KEMAMPUAN ANTIOKSIDAN ASAL TANAMAN OBAT DALAM MODULASI APOPTOSIS SEL KHAMIR (Saccharomyces cerevisiae)
LUSIANA
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kemampuan Antioksidan Asal Tanaman Obat dalam Modulasi Apoptosis Sel Khamir (Saccharomyces cerevisiae) adalah bagian dari Proyek Penelitian Fundamental Program Desentralisasi dan Pengabdian pada Masyarakat, atas nama drh. Sulistiyani, M.Sc, Ph.D. dkk, SP No: 003.1/13.11/PL/2007 Dirjen Dikti Depdiknas dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2010 Lusiana NIM G851060011
ABSTRACT LUSIANA. Antioxidant Ability of Medicinal Plants in Apoptotic Modulation of Yeast Cells (Saccharomyces cerevisiae). Under the direction of SULISTIYANI and I MADE ARTIKA Various plants have been used traditionally by communities for treatment of cardiovascular disease. In this research, leaf extracts of salam (Eugenia polyantha Wight), jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.), and guava (Psidium guajava) were studied. This study aims to determine the effect of the antioxidative potential of these extracts on the ability to modulate apoptosis in yeast (Saccharomyces cerevisiae) cells. Antioxidative potentials were analyzed using Thiobarbituric acid (TBA) assay by measuring the concentration of Malonaldehyde (MDA) upon linoleic acid oxidation using spectronic at 532 nm and vitamin E was used as a control antioxidant. Apoptotic activity was determined by counting the colony of yeast cells and measuring the frequency of petite yeast cells after treatment with each extract followed by incubation for 24 hours. The results of viability test showed that the amount of yeast cells colony decreased after 24 hours incubation. The highest antioxidative potential is showed by leaf extract of salam at 100 ppm which inhibited the concentration of MDA as much as 68.17%. This treatment gives low petite frequency (21,22%). From this research it can be concluded that salam extract showed highest antioxidative potential as well as highest inhibition of apoptotic activity in yeast cells (Saccharomyces cerevisiae). Key words: apoptotic, antioxidant, Eugenia polyantha Wight, Guazuma ulmifolia Lamk., Psidium guajava, Saccharomyces cerevisiae.
RINGKASAN TESIS LUSIANA. Kemampuan Antioksidan Asal Tanaman Obat dalam Modulasi Apoptosis Sel Khamir (Saccharomyces cerevisiae). Dibimbing oleh SULISTIYANI dan I MADE ARTIKA. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian terutama di negara-negara Barat. Penyakit ini salah satunya disebabkan oleh adanya radikal bebas. Molekul radikal bebas dan senyawa turunannya antara lain reactive oxygen species (ROS) dapat menyerang sel sehingga menimbulkan berbagai kerusakan pada sistem sel yang disebut apoptosis. ROS dapat menyebabkan terjadinya oksidasi LDL dan bisa memicu apoptosis Antioksidan dapat menetralkan radikal bebas. Antioksidan bersifat sebagai modulator apoptosis yang dapat mengikat ion logam yang terlibat dalam pembentukan ROS. Antioksidan akan melindungi LDL dan dapat mengurangi dampak klinik terjadinya penyakit vaskular dan pembentukan plak aterosklerosis. Berbagai tanaman telah sering digunakan secara tradisional oleh masyarakat untuk mengobati penyakit kardiovaskular. Pada penelitian ini digunakan ekstrak daun dari beberapa tanaman yang digunakan dalam pengobatan kardiovaskular dan berpotensi sebagai antioksidan. Tanaman tersebut adalah salam (Eugenia polyantha Wight), jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dan jambu biji (Psidium guajava). Pengaruh ekstrak senyawa bahan alam yang memiliki kemampuan modulasi apoptosis ditentukan dalam sistem nonmamalia mengunakan sel ragi (Saccharomyces cerevisiae) karena adanya kesamaan fenomena apoptosis antara sel ragi dan sel mamalia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh potensi antioksidasi dari ekstrak daun salam (Eugenia polyantha Wight), daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dan daun jambu biji (Psidium guajava) terhadap kemampuan dalam memodulasi apoptosis pada sel khamir (Saccharomyces cerevisiae). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai khasiat antioksidasi ekstrak daun salam (Eugenia polyantha Wight), daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dan daun jambu biji (Psidium guajava) dalam mencegah penyakit kardiovaskular. Ekstrak diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering daun dengan metode refluks sehingga diperoleh ekstrak kasar dengan persen rendemen masingmasing adalah ekstrak daun salam 20,55 %, ekstrak daun jambu biji 21,1 % dan ekstrak daun jati belanda 18,30 %. Ekstrak selanjutnya dianalisis fitokimia. Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda positif mengandung flavonoid, fenolik hidrokuinon, triterpenoid, steroid, tanin dan alkaloid. Keberadaan saponin tiap ekstrak tersebut berbeda. Kandungan saponin yang terbanyak terdapat pada ekstrak daun salam sedangkan pada ekstrak daun jati belanda tidak terdapat saponin. Potensi antioksidasi ekstrak dianalisis menggunakan metode Thiobarbituric acid (TBA) dengan mengukur konsentrasi Malonaldehida (MDA) dari hasil oksidasi asam linoleat menggunakan spektronik pada panjang gelombang 532 nm dan vitamin E 200 ppm sebagai antioksidan kontrol. Pada penelitian ini penambahan vitamin E sebesar 200 ppm mampu menghambat proses oksidasi asam linoleat sebesar 94,02 %. Secara statistik, konsentrasi MDA
pada asam linoleat dengan penambahan vitamin E jauh lebih kecil daripada konsentrasi asam linoleat tanpa antioksidan. Pengaruh ekstrak daun salam, ekstrak daun jambu biji dan ekstrak daun jati belanda terhadap oksidasi asam linoleat menunjukkan bahwa dari ketiga ekstrak yang digunakan, potensi antioksidasi terbesar terdapat pada ekstrak daun salam 100 ppm yaitu 68,17 % dan potensi antioksidasi yang terkecil terdapat pada ekstrak daun jati belanda 200 ppm yaitu 46,10 %. Dari hasil analisis statistik, ketiga ekstrak yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05). Berdasarkan uji Duncan diketahui potensi antioksidasi ekstrak daun salam tidak berbeda nyata dengan ekstrak daun jambu biji, namun berbeda nyata dengan ekstrak daun jati belanda. Potensi antioksidasi ekstrak daun jambu biji tidak berbeda nyata dengan ekstrak daun jati belanda dan ekstrak daun salam (p=0,05). Kemampuan ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda dalam memodulasi apoptosis sel khamir (saccharomyces cerevisiae) ditentukan dengan menentukan daya tahan hidup sel khmir dan menghitung frekuensi sel petit pada biakan sel khamir setelah inkubasi 28 0C selama 24 jam. Penelitian terhadap uji daya tahan hidup sel khamir menunjukkan bahwa koloni sel yang timbul semakin berkurang setelah inkubasi lebih dari 24 jam. Frekuensi petit ekstrak daun salam konsentrasi 100 ppm paling kecil diantara ekstrak daun jambu biji dan ekstrak daun jati belanda yaitu 21,22% yang berarti terjadi penghambatan apoptosis. Frekuensi petit ekstrak daun salam 100 ppm lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak daun jambu biji 100 ppm dan ekstrak daun jati belanda 100 ppm. Ekstrak daun jambu biji 100 ppm lebih tinggi frekuensi petitnya dibandingkan dengan ekstrak daun jati belanda 100 ppm. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun salam 100 ppm yang paling tinggi kemampuannya dalam menghambat apoptosis (p<0,05). Pada kosentrasi ekstrak 200 ppm, frekuensi petit yang paling besar dihasilkan oleh ekstrak daun jambu biji 200 ppm yaitu 63,99%. Namun dari hasil analisis statistik, frekuensi petit ekstrak daun salam 200 ppm tidak berbeda nyata dengan ekstrak daun jati belanda 200 ppm dan ekstrak daun jambu biji 200 ppm (p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi antioksidasi terbesar terdapat pada ekstrak daun salam 100 ppm yang mampu menghambat pembentukan MDA sebesar 68,17 % dengan fekuensi petit terendah sebesar 21,22%. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa diantara ekstrak yang diuji, ekstrak daun salam menunjukkan potensi antioksidasi tertinggi dan aktivitas penghambatan apoptosis tertinggi pula pada sel khamir (Saccharomyces cerevisiae). Kata kunci : apoptosis, antioksidan, Eugenia polyantha Wight, Guazuma ulmifolia Lamk., Psidium guajava, Saccharomyces cerevisiae
@ Hak cipta milik IPB tahun 2010 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmih, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atu seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KEMAMPUAN ANTIOKSIDAN ASAL TANAMAN OBAT DALAM MODULASI APOPTOSIS SEL KHAMIR (Saccharomyces cerevisiae)
LUSIANA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Biokimia
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Maria Bintang, MS
Judul Tesis
Nama NRP Program Studi
: Kemampuan Antioksidan Asal Tanaman Obat dalam Modulasi Apoptosis Sel Khamir (Saccharomyces cerevisiae) : Lusiana : G851060011 : Biokimia
Disetujui Komisi Pembimbing
drh. Sulistiyani, M.Sc, Ph.D Ketua
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biokimia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 20 Juli 2010
Tanggal Lulus:
PRAKATA Sujud syukur kepada Allah SWT atas segala karunia dan kuasa-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Kemampuan Antioksidan Asal Tanaman Obat dalam Modulasi Apoptosis Sel Khamir(Saccharomyces cerevisiae) berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2008 sampai dengan Agustus 2009, bertempat di Laboratorium Biokimia Departemen Biokimia FMIPA Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada drh. Sulistiyani, M.Sc, Ph.D dan Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc, selaku pembimbing, serta Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS, selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Biokimia IPB yang telah memberi masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini. Selain itu, tesis ini penulis persembahkan untuk suami dan kedua anakku tercinta atas dukungan yang diberikan sehingga penulis terus bersemangat menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan saudara-saudaraku atas segala doa dan kasih sayangnya serta para staf pengajar Biokimia IPB dan teman-teman di Biokima IPB yang telah banyak membantu penulis selama kuliah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2010 Lusiana
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 25 Januari 1981 dari Bapak H. Muchlis dan ibu Yuliana. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara dan telah memiliki suami bernama Uung Abdul Syukur. Penulis telah dikaruniai dua orang anak perempuan bernama Kayla Syahla Azzahra dan Fakhira Razita Nur Izzati. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, lulus pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam diperoleh pada tahun 2006 melalui Program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) yang diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar Kimia di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu dari tahun 2005 sampai dengan sekarang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xiii PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................. 5 Radikal Bebas dan Apoptosis .......................................................................... 5 Saccharomyces cereviceae sebagai Model Apoptosis ...................................... 9 Antioksidan Asal Tanaman Obat ..................................................................... 14 BAHAN DAN METODE ........................................................................................... 20 Bahan dan Alat ................................................................................................ 20 Metode Penelitian ............................................................................................ 20 HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... ............. 25 Analisis Fitokimia Ekstrak Sampel .................................................................. 25 Oksidasi Asam Linoleat Metode TBA dan Pengaruh Vitamin E ...................... 26 Pengaruh Ekstrak Daun Salam, Ekstrak Daun Jambu Biji dan Ekstrak Daun Jati Belanda terhadap Oksidasi Asam Linoleat ...................................... 28 Kemampuan Ekstrak Daun Salam, Ekstrak Daun Jambu Biji dan Ekstrak Daun Jati Belanda dalam Memodulasi Apoptosis ............................................ 30 Daya Tahan Hidup Sel Khamir (Saccharomyces cerevisiae) setelah Penambahan Ekstrak Daun Salam, Daun Jambu Biji Dan Daun Jati Belanda ........................................................................................................... 34 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 37 Simpulan ......................................................................................................... 37 Saran ............................................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 38 LAMPIRAN ............................................................................................................... 43
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Reaksi MDA dan TBA ....................................................................................... 5
2
Jalur Apoptosis .................................................................................................. 7
3
Saccharomyces cereviceae ................................................................................. 10
4
Struktur alfa Tokoferol (Vitamin E) ................................................................... 15
5
Daun Salam (Eugenia polyantha Wight.) ............................................................ 16
6
Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) .................................................. 18
7
Daun Jambu Biji (Psidium guajava) ................................................................... 19
8
Nilai absorbansi hidroperoksida maksimum terhadap waktu............................... 27
9
Konsentrasi MDA Asam Linoleat dan Vitamin E ............................................... 28
10 Potensi antioksidasi ekstrak daun salam, ekstrak daun jambu biji dan ekstrak daun jati belanda ................................................................................................ 29 11 Struktur flavonoid .............................................................................................. 30 12 Foto koloni sel khamir (Saccharomyces cereviceae) ekstrak daun salam 100 ppm..................................................................................................................... 31 13 Foto koloni ......................................................................................................... 32 14 Frekuensi petit ekstrak daun salam, ekstrak daun jambu biji dan ekstrak daun jati belanda 100 ppm .......................................................................................... 33 15 Frekuensi petit ekstrak daun salam, ekstrak daun jambu biji dan ekstrak daun jati belanda 200 ppm .......................................................................................... 33 16 Jumlah koloni ekstrak daun salam, ekstrak daun jambu biji dan ekstrak daun jati belanda 100 ppm setelah 24 jam ................................................................... 35 17 Jumlah koloni ekstrak daun salam, ekstrak daun jambu biji dan ekstrak daun jati belanda 200 ppm setelah 24 jam ................................................................... 35
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data hasil ekstraksi daun salam, daun jati belanda dan daun jambu biji metode refluks. ............................................................................................................... 43 2
Hasil foto uji fitokimia ....................................................................................... 43
3
Data penentuan waktu inkubasi metode diena terkonjugasi λ 234 nm ................. 44
4
Data kurva standar metode TBA λ 532 nm ......................................................... 44
5
Data potensi antioksidasi ekstrak daun salam, ekstrak daun jambu biji dan ekstrak daun jati belanda dengan metode TBA λ 532 nm .................................... 45
6
Analisis statistik potensi antioksidasi ekstrak daun salam, ekstrak daun jambu biji dan ekstrak daun jati belanda dengan metode TBA λ 532 nm ....................... 46
7
Data hasil uji petit .............................................................................................. 49
8
Analisis statistik interaksi ekstrak dan dosis pada uji petit menggunakan rancangan faktorial RAL dua faktor ................................................................... 50
9
Analisis statistik % petit menggunakan rancangan faktorial RAL dua faktor........... ....................................................................................................... 54
10 Data hasil uji viabilitas ....................................................................................... 57 11 Analisis statistik jumlah koloni pada uji viabilitas menggunakan rancangan faktorial RAL dua faktor .................................................................................... 58 12 Foto-foto koloni khamir pada uji petit........... ...................................................... 60 13 Foto-foto koloni khamir pada uji viabilitas 24 jam........... ................................... 61 14 Foto-foto koloni khamir pada uji viabilitas 48 jam........... ................................... 62 15 Korelasi potensi antioksidasi dengan frekuensi petit........... ................................ 63
PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian terutama di negara-negara Barat. Gejala ini juga mulai nampak di negara-negara berkembang termasuk Indonsia. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1972, penyakit kardiovaskuler masih di peringkat ke-11 penyebab utama kematian di Indonesia. Tahun 1986 naik ke urutan ketiga. Tahun 1992 angka kematian akibat penyakit kardiovaskular ini meningkat menjadi 16,4 % dan data SKRT tahun 1995 bahkan meningkat lagi menjadi 24,5 % dan menjadi peringkat pertama penyebab kematian di Indonesia (Efendi 2003). Mayoritas
penyakit
kardiovaskular
terjadi
karena
komplikasi
aterosklerosis (Devaraj dan Jialal 1996, Crowther 2005). Penyakit ini salah satunya disebabkan oleh adanya radikal bebas (Steinberg 2009). Kumpulan akumulasi radikal bebas atau oksidan ini secara terus menerus akan menyerang serta merusak sel-sel tubuh, menyebabkan lemak dan protein tidak berfungsi, membran hancur, serta sel-sel tubuh termasuk sel-sel jantung dan sel-sel otak tidak dapat berfungsi dengan baik, serta merusak sel-sel imunitas (sel darah putih/leukosit). Terakumulasinya sampah oksidan sepanjang hidup inilah yang menyebabkan
percepatan
proses
penyakit
degenerasi
seperti
kanker,
aterosklerosis, disfungsi system saraf dan otak (stroke), rematik dan penyakit jantung (Theroux 2005). Molekul radikal bebas dan senyawa turunannya antara lain reactive oxygen species (ROS) dapat menyerang sel sehingga menimbulkan berbagai kerusakan pada sistem sel dan kerusakan jaringan syaraf yang tidak dapat diperbaiki lagi yang disebut apoptosis (Silalahi 2006). Radikal bebas berperan penting dalam menginduksi apoptosis di bawah kondisi fisiologis dan patologis (Simon et al. 2000, Madeo et al. 2004). Menurut Laun et al. (2001), ROS dapat menyebabkan pemendekan masa hidup sel ragi. Apoptosis ialah suatu bentuk kematian sel terprogram yang terjadi secara alami pada setiap sel untuk mengimbangi proses mitosis yang terus menerus
terjadi. Apoptosis diatur secara genetik dan distimulasi oleh faktor-faktor pertumbuhan. Sel yang sedang mengalami apoptosis memperlihatkan karakteristik morfologis berupa pengerutan sel, kondensasi kromatin, pembentukan badan apoptotik, fagositosis sel atau badan apoptotis oleh sel didekatnya. Apoptosis dapat terjadi secara normal maupun setelah mengalami penyempurnaan sistem imun, perkembangan embrionik, kehilangan hormon endokrin atau sel sensitif, stres suhu dan metabolik, pergantian jaringan normal, dan kerusakan DNA (Ligr et al. 1998, Dash 2007). Hambatan pada proses kematian sel terprogram merupakan salah satu faktor yang menimbulkan keganasan. Kasus ini terjadi pada sel kanker yang tidak mati dan terus menerus berkembang (Jalal, 1999). Radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya oksidasi Low Density Lipoprotein (LDL) (Steinberg 2009). Partikel LDL yang teroksidasi ekstensif tidak dikenali oleh reseptor LDL, tapi sangat disukai oleh reseptor di makrofag dan akan memicu akumulasi ester kolesterol yang cukup banyak sehingga terbentuk sel busa (foam-cell). Partikel LDL yang teroksidasi memiliki beberapa efek biologi yang merugikan di antaranya pro-inflamasi, menyebabkan penghambatan sintesis oksida nitrit di endotel, memicu vasokonstriksi dan adhesi, menstimulasi sitokin seperti interleukin-1, dan peningkatan agregasi platelet (Crowther 2005, Steinberg 2009). LDL yang teroksidasi bisa memicu apoptosis (Steinberg 2009). LDL yang teroksidasi juga bisa membalikkan efek koagulasi dengan menstimulasi jaringan faktor dan sintesis plasminogen activator inhibitor1. Properti aterogenik lain dari LDL yang teroksidasi adalah imunogensiti dan kemampuannya
memicu
retensi
makrofag
pada
dinding
arteri dengan
menghambat motilitas makrofag. Sebagai tambahan, LDL yang teroksidasi akan menstimulasi proliferasi SMC vascular. Penebalan intima (lapisan pembuluh darah yang paling dalam) akan mengurangi lumen pembuluh darah yang kemudian akan berpotensi menyebabkan hipertensi dan aterosklerosis (Theroux 2005, Steinberg 2009). Antioksidan dapat menetralkan radikal bebas (Schwenke et al. 2002). Antioksidan bersifat sebagai modulator apoptosis yang dapat mengikat ion logam yang terlibat dalam pembentukan spesies yang reaktif (ROS) yang merupakan pemicu proses peroksidasi lipid yang akhirnya menimbulkan penyakit degeneratif
khususnya penyakit kardiovaskular (Zeisel 2004). Antioksidan akan melindungi LDL terhadap oksidasi. menghasilkan sedikit adhesi monosit, berkurangnya pembentukan sel busa, mengurangi kerusakan kimia, mengurangi toksisitas terhadap sel vaskular. Bergabungnya antioksidan ke dalam sel-sel vaskular dapat mengurangi dampak klinik terjadinya penyakit vaskular dan pembentukan plak aterosklerosis (Devaraj dan Jialal 1996, Diaz et al. 1997). Berbagai tanaman telah sering digunakan secara tradisional oleh masyarakat untuk mengobati penyakit kardiovaskular. Tanaman obat ini banyak mengandung senyawa fenol dan memiliki aktivitas antioksidasi diantaranya ialah flavonoid (isoflavon, falvonol, antosianidin), kuinon, lignan dan kurkumin. Oleh karena itu di dalam penelitian ini digunakan ekstrak daun dari beberapa tanaman yang digunakan dalam pengobatan kardiovaskular dan berpotensi sebagai antioksidan. Tanaman tersebut adalah salam (Eugenia polyantha Wight), jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dan jambu biji (Psidium guajava). Ekawati (2007) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun salam memiliki aktivitas antioksidasi, Alviani (2007) melaporkan bahwa jambu biji juga memiliki aktivitas antioksidasi. Tombilangi (2004) melaporkan bahwa daun jati belanda memiliki aktivitas antioksidasi. Mekanisme pencegahan penyakit kardiovaskular ini belum diketahui secara jelas. Oleh karena itu pengaruh ekstrak senyawa bahan alam yang memiliki kemampuan
modulasi
apoptosis
ditentukan
dalam
sistem
nonmamalia
mengunakan sel khamir (Saccharomyces cerevisiae) karena adanya kesamaan fenomena apoptosis antara sel khamir dan sel mamalia (Granot et al. 2003). Terjadinya apoptosis dipicu dan dikontrol oleh serangkaian sinyal sel yang dapat berasal dari luar maupun dalam sel. Granot dan Snyder (1991) melaporkan bahwa glukosa 2 % dapat menginduksi positif apoptosis pada sel khamir. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh potensi antioksidasi dari ekstrak daun salam (Eugenia polyantha Wight), daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dan daun jambu biji (Psidium guajava) terhadap kemampuan dalam memodulasi apoptosis pada sel khamir (Saccharomyces cerevisiae). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai khasiat antioksidasi ekstrak daun salam (Eugenia polyantha Wight), daun jati belanda
(Guazuma ulmifolia Lamk.) dan daun jambu biji (Psidium guajava) dalam mekanismenya untuk pencegahan penyakit kardiovaskular.
TINJAUAN PUSTAKA Radikal Bebas dan Apoptosis Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga molekul tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul atau sel lain. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultraviolet, zat kimia dalam makanan dan polutan lain. Radikal bebas meliputi atom hidrogen, logam-logam transisi, dan molekul oksigen (Halliwel 1995). Radikal bebas dapat terbentuk dari proses metabolisme normal dalam tubuh. Salah satu contohnya yaitu pada proses reduksi molekul oksigen dalam rangkaian transpor elektron (Siregar 1992). Radikal bebas juga dapat dihasilkan dari berbagai proses kimia atau enzimatik selama proses metabolisme tubuh yang melibatkan senyawa organik maupun anorganik. Radikal bebas yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif dapat menimbulkan kerusakan berbagai komponen sel hidup seperti DNA/RNA, lipid, protein, karbohidrat, dan gugus tiol non protein. Radikal bebas juga dapat mengakibatkan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan reaksi yang terjadi antara asam lemak tak jenuh ganda yang menyusun membran sel (linoleat, linolenat, dan arakidonat) sehingga terbentuk radikal lipid peroksida (Murray 2003). Reaksi peroksidasi lipid akan menghasilkan produk akhir malonaldehida (MDA) yang merupakan senyawa dealdehida berkarbon tiga yang reaktif. Konsentrasi MDA yang dihasilkan dapat diukur dengan metode TBA, karena MDA dapat bereaksi dengan asam tiobarbiturat membentuk produk berwarna merah (Gambar 1) dan diukur pada panjang gelombang 532 nm (Kikuzaki dan Nakatani 1993).
MDA
TBA
Produk
Gambar 1 Reaksi MDA dan TBA
Molekul radikal bebas dan senyawa turunannya antara lain reactive oxygen species (ROS) dapat menyerang sel sehingga menimbulkan berbagai kerusakan pada sistem sel dan kerusakan jaringan syaraf yang tidak dapat diperbaiki lagi yang disebut apoptosis (Silalahi 2006). ROS berperan penting dalam menginduksi apoptosis di bawah kondisi fisiologis dan patologis (Simon et al. 2000, Madeo et al. 2004). Apoptosis, yang berasal dari bahasa Yunani yaitu apo (dari) dan ptosis (jatuh), adalah mekanisme biologi yang merupakan salah satu jenis kematian sel terprogram. Apoptosis digunakan oleh organisme multisel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis berbeda dengan nekrosis. Apoptosis pada umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh, sedangkan nekrosis adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut (Dash 2007). Contoh nyata dari keuntungan apoptosis adalah pemisahan jari pada embrio. Apoptosis yang dialami oleh sel-sel yang terletak di antara jari menyebabkan masing-masing jari menjadi terpisah satu sama lain. Apoptosis dapat terjadi misalnya ketika sel mengalami kerusakan yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Keputusan untuk melakukan apoptosis berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan yang mengelilinginya, atau dari sel yang berasal dari sistem imun. Bila sel kehilangan kemampuan untuk melakukan apoptosis (misalnya karena mutasi), atau bila inisiatif untuk melakukan apoptosis dihambat (oleh virus), sel yang rusak dapat terus membelah tanpa terbatas, yang akhirnya menjadi kanker (Dash 2007). Seperti halnya sel mamalia, sel khamir juga mengalami apoptosis. S. cerevisiae yang mutan pada gen cdc48 menunjukkan tanda apoptosis, antara lain pelepasan fosfatidil serin pada membran sitoplasma bagian luar, fragmentasi DNA, dan kondensasi kromatin. Khamir yang mengalami apoptosis akan memperlihatkan karakteristik morfologis berupa pengerutan sel yaitu ukuran sel menjadi lebih kecil (petite), sitoplasma dan organel lebih padat. Kondensasi kromatin terlihat dari terjadinya agregasi kromatin di pinggir nukleus di bawah membran inti, membentuk massa berbatas jelas dengan berbagai bentuk dan ukuran kemudian inti dapat pecah menjadi beberapa bagian. Pembentukan badan apoptosis terjadi ketika sel membentuk gelembung sitoplasma kemudian terbagi
menjadi gelembung kecil terbungkus membran sitoplasma disebut badan apoptosis, berisi organel dan sitoplasma serta fragmen nukleus. Fagositosis badan apoptosis oleh sel didekatnya, baik oleh sel parenkim maupun oleh makrofag (Ligr et al. 1998). Berdasarkan hal tersebut S. cerevisiae dapat digunakan sebagai organisme model untuk studi apoptosis (Madeo et al. 2002) Sinyal apoptosis dapat berasal dari luar maupun dari dalam sel (Gambar 2). Dari luar sel, sinyal apoptosis dibawa oleh Sel T, yaitu protein Fas atau sinyal kematian lainnya misalnya protein Tumor Necrosis Factor τ (TNF). Bila proteinprotein tersebut berikatan dengan masing-masing reseptornya, maka proses apoptosis dimulai. Sinyal apoptosis tersebut ditangkap oleh death domain yang teraktivasi oleh kehadiran Fas dan TNF. Sebelum dilanjutkan, apoptosis diyakinkan kembali untuk diteruskan atau dihambat melalui mekanisme seleksi oleh protein Flice/caspase-8 inhibitory protein (FLIP). Ekspresi yang berlebihan dari FLIP, akan menyebabkan proses apoptosis terhenti. FLIP inilah sebagai penyeleksi awal dan memastikan apakah sel layak mati atau tidak. Model penghambatan apoptosis melalui mekanisme FLIP terjadi pada apoptosis ekstrinsik yaitu mekanisme apoptosis dengan sinyal kematian berasal dari luar sel. Bila ekspresi FLIP rendah, maka sinyal kematian akan diteruskan oleh mediator apoptosis selanjutnya yaitu caspase-8 (Shi et al. 2003). Apoptosis Ekstrinsik
Luar Sel
Apoptosis Intrinsik
Dalam Sel
Sel T (Fas & TNF)
Sitoplasma
Bax (Bcl-2)
Apaf-1
TNF
Fas Death Domain
Sitokrom C
FLIP
FLIP Caspase 9 Caspase 8
Memotong histon
Caspase 3
Memotong histon
Gambar 2 Jalur Apoptosis (Shi et al. 2003)
Caspase 3
Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi kondisi sel. Beberapa protein dapat terekspresi pada kondisi lingkungan yang ekstrem. Protein Bax, yang merupakan anggota keluarga protein Bcl-2, merupakan protein pembawa sinyal apoptosis dari dalam sel. Ekspresi yang berlebihan dari Bax dalam sitoplasma, dapat menyebabkan membran mitokondria berlubang. Mitokondria adalah organ sel yang berfungsi sebagai tempat pembangkit energi sel. Rusaknya membran mitokondria menyebabkan sel kehilangan energi dan salah satu protein terpenting di dalamnya, yaitu sitokrom C lepas menuju sitoplasma. Sebelum Bax masuk ke membran mitokondria, kerja protein tersebut harus sesuai dengan protein Bcl-2 terlebih dahulu. Bila tidak sesuai, maka ekspresi protein Bcl-2 akan meningkat dan mendesak keberadaan protein Bax sehingga apoptosis tidak terjadi. Kehadiran sitokrom C di dalam sitoplasma dapat menyebabkan teraktivasinya protein Apaf1, yang nantinya bersama-sama dengan caspase-9 akan melanjutkan perjalan akhir dari sinyal kematian. Mekanisme tersebut merupakan bagian dari jalur apoptosis intrinsik, yang dilihat dari asal sinyal kematian yaitu dari dalam sel. Perjalanan akhir sinyal apoptosis, akan dieksekusi oleh salah satu anggota keluarga protein caspase, yaitu caspase-3. Bila sinyal apoptosis sudah mencapai caspase-3, maka kepastian dari apoptosis sudah final. Caspase-3 akan memotongmotong protein histon yang berfungsi mengikat rangkaian DNA, menjadi beberapa bagian (Shi et al. 2003). Apoptosis terjadi jika monitor internal mendeteksi adanya kerusakan atau disfungsi dan memberi signal untuk memulai serangkaian proses (cascade) yang akhirnya mengaktifkan caspases dan endonuklease untuk membunuh sel kanker. Salah satu fungsi apoptosis adalah mencegah kanker dengan cara mengeliminasi sel-sel preneoplastik dan neoplastik (pertambahan baru yang tidak normal). Pada hampir semua proses kematian sel, signal cascade terjadi melalui bantuan ROS sebagai molekul pembawa isyarat. Antioksidan bersifat meredam atau menetralkan radikal bebas dan ROS, dengan demikian antioksidan bersifat menghambat apoptosis. Antioksidan seperti tokoferol yang tedapat dalam kompartemen lipida sel, atau N-asetilsistein (suatu peredam radikal bebas yang berada di dalam fase air sitosol), akan memicu pertumbuhan kanker. Sebaliknya,
dengan meniadakan antioksidan dalam makanan mungkin akan menginduksi apoptosis sehingga akan menekan pertumbuhan kanker (Zeisel 2004). Kondisi yang mengakibatkan sel mengalami stress, misalnya kelaparan, atau kerusakan DNA akibat racun atau paparan terhadap ultraviolet atau radiasi (misalnya radiasi gamma atau sinar X), dapat menyebabkan sel memulai proses apoptosis. Pada organisme dewasa, jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan harus bersifat konstan pada kisaran tertentu. Sel darah dan kulit selalu diperbarui dengan pembelahan diri sel-sel progenitornya, tetapi pembelahan diri tersebut harus dikompensasikan dengan kematian sel yang tua. Diperkirakan 50-70 milyar sel mati setiap harinya karena apoptosis pada manusia dewasa. Dalam satu tahun, jumlah pembelahan sel dan kematian yang terjadi pada tubuh seseorang mencapai kurang lebih sama dengan berat badan orang tersebut (Thompson 1995). Kematian sel terprogram merupakan bagian penting pada perkembangan jaringan tumbuhan dan metazoa (organisme multisel). Sel yang mengalami apoptosis mengkerut dan inti selnya mengecil, sehingga sel tersebut dapat dengan mudah difagositosis. Proses fagositosis memungkinkan komponen-komponen sel yang tersisa digunakan kembali oleh makrofag atau sel-sel yang berada di sekitarnya (Jalal 1999). Saccharomyces cerevisiae sebagai Model Apoptosis Saccharomyces cerevisiae adalah mikroorganisme uniseluler eukariot yang secara tradisional telah dianggap baik dan secara luas digunakan sebagai model organisme untuk mempelajari fisiologi sel manusia dan penyakit manusia. Ada
beberapa
contoh
penyakit
yang
kondisi
dan
prosesnya
relevan dengan kesehatan manusia dan dipelajari pada khamir, diantaranya adalah: kanker, metabolisme DNA, apoptosis, penyakit jantung, kolesterol, diabetes, penyakit yang terkait dengan kerusakan mitokondria,infeksi retroviral dan penyakit prion, serta sejumlah besar penyakit neuodegenarive seperti parkinson, Alzheimer, Huntington dan penyakit Batten’s (Petranovic dan Nielsen, 2008). Penelitian terbaru telah mengembangkan khamir sebagai model untuk mempelajari mekanisme regulasi apoptosis (Mazzoni et al. 2005). Khamir yang telah dimutasi pada gen siklus pembelahan sel (cdc48) menunjukkan karakteristik
morfologi dan ciri molekuler yang merupakan indikator apoptosis yaitu perpindahan fosfatidilserin ke membran sitoplasma bagian luar, kerusakan DNA, kondensasi kromatin, fragmentasi DNA, dan morfologi sel abnormal dengan sejumlah tunas kecil yang disebut badan apoptosis (Ligr et al. 1998). Sel khamir yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam divisi Thallophyta, subdivisi Ascomycotina, kelas Eumycetes, subkelas Ascomycetes, ordo Eucomycetes, famili Saccharomycetaceae, subfamily Saccharomycetoideae, genus Saccharomyces, dan spesies Saccharomyces cerevisiae (Gambar 3). Suhu optimum untuk pertumbuhan sel S. cerevisiae berkisar antara 25-35oC, suhu minimum berkisar 0-0.5oC dan suhu maksimum pertumbuhan sel khamir ini berada pada 33.5-47oC (Patarau 1982). Khamir
merupakan organisme
kemoorganotrof karena menggunakan senyawa organik sebagai sumber energi dan tidak membutuhkan cahaya untuk tumbuh. Sumber utama karbonnya adalah heksosa seperti glukosa dan fruktosa atau disakarida seperti sukrosa dan maltosa (Patarau 1982). Khamir dapat tumbuh dengan baik pada kondisi aerobik (tersedianya oksigen), namun beberapa khamir dapat juga tumbuh pada kondisi anaerobik (tidak tersedia oksigen). Proses respirasi pada kondisi aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena tidak tersedia lagi oksigen. Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar dibandingkan pada proses fermentasi. Pada kondisi aerobik, sebagian besar organisme akan melewati siklus krebs dan transport elektron untuk menghasilkan ATP. Pada eukariota seperti khamir, proses ini terjadi pada mitokondria, sedangkan pada prokariota terjadi di sitoplasma (Bradford et al. 1979).
Gambar 3 Saccharomyces cerevisiae
Keberadaan oksigen akan menghambat jalur fermentasi di dalam sel khamir sehingga sumber karbon yang ada akan digunakan melalui jalur respirasi. Fenomena ini sering disebut sebagai Pasteur effect (Walker 1998). Berdasarkan Pasteur effect, produksi etanol oleh khamir terjadi pada kondisi anaerob. Namun ternyata Pasteur effect pada sel khamir diamati pada sel yang telah memasuki fase stasioner (resting), sedangkan produksi alkohol terjadi ketika sel berada pada fase pertumbuhan (fase log) (Alexander & Jeffries 1990). Hal inilah yang membuat Pasteur effect diduga bukan fenomena yang terjadi saat produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae. Pada tahun 1948, Swanson dan Clifton pertama kali menunjukkan bahwa fenomena tersebut terjadi pada sel Saccharomyces cerevisiae yang sedang tumbuh dan menghasilkan etanol sebagai produk fermentasi selama terdapat glukosa dalam jumlah tertentu di dalam medium pertumbuhannya (Alexander & Jeffries 1990). Fenomena tersebut adalah Crabtree effect (de Dekken 1966). Crabtree effect pada khamir dapat diamati ketika medium pertumbuhan mengandung glukosa dalam konsentrasi yang tinggai (diatas 5 mM) (Walker 1998). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alexander dan Jeffries (1990), yang menumbuhkan S. cerevisiae dalam medium yang mengandung glukosa, menunjukkan bahwa saat konsentrasi sel rendah, jalur metabolisme yang digunakan adalah respirasi, sedangkan ketika konsentrasi sel telah mencapai suatu angka kritis, fermentasi etanol terjadi. Dari hasil tersebut diduga pada konsentrasi sel yang rendah, enzim-enzim respirasi masih mencukupi untuk melakukan jalur respirasi, namun saat konsentrasi sel bertambah, konsentrasi enzim tidak bertambah sebab ditekan sintesisnya oleh glukosa, sehingga jalur respirasi terhenti dan digantikan oleh fermentasi. Selain represi terhadap sintesis enzim, konsentrasi gula yang tinggi juga akan mengganggu struktur mitokondria khamir, sebagai contoh hilangnya membran dalam dan kristae. Namun struktur tersebut akan kembali normal saat jalur respirasi menggantikan fermentasi etanol (Walker 1998). Perubahan struktur tersebut akan menghambat siklus Krebs dan fosforilasi oksidatif yang berlangsung di mitokondria.
Inaktivasi katabolit terjadi ketika glukosa menonaktifkan enzim kunci dalam jalur respirasi, contohnya fruktosa 1,6-bifosfatase (FBPase). Inaktivasi terjadi pertama-tama melalui proses fosforilasi enzim, kemudian diikuti dengan pencernaan protein enzim di dalam vakuola Mekanisme inaktivasi FBPase pada S. cerevisiae dimulai dengan peningkatan konsentrasi cAMP dan FBPase di dalam sel oleh glukosa. Kenaikan kedua molekul tersebut akan memicu cAMPdependent protein kinase untuk melakukan fosforilasi terhadap FBPase (Walker 1998). Mekanisme terakhir yang menjelaskan Crabtree effect pada khamir adalah keterbatasan kapasitas respirasi khamir yang diusulkan oleh Bardford & Hall (1979). Mereka berpendapat bahwa khamir-khamir yang mampu melakukan fermentasi aerob memiliki keterbatasan kapasitas respirasi. Ketika glukosa terdapat dalam konsentrasi tinggi, glikolisis akan berjalan dengan cepat sehingga menghasilkan piruvat dalam jumlah yang tinggi. Namun keterbatasan khamir tersebut untuk menggunakan piruvat dalam jalur respirasi selanjutnya (Siklus Krebs dan fosforilasi oksidatif) menyebabkan piruvat yang tersisa diubah secara fermentatif menjadi etanol. Kebalikannya, khamir yang tidak melakukan fermentasi aerob dianggap memiliki kapasitas respirasi yang tidak terbatas sehingga mampu menggunakan seluruh piruvat yang dihasilkan dari glikolisis walaupun jumlah glukosa di medium tinggi (Alexander & Jeffries 1990). Ada beberapa hal yang menyebabkan S. cerevisiae baik untuk dijadikan organisme model yang ideal. Pertama, S. cerevisiae adalah mikroorganisme uniseluler yang dapat tumbuh dengan cepat dalam jumlah yang besar dan dalam media yang relatif murah. Kedua, S. cerevisiae dapat mengekspresikan gen heterolog secara baik dari episomal plasmid atau dari integrasi kromosom dan relatif mudah untuk disisipkan, dihapus atau dimutasi apapun urutan genomnya karena kehadirannya yang sangat efisien pada jalur rekombinasi homolog. Selain itu, Kromosom III dari S. cerevisiae merupakan kromosom lengkap pertama dari beberapa organisme yang telah diurutkan, dan pada tahun 1996 S. cerevisiae menjadi organisme eukariot pertama yang seluruh genom telah lengkap (Petranovic dan Nielsen, 2008). Pada Saccharomyces cerevisiae telah dideteksi kematian sel, dengan ciri khas apoptosis seperti fragmentasi DNA, eksternalisasi
fosfatidilserin dan kondensasi kromatin, dalam galur yang membawa mutasi dalam gen CDC48 AAA-ATPase (Madeo et al. 1997). Menurut dan Ribeiro et al. 2006, kerusakan DNA pada sel khamir yang mengalami apoptosis dapat diinduksi antara lain oleh hidrogen peroksida, asam asetat dan tekanan hiperosmotik. Paparan dosis rendah asam asetat dapat meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) dan menginduksi apoptosis pada sel khamir sehingga ROS merupakan regulator kunci dari apoptosis sel khamir (Madeo et al. 1999 dan Ludovico et al. 2001). Menurut Granot et al. (2003) terdapat kesamaan fenomena apoptosis antara sel khamir dan sel mamalia dan terjadinya apoptosis dipicu dan dikontrol oleh serangkaian sinyal sel yang dapat berasal dari luar maupun dalam sel. Granot dan Snyder (1991) melaporkan bahwa glukosa 2 % dapat menginduksi positif apoptosis pada sel khamir. Glukosa dapat menyebabkan kematian sel khamir dalam beberapa jam tanpa penambahan nutrisi lain untuk mendukung pertumbuhannya. Glukosa dapat memicu kematian sel yang ditandai dengan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang cepat, degradasi RNA dan DNA, kerusakan membran, fragmentasi dan penyusutan inti sel (Granot et al. 2003). Saccharomyces cerevisiae mempunyai sekitar 14.000 kb DNA kromosom (85 % dari DNA total) yang terdistribusi ke dalam 16 kromosom yang berbeda dan telah dikarakterisasi secara genetik. Selain itu Saccharomyces cerevisiae mempunyai dua unsur genetik yang lain, yaitu DNA mitokondria dan DNA plasmid 2m. Beberapa galur mengandung unsur ketiga yang disebut plasmid pembunuh (killer plasmid) (Watson et al. 1987). Setiap sel haploid ragi mempunyai sekitar 10 - 15 mitokondria yang terdistribusi sepanjang sitoplasma (± 10% dari massa sel). Mitokondria ini mempunyai unsur genetik tersendiri (DNA mitokondria) (Watson et al. 1987). DNA mitokondria Saccharomyces cerevisiae berbentuk sirkuler dan peta restriksinya telah diketahui. Ukuran DNA mitokondria ini sekitar 75-80 kb bergantung pada jenis galurnya. DNA mitokondria ini berada dalam 40-50 kopi per sel dan sekitar 10% dari DNA total sel ragi (Guthrie et al. 1991). Perbedaan antara DNA kromosom dengan DNA mitokondria di antaranya adalah dalam DNA mitokondria tidak ditemukan aktivitas proofreading, sehingga menyebabkan
laju mutasi di mitokondria lebih tinggi dibandingkan dalam gen kromosom. Protein yang dikode oleh DNA mitokondria disintesis dalam bagian mitokondria yang disebut mitoribosom. Perbedaan lain dalam sistem genetik mitokondria adalah bahwa kodon UGA tidak dibaca sebagai kodon terminasi melainkan dikode untuk asam amino triptofan (Watson et al. 1987). Mitokondria
merupakan
organela
yang
berperan
penting
dalam
metabolisme respirasi untuk menghasilkan ATP. Kerusakan pada fungsi DNA mitokondria menyebabkan mutan tidak dapat melakukan respirasi dan akibatnya tidak lagi dipengaruhi oleh Efek Pasteur, misalnya supresi oksigen selama glikolisis (Hutter et al. 1998). Peristiwa ini diduga menyebabkan laju fermentasi etanol menjadi lebih tinggi. Mutasi pada DNA mitokondria akan menghasilkan mutan yang disebut mutan petit. Hutter et al. (1998) telah melaporkan bahwa mutan petite mampu meningkatkan kadar etanol 30 - 40% dibanding tipe liarnya. Dalam penelitian tersebut digunakan Saccharomyces cerevisiae galur ATCC.
Antioksidan Asal Tanaman Obat Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas bersifat kronis, yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyakit tersebut menjadi nyata. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas adalah serangan jantung dan kanker. Untuk mencegah atau mengurangi penyakit kronis karena radikal bebas diperlukan antioksidan. Pada penelitian ini digunakan ekstrak daun dari beberapa tanaman yang sering digunakan dalam pengobatan kardiovaskular dan memiliki potensi sebagai antioksidan. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid walaupun dalam konsenterasi yang sedikit (Sampels, 2005). Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Simpson, 2006). Antioksidan dapat diartikan sebagai senyawa pemberi elektron yang diperlukan oleh radikal bebas dalam rangka menstabilkan dirinya. Dengan demikian, antioksidan dapat menghentikan
pembentukan radikal bebas, mengurangi radikal bebas, dan memperbaiki kerusakan yang ditimbulkannya (Irawan 2006). Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan terbagi menjadi tiga, yaitu: antioksidan primer, sekunder, dan tersier. Antioksidan primer berperan untuk mengurangi pembentukan radikal bebas baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan primer terdiri atas superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Ketiganya ini dapat mengubah radikal superoksida menjadi air. Antioksidan sekunder berperan mengikat radikal bebas dan mencegah amplifikasi radikal. Antioksidan sekunder terdiri atas vitamin C, vitamin B, vitamin E, β-karoten, dan lain-lain. Antioksidan tersier terdiri atas enzim perbaikan DNA, metionin sulfoksida reduktase dan lainlain (Murray 1999). Vitamin C dan E dapat mencegah penyakit jantung. Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen dan merupakan faktor positif untuk mencegah serangan jantung koroner. Kekurangan vitamin C menyebabkan kerusalan susunan sel arteri sehingga dapat terisi kolesterol dan menyebabkan aterosklerosis atau proses pengapuran dan penimbunan elemen kolesterol. Sedangkan vitamin E merupakan antioksidan yang berperan mencegah terjadinya proses oksidasi dalam tubuh, di mana kolesterol LDL yang menembus dinding arteri dapat menyumbat pembuluh darah setelah mengalami oksidasi (Jishage et al. 2005). Vitamin E dapat ditemukan di minyak nabati (minyak kedelai, minyak jagung dan minyak biji bunga matahari), kacang-kacangan, biji-bijian dan padi-padian. Pada penelitian ini digunakan vitamin E sebagai standar antioksidannya.
Gambar 4 Struktur alfa Tokoferol (Vitamin E)
Vitamin E (tokoferol) merupakan suatu komponen lipid yang esensial terdiri dari selaput-selaput biologi yang saling berhubungan dengan radikal peroxyl yang berfungsi dalam mencegah perkembangan lipid peroksida (Jishage et al. 2005). Tokoferol pertama kali ditemukan tahun 1922 sebagai salah satu faktor anti ketidak suburan (anti-infertilitas). Lebih lanjut dijelaskan oleh (DuttaRoy, 1994) vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak yang terdiri atas campuran dan substansi tokoferol (a, b, g, dan d) dan tokotrienol (a, b, g, dan d), pada manusia a-tokoferol merupakan vitamin E yang paling penting untuk aktifitas biologi tubuh. Bentuk vitamin E ini dibedakan berdasarkan letak berbagai grup metil pada cincin fenil rantai cabang molekul dan ketidakjenuhan rantai cabang (Gambar 4). Menurut (Dutta-Roy, 1994) a-tokoferol merupakan bentuk vitamin E yang paling aktif, berdasarkan penelitian pada rodentia dan anak ayam. Suplemen a-tokoferol juga mampu melindungi peningkatan konsentrasi total kolesterol plasma dan mengurangi kolesterol pada plak arteri kelinci (Schwenke 2002). Pada penelitian ini digunakan tiga ekstrak tanaman yaitu : Salam (Eugenia polyantha Wight. ), Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.), dan Jambu Biji (Psidium guajava). Tanaman ini banyak ditemukan di daerah Bogor dan sekitarnya. Tanaman ini telah digunakan dalam pengobatan kardiovaskular dan berpotensi sebagai antioksidan. Salam (Eugenia polyantha Wight. ) Tanaman
ini
memiliki
klasifikasi
divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas
sebagai
berikut:
Dicotyledonae, ordo
Myrtales, familia Myrtaceae, genus Eugenia dan spesies Eugenia polyantha Wight (Gambar 5).
Gambar 5 Daun Salam (Eugenia polyantha Wight )
Salam tumbuh liar di hutan dan pegunungan, atau ditanam di pekarangan dan sekitar rumah. Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1800 m di atas permukaan laut. Pohon bertajuk rimbun, tinggi mencapai 25 m, berakar tunggang, batang bulat, permukaan licin. Daun salam merupakan daun majemuk, menyirip genap, permukaan licin. Daunnya memiliki tepi yang rata, ujung meruncing, pangkal runcing. Panjang daun berkisar antara 10-14 cm, lebar 4-8 cm, tangkai panjang ± 1 cm, letaknya berhadapan, bertangkai yang panjangnya 0,5-1 cm. Helaian daun bentuknya lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, pertulangan menyirip, permukaan atas licin berwarna hijau tua dan permukaan bawah warnanya hijau muda (Deptan 2003). Kandungan kimia daun dan kulit batang Eugenia polyantha mengandung saponin, minyak Atsiri (0,05 %), Sitral dan Eugenol, Tanin dan Flavonoida, di samping itu daunnya juga mengandung alkaloida dan polifenol, sedangkan kulit batangnya juga mengandung tanin (Wijayakusumah et al. 1996). Daun salam adalah jenis rempah daun yang biasa digunakan untuk berbagai masakan. Namun dibalik itu daun salam juga memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ektrak daun salam memiliki khasiat sebagai antioksidan (Wong et al. 2006, Lelono et al. 2009). Khasiat lain dari daun salam adalah dapat menurunkan kadar asam urat darah mencit jantan yang diinduksi dengan potasium oksonat (Ariyanti 2007). Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Jati Belanda merupakan jenis tanaman kayu keras tropis dari divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dycotyledone, ordo Steruliaceae, genus Guazuma, spesies Guazuma ulmifolia Lamk (Gambar 6). Jati Belanda ditemukan di Karibia, Asia Tenggara, Meksiko, Amerika Tengah dan Kolumbia, Ekuador, Peru, Bolivia, Paraguay, Argentina, dan Brasil. Tanaman ini telah dibudidayakan di India selama lebih dari 100 tahun. Jati Belanda merupakan tanaman pohon, tinggi lebih kurang 10 meter. Batang keras, bulat, berkayu, bercabang, warna hijau keputih-putihan. Daun tunggal, permukaan kasar, tepi bergerigi, ujung daun runcing, pangkal berlekuk, pertulangan menyirip, panjang 10-16 cm, lebar 3-6 cm, warna hijau (Deptan 2003).
Gambar 6 Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Hasil pemeriksaan pendahuluan terhadap komposisi daun Jati Belanda menunjukkan adanya kandungan flavonoid, asam fenolat, tanin, steroid, triterpenoid, karotenoid dan kandungan lendir yang cukup tinggi yaitu 8,08% (Andriani 2004). Daun jati belanda mengandung zat lendir yang merupakan serat (fiber) bersifat lubricating atau melicinkan sehingga dapat menghambat penyerapan lemak, glukosa, kolesterol yang terdapat dalam makanan dan memperlancar buang air besar. Kandungan tanin bekerja sebagai astrigen yaitu zat yang akan mengendapkan protein yang terdapat pada mukus yang melapisi bagian dalam usus sehingga lapisan ini sukar ditembus dan akan mengurangi penyerapan lemak. Penelitian Raharjo 2004 menyatakan bahwa ekstrak etanol daun jati belanda dapat menghambat aktivitas enzim lipase serum Rattus norvegicus. Jambu Biji (Psidium guajava) Jambu biji adalah salah satu tanaman buah jenis perdu, dalam bahasa Inggris disebut Lambo guava. Tanaman ini berasal dari Brazilia Amerika Tengah, menyebar ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Hingga saat ini telah dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa. Jambu biji termasuk dalam kerajaan Plantae, divisio Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, Ordo Myrtales, familia Myrtaceae, genus Psidium dan spesies Psidium guajava (Gambar 7). Daun jambu biji memiliki daun tunggal, bulat telur, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata, berhadapan, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm dan pertulangan berwarna hijau. (Deptan 2003). Daun jambu biji banyak mengandung polifenol,
tannin, saponin, minyak atsiri, asam ursolat, asam psidolat, asam oleanolat, dan vitamin C (Alviani 2007). Jambu biji memiliki buah yang berwarna hijau dengan daging buah berwarna putih atau merah dan berasa asam-manis. Buah jambu biji dikenal mengandung banyak vitamin C yang berperan sebagai antioksidan. Daun jambu biji umumnya berkhasiatnya sebagai anti diare. Disamping itu, jambu biji mempunyai khasiat sebagai anti inflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik (Ojewole 2006). Minyak atsiri daun jambu biji memiliki khasiat anti kanker kuat secara in vitro (Chen et al. 2007). Beberepa senyawa kimia yang terkandung dalam jambu biji antara lain, polifenol, karoten, flavonoid dan tannin mempunyai aktivitas antioksidan yang berkhasiat dalam mengobati berbagai penyakit (Indariani 2006).
Gambar 7 Daun Jambu Biji (Psidium guajava)
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji fitokimia adalah: kloroform, H2SO4 2M, pereaksi Dagendorf, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, pereaksi Lieberman Burchard, NaOH 10% (b/v), metanol 30%, etanol 30%, FeCl3 1% (b/v). Bahan untuk uji apoptosis adalah: khamir (Saccharomyces cerevisiae), bubuk ekstrak khamir, bakto peptone, glukosa, bakto agar, etanol 70%. Bahan yang digunakan untuk uji antioksidan adalah: Larutan standar 1,1,3,3-tetrametoksi-propana (TMP) 6M, asam trikloroasetat (TCA) 20% , 2 mL Thiobarbituric acid (TBA) 1% (b/v) dalam asam asetat 50%, buffer fosfat 0.1 M pH 7, asam linoleat 50 mM dalam etanol 99.8%, α-tokoferol, aquades. Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, kertas saring Whatman No. 40, neraca analitik, pipet tip, tabung Eppendorf, laminar air flow cabinet, shaker, autoklaf, penangas air, vorteks, spektrofotometer, sentrifuse Beckman J 21.
Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Tanaman. Serbuk kering daun salam, daun jati belanda dan daun jambu biji diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Serbuk kering daun masing-masing diekstraksi dengan metode refluks. Serbuk kering daun sebanyak 20 gram diekstraksi dengan 200 mL pelarut etanol 70% selama 2 jam pada suhu 70oC menggunakan refluks. Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 40. Ekstrak yang telah disaring diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 50oC dan dioven pada suhu 400C sehingga diperoleh ekstrak kasar dengan persen rendemen masing-masing adalah ekstrak daun salam 20,55 %, ekstrak daun jambu biji 21,1 % dan ekstrak daun jati belanda 18,30 %. Ekstrak selanjutnya dianalisis fitokimia.
Analisis Fitokimia Sampel (Harbone 1987) Uji Alkaloid. Ke dalam 10 mL kloroform ditambahkan ekstrak sampel sebanyak 0.1 g dan beberapa tetes amonia. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes H2SO4 2M. Fraksi asam diambil kemudian ditambahkan pereaksi Dagendorf, Meyer, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih oleh pereaksi Meyer, endapan merah oleh pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat oleh pereaksi Wegner. Sebagai sampel pembanding digunakan daun tapak dara Uji Saponin. Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambah air secukupnya dan dipanaskan selama lima menit. Larutan tersebut didinginkan kemudian dikocok. Timbulnya busa selama ± 10 menit menunjukkan adanya saponin. Sebagai sampel pembanding digunakan buah klerak. Uji Flavonoid dan Fenolik Hidrokuinon. Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambah metanol 30% sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah NaOH 10% (b/v) atau H2SO4. Terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah yang terbentuk akibat penambahan H2SO4 pekat menunjukkan adanya flavonoid. Sebagai sampel pembanding digunakan buah pinang. Uji Triterpenoid dan Steroid. Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambah 25 mL etanol 30% lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambah eter. Lapisan eter ditambah pereaksi Lieberman Burchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid. Sebagai sampel pembanding digunakan daun som jawa. Uji Tanin. Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambahkan air kemudian dididihkan selama beberapa menit. Lalu disaring dan filtratnya ditambah FeCl3 1% (b/v). Warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin. Sebagai sampel pembanding digunakan daun teh. Analisis Hidroperoksida dari Oksidasi Asam Linoleat dengan Metode Diena Terkonjugasi (Kikuzaki dan Nakatani 1993). Sebanyak 2 mL asam linoleat 50 mM dalam etanol 99.8%, dan 1 mL air bebas ion dimasukkan ke dalam botol gelap yang berulir, kemudian campuran
diinkubasi pada suhu 40 oC selama 8 hari. Campuran sampel tersebut diambil 50 µL ke dalam 6 mL etanol 75%, kemudian Absorbansi diena terkonjugasi sampel diukur langsung menggunakan spektrofotometer sinar UV pada panjang gelombang 234 nm. Analisis hidroperoksida diukur setiap hari. Analisis Konsentrasi Malonadialdehida (MDA) dengan metode TBA (Kikuzaki dan Nakatani 1993). Campuran sampel yang dibuat terdiri atas 2 mL bufer fosfat 0.1 M pH 7, 2 mL asam linoleat 50 mM dalam etanol 99.8%, dan 1 mL larutan sampel. Sebagai kontrol negatif dibuat campuran yang sama tetapi 1 mL larutan sampel diganti dengan 1 mL air bebas ion. Sebagai pembanding atau kontrol positif dibuat campuran yang terdiri atas 2 mL bufer fosfat 0.1 M pH 7, 2 mL asam linoleat 50 mM dalam etanol 99.8% yang mengandung α-tokoferol (vitamin E) 200 ppm total campuran, dan 1 mL air bebas ion. Semua campuran diletakkan pada botol gelap berulir, kemudian campuran diinkubasi dalam penangas air yang bersuhu 40°C dengan lama inkubasi 6 hari (2 hari setelah tercapainya puncak serapan pada hari ke-4). berdasarkan hasil pengukuran diena terkonjugasi dari asam linoleat. Campuran reaksi kemudian diuji potensi antioksidasinya. Masing-masing campuran diambil 1 mL kemudian ditambahkan 2 mL TCA 20% (b/v) dan 2 mL larutan TBA 1% (b/v) dalam pelarut asam asetat 50% (v/v). Lalu campuran reaksi tersebut diinkubasi dalam penangas air bersuhu 100 °C selama 10 menit. Setelah dingin dilakukan sentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit, selanjutnya diukur serapannya pada λ 532 nm. Sebagai kurva standar, larutan stok pereaksi TMP konsentrasi 6 M dibuat menjadi 1.5, 3.0, 6.0, 9.0, 12.0, 15.0, dan 18.0 µM. Masing-masing konsentrasi dipipet sebanyak 1 mL, selanjutnya ditambahkan 2 mL TCA 20% (b/v) dan 2 mL larutan TBA 1% (b/v) dalam pelarut asam asetat 50% (v/v). Lalu campuran reaksi tersebut diinkubasi dalam penangas air bersuhu 100 °C selama 10 menit. Setelah dingin dilakukan sentrifugasi pada 3000 rpm (960 kali gravitasi) selama 15 menit, selanjutnya diukur serapannya pada λ 532 nm. Uji Apoptosis (Granot et al. 2003). Untuk uji apoptosis ada beberapa tahap yang diperlukan yaitu penyiapan dan perlakuan kultur khamir dengan ekstrak, uji viabilitas dan uji frekuensi petit.
Penyiapan Kultur Saccharomyces cerevisiae. Pada peremajaan sel khamir, sel ditumbuhkan pada media padat (YEPD) yang komposisinya adalah 1% yeast extract, 2% pepton, dan 2% glukosa, 1,8% agar serta aquades 200 mL. Sel diinkubasi 280C selama 2 hari. Sel khamir yang telah diremajakan sebanyak dua ose dipindahkan ke dalam 200 mL medium cair YEPD suhu 280C sampai fase stasioner selama 4 hari. Komposisi medium cair penumbuh khamir (YEPD) adalah 1% yeast extract, 2% pepton, dan 0.1% glukosa serta aquades 200 mL.
Setelah 4 hari khamir
0
disentrifus 4000 rpm, 4 C, selama 10 menit. Pelet yang didapat dicuci 2 kali dengan 40 mL aquades. Perlakuan Saccharomyces cerevisiae dengan Ekstrak. Sel khamir yang telah diremajakan sebanyak dua ose dipindahkan kedalam 200 mL medium cair YEPD suhu 280C sampai fase stasioner selama 4 hari. Komposisi medium cair penumbuh khamir (YEPD) adalah 1% yeast extract, 2% pepton, dan 0.1% glukosa serta aquades 200 mL. Setelah 4 hari khamir disentrifus 4000 rpm, 40C, selama 10 menit. Pelet yang didapat dicuci 2 kali dengan 40 mL aquades. Pelet sebanyak 600 L ditambahkan ekstrak 100 ppm dan 200 ppm kemudian diinkubasi pada 370C selama 24 jam. Untuk kontrol negatif, ekstrak diganti dengan aquades dan untuk kontrol positif, ekstrak diganti dengan glukosa 4% (berasal dari glukosa 10%) (dilakukan 3 kali pengulangan). Uji Viabilitas. Setiap 24 jam sebanyak 50 L sel dari biakan yang telah diberi perlakuan
diencerkan 10-8
dan disebarkan ke media padat YEPD
kemudian diinkubasi pada 280C selama 3 hari. Koloni yang muncul dihitung dan dibandingkan dengan kontrol (dilakukan 3 kali pengulangan). Uji Frekuensi Petit. Sebanyak 50 L larutan hasil inkubasi perlakuan pada 370C selama 24 jam, disebarkan ke media petit dan YEPD dan diinkubasi pada 280C. Komposisi media petit adalah 1% yeast exstract, 2% pepton, dan 0.1% glukosa, 1.8% agar, 4 mL etanol 70% serta aquades. Setelah 24 jam koloni yang muncul dihitung. Sel-sel khamir yang mengalami petit, koloninya akan tampak berukuran lebih kecil dibandingkan dengan sel-sel khamir normal. Sel-sel khamir yang mengalami petit dihitung frekuensi petitnya berdasarkan jumlah koloni petit dengan rumus :
koloni petit koloni petit koloni normal
x 100%
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Fitokimia Ekstrak Sampel Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda positif mengandung flavonoid, fenolik hidrokuinon, triterpenoid, steroid, tanin dan alkaloid. Namun keberadaan saponin tiap ekstrak tersebut berbeda. Kandungan saponin yang terbanyak terdapat pada ekstrak daun salam sedangkan pada ekstrak daun jati belanda tidak terdapat saponin (Tabel 1), dengan tidak terbentuknya busa pada saat pengocokan. Hasil penelitian ini juga sedikit berbeda dengan laporan Ekawati (2007) karena ekstrak daun salam dalam penelitiannya tidak mengandung senyawa steroid. Demikian pula Indariani (2006) melaporkan bahwa ekstrak daun jambu biji tidak mengandung alkaloid dan triterpenoid. Perbedaan kandungan senyawa dalam tanaman ini dipengaruhi antara lain oleh jenis tanah, curah hujan, ketinggian dan lingkungan sekitarnya dan umur tanaman, sehingga kandungan senyawa dan komposisinya dapat berbeda-beda (Indariani, 2006). Seperti contohnya tanaman daun salam dari kota Cianjur yang curah hujannya 107-2260 mmm/tahun, kandungan kuersetinnya sebesar 0,725 % sedangkan kota sukabumi yang memiliki curah hujan lebih tinggi yaitu 1378-3597 mm/tahun, kandungan kuersetinnya lebih rendah yaitu hanya sebesar 0,3 % (PSB 2006 dalam Ekawati 2007). Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda Uji Fitokomia
Daun salam
Ekstrak Daun jambu biji
Daun jati belanda
Saponin +++ ++ Flavonoid +++ +++ ++++ Fenolik hidrokuinon ++++ ++++ ++ Triterpenoid + + + Steroid ++ ++++ ++ Tannin ++++ ++++ ++ Alkaloid Wagner ++++ +++ ++++ Meyer ++++ +++ +++ Dragendorf ++++ +++ +++ Ket : (+) : Rendah , (++) : Sedang, (+++) : Tinggi, (++++) : Sangat tinggi
Penelitian Rachmawaty (2005) menyatakan bahwa kandungan senyawa kimia terutama kandungan triterpenoid terbanyak terdapat pada tanaman pegagan yang tumbuh pada naungan 25% (intensitas cahaya matahari yang tinggi). Warna daun dari tanaman itu sendiri juga membedakan kandungan senyawa kimia dari ekstrak
tanaman tersebut. Penelitian yang dilakukan Ridwan dan Ayunita (2007) menyatakan bahwa pada daun miana dengan warna gelap kandungan senyawa golongan flavonoidnya lebih tinggi dibandingkan dengan miana dengan warna daun yang terang. Selain itu daun Miana dengan warna gelap memiliki kandungan saponin dalam jumlah besar. Perbedaan kandungan metabolit sekunder pada beberapa penelitian ini dikarenakan uji fitokimia yang dilakukan hanyalah uji kualitatif sehingga hasil yang diperoleh kurang sensitif selain itu ekstrak yang digunakan juga hanya ekstrak kasar dan belum dimurnikan. Selain itu tempat asal tanaman tersebut juga berbeda sehingga mempengaruhi kandungan fitokimia dari tanaman tersebut.
Keberadaan saponin dari ketiga ekstrak yang digunakan pada penelitian ini berbeda satu sama lain. Seperti yang telah diketahui bahwa keberadaan senyawa saponin dalam tumbuhan berkhasiat sebagai antioksidan. Menurut Hernani dan Rahardjo (2005) senyawa saponin terutama golongan glikosida mampu menurunkan kolesterol dan menghambat kanker. Selain itu saponin yang terkandung pada akar kuning dan temulawak mampu menghambat peningkatan konsentrasi lipid peroksida (Adji 2004). Dengan tidak adanya keberadaan saponin pada ekstrak daun jati belanda ini maka dapat diduga bahwa potensi antioksidasi dari daun jati belanda lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak daun salam. Ini sesuai dengan hasil uji potensi antioksidasi yang dilakukan dengan metode TBA potensi antioksidasi ekstrak daun salam lebih tinggi daripada potensi antioksidasi ekstrak daun jati belanda (Lampiran 4). Oksidasi Asam Linoleat Metode TBA dan Pengaruh Vitamin E Pengukuran konsentrasi MDA dilakukan setelah hari ke-4 yaitu hari ke-6, karena menurut Kikuzaki dan Nakatani (1993) pengukuran potensi antioksidan dengan metode TBA lebih baik dilakukan setelah satu atau beberapa hari dari puncak absorbansi asam linoleat, ketika hidroperoksida telah mengalami dekomposisi membentuk MDA. Pengukuran dilakukan umumnya setelah terjadi
tingkat oksidasi asam linoleat maksimum karena pada saat itu juga terbentuk MDA maksimum yang dihasilkan dari reaksi oksidasi lipid (Kikuzaki dan Nakatani 1993). Berdasarkan oksidasi asam linoleat yang dilakukan pada penelitian ini selama 8 hari diperoleh hasil bahwa pada hari ke-4 pembentukan hidroperoksida telah mencapai maksimum (Gambar 8). Penelitian ini menggunakan vitamin E 200 ppm sebagai standar karena vitamin E pada konsentrasi ini memiliki persen inhibisi hampir 100 %. Hasil penelitian Satria (2005) daya hambat vitamin E 200 ppm sebesar 93,0 % sedangkan Indariani (2005) melaporkan bahwa potensi antioksidasi vitamin E 200 ppm sebesar 92,11 %. Pada penelitian ini penambahan vitamin E sebesar 200 ppm mampu menghambat proses oksidasi asam linoleat sebesar 94,02 %. Potensi antioksidan dari semua jenis tanaman dapat diketahui melalui perbandingan nilai absorbansi yang menggambarkan konsentrasi MDA. Nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi MDA dan berbanding terbalik dengan potensi antioksidan. Nilai absorbansi yang rendah menunjukkan bahwa suatu tanaman memiliki potensi antioksidan yang tinggi. Secara statistik, konsentrasi MDA pada asam linoleat dengan penambahan vitamin E jauh lebih kecil daripada konsentrasi asam linoleat tanpa antioksidan. Ini berarti bahwa vitamin E memiliki potensi sebagai antioksidan sangat tinggi (Gambar 9). Vitamin E merupakan antioksidan yang berperan mencegah terjadinya proses oksidasi dalam tubuh, di mana kolesterol LDL yang menembus dinding arteri dapat menyumbat pembuluh darah setelah mengalami oksidasi (Jishage et al. 2005). Penentuan Waktu Inkubasi As Linoleat
Absorbansi
0,934 0,943
0,999 0,975 0,926
0,854 0,838
0,522
0,096 0
2
4
6
8
10
Hari Ke
Gambar 8 Nilai absorbansi hidroperoksida maksimum terhadap waktu 5
4,50 ± 0,64
4 [MDA] 3 (µM) 2 1
0,27 ± 0,31
Jenis Perlakuan Gambar 9 Konsentrasi MDA asam linoleat dan vitamin E
Pengaruh Ekstrak Daun Salam, Ekstrak Daun Jambu Biji dan Ekstrak Daun Jati Belanda terhadap Oksidasi Asam Linoleat Pada penelitian ini digunakan ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda masing-masingnya terdiri atas dua konsentrasi yaitu 100 ppm dan 200 ppm. Hasil analisis statistik yang menggunakan rancangan faktorial RAL, menunjukkan bahwa dosis yang digunakan yaitu 100 ppm dan 200 ppm tidak berpengaruh nyata (p>0,05). Dari ketiga ekstrak yang digunakan, potensi antioksidasi terbesar terdapat pada ekstrak daun salam 100 ppm yaitu 68,17 % dan potensi antioksidasi yang terkecil terdapat pada ekstrak daun jati belanda 200 ppm yaitu 46,10 % (Gambar 10). Dari hasil analisis statistik, ketiga ekstrak yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) (Lampiran 6). Oleh karena itu perlu dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan untuk melihat perbedaan potensi antioksidan ketiga ekstrak. Berdasarkan uji Duncan diketahui potensi antioksidasi ekstrak daun salam tidak berbeda nyata dengan ekstrak daun jambu biji, namun berbeda nyata dengan ekstrak daun jati belanda. Potensi antioksidasi ekstrak daun jambu biji tidak berbeda nyata dengan ekstrak daun jati belanda dan ekstrak daun salam (p=0,05). Hal ini dimungkinkan karena kandungan fitokimia ekstrak daun salam dan daun jambu biji hampir sama jenis senyawa kimianya.
Daya Hambat Oksidasi (%) 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00
94,02
Asam Linoleat 1 Vitamin E 200 ppm-1
68,1766,46 59,27 53,66 51,22 46,10
Ekstrak Daun Salam 100 ppm1 Ekstrak Daun Salam 200 ppm1
Gambar 10 Potensi antioksidasi ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda Aktivitas antioksidan dari ketiga ekstrak ini mungkin diperoleh dari senyawa aktif yang dikandungnya seperti tannin, flavonoid, dan alkaloid. Pada uji fitokimia terhadap ketiga ekstrak yang digunakan, kandungan alkaloid, flavonoid dan tanin menunjukkan hasil yang positif. Ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda telah banyak dipublikasikan sebagai obat tradisional yang berpotensi sebagai antioksidan. Senyawa bahan alam yang diduga berperan sebagai antioksidan adalah senyawa flavonoid (Gambar 11). Flavonoid dapat membantu memberikan perlindungan terhadap penyakit kanker, penuaan, aterosklerosis, peradangan (inflamasi) dan penyakit neurodegeneratif (Parkinson dan Alzheimer) bersama dengan vitamin antioksidan dan enzim. Studi epidemiologi
telah
menunjukkan
bahwa
asupan
flavonoid
berbanding terbalik dengan kematian akibat penyakit jantung koroner dan kejadian serangan jantung (Buhler dan Miranda C. 2000). Menurut Giovannini et al. (2007), senyawa polifenol memiliki aktivitas antioksidan dan dapat mengatur proses apoptosis dengan cara-cara yang berbeda tergantung pada konsentrasi, sistem sel, jenis atau tahap proses patologis. Senyawa flavonoid memiliki aktivitas antioksidan karena dapat bertindak sebagai pemutus rantai dan penangkap radikal. Aktivitas ini tergantung struktur kimia mereka yang mempengaruhi kekuatan antioksidan mereka (Saija et al. 1995, Giovannini et al. 2007).
B
A
C
Gambar 11 Struktur (a) flavon (2-fenil-1,4-benzopiron), (b) isoflavon dan (c) neoflavonoid Menurut Saija et al. 1995, aktivitas antioksidan dari flavonoid tidak hanya ditentukan oleh struktur kimianya tetapi juga lokasi flavonoid tersebut di dalam membran
Senyawa flavonoid mempengaruhi lipid plasma dan lipoprotein
mengurangi kolesterol plasma dan trigleserida. Senyawa flavonoid juga memberikan efek perlindungan fungsi platelet dan penghambatan hemostasis agregasi platelet. Senyawa flavonoid dapat menghambat pertumbuhan plak aterosklerosis dengan mengurangi ekspresi molekul adesi, memberikan aksi anti inflamasi, dan menghalangi oksidasi LDL (Saija et al. 1995, Giovannini et al. 2007, Pietta 2000). Kemampuan Ekstrak Daun Salam, Daun Jambu Biji dan Daun Jati Belanda dalam Memodulasi Apoptosis Sel Khamir (Saccharomyces cerevisiae). Telah dilaporkan bahwa koloni khamir yang mengalami apoptosis dapat dibedakan dari koloni normal. Salah satu petanda koloni yang mengalami apoptosis yaitu berubah menjadi koloni petit disebabkan karena kehilangan kemampuan respirasi pada mitokondria (disfungsi mitokondria) akibat proses apoptosis sehingga laju pertumbuhan sel-sel khamir yang mengalami apoptosis jauh lebih lambat dari sel-sel khamir normal (Madigan et al. 2000). Akibatnya bentuk koloni dan ukuran sel khamir yang berubah menjadi koloni petit menjadi lebih kecil (Gambar 12). Media petit yang digunakan untuk uji apoptosis ini memiliki komposisi yang sedikit berbeda dengan media standar (YEPD). Konsentrasi glukosa pada media petit dibuat seminimal mungkin untuk hanya menumbuhkan sel khamir yang petit.
A B
Gambar 12 Foto koloni sel khamir (Saccharomyces cerevisiae) ekstrak daun salam 100 ppm pada (a) Sel normal dan (b) Sel Petit Sel khamir yang mengalami apoptosis akibat kerusakan pada mitokondria tidak dapat memanfatkan etanol sebagai sumber karbon. Dengan konsentrasi glukosa yang minimum, sel khamir yang telah mengalami apoptosis dapat tetap tumbuh namun dengan ukuran yang kecil (Gambar 12A). Sedangkan sel yang tidak mengalami apoptosis dapat memanfaatkan etanol sebagai sumber karbon karena mitokondrianya tidak mengalami kerusakan sehingga sel khamir tetap tumbuh dengan baik (Gambar 12B). Untuk penghitungan frekuensi petit pada penelitian ini dilakukan dengan uji petit. Uji petit yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan kontrol glukosa sebagai kontrol positif
karena menurut Granot dan Snyder (1991),
glukosa 2 % dapat menginduksi apoptosis pada sel khamir (Saccharomyces cerevisiae). Uji apoptosis frekuensi petit dengan induksi oleh glukosa ini menunjukkan hasil yang positif, glukosa memberikan pengaruh untuk membuat sel khamir menjadi petit. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa sel yang sedang mengalami apoptosis akan menunjukkan karakteristik morfologis antara lain pengerutan sel atau petit (Ligr et al. 1998). Dari hasil penelitian terlihat bahwa jumlah petit pada kontrol glukosa 4 % cukup tinggi yaitu mencapai lebih dari 60%. Pada kontrol aquades terlihat jumlah petitnya hanya 35,05 % (Gambar 13). Glukosa dapat menyebabkan kematian sel khamir dalam beberapa jam tanpa penambahan nutrisi lain untuk mendukung pertumbuhannya. Glukosa dapat memicu kematian sel yang ditandai dengan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang cepat, degradasi RNA dan DNA, kerusakan membran, fragmentasi dan penyusutan inti sel (Granot et al. 2003).
Gambar 13 Foto koloni pada (a) kontrol glukosa 4 % dan (b) kontrol aquades Mitokondria
merupakan
organela
yang
berperan
penting
dalam
metabolisme respirasi untuk menghasilkan ATP. Kerusakan pada fungsi DNA mitokondria menyebabkan mutan tidak dapat melakukan respirasi dan akibatnya tidak lagi dipengaruhi oleh Efek Pasteur, misalnya supresi oksigen selama glikolisis. Peristiwa ini diduga menyebabkan laju fermentasi etanol menjadi lebih tinggi. Mutasi pada DNA mitokondria akan menghasilkan mutan yang disebut mutan petit (Hutter et al. 1998). Frekuensi petit ekstrak daun salam konsentrasi 100 ppm paling kecil diantara ekstrak daun jambu biji dan ekstrak daun jati belanda yaitu 21,22% (Gambar 14) yang berarti terjadi penghambatan apoptosis. Frekuensi petit ekstrak daun salam 100 ppm lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak daun jambu biji 100 ppm dan ekstrak daun jati belanda 100 ppm. Ekstrak daun jambu biji 100 ppm lebih tinggi frekuensi petitnya dibandingkan dengan ekstrak daun jati belanda 100 ppm. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun salam 100 ppm yang paling tinggi kemampuannya dalam menghambat apoptosis (p<0,05). Pada kosentrasi ekstrak 200 ppm, frekuensi petit yang paling besar dihasilkan oleh ekstrak daun jambu biji 200 ppm yaitu 63,99% (Gambar 15). Hasil analisis statistik, frekuensi petit ekstrak daun salam 200 ppm tidak berbeda nyata dengan ekstrak daun jati belanda 200 ppm dan ekstrak daun jambu biji 200 ppm (p<0,05).
Kemampuan
ketiga
ekstrak
ini
tehadap
kemampuanya
menghambat apoptosis sel khamir (Saccharomyces cerevisiae) hampir sama. Hal ini dikarenakan kandungan senyawa kimia ketiga ekstrak ini hampir sama karena semua ekstrak positif mengandung flavonoid.
Konsentrasi 100 ppm
% Petit 70,00
63,62
60,00
A
50,00 40,00
Kontrol Glukosa 47,80
48,68
AB
AB
Kontrol Aquades
29,63 30,00 21,22
CD
20,00
Ekstrak Daun Salam 100 ppm-1 Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm-1
D Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm-1
10,00 0,00
Gambar 14 Frekunsi Petit ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda pada konsentrasi 100 ppm
Konsentrasi 200 ppm % Petit 70,00
64,36
60,00
A
63,99 52,21
50,00 40,00 30,00
AB 35,05 BC
AB
Kontrol Glukosa 51,83 Kontrol Aquades AB Ekstrak Daun Salam 200 ppm-1
20,00
Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm-1
10,00
Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm-1
0,00
Gambar 15 Frekuensi Petit ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda pada konsentrasi 200 ppm Senyawa flavonoid dapat mempengaruhi apoptosis dengan modulasi tingkat ekspresi protein antiapoptosis (Bcl-2, Bcl-xl) atau proapoptosis (Bax, Bid, Bak) (Nam et al. 2001). Beberapa senyawa bahan alam lainnya yang masih golongan senyawa polifenol seperti Kaemferol (senyawa fenol pada anggur merah) menghambat induksi apoptosis dalam VSMCs oleh 7ß-hidroksikolesterol (komponen oksidasi LDL) ( Ruiz et al. 2006). Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa flavonoid menghambat apoptosis dalam jaringan miokardial dan melindungi sel normal (Nandave et al. 2005). Meskipun telah dipahami bahwa flavonoid menghambat apoptosis, namun mekanisme di balik ini masih belum jelas. Mekanisme efek anti apoptosis flavonoid mencakup antara lain, penghambatan aktivasi jalur caspase dan pemulihan fungsi mitokondria, penghapusan substrat caspase 3, penghambatan H2O2 yang dimediasi oleh gangguan transisi permeabilitas mitokondria sebagai ekspresi berlebih dari protein apoptogenik Bcl-2, Bcl-2 dan Bcl-x, dan meningkatkan bahan bakar pernafasan menjadi energi mitokondria dengan meningkatkan produksi ATP (Nandave et al. 2005). Penelitian-penelitian
mengenai
peran
senyawa
flavonoid
sebagai
antioksidan yang dapat menghambat atau memicu apoptosis telah memberikan gambaran bahwa senyawa bahan alam yang terkandung dalam ekstrak-ekstrak yang digunakan pada penelitian ini juga berperan dalam memodulasi apoptosis baik sebagai penghambat apoptosis atau sebagai pemicu apoptosis. Namun senyawa yang sangat berperan penting dalam memodulasi ini belum bisa dipastikan secara jelas karena masih perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam lagi. Daya Tahan Hidup Sel Khamir (Saccharomyces cerevisiae) setelah Penambahan Ekstrak Daun Salam, Daun Jambu Biji Dan Daun Jati Belanda. Daya tahan hidup sel khamir yang telah diberi perlakuan diuji dengan menumbuhkan kembali sel-sel tersebut pada media standar yaitu media YEPD dan diinkubasi selama 24 jam dan 48 jam. Jumlah sel yang hidup merupakan indikasi ketahanan hidup sel atas beberapa perlakuan yang dilakukan, yang juga merupakan cerminan adanya peristiwa apoptosis. Menurut Trancikova et al. (2004), sel yang terakumulasi ROS akan kehilangan daya tahan hidup lebih tinggi dari pada sel normal. Kondisi sel khamir banyak juga yang mengalami kontaminasi hal ini dikarenakan terlalu lamanya waktu inkubasi. Untuk kontrol glukosa 100 ppm misalnya dari 167 koloni setelah 24 jam menjadi 22 koloni setelah 48 jam (Gambar 16). Hasil penelitian secara umum terlihat bahwa daya tahan hidup koloni semakin berkurang dan ada sebagian sel khamir yang tidak ada sama sekali
karena telah mengalami kematian (Gambar 16 dan Gambar 17). Hasil analisis statistik yang dilakukan menunjukkan tidak adanya pengaruh antara lamanya inkubasi dengan jumlah koloni yang timbul (p>0,05). Hal ini dimungkinkan karena datanya tidak terlalu banyak. Analisis statistik juga menunjukkan bahwa dosis yang digunakan pada penelitian ini juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah koloni yang timbul (p>0,05) karena konsentrasi dosis yang digunakan tidak terlalu jauh perbedaannya. Hasil analisis statistik yang dilakukan untuk melihat ada tidaknya korelasi antara potensi antioksidasi ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda terhadap frekuensi petit masing-masing ekstrak menunjukkan hasil yang negatif yaitu -0,457 (Lampiran 15).
Inkubasi 24 Jam
Inkubasi 48 Jam Jumlah Koloni
Jumlah Koloni
332
350
350 285
300
Kontrol Glukosa 100 ppm-1 227
250 200
Kontrol Aquades 100 ppm-1
300
Kontrol Glukosa 100 ppm-1 Kontrol Aquades 100 ppm-1
250
Ekstrak Daun Salam 100 ppm-1
200
167
Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm-1
Ekstrak Daun Salam 100 ppm-1
141 150
150
111
100 50
Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm-1
100
Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm-1
50
Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm-1
78 28
22
23
0 0
1
1
A
B
Gambar 16 Jumlah koloni ekstrak daun salam, jambu biji danjati belanda pada konsentrasi 100 ppm setelah (A) 24 jam dan (B) 48 jam
Inkubasi 48 Jam
Inkubasi 24 Jam Jumlah Koloni
Jumlah Koloni
350
350 276
300 250 200 150 100
185 139
Kontrol Glukosa 200 ppm-1
300
Kontrol Aquades 200 ppm-1
250
Ekstrak Daun Salam 200 ppm-1
137
Kontrol Glukosa 200 ppm-1 Kontrol Aquades 200 ppm-1
200 Ekstrak Daun Salam 200 ppm-1
Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm-1
71
Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm1
50 0
150
111
98 100
76 55
61
Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm-1 Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm-1
50 0
1
1
A
B
Gambar 17 Jumlah koloni ekstrak daun salam, jambu biji dan jati belanda pada konsentrasi 200 ppm setelah (A) 24 jam dan (B) 48 jam
Ini berarti bahwa semakin besar potensi antioksidasi suatu ekstrak maka frekuensi petitnya akan semakin kecil. Ini sesuai dengan hipotesis dari penelitian ini yaitu ekstrak yang digunakan pada penelitian ini yaitu ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda dapat menghambat terbentuknya petit sehingga dapat dikatakan ekstrak-ekstrak ini dapat menghambat terjadinya apoptosis. Namun bila diasumsikan p=0.05 maka bisa disimpulkan bahwa antara potensi antioksidasi ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda dengan frekunsi petit tidak memiliki hubungan linear karena P-value>alpha.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak yang memiliki potensi antioksidasi tertinggi yakni ekstrak daun salam 100 ppm dengan potensi antioksidasi sebesar 68,17%, mampu menghambat apoptosis pada sel khamir (Saccharomyces cerevisiae) dengan frekuensi petit terkecil yaitu 21,22%.
Saran Perlu keberulangan uji petit sebagai suatu sistem sehingga bisa diterapkan sebagai metode apoptosis yang baku. Selain itu perlu dilakukan variasi konsentrasi yang lebih banyak lagi sehingga lebih jelas terlihat pengaruh potensi antioksidasi dengan frekuensi petit. Untuk mengetahui senyawa aktif yang berperan dalam memodulasi apoptosis ini maka perlu dilakukan pemurnian ekstrak kasar sehingga didapatkan senyawa aktif antioksidan pada ekstrak ini.
yang berperan sebagai
DAFTAR PUSTAKA Adji P. 2004. Daya antioksidasi saponin akar kuning (Archangelisia flava (L) Merr) sebagai mekanisme hepatoproteksi pada tikus yang diberi parasetamol [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Alexander MA, Jeffries TW. 1990. Respiratory efficiency and metabolize partitioning as regulatory phenomena in yeasts. Enzyme Micobe. Technol. 12: 2-29. Alviani. 2007. Khasiat ramuan ekstrak daun jati belanda terhadap peroksidasi lipid hati tikus hiperlipidemia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Andriani Y. 2004. Ekstrak daun jati belanda mencegah hiperlipidemia dan perkembangan aterosklerosis pada kelinci [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor. Ariyanti R, Wahyuningtyas N, Wahyuni AS. 2007. Pengaruh pemberian infusa daun salam (eugenia polyantha wight) terhadap penurunan kadar asam urat darah mencit putih jantan yang diinduksi dengan potasium oksonat. Jurnal Farmasi Indonesia. 8: 56-63. Bardford, JP, Hall RJ. 1979. An examination of the crabtree effect in Saccharomyces cerevisiae: The role of respiration adaptation. Journal of General Microbiology. 114: 267 - 275. Bowolaksono A. 2007. Apoptosis: bila sel berkurban. Berita IPTEK online. [19 Des 2007]. Buhler DR, Miranda C. 2000. Antioxidant Activities of Flavonoids. Department of Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University. Campbell I, Duffus JH. 1991. Yeast a practical approach. Washington DC: IRL Press. Chen KC, Hsieh CL, Peng CC, Hsieh -LI HM, Chiang HS, Huang KD, Peng RY. 2007. Brain derived metastatic prostate cancer du-145 cells are effectively inhibited in vitro by guava (psidium gujava l.) leaf extracts. nutr. Cancer. 58: 93–106. Crowther MA. 2005. Pathogenesis of Atherosclerosis. Hematology. www.asheducationbook.hematologylibrary.org [11 April 2010]. Dash P. 2007. Apoptosis. Basic medical science, St. George’s University of London. www.sgul.ac.uk/dept/immunology/-dash [29 Nov 2009]. [Deptan] Departemen Pertanian. 2003. Hidup Sehat dengan Produk Hortikultura Nusantara. Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian. de Dekken RH. 1966. The Crabtree effect: A regulatory system in yeast. J. gen. Microbiol. 44: 149 - 156.
Devaraj S., Jialal I. 1996. Oxidized low-density lipoprotein and atherosclerosis. J Clin Lah Res. 26: 178-184. Diaz MN, Balz F, Joseph AV, John FK. 1997. Antioxidant and atherosclerotic heart disease. The New England Journal of Medicine. 337: 408. Dutta-Roy A.K, M.J. Gorden F.M, Campbell G.G, Duthie & W.P.T., James. 1994. Vitamin E Requirements, Transport, and Metabolism: Role of a-TocoferolBinding Proteins. J. Nutr. Biochem. 5: 562 – 570. Ekawati RA. 2007. Potensi antioksidasi daun salam (Eugenia polyantha wight.) pada lingkungan agrobiofisik yang berbeda. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Efendi Z. 2003. Ketahanan jantung dalam menghadapi jantung koroner. USU digital library. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara. Giovannini C. Scazzocchio B., Vari R., Santangelo C., D’Archivio M., Masella R. 2007. Apoptosis in cancer and atherosclerosis polyphenol activities. Ann Ist Super Sanita. 43: 406-416. Gitawati R. 1995. Radikal bebas-sifat dan peran dalam menimbulkan kerusakan/kematian sel. Cermin Dunia Kedokteran. 102: 33-36. Granot D, Snyder M. 1991. Glucose induces cAMP-independent growth-related changes in stationary-phase cells of Saccharomyces cereviceae. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 88: 5724-5728. Granot D, Levine A, Dor-Hefetz E. 2003. Sugar-induced apoptosis in yeast cells. J. Elsevier FEMS Yeast Research. 4: 7-13. Guthrie C, Fink RG. 1991. Guide to Yeast Genetics and Molecular Biology. New York: Academic Press. Halliwel B. 1995. Oxygen radicals. A commonsense look at their nature and medical importance. Medical Biology. 62: 71-77. Harborne. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Terbitan kedua. Bandung: ITB. Hernani, Rahardjo M. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta: Penebar Swadaya. Hutter A, Oliver SG. 1998. Ethanol production using nuclear petite yeast mutants. Appl Microbiol Biotechnol. 49: 115-120. Indariani S. 2006. Aktivitas antioksidan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.). J.II. Pert. Indon. 11: 13-17. Irawan D. 2006. Penentuan aktivitas antioksidan ekstrak mahkota dewa, temu putih, sambiloto, dan keladi tikus secara in vitro. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertnian Bogor Jalal EA. 1999. Apoptosis dan dasar molekular kematian sel terprogram. J. Kedokteran YARSI. 7: 35-41. Jishage K, Tachibe T, Ito T, Shibata N, Suzuki S, Mori T, Hani T, Arai H, Suzuki H. 2005. Vitamin E is essensial for mouse placentation but not for
embryonic development itself. Journal Biology of Reproduction. 73: 983987 Kikuzaki H, Nakatani N. 1993. Antioxidant effect of some ginger constituents. Journal of Food Science. 58: 1407-1410. Laun P, Pichova A, Madeo F, Fuchs J, Ellinger A, Kohlwein S, Dawes I, Fröhlich KU, Breitenbach M. 2001. Aged mother cells of Saccharomyces cerevisiae show markers of oxidative stress and apoptosis. Mol Microbiol 39:1166-73. Lee KW, Lee HJ, Lee CY. 2004. Vitamins, phytochemicals, diets and their implementatio in cancer chemoprevention. Crit. Rev. Food Sci. Nutr: 44. 437-447. Lelono RA, Tachibana S, Itoh K. 2009. In vitro antioxidative activities and polyphenol content of Eugenia polyantha Wight grown in Indonesia. Pak J Biol Sci. 12 : 1564-70. Ligr M, Madeo F, Frohlich E, Hilt W, Fröhlich KU, Wolf DH. 1998. Mammalian bax triggers apoptotic change in yeast. FEBS Letters. 438: 61-65. Ludovico P, Sousa MJ, Silva MT, Leao C, Corte-Real M. 2001. Saccharomyces cerevisiae commits to a programmed cell death process in response to acetic acid. Microbiology. 147: 2409–2415 MacIver, F.H, Dawes, I. A., Grant, CM. 1997. Identification of a Saccharomyces cerevisiae Mithocondrial-DNA which can act as a Promotor Tightly Regulated by Carbon Source when Placed in the Nucleus. Curr.Genet. 31. Madeo F, Frohlich E, Frohlich KU. 1997. A yeast mutant showing diagnostic markers of early and late apoptosis. J Cell Biol. 139: 729–734. Madeo F, Frohlich E, Ligr M, Grey M, Sigrist SJ, Wolf DH, Frohlich KU. 1999. Oxygen stress: a regulator of apoptosis in yeast. J Cell Biol. 145: 757–767 Madeo F, Frohlich E, Ligr M, Grey M, Sigrist SJ, Wolf DH, Frohlich KU. 2002. Apoptosis in yeast: a new model system with application in cell biology and medicine. Curr. Genet. 41: 208−216. Madeo F, Herker E, Wissing S, Jungwirth H, Eisenberg T, Fröhlich KU. 2004. Apoptosis in yeast. Curr Opin Microbiol. 7: 655-60. Mazzoni C, Herker E, Palermo V, Jungwirth H, Eisenberg T, Madeo F, Falcone C. 2005. Yeast caspase 1 links messenger RNA stability to apoptosis in yeast. EMBO reports. 6: 1076–1081. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2000. Brock Biology of Microorganisms. Edisi ke-9. New Jersey: Prentice Hall. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Biokimia Harper. Ed 25. Penerjemah Andry Hartono. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Harper’s Biochemistry. Nam S, Smith DM, Dou QP. 2001. Tannic acid potently inhibits tumor cell proteasome activity, increase p27 and Bax expression, and induces GI arrest and apoptosis. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 10: 1083-1088.
Nandave M, Ojha SK, Arya DS. 2005. Protective role of flavonoids in cardiovascular diseases. Natural Product Radiance. 4: 166-176. Ojewole JA. 2006. Antiinflammatory and analgesic effects of Psidium guajava Linn. (Myrtaceae) leaf aqueous extract in rats and mice. Methods and Findings in Experimental and Clinical Pharmacology. 28: 441–446. Patarau JM. 1982. By product of the gene sugar industry. Amsterdam: Elsevier. Petranovic D, Nielsen J. 2008. Can yeast systems biology contribute the understanding of human disease?. Trends in Biotechnology. 26:584-590. Pietta PG. 2000. Flavonoids as antioxidants. J Nat Prod. 63:1035-42. [PSB] Pusat Studi Biofarmaka. 2006. Laporan Akhir Pemetaan Tanaman Obat di Sentra Produksi. Bogor : PSB. Rachmawaty R. 2005. Pengaruh naungan dan jenis pegagan (centella asiatica l. (urban)) terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan triterpenoidnya sebagai bahan obat. [skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya Pertanian Faperta, Institut Pertanian Bogor. Rahardjo SS. 2004. Pengaruh ekstrak etanol daun jati belanda (guazuma ulmifolia lamk.) terhadap aktivitas enzim lipase serum rattus norvegicus. [tesis ]. Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Ribeiro GF, Real MC, Johansson B. 2006. Characterization of DNA damage in yest apoptosis induced by hidrogen peroxide, acetic acid, and hyperosmotic shock. Molecular biology of the cell. 17: 4584-4591. Ridwan Y dan Ayunita YQ. 2007. Phytochemical and Anthelmintic Activity against Chicken Tapeworm of Painted nettle (Coleus blumei. benth) varieties In Vitro. Jurnal Protein. 14:73-77. Ruiz E, Padilla E, Redondo S, Gordillo-Moscoso A, Tejerina T. 2006. Kaempferol inhibits apoptosis in vascular smooth muscle induced by a component of oxidized LDL. Eur J Pharmacol. 529: 79-83. Saija A, Scalese M, Lanza M, Marzullo D, Bonina F, Castelli F. 1995. Flavonoids as Antioxidant Agents: Importance of Their Interaction with Biomembranes. Free Radical Biology and Medicine. 19: 481-486. Salimi YK. 2005 Aktivitas antioksidan dan antihiperkolesterolemia ekstrak beta glukan dari Saccharomyces cereviceae pada tikus putih [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sampels S. 2005. Fatty Acids and Antioxidants in Reindeer and Red Deer. [dissertation]. Swedish University of Agricultural Sciences. Sauhoka D. 2005. Penapisan herba vulkanis pegunungan rinjani untuk modulasi apoptosis [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertnian Bogor. Schwenke DC, Lawrence LR, Mary G, Thomas S, Thomas MJ. 2002. αTocopherol protects against diet induced atherosclerosis in New Zealand white rabbits. Journal of Lipid Research. 43: 1927-1938.
Shi Y, Cidlowski J, Scott D, Wu J, Shi YB. 2003. Molecular mechanisms of programmed cell death. Newyork: Kluwer Academic/Plenum. Silalahi J. 2006. Antioksidan dalam diet dan karsinogenesis. Cermin Dunia Kedokteran. 153: 39-42. Simon HU, Yehia AH, Schaffer FL. 2000 .Role of reactive oxygen species (ROS) in apoptosis induction. Apoptosis. 5: 415–418. Simpson JA. 2006. Antioxidant properties of peanut plant leaves and roots and contribution of specific phenolic compounds to antioxidant capacity. [thesis]. Food Science. North Carolina State University. Siregar P. 1992. Metabolit oksigen radikal bebas dan kerusakan jaringan. Cermin dunia Kedokteran. 80: 112-115. Steinberg D, 2009. The LDL modification hypothesis of atherogenesis: An update. Journal of Lipid Research. 50: 376-381. Taher A. 2003. Peran fitoestrogen kedelai sebagai antioksidan dalam penanggulangan aterosklerosis [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor. Theroux P. 2005. Pathophysiology of coronary artery disease. Circulation. 111: 3481. Thompson CB. 1995. Apoptosis in pathogenesis and treatment of disease. Science. 267: 1456-1462. Tombilangi AK. 2004. Khasiat ekstrak daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) terhadap kadar lipid peroksida darah kelinci yang hiperlipidemia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Trancikova A, Weisova P, Kissova I, Zeman I, Kolarov J. 2004 Production of reactive oxygen species and loss of viability in yeast mitochondrial mutants: protective effect of Bcl-xL. FEMS Yeast Res. 5:149-56. Walker, GM. 1998. Yeast: Physiology and Biotechnology. Chichester: John Wiley & Sons. Watson, Hopkins, Roberts, Steitz, Weiner. 1987. Molecular Biology of The Gene. 5th. Ed. California: The benjamin/Cummings Publishing Company Inc. Wijayakusuma H, Dalimartha S, Wirian AS. 1996. Tanaman berkhasiat obat di Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Pustaka Kartini. Wong SP, Leong LP, William Koh JH. 2006. Antioxidant activities of aqueous extracts of selected plants. Food Chemistry. 99: 775-783. Zeisel SH. 2004. Antioxidant suppress apoptosis. J Ntr. 134: 31798-31808.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data hasil ekstraksi daun salam, daun jati belanda dan daun jambu biji metode refluks Sampel Daun salam Daun jambu biji Daun jati belanda
Bobot sample (g) 20,04 20,02 20,04
Bobot ekstrak (g) 4,12 4,23 3,66
Rendemen (%) 20,55 21,1 18,30
Lampiran 2 Hasil foto uji fitokimia
Uji Alkaloid
Uji Fenolik Hidrokuinon
Uji Flavonoid
Uji Tanin
Uji Triterpenoid dan Steroid
Uji Saponin
Lampiran 3 Data penentuan waktu inkubasi metode diena terkonjugasi λ 234 nm
1 0,126 0,552 0,808 0,827 0,839 0,964 0,913 0,818 0,802
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Absorbansi 2 0,133 0,506 0,862 0,871 1,084 0,984 0,936 0,917 0,896
3 0,125 0,508 1,133 1,131 1,075 0,977 0,928 0,828 0,816
Ratarata 0,096 0,522 0,934 0,943 0,999 0,975 0,926 0,854 0,838
Penentuan Waktu Inkubasi As Linoleat
0,934 0,943
Absorbansi
Hari ke-
0,999 0,975 0,926
0,854 0,838
0,522
0,096 0
2
4
6
8
10
Hari Ke
Lampiran 4 Data kurva standar metode TBA λ 532 nm
0 1,5 3 6 9 12 15 18
1 0 0,086 0,178 0,358 0,546 0,747 0,918 1,051
Absorbansi 2 0 0,089 0,180 0,357 0,542 0,735 0,917 1,091
3 0 0,079 0,171 0,355 0,499 0,722 0,919 1,090
Ratarata 0 0,085 0,176 0,357 0,529 0,735 0,918 1,077
1,200 y = 0,0607x - 0,0047 R2 = 0,9995
1,000 0,800 Absorbansi
Konsentrasi TMP
0,600 0,400 0,200 0,000 -0,200
0
5
10 Kons e ntr asi TM P
15
20
Lampiran 5 Data potensi antioksidasi ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda dengan metode TBA λ 532 nm Konsentrasi Asam Linoleat 1 Asam Linoleat 2 Asam Linoleat 3 Vitamin E 200 ppm-1 Vitamin E 200 ppm-2 Vitamin E 200 ppm-3 Ekstrak Daun Salam 100 ppm-1 Ekstrak Daun Salam 100 ppm-2 Ekstrak Daun Salam 100 ppm-3 Ekstrak Daun Salam 200 ppm-1 Ekstrak Daun Salam 200 ppm-2 Ekstrak Daun Salam 200 ppm-3 Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm-1 Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm-2 Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm-3 Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm-1 Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm-2 Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm-3 Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm-1 Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm-2 Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm-3 Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm-1 Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm-2 Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm-3
A hari ke- 0
A hari ke-6
[MDA] hari ke-0 (M)
[MDA] hari ke-6 (M)
[MDA] (M)
0,061 0,049 0,055 0,016 0,021 0,009 0,057 0,049 0,060 0,052 0,061 0,055 0,044 0,050 0,058 0,059 0,063 0,066 0,056 0,051 0,063 0,047 0,057 0,065
0,325 0,365 0,295 0,024 0,059 0,012 0,143 0,199 0,085 0,139 0,179 0,125 0,153 0,186 0,147 0,188 0,204 0,196 0,176 0,191 0,183 0,209 0,204 0,198
1,082 0,885 0,984 0,341 0,423 0,226 1,016 0,885 1,066 0,934 1,082 0,984 0,802 0,901 1,033 1,049 1,115 1,165 1,000 0,918 1,115 0,852 1,016 1,148
5,432 6,091 4,937 0,473 1,049 0,275 2,433 3,356 1,478 2,367 3,026 2,137 2,598 3,142 2,499 3,175 3,438 3,306 2,977 3,224 3,092 3,521 3,438 3,339
4,349 5,206 3,954 0,132 0,626 0,049 1,417 2,471 0,412 1,433 1,944 1,153 1,796 2,241 1,466 2,125 2,323 2,142 1,977 2,306 1,977 2,669 2,422 2,191
Rata-rata [MDA] (M)
Daya hambat oksidasi (%)
4,503
0,00
0,269
94,02
1,433
68,17
1,510
66,46
1,834
59,27
2,197
51,22
2,087
53,66
2,427
46,10
Lampiran 6 Analisis statistik potensi antioksidasi ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda dengan metode TBA λ 532 nm
Daya Hambat The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
ekstrak
5
K1 K2 P2 P3 P4
dosis
2
12
Number of Observations Read
24
Number of Observations Used
24
Keterangan: K1 = Ekstrak Asam Linoleat K2 = Ekstrak Vitamin E P2 = Ekstrak Daun Salam P3 = Ekstrak Daun Jati Belanda P4 = Ekstrak Jambu Biji Daya Hambat The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
7
14898.58157
2128.36880
21.93
<.0001
Error
16
1553.18263
97.07391
Corrected Total
23
16451.76420
Lanjutan Lampiran 6 R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.905592
17.95863
9.852610
54.86280
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
ekstrak
4
14711.28235
3677.82059
37.89
<.0001
dosis
1
149.94051
149.94051
1.54
0.2318
ekstrak*dosis
2
37.35872
18.67936
0.19
0.8268
Daya Hambat The GLM Procedure Level of ekstrak
N
respon Mean
Std Dev
K1
3
0.0000000
0.0000000
K2
3
94.0243902
6.9254980
P2
6
67.3170732
15.5488522
P3
6
49.8780488
5.9624045
P4
6
55.2439024
7.1829165
Level of dosis
N
respon Mean
Std Dev
1
12
45.2743902
29.7732732
2
12
64.4512195
20.2132579
Lanjutan Lampiran 6 Daya Hambat The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. 0.05
Alpha
16
Error Degrees of Freedom Error Mean Square
97.07391
Harmonic Mean of Cell Sizes
4.285714
Number of Means Critical Range
2
3
4
5
14.27
14.96
15.40
15.69
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
ekstrak
A
94.024
3
K2
B
67.317
6
P2
55.244
6
P4
49.878
6
P3
0.000
3
K1
B C
B
C C
D
Lampiran 7 Data hasil uji petit Ekstrak
Jumlah Koloni
Jumlah Petit
% Petit
Ekstrak Daun Salam 100 ppm-1
159
33
20,75
Ekstrak Daun Salam 100 ppm-2
347
61
17,58
Ekstrak Daun Salam 100 ppm-3
478
121
25,31
Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm-1
125
42
33,60
Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm-2
26
16
61,54
Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm-3
55
28
50,91
Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm-1
171
51
29,82
Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm-2
147
25
17,01
Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm-3
126
53
42,06
Kontrol Glukosa 100 ppm-1
201
150
74,63
Kontrol Glukosa 100 ppm-2
239
131
54,81
Kontrol Glukosa 100 ppm-3
241
148
61,41
Kontrol Aquades 100 ppm-1
195
91
46,67
Kontrol Aquades 100 ppm-2
108
59
54,63
Kontrol Aquades 100 ppm-3
38
16
42,11
Ekstrak Daun Salam 200 ppm-1
308
201
65,26
Ekstrak Daun Salam 200 ppm-2
315
169
53,65
Ekstrak Daun Salam 200 ppm-3
289
109
37,72
Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm-1
368
223
60,60
Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm-2
294
237
80,61
Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm-3
130
66
50,77
Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm-1
343
238
69,39
Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm-2
421
198
47,03
Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm-3
261
102
39,08
Kontrol Glukosa 200 ppm-1
203
108
53,20
Kontrol Glukosa 200 ppm-2
151
69
45,70
Kontrol Glukosa 200 ppm-3
103
97
94,17
Kontrol Aquades 200 ppm-1
102
42
41,18
Kontrol Aquades 200 ppm-2
64
21
32,81
Kontrol Aquades 200 ppm-3
61
19
31,15
% Rata-Rata
SD
21,22
3,89
48,68
14,10
29,63
12,53
63,62
10,09
47,80
6,34
52,21
13,83
63,99
15,21
51,83
15,71
64,36
26,09
35,05
5,37
Lampiran 8 Analisis statistik interaksi ekstrak dan dosis pada uji petit menggunakan rancangan Faktorial RAL dua faktor The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
ekstrak
5
P1 P2 P3 P4 P5
dosis
2
12
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
30
data petit The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
9
6067.597683
674.177520
3.56
0.0086
Error
20
3784.116933
189.205847
Corrected Total
29
9851.714617
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.615893
28.75353
13.75521
47.83833
Coef Var> Transformation data petit The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
ekstrak
5
P1 P2 P3 P4 P5
dosis
2
12
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
30
Lanjutan Lampiran 8 data petit The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
9
3.69699213
0.41077690
5.37
0.0009
Error
20
1.52904596
0.07645230
Corrected Total
29
5.22603809
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.707418
7.299502
0.276500
3.787931
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
ekstrak
4
1.71482500
0.42870625
5.61
0.0034
dosis
1
0.60946883
0.60946883
7.97
0.0105
ekstrak*dosis
4
1.37269830
0.34317457
4.49
0.0095
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
ekstrak
4
1.71482500
0.42870625
5.61
0.0034
dosis
1
0.60946883
0.60946883
7.97
0.0105
ekstrak*dosis
4
1.37269830
0.34317457
4.49
0.0095
Lanjutan Lampiran 8
data petit The GLM Procedure Level of ekstrak
N
respon Mean
Std Dev
P1
6
3.48696750
0.52922914
P2
6
3.99757167
0.29080830
P3
6
3.62071033
0.47380872
P4
6
4.12920583
0.26110555
P5
6
3.70519850
0.21194071
Level of dosis
N
respon Mean
Std Dev
1
15
3.64539787
0.47638448
2
15
3.93046367
0.32064431
data petit The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. 0.05
Alpha
20
Error Degrees of Freedom
0.076452
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
4
5
.3330
.3495
.3600
.3674
Lanjutan Lampiran 8 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
ekstrak
4.1292
6
P4
A
3.9976
6
P2
C
3.7052
6
P5
3.6207
6
P3
3.4870
6
P1
A A B B B
C C C C
data petit The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. 0.05
Alpha
20
Error Degrees of Freedom
0.076452
Error Mean Square
Number of Means
2 .2106
Critical Range
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
dosis
A
3.9305
15
2
B
3.6454
15
1
Lampiran 9 Analisis statistik % petit menggunakan rancangan Faktorial RAL dua faktor
data petit interaksi The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels 10
ekstrakdosis
Values P11 P12 P21 P22 P31 P32 P41 P42 P51 P52
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
30
data petit interaksi The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
9
3.69699213
0.41077690
5.37
0.0009
Error
20
1.52904596
0.07645230
Corrected Total
29
5.22603809
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.707418
7.299502
0.276500
3.787931
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
9
3.69699213
0.41077690
5.37
0.0009
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
9
3.69699213
0.41077690
5.37
0.0009
Source ekstrakdosis
Source ekstrakdosis
Lanjutan Lampiran 9 data petit interaksi The GLM Procedure Level of ekstrakdosis
N
respon Mean
Std Dev
P11
3
3.04361433
0.18255705
P12
3
3.93032067
0.27784085
P21
3
3.85474333
0.30951545
P22
3
4.14040000
0.23328963
P31
3
3.32270833
0.45713078
P32
3
3.91871233
0.29300619
P41
3
4.14466367
0.15607026
P42
3
4.11374800
0.38126829
P51
3
3.86125967
0.13115514
P52
3
3.54913733
0.14842583
data petit interaksi The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. 0.05
Alpha
20
Error Degrees of Freedom
0.076452
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
4
5
6
7
8
9
10
.4709
.4943
.5092
.5196
.5272
.5331
.5376
.5412
.5441
Lanjutan Lampiran 9 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
ekstrakdosis
4.1447
3
P41
4.1404
3
P22
4.1137
3
P42
3.9303
3
P12
3.9187
3
P32
3.8613
3
P51
A A A A A B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
3.8547
3
P21
C
3.5491
3
P52
3.3227
3
P31
3.0436
3
P11
B B
C D
C
D D
Lampiran 10 Data hasil uji viabilitas Ekstrak
Jumlah Koloni 24 jam
Jumlah Koloni 48 jam
Ekstrak Daun Salam 100 ppm-1
412
24
Ekstrak Daun Salam 100 ppm-2
458
32
Ekstrak Daun Salam 100 ppm-3
126
29
Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm-1
284
28
Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm-2
272
21
Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm-3
298
19
Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm-1
227
63
Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm-2
279
217
Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm-3
175
142
Kontrol Glukosa 100 ppm-1
105
16
Kontrol Glukosa 100 ppm-2
109
28
Kontrol Glukosa 100 ppm-3
287
23
Kontrol Aquades 100 ppm-1
186
90
Kontrol Aquades 100 ppm-2
106
58
Kontrol Aquades 100 ppm-3
40
87
Ekstrak Daun Salam 200 ppm-1
139
51
Ekstrak Daun Salam 200 ppm-2
148
66
Ekstrak Daun Salam 200 ppm-3
125
111
Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm-1
150
107
Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm-2
142
34
Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm-3
263
41
Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm-1
442
209
Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm-2
265
83
Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm-3
121
42
Kontrol Glukosa 200 ppm-1
178
138
Kontrol Glukosa 200 ppm-2
120
48
Kontrol Glukosa 200 ppm-3
119
109
Kontrol Aquades 200 ppm-1
76
61
Kontrol Aquades 200 ppm-2
56
47
Kontrol Aquades 200 ppm-3
81
58
rata-rata koloni 24 jam
rata-rata koloni 48 jam
332
28
285
23
227
141
167
22
111
78
137
76
185
61
276
111
139
98
71
55
Lampiran 11 Analisis statistik jumlah koloni pada uji viabilitas menggunakan rancangan Faktorial RAL dua faktor The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
ekstrak
5
aquades daunsala glukosa jambubij jatibela
ppm
2
100 200
Number of Observations Read
60
Number of Observations Used
60
analisis perbandingan antar ekstrak The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
10
335314.3000
33531.4300
4.94
<.0001
Error
49
332574.6833
6787.2384
Corrected Total
59
667888.9833
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.502051
62.80119
82.38470
131.1833
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
ekstrak
4
82261.2333
20565.3083
3.03
0.0261
waktu
1
229030.8167
229030.8167
33.74
<.0001
ppm
1
6222.0167
6222.0167
0.92
0.3430
ekstrak*ppm
4
17800.2333
4450.0583
0.66
0.6257
Lanjutan Lampiran 11 analisis perbandingan antar ekstrak The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. 0.05
Alpha
49
Error Degrees of Freedom
6787.238
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
4
5
67.59
71.09
73.38
75.05
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
ekstrak
188.75
12
jatibela
143.42
12
daunsala
138.25
12
jambubij
106.67
12
glukosa
78.83
12
aquades
A B
A
B
A
B
A
B B B B
Lampiran 12 Foto-foto koloni khamir pada uji petit Daun Salam 100 ppm (Media Petit)
Jambu Biji 100 ppm (Media Petit)
Jati Belanda 100 ppm (Media Petit)
Kontrol Glukosa 100 ppm (Media Petit)
Kontrol Aquades 100 ppm (Media Petit)
Lampiran 13 Foto – foto khamir pada uji viabilitas 24 jam Daun Salam 100 ppm (Media YEPD) 1
Jambu Biji 100 ppm (Media YEPD) 1
Jati Belanda 100 ppm (Media YEPD) 1
Kontrol Glukosa 100 ppm (Media YEPD) 1
Kontrol Aquades 100 ppm (Media YEPD) 1
Lampiran 14 Foto – foto khamir pada uji viabilitas 48 jam Daun Salam 100 ppm (Media YEPD) 2
Jambu Biji 100 ppm (Media YEPD) 2
Jati Belanda 100 ppm (Media YEPD) 2
Kontrol Glukosa 100 ppm (Media YEPD) 2
Kontrol Aquades 100 ppm (Media YEPD) 2
Lampiran 15 Korelasi potensi antioksidasi dengan frekuensi petit
Ekstrak Ekstrak Daun Salam 100 ppm Ekstrak Daun Salam 200 ppm Ekstrak Daun Jambu Biji 100 ppm Ekstrak Daun Jambu Biji 200 ppm Ekstrak Daun Jati Belanda 100 ppm Ekstrak Daun Jati Belanda 200 ppm
% Rataan Daya Hambat 68,17 66,46 59,27 51,22 53,66 46,10
% Rataan Petit
Correlations: %Rataan Daya Hambat; % Rataan Petit Pearson correlation of %Rataan Daya Hambat and % Rataan Petit = -0,457 P-Value = 0,363
21,75 52,21 48,68 63,99 29,63 51,83