siat kepada Langlang-buana Gui Hin Kiong. Kemudian baris keenam berbunyi Gui Hin Kiong pada hari yang cerah, menyerahkan kepada Siau Gin Liong. Seketika itu sadarlah Gin Liony bahwa yang disebut Bu-lim Seng-ceng atau Paderisakti dalam dunia persilatan itu, bukan lain adalah Thian It lojin. Sedang orang tua kurus yang menyerahkan kaca wasiat kepadanya itu bernama Langlang-buana Gui Hin-Kiong. Gui Hin Kiong merupakan orang keenam yang menerima penyerahan kaca wasiat itu. Tetapi sepanjang ingatannya, dalam dunia persilatan ia tak pernah mendengar tentang nama tokoh Langlang-buana Gui Hin Kiong. ia menarik kesimpulan bahwa Gui Hin Kiong tentu seorang sakti yang tak mau melibatkan diri dalam pergolakan dunia persilatan. Selanjutnya menurut catatan itu, sudah lima belas tahun lamanya kaca itu berada di tangan orang tua kurus Gui Hin Kiong. Selama itu, mungkin dia sudah mempelajari ilmu sakti yang tertera pada kaca wasiat itu. Dari Thian It lojin hingga temurun pada Gui Hin Kiong, diantaranya empat orang pewaris tak seorang pun yang mempunyai nama dalam dunia persilatan. Apakah mereka tak berhasil mempelajari ilmu sakti pada kaca wasiat itu? Atau mungkinkah karena mereka sudah menemukan penerangan batin, mereka tak mau terjun dalam dunia persilatan? Akhirnya Gin Liong menarik kesimpulan, ia akan mencontoh jejak keempat cianpwe itu, takkan menonjolkan ilmu kepandaian yang diperoleh dari kaca wasiat itu kepada siapapun juga. Segera ia meneliti lebih cermat dan akhirnya menemukan, diantara sinar pelangi yang terpancar dari kaca itu, samar2 menyembul sebuah huruf berbunyi "Kitab", Tetapi pada lain kilat, huruf itupun tak tampak lagi. Gin Liong mencoba untuk menggoyangkan kaca pelahan-lahan. Dan benar juga, huruf merah Kitab itu timbul lagi. Pelahan-lahan ia mengisar baju luar yang dibuat menutup dan tampaklah tujuh buah huruf yang berbunyi: Liong Hou liong Kau Kun Ciang Bu. Atau, kitab ilmu pukulan Naga, harimau, burung hong, ular. Tergerak hati Gin Liong, Girangnya bukan kepalang sehingga tangannya gemetar,
Dibawah huruf Kun-hu atau Kitab ilmu pukulan itu, tampak pula huruf2 Hang liong atau Ilmu-menaklukkan-naga, Hok-hou atau Harimau Mendekam, Lin-hong atau Menangkap-cenderawasih, Pok-kau atau menjerat ular, empat macam pelajaran ilmu pukulan. Setelah membaca dengan teliti, ternyata dalam tempat macam pelajaran ilmu pukulan itu mengandung ilmu pukulan, ilmu tebasan dan ilmu menangkap atau menyambar. Ilmu pukulan, cepat dan dahsyat ilmu tebasan, tangkas dan ganas, ilmu menyambar dan menangkap. luar biasa hebatnya. Apabila digunakan keempat macam ilmu itu merupakan gabungan tipu silat lihai penuh dengan perobahan. Gin Liong memiliki otak yang cerdas dan daya ingat yang kuat. Cepat sekali ia dapat mengingat semua pelajaran2 itu dan setelah merenungkan ia segera tahu dayagunanya. Pada saat ia hendak melanjutkan membaca dihalaman terdengar langkah kaki orang. Buru2 ia menyimpan kaca itu ke dalam baju lagi Kemudian ia keluar. Saat itu hampir tengah hari. Suma Tiong dan isterinya berjalan menghampiri, Gin Liong segera menyambut. Demikian pula Yok Lan dan Li Kun pun keluar dari kamar ikut menyongsong. Suma Tiong suami isteri melaporkan bahwa dia sudah mengirim dua puluh orang menuju kekota. Gin Liong menghaturkan terima kasih atas bantuan tuan rumah. Tak lama bujang pun segera menyiapkan hidangan siang. Waktu makan. Li Kun mengatakan kepada tuan rumah bahwa karena mempunyai urusan penting maka Gin Liong akan melanjutkan perjalanan lebih dulu, sebenarnya dalam suasana seperti saat itu, memang tak leluasa kalau Gin Liong menempuh perjalanan seorang diri. Tetapi dikarenakan harus merawat Tek Cun dan Lan Hwa terpaksa Yok Lan dan Li Kun harus tinggal. Mendengar itu Suma Tiong menyatakan kesediaannya untuk merawat kedua orang yang sakit itu dan minta kedua nona itu menemani Gin Liong. Karena Li Kun setuju terpaksa Gin Liong pun menyetujui juga. Waktu Tek Cun dan Lan Hwa diberitahu tentang persetujuan itu, keduanya pun setuju. Demikian setelah berkemas, Gin Liong dan kedua nona segera berangkat siang itu juga, Gin Liong naik kuda hitam kaki putih, Yok Lan naik kuda bulu
merah milik Tek Cun dan Li Kun naik kuda putih. Pada saat Suma Tiong idan isteri menghantar ketiga anak muda itu sampai keluar pintu, tiba2 seorang lelaki bergegas-gegas masuk ke dalam desa. "Apa yang terjadi diluar desa ?" seru Suma Tiong kepada orang itu. "Toa-ya, celaka..." seru orang itu, "dari Hok-san-shia telah berbondong-bondong sejumlah besar penunggang kuda menuju ke desa ini." Mendengar itu Gin Liong seperti merasakan suatu ancaman bahaya, serunya: "Mereka tentu akan cari perkara disini." "Sejak diam disini, baru pertama kali ini aku mengalami peraturan desa ini dilanggar orang." kata Suma Tiong. "Tak peduli siapa pun yang datang, kita harus menyongsongnya," kata Lok Siu Ing. Kelima orang itu segera bergegas menuju ke mulut desa, sepuluh penunggang kuda tampak sedang mencongklangkan kudanya menuju ke desa itu. Orang2 itu mengenakan pakaian ringkas sebagaimana dikenakan oleh kaum persilatan dikala sedang menjalankan tugas, Saat itu mereka sudah berada pada jarak setengah li dari desa. "Menilik sikapnya, mereka memang hendak melakukan sesuatu," kata Suma Tiong. "Jika tanpa alasan, jangan beri ampun kepada mereka," seru Lok Siu Ing. Pada saat rombongan pendatang itu tiba pada jarak tiga puluhan tombak dari tempat Gin Liong, tiba2 kuda hitam mulus meringkik keras sehingga rombongan kuda yang datang itu terkejut dan panik, Ada yang Mengangkat kaki depan, ada pula yang merontak kaget, Penunggangnya berusaha keras untuk mengatasi kudanya dan melanjutkan lari ke muka. Penunggang yang paling depan, seorang tua bertubuh kurus, muka hitam, brewok dan rambut memanjang sampai ke bahu. Mengenakan pakaian warna hitam. Umurnya diantara 60-an tahun. Dibelakang punggungnya menyanggul sebatang tongkat berkepala ular, batangnya penuh berhias gelang besar-kecil, sepasang matanya yang bundar memancarkan sinar berkilat-kilat dingin. Disebelah kanan dan kirinya, seorang lelaki berpakaian kuning dan yang satu berpakaian kelabu. Keduanya berumur lebih dari 40 tahun. Lelaki yang berpakaian kuning itu, mukanya penuh rambut, alis tebal mata bundar
dan perawakan gagah perkasa, punggungnya menyelip Kim-kong senjata gada berbentuk orang-orangan. Gagah menyeramkan sekali. Sementara lelaki yang berpakaigan kelabu, mukainya kuning pucat, jenggot tipis, mata sipit tak berbulu mata. Tubuhnya kurus, menyanggul sebatang sayap. Sedang ketujuh orang yang mengikuti dibelakang, terdiri dari lelaki2 yang bertubuh gagah. Masing2 membekal golok. "Hm. kiranya Tiga-jahat dari Losan." geram Loh Siu Ing. Suma Tiong pun cepat tertawa dan berserunya ringan: "Kukira siapa, ternyata tiga pendekar dari Losan yang berkunjung. Maaf, karena terlambat menyambut." Sejenak berhenti ia melanjutkan pula dengan nada nyaring: "Entah apakah maksud kedatangan saudara bertiga ke desaku ini ?" Rombongan penunggang kuda itu tiba pada jarak lima tombak, Orang tua baju hitam mengangkat tangan keatas dan kesepuluh ekor kuda itupun serentak berhenti. Kemudian orang tua itu tertawa mengekeh. "Kukira siapa yang tinggal didesa ini, kiranya Suma tayhiap, Aku Tongkat-ularbergelang In Po Tin bersama kedua saudaraku Gada-pencabut nyawa dan Golokpelenyap-jiwa, memberanikan diri datang kemari, mohon saudara suka memaafkan kelancangan kami," Bahkan orang tua yang merupakan tokoh pertama dari tiga Jahat gunung Lo-san itu segera memberi hormat. Kedua saudaranya hanya ter-longong2 memandang Gin Liong. Suma Tiong tertawa nyaring. "Harap saudara suka menjelaskan apa maksud kunjungan saudara bersama rombongan kemari. Apabila dapat kami lakukan tentu dengan senang hati kami akan menghaturkan bantuan." Tongkat-ular In Po Tin tertawa juga. "Kedatangan kami ini tak lain hanya perlu sekedar hendak minta keterangan kepada Siau siauhiap adakah kaca wasiat itu benar berada padanya?" kata In Po Tin sambil menunjuk Gin Liong. Melihat sikap ketiga orang yang begitu congkak, si jelita Li Kun sudah muak. Dan sesaat mendengar maksud kedatangan mereka, serentak marahlah ia, serunya:
"Sudah makan nasi sampai berpuluh tahun mengapa dalam soal sekecil itu saja kalian tak dapat menilai dengan tepat. Huh..." "Budak hina, siapa suruh engkau campur mulut!" bentak si baju kuning Gadapelenyap-nyawa. Mendengawr itu Lok Siu Ing tak dapat menahan kemarahannya lagi. Dengan melengking ia melompat maju kemuka dan menuding Gada-pelenyap nyawa: "Kalau memang berani, hayo, turunlah engkau. Hendak kuuji sampai dimana kepandaianmu sehingga gegabah berani menghina orang!" Nyonyah itu menutup kata2nya dengan mencabut pedang. Dengan tertawa dingin Gada-pelenyap-nyawa pun ayunkan tubuh loncat turun dan siapkan senjatanya: "Engkau sendiri yang cari mati, jangan salahkan aku berhati kejam!" Sambil tertawa mengekeh ia pelahan-lahan maju menghampiri. Gin Liong kerutkan alis dan tertawa dingin ia berdiri disamping Suma Tiong dengan tenang, Tak habis herannya mengapa Lo-san Sam-ok atau Tiga jahat dari gunung Lo-san tahu bahwa ia telah mendapat kaca wasiat itu. "Berhenti!" cepat ia berteriak ketika Gada-pelenyap-nyawa hendak bertempur dengan Lok Siu Ing. Walaupun pelahan teriakan itu dihamburkan tetapi telinga sekalian orang yang berada disitu serasa mengiang-ngiang. Toa-ok atau si jahat Kesa tu In Po Tin diam2 terkejut juga. Dan Gada-pelenyap-nyawapun hentikan langkah. "Kalian kesepuluh orang ini sudah melanggar peraturan memasuki desa ini. Bukannya kalian bersikap sopan kebalikannya malah mengumbar kecongkakan, jelas dapat diketahui bagaimana pun tingkah laku kalian selama ini. Dan jelas pula bahwa kalian hendak merebut kaca wasiat itu." Gin Liong berhenti sejenak menatap ketiga tokoh jahat dari gunung Lo-san itu. serunya pula: "Andaikata kaca wasiat itu berada padaku, apa dasarnya kalian hendak merebut benda itu ?" Gada-pelenyap-nyawa jago kedua dari Lo-san deliki mata dan membentak: "Budak yang sombong engkau berani cari perkara dengan kami bertiga?" Pah-ong-kan-san atau raja Pah-ong-mengejar gunung, adalah jurus yang
digunakannya untuk menyerang Gin Liong, Tetapi Lok Siu Ing yang sudah sejak tadi siap, segera menangkis dengan jurus Mengepak-rumput-memburu-ular, ia menyabetkan pedang memapas lambung orang. Gada-pelenyap-nyawa marah. ia hentikan gerakannya untuk menangkis pedang Lok Siu-ing, tetapi nyonya itupun merobah gerak pedangnya untuk menusuk alis lawan. Gerak perobahan itu dilakukan teramat cepat sekali.
29. Dewi bayangan Jago kedua dari Lo-san itu memang hebat juga. Cepat ia songsongkan senjata tegak ke atas untuk menahan pedang lawan. Tetapi diluar dugaan Lok Siu Ing dengan gerak secepat kilat, telah memapaskan pedang kecelana lawan. "Cret," celana jago kedua gunung Lo-san telah terpapas kutung. Gada-pelenyap-nyawa menjerit kaget dan menyurut mundur beberapa langkah. Melihat kebawah mukanya berubah dan keringat dingin mengucur, Kedua kaki celananya telah robek sehingga lututnya pun kelihatan. Lok Siu Ing tertawa dingin. "Hm, begitu tak berguna, masih berani cari perkara, Sungguh tak tahu diri." Toa-ok In Po Tin menggeremutukkan geraham, wajah membesi dan tubuh gemetar. Tokoh ketiga Toat-beng to atau golok Pencabut-nyawa loncat dari kuda dan terus memutar golok menyerang Lok Siu Ing. Melihat itu Tio Li Kun pun loncat turun dari kuda, Tring!, iapun sudah mencabut pedang yang memancarkan sinar berkilau-kilauan. Dan sekali bergerak, pedang itupun segera meluncur kemuka untuk menusuk gulungan sinar golok lawan. "Lo-sam . ." melihat Pedang-pencabut-nyawa hendak mengadu kekerasan dengan pedang si jelita, buru2 Toa-ok berseru mencegah. Mendengar itu Pedang-pencabut-nyawa terkejut, cepat mengendapkan pedang kebawah cepat pula loncat ke samping. Li Kun mendengus dingin. Sekali ayun tubuh ia loncat memburu dan taburkan pedangnya, Terdengar jeritan kejut dan darah menyembur keluar. Tahu2 daun telinga kiri si Pedang-pencabut-nyawa sudah terpapas hilang. Meiihat itu Gada-pelenyap-nyawa menggembor keras dan terus menyerbu Li Kun.
"Tadi sudah diberi ampun mengapa sekarang masih cari mati lagi?" bentak Lok Siu Ing seraya tebarkan pedang dan tahu2 ujungnya sudah melekat kedada orang itu. "Ing-moay, jangan membunuhnya!" buru2 Suma Tiong melarang isterinya. Lok Siu Ing pun menurut, Tetapi dikala ia menarik pedangnya, sekonyong-konyong Gada-pelenyap-nyawa menggembor keras dan dengan jurus Tiang-menyanggahlangit, ia menghantamkan gadanya pada pedang Lok Siu Ing. Nyonya itu menjerit kaget karena tangannya terasa terasa linu lunglai sehingga pedang pun terlempar ke udara. Dan Gada-pelenyap-nyawa menyusul pula dengan menghantam ubun2 kepala nyonya itu. Suma Tiong dan Gin Liong serempak loncat menghampiri, Li Kun dan Yok Lan pun menjerit kaget. "Lo-ji, jangan!" teriak Toa-ok In Po Tih mencegah saudaranya, ia tahu Suma Tiong itu tak boleh dibuat main2. Tetapi sebelum jago kedua melakukan perintah toa-ok, ia menjerit kaget karena siku lengan kanannya dicengkeram Gin Liong dan sekali ayun tangan, Gin Liong menampar muka jago kedua dari Lo-san itu. Tetapi karena mendengar seruan Toa-ok tadi, Gin Liong cepat merobah arah tamparannya. Tidak pada muka tetapi gada orang. "Bum . . ." tangan jago kedua dari Lo-san itu linu kesemutan dan gadanyapun terlempar keudara, "Enyahlah!" seru Gin Liong seraya mendorong. Tubuh jago kedua dari Lo-san yang tinggi besar seketika terhuyung-huyung beberapa langkah. Melihat kesaktian si anak muda, Toa-ok In Po Tin terlongong pucat sehingga ia lupa untuk menyanggapi tubuh saudaranya yang kedua. Bluk!, ji-ok Pedang-pencabut-nyawa terjatuh duduk ditanah. Toa-ok terkejut dan gelagapan, Cepat ia loncat menolongnya. Saat itu jago kedua si Gada-pelenyap-nyawa masih berputar-putar untuk mencari daun telinyanya yang terpotong, Sedang Yok Lan dan Li Kun segera menghampiri Lok Siu Ing yang tengah diperiksa tangannya oleh Suma Tiong. Dibelakang mereka telah dijaga oleh anak buah yang bersenjata golok. Gin Liong sudah loncat kesamping untuk menjemput pedang Lok Siu Ing yang jatuh, Tiba2 kuda bulu hitam meringkik keras lagi. Ketika berpaling, Gin Liong melihat
empat penunggang kuda tengah mencongklang pesat datang menghampiri jauh dibelakang keempat penunggang kuda itu diantara kepulan debu yang gelap, samar2 masih tampak lagi beberapa penunggang kuda. "Aneh," gumam Yok Lan, "mengapa mereka tahu Liong koko berada disini ?" Setelah menolong saudaranya yang kedua, Toa-ok segera menyahut: "Kalau tidak anak buahmu yang menyiarkan berita itu di rumah makan, mana mereka tahu tentang soal dirimu berada disini." Seketika Suma Tiong tersadar persoalan telah menjadi salah urus, sehingga malah tak keruan "Hm, mengapa kalian tak mau berpikir, Apakah sedemikian mudah kaca wasiat itu berada di tangan kita?" Yok Lan melengking. Dalam pada itu keempat penunggang kuda tadipun sudah kira2 setengah li jauhnya, Tiga penunggang kuda yang berjajar disebelah kiri terdiri dari tiga imam pertengahan umur, mengenakan jubah putih dan masing2 mencekal hud-tim besi bertangkai baja. Yang seorang bermata segi tiga, mengenakan ikat pinggang sutera ungu, Yang seorang berhidung bengkok dan yang seorang berwajah persegi, membawa sebuah buli2 kecil. Mereka mengulum senyum sinis, sikapnya congkak sekali. Penunggang kuda sebelah kanan bukan lain adalah jago kesatu dari Lo-san Sam-ok, si Tongkat ular yang telah diberi ampun oleh Gin Liong. Sudah tentu Gin Liong marah sekali. Li Kun tertawa dingin, Pedang yang baru saja hendak disarungkan cepat ditarik keluar lagi. "Kali ini pasti takkan kuampuni jiwanya." seru geram. Keempat penunggang kuda itu tiba dan dengan tertawa gelak2 mereka loncat turun dari kudanya. "Ya, budak itu! Kaca wasiat berada di tangannya!" seru Toa-sat seraya menunjuk Gin Liong. "Anjing yang suka menggonggong kabar palsu, serahkan jiwamu!" teriak Li Kun seraya taburkan pedang menusuk dada Toa-sat. Toa-sat tertawa hina terus loncat kebelakang ketiga imam itu. Melihat si jelita Li Kun yang sedemikian cantiknya, ketiga imam itu tertawa mengekeh dan terus
merintangi. Li Kun makin marah, Pedang dihamburkan dalam seribu sinar dan berhamburan menusuk ketiga imam itu. Ketiga imam terkejut bukan kepalang, mereka menjerit kaget dan tak berani memandang rendah kepada nona jelita itu. Kebut besi segera ia gerakkan untuk menangkis. Karena serangannya tak berhasil, Li Kun makin meluap kemarahannya. Dengan melengking ia gentakkan pedang, Seketika tiga kuntum sinar pedang menusuk kearah ketiga imam itu. Melihat ketiga imam itu kewalahan menghadapi seorang nona saja, gemetarlah hati Toa-sat. Ketika memandang ke arah lain, seketika pucatlah wajahnya, Tampak Gin Liong tengah maju menghampirinya dengan sikap yang menyeramkan. "Budak she Siau." serunya untuk menutupi kegelisahan hatinya, "lekas serahkan kaca wasiat kepada ketiga toya itu..." Mendengar kata Toa-sat, seketika bersinarlah mata ketiga imam itu. Mereka serempak melirik kearah Toa-sat. Tepat pada saat itu. Gin Liong pun secepat kilat loncat menerkam bahu Toa-sat. Suma Tiong dan isterinya serta Yok Lan, terkejut sekali melihat Gin Liong menggunakan cara bertempur yang paling kasar semacam itu. Tetapi tiba2 pula ketiga imam itupun tinggalkan Li Kun dan terus menyerbu Gin Liong, Anak muda itu membentak keras, kedua tangan yang tengah dijulurkan kemuka untuk mencengkeram Toa-sat sekonyong-konyong dirobah dalam gerakan menampar. Plak, plak, plak . . . terdengar ketiga imam itu mengerang tertahan dan terhuyung-huyung kebelakang. Apa yang terjadi itu benar2 mengejutkan sekalian orang yang berada disitu, Gin Liong telah memainkan salah sebuah jurus dari ilmu sakti yang tertera pada kaca wasiat, jurus itu disebut Jip-hay-pok-kau atau Menyelam-laut-menjaring-ular. Cepat sekali tangan Gin Liong mengenai tubuh ketiga imam itu. Menebas, menyikut, menampar dan menutuk. Habis menyebutkan ketiga macam, secepat kilat Gin Liong pun mencengkeram siku lengan Toa-sat dan sebelah tangannya menampar muka Toa-sat. Toa-sat menjerit ngeri. Tergetar hati Gin Liong, ia
teringat sesuatu dan hentikan tamparannya. Tiba2 dari belakang Li Kun menusuk, Gin Liong hendak mencegah tetapi tak keburu, Cepat ia membentak dan menyiak sehingga Toa sat terhuyung-huyung ke samping, Dengan begitu ia lolos dari tusukan pedang Li Kun. Tetapi karena menahan kesakitan keringat dingin bercucuran membasahi tubuh. Li Kun tertegun, ia memandang Gin Liong dengan pandang penuh tanya mengapa Gin Liong masih melindungi jiwa Toa-sat. "Taci Kun, berilah dia ampun sekali lagi, agar dia mempunyai kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya." seru Gin Liong. Hampir Li Kun tak percaya apa yang didengarnya, mengapa aneh sekali sikap Gin Liong itu. Bluk!, karena tak dapat mempertahankan keseimbangan tubuh, Toa-sat jatuh terduduk ditanah. Sambil mendekap siku lengan kirinya, mulutnya menyeringai kesakitan, napas terengah-engah dan wajahnya tak menyeramkan lagi. Empat penjuru sunyi senyap, Tetapi berpuluh penunggang kuda yang sudah mencapai satu li jauhnya dari desa itu masih tetap mencongklang pesat menuju ke desa. Ternyata pendatang itu rombongan wanita yang berpakaian indah dan membekal senjata pedang dan golok. Gin Liong mendengus lalu berpaling kepada Toa-sat, serunya: "Poan liong kun. kali ini kuampuni lagi jiwamu. Kuharap engkau dapat menyadari kesesatanmu, jangan melakukan perbuatan2 jahat dan berbuatlah amal kebaikan." Kemudian ia berpaling kepada ketiga imam, Muka mereka begap biru dan sikap mereka pun tak congkak lagi. "Dan kalian bertiga." serunya, "sebagai seorang agama kalian harus membebaskan diri dari pergolakan urusan dunia dan harus dapat melepaskan nafsu keinginan yang tamak, Lekas kalian kembali ke biara dan jangan turun ke dunia persilatan lagi." Ketiga imam itu tak mau bicara apa2. Rupanya mereka masih penasaran. Hanya dalam semalam mengapa perangai Gin Liong tiba2 berobah begitu sabar, Pikir Li Kun. Juga Yok Lan heran mengapa dalam semalam saja, kepandaian Gin Liong bertambah maju sedemikian hebatnya. Memang kedua suami isteri Suma Tiong tahu bahwa dari sinar matanya yang
berkilai-kilat tajam, tentulah Gin Liong itu seorang pemuda yang berilmu tinggi. Tetapi setitikpun mereka tak mengira bahwa Gin Liong akan sedemikian saktinya. Rombongan wanita cantik berkuda itupun sudah tiba. Mereka ternyata dara2 cantik yang muda belia. Ditengah, tampak seorang wanita cantik berumur 25-an tahun, rambut disanggul tinggi, mengenakan perhiasan tusuk konde kim-hong atau cendrawasih emas. pakaian dan bulu burung yang indah, dadanya berhias tiga butir kumala dan sabuk pinggangnya warna pelangi. Tubuhnya makin tampak montok dalam pakaiannya yang amat ketat. Wajahnya putih cemerlang, alisnya merebak hitam dan bibir merah, sepasang biji matanya bening, memancarkan sinar yang mesra sehingga orang yang melihatnya pasti akan terpikat. Begitu tiba nyonya cantik itu mengangkat cambuknya keatas memberi isyarat kepada rombongannya berhenti. Kuda meringkik, debupun mengepul tebal ketika berpuluh nona penunggang kuda itu hentikan kuda masing2. Sikap dan ulah wanita cantik itu tak beda dengan seorang ratu, Sekalian orang yang berada ditempat itu terpesona melihatnya. Suma Tiong kerutkan dahi, ia tahu bahwa nyonya cantik itu memiliki senjata sapu tangan yang mengandung minyak wangi berbius. Segera ia menyuruh isterinya memberitahu kepada Yok Lan dan Li Kun supaya berhati-hati. Nyonya cantik itu keliarkan matanya yang tajam. Begitu tertumbuk pada wajah Gin Liong yang cakap dan gagah, seketika memancarlah mata wanita itu, pipinya merah. Tiba2 terdengar bentakan keras: "Perempuan busuk Hi Hoan siancu, apakah engkau masih kenal aku!" sesosok bayangan melesat menerjang wanita cantik itu. Kiranya orang itu adalah si Tongkat-ular In Po Tin, tokoh kesatu dari Lo-san Sam-ok, ia menyerang dengan tongkatnya. Melihat si wanita yang disebut Hi Hoan siancu atau Dewi Bayangan itu tertawa mengikik: "Tua bangka yang tak berguna, engkau hendak mengantar jiwamu." Seorang dara baju hijau yang berada dibelakangnya segera ayun tubuh loncat turun dari kudanya dan menghantam kepala In Po Tin dengan cepat.
In Po Tin menggerung marah, Dengan jurus Thian-kiong-shia-jit atau Memanahmatahari, ia putar tongkatnya menyerang dara itu. Tring! dengan meminjam tenaga benturan senjata itu, si dara baju hijau melenting ke udara lagi. Gin Liong terkejut, hanya salah seorang bujang dari Dewi Bayangan tetapi sudah sedemikian lihaynya. jika demikian alangkah hebatnya kepandaian Dewi Bayangan itu. Begitu di udara, dara itu berjumpalitan dan melayang turun dibelakang In Po Tin, sampai dua tombak jauhnya. In Po Tin menggerung keras dan berputar tubuh lalu loncat menerjang lagi dengan jurus Heng-sau-ngo-gak atau Membabat-lima-gunung dibabatnya kaki si dara yang belum berdiri tegak itu. Si dara menjerit kaget, cepat2 ia turunkan golok menangkis, Tring . . dara itu menjerit lagi dan goloknya pun terlepas dari tangan. In Po Tin tak mau memberi ampun lagi, ia segera menutuk dada dara itu dengan jurus Koay-bong-jut-tong atau Ular-naga-keluar-guha. Melihat itu berobahlah wajah Dewi Bayangan. Berpuluh dara pengiringnya pun menjerit kaget, Tetapi mereka tak sempat berbuat apa2. Gin Liong tak senang melihat perbuatan In Po Tin yang main bunuh itu. Dengan menggembor keras ia ayun tubuh ke udara seraya lepaskan sebuah pukulan. Angin pukulan itu melanda lambung In Po Tin. In Po Tin terkejut. Terpaksa ia tarik tongkatnya dan loncat kesamping, Tetapi pada saat In Po Tin loncat menghindar itu, berpuluh-puluh benda kecil menyerupai bintang emas telah berhamburan mencurah kearah kepalanya. In Po Tin terkejut Cepat ia putar tongkatnya, Tring, tring, tring . . benda2 berwarna emas itu berhamburan jatuh ke empat penjuru. Ternyata benda2 berwarna emas itu adalah senjata rahasia Uang-emas yang ditaburkan Dewi Bayangan. "Perempuan hina, hari ini kuampuni jiwamu. Tetapi pada suatu hari aku pasti akan mengambil batang kepalamu!" sambil menuding Dewi Bayangan, In Po Tin berteriak marah, Matanya memancarkan sinar dendam kesumat yang bemyalanyala. Rupanya diantara kedua itu pernah terjadi suatu dendam yang hebat.
Dewi Bayangan masih tetap berada dipunggung kuda, Dengan matanya yang bersinar cabul, ia tertawa santai: "Tua bangka, engkau sendiri yang tak berguna, mengapa engkau salahkan aku mendepakmu." Merah padam wajah In Po Tin. Cepat ia menukas: "Perempuan busuk yang tak tahu malu." Rupanya tak tahan lagi In Po Tin menahan luapan kemarahannya, Segera ia loncat menerjang Dewi Bayangan. Tetapi dari barisan dara pengiring Dewi Bayangan, segera berhamburan hujan bintang-emas menyongsong In Po Tin. In Po Tin tak berdaya mendekati Dewi Bayangan, ia harus loncat dua tombak kebelakang. "Perempuan busuk, apakah engkau berani bertempur sampai mati dengan aku?" teriaknya menantang. Dewi Bayangan kerutkan dahi dan mencemoh, "Siapa sudi melayani seorang tua bangka seperti engkau? Hanya mengotorkan tanganku sajalah." Karena selalu dimaki tua bangka, gemetarlah tubuh In Po Tin karena marahnya. Dewi Bayangan tak menghiraukannya ia loncat turun dari kuda dan menghampiri ke tempat Gin Liong, Gin Liong tahu bahwa wanita yang bertingkah genit itu tentu bukan wanita baik, ia mendengus muak melihatnya. Tiba2 Dewi Bayangan membentak ketiga Lo-san Sam-ok: "Enyah !" Entah bagaimana ketiga jago jahat dari Lo-san itu hanya deliki mata kepada Dewi Bayangan tetapi mereka tak berani berbuat apa2 dan terus menghampiri kuda dan mencongklang pergi. Dewi Bayangan pun melanjutkan langkahnya ke tempat Gin Liong. "Siauhiap." serunya dengan nada genit, "usia mu masih begitu muda dan tampan sekali, Kalau tak salah engkau tentu siau Gin Liong yang mendapat kaca wasiat dari Bu-lim Seng-ceng itu". Melihat wajah Gin Liong mengerut kemarahan wanita itu tertawa mengikik: "Peribahasa mengatakan manusia tentu akan saling berjumpa, Dan kalau berjumpah itu berarti jodoh, Perlu apa engkau memberingaskan wajahmu yang tampan ?"
"Sungguh tak tahu malu..." si jelita Li Kun yang sejak tadi muak melihat tingkah ulah Dewi Bayangan, sambil membentak dia terus loncat menyerang. Dewi Bayangan tertawa. Sekali gerakkan tubuh ia dapat menghindari tusukan Li Kun. Serangannya luput, Li Kun makin marah, Pada saat ia hendak menyerang lagi, tiba2 ia rasakan dadanya terbaur suatu angin lembut. ia terkejut dan cepat loncat mundur sampai setombak. "Siapa yang suruh engkau turut campur urusanku, Siau siauhiap toh bukan suamimu." serunya. Merah wajah Li Kun mendengar kata2 itu, ia melengking dan menerjang lagi, walaupun tahu bahwa pedang si jelita itu sebuah pusaka yang hebat, tetapi karena mengandalkan ilmu kepandaiannya yang tinggi, Dewi Bayangan tak gentar. "Engkau sendiri yang cari mampus, jangan sesalkan Dewi Bayangan bertindak kejam," serunya seraya berputar tubuh. seperti angin puyuh, tahu2 ia sudah berada dibelakang Li Kun. Tetapi Li Kun pun cepat gunakan jurus Jay hong-hwe-lu atau Burung hongberputar-kepala, membabat kebelakang, Kali ini Dewi Bayangan terkejut, ia tak menyangka nona yang cantik itu memiliki gerak yang sedemikian hebat, Sekali kebutkan lengan baju, tubuhnyapun menyurut mundur. Li Kun pun tak mau unjuk kelemahan sekali kaki berayun, tubuhnya meluncur kemuka dan tahu2 ujung pedangnya pun sudah menuju ke dada Dewi Bayangan. Dewi Bayangan benar2 terkejut sekali, Dengan melengking nyaring. Cepat ia geliatkan tubuh dan kebutkan lengan baju lalu berputar putar cepat sekali. Saat itu Li Kun pun sudah mendekat. Dengan jurus Giok-hong-can-ki atau Burunghong-merentang-sayap, ia segera memapas bahu kiri Dewi Bayangan. Beberapa kali menerima serangan yang tak terduga-duga, kejut Dewi Bayangan makin menjadi-jadi. Dengan melengking keras ia segera ayun tubuhnya melambung ke udara. Sring, pedang memapas dan menjeritkan berpuluh gadis pengiring Dewi Bayangan, Dewi Bayangan sendiri sudah melayang turun ke tanah. Ketika menunduk, ia
melihat ujung pakaiannya telah terpapas kutung oleh pedang Li Kun. Keringat dingin bercucuran membasahi lehernya. Li Kun masih penasaran. Dengan melengking ia memburu lagi. Kali ini setelah menenangkan semangat, Dewi Bayanganpun marah, serentak ia tertawa keras dan berseru: "Budak hina, kalau aku tak mampu membunuhmu, aku akan bunuh diri!" Ia menutup kata-katanya dengan menggerakkan tubuh, seketika tubuhnya berputar-putar menyerupai segulung asap yang mengelilingi Li Kun. Li Kun tetap memutar pedangnya dengan deras. Tetapi setiap kali ia menusuk atau menabas, tentu hanya angin kosong yang ditemui. Lama kelamaan, ia gugup juga, Pandang matanya mulai berkunang-kunang, Terpaksa ia mainkan pedang untuk melindungi diri. Tak mau ia melancarkan serangan lagi. Melihat itu Suma Tiong terkejut ia tahu bahwa wanita cabul itu sedang menggunakan ilmu Hi hoan-sut atau Bayangan kosong, yang termasyhur. Cepat ia mengeluarkan seutas tali besi yang panjangnya satu meter.
30. Mangkok batu kumala Gin Liong pun melihat juga keadaan Li Kun yang terdesak, Dengan menggembor keras ia terus loncat menyerbu. Tetapi pada saat itu, Dewi Bayangan tertawa genit dan tiba2 berputar-putar tubuh menyongsong Gin Liong. Dan sebelum anak muda itu sempat bertindak Dewi Bayangan pun sudah menamparkan sehelai sapu tangan sutera merah ke muka Gin Liong. Karena tak menduga-duga, Gin Liong tak sempat menghindar Sapu tangan sutera merah itu telah menampar muka Gin Liong. "Perempuan siluman engkau cari mampus...!" Suma Tiong membentak dan terus menaburkan rantai besi. Serempak dengan itu, Li Kun pun menyerang pinggang Dewi Bayangan. Tetapi wanita itu tak gentar ia tertawa genit lalu melambung ke udara dan taburkan sapu tangan ke muka Suma Tiong. Setitik pun Suma Tiong tak menyangka bahwa Dewi Bayangan memiliki gerakan yang sedemikian cepatnya, serentak ia mencium bau yang luar biasa aneh dan wanginya.
"Celaka," ia menjerit, lepaskan rantai besi dan rubuh. Walaupun tak langsung ditampar sapu tangan tetapi tebaran bau harum itu tercium juga oleh Li Kun. ia terkejut dan cepat loncat mundur sampai tiga tombak. Tetapi suatu keanehan telah terjadi dan menyebabkan Dewi Bayangan tercengang heran, Gin Liong yang terdampar sapu tangan itu tampak masih tegak berdiri, seolah tak menderita pengaruh apa2. Bahkan Gin Liong pun heran karena melihat Suma Tiong terjungkal rubuh. Tetapi karena jelas yang membidikan itu Dewi Bayangan, maka Gin Liong pun marah dan terus loncat menerjangnya. Pucatlah seketika wajah wanita cabul itu. Senjata dupa wangi Bi hun-soh-junhiang yang tak pernah gagal merubuhkan lawan, ternyata tak mempan terhadap anak muda itu. Terpaksa ia gunakan gerak Hi-hoan sut untuk berlincahan menghindari serangan Gin Liong. Gin Liong tertawa dingin, Setelah mengerahkan tenaga dalam, ia menekuk kedua lengan dan terus mendorong kemuka. Sebuah gelombang angin tenaga dahsyat serentak melanda Dewi Bayangan yang tengah berlincahan laksana seekor kupu. Dewi Bayangan menjerit kaget Belum pernah ia melihat pukulan yang sedahsyat itu. Cepat ia melambung beberapa tombak ke udara, Karena tak mengenai sasaran, angin pukulan Gin Liong tetap melanda kemuka kearah barisan pengiring Dewi Bayangan, Rombongan gadis2 itu menjerit kaget dan serentak berhamburan menyingkir kesamping. Dalam pada itu Gin Liong loncat untuk mengejar Dewi Bayangan. Wanita itu makin terkejut Cepat ia tamparkan lengan baju untuk bergeliatan dua tombak lagi. Tetapi Gin Liong pun cepat genjot tubuh melayang ke udara, Dewi Bayangan makin gugup, ia hendak meluncur turun. Gin Liong mencoba menggunakan salah sebuah jurus dari ilmu yang didapatnya dari kaca wasiat yakni yang disebut Leng-siau-kim-hong atau Malam-harimenangkap-burung hong, Tubuh bergeliatan dan sepasang tangan mengulur menyambar siku lengan Dewi Bayangan. Dewi Bayangan menjerit kaget semangatnya serasa terbang, Seperti seorang anak kecil, ia menyerah saja ketika tubuhnya dibawa melayang turun ke tanah oleh Gin
Liong. Selekas tiba di tanah, Gin Liong membentak: "Lekas berikan obat penawar agar engkau jangan menderita kesakitan!" Setelah menenangkan semangat Dewi Bayangan menghela napas. "Ah, Bi-hun soh-jun-hiang itu tak ada penawarnya." "Engkau mau mengeluarkan atau tidak!" bentak Gin Liong seraya memperkeras cengkeramannya. Wajah Dewi Bayangan pucat dan dahinya mengerut kesakitan, Keringat dingin bercucuran, giginya bergemerutukan keras. Gin Liong kerutkan alis lalu membentaknya lagi: "Lekas berikan obat itu!" Tetapi wajah wanita itu makin membiru, napas terengah-engah, Mulutnya tak dapat berkata lagi karena menahan kesakitan hebat. Dara baju hijau yang ditolong Gin Liong tadi segera menghampiri dan memberi hormat kepada Gin Liong. "Siauhiap, memang Dewi kami tak mempunyai obat penawar," katanya dengan nada bersungguh. "Lalu bagaimana cara menolong Suma tayhiap?" masih Gin Liong tak percaya. Merah muka dara itu. Bibirnya bergetar-getar tetapi sampai beberapa saat tetap tak dapat mengeluarkan kata2. "Bagaimana cara menolongnya? Apakah sudah tidak dapat ditolong lagi!" hardik Gin Liong, Karena marah ia telah memperkeras cekalannya. Dewi Bayangan menjerit dan pingsan, Untung dara baju hijau itu cepat dapat menyanggapi tubuh Dewi Bayangan yang rubuh. Gin Liong pun mengendorkan cengkeramannya, Li Kun dan Yok Lan loncat kesamping Gin Liong. "Mengapa nyonyamu tak mau memberi pertolongan kepada orang yang dicelakainya?" teriak Yok Lan kepada dara baju hijau itu. Wajah dara itu tampak tegang dan akhirnya dengan suara yang sarat ia berseru: "Nyonya Suma, mempunyai obat penawarnya", "Ngaco!" bentak Gin Liong, Tetapi Yok Lan dan Li Kun sudah terus berputar tubuh dan Rombongan dara pengiring pun segera mengangkut pergi Dewi Bayangan, Gin Liong terlongong
heran, Ketika berpaling, dilihatnya dara baju hijau itu tengah berbisik-bisik kepada Lok Siu Ing, Entah bagaimana wajah Lok Siu Ing yang tegang, bertebaran merah. Berpaling ke lain arah. Gin Liong tak melihat lagi ketiga imam jahat dari Losan, Mereka diam2 sudah angkat kaki. "Huh, sudah menang mengapa masih cemas." ketika berjalan lewat disisi Gin Liong, dara baju hijau memandang dan berseru pelahan. Gin Liong termangu, ia tak tahu siapakah dara itu. Tetapi setelah merenungkan beberapa saat, ia menyadari. Dilihatnya Lok Siu Ing pun sudah memerintahkan beberapa orangnya untuk membawa pulang Suma Tiong. Diam2 Gin Liong menyesal dalam hati, Hanya semalam tinggal didesa itu tetapi telah membawa banyak kesulitan Segera ia loncat hendak menghaturkan maaf kepada Lok Siu Ing. Tetapi Lok Siu Ing malah berputar tubuh dan terus lari. Dalam pada itu rombongan gadis pengiring Dewi Bayangan membawa wanita itu pergi. "Ah, kitapun harus melanjutkan perjalanan," Kata Li Kun. Saat itu matahari sudah condong ke barat, Gin Liong dan kedua gadis segera mencongklangkan kuda menuju ke selatan Tak berapa lama, matahari sirna dan seluruh penjuru mulai gelap, Samar2 disebelah muka tampak sebuah desa, Beberapa rumah penduduk memancar sinar penerangan. "Malam ini terpaksa kita menginap di desa itu," kata Li Kun. Masuk kedalam desa, mereka disambut dengan kawanan anjing menyalak. Kuda hitam mulus meringkik keras dan kawanan anjing itupun terkejut tetapi pada lain saat mereka malah lebih keras menyalak. Penduduk yang belum tidur berbondong-bondong keluar. Seorang kakek menyambut dan setelah mendengar keterangan Gin Liong, iapun menerima ketiga anak muda itu bermalam didesa itu. Mereka bertiga di bawa kesebuah rumah besar dan dijamu. Masakannya enak dan ketiga anak muda itu minum juga arak yang disuguhkan. Setelah makan, kedua nona itu tampak lebih cantik. jika Li Kun seperti bunga tho,
Yok Lan seperti bunga mawar. Melihat kecantikan kedua gadis itu, timbul rangsang dalam hati Gin Liong, Dia memandang kedua gadis itu dengan tak berkedip, Li Kun berdebar keras hatinya dan darahnya pun meluap sukar ditindas. Baru pertama kali sepanjang hidupnya, Yok Lan minum arak maka cepat sekali ia menjadi mabuk. "Liong koko, mungkin aku mabuk, Taci Kun aku hendak tidur dulu." ia terus terhuyung-huyung masuk ke dalam kamar. Gin Liong dan Lii Kun hanya tertawa melihat langkah kaki Yok Lan yang terhuyung itu. Li Kun pun segera berbangkit masuk kedalam kamar, Ketika berpaling, hatinya berguncang keras, Karena saat itu dilihatnya Gin Liong masih memandangnya dengan senyum hangat. Entah bagaimana pemuda itu merasa membutuhkan dekat dengan Li Kun. ia rasakan darahnya makin panas dan merangsang, Teringat pula akan peristiwa bersama Li Kun didalam perahu tempo hari, Dan tanpa disadari mulutnya segera berseru memanggil: "Taci..." Panggilan bagi Li Kun dirasakan suatu daya tarik yang kuat sekali sehingga ia pun menghampiri ketempat pemuda itu. ia duduk disisi pemuda itu. Melihat sinar mata Gin Liong yang membara, hati Li Kun makin berdebar keras, ternyata sisa bebauan wangi yang ditaburkan Dewi Bayangan mulai bertebar lagi. Tetapi ia tak ingat lagi hal itu. Setelah minum arak, daya asap wangi itu makin bergolak dan merangsang. Demikian pula Gin Liong. Karena minum arak maka khasiat dari katak salju, mulai hilang daya tahannya. Pada lain kejap Gin Liong segera memeluk Li Kun dan Li Kun pun menyerah dengan serta merta. Keduanya makin terangsang dan mulut merekapun segera saling bertaut rapat. Mereka tenggelam dalam kehangatan bibir yang semanis madu. Tetapi hal itupun masih tak dapat memuaskan rangsangan yang makin meluap-luap dalam hati kedua insan muda itu. Pengaruh dupa wangi yang ditebarkan Dewi Bayangan mulai bekerja. Gin Liong sudah kehilangan kesadarannya lagi, perasaannya telah dikuasai oleh rangsangan nafsu, ia tak puas dengan ciuman itu, Ada sesuatu yang menghendaki kepuasan Gin Liong segera mengangkat tubuh Li Kun terus dibawa masuk ke dalam kamar. Apa
yang terjadi adalah di luar kesadarannya, Keduanya telah tenggelam dalam lautan madu . . . Tiba2 Yok Lan terjaga. Rasa pening kepalanya sudah hilang, ia segera bangun, Dilihatnya Li Kun tak berada di ranjang sebelahnya, Samar2 ia mendengar erang pelahan dari rasa kepuasan. Suara semacam itu belum pernah didengarnya dan tak tahulah ia siapa yang meng-erang2 penuh kepuasan. = Halaman Hilang = Yok Lan terkejut dan cepat menyurut mundur lalu diam2 membaca dalam hati ilmu rahasia ajaran dari Hun Ho siantiang yang disebut Mo-kiap-ban-wi-tong-sim-hiankang atau ilmu menenangkan pikiran menghadapi ancaman dan bujukan iblis. Seketika hatinya pun jernih kembali. Dan saat itu ia segera mencari apa yang terjadi. Tentulah karena terkena tamparan sapu tangan merah dari Dewi Bayangan maka Gin Liong sampai ilupa daratan dan melakukan perbuatan yang tak senonoh. Saat itu iapun teringat akan dara baju indah yang mengatakan kepada nyonya Suma Tiong, bahwa obat dari suaminya yang terluka itu hanya terdapat pada diri nyonya itu sendiri. Saat itu kamarpun hening sunyi, Didengarnya Gin Liong tidur mendengkur karena lelah dan isak tertahan dari Li Kun, jelaslah apa yang terjadi Gin Liong seperti seekor harimau lapar dan Li Kun terpaksa menyerah seperti seekor kelinci. Diam2 Yok Lan pun menggigil dalam hati, Jika ia tak lebih dulu tidur, kelinci dalam terkaman Gin Liong itu tentulah bukan Li Kun tetapi ia sendiri. Merenungkan hal itu, ia segera kembali kedalam biliknya, ia takut Gin Liong akan mencarinya. Teringat akan peristiwa tadi, diam2 ia menyadari bahwa Li Kun telah menjadi korban dan mewakili dirinya. Memikir sampai disitu, ia tak marah lagi kepada Gin Liong, bahkan terhadap Li Kun pun ia merasa kasihan. Beberapa saat kemudian ia mendengar kamar disebelah muka terbuka pintunya dan terdengar derap kaki orang melangkah keluar, Namun ia tak berani keluar. Dari balik selimutnya ia melihat Li Kun masuk, jelita itu mengemasi pakaian dan rambutnya lalu mengusap air matanya. Yok Lan gelisah sekali, ingin ia bangun dan memeluk Li Kun. ia memutuskan untuk berkorban dan membahagiakan Li Kun.
Tetapi pada lain saat ia menimang, tindakan itu mungkin akan mengejutkan dan menyinggung perasaan Li Kun. Ketika Li Kun selesai berdandan dan masuk ke dalam kamar, Yok Lan makin tegang dan buru2 pejamkan mata. Li Kun lebih dulu duduk ditepi ranjang. Terdengar jelita itu menghela napas kemudian baru naik ke ranjang dan tidur disisinya, Tak tahu bagaimwana perasaan Li Kun saat itu, Mungkin ia sedih dan marah terhadap tingkah laku yang liar dari Gin Liong. Mungkin juga ia dapat memaafkannya karena tahu bahwa Gin Liong telah terkena bubuk perangsang dari Dewi Bayangan. Karena tak tahan, Yok Lan membuka mata melirik Li Kun yang tidur disisinya, Dilihatnya Li Kun tidur telentang dengan kedua tangan ditempelkan ke dada. Kedua matanya mengucurkan air mata, Melihat itu ibalah hati Yok Lan. ia dapat memaafkan keadaan nona itu dan bahkan ikut mengalirkan air mata. Tak berapa lama, Li Kun tertidur. Dalam tekanan batin yang tak keruan rasanya, akhirnya Yok Lan pun tidur juga. Entah selang berapa lama, ayam pun terdengar berkokok sahut menyahut, cuaca di luar tampak terang, Yok Lan membuka dan melihat Li Kun masih tidur pulas. Dia segera turun dari ranjang melangkah keluar, Di ruang depan lilin sudah padam dan pintu terbuka. ia terkejut lalu lari ke luar. Ia makin terkejut ketika melihat Gin Liong berdiri dihalaman. memandang ke timur yang mulai merekah mentari pagi, Dijalan pun sudah terdapat orang2 desa yang berjalan menuju ke pasar dan ke sawah. Dengan hati gundah, Yok Lan segera menghampiri, Gin Liong terkejut seraya berputar tubuh Tampak wajahnya merah kemalu-maluan ketika melihat Yok Lan, bibirnya gemetar hendak mengucap perkataan tetapi tak keluar. Melihat keadaan Gin Liong yang jauh sekali bedanya dengan kemarin, menangislah hati Yok Lan, Tetapi ia tetap tenang, menghampiri kemuka pemuda itu dan bertanya dengan lembut: "Liong koko, apakah yang tengah engkau pikirkan?" Betapa derita batin yang menyiksa Gin Liong sukar dibayangkan, kalau tak mengingat masih harus melakukan pembalasan dendam atas kematian suhunya,
maulah rasanya saat itu ia bunuh diri saja. Apabila teringat akan perbuatannya semalam, ia hampir tak percaya mengapa sampai dapat melakukan perbuatan yang sehina itu. Tetapi saat itu pun ia menyadari bahwa dirinya telah dicelakai oleh Dewi Bayangan sehingga tak kuasa menguasai dirinya lagi, ia benci sekali kepada Dewi Bayangan. "Liong koko, engkau sedang memikirkan apa. Mengapa engkau tak mempedulikan aku?" ulang Yok Lan karena sampai lama Gin Liong-diam saja. Air mata dara itupun bercucuran. Dengan suara sarat penuh rasa malu Gin Liong berkata: "Aku tengah berpikir apabila aku telah melakukan suatu hal yang berdosa kepadamu." "Tidak, Liong koko, engkau takkan berbuat salah kepadaku..." cepat Yok Lan menukas. Hati Gin Liong seperti disayat sembilu. "Lan-moay, kalau aku benar2 berbuat salah kepadamu." "Tentulah bukan karena kehendakmu sendiri, tentu karena terpaksa atau terkena suatu pengaruh yang sukar engkau atasi. Dalam keadaan begitu, apapun kesalahan Liong koko, aku takkan menyesalimu." kata Yok Lan dengan tegas. Hampir Gin Liong tak percaya pada pendengarannya, semula ia kira Yok Lan tentu tak mau memaafkannya, sekalipun begitu batinnya tetap tersiksa. Melihat Gin Liong mulai tegang, Yok Lan segera mencekal kedua tangan sukonya, Tak tahan lagilah hati Gin Liong, air matanya bercucuran. Tiba2 pintu terbuka, Gin Liong dan Yok Lan pun cepat loncat masuk kedalam kamar, Yok Lan terus masuk kedalam kamarnya sendiri. Dilihatnya Li Kun masih tidur, Tetapi ketika menghampiri dan melihat keadaannya, menjeritlah dara itu: "Liong koko, kemarilah lekas!" Gin Liong terkejut dan cepat lari menghampiri Diiihatnya mata Li Kun menutup rapat muka merah, bibir seperti darah. Kening dan rambutnya basah kuyup dengan keringat, tubuhnya memancarkan bau harum yang aneh. Cepat Yok Lan membaca ilmu Hian-kang dalam hati dan bau wangi itupun lenyap. Gin Liong juga terkejut sekali, ia tak kira bubuk wangi dari Dewi Bayangan itu mempunyai daya pengaruh yang begitu hebat, Diam2 ia mengambil keputusan untuk membasmi wanita siluman itu
Teriakan Yok Lan telah menyadarkan Li Kun. Begitu melihat Yok Lan, air mata jelita itu berhamburan keluar dan berkata dengan nada gemetar: "Adik Lan..!" "Taci Kun, engkau sakit!" seru Yok Lan dengan lembut. Li Kun tak dapat berkata apa2 kecuali hanya bercucuran air mata, "Taci Kun, badanmu panas sekali, jangan banyak bicara, tidurlah saja," kata Yok Lan pula. Li Kun menghela napas, Ketika melihat Gin Liong berdiri di muka ranjang, iapun terbeliak. Begitu pula Gin Liong. hatinya makin tersiksa, ia merasa berdosa telah merusak kehormatan seorang gadis yang suci, ia pun merasa tak layak menjadi seorang pendekar karena dirinya sudah melakukan perbuatan yang serendah binatang. Wajah Li Kun makin meraih keringat makin mengucur deras. Tiba2 Yok Lan teringat sesuatu. "Liong koko, manakah mangkuk kumala hijau yang tempo hari Liong-li locianpwe memberikan kepadamu itu?" tanyanya. Walaupun tak tahu apa maksudnya, tetapi Gin Liong pun segera mengambil keluar benda itu dan menyerahkan kepada Yok Lan, Yok Lan memeriksa mangkuk itu. Sebuah mangkuk batu kumala hijau yang memancarkan beribu sinar, jelas mangkuk itu sebuah benda pusaka yang jarang terdapat di dunia. Kemudian dara itu suruh Giu Liong mengambilkan air. Gin Liong menurut, setelah mengambil air lalu dituangkan kedalam mangkuk kumala itu. "Lan-moay, apakah maksudmu?" tanya Gin Liong. "Bukankah tempo hari Liong-li lo-cianpwe juga memberi minum aku katak-salju direndam air?" balas Yok Lan. "Ya, karena saat itu masih punya..." belum sempat Gin Liong mengatakan "kataksalju", tiba2 air dalam mangkuk itu mendidih dan mengeluarkan busa kecil2 lalu berobah warnanya seperti susu. Gin Liong terbeliak lalu bergegas menyuruh Yok Lan segera meminumkan air itu kepada Li Kun. Yok Lan pun segera minta Li Kun minum air dalam mangkuk kumala itu, Tanpa ragu2 jelita itupun terus meminumnya.
Bermula ia kira air itu hanya dari pil atau obat pemunah racun tetapi demi melihat wajah Yok Lan dan Gin Liong begitu tegang, ia pun lantas meminumnya sampai habis. Serentak ia rasakan badannya makin dingin, Kepalanya yang peningpun makin jernih, kesadaran pikirannya makin terang. Bermula Gin Liong masih cemas dan menanyakan bagaimana perasaan Li Kun saat itu. Si jelita terus duduk dan berseru: "Ah. sungguh obat dewa yang mujarab sekali, Bukan saja hawa panas telah hilang, pun tubuhku serasa segar sekali." Mendengar itu Yok Lan tercengang, serunya: "Aneh, tempo hari sehabis minum, badanku terasa panas sekali, pikiranku kabur dan mataku ngantuk sekali dan terus tidur sampai hampir dua jam, Tetapi mengapa keadaan taci Kun berlawanan dengan aku..." "Karena air itu direndam dengan katak-salju," Gin Liong menjelaskan. "Katak-salju"? teriak Yok Lan, "mana binatang itu!" "Kumakan !" sahut Gin Liong, "Bagaimana engkau dapat memakannya ?" Gin Liong segera menceritakan tentang peristiwa dilereng gunung Hwe-sian-hong dulu. Mendengar itu, Li Kun berkata: "Oh, itulah sebabnya mengapa engkau mampu memukul mundur sam-ko. Memang toa-ko saat itu sudah menduga kalau engkau tentu mendapat suatu penemuan yang luar biasa. Seorang pemuda seumurmu, tak mungkin dapat memiliki tenaga yang sedemikian saktinya." Demikian ketiganya lalu makan, Setelah itu, pak tua pun menyiapkan kuda mereka. Nenek tua dan gadisnya pun berada dihalaman, singkatnya Gin Liong bertiga segera melanjutkan perjalanan lagi. Menjelang tengah hari mereka tiba disebuah kota sebelah timur dan kecamatan Kihe-koan. Mereka mencari rumah makan besar yang mempunyai tempat untuk kuda. Setelah jongos menyambut kuda, mereka pun lalu masuk. Tak banyak tetamu di rumah makan itu. Kebanyakan mereka hanya pedagang2 biasa, jarang tetamu orang persilatan Gin Liong bertiga duduk di meja yang dekat dengan jendela. Dari situ mereka dapat melihat dijalanan.
Ketika Yok Lan memandang keluar, ternyata dimuka rumah makan itu juga sebuah rumah makan. Dan pada meja dekat jendela ia melihat empat orang imam tua berjubah kelabu, Yang ditengah seorang imam berumur 50-an tahun, rambutnya sudah menjunjung uban, alis gundul, muka bopeng, sikapnya gelisah dan matanya memandang kearah tempat Yok Lan bertiga. Sedang ketiga imam yang lain masih sibuk membuat perhitungan rekeningnya. Rupanya mereka bergegas hendak meninggalkan rumah makan itu. Yok Lan curiga lalu membisiki suko dan Li Kun: "Cobalah kalian lihat, imam tua yang duduk di rumah makan sebelah muka itu!" Ketika Gin Liong dan Li Kun memandang keluar jendela ternyata keempat imam itu sudah turun dari loteng. "Lan-moay, apakah engkau anggap mereka mencurigakan?" tanya Li Kun. Sambil memandang Gin Liong, Yok Lan bertanya: "Apakah bukan imam tua Hian Leng dari partai Kiong-lay-pay?" "Mungkin." kata Gin Liong. "Taci Kun, mengapa kalian kenal mereka?" tanya Yok Lan. Li Kun segera menceritakan peristiwa di gunung Hok-san dimana mereka telah berjumpa dengan imam itu. Demikian setelah selesai makan mereka bertiga pun segera melanjutkan perjalanan lagi, Dengan adanya imam yang mencurigakan itu, mereka pun berlaku hati2. Dengan ketiga ekor kuda yang pesat larinya, dalam beberapa waktu saja mereka sudah mencapai 10-an li. Disitu terdapat sebuah gunung yang hanya berpuncak satu dan luasnya tak sampai sepuluh li. Mereka berkuda disepanjang kaki gunung itu. Tak berapa lama mereka melihat disebelah muka sebuah bangunan yang merah gentengnya. Gin Liong menghela napas dan berkata seorang diri: "Walaupun tak tinggi tetapi gunung tentu indah pemandangannya. walaupun tak dalam, telaga tentu ada raganya. Membangun biara di gunung ini, setiap hari membaca kitab suci, pikiran akan jernih, batin pun mendapat penerangan. Tentu tak sukar akan mendapat kesucian dan jalan mencapai kedewaan." Mendengar itu wajah Yok Lan serentak berobah dan berpaling memandang sukonya dengan pandang rawan.
Juga Li Kun terkejut, matanya berlinang-linang hendak menitikkan air mata, ia mempunyai perasaan bahwa Gin Liong sudah jemu akan dunia yang penuh lumpur kedosaan ini. Diam2 iapun berjanji dalam hati, Apabila Gin Liong benar hendak masuk menjadi murid biara, ia pun akan mencari sebuah biara yang sunyi dan menjadi rahib. Saat itu mereka tiba dimuka gunung, Ternyata gunung itu walaupun tak berapa tinggi tetapi puncaknya tak kurang dari seratusan tombak luasnya. Gunung penuh dengan hutan pohon siong, Biara itu pun sudah terlihat pintunya. Memandang kemuka, lebih kurang setengah li jauhnya tampak tiga orang tegak berjajar menghadang jalan. Ketika memandang dengan seksama Gin Liong tertawa dingin. Yok Lan pun tahu bahwa yang ditengah itu adalah imam tua bermuka bopeng yang berada dirumah makan tadi, demikian pula yang dua. Tetapi yang seorang lagi ia belum tahu.
31. Pedang salju
putih Gin Liong bertiga hentikan kudanya pada jarak lima tombak dari rombongan imam itu dan berseru: "Totiang bertiga, mengapa tiada sebab apa2 menghadang jalan kami ?" Imam tua bermuka bopeng itu memang Hian Leng loto, segera ia menyahut: "Pinto Hian Leng telah menerima perintah dari kepala biara Ki-he-kwan, Tiau Ing totiang untuk menunggu tempat ini. Harap siau-sicu bertiga suka singgah minum teh ke dalam biara." Karena ingin cepat2 melanjutkan perjalanan, Gin Liong segera memberi hormat: "Aku masih mempunyai urusan penting, tak berani membuang waktu. Harap lotiang bertiga suka menyampaikan terima kasih kami kepada kepala biara Ki-he-
kwan atas kebaikannya". Hian Leng totiang tertawa: "Walaupun bagaimana penting urusan sicu, namun kalau hanya berhenti sebentar untuk minum teh, tentu tak akan menghambat perjalanan sicu. Apalagi sicu bertiga menaiki kuda yang hebat, dalam waktu singkat tentu dapat mencapai kota Ki-he-koan Tiau Ing totiang sudah lama mendengar sicu memiliki kepandaian yang tinggi dan ilmu pedang yang tiada tandingannya." Li Kun tahu bahwa Hian Leng totiang hendak mengulur waktu saja, maka iapun marah dan terus membentak: "Tutup mulutmu" Cepat ia mencabut pedang dan mendamprat pula: "Jelas hendak menuntut balas pada peristiwa di lembah gunung Hok san, mengapa pakai alasan suruh singgah ke dalam biara. Kalau mempunyai kepandaian lekaslah engkau cabut pedangmu, tak usah banyak bicara. Kalau merasa tak punya kepandaian lebih baik kalian menyingkir jika masih ribut, pedang Pek-soang-kiam ditanganku ini akan mengantar jiwa kalian ke akhirat." Mendengar nama pedang Pek-soang-kiam atau pedang Salju-putih, berobahlah wajah Hian Leng seketika, ia tak sangka bahwa nona jelita itu ternyata murid dari rahib tua Liong San loni. Gin Liong dan Yok Lan pun baru tahu kalau Li Kun mempunyai pedang yang disebut Pek-soang kiam. Menilik wajah Hian Leng berubah pucat, jelas pedang itu tentu sebuah pedang pusaka yang hebat. Imam Kong Beng dan Ceng Beng yang berdiri disisi Hian Leng, sudah pucat, Matanya memandang kearah biara Ka-hian-kwan dilereng gunung. Hian Leng tertawa mengekeh. "Heh... heh, kalian budak2 kecil berani membunuh dua orang tianglo kami. Dendam itu tidak mungkin kami maafkan. walaupun kepandaianku rendah, tapi aku tetap hendak mengadu jiwa dengan kalian. Demikian pula kepala dari biara Ki-hekwan itu adalah sahabatku yang tak akan memberi jalan kepada kalian." Habis berkata ia terus mencabut pedang, Melihat itu Li Kun makin marah, teriaknya: "Aku tak mempunyai waktu untuk meladeni kalian, Ayoh, majulah saja tiga orang serempak."
Mendengar itu Hian Leng tertawa nyaring. Sebaliknya imam Ceng Beng dan Kong Beng makin pucat. Tetapi karena Hian Leng sudah mengeluarkan pedang, terpaksa kedua imam itupun mencabut pedangnya. "Kalau kalian tak lekas menyerang, akulah yang akan menyerang." seru Li Kun, seraya loncat turun dari kuda terus dengan jurus Yan-swat-hui-hwa atau Saljuberlebar-bunga-berhamburan, menyerang Hian Leng. Kong Beng dan Ceng Beng membentak dan menyerang dari kanan kiri, Sedang Hian Leng pun segera bergerak maju. Yok Lan pun sudah loncat turun dari kuda, ia terkejut karena ketiga imam itu benar2 maju bertiga, Berpaling kebelakang dilihatnya Gin Liong masih tetap duduk diatas kudanya. Li Kun mendengus, ia segera mainkan jurus Ce-gwat-kiau hui atau Bulan-bintangberadu-cahaya, berpencar menyongsong Kong Beng dan Ceng Beng. Karena tahu akan kelihayan pedang si jelita. kedua imam itupun menyurut mundur lima langkah. Saat itu pedang Hian Leng itupun sudah tiba dimuka Li Kun, Ternyata serangan pada kedua imam tadi hanya suatu gerak kosong untuk memikat Hian Leng, Selekas Hian Leng benar2 menyerang, Li Kun berteriak nyaring, menengadahkan tubuh dan secepat kilat pedang segera diganti dengan jurus It-cut-keng-thian atau Sebatangtiang-menyanggah-langit. Rupanya Hian Leng memang benar2 hendak mengadu jiwa, Dia tak mau merobah jurusnya, Tring!, pedangnya pun segera terpapas kutung, Tetapi sedikit pun imam tua itu tak terkejut. Bahkan dengan meraung keras, tangannya mengendap kebawah dan tusukkan kutungan pedang ke perut si nona. Dalam pada itu Kong Beng dan Ceng Beng tadipun serempak membacok kedua bahu Li Kun, diserang dari tiga jurusan itu, keadaan Li Kun memang berbahaya. Gin Liong membentak keras terus loncat dari kuda, sedang Yok Lan pun loncat menerjang. Tiba2 Li Kun melengking keras. Tubuh condong kemuka, menahan pedang kutung lawan dengan pedangnya lalu dengan meminjam tenaga benturan itu, ia enjot tubuhnya berjumpalitan kebelakang. Gin Liong terkejut dan hentikan gerakannya. Demikian pula Yok Lan.
Karena penghindaran yang luar biasa dari Li Kun itu maka bacokan Kong Beng dan Ceng Beng mengenai angin kosong ,Tetapi Hian Leng tetap tak berhenti, dengan kalap ia tetap menusuk kemuka. Sudah tentu kedua kawannya menjerit kaget dan menangkis. "Tring . ." mereka bertiga saling berhantam pedang sendiri, Dan karena sama2 menggunakan kekuatan, benturan itu menyebabkan mata mereka ber-kunang2. Dan karena takut kalau Li Kun menyerang, cepat mereka berputar diri lalu membolang-balingkan pedang kekanan kiri. Tiba2 pada saat itu dari lereng gunung terdengar sebuah suitan nyaring, Mendengar itu semangat ketiga imam itu bangun kembali. Gin Liong pun memandang kearah gunung, Tampak sesosok bayangan berlari secepat terbang menuruni gunung, Ternyata yang datang itu seorang imam tua yang rambutnya putih mengenakan jubah kelabu, punggungnya menyanggul sebatang pedang. Gin Liong cepat menduga bahwa imam itu tentulah imam Tiau Ing, kepala dari biara Ki-he-kwan. Pada saat imam Tiau Ing tiba di kaki gunung, dari arah biara itupun segera muncul berpuluh imam juban kelabu. Saat itu Tiau Ing sudah melayang tiba ditengah Hian Leng, Lebih dulu ia memandang muka muka Hian Leng yang begap karena saling bentur dengan kawannya sendiri tadi. "Kwan-cu", segera imam Hian Leng memberi keterangan, "yang membunuh kedua tianglo dari perguruanku tempo hari, ialah budak itu." ia menuding Gin Liong yang berdiri diapit oleh dua nona. Sejenak memandang Gin Liong bertiga, imam Tiau Ing itu tertawa nyaring lalu berseru lantang: "Kukira seorang manusia yang berkepala tiga berlengan enam kiranya hanya seorang budak yang belum hilang bau pupuknya." Nadanya congkak sekali seolah tak memandang mata kepada Gin Liong yang dapat merubuhkan dua orang tianglo partai Kiong-lay-pay. Dengan sikapnya itu, orang menduga ia tentu memiliki kepandaian yang sakti.
Gin Liong kerutkan alis dan tertawa dingin: "Sebagai kepala dari biara Ki-hekwan, lotiang tentulah seorang imam yang berilmu tinggi dan dapat membedakan kejahatan dan kebaikan, salah dan benar. Melanggar pantangan bagi kaum imam yakni temaha, congkak, bohong." Imam Tiau Ing cepat tertawa menukas. "Budak yang tak kenal tingginya langit dalamnya lautan, berani benar engkau menilai diriku!" Li Kun tak sabar lagi. Tanpa menunggu imam itu menyelesaikan kata2nya, ia terus tampil ke muka dan menggeram, "Karena engkau memang seorang imam yang tak mengerti nalar dan tak kenal sifat manusia, mengapa banyak mulut. Lekas cabut pedangmu agar jangan banyak pejalan yang keburu datang di tempat ini." Imam tua Tiau Ing melihat bahwa disekeliling tempat itu memang telah banyak pejalan2. Anak buah biara Ki-he-kwan pun juga banyak yang datang, ia tertawa makin angkuh. "Sudah berpuluh tahun aku tak pernah menggunakan pedangku Untuk melayani seorang budak perempuan seperti dirimu, mengapa aku perlu memakai senjata?" Li Kun tak mau banyak bicara lagi. ia terus maju menyerang Cepat dan dahsyat, dengan tertawa gelak2. Tiau Ing kebutkan lengan jubah seraya menghindar kesamping. Li Kun tertawa dingin. ia robah jurus ilmu pedangnya dengan jurus Pok-coh-huncoa atau Memukul-rumput-mencari-ular, segulung sinar pedang segera berhamburan menimpah lawan. Baru kaki tegak, pedang sudah memburunya lagi, benar2 membuat imam tua itu terkejut. Dengan membentak keras, ia menyurut mundur tiga langkah, kemudian maju lagi merebut senjata lawan dengan ilmu Gong jiu-peh-jiu atau dengan tangan kosong merebut senjata. Li Kun mendengus geram. Setelah menyalurkan tenaga dalam ke pedang, ia berturut-turut menyerang tiga kali. Selama ini belum pernah kepala biara Ki-he-kwan itu menyaksikan suatu ilmu pedang yang sedemikian hebatnya. Apabila ia tak menguasai ilmu pedang dan
pukulan, mungkin saat itu perutnya sudah pecah berhamburan. Tetapi Li Kun sendiri juga terkejut ketika tiga kali serangannya itu musuh dapat menghindarnya, tak berani memandang rendah lagi. Juga Gin Liong yang terus memperhatikan pertempuran itu, diapun juga terkejut melihat kepandaian ketua biara Ki he-kwan itu. hanya dengan tangan kosong ia mampu melayani serangan pedang Li Kun. Sedangkan Yok Lan hanya tegak dengan cemas, ia kuatir kalau imam itu menggunakan pedang, kemungkinan Li Kun tentu kalah. Bertempuran berjalan makin seru, bayangan pukulan sederas hujan mencurah, sinar pedang bagaikan kilat menyambar, walaupun dengan tangan kosong tetapi tamparan lengan jubah Tiau Ing itu seperti gelombang mendampar, secepat angin melanda. Li Kun pun tak kurang gesitnya, ia berencana dengan tangkap selincah burung sikalam. Makin lama makin gagah sehingga sukar untuk mengenali kedua orang itu. Diam2 Yok Lan menimang bahwa setelah menghadapi kelima imam, seharusnya beristirahat dulu, Diam2 ia memutuskan untuk menggantikannya. Setelah mengambil keputusan, diam2 ia segera menghafalkan beberapa jurus ilmu pedang ajaran Hun Hu siantiang. Setelah itu baru berseru: "Taci Kun, harap beristirahat dulu, Biarlah aku yang menggantikan." Sehabis berkata dengan gerak laksana burung hong, ia melayang kemuka. "Lan-moay, kembalilah . . ." Gin Liong berseru kaget. Tetapi serempak dengan itu Hian Leng loto sudah merebut pedang imam Kong Beng dan terus menerjang Yok Lan. Nona itupun hentikan gerakannya, balikkan tangan dan tusukkan ujung pedangnya kebatang pedang Hian Leng. Hian Leng mengerang tertahan karena pedangnya tersiak kesamping. Secepat itu pula Yok Lan meneruskan membacok siku lengan kanan lawan. Hian Leng menjerit kaget, ia lepaskan pedang dan loncat mundur, keringatnya bercucuran deras. Setelah mengundurkan Hian Leng, Yok Lan pun lanjutkan gerakannya menerjang imam Tiau Ing. Melihat kedatangannya, Tiau Ing tertawa gelak2. "Ha, ha, bagus, aku hendak menguji sampai mana kepandaian ilmu pedangmu !" serunya, ia tinggalkan Li Kun dan lari menyongsong Yok Lan. juga seperti
menghadapi Li Kun, imam itu tetap menggunakan kibasan lengan jubahnya. Li Kun marah, dengan memekik nyaring ia hendak menerjang lagi. tetapi saat itu Yok Lan malah menghentikan permainan pedangnya, imam Tiau Ing tertawa dingin, kedua tangannya menampar dengan cepat kearah lengan dan bahu dara itu. Gin Liong dan Li Kun terkejut. Keduanya serempak menjerit kaget. Melihat si dara tak menangkis pun tak menghindar, dengan mendegus geram Tiau Ing lanjutkan kedua tangannya menjadi suatu pukulan yang sungguh2. Dalam detik2 yang berbahaya itu, tiba2 Yok Lan gerakkan pedang menusuk tenggorokan si imam. Kecepatannya bagaikan kilat menyambar. Tiau Ing terkejut sekali, Dengan gopoh ia kebutkan lengan jubah seraya menyurut mundur. Tetapi Yok Lan tak mau memberi kelonggaran lagi, ia loncat maju dan menabas, cres . . . . lengan baju kepala biara Ki-he-kwan seketika terpapas kutung. Yok Lan hentikan serangannya dan berdiri tegak. Saat itu baru Gin Liong dan Li Kun mengakui bahwa apa yang diagungkan orang persilatan bahwa ilmu pedang Hun Hu siantiang itu merajai dunia persilatan memang bukan suatu pujian kosong. Dua buah gerakan Yok Lan tadi, menunjukkan suatu jurus ilmu pedang yang luar biasa, penuh perobahan yang tak terduga, tenang laksana air telaga, cepat laksana kilat menyambar, lincah bagai ular terkejut, ringan bagai daun kering gugur di tanah. Sungguh suatu ilmu pedang yang jarang terdapat didunia persilatan. Hian Leng dan berpuluh anak murid biara Ki he-kwan, terlongong-longong heran. Diam2 mereka menggigil dalam hati. Kepala biara Ki-he-kwan memiliki ilmu permainan pedang dan pukulan yang hebat, jarang orang dapat menandinginya. Tetapi menghadapi seorang dara baju putih yang tak terkenal, kepala biara itu dipaksa harus mengucurkan keringat dingin. Diantara orang2 yang berkerumun dijalan itu terdapat juga orang2 persilatan. Tanpa disadari mereka berteriak memuji. Ketika imam Tiau Ing berdiri dan melihat jubahnya terbabat rompal, seketika wajahnya membesi, jenggotnya sampai gemetaran. Sepasang matanya memandang Yok Lan dengan pandangan kejut keheranan. Sesaat mendengar sorak sorai orang yang menyaksikan pertempuran itu, Tiau Ing makin merah padam mukanya, serentak ia menengadahkan kepala dan tertawa
nyaring lalu berseru dengan congkak. "Selama aku menggunakan pedang, jarang aku bertemu dengan orang yang mampu menandingi. Sejak berpuluh tahun, tiada seorang yang mampu melayani pedangku sampai sepuluh jurus." Habis berkata ia memandang Gin Liong bertiga dan berseru nyaring: "Diantara kalian bertiga barang siapa mampu melayani aku sampai satu setengah jurus, kalian bebas melanjutkan perjalanan..." "Hm, apakah engkau yakin dapat menghalangi kami." tukas Li Kun yang marah terhadap kesombongan imam tua itu. Dengan mata memancar dendam, Tiau Ing memandang ketiga anak muda itu lalu tertawa dingin. Kemudian mengangkat tangannya dan tahu2 sudah mencabut pedang dari bahunya. Wajah Gin Liong berobah seketika, ia tahu bahwa pedang imam itu sebuah pedang pusaka, ia meragu, demikian pula Li Kun. Tetapi Yok Lan yang sudah gemas segera menantang: "Totiang sebagai seorang kepala biara, apa yang lotiang ucapkan tentu dapat kita percaya. Baik, akulah yang akan menerima pelajaran barang beberapa jurus dari lotiang . . ." ia tersenyumsenyum sambil siapkan pedang, menunggu serangan. Kepala biara Ki-he-kwan sudah berpuluh tahun meyakinkan ilmu pedang, Melihat sikap dara itu, seketika berubah wajahnya. Dilihatnya dara itu mencekal pedang lurus kemuka, semangat dan hawa murni telah dipusatkan satu. Kesemuanya itu merupakan sikap dari ilmu pedang tingkat tinggi, Benar2 imam itu tak habis mengerti mengapa dalam dunia persilatan telah muncul seorang dara yang memiliki ilmu pedang sedemikian saktinya. Diam2 imam Tiau Ing mengeluh dalam hati karena hilang kepercayaan pada dirinya, adakah ia mampu memenangkan dara itu. seketika terlintas suatu pemikiran dalam benaknya, ia tertawa gelak2, serunya: "Jangan kuatir nona, pinto tak nanti menelan kata2 pinto lagi. Asal engkau mampu melayani sampai sepuluh jurus, pinto tentu akan melepaskan kalian bertiga." Diam2 Yok Lan sudah dapat membaca isi hati lawan, jika tadi imam itu mengatakan hanya satu setengah jurus, sekarang dia menghendaki sepuluh jurus, tetapi sebagai
seorang dara yang masih berdarah panas, Yok Lan pun tak menyangkal. "Baiklah, janji telah kita sepakati, silahkan lotiang segera mulai!" Tiau Ing tertawa gelak, serunya: "Pinto sudah berumur 80 tahun. rambut sudah putih semua, sudah tentu tak layak untuk menyerang lebih dulu, Engkaulah yang menyerang lebih dulu !" Walaupun nadanya tenang tapi wajah imam itu memang tegang, kerut kesombongannya sudah tak terlihat lagi. Mendengar Tiau Ing bermula menyebut diri sebagai kwan-cu atau kepala biara kemudian turun dalam sebutan pinto, tahulah Gin Liong dan Li Kun bahwa imam itu sudah terdesak dalam keadaan sulit, ibarat orang naik dipunggung harimau. Bahwa dalam sekali gebrak saja, dara baju putih itu sudah dapat mengalahkan Hian Leng, tahulah Gin Liong bahwa imam Tiau Ing itu sudah tak mempunyai harapan untuk menang, ia hanya berharap tidak sampai kalah saja. Yok Lan yang cerdas, cepat dapat megetahui isi hati kepala biara Ki he-kwan itu. ia tertawa hambar, sebelah mengiakan ia terus taburkan pedangnya dalam jurus burung hong-keluar-sarang. Dua sinar pedang sekali berhambur mengarah kedua bahu Tiau Ing. Kepala biara Ki-he-kwan itu menyadari bahwa hal itu ia berhadapan dengan seorang lawan yang tangguh, ia tak berani memandang rendah lagi, Diam2 ia segera kerahkan tenaga dalam kelengannya lalu mengalir kebatang pedang. Dengan mengandalkan pedang pusakanya ia hendak coba merebut kemenangan. Selekas Yok Lan menyerang kedua bahunya, Tiau Ing lalu gunakan jurus Hun-hoahud-liu untuk membabat pedang dara itu. Yok Lan menyaksikan selainkan cepat pun gerakan pedang imam itu mengandung tenaga dalam yang kuat sekali, Mau tak mau, iapun harus berhati-hati untuk menghadapinya. Berputar tubuh dan mengisar langkah, ia endapkan pedang dan menabas pinggang lawan. Melihat dua buah jurus yang dimainkan dara itu merupakan jurus biasa, semangat Tiau Ing bangkit kembali, demikian pula dengan kesombongannya pun timbul. Dengan membentak keras, tiba ia robah gerakan pedangnya, Dengan ilmu pedang
yang dipelajari selama berpuluh tahun, ia segera melancarkan serangan yang deras dan dahsyat. Setiap gerakan pedangnya tentu merupakan serangan maut dan mematikan Demikian terjadilah suatu pertempuran pedang yang dahsyat dan mengagumkan. Deru angin dan sinar pedang yang menyilaukan mata. segera melihat tubuh Yok Lan dalam lingkaran sinar pedang yang ketat. Dalam kepungan sinar pedang maut itu, tak hentinya mulut Yok Lan melengking dan menjerit mengiring permainan pedangnya untuk menangkis, Beberapa saat kemudian sinar pedang imam Tiau Ing itupun makin menyurut sekalian orang yang menyaksikan pertempuran itu terkejut sekali. Di lain pihak pedang Yok Lan masih tetap melancar bagaikan air bengawan yang mengalir tiada hentinya, Setiap kali tentu terdengar suara mendering ketika ujung pedang dara itu menutuk batang pedang lawannya. Pedang kepala biara Ki-he-kwan itu makin lamban gerakannya, gulungan sinarnya pun makin pudar, sambil berlincahan ke kanan kiri, ia terus menerus terdesak mundur. Dari menyerang ia berbalik diserang habis2an oleh si dara, sehingga keadaannya pontang panting tak keruan. Terdengar desuh dan desah disertai seruan tertahan dari orang2 yang menyaksikan ditepi jalan. Berpuluh-puluh imam anak buah biara Ki-hian-kwan serempak berobah pucat wajahnya dan berdebar-debar keras. Tak kecewa kepala biara Khi-he-kwan itu sebagai seorang jago pedang yang telah mempelajari ilmu pedang selama berpuluh tahun, walaupun terdesak dan berlincahan menghindar mundur tetapi dia tetap dapat menutup diri dengan ketat sedikitpun tak terpengaruh suara hiruk dari penonton. Tujuan Yok Lan hanyalah menyelesaikan sepuluh jurus dengan cepat. Tetapi karena lawan telah berganti dengan sikap bertahan, maka iapun memperlambat serangannya. Sebagai seorang jago pedang kawakan, sudah tentu kepala biara Ki-he-kwan itu dapat mengetahui isi hati si dara, Tetapi ia tak berdaya untuk merobah situasi karena pedang si dara itu masih tetap melancar dengan ketat. tanpa memberi kesempatan lawan untuk mengisi lubang kelemahannya." Demikian dalam beberapa kejap saja, pertempuran telah berlangsung sepuluh
jurus, Tiba2 imam Tiau Ing tertawa gelak2 dan terus loncat mundur sampai dua tombak. Yok Lan pun hentikan pedangnya. "Ilmu pedang totiang, benar2 jarang terdapat dalam dunia, Terima kasih atas pelajaran berharga yang totiang berikan." seru dara itu. Puas tertawa, kepala biara Ki-he-kwan itu berseru nyaring: "Selama berpuluh tahun, baru kali ini pinto bertemu dengan orang yang mampu melayani pedang pinto sampai sepuluh jurus." Yok Lan geli dalam hati. Imam tua itu masih besar mulut, tak menyadari bahwa sesungguhnya ia memang tak mau menyerang lebih dahsyat lagi. Kepala biara Ki-he-kwan berputar tubuh dan berseru kepada anak buahnya: "Beri jalan dan pulang ke biara." Selekas menyimpan pedang tanpa menunggu penyahutan Yok Lan lagi, imam itu terus kebutkan lengan jubah dan terbang lari kelereng gunung. Karena pemimpinnya sudah pergi, kawanan imam itupun segera berbondongbondong lari mengikuti. Karena gelagatnya jelek, Hian Leng, Kong Beng dan Ceng Beng ketiga imam pun ikut rombongan mereka. Yok Lan pun cepat mengajak Gin Liong dan Li Kun: "Mari kita lekas pergi, orang2 berbondong-bondong kemari." Gin Liong dan Li Kun tertawa. "Mereka sudah bubar, yang dari utara menuju ke selatan, yang dari selatan menuju ke utara, Apabila lewat disini. merekapun hanya ingin memandangmu sejenak." kata Li Kun tertawa.
Biau-biau Sian-kho Demikian mereka bertiga segera naik kudanya pula, Saat itu matahari sudah mulai condong ke barat, Diam2 Gin Liong berkata dalam hati: "Ah, mungkin akan terjadi sesuatu lagi." Berpaling kebelakang dilihat Li Kun berkuda dibelakang t