KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI SMP Novi Wulandari, Zubaidah, Romal Ijuddin Program Studi Pendidikan matematika FKIP Untan Email :
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan soal cerita sistem persamaan linear dua variabel di kelas VIII SMP Kemala Bhayangkari Sungai Raya berdasarkan kelompok atas, kelompok menengah, dan kelompok bawah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian berupa studi kasus. Subjek penelitian adalah 30 siswa kelas VIII. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa untuk kelompok atas termasuk dalam kategori rendah dengan persentase ketercapaian sebesar 56,25%, kemampuan pemecahan masalah siswa untuk kelompok menengah termasuk dalam kategori sangat rendah dengan persentase ketercapaian sebesar 37,5%, dan kemampuan pemecahan masalah siswa untuk kelompok bawah termasuk dalam kategori sangat rendah dengan persentase ketercapaian sebesar 22,08%. Kata kunci : Kemampuan Pemecahan Masalah Abstract : This research aims to describe the students’ problem solving ability in solving of the word problems systems of linear equations in two variables in class VIII SMP Kemala Bhayangkari Sungai Raya based on upper groups, middle groups and lower groups. The method of research used is descriptive research is a form of case studies. The sample of this research is 30 students in class VIII. The result of data analysis showed that the students’ problem solving ability of the upper groups included in the low category by the percentage of achievement by 56,25%, the students’ problem solving ability of the middle groups included in the very low category by the percentage of achievement by 37,5%, and the students’ problem solving ability of the lower groups included in the very low category by the percentage of achievement by 22,08%. Keywords : Problem Solving Ability
D
alam National Council of Teacher Mathematics (NCTM) 2000, disebutkan bahwa terdapat lima kemampuan dasar matematika yang merupakan standar proses bermatematika, salah satunya yaitu kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh dilepaskan dari pembelajaran matematika. Hudiono berpendapat (2007:26) bahwa pemecahan masalah merupakan komponen terpenting diantara tiga komponen yang ada, hal ini 1
disebabkan karena pemecahan masalah dalam komponen proses lebih merupakan kemampuan siswa dalam mengakumulasi kemampuan-kemampuan proses yang lainnya serta dapat merangkum dua kemampuan matematika lainnya. Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat disajikan dalam bentuk soal tidak rutin yang berupa soal cerita, penggambaran fenomena atau kejadian, ilustrasi gambar atau teka-teki. Menurut Walle (2007:68), soal matematis yang berbentuk soal cerita merupakan soal matematika yang menggunakan istilah atau kata-kata dalam kehidupan sehari-hari (berbentuk kalimat verbal). Hudiono (2007 : 8) berpendapat bahwa pemecahan masalah adalah suatu aktivitas kognitif yang kompleks dengan melibatkan sejumlah proses dan strategi. Kegiatan-kegiatan yang diklasifikasikan sebagai pemecahan masalah dalam matematika diantaranya menyelesaikan soal cerita dalam buku teks, menyelesaikan soal-soal tidak rutin atau memecahkan masalah teka-teki, penerapan matematika pada masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata, menciptakan dan menguji konjektur. Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu tindakan untuk menyelesaikan masalah atau proses yang menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah, yang juga merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Menurut Polya (dalam Syaban : 2010) kemampuan pemecahan masalah meliputi: memahami masalah(apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan), merencanakan pemecahannya(menyusun prosedur penyelesaian), menyelesaikan masalah sesuai rencana(menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian), dan memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaiannya(menganalisis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar). Pada kenyataan praktek pembelajaran matematika, penekanan kemampuan pemecahan masalah seakan dilupakan dalam pembelajaran matematika. Hal ini didukung oleh hasil studi pendahuluan peneliti melalui persentase nilai tes awal kemampuan pemecahan masalah pada materi sistem persamaan linear dua variabel. Hasil tes yang dilakukan pada tanggal 14 Maret 2014 di kelas VIII SMP Kemala Bhayangkari Sungai Raya kepada 28 siswa menunjukan bahwa hasil Jawaban siswa pada tes awal pemecahan masalah tersebut menunjukkan siswa masih kurang dapat memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah dengan memilih konsep, rumus atau algoritma yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah, serta menarik kesimpulan dari jawaban yang diperoleh. Selain itu, berdasarkan pengalaman mengajar disekolah (PPL) di kelas VIII SMP Kemala Bhayangkari dan hasil wawancara dengan guru matematika yang mengampu kelas tersebut, diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih relatif rendah. Hasil ulangan harian pada materi sistem persamaan linear dua variabel tahun pelajaran 2013/2014 menyatakan bahwa hanya 32,05% saja siswa yang dinyatakan tuntas dengan nilai KKM untuk mata pelajaran matematika Tahun Pelajaran 2013/2014 di SMP Kemala Bhayangkari adalah 70. Dengan demikian kemampuan pemecahan masalah siswa perlu dipertimbangkan untuk dilibatkan dalam proses pembelajaran di sekolah. Kemampuan pemecahan masalah siswa sudah sepantasnya dijadikan sebagai
2
bahan refleksi bagi guru untuk memperbaiki proses pembelajaran berikutnya. Dalam memperbaiki proses pembelajaran matematika tentunya terkait dengan kebutuhan siswa yang didalamnya termuat potensi yang mereka miliki. Ada beberapa potensi siswa, salah satunya prestasi akademik. Berdasarkan hasil meta analisis Marzano (2006) menunjukkan bahwa variabel tingkat kemampuan memberikan kontribusi terhadap hasil belajar siswa. Siswa dengan tingkat kemampuan atas, menengah, dan bawah masing-masing mengkontribusi hasil belajarnya sebesar 31,86%, 25,80%, dan 23,89%. Hasil penelitian ini menyiratkan bahwa tingkat kemampuan siswa ikut mewarnai kemampuan pemecahan masalah siswa. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kemampuan pemecahan masalah dalam menyelesaikan soal cerita sistem persamaan linear dua variabel siswa di Kelas VIII SMP Kemala Bhayangkari Sungai Raya berdasarkan kelompok atas, kelompok menengah, dan kelompok bawah. Indikasi kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini merupakan kecakapan atau kesanggupan siswa dalam dalam menyelesaikan soal cerita pada materi sistem persamaan linear dua variabel yang di lihat dari perolehan skor siswa pada hasil tes kemampuan pemecahan masalah. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian berupa studi kasus. Menurut Sukardi (2003: 157) metode deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Disamping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadaan atau kejadian sekarang. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Kemala Bhayangkari Sungai Raya yaitu sebanyak 30 siswa. Subjek penelitian dibagi menjadi tiga tingkatan kemampuan berdasarkan hasil ulangan umum matematika kelas VIII semester 1 berupa tes objektif yang berjumlah 40 soal. Prosedur dalam penelitian ini terdiri atas 3 tahap, yaitu: 1) tahap persiapan, 2) tahap pelaksanaan, dan 3) tahap akhir. Tahap Persiapan Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap persiapan antara lain: (1) Melakukan prariset ke SMP Kemala Bhayangkari Sungai Raya. Prariset dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah siswa, mengetahui jumlah jam pelajaran, mengetahui jadwal pelaksanaan penelitian, dan mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa; (2) Menyusun desain penelitian yang mencakup pendahuluan, kajian teori, metode penelitian, dan rancangan instrumen penelitian; (3) Seminar desain penelitian; (4) Merevisi desain penelitian berdasarkan hasil seminar desain; (5) Melakukan validasi isi dan internal instrumen penelitian berupa kisi-kisi soal tes kemampuan pemecahan masalah siswa, soal tes kemampuan pemecahan masalah siswa, kunci jawaban, dan rubrik penskoran kemampuan pemecahan masalah matematis siswa; (6) Merevisi instrumen
3
penelitian berdasarkan hasil validasi isi dan internal; (7) Mengadakan uji coba soal tes; (8) Melakukan analisis validitas isi, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal berdasarkan hasil uji coba soal; (9) Merevisi instrumen penelitian berdasarkan hasil uji coba. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan meliputi: (1) Melaksanakan penelitian di kelas VIII SMP Kemala Bhayangkari Sungai Raya dengan memberikan soal berupa tes kemampuan pemecahan masalah pada hari jum’at, 16 Mei 2014; (2) mendeskripsikan dan menganalisis hasil tes tertulis dari jawaban siswa; (3) dilanjutkan dengan mewawancarai enam orang siswa, masing-masing dua orang perwakilan dari siswa kelompok atas ( ≥ + ), dua orang siswa kelompok menengah ( − ≤ < + ) dan dua orang siswa kelompok bawah ( < + ) (Arikunto, 2009: 264). Tahap Akhir
Tahap pelaporan meliputi: (1) Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif; (2) Melakukan analisis data kuantitatif terhadap hasil tes; (3) Melakukan analisis data kualitatif terhadap hasil wawancara siswa; (4) Mendeskripsikan hasil pengolahan data dan menyimpulkan sebagai jawaban dari masalah dalam penelitian ini; (5) Penarikan kesimpulan; (6) Menyusun laporan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran dan wawancara. Instrumen dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah berbentuk uraian dan pedoman wawancara. Tes penelitian dibuat sebanyak 4 soal yang sudah divalidasi dua orang dosen Pendidikan Matematika FKIP dan satu orang guru matematika SMP dengan hasil validasi bahwa instrumen yang digunakan valid. Kemudian soal itu diujicobakan di kelas VIII A SMP Boedi Oetomo pada tanggal 29 April 2014. Hasil uji coba diperoleh keterangan bahwa tingkat reliabilitas soal yang disusun tergolong tinggi dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,63. Adapun pedoman wawancara dibuat berdasarkan hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara semi terstruktur, yaitu wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2011: 197). Wawancara dilakukan satu persatu kepada dua orang siswa yang telah dipilih masing-masing mewakili tiap tingkat kemampuan (atas, menengah dan bawah) siswa pada tanggal 19 Mei 2014. Penentuan kelompok atas, menengah, dan bawah berdasarkan hasil tes penelitian seperti pada tabel berikut.
4
Kelompok Atas (6 orang) Menengah (18 orang) Bawah (6 orang)
Tabel 1 Pengelompokan siswa yang diwawancarai Nama Siswa Nilai Perwakilan yang dengan Kode Tes Penelitian diwawancarai ER 75 2 orang HLG 50 GI 52,5 2 orang YOR 47,5 WND 27,5 2 orang JO 17,5
Berdasarkan Tabel 1, siswa kelompok atas berjumlah 6 orang dengan perwakilan siswa untuk diwawancarai yang berkode ER dengan nilai tes penelitian 75 dan siswa yang berkode HLG dengan nilai tes penelitian 50. Kemudian, siswa kelompok menengah berjumlah 18 orang dengan perwakilan siswa untuk diwawancarai yang berkode GI dengan nilai tes penelitian 52,5 dan siswa yang berkode YOR dengan nilai tes penelitian 47,5. Selanjutnya, siswa kelompok bawah berjumlah 6 orang dengan perwakilan siswa untuk diwawancarai yang berkode WND dengan nilai tes penelitian 27,5 dan siswa yang berkode JO dengan nilai tes penelitian 17,5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil keseluruhan tes kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat melalui tabel berikut ini. Tabel 2 Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Keterangan Nilai Jumlah Skor 416 Rata-rata Skor 12,6 Jumlah Nilai 715 Rata-rata Nilai 23.83 Nilai Tertinggi 75 Nilai Terendah 7,5 Jumlah Siswa Tuntas 1 Persentase Ketuntasan 3,33% Jumlah Siswa TidakTuntas 29 Persentase Siswa TidakTuntas 96,67% Hasil tes kemampuan pemecahan masalah berdasarkan aspek pemecahan masalah menurut tingkat kemampuan siswa dapat disajikan pada tabel berikut ini.
5
Tabel 3 Hasil tes kemampuan pemecahan masalah pada materi SPLDV berdasarkan aspek pemecahan masalah Tingkat
LK1
Kemampuan
ST
Atas
1
Sedang
T S R
SR
ST
1 2
2
1
2 2 1
Bawah Jumlah
1
LK2
2 3 3
LK3
T S R
SR
1
4
13
1 3
14
6
1
5
1 5
23
21
1
ST
LK4
T S R
SR
2
4
6
16
18
6
6
26
30
2 2 2
ST
T S R
Berdasarkan Tabel 3, dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1) Siswa yang kemampuannya berada di tingkat atas berjumlah 6 siswa, dan setelah diberikan tes kemampuan pemecahan masalah diperoleh bahwa pada aspek memahami masalah (LK1), 1 siswa berada di kategori sangat tinggi, 1 siswa berada di kategori sedang, 2 siswa berada di kategori rendah dan 2 siswa lainnya di kategori sangat rendah. Pada aspek merencanakan pemecahan (LK2), 1 siswa berada di kategori sangat tinggi, 4 siswa berada di kategori rendah dan 1 siswa lainnya di kategori sangat rendah. Pada aspek menyelesaikan masalah sesuai rencana (LK3), 2 siswa berada di kategori sedang dan 4 siswa lainnya di kategori sangat rendah. Pada aspek memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian (LK4), keenam siswa tersebut berada di kategori sangat rendah; (2) Siswa yang kemampuannya berada di tingkat menengah berjumlah 18 siswa dan setelah diberikan tes kemampuan pemecahan masalah diperoleh bahwa pada aspek memahami masalah (LK1), 2 siswa berada di kategori tinggi, 2 siswa berada di kategori sedang, 1 siswa berada di kategori rendah dan 13 siswa lainnya di kategori sangat rendah. Pada aspek merencanakan pemecahan (LK2), 1 siswa berada di kategori sedang, 3 siswa berada di kategori rendah dan 14 siswa lainnya di kategori sangat rendah. Pada aspek menyelesaikan masalah sesuai rencana (LK3), 4 siswa berada di kategori rendah dan 14 siswa lainnya di kategori sangat rendah. Pada aspek memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian (LK4), 18 siswa tersebut berada di kategori sangat rendah; (3) Siswa yang kemampuannya berada di tingkat bawah berjumlah 6 siswa, dan setelah diberikan tes kemampuan koneksi matematis diperoleh bahwa pada aspek memahami masalah (LK1), keenam siswa tersebut di kategori sangat rendah. Pada aspek merencanakan pemecahan (LK2), 1 siswa berada di kategori rendah dan 5 siswa lainnya di kategori sangat rendah. Pada aspek menyelesaikan masalah sesuai rencana (LK3) dan memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian (LK4), keenam siswa tersebut berada di kategori sangat rendah. Hasil analisis berupa profil kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP Kemala Bhayangkari Sungai Raya pada materi SPLDV dapat disajikan pada tabel berikut ini.
6
SR
Tabel 4 Profil kemampuan Pemecahan masalah Siswa di Kelas VIII SMP Kemala Bhayangkari Sungai Raya dalam Materi SPLDV Tingkat Total Skor Kemampuan Kemampuan Persentase Kategori Siswa Pemecahan Masalah Atas 135 Rendah 56,25% Sedang 270 Sangat Rendah 37,5% Bawah 53 Sangat Rendah 22,08% Pembahasan Berdasarkan dari hasil penelitian secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa pada umumnya kemampuan pemecahan masalah siswa pada soal cerita materi SPLDV masih sangat rendah. Kurangnya kemampuan siswa dalam memahami masalah (menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan), merencanakan pemecahannya (membuat model matematika), menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaiannya menyebabkan siswa kesulitan dalam memecahkan suatu permasalahan yang diberikan terutama dalam bentuk soal cerita. Dari hasil tes, wawancara, dan analisis dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa berbeda dengan tingkat kemampuan siswa. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pembelajaran matematika di sekolah kurang berorientasi pada proses bermatematika yang tercantum dalam kurikulum matematika sekolah, tetapi hanya berorientasi pada pengetahuan prosedural (skill) matematis. Kecenderungan guru mengajar berpedoman pada buku teks matematika merupakan salah satu penyebab dari lemahnya daya matematis siswa. Karena sajian materi dalam buku teks cenderung berisi pengetahuan prosedural, pengajaran matematika guru hanya sebatas sajian buku teks yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lestari, Sugiatno, dan Mirza (2011) dan Hafsari, Sugiatno, dan Ahmad (2011) yang menyatakan bahwa beberapa buku teks matematika yang dipakai guru di sekolah, isinya kurang mendukung tujuan mata pelajaran matematika (Sugiatno, Yani, dan Hartoyo, 2012). Selain itu, kebiasan guru hanya terpaku pada soal–soal rutin tanpa membangun pengetahuan baru siswa terhadap permasalahan–permasalahan yang bersifat tidak rutin. Siswa hanya terbiasa mengerjakan soal yang dengan mudah siswa ketahui langkah pengerjaannya, siswa tidak dilatih untuk mengerjakan soal yang memerlukan pemikiran lebih mendalam saat menyelesaikan permasalahan yang diberikan, sehingga dengan hal-hal tersebut menyebabkan hasil belajar siswa pada aspek pemecahan masalah nampak beberapa kelemahan. Siswa yang kemampuannya berada di tingkat atas berjumlah 6 siswa, dan setelah diberikan tes kemampuan pemecahan masalah diperoleh bahwa siswa masih mengalami kesulitan pada soal no. 4 di mana perolehan skor siswa pada masing-masing LK1, LK2, LK3 dan LK4 hanya berkisar 33,33%, 25% 4,17% dan 0% dari skor maksimum sebesar 60. Persentase ketercapaian secara total siswa untuk masing – masing LK1, LK2, LK3 dan LK4 berkisar 66,67%, 66,67%, 7
57,29% dan 33,33%. Siswa pada tingkat kemampuan kelompok atas umumnya tidak dapat menyelesaikan soal dengan menggunakan metode grafik. Hal ini dikarenakan siswa mengalami kesulitan dalam menafsirkan soal cerita hingga harus menentukan titik potong dan membuat sketsa grafik serta menafsirkan kembali hasil yang di peroleh dari titik potong pada grafik ke permasalahan yang diberikan. Selain itu, siswa juga sering melakukan kesalahan dalam perhitungan untuk memperoleh nilai dari suatu variabel. Kesalahan siswa dalam melakukan perhitungan dikarenakan siswa kurang teliti dalam mengoperasikan bilanganbilangan yang ada pada setiap persamaan. Selanjutnya dalam melakukan pemeriksaan kembali siswa hanya memeriksa untuk satu persamaan saja. Hal ini dikarenakan siswa kurang dapat memahami makna dari himpunan penyelesaian dari sistem persamaan dua variabel. Siswa berpikir bahwa dengan melakukan pemeriksaan kembali untuk satu persamaan saja sudah cukup untuk mengetahui bahwa jawaban yang diperiksa adalah benar untuk persamaan yang lainnya juga. Siswa yang kemampuannya berada di tingkat menengah berjumlah 18 siswa dan setelah diberikan tes kemampuan pemecahan masalah diperoleh bahwa siswa masih mengalami kesulitan pada soal no. 3 dan no. 4 dimana perolehan skor siswa pada masing-masing LK1, LK2, LK3 dan LK4 hanya berkisar 36,11%, 30,56%, 31,94% dan 22,22%, 8,33%, 5,56%, 2,77%, dan 0% dari skor maksimum sebesar 180. Persentase ketercapaian secara total siswa untuk masing– masing LK1, LK2, LK3 dan LK4 berkisar 43,05%, 44,44%, 38,89% dan 22,22%. Siswa pada tingkat kemampuan kelompok menengah umumnya tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal cerita, dan sering melakukan kesalahan dalam menyelesaikan model matematika dalam bentuk SPLDV. Hal ini dikarenakan siswa kelompok menengah tidak memahami operasi bilangan bulat yang terdapat dalam setiap persamaan linear dua variabel serta ketidaktelitian siswa dalam melakukan perhitungan. Siswa pada tingkat kemampuan kelompok menengah juga kurang dapat memperoleh penyelesaian dengan menggunakan metode grafik dan siswa hanya melalukan pemeriksaaan kembali untuk satu persamaan saja. Hal ini dikarenakan siswa sama sekali tidak memahami proses penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dengan menggunakan metode grafik dan siswa kurang dapat memahami makna dari himpunan penyelesaian dari sistem persamaan dua variabel. Siswa yang kemampuannya berada di tingkat bawah berjumlah 6 siswa, dan setelah diberikan tes kemampuan koneksi matematis diperoleh bahwa siswa masih mengalami kesulitan pada soal no.2, no. 3 dan no. 4 dimana perolehan skor siswa pada masing-masing LK1, LK2, LK3 dan LK4 hanya berkisar 8,33%, 41,67%, 25% dan 0%, 0%, 16,67%, 12,5% dan 0%, 16,67%, 0%, 0%, dan 0% dari skor maksimum sebesar 60. Persentase ketercapaian secara total siswa untuk masing –masing LK1, LK2, LK3 dan LK4 hanya berkisar 20,83%, 35,41%, 21,87% dan 10,41%. Siswa pada tingkat kemampuan kelompok bawah umumnya kurang tepat dalam menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal yang diberikan dan sering melakukan kesalahan dalam menyelesaikan model matematika dalam bentuk SPLDV. Hal ini dikarenakan siswa kelompok menengah tidak memahami operasi bilangan bulat yang terdapat dalam setiap persamaan linear dua variabel serta ketidaktelitian siswa dalam melakukan
8
perhitungan serta siswa berpikir dalam menuliskan hal-hal yang diketahui siswa hanya menuliskan besarnya angka tanpa memberikan keterangan terhadap besarnya angka tersebut. Sebagian besar siswa kelompok bawah hanya dapat mengerjakan soal no. 1 dan no 2. Hal ini dikarenakan siswa tidak memahami proses penyelesaian dengan menggunakan metode gabungan dan metode grafik. Siswa hanya melakukan pemeriksaaan kembali untuk satu persamaan saja dan ada juga yang tidak melakukan pemeriksaan kembali terhadap jawaban yang diperoleh. Hal ini dikarenakan siswa kurang dapat memahami makna dari himpunan penyelesaian dari sistem persamaan dua variabel. Siswa berpikir bahwa pemeriksaan kembali hasil yang bernilai benar untuk persamaan yang dilakukan pemeriksaan juga berlaku untuk persamaan yang lainnya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa Kemampuan pemecahan masalah dalam menyelesaikan soal cerita sistem persamaan linear dua variabel oleh siswa yang berada pada tingkat kemampuan kelompok atas termasuk ke dalam kategori rendah.Kemampuan pemecahan masalah dalam menyelesaikan soal cerita sistem persamaan linear dua oleh siswa yang berada pada tingkat kemampuan kelompok menengah termasuk ke dalam kategori sangat rendah. Kemampuan pemecahan masalah dalam menyelesaikan soal cerita sistem persamaan linear dua variabel oleh siswa yang berada pada tingkat kemampuan kelompok bawah termasuk ke dalam kategori sangat rendah. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut: (1) Bagi guru matematika diharapkan untuk mempertimbangkan hasil penelitian ini dan dijadikan sebagai salah satu acuan dalam pembelajaran matematika terutama dalam menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi sistem persamaan linear dua variabel; (2) Bagi peneliti lainnya, diharapkan dapat melaksanakan penelitian lanjutan baik berupa penelitian eksperimental dengan memberikan perlakuan untuk menggali kemampuan pemecahan masalah siswa yang bertujuan untuk memperbaiki serta meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hudiono, B. 2007. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Model Pembelajaran Kreatif Untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Pontianak : Makalah FKIP UNTAN.
9
Marzano, Robert, J. 2006. Theory-Base Meta-Analysis of Reseacrh on Instruction. (Online). (http://www.mcrel.org, diakses 1 april 2014). National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM, 2000. Sugiatno, Ahmad Yani T, dan Agung Hartoyo. 2012. Kandungan Daya Matematis dalam Buku Teks Matematika SMA. Pontianak: FKIP Untan. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta. Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktisnya. Yogyakarta: BumI Aksara. Syaban, M. 2010. Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa. (Online).(http://robertmath4edu.wordpress.com/2009/01/15/proses-danstrategi-pemecahan-masalah/ diakses 27 februari 2014). Van de Walle, J. (2007). Elementary and Middle School Mathematics: Teachinng Developmentally. USA: Pearson Education, Inc.
10