Kematangan Vokasional dan Motivasi Berwirausaha Pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Dewi Ratnawati1) Istiana Kuswardani2)
ABSTRACT Purpose of this research is to know correlation between maturity of vocational with entrepreneurs motivation at students SMKN 2 Surakarta. Maturity of vocational as independent variable and entrepreneurs motivation as dependent variable. Hypothesis of this research: "There is coorrelation between maturity of vocational with entrepreneurs motivation". Research subject is 68 students of 12th grade SMK Negeri 2 Surakart. Scale of maturity of vocational and scale of entrepreneurs motivation were used in this research. Research data is analysed by correlation technique product moment from Pearson. Result of analysis product moment is obtained correlation coefficient value (rxy) = 0,498, p = 0,000 ( p < 0,01). Result of this research shows there are positive correlation between maturities of vocational with entrepreneurs motivation. Contribution of entrepreneurs motivation at maturity of vocational equal to 24,8%. Keyword : Maturity of Vocational, Entrepreneurs Motivation
Pendahuluan Kehidupan di tengah masyarakat modern memiliki tingkat persaingan yang semakin tinggi untuk mendapatkan suatu pekerjaan atau kesempatan bekerja bagi individu yang belum mendapat pekerjaan atau menganggur. Pada masa sekarang bangsa Indonesia sedang menghadapi masalah yang berhubungan dengan jumlah pengangguran. Data Survei Angkatan Kerja Nasional atau Sakernas menyebutkan bahwa sebanyak 34,4% lulusan SMP dan 88,4% lulusan SMA tidak melanjutkan sekolah. Pada tahun 2004
1 & 2)
Universitas Setia Budi Surakarta
persentase tingkat pengangguran lulusan SD sebanyak 21,9%, SMP 28% dan SMA 41,1%. Pengangguran kaum muda yaitu kelompok usia 15 sampai 24 tahun merupakan salah satu masalah serius yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Ada suatu kebutuhan pada kaum muda Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan atau menciptakan pekerjaan yang layak dan produktif melalui wirausaha. Oleh karena itu kaum muda diharapkan dapat mencari peluang agar dapat mewujudkan potensi diri mereka (Susianna, 2007).
Menurut Anshar, Anwar dan Omsa (2008) pengangguran tidak hanya disebabkan oleh terbatasnya kesempatan kerja, tetapi juga oleh ketidakmampuan pencari kerja untuk memenuhi persyaratan atau kualifikasi yang diminta oleh dunia usaha. Oleh karena itu, setiap pencari kerja perlu dibekali pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu. Sikap yang diperlukan oleh semua orang baik yang akan berwirausaha maupun sebagai pencari kerja adalah sikap wirausaha. Model pendidikan politeknik atau SMK sebagai pendidikan tinggi profesional diharapkan mampu menghasilkan alumni yang memiliki keterampilan praktis yang dapat dikembangkan dalam berwirausaha tanpa bergantung pada orang lain. Saat ini masih banyak lulusan Teknik Mesin yang menganggur, bila tidak menjadi pegawai negeri atau bekerja di perusahaan/industri. Hal ini disebabkan alumni belum memiliki jiwa kemandirian, sehingga belum mampu menciptakan lapangan kerja sendiri atau berwirausaha. SMK yang merupakan sekolah dengan pendidikan yang berorientasi kecakapan hidup tidak mengubah sistem pendidikan dan juga tidak untuk mereduksi pendidikan hanya sebagai latihan kerja. Sistem kurikulum yang ada tidak berubah dan tidak menambah beban mata pelajaran baru, melainkan hanya mengubah orientasi pembelajaran dengan cara mensinergikan berbagai mata pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan peserta didik. Secara lebih jelas Mulyasa (2008) mengatakan bahwa implementasi pendidikan yang
berorientasi kecakapan hidup terfokus pada reorientasi pembelajaran menuju pembelajaran yang efektif yaitu pengisian muatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sekolah serta pengembangan budaya sekolah yang berisi budaya disiplin guru, karyawan dan peserta didik. Model pembelajaran yang diajarkan di SMK berkaitan dengan semangat wirausaha mandiri; bahkan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler pun bertujuan untuk menanamkan nilai inisiatif dan kesiapan dalam menciptakan lapangan kerja secara mandiri, dalam hal ini disebut sebagai kematangan vokasional. Amadi, Joshua, Asagwara, (2007) mengemukakan kematangan vokasional merupakan salah satu tugas perkembangan yang pasti akan dilalui oleh setiap individu. Setiap tahapan pada perkembangan vokasional memiliki ciri-ciri tertentu, maksudnya seorang dapat dikatakan perkembangan kematangan vokasional yang baik apabila kemampuannya meningkat pada tiap tahapnya. Di tiap tahap perkembangan manusia, individu akan dihadapkan pada sejumlah tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan diartikan sebagai suatu tugas yang timbul pada suatu periode tertentu dalam rentang kehidupan manusia, dimana tiap tugas harus diselesaikan dengan baik karena akan mempengaruhi dalam meyelesaikan tugas berikutnya. Pada penelitian yang dilakukan simpulkan bahwa individu yang kurang memiliki kematangan vokasional akan mengalami kesulitan dalam menempuh tugas-tugas perkembangan pada masa berikutnya.
Pada dasarnya perkembangan vokasional akan mengarah pada psikodinamika dalam pengambilan keputusan untuk memilih pekerjaan. Crites (Dharmastuty, 1997) berpendapat bahwa tingkat kematangan vokasional mempengaruhi individu dalam proses pemilihan pekerjaan yang di dalamnya mengandung beberapa kemapanan yaitu kebutuhan untuk bekerja, pemilihan pekerjaan, aktivitas perencanaan, sikap dalam pengambilan keputusan serta kemampuan untuk bekerja. Tingkat kematangan vokasional mempengaruhi individu dalam proses pemilihan pekerjaan yang di dalamnya mengandung beberapa aspek yaitu kebutuhan untuk bekerja, pemilihan pekerjaan, aktivitas perencanaan, sikap dalam pengambilan keputusan serta kemampuan untuk bekerja. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri juga adalah dunia pendidikan Indonesia belum mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga para lulusan SMK yang diorientasikan untuk siap terjun ke dunia kerja ternyata belum siap pakai untuk menciptakan lapangan kerja sendiri. Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat dibuat pertanyaan penelitian apakah ada hubungan antara kematangan vokasional dengan motivasi berwirausaha pada siswa SMK?. Mengacu pada pertanyaan penelitian tersebut peneliti tertarik untuk menguji secara empirik dengan mengadakan penelitian berjudul: “Hubungan antara Kematangan Vokasional dengan Motivasi Berwirausaha pada siswa-siswi SMK Negeri 2 Surakarta”. Motivasi Berwirausaha Winardi (dalam Anoraga, 1992), menyatakan bahwa motivasi adalah
keinginan yang terdapat pada seseorang yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan dengan memberikan yang terbaik dari dirinya, baik waktu maupun tenaga demi tercapainya keinginan yang diinginkan. Reksohadiprodjo (1992) mengemukakan bahwa motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Wiratmo (1996) mengemukakan wirausaha adalah seseorang yang gagah berani dan pantas jadi tauladan dalam bidang usaha, dengan kata lain wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai sifat-sifat kewirausahaan: keberanian mengambil resiko, keutamaan, kreativitas, dan ketauladanan dalam menangani usaha atau perusahaan dengan berpijak pada keamanan kemampuan sendiri. Wirausaha adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologis, dan sosial yang menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Sumahamijaya, Yasben dan Dana (2003) memberikan pengertian wirausaha adalah enterpreneur yang berisikan hardship: perlu keprihatinan dalam menghadapi kesukaran, salesmanship: keahlian meyakinkan apa saja kepada orang lain, termasuk keahlian menjual, leadership: kepemimpinan, entrepreneurship: kemampuan mengambil resiko, statesmanship: keahlian mengatur dan mengurus bangsa.
Berdasarkan pengertian motivasi dan pengertian wirausaha, maka pada penelitian ini motivasi berwirausaha disimpulkan sebagai keadaan yang mendorong, menggerakan dan mengarahkan keinginan individu untuk melakukan kegiatan kewirausahaan, dengan cara mandiri, percaya pada diri sendiri, berorientasi ke masa depan, berani mengambil resiko, kreatif dan menilai tinggi hasrat inovasi. Motivasi berwirausaha dalam penelitian ini diungkap menggunakan skala motivasi berwirausaha berdasarkan dari aspek-aspek yang dikemukakan Riyanti (2003) yaitu kemandirian, inovatif dan menanggung risiko. Semakin tinggi skor skala motivasi berwirausaha yang diperoleh subjek menunjukkan semakin besar motivasi berwirausaha, begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor skala motivasi berwirausaha yang diperoleh subjek menunjukkan semakin rendah motivasi berwirausaha. Kematangan Vokasional Chaplin (2000) mengartikan kematangan sebagai suatu hasil akhir dari perubahan-perubahan perilaku. Menurut Tielduman dan O’hang (dalam Prihastiwi, 1995) vokasional adalah proses perkembangan dan berhubungan dengan memilih, memasuki, dan kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam pendidikan dan pekerjaan. Pada dasarnya proses perkembangan vokasional yang akan mengarah pada kematangan vokasional memerlukan kesesuaian antar individu dengan pekerjaan dan psikodinamika dalam pengambilan keputusan untuk pemilihan pekerjaan. Tingkat kematangan vokasional mempengaruhi individu dalam proses pemilihan pekerjaan yang di dalamnya
mengandung beberapa dimensi kemapanan yaitu kebutuhan untuk bekerja, pemilihan pekerjaan, aktivitas perencanaan, sikap dalam pengambilan keputusan serta kemampuan untuk bekerja. Prihastiwi (1995) mengemukakan kematangan vokasional merupakan salah satu tugas perkembangan yang pasti akan dilalui oleh setiap individu. Setiap tahapan pada perkembangan vokasional memiliki ciri-ciri tertentu maksudnya seorang dapat dikatakan memiliki kematangan vokasional yang baik apabila telah memiliki kemampuan tertentu yang berbeda-beda pada tiap tahapnya. Di tiap tahap perkembangan manusia individu akan diharapkan pada sejumlah tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan diartikan sebagai suatu tugas yang timbul pada suatu periode tertentu dalam rentang kehidupan manusia, dimana tiap tugas harus diselesaikan dengan baik karena akan mempengaruhi dalam meyelesaikan tugas berikutnya. Kematangan vokasional dalam penelitian ini diungkap menggunakan skala kematangan vokasional berdasar dari aspek-aspek yang disampaikan Crites (dalam Wulandari, 1995) yaitu eksplorasi terhadap masalah pekerjaan, perencanaan masalah pekerjaan, penilaian diri yang berkaitan dengan pemilihan pekerjaan dan kemandirian dalam pengambilan keputusan memilih pekerjaan. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek menunjukkan semakin tinggi kematangan vokasional, begitu pula sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek menunjukkan semakin rendah kematangan vokasional.
Metode Penelitian Variabel tergantung: Motivasi berwirausaha. Variabel bebas: Kematangan vokasional. Subjek Penelitian Siswa-siswi SMK Negeri 2 Surakarta kelas XII Teknik Komputer dan Jaringan (B) dengan jumlah siswa 34 orang, kelas XII Teknik Komputer dan Jaringan (A) dengan jumlah siswa 34 orang, sehingga total siswa yang menjadi sampel penelitian yaitu 68 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah cluster non random sampling yaitu pengambilan
sampel yang didasarkan atas kelompok atau kelas-kelas dimana kelas yang akan digunakan sebagai sampel penelitian telah ditentukan oleh peneliti. Metode dan Alat Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan dua macam skala : a. Skala motivasi berwirausaha b. Skala kematangan vokasional Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah korelasi product moment dan uji-t.
Hasil Penelitian Tabel 1 Deskripsi Statistik Data Penelitian Statistik X maximum X minimum Mean SD
Motivasi Berwirausaha Hipotetik Empirik 176 134 44 95 110 115,15 22 9,608
Hasil penelitian variabel motivasi berwirausaha diperoleh mean empirik (ME) = 115,15 dan mean hipotetik (MH) = 110, dengan standar deviasi hipotetik
Kematangan Vokasional Hipotetik Empirik 164 125 41 83 102,5 107,88 20,5 11,306
= 22 menunjukkan motivasi berwirausaha pada subjek penelitian tergolong sedang.
Tabel 2 Frekuensi dan Kategorisasi Motivasi Berwirausaha Skor
Kriteria
86,326 ≤ X < 97,856 97,856 ≤ X < 109,386 109,386 ≤ X < 120,914 120,914 ≤ X < 132,444 132,444 ≤ X < 143,974 Jumlah
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Frekuensi ( N) 1 22 27 14 4 68
Prosentase (%) 1,47% 32,35% 39,70% 20,58% 5,88% 100%
Hasil penelitian diketahui mean empirik (ME) pada variabel kematangan vokasional = 107,88 dan mean hipotetik
(MH) = 102,5, dengan standar deviasi hipotetik = 20,5 hal ini menunjukkan kategori tergolong sedang.
Tabel 3 Frekuensi dan Kategorisasi Kematangan Vokasional Skor
Kriteria
73,962 ≤ X < 87,529 87,529 ≤ X < 101,096 101,096 ≤ X < 114,664 114,664 ≤ X < 128,231 128,231 ≤ X < 141,798 Jumlah
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Uji Hipotesis Berdasarkan hasil perhitungan teknik analisis product moment Pearson diperoleh nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar = 0,498, p = 0,000 (p < 0,01). Hasil ini menunjukkan ada korelasi positif yang sangat signifikan antara kematangan vokasional dengan variabel motivasi berwirausaha, dengan demikian dapat diinterpretasi bahwa variabel kematangan vokasional dapat dijadikan sebagai prediktor (variabel bebas) untuk memprediksikan atau mengukur motivasi berwirausaha. Semakin tinggi kematangan vokasional maka semakin tinggi pula motivasi berwirausaha pada subjek penelitian. Sebaliknya semakin rendah kematangan vokasional maka semakin rendah pula motivasi berwirausaha pada subjek penelitian. Nilai koefisien determinan (R2) sebesar 0,248, menunjukkan bahwa kematangan vokasional
Frekuensi ( N) 7 8 31 22 0 68
Prosentase (%) 10,29% 11,76% 45,58% 32,35% 0 100%
memberikan sumbangan terhadap motivasi berwirausaha sebesar 24,8%, sedangkan sisanya 75,2% disumbangkan oleh faktor lain. Analisis Tambahan Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji-t diketahui nilai t pada kematangan vokasional sebesar 2,127; p = 0,044 (p < 0,05). Begitu pula pada variabel motivasi berwirausaha diketahui nilai t sebesar 2,661; p = 0,012 (p < 0,05). Nilai rata-rata variabel kematangan vokasional yang diperoleh subjek laki-laki = 109,71 dan nilai ratarata yang diperoleh subjek perempuan = 102,41. Sedangkan nilai rata-rata variabel motivasi berwirausaha yang diperoleh subjek laki-laki =116,80 dan nilai rata-rata yang diperoleh subjek perempuan = 110,18.
Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa : a. Ada hubungan positif antara kematangan vokasional dengan motivasi berwirausaha. Semakin tinggi kematangan vokasional maka semakin tinggi motivasi berwirausahanya. b. Peranan atau sumbangan efektif antara variabel kematangan vokasional terhadap motivasi berwirausaha sebesar 24,8%. c. Kematangan vokasional dan motivasi berwirausaha pada subjek penelitian masuk dalam kategori sedang. d. Hasil analisis tambahan diketahui ada perbedaan kematangan vokasional dan motivasi berwirausaha antara lakilaki dan perempuan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka peneliti menyarankan bagi beberapa pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Bagi kepala sekolah maupun guru di SMK N 2 Surakarta diharapkan meningkatkan kematangan vokasional dan motivasi berwirausaha para siswa yang masih tergolong sedang dengan cara mengoptimalkan pelayanan bimbingan konseling melalui guru BK.
Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kematangan vokasional dan motivasi berwirausaha yang masih tergolong sedang dengan cara siswa lebih aktif mencari dan mengumpulkan informasi tentang karir atau pekerjaan, mempunyai aspirasi karir, mengikuti tes psikologi sehingga mendapat informasi tentang diri sendiri yang berguna untuk mengidentifikasi pilihan karir, lebih aktif dalam memperbanyak pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan tentang kewirausahaan meliputi technical competence, marketing competence, financial competence, human reliation competence. Bagi penelti selanjutnya, diharapkan untuk meningkatkan kualitas penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan kematangan vokasional dan motivasi berwirausaha, diharapkan menyempurnakan hasil penelitian ini dengan cara melibatkan variabelvariabel yang belum diungkap yaitu usia, lingkungan, sifat kepribadian, dukungan sosial, memahami lingkungan bisnis, lapangan pekerjaan, sumber informasi, kemandirian dan dapat memperluas subjek penelitian.
Daftar Pustaka Amadi C. C., Joshua, M. T., Asagwara, C. G. 2007. Assesment of the Vocational Maturity of Adolescent Students in Owerri Education of Imo State Nigeria. Jurnal Hum 21 (4), 257-263.
Jurnal Politeknik Negeri Ujung Pandang II (7), 103-108.
Anoraga, P. 1992. Psikologi Kerja. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Anshar, M. Anwar M., Omsa, S. 2008. Peningkatan Keterampilan dan Pengembangan Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Melalui Kegiatan Magang Di Bengkel Toyota NV. Haji Kalla.
Azwar,
S. 1997. Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Chaplin. 2000. Kamus Jakarta: Rajawali.
Psikologi.
Dharmastuty. 1997. Perbedaan Kematangan Vokasional antara Siswa Sekolah Teknologi Menengah dengan Siswa SMU. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hadi, S. 1993. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset. Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Cet. Ke-3, h.75. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Prihastiwi, W. J. 1995. Studi perbandingan Kematangan Vokasional antara Remaja Awal, Tengah dan Akhir pada Siswa SMP 3, SMA 9 dan Mahasiswa Psikologi Tingkat I. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi. Universitas Gadjah Mada. Reksohadiprodjo, R. 1992. Organisasi Perusahaan. Yogyakarta: Penerbit BPFE. Riyanti, B. P. D. 2003. Kewirausahaan Dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta: Grasindo. Sumahamijaya, Yasben dan Dana. 2003. Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewiraswastaan: Suatu Upaya Bagi Keberhasilan Program Pendidikan Berbasis Luas / Broad Based Education dan Life Skills. Bandung: Angkasa. Susianna, N. 2007. Progam Pembelajaran Kimia Untuk Menumbuhkan Sikap Wirausaha Siswa SMA. Jurnal Pendidikan (V), 1-10. Wiratmo, M. 1996. Pengantar Kewiraswastaan. Yogyakarta : BPFE, IKAPI. Wulandari, S. 1995. Hubungan Dukungan Sosial dan Kestabilan Emosi dengan Kematangan Vokasional. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.