KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KONSERVASI DAN REHABILITASI
LAPORAN PENELITIAN PROGRAM INSENTIF RISET UNTUK PENELITI DAN PEREKAYASA LPND DAN LPD TAHUN 2011
PEMANFAATAN HASIL IKUTAN PENANGKARAN RUSA YANG BERNILAI EKONOMIS TINGGI
PENELITI: Ir. MARIANA TAKANDJANDJI, M.Si. Drh. PUJO SETIO, M.Si. Ir. R. GARSETIASIH, MP.
BOGOR, 2011
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ………………………………………………………………. DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. DAFTAR TABEL …………………………………………………………… RINGKASAN ………..……….…………………………………………..…. I.
II.
i ii iii iv
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang …….……………………………………………. 1.2. Rumusan Masalah …………………………………………….. 1.3. Tujuan dan Sasaran ………………..…………………………. 1.4. Luaran …………..……………………………………………… 1.5. Manfaat/Dampak ……………………………………………….
1 2 3 3 4
METODOLOGI 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………. 2.2. Bahan dan Alat …………………………………………………. 2.3. Metode Kerja …………………………………..………………. 2.4. Analisis Data …………………………………………………….
4 4 5 7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pemanenan dan Pengolahan Velvet …………………………….... 7 3.2. Limbah Penangkaran …………………………….. 18 3.3. Pemanfaatan Limbah Penangkaran Rusa ………………………….. 20 3.4. Nilai Ekonomi Hasil Ikutan Penangkaran Rusa …………………… 22 IV. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………. 23 DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………. 24
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Penampilan ranggah muda masa velvet pada rusa timor jantan di Penangkaran Rusa HP Dramaga, Bogor ………………………… 7
2.
Model kandang jepit sederhana dan posisi rusa dalam kandang jepit ….
3.
Proses habituasi rusa jantan yang akan dipanen velvet-nya pada kandang jepit bertangga ……………………………………………………… 9
4.
Proses penangkapan rusa jantan yang akan dipanen velvet-nya pada kandang jepit berkolong ………………………………………………………. 10
5.
Penyuntikan obat bius lokal pada sekeliling basal ranggah dan posisi pemotongan ranggah 1 - 2 cm di atas cincin ranggah ………..……..…... 10
6.
Bekas pemotongan ranggah yang telah diberikan antiseptik untuk mencegah infeksi pada rusa timor jantan… ………………………………. 11
7.
Individu rusa yang baru mengalami pemotongan ranggah biasanya akan menyendiri, sehingga harus disediakan tempat khusus untuk memulihkan dirinya ……………………………………….………..
9
11
8.
Velvet yang dipanen dari tiga individu rusa timor jantan di Penangkaran Rusa HP Dramaga, Bogor …..………….................................................. 12
9.
Pengukuran Velvet setelah dipanen dan sebelum dilakukan pengolahan lanjutan di laboratorium ……………………………………………………… 12
10. Produk Kompos Hasil Limbah Penangkaran Rusa ………………………. 20 11. Pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman kehutanan dengan perlakuan kompos ………………………………………………………………………… 21 12. Produksi jenis tanaman pertanian yang diberi perlakuan kompos ……… 22 13. Produksi jenis tanaman pakan yang diberi perlakuan kompos ............... 22
ii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Deskripsi individu rusa jantan yang telah diseleksi untuk pemanenan velvet pada Penangkaran Rusa HP Dramaga, Bogor ………………………....... 8
2.
Hasil Pengukuran Morfometrik Velvet Panen Pada Penangkaran Rusa HP Dramaga, Bogor …..………….……………………………………………… 13
3.
Hasil analisis laboratorium terhadap kandungan mineral dan unsur esensial velvet rusa timor di Penangkaran Rusa HP Dramaga, Bogor …………………………………………………………………………..
14
4.
Kandungan protein dan asam amino (bk) pada serbuk velvet rusa sambar di Kabupaten Paser Utara……..……………………............. 17
5.
Kandungan mineral dan lemak (bk) serta turunannya pada serbuk velvet rusa sambar di Kabupaten Paser Utara …………………………… 17
6.
Limbah hasil penangkaran rusa di HP Dramaga, Bogor ………………..
7.
Kondisi limbah dalam proses pengomposan ……………………………... 19
8.
Hasil analisis sampel kompos penangkaran rusa timor di HP Dramaga, Bogor …………………………………………………..........
20
Data pertumbuhan tanaman kehutanan yang diberi perlakuan kompos
21
9.
19
iii
RINGKASAN Rusa timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu satwaliar yang memiliki potensi, yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dimana dagingnya sebagai sumber protein hewani yang rendah kolesterol, kulitnya sebagai bahan baku industri kerajinan kulit, dan ranggah muda (velvet) sebagai bahan baku obat-obatan tradisional. Sehubungan dengan itu, maka pada Tahun 2011 dengan pendanaan yang dialokasikan oleh Kementerian Riset dan Teknologi pada program insentif, penelitian dilakukan di penangkaran rusa timor di Hutan Penelitian (HP) Dramaga, Bogor. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan data, informasi dan teknologi pemanfaatan hasil ikutan penangkaran rusa berupa olahan velvet dan limbah penangkaran yang bernilai ekonomis. Pengetahuan dan teknologi ini dapat didifusikan kepada penangkar dan pengguna sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat dari penangkaran rusa timor. Kegiatan penelitian dilakukan secara bersamaan (paralel) atau bertahap sesuai dengan jumlah individu rusa jantan dan waktu lepas ranggah terakhir (casting), serta masa velvet. Luaran yang ingin dicapai adalah paket IPTEK tentang teknik pemanenan ranggah muda, teknik pengolahan serbuk ranggah muda, hasil analisis laboratoris tentang bahan aktif atau unsur esensial serbuk ranggah muda, teknik pembuatan kompos limbah penangkaran, hasil analisis laboratoris kandungan hara kompos, serta hasil ujicoba pemanfaatan kompos. Manfaat dan dampak yang diharapkan adalah terwujudnya pemanfaatan hasil ikutan penangkaran rusa yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat memberi manfaat bagi pengguna dan pihak terkait lainnya berupa olahan velvet dan limbah penangkaran, serta difusinya kepada pengguna. Kata Kunci: rusa timor, penangkaran, ranggah muda (velvet), kompos
iv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan penangkaran rusa timor (Rusa timorensis Blainville, 1822), sudah banyak dilakukan oleh masyarakat.
Hal ini karena rusa timor
memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan sehingga lebih mudah dikelola.
Di samping itu, pengembangan penangkaran rusa timor berkaitan
dengan upaya pemanfaatan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi baik dari aspek komoditas (penghasil daging, kulit dan ranggah, serta ikutan lainnya) maupun aspek estetika (satwa peliharaan dan obyek wisata). Pemanfaatan ranggah ranggah muda (velvet) maupun ranggah keras, dan olahan limbah penangkaran dapat dilakukan tanpa harus membunuh individu rusa yang ditangkarkan.
Pemanfaatan hasil ikutan penangkaran ini memiliki
prospek ekonomis yang cukup tinggi. Ranggah, terutama masa velvet (umur 55 65 hari), diyakini memiliki khasiat sebagai food supplement yang berfungsi dalam membantu meningkatkan stamina tubuh, memperlancar metabolisme, sirkulasi darah, mengatasi masalah persendian, serta membantu memperbaiki masalah reproduksi.
Jumlah populasi rusa timor yang berada di penangkaran HP
Dramaga, Bogor hingga saat ini berjumlah 43 individu. Peningkatan populasi akan meningkatkan limbah yang dihasilkan. Tetapi apabila limbah tersebut tidak dikelola,
akan
berpotensi
terhadap
pencemaran
lingkungan.
Limbah
penangkaran rusa berupa faeces, urine, dan sisa pakan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk kompos dalam kegiatan penanaman seperti tanaman pertanian, kehutanan, dan hijauan pakan rusa. Pemanfaatan hasil ikutan penangkaran rusa, membutuhkan penelitian dan pengembangan yang hasilnya dapat diaplikasikan dalam skala yang lebih luas. Penelitian ini mengacu kepada Pedoman Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa Tahun 2010 yang pendanaannya dialokasikan oleh Kementerian Riset dan Teknologi. Hasil penelitian difungsikan untuk memacu produk IPTEK dan meningkatkan perolehan teknologi tepat guna yang dibutuhkan masyarakat. Aplikasi IPTEK hasil penelitian penangkaran rusa dapat diterapkan sebagai model penangkaran kepada lembaga konservasi exsitu rusa maupun kelompok masyarakat yang menangkarkan rusa.
Dengan
demikian, pemanfaatan hasil ikutan penangkaran rusa diharapkan dapat
1
memberikan dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan velvet dan limbah dari hasil penangkaran rusa. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian terhadap nilai velvet dan hasil limbah penangkaran untuk mengetahui nilai manfaat yang terkandung dari velvet dan limbah penangkaran tersebut. 1.2.
Rumusan Masalah Penangkaran rusa yang telah banyak dilakukan di Indonesia selama ini
belum optimal pemanfaatannya karena tujuan penangkaran masih terbatas pada hanya sekedar untuk hobby, wisata, dan coba-coba. Padahal orientasi kedepan dari para pelaku kegiatan penangkaran rusa yang utama yaitu dapat menghasilkan produk rusa yang dapat dipanen untuk diperdagangkan atau konsumsi secara lokal. Pemanfaatan hasil ikutan penangkaran sangat sedikit sekali dilakukan dan belum optimal, padahal hasil ikutan tersebut bernilai ekonomis tinggi. Velvet dan olahan limbah penangkaran berupa kompos adalah dua jenis dari beberapa hasil ikutan penangkaran yang nilai ekonomisnya cukup tinggi. Kedua komoditas tersebut dapat dipanen tanpa harus kehilangan individu hidup dan pola pemanenan dapat mengurangi resiko dalam kegiatan penangkaran rusa (perkelahian antar jantan, kerusakan sarana penangkaran, kesehatan rusa dan lingkungan). Dalam mengoptimalkan hasil kegiatan penangkaran melalui pemanfaatan hasil ikutan penangkaran rusa tersebut membutuhkan pengetahuan dan teknologi dari hasil penelitian, serta diharapkan dapat didifusikan langsung kepada pengguna. Pemanfaatan rusa di Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah karena aspek administrasi yang belum jelas dan pemanfaatan tersebut masih terbatas hanya pada daging saja.
Padahal pemanfaatan hasil ikutan yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi dari penangkaran rusa yaitu ranggah dan olahan limbah penangkaran belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Besarnya nilai ekonomi dari ranggah muda (velvet) yang merupakan bagian tubuh rusa sampai saat ini belum banyak diketahui sehingga penelitian tentang besarnya kontribusi ranggah muda bagi pendapatan dari suatu upaya penangkaran rusa perlu dilakukan. Untuk mengoptimalkan hasil dari kegiatan penangkaran rusa maka perlu dilakukan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati rusa,
2
melalui pemanfaatan hasil ikutan penangkaran rusa yang bernilai ekonomis tinggi. Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor mencoba untuk melakukan serangkaian penelitian tentang pemanfaatan hasil ikutan penangkaran rusa timor, yang dapat diterapkan pada masyarakat. Sehubungan dengan arah kebijakan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, kegiatan ini difokuskan pada peningkatan kinerja di bidang prioritas ketahanan pangan. Orientasi program insentif ristek tersebut ditujukan untuk percepatan difusi dan pemanfaatan Iptek. Tujuan dari program insentif ini diantaranya untuk mempercepat pertumbuhan inovasi teknologi yang bernilai ekonomis tinggi. Berkaitan dengan ketahanan pangan, maka penangkaran rusa timor yang telah dilakukan sejak Tahun 2008 di HP Dramaga, Bogor dapat dijadikan sebagai stok dalam pemanfaatan hasil penangkaran berupa ranggah muda dan limbah sehingga dapat digunakan sebagai sumber pendapatan yang tinggi, dan dapat digunakan sebagai sumber obat-obatan. Diharapkan melalui kegiatan ini, masyarakat dapat memanfaatkan rusa tanpa harus membunuh rusanya sehingga kelestariannya tetap terjaga, dan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat sekitar lokasi penangkaran. 1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi teknologi pemanfaatan hasil ikutan penangkaran rusa berupa olahan velvet dan limbah penangkaran yang bernilai ekonomi tinggi. Pengetahuan dan teknologi ini dapat didifusikan kepada pelaku penangkaran rusa dan pengguna lainnya sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat dari penangkaran rusa. Sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah tersedianya data dan informasi teknik pemanenan ranggah muda (velvet), teknik pengolahan dan analisis unsur esensial hasil olahan serbuk velvet; teknik pengolahan limbah penangkaran, analisis unsur hara hasil olahan dan hasil ujicoba pemanfaatan olahan limbah penangkaran sebagai pupuk kompos. 1.4. Luaran Luaran yang dicapai dalam penelitian ini adalah paket pengetahuan dan teknologi berupa teknik pemanenan/pemotongan velvet, teknik pengolahan
3
serbuk velvet, analisis laboratoris kandungan bahan aktif atau unsur esensial serbuk velvet, teknik pembuatan kompos limbah, analisis laboratoris kandungan hara kompos, serta hasil ujicoba pemanfaatan kompos untuk persemaian tanaman kehutanan, pertanian, peternakan (hijauan pakan) sehingga percepatan difusi dan pemanfaatan IPTEK dapat diadopsi oleh masyarakat.
Target
pencapaian luaran dalam kegiatan penelitian ini adalah semua luaran tersebut akan dirangkum secara terpisah atau bersama-sama dalam bentuk laporan penelitian akhir tahun dan publikasi ilmiah. 1.5. Manfaat atau Dampak Manfaat dan dampak yang diharapkan dari penelitian adalah dapat memberi manfaat kepada pengguna dan pihak terkait lainnya yakni kelompok peneliti, pendidik, dan penyuluh (manfaat sumber informasi IPTEK), kelompok penangkar masyarakat dan swasta (manfaat aplikasi IPTEK pemanfaatan dan pengolahan hasil ikutan penangkaran), kelompok usahawan masyarakat atau badan hukum (manfaat penyediaan bahan baku, pengolahan lanjutan, pengemasan dan jasa lainnya ), serta kelompok pengguna komoditas olahan hasil ikutan penangkaran. II. METODOLOGI 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di penangkaran rusa Hutan Penelitian (HP) Dramaga-Bogor, Jawa Barat dan penangkaran rusa sambar (Rusa unicolor) Dinas Peternakan Kabupaten Paser Utara, Kalimantan Timur sebagai lokasi pembanding velvet (mitra dalam kegiatan ini). Kegiatan dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Nopember 2011. 2.2. Bahan dan Alat Untuk melaksanakan kegiatan penelitian, diperlukan bahan dan alat: a. Kelompok rusa timor jantan umur ≥ 2-3 tahun yang beranggah muda, b. Limbah penangkaran rusa (sisa pakan dan faeces), c. Kompos (bak, sekop, termometer tanah, timbangan, sepatu boot, sarung tangan, masker), d. Kandang pemeliharaan rusa (kandang individu, kandang jepit),
4
e. Pakan rusa hijauan (rumput), konsentrat (ubi, dedak, jagung) dan premix (vitamin dan obat-obatan), f.
Peralatan bius, pemotongan velvet, dan pengambilan sampel (obat bius, timbangan, kandang jepit, meteran, pisau, gergaji besi, hand-counter, stop watch, alkohol, vaccum tube, syring needle, gunting, box ice, kain penutup, obat luka, sarung tangan karet, tambang plastik, kantung plastik transparan, karung plastik, masker wajah, sepatu kandang, dan kapas streril),
g. Peralatan persemaian, h. Peralatan pemeliharaan rusa (parang, gerobak dorong, keranjang bambu, bak pakan, pemotong rumput, gunting stek, ember, sapu), i.
Peralatan pengukuran pertumbuhan (meteran, kaliper, pH meter),
j.
Peralatan dokumentasi (kamera foto atau video),
k. Perlengkapan alat tulis menulis, dan tally sheet. 2.3. Metode Kerja Penelitian dilakukan dengan tahapan (1) persiapan teknis (pengumpulan data sekunder, diskusi dan konsultasi dengan nara sumber, penentuan faktorfaktor yang akan dievaluasi, kriteria yang akan digunakan, penyusunan rencana kerja), (2) pemanenan velvet, (3) pengolahan velvet, (4) pengolahan limbah penangkaran, (5) analisis sampel, (6) ujicoba pemanfaatan kompos, (7) pengumpulan dan analisis data, dan (8) difusi kegiatan iptek (melibatkan masyarakat setempat dan pemerintah daerah). a.
Persiapan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan adalah
pengumpulan data sekunder, diskusi dan konsultasi dengan nara sumber, penentuan faktor-faktor yang akan dievaluasi dan kriteria yang akan digunakan serta penyusunan rencana kerja. b.
Pemanenan Velvet Pemanenan ranggah muda (velvet) dilakukan pada rusa jantan mulai
periode ranggah kedua yang sudah bercabang (umur rusa sekitar 2 tahun atau lebih).
Waktu pemanenan sekitar
55 - 65 hari setelah tumbuh velvet baru.
Pemanenan dilakukan pada sekitar 1 - 2 cm di atas cincin ranggah. Velvet hasil potongan kemudian diukur (linear dan beratnya) serta dibuat deskripsi visualnya
5
sedangkan pengolahan dan analisis velvet dilakukan di laboratorium FAPET IPB. Metode pemotongan velvet pada rusa jantan dilakukan di kandang jepit setelah dibius secara lokal. c.
Pengolahan Velvet Teknik pengolahan velvet dilakukan melalui pengirisan, pengeringan, dan
pelumatan menjadi serbuk velvet.
Serbuk velvet rusa dianalisis secara
laboratoris untuk mengetahui kandungan unsur esensial. d.
Pengolahan Limbah Penangkaran Pengolahan limbah penangkaran rusa dilakukan melalui proses anaerob
atau fermentasi. Pengolahan limbah penangkaran rusa diharapkan dapat mengurangi mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadikan peluang usaha bagi penangkar karena produk pupuk kandang banyak dibutuhkan masyarakat. Bahan yang digunakan sebagai limbah adalah kotoran (faeces) rusa, sisa pakan, dan lumpur atau tanah yang berasal dari kandang rusa. Bahan tersebut kemudian dicampur jadi satu dan dimasukkan ke dalam bak limbah yang terbuat dari beton dan ditutup dengan terpal (metode anaerob) selama 2 - 3 bulan. Kompos yang dihasilkan dianalisis kandungan unsur hara di Laboratorium Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor. e.
Ujicoba Pemanfaatan Kompos Limbah Penangkaran Pemanfaatan olahan limbah penangkaran dilakukan dengan ujicoba
penggunaan kompos bagi kegiatan penanaman kehutanan, pertanian, dan peternakan.
Jenis tanaman kehutanan yang menggunakan kompos limbah
penangkaran yakni Khaya grandifolia, Intsia biyuga, Azadirachta excelsa, Samanea saman, dan Swietenia macrophylla.
Tanaman pertanian yang
menggunakan kompos limbah penangkaran adalah jagung (Zea mays), kacang tanah (Arachis hypogaea), sorghum (Sorghum vulgare), ubi jalar (Ipoemea batatas), dan singkong (Manihot utilisima). Sedangkan hijauan pakan rusa yang memanfaatkan kompos yakni rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput setaria (Setaria sphacelata), rumput raja (Pennisetum purpuphoides), kaliandra (Caliandra calothyrtus), turi (Sesbania grandiflora), dan lamtoro (Leucaena leucocephalla).
6
2.4. Analisis Data Data analisis dan pelaporan yang telah diperoleh (primer dan sekunder) diolah dan dianalisis berdasarkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Hasil
yang diperolah dituangkan dalam laporan penelitian dan diharapkan bermanfaat sebagai pedoman dalam upaya pengembangan penangkaran rusa timor. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.
Pemanenan dan Pengolahan Velvet
a. Seleksi Rusa Jantan Beranggah Muda Seleksi terhadap rusa jantan yang memiliki ranggah muda (velvet) dilakukan dengan mempertimbangkan umur dan ketersediaan obyek.
Pada
penelitian ini, tiga individu rusa jantan yang telah diketahui masa lepas ranggah (casting) dipilih untuk dilakukan pemanenan velvet. Pemanenan velvet dilakukan pada rusa jantan mulai periode ranggah ketiga yang sudah bercabang sempurna atau pada umur rusa sekitar 3 tahun atau lebih (Gambar 1). Sementara itu, deskripsi individu jantan terseleksi tersebut sebagaimana pada Tabel 1.
Gambar 1.
Penampilan ranggah muda masa velvet pada rusa timor jantan di Penangkaran Rusa HP Dramaga, Bogor
7
Tabel 1.
Deskripsi individu rusa jantan yang telah diseleksi untuk pemanenan velvet pada Penangkaran Rusa HP Dramaga, Bogor
Deskripsi Individu No. Registrasi Penangkaran Tanggal casting periode sebelumnya Tanggal casting sebelum pemanenan velvet
Individu I
Individu II
Individu III
HBT-M-2-081007-1
ALP-M-1-000806-1
TSI-M-4-150803-1
29-01-2010
20-01-2010
11-11-2009
10-12-2010
28-12-2010
05-01-2011
25-02-2011
02-03-2011
17-03-2011
77 hari
64 hari
71 hari
Tanggal panen velvet Umur velvet setelah casting
Umur ranggah yang telah siap panen dipengaruhi dengan lamanya pertumbuhan ranggah pasca casting hingga hampir mendekati munculnya percabangan kedua.
Setelah casting, pedicle (titik tumbuh ranggah) mulai
mengalami regenerasi hingga 10 hari pertama. Dengan demikian, umur velvet masa pertumbuhan hingga siap panen pada penelitian ini berkisar 54 - 67 hari (rata-rata 60,67 ± 6,51 hari) atau umur setelah casting berkisar 64 - 77 hari (ratarata 70,67 ± 6,51 hari). Umur velvet hasil penelitian ini lebih lama dibandingkan penelitian Dradjat (2000) terhadap produksi ranggah muda persilangan rusa timor dan rusa sambar pada peternakan “Steigerwald deer farm” Australia, yaitu 30 - 40 hari. Namun demikian, menurut Semiadi dan Nugraha (2004), umur panen velvet pada penangkaran rusa sambar (Rusa unicolor) di Kabupaten Paser Utara Kalimantan Timur mendekati kisaran pengalaman lapangan, yaitu 50 - 55 hari. b. Teknik Penangkapan Rusa Rusa yang telah diseleksi untuk dipanen velvet-nya digiring melalui lorong giring (gang-way) menuju kandang jepit sederhana berukuran 2x1x2 m3 (Gambar 2). Proses ini dilakukan habituasi rusa terhadap lingkungan untuk menghindari stres selama berkisar 2 jam hingga 36 jam, tergantung karakter individu rusa. Proses habituasi di lorong dan kandang jepit, dilakukan pemberian pakan berupa hijauan segar dan ditambah pakan atraktif seperti ubi dan wortel.
Petugas
dibiasakan pula memberi makan langsung melalui tangan untuk membiasakan rusa terhadap situasi dan kondisi kandang jepit (Gambar 3).
8
Gambar 2.
Model kandang jepit sederhana dan posisi rusa dalam kandang jepit
Gambar 3.
Proses habituasi rusa jantan yang akan dipanen velvet-nya pada kandang jepit bertangga
Teknik penangkapan rusa menggunakan kandang jepit badan beralas yang dapat dilepas. Penggunaan kandang jepit beralas lepas dapat dilakukan dengan dua model, yaitu model kandang jepit bertangga (Gambar 3) dan model kandang jepit berkolong (Gambar 4).
Kedua model tersebut sudah diuji dan
dapat digunakan untuk penangkapan. Namun demikian, model kandang jepit berkolong memberikan waktu habituasi yang lebih singkat. Hal ini disebabkan rusa tidak merasa aneh pada saat melalui kandang jepit berkolong dibandingkan model bertangga yang tidak umum dalam kandang rusa. Selanjutnya, penangkapan rusa dilakukan dengan cara menarik pengunci alas kandang jepit,
9
sehingga alas kandang lepas ke bawah dan rusa terperangkap badannya dengan posisi kaki menggantung (Gambar 4).
Gambar 4.
Proses penangkapan rusa jantan yang akan dipanen velvet-nya pada kandang jepit berkolong
c. Teknik Pemotongan Velvet Rusa yang telah diperangkap harus segera dilakukan tindakan. Langkah pertama adalah melakukan penutupan kepala bagian wajah rusa menggunakan kain berwarna gelap agar rusa tidak terlalu stres.
Selanjutnya dilakukan
penyuntikan obat bius lokal ®Lidocain sebanyak satu ampul untuk setiap ranggah.
Cara penyuntikan di sekeliling bagian basal ranggah (secara
melingkar) melalui tiga titik penyuntikan (Gambar 5).
Penggunaan obat bius
lokal dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit pada waktu di potong bagian ranggahnya.
Gambar 5.
Penyuntikan obat bius lokal pada sekeliling basal ranggah dan posisi pemotongan ranggah 1 - 2 cm di atas cincin ranggah
Pengikatan selanjutnya dilakukan pada bagian atas penyuntikan atau di bawah cincin ranggah (hubungan ranggah dan basal) menggunakan karet yang tebal dan kuat (ex karet ban dalam motor). Hal ini dilakukan untuk menghindari perdarahan pembuluh vascular pada waktu pemotonggan ranggah.
10
Pemotongan ranggah dilakukan dengan alat yang tajam dan bersih. Pada penelitian ini digunakan gergaji besi dengan mata gergaji kecil yang telah disterilkan menggunakan desinfektan dan antiseptik cair (®dettol dan alkohol 70%).
Pemotongan dilakukan dengan cepat mulai ranggah pertama yang telah
dibius lokal terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan pada ranggah berikutnya. Posisi pemotongan sekitar 1 - 2 cm di atas cincin ranggah. Proses
yang
dilakukan
pasca
pemotongan
ranggah
adalah
membersihkan bekas luka dengan menggunakan antiseptik cair yang diusap perlahan pada bekas potongan ranggah.
Karet pengikat selanjutnya dapat
dilepas setelah beberapa menit pemotongan ranggah untuk memberikan kesempatan penghentian aliran darah vascular yang secara alami akan tertutup melalui proses aglutinasi.
Sisa darah yang mungkin terdapat pada daerah
pemotongan ranggah dibersihkan, kemudian kain penutup kepala rusa dibuka dan rusa dilepas perlahan dengan membebaskan dari jepitan badan. Proses pemotongan ranggah mulai dari penangkapan hingga pelepasan rusa dari kandang jepit membutuhkan waktu sekitar 10 - 15 menit.
Gambar 6.
Bekas pemotongan ranggah yang telah diberikan antiseptik untuk mencegah infeksi pada rusa timor jantan
Gambar 7.
Individu rusa yang baru mengalami pemotongan ranggah biasanya akan menyendiri, sehingga harus disediakan tempat khusus untuk memulihkan dirinya
11
d. Pengolahan dan Hasil Analisis Kandungan Mineral Velvet Velvet yang telah dipanen pada penelitian ini dilakukan pengukuran morfometrik (Gambar 8 dan Tabel 2) sebelum dilakukan proses pembersihan dan pengolahan lanjutan. Selanjutnya, velvet yang telah bersih dibungkus dengan allumunium foil dan proses pengolahan selanjutnya dilakukan di laboratorium, antara lain penyimpanan velvet di dalam freezer (-40C), penirisan, penyimpanan dalam oven 450 C, penirisan kembali, pengirisan atau penggerusan halus. HBT-M-2-081007-1
ALP-M-1-000806-1
TSI-M-4-150803-1
Gambar 8.
Velvet yang dipanen dari tiga individu rusa timor jantan di Penangkaran Rusa HP Dramaga, Bogor
Gambar 9.
Pengukuran Velvet setelah dipanen dan sebelum dilakukan pengolahan lanjutan di laboratorium
12
Tabel 2.
Hasil Pengukuran Morfometrik Velvet Panen Pada Penangkaran Rusa HP Dramaga, Bogor Individu I HBT-M-2-081007-1
Individu II ALP-M-1-000806-1
Individu III TSI-M-4-150803-1
65,32
-
74,60
Panjang velvet panen (cm)
28,5
-
27,0
Berat velvet panen (gram)
500
480
520
Ukuran Morfometrik Berat badan rusa (kg)
Berat velvet hasil penelitian ini jauh lebih kecil dibandingkan berat velvet persilangan rusa timor dan rusa sambar di Australia seperti yang dilaporkan Dradjat (2000) yaitu rata-rata 1,34 ± 0,23 kg dari berat badan rusa rata-rata 105,86 ± 1,34 kg.
Demikian pula dengan berat velvet pada rusa sambar di
Kabupaten Paser Utara, Kalimantan Timur hasil pengamatan bulan Nopember 2011 yakni 900 gram (untuk individu I) dengan panjang velvet 25 cm dan diameter 13,5 cm serta 700 gram (untuk individu II) dengan panjang 26 cm dan diameter 11,25 cm. Perbedaan ini disebabkan karena spesies rusa dan pola pemeliharaan yang berbeda, termasuk asupan pakan berkadar protein serta mineral tinggi. Namun demikian, hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa unsur mineral velvet hasil penelitian ini masih cukup baik dan hampir setara dengan nilai referensi produk olahan velvet dari luar negeri (Tabel 3). Komposisi bahan kimia yang terkandung di dalam velvet mengandung dua belas (12) komponen mineral diantaranya phosphor, kalium, kalsium, magnesium, natrium, sulfur, besi, aluminium, mangan, tembaga, seng, dan boron. Kandungan mineral tersebut secara medis memiliki efek yang berkaitan dengan osteoporosis, pertumbuhan dan perkembangan serta penyembuhan tulang pada manusia. Pengolahan velvet pada rusa timor belum dilakukan karena jumlah velvet yang dipanen masih kurang. Namun hasil studi banding di penangkaran rusa sambar (Rusa unicolor) Dinas Peternakan Kabupaten Paser Utara, Kalimantan Timur, telah melakukan pengolahan velvet dan telah memasarkan.
13
Tabel 3. Hasil analisis laboratorium terhadap kandungan mineral dan unsur esensial velvet rusa timor di Penangkaran Rusa HP Dramaga, Bogor Nilai Velvet Hasil Penelitian Ratarata
SD
Nilai Referensi Produk Olahan Velvet *
P (%)
4,67
1,27
5,80
Menyediakan struktur untuk tulang dan gigi, dan merupakan komponen dari hampir semua reaksi metabolik
K (%)
0,33
0,14
0,42
Esensial untuk fungsi syaraf dan otot dan terlibat dalam keseimbangan elektrolit
Ca (%)
10,90
2,24
12,10
Mg (%)
0,28
0,04
0,25
Membangun dan memelihara kesehatan gigi dan tulang, dan sangat penting untuk konduksi impuls saraf untuk menjaga jantung berdetak terus, dan menjaga otot dan syaraf bekerja dengan benar Diperlukan untuk pembentukan tulang dan gigi dan untuk syaraf normal dan fungsi otot
Na (%)
0,94
0,08
-
Membantu tubuh mempertahankan elektrolit normal dan keseimbangan cairan
S (%)
0,14
0,10
0,85
Sebuah komponen dari berbagai asam amino dan insulin
Fe (ppm)
194,33
31,75
319,00
Penting untuk sel-sel darah mengangkut oksigen ke seluruh tubuh
Al (ppm)
47,33
19,40
-
Mn (ppm)
4,67
2,08
3,40
Cu (ppm)
3,00
1,00
5,30
Zn (ppm)
64,33
12,42
69,00
B (ppm)
4,00
1,00
-
Kandung Mineral
Fungsi **
Dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan jaringan ikat, dan pembentukan dan aktivasi enzim tertentu Diperlukan untuk produksi energi, pembentukan sel darah merah, tulang dan jaringan ikat dan memiliki tindakan antioksidan untuk membantu melindungi sel terhadap kerusakan oleh radikal bebas Sebuah komponen lebih dari 100 enzim yang diperlukan untuk kulit sehat, penyembuhan luka dan pertumbuhan
Keterangan : * Sumber (http://www.velvita.com/composition.htm) ** Sumber Ewashkiw, C and M. Allen. 2011 (http://www.norelkco.com) Proses pengolahan velvet rusa sambar di Kabupaten Paser Utara, Kalimantan Timur adalah sebagai berikut: 1.
Velvet yang sudah dipotong, dibersihkan dan dibungkus dengan aluminium foil dimasukkan ke dalam termos es kemudian dimasukkan dalam freezer,
2.
Velvet diiris tipis-tipis seperti keripik dengan menggunakan pisau potong,
14
3.
Irisan tersebut dioven dalam suhu 450 C selama enam (6) jam kemudian suhunya dinaikkan menjadi 500 C selama enam (6) jam, setelah itu 6 jam kemudian dinaikkan lagi 50 C,
4.
Velvet yang telah dioven kemudian digiling dengan menggunakan mixer (mix mindong) sehingga berbentuk serbuk atau bubuk,
5.
Bubuk atau serbuk kemudian dimasukkan ke dalam kapsul sebanyak 250 gram dan dikemas di dalam botol secara steril. Kandungan nutrisi serbuk velvet rusa sambar di Kabupaten Paser Utara,
Kalimantan Timur dianalisis di beberapa laboratorium yakni asam amino (kromatografi/HPLC), asam lemak (kromatografi/GC) dan mineral (AAS) dilakukan di laboratorium kimia terpadu, IPB. Uji mikroba (bakteri dan jamur) patogen dianalisis di Laboratorium Balai Besar Penelitian Veteriner, Kementerian Pertanian. Sedangkan kandungan air dianalisis di Laboratorium Nutrisi Pusat Penelitian Biologi LIPI. Hasil analisis menunjukkan bahwa serbuk velvet rusa sambar mengandung tujuh (7) dari sembilan (9) asam amino esensial yang dapat disintesis oleh tubuh manusia berupa histidin, iso leusin, leusin, lysin, fenilananin, threonin, dan valin.
Asam amino methionin dan tryptophan tidak terdeteksi
dalam velvet tersebut.
Sedangkan asam amino lainnya seperti aspartat,
glutamat, serin, glisin, arginin, alanin, dan tirosin tidak termasuk asam amino esensial karena tubuh mampu mensintesis sendiri. Asam lemak linoleat dan linolenat adalah asam lemak tidak jenuh yang berfungsi memelihara struktur dan fungsi sel-sel dalam membran sel.
Kedua asam lemak esensial tersebut
berfungsi sebagai precursor dari asam eicosanoat yang berperan penting dalam mengatur proses fisologi dalam tubuh dan sebagai bahan dasar sintesis hormonhormon dalam mengatur terbentuknya pembekuan darah, kadar lemak darah, immun respons, radang respons terhadap luka dan infeksi (Semiadi dan Nugraha, 2004). Indikasi atau kegunaan dari serbuk velvet rusa adalah: 1. Meningkatkan potensi seksual Serbuk velvet rusa di Rusia digunakan untuk penderita ketidakmampuan seksual (impotensi dan gangguan fungsi seksual lainnya). Serbuk velvet juga dapat memberikan efek androgonik dan gonadotropik, yang membantu mengatur aktivitas organ seks.
Penelitian oleh Pavlenko (1969) dalam
Semiadi dan Nugraha (2004) menunjukkan velvet rusa mengandung bahan
15
biologis aktif yang berkhasiat bagi organ seks pria dan wanita sehingga berguna mengatasi masalah biologis. Bahkan beberapa wanita yang sudah memasuki masa menopause, dapat menstruasi lagi. 2. Berefek tonik Di Rusia pada tahun 1930-an, pengujian telah dilakukan pada velvet rusa (pantocrin) untuk membantu tentara yang terluka akibat peperangan sehingga kembali kuat dan sehat. Ekstrak velvet (pantocrin) berperan mempercepat proses penyembuhan alami pada tubuh dengan meningkatkan daya tahan terhadap pengaruh eksternal yang merugikan. 3. Memperbaiki sirkulasi darah Velvet juga bermanfaat untuk mengatasi gangguan penyumbatan pembuluh darah sehingga memperbaiki sirkulasi darah. Velvet juga dapat mengurangi resiko serangan jantung secara fatal dan stroke. 4. Menambah darah Velvet rusa dapat pula meningkatkan jumlah eritrosit dan merangsang sintesis sel darah merah, haemoglobin, leukosit, dan dapat meningkatkan percepatan peremajaan sel. 5. Mengatasi efek penuaan Jurnal Chemical and Pharmaceutical Buletin 36 (1998) dalam Semiadi dan Nugraha (2004) menyebutkan bahwa ekstrak velvet rusa dapat meningkatkan kadar testoteron pada tikus jantan sekaligus menurunkan kadar enzim yang berhubungan dengan proses penuaan. 6. Meningkatkan kemampuan otot Rata-rata kesehatan atlet meningkat setelah mengkonsumsi pantocrin. 7. Mempercepat penyembuhan luka 8. Ekstrak velvet rusa dapat mempercepat proses penyembuhan kerusakan jaringan urat syaraf, luka, bisul dan keluhan emosi. Kandungan protein dan asam amino serta turunannya dalam bahan kering pada serbuk velvet rusa sambar (Rusa unicolor) di Api-api, Kabupaten Paser Utara, Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
16
Tabel 4. Kandungan protein dan asam amino (bk) pada serbuk velvet rusa sambar di Kabupaten Paser Utara Nutrisi Protein Asam Amino Asam Amino Esensial Valin Fenilalanin Iso leusin Leusin Lisin Histidin Threonin Methionin Tryptophan Asam Amino Non Esensial Aspartat Gkutamat Serin Glisin Arginin Alanin Tirosin
Hasil (%) 56,13 2,18 1,82 1,21 3,14 2,80 0,89 1,64 Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi 4,00 6,06 1,76 7,48 3,84 4,08 0,79
Sumber: Semiadi dan Nugraha (2004) serta Data UPTD Balai Pembibitan dan Inseminasi Buatan, Api-api (2011)
Tabel 5.
Kandungan mineral dan lemak (bk) serta turunannya pada serbuk velvet rusa sambar di Kabupaten Paser Utara
Nutrisi Phosphor (P) Besi (Fe) Calcium (Ca) Lemak Asam Lemak Miristat Palmitat Stearat Oleat Linoleat Arachidat Linolenat
Hasil (%) 0,12 0,04 18,45 2,48 0,010 0,210 0,042 0,053 0,020 0,013 0,016
Sumber: Semiadi dan Nugraha (2004) dan Data UPTD Balai Pembibitan dan Inseminasi Buatan, Api-api (2011)
e. Tindakan Pasca Pemotongan Sebelum dan sesudah pemotongan velvet, rusa harus dipisah karena apabila tetap berada dalam kelompoknya, dikuatirkan perilakunya akan menyerang anak dan rusa betina.
Menurut Denholm (1984), kematian pada
anak dan rusa betina Fallow seringkali terjadi akibat penggabungan setelah pemotongan velvet.
17
Semua peralatan yang digunakan untuk memotong velvet harus disterilkan sebelum disimpan, dan didesinfektan apabila akan menggunakan lagi. Kontaminasi pada permukaan velvet yang akan dipotong dapat dikurangi dengan mengusapkan kain penyeka yang direndam desinfektan.
Setelah velvet
dipotong, bekas potongan dibersihkan dengan kain penyeka kering yang steril untuk mengurangi kontaminasi dan bertindak sebagai nidus untuk mencegah penggumpalan. Sebelum rusa dilepas, permukaan bekas pemotongan disemprot dengan antibiotik atau antiseptik. Penggunaan antibiotik atau antiseptik pada luka dan pengusir insekta (lalat), sangat diperlukan. Penolak insekta (serangga) berguna untuk menghindari iritasi setelah pemotongan velvet. Prosedur yang dilakukan setelah pemotongan velvet pada rusa jantan antara lain pemberian tanda, penimbangan, pemberian pakan, dan air minum. Kemudian awasi rusa apabila terlihat tanda-tanda dari pengaruh bius dan pemotongan velvet. Setelah pemotongan velvet berakhir, perlu pembersihan semua sampah di sekitar rusa, karena rusa akan memakan kantong plastik, kain lap, tutup jarum, suntikan dan benda-benda lain yang tertinggal. 3.2.
Limbah Penangkaran Kotoran, air kencing (urine), dan sisa pakan rusa merupakan limbah yang
dihasilkan setiap hari di penangkaran rusa timor di HP Dramaga, Bogor yang mengandung karbon dan nitrogen, serta memiliki banyak manfaat bagi aspek ekonomi, lingkungan, dan tanah atau tanaman. Rata-rata bahan limbah penangkaran rusa timor di HP Dramaga yang diperoleh setiap hari terdiri dari kotoran (faeces) rusa sebanyak 39,501 kg dan sisa pakan 17,74 kg sehingga total semua sebanyak 57,24 kg atau 28,620 kg rata-rata per hari (Tabel 6).
Kotoran rusa merupakan bahan utama dalam
pembuatan kompos karena memiliki kandungan nitrogen, potasium, dan serat yang tinggi. Limbah penangkaran tersebut dimasukkan ke dalam bak berukuran 2x2 m dengan suhu rata-rata 44,50 C dan kelembaban 59,25% (Tabel 7).
18
Tabel 6. Limbah hasil penangkaran rusa di HP Dramaga, Bogor Hari ke-
Limbah Penangkaran Rusa Faeces Sisa Pakan 43,9 29,4 52,37 10,54 28,3 19,49 32,86 14,9 36,4 13,05 46,05 26,65 45,335 17,85 39,15 17,9 34,15 15,4 36,5 12,2 395,015 177,38 39,5015 17,738
I II III IV V VI VII VIII IX X Jumlah Rata-rata
Jumlah
Rata-rata
73,3 62,91 47,79 47,76 49,45 72,7 63,185 57,05 49,55 48,7 572,395 57,240
36,65 31,455 23,895 23,88 24,725 36,35 31,5925 28,525 24,775 24,35 286,198 28,620
Menciptakan kondisi limbah penangkaran dalam proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri (Tabel 7). Tabel 7. Kondisi limbah dalam proses pengomposan No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Lokasi
HP Dramaga
9
Kondisi Temperatur rata-rata Kelembaban pH Berat kompos belum jadi Berat kompos sudah jadi Waktu pembalikan Lama pengomposan Aerasi Jenis aktivator
Hasil Pengamatan 44,50C 59,25% 7,0 28,620 kg 9,54 kg 4 hr sekali 2,5 bulan Berjalan secara alami dengan kondisi oksigen (aerob) Tidak menggunakan aktivator
Aerasi udara diperlukan untuk menghindari terjadinya kondisi anaerobik yang dapat menimbulkan bau. Pembalikan yang dilakukan secara teratur dapat meningkatkan
aerasi
dan
sebaliknya
apabila
kekurangan
menimbulkan aktivitas mikroba dan temperatur menurun.
udara,
akan
Namun apabila
kelebihan aerasi akan menyebabkan kompos menjadi kering dan unsur N menghilang. Kelembaban merupakan unsur penting dalam metabolisme pada mikroba dan kelembaban yang baik adalah 50 - 60% sedangkan apabila kelembaban terlalu basah (<60%) dapat menimbulkan bau yang tidak sedap dan aktivitas mikroba menurun (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB, 2010). Hasil limbah penangkaran rusa timor di HP Dramaga berupa kompos dikemas dalam plastik (Gambar 10) dan hasil analisis kompos tersebut disajikan dalam Tabel 8.
19
Gambar 10. Produk Kompos Hasil Limbah Penangkaran Rusa
Tabel 8.
Hasil analisis sampel kompos penangkaran rusa timor di HP Dramaga, Bogor
Hasil Analisis pH H2O (1:5) Kadar Air (%) Pengabuan (C Organik) % Nitrogen Organik (%) NH4 (%) NO3 (%) Total C/N Total HNO3+HCLO4 P2O5 (%) K2O (%) Fe (ppm) Besi Mn (ppm) Mangan Cu (ppm) Cuprum Zn (ppm) Zeng B (Boron) Pb (ppm) Plumbun Cd (ppm) Cadmium Co (ppm) Cobalt As (ppm) Arsenik Mo (ppm) Molibden Hg (ppm) Hidrargyrum Sumber:
Kompos Rusa 7,5 56,91 6,45
Keterangan Keasaman Air
0,33 0,05 0,06 0,44 15
Ammonium Nitrogen Nitrat
0,30 0,35 20772 1497 20 99 8 17 0,08 13 td*) td*) 0,01
Hara mikro Hara mikro Hara mikro Hara mikro Hara mikro Logam berat Logam berat Hara mikro Logam berat Hara mikro Logam berat
Laboratorium Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor, 2011 *) = tidak terdeteksi
3.3. Pemanfaatan Limbah Penangkaran Pemanfaatan olahan limbah penangkaran dilakukan dengan ujicoba penggunaan kompos bagi tanaman kehutanan, pertanian, dan hijauan pakan rusa. Jenis tanaman kehutanan sebanyak lima (5) jenis yakni Khaya grandifolia,
20
Intsia biyuga, Azadirachta excelsa, Samanea saman, dan Swietenia macrophylla. Pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman kehutanan yang diberi limbah penangkaran berupa kompos disajikan dalam Gambar 11. 120 100 80 T0 60
T150
40
T300
20 0 Trembesi Gambar 11.
Mahoni
Khaya
Melia
Merbau
Pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman kehutanan dengan perlakuan kompos
Tabel 9. Data pertumbuhan tanaman kehutanan yang diberi perlakuan kompos Jenis pohon
Perlakuan Kompos Rusa (gram) 0
150
300
Trembesi
80,75
97,44
80
Mahoni
77,35
80,74
67,19
Khaya
97,32
87,79
79,03
Melia
73,22
103,7
109
Merbau
94,92
95,26
94,89
Tanaman pertanian yang diberi limbah penangkaran sebanyak lima (5) jenis yaitu jagung (Zea mays), kacang tanah (Arachis hypogaea), sorghum (Sorghum vulgare), ubi jalar (Ipoemea batatas), dan singkong (Manihot utilisima). Hasil produksi yang dihasilkan oleh tanaman pertanian sebanyak empat (4) jenis yang diberi kompos disajikan dalam Gambar 12. Sedangkan tanaman singkong belum dipanen.
21
Produksi Jenis Tanaman Pertanian 50 40
44,54 38,44
30
25
20
Jumlah Rata-rata (Kg)
20 10 0 Kacang tanah
Jagung Sorghum Ubi Jalar
Gambar 12. Produksi jenis tanaman pertanian yang diberi perlakuan kompos
Hijauan pakan rusa yang diberi hasil limbah sebanyak lima (5) jenis yakni rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput setaria (Setaria sphacelata), kaliandra (Caliandra calothyrtus), turi (Sesbania grandiflora), dan lamtoro (Leucaena leucocephalla).
Hijauan pakan yang baru dipanen dan diberikan
pada rusa timor di penangkaran baru dua (2) jenis yakni rumput gajah dan sorghum, sedang tiga (3) jenis pakan lainnya belum dipanen. Hasil produksi dari hijauan pakan yang telah dipanen disajikan dalam Gambar 13. Produksi Jenis Tanaman Pakan 47,33
50 40
36,5
30 Jumlah Rata-rata (Kg)
20 10 0 Setaria
Rumput gajah
Gambar 13. Produksi jenis tanaman pakan yang diberi perlakuan kompos
3.4. Nilai Ekonomi Hasil Ikutan Penangkaran Rusa 1. Velvet a. Berat basah sepasang velvet rusa sebanyak 500 gram per individu b. Berat kering setelah diproses menjadi serbuk terjadi penyusutan sebesar 70% dari berat basah, sehingga berat serbuk menjadi 350 gram atau 350.000 mg per individu c. Berat serbuk velvet yang dimasukkan ke dalam kapsul adalah sebanyak 250 mg per kapsul
22
d. Dari berat serbuk velvet (350.000 mg) menjadi 1.400 kapsul e. Kapsul yang telah jadi, dimasukkan ke dalam botol dan sebotol berisi 30 kapsul, sehingga dari 1400 kapsul menjadi 46,7 botol atau 47 botol f.
Harga serbuk velvet rusa Rp 100.000,- per botol sehingga total harga yang diperoleh dari seekor rusa jantan sebesar Rp. 4.700.000,-
2. Kompos a. Limbah penangkaran rusa yang dihasilkan sebanyak 28,620 kg dan setelah jadi kompos sebanyak 9,64 kg (33,68%) b. Harga kompos di pasaran sebesar Rp 1.000,- per kilogram sehingga dari 9,64 kg = Rp 9.640,-/hari untuk sebuah penangkaran rusa di HP Dramaga. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan : 1. Velvet (ranggah muda) pada rusa timor merupakan hasil ikutan penangkaran yang dapat dimanfaatkan. Berat rata-rata velvet panen rusa timor di penangkaran HP Dramaga, Bogor adalah 500 ± 20 gram, dengan waktu panen setelah casting rata-rata 70,67 ± 6,51 hari. Kandungan mineral yang dhasilkan dari velvet sebanyak 12 komponen. 2. Pemanfaatan ekstrak velvet rusa sambar di Kabupaten Paser Utara, Kalimantan Timur telah berhasil dipasarkan baik di dalam negeri maupun di luar negeri karena berkhasiat sebagai obat. 3. Limbah penangkaran rusa yang dijadikan kompos telah diujicobakan pada tanaman kehutanan (5 jenis), pertanian (5 jenis) dan hijauan pakan rusa sebanyak 5 jenis, dan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan beberapa jenis tanaman kehutanan dan produksi tanaman pertanian. 4. Nilai ekonomi hasil ikutan penangkaran rusa cukup tinggi. 4.2 Saran : Hasil ikutan penangkaran rusa berupa velvet dan kompos merupakan potensi kegiatan penangkaran yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan merupakan peluang baru dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya sekitar lokasi penangkaran.
Dalam rangka mengoptimalkan
nilai
hasil kegiatan penangkaran, pemanfaatan velvet dan limbah penangkaran perlu dijadikan pertimbangan dalam tujuan pembangunan penangkaran sehingga tidak hanya daging saja yang dijadikan sasaran utama produksi hasil penangkaran rusa. 23
DAFTAR PUSTAKA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas. Kementerian Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertaninian. Nusa Tenggara Barat. Denholm, L.J. 1984. Veterinary aspects of antlerogenesis and commercial velvet antler production. Proc. “Attwood” Veterinary Research Laboratory, Dept. Of Agriculture, Victoria. Australia. Dradjat, A.S. 2000. Produksi Ranggah Muda pada Persilangan Rusa Timorensis (Cervus timorensis) dan Rusa Sambar (Cervus unicolor). Med. Pet. Vol. 23 No. 2:36 - 39. Ewashkiw, C and M. Allen. 2011. Velvet Antler: A Gift from Nature. http://www.norelkco.com Generated: 21 July, 2011, 04:13. Hedges, S., Duckworth, J.W., Timmins, R.J., Semiadi, G. & Priyono, A. 2008. Rusa timorensis. In: IUCN 2008. 2008 IUCN Red List of Threathened Species. (www.iucnredlist.org). Downloaded on 05 November 2008. Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.355/Menhut-II/2008 tentang Pemberian Izin Pemanfaatan Non Komersial Dalam Negeri Jenis Satwa Yang Dilindungi Undang-Undang Untuk Penelitian dan Pengembangan Teknologi Penangkaran Kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, tanggal 24 September 2008. Ma’ruf, A., T. Atmoko, I. Syahbani dan Mukhaidil. 2005. Teknologi penangkaran Rusa Sambar (Cervus unicolor) di Desa Api-Api Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi: Teknologi untuk Kelestarian Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat, Mataram 29-30 Juni 2005. Bogor. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, tanggal 27 Januari 1999. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, tanggal 27 Januari 1999. Semiadi, G. dan R. Taufiq Purna Nugraha. 2004. Panduan pemeliharaan rusa tropis. Pusat penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. Semiadi, G. 2006. Biologi Rusa Tropis. Pusat penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. Setio, P., M. Takandjandji dan R. T. Kwatrina. 2009. Peningkatan Reproduksi, Produktivitas Pertumbuhan dan Efektivitas Pengelolaan Pakan Pada Penangkaran Rusa Di HP Dramaga, Bogor. Laporan Penelitian Insentif DIKTI Untuk Peneliti dan Perekayasa LPD Dan LPND Tahun 2009. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Takandjandji, M. dan C. Handoko. 2005. Pertumbuhan dan perkembangan tanduk Rusa Timor di penangkaran Oilsonbai, NTT. Info Hutan. Vol. II No. 4. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
24
Takandjandji, M. 2007. Stres pada rusa timor (Cervus timorensis timorensis Blainville) di penangkaran Oilsonbai, NTT. Info Hutan Vol. IV, No. 2 : 123129. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Takandjandji, M. 2007. Teknik Pemotongan Velvet Pada Rusa Di Penangkaran. Info Hutan Vol. IV, No. 4 : 385-390. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Wilson, R.P. 1984. Antler growth and control. Deer Refsresher Course. Proceedings No. 72. The University of Sydney. Australia. Yerex, D. 1979. Deer farming in New Zealand. Published by deer farming services division of Agricultural Promotion Associates. Wellington, New Zealand.
25