Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Masyarakat untuk Iuran Jaminan Kesehatan Elmamy Handayani,1 Sharon Gondodiputro 1 Mahasiswa IKM Unpad, 2IKM FK Unpad ABSTRAK Informasi tentang kemampuan untuk membayar (ability to pay/ATP), diperlukan untuk memprediksi daya beli masyarakat terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan produsen. Dalam artikel ini, produk yang dimaksud adalah jaminan kesehatan yang ditawarkan pemerintah dalam Sistem Jaminan Sosial Kesehatan/SJSN. Artikel ini menjelaskan konsep, metode pengukuran, determinan dan manfaat ATP, dengan mengkaji berbagai hasil penelitian, teori dan artikel tentang ATP. Berdasarkan penelitian para ahli di Indonesia mapun di luar negeri, ATP dipengaruhi oleh pendapatan, banyaknya aset dalam rumah tangga, kapasi tas keluarga dalam memobilisasi aset, pendidikan formal dan jumlah anggota keluarga. Berbagai formula yang digunakan untuk menghitung ATP adalah 10% dari disposible income, atau 50% dari pengeluaran rokok ditambah pengeluaran non pangan, atau 5% dari total pengeluaran atau, 5% dari pendapatan rata-rata bulanan keluarga dibagi jumlah anggota keluarga. Informasi tentang ATP, untuk iuran jaminan kesehatan, bermanfaat untuk perencanaan besarnya iuran dan pemberian subsidi dari pemerintah. Kata kunci: iuran jaminan kesehatan, kemampuan membayar
ABSTRACT ATP information is needed to forecast people purchase power at one product or service. Inthis article, the product is the social health insurance within National Social Insurance System. This article explains the concept, measurement methode, determinants and benefits of ATP’s information, by reviewing some research, theories and articles about ATP. Based on some researches in Indonesia and abroad, ATP are determined by income, household assets, family capacity to manage those assets, formal education, and family size. There are some formulas to get ATP’s value. They are 10% of disposible income, or 50% of tobacco and non-food expenditure, or 5% of total expenditure, or 5% of family income by each person in family in average. ATP’s information useful for determining, health insurance premium and government’s subsidize planning. Keywords; health insurance premium, ability to pay
Pendahuluan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), merupakan kebijakan untuk memenuhi hak setiap warga negara agar bisa hidup layak dan bermartabat menuju tercapainya tingkat kesejahteraan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pengertian jaminan sosial, yang diartikan sebagai perlindungan yang dirancang oleh pemerintah, untuk melindungi warga negara terhadap risiko kematian, kesehatan, pengangguran, pensiun, kemiskinan, dan kondisi pekerjaan yang tidak layak.1 Jaminan kesehatan adalah salah satu bentuk jaminan sosial, yang pada dasarnya bertujuan menjamin stabilitas ekonomi seseorang saat mengalami risiko kesehatan. DalamSJSN, jaminan kesehatan diselenggarakan dengan prinsip asuransi sosial, yakni solidaritas sosial, efisiensi, ekuitas, komprekensif, portabilitas, nirlaba dan resposif.2 Secara teoretis, prisip solidaritas sosial bertujuan untuk menjamin agar setiap penduduk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa ada halangan biaya, kondisi geografis, karena adanya partisipasi masyarakat. Prinsip ekuitas atau keadilan, merupakan prinsip keadilan vertikal, yang artinya, kontribusi peserta dalam jaminan kesehatan didasarkan pada kemampuan seseorang (ability to pay), bukan berdasarkan status kesehatannya.3 Pengertian ini memposisikan keluarga dengan pendapatan lebih tinggi, akam membayar iuran lebih banyak dibandingkan keluarga yang pendapatannya lebih rendah. Kenyataan di Indonesia menunjukkan, cakupan jaminan kesehatan masih rendah, terutama pada sektor informal. Hasil survei yang dilakukan Tim DJSN terhadap tenaga kerja sektor informal, yang memperlihatkan, 87% pekerja mengetahui adanya Jamsostek, hanya 4% pekerja yang menjadi peserta.4 Hasil studi yang dilakukan Hasbullah Thabrany memperlihatkan kondisi yang sama, yakni, lebih dari 70% pendanaan kesehatan berasal dari rumah tangga (out of pocket).5 Ini berarti, masih banyak masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan dan harus membayar secara langsung untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Tantangan terbesar bagi implementasi aJ minan Kesehatan Tahun 2014, adalah kepesertaan bagi masyarakat di sektor informal. Kelompok ini, berdasarkan data BPS Tahun 2012 berjumlah sekitar 66,6 juta jiwa (60,14%), dari seluruh angkatan kerja.6 Jaminan kesehatan dalam SJSN, menuntut peran serta masyarakat dalam bentuk iuran jaminan kesehatan. Besarnya iuran, hingga saat ini belum ditetapkan oleh pemerintah. Jika diasumsikan besarnya iuran, sama dengan premi peserta Askes bagi pegawai negeri berdasarkan Peraturan Pemerintah/PP Nomor 69 Tahun 1991 sebesar 2% dari gaji pokok, ditambah subsidi dari pemerintah, sesuai PP Nomor 28 Tahun 2003 sebesar 2%, maka total iuran yang harus dibayar oleh keluarga (dengan penghasilan perbulan sekitar Rp.2 juta) setara dengan Rp.82.000,- perbulan untuk 4 anggota keluarga. Dengan asumsi tersebut, bagaimana kemampuan masyarakat untuk membayar iuran sebesar itu, dan bagaimana menilainya?
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk menulis artikel ini, dengan pendekatan literature riview, terkait teori dan hasil penelitian di dalam negeri maupun luar negeri tentang ATP. ATP untuk Iuran Jaminan Kesehatan 1.
Konsep ATP Konsep ATP dikembangkan dari perspektif coping strategic.8 6Strategi ini mencakup berbagai upaya yang dilakukan individu atau keluarga dalam memobilisasi sumberdaya yang sifatanya tidak rutin (non-routine resources) untuk membayar suatu produk atau jasa yang mereka perlukan. Dalam bidang kesehatan, konsep ATP digunakan untuk mengetahui kemampuan individu membayar suatu program atau pelayanan kesehatan. Penelitian mengungkapkan coping strategic oleh individu, yang merefleksikan ATP antara lain : meminjam uang, menjual hasil pertanian, menggunakan uang tabungan, menjual barang berharga, mencari bantuan donor, menunda pembayaran, bahkan mengemis. Menilai ATP masyarakat terhadap iuran jaminan kesehatan, bertujuan untuk melihat seberapa besar besar kemampuan masyarakat untuk membeli produk tersebut. ATP ini merupakan faktor penting dalam mengembangkan sistem jaminan kesehatan dan menjadi pertimabgnan utama dalam menetapkan besarnya iuran atau premi. Menurut Kementrian Kesehatan, ATP adalah besarnya dana yang sebenarnya dapat dipergunakan untuk membiayai kesehatan yang bersangkutan.9 Penelitian tentang ATP menggunakan pendekatan pendapatan keluarga dan alokasinya.10 Pendekatan lain adalah dengan mengkonversi pengeluaran keluarga untuk tembakau, alkohol dan sirih ditambah pengeluaran untuk kesehatan, termasuk biaya pengobatan alternatif.11 Pengeluaran jenis ini dapat diasumsikan sebagai ATP keluarga terhadap program atau layanan kesehatan. 2.
Determinan yang Memengaruhi ATP
Steven Russel menyatakan, ketika individu atau keluarga menghadapi situasi yang tibatiba seperti sakit, maka kemampuan keluarga untuk mengatasi biayanya secara umum akan tergantung kepada beberapa determinan seperti:8 1) Sifat alami penyakit, frekuensi, lama sakit dan besarnya biaya yang diperlukan. Sifat alami penyakit ini berdampak kritis terhadap ATP keluarga. Penyakit yang sifatnya akut akan membebani keluarga secara tiba-tiba dan mengharuskan mobilisasi dana secara cepat, sebaliknya, penyakit kronis, memerlukan pembiayaan dalam jangka panjang dan berimplikasi panjang pula terhadap sumberdaya dalam rumah tangga. 2) Berbagai sumberdaya yang tersedia dalam rumah tangga, bisa berupa uang tunai, aset, pendidikan, kemampuan untuk mengorganisir sumberdaya secara efektif, investasi, dan tagihan piutang. 3) Respon keluarga, yakni keputusan untuk memobilisasi sumberdaya atau tidak.
Kemampuan Membayar contoh,’barter ’ dengan hasil bumi
sokongan atau aset,contoh tanah, pekerjaan
barter output dg uang hak properti bersama, contoh hak penggembalaan
pendapatan ilegal contoh mencuri
gaji dari pekerjaan n
barter aset
aset lancar contoh hasil pertanian
perolehan aset dari barter
bantuan pemerintah
perluasan aset contoh tagihan pada keluarga
barter gaji/bayaran sewa, penjualan dll untuk komoditi
Kumpulan aset ‘Kendali atas berbagai alternatif komoditas’
Bagan 2.1 Tipologi Potensi Sumberdaya di Rumah Tangga Dikutip dari : Steven Russel26 (26)
Bagan 2.1. menjelaskan bagaimana rumah tangga mendapatkan kontrol atas berbagai sumberdaya yang bisa dimobilisasi untuk pembiayaan kesehatan yaitu: 1) Adanya aset seperti kebun, sawah, pekerjaan, barang berharga, rumah, mobil dll; 2) Melalui aset tersebut, terutama kebun dan sawah bisa diperoleh hasil bumi; 3) Penjualan hasil bumi, aset serta upah/gaji dari pekerjaan bisa diperoleh uang tunai; 4) Bantuan dari pemerintah; dalam konteks Indonesia contohnya adalah program beras miskin dan bantuan modal usaha; 5) Tagihan piutang dan bantuan dari keluarga, teman, tetangga dan bantuan sosial lainnya; 6) Perolehan ilegal; seperti mencuri. Teori Steven Russel, menilai ATP dari seluruh aset dan pendapatan yang bisa didapatkan oleh keluarga, termasuk pendapatan ilegal. Semakin banyak aset dan pendapatan, semakin besar ATP. Teori ini tidak secara langsung menilai ATP untuk iuran jaminan kesehatan, tetapi memberikan gambaran, bagaimana rumah tangga mengalokasikan sumberdaya untuk kesehatan dan dampak pengambilan keputusan tersebut terhadap kesejahteraan keluarga. Informasi ini, bisa menjadi dasar bagi pemilihan formula/penilaian
ATP yang tepat bagi penelititan selanjutnya yang menggunakan pendekatan survei atau data sekunder. Penelitian di Indonesia, pendekatan untuk menghitung ATP, berbeda dengan teori Steven Russel di atas. ATP tidak dinilai dari besarnya pendapatan dan aset semata, tapi juga menghitung besarnya pengeluaran. Berdasarkan pengeluaran, ATP masyarakat secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok.12 1) ATP belanja bukan makanan (non food expenditure) biasanya diukur secara bulanan dan tahunan. Belanja untuk kesehatan digolongkan dalam kelompok ini. 2) ATP belanja bukan pokok (non essential expenditure) seperti belanja rokok, tembakau, sirih, minuman beralkohol, kosmetik dan hiburan. 3) ATP belanja pokok (essential expenditure) meliputi belanja untuk makanan, sewa rumah dan pakaian.
3.
Metode untuk menilai ATP Steven Russel bependapat, pendekatan kualitatif lebih tepat untuk mengetahui ATP keluarga terhadap pelayanan kesehatan.8 Pendekatan ini dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang kemampuan finansial, termasuk mengekplorasi secara detil dilema, prioritas dan keputusan-keputusan dan akibatnya bagi keluarga. Studi seperti ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan untuk mengidentifikasi kelompok masyarakat yang tidak memiliki kemampuan membiayai pelayanan kesehatan. Studi kuantitatif, melalui survei juga bisa dilakukan untuk mengetahui ATP masyarakat terhadap iuran jaminan kesehatan, seperti Ritanenny di Sukabumi, Nirmala di Bali dan Djuhaeni dkk., di Kota Bandung.12-14 ATP dinilai dari besarnya pendapatan dan konversi belanja keluarga untuk kesehatan, rokok, tembakau, alkohol dan sirih. Di bidang lain selain kesehatan, ATP juga bisa dinilai dengan menanyakan langsung kepada responden, berapa sebenarnya kemampuannya untuk membayar suatu produk atau jasa, yang dikenal dengan revealed ATP. Pendekatan yang lebih praktis untuk menilai ATP adalah, dengan menggunakan data sekunder, seperti hasil Survey Sosial dan Ekonomi Nasional/Susenas, yang dilakukan oleh BPS. Susenas menghasilkan data seperti pendapatan dan pola konsumsi keluarga. Terdapat berbagai formua yang dapat digunakan untuk menghitung ATP, beberapa di antaranya adalah, 10% dari disposible income, yakni pendapatan dikurangi pengeluaran untuk pangan, atau 50% dari pengeluaran rokok ditambah pengeluaran non pangan, atau 5% dari total pengeluaran.9 Ritanenny menggunakan formula 5% dari pengeluaran non makanan, sedangkan Nirmala menerapkan formula 5% dari pendapatan rata-rata bulanan kelarga dibagi jumlah anggota keluarga.13 4.
ATP Masyarakat untuk Iuran Jaminan Kesehatan Berdasarkan penelitian Ritanenny di Sukabumi, 80% ATP masyar akat adalah Rp.16.000,- perbulan, sedangkan 20% sisanya memiliki ATP kurang dari Rp.16.000,-. Penelitian Nirmala di Bali, dengan kisaran pendapatan masyarakat Rp.23.350,- sampai dengan Rp.10 juta, diperoleh kisaran ATP Rp.1.167,- sampai Rp.500.000,-.13
Dari ketiga penelitian tersebut, terlihat bervariasinya nilai ATP, tergantung kondisi ekonomi masyarakat dan pendekatan formula yang dipilih.
5.
Manfaat Informasi tentang ATP Manfaat studi ATP, khususnya untuk jaminan kesehatan, adalah menjadi salah satu pertimbangan dalam menetapkan besarnya iuran, dan perencanaan subsidi dari pemerintah. Manfaat lainnya adalah teridentifikasinya kelompok masyarakat masyarakat yang memerlukan subsidi tersebut, sehingga asas keadilan dan manfaat akan lebih besar. Simpulan dan Saran ATP masyarakat untuk pebiayaan kesehatan khususnya iuran jaminan kesehatan dapat diperoleh dengan berbagai cara. Studi kualitatis ATP , akan memberikan gambaran yang mendalam dan rinci tentang ATP masyarakat. Studi kuantitatif melalui survei, dengan cara menanyakan langsung ATP kepada responden, atau dengan mengkonversi pengeluaran yang tidak essensial seperti rokok/tembakau, alkohol dan sirih atau menggunakan formula tertentu. ATP juga bisa dinilai dengan menggunakan data sekunder. Untuk mendukung implementasi jaminan kesehatan dalam SJSN, pemerintah pusat dan daerah perlu mengetahui ATP masyarakat terhadap iuran jaminan kesehatan. Hasil studi ini dipadukan dengan studi lain seperti studi tentang kemauan masyarakat, dan kemampuan finansial pemerintah, akan memberikan dasar yang baik untuk pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA 1. William C. Arthur, Smith Michael, Young C.Peter. Risk Management and Insurance. The Mc Grow Hill Company 1998.hlm.439 2. Hasbullah Thabrany, Tinjauan Akademis tentang Asuransi Kesehatan Nasional, Laporan Studi, Jakarta; Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan UI; ;[diunduh tanggal 9 Juli 2012],Juni 200; Tersedia dari; www.staff.ui.ac.id 3. Bhisma Murti, Strategi untuk Mencapai Cakupan Universal Pelayanan Kesehatan di Indonesia, [makalah] Temu Ilmiah Reuni Akbar FK-UNS; 2010 27 Nopember 2010; Surakarta. Institute of Health Economic and Policy Studies (IHEPS), Bagian IKM FK Universitas Sebelas Maret; 201 0;[diunduh tanggal 24 Juli 2012]; tersedia dari:www.fk.unhas.ac.id 4. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Sosialisasi SJSN: Persiapan Menuju Universal Coverage Jaminan Kesehatan [makalah seminar]. Seminar dan Diseminasi Informasi SJSN dan BPJS; 29 Februari 2012; Bandung 5. Hasbullah Thabrany, Strategi Pendanaan Jaminan Kesehatan Indonesia dalam SJSN, [makalah diskusi] Diskusi RPJMN Bappenas, 29 April 2008; Jakarta. 2008.[diunduh tanggal 9 Juli 2012]; Tersedia dari www.staff.ui.ac.id 6. Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2012, Berita Resmi Statistik BPS, No.75/11/Th.XV 5 Nopember 2012, tersedia dari www.bps.go.id 7. I Gede Subawa, Info Askes, Buletin Bulanan PT Askes, Edisi Mei 2011; ;[diunduh tanggal 27/11/ 2012],tersedia dari; www.ptaskes.com 8. Russel Steven, Ability to Pay for Health Care: Concepts and Evidence. Health Policy and Planning, [online serial], 1996; [diunduh tanggal,16 Maret 2012]11(3):219-37.Tersedia dari:heapol.oxfordjournals.org 9. Departemen Kesehatan, Pedoman Penetapan Tarif JPKM [e-book]. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2000.[diunduh tanggal 21 Maret 2012].Tersedia dari www.depkes.go.id 10. Lofgren Curt, Nguyen X Thanh, Nguyen TK Chuc, Emmelin Anders dan Lindhom Lars. People's willingness to Pay for Health Insurance in Rural Vietnam. Cost Effectiveness and Resource Allocation. [online serial]. 2008; [diunduh tanggal 27 Juli 2012]; 7 Februari 2008;6:1-16.Tersedia dari: www.ncbi.nlm.nih.gov
11. Henni Djuhaeni, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM): Strategi Aksesitas Pelayanan Kesehatan di Masa Depan,[makalah seminar]; Seminar JPKM Dana Sehat; Agustus 2004; Bandung. JPKM Dana Sehat Al -Islam Bandung 2004.[diunduh tanggal 6 Juni 2012]; Tersedia dari: pustaka.unpad.ac.id 12. Ritanenny Esmi, Pola Pembiayaan Kesehatan Masyarakat yang Tidak Memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dalam Mewujudkan Cakupan Menyeluruh Asuransi Kesehatan Di Kota Sukabumi [tesis], Institut Pertanian Bogor; 2009.[diunduh tanggal 15 Juli 2012]; Tersedia dari www.repository.ipb.ac.id 13. Nirmala Trisna AA, Gde Muninjaya,A.A. Survey Pasar Jaminan Kesehatan Sosial Bali. Manajemen Pelayanan Kesehatan, 1 Maret 2007;10:29-39 14. Henni Djuhaeni, Potensi Partisipasi Masyarakat Menuju Pelaksanaan Jaminan Kesehatan dalam Rangka Universal Coverage di Kota Bandung [makalah seminar] Seminar SJSN; Bandung. 2012 15. Bmbang Irawan, Willingness to Pay dan Ability to Pay Pelanggan Rumah Tangga, sebagai rrespon terhadap Pelayanan Air Bersih dai PDAM Kota Surakarta, FE UNS Surakarta, [online serial] Jejak , vol.2 No.1 Maret 2009; [diunduh tanggal 22 Maret 2012]