Boks. Perkembangan Terkini Beberapa Sektor Ekonomi Utama di Kalimantan Timur Sehubungan dengan Krisis Keuangan Global
A.
Kondisi Kegiatan Usaha Terkini dan Prospek 1.
Secara umum kondisi kegiatan usaha terutama terkait ekspor mengalami penurunan serius. Dampak krisis keuangan global secara langsung mulai dirasakan oleh para pelaku usaha di wilayah Kalimantan Timur ini sejak pertengahan tahun 2008, dan semakin memburuk memasuki triwulan IV 2008. Indikasi penurunan tersebut tercermin dari menurunnya permintaan (demand) dari negara-negara tujuan utama ekspor komoditi dan produk Kaltim (USA, Jepang, Eropa, Australia, Cina), yang diikuti oleh penurunan harga komoditi primer di pasar internasional (khususnya batubara). Disamping itu adanya permintaan importir (buyer) untuk penurunan harga barang kepada eksportir, serta permintaan perubahan harga dalam denominasi rupiah oleh importir menjadi kendala tersendiri yang memberikan andil terhadap penurunan kegiatan usaha dan keuntungan mereka.
2. Dari beberapa sektor usaha ini, informasi dari para pelaku usaha yang dapat kami sampaikan sebagai berikut : a. Sektor Perkayuan -
Kondisi usaha terkini Beberapa perusahaan pengolahan kayu di Kalimantan Timur yang sebagian besar (90%) produksi plywoodnya diekspor ke Jepang, Korea, USA, Inggris, Uni Eropa, dan Australia sangat terpukul oleh kondisi saat ini. Kegiatan usaha industri pengolahan kayu mereka terutama untuk produksi plywood dan Medium Density Fiberboard atau MDF (50% ekspor) hanya tinggal menyelesaikan order lama. Sementara terdapat beberapa perusahaan lainnya yang telah dibekukan usahanya, dan mem-PHK 400 karyawannya serta 1.100 karyawan dirumahkan.
-
Permasalahan utama - Faktor eksternal, yaitu turunnya atau tidak adanya order baru menjadi permasalahan utama dalam kegiatan usaha mereka. - Akumulasi permasalahan illegal logging yang kini menghantam industri perkayuan Indonesia, memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap turunnya permintaan. - Kelancaran pelayanan perbankan kepada para eksportir terkait transaksi ekspor dengan LC semakin menurun. Di dalam negeri, pelayanan kantor bank operasional di daerah saat ini semakin menurun karena kewenangannya dalam pembayaran valas kepada eksportir ditarik ke kantor pusat dan pada kantor cabang di daerah diberi plafond harian yang jumlah semakin menurun. Seretnya pencairan pembayaran tersebut membuat eksportir semakin terpuruk karena berdampak pada terganggunya kelancaran proses produksi dan pada akhirnya late shipment kepada importir dan semakin menurunkan reliabilitas. Kondisi ini kurang menguntungkan karena secara global saat ini terjadi kecenderungan distrust yang meningkat antar perbankan (LN dengan DN atau intern DN), dan antara bank kepada nasabah. Kondisi distrust payment system
seperti ini menjadi kendala yang serius. Sementara di LN, Issuing bank tidak mau melakukan extend L/C bila terjadi late shipment dari eksportir yang terkendala bahan baku, sehingga tidak dapat mengirimkan barang tepat waktu. - Pemeriksaan dari berbagai dinas pemerintah terhadap kegiatan kehutanan menyangkut asal bahan baku, dokumen, dan alat berat dirasakan terlalu sering dan overlap sehingga menimbulkan biaya tinggi (high cost) dan memperparah keterpurukan perkayuan. - Karena kendala-kendala diatas membuat proses pekerjaan terhadap order yang eksisting maupun pangsa peluang ekspor yang masih ada menjadi kurang kompetitif. -
Prospek Promising commodity in the future menurut mereka adalah hasil hutan non-kayu. Saat ini hanya kayu yang baru dimanfaatkan padahal potensi non kayu justru lebih besar. Oleh karena itu mereka berharap program hutan rakyat segera direalisasikan oleh pemerintah. Diperbolehkannya ekspor kayu log dengan peraturan yang jelas dan tegas, diharapkan dapat mengatasi masalah illegal logging dan upaya pelestarian hutan.
b. Sektor Pertambangan -
Kondisi usaha terkini Sektor pertambangan batubara telah menikmati booming harga sejak triwulan IV-2007, seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia. Sektor usaha ini yang masih survive dan dapat terus melakukan kegiatan usahanya walaupun harga batubara di pasar internasional mulai mengalami penurunan sejak semester I 2008. Sepanjang tahun 2008, harga batubara berada pada level tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
-
Permasalahan utama Pelayanan perbankan kurang mendukung. Treatment perbankan bahwa semua eksportir batubara adalah bermasalah sangat dikeluhkan. Hal ini menyebabkan kelancaran ekstensi kredit terganggu dan mengganggu proses produksi dan ekspor.
-
Prospek Permintaan dunia terhadap batubara sebagai sumber energi non-fosil dan sumber energi alternatif, masih akan tumbuh seiring dengan perkembangan industri. Peraturan pemerintah baik pusat maupun
daerah
yang
dapat
menciptakan
iklim
usaha
yang
kondusif
diharapkan
dapat
meningkatkan kinerja ekspor batubara. c. Sektor Perikanan -
Kondisi usaha terkini Sektor perikanan terutama sektor pengolahan udang (fresh and frozen), saat ini mengalami penurunan pendapatan. Perusahaan penyedia (cold storage) ikan dan udang yang memiliki
komoditi andalan udang jenis black tiger terkena dampak kenaikan harga minyak yang menyebabkan kenaikan biaya produksi, transportasi, dan harga bahan baku (raw material) . Namun sementara ini, kendala tersebut masih dapat diatasi oleh perusahaan, walaupun margin keuntungan berkurang. -
Permasalahan utama Turunnya harga udang di pasar internasional yang sangat signifikan dan turunnya permintaan dari negera-negara pembeli menjadi penyebab utama penurunan kinerja sektor ini. Karakteristik pasar yang cenderung monopsoni, dan lemahnya bargaining position pengusaha (kurang daya dukung pemerintah)
menyebabkan
industri
ini
tidak
dapat
menentukan
harga
jual
produk
atau
komoditinya. Harga dan ukuran (kualitas) ditentukan oleh pihak pembeli (buyer). Dengan turunnya pendapatan, keterbatasan pembiayaan untuk pembelian raw material (ikan dan udang segar) menjadi problem tersendiri dalam rangka pemenuhan pesanan. -
Prospek Demand masih ada terutama untuk jenis black tiger, tetapi terkendala oleh masalah pembiayaan (financing).
d. Sektor UMKM -
Kondisi usaha terkini Pelaku usaha UMKM khususnya industri kerajinan tangan atau handicraft yang berorientasi ekspor, merasakan dampak krisis keuangan global yang melanda hampir seluruh negara di dunia. Turunnya permintaan yang drastis dan tidak adanya pemesanan, dirasakan sangat memukul industri UMKM ini.
-
Permasalahan utama Keterbatasan pasokan bahan baku berupa rotan dan kayu, dan pembiayaan usaha (modal kerja) menjadi masalah utama industri ini.
-
Prospek Industri kecil di Kalimantan Timur memiliki prospek yang sangat cerah, terutama produk kerajinan tangan yang memiliki kekhasan dan sangat terkenal terutama di negara Indonesia. Diantara produk yang terkenal itu adalah Sarung Samarinda, kain Ulap Doyo, Lampik (tikar rotan), Anjat (Keranjang rotan), Mandau, Batu Permata dan Mutiara, kerajinan tangan dari kayu, kerupuk kuku macan (kerupuk dari ikan) dan lain sebagainya. Pengembangan pasar domestik yang memiliki potensi cukup besar diharapkan dapat memajukan industri ini.
B.
Masalah dan Usulan Solusi Dari permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku usaha, umumnya adalah:
1. Pembiayaan •
Kebijakan perbankan banyak yang dinilai tidak tepat, yaitu: penutupan penyaluran kredit di daerah didasarkan capaian LDR kantor pusat, seperti halnya yang dialami di Kaltim ; penghentian kredit dari perbankan apabila terdapat kekhawatiran terhadap kegiatan usaha di sektor tertentu. Kebijakan kredit tersebut menyulitkan sektor usaha dalam mencari sumber pembiayaannya.
•
Penetapan plafond valas secara harian oleh perbankan dalam negeri maupun luar negeri dalam rangka penggunaan L/C sangat menyulitkan eksportir dan menyebabkan para pelaku
usaha
menggunakan sarana TT sebagai cara pembayarannya. •
Pelaku usaha UMKM (handicraft) mengalami kesulitan untuk memanfaatkan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) guna pengadaan bahan baku. Dengan terbatasnya modal usaha, order pesanan dari Jepang, Eropa, Amerika tidak dapat dipenuhi seluruhnya.
2. Posisi tawar pelaku usaha (eksportir) yang rendah Dengan terdepresiasinya hampir seluruh mata uang dunia terhadap USD mengakibatkan seluruh harga jual ekspor Indonesia menjadi lebih mahal sehingga importir di
LN mengajukan tawaran yang lebih
rendah dibandingkan harga biasanya. Pihak eksportir dengan mempertimbangkan kesinambungan kegiatan ekspornya, terpaksa menurunkan harga jualnya. 3. Peraturan Pemerintah •
Pengenaan pajak terutama terhadap alat-alat berat dirasakan sangat membebani biaya operasional perusahaan.
•
Seringnya dilakukan pemeriksaan yang overlap terhadap dokumen dan asal bahan baku kayu menimbulkan biaya tinggi yang harus ditanggung oleh pengusaha di bidang perkayuan.
•
Biaya pemungutan iuran yang dikonversikan ke dalam US$ sangat memberatkan pelaku usaha karena tingkat volatilitas nilai tukar US$ masih cukup tinggi.
Dari permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku usaha, untuk meminimalisir hambatan dan menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan usaha di Kalimantan Timur,
solusi atau saran yang mereka sampaikan
adalah sebagai berikut : 1.
Bank Indonesia menerapkan kriteria kesehatan bank pada level regional bukan di pusat. Kebutuhan kredit didaerah yang masih tinggi sering terhambat oleh karena sudah tercapainya target LDR Kator Pusat.
2.
Bank Indonesia melakukan kebijakan yang ‘mencairkan’ distrust transaksi valas antar bank, mengkonfirm kebijakan bank untuk membatasi pembayaran valas (plafond harian yang ditentukan kantor pusat).
3.
Pemerintah menghapus berbagai pungutan yang memberatkan: iuran dana hutan menjadi dalam mata uang rupiah dari USD, pajak daerah untuk alat berat. Selain itu pemerintah menyederhanakan inspeksi pada industri kehutanan.
4.
Pemerintah tetap menjaga kegiatan pabrik/usaha riil berjalan dengan cara mengalihkan produk ekspor yang menumpuk kepsar domestik dengan memberikan subsidi harga. Praktek sama telah dilakukan oleh pemerintah China dalam paket stimulus fiskal nasional. China mensubsidi sampai dengan 70% produk ekspor untuk pasar domestik demi menjaga kelangsungan kegiatan usaha dalam negerinya.
5.
Peningkatan peran Kadin (Pusat dan Daerah) melalui penyelenggaraan forum B to B. Diharapkan dalam forum B to B ini para pelaku usaha dapat mengambil langkah-langkah atau tindakan untuk keluar dari krisis dengan cara yang tepat di antara mereka tanpa campur tangan pemerintah. Dalam forum ini diharapkan pula bargaining position pengusaha dengan buyer dapat ditingkatkan.
6. Pemberdayaan pengelolaan hasil hutan non-kayu sehingga tidak hanya bertumpu pada perkayuan saja. APHI mengharapkan pemanfaatan dana untuk pengelolaan hutan rakyat dapat segera dimanfaatkan guna pemanfaatan biaya layanan umum.
* Disarikan dari hasil pertemuan antara Bank Indonesia dengan pelaku usaha pada tanggal 11 Desember 2008 di Samarinda.