KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMTIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI SMP NEGERI 2 TELAGA Adiyatmo Djafar1, Karim NakiI2, Abdul Wahab Abdullah3 Program Studi S1 Pendidikan Matematika 1) Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika 2) Dosen Pembimbing I Pendidikan Matematika 3) Dosen Pembimbing II Pendidikan matematika Abstrak Penelitian ini merupakan Penelitian Desktiptif yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika menggunakan pendekatan kontekstual di SMP Negeri 2 Telaga. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Telaga yang berjumlah 35 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan wawancara untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Data dari hasil tes dan wawancara dianalisis dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa siswa SMP Negeri 2 Telaga yang memiliki kemampuan pemecahan masalah tinggi sebanyak 31,429 %, siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah sedang sebanyak 57,143 %, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah rendah sebanyak 11,429 %. Dari empat indikator kemampuan pemecahan masalah, sebanyak 74,476 % siswa SMP Negeri 2 Telaga memiliki kemampuan memahami masalah, 52,789 % siswa memiliki kemampuan membuat rencana penyelesaian, 47,619 % siswa memiliki kemampuan melaksanakan rencana penyelesaian dan 39, 864 % siswa memiliki kemampuan menafsirkan kembali hasilnya. Kata Kunci : Kemampuan, Pemecahan Masalah, Pendekatan Kontekstual. Pendahuluan Di zaman moderen seperti saat ini, pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang. Untuk mencapai hal tersebut, maka kualitas pendidikan yang saat ini harus lebih ditingkatkan. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan, yaitu dengan meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Dalam pembelajaran matematika kegiatan yang utama adalah memecahkan masalah matematika itu sendiri. Namun, seperti yang dijelaskan bahwa salah satu indikasi adanya transfer belajar adalah adanya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, akan tetapi banyak siswa yang masih sulit memecahkan masalah karena kurangnya pengetahuan untuk memperjelas masalah sehingga masalah tersebut dapat diselesaikan. (Nur dan Wikandri, 2004: 42-43) Mengetahui permasalahan tersebut, penyebab hal itu dapat terjadi karena siswa beranggapan bahwa matematika merupakan suatu mata pelajaran yang sulit, siswa merasa kesulitan dalam melakukan penghitungan dan penghafalan rumus, siswa cenderung kurang memahami dan memecahkan masalah, kesadaran siswa dalam mempelajari matematika masih kurang, ketrampilan siswa dalam penyelesaian soal yang masih rendah, dan kegiatan
pembelajaran yang terpusat pada guru. Berdasarkan hal itu maka diperlukan sebuah pendekatan pembelajaran yang dapat mengatasi masalah-masalah tersebut. Pendekatan yang harus diambil berupa pendekatan yang dapat membuat materi pelajaran metematika yang diberikan kepada siswa menjadi menarik dan dapat meningkatkan minat belajar siswa terhadap matematika yaitu pendekatan yang proses belajarnya efektif dan menyenangkan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan yang efektif dan menyenangkan dapat dilakukan dengan pendekatan yang menghubungkan konsep matematika dengan masalah-masalah matematika yang ada di lingkungan siswa dimana basis pembelajarannya berasal dari lingkungan siswa itu sendiri. Pendekatan pembelajaran berbasis lingkungan merupakan pendekatan pembelajaran yang bersifat kontekstual. Seperti yang dijelaskan oleh Departemen Pendidikan Nasional (2002: 1) bahwa ”Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.” Menurut Wardhani (2004: 12), pendekatan pembelajaran adalah suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran berupa dicapainya kompetensi tertentu oleh siswa sebagai hasil belajar. Sementara menurut Sanjaya (2006: 253), Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan merupakan sebuah sistem yang menyeluruh yang saling terhubung yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh dan aktif serta mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran matematika yang kontekstual sangat berguna untuk memudahkan siswa dalam mempelajari maatematika karena proses pembelajarannya berdasarkan pengalaman memecahkan masalah yang ada di dunia nyata. Dengan konsep matematika kontekstual ini juga, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002: 10) menjelaskan bahwa secara garis besar penerapan CTL dalam kelas adalah berikut ini. 1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya! 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik! 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya! 4) Ciptakan ’masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok), Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi! 5) Hadirkan ’model’ sebagai contoh pembelajaran! 6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan! 7) Lakuakan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara! Menurut Wardhani (2004: 12-13) menjelaskan bahwa penerapan pendekatan CTL di kelas secara umum adalah sebagai berikut. 1) Siswa diberitahu soal atau masalah yang berkaitan dengan kehudupan nyata. 2) Siswa untuk beberapa waktu dibiarkan menggunakan caranya sendiri dalam memecahkan masalah itu. 3) Guru mendampingi siswa dan mendorong mereka agar menemukan penyelesaian yang relevan dan memuat materi yang sesuai. 4) Guru membimbing dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpendapat sehingga pada akhirnya siswa memperoleh pengetahuan tentang masalah tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan CTL di dalam kelas adalah sebagai berikut. 1) Siswa diberitahu soal atau masalah yang berkaitan dengan kehudupan nyata. Lalu kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2) Siswa untuk beberapa waktu dibiarkan menggunakan caranya sendiri dalam memecahkan masalah itu. 3) Guru mendampingi siswa dan mendorong mereka agar menemukan penyelesaian yang relevan dan memuat materi yang sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru.
4) Guru dapat menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. 5) Guru memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. 6) Guru membimbing dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpendapat sehingga pada akhirnya siswa memperoleh pengetahuan tentang masalah tersebut. Dalam kegiatan kehidupan manusia, pada hakekatnya selalu berhadapan dengan masalah, baik dalam bentuk masalah yang besar maupun dalam bentuk yang kecil dan sederhana. Suherman (dalam Nirmalitasari, 2012: 2) menjelaskan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Berikut Wolfolk (dalam Uno, 2011: 134) menjelaskan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah suatu keterampilan seseorang siswa dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternatif pemecahan, dan memilih pemecahan masalah yang paling efektif. Sementara menurut Polya (dalam Wardhani, 2004: 14) menyatakan bahwa masalah matematika adalah masalah terkait dengan “menemukan sesuatu” yang teoritis ataupun praktis dan masalah terkait dengan “membuktikan” atau menunjukan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah atau tidak kedua-duanya. Untuk “menemukan sesuatu” tersebut landasan dalam menyelesaikan masalah adalah (1) apakah yang dicari? (2) data apa saja yang telah dikethui, (3) apa saja syarat-syaratnya. Dari pendapat di atas kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan seorang siswa dalam mencari jalan keluar dengan menggunakan proses berpikir matematikanya untuk memecahkan masalah matematika itu sendiri sehingga mendapatkan solusi pada akhir kegiatan belajar mengajar. Salah satu tujuan pembelajaran matematika menurut Depdiknas (dalam Muhtarom, 2011: 21) adalah memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, memecahkan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Sedangkan Polya (1973) menjelaskan bahwa langkah-langkah pemecahan masalah adalah: 1) Mamahami masalah/understanding the problem Polya mengatakan “you have to understand the problem” yang artinya kau harus memahami maslah. Jadi langkah pertama dalam memecahkan masalah adalah dengan memahami masalah itu sendiri. 2) Membuat rencana penyelesaian/devising a plan
Menurut Polya “Find the connection between the data and the unknown. You may be obliged to consider auxiliary problems if an immediate connection cannot be found. You should obtain eventually a plan of the solution”. Berdasarkan hal itu maka langkah selanjutnya yaitu menemukan hubungan antara data dan yang dicari yang menjadi hal yang kita tidak ketahui hingga akhirnya kita menemukan rencana untuk menyelesaikan maslah itu. 3) Melaksanakan rencana penyelesaian/carriying out the plan Selanjutnya menurut Polya “Carrying out your plan of the solution, check each step.” Dengan demikian setelah membuat rencana penyelesaian kita harus melaksanakan rencana tersebut dengan memeriksa setiap langkah yang direncanakan. 4) Menafsirkan kembali hasilnya/looking back Terakhir menurut Polya adalah “examine the solution obtained” yang artinya kita harus melihat kembali solusi dan menafsirkan kembali hasilnya. Dengan demikian proses pemecahan masalah dapat dilakuakan dengan tahap-tahap yang dikemukakan polya yaitu memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian dan menafsirkan kembali hasilnya. Hal ini dikarenakan: (1) langkah-langkah dalam proses pemecahan masalah yang dikemukan Polya cukup sederhana, (2) aktivitas pada setiap langkah yang dikemukan Polya jelas maknanya dan, (3) langkah pemecahan masalah menurut Polya secara umum mencakup semua langkah pemecahan masalah yang dikemukakan oleh ahli yang lain. Sukayasa (dalam Muhtarom, 2011: 122) menuliskan perbandingan langkah-langkah dalam pemecahan masalah menurut beberapa pendapat ahli yang disajikan dalam tabel berikut ini. Fase-Fase Pemecahan Masalah Krulik & Rudnick 1. Membaca dan 1. memikirkan (read and think) 2. Mengeksplorasi dan 2. merencanakan (explore and plan) 3. Memilih suatu strategi (select a strategy) 4. Menemukan suatu 3. jawaban (find an answer)
5. Meninjau kembali dan 4.
John Dawey dalam Swadener Memahami masalah 1. Pengenalan (understanding the (recognition) problem) Membuat rencana 2. Pendefinisian penyelesaian (definition) (devising a plan) 3. Perumusan (formulation) Melaksanakan 4. Mencobakan (test) rencana penyelesaian (carrying out the plan) Menafsirkan 5. Evaluasi (evaluation) Polya
mendiskusikan (reflect and extend)
kembali hasilnya (looking back)
Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Telaga dan waktu penelitiannya dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Menurut Sevilla (2006: 91) tujuan metode deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat dari suatu keadaan yang ada pada waktu penelitian dilakukan dan menjelajahi penyebab dari gejala-gejala tertentu. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Telaga tahun pelajaran 2012/2013. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Telaga tahun pelajaran 2012/2013 semester genap. Sampel penelitian ini berjumlah 35 orang yang terdiri dari 2 kelas. Teknik pengumpulan data yaitu pemberian tes berupa tes esay dan merupakan masalah matematika berbentuk kotekstual serta wawancara. Adapun analisis data di lapangan dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012:246) yaitu: 1) reduksi data (data reduction), merupakan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, dan memfokuskan pada hal-hal penting (Sugiyono, 2012: 247). 2) Penyajian Data (Data Display), dapat dilakukan dalam bentuk tabel atau grafik. 3) Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification), merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian melalui pemberian tes dengan pendekatan kontekstual, data hasil penelitian dapat dideskripsikan menjadi 3 kelompok yaitu: 1) Siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah tinggi Berikut data subjek yang memiliki kemampuan pemecahan masalah tinggi.
NO
SUBJEK
TOTAL PEROLEHAN SKOR NILAI
1
S9
51
85
2
S10
50
83.33333
3
S20
50
83.33333
4
S29
50
83.33333
5
S31
50
83.33333
6
S25
49
81.66667
7
S15
48
80
8
S19
47
78.33333
9
S11
46
76.66667
10
S13
45
75
11
S22
45
75
2) Siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah sedang Berikut data subjek yang meiliki kemampuan pemecahan masalah sedang.
NO
SUBJEK
TOTAL PEROLEHAN SKOR NILAI
1
S12
44
73.33333
2
S17
43
71.66667
3
S24
43
71.66667
4
S33
43
71.66667
5
S34
43
71.66667
6
S3
42
70
7
S30
42
70
8
S32
42
70
9
S5
41
68.33333
10
S6
41
68.33333
11
S2
40
66.66667
12
S4
39
65
13
S14
38
63.33333
14
S21
38
63.33333
15
S7
37
61.66667
16
S16
37
61.66667
17
S1
34
56.66667
18
S18
34
56.66667
19
S8
33
55
20
S35
30
50
3) Siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah rendah Berikut data subjek yang meiliki kemampuan pemecahan masalah rendah.
NO
SUBJEK
TOTAL PEROLEHAN SKOR NILAI
1
S27
29
48.33333
2
S28
28
46.66667
3
S26
27
45
4
S23
23
38.33333
Dari pembagian 3 kelompok di atas didapatkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah tinggi sebanyak 31,429 %, siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah sedang sebanyak 57,143 %, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah rendah sebanyak 11,429 % serta sebanyak 74,476 % siswa memiliki kemampuan memahami masalah, 52,789 % siswa memiliki kemampuan membuat rencana penyelesaian, 47,619 % siswa memiliki kemampuan melaksanakan rencana penyelesaian dan 39, 864 % siswa memiliki kemampuan menafsirkan kembali hasilnya. Adapun faktor-faktor yang memepengaruhi siswa dalam menyelesaikan masalah adalah terbatasnya pemberian contoh masalah atau soal, siswa cenderung mengandalkan catatan yang dibuatnya mengenai suatu materi yang diajarkan dan adanya kecenderungan siswa dalam menghafal rumus yang ada dalam penyelesaiana soal. Sipulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah tinggi sebanyak 31,429 %, siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah sedang sebanyak 57,143 %, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah rendah sebanyak 11,429 %. 2) Sebanyak 74,476 % siswa memiliki kemampuan memahami masalah, 52,789 % siswa memiliki kemampuan membuat rencana penyelesaian, 47,619 % siswa memiliki kemampuan melaksanakan rencana penyelesaian dan 39, 864 % siswa memiliki kemampuan menafsirkan kembali hasilnya. 3) Faktor-faktor yang memepengaruhi siswa dalam menyelesaikan masalah adalah terbatasnya pemberian contoh masalah atau soal, siswa cenderung mengandalkan catatan yang dibuatnya mengenai suatu materi yang diajarkan dan adanya kecenderungan siswa dalam menghafal rumus yang ada dalam penyelesaiana soal. Berdasarkan kesimpulan diatas maka peneliti menyarankan: 1) Bagi pengajar ada baiknya hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan pengajaran selanjutnya. 2) Hasil penelitian ini juga dapat ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian selanjutnya yaitu berupa penelitian tindak lanjut untuk mencari solusi untuk menanggulangi rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. 3) Hasil penelitian ini bisa digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dalam penelitian dan memperkaya pengetahuannya tentang strategi pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk membimbing siswa. 4) Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam usaha perbaikan proses pembelajaran bagi siswa, guru, maupun sekolah.
DAFTAR PUSTAKA Uno, Hamzah B. 2011. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara Nur, Mohamad dan Prima Retno Wikandri. 2004. Pengajaran Berpusat pada Siswa dan Pendekatan Kontruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya Muhtarom. 2011. Proses Berpikir Siswa Kelas IX Sekolah Menengah Pertama dalam Memecahkan
Masalah
Matematika.
(Online).
(s2pmath.pasca.uns.ac.id...2.-
MAKALAH-PEND..., diakses 1 April 2013) Polya, G. 1973. How To Solve It. New Jersey: Proncetion University Press
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning (CTL)). Direktoral Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Wardhani, Sri. 2004. Pembelajaran Matematika Kontekstual Di SMP. (Online). (httpp4tkmatematika.orgdownloadssmpMatKontekstual.pdf, diakses 18 April 2013) Sevilla, Consuelo G. 2006. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Uno, Hamzah B. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Nirmalitasari, Octa S. 2012. Profil Kemampuan Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika
Berbentuk
Open-Start
pada
Materi
Bangun
Datar.
(Online).
(www.google.co.id247-419-1-PB) Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.