MAKALAH MEDIA LITERASI DAN DIGITAL LITERASI D I S U S U N
Oleh : NIKI ARSY SIREGAR ( 110709039 )
DEPARTEMEN STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat dan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat waktu.Makalah ini disusun dalam rangka sebagai tugas mata kuliah Perpustakaan Digital. Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai media literasi dan digital literasi balik informasi. Harapan penulis semoga makalah ini dipergunakan sebagai salah satu acuan, serta pengenalan bagi pembaca membantu menambah pengetahuan,wawasan dan pengalaman bagi para pembaca. Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun sehingga penulis dapat memperbaiki. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang dan semoga makalah ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya. Medan, Mei 2013
Penulis
BAB I PENDAHULUAN Akhir-akhir ini kita sering mendengar adanya berita seorang anak di bawah umur yg diculik dan diperkosa oleh orang yang baru dikenalnya melalui situs jejaring sosial. Kita juga sering mendengar adanya berita seorang anak kecil yang tewas ketika meniru adegan berbahaya yang dilihatnya di televisi. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Dapat timbul angapan di masyarakat bahwa media kini telah menjadi sesuatu yang berbahaya. Untuk mencegah timbulnya kasus dan anggapan seperti di atas maka sangat diperlukan adanya literasi media atau yang biasa dikenal dengan sebutan awam “melek media”. Hal yang sebenarnya penting namun seringkali terlewatkan saat kita tengah mengkaji suatu media. Banyaknya kasus-kasus seperti di atas merupakan tanda bahwa tingkat literasi media di masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Lalu apa sebenarnya literasi media itu? Istilah literasi media mungkin belum begitu akrab di telinga kita. Masyarakat mungkin masih terheran dan kurang paham jika ditanya apa sebenarnya literasi media tersebut. Salah satu definisi yang popular menyatakan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan isi pesan media. Dari definisi itu dipahami bahwa fokus utamanya berkaitan dengan isi pesan media.
BAB II PEMBAHASAN
LITERASI MEDIA a) Pengertian literasi media Literasi media menurut para ahli 1. Menurut McCannon literasi media adalah sebagai kemampuan secara efektif dan secara efesien memahami dan menggunakan komunikasi massa (Strasburger & Wilson, 2002). 2. James W Potter (2005) mendefinisikan literasi media sebagai satu perangkat perspektif dimana kita secara aktif memberdayakan diri kita sendiri dalam menafsirkan pesan-pesan yang kita terima dan bagaimana cara mengantisipasinya. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari literasi media bisa dikatakan sebagai kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan isi pesan media. Dari definisi itu dipahami bahwa fokus utamanya berkaitan dengan isi pesan media. Untuk memahami definisi literasi media lebih mendalam sebaiknya dipahami pula bahwa terdapat lima elemen utama di dalamnya. Elemen utama di dalam literasi media adalah sebagai berikut: 1)Sebuah kesadaran akan dampak media terhadap individu dan masyarakat 2) Sebuah pemahaman akan proses komunikasi massa 3) Pengembangan strategi-strategi yang digunakan untuk menganalisis dan membahas pesanpesan media 4) Sebuah kesadaran akan isi media sebagai ‘teks’ yang memberikan wawasan dan pengetahuan ke dalam budaya kontemporer manusia dan diri manusia sendiri 5) Peningkatan kesenangan, pemahaman dan apresiasi terhadap isi media. (Silverblatt, 1995)
Berdasarkan definisi dan elemen utama literasi media tersebut kita dapat mengklasifikasikan beragam tipe literasi media. Pertama, berdasarkan media yang dituju, literasi media terdiri dari: -
literasi, literasi media (dalam arti sempit), dan literasi media baru
Kedua, berdasarkan tingkat kecakapan yang berusaha dimunculkan literasi media dapat dibedakan ke dalam 3 tingkat yaitu : -
literasi media tingkat awal, literasi media menengah, dan literasi media lanjut.
Tingkat awal di dalam literasi media biasanya berupa pengenalan media, terutama efek positif dan negatif yang potensial diberikan oleh media. Literasi media tingkat menengah bertujuan menumbuhkan kecakapan dalam memahami pesan. Sementara tingkat lanjut dalam literasi media melahirkan output kecakapan memahami media yang lengkap sampai produksi pesan, struktur pengetahuan terhadap media yang relatif lengkap, dan pemahaman kritis pada level aksi, misalnya memberi masukan dan kritik pada organisasi dan menggalang aksi untuk mengritik media. Selain itu, literasi media berdasarkan lokasi kegiatan dilakukannya paling tidak muncul di tiga tempat, yaitu: di rumah/tempat tinggal, sekolah, dan di kelompok-kelompokmasyarakat.
b) cara melakukan Literasi Media Bisa dikatakan memahami dan memunculkan kecakapan individu dalam menggunakan media adalah tujuan yang utama dalam kegiatan literasi media. Tujuan ini lebih penting bila dibandingkan dengan tujuan mengenalkan media atau pun menumbuhkan pemahaman kritis pada media. Terdapat tujuh kecakapan atau kemampuan yang diupayakan muncul dari kegiatan literasi media (Potter, 2004: 124),yaitu: (1) Analyze/Menganalisa. Kompetensi berikutnya adalah kemampuan menganalisa struktur pesan, yang dikemas dalam media, mendayagunakan konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan untuk memahami konteks dalam pesan pada media tertentu. Misalnya, mampu mendayagunakan informasi di media massa untuk membandingkan pernyataan-pernyataan pejabat publik, dengan dasar teori sesuai ranah keilmuannya. Kompetensi lainnya bisa diperiksa dengan kata kerja seperti, membedakan, mengenali kesalahan, menginterpretasi, dsb. (2) Evaluate/Menilai. Setelah mampu menganalisa, maka kompetensi berikutnya yang diperlukan adalah membuat penilaian (evaluasi). Seseorang yang mampu menilai, artinya ia mampu menghubungkan informasi yang ada di media massa itu dengan kondisi dirinya, dan membuat penilaian mengenai keakuratan, dan kualitas relevansi informasi itu dengan dirinya; apakah informasi itu sangat penting, biasa, atau basi. Tentu saja kemampuan dalam menilai sebuah informasi itu dikemas dengan baik atau tidak, juga adalah bagian dari kompetensinya. Di sini, terjadi membandingkan norma dan nilai sosial terhadap isi yang dihadapi dari media. (3) Grouping/pengelompokan menentukan setiap unsur yang sama dalam beberapa cara: menentukan setiap unsur yang berbeda dalam beberapa cara.
(4) Induction/Induksi menyimpulkan suatu pola di set kecil elemen, maka pola generalisasi untuk semua elemen dalam himpunan tersebut . (5) Deduction/deduksi – menggunakan prinsip-prinsip umum untuk menjelaskan khusus (6) Synthesis/sintesis – merakit unsur-unsur ke dalam struktur baru (7) Abstracting/ abstrak menciptakan singkat, jelas, dan gambaran tepat menangkap esensi dari pesan dalam sejumlah kecil kata-kata dari pada pesan itu sendiri.
Kecakapan di atas sebaiknya juga diperkuat dengan aspek-aspek yang mesti dipahami dalam kegiatan literasi media (Silverblatt, 1995: 13), yaitu: - Proses - Konteks - Framework - Produksi nilai Proses di dalam aktivitas penguatan literasi media sangat dipengaruhi oleh tujuan kegiatan tersebut. Bila tujuan dari kegiatan literasi media adalah mengenalkan efek media, prosesnya tentu saja mendahulukan mengakses isi pesan yang diasumsikan berefek tak baik. Sementara itu, bila tujuan untuk mengenalkan aspek produksi, tentu saja prosesnya melibatkan produksi dan semua aspeknya. Konteks juga sangat berpengaruh pada kegiatan literasi media. Maraknya pembicaraan tentang pornografi membuat kegiatan literasi media sebaiknya juga merujuk pada kasus-kasus pornografi di media. Aspek framework terutama berkaitan dengan aspek produksi. Kerangka pandang konten media mempengaruhi kegiatan literasi media, terutama yang berkaitan dengan motif komersial. Terakhir, kegiatan literasi media seharusnya menjadikan individu khalayak media memiliki nilai tersendiri, mana konten media yang dipandang baik dan dipandang buruk.
Tujuan media literasi , yaitu : • Membatasi PILIHAN Media telah memprogram kita untuk berpikir bahwa seakan-akan kita memiliki banyak pilihan, namun pada kenyataannya pilihan yang disediakan sangat terbatas • Memperkuat PENGALAMAN Di otak kita tertanam bahwa media adalah sarana hiburan. Tetapi, seiring berjalannya waktu, kita harus mengubah pandangan tersebut untuk menjadikan media bukan hanya sarana hiburan, melainkan sarana
untuk mencari informasi yang bersifat positif. Seringnya kita memilah informasi di media, maka akan menjadi pengalaman tersendiri yang akan berguna di kehidupan social kita. • Memperkuat PERSEPSI Agar kita tidak mudah mendapat kesimpulan setelah menerima suatu informasi dari media masa, baik positif maupun negatif. Kita juga harus mempunyai persepsi dari diri kita masing-masing terhadap informasi tersebut.
Perkembangan media literasi di Indonesia masih sangat minim dikarenakan masyarakat lebih mengutamakan media sebagai sarana hiburan dibanding sarana edukasi. Media literasi belum diedukasikan kepada anak-anak dan remaja melalui kurikulum sekolah, hanya ada beberapa seminar dan diskusi yang sangat sedikit
Beberapa kendala yang mengakibatkan terhambatnya media literasi di Indonesia: - tingkat ketertarikan untuk membaca masyarakat Indonesia masih tergolong rendah.masyarakat cenderung menonton sinetron atau hal-hal lain yang bersifat non edukatif dibandingkan harus membaca buku yang melibatkan kata-kata yang terkadang sulit dimengerti. - tipe pendidikan Indonesia yang menganut interaksi satu arah. - masih terdapat golongan rakyat yang buta huruf Oleh sebab itu, mulai sekarang kita harus membagi informasi kepada kalangan sosial bahwa media literasi sangat penting, serta memberikan edukasi tambahan seperti seminar, ceramah dan diskusi mengenai pentingnya media literasi.
LITERARI DIGITAL Istilah literasi digital mulai popular sekitar tahun 2005 (Davis & Shaw, 2011)Literasi digital bermakna kemampuan untul berhubungan dengan informasi hipertekstual dalam arti bacaan takberurut berbantuan komputer. Istilah literasi digital pernah digunakan tahun 1980 an,(Davis & Shaw, 2011), secara umum bermakna kemampuan untuk berhubungan dengan informasi hipertekstual dalam arti membaca non-sekuensial atau nonurutan berbantuan komputer (Bawden, 2001). Gilster (2007) kemudian memperluas konsep literasi digital sebagai kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital.; dengan kata lain kemampuan untuk membaca, menulis dan berhubungan dengan informasi dengan menggunakan teknologi dan format yang ada pada masanya. Penulis lain menggunakan istilah literasi digital untuk menunjukkan konsep yang luas yang menautkan bersama-sama berbagai literasi yang relevan serta literasi berbasis kompetensi dan ketrampilan teknologi komunikasi, namun menekankan pada kemampuan evaluasi informasi
yang lebih “lunak” dan perangkaian pengetahuan bersama-sama pemahaman dan sikap (Bawden, 2008; Martin, 2006, 2008) . IFLA ALP Workshop (2006) menyebutkan bagian dari literasi informasi adalah literasi digital, didefinisikan sebagai kemampuan memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai format dari sejumlah besar sumber daya tatkala sumber daya tersebut disajikan melalui komputer. Sesusia perkembangan Internet, maka pemakai tidak tahu atau tidak mempedulikan darimana asalnya informasi, yang penting ialah dapat mengaksesnya. Literasi digital mencakup pemahaman tentang Web dan mesin pencari. Pemakai memahami bahwa tidak semuainformasi yang tersedia di Web memiliki kualitas yang sama; dengan demikian pemakai lambat laun dapat mengenal9i situs Web mana yang andaldan sahi serta situas mana yang tidak dapat dipercayai. Dalam literasi digital ini pemakai dapat memilih mesin pemakai yang baik untuk kebutuhan informasinya, mampu menggunakan mesin pencara secara efektif (misalnya dengan “advanced search” Singkatnya literasi digital adalah himpunan sikap, pemahaman, an ketramnpilan menangani dan mengkomunikasikan informasi dan pengetahuan secara efektif dalam berbagai media dan format. Ada definisi yang menyertakan istilah hubung, berhubungan (coomunicating); mereka yang perspektisi manajemen rekod atau manajemen arsip dinamis menyebutkan istilah penghapusan (deleting) dan pelestarian (preserving). Kadang-kadang istilah penemuan (finding) dipecah-pecah lagi menjadi pemilihan sumber, penemuan kembali dan pengakaksesan (accessing) (Davis & Shaw, 2011). Walau pun literasi digital merupakan hal penting dalam abad tempat informasi berwujud bentuk digital, tidak boleh dilupakan bagian penting lainnya dari literasi digital ialah mengetahui bila menggunakan sumber non digital. Menurut Bawden (2008), komponen literasi digital terdiri dari empat bagian sebagai berikut : (1) Tonggak pendukung berupa :
literasi itu sendiri dan literasi komputer, informasi , dan teknologi komunik
(2) Pengetahuan latar belakang terbagi atas :
dunia informasi dan sifat sumber daya informasi
(3) Komptensi berupa :
pemahaman format digital dan nondigital penciptaan dan komunikasi informasi digital Evaluasi informasi Perakitan engetahuan Literasi informasi Literasi media
(4) Sikap dan perspektif. Ad 1. Landasan ini mencerminkan ketrampilan tradisional, di dalamnya termasuk literasi computer yang memungkinkan sesdeorang mampu berfungsu dalam masyarakat. Menyangkut literasi komouter, ada pendapat yang mengatakan bahwa literasi computer merupakan bagian dari literasi digital, namun ada pula yang berpendapat bahwa literasi computer sudah merupakan bagian literasi informasi. Literasi computer kini dianggap sebagai literasi saja dalam latar pendidikan atau di bawah tajuk semacam smart working, basic skills di tempat kerja (Robinson, 2005). Literasi ini merupakan keterampilan dasar yang diperlukan untuk mampu menangani infomasi dan pengetahuan. Literasi tradisional dan ktrampilan TU tetap diperukan. Ad 2. Pengetahuan latar belakang ini dapat dibagi lebih lanjujut menjadi dunia informasi dan sifat sumber daya informasi. Jenis pendidikan ini dianggap dimiliki oleh orang berpendidikan semasa informaai masih dalam bentuk buku, surat kabar, majalah, majalah akademis, laporan profesiona; umumnya diakses melalui bentuk cetak di perpustakaan. Ketika Internet berkembang yang memunculkan dokumen elektronik maka pola komunikasi kepanditan (scholarly communication) atau komunikasi ilmiah (scientific communication) berubah.Bila dulu dikenal model tradisional Garbey/Griffith yang dimulai dari penelitian sampai ke penerbitan yang dilakukan secara tradisional,, maka kini mucul model Garvey/Griffith yang sudah dimodernisir karena munculnya dokumen elektronik (Crawford, Hurd, & Weller, 1996) sehingga terjadi modus perubahan transfer informasi (Norton, 2000). Ada 3. Kompetensi utama Dalam literasi digital, yang menjadi kompetensi utama mencakup : (1) Pemahaman format digital dan nondigital; (2) Penciptaann dan komunikasi informasi digital; (3) Evaluasi informasi; (4) penghimpunan atau perakitan pengetahuan; (5) Literasi informasi dan (6) Literasi media (Davis & Shaw, 2011). Kesemuanya itu merupakan ketrampilan dan kompetensi, dibuat pada tonggak (nomor i) yang merupakan landasan literasi digital. Ketramnpilan dan kompetensi tersebut memiliki jangkauan luas dan mungkin berbeda antara satu negara dengan negara lain. Di sini dapat juga ditambahkan kompetensi dimensi etis dalam arti pemakai mengetahui bagaimana mnsitat buku, jurnal, laporan teknis dalam format kertas, melainkan juga tahu menyitat dokumen yang diterbitkan di Web.
Ada yang menambahkan pada kompetensi utama itu kompetensi penerbitan n artinya kompetensi menghasilakn swaterbitandi situs pribadi Web. Kompetensi ini menggunakan berbagai kompetensi yang telah ada sebelumnya seperti mengunduh dan mengunggah berbagai jenis berkas digital 9citra, audio, teks dsb) dengan harapan seseorang menerbitkan informasi bermutu dengan tetap menghormati hak cipta. Ad 4. Sikap dan perspektif. Ini merupakan hal yang ,menciptakan tautan antara konsep baru literasi digital dengan gagasan lama tentang literasi. Perseorangan tidak cukup memiliki ketrampilan dan kompetensi melainkan hal itu harus berlandaskan kerangka kerja moral,yang diasosiasikan dengan seseorang yang terdirik. Dari semua komponen literasi digital, mungkin yang paling sulit diajarkan adalah kerangka kerja moral, namun hal itu paling kuat kedekatannya dengan istilah informasi dalam akar bahasa Latinnya informare artinya membentuk, memaparkan. Pembelajaran mandiri dan literasi moral dan sosial merupakan kualitas yang ada pada seseorang dengan motivasi dan pikiran mendayagunakan informasi sebaik-baiknya. Ketiga hal tersebut merupakan dasar pemahaman pentingnya informasi sertaurusan yang baik dengan sumber daya informasi dan saluran komunikasi serta insentif untuk meningkatkan kemampuan seseorang ke tingkat yang lebih baik. Literasi moral menyangkut pemahaman bahwa akses yang hampir tidak terbatas pada Web diikuti dengan pemahaman bahwa tidak semua materi yang diunduh itu bebas dari hak cipta. Keempat komponen dianggap merupakan tunutan yang berat yang ditujukan pada pemakai informasi. Rasanya berat namun hal tersebut merupakan keharusan bila seseorang berkecimpung dan berhasil dalam lingkungan informasi dewasa ini. Dalam hal ini khususnya literasi digital merupakan alat yang ampuh untuk menghindari masalah dan paradox dalam perilaku informasi seperti beban luwih informasi (information overload), kecemasan informasi, penghindaran informasi dan sejenisnya (Bawden & Robinson, 2009). Dunia kini dipenuhi informasi yang diperoleh melalui berbagai cara seperti berikut : (1) Manusia menemukan informasi melalui indera fisik, mental, dan emosi. (2) Manusia mencari informasi dengan cara bertanya dan mencarinya. (3) Manusia memperoleh informasi sebagai masukan dari manusia lain dan dari berbagai sistem informasi. (4) Manusia menata informasi dalam benak dan catatannya dan juga membuat informasi. Maka manusia akan itu bukan hal baru peningkatan jumlah ulang fakta dengan
mencatat atau mengeluh tentang terlalu banyak informasi di dunia ini. Hal karena pada tahun 1755 Ensiklopedia Denis Dideot mengatakan bahwa materi yang diterbitkan akan membuat manusia lebih mudah menemukan cara mengamati alam dariapa menemukan informasi yang tersembunyi
dalam banyak materi. Akhir Perang Dunia 2 juga sering ditandai dengan banyaknya informasi sehingga muncul istilah seperti ledakan informasi atau banjir informasi. Alvin Tofler dalam bukunya Future Shock (1970) menggambarkan perubahan tknologi dan structural pada masyarakat serta mempopulerkan istilah information load (beban lebih informasi). Beban lebih informasi itu menyebabkan timbulnya kecemasan informasi (information anxiety) yang timbul akibat kesenjangan yang semakin lebar antara apa yang dipahami manusia dengan apa yang seyogyanya dipahami manusia. Seperti dikatakan Wurman (1989) dan business dictionary, kecemasan informasi adalah lubang hitam (black hole) antara data dengan pengetahuan, dan apa yang terjadi manakala infortmasi tidak memberitahukan apa yang diinginkan manusia atau yang perlu diketahui manusia. Sikap kecemasan informasi menimbulkan penghindaran informasi (information avoidance) yang berarti setiap perilaku yang dirancang untuk menghindari atau menunda akuisisi informasi yang tersedia namun sebenarnya merupakan informasi yang tidak diinginkan (Frey, 1982; Kate Sweeny et al, 2010). Maka literasi digital merupakan alat bantu yang ampuh untuk mengatasi masalah dan paradox perilaku informasi seperti beban lebih informasi, kecemasan informasi, penghindaran informasi dan sejenisnya (Bawden&Robinson, 2009). Literasi digital berdampak pada pustakawan karena dia harus menguasai literasi informasi serta literasi lainnya sehingga memungkinkan pustakawan mengembangkan kegiatan literasi informasi di lingkungannya. Pengetahuan latar belakang juga menimbulkan masalah pada pendidikan pustakawan. Apakah pola pendidikan pustakwan yang didominasi program sarjana masih diteruskan atau diubah? Pengalaman menunjukkan bahwa pustakawan yang berbasis sarjana ilmu perpustakaan merasakan kurang bekal ilmu pengetahuan lain onilmu perpustakaan untuk kepentingan pekerjaannya. Maka banyak pustakwan yang bergelar sarjana ilmu perpustakaan, manakala sudah bekerja, melanjutkan pendidikan di tingkat pascasarjana bidang lain seperti komunikasi, pendidikan, sejarah dll. Keadaan semacam itu mencetuskan gagasan mengapa beberapa lembaga penyelenggara pendidikan pustakawan lebih memusatkan pada pendidikan pascasarajana disertai dengan kegiatan riset sedangkan lembaga lain tetap berkonsentrasi pada program sarjana saja. Juga secara tidak langsung hal itu Nampak pada usulan Forum Kerjasama Perpustakaan Perguruan Tinggi yang mengusulkan agar kepala perpustakaan universitas adalah mereka yang bergelar magister ilmu perpustakaan atau yang lebih tinggi.
BAB III PENUTUP KESIMPULAN
literasi media merupakan kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan isi pesan media. Dari definisi itu dipahami bahwa fokus utamanya berkaitan dengan isi pesan media. Berdasarkan definisi literasi media tersebut kita dapat mengklasifikasikan beragam tipe literasi media. Pertama, berdasarkan media yang dituju, literasi media terdiri dari: -
literasi, literasi media (dalam arti sempit), dan literasi media baru
Kedua, berdasarkan tingkat kecakapan yang berusaha dimunculkan literasi media dapat dibedakan ke dalam 3 tingkat yaitu : -
literasi media tingkat awal, literasi media menengah, dan literasi media lanjut.
literasi digital adalah himpunan sikap, pemahaman, an ketramnpilan menangani dan mengkomunikasikan informasi dan pengetahuan secara efektif dalam berbagai media dan format. Ada definisi yang menyertakan istilah hubung, berhubungan (coomunicating); mereka yang perspektisi manajemen rekod atau manajemen arsip dinamis menyebutkan istilah penghapusan (deleting) dan pelestarian (preserving). Walau pun literasi digital merupakan hal penting dalam abad tempat informasi berwujud bentuk digital, tidak boleh dilupakan bagian penting lainnya dari literasi digital ialah mengetahui bila menggunakan sumber non digital.