Kemal Mahmud
Dodolnya Anak Aksel
Penerbit Nulisbuku.com
Dodolnya Anak Aksel Oleh: Kemal Mahmud Copyright © 2012 by Kemal Mahmud
Penerbit Nulisbuku.com
Desain Sampul: Nuzula Fildzah @zulazula
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
2
Ucapan Terimakasih:
Pertama-tama puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa yang memberikan hidupku sedemikian beruntungnya. Lalu aku berterima kasih kepada orangtuaku yang terus menyayangiku walaupun sering kukecewakan. Terima kasih kepada anak-anak aksel : Ammar, Fadlan, Aulia, Tommy, Ridho, Fika, Reni, Yanto, Dedeq, Cut, Fuad, Hirji, Mandala, Icha, Ryan, Novra, Asri, Uffan, Dimas, Nisa, Indra, Romi, Koko, Dara, Adib dan Te yang memberiku masa-masa SMA yang menyenangkan. Terima kasih kepada situs kemudian.com yang memberiku banyak masukan dalam menulis, walau sekarang juga tulisanku belum bagus-bagus banget. Lalu aku berterima kasih kepada mbak Zula yang bersedia membuatkan kover buku ini dengan harga cukup terjangkau. Aku berterima kasih pada Iis, anak aksel yang juga *uhuk*pacar*uhuk* dan orang yang paling mendukungku selama pembuatan buku ini.
3
Tentu saja terima kasih bagi yang sudah membeli buku ini bukannya meminjam dari teman. Hehe. Semoga buku ini tidak membuat anda kecewa. Tapi jika anda merasa begitu, lumayanlah buku ini bisa buat mukul kecoak yang masuk ke kamar. Terima kasih pokoknya deh, cup cup wau wau.
4
Sedikit Tanya-Jawab T : Apa sih aksel itu? J : Aksel itu adalah akselerasi atau program SMA 2 tahun. T : Wah, berarti kamu pintar dong bisa masuk aksel? J : Pertanyaan itu ada dua jawaban, iya dan tidak. Iya, saya memang pintar dalam tidur dan makan. Tidak, saya tidak pintar dalam pelajaran. T : Kalau gitu, kenapa bisa masuk aksel? J : Saya pun tidak tahu. Tanya saja pada celana dalam di jemuran yang bergoyang. T : Saya mulai merasa rugi membeli buku ini… J : Anda baru menyadarinya sekarang? Tunggu, itu tadi bukan pertanyaan. T : Baiklah pertanyaan terakhir, itu bukannya baju saya yang anda pakai? J : (kabur)
5
Before Aksel
Semua cerita pasti mempunyai sebuah awal kisah. Cerita Tarzan contohnya, semuanya berawal dari kapal mereka yang terkena badai, lalu orangtua Tarzan tersesat ke sebuah pulau tak berpenghuni, atau pada cerita Snow White ini adalah bagian ketika ratu yang jahat baru membeli cermin ajaib di sebuah pasar loak dengan harga sangat murah setelah mengancam akan mengambil jantung si pedagang jika tak memberinya diskon 50%. Aku pun begitu. Maksudku, bukan aku juga membeli cermin sihir dengan harga murah, tapi aku juga mempunyai cerita kenapa aku akhirnya bisa sampai masuk ke kelas akselerasi yang (seharusnya) diisi orang-orang pintar. Soalnya dari sisi manapun, pintar bukan kata yang pas untukku. Hapalanku lemah, hitung-hitungan apalagi. Ujian aja sering nyontek, dan itu tetap aja berakhir dengan nilai yang jelek. Menyontek orang yang salah kayaknya. 6
Mungkin anda terus bertanya-tanya, bagaimana mungkin anak aneh seperti aku bisa masuk ke kelas aksel yang (harusnya) diisi anak-anak pintar ber IQ diatas rata-rata, pendiam, dan memiliki kegemaran membaca buku-buku sains. Kenapa? Apakah ini tanda kiamat sudah dekat? Ada baiknya kita telusuri ulang jejak hidup tokoh kita terhina, yang tak lain aku sendiri. Aku ternyata berhasil lulus SMP lho! Kaget ya? Aku juga, apalagi tetangga sebelah. Tapi dia kaget bukan karena aku lulus SMP, tapi karena Cinta Fitri udah tamat. Waktu itu aku sekolah di SMP paling nanjak se Indonesia, yaitu SMP Negeri 7 Balikpapan. Kenapa aku bilang gitu? Karena tuh sekolah dibangun di gunung. Kalau mau ke kelas, kita harus menaiki tangga yang ajigile banyaknya. 3 tahun sekolah disitu berat badan anda dijamin berkurang. Bagi anda yang sedang diet atau ingin menguruskan badan juga boleh
7
mencoba bersekolah disitu. Maaf jadi promosi, jiwa sales keluar lagi nih. Tadinya kupikir aku dilulusin karena para guru gak tahan lagi mengajar aku, tapi ternyata aku suzanna, ah jadi malu. Aku bener-bener lulus kok. Secara legal. Dapat ijazah juga, malah sampai dicap halal sama MUI. Nilaiku, ehm, mungkin agak sulit dipercaya, total dari 3 pelajaran dapat 27, atau ratarata 9. Hebat ya, selain keren aku juga pintar (kalau mau muntah, muntah aja, aku udah duluan kok). Nah, setelah lulus SMP, maka pilihan utama akan bercabang ke dua pilihan, SMA atau SMK. Ini sempat bikin aku bingung juga. Teman-temanku ternyata malah kebanyakan lebih memilih SMK daripada SMA dengan alasan lulus SMK bisa langsung kerja tanpa kuliah dulu. Hmm masuk akal. Beberapa teman yang lain memilih masuk SMA dengan alasan masa SMA adalah masa-masa paling tepat untuk cari pacar. Hmm, masuk akal juga. Jadi pilihannya antara kerja atau pacar. Sebagai remaja
8
cowok yang sehat, tentu saja aku memilih pacar. Pertimbangan yang sia-sia menurutku karena saat SMA aku sama sekali gak punya pacar, atau lebih tepatnya gak ada satupun cewe yang rela jadi pacarku. Hanya saja setelah lulus SMP, keluargaku ternyata pindah ke Medan, kota kelahiranku. Perpisahan sama tetanggaku sangat mengharukan. Kami semua foto-foto di luar rumah, bahkan aku juga berfoto sama tukang ojek yang selama 3 tahun ini berjasa mengantarku dari rumah ke sekolah. Sialnya hari terakhir di Balikpapan malah mati lampu, dan hebatnya pertama kali sampai di Medan juga mati lampu. Aku pergi ke Medan tanpa pamit sama sekali sama temen-temen SMP-ku. Makanya mereka pada heran waktu aku bilang diriku sudah di Medan. Ratarata sedih karena gak sempat bertemu untuk terakhir kali, katanya : “Kok kamu udah di medan sih? Utangnya kan belum kamu bayar” atau “Yah kamu 9
udah di medan. Kita jadi gak bisa sekelas lagi. Kalau gini kan gak ada yang lebih bodoh dari aku.” Pertama kali di Medan, aku gak mau waktu disuruh masuk Al-Azhar. Bukan apa-apa, aku agak trauma masuk sekolah Islam. Dulu kelas 1 sampai kelas 4 aku sekolah di SD Bani Saleh Bekasi. Disitu nilaiku betul-betul parah. Pernah waktu itu aku dipanggil ke kantor karena nilai ujian mata pelajaran Fiqih berturut-turut dapat nilai 2. Sejak saat itu aku udah menetapkan dalam hati kalau gak mau lagi sekolah di sekolah Islam. Keputusanku jatuh ke SMA Negeri 2 Medan. Karena selain sekolah yang dikatakan bagus, tempatnya pun gak begitu jauh dari rumah. Abang adikku semua daftar di Al-Azhar. Cuma aku yang tampil beda. Kalau di Al-Azhar daftar pasti masuk, tapi kalau di SMA 2 harus pake seleksi berdasarkan nilai UAN SMP dulu. Aku sih pede aja, masa nilai sebagus itu gak bisa lulus sih.
10
Tapi manusia hanya bisa merencanakan, yang memutuskan adalah pemerintah daerah Medan. Aku gak lulus. Kok bisa? Aku kan sebelum makan selalu cuci tangan (gak nyambung). Lagian kok bisabisanya ada yang nilainya sampai 32? kan maksimal harusnya 30. Ternyata tanpa sepengetahuanku, ada peraturan yang bersifat dikriminasi. Nilai siswa yang berasal dari SMP Medan ditambah 3, sedangkan dari luar gak ada tambahan. Ya ampun, licik banget. Aku sakit hati, merana dan terluka (seehh). Diam-diam kunyanyikan lagu Afgan. Terlalu sadis caramu, menyingkirkan diriku, dari sekolahan ini, agar siswa lain yang masuk, tanpa peduli sakitnya aku. Huhuhuhu. Aku jadi gak doyan makan. Dulu aku makan banyak banget. Setelah kejadian menggetarkan jiwa itu, aku jadi makan dikit banget, nambahnya yang banyak.
11