KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA “KEBIJAKAN PENGELUARAN JANGKA MENENGAH DI DAERAH (MEDIUM TERM EXPENDITURE FRAMEWORK/MTEF)”
Disampaikan pada: Musrenbang RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 - 2019 Surabaya, 6 Maret 2014 Integritas – Profesionalisme – Sinergi – Pelayanan - Kesempurnaan
POKOK BAHASAN:
1. Pendahuluan
2. Pengertian dan Manfaat KPJM (MTEF) 3. Bagan Arsitektur Penerapan KPJM (MTEF) di Indonesia 4. Implementasi KPJM (MTEF)
5. Langkah-langkah Penyempurnaan
Integritas
|
Profesionalisme
|
Sinergi
|
Pelayanan
|
Kesempurnaan
2
Urgensi Reformasi Penganggaran Mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka pencapaian tujuan bernegara; Mendorong pembangunan yang berkelanjutan yang sesuai dengan perencanaan jangka menengah dan panjang;
Mendorong pelaksanaan anggaran/fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability); Memastikan terciptanya keluaran (output) dari pelaksanaan penganggaran yang memberikan dampak (outcome) terhadap kesejahteraan masyarakat; Mewujudkan harmonisasi dan sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran; 3
ANGGARAN SEBAGAI INSTRUMEN UTAMA KEBIJAKAN FISKAL Anggaran adalah instrumen atau “alat utama dari kebijakan fiskal” pemerintah dalam mencapai sasaran-sasaran prioritas pembangunan, terutama dalam penyediaan dan pemenuhan pelayanan publik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan fiskal merupakan penggunaan anggaran pemerintah untuk mempengaruhi suatu perekonomian, termasuk keputusan tentang pajak yang dipungut dan dihimpun, pembiayaan transfer termasuk subsidi, pembelian barang dan jasa oleh pemerintah, serta size defisit dan pembiayaan, yang mencakup semua tingkat pemerintahan. Pada intinya kebijakan fiskal melibatkan langkah-langkah pemerintah untuk “mengarahkan dan mengendalikan pengeluaran dan perpajakan”, atau “penggunaan instrumeninstrumen fiskal untuk mempengaruhi bekerjanya sistem 4 ekonomi” agar “memaksimumkan kesejahteraan ekonomi”.
DASAR HUKUM
UU No.17/2003 Pasal 14 Ayat (3): RENCANA KERJA DAN ANGGARAN sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) disertai dengan PRAKIRAAN BELANJA UNTUK TAHUN BERIKUTNYA setelah tahun anggaran yang sedang disusun. KPJM/MTEF Pasal 3 Ayat (2) PP No. 20 Tahun 2004 tentang RKP dan Pasal 5 Ayat (1) PP No. 90 Tahun 2010 tentang RKAK/L : Program dan kegiatan disusun dengan pendekatan berbasis kinerja, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), dan penganggaran terpadu. 5
POKOK BAHASAN:
1. Pendahuluan
2. Pengertian dan Manfaat KPJM (MTEF) 3. Bagan Arsitektur Penerapan KPJM (MTEF) di Indonesia 4. Implementasi KPJM (MTEF)
5. Langkah-langkah Penyempurnaan
Integritas
|
Profesionalisme
|
Sinergi
|
Pelayanan
|
Kesempurnaan
6
KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM) KPJM adalah Pendekatan Penganggaran berdasarkan Kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan Dalam Perspektif Lebih Dari Satu Tahun Anggaran, dengan mempertimbangkan Implikasi Biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju.
Prakiraan Maju : Prakiraan maju adalah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya. 7
Manfaat KPJM (MTEF) 1. Meningkatkan transparansi alokasi sumber daya anggaran yang lebih baik (allocative efficiency);
2. Meningkatkan kualitas perencanaan penganggaran (to improve quality of planning) berupa keterkaitan antara kebijakan, perencanaan, dan penganggaran (antara KPJM, RKP, dan APBD) 3. Memperbaiki fokus terhadap kebijakan prioritas (best policy option); 4. Mengembangkan disiplin fiskal (fiscal discipline), dalam rangka menjaga kesinambungan fiskal (fiscal sustainability); 5. Meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan pemberian pelayanan yang optimal dan lebih efisien. 6. Meningkatkan prediktabilitas (predictabiliy) dan kesinambungan pembiayaan suatu program/kegiatan. 7. Memudahkan kerja perencanaan pada tahun-tahun berikutnya.
8. Mendorong peningkatan kinerja memberikan pelayanan kepada publik.
pemerintah
daerah
dalam 8
POKOK BAHASAN:
1. Pendahuluan
2. Pengertian dan Manfaat KPJM (MTEF) 3. Bagan Arsitektur Penerapan KPJM (MTEF) di Indonesia 4. Implementasi KPJM (MTEF)
5. Langkah-langkah Penyempurnaan
Integritas
|
Profesionalisme
|
Sinergi
|
Pelayanan
|
Kesempurnaan
9
Bagan Arsitektur Penerapan KPJM (MTEF) STRUKTUR ORGANISASI
STRUKTUR ANGGARAN
STRUKTUR PERENCANAAN KEBIJAKAN
STRUKTUR MANAJEMEN KINERJA
FUNGSI
PRIORITAS
SASARAN POKOK (IMPACT)
SUB-FUNGSI
FOKUS PRIORITAS
INDIKATOR KINERJA FOKUS PRIORITAS (OUTCOME)
MISI/SASARAN K/L (IMPACT)
ORGANISASI
ESELON 1A
PROGRAM
PROGRAM
INDIKATOR KINERJA PROGRAM (OUTCOME)
ESELON 2
KEGIATAN
KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (OUTPUT)
JENIS BELANJA
10
Metode Penyusunan
Struktur Informasi Kinerja Program dan Kegiatan (Logic Model Theory)
DAMPAK
Hasil pembangunan yang diperoleh dari pencapaian outcome
Apa yang ingin dirubah
OUTCOME
Manfaat yang diperoleh dalam jangka menengah untuk beneficieries tertentu sebagai hasil dari output
Apa yang ingin dicapai
OUTPUT
Produk/barang/jasa akhir yang dihasilkan
Apa yang dihasilkan (barang) atau dilayani (jasa)
KEGIATAN/ PROSES
Proses/kegiatan menggunakan input menghasilkan output yang diinginkan
Apa yang dikerjakan
Sumberdaya yang memberikan kontribusi dalam menghasilkan output
Apa yang digunakan dalam bekerja
Metode Pelaksanaan
INPUT
Sumber : Framework for Managing Programme Performance Information, National Treasury, Republic of South Africa, May 2007
11
POKOK BAHASAN:
1. Pendahuluan
2. Pengertian dan Manfaat KPJM (MTEF) 3. Bagan Arsitektur Penerapan KPJM (MTEF) di Indonesia 4. Implementasi KPJM (MTEF)
5. Langkah-langkah Penyempurnaan
Integritas
|
Profesionalisme
|
Sinergi
|
Pelayanan
|
Kesempurnaan
12
4. IMPLEMENTASI KPJM (MTEF): A. Landasan Konseptual dan Instrumen KPJM (MTEF) B. Tahapan Implementasi
C. Model/Bentuk Penerapan KPJM (MTEF) di Indonesia D. Capaian Implementasi E. Kendala dan Tantangan
Integritas
|
Profesionalisme
|
Sinergi
|
Pelayanan
|
Kesempurnaan
13
A. Landasan Konseptual dan Instrumen KPJM (MTEF):
1.
Landasan Konseptual
Instrumen MTEF
Penerapan anggaran bergulir (rolling budget)
RAPBD + 3 thn Prakiraan Maju
2.
Mempunyai Angka Dasar (Baseline)
Biaya Operasional dan Biaya Non Operasional
3.
Penetapan Parameter
Parameter Ekonomi dan Non-Ekonomi
4.
Adanya mekanisme penyesuaian angka dasar
Penyesuaian Biaya Operasional dan Biaya Non Operasional
5.
Adanya mekanisme usulan tambahan anggaran bagi kebijakan atau inisiatif baru (additional budget for new initiatives)
Bersifat On-top, Realokasi, dan Campuran
1.
Riviu Angka Dasar (Baseline Review)
Review Baseline Biaya Operasional dan Biaya Non Operasional;
2.
Riviu Kebijakan (Policy Review)
On-going atau Terminated
3.
Riviu Inisiatif Baru (New Initiative Review
Prioritas, Kriteria, dan Sumber Pendanaan
14
B. Tahapan Implementasi KPJM (MTEF) Pengenalan konsep KPJM (MTEF) dalam perencanaan dan penganggaran; Kajian Penganggaran Bergulir (rolling budget); Kajian mekanisme penilaian dan penetapan Inisiatif Baru;
Phase I : 2005-2009 (Pengenalan)
Phase II : 2010-2014 (Pemantapan)
Penyesuaian angka dasar (baseline) RPJMN/D 2015-2019; Pelaksanaan reviu baseline tahunan RPJMN/D; Penyesuaian proyeksi kapasitas fiskal jangka menengah setiap tahun; Penerapan formula dan variabel dalam penghitungan pagu belanja SKPD;
Phase III : 2015-2019 (Penyempurnaan)
Penerapan KPJMN/D dalam perencanaan dan penganggaran dg format T+3 (Tahun yang direncanakan ditambah 3 thn ke depan); Penyusunan pedoman penyusunan dan reviu angka dasar (baseline); Penyusunan tata cara penilaian dan penetapan Inisistif Baru; Penyusunan baseline dalam RPJMN/D 2010-2014; Pelaksanaan reviu baseline tahun 2015; Persiapan penyusunan baseline RPJMN/D 2015-2019;
15
C. Model/Bentuk Penerapan KPJM (MTEF) di Indonesia Implikasi anggaran
2014
2015
(RAPBD)
Kebijakan baru dan berlanjut
Prakiraan Maju
2016
2017
Prakiraan Maju
Prakiraan Maju
KPJM /MTEF RAPBD 2014
Prakiraan Maju 2015
Prakiraan Maju 2016
Prakiraan Maju 2017
T0
T+1
T+2
T+3
TA 2014 dan KPJMN/D 2015 - 2017
REALISASI 2014
RAPBD 2015
Prakiraan Maju 2016
Prakiraan Maju 2017
Prakiraan Maju 2018
T-1
T0
T+1
T+2
T+3
TA 2015 dan KPJMN/D 2016 - 2018 16
RKPD dan Renja SKPD (Rolling Plan 3 Tahunan) Tahun 0
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
*) Pencapaian Kinerja akan menentukan pendanaan Inisiatif Baru (New Initiative)
Tambahan anggaran
Ruang Gerak Fiskal bagi Inisiatif Baru
Penghematan Baseline Baru Baseline Awal
PERUBAHAN BASELINE : Sumber Pendanaan: 1. Penghematan dari pelaksanaan Program 2. Cadangan (contingency reserves) yang tidak terpakai 3. Peningkatan penerimaan/ketersediaan anggaran (+ defisit) Pemanfaatan Dana: 1. Perubahan makro ekonomi (mis. inflasi) 2. Perubahan keluaran yang bukan karena perubahan kebijakan 3. Pemanfaatan untuk inisiatif baru *) 17
17
Langkah-langkah Penerapan KPJM (MTEF)
Alokasi Anggaran 2014
Review On/Off
1
2
Program, Kegiatan dan Output/Komponen (ON)
Program
3
Kegiatan Output
Costing Process
Komponen
• • • • •
Running Cost; Pelayanan dasar; Multi years; Tunggakan; Penyelesaian kegiatan.
4
Prakiraan Maju 5
2015
2016
2017
Baseline (Existing policy)
• Hasil costing; • Penyesuaian parameter;
18
D. Capaian Implementasi KPJM (MTEF) 1) Tahun 2010: Penerapan KPJM (MTEF) secara bertahap Dilakukan sejalan dengan penyempurnaan Format RKA-K/L yang memfasilitasi penuangan angka Prakiraan Maju untuk 3 tahun ke depan. a. Penyajian informasi KPJM (MTEF) pada RKA-K/L dituangkan dalam Formulir 1 RKAK/L (akumulasi untuk seluruh Unit Eselon I K/L) dan Formulir 2 RKA-K/L (untuk masing-masing unit Eselon I K/L). b. Penghitungan KPJM (MTEF) untuk masing-masing Satker, dituangkan dalam Kertas Kerja RKA-K/L Formulir Bagian D.
2) Tahun 2013: Informasi penerapan KPJM (MTEF) dan hasil penghitungan angka Prakiraan Maju secara nasional sudah dituangkan dalam Bab VII Nota Keuangan. Hal ini sejalan dengan saran dan masukan dari pihak Bank Dunia untuk mulai mempublikasikan kepada stakeholder. 3) Sampai dengan TA 2014: Penerapan KPJM (MTEF) masih fokus pada penghitungan Prakiraan Maju untuk belanja K/L berdasarkan data RKA-K/L. Belum ada sinkronisasi antara angka KPJM (MTEF) dalam RPJMN, Proyeksi Jangka Menengah APBN, dan realisasi untuk setiap tahun. 19
E. Kendala dan Tantangan (1) Beberapa faktor penyebab kualitas penerapan KPJM (MTEF) saat ini masih belum optimal antara lain : 1) Penyusunan KPJM (MTEF) oleh masing-masing K/L banyak yg tidak konsisten dengan target kinerja dan indikasi pendanaan sesuai angka yg ditetapkan dalam RPJMN; 2) Dalam menyusun angka Prakiraan Maju, K/L masih banyak melakukan kesalahan dalam mengklasifikasikan : a. Output atau Komponen “berhenti” atau “berlanjut”; b. Komponen “utama” atau “pendukung”; 3) K/L dalam menghitung angka Prakiraan Maju pada umumnya : a. Menerapkan perlakuan yang sama terhadap : Output yg merupakan tugas fungsi; Output dalam rangka penugasan; Output yg bersifat multiyears project; b. Memasukan alokasi belanja transito, output cadangan, dan tambahan dana dari Hasil Optimalisasi DPR; c. Tidak memasukan tambahan alokasi yg berasal dari BA BUN, khususnya tambahan untuk Biaya Operasional. 20
E. Kendala dan Tantangan...(2) 4) Belum ada pedoman yang standar untuk melakukan review baseline dan mekanisme penyesuaian baseline setiap tahun;
5) Belum ada mekanisme penyesuaian angka KPJM (MTEF) yg ditetapkan dalam RPJMN dengan kondisi riil setiap tahun sesuai perhitungan resource envelope dan proyeksi jangka menengah RAPBN; 6) Perlu dibangun sinergi yg semakin solid antara Kementerian Keuangan dan Bappenas dalam menjamin kualitas penerapan KPJM (MTEF), baik dalam dokumen perencanaan dan penganggaran; 7) Perlu dilaksanakan kegiatan edukasi terus menerus kepada para petugas perencana pada K/L, khususnya para penanggung jawab Program dan Kegiatan karena penyusunan angka Prakiraan Maju saat ini dilakukan oleh para Operator K/L.
21
5. LANGKAH-LANGKAH PENYEMPURNAAN:
a. Evaluasi: Kelemahan dalam Penerapan KPJM (MTEF) saat ini b. Penyempurnaan Implementasi KPJM (MTEF) c. Tahapan Penyempurnaan d. Hal yang harus diperhatikan
e. Penerapan KPJM (MTEF) di daerah f. Rancangan Kebijakan HKPD terkait KPJM (MTEF)
Integritas
|
Profesionalisme
|
Sinergi
|
Pelayanan
|
Kesempurnaan
22
5.a. Evaluasi: Kelemahan dalam Penerapan KPJM (MTEF) Saat ini 1. Penerapan KPJM (MTEF) belum mencapai hasil yang optimal karena tidak ada keterkaitan antara dokumen perencanaan dan dokumen anggaran;
2. Kebijakan prioritas yang ditetapkan pemerintah terkadang timeframe penyelesaiannya tidak jelas dan setiap tahun selalu berubah setiap tahun sehingga mengakibatkan proses penganggaran selalu kembali ke nol (zero based budgeting); dan 3. Penerapan KPJM baru sebatas mencantumkan prakiraan maju tiga tahun ke depan, namun belum ada metodologi untuk memberikan justifikasi bahwa prakiraan maju yang dicantumkan tersebut merupakan indikasi awal pendanaan tahun berikutnya. 23
5.b. Penyempurnaan Implementasi KPJM (MTEF) Menyiapkan pedoman review angka dasar (Baseline) 2015;
Merumuskan formula penghitungan pagu dan identifikasi variabel;
Menyempurnakan pedoman penilaian Inisiatif Baru;
Menyempurnakan penyusunan baseline RPJMN/D 2015-2019;
Menyempurnakan mekanisme Trilateral Meeting;
Melakukan review kebijakan secara bertahap setiap tahun;
Menyusun pedoman review baseline RPJMN/D setiap tahun;
24
5.c. Tahapan Penyempurnaan KPJM (MTEF) Menyiapkan pedoman review angka dasar (Baseline); Menyempurnakan pedoman penilaian Inisiatif Baru; Merumuskan formula penghi-tungan pagu dan identifikasi variabel; Menyempurnakan mekanisme Trilateral Meeting;
Menyempurnakan penyusunan baseline RPJMN/D 2015-2019; Menyusun pedoman review baseline RPJMN/D setiap tahun; Melakukan review kebijakan secara bertahap setiap tahun;
2016 2015
2014
Melakukan review kebijakan secara bertahap setiap tahun; Melakukan penyesuaian baseline RPJMN/D tahunan; Melakukan penyesuaian angka dasar (baseline) RKAK/L / RKA-SKPD.
25
5.d. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Penerapan KPJM (MTEF) 1. Secara umum penyusunan KPJM yang komprehensif memerlukan suatu tahapan proses penyusunan perencanaan jangka menengah meliputi: penyusunan kerangka asumsi makro, penetapan target-target fiskal, total resource envelopes, pendistribusian total pagu belanja masing-masing Satker, dan penjabaran pengeluaran ke masing-masing Program dan Kegiatan. 2. Dalam penghitungan prakiraan maju, proses estimasi seringkali dipisah antara kebijakan yang sedang berjalan (on going policies) dan prakiraan atas biaya dari kebijakan baru (new policies). 3. Dalam rangka penerapan KPJM (MTEF), maka pemda harus memperhatikan kebutuhan anggaran untuk setiap output yang dihasilkan serta tetap menjaga keselarasan dengan target dalam RPJMN/D dan Renstra serta budget constraint untuk setiap tahun.
26
5.e. Penerapan KPJM (MTEF) di Daerah Sampai dengan saat ini KPJM (MTEF) belum diterapkan secara penuh di daerah; Penerapan lebih lanjut KPJM (MTEF) di daerah perlu landasan hukum; Untuk itu, dalam RUU HKPD akan diatur terkait penerapan KPJM di daerah. Status RUU HKPD sedang dalam proses pembahasan bersama K/L terkait dan DPR.
27
5.f. Rancangan Kebijakan HKPD terkait KPJM/MTEF (Revisi UU 33)… (1) Pokok-Pokok Pengaturan Peningkatan Prediktabilitas Pendapatan
Kondisi Saat Ini Bobot kriteria DAU berubah setiap tahun
Pengaturan RUU HKPD Bobot kriteria DAU ditetapkan untuk periode 3 tahun (MTEF)
Pasal 38 Bobot masing-masing provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan bobot masing-masing kabupaten dan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun sepanjang tidak ada penambahan Daerah baru 28
5.f. Rancangan Kebijakan HKPD terkait KPJM/MTEF (Revisi UU 33)… (2) Pokok-Pokok Pengaturan Peningkatan Prediktabilitas Pendapatan
Kondisi Saat Ini Alokasi DAK ditetapkan tahunan dan berubah-ubah bidangnya
Pengaturan RUU HKPD Alokasi DAK dapat ditetapkan untuk periode 3 tahun (KPJM/MTEF) sesuai upaya pencapaian SPM
Pasal 48 (1) Daerah yang mendapat DAK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a, adalah Daerah dengan indeks kemampuan keuangan Daerah di bawah rata-rata nasional dan indeks pencapaian Standar Pelayanan Minimal di bawah Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan. (2) Daerah yang mendapatkan alokasi DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing bidang dapat ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sesuai dengan tingkat pencapaian Standar Pelayanan Minimal. 29
TERIMA KASIH
30
Hubungan Kebijakan Fiskal Nasional dan Daerah • Kebijakan fiskal daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem kebijakan fiskal nasional. Karena itu, kebijak-an fiskal daerah harus sejalan dengan dan mendukung keempat elemen kebijakan makro nasional.
• Seluruh kebijakan ekonomi makro, terutama Kebijakan Fiskal, mempengaruhi Kebijakan Transfer ke Daerah
Inter-relasi Kebijakan Makro
KEBIJAKAN FISKAL
KEBIJAKAN NERACA PEMBAYARAN
KEBIJAKAN MONETER
KEBIJAKAN SEKTOR RIIL
31
FUNGSI ANGGARAN 1. FUNGSI ALOKASI (ALLOCATION) Anggaran berfungsi sebagai alat untuk mengalokasikan sumber daya yang dimiliki kepada sektor-sektor prioritas dalam rangka penyediaan dan pemenuhan pelayanan publik kepada masyarakat;
2. FUNGSI DISTRIBUSI (DISTRIBUTION) Anggaran menjadi alat pemerataan tingkat kesejahteraan masyarakat;
3. FUNGSI STABILISASI (STABILIZATION) Anggaran dapat menjadi alat untuk menjaga stabilitas harga, dan mendorong pertumbuhan ekonomi; 32
TIGA PILAR PENGANGGARAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH
PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
PENGANGGARAN TERPADU
DISIPLIN ANGGARAN DAN BERKELANJUTAN
1. Penganggaran Terpadu (Unified Budget) 2. Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) 3. Penganggaran dalam Perspektif Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework)
33
PENGANGGARAN TERPADU 1. Penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana. 2. Sangat penting untuk memastikan bahwa investasi dan biaya operasional yang berulang (recurrent) dipertimbangkan secara simultan. Dualisme perencanaan antara anggaran rutin dan anggaran pembangunan di masa lampau menimbulkan peluang duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. 3. Perencanaan belanja rutin dan belanja modal dilakukan secara terpadu dalam rangka mewujudkan prestasi pemerintahan yang dapat memuaskan masyarakat.
34
PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA 1.Mengutamakan upaya pencapaian output (keluaran) dan outcomes (hasil) atas alokasi belanja (input) yang ditetapkan. 2. Ditujukan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari penggunaan sumber daya yang terbatas. 3. Perlu adanya indikator kinerja dan pengukuran kinerja untuk tingkat satuan kerja (satker). 35
FOKUS PENGUKURAN KINERJA MENGUBAH FOKUS PENGUKURAN bergeser Besarnya Jumlah Alokasi Sumber Daya
INPUT BASED
Hasil yang dicapai dari penggunaan sumber daya
OUTPUT BASED
36
MENETAPKAN TARGET KINERJA: S.M.A.R.T
• SPECIFIC – jelas, tepat dan akurat Faktor apa yang paling menentukan keberhasilan?
• MEASURED – dapat dikuantifikasikan Karakteristik apa yang dapat dikuantifikasikan?
• ACHIEVABLE – praktis & realistis Apakah kinerja tahun sebelumnya dapat ditingkatkan?
• RELEVANT – bagi konsumen (masyarakat) Apakah konsumen menganggap bahwa target yang ditetapkan yang terpenting?
• TIMELINESS – batas atau tenggang waktu Seberapa cepat dapat dicapai?
Berapa lama permintaan dapat direspon?
37
Operasionalisasi: RPJMD dan Renstra SKPD (MTEF Baseline 5 Tahun)
Tahun 0
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
MTFF
Tahun 4
Contingency Reserves (1-2% Total Anggaran)
Contingency Planning (mengamankan baseline)
Total Anggaran
MTEF Baseline
Resources Envelope
38
Pengintegrasian Sistem Informasi Keuangan Daerah
Integritas
|
Profesionalisme
|
Sinergi
|
Pelayanan
|
Kesempurnaan
39
PENGINTEGRASIAN SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH URGENSI:
Amanat peraturan perundangan: PP 56 Th 2005: Kementerian Keuangan penyelengaara SIKD secara Nasional PP 71 Th 2010: Mulai Jan 2015 pencatatan keuangan berbasis akrual PP 45 Th 2013: Terintegrasinya sistem informasi keuangan pusat dan daerah Ideal
Eksisting Beragamnya aplikasi pengelolaan keuangan daerah: SIMDA, SIPKD, SIMAKDA, dll
Data yang disampaikan Pemda kepada DJPK hanya data keuangan
Transformasi
Time-lag data relatif lama: semesteran
Seragamnya aplikasi pengelolaan keuangan daerah: Newsystem
Data yang disampaikan Pemda kepada DJPK: data keuangan dan nonkeuangan
Time-lag data relatif pendek: bulanan dan ditarik secara otomatis
Objective Mewujudkan SIKD Nasional yang realtime-online dan terintegrasi dengan Sistem Informasi Keuangan Pusat (SPAN)
40
LATAR BELAKANG PENGINTEGRASIAN ▪
Masih beragamnya sistem pengelolaan keuangan di daerah sehingga output yang dihasilkan belum dapat dikonsolidasikan secara langsung;
▪ ▪
Time-lag informasi terlalu lama, yaitu ‘Data Semesteran/Triwulanan’;
▪
KOMANDAN sebagai aplikasi pengumpulan data elektronik: o Belum secara langsung menyediakan informasi keuangan yang terkonsolidasi; o Output belum mengakomodir peraturan perundangan terkini; dan o Proses penyampaian informasi keuangan daerah belum terintegrasi dengan sistem transaksi keuangan di daerah;
▪
Belum tersedianya tools analisis informasi keuangan daerah dengan konsep business inteligence secara online/web.
Perlunya perluasan coverage data guna memenuhi kebutuhan analisis dan pemeringkatan daerah;
41
KONSEP PENGINTEGRASIAN Existing System
N E W System
Input APBD
Modul Input Data Keuangan dan Non Keuangan
SIMDA SIPKD
KOMANDAN
Others MOFISDA
SIPRIDA
Modul Presentasi (Dashboard)
Modul New System
SIKD Modul Layanan Data (SPAN/GFS)
Modul Konsolidator
SIMTRADA 42
Eksisting Sistem Informasi Keuangan Daerah DJPK saat ini telah memiliki beberapa core information systems, antara lain:
▪ Input Data secara manual: APBD, Realisasi APBD dan Neraca
▪ KOMANDAN: penyampaian informasi keuangan daerah secara elektronik
▪ MOFISDA: visualisasi informasi dalam bentuk peta ▪ SIPRIDA: sistem penerimaan pajak dan retribusi daerah ▪ SIMTRADA: informasi transfer online dan realtime bagi Pemda
43
Partials to Unity New System • Seluruh Pemda menggunakan 1 sistem yang sama dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, yaitu Modul Newsystem. • Untuk melakukan konsolidasi data informasi keuangan daerah secara detil (sampai rincian obyek) dari seluruh Pemda digunakan Modul Integrator. Modul ini bekerja secara otomatis menarik data dari Newsystem yang ada di seluruh Pemda. • Modul Input APBD berfungsi untuk melakukan validasi data yang dihasilkan oleh Modul Integrator. Modul ini berupa webform yang input datanya dikerjakan oleh pegawai Pemda dan data yang diinput bersifat summary (tidak detil). Proses input pada modul relatif cepat karena dikerjakan oleh seluruh Pemda (banyak orang) dan data yang dihasilkan dapat lebih valid karena divalidasi oleh masing-masing pemilik data (Pemda). • Modul Input Data Non-Keuangan berfungsi untuk melakukan input data-data seperti: jumlah penduduk, luas wilayah, IPM, dan sebagainya. • Data Warehouse merupakan kumpulan seluruh database baik berupa data keuangan maupunn data non-keuangan yang telah final dan siap disajikan dalam bentuk laporan (report). • Modul Business Intelligence merupakan modul untuk menyajikan report dalam format yang mudah dibaca secara komprehensif (summary, grafik, peta, dll). Modul 44 ini juga dapat digunakan untuk melakukan analisis dan simulasi kebijakan.
LINGKUP ARSITEKTUR SIKD SIKD Lapis Presentasi Dashboard SIKD DI PUSAT: KEMENKEU UNIT INCHARGE
Interface Pusat Interface Pemda
DI DAERAH: PEMDA
New System
Dashboard/ Analytical
Report
Publik
Website
Lapis Layanan Data
SPAN GFS
Lapis Konsolidasi Lapis Transaksional
Instansi Lainnya
45
LINGKUP ARSITEKTUR SIKD No
Lapis /Layer
Uraian
1.
Transaksional Operasional di daerah : Perencanaan Penganggaran Penatausahaan Pertanggungjawaban
Pemda New System
2.
Konsolidasi
Kemenkeu Interface Pemda
3.
Layanan Data Proses lebih lanjut untuk keperluan Kementerian Keuangan dan pihak terkait : SPAN, GFS, instansi terkait
Kemenkeu Interface Pusat
4.
Presentasi
Kemenkeu Dashboard dan Website
Konsolidasi data di tingkat nasional
Penyajian Informasi Keuangan Daerah kepada masyarakat berupa dashboard, laporan, website
Pihak Terkait /Tool
46
Integrasi SIKD ke SPAN-GFS Lapis Presentasi
SIKD
Lapis Layanan Data
INTERFACE
Lapis Konsolidasi
Lapis Transaksional
GFS
SPAN
Integrasi antara SIKD dengan SPAN dilakukan di lapis Layanan Data. Dengan menggunakan interface (Service-Oriented Architecture), data informasi keuangan daerah secara nasional dari SIKD dikirimkan ke SPAN untuk dikonsolidasikan dengan data Keuangan Negara. Data yang sudah terkonsolidasi di SPAN di-mapping ke GFS (Government Finance Statistics).
47
KOMUNIKASI DATA DAERAH KE PUSAT
SIKD NASIONAL
1. DJPK
4
SPAN
6
5 GFS Instansi Lain
5.
3
6. 7.
Publik
SIKD DAERAH PEMDA
2. 3. 4.
7
8
2
8.
Database Aplikasi transaksional (Newsystem). Interface Pemda. Interface Pusat. Data warehouse pusat. Aplikasi dashboard dan reporting pusat. Interface Pusat. Data warehouse Pemda di BUD. Aplikasi dashboard dan reporting pemda.
1
NEWSYSTEM : END USER
48
Dampak Pengintegrasian SIKD
Pemanfaatan SIKD yang lebih optimal
SIKD yang Komprehensif, Cepat dan Terintegrasi
Media untuk mendukung analisis kebijakan desentralisasi fiskal oleh pemerintah
Tersedinaya Data Keuangan dan Nonkeuangan
Referensi untuk analisis di bidang keuangan negaradaerah oleh masyarakat/akademisi
Lebih Efektif dan Efisien dengan integrasi sistem internal yang sudah ada (SIMTRADA, MOFISDA, dll)
Terwujudnya penyajian laporan keuangan daerah satu pintu: format informasi dapat dicustomize sesuai kebutuhan
Penyajian Informasi yang Cepat (terkini)
Terintegrasinya IKD-IKP
SPAN
GFS, dll 49