KEPATUHAN HAND HYGIENE DI RUMAH SAKIT MISI RANGKASBITUNG Sarma Eko Natalia Sinaga*
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pendidikan, pengetahuan, sikap, ketersediaan sarana, pedoman/SOP hand hygiene, lama bekerja, supervisi kepala ruangan dan pelatihan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene pada perawat/bidan di RS Misi Rangkasbitung.Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan disain penelitian cross sectional dan jumlah responden sebanyak 78 orang. Hasil analisis bivariate dengan uji chi-square menunjukkan hubungan yang signifikan antara ketersediaan sarana (P = 0.000), lama bekerja ( P = 0.034), supervisi kepala ruangan ( P = 0.005), pelatihan (P = 0.000) dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Hasil analisa multivariate dengan uji regresi logistic menunjukkan varibel supervisi kepala ruangan akan 7.3 x lebih berpengaruh terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene. Kata Kunci : Kepatuhan, perawat/bidan, mencuci tangan. ABSTRACT The purpose of this study is to determine the relationship among education, knowledge, attitude, availability of facilities, guidelines/hand hygiene SOP, supervision of the nurse, training influence and nurses/midwives’s hand hygiene compliance of hospital Misi in Rangkasbitung. The study was conducted with quantitative approach and used cross-sectional research design into total 78 (seventy-eight) respondents. The result of the bivariate analysis using chi-square test shows a significant relationship among availability of facilities ( P = 0.000), long work (P = 0.034), supervision of the nurse (P = 0.005), training (P = 0.000) and hand hygiene compliance. Besides, the result of multivariate analysis using the logistic regression test shows that respondents exposure of supervision of the nurse is 7.3 times more influencing toward hand hygiene compliance. Key words : Compliance, nurse/midwife, hand hygiene PENDAHULUAN Infeksi nosokomial adalah terjadinya infeksi di pelayanan kesehatan selama melakukan prosedur perawatan dan tindakan medis setelah ≥ 48 jam dan pada ≤ 30 hari setelah keluar dari fasilitas kesehatan (Petersen., MH, 2010). Infeksi nosokomial menyebabkan angka kematian yang lebih tinggi sebanyak 6% dan menambah lamanya perawatan di rumah sakit (Length of Stay (LOS)) sebanyak 5-10 hari (Bady, A.M, Kusnanto, 2007). Salah satu hal yang terpenting dalam mengurangi penyebaran dari infeksi nosokomial adalah dengan mencuci tangan (Hand Hygiene). Hand Hygiene adalah praktik untuk mencuci tangan dengan menggunakan antiseptic pencuci tangan. WHO mencetuskan “global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My Five Moments for Hand Hygieneyaitu : melakukan cuci tangan sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih dan steril, setelah
bersentuhan dengan cairan tubuh pasien, setelah bersentuhan dengan pasien, setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien” (Jamaludidin J, 2012). World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa angka infeksi nosokomial akan menurun sebesar 24% apabila kepatuhan mencuci tangan dari perilaku yang buruk (60%) menjadi lebih baik (90%). Penelitian-penelitian lain menyebutkan setiap kepatuhan mencuci tangan sebesar 15% dengan kapasitas rumah sakit 200 tempat tidur, akan menghemat pengeluaran rumah sakit sebesar 39.650 dollar setiap tahunnya dan juga akan mendorong menurunnya infeksi MRSA (Methicilin Resistant Staphylococous aureus) sebesar 48,2%87 % (WHO, 2014). Hasil studi pendahuluan di RS Misi, masih ada perawat/bidan yang belum melakukan hand hygiene sesuai prosedur yang ditetapkan RS.Perawat/bidan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap terjadinya infeksi nosokomial
7|P a g e
karena perawat/bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling banyak melakukan kontak dengan pasien dan berinteraksi secara langsung dengan pasien selama 24 jam. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan terhadap perawat/bidan untuk mengkaji tingkat kepatuhan perawat/bidan dalam penerapan hand hygiene, serta faktor apa yang mempengaruhinya.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional, dilakukan pada perawat/bidan di RS Misi, waktu penelitian dilakukan bulan Desember 2015.Pengumpulan data dengan teknik wawancara berpedoman pada kuesioner, pengamatan, dan pengukuran. Sampel dalam penelitian ini adalah 78 siswa, dipilih berdasarkan Total Sampling (Seluruh Populasi).Analisis data yang digunakan antara lain analisa univariat, analisa bivariat dengan Uji Statistik Chi Square serta analisis multivariat dengan uji regresi logistik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Responden(Perawat/bidan) berdasarkan variable Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Ketersediaan Sarana, Pedoman/SOP Hand Hygiene, Lama Bekerja, Supervisi Kepala Ruangan, dan Pelatihan Kepatuhan Patuh Tidak patuh Pendidikan Tinggi Rendah Pengetahuan Baik Kurang Sikap Baik Kurang baik Ketersediaan Sarana Memadai Kurang Memadai Pedoman/SOP Hand higiene Memadai Kurang Memadai Lama Bekerja Lama Baru Supervisi Kepala Ruangan Baik Kurang Pelatihan Pernah Tidak Pernah
Frekuensi 34 42 Frekuensi 61 15 Frekuensi 50 26 Frekuensi 30 46 Frekuensi 46 30 Frekuensi 34 42 Frekuensi 21 55 Frekuensi 39 37 Frekuensi 41 35
% 44.7 55.3 % 80.3 19.7 % 65.8 34.2 % 39.5 60.5 % 60.5 39.5 % 44.7 55.3 % 27.6 72.4 % 51.3 48.7 % 53.9 46.1
Berdasarkan hasil penelitian , ditemukan bahwa tingkat kepatuhan melaksanakan hand hygiene di RS X Rangkasbitung adalah sebesar 44.7% perawat/bidan melakukan hand hygiene sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan. Sedangkan sebesar 55.3% perawat/bidan hanya melakukan hand hygiene sesudah 8|P a g e
melakukan tindakan perawatan. Dilihat dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan masih rendah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Damanik SM (2011), yang menemukan tingkat kepatuhan hand hygiene di RS Immanuel Bandung sebesar 48.3%. Menurut Boyce dan Pittet (2002) dalam Depkes (2007) menyatakan kebiasaan mencuci tangan (hand hygiene) yang sangat rendah , merupakan penyebab utama infeksi nosokomial dan penyebaran mikroorganisme di fasilitas pelayanan kesehatan. Tabel 2. Distribusi Kepatuhan Perawat/Bidan dalam melakukan Hand Hygiene Variabel
Pendidikan Pengetahuan Sikap Ketersediaan Sarana Pedoman /SOP Hand Higiene Lama Bekerja Supervisi Kepala Ruangan Pelatihan
Tinggi Rendah Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Memadai Kurang Memadai Memadai Kurang Memadai Lama Baru Baik Kurang Pernah Tidak pernah
Kepatuhan Melakukan Hand Higiene Patuh Tidak patuh N % N % 24 39.3 37 60.7 10 66.7 5 33.3 22 44 28 56 12 46.2 14 53.8 11 36.7 19 63.3 23 50 23 50 12 26.10 34 73.9 22 73.3 8 26.7
P Value 0.106 1.00 0.365 0.000
OR 0.324 0.099-1.066 0.917 0.354-2.375 0.579 0.226-1.484 0.128 0.45-0.364
14 20
41.2 47.6
20 22
58.8 52.4
0.742
0.770 0.309-1.918
14 20 24 10 10 24
66.7 36.4 61.5 27.0 24.4 68.6
7 35 15 27 31 11
33.3 63.6 38.5 73.0 75.6 31.4
0.034
3.500 1.212-10.109 4.320 1.636-11.406 0.148 0.054-0.405
Perawat/bidan yang memiliki pendidikan tinggi yang patuh melakukan hand hygiene sebanyak 39.3% dan yang tidak patuh sebanyak 60.7%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan perawat/bidan yang tinggi tidak sejalan dengan perilaku hand hygiene yang dilakukan. Hasil statistik diperoleh nilai P = 0.106, yang berarti tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Penelitian ini sama dengan penelitian Pancaningrum (2011) dimana nilai P = 0.28, yang menyatakan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Hal ini mungkin disebabkan karena pada saat masa pendidikan perawat/bidan belum mendapatkan konsep teori dan cara melakukan pencegahan infeksi nosokomial/hand hygiene secara benar akibatnya perawat/bidan belum dapat melakukan pencegahan infeksi nosokomial /hand hygiene secara maksimal ketika sudah mulai bekerja. Pengetahuan yang baik terhadap hand hygiene dan patuh melakukan hand hygiene sebanyak 44%
0.005 0.000
sedangkan yang tidak patuh sebanyak 56%. Hasil statistik diperoleh nilai P = 1.00, yang berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap kepatuhan hand hygiene. Dan hal ini berbeda dengan penelitian Setiawati (2009), yang mengatakan ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Dan hal ini didukung oleh Burke (2003), yang menyatakan bahwa faktor yang menghambat petugas kesehatan untuk melakukan hand hygiene adalah ketidakmengertian dalam melakukan hand hygiene. Pada penelitian ini perawat/bidan memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang hand hygiene tetapi perawat/bidan masih ada yang belum melakukan hand hygiene dengan benar , kemungkinan disebabkan karena masih ada perawat/bidan yang belum menerapkan ilmu yang dimiliki dalam melaksanakan tindakannya. Sikap yang baik dan patuh melakukan hand hygiene sebanyak 36.7% dan yang tidak patuh 63.3%. Nilai
9|P a g e
P = 0.365, yang berarti tidak ada hubungan antara sikap terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene. Hal ini didukung oleh penelitian Astuti (2004), mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial. Menurut Robbins (2006), sikap menunjukkan nilai-nilai yang mendasar, minat diri, atau cara individu mengidentifikasi sesuatu yang dihargai atau diminatinya. Jadi individu yang menganggap penting sesuatu hal akan menunjukkan sikap yang kuat terhadap perilaku tersebut. Demikian juga dengan sikap perawat/bidan yang mengganggap hand hygiene bukan sesuatu yang penting dan harus dilakukan dengan baik, maka secara otomatis mereka akan menunjukkan perilaku yang lemah dalam melakukan tindakan hand hygiene. Ketersediaan sarana yang memadai sehingga perawat/bidan patuh melakukan hand hygiene sebanyak 26.11% dan yang tidak patuh 73.9%. Nilai P = 0.000, yang berarti ada hubungan antara ketersediaan sarana terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene. Menurut Pitted (2001b), penyebab yang paling sering terjadi yang mengakibatkan tidak patuhnya tenaga kesehatan melakukan hand hygiene adalah tidak tersedianya peralatan untuk melakukan hand hygiene itu sendiri. Pedoman /SOP hand hygiene yang kurang memadai dan patuh melakukan hand hygiene sebanyak 47.6% dan yang tidak patuh 52.4%. Nilai P = 0.742, yang berarti tidak ada hubungan antara adanya pedoman SOP hand hygiene terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene. Hal ini sejalan dengan penelitian Kusmayati (2004) yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara penyediaan pedoman /SOP hand hygiene dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial dimana P = 0.634. Tidak adanya hubungan yang bermakna kemungkinan besar disebabkan karena kurangnya sosialisasi tentang Pedoman penularan infeksi nosokomial/ SOP hand hygiene dari pihak rumah sakit, dan tidak adanya sanksi yang tegas yang dilakukan oleh pihak rumah sakit terhadap petugas kesehatan (perawat/bidan) yang tidak melakukan pencegahan infeksi nosokomial/melakukan hand hygiene secara benar. Dan juga pemberian penghargaan bagi perawat/bidan yang melakukan hand hygiene dengan benar. Lama bekerja, perawat/bidan yang baru menunjukkan kepatuhan sebanyak 36.4% dan yang tidak patuh sebanyak 63.6%. Nilai P = 0.034, yang berarti ada hubungan antara lama bekerja dengan
kepatuhan melakukan hand hygiene. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Nurhayati (1997), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan kepatuhan melakukan pencegahan infeksi nosokomial dimana nilai P = 0.107. Pada penelitian ini bila dilihat dari proporsi lama bekerja menunjukkan bahwa perawat/bidan yang lama memiliki tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibanding dengan perawat/bidan yang baru. Hal ini disebabkan karena semakin lama seseorang bekerja maka pengalaman dan keterampilan dalam melakukan tugas juga akan semakin baik. Supervisi kepala ruangan yang baik yang patuh melakukan hand hygiene 61.5% dan yang tidak patuh 38.5%. Nilai P = 0.005, berarti ada hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Penelitian ini didukung oleh penelitian Nainggolan (2010), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana. Suarli (2010), mengatakan bahwa fungsi supervisi dapat meningkatkan produktivitas bagi pekerja. Supervisi secara langsung dapat menemukan masalah-masalah dalam pemberian asuhan keperawatan di ruangan, mampu mengkaji dan mencari jalan keluar dari setiap permasalahan yang ada dengan staf keperawatan (Rumampuk, 2013). Perawat/bidan yang mengikuti pelatihan yang patuh melakukan hand hygiene sebanyak 24.4% dan yang tidak patuh 75.6%. Nilai P = 0.000, berarti ada hubungan antara mengikuti pelatihan terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene. Hal ini sejalan dengan pendapat Simanjuntak (2005), yang mengatakan bahwa pelatihan mampu meningkatkan kemampuan seseorang dalam bekerja, karena pelatihan merupakan investasi sumber daya manusia.
10 | P a g e
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tabel 3. Hasil Pemodelan Multivariat Terakhir Variabel P Value OR 95% CI OR Pendidikan 0.610 0.607 0.089-4.128 Ketersediaan Sarana 0.004 0.128 0.031-0.520 Lama bekerja 0.198 3.020 0.561-16.265 Supervisi 0.004 7.281 1.909-27.774 Pelatihan 0.183 0.428 0.122-1.494
Dari hasil analisis multivariate variabel yang berhubungan bermakna dengan kepatuhan melakukan hand hygiene adalah variabel pendidikan, ketersediaan sarana, lama bekerja, supervisi kepala ruangan, pelatihan. Dan variabel yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene adalah variabel supervisi kepala ruangan dimana odds Ratio (OR) dari variabel supervisi kepala ruangan adalah 7.3, artinya perawat/bidan yang mendapatkan supervisi dari kepala ruangannya akan memiliki kepatuhan melakukan hand hygiene sebesar 7.3X lebih besar dibandingkan perawat/bidan yang tidak mendapatkan supervisi dari kepala ruangannya. Hal ini berbeda dengan penelitian Nani Rohani (2009), dimana variabel yang paling dominan terhadap upaya pencegahan infeksi nosokomial adalah variabel ketersediaan sarana dimana nilai odds rasio (OR) sebesar 4.35. KESIMPULAN Dari hasil penelitian di RS X di Rangkasbitung ditemukan bahwa tingkat kepatuhan melaksanakan
hand hygiene adalah sebesar 44.7% dimana perawat/bidan melakukan hand hygiene sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan. Sedangkan sebesar 55.3% perawat/bidan hanya melakukan hand hygiene sesudah melakukan tindakan perawatan. Ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan sarana dengan kepatuhan melakukan hand hygiene, dimana P = 0.000. Ada hubungan bermakna antara lama bekerja dengan kepatuhan melakukan hand hygiene, P = 0.0034. Ada hubungan bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene, P = 0.005. Ada hubungan bermakna dengan pelatihan dengan kepatuhan hand hygiene, P = 0.000. Variabel yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene adalah variabel supervisi kepala ruangan. Dimana perawat/bidan yang mendapatkan supervisi dari kepala ruangannya akan memiliki kepatuhan melakukan hand hygiene sebesar 7.3X lebih besar dibandingkan perawat/bidan yang tidak mendapatkan supervisi dari kepala ruangannya.
DAFTAR PUSTAKA Astuti Y (2004), Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Petugas Kesehatan dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di ruang rawat Intensif Rumah Sakit Medistra Tahun 2004. Tesis Pascasarjana FKM UI Bady, A.M, Kusnanto,H,Handono, D, ( 2007). Analisis Kinerja Perawat Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial di IRNA I RS Dr. Sarjito.Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Burke J, (2003), Infection Control a Problem for Patient Safety. The New England Journal of Medicine, 348, 651 - 656 Damanik SM, Susilaningsih FS, dan Amrullah AA. (2011), Kepatuhan Hand Higiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Tesis FIK UNPAD Depkes RI. (2005), Standar Pelayanan Rumah Sakit. Cetakan Kedua. Jakarta Dian Pancaningrum (2011), Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap dalam Pencegahan Infeski Nosokomial di RS Haji Jakarta Tahun 2011. Tesis program Pascasarjana FIK UI Jamaludidin J, Sugeng S, wahyu I, dan Sondang M.(2012), Kepatuhan Cuci Tangan 5 Momen di Unit Perawatan Intensif. Majalah Kedokteran Terapi Intensif ; 2(3): 125 -129 Kusmayati (2004), Hubungan Fungsi Manajemen dengna Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Perawatan Bedah RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2004. Tesis Pascasarjana FKM UI Nainggolan, M.J (2010), Pengaruh Pelaksanaan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Islam Malahayai Medan. Medan : Universitas Sumatera Utara Nani Rohani (2009), Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kepatuhan Perawat dalam Upaya Pencegahan Infeski Nosokomial di ruang Rawat Inap RSUD Kota Bekasi Tahun 2009. Tesis Pascasarjana FKM UI Nurhayati E, (1997), Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Keptuhan Petugas Kesehatan dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Luka Operasi di Bagian Bedah RSUP Dr. Hasan sadikin Bandung Tahun 1997. Tesis Pascasarjana FKM UI 11 | P a g e
Petersen., MH, Holm Mo, Pedersen SS, Lassen AT, and Pedersen C. Incidence and Prevalence of Hospital Acquired Infections in a Cohort of Patients Admitted to Medical Pittet D (2001b), Improving Adherence to Hand Hygiene Practice: A Multidisciplinary Approach. Emerging Infectious Diseases.:7(2):234 – 240 Robbins, P.S (2006). Perilaku Organisasi. Edisi Bahasa Indonesia. Edisi 10, PT.Indeks, Jakarta Rumampuk , MVH.,Budu, dan Nontji W. (2013). Peran Kepala Ruangan Melakukan Supervisi Perawat dengan Penerapan Patient Safety di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Tesis Pascasarjana Universitas Hasanudin, Makasar. Setiawati (2009), Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketaatan Petugas Kesehatan Melakukan Hand Hygiene dalam Mencegah Infeski Nosokomial di Ruang Perinatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Tesis Pascasarjana FIK UI Simanjuntak P J (2005), Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Suarli, S dan Bahtiar Y (2010), Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis.Jakarta : Erlangga Word Health Organization, (2014).Evidence of Hand Hygiene to Reduce Transmission and Infections by Multi-Drug Resistant Organism in Health – Care Settings.Geneva:WHO
12 | P a g e