Vietnam dan Ethiophia yang menunjukkan bahwa pendidikan formal tidak berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi (Hyder et al. 2002; Aikawa et a. 2006; Ogundipe et al. 2012; Fuadi & Bangun 2013), meskipun beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin tinggi pula kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi (Mardiana 2004; Ordenes & Bongga 2006; Lutsey et al. 2007; Ugwu et al. 2014; Neupane et al. 2015; Rao & Chawan 2015; Taye et al. 2015). Proporsi pendidikan gizi dan kesehatan dalam kurikulum pendidikan formal yang kurang memadai dapat menyebabkan kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan, termasuk dalam pencegahan anemia, apabila ibu hanya menggantungkan pengetahuannya dari materi yang didapatkan di sekolah. Dengan demikian, pendidikan formal yang tinggi belum tentu menjamin ibu memiliki perilaku kesehatan yang baik pula, sebagaimana hasil yang diperoleh dalam penelitian ini. Selain dimasukkan dalam kurikulum sekolah formal, pendidikan gizi juga dapat dilakukan dalam setting yang berbeda, misalnya berdasarkan siklus hidupnya seperti pendidikan gizi khusus untuk ibu hamil, baik dalam program kesehatan ibu dan anak maupun program lain (Contento 2011). Usia Kehamilan. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara usia kehamilan ibu dan kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi. Ibu dengan usia kehamilan >24 minggu memiliki kecenderungan untuk lebih patuh mengonsumsi suplemen besi dibandingkan ibu dengan usia kehamilan ≤24 minggu (p=0.019). Hal ini disebabkan semakin tinggi usia kehamilan ibu, maka akan semakin besar kemungkinan ibu melakukan kontak dengan petugas kesehatan (mendapatkan pelayanan ANC). Di Indonesia,
53
pemberian suplemen besi dimulai pada waktu pertama kali ibu hamil memeriksakan kehamilannya (Depkes RI 2008). Beard (2000) menyebutkan bahwa kebanyakan program suplementasi besi dimulai saat bumil mulai datang ke tempat pelayanan kesehatan, yaitu pada minggu ke 10 sampai 15 kehamilan. Tabel 19
Hubungan berbagai variabel dan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi
Variabel Usia ibu Risiko tinggi (<20 tahun atau >35 tahun) Risiko rendah (20-35 tahun) Jumlah kehamilan <4 ≥4 Tingkat pendidikan <SMA ≥ SMA Usia kehamilan ≤24 minggu >24 minggu Frekuensi ANC <3 ≥3 Pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi Kurang Cukup Penerimaan terhadap karakteristik suplemen besi Kurang dapat menerima Dapat menerima Efek samping suplemen besi Merasakan Tidak merasakan Manfaat suplemen besi Tidak Merasakan Merasakan Dukungan keluarga Kurang Baik Kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi Kurang Baik *Signifikan berhubungan (p <0.05)
Tidak patuh n %
n
Patuh %
p value
12
66.7
6
33.3
54
74.0
19
26.0
57 9
73.1 69.2
21 4
26.9 30.8
1.000
34 32
70.8 74.4
14 11
29.2 25.6
0.883
41 25
83.7 59.5
8 17
16.3 40.5
0.019*
48 18
82.8 54.5
10 15
17.2 45.5
0.008*
52 14
74.3 66.7
18 7
25.7 33.3
0.684
27 39
73.0 72.2
10 15
27.0 27.8
1.000
33 33
64.7 82.5
18 7
35.3 27.5
0.099
27 39
81.8 67.2
6 19
18.2 32.8
0.210
49 17
73.1 70.8
18 7
26.9 29.2
1.000
49 17
87.5 48.6
7 18
12.5 51.4
0.000*
0.744
54
Frekuensi ANC. Hasil uji hubungan antara usia kehamilan dan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi diperkuat dengan adanya hubungan yang signifikan antara kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi dan frekuensi ANC (p=0.008). Ibu hamil yang memiliki frekuensi ANC lebih banyak (≥3 kali) lebih patuh dalam mengonsumsi suplemen besi dibandingkan ibu yang memiliki frekuensi ANC lebih sedikit (<3 kali). Hasil ini sejalan dengan berbagai penelitian yang melaporkan bahwa frekuensi ANC berhubungan signifikan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi (Galloway et al. 2002; Lutsey et al. 2007; Indreswari 2008; Ogundipe et al. 2012; Gebremedhin et al. 2014; Gebre et al. 2015; Neupane et al. 2015). Semakin bertambah usia kehamilan ibu dan bertambahnya frekuensi kontak dengan fasilitas pelayanan kesehatan (ANC), ibu hamil diharapkan mendapatkan dukungan lebih banyak dari petugas kesehatan untuk mengonsumsi suplemen besi (Lutsey et al. 2007), sehingga ibu hamil dapat lebih patuh untuk mengonsumsi suplemen besi. Pemberian suplemen besi merupakan salah satu jenis pelayanan antenatal terpadu dalam kegiatan ANC, begitu pula dengan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) mengenai suplementasi tablet besi (Kemenkes RI 2010). Pengetahuan Ibu mengenai Anemia dan Suplementasi Besi Berdasarkan hasil review berbagai studi baik di Indonesia maupun di negara lain, pengetahuan ibu hamil mengenai anemia dan suplementasi besi menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi-folat (Wiradnyani et al. 2013). Begitu pula dengan penelitan yang dilakukan oleh Fuadi dan Bangun (2013) dan Taye et al. (2015) yang menunjukkan terdapat hubungan positif antara pengetahuan ibu dan kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi. Namun, berbeda dengan berbagai hasil penelitian tersebut, dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu mengenai anemia dan suplementasi besi dengan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen tersebut (p=0.684). Hal ini mungkin disebabkan 78.0% subyek ibu hamil dalam penelitian ini masih memiliki pengetahuan yang kurang mengenai anemia dan suplementasi besi. Dengan demikian, masih diperlukan peningkatan pengetahuan bagi seluruh ibu hamil mengenai anemia dan suplementasi besi. Apabila pengetahuan ibu hamil mengenai anemia dan suplemen besi meningkat, diharapkan ibu dapat lebih patuh dalam mengonsumsi besi, karena meningkatnya sikap dan persepsi ibu mengenai suplemen besi. Proses psikologis yang kuat yang meliputi persepsi, kepercayaan, nilai dan sikap merupakan kunci dari apa yang orang lakukan (Contento 2011). Karakteristik Suplemen Besi Penerimaan terhadap Suplemen Besi. Karakteristik suplemen besi dalam penelitian ini meliputi warna, rasa, dan bau suplemen besi menurut subyek yang kemudian disimpulkan dalam penerimaan subyek terhadap suplemen besi. Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara penerimaan ibu terhadap suplemen besi dan kepatuhan dalam mengonsumsi
55
suplemen tersebut (p=1.000). Hal ini menggambarkan bahwa meskipun ibu tidak menyukai warna, rasa dan bau suplemen besi, hal tersebut tidak berhubungan dengan kepatuhannya mengonsumsi suplemen besi. Efek Samping setelah Mengonsumsi Suplemen Besi. Begitu pula dengan efek samping yang dirasakan ibu setelah mengonsumsi suplemen besi. Adanya efek samping yang dirasakan oleh subyek ibu hamil dalam penelitian ini tidak berhubungan signifikan dengan kepatuhan mengonsumsi suplemen besi (p=0.099). Hasil ini sejalan dengan review dari berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara efek samping suplemen besi dan kepatuhan ibu mengonsumsi suplemen tersebut. Adanya efek samping yang dirasakan oleh ibu setelah mengonsumsi suplemen besi apabila disikapi dengan cara yang tepat maka pengaruhnya terhadap kepatuhan akan sangat minimal (Wiradnyani et al. 2013), sehingga upaya untuk meningkatkan kepatuhan ibu hanya dengan cara mengurangi efek samping dari suplemen besi bukan merupakan strategi yang tepat (Hyder et al. 2002). Manfaat yang Dirasakan setelah Mengonsumsi Suplemen Besi. Dalam penelitian ini, proporsi subyek yang patuh dalam mengonsumsi besi lebih besar pada kelompok yang merasakan manfaat setelah mengonsumsi suplemen besi (32.8%) dibandingkan yang tidak merasakan manfaat (18.2%). Namun, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara adanya manfaat setelah mengonsumsi suplemen besi dan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen dalam penelitian ini (p=0.210). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian lain yang menunjukkan bahwa manfaat yang dirasakan ibu setelah mengonsumsi suplemen besi berhubungan signifikan dengan kepatuhan ibu mengonsumsi suplemen (Galloway et al. 2002; Aikawa et al. 2006; Sanghvi et al. 2010). Seck dan Jackson (2008) menyatakan bahwa manfaat yang dirasakan oleh ibu setelah mengonsumsi suplemen besi berhubungan dengan waktu pertama kali ibu mendapatkan suplemen tersebut. Semakin awal ibu mendapatkan suplemen besi dalam kehamilannya, maka akan semakin banyak waktu bagi ibu untuk dapat merasakan manfaat dari suplemen tersebut. Hal ini disebabkan karena hasil nyata dari konsumsi suplemen besi tidak dapat dirasakan segera seperti halnya minum obat anti pusing, sehingga ibu hamil kurang merasakan manfaat dari konsumsi suplemen besi sehingga tidak langsung berefek terhadap kepatuhannya dalam mengonsumsi suplemen tersebut (Depkes RI 2008). Dukungan Keluarga Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan kepatuhan ibu dalam konsumsi suplemen besi dari hasil review berbagai penelitian (Wiradnyani et al. 2013), namun dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan signifikan antara dukungan keluarga dan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi (p=1.000). Hasil ini disebabkan karena sebagian besar subyek dalam penelitian ini hanya tinggal dengan keluarga intinya (terutama suami), jarang yang tinggal dengan orang tua, mertua atau anggota keluarga lain karena pada umumnya subyek tinggal secara tidak tetap (dengan menyewa tempat tinggal), sementara keluarga besarnya berada di kampung asalnya sehingga
56
sebagian besar subyek kurang mendapatkan dukungan dari keluarga (73.6%). Selain terbatasnya anggota keluarga yang tinggal bersama, kurangnya dukungan mungkin juga disebabkan karena anggota keluarga yang lain, termasuk suami, juga tidak cukup mengetahui mengenai pentingnya konsumsi suplemen besi selama kehamilan. Sehingga, keluarga dan masyarakat yang seharusnya berperan sebagai penganjur (influencer), karena ketidaktahuannya, tidak berperan untuk menganjurkan konsumsi TTD (Depkes RI 2008). Kualitas Konseling mengenai Anemia dan Suplementasi Besi Dalam penelitian ini, kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi dinilai melalui aspek jenis nasihat yang diberikan kepada ibu hamil dan frekuensi penyampaian nasihat tersebut. Hasil uji bivariat antara berbagai variabel dan kepatuhan mengonsumsi suplemen besi menunjukkan bahwa kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi yang diterima oleh ibu hamil berhubungan signifikan dengan kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi (p=0.000). Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan mengenai pentingnya peran petugas kesehatan dalam memberikan pendidikan gizi dan konseling selama kehamilan terhadap kepatuhan mengkonsumsi suplemen yang dianjurkan (Ernawati et al. 2000; Vongvichit et al. 2003; Ordenes & Bongga 2006; Seck & Jackson 2008; Girard & Olude 2012; Handayani 2013; Gebremedhin et al. 2014; Neupane et al. 2015). Saat ANC, ibu hamil berhak untuk mendapatkan penjelasan mengenai kehamilannya dari petugas kesehatan termasuk mengenai suplementasi besi, karena hal tersebut merupakan bagian dari KIE mengenai gizi (Kemenkes RI 2010). Kualitas konseling mengenai pentingnya suplemen besi, manfaat dan efek sampingnya merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi keefektifan program suplementasi besi (Yip 1996). Arahan yang jelas dan penjelasan mengenai manfaat yang ibu peroleh bila mengonsumsi tablet tambah darah sangat penting dalam menentukan kepatuhan ibu untuk mengonsumsi suplemen besi (Seck & Jackson 2007). Hasil analisis regresi logistik dengan metode Backward menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi adalah kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi (OR=7.412; 95%CI: 2.639-20.818), dengan model regresi: Log = -3.949+2.003 KK Keterangan : KK= kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi Hasil ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang menerima nasihat yang kurang mengenai anemia dan suplementasi besi dari petugas kesehatan memiliki risiko tidak patuh dalam mengonsumsi suplemen besi 7.412 kali dibandingkan ibu hamil yang mendapatkan nasihat yang baik mengenai anemia dan suplementasi besi dari petugas kesehatan. Dengan demikian, apabila konseling mengenai anemia dan suplementasi besi dilakukan dengan baik oleh petugas, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi, yang kemudian dapat mengurangi risiko terjadinya anemia. Pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kualitas petugas dalam melakukan konseling terhadap ibu hamil juga diharapkan
57
dapat meningkatkan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi (Ogundipe et al. 2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Asupan Zat Besi selain Suplemen Berbagai variabel yang diduga berhubungan dengan asupan zat besi selain suplemen dianalisis secara bivariat dengan menggunakan uji chi-square. Hubungan antar variabel dengan asupan zat besi dari pangan selain suplemen dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Hubungan berbagai variabel dan asupan zat besi selain suplemen Variabel Usia ibu (tahun) Risiko tinggi (<20 tahun atau >35 tahun) Risiko rendah (20-35 tahun) Jumlah kehamilan <4 ≥4 Tingkat pendidikan <SMA ≥ SMA Usia kehamilan ≤24 minggu >24 minggu Frekuensi ANC <3 ≥3 Pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi Kurang Cukup Dukungan keluarga Kurang Cukup Kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi Kurang Cukup
Defisit n
Cukup %
p value
n
%
18
100.0
0
0.0
71
97.3
2
2.7
76 13
97.4 100.0
2 0
2.6 0.0
0.559
48 41
70.8 95.3
0 2
0.0 4.7
0.131
48 41
98.0 97.6
1 1
2.0 2.4
0.912
56 33
96.6 100.0
2 0
3.4 0.0
0.281
68 21
97.1 100.0
2 0
2.9 0.0
0.433
67 22
100 91.7
0 2
0.0 8.3
0.017*
54 35
96.4 100.0
2 0
3.6 0.0
0.258
0.478
*Signifikan pada p<0.05 Tabel 20 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara usia ibu, usia kehamilan, tingkat pendidikan, frekuensi ANC, pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi, maupun kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi dengan asupan zat besi selain suplemen. Namun, terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dan asupan zat besi selain suplemen (p=0.017). Dalam penelitian ini, sumber dukungan utama yang paling banyak didapatkan subyek adalah dari suami, salah satunya dalam bentuk dukungan finansial, dengan memberikan uang untuk membeli makanan dan memeriksa kehamilan.
58
Variabel lain menunjukkan hubungan yang tidak signifikan disebabkan karena memang hampir seluruh subyek dalam penelitian ini mengalami defisit zat besi yang bersumber dari konsumsi pangan hariannya. Hasil ini sejalan dengan penelitian Milman (2006) yang menunjukkan bahwa ibu hamil cenderung untuk tidak mengubah kebiasaan makannya saat hamil. Padahal, saat hamil terjadi penambahan kebutuhan zat besi sehingga lebih dari 90% wanita hamil mengonsumsi zat besi kurang dari angka kecukupan besi yang dianjurkan. Demikian pula dengan hasil penelitian Hwang et al. (2014) yang menunjukkan bahwa 99% ibu hamil mengonsumsi zat besi di bawah angka kecukupan. Sanghvi et al. (2010) menyebutkan bahwa program suplementasi besi masih dibutuhkan untuk penanggulangan anemia di negara yang memiliki prevalensi anemia tinggi dan asupan zat besi dari pangan hariannya kurang. Suplementasi ini bertujuan untuk menutupi kekurangan asupan zat besi dari pangan sehari-hari. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kejadian Anemia Ibu Hamil Meskipun banyak faktor penyebab anemia, namun defisiensi besi masih merupakan faktor penyebab utama. Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab lain anemia (WHO 2015). Konsumsi besi yang cukup dari diet dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis normal. Penyerapan besi dalam tubuh ditentukan oleh kandungan zat besi dari makanan dan komposisi diet tersebut (Bothwell et al. 1989). Untuk menurunkan resiko terjadinya anemia pada ibu hamil, WHO merekomendasikan suplementasi besi dan asam folat harian untuk memenuhi kebutuhan besi ibu hamil. Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel independen (kepatuhan konsumsi suplemen besi, asupan zat besi non-suplemen dan penyakit infeksi) secara bersama-sama terhadap anemia pada ibu hamil. Hasil analisis multivariat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 21. Tabel 21 Hubungan berbagai variabel dan kejadian anemia pada ibu hamil Anemia Tidak anemia p-value Variabel n % n % Kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi Tidak patuh 34 51.5 32 48.5 0.013* Patuh 5 20.0 20 80.0 Asupan zat besi selain suplemen Defisit 39 43.8 50 56.2 0.216 Cukup 0 0.0 2 100.0 Penyakit infeksi Mengalami 1 50.0 1 50.0 0.836 Tidak mengalami 38 42.7 51 57.3 *Signifikan pada p<0.05 Tabel tersebut menunjukkan bahwa kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian anemia (p=0.013). Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kepatuhan konsumsi
59
suplemen besi dan kejadian anemia pada ibu hamil (Aikawa et al. 2008; Habib et al. 2009; Basri 2011; Alem et al. 2013; Haider et al. 2013). Sementara itu, tidak terdapat hubungan signifikan antara asupan zat besi selain suplemen dengan kejadian anemia pada ibu hamil (p=0.216). Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara asupan zat besi selain suplemen dan kejadian anemia (Fanny et al. 2012; Kefiyalew et al. 2014; Ghosh-Jerath et al. 2015). Begitu pula dengan penyakit infeksi, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit dan kejadian anemia (p=0.836). Hal ini disebabkan sebagian besar ibu hamil tidak mengalami penyakit infeksi pada masa kehamilannya, berbeda dengan berbagai penelitian yang dilakukan di wilayah yang memiliki angka penyakit yang berhubungan dengan anemia masih tinggi seperti kecacingan, malaria maupun HIV (Aikawa et al. 2008; Basri 2011; Alem et al. 2013; Ezugwu et al. 2013; Kefiyalew et al. 2014; Melku et al. 2014; Gedefaw et al. 2015; Nguyen et al. 2015). Hasil analisis regresi logistik dengan metode Backward menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil adalah kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi (OR=4.250, 95%CI:1.425-12.671). Model regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Log
= -1.508+1.447SUP
Keterangan : SUP= kepatuhan dalam mengonsusi suplemen besi Hasil analisis tersebut berarti bahwa ibu hamil yang tidak patuh dalam mengonsumsi suplemen besi memiliki risiko anemia 4.250 kali dibandingkan ibu hamil yang patuh dalam mengonsumsi suplemen besi. Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa risiko terjadinya anemia dapat menurun dengan mengonsumsi suplemen besi (Aikawa et al. 2008; Habib et al. 2009; Basri 2011; Alem et al. 2013; Haider et al. 2013). Hasil ini menunjukkan pentingnya meningkatkan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan anemia. Sanghvi et al. (2010) menyebutkan bahwa suplementasi besi-folat dapat meningkatkan Hb 1.1 g/dl di negara maju dan 1.13 g/dl di negara berkembang. Prevalensi anemia dapat dikurangi dalam waktu sepertiga sampai dengan setengah dekade jika program yang dilakukan terfokus, berskala besar dan berdasarkan pembelajaran dari negara-negara yang sukses dalam program sejenis. Dengan demikian, suplementasi besi merupakan program yang mudah dan terjangkau serta dapat berkontribusi dalam mencapai Millenium Development Goals (MDG)5 (penurunan AKI) di negara-negara dimana asupan besi ibu hamil rendah dan prevalensi anemia tinggi. Kinerja Petugas Kesehatan dalam Program Suplementasi Besi Ibu Hamil Karakteristik Petugas Kesehatan Karakteristik petugas kesehatan yang diamati dalam penelitian ini meliputi profesi, usia, lama kerja, status kepegawaian dan tingkat pendidikan.
60
Profesi. Profesi yang diamati pada penelitian ini meliputi bidan dan TPG. Menurut Kepmenkes RI No. 352/MENKES/SK/IV/2002, pelayanan kebidanan meliputi bagian integral dari pelayan kesehatan, yang diberikan kepada ibu dalam kurun waktu reproduksi, bayi dan balita. Sementara itu, tenaga pelaksana gizi atau nutrisionis merupakan tenaga yang ditugaskan secara penuh untuk melaksanakan perbaikan gizi masyarakat secara profesional di bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetik (Kepmenpan RI No. 23/KEP/M.PAN/4/2001-07-26). Kedua profesi ini merupakan profesi yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan program suplementasi besi bagi ibu hamil di puskesmas. Kedua profesi ini berperan sebagai sasaran sekunder program suplementasi besi, yang melakukan kontak langsung dengan sasaran primer, yaitu ibu hamil. Karakteristik petugas kesehatan berdasarkan profesi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Karakteristik petugas kesehatan berdasarkan profesi Bidan TPG Karakteristik n % n Usia <38 tahun 10 31.3 22 ≥38 tahun 22 68.8 10 Lama kerja <10 tahun 9 28.1 22 ≥10 tahun 23 71.9 10 Status kepegawaian PNS 30 93.8 31 Non-PNS 2 6.3 1 Tingkat pendidikan D1 Kebidanan 3 9.4 0 D3 Kebidanan 19 59.4 3 D4/S1 Kebidanan 10 31.2 0 D1 Gizi 1 3.1 0 D3 Gizi 0 0.0 13 D4/S1 Gizi 0 0.0 12 S1 Kesehatan Masyarakat 0 0.0 1 S2 Kesehatan Masyarakat 0 0.0 1 D3 Keperawatan 0 0.0 1
% 68.8 31.3 68.8 31.3 96.9 3.1 0.0 9.3 0.0 0.0 40.6 37.5 3.1 3.1 3.1
Usia. Subyek petugas kesehatan yang berprofesi sebagai bidan sebagian besar berusia ≥38 tahun (68.8%) dengan usia rata-rata 41 tahun. Sebaliknya, subyek yang berprofesi sebagai tenaga pelaksana gizi sebagian besar berusia <38 tahun (68.8%) dengan usia rata-rata 35 tahun. Hubungan antara usia dan kinerja dipercaya menurun dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan karena keterampilan-keterampilan fisik yang mulai menurun seiring bertambahnya usia. Namun, bertambahnya usia belum tentu akan menurunkan kinerja. Dengan bertambahnya usia, kinerja bisa meningkat karena pengalaman yang lebih banyak dan lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Individu dengan usia lebih tinggi biasanya juga memiliki keahlian teknis yang lebih tinggi (Gibson et al. 1992). Penelitian Swisari (2010) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dan kinerja bidan. Sementara itu, penelitian Mutale et al. (2013) menunjukkan bahwa petugas kesehatan yang berusia 40 tahun atau lebih
61
memiliki nilai motivasi kerja lebih tinggi dibandingkan petugas kesehatan yang berusia kurang dari 40 tahun. Pengalaman hidup yang bertambah merupakan sumber pembelajaran, sehingga seseorang akan menjadi siap untuk belajar ketika mereka membutuhkan solusi atas permasalahan yang benar-benar mereka hadapi (Talbot & Verrinder 2005). Lama Kerja. Sebagaimana usia subyek, Tabel 22 menunjukkan bahwa subyek petugas kesehatan yang berprofesi sebagai bidan, sebagian besar memiliki lama kerja ≥10 tahun (71.9%) dengan rata-rata lama kerja 16.5 tahun. Sebaliknya, subyek yang berprofesi sebagai tenaga pelaksana gizi sebagian besar memiliki lama kerja <10 tahun (68.8%) dengan rata-rata lama kerja 8.5 tahun. Pengalaman bekerja merupakan salah satu variabel individu yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang (Notoatmodjo 2007). Petugas kesehatan yang sudah bekerja di suatu tempat selama lebih dari satu tahun memiliki motivasi kerja lebih tinggi dibandingkan dengan petugas kesehatan yang bekerja di suatu tempat kurang dari satu tahun (Mutale et al. 2013). Marfungah (2013) juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara masa kerja dan kinerja petugas kesehatan (r=0.679; p=0.000), meskipun penelitian Swisari (2010) menyebutkan bahwa lama bekerja tidak berhubungan signifikan dengan kinerja bidan dalam hal cakupan K1 (kontak ANC pertama ibu hamil) maupun K4 (kontak ke-4 ANC ibu hamil). Status Kepegawaian. Dalam penelitian ini, status kepegawaian dibedakan menjadi PNS dan non-PNS. Hampir seluruh subyek baik bidan (93.8%) maupun TPG (96.9%) berstatus sebagai PNS. Status PNS dan non-PNS membedakan antara hak yang didapatkan oleh pegawai. Perbedaan ini memungkinkan adanya perbedaan dalam hal kinerja antara pegawai yang berstatus debagai PNS dengan non-PNS. Menurut teori motivasi Herzberg, status merupakan salah satu kondisi ekstrinsik yang menyebabkan rasa tidak puas apabila kondisi ini tidak ada. Status kepegawaian ini juga dapat menggambarkan identitas karir, yang terdiri dari komponen kesadaran yang jelas tentang minat, nilai, dan harapan seseorang terhadap masa depannya serta memandang hidupnya konsisten sepanjang waktu (Gibson et al. 1992). Hasil penelitian terhadap kinerja bidan (Swisari 2010) menunjukkan bahwa status kepegawaian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja bidan (p=0.017), dimana bidan dengan status PNS memiliki peluang 2.375 kali untuk memiliki kinerja yang baik dibandingkan bidan yang berstatus non-PNS (OR=2.375; 95%CI: 1.161-4.858). Pendidikan. Pendidikan formal merupakan upaya untuk mengembangkan kematangan intelektual seseorang, hal ini berpengaruh terhadap cara berperilaku seseorang baik dalam tindakan yang dilihat maupun dalam cara pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan (Notoatmodjo, 2007). Sebagian besar subyek petugas kesehatan yang berprofesi sebagai bidan memiliki pendidikan D3 Kebidanan (59.4%). Begitu pula dengan TPG, sebagian besar memiliki tingkat pendidikan D3 Gizi (40.6%). Namun, berbeda dengan bidan, pada TPG pendidikan subyek lebih bervariasi. Hal ini disebabkan karena terbatasnya tenaga kesehatan dengan pendidikan khusus gizi untuk ditempatkan di setiap puskesmas, sehingga masih terdapat puskesmas yang memiliki TPG dengan latar pendidikan di luar pendidikan gizi, seperti kebidanan maupun keperawatan. Kondisi ini dapat
62
menjadi masukan bagi pemerintah daerah untuk dapat menyediakan tenaga kesehatan sesuai dengan latar belakang pendidikannya, agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai TPG secara optimal. Pengetahuan Petugas Kesehatan Mengenai Anemia dan Suplementasi Besi Tenaga kesehatan merupakan sasaran sekunder dalam intervensi KIE mengenai penanggulangan anemia (Depkes RI 2008). Pengetahuan tenaga kesehatan serta penguasaan strategi operasional pelaksanaan KIE kepada sasaran primer (dalam hal ini ibu hamil) akan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang dilakukannya. Jawaban atas pertanyaan pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi untuk petugas kesehatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Jawaban petugas kesehatan atas pertanyaan pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi Jawaban pertanyaan pengetahuan subyek Bidan TPG n % n % Pengertian anemia Jumlah sel darah merah kurang dari normal 6 18.8 5 15.6 Hb kurang dari normal 16 50.0 12 37.5 Kekurangan zat besi 7 21.9 12 37.5 Kurang darah 2 6.3 3 9.4 Kadar O2 dalam darah kurang 1 3.1 0 0.0 Penyebab anemia Kurang asupan makan 6 18.8 6 18.8 Gizi kurang 2 6.3 0 0.0 Kondisi hamil/hemodilusi 0 0.0 1 3.1 Kurang konsumsi sayuran 2 6.3 0 0.0 Kekurangan zat besi 19 59.4 21 65.6 Kurang istirahat/kelelahan/stress 1 3.1 2 6.3 Infeksi (kecacingan/hemoroid) 0 0.0 1 3.1 Kurang protein 1 3.1 1 3.1 Rendahnya Hb 1 3.1 0 0.0 Indikator anemia Cek lab dan lihat gejala klinis 0 0.0 1 3.1 Cek Hb 1 3.1 2 6.3 Hb rendah 0 0.0 2 6.3 Hb<11 19 59.4 20 62.5 Hb<normal (cut off normal selain 11) 12 37.5 7 11.7 Gejala anemia 5L (lemah, letih, lesu, lunglai, lalai), 32 100.0 32 100.0 konjunctiva/kuku pucat, sering mengantuk, atau mata berkunang-kunang Risiko bila ibu hamil anemia Meningkatkan risiko perdarahan, BBLR, kematian 32 100.0 32 100.0 ibu dan janin, keguguran, bayi lahir prematur, atau pertumbuhan janin terhambat
63
Tabel 23 Jawaban petugas kesehatan atas pertanyaan pengetahuan anemia dan suplementasi besi (lanjutan) Jawaban pertanyaan pengetahuan subyek Bidan n % Makanan sumber zat besi yang baik Sayuran/buah-buahan 1 3.1 Daging/ayam/ikan/hati/telur/susu 1 3.1 Sayuran, buah-buahan, daging 29 90.6 ayam/ikan/hati/telur/susu 4 sehat 5 sempurna 1 3.1 Makanan/minuman yang mendukung penyerapan besi Air putih, susu 1 3.1 Buah-buahan/jus/sari buah 20 62.5 Vitamin C 10 31.3 Hati, ayam, daging 1 3.1 Asam folat 0 0.0 Makanan/minuman penghambat penyerapan besi Teh/kopi/kalsium/fitat/soda 32 100.0 Makanan tinggi lemak dan kolesterol 0 0.0 Tidak menjawab 0 0.0 Kandungan TTD Zat besi/ferro sulfat dan asam folat 16 50.0 60 mg besi dan 0.25 mg asam folat 8 25.0 Zat besi/ferro sulfat 7 21.9 Tidak menjawab 1 3.1 Dosis TTD 1 kali sehari, minimal 30 tablet 3 9.4 1 kali sehari, minimal 90 tablet 29 90.6 1 kali sehari, minimal 120 tablet 0 0.0 1 kali sehari, minimal 280 tablet 0 0.0
mengenai TPG n
%
1 5 26
3.1 15.6 81.3
0
0.0
0 17 12 1 2
0.0 53.1 37.6 3.1 6.2
30 1 1
93.8 3.1 3.1
20 3 9 0
62.5 9.4 28.1 0.0
1 28 2 1
3.1 87.5 6.3 3.1
Pertanyaan seputar anemia meliputi pengertian anemia, penyebab anemia, indikator anemia, gejala anemia, dan risiko bila ibu hamil mengalami anemia. Untuk pertanyaan mengenai pengertian anemia, sebagian besar subyek menjawab bahwa anemia merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah kurang dari normal/ ditandai dengan kadar hemoglobin yang kurang dari normal, baik pada bidan (68.8%) maupun TPG (53.1%). Sebagian besar subyek petugas kesehatan menjawab bahwa penyebab anemia pada umumnya adalah karena kekurangan zat besi, baik bidan (59.4%) maupun TPG (65.6%). Subyek petugas kesehatan juga sebagian besar mengetahui bahwa indikator anemia pada ibu hamil adalah apabila konsentrasi hemoglobin kurang dari 11 g/dl, baik bidan (59.4%) maupun TPG (62.5%). Seluruh subyek petugas kesehatan (100%) baik bidan maupun TPG mengetahui gejala anemia yang umum dijumpai, antara lain bila terdapat tanda 5L (lemah, letih, lesu, lunglai, lalai), konjunctiva atau kuku pucat, sering mengantuk, maupun mata berkunang-kunang. Seluruh subyek petugas kesehatan (100%) baik bidan maupun TPG juga mengetahui bahwa bila ibu hamil mengalami anemia, antara lain dapat meningkatkan risiko perdarahan, bayi lahir dengan berat badan
64
lahir rendah (BBLR), kematian ibu dan janin, keguguran, bayi lahir prematur, dan pertumbuhan janin terhambat. Pertanyaan seputar zat besi meliputi sumber zat besi, serta pendukung dan pendukung penyerapan zat besi dalam tubuh. Sebagian besar subyek, baik bidan (90.6%) maupun TPG (81.3%) menyebutkan bahwa zat besi dapat berasal dari makanan hewani (daging, ayam, ikan, hati, telur, susu) maupun nabati (sayuran dan buah-buahan). Sebagian besar subyek baik bidan (93.8%) maupun TPG (87.5%) menjawab bahwa makanan atau minuman yang dapat mendukung penyerapan zat besi antara lain buah-buahan (dalam bentuk buah, jus ataupun sari buah) dan vitamin C. Sebanyak 93.8% TPG dan 100% bidan menjawab bahwa makanan atau minuman yang dapat menghambat penyerapan zat besi antara lain adalah tanin/teh, kafein/kopi, kalsium/susu, fitat pada jamu, atau soda. Pertanyaan mengenai suplementasi besi pada ibu hamil meliputi kandungan TTD, dosis TTD, dan jumlah TTD minimal yang dianjurkan dikonsumsi oleh ibu hamil. Sebanyak 75% subyek bidan dan 71.9% TPG menjawab bahwa TTD mengandung ferro sulfat dan asam folat. Namun, hanya 34.4% dari subyek dapat menyebutkan kandungan dalam 1 buah TTD yaitu terdiri dari 60 mg besi dan 0.25 mg asam folat. Mengenai dosis TTD, seluruh subyek (100%) menyebutkan bahwa TTD dianjurkan untuk dikonsumsi oleh ibu hamil sebanyak 1 tablet per hari. Sebanyak 87.5% TPG dan 90.6% bidan menyebutkan bahwa TTD tersebut dianjurkan untuk dikonsumsi oleh ibu hamil minimal 90 tablet selama kehamilan. Setelah dilakukan pemberian skor terhadap jawaban subyek, didapatkan skor pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi dengan kisaran 55 sampai 100, rata-rata 83.0 dan standar deviasi 9.3. Kategori tingkat pengetahuan subyek petugas kesehatan mengenai anemia dan suplementasi besi berdasarkan profesi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 24 Sebaran tingkat pengetahuan subyek petugas kesehatan mengenai anemia dan suplementasi besi berdasarkan profesi Bidan TPG Tingkat pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi n % n % Kurang 0 0.0 1 3.1 Sedang 13 40.6 13 40.6 Baik 19 59.4 18 56.3 Jumlah 32 100.0 32 100.0 Tabel 24 menunjukkan bahwa sebagian besar subyek baik dengan profesi bidan (59.4%) maupun TPG (56.3%) memiliki pengetahuan mengenai anemia dan suplementasi besi dalam kategori baik, dan hanya 3.1% subyek yang memiliki tingkat pengetahuan kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan petugas mengenai anemia dan suplementasi besi baik bidan maupun TPG sudah cukup baik, sejalan dengan Kemenkes RI (2008) yang menyatakan bahwa pengetahuan petugas kesehatan mengenai program suplementasi besi sudah cukup memadai. Hal yang perlu ditingkatkan adalah bagaimana pengetahuan tersebut dapat disampaikan kembali kepada ibu hamil melalui strategi KIE yang tepat sehingga akan berdampak pada peningkatan efektifitas program suplementasi besi di wilayah kerja.
65
Praktik Petugas Kesehatan dalam Suplementasi Besi Beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah anemia di Kota Tangerang antara lain dengan melakukan registrasi, distribusi, pemberian dan pemantauan tablet tambah darah bagi ibu hamil baik di tingkat Dinas Kesehatan maupun Puskesmas. Kegiatan lainnya adalah pemeriksaan Hb pada ibu hamil, ibu nifas dan calon pengantin, meskipun belum dilakukan secara berkala dan kepada seluruh sasaran yang ada di wilayah Kota Tangerang. Pemberian makanan tambahan (PMT) bagi ibu hamil KEK (kurang energi kronis) juga dilakukan, meskipun belum mencapai seluruh sasaran ibu hamil KEK (Dinkes Kota Tangerang 2015). Selain itu, di setiap Puskesmas yang ada di wilayah Kota Tangerang terdapat Kelas Ibu Hamil. Kelas Ibu Hamil ini merupakan upaya untuk mendekatkan pelayanan ANC dan pendidikan kesehatan bagi ibu hamil ke tempat terdekat dengan tempat tinggal ibu hamil. Lingkup Kelas Ibu Hamil ini biasanya dalam satu wilayah Posyandu. Waktu pelaksanaan Kelas Ibu Hamil dilakukan sesuai kesepakatan antara ibu hamil, kader dan petugas kesehatan Puskesmas, yang biasanya dilakukan 1 kali dalam 1 bulan. Kegiatan yang dilakukan dalam setiap pertemuan antara lain pemeriksaan kehamilan termasuk pemberian TTD dan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Penyuluhan yang diberikan pada pertemuan ini meliputi penyuluhan kesehatan seputar kehamilan, termasuk di dalamnya mengenai anemia. Diharapkan, kegiatan ini dapat membantu upaya pencegahan dan penanggulangan anemia selain melalui kegiatan ANC yang dilakukan di Puskesmas apabila penyampaian nasihat mengenai anemia dan suplementasi besi disampaikan pada setiap pertemuan, meskipun belum seluruh wilayah posyandu di Kota Tangerang melaksanakan kegiatan Kelas Ibu Hamil. Dalam penelitian ini, praktik petugas kesehatan dalam suplementasi besi yang diamati meliputi pemberian suplemen besi kepada ibu hamil, jumlah suplemen yang diberikan, jenis nasihat mengenai anemia dan suplementasi besi, dan lama penyampaian nasihat mengenai anemia dan suplementasi besi pada ibu hamil. Praktik petugas dalam suplementasi besi dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Praktik petugas kesehatan dalam suplementasi besi Praktik petugas n Pemberian suplemen besi kepada ibu hamil Memberikan suplemen besi kepada semua ibu hamil 64 Tidak memberikan suplemen besi kepada semua ibu hamil 0 Jenis nasihat yang disampaikan pada ibu hamil Anemia 63 Manfaat suplemen besi 64 Dosis suplemen besi 63 Cara mengonsumsi suplemen besi 64 Efek samping suplemen besi dan cara mengatasainya 64 Lama penyampaian nasihat kepada ibu hamil <5 menit 0 5-10 menit 47 >10 menit 17
% 100.0 0.0 98.4 100.0 98.4 100.0 100.0 0.0 73.4 26.6
66
Pemberian Suplemen Besi kepada Ibu Hamil. Suplemen besi dianjurkan diberikan kepada seluruh ibu hamil sejak awal kontak dengan fasilitas kesehatan (Kemenkes RI 2015). Dalam penelitian ini, seluruh petugas kesehatan (100%) memberikan suplemen besi kepada semua ibu hamil yang datang ke puskesmas untuk memeriksakan kehamilan. Jumlah Suplemen Besi yang Diberikan pada Ibu Hamil. Suplemen besi program dikemas dalam kemasan sachet aluminium warna perak, berisi 30 tablet per bungkus (Depkes RI 2008). Suplemen ini dianjurkan untuk dikonsumsi ibu hamil minimal 90 tablet selama masa kehamilan. Pemberian suplemen besi program umumnya dilakukan 1 bulan 1 kali saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC). Dalam penelitian ini, seluruh petugas kesehatan (100%) memberikan suplemen besi sebanyak 30 tablet atau 1 sachet TTD pada setiap kali pemberian, saat ibu hamil melakukan ANC. Praktik ini menunjukkan bahwa seluruh petugas kesehatan telah melakukan pemberian suplemen besi kepada ibu hamil sesuai dengan jumlah yang dianjurkan dalam sekali pemberian. Diharapkan, suplemen ini dikonsumsi seluruhnya oleh ibu hamil dalam jangka waktu 30 hari atau satu bulan. Jenis Nasihat Mengenai Anemia dan Suplemen Besi. Sama seperti yang diamati pada ibu hamil, nasihat mengenai anemia dan suplemen besi yang diberikan kepada ibu hamil menurut petugas kesehatan juga meliputi nasihat mengenai anemia, manfaat suplemen besi, dosis suplemen besi, cara mengonsumsi supemen besi, serta efek samping suplemen besi dan cara mengatasinya. Hampir seluruh petugas kesehatan merasa telah menyampaikan semua jenis nasihat mengenai anemia dan suplemen besi kepada ibu hamil yang melakukan ANC. Berbeda halnya dengan hasil yang didapatkan ibu hamil bahwa jenis nasihat yang kurang didapatkan oleh ibu hamil diantaranya adalah mengenai anemia serta efek samping dari suplemen besi dan cara mengatasinya. Adanya perbedaan dalam jenis nasihat yang disampaikan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, yang menyebabkan kurang efektifnya proses komunikasi yang terjalin antara petugas kesehatan dan ibu hamil. Lama Penyampaian Nasihat Mengenai Anemia dan Suplemen Besi. Sebagian besar petugas kesehatan melakukan penyampaian nasihat mengenai anemia dan suplemen besi kepada ibu hamil dalam rentang waktu 5 sampai 10 menit, baik bidan (81.3%) maupun TPG (65.7%). Hasil ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada subyek ibu hamil, yang menunjukkan bahwa sebagian besar subyek ibu hamil merasa mendapatkan nasihat mengenai anemia dan suplementasi besi dari petugas kesehatan selama 5 sampai 10 menit. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa petugas kesehatan dengan profesi TPG lebih banyak yang memberikan penyampaian nasihat kepada ibu hamil dengan waktu lebih dari 10 menit (34.3%) dibandingkan dengan bidan (18.7%). Waktu penyampaian ini disesuaikan dengan waktu pelayanan di puskesmas, banyaknya ibu hamil yang melakukan ANC pada hari tersebut, serta jumlah tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan ANC kepada ibu hamil. Tenaga kesehatan yang melakukan ANC kepada ibu hamil di puskesmas adalah bidan. Diharapkan dalam waktu 5 sampai 10 menit, pesan inti yang penting untuk
67
diketahui ibu hamil dapat tersampaikan dan dapat meningkatkan kemauan ibu hamil untuk mengonsumsi suplemen besi yang telah diberikan. Sementara itu, TPG biasanya akan menerima rujukan dari bidan apabila ditemukan ibu hamil yang telah diketahui mengalami anemia dari hasil pemeriksaan laboratorium. Sehingga, banyaknya ibu hamil yang dilayani oleh TPG lebih sedikit dibandingkan banyaknya ibu hamil yang harus dilayani oleh bidan yang menyebabkan waktu yang dimiliki oleh TPG untuk melakukan konseling kepada ibu hamil lebih banyak dibandingkan bidan. Kategori Praktik Petugas Kesehatan dalam Suplementasi Besi Setelah dilakukan pemberian skor dan pengkategorian, sebaran kategori praktik petugas kesehatan dalam suplementasi besi berdasarkan profesi ditunjukkan pada Gambar 9. 21.9
40.6
% Petugas
Kurang baik Baik
59.4
Bidan
78.1
TPG
Gambar 9 Kategori praktik petugas kesehatan dalam suplementasi besi Berdasarkan jawaban dari subyek petugas kesehatan, sebagian besar petugas baik bidan (59.4%) maupun TPG (78.1%) memiliki praktik suplementasi besi yang berada dalam kategori baik. Diharapkan, praktik petugas ini dapat dilaksanakan secara baik melalui konseling mengenai anemia dan suplementasi besi kepada seluruh ibu hamil pada setiap kunjungan ANC, karena penguasaan strategi operasional pelaksanaan program yang kurang memadai dapat menyebabkan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kurang dilaksanakan secara efektif oleh penyedia layanan (Depkes RI 2008). Apabila kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi meningkat, diharapkan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi juga dapat mengalami peningkatan, sehingga dapat meningkatkan keefektifan program suplementasi besi yang telah berjalan.
68
Praktik Petugas Kesehatan dalam Mengetahui Kepatuhan Ibu Hamil Mengonsumsi Suplemen Besi Praktik petugas kesehatan dalam mengetahui kepatuhan ibu hamil mengonsumsi suplemen besi menurut cara yang terdapat dalam Pedoman Penatalaksanaan Pemberian TTD (Kemenkes 2015) ditunjukkan pada Tabel 26. Tabel 26 Praktik petugas kesehatan dalam mengetahui kepatuhan ibu hamil mengonsumsi suplemen besi berdasarkan profesi Bidan (%) TPG (%) Praktik petugas kesehatan dalam mengetahui Ya Tidak Ya Tidak kepatuhan ibu hamil mengonsumsi suplemen besi Menanyakan efek samping TTD yang dirasakan (contohnya: perubahan warna tinja) Meminta ibu hamil membawa kemasan TTD saat kunjungan berikutnya Meminta bantuan anggota keluarga untuk mengawasi ibu mengonsumsi suplemen besi Melakukan kunjungan rumah Melihat perkembangan kesehatan/gejala klinis Melakukan pengecekan Hb secara berkala Melakukan pemantauan bersamaan kegiatan lain
3.1
96.9
9.4
90.6
0.0
100.0
0.0
100.0
6.3
93.7
9.4
90.6
0.0 3.1 37.5 0.0
100.0 96.9 62.5 100.0
0.0 18.8 40.6 0.0
100.0 81.2 59.4 100.0
Tabel 26 menunjukkan bahwa beberapa cara yang dianjurkan untuk dilakukan oleh petugas kesehatan dalam mengetahui kepatuhan ibu hamil mengonsumsi TTD telah dilakukan oleh petugas kesehatan baik bidan maupun TPG, meskipun sebagian besar petugas belum melakukan seluruh anjuran tersebut. Berdasarkan wawancara menggunakan kuesioner, sebagian besar petugas kesehatan (53.1%) mengetahui kepatuhan dalam mengonsumsi TTD dengan bertanya kepada ibu hamil mengenai sisa TTD yang ada di rumah saat ini pada kunjungan ANC berikutnya. Hal yang belum dilakukan oleh petugas kesehatan dalam penelitian ini antara lain melalui kunjungan rumah untuk memastikan bahwa TTD benar-benar dikonsumsi oleh sasaran serta melakukan pemantauan bersamaan dengan kegiatan lain, misalnya saat ada kegiatan di masyarakat dan petugas bertemu ibu hamil, maka petugas dapat menanyakan mengenai konsumsi TTD kepada ibu hamil. Adanya pemantau langsung untuk memonitor konsumsi suplementasi besi dapat membantu meningkatkan kepatuhan suplementasi besi (Bilimale et al. 2010). Anjuran untuk membawa kembali kemasan TTD saat kunjungan berikutnya dapat dilakukan pula untuk dapat menghitung berapa sisa TTD yang ada bersama dengan ibu hamil. Mengetahui kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi merupakan salah satu cara untuk melihat efektifitas suplementasi. Dengan mengetahui kepatuhan, petugas kesehatan dapat mengevaluasi apakah suplemen besi yang selama ini diberikan kepada ibu hamil benar-benar dikonsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa selain dari ketersediaan suplemen besi, akses terhadap fasilitas kesehatan serta peran penyedia layanan (petugas), kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi juga merupakan kunci keberhasilan program suplementasi besi (Yip 1996).
69
6 SIMPULAN 1. Kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi masih rendah, hanya 27.5% ibu yang mengonsumsi suplemen besi yang telah didapatkan sesuai dengan jumlah yang dianjurkan. 2. Variabel yang berhubungan signifikan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi adalah usia kehamilan, frekuensi ANC, dan kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi adalah kualitas konseling mengenai anemia dan suplementasi besi (OR=7.412; 95%CI: 2.639-20.818). 3. Hampir seluruh subyek dalam penelitian ini (97.8%) memiliki tingkat kecukupan zat besi dari pangan selain suplemen yang berada dalam kategori defisit. 4. Variabel yang berhubungan signifikan dengan asupan zat besi selain suplemen adalah dukungan keluarga. 5. Prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 42.9%. Hal ini menunjukkan bahwa anemia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di wilayah Puskesmas Batuceper, Kota Tangerang. 6. Variabel yang berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil dalam penelitian ini adalah kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi. Kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi merupakan faktor protektif terjadinya anemia pada ibu hamil (OR=4.250, 95%CI:1.425-12.671). 7. Pengetahuan petugas kesehatan mengenai anemia dan suplemen besi sudah cukup baik. Seluruh petugas memberikan suplemen besi kepada ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC sesuai dengan jumlah yang dianjurkan. Namun, belum seluruh petugas menyampaikan nasihat mengenai semua aspek yang perlu diketahui ibu hamil tentang anemia dan suplementasi besi.
7
SARAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan efektivitas program suplementasi besi, diperlukan peningkatan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi melalui konseling tentang anemia dan suplemen besi secara rutin setiap ANC serta melakukan pemantauan terhadap kepatuhan ibu hamil mengonsumsi suplemen besi. Kualitas petugas kesehatan perlu ditingkatkan termasuk mengenai pengetahuan petugas tentang anemia dan suplementasi besi. Selain itu, perlu dilaksanakan surveilans anemia pada ibu hamil secara berkelanjutan untuk mendukung program pencegahan dan penanggulangan masalah anemia pada ibu hamil. Penelitian lebih lanjut mengenai praktik pelaksanaan paket ANC yang selama ini dilakukan oleh petugas kesehatan perlu dilakukan sehingga program penanggulangan anemia dapat lebih terpantau dan terintegrasi dengan program pelayanan kehamilan yang saat ini berjalan.
70
DAFTAR PUSTAKA Ahmed EB, Ali EA, Mohamed EH, Saleh EA, Albaset AKA, Mahmmed EM, Elaal ASA, Elsayed AM, Quora AF, Hashem ZM, et al. 2015. Assessment of iron and calcium supplements compliance among pregnant women attending antenatal care unit of Al-Sabah Banat primary health care unit in Ismailia, Egypt. Pearl Research Journal 1 (3): 24-19. Aikawa R, Jimba M, Nguyen CK, Binns CW. 2008. Prenatal iron supplementation in rural Vietnam. Eur J Clin Nutr 62(8): 946-952. Aikawa R, Nguyen CK, Sasaki S, Binns CW. 2006. Risk factors for irondeficiency anaemia among pregnant women living in rural Vietnam. Public Health Nutr 9(4): 443–44. Alem M, Enagwaw B, Gelaw A, Kena T, Seid M, Olkeba Y. 2013. Prevalence of anemia and associated risk factors among pregnant women attending antenatal care in Azezo Health Center Gondar Toen, Northwest Ethiopia. J Interdiscipl Histopathol 1(3): 137-144. Allen LH. 2001. Biological mechanisms that might underlie iron's effects on fetal growth and preterm birth. J Nutr. 131: 581S–589S. Ariyo O, Omosebi MO. 2011. Adequacy of nutrients intakes among pregnant Women in Ibadan, Nigeria. J Applied Environmental Sci 6(3):46-49. Basri AF. 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Wajo Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beard JL. 2000. Effectiveness and strategies of iron supplementation during pregnancy. Am J Clin Nutr 71(suppl): 1288S-94S. Belgnaoui S, Belahsen R. 2006. Nutrient intake and food consumption among pregnant women from an agricultural region of Morocco. Inter J Food Sci Nut 57:1-2. Bilimale A, Anjum J, Sangolli HN, Mallapur M. 2010. Improving adherence to oral iron supplementation during pregnancy. Australasian Medical Journal 3(5): 281-290. Bondevik GT, Eskeland B, Ulvik RJ, Ulstein M, Lie RT, Schneede J, Kvale G. 2000. Anemia in pregnancy: possible causes and risk factors in Nepali women. Eur Clin J Nutr 54: 3-8. Bothwell TH. 2000. Iron requirements in pregnancy and strategies to meet them. Am J Clin Nutr 72(1 Suppl):257S-264S. Bothwell TH, Baynes RD, MacFarlane BJ, MacPhail AP. 1989. Nutritional iron requirements and food iron absorption. J Intern Med 226(5): 357-65. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Tangerang. 2014. Kota Tangerang dalam Angka. Tangerang (ID): Badan Pusat Statistik Kota Tangerang. Brabin BJ, Hakimi M, Pelletier D. 2001. An analysis of anemia and pregnancyrelated maternal mortality. J Nutr 131(2S-2):604S; discussion 614-615S. Brody T. 1998. Nutritional Biochemistry. San Diego (US): Academic Press. Brown, JE. 2011. Nutrition Through the Life Cycle. Wadsworth (US): Cengage Learning. Contento IR. 2011. Nutrition Education, Linking Research, Theory, and Practice. 2nd ed. Massachusetts (US): Jones and Bartlett Publishers.
71
Cheng Y, Dibley MJ., Zhang X, Zeng L, Yan H. 2009. Assessment of dietary intake among pregnant women in a rural area of western China. BMC Public Health 9:222. Dairo MD, Lawoyin TO. 2006. Demographic factors determining compliance to iron supplementation in pregnancy in Oyo State, Nigeria. Niger J Med 15(3): 241-4. [Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Pedoman Pemberian Besi Bagi Petugas. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia. ----------------------------------------------------------. 2005. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia. ----------------------------------------------------------. 2008. Program Penanggulangan Anemia Gizi pada Wanita Usia Subur (WUS). Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [Dinkes] Dinas Kesehatan Kota Tangerang. 2014. Laporan Program Perbaikan Gizi 2013. Tangerang (ID): Dinas Kesehatan Kota Tangerang. [Dinkes] Dinas Kesehatan Kota Tangerang. 2015. Laporan Program Perbaikan Gizi 2014. Tangerang (ID): Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Du S, Zhai F, Wang Y, Popkin B. 2000. Current methods for estimating dietary iron bioavailability do not work in China. J Nutr 130:193-198. Ernawati F, Rosmalina Y, Herman S. 2000. Kebutuhan ibu hamil akan tablet besi untuk pencegahan anemi. Penel Gizi Makan 23:92-98. [FAO, WHO] Food and Agriculture Organization of the United Nations, World Health Organization. 2001. Human Vitamin and Mineral Requirements. Rome (IT): FAO. Fatimi H. 2006. Faktor Determinan yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Trimester II dan III di Wilayah Kerja Puskesmas Ngesrep [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Fuadi M, Bangun D. 2013. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Anemia Defisiensi Besi terhadap Kepatuhan Mengonsumsi Tablet Zat Besi. EJournal FK USU, Vol.1 No.1. Gallagher ML. 2008. The Nutrients and Their Metabolism. Di dalam Mahan LK & Escott-Stump S, editor. Krause's Food and Nutrition Therapy. Philadelphia (US): Elsevier Saunders. Galloway R, Dusch E, Elder L, Achadi E, Grajeda R, Hurtado E, Favin M, Kanani S, Marsaban J, Meda N, et al. 2002. Women's perceptions of iron deficiency and anemia prevention and control in eight developing countries. Soc Sci Med 55(4):529-44. Gebre A, Mulugeta A, Etana B. 2015. Assessment of factors associated with adherence to iron-folic acid supplementation among urban and rural pregnant women in North Western Zone of Tigray, Ethiopia: comparative study. Int J Nut Food Sci 4(2): 161-168. Gebremedhin S, Samuel A, Mamo G, Moges T, Assefa T. 2014. Coverage, compliance and factors assosiated with utilization of iron suplementation during pregnancy in 8 rural districts of Ethiopia: a cross-sectional study. BMC Public Health 14:607.
72
Ghazali MV, Sastromihardjo S, Soedjarwo SR, Soelaryo T, Pramulyo H. 2008. Studi Cross-Sectional. Di dalam Sastroasmoro S & Ismael S, editor. Dasardasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta (ID): Sagung Seto. Gibson JL, Ivancevich JM, Donnely JH. 1992. Organisasi dan Manajemen. Jakarta (ID): Erlangga. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York (US): Oxford University Press. Girard W, Olude O. 2012. Nutrition education and counselling provided during pregnancy: effects on maternal, neonatal and child health outcomes. Paediatric and Perinatal Epidemiol 26(Supplement 1): 191-204. Habib F, Alabdin EH, Alenazy M, Nooh R. 2009. Compliance to iron supplementation during pregnancy. J Obstet Gynaecol 29(6):487-92. Haider BA, Olofin I, Wang M, Spiegelman D, Ezzati M, Fawzi WW. 2013. Anaemia, prenatal iron use, and risk of adverse pregnancy outcomes: systematic review and meta-analysis. BMJ 346:f3443. Hallberg L. 1983. Iron requirements and bioavailability of dietary iron. Experientia Suppl 44:223-44. Handayani L. 2013. Peran petugas kesehatan dan kepatuhan ibu hamil mengonsumsi tablet besi. Kesmas 7(2): 55-112. Haobijam J, Sharma U, David S. 2010. An explanatory study to assess the family support and its effect on outcome of pregnancy in terms of maternal and neonatal health in a selected hospital, Ludhiana Punjab. Nursing and Midwifery Research Journal Vol.6 No.4. Hwang J, Lee J, Kim K, Kim H, Ha E, Park H, Ha M, Kim Y, Hong Y, Chang N. 2013. Maternal iron intake at mid-pregnancy is associated with reduced fetal growth: results from Mother and Children’s Environmental Health (MOCEH) Study. Nut J. 12:38. Hyder SM, Ziauddin SM, Persson, Åke L. 2002. Do side-effects reduce compliance to iron supplementation? A study of daily and weekly-sode regimens in pregnancy. Journal of Health Population and Nutrition, June 2002. Indreswari, M. 2008. Hubungan Antara Intensitas Pemeriksaan Kehamilan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Konsumsi Tablet Besi dengan Tingkat Keluhan Selama Kehamilan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Iswanto B, Ichsan B, Ernawati S. 2012. Hubungan pengetahuan ibu hamil tentang anemia defisiensi besi dengan kepatuhan mengonsumsi tablet besi di Puskesmas Karangdowo, Klaten. Jurnal Kesehatan, 5(2):110-118. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI. ---------------------------------------------------. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI. ---------------------------------------------------. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. [Kemenkes, WHO, POGI, IBI] Kementerian Kesehatan RI, World Health Organization, Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta (ID):Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
73
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pedoman Penatalaksanaan Pemberian Tablet Tambah Darah. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lemeshow S. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Lutsey PL, Dawe D, Villate E, Valencia S, Lopez O. 2007. Iron supplementation compliance among pregnant women in Bicol, Philippines. Public Health Nutrition 11(1): 76-82. Marfungah S. 2013. Hubungan antara Lama Kerja dengan Kinerja Bidan dalam Pelayanan Antenatal Care (ANC) di Wilayah Surakarta [skripsi]. Surakarta (ID): Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret. Malhotra M, Sharma JB, Batra S, Sharma S, Murthy NS, Arora R. 2002. Maternal and perinatal outcome in varying degrees of anemia. International Journal of Gynecology and Obstetrics 79 (2):93-100. Mardiana. 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Besi di Puskesmas Sako dan Puskesmas Multi Wahana Kecamatan Sako, Kota Palembang Tahun 2004 [tesis]. Jakarta (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Melku M, Addis Z, Alem M, Enagwaw B. 2014. Prevalence and predictors of maternal anemia during pregnancy in Gondar, Northwest Ethiopia: an institutional based cross-sectional study. Hindawi Publishing Corporation Anemia Vol. 2014, 108593. Milman N. 2006. Iron and pregnancy – a delicate balance. Ann Hematol. 85(9): 559-65. Mithra P, Unnikhrisman B, Rekha T, Nithin K, Mohan K, Kulkarni V, Agarwal D. 2014. Compliance with iron-folic acid (IFA) therapy among pregnant women in an urban area of south India. African Health Sciences 14(1): 255-260. Monsen ER. 1988. Iron nutrition and absorption: dietary factors which impact iron bioavailability. J Am Diet Assoc 88(7):786-90. Mutale W, Ayles H, Bond V, Mwanamwenge MT, Balabanova D. 2013. Measuring health workers’ motivation in rural health facilities: baseline results from three study districts in Zambia. Human Resources for Health, 11:8. Neupane N, Sharma S, Kaphle HP. 2015. Factors affecting compliance of iron and folic acid among pregnant women attaining Western Regional Hospital, Pokhara, Nepal. International Journal of Research and Current Development 1(1):43-47. Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Ogundipe O, Hoyo C, Ostbye T, Oneko O, Manongi R, Lie RT, Daltveit AK. 2012. Factors associated with prenatal folic acid and iron supplementation among 21 889 pregnant women in Northen Tanzania: A cross-sectional hospital-based study. BMC Public Health 2012, 12481. Ordenes MAC, Bongga DC. 2006. Factors influencing compliance with iron supplementation among pregnant women. Soc Sci Diliman 3:1-2, 84-107.
74
Oriji VK, Enyindah CE, Nyeche S. 2011. Factors determining compliance to routine iron supplementation in pregnancy at the University of Portharcout Teaching Hospital. Niger J Med. 20(1):131-4. Peña-Rosas JP, Viteri FE. 2009. Effects and safety of preventive oral iron or iron+folic acid supplementation for women during pregnancy. Cochrane Database Syst Rev Oct 7;(4):CD004736. Peña-Rosas JP, De-Regil LM, Dowswell T, Viteri FE. 2012. Daily oral iron supplementation during pregnancy. Cochrane Database Syst Rev Dec 12:CD004736. Puskesmas Batuceper. 2015. Profil Puskesmas Batuceper tahun 2014. Tangerang (ID): Puskesmas Batuceper. Putri F. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Pengunjung Puskesmas Wilayah Kota Pekanbaru Tahun 2007 [tesis]. Depok(ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Rahmawati F. 2012. Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi-Folat pada Ibu Hamil dan Faktor yang Mempengaruhi [skripsi]. Semarang (ID): Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Rao AP, Chavan MK. 2015. Does health education increase the compliance to oral iron therapy among pregnant women? Indian Journal of Forensic and Community Medicine 2(1):50-55. Refina I. 2002. Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Zat Besi pada Ibu Hamil yang Berkunjung ke Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru [skripsi]. Medan (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Sanghvi TG, Harvey VW, Wainwright E. 2010. Maternal iron-folic acid supplementation programs: evidence of impact and implementation. Food Nutr Bull 31(2 Suppl):S100-7. Sato APS, Fujimori E, Szarfarc SC, Borges ALV, Tsunechiro MA. 2010. Food consumption and iron intake of pregnant and reproductive aged women. Rev. Latino-Am. Enfermagem 18(2):247-54. Savajols E, Burguet A, Grimaldi M, Godoy F, Sagot P, Semama DS. 2014. Maternal hemoglobin and short-term neonatal outcome in preterm neonates. PloS ONE Feb 9(2):e89530. Sayogo S. 2009. Studi Cross Sectional atau Potong Lintang. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Schultink W, Ree MV, Matulessi P, Gross R. 1993. Low compliance with an iron-supplementation program: a study among pregnant women in Jakarta, Indonesia. Am J Clin Nutr 57: 135-9. Seck BC, Jackson RT. 2011. Determinants of compliance with iron supplementation among pregnant women in Senegal. Pub Health Nut 11(6): 596-605. Singh M, Jain S, Choudhary M. 2009. Dietary adequacy of pregnant women of four district of Rajasthan. J Hum Ecol 25(3): 161-165. Soekatri M, Kartono D. 2014. Kecukupan Mineral: Kalsium, Fosfor, Magnesium, Tembaga, Kromium, Besi, Iodium, Seng, Selenium, Mangan, Fluor, Natrium dan Kalium. Di Dalam [Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik
75
Indonesia. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia [prosiding]. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Stoltzfus RJ, ML Dreyfuss. 1998. Guidelines for the Use of Iron Supplements to Prevent and Treat Iron Deficiency Anemia. Washington DC (US): International Nutritional Anemia Consultative Group (INACG). Swisari G. 2010. Analisis Kualitas Kinerja Bidan dalam Pelayanan Kesehatan Ibu dan Neonatal di Kota Serang Tahun 2009 [tesis]. Depok(ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Syarief O. 1994. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi pada Ibu Hamil di Kabupaten Serang dan Tangerang Jawa Barat [tesis]. Jakarta (ID): Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Talbot L, Verrinder G. 2005. Promoting Health, the Primary Health Care Approach. 3rd ed. New South Wales (AU): Elsivier Australia. Taye B, Abeje G, Mekonen A. 2015. Factors associated with compliance of prenatal iron folate supplementation among women I Mecha district, Western Amhara: a cross-sectional study. Pan Africa Medical Journal 2015; 20-43. Titaley CR, Wijayanti RU, Dachlia D, Santika RA, Damayanti R, Ismail A, Sanjaya A, Karyadi E. 2014. Persepi ibu hamil dan nifas tentang anemia dan konsumsi tablet tambah darah selama kehamilan, studi kualitatif di Kabupaten Purwakarta dan Lebak. ejournal.litbang.depkes.go.id. Ugwu EO, Olibe AO, Obi SN, Ugwu AO. 2014. Determinants of compliance to iron supplementation among pregnant women in Enugu, Southeastern Nigeria. Nigerian Journal of Clinical Practice 17(5): 608-612. [UNICEF, UNU, WHO] The United Nations Children’s Fund, United Nation University, World Health Organization. 2001. Iron Deficiency Anaemia. Assessment, Prevention, and Control: A Guide for Programme Managers. Geneva (CH): WHO. Vongvichit P, Isaranurug S, Nanthamongkolehai S, Voramongkol V. 2003. Compliance of pregnant women regarding iron supplementation in Vientine Municipality, Lao P.D.R. Journal of Public Health and Development Vol.11 No.1. [WHO] World Health Organization. 2010. Nutrition Landscape Information System (NLIS), Country Profile Indicators, Interpretation Guide. Geneva (CH): WHO. [WHO] World Health Organization. 2011. Haemoglobin Concentrations for the Diagnosis of Anaemia and Assessment of Severity. Geneva (CH): WHO. --------------------------------------------. 2012. Guideline: Daily Iron and Folic Acid Supplementation in Pregnant Women. Geneva (CH): WHO. --------------------------------------------. 2015. The Global Prevalence of Anaemia in 2011. Geneva (CH): WHO. Wiradnyani LAA, Khusun H, Achadi EL. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu mengonsumsi tablet besi-folat selama kehamilan. J Gizi Pangan 8(1): 63-70. Yip R 1996. Iron Suplementation during pregnancy: it is effective? Am J Clin Nutr 63;853-5.
76
Zavaleta N, Caulfield LE, Figueroa A, Chen P. 2012. Patterns of compliance with prenatal iron supplementation among Peruvian women. Maternal & Child Nutrition Doi: 10.1111/j-1740-8709.2012.00407.x. Zijp IM, Korver O, Tijburg LB. 2000. Effect of tea and other dietary factors on iron absorption. Crit Rev Food Sci Nutr 40(5):371-98.
77
LAMPIRAN Lampiran 1 Ethical clearance
78
Lampiran 2 Izin penelitian
79
Lampiran 3 Prosedur pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar hemoglobin Alat 1. Jarum suntik 2. Spuit disposible 5 ml 3. Torniquet (alat ikat pembendungan) 4. Plester 5. Sensi gloves Bahan Kapas alkohol 70% Cara Pengambilan Darah : Pengambilan darah untuk pemeriksaan hemoglobin dilakukan dengan langkahlangkah berikut: 1. Darah diambil dari vena mediana cubiti pada lipat siku. Lokasi penusukan harus bebas dari luka dan bekas luka/sikatrik. 2. Kulit diatas lokasi tusuk dibersihkan dengan alkohol 70% dan biarkan sampai kering. 3. Ikatan pembendungan (torniquet) dipasang pada lengan atas dan responden diminta untuk mengepal dan membuka telapak tangan berulang kali agar vena jelas terlihat. 4. Lokasi penusukan di desinfeksi dengan kapas alkohol 70% dengan cara berputar dari dalam keluar. 5. Spuit disiapkan dengan memeriksa jarum dan penutupnya. 6. Vena mediana cubiti ditusuk dengan posisi sudut 45 derajat dengan jarum menghadap keatas. 7. Darah dibiarkan mengalir kedalam jarum kemudian jarum diputar menghadap kebawah. Agar aliran bebas responden diminta untuk membuka kepalan tangannya, darah kemudian diambil sebanyak 1ml. 8. Torniquet dilepas, kemudian jarum ditarik dengan tetap menekan lubang penusukan dengan kapas alkohol (agar tidak sakit). 9. Tempat bekas penusukan ditekan dengan kapas alkohol sampai tidak keluar darah lagi, setelah itu bekas tusukan ditutup dengan plester.
81
Lampiran 4 Hasil penelitian sebelumnya mengenai kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi No 1
Tahun 2015
2
2015
3
2015
Judul Author Assessment of iron and calcium Ahmed et al. supplements compliance among pregnant women attending antenatal care Uni of Al-Sabah Banat primary health care unit in Ismailia, Egypt Factors associated with compliance of Taye et al. prenatal iron folate supplementation among women in Mecha district, Western Amhara: a cross-sectional study
Metode Cross sectional
Assessment of factors associated with Gebre et al. adherence to iron-folic acid supplementation among urban and rural pregnant women in North Western Zone of Tigray, Ethiopia: comparative study
Cross sectionalcomparative study
Cross sectional
Hasil Sebanyak 95% sampel tahu mengenai suplemen besi, dan 83% diantaranya patuh mengonsumsinya. Faktor yang banyak ditemukan yang menyebabkan ketidakpatuhan adalah kostipasi (35%). Merasa pusing menjadi penyebab yang paling sedikit ditemukan (3%). Kepatuhan ibu hamil mengonsumsi suplemen IFA 20.4%. Umur ibu, pendidikan, pengetahuan mengenaisuplemen IFA dan riwayat anemia berhubungan signifikan dengan kepatuhan (p<0.05). Alasan utama ibu yang tidak patuh adalah karena percaya bahwa tablet IFA dapat membahayakan bayi dan takut akan ada efek samping setelah mengonsumsinya. Tingkat kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen besi pada ibu hamil di perkotaan dan perdesaan masing-masing sebesar 37.2% dan 28.9%. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kepatuhan di wilayah perkotaan dan perdesaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu dalam mengonsumsi tablet IFA di perkotaan adalah ANC lebih awal (AOR= 1.778, 95% CI= 1.076– 2.936), frekuensi kunjungan ANC ≥4 kali (AOR=3.784, 95%CI=2.073-6.909), riwayat anemia sebelumnya (AOR=1.913, 95%CI=1.135-3.223), dan saat ini mengalami anemia (AOR= 0.408, 95%CI=0.224-0.744). Di perdesaan, usia lebih tinggi (AOR=0.527, 95%CI=0.315-0.881), ANC lebih awal (AOR=1.918, 95%CI=1.116-3.296), riwayat anemia sebelumnya (AOR= 2.472, 95%CI=1.352-4.517) dan saat ini mengalami anemia (AOR=0.400, 95%CI=0.214-0.749) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu dalam mengonsumsi tablet IFA.
82
No 4
Tahun 2014
Judul Author Coverage, compliance and factors Gebremedhin associated with utilization of iron et al. supplementation during pregnancy in eight rural districts of Ethiopia: a cross-sectional study
Metode Cross sectional
5
2014
Persepsi ibu hamil dan nifas tentang Titaley et al. anemia dan konsumsi tablet tambah darah selama kehamilan : studi kualitatif di Kabupaten Purwakarta dan Lebak
deskriptif kualitatif (indepth interview, FGD)
Hasil Prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 33,2%. Sebanyak 35,4% ibu hamil diberikan suplemen Fe, namun hanya 3,5% yang mengkonsumsi 91 tablet atau lebih sesuai anjuran. Alasan ketidakpatuhan ibu kebanyakan adalah karena efek samping (63,3%) dan lupa (16,7%). Dibanding yang melakukan 4 kali ANC, ibu hamil yang melakukan ANC <4 kali lebih sedikit mengkonsumsi suplemen. Kurangnya pengetahuan mengenai anemia (OR=0.75,95%CI:0.57-0.97) dan tidak pernah diinformasikan mengenai pentingnya suplemen besi selama hamil (OR=0.05, 95% CI:0.04-0.07) menyebabkan ibu hamil mengkonsumsi lebih sedikit suplemen besi. Pengetahuan ibu hamil dan nifas tentang penyebab dan cara mencegah anemia secara umum baik, namun mispersepsi bahwa anemia sama dengan tekanan darah rendah masih banyak ditemukan. Penjelasan mengenai suplemen besi-folat diberikan oleh bidan, namun informasi tentang efek samping suplemen masih kurang. Faktor yang memotivasi bumil untuk mengonsumsi suplemen adalah pengetahuan tentang suplemen besi folat, manfaat yang dirasakan setelah mengonsumsi suplemen, nasihat petugas kesehatan dan dukungan keluarga. Hambatan dalam mengonsumsi suplemen yang dilaporkan mencakup efek samping suplemen, mispersepsi tentang anemia, anjuran dari paraji untuk tidak minum suplemen, dan akses yang kurang terhadap suplemen. Aksi komprehensif dibutuhkan untuk meningkatkan kepatuhan konsumsi suplemen mencakup pendidikan gizi, penguatan kemampuan konseling bidan dan kader, meningkatkan pengetahuan ibu tentang suplementasi besifolat, serta meningkatkan peran suami dan paraji di area terpencil untuk memotivasi ibu mengonsumsi suplemen.
83
No 6
Tahun 2014
Judul Author Determinants of compliance to iron Ugwu et al. supplementation among pregnant women in Enugu, Southeastern Nigeria
Metode Cross sectional
7
2013
Peran petugas kesehatan dan kepatuhan Handayani L ibu hamil mengkonsumsi tablet besi
Deskriptif kualitatif
8
2013
Hubungan pengetahuan ibu hamil Fuadi tentang anemia defisiensi besi terhadap Bangun kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi
9
2013
Compliance with iron-folic acid (IFA) Mithra et al. therapy among pregnant women in an urban area of South India
& Cross sectional
Cross sectional
Hasil Pengetahuan mengenai suplementasi besi adalah sebesar 76.3% (n = 302). Tingkat kepatuhan dalam mengonsumsi besi sebesar 65.9% (n = 261). Tingkat pendidikan dan status sosial yang lebih tinggi merupakan faktor yang berhubungan signifikan dengan kepatuhan dalam mengonsumsi besi (p<0.05). Hambatan terbesar ibu hamil dalam kepatuhan mengonsumsi suplemen adalah efek samping gastrointestinal dari suplemen (41.7%), suplemen besi yang tidak terjangkau (28.3%) dan ibu lupa mengonsumsinya (15.0%). Tingkat kepatuhan dapat ditingkatkan dengan menyediakan tablet secara gratis (jangka pendek) serta meningkatkan pendidikan dan tingkat sosialekonomi populasi (jangka panjang). Sebanyak 67% responden memiliki tingkat kepatuhan konsumsi tablet besi yang baik. Peran petugas kesehatan mayoritas baik (76,5%). Petugas kesehatan berperan sebagai komunikator, motivator, fasilitator dan konselor dalam suplementasi besi. Alasan ibu tidak patuh mengonsumsi suplemen besi adalah karena tidak menyukai bau suplemen, bosan dan lupa. Pengetahuan berpengaruh terhadap kepatuhan responden dalam mengonsumsi tablet zat besi (p=0,011). Umur, kehamilan, tingkat pendidikan dan pekerjaan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan. Perlu ditingkatkan edukasi ibu hamil mengenai anemia defisiensi besi. Kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi IFA adalah sebesar 64.7%. Kepatuhan meningkat dengan meningkatnya usia, jumlah anak, dan dosis harian (p<0.05). Alasan ketidakpatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi adalah karena lupa dan adanya efek samping IFA.
84
No 10
Tahun 2013
Judul Author Metode Faktor-faktor yang berhubungan Wirandyani et Review dengan kepatuhan mengonsumsi tablet al. besi-folat selama kehamilan
11
2012
Factors associated with prenatal folic Ogundipe acid and iron supplementation among al. 21 889 pregnant women in northen Tanzania: a cross-sectional hospitalbased study
et Cohort study
Hasil Rendahnya partisipasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya (ANC) berhubungan dengan rendahnya kepatuhan konsumsi tablet besi. Rendahnya kunjungan ANC membuat ibu tidak mendapat tablet dengan jumlah yang cukup dan mengurangi kesempatan ibu untuk mendapat dukungan dari petugas ANC untuk minum tablet besi sesuai anjuran. Suplai tablet juga menjadi penting karena tidak semua ibu mendapat 30 tablet pada setiap kunjungan ANC seperti seharusnya. Pengaruh efek samping konsumsi tablet besi terhadap kepatuhan ibu belum dapat disimpulkan. Pengaruh efek samping ditemukan sangat kecil dan dapat diatasi dengan baik terutama pada ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi atau yang mendapat penyuluhan yang cukup. Studi juga menemukan bahwa dukungan keluarga sangat penting untuk membantu mengingatkan ibu untuk mengonsumsi tablet besi. Hal ini menjadi penting karena salah satu faktor utama rendahnya kepatuhan ibu adalah karena ibu lupa mengonsumsi tablet tersebut. Kualitas penyuluhan, misalnya kejelasan pesan dari petugas kesehatan, berhubungan dengan kepatuhan ibu. Dukungan yang baik dari petugas ANC (misalnya pemberian tablet besi dalam jumlah yang cukup, kejelasan pesan tentang manfaat tablet) maupun keluarga dapat berkontribusi pada kepatuhan yang lebih baik pada ibu hamil dalam mengonsumsi tablet besi. Ibu hamil yang mengonsumsi suplemen besi adalah sebanyak 22.3%. Ibu dengan frekuensi kunjungan ANC lebih banyak, jumlah anak lebih banyak dan usia lebih tinggi (>35 tahun) lebih banyak mengonsumsi suplemen. Pendidikan ibu tidak berhubungan dengan konsumsi suplemen.
85
No 12
Tahun 2012
Judul Author Hubungan pengetahuan ibu hamil Iswanto et al. tentang anemia defisiensi besi dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet besi di Puskesmas Karangdowo, Klaten
Metode Cross sectional
13
2012
Patterns of compliance with prenatal Zavaleta et al. iron supplemetation among Peruvian women
Cross sectional
14
2012
Kepatuhan konsumsi tablet besi-folat Rahmawati F. pada ibu hamil dan faktor yang mempengaruhi
Cross sectional
15
2011
Factors determining compliance to Oriji et al. routine iron supplementation in pregnancy at the University of Portharcout Teaching Hospital.
Cross sectional
Hasil Tingkat pengetahuan ibu dalam suplementasi besi: baik 15.6% (skor 76-100), cukup 53.4%, kurang 30.0%. Ibu yang patuh mengonsumsi tablet besi sebesar 53.41% (80% minum tablet yg seharusnya). Terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan ibu hamil tentang anemia defisiensi besi dan kepatuhan mengkonsumsi tablet besi (p=0,001). Ibu hamil setiap bulan melakukan ANC dan setiap minggu dikunjungi untuk memonitor kepatuhan konsumsi suplemen. Sebanyak 79% ibu patuh mengonsumsi suplemen besi. Ibu yang baru pertama kali hamil kepatuhannya lebih rendah dibandingkan ibu yang pernah hamil sebelumnya. Ibu hamil perlu dimonitor dan diberi penguatan pesan mengenai suplementasi besi untuk meningkatkan kepatuhan. Sebanyak 58.9% ibu hamil tidak patuh mengonsumsi suplemen besi. Alasan ibu tidak patuh adalah karena lupa (5.4%), bosan (7.1%), mual (51.8%), konstipasi (32.1%), dan perubahan warna tinja (19.6%). Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu mengenai tablet besi-folat dan anemia dengan kepatuhan mengonsumsi tablet besi folat (r=0.30, p=0.005). Tidak ada hubungan signifikan antara pendidikan ibu dan dukungan keluarga dengan kepatuhan mengonsumsi tablet besi folat. Total kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen besi sebesar 88%. Ibu yang patuh secara penuh dalam mengkonsumsi suplemen memiliki persepsi bahwa kadar darah yang baik dan berat badan yang baik merupakan efek menguntungkan dari konsumsi suplemen. Alasan utama ibu yang tingkat kepatuhannya rendah adalah karena efek samping gastrointestinal dan lupa mengonsumsi suplemen.
86
No 16
Tahun 2011
Judul Author Metode Hasil Determinants of compliance with iron Seck & Experimental Kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi secara supplementation among pregnant Jackson , controlled keseluruhan adalah sebesar 69%, kelompok perlakuan lebih women in Senegal trial tinggi dibanding kontrol (86% vs 48%, p<0,0001). Ibu hamil dengan kepatuhan tinggi (58%) termotivasi oleh persepsi meningkatnya kesehatan selama minum tablet, arahan bidan untuk minum tablet dan penjelasan bahwa tablet tersebut dpt meningkatkan kesehatan. Ibu yang tdk patuh mengonsumsi suplemen besi (42%) melaporkan efek samping yg dirasakan ketika minum tablet, kesalahpahaman bahwa mereka diharus melanjutkan minum tablet meskipun sudah tidak hamil dan karena lupa. Kepatuhan dapat ditingkatkan engan memberikan arahan yang jelas tentang tablet besi dan mengedukasinya dengan manfaat kesehatan dari mengkonsumsi tablet tersebut.
17
2011
Faktor yang berhubungan dengan Basri AF. anemia ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Wajo Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara
Cross sectional
Prevalensi anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Wajo sebesar 43.3%. Variabel yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil adalah usia ibu (p=0.001, OR=5.3, 95%CI=1.914.6), umur kehamilan (p=0.000, OR=7.3, 95%CI=3.3-16.3), jarak kelahiran (p=0.000, OR=2.39, 95%CI=1.2-4.9), frekuensi kunjungan ANC (p=0.000, OR=4.32, 95%CI=2.39-7.81), kepatuhan mengkonsumsi tablet tambah darah (p=0.00, OR=14.8, 95%CI=5.2-41.6), peran keluarga dalam memberi dukungan pada ibu hamil (p=0.000, OR=5.14, 95%CI=2.709.78), pola konsumsi (p=0.000, OR=2.53, 95%CI=1.96-3.26) dan status kecacingan( p=0.000, OR=5.5, 95%CI=2.37-12.9). Variabel yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia pada ibu hamil adalah kepatuhan mengkonsumsi tablet tambah darah (p=0.001), peran keluarga dalam memberikan dukungan pada ibu hamil (p=0.000) dan kebiasaan makan ibu (p=0.002).
87
No 18
Tahun 2010
Judul Author Improving adherence to oral iron Bilimale et al. supplementation during pregnancy
19
2009
Compliance to iron supplementation Habib et al. during pregnancy
20
2007
Iron supplementation compliance Lutsey et al. among pregnant women in Bicol, Philippines
Metode Hasil Experimental Rata-rata kepatuhan dan kadar Hb pada grup intervensi lebih , controlled tinggi dibandingkan kontrol (p<0.05). Adanya pemantau trial langsung untuk memonitor konsumsi suplementasi besi memungkinkan untuk dilakukan dan dapat membantu meningkatkan kepatuhan suplementasi besi. Retrospective Sebanyak 49,7% responden mengonsumsi suplemen besi setiap cohort study hari pada trimester 2 dan 3 kehamilan. Hb meningkat 0.3 g/dl pd kelompok yang patuh mengonsumsi suplemen secara penuh. Faktor yg berhubungan dengan ketidakpatuhan ibu mengonsumsi suplemen adalah pendidikan (merupakan faktor protektif terhadap ketidakpatuhan). Persentase ibu hamil anemia adalah sebesar 29.6% pada trimester 2 dan 34% pada trimester 3. Anemia berhubungan signifikan dengan ketidakpatuhan konsumsi suplemen besi (AOR 6.19 95%CI 2.55-15.02, p<0.0001). Cross Sebanyak 56.5% ibu hamil mengalami anemia (Hb<11 g/dl). Ibu sectional hamil melakukan kunjungan ANC pertama mendekati 4 bulan kehamilan. Konsumsi suplemen besi dengan cara self reported adalah sebesar 85%, Kunjungan ANC lebih awal dan kepatuhan lebih tinggi berhubungan positif dengan konsentrasi Hb. Manfaat yg dirasakan setelah mengonsumsi suplemen dan pengetahuan kesehatan yang lebih tinggi berhubungan positif dengan konsumsi suplemen. Pengalaman mengenai efek samping suplemen berhubungan dengan lebih rendahnya konsumsi suplemen. Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan: status pernikahan, jumlah anak, pengetahuan tentang program kesehatan, efek samping suplemen, manfaat yang dirasakan dan rasa suplemen.
88
No 21
Tahun 2006
Judul Author Metode Demographic factors determining Dairo & Cross compliance to iron supplementation in Lawoyin sectional pregnancy in Oyo State, Nigeria
22
2006
Factor influencing compliance with Ordenes iron supplementation among pregnant Bongga women
23
2004
24
2003
Faktor-faktor yang berhubungan Mardiana Cross dengan kepatuhan ibu hamil sectional mengkonsumsi tablet besi di Puskesmas Sako dan Puskesmas Multi Wahana Kecamatan Sako, Kota Palembang tahun 2004 Compliance of pregnant women Vongvichit et Cross regarding iron supplementation in al. sectional Vientiane Municipality, Lao P.D.R.
& Cohort study
Hasil Tingkat kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen sebesar 37,5%. Prevalensi anemia lebih tinggi pada ibu yang tidak patuh mengonsumsi suplemen (p=0.006). Kadar Hb pada ibu yang patuh lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak patuh mengonsumsi suplemen (p=0.002). Ibu yang menikah, tinggal di wilayah perkotaan, dan berusia 20-29 tahun lebih patuh terhadap suplementasi besi. Ibu tunggal, remaja, dan ibu dengan usia 35 tahun ke atas lebih tidak patuh dalam mengonsumsi suplemen. Sebanyak 54% responden patuh dalam mengonsumsi suplemen besi. Pendidikan (p=0.003) dan jumlah instruksi yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada ibu hamil mengenai suplementasi besi (p=0.05) berhubungan signifikan dengan kepatuhan ibu hamil mengonsumsi suplemen. Sebanyak 64.44% responden patuh dalam mengonsumsi suplemen besi. Terdapat hubungan antara umur, pendidikan, pengetahuan dan dukungan keluarga dengan kepatuhan ibu mengkonsumsi tablet besi (p<0.05). Variabel yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan adalah tingkat pendidikan (OR=5.969). Sebanyak 34.4% ibu hamil patuh dalam mengonsumsi suplemen besi. Alasan ibu tidak patuh: lupa (47.98%), efek samping (18.38%), teralu lama harus minum tablet (16.14%), takut bayi menjadi besar (13%) dan mual/muntah (10.76%). Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu mengenai anemia dengan kepatuhan mengonsumsi suplemen besi (p=0.001). Manfaat yang dirasakan setelah mengonsumsi suplemen berhubungan dengan kepatuhan (p<0.001). Adanya nasihat pihak lain tentang suplemen besi dan anemia berhubungan dengan kepatuhan (p<0.001).
89
No 25
Tahun 2002
26
2002
27
2000
Judul Author Faktor yang berhubungan dengan Refina I. kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Sidomulyo, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru Do side-effects reduce compliance to Hyder et al. iron supplementation? A study of daily and weekly-sode regimens in pregnancy
Metode Cross sectional
Kebutuhan ibu hamil akan tablet besi Ernawati at al. untuk pencegahan anemi
Observasi, kohort
Cross sectional
Hasil Sebanyak 23.3% ibu hamil tidak patuh mengonsumsi tablet zat besi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan engonsumsi tablet zat besi adalah adanya efek samping dan motivasi keluarga/petugas (p<0.05). Pengetahuan dan sikap ibu hamil tidak berhubungan signifikan dengan kepatuhan. Adanya efek samping yang dirasakan ibu setelah mengonsumsi suplemen besi tidak berhubungan signifikan dengan kepatuhan. Kepatuhan konsumsi suplemen mingguan adalah sebesar 93% dan kepatuhan konsumsi suplemen harian adalah sebesar 61%. Suplementasi mingguan lebih banyak melaporkan efek samping berupa muntah setelah mengonsumsi suplemen (p<0.05). Kesimpulan: efek samping gastrointestinal tidak berpengaruh banyak dalam kepatuhan, sehingga usaha untuk mengurangi efek samping dari suplementasi besi mungkin bukan merupakan strategi yang tepat dalam meningkatkan kepatuhan dan meningkatkan efektifitas program suplementasi besi pada ibu hamil. Pengetahuan mengenai anemia meningkat pada kelompok yang diberi konseling, tetapi kebutuhan akan tablet besi masih rendah, yaitu sebesar 20-30% di kedua kelompok. Sebanyak 52% ibu yang mendapatkan konseling mengonsumsi seluruh tablet besi yang diberikan. Anemia pada ibu hamil yang mendapatkan konseling masih tinggi (46,2%). Persentase anemia tinggi selama kebutuhan akan tablet besi rendah.
91
Lampiran 5 Hasil analisis regresi logistik Hasil regresi logistik faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen besi B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
95% CI Lower
Upper
USIA IBU
.383
.697
.302
1
.583
1.466
.374
5.745
USIA KEHAMILAN
.693
.605
1.313
1
.252
2.001
.611
6.550
PENDIDIKAN
.000
.575
.000
1
.999
1.000
.324
3.085
FREKUENSI ANC
.546
.588
.860
1
.354
1.726
.545
5.466
PENGETAHUAN
.254
.653
.152
1
.697
1.290
.359
4.635
KARAKTERISTIK TTD
.202
.555
.132
1
.717
1.223
.412
3.633
DUKUNGAN KELUARGA
-.106
.617
.030
1
.864
.899
.268
3.016
KUALITAS KONSELING
1.764
.601
8.631
1
.003
5.838
-6.624
2.579
6.597
1
.010
.001
.383
.695
.303
1
.582
1.466
.376
5.722
USIA KEHAMILAN
.693
.604
1.318
1
.251
2.001
.612
6.535
FREKUENSI ANC
.546
.588
.860
1
.354
1.726
.545
5.465
PENGETAHUAN
.254
.631
.163
1
.687
1.290
.375
4.439
KARAKTERISTIK TTD
.202
.554
.132
1
.716
1.223
.413
3.626
DUKUNGAN KELUARGA
-.106
.616
.030
1
.863
.899
.269
3.007
KUALITAS KONSELING
1.764
.589
8.982
1
.003
5.839
-6.625
2.495
7.048
1
.008
.001
.398
.689
.334
1
.564
1.489
.386
5.748
USIA KEHAMILAN
.680
.600
1.288
1
.256
1.975
.610
6.395
FREKUENSI ANC
.556
.585
.903
1
.342
1.744
.554
5.492
PENGETAHUAN
.253
.632
.160
1
.689
1.287
.373
4.442
KARAKTERISTIK TTD
.197
.554
.126
1
.722
1.217
.411
3.604
1.758
.588
8.950
1
.003
5.803
-6.764
2.368
8.158
1
.004
.001
.363
.680
.285
1
.593
1.438
.379
5.450
USIA KEHAMILAN
.685
.597
1.317
1
.251
1.984
.616
6.395
FREKUENSI ANC
.575
.582
.977
1
.323
1.777
.568
5.557
PENGETAHUAN
.241
.633
.145
1
.704
1.272
.368
4.397
1.729
.580
8.883
1
.003
5.634
-6.365
2.068
9.476
1
.002
.002
Constant Step 2a USIA IBU
Constant Step 3a USIA IBU
KUALITAS KONSELING Constant Step 4a USIA IBU
KUALITAS KONSELING Constant
1.799 18.945
1.841 18.513
1.834 18.366
1.808 17.564
92
B Step 5
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
95% CI Lower
Upper
USIA IBU
.379
.679
.312
1
.577
1.461
.386
5.525
USIA KEHAMILAN
.716
.591
1.468
1
.226
2.047
.643
6.519
FREKUENSI ANC
.598
.578
1.071
1
.301
1.818
.586
5.641
1.711
.577
8.794
1
.003
5.536
-6.149
1.983
9.620
1
.002
.002
.639
.572
1.245
1
.265
1.894
.617
5.814
.633
.575
1.212
1
.271
1.883
.610
5.805
1.639
.561
8.544
1
.003
5.151
1.211 19.094
1
.000
.005
2.281
1
.131
2.274
1.799
.543 10.982
1
.001
6.045
-4.904
1.134 18.699
1
.000
.007
2.003
.527 14.451
1
.000
7.412
-3.949
.876 20.320
1
.000
.019
KUALITAS KONSELING Constant Step 6a USIA KEHAMILAN FREKUENSI ANC KUALITAS KONSELING Constant
-5.293
Step 7a USIA KEHAMILAN
.822
KUALITAS KONSELING Constant Step 8a KUALITAS KONSELING Constant
.544
1.787 17.157
1.716 15.462
.783
6.604
2.086 17.523
2.639 20.818
a. Variable(s) entered on step 1: USIA IBU, USIA KEHAMILAN, PENDIDIKAN, FREKUENSI ANC, PENGETAHUAN, KARAKTERISTIK TTD, DUKUNGAN KELUARGA, KUALITAS KONSELING.
Hasil regresi logistik faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
95% CI Lower
Step 1
a
KEPATUHAN
1,533
,564
7,394
1
,007
4,630
21,318 28420,8
,000
1
,999 1813283
Upper
1,534 13,976
SUPLEMEN ASUPAN SELAIN SUPLEMEN PENYAKIT Constant Step 2a KEPATUHAN
10 ,651
,000
.
058,382
1,546
,177
1
,674
1,917
-24,268 28420,8
,000
1
,999
,000
,093 39,666
1,470
,562
6,838
1
,009
4,348
1,445 13,082
,684
1,537
,198
1
,656
1,982
,097 40,327
-2,889
3,196
,817
1
,366
,056
1,447
,557
6,739
1
,009
4,250
-1,508
,702
4,613
1
,032
,221
SUPLEMEN PENYAKIT Constant Step 3a KEPATUHAN
1,425 12,671
SUPLEMEN Constant
a. Variable(s) entered on step 1: KEPATUHAN SUPLEMEN, ASUPAN SELAIN SUPLEMEN, PENYAKIT.
93
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Juni 1984 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Ukar Sukardi (Alm) dan Ibu Yayat Sumiati. Pendidikan sarjana strata 1 (S1) ditempuh di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Penulis lulus sebagai sarjana pertanian (SP) pada tahun 2005 dengan penelitian berjudul "Identifikasi Karakteristik Mahasiswi TPB IPB dengan Status Gizi Kurang”. Tahun 2005, penulis menjadi field coordinator pada program Center of Mother Education (COME) di Care Indonesia (DAP-BERSIH Project) di wilayah Tangerang. Penulis juga pernah menjadi verifikator Jamkesmas di Departemen Kesehatan RI pada tahun 2007. Sejak tahun 2009, penulis menjadi PNS di lingkungan pemerintahan Kota Tangerang sebagai Tenaga Pelaksana Gizi di Puskesmas Batuceper. Pada tahun 2013, penulis diterima di Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat pada Program Pascasarjana IPB sebagai peserta Tugas Belajar Dalam Negeri Kementerian Kesehatan RI tahun 2013.