Kemerdekaaan Pakistan Timur di Hadang Krisis Ekonomi Yuliani Sri Widaningsih Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Jl. Letjend. Sujono Humardani No. 1 Sukoharjo 57521 Telp. 0271593156 Abstrak Peristiwa sejarah yang terjadi kurang lebih 40 tahun yang lalu ternyata masih sangat relevan untuk selalu dikaji pada masa kini, terutama yang menyangkut krisis politik ekonomi dan perang. Hal ini dapat dijadikan sebagai strategi kognitif dalam mensiasati kebutuhan dan semangat zaman untuk menyelesaikan krisis. Sebuah tulisan revlektif yang menggugah kesadaran suatu bangsa bahwa yang menyangkut masa depan kehidupan Negara dan bangsa hendaknya bercermin ke peristiwa masa lalu, agar langkah yang ditempuh guna mengatasi masalah tersebut diperlukan stabilitas politik dan keamanan dalam negeri agar kedepan lebih baik. Hal ini dapat melihat kembali tentang kemerdekaan Pakistan Timur (Bangladesh) yang selalu diwarnai perang, lankah politik yang ternyata bukan merupakan jawaban yang tepat sebab peristiwa semacam ini diperlukan diplomasi dan kerjasama International guna penyelesaian masalah. Tulisan ini menyajikan sebuah revelaksi tentang perlunya paradigm baru dalam menangani masalah krisis politik dan kenegaraan karena semangat zaman telah berubah. Kata-kata kunci: Stabilitas politik, keamanan, kerjasama.
Pendahuluan Lepasnya Pakistan dari India, pada tahun 1947, maka kehadiran Bangladesh sebagai negara merdeka tahun 1971 mengalami proses serupa dengan kelahiran negara Pakistan. Yang membedakan kelahiran Pakistan dibarengi pertanyaan akan kemampuannya dalam mempertahankan integritas daerah, sedangkan tanda tanya yang mengikuti kehadiran Bangladesh ialah tentang kemampuan dalam membangun perekonomian guna meningkatkan taraf hidup rakyatnya. Hal ini tak mengherankan mengingat daerahnya sempit dan telah lama terlantar, apalagi kerusakan yang diderita akibat perang cukup parah. Dalam keadaan normal meskipun tidak menderita perang, sulit untuk melangkah kedepan sejajar dengan negara lain. Keterbelakangan telah lama mencekam kehidupan rakyat Bangladesh, sehingga masuk dalam predikat negara miskin. Ketika Bangladesh masih bersatu dengan Pakistan, kemiskinan rakyat dapat dikatakan oleh para pemimpin Bengali sebagai akibat penindasan yang dilakukan Pakistan. Namun sejak daerah itu berdiri sendiri, mereka tak bisa menuding pihak lain sebagai penyebab kemelaratan. Mereka harus bertanggung jawab sendiri untuk meningkatkan taraf hidup rakyatnya. Bahaya kelaparan tak jarang menimpa rakyat Bangladesh, sementara bahaya banjir dan angin cyclone sewaktu-waktu dapat melanda negeri ini dengan kerusakkan besar. Hal ini ditambah lagi perkembangan jumlah penduduk semakin meningkat, sehingga masuk rangking ke 8 negara-negara penduduknya di dunia. Untuk dapat memecahkan persoalan ekonomi Bangladesh memang diperlukan tenaga ahli serta dana yang besar dan waktu yang lama. Pembangunan ekonomi agar berhasil di Bangladesh harus disertai politik yang stabil namun demikian hal ini merupakan tantangan berat bagi para ahli yang ulung sekalipun. Itulah sebabnya ada pendapat yang mengatakan jika Sheikh Mujibur Rahman dapat menjawab tantangan tersebut maka ia akan menjadi “the greatest the-builder of contemporary history (Talukder Maniruszaman 1975: 107
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
128). Ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi Bangladesh sangat berat. Bantuan pihak lain sangat diperlukan dan kejujuran para pemimpinnya tak boleh diabaikan sehingga kehidupan rakyatnya akan bertambah baik. Adanya hal-hal seperti didepan perlu juga dipahami menjelang berakhirnya perang di Bangladesh sampai timbulnya kudeta 15 Agustus 1975 dan menewaskan Mujibur Rahman. Berakhirnya Perang Secara resmi Bangladesh berdiri pada 17 April 1971, namun peperangan masih berjalan terus. Para pengungsi orang Bengali terus membanjir melintasi perbatasan, menuju ke India dan sampai Desember 1971 jumlahnya mencapai 9,6 juta orang, sehingga merupakan beban berat yang dipikul India (William Norman Brown, 1972: 222). Masalah penungsi inilah yang dijadikan alasan India melakukan interfensi militer secara langsung dalam perang yang berlarut-larut di Bangladesh. Perdana menteri Indira Ghandi menyatakan bahwa India harus mengambil langkah untuk menekan kekejaman pasukan Pakistan di Bangladesh. Para pengungsi datang ke India bersifat sementara, meskipun jumlah pengungsi itupun sebagai beban bagi India yang perekonomiannya lebih baik namun tetap saja menimbulkan masalah baru baginya. Tentang Bangladesh yang dulu dikenal debagai Pakistan Timur itu urusan dalam Negeri Pakistan (Tempo no 44, 1972: 15) Walaupun bantuan makanan, obat- obatan dll terus mengalir dari badan-badan kemanusiaan dan pemerintah Negara lain tetap saja bantuan itu tidak mencukupi sehingga pemerintah India terus mengeluarkan biaya 3 US $ setiap hari, oleh sebab itu interfensi militer India diharapkan dapat mempercepat pemulangan pengungsi (Tempo no 44, 1972: 18). Pada pihak lain, Pakistan menuduh soal pengungsi hanyalah dalih bagi India untuk menutupi maksud-maksud terhadap Pakistan. Gerakan separatis Pakistan Timur terjadi karena hasutan India, terbukti bahwa gerilyawan Bangladesh yang menamakan dirinya Mukti Bahini mendapatkan perlengkapan militer dari India. Banyaknya peluru yang menyebrangi perbatasan dalam pertempuran besar maupun kecil menyebabkan India menyeberangkan pasukan secara besar- besaran melintasi perbatasan menuju Bangladesh, akibatnya perang India Pakistan tidak dapat terelakan (Tempo no 39, 1971: 12). Sejak semula dapat diduga siapa yang memenangkan perang yang meletus pada 3 Desember 1971, karena kekuatan Pakistan tidak seimbang dengan yang dimiliki oleh India. Pertempuran ini berjalan dari utara, barat dan timur sementara armada India dipersiapkan melakukan blockade di teluk Benggala. Kesulitan Pakistan melawan India dibarengi kehidupan rakyat yang tidak memberikan kerjasama bahkan memandang pasukan India sebagai liberating force, sebagai tentara yang membebaskan kelompok yang tidak setuju pada Pakistan. Sasaran utama tentara India adalah merebut kota Dacca. Sesudah bertempur beberapa lama akhirnya panglima tentara Pakistan dibagian timur Jendral Niazzi, menyerah tanpa syarat dan menanda tanggani naskah penyerahan dihadapan panglima tentara India dibagian timur Jendral Singh Aurora, yang terjadi pada tanggal 16 Desember 1971 (Tempo no 44, 1972:.20). Setelah Dacca jatuh pemerintah Bangladesh dalam pengasingan di Calkuta kembali ke Dacca dan membentuk pemerintahan sementara. Dua minggu sejak berdirinya pemerintahan sementara yang diusahakan adalah membebaskan Sheikh Mujibur Rahman dari tahanan Pakistan (Raunaq Jahan, 1972: 201). Akhirnya Zulfikar Ali Bhutto presiden Pakistan berkeputusan untuk membebaskan Sheikh Mujibur Rahman tanpa syarat. Pada tanggal 8 Januari 1972 Zulfikar Ali Bhutto mengantarkan Mujibur rahman ke Rawalpindhi untuk terbang ke London sesuai dengan 108
WIDYATAMA
Yuliani Sri Widaningsih. Kemerdekaaan Pakistan Timur di Hadang Krisis Ekonomi ..........
siaran kilat sesudah peristiwa itu terjadi (William Norman Brown, 1972: 220). Di London Mujibur Rahman mengadakan pembicaraan dengan perdana menteri Inggris Edward Heath. Sepulang dari London kemudian berunding dengan perdana menteri Indira Gandhi dan akhirnya tiba di Dacca pada 1972 disambut sebagai Bangladesh’s Liberator yang berarti sebagai pembebas Bangladesh tanggal 10 Januari (William Norman brown, 1972: 221). Ditenggah ratusan ribu rakyatnya dia sempat berpidato yang menyatakan bahwa hubungan dengan Pakistan telah berakhir dan meminta rakyatnya bersatu serta menjadikan rumah mereka sebagai benteng. Perang Penyebab Kerusakan Kemerdekaan Bangladesh dibayar darah rakyatnya terlalu banyak untuk mempertahankan tumpah darahnya. Ketika seorang diplomat asing memasuki Dacca ia menyaksikan gerobak-gerobak dihentikan oleh tentara Pakistan dan seluruh muattannya yang berisi rakyat Bangladesh diturunkan dan ditembak mati, kemudian ditenggelamkan dalam sungai. Demikian kalimat yang disampaikan: “My own estimate is that more people were killed by the Pakistanis then died in the cyclone” (Kevin Rafferty, 1972: 101). Korban jiwa akibat perang mendekati 1 juta orang, dan hampir seluruh infrastruktur hancur. Di samping itu tindakan tidak sopan pasukan Pakistan terhadap wanita-wanita Benggali sangat menyakitkan, sedangkan jumlah pengungsi yang menyeberang ke India mendekati 6 juta orang disamping pengungsi di wilayah Bangladesh itu sendiri (Michaek J. Walsh S.J 1975: 17). Akibat perang yang paling menderita ialah kaum tani karena terbengkalainnya usaha-usaha pertanian yang dijadikan sebagai medan perang sehingga usaha-usaha ini tak dapat dikerjakan bahkan selama hamper 1 tahun usaha pertanian dan perkebunan di perbatasan tak dapat diolah (Michaek J. Walsh S.J, 1975: 17). Penderitaan rakyat Bangladesh berlangsung hampir 1 tahun, dan untuk membangun kembali puing-puing tersebut biayanya sangat besar, butuh waktu yang lama dan tenagatenaga yang terampil. Lebih parah lagi para cendikiawan Bengali banyak terbunuh dalam perang tersebut. Pada bulan Juni 1971 sebelum India melakukan intervensi, pihak bank dunia dan dana moneter Internasional mengadakan survey di Bangladesh untuk rehabilitasi dibutuhkan dana US $70 juta (Tempo no 44, 1974: 19). Jumlah itu pasti akan meningkat lebih banyak lagi dengan adanya perang India Pakistan. Suatu dokumen yang berhasil diketemukan menunjukkan bahwa pasukan Pakistan yang diperintahkan untuk melakukan pembunuhan masal, pembakaran, dan pembantaian terhadap kaum intelaktual Bangali serta menghancurkan sumber-sumber alamnya (Tempo no 20, 1974: 19). Untuk rehabilitasi kaum pengungsi, seperti yang dikemukakan oleh menteri dalam negeri A.A.M. Kamaruzaman diperlikan biaya £ 1.100 Juta (Tempo no 45, 1972: 13). Berbagai Usaha Perbaikan Pembebasan Mujibur Rahman dan kemerdekaan yang dicapai Bangladesh tidak mengakhiri penderitaan rakyat, kesulitan-kesulitan ekonomi mulai menampakan diri secara terbuka dibawah suasana kebebasan negeri itu. Bangladesh sebagai negara agraris sebagiuan besar penduduknya tinggal dipedesaan dan jumlah penduduk berdasarkan sensus 1972 lebih dari 70 juta jiwa. Setengah dari jumlah tersebut menderita kekurangan makanan dan 17% buta huruf (Raunaq Jahan, 1972: 208). Oleh sebab itu untuk ukuran Bangladesh para petani ini tidak semuannya meliliki tanah garapan, ini menunjukkan adanya kelebihan penduduk yang dikenal dengan istilah superfluous people yang tidak dapat WIDYATAMA
109
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
mempergunakan tenaganya secara produktif (Yuri. Gankovsky, 1974: 220). Jadi mereka tidak bekerja bukan karena malas tetapi memang tidak ada yang dikerjakan, berdasarkan pendapat para ahli ekonomi Bangladesh, jumlah penganguran mencapai 7 Juta orang (Yuri. Gankovsky, 1974: 221). Para pengangur yang paling berbahaya ialah mereka yang pernah menjadi gerilyawan berjuang membebaskan Bangladesh. Jika mereka menganggur terlalu lama akan menimbulkan frustasi dan dapat menimbulkan kekacauan, oleh sebab itu para gerilyawan ini oleh pemerintah disekolahkan dan diberikan lapangan pekerjaan jika mereka menyerahkan senjata pada pemerintah (Tempo no 49, 1972: 11). Demikianlah maka pemerintah mengusahakan usaha pertanian menjadi bisnis industri dengan cara dimodernisasi untuk mendapatkan hasil produksi beras dan gula. Pengusahaan yute masih dapat dipertahankan dan masih dapat diusahakan asalkan bekerja sama dengan India, sehingga persaingan pasaran dapat dihindari. Hal ini didukung oleh hutan-hutan disekitar Chittagong dapat menunjang Industri kertas (Tempo no 44, 1972: 19). Dengan demikian diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang jumlahnya banyak. Namun demikian, karena tingkat perekonomian penduduk mencapai 2,5 % per tahun maka akan menyebabkan persoalan baru bagi Bangladesh yang diperkirakan tahun 2000 Bangladesh berpenduduk 160 Juta Jiwa (Michael J. Walsh E.J. 1975: 19). Di samping itu letak Bangladesh sendiri secara geografis kurang menguntungkan karena wilayahnya menjadi tempat bermuaranya 3 sungai besar yakni Gangga, Brahmaputra, dan Yamuna, serta sungai-sungai itu berasal dari negeri lain ialah India. Tanpa kerjasama dengan India bencana alam akan mengancam Bangladesh sepanjang masa terutama dalam musim penghujan. Kerjasama dengan India merupakan kerjasama yang paling baik untuk mengatur pembagian air sungai itu. Itulah sebabnya Bangladesh secara beruntun ditimpa malapetaka banjir disebabkan muara sungai-sungai besar tersebut. Dari bulan Januari 1972 sampai bulan Juni 1973 badan-badan kemanusiaan antara lain UNROB (United Nation Relief Operation In Bangladesh yakni operasi bantuan PBB di Bangladesh), komite palangmerah international, badan rehabilitasi dan pemulihan ekonomi Bangladesh yang didirikan dibawah lindungan gereja-gereja sedunia memberikan bantuan berupa uang,tenaga kesehatan, obat-obatan dan ahli-ahli pertanian dll (Michael J Walsh S.J 1975: 19). Bulan Januari 1972 badan kemanusiaan dalam pertemuan di Dacca memutuskan mengangkat perdana menteri Bangladesh sebagai koordinator semua bantuan asing tersebut dan diharapkan mencapai sasaran. Ada yang bergerak di bidang pertanian, bergerak dalam bidang pengangkutan serta bidang-bidang lain yang menciptakan lapangan kerja (Michael J Walsh S.J 1975: 21). Pada Akhir Desember 1973 badan-kemanusiaan mengakhiri operasinya dibangladesh namun demikian ekonomi Bangladesh tetap menunjukkan gejala-gejala krisis yang meningkat (Talukder Maniruzzaman, 1974: 117). Menyadari adanya tantangan berat yang dihadapi Bangladesh, pemerintah mengadakan usaha pendekatan terhadap India dan Uni Soviet bekerja sama dalam bidang ekonomi. Dekatnya hubungan India Bangladesh memunculkan tuduhan bahwa Bangladesh adalah boneka India, untuk itu Mujibur Rahman mengadakan perundingan dengan Indira Gandhi agar pasukan India yang di Bangladesh ditarik kembali ke India, hal ini terjadi pada 25 maret 1972 bersamaan tanggal bersejarah dimulainya penindasan rakyat Bengali oleh Pakistan tahun1971 (Tempo no 50, 1972: 11). Selanjutnya untuk mengurangi masuknya barang-barang produksi India yang harganya mahal, pemerintah India hanya memberi visa pada pedagang yang bisa bergahasa Bengali (Tempo no 17, 1972: 12). Kunjungan Mujibur Rahman ke Uni Soviet membawa hasil yakni ditanda tanganinya 110
WIDYATAMA
Yuliani Sri Widaningsih. Kemerdekaaan Pakistan Timur di Hadang Krisis Ekonomi ..........
bantuan £ 18 juta yang berbentuk pembangunan Industri perikanan, perkeretaapian, setasiun radio, serta usaha-usaha ekplorasi gas dan minyak bumi (Tempo no 2, 1972: 11). Untuk mengembangkan pembangunan pemerintah membentuk komisi perencanaan guna menyusun rencana 5 tahun pedoman pembangunan Bangladesh (1973-1978) namun rencana ini kurang sesuai dengan kondisi obyektif Bangladesh. Rencana 5 tahun pertama diperkirakan menelan biaya sebesar 44,55 milyard taka, dan diusahakan dana ini berasal dari sumber domestic serta pinjaman luar negeri dengan harapan peningkatan pendapatan nasional 5,5% setahun (A.M.A. Rahim, 1975: 383). Juga akan diusakan pengendalian harga-harga namun program ini tidak terpenuhi sebab harga-harga tetap naik akibat management in-efisien antara lain terlalu banyak pedagang-pedangan perantara di pasarpasar (Raunaq Jahan, 1974: 126). Adapun tujuan jangka panjang pembangunan yakni membangun industri-industri besar seperti koorporasi industri yute, koorporasi industri tekstil, koorporasi pabrik gula, koorporasi pabrik logam dsb (A.M.A. Rahim, 1975: 383). Untuk memperbesar volume barang yang disalurkan dibentuklah koorporasi gudang penyimpanan serta memperluas sector pengankutan. Koorporasi pemasaran yute, dan koorporasi stabilisasi harga yute diharapkan dapat memantabkan harga yute (A.M.A. Rahim, 1975: 383). Pemerintah juga memonopoli perdangangan eksport import selain mempersempit perbedaan jurang si kaya dan si miskin dengan pembatasan-pembatasn mengenai hal milik pribadi kekayaan dan modal, tapi akibatnya cukup parah (A.M.A. Rahim, 1975: 87). Pembangunan tidak berjalan lancar karena produksi pertanian dan perindustrian tidak berhasil mencapai tingkat produksi yang dicapai sebelum perang. Pada periode 1972-1973 pendapatan Negara menurun hingga 14%, produksi beras menurun 15%, produksi industri menurun 30%, produksi yute menurun 28%, hal ini bersamaan dengan meningkatnya persediaan dan peredaran uang kertas yang menyebabkan naiknya harga-harga (Raunaq Jahan, 1974: 126). Memasuki tahun 1974 keadaan ekonomi Bangladesh tidak berkembang semakin baik, karena terjadi Inflasi yang melanda dunia, menambah pukulan terhadap keadaan perekonomian Bangladesh. Hal ini ditunjang kemunduran produksi dari industri yang dikuasai pemerintah yang tenaga-tenaganya tidak cakap (Talukder Maniruzzaman, 1974: 118). Faktor lain yang menyebabkan pembangunan negeri itu terlantar karena pemerintah menetapkan harga yute serendah-rendahnya 60 taka setiap maund (keranjang) ini berarti harga yute setiap maund hanya 30 rupe India. Sementara itu penyelundupan rute dari Bangladesh ke India terjadi secara besar-besaran (Talukder Maniruzzaman, 1974: 118). Ternyata bahwa pelaku-pelaku penyelundupan itu adalah orang-orang dekat Mujibur Rahman sendiri (Raunaq Jahan, 1973: 127). Guna mengatasi terjadinya penyelundupan dikirim pasukan ke perbatasan namun hasilnya nol besar (Raunaq Jahan, 1972:.209). Sekalipun demikian pemerintah meningkatkan volume peredaran kertas yang berakibat fatal, volume barang hanya sedikit, nilai uang merosot harga-harga melonjak akibatnya perekonomian Bangladesh sangat buruk (Talukder Maniruzzaman, 1974: 119). Krisis ekonomi itu menyadarkan pemerintah akan kekurangan dan kelemahan pemerintah dalam program 5 tahun. Pemerintah pada 16 Juli 1974 mengumumkan kebijakan penannnaman modal baru dengan menaikkan batas maksimum penanaman modal swasta domestic menjadi 30 juta taka. Sekalipun demikian orang kaya yang punya modal di Bangladesh maupun pengusaha asing enggan menanamkan dananya (Talukder Maniruzzaman, 1974: 120). Penderitaan rakyat Bengali tidak sampai disitu saja karena pada bulan Juli- Agustus 1974 Bangladesh dilanda banjir besar yang di kenal sebagai the worst floods in ouq history yang menyebabkan panen gagal (Talukder Maniruzzaman, 1974: 120). Pemerintah mengumumkan akibat kelaparan wabah penyakit dan banjir WIDYATAMA
111
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
meliputi 100 juta jiwa. Bantuan mengalir dari berbagai Negara antara lain Arab Saudi sebesar 10 Juta US dolar, Amerika serikat 4 juta US Dolar, RRC Cina 1 Juta US Dolar dalam bentuk tekstil. Ini menunjukkan Negara-negara muda dihadapkan pada krisis berat yakni masalah kemiskinan. di tengah kemiskinan itu terjadi kudeta militer pada 15 Agustu1975 dan mengantarkan Sheikh Mujibur Rahman di tembak mati oleh peluru prajuritnya sendiri. Keinginan Mujibur rahman untuk mereealisasikan impiannya menjadikan Bangladesh the Switzerland of Asia (Talukder Maniruzzaman, 1974: 128) mengalami kegagalan total. Simpulan dan Saran Perang saudara Pakistan yang berlarut-larut berakhir dengan Pakistan Timur menjadi Negara merdeka. Berakhirnya perang dan bebasnya Mujibur Rahman bukan akhir persoalan bagi Bangladesh. Persoalan di Bangladesh sangat kompleks antara lain factor geografis, pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dll. Oleh sebab itu dengan keadaan perekonomian Bangladesh pasca kemerdekaan yang terus menerus mengalami krisis, mengundang badan- badan dunia, dewan gereja sedunia, serta negara-negara kaya, terlibat untuk memberikan bantuan. Meskipun demikian banyak factor yang menyebabkan Bangladesh tetap tidak berhasil mengatasi krisis ekonomi hingga sekarang. Oleh sebab itu akan menjadi tantangan dan beban berat bagi para pemimpin Bangladesh pengganti Sheikh Mujibur Rahman yang ditembak mati oleh prajuritnya, dalam menghadapi krisis ekonomi Negara itu. Daftar Rujukan A.M.A. Rahim, (1975). “An Analysis of lanning Strategy in Bangladesh”, Asian survey, vol. XV, no.5. Kevin Rafferty. (1972). “The city of Bangladesh”. The Month, no. 4. Michael J.Walsh S.J. (1975). “Operation Bangladesh”, The Month, no. 1. Raunaq Jahan. (1973). “Bangladesh in 1972: Nation Building in a New State”, Asian Survey, Vol. XIII, no. 2. Raunaq Jahan. (1974). “Bangladesh in 1973: Management of Factional Politics” Asian Survey, vol.XIV, no.2. Talukder Maniruzzaman. (1975). “Bangladesh in 1974: Economic Crisis and political Polarization”, Asian Survaey, vol.XV, no. 2. William Norman Brown. (1972). The United States and India, Pakistan, Bangladesh, Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts,. Yuri V. Gankovsky. (1974). “ the Sovial Structure of Society in the Peoples Republic of Bangladesh”, Asian Survey, vol. XIV, no. 3. Tempo no 39, 4 Desember 1971. 112
WIDYATAMA
Yuliani Sri Widaningsih. Kemerdekaaan Pakistan Timur di Hadang Krisis Ekonomi ..........
Tempo no 44, 8 January 1972 Tempo no 20, 20 Juli 1974 Tempo no 45, 15 Januari 1972 Tempo no 49, 12 February 1972 Tempo no 50, 19 February 1972 Tempo no 17, 1 Juli 1972 Tempo no 2, 18 Maret 1972
WIDYATAMA
113