PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
KEMAMPUAN LITERASI DAN TEKNIK ASESMEN LITERASI Yuni Pantiwati Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogomas 246 Malang 65144 e-mail korespondensi:
[email protected] ABSTRAK PISA 2015 mendefinisikan Literasi sains dalam tiga kompetensi yaitu: a) Menjelaskan fenomena secara ilmiah; b) Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah; dan c) Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah.definisi literasi sains PISA 2015 dapat dicirikan terdiri dari empat aspek yang saling terkait yaitu kontek, kompetensi, pengetuhan dan sikap. Asesmen literasi sains tidak hanya berorientasi pada penguasaan materi sains, akan tetapi juga pada penguasaan kecakapan hidup, kemampuan berpikir, dan kemampuan dalam melakukan proses-proses sains pada kehidupan nyata. Penilaian literasi sains PISA 2015, fokus item berada pada situasi yang berkaitan dengan kelompok keluarga, keluarga dan teman sebaya (pribadi), masyarakat (lokal dan nasional), dan kehidupan di seluruh dunia (global). Kata kunci: asesmen, literasi, sains
Literasi sains didefinisikan dalam Program for International Student Assessment (PISA, 2009) sebagai pengetahuan sains seseorang, dan penggunaan pengetahuan itu, untuk mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena sains dan menarik kesimpulan tentang sains yang berhubungan dengan isu- isu; pemahaman tentang cirri karakteristik dari ilmu sebagai bentuk pengetahuan manusia dan penyelidikan; kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk intelektual, lingkungan budaya; dan kesediaannya untuk terlibat dalam masalah yang terkait sains, serta dengan ide-ide pengetahuan tersebut bisa menjadi warga negara yang tanggap. Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi semua siswa, karena anak usia 15 tahun sudah seyogyanya menentukan pilihan karier dan ikut serta mengambil peran dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Rahmawati, 2012). PISA 2015 mendefinisikan Literasi sains dalam tiga kompetensi yaitu: a) Menjelaskan fenomena secara ilmiah; b) Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah; dan c) Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Semua kompetensi ini membutuhkan pengetahuan untuk menjelaskan fenomena ilmiah dan teknologi, misalnya, menuntut pengetahuan tentang isi sains yang selanjutnya disebut pengetahuan konten. Kompetensi kedua dan ketiga, bagaimanapun, membutuhkan lebih dari sekedar pengetahuan tentang apa yang diketahui. Sebaliknya, bergantung pada pemahaman tentang bagaimana pengetahuan ilmiah terbentuk dan tingkat kepercayaan yang dimilii (Lederman, 2006; Millar & Osborne, 1998; National Research Council, 2012).Kompetensi memerlukan pengetahuan epistemis dan pemahaman tentang pemikiran untuk penyelidikan ilmiah, teori, hipotesis dan data. Pengetahuan prosedural dan epistemis diperlukan untuk mengidentifikasi pertanyaan yang sesuai dengan penyelidikan ilmiah, dan untuk menilai apakah prosedur yang tepat telah digunakan Dalam mengembangkan definisi literasi sainsbahwa individu
perlu memperoleh pengetahuan, bukan melalui penyelidikan ilmiah, namun melalui penggunaan sumber daya seperti perpustakaan dan internet. Pengetahuan prosedural dan epistemis sangat penting untuk menentukan apakah pengetahuan telah diturunkan dengan menggunakan prosedur yang tepat dan diperlukan.Pengetahuan ini meliputi pengetahuan tentang fakta, konsep, gagasan dan teori (Millar, Lubben, Gott, & Duggan, 1995; Gott, Duggan, & Roberts, 2008). Pemahaman sains sebagai praktik juga membutuhkan "pengetahuan epistemik" yang mengacu pada pemahaman tentang peran konstruksi spesifik dan ciri khas yang penting bagi proses membangun pengetahuan dalam sains (Duschl, 2007). Pengetahuan epistemis mencakup pemahaman tentang fungsi yang diajukan oleh pertanyaan, pengamatan, teori, hipotesis, model, dan argumen dalam sains.Berbagai bentuk pengetahuan ilmiah dibutuhan untuk melakukan tiga kompetensi literasi ilmiah. Oleh karena itu, PISA 2015 berfokus untuk menilai sejauh mana anak berusia 15 tahun mampu menampilkan kompetensi ini secara tepat dalam konteks pribadi, lokal, nasional dan global. Perspektif ini berbeda dengan banyak program sains sekolah yang sering didominasi oleh pengetahuan konten.Sebaliknya, kerangka kerja ini didasarkan pada pandangan yang lebih luas tentang jenis pengetahuan sains yang dibutuhkan oleh anggota masyarakat kontemporer yang berpartisipasi. Selain itu, perspektif berbasis kompetensi juga mengakui bahwa ada elemen afektif terhadap tampilan siswa dari kompetensi ini (Schibeci, 1984). Hal ini yang menjadi pertimbangan terkait definisi literasi sains untuk PISA 2015, Literasi sains adalah kemampuan untuk terlibat dengan isu-isu sains, dan dengan gagasan sains, sebagai warga negara yang reflektif berwawasan sains dan teknologi yang membutuhkan kompetensi untuk: a) menjelaskan fenomena secara ilmiah, b) mengakui, menawarkan dan mengevaluasi penjelasan untuk berbagai fenomena alam dan teknologi, c) mengevaluasi dan
Pantiwati, Kemampuan Literasi dan Teknik available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
KS-28
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
merancang penyelidikan ilmiah, d) menggambarkan dan menilai penyelidikan ilmiah dan mengusulkan cara untuk menjawab pertanyaan secara ilmiah., e) menafsirkan data dan bukti secara ilmiah, f) menganalisis dan mengevaluasi data, klaim dan argumen dalam berbagai representasi dan menarik kesimpulan ilmiah yang sesuai.
KEMAMPUAN LITERASI Untuk tujuan penilaian, definisi literasi sains PISA 2015 dapat dicirikan terdiri dari empat aspek yang saling terkait ( Gambar 1).
Knowledge Content Procedural Epistemic
Competencies Contexts Personal Local/national Global
Require individuals to display
Explain phenomena scientifically Evaluate and design scientific enquiry Interpret data and evidence scientifically
How an individual does this is influenced by
Attitudes Interest in science Valuing scientific approaches to enquiry Environmental awareness Gambar 1. Empat Aspek Literasi Sains
Konteks, Isu pribadi, lokal, nasional dan global, baik saat ini maupun yang historis, dan menuntut beberapa pemahaman tentang sains dan teknologi.Pengetahuan, pemahaman akanfakta-fakta utama, konsep dan teori penjelasan yang menjadi dasar pengetahuan ilmiah. Pengetahuan semacam itu mencakup pengetahuan tentang dunia alami dan artefak teknologi (pengetahuan konten), pengetahuan tentang bagaimana gagasan semacam itu dihasilkan (pengetahuan prosedural) dan pemahaman tentang dasar pemikiran untuk prosedur ini dan pembenaran untuk penggunaannya (pengetahuan epistemis).Kompetensi, kemampuan untuk menjelaskan fenomena ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, dan menafsirkan data dan bukti secara ilmiah.Sikap, seperangkat sikap terhadap sains yang ditunjukkan oleh ketertarikan pada sains dan teknologi; Menilai pendekatan ilmiah untuk penyelidikan, jika sesuai, dan persepsi dan kesadaran akan isu lingkungan. Asesmen literasi sains menilai pemahaman peserta didik terhadap hakekat sains sebagai produk (prinsip,
teori, hukum-hukum sains) dan proses (penyelidikan ilmiah) serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Wulan, 2009). Sesuai dengan pandangan tersebut, penilaian literasi sains tidak semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman terhadap pengetahuan sains, tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains serta kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata yang dihadapi peserta didik, baik sebagai individu, anggota masyarakat serta warga dunia (Firman, 2007). Asesmen literasi sains tidak hanya berorientasi pada penguasaan materi sains, akan tetapi juga pada penguasaan kecakapan hidup, kemampuan berpikir, dan kemampuan dalam melakukan proses-proses sains pada kehidupan nyata (Wulan, 2009). Asesmen literasi sains dapat difokuskan pada dua dimensi yaitu dimensi konten dan dimensi kognitif.Dimensi konten dalam literasi sains meliputi materi yang terdapat dalam kurikulum dan materi yang bersifat lintas kurikulum dengan penekanan pada pemahaman konsep dan kemampuan untuk
Pantiwati, Kemampuan Literasi dan Teknik available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
KS-29
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
menggunakannya dalam kehidupan. Dimensi kognitif meliputi beberapa kemampuan dalam: 1) menggunakan pengetahuan atau konsep-konsep secara bermakna, 2) mengidentifikasi masalah, 3) menganalisis dan mengevaluasi data atau peristiwa, 4) merancang penyelidikan, 5) menggunakan dan memanipulasi alat, bahan atau prosedur; serta 6) memecahkan masalah dalam rangka memahami fakta-fakta tentang alam dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan (Wulan, 2009). Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations).Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya.Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Shwartz et al. (2006) mengajukan 3 tingkatan literasi sains, yakni: 1) Functional literacy, merujuk pada kemampuan seseorang untuk menggunakan konsep dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia seperti pangan, kesehatan, dan perlindungan, 2) Civic literacy, merujuk pada kemampuan seseorang untuk berpartisipasi sains secara bijak dalam bidang sosial mengenai isu yang berkenaan dengan sains dan teknologi, dan 3) Cultural literacy, mencakup kesadaran pada usaha ilmiah dan persepsi bahwa sains merupakan aktivitas intelektual yang utama. Holbrook (1998) mengemukakan beberapa tingkatan dalam literasi sains yang lebih cocok dinilai dan diterapkan selama pembelajaran di sekolah karena kemudahannya untuk diterapkan pada tujuan instruksional. Beberapa tingkatan\yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Scientific lliteracy: siswa tidak dapat merelasikan atau merespon berbagai pertanyaan sains yang memerlukan alasan yang masuk akal dikarenakan siswa tidak mempunyai pembendaharaan kata, konsep, konteks, dan kemampuan kognitif untuk mengidentifikasi pertanyaan secara ilmiah. 2. Nominal scientific literacy: siswa dapat mengenali dan merelasikan konsep yang berhubungan dengan sains, namun masih memungkinkan terjadinya miskonsepsi. 3. Functional scientific literacy: siswa dapat menerangkan sebuah konsep dengan benar, tetapi dengan keterbatasan pengetahuan mereka. 4. Conceptual scientific literacy: siswa mengembangkan pengetahuan dari skema konseptual mereka dan merelasikannya pada pengetahuan umum dari sains. Kemampuan prosedur dan pemahaman tentang proses penemuan sains dan teknologi termasuk juga kedalamnya
5. Multidimensional scientific literacy: siswa memahami sains lebih dari sekedar konsep sains dan prosedur penelitian sains. Dengan kata lain siswa mengetahui dimensi lain – yang mencakup filosofi, sejarah, sosial – dari sains. Menurut pengertian PISA, seorang individu tidak bisa digolongkan menjadi seseorang yang “scientifically literate” atau seseorang yang “scientifically illiterate”, melainkan dengan istilah perkembangan literasi sains dari “kurang berkembang” (less developed) menjadi “lebih berkembang” (more developed). Siswa dengan kemampuan literasi yang kurang berkembang mampu menyelesaikan masalah pada situasi sederhana dan akrab, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan literasi lebih berkembang mampu menyelesaikan masalah pada situasi yang kompleks dan kurang akrab (Rahayu, 2014). Berbeda dengan PISA, National Science Education Standards (NSES) dalam National Research Council (1996: 22) menggunakan istilah “scientifically literate” dan “scientifically illiterate” . Gambaran tentang seseorang yang “scientifically literate” atau orang yang memiliki literasi sains dalam NSES, yaitu orang yang mampu: a. Read with undertanding articles about science in the popular press b. Engage in social conversation about validity of the conclusions in such articles c. Identify scientific issues underlying national and local decisions and expresss opinions that are scientifically and technologically informed d. Evaluate the quality of scientific information on the basis of its source and the methodes used to generate it e. Pose and evaluate arguments based on evidence and to aplly conclusions from such argument appropriately Dalam Twenty First Century Science dinyatakan bahwa seseorang yang berliterasi sains adalah orang yang: a. Appreciate and undestrand the impact of science and technology in everyday life b. Take informed personal decisions about things that involve science, such as health, diet, use of energy resources c. Read and understand the essential points of media reports about matters that involve science d. Reflect critically on the information included in, and (often more important) omitted from, such reports e. Take part confidently in discussions with others about issues involving science. Norris dan Philips dalam Holbrook & Rabbikmae (2009) menambahkan komponen sikap dalam literasi sains, yaitu: kemandirian dalam belajar IPA, kemampuan untuk berpikir ilmiah, keingintahuan, dan kemampuan
Pantiwati, Kemampuan Literasi dan Teknik available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
KS-30
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
untuk berpikir kritis. Lebih jauh lagi, Graber dalam Holrook & Rannikmae (2009: 278) menggambarkan model literasi sains berbasis kompetensi yang merupakan hasil persinggungan antara “what do people know” (terdiri atas kompetensi sains dan kompetensi epistemologis),
“what do people value” (terdiri atas kompetensi etika/moral), dan “what can people do” (terdiri dari kompetensi belajar, kompetensi sosial, kompetensi prosedural, dan kompetensi berkomunikasi).
Gambar 2. Model literasi sains berbasis kompetensi versi Graber (Sumber: Holrook & Rannikmae, 2009).
KONTEKS UNTUK ITEM PENILAIAN PISA 2015 menilai pengetahuan ilmiah penting dengan menggunakan konteks yang mengangkat isu dan pilihan yang relevan dengan kurikulum pendidikan sains dari negara-negara peserta. Konteks ini tidak akan dibatasi pada aspek umum kurikulum nasional peserta. Sebaliknya, penilaian tersebut memerlukan bukti keberhasilan penggunaan tiga kompetensi yang diperlukan untuk keaksaraan ilmiah dalam situasi penting yang mencerminkan konteks pribadi, lokal, nasional dan global. Item penilaian tidak terbatas pada konteks sains sekolah. Dalam penilaian literasi sains PISA 2015, fokus item berada pada situasi yang berkaitan dengan kelompok keluarga, keluarga dan teman sebaya (pribadi), masyarakat (lokal dan nasional), dan kehidupan di seluruh dunia (global). Topik berbasis teknologi dapat digunakan sebagai konteks umum. Juga, sesuai dengan beberapa topik adalah konteks historis yang dapat digunakan untuk menilai pemahaman siswa tentang proses dan praktik yang terlibat dalam memajukan pengetahuan ilmiah. Gambar 1 mencantumkan penerapan sains dan teknologi,
dalam pengaturan pribadi, lokal, nasional dan global yang terutama digunakan sebagai konteks untuk item penilaian.Penerapan dari berbagai situasi kehidupan dan umumnya sesuai dengan bidang penerapan untuk literasi sains dalam kerangka PISA sebelumnya. Konteks juga akan dipilih mengingat relevansinya dengan minat dan kehidupan siswa. Bidang penerapan meliputi kesehatan dan penyakit, sumber daya alam, kualitas lingkungan, bahaya, dan batas-batas sains dan teknologi. Penilaian sains PISA, bukanlah penilaian konteks tetapi menilai kompetensi dan pengetahuan dalam konteks tertentu. Pemilihan konteks ini, berdasarkan pengetahuan dan pemahaman yang mungkin dimiliki siswa pada usia lima belas tahun.Sensitivitas terhadap perbedaan linguistik dan budaya menjadi prioritas dalam pengembangan dan seleksi item, tidak hanya untuk kepentingan validitas penilaian, tetapi juga untuk menghormati perbedaan di negara-negara yang berpartisipasi. Dalam mengembangkan tes internasional, tidak mungkin memasukkan perbedaan pengetahuan tradisional dan lokal tentang fenomena alam yang ada di antara negara-negara yang berpartisipasi.
Pantiwati, Kemampuan Literasi dan Teknik available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
KS-31
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Health & Disease Natural Resources
Tabel 1. Konteks Literasi Sains Pesonal Local/Nasional Pemeliharaan kesehatan, Pengendalian penyakit, kecelakaan, gizi transmisi sosial, pilihan makanan, kesehatan masyarakat Konsumsi pribadi bahan Pemeliharaan populasi manusia, dan energi kualitas hidup, keamanan, produksi dan distribusi makanan, pasokan energi
Environmental Quality
Tindakan ramah lingkungan, penggunaan dan pembuangan bahan dan perangkat
Distribusi populasi, pembuangan limbah, dampak lingkungan
Hazards
Penilaian risiko terhadap pilihan gaya hidup
Frontiers of Science and Technology
Aspek ilmiah dari hobi, teknologi personal, musik dan aktivitas olahraga
Perubahan yang cepat (mis., Gempa bumi, cuaca buruk], perubahan lambat dan progresif (misalnya, erosi pantai, sedimentasi), penilaian risiko Bahan, perangkat dan proses baru, modifikasi genetik, teknologi kesehatan, transportasi
Global Epidemi, penyebaran penyakit menular Sistem alam yang terbarukan dan tidak terbarukan, pertumbuhan populasi, penggunaan spesies secara berkelanjutan Keanekaragaman hayati, kelestarian ekologis, pengendalian pencemaran, produksi dan hilangnya tanah / biomassa Perubahan iklim, dampak komunikasi modern
Kepunahan spesies, eksplorasi ruang, asal dan struktur alam semesta
LITERACY ASSESSMENT TECHNIQUES Tabel 2. Literacy assessment techniques (Cooper, 1997) Teknik Penilaian Literasi Teknik
Tujuan
Komentar
Observasi atau pemantauan anak
Observasi secara lansgung prestasi siswa pada situasi belajar
Prosedur penting bagi penilaian dan evaluasi kelas yang baik
Checklists
Panduan observasi
Dapat digunakan untuk panduan observasi di bidangbidang yang berkaitan dengan pembelajaran literasi
Catatan kemandirian membaca dan menulis
Memantau kemandirian membaca dan menulis
Harus diterapkan di semua jenjang; memberi pengetahuan tentang sikap dan kebiasaan siswa.
Mengulang penjelasan
Memberi penilaian makna dan cara berpikir
Salah satu prosedur terbaik untuk menilai makna dan cara berpikir
Rencana awal (PREP)
Menilai pengetahuan terdahulu
Membantu Anda merencanakan kebutuhan siswa
Tanggap terhadap literatur
Menilai makna dan cara berpikir, tingkat pemikiran, dan penggunaan strategi
Memperlihatkan bagaimana siswa menggunakan apa yang telah mereka baca dan mengintegrasikan gagasan ke dalam pengalaman mereka sendiri
Evaluasi dirisendiri siswa
Menunjukkan persepsi siswa tentang bacaan dan tulisan mereka sendiri
Membantu siswa menguasai ilmunya
Proses wawancara
Memperoleh gambaran tentang proses metakognisi siswa
Prosedur individu yang harus digunakan secara selektif
Sampel yang dipilih oleh guru
Menilai makna dan cara berpikir, menilai terstruktur, jika dilakukan secara lisan
Prosedur informal; Dapat dikumpulkan dan dibandingkan dari waktu ke waktu.
Pengulangan literatur
Menilai makna dan cara berpikir
Mengintegrasikan instruksi dan penilaian
Mencatat ketertarikan
Menentukan minat siswa
Memberikan dasar untuk merencanakan kegiatan
Pantiwati, Kemampuan Literasi dan Teknik available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
KS-32
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Teknik Penilaian Literasi Teknik
Tujuan
Komentar belajar mengajar
Menulis skor menggunakan rubrik
Evaluasi konstruksi makna melalui tulisan
memberikan cara menilai tulisan dengan melihat keseluruhan
Miscue analisis
Kaji decoding dan penggunaan strategi
Prosedur membutuhkan pelatihan terperinci
Menyediakan bacaan informal
Menilai makna cara berpikir dan decoging
Prosedur membutuhkan pelatihan terperinci. Gunakan dengan bijaksana.
Catatan keseharian
Menilai penggunaan strategi decoding.
Prosedur membutuhkan pelatihan terperinci.
Penilaian kinerja
Menilai penerapan semua strategi, ketrampilan, dan pengetahuan
Membuat penilaian merupakan bagian instruksi yang tidak terpisahkan
Prosedur penilaian yang menyertai materi yang dipublikasikan
Bervariasi menurut penerbit
Sebaiknya digunakan secara selektif
DAFTAR RUJUKAN Amri, U., Yennita, Ma’ruf, Z. 2013. Pengembangan Instrumen Penilaian Literasi Sains Fisika Siswa Pada Aspek Konten, Proses, dan Konteks. Pekanbaru: Laboratorium Pendidikan Fisika, Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau,
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Asesmen Otentik dalm Implementasi Pembelajaran Aktif dan Kreatif. Bandar Lampung, Januari, 29-30 2011.
ARG. 2002. Assessment for Learning: 10 Principles. University of Cambridge: Assessment Reform Group.
Pantiwati, Yuni. 2013. Profil Sistem Penilaian dalm Pembeljaran Biologi. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains. Iperan Sains dalam Abad 21. Surabaya, Januari, 2013.
Cooper, J.D. 1997, Helping Children Contruct Meaning (3rd ed., p. 559), by Boston: Houghton Mifflin Company. Copyright © 1997 by Houghton Mifflin Company. Used with permission.
Rahmawati, Dewi. 2012, Analisis Literasi Sains Siswa SMP Dalam Pembelajaran IPA Terpadu Pada Tema Penerapan Bioteknologi Konvensional. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Firman, H. 2007. Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas.
Rustaman, Nuryani; Harry Firman, dan Kardiawarman. Literasi Sains Anak Indonesia dalam PISA 2000. Laporan Studi PISA Puspendik Balitbang Depdiknas.
Liliasari. 2011. Membangun Masyarakat Melek Sains Berkarakter Bangsa Melalui Pembelajaran. Makalah disampaikan pada seminar nasional UNNES 2011.
Rustaman, et al,. 2004. Ringkasan Eksekutif : Analisa PISA Bidang Literasi Sains. Puspendik.
O'Malley, J M & Pierce, L. V. 1996. Authentic assessment for English Language Learners: Practical approaches for teachers. freshNewYork: Addison-Wesley, pp. 268. Pantiwati, Yuni. 2011. Pengaruh Jenis Asesmen Biologi dalam Pembelajaran TPS terhadap Kemampuan Kognitif, Kritis, dan Kreatif.
Shwartz, Y. et al,. 2006. “The Use Of Scientific Literacy Taxonomy For Assessing The Development Of Chemical Literacy Among High-School Students”. Chemical Educational Research and Practice. 7. (4). 203-225 Wulan, A.R. 2009. Asesmen Literasi Sains. Makalah team Hibah Pasca sarjana. UPI; bandung. : http://www.unjabisnis.com/2010/06/kualitasmengajar
Pantiwati, Kemampuan Literasi dan Teknik available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
KS-33