BAB IV DAMPAK KRISIS EKONOMI 1997 BAGI PENGRAJIN BATIK DI WIJIREJO
A. Dampak Krisis Ekonomi Pada Sentra Pengrajin Batik Krisis ekonomi yang berkepanjangan disebabkan adanya nilai tukar rupiah yang menurun sangat tajam, akibat dari serbuan mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar Amerika, dan terutama karena utang swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar. Nilai tukar rupiah turun dengan cepat dan tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999. 1 Krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama. Pertama persoalan mata uang dimana nilai mata uang satu negara lain (misalnya rupiah terhadap dollar AS), tidak pada dirinya sendiri demikian sehingga nilanya tidak pernah stabil dan bila mata uang tersebut bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut. Kedua kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keutungan (interest) bunga atau riba dari setiap uang transaksi, peminjaman atau penyimpanan uang. Depresiasi rupiah dari 300% terhadap dollar AS itu sendiri dipicu oleh faktor ekonomi. Secara ekonomi depresiasi ditimbulkan oleh terus naiknya defisit 1
Lepi T. Tarmidi, “Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peranan IMF dan Saran” (Pidato pengukuhan Guru Besar Madya pada FE UI, Jakarta: 10 Juni 1998), hlm. 1. 74
75
neraca transaksi berjalan indonesia dari 1,5% tahun 1993 menjadi 3,9% tahun 1997.2 Sejak bulan Juli tahun 1997, Indonesia mulai mengalami krisis moneter, yang ditandai dengan turunya nilai tukar rupiah secara cepat. Krisis ini kemudian berkembang pada krisis ekonomi yang melanda hampir seluruh sendi-sendi ekonomi, dan menjadi lebih menyeluruh karena krisis ini merambati berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pada tahun 1997 kriris ekonomi mulai menghampiri Indonesia bermula dari terdepresinya nilai tukar mata uang Bhat Thailand terhadap dolar AS. Akibatnya banyak terjadi utang luar negri jangka pendek yang jatuh tempo. Krisis tersebut kemudian menjalar ke Selatan di mulai dari Malaysia, Singapura, Filipina, Indonesia, dan berakhir di Korea Utara, krisis tersebut membuat perekonomian negara–negara diatas dalam keadaan terpuruk. Parahnya Indonesia justru mengalami krisis yang paling hebat, secara bersamaan juga terjadi krisis politik. Kriris ini berujung pada tumbangnya Soeharto dan beralihnya kekeuasaan pemerintah B.J Habibie. Pada masa itu ekonomi Indonesia mengalami penyusutan pertumbuhan sebesar -13,2 % pada tahun 1997, dan -3,1 % pada tahun 1998. Kondisi ini tentunya berpengaruh pada level kehidupan di Indonesia, peringkat ekonomi Indonesia dari negara dengan pendapatan sedang, kembali menjadi negara miskin di tandai dengan turunnya pendapatan perkapita dari Rp 1.100 Dolar AS menjadi Rp 700 Dolar AS.3
2
Muhammad Ismail Yanto, dkk. Dinar Emas, Solusi Krisis Moneter, (Jakarta: PIRAC, 2001), hlm. 4. 3
Faisal H. Basri. Perekonomian Indonesia Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 2.
76
Krisis ekonomi yang terjadi di Indosnesia telah membawa dampak yang sangat besar bagi kelangsungan suatu usaha baik usaha beskala kecil maupun usaha beskala besar. Pengrajin kerajinan kain batik di Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul merupakan salah satu sektor usaha yang tidak luput terkena imbas dari krisis ekonomi. Keadaan usaha tersebut tampak lesu selama krisis ekonomi berlangsung. Wilayah Wijirejo yang biasanya terasa sangat kental dengan asap dari pemanasan lilin perintang atau suara ramai dari para pekerja yang bercanda sambil mengerjakan proses pembatikan berubah menjadi sepi. Sebagian pengusaha kain batik di Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul tidak mampu lagi berproduksi akibat mahalnya bahan baku dan semakin sulitnya mencari pasaran. Sebelum terjadinya krisis ekonomi harga bahan baku dasar pembuatan kain batik seperti kain mori, katun obat–obat pewarna ( jenis Asg, AsBO, AsLb, M3GL, Kostik, dan lainnya ), Lilin, dapat dikatakan masih relatif murah dan cukup terjangkau oleh para pengrajin kain batik. Datangnya badai krisis ekonomi menyebabkan harga bahan baku pembuatan kain batik melambung tinggi hingga empat kali lipat.4 Harga untuk obat pewarna sebelum adanya krisis 1 Kg hanya Rp. 25.000, menjadi Rp.100.000. Melambungnya harga bahan baku maupun bahan-bahan penunjang secara otomatis menyebabkan harga jual produk-produk kain batik juga mengalami peningkatan. Kenaikan harga membuat konsumen khususnya para pedagang
4
Sri Muryati, wawancara di Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul, 24 Maret 2014.
77
menjadi enggan melakukan memesan barang dagangan. Berkurangnya pesanan tentu saja akan mengakibatkan jumlah pendapatan yang di peroleh seorang pemilik pembatikan menjadi berkurang. Adapun jalan untuk menyikapi problem ini yakni dengan terpaksa harus melakukan penyesusain terhadap harga jual agar tidak menambah kerugian Semenjak datangnya krisis ekonomi pemasaran hasil produksi kain batik menjadi kurang begitu lancar, dan tentunya menggangu dalam produksi. Dengan adanya masalah keuangan tersebut membuat para pemilik pembatikan tidak berani membeli bahan baku secara berlebihan. Mereka mengambil bahan baku sesuai dengan kebutuhan saja. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya penumpukan stok barang dagangan. Selain itu pemilik pembatikan juga dapat menekan ongkos produksi sampai seminimal mungkin. Kondisi perekonomian yang buruk ini sangat berpengaruh bagi kelangsungan pengrajin kain batik di Wijirejo. Setelah adanya krisis menyebabkan kegiatan di setiap pengrajin mengurangi produksi kain batik kurang lebih selama dua bulan. Adanya krisis ekonomi ini banyak pengrajin kain batik di Desa Wijirejo yang berhenti produksi dan “gulung tikar”. Indutri yang mengalami gulung tikar secara umum memiliki beberapa kelemahan antara lain : 1. Kegiatan cenderung tidak formal dan jarang memiliki rencana usaha. 2. Struktur organisasi bersifat sederhana. 3. Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar. 4. Kebanyakan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan.
78
5. Sistem akuntansi kurang baik bahkan kadang-kadang tidak memiliki sama sekali. 6. Skala ekonomi terlalu kecil seningga sukar menekan biaya. 7. Kemampuan pemasaran serta diversifikasi pasar cenderung terbatas. 8. Marjin keuntungan sangat tipis.5 Selain itu, krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan hilangnya anggaran pemeliharaan peralatan produksi. Dengan minimnya “pos” biaya pemeliharaan alat-alat produksi tersebut pemilik pembatikan harus mengeluarkan uang tambahan untuk membayar ongkos perbaikan peralatan produksi yang mengalami kerusakan ataupun guna membeli peralatan produksi yang baru. Krisis Ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah banyak membawa perubahan dalam jumlah pengrajin yang terdapat di Wijirejo. Adanya krisis ekonomi, jumlah pengrajin kain batik di Desa Wijirejo berjumlah sekitar sepuluh pengrajin yang mampu bertahan. Adapun kesepuluh pengrajin kain batik yang terdapat di Wijirejo tersebut antara lain : 1. Pengrajin batik pimpinan Bapak Arjo Martono 2. Pengrajin batik milik Dirjo Sugito 3. Pengrajin batik milik Ibu Eko 4. Pengrajin batik milik Ibu Nining 5. Pengrajin batik milik Bapak R. Haryono 6. Pengrajin batik milik Ibu Sri Sulastri
5
Topo HP, wawancara di Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul, 16 Nopember 2013.
79
7. Pengrajin batik milik Ibu Sri Muryati 8. Pengrajin batik milik Bapak Topo HP 9. Pengrajin batik milik Bapak Tugiran 10. Pengrajin batik milik Ibu Menik6 Pengrajin tersebut mampu bertahan dengan cara yakni melakukan inovasi dalam produk yang dihasilakan dan melakukan pinjaman modal. Beberpa Pengrajin diatas dapat bertahan dari gelombang krisis ekonomi di karenakan lima aspek yang melatar belakangi. Pertama, usaha pengrajin kecil tersebut bergerak dalam pasar yang terpecah-pecah (fragmental market). Kedua, usaha pengrajin kecil tersebut menghasilkan produk-produk dengan karakteristik elastisitas pendapatan yang tinggi. Maksudnya jika terjadi kenaikan pendapatan masyarakat, permintaan terhadap produk-produk tersebut naik bukan sebaliknya. Ketiga, variasi produk merupakan salah satunya determinan terpenting untuk kelangsungan hidup pengrajin kecil. Keempat, usaha pengrajin kecil tergabung dalam suatu cluster (sentra pengrajin). Sehingga mampu memanfaatkan efisiensi kolektifitas, misalkan dalam hal pembelian bahan baku, pemanfaatan tenaga kerja terampil
dan dalam hal pemasaran bersama. Kelima, usaha
perusahaan pengrajin kecil diuntungkan oleh kondisi geografis, yang membuat produk-produk indsutri kecil memperoleh proteksi alami karena pasar yang dilayani tidak terjangkau oleh invasi produk-produk pengrajin skala besar.
6
Topo HP, wawancara di Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul, 16 Nopember 2013.
80
B. Dampak Krisis Terhadap Tenaga Keraja Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek usaha yang tidak luput terkena imbas dari krisis ekonomi pada tahun 1997. Semakin sepinya pesanan atau order tentu berdampak terhadap tenaga kerja. Mereka terpaksa harus kehilangan pekerjaan yang selama ini ditekuni. Namun istilah PHK tersebut sedapat mungkin akan dihindari oleh para juragan kain batik di Wijirejo. Hal tersebut dikarenakan para tenaga kerja dan pemilik pembatikan masih ada ikatan persaudaraan ataupun berasal dari lingkungan sekitar yang sebelumnya sudah saling mengenal antara satu dengan yang lain. Para tenaga kerja yang berasal dari dusun setempat pada umumnya juga tidak sebagian besar berupaya pergi keluar daerah atau desa untuk mencari lapangan pekerjaan baru, hal ini dilakukan akan mendapat pekerjan lagi atau dipanggil lagi setelah stabil kondisi perekonomian. Mereka ada yang beralih profesi seprti menjadi pedagang, tukang bangunan dan beralih kesektor pengrajin baru seperti tahu dan usaha pembuatan gamping. Untuk pekerja dari luar daerah mereka harus terpaksa kembali ke daerah asal karena tidak ada pesanan.7 Pekerja yang berasal dari luar daerah, biasanya enggan untuk kembali lagi bekerja di pengrajin kain batik. Hal ini disebabkan karena dua aspek. Aspek pertama yakni berasal dari intern, yakni dimana pekerja tersebut masih memiliki atau tidak, dorongan dari dalam hati untuk kembali membatik. Apabila dilihat dari umur sudah lebih dari lima puluh tahun dan kondisi badan yang sudah tidak
7
Adiatmojo, wawancara di Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul 11 Februari 2014.
81
memungkinkan lagi. Sedangkan aspek ekstern yakni pengaruh dari luar, tenaga kerja beralih menjadi tukang kayu, pembuat kursi dari bambu yang tidak menuntut kerumitan dalam bekrja dan kerumitan dalam modal.
C. Pemasaran Masa Krisis Kain Batik di Wijirejo Batik merupakan hasil karya seni budaya kemudian tumbuh menjadi pengrajin kerajinan, guna mencukupi kebutuhan sandang masyarakat luas. Fenomena perkembangan ini menunjukkan bahwa, batik menjadi komoditi usaha pengrajin yang dapat menunjang ekonomi masyarakat.8 Hasil dari produksi setiap pengrajin kain batik yang ada di Desa Wijirejo mempunyai segmen pasar tersendiri. Sebagian besar pesanan datang secara individual, terutama dari para pedagang atau bakul, dan ada juga yang mengerjakan pesanan dari pemerintah maupun pihak swasta. Dalam hal pemasaran hasil produksi dilakukan di pasar Ngasem dan pasar Beringharjo. Kondisi sebelum masa krisis pesanan sangat lancar, tidak sedikit pedagang yang memberikan panjer atau uang muka kepada pengrajin kain batik dengan maksud agar mereka bisa memperoleh bahan baku terlebih dahulu.9 Secara terminologi pemasaran merupakan konsep melayani dan memuaskan kebutuhan manusia sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi.
8
Soedarso Sp, Seni Lukis Batik Indonesia Batik Klasik Sampai Kontemporer, (Yogyakarta: Taman Budaya DIY, 1998), hlm. 80. 9
Tugiran, wawancara di Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul, 12 Februari 2014.
82
Konsep pemasaran menganggap bahwa persoalan semua perusahaan yang melakukan bisnis bertujuan mengembangkan loyalitas dan kepuasan konsumen, serta untuk menjawab persoalan seluruh kebutuhan konsumen. Berdasar dari sudut padang perusahan dan pengrajin, kepuasan konsumen merupakan hasil dari sebuah strategi. Strategi didasarkan pada filosofi pemasaran dan berasal dari analisis hubungan inter relasi fungsi antara konsumen dengan beberapa kekuatan pasar seperti tindakan pesaing, perubahan institusi, dan faktorfaktor perubahan lingkungan. Ditilik dari sudut pandang sistem ekonomi, peran dari perantara pemasaran adalah mentransformasikan barang produk yang dibuat oleh produsen ke dalam barang produk yang dibutuhkan konsumen.10 Setiap perusahan dalam memasarkan produk yang dihasilkanya menjalankan strategi tertentu, hal tersebut supaya dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Dengan kata lain usaha-usaha pemasaran haruslah diarahkan pada konsumen yang ingin dituju sebagai sasaran pasarnya. Sebagaian besar produsen batik di Desa Wijirejo menggunakan jasa penjualan untuk menyalurkan produk mereka ke pasar mereka mencoba membangun sebuah saluran distribusi seperangkat organisasi yang saling bergantung satu sama lainya. Penggunana istilah pasar dikaitkan dengan pengertian tempat pembeli dan penjual bersama-sama melakukan pertukaran. Istilah pasar apabila dikatitkan dengan pengertian ekonomi yakni, mewujudkan pertemuan antra pembeli dan penjual. Secara teoretis dalam ilmu ekonomi, pasar menggambarkan semua
10
A. Usmara, Marketing Classics, (Yogyakarta: Amara, 2003), hlm. 5.
83
pembeli dan penjual yang terlibat transaksi aktual atau potensial terhadap barang atau jasa yang ditawarkan. Transaksi potensial ini dapat terlaksana, apabila kondisi dibawah ini terpenuhi: 1. Terdapat paling sedikit dua pihak 2. Masing-masing pihak memiliki sesuatu yang berharga bagi pihak lain. 3. Masing-masing pihak mampu untuk berkomunikasi dan menyalurkan keinginannya 4. Masing-masing pihak bebas untuk menerima atau menolak penawaran dari pihak lain.11 Berdasarkan empat aspek diatas pengertian pasar terkandung penekanan perhatian terhadap individu maupun kelompok orang atau organisasi yang memiliki dua sifat penting, yaitu pertama adanya minat atau interest dan kedua daya beli atau purchasing power, untuk produk berupa barang atau jasa tertentu. Dari uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa pasar merupakan arena pertukaran potensial baik dalam bentuk fisik sebagai tempat berkumpul atau bertemunya para penjual dan pembeli, karena dipenuhinya persyaratan pertukaran yaitu minat dan citra serta daya beli. Setiap produsen selalu berusaha produk yang dihasilaknnya dapat sampai ke konsumen dan sasaran perusahaanya tercapai. Produk yang dihasilkanya dapat terjual atau dibeli oleh konsumen akhir, dengan tingkatan harga yang memberikan keuntungan perushaan jangka panjang. Melalui produk yang terjual, perusahaan 11
hlm. 98.
Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: Rajawali Pres, 2001)
84
dapat menjamin kehidupannya atau menjaga kesetabilan usahanya dan berkembang. Produsen harus memikirkan kegiatan pemasaran produknya. Untuk mencapai tujuanya, setiap pengrajin mengarahkan kegiatan usahanya untuk menghasilkan produk yang dapat memberikan kepuasan konsumen, sehingga dalam jangka panjang usaha pengrajin menciptakan dan membina langganan.12 Keberhasilan suatu perusahaan sangat ditentukan oleh keberhasilan usaha pemasaran yang dihasikan. Untuk dapat mensukseskan pemasaran perlu dilakukan pengelolaan terhadap diferensiasi kwalitas, produktivitas. Pemasaran haruslah berusaha memberikan kepuasan kepada pelanggan agar pelangggan menjadi loyal, dengan jalan memenuhi kebutuhan konsumen (pelangggan). Pada masa krisis yang terjadi era 1997, telah mempersulit juragan/pemilik pengrajin batik dalam perjalanan usahanya. Ada empat aspek yang secara langsuang tekena dampak krisis. Aspek yang pertama yaitu modal usaha. Situsi ini mengakibatkan harga bahan baku mengalami kenaikan yang cukup tinggai. Melambunganya harga tersebut mempengaruhi penyediaan bahan baku. Aspek yang kedua adalah sistem kerja. Adanya krisis menyebabkan penurunan jumlah hari kerja efektif. Aspek ketiga adalah hasil pemasaran produksi setiap pengrajin kain hasil produksi yakni di pasar Ngasem dan Beringharjo Yogyakarta. Setelah adanya krisis ini pihak pengrajin kain batik di Desa Wijirejo tidak mau lagi menerima panjer melainkan harus secara tunai.
12
Radiosunu, Manajemen Pemasaran Suatu Pendekataan Analisis, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta 1987), hlm. 62.
85
Hal ini tentu saja memiliki alasan, ketika di bayar dengan uang panjer maka modal untuk produksi kembali tidak utuh 100%, dan hal ini sangat berpengaruh sekali dalam pola kerja produksi dalam pengrajin kain batik. Proses produksi pengrajin batik menggunakan metode atau cara cap, perputaran uang harus lancar. Keempat yakni tenaga kerja dan jumlah pengrajin. Banyak tenaga kerja yang terpaksa kehilangan pekerjaan dan juga banyak pengrajin yang gulung tikar.