Jurnal POLITEIA|Vol.7|No.1|Januari 2015 Syafruddin Ritonga, dkk
ISSN: 0216-9290
Kendala Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan Menghasilkan Kebijakan Berbasis Kesetaraan Gender
Kendala Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan Menghasilkan Kebijakan Berbasis Kesetaraan Gender SYAFRUDDIN RITONGA1, BEBY MASITHO BATUBARA2, REHIA K ISABELLA BARUS3 1
Program Studi Ilmu Komunikasi, Jl. Kolam No 1 Medan Estate, Kota Medan 20223, Telp. (061) 7366878, Fax. (061) 7366998, Email:
[email protected] 2 Program Studi Administrasi Negara, Jl. Kolam No 1 Medan Estate, Kota Medan 20223, Telp. (061) 7366878, Fax. (061) 7366998, Email:
[email protected]. 3 Program Studi Ilmu Komunikasi, Jl. Kolam No 1 Medan Estate, Kota Medan 20223, Telp. (061) 7366878, Fax. (061) 7366998, Email:
[email protected]
Diterima tanggal 17 September 2014/Disetujui tanggal 17 Desember 2014 This research was conducted on the basis of gender inequalities are still many who manifests in various forms. It is necessary to process gender-based regulation in any policy formulation by the government. Strengthening the role of women legislators is an important step to accommodate the various demands, rights, and aspirations of women so as to produce public policies based on gender equality. This research uses descriptive qualitative method to describe the activities of a female legislative involvement Medan in quantity and quality in the use of his position to generate gender-based public policy. The results of this study indicate that: 1.Lack of political education of women-owned legislature; 2.Patriarchal culture that remains deeply embedded in the public field; 3.Less time to focus on politics; 4.Female legislative indifference to the condition of women in the city of Medan; 5.The notion that women rely more on emotional creatures. Its base on gender and political approach. Keywords: Legislature, public policy, gender inequalities. Pendahuluan Ketidakadilan gender merupakan salah satu masalah sosial yang menjadi tema yang menarik untuk dibahas dan merupakan salah satu dari berbagai macam gugatan yang diajukan oleh para ilmuwan dan aktivis sosial. Ketidakadilan gender ini termainfestasikan dalam berbagai bentuk, yaitu marginalisasi/proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan perempuan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan streotipe atau pelabelan negatif, kekerasan (vionlence), beban kerja lebih panjang dan lebih
banyak (burden) serta sosialisasi ideologi nilai peran gender. Manifestasi ketidakadilan ini tidak bisa dipisah-pisah, saling berkaitan, saling mempengaruhi secara dialektis. Tidak ada satupun menifestasi yang lebih penting dan lebih esensial. Perspektif teori sosial Janet Chafetz menjelaskan perlunya menggali lebih dalam tentang persoalan struktur kunci yang dapat diubah sehingga dapat memperbaiki kondisi kesetaraan gender.1
1
George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 411.
1
Jurnal POLITEIA|Vol.7|No.1|Januari 2015 Syafruddin Ritonga, dkk
Terkait dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan proses regulasi berbasis gender dalam setiap perumusan kebijakan oleh pemerintah sehingga kepentingan perempuan terakomodasi dengan baik. Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan segi sosial budaya. Berbeda dengan seks, perilaku gender adalah perilaku yang tercipta melalui proses pembelajaran bukan sesuatu yang berasal dari dalam diri sendiri secara alamiah atau takdir yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia. Pengarusutamaan gender adalah proses penilaian terhadap dampak suatu kegiatan pembangunan termasuk dampak dalam suatu pembuatan peraturan, kebijakan dan program bagi laik-laki dan perempuan di semua tingkatan. Pengarusutamaan gender adalah strategi agar kebutuhan perempuan dan laki-laki dapat diintegrasikan dalam perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi dari program yang dibuat sehingga perempuan dan laki-laki dapat memperoleh manfaat yang sama. Gender mainstreaming diposisikan sebagai salah satu strategi efektif. Hal ini dituangkan dalam Inpres No.9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional dan Permendagri No.15 tahun 2008 tentang pengarusutamaan gender di daerah. pengarusutamaan gender merupakan strategi yang dilakukan secara nasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan di berbagai bidang kehidupan. Menurut catatan tahunan Komnas Perempuan 2009, 2010 dan 2011 bahwa telah ada sekitar 207 kebijakan daerah yang diskriminatif. Catatan tersebut menggambarkan masih banyak kebijakan daerah yang tidak berdasarkan konsep gender. Pembuat kebijakan tidak mempertimbangkan konsep tersebut. Padahal sesuai dengan definisi pengarusutamaan gender diatas seharusnya penentuan kebijakan di era otonomi daerah juga memperhatikan isi gender sehingga dalam melahirkan sebuah kebijakan tidak bias gender atau terjadi kesenjangan gender.Untuk hal itu, upaya melalukan perbaikan dan pencegahan ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender sangat penting dan kedepan lebih menumbuhkem-
2
ISSN: 0216-9290
Kendala Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan Menghasilkan Kebijakan Berbasis Kesetaraan Gender
bangkan terbitnya berbagai kebijakan daerah yang berbasis kesetaraan gender. Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah trend peningkatan keterwakilan perempuan di legislatif terutama sejak pemilihan umum (pemilu) 1999 hingga pemilu terakhir pada 2009. Pada pemilu 1999 (9%), pemilu 2004 (11,8%), dan pemilu 2009 (18%). Peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik, terutama dalam pemilu tersebut tidak terjadi secara serta merta, namun karena perjuangan yang terus menerus untuk mewujudkan hak setiap orang untuk mencapai persamaan dan keadilan. Salah satunya adalah dengan mewujudkan peraturan perundang-undangan/perda yang memiliki keberpihakan dan afirmatif terhadap peningkatan keterwakilan perempuan. Penguatan peran para legislatif perempuan merupakan langkah penting untuk menghasilkan kebijakan publik yang berbasis kesetaraan gender, dengan adanya keberadaan perempuan di DPRD dapat mengupayakan terciptanya kesetaraan gender dan keadilan gender antara laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu akan dibahas kendala yang dihadapi anggota legislatif perempuan menghasilkan kebijakan berbasis kesetaraan gender. Pendekatan dan Metode Pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini adalah pendekatan gender dan politik. Pengumpulan data menggunakan metode kualitatif. Teknik analisa data adalah teknik metode deskriptif. Metode ini dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan melukiskan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Isu-Isu Ketidakadilan gender Tatanan kehidupan umat manusia yang didominasi kaum laki-laki atas kaum perempuan sudah menjadi akar sejarah yang panjang. Dalam tatanan itu, perempuan ditempatkan sebagai the second human being (manusia kelas kedua) yang berada dibawah superioritas laki-laki, yang membawa implikasi dalam kehidupan sosial dimasyarakat. Perempuan selalu dianggap bukan mahluk penting, melainkan sekedar pelengkap yang di-
Jurnal POLITEIA|Vol.7|No.1|Januari 2015 Syafruddin Ritonga, dkk
ciptakan dari dan untuk kepentingan lakilaki. Akibatnya, perempuan hanya ditempatkan diranah domestik saja, sedangkan laki-laki berada diranah publik. Karena persepsi tersebut dianggap benar,sehingga menimbulkan berbagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan diantaranya tindakan kekerasan, penindasan, pelecehan seksual dan sebagainya terhadap kaum perempuan. James S Coleman menyebutkan bahwa seseorang mungkin tidak memegang hak untuk menentukan tindakannya karena hak itu bisa saja dipegang orang lain bahkan tanpa diserahkan oleh orang itu kepada orang lain.2 Marginalisasi dan ketidakadilan sosial terhadap perempuan selalu menjadi tema menarik dalam setiap pemikiran dan konsepsi tentang kemasyarakatan di masa sekarang dan yang akan datang. Dan dari sejarah ketidakadilan ini telah memunculkan banyak teoriti dan analisis sosial yang hingga detik ini masih berpengaruh dalam membentuk sistem sosial di masyarakat kita. Ketidakadilan dalam aspek hubungan antar jenis kelamin merupakan salah satu dari berbagai macam gugatan yang diajukan para ilmuwan sosial. Salah satu konsep penting yang perlu dipahami dalm membahas masalah kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (jenis kelamin) dan konsep gender. Hal ini penting untuk memahami persoalan kaum perempuan. Karena ada kaitan yang erat antara perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan gender (gender inequalities) dengan struktur ketidakadilan masyarakat. Selama kurun waktu ini sering masih terjadi kesalahpahaman dan ketidakjelasan tentang apa yang dimaksud dengan konsep gender dan usaha emansipasi kaum perempuan. Hal ini karena belum ada uraian yang mampu menjelaskan mengenai konsep gender dan mengapa hal ini penting untuk memahami ketidakadilan sosial. Untuk memahami konsep gender perlu dibedakan kata gender dengan seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukans secara biologis yang melekat pada jenis ke2
ISSN: 0216-9290
Kendala Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan Menghasilkan Kebijakan Berbasis Kesetaraan Gender
James S. Coleman, Dasar-Dasar Teori Sosial, Bandung: Nusamedia, 2008, hal. 80.
lamin tertentu, secara permanen ini tidak dapat diubah dan merupakan ketentuan biologis, sering dikatakan sebagai kodrat. Sedangkan konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kau laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikasn secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, aau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Sejarah perbedaan ini dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksikan secara sosial dan kultural, melalui ajaran keagamaanatau negara. Dan akhirnya dianggap sebagai ketentuan sebagai kodrat laki-laki dan perempuan. Perbedaan-perbedaan inilah yang pada tingkat selanjutnya melahirkan ketidakadilan sosial terutam bagi perempuan. Sebenarnya perbedaan gender tidak akan menjadi masalah apabila tidak melahirkan gender inequality, tetapi memunculkan permasalahan dimana perbedaan gender ternyata melahirkan persoalan rumit dimana laki-laki dan perempuan menjadi korban sistem dan struktur ketidakadilan tersebut. Ketidakadilan gender ini termanifestasikan dalam berbagai bentuk yaitu marginalisasi/proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan perempuan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialiasi ideologi nilai peran gender. Manifestasi ketidakadilan ini tidak bisa dipisah-pisah, saling berkaitan, saling mempengaruhi secara dialektis. Tidak ada satupun manifestasi yang lebih penting dan lebih esensial. Manifestasi gender yang menimbulkan subordinasi pada perempuan. Terutama karena sifat-sifat yang melekat dan dikonstruksikan pada perempuan. Anggapan bahwa perempuan irrasional dan lemah lembut mengakibatkan perempuan tidak bisa dan mampu tampil sebagai pemimpin. Sehingga pada akhirnya, jarang sekali perempuan yang bisa tampil di ranah publik dan politik. Atau menduduki jabatan-jabatan strategis dalam partai politik atau lembaga politik formal lainnya. Kebijakan afirmasi dalam bentuk kuota 30 persen keterwakilan perempuan yang diadop-
3
Jurnal POLITEIA|Vol.7|No.1|Januari 2015 Syafruddin Ritonga, dkk
si oleh UU No.31/2002 dan UU No.12/2003 untuk Pemilu 2004, serta UU No.2/2008 dan UU No.10/2008 untuk pemilu 2009, telah berhasil meningkatkan jumlah perempuan di lembaga legislatif. Dengan keterwakilan perempuan di lembaga legistlatif akan terjadi pergulatan proses kebijakan politik yang mengakomodasi berbagai tuntutan, hak-hak, dan aspirasi kaum perempuan. Berbagai isu politik perempuan seperti masalah reprodukasi perempuan, masalah kekerasan seksual, UU ketenagakerjaan, buruh migran perempuan akan menjadi isu politik yang terus digulirkan perempuan di lembaga legislatif sehingga dalam melahirkan sebuah kebijakan tidak bias gender atau terjadi kesenjangan gender. Pembuatan kebijakan/pengambilan kebijakan adalah bagaimana perempuan itu turut serta dalam proses pengambilan kebijakan yang dilakukan dalam rapat-rapat penting politik. Mengapa penting bagi perempuan untuk ikut menjadi pembuat kebijakan politik, hal ini disebabkan perempuan memiliki kebutuhankebutuhan khusus yang hanya dapat dipahami paling baik oleh perempuan itu sendiri. Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi: Pertama, Isu-isu kesehatan reproduksi, seperti cara KB yang aman; Kedua, isu-isu tentang kesejahteraan keluarga seperti harga sembilan bahan pokok yang terjangkau, masalah kesehatan dan pendidikan anak; Ketiga, isu-isu kepeduluian terhadap anak, kelompok usia lanjut dan tuna daksa; Keempat, isu-isu kekerasaan seksual. Keikutsertaan perempuan sebagai pembuat kebijakan politik dapat mencegah diskriminasi terhadap perempuan yang selama ini terjadi dalam masyarakat, seperti: Pertama, diskriminasi di tempat kerja yang menganggap pekerja laki-laki lebih tinggi nilainya dari pada perempuan. Misalnya penetapan upah yang berbeda antara laki-laki dan perempuan untuk beban kerja yang sama; Kedua, diskriminasi di hadapan hukum yang merugikan perempuan misalnya kasus perceraian. Dengan penguatan peran perempuan di lembaga legslatif dapat memasukkan berbagai kepentingan perempuan yang diharapkan pengambilan keputusan dapat lebih sensitif terhadap berbagai macam perbedaan gender.
4
ISSN: 0216-9290
Kendala Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan Menghasilkan Kebijakan Berbasis Kesetaraan Gender
Kendala Anggota Legislatif Perempuan Lahirnya tindakan khusus sementara (affirmative action) dalam bentuk kebijakan, peraturan khusus untuk mempercepat persamaan posisi dan kondisi yang adil bagi kelompok minoritas yaitu kelompok perempuan untuk memperjuangan hak dan kepentingan perempuan dalam dunia politik mulai nyata hasilnya dalam politik dengan disahkannya UU No.12 tahun 2003 tentang Pemilu yang dalam salah satu pasalnya memberikan himbauan agar parpol peserta pemilu mencalonkan 30% perempuan sebagai anggota legislatif, dan kebijakan 30 % persen qouta perempuan juga tertuang Pasal 53 Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang pemilihan umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang mengemukakan bahwa setiap daftar bakal calon anggota DPR,DPRD dan DPRD Kabupaten Kota harus memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan yang diharapkan mampu mengakomodasi partisipasi politik bagi kaum perempuan. Kebijakan pemerintah untuk menempatkan 30 % persen di lembaga legislatif memberikan gamabran bahwa peran perempuan diperhitungkan untuk ikut berpartisipasi dan menentukan kebijakan yang dilahirkan untuk kesejateraan bangsa indonesia. lahirnya kebijakan tersebut agar dapat menyuarakan masalah-masalah kemiskinan, kesehatan, demokrasi dan sebagainya yang berlandaskan gender termasuk persoalan hak dan kepentingan perempuan. Kuota 30% perempuan yang diberikan pemerintah belum juga memberikan perubahan yang signifikan bagi kedudukan wanita di dunia politik. Termasuk anggota perempuan di DPRD Kota Medan dari periode ke periode tidak sesuai dengan affirmative action. Dapat dilihat dari Hasil Pemilu legislatif 2004-2009 di Kota medan, calon legislatif perempuan hanya menempatkan posisi 2,5% dari jumlah kesuluruhan atau hanya 5 orang, pada pemilu Legislatif 2009 – 2014 di kota Medan, anggota legislatif Perempuan yang terpilih hanya naik 0,5% saja, atau berjumlah 6 orang, dan dalam pelaksanaannya hanya berjumlah 5 orang karena satu orang meninggal dunia.
Jurnal POLITEIA|Vol.7|No.1|Januari 2015 Syafruddin Ritonga, dkk
ISSN: 0216-9290
Kendala Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan Menghasilkan Kebijakan Berbasis Kesetaraan Gender
Tabel 1. Nama Anggota Legislatif Perempuan Periode Tahun 2009-2014 No. Nama Anggota Le- Asal Partai gislatif Perempuan 1. Damai Yona Naing- Partai Demokrat golan 2. Dra.Hj.Srijati Pohan Partai Demokrat 3. Dra. Ainal Mardiah
Partai Golkar
4. Dra.Lily,MBA,MM Fraksi Medan Bersatu 5. Janlie,SE,Ak
Fraksi Medan Bersatu
Sumber: Hasli Penelitian. Sedangkan pada Pemilu legislatif 2014-2019 di Kota Medan mengalami penurunan, anggota legislatif perempuan terpilih juga hanya berjumlah 5 orang atau hanya 2,5%, yang kesemuanya jauh dari yang ingin dicapai tindakan khusus sementara bagi perempuan di Indonesia. Deskripsi Anggota Legislatif Perempuan Periode 2009-2014 antara lain: Pertama, Damai Yona Nainggolan. Beliau merupakan legislatif perempuan dari partai demokrat,yang merupakan anak dari ketua Partai Demokrat Kota Medan. Pendidikan terakhir di California State University Bernardino, United State. Orangtua beliau memberikan pengaruh besar terhadap keterlibatannya dalam bidang politik. Dengan ini beliau melakukan serangkaian kaderisasi partai sehingga dapat memenangkan kursi sebagai anggota legislatif kota Medan. Kedua, Dra.Hj.Sri Jati Pohan. Beliau merupakan legislatif perempuan dari partai demokrat, beliau sebagai seorang ibu rumah tangga yag aktif dalam kegiatan sosial dan kepartaian.pendidikan terakhir di Magister Psikologi Universitas Medan Area, sebagai pribadi yang aktif dan ramah dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, terutama dibidang politik. Dalam kegiatan partai politik beliau dianggap sebagai salah seorang kader yang sudah matang dalam partai politik, hal ini dibuktikan beliau ernah menjabat sebagai Ketua Dewan Anak Cabang (DPAC) Partai demokrat kecamatan Medan denai. Selain organisasi politik,beliau juga aktif dalam organisasi kedaerahan.
Ketiga, Dra.Ainal Mardiah. Beliau merupakan legislatif perempuan dari Partai Golkar, orangtua beliau merupakan salah satu fungsionaris senior Partai Golkar Binjai, sehingga ideologi politiknya banyak dipengaruhi oleh ideologi Golkar. Pendidikan terakhir di Universitas Muhammadiyah Nusantara. Beliau memiliki latar belakang pengalaman organsiasi diantaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Binjai, Generasi Muda Islam Karo (KMIS), Keluarga Muslim Islam Karo (KMIK), Himpunan Remaja Masjid Kota Binjai, dan sampai sekarang masih menjabat sebagai Partai Politik Golkar Kota Medan. Keempat, Dra. Lily MBA,MH. Beliau merupakan legislatif perempuan dari Partai Perjuangan Indonesia Baru, profesi beliau adalah sebagai konsultan perpajakan yang dapat diperhitungkan di Kota Medan, dan merupakan salah satu praktisi perpajakan di Kota Medan. Kelima, Janlie,SE.Ak. Beliau merupakan legislatif perempuan dari Partai Perjuangan Indonesia Baru, beliau memiliki latar belakang profesi sebagai wiraswasta, ketertarikan beliau kedalam dunia politik didasarkan rasa keingintahuan dan menerima tawaran dari Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB). Analisis Kinerja Anggota Legislatif Perempuan Di DPRD Kota Medan antara lain terdiri dari bebrapa aspek. Pertama, Aspek kompetensi anggota legislative pada aspek ini dibahas kompetensi serta kemampuan diri dari anggota dewan dalam menghadapi masalah ketimpangan gender yang ada saat melaksanakan fungsinya. Belum tercapainya pemenuhan kuota perempuan pada setiap daerah pemilihan, memaksa perempuan yang tidak memiliki kekuasaan, tanpa terbebani oleh konstruk budaya maupun struktur yang mengahambatnya. Partai yang telah memiliki “nama” membuat para perempuan yang maju pencalegkan memenangi kursi DPRD tanpa perlu lagi menyamakan visi dan misi yang dimiliki perempuan tu sendiri. Cara seperti ini kebanyakan tidak diikuti dengan peningkatan kapasitas diri dalam beridieologi, berkomitmen, berpengetahuan, dan berketerampilan agar
5
Jurnal POLITEIA|Vol.7|No.1|Januari 2015 Syafruddin Ritonga, dkk
makin kuat dan menunjukkan perannya secara optimal. Selama periode 2009-2014 kinerja anggota legislatif perempuan kota Medan dalam memperjuangkan kepentingan perempuan dinilai masih minim. Hal ini tampak ada rendahnya usaha mereka untuk meningkatkan kualitas diri dalam melihat isu-isu keperempuanan. Hal ini dibuktikan dengan hasil kunjungan kerja para legislatif perempuan kedaerah pemilihannnya hanya mengangkat persoalan umum saja. Selain itu justru anggota DPRD laki-laki yang lebih vokal dan memegang kendali atau dengan kata lain menjadi pemegang utama alur isu-isu lokal atau isu-isu pengarustamaan gender. Tingkat representasi perempuan dalam legislatif jika dilihat dari seg kuantitas memang belum menunjukkan kenaikan yang signifikan. Sehingga kondisi tersebut masih menyisakan beberapa persoalan terutama isu gender. Kedua, Aspek Proses. Aspek ini digunakan untuk melihat pelaksanaan fungsi anggota DPRD perempuan. Yakni bagaimana mereka melakukan aktivitas dalam proses agenda yang dibuat serta bagaimana langkah yang mereka lakukan dalam menyelesaikan isu-isu lokal perempuan. Proses melaksanakan fungsi dewan ini, tumpang tindih dengan proses kampanye. Kepentingan diri masih menjadi perioritas utama dalam proses melaksanakan fungsi DPRD, selain itu tidak adanya konsolidasi diantara legislatif perempuan di DPRD kota Medan, sehingga tidak menghasilkan satu suara yang bulat dalam memperjuangkan kepentingan perempuan. Temuan penelitian menunjukkan anggota DPRD perempuan masih relatif terbatas dalam memanfaatkan hak insiatifnya untuk menyusun rancangan peraturan daerah. Selain itu krediblitas dan kapabilitas anggota DPRD perempuan dinilai masih rendah. Ketiga, Aspek Luaran. Aspek ini membahas tentang keberhasilan anggota DPRD perempuan dalam mendisain program atau kebijakan daerah agar memiliki prespektif gender yang nantinya akan digunakan sebagai jawaban atas persoalan perempuan di Kota Medan. Hasil temuan yang didapat adalah anggota DPRD perempuan masih relatif terbatas dalam memanfaatkan hak inisiatifnya untuk menyusun rancangan peraturan daerah, dan
6
ISSN: 0216-9290
Kendala Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan Menghasilkan Kebijakan Berbasis Kesetaraan Gender
belum responsif dalam melihat kebutuhan masyarakat khususnya perempuan. Pada fungsi penganggaranpun terlihat belum terwujud anggaran responsif gender yang benar-benar tepat sasaran.tidak peraturan daerah yang dibuat untuk mengatasi permasalahan perempuan, hanya saja beberapa isu perempuan masuk kedalam redaksional peraturan daerah. Keempat, Aspek Hasil. Aspek hasil untuk menjelaskan hasil kinerja yang telah dilakukan anggota DPRD perempuan. Kualitas kebijakan publik juga menentukan implementasi yang tepat sasaran. Proses formulasi kebijakan publik dikatakan berkualitas apabila benar-benar dirumuskan secara dinamis, demokratis dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan serta yang memiliki dampak langsung atas kebijakan tersebut, sebagai hasil keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan DPRD Kota Medan dari segi politis hanya lebih mementingkan golongan atau partai, kasus-kasus yang ditangani dan mendapat mediasi serta pendampingan hanya yang berhubungan dengan anggota partai saja. Kelima, Aspek manfaat. Hal ini menjelaskan tentang tepat gunanya sebuah peraturan daerah atau program yang disahkan. Temuan dilapangan memperlihatkan rendahnya akuntabilitas pelaksanaan fungsi DPRD dan rendahnya pemahaman atas isi peraturan daerah yang telah dibuat mengakibatkan DPRD hanya menunggu laporan yang masuk daripada mengecek proses implementasi dari peraturan daerah tersebut. Sementara keluhankeluhan yang selama ini disampaikan oleh masyarakat belum semuanya digunakan sebagai referensi bagi penyusunan kebijakan dan penanganan kasus dalam hal ini terutama masalah perempuan. Kepentingan rakyat seharusnya menjadi acuan ketika membahas berbagai rancangan peraturan daerah, bermanfaatnya sebuah peraturan adalah ketika dapat memecahkan permasalahan masyarakat yang menerima langsung dampak dari peraturan yang dikeluarkan, termasuk isu perempuan Proses formulasi yang tidak banyak melibatkan unsur masyarakat serta peraturan yang dibuat semata-mata digunakan sebagai kegiatan per-
Jurnal POLITEIA|Vol.7|No.1|Januari 2015 Syafruddin Ritonga, dkk
ISSN: 0216-9290
Kendala Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan Menghasilkan Kebijakan Berbasis Kesetaraan Gender
lombaan membuat peraturan daerah baru, mengakibatkan permasalahan yang tidak merubah.perhatian yang besar terhadap permasalahan perempuan tergeser oleh ambisi dan kepentingan partai. Selain itu kerjasama antara legislatif dengan eksekutif yang kurang harmonis mengakibatkan terjadinya misscomunication atas apa yang menjadi cita-cita awal dibuatnya peraturan. Dengan demikian sebesar apapun dampak yang ditimbulkan dari sebuah peraturan atau pun program yang digelontorkan tidak akan diatasi secara serius. Kendala-kendala dalam proses kinerja anggota legislatif perempuan Kota Medan dapat dilihat dari kendala internal dan kendala eksternal. Kendala internal yang dihadapi adalah perempuan masih dijadikan sebagai pelengkap dari persyaratan konstitusi sehingga yang berhasil duduk dikursi parlemen adalah perempuan yang kurang memiliki kecakapan, pengetahuan dan pengalaman. Wawasan terhadap permasalahan perempuan masih dinilai rendah sehingga dalam memberikan pendapat dan masukan terhadap isu perempuan tidaklah responsif. Sementara kendala eksternal yang dihadapi antara lain adalah beban mendasar yang dihadapi perempuan saat ini yaitu tekanan struktural partai yang begitu mempersulit kaum perempuan sehingga mengakibatkan kinerjanya sebagai penyalur aspirasi masyarakat diaerah menjadi terbatas. Beberapa faktor yang melatarbelakangi rendahnya peran anggota legislatif perempuan di kota medan dalam memformulasi, menginisiasi, maupun menyusun kebijakan berbasis gender diantaranya: Pertama, kurangnya pendidikan politik yang dimiliki calon legislatif perempuan; Kedua, budaya patriarki yang masih sangat melekat pada masyarakat kota medan, dengan lebih condong sistem patrilinear menyebabkan padangan terhadap perempuan itu sebagai mahluk yang lemah, yang hanya bisa mengurusi anak dan suami saja dirumah, tidak memiliki kemampuan untuk memimpin, sehingga terbentuk persepsi di masyarakat bahwa perempuan tidak pantas masuk ke dunia politik; Ketiga, kurangnya waktu untuk fokus dalam dunia politik, karena perempuan dianggap
sebagai mahluk yang memiliki banyak peran, yaitu peran sebagai seorang ibu, seorang istri yang memiliki begitu banyak kewajiban sehingga adanya keterbatasan waktu untuk menjalankan kegiatan politik seperti sosialisasi politik, komunikasi politik, pendidikan politik; Keempat, perempuan dianggap sebagai mahluk yang lebih mengandalkan emosi atau perasaan dibandingkan mengutamakan nalar; Kelima, terbatasnya dana kampanye yang dimiliki perempuan; Keenam, sisi kefemininan perempuan dianggap tidak memuat ketegaran, keperkasaan, atau ketegasan yang merupakan unsur inti kekuasaan. Selain itu Kendala eksternal dalam proses kinerja anggota legislatif perempuan Kota Medan sehingga sulit memformulasi, menginisiasi,maupun menyusun kebijakan berbasis gender adalah budget yang dianggarkan pemerintah belum berpihak pada kaum perempuan. Sementara untuk terciptanya kesetaraan gender antara kaum laki-laki dan perempuan dapat ditunjang dengan adanya alokasi anggaran yang dipersiapkan pemerintah untuk membantu menyelesaikan persoalan yang terjadi pada kaum perempuan. Dana untuk anggaran responsif gender sudah disatukan pada program pemerintah dalam hal pengarustamaan gender. Sehingga kegiatan yang dilakukan oleh anggota legislatif perempuan kota Medan dalam responsif gender terkendala dalam anggaran, hal ini dapat dilihat dari minimnya pengalokasian anggaran untuk kepentingan strategis kaum perempuan. Penutup Dapat disimpulkan ada beberapa faktor yang melatarbelakangi rendahnya peran anggota legislatif perempuan di kota medan dalam memformulasi, menginisiasi, maupun menyusun kebijakan berbasis gender diantaranya antara lain kurangnya pendidikan politik yang dimiliki calon legislatif perempuan, budaya patriarki, kurangnya waktu untuk fokus dalam dunia politik, perempuan dianggap sebagai mahluk yang lebih mengandalkan emosi atau perasaan dibandingkan mengutamakan nalar, Terbatasnya dana kampanye yang dimiliki perempuan, dan sisi kefemininan perempuan. Selain itu Kendala eksternal
7
Jurnal POLITEIA|Vol.7|No.1|Januari 2015 Syafruddin Ritonga, dkk
dalam proses kinerja anggota legislatif perempuan Kota Medan sehingga sulit memformulasi, menginisiasi,maupun menyusun kebijakan berbasis gender adalah budget yang dianggarkan pemerintah belum berpihak pada kaum perempuan. Daftar Pustaka Ritzer, George. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Coleman, James S.. 2008. Dasar-Dasar Teori Sosial, Bandung: Nusamedia.
8
ISSN: 0216-9290
Kendala Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan Menghasilkan Kebijakan Berbasis Kesetaraan Gender