KELAYAKAN USAHA BUDI DAYA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN METODE LONGLINE DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA DI PERAIRAN KARIMUNJAWA
HERYATI SETYANINGSIH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir yang berjudul: Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline dan Strategi Pengembangannya di Perairan Karimunjawa merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Juni 2011
Heryati Setyaningsih F352074045
ABSTRACT
One of Jepara regency water locations that have the potential of land resources for the development of aquaculture is Karimunjawa waters. Seaweed is the most widely cultivated in the Karimunjawa waters is Kappaphycus alvarezii, because low venture capital, high market demand, low-cost production technology, production cycle is short, post-harvest handling is easy and simple as well as market share is still open. This study aims to (1) Evaluate the feasibility of seaweed cultivation; (2) Identify factors that influence internal and external business seaweed cultivation; (3) Develop appropriate strategies in business development efforts to the cultivation of seaweed. Financial feasibility analysis results show that seaweed cultivation efforts Kappaphycus alvarezii with longline method in Karimunjawa waters financially profitable and feasible. This is indicated by a positive NPV value of 30.81 million rupiah; B/C ratio (2.69), IRR (47.58%); PBP 1.61 years; BEP 13.23 million rupiah or sales of 1,474 kg of dried seaweed. With a total score value of the internal-external matrix of 2.52 and 2.83 shows an internal and external matrix of responses given by business seaweed cultivation to the environment considered average. The combination of these two values indicates that the position of the business lies in V cells or growth strategies. The most appropriate strategies for business development is the empowerment of members and business groups to increase their business (5.83), and increased cultivation of technical skills for the improvement of product quality (5.52). These three strategies can be implemented simultaneously as mutually supporting one another.
Key words: business feasibility, development strategy, Karimunjawa, seaweed
RINGKASAN Heryati Setyaningsih. Kelayakan Usaha Budi daya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline dan Strategi Pengembangannya di Perairan Karimunjawa. Di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc. dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si. Salah satu lokasi perairan Kabupaten Jepara yang mempunyai potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan usaha budi daya perikanan adalah perairan Karimunjawa. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara melakukan berbagai upaya mengubah kebiasaan penduduk dalam mengambil dan menjual karang-karang laut dengan memperkenalkan usaha budi daya rumput laut dan sudah mulai dirintis sejak tahun 2000. Rumput laut yang paling banyak dibudi dayakan di perairan Karimunjawa adalah jenis Kappaphycus alvarezii, karena tergolong usaha rendah modal, permintaan pasar yang tinggi, teknologi produksinya murah, siklus produksi yang singkat, penanganan pasca panen mudah dan sederhana serta pangsa pasar masih terbuka. Berkaitan hal tersebut, kajian ini bertujuan untuk (1) Mengevaluasi kelayakan usaha budi daya rumput laut. (2) Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha budi daya rumput laut. (3) Menyusun strategi yang tepat dalam upaya pengembangan usaha budi daya rumput laut. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) kajian kepustakaan. (2) kajian lapangan. Pengumpulan data primer diperoleh melalui survei lapangan dengan penyebaran kuesioner dan wawancara. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen atau monografi instansi-instansi berwenang seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bappeda Kabupaten Jepara, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jepara, instansi terkait lainnya baik di tingkat kabupaten maupun provinsi dan laporan hasil studi dari berbagai lembaga/instansi yang relevan. Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa usaha budi daya rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan metode longline di perairan Karimunjawa secara finansial menguntungkan dan layak dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat bunga 14% diperoleh nilai NPV positif sebesar 30.81 juta rupiah; B/C ratio lebih dari satu (2.69); nilai IRR lebih besar dari tingkat bunga yang disyaratkan sebesar 14 % yaitu 47.58 %; PBP selama 1.61 tahun; nilai BEP 13.23 juta rupiah atau penjualan 1,474 kg rumput laut kering. Sedangkan hasil analisis sensitifitas menunjukkan bahwa usaha budi daya rumput laut akan merugikan dan tidak layak dilaksanakan apabila harga jual menurun hingga 30% (6.29 ribu rupiah/kg) atau biaya yang dikeluarkan meningkat hingga 43% (29.77 juta rupiah/tahun) atau volume produksi menurun hingga 30% (3,748 kg/tahun). Faktor strategis internal dalam pengembangan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa yang menjadi kekuatan adalah: potensi lahan budi daya rumput laut masih besar; sarana prasarana produksi mudah diperoleh; masa produksi singkat; teknik budi daya sederhana; tenaga kerja dari lingkungan sekitar. Sedangkan yang menjadi kelemahan adalah: kekurangan modal untuk pengembangan usaha; hasil produksi belum optimal; kelompok usaha kurang diberdayakan; sulit mendapatkan bibit berkualitas; pemilik usaha kurang inovatif.
Faktor strategis eksternal dalam pengembangan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa yang menjadi peluang adalah: persyaratan mutu produk yang mudah dipenuhi; permintaan rumput laut sangat besar; hubungan baik dengan suplier; citra positif rumput laut asal Karimunjawa; Kebijakan pemerintah yang mendukung usaha. Adapun yang menjadi ancaman adalah: banyak pesaing dari daerah lain; fluktuasi harga rumput laut dunia; adanya hama dan penyakit; pengaruh perubahan musim. Dengan total skor nilai pada matriks internal 2.52, usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa memiliki faktor internal yang tergolong rataan. Total skor nilai pada matriks eksternal 2.83 memperlihatkan respon yang diberikan oleh usaha budi daya rumput laut kepada lingkungan eksternal tergolong rataan. Perpaduan kedua nilai tersebut menunjukkan posisi usaha terletak pada sel V atau strategi pertumbuhan. Pemetaan posisi usaha sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi pada usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. Alternatif strategi yang dapat dilakukan yaitu: memperluas lahan usaha budi daya, mengembangkan pengolahan hasil budi daya, peningkatan keterampilan teknis budi daya untuk peningkatan mutu produk, pemberdayaan anggota dan kelompok usaha untuk meningkatkan usahanya, peningkatan akses permodalan, memperluas dan mempertahankan jaringan pemasaran, mengoptimalkan kapasitas produksi yang ada. Strategi yang paling tepat dilakukan untuk pengembangan usaha adalah pemberdayaan anggota dan kelompok usaha untuk meningkatkan usahanya (skor 5.83), memperluas lahan usaha budi daya (skor 5.65), dan peningkatan keterampilan teknis budi daya untuk peningkatan mutu produk (skor 5.52). Ketiga strategi tersebut dapat dilaksanakan bersamaan karena saling mendukung satu dengan yang lain.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KELAYAKAN USAHA BUDI DAYA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN METODE LONGLINE DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA DI PERAIRAN KARIMUNJAWA
HERYATI SETYANINGSIH
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA
Judul Tugas Akhir
Nama NIM
: Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline dan Strategi Pengembangannya di Perairan Karimunjawa : Heryati Setyaningsih : F352074045
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis MS,Dipl.Ing.DEA.
Tanggal Ujian: 07 Juni 2011
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul: Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan
Metode
Longline
dan
Strategi
Pengembangannya
di
Perairan
Karimunjawa. Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah syarat untuk memperoleh gelar magister profesional dalam program studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan tugas akhir ini, berbagai pihak telah memberikan bantuan dan masukan sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc. selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si selaku pembimbing
kedua
yang
telah
memberikan
banyak
pengetahuan
dan
bimbingannya yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tugas akhir ini serta kepada Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen penguji atas masukannya untuk perbaikan tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak, ibu, suami serta seluruh keluarga dan teman atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan penulisan ini. Akhir kata penulis menyampaikan banyak terima kasih dan semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Juni 2011
Heryati Setyaningsih F352074045
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purworejo Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 05 Juni 1977 sebagai anak ke-6 dari 8 bersaudara pasangan Bapak Paino Hadi Reksoadmodjo, BE dan Ibu Suwarni. Pada tahun 2005 penulis menikah dengan Ir. Didi Sadili. Penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan program Sarjana (S1) pada tahun 1995 di Jurusan Perikanan Program Studi Budi Daya Perairan dan lulus pada bulan Desember tahun 2000. Penulis bekerja sebagai staf di Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia mulai tahun 2001 dan sekarang di Sub Direktorat Pengawasan Usaha Budi Daya. Penulis masuk kuliah di program studi Magister Profesional Industri (MPI) IPB, angkatan X pada bulan Maret 2008. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di Sekolah Pascasarjana, penulis melaksanakan kajian yang berjudul “Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan
Metode
Longline
dan
Strategi
Pengembangannya
di
Perairan
Karimunjawa” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc. dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xiii
I
PENDAHULUAN ...…………………………………………………… 1.1 Latar Belakang .....………………………………………………. 1.2 Permasalahan ….………………………………………………... 1.3 Tujuan ..…………………………………………………………. 1.4 Manfaat ..………………………………………………………...
1 1 3 4 4
II
TINJAUAN PUSTAKA ...……………………………………………... 2.1 Potensi Sumber Daya Rumput Laut ..…………………………… 2.2 Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut ...…………………... 2.3 Metode Pengambilan Sampel …………………………………... 2.4 Analisis Kelayakan Usaha ............................…………………… 2.5 Pengembangan Usaha Budi Daya Rumput Laut ...……………… 2.6 Strategi Pengembangan Usaha Budi Daya Rumput Laut .............
5 5 6 12 12 16 17
III
METODOLOGI KAJIAN ....................................................................... 3.1 Lokasi dan Waktu ......................................................................... 3.2 Metode Penarikan Sampel ............................................................ 3.3 Sumber Data ................................................................................. 3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data......................................... 3.5 Analisis Data .................................................................................
24 24 24 24 25 26
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 4.1 Profil Usaha Budi Daya Rumput Laut .......................................... 4.2 Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut .................................. 4.3 Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ................. 4.4 Posisi Usaha Berdasarkan Matriks IE ........................................... 4.5 Rumusan Alternatif Strategi .........................................................
28 28 32 43 49 53
V
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 5.1 Simpulan ....................................................................................... 5.2 Saran .............................................................................................
60 60 61
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
62
LAMPIRAN .....................................................................................................
64
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Penilaian bobot faktor strategi internal usaha ..........................................
18
2
Penilaian bobot faktor strategi eksternal usaha ........................................
19
3
Matriks IFE ....…………………………………………………………..
19
4
Matriks EFE .................…………………………………………………
20
5
Matriks SWOT .........................................................................................
21
6
Matriks QSP .............................................................................................
23
7
Biaya investasi usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ................
39
8
Biaya operasional usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ............
40
9
Analisis sensitifitas usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa …….
42
10
Faktor strategis internal usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa ............................................................................................ 49
11
Faktor strategis eksternal usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa ............................................................................................ 51
12
Penentuan alternatif strategi terbaik usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa .............................................................................. 58
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Kerangka pemikiran kelayakan rumput laut dan strategi pengembangannya di perairan Karimunjawa …...................................... 27
2
Proses produksi rumput laut kering di perairan Karimunjawa …………
3
Usaha budi daya rumput laut dengan metode rawai …………………… 33
4
Usaha perawatan selama masa pemeliharaan .....……………………….
5
Total Skor IFE_EFE usaha budi daya rumput laut di perairan 52
30
35
Karimunjawa ........................................................................................... 6
Matriks SWOT usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa..
54
7
Produk olahan berbahan dasar rumput laut …………………………….
55
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Kuesioner kajian untuk analisis kelayakan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa …..……………………………………………………..
64
2
Kuesioner kajian untuk penilaian bobot dan rating faktor strategis internal dan eksternal …..……………………………………………….. 69
3
Profil usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ................................ 75
4
Pendapatan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ......................
76
5
Komponen biaya usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa .............
77
6
Biaya investasi usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ................. 78
7
Biaya operasional usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ............
8
Kelayakan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ........................ 80
9
Hasil analisis sensitifitas usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa..
81
10
Total skor pembobotan dan rating IFE usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ............................................................................................
86
Total skor pembobotan dan rating EFE usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ............................................................................................
87
Nilai faktor internal dan eksternal usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa …..………………………………………………………..
88
Alternatif strategi pengembangan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ............................................................................................
89
11 12 13
79
xii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah satu lokasi perairan Kabupaten Jepara yang mempunyai potensi sumber daya lahan untuk pengembangan usaha budi daya perikanan adalah perairan Karimunjawa. Perairan Karimunjawa menjadi salah satu pusat perikanan yang diandalkan oleh Kabupaten Jepara dalam pengembangan perekonomian di kawasan tersebut. Secara geografis, Karimunjawa merupakan wilayah kepulauan dengan potensi sumber daya hayati yang melimpah. Permasalahan muncul disebabkan pemanfaatan sumber daya perikanan yang cenderung berlebihan, seperti usaha penangkapan ikan terutama jenis ikan pelagis kecil, penggunaan racun potas atau sianida dan jaring yang merusak ekosistem terumbu karang. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara melakukan berbagai upaya mengubah kebiasaan penduduk dalam mengambil dan menjual karang-karang laut. Upaya tersebut adalah dengan memperkenalkan usaha budi daya rumput laut sebagai solusi mata pencarian penduduk yang tidak merusak ekosistem lingkungan dan sudah mulai dirintis sejak tahun 2000. Usaha budi daya rumput laut tergolong usaha yang padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Upaya memperkenalkan rumput laut di perairan Karimunjawa memperoleh dukungan dari lembaga pendidikan dan pelatihan terkait yang ada di Kabupaten Jepara, yaitu antara lain: Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Payau, Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai Universitas Diponegoro (LPWP-UNDIP), Fakultas Perikanan UNDIP di Teluk Aur, Akademi Perikanan Kalinyamat dan Diklat Pertambakan. Rumput laut merupakan salah satu komoditas utama perikanan budi daya yang bernilai ekonomis tinggi dengan peluang pasar yang luas, baik nasional maupun orientasi ekspor. Rumput laut dapat dibudi dayakan secara masal sehingga menjadi salah satu komoditas strategis dalam program revitalisasi perikanan yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Menurut data pada Pusdatin KKP (2009), volume produksi perikanan budi daya rumput laut
2
adalah 1,944,800 ton atau 55.07%. Produksi tersebut menduduki peringkat pertama total produksi perikanan budi daya selain produk udang, ikan mas, bandeng, nila, lele dan lainnya. Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara (2008), komoditas rumput laut Kabupaten Jepara merupakan produk unggulan sektor perikanan dan kelautan. Rumput laut mulai dibudi dayakan secara intensif tahun 2003 dan telah menjadi salah satu kekuatan baru ekonomi masyarakat Karimunjawa. Fakta bahwa jumlah penduduk sebanyak 8,687 jiwa dengan 111 RTP (Rumah Tangga Perikanan) yang melakukan usaha budi daya rumput laut. Menurut data statistik Balai Taman Nasional Karimunjawa tahun 2008, rumput laut yang ditemukan dapat tumbuh dan berkembang di perairan Karimunjawa antara lain jenis Kappaphycus sp. (Eucheuma sp.), Gracilaria sp., Gelidium sp., Hypnea sp. dan yang paling banyak dibudi dayakan di perairan Karimunjawa adalah jenis Kappaphycus sp. (Kappaphycus alvarezii). Jenis ini banyak dibudi dayakan karena tergolong usaha rendah modal, permintaan pasar yang tinggi, teknologi produksinya murah, siklus produksi yang singkat, penanganan pasca panen mudah dan sederhana serta pangsa pasar masih terbuka. Menurut Pusdatin KKP (2009), Rumput laut berguna karena ekstrak hidrokoloid yang dikandungnya banyak digunakan industri makanan, minuman, kosmetik, cat, tekstil dan industri lainnya. Hidrokoloid adalah suatu polimer larut dalam air, yang mampu membentuk koloid dan mampu mengentalkan larutan atau mampu membentuk gel dari larutan tersebut. Di dalam rumput laut terdapat nilai nutrisi yang cukup lengkap. Secara kimia rumput laut terdiri dari air (27.8%), protein (5.4%), karbohidrat (33.3%), lemak (8.6%) serat kasar (3%) dan abu (22.25%). Selain itu juga mengandung enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin (A, B, C, D, E dan K) dan makro mineral seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan selenium serta mikro mineral seperti zat besi, magnesium dan natrium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral rumput laut mencapai 10 - 20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat. Zat-zat tersebut sangat baik untuk dikonsumsi sehari-hari karena mempunyai fungsi dan peran penting untuk menjaga dan mengatur metabolisme tubuh manusia.
3
Sampai saat ini sebagian besar hasil rumput laut di Indonesia masih di ekspor dalam bentuk rumput laut kering. Dilain pihak, Indonesia masih mengimpor hasil olahan rumput laut untuk keperluan industri. Di masa mendatang rumput laut masih mempunyai prospek cerah mengingat potensi pasar dan lahan yang masih cukup luas serta usaha budi daya saat ini yang masih rendah. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa budi daya rumput laut belum berkembang dengan baik mengingat luas kawasan perairan Karimunjawa memiliki sumber daya perikanan yang besar. Kendala dalam pengembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimujawa diantaranya adalah masih terbatasnya data dan informasi mengenai ketepatan kelayakan usahanya yang dapat dijadikan acuan dalam pemanfaatan sumber daya tersebut secara optimal. Oleh karena itu, kajian kelayakan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa ini perlu dilakukan dalam membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, dan juga agar dapat dirumuskan strategi pengembangan usaha yang sesuai untuk diterapkan pembudi daya rumput laut. 1.2. Permasalahan Permintaan rumput laut dunia dinilai cukup baik dan nampaknya memiliki prospek yang cerah di masa mendatang. Potensi lahan, teknologi budi daya yang mudah, masa tanam pendek dan ketersediaan tenaga kerja setempat merupakan modal potensial bagi perkembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. Tetapi pada kenyataannya jumlah pembudi daya yang tertarik pada usaha budi daya rumput laut masih rendah. Berdasarkan latar belakang kondisi usaha tersebut, permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah: 1. Kurangnya informasi tentang usaha budi daya rumput laut. 2. Kelayakan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa yang dilakukan pembudi daya selama ini umumnya tidak direkapitulasi dengan baik sehingga hasil analisis kelayakan usahanya tidak diketahui oleh masyarakat yang belum mengenal usaha budi daya rumput laut. 3. Pembudi daya rumput laut belum mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal yang menjadi peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa untuk menentukan strategi ke depannya.
4
4. Strategi pengembangan usaha budi daya rumput laut masih kurang terencana, pengembangan usaha masih dominan dipengaruhi harga rumput laut. Strategi belum dirancang menjadi suatu struktur usaha yang dikelola berorientasi pengembangan dari hulu sampai hilir sehingga rentan terhadap perubahan ekonomi dan politik. 1.3. Tujuan 1. Mengevaluasi kelayakan usaha budi daya rumput laut. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha budi daya rumput laut. 3. Menyusun strategi yang tepat dalam upaya pengembangan usaha budi daya rumput laut. 1.4. Manfaaat Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil kajian ini adalah: 1. Sebagai bahan informasi mengenai pengelolaan dan pengembangan usaha bagi pelaku usaha budi daya, baik perorangan maupun kelompok. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi setiap orang atau kelompok usaha dalam meningkatkan usahanya. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pelaku kebijakan, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam pengembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. 4. Memberi pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal melalui usaha mikro, kecil dan menengah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Potensi Sumber Daya Rumput Laut Perairan Karimunjawa merupakan kawasan kepulauan dan memiliki daya
dukung bagi usaha budi daya rumput laut. Berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK.79/IV/Set-3/2005 tanggal 30 Juni 2005 tentang Revisi Mintakat/Zonasi Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa, zona budi daya yang diperuntukkan untuk kepentingan budi daya perikanan termasuk rumput laut seluas 788.21 hektar, meliputi perairan Pulau Karimunjawa, Pulau Kemojan, Pulau Menjangan Besar, Pulau Parang dan Pulau Nyamuk. Saat ini pemanfaatan rumput laut sangat terbatas pada jenis yang telah umum dikenal saja, yaitu jenis rumput laut Carrageenophytes, yaitu jenis rumput laut penghasil karagenan seperti Kappaphycus alvarezii, Gracilaria sp., dan Euchema spinosum. Rumput laut jenis Kappaphicus alvarezii atau dulu lebih dikenal dengan sebutan Eucheuma cottonii dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional. Ciri fisik Kappaphycus alvarezii adalah keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan (Aslan 1998). Kappaphycus alvarezii tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Sudradjat 2008). Umumnya Kappaphycus alvarezii tumbuh dengan baik di daerah pantai berkarang. Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut. Doty (1985) dalam Parenrengi et al. (2006) mengemukakan bahwa Kappaphycus sp. merupakan rumput laut yang secara luas diperdagangkan untuk keperluan industri, baik di dalam negeri maupun untuk ekspor. Oleh karena itu
6
Kappaphycus sp. paling banyak dibudi dayakan oleh masyarakat pantai. Jenis ini paling banyak diusahakan karena mengandung karagenan yang tinggi. Ismail et al. (2009) mengemukakan bahwa karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah dan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya. Karagenan mengandung minimal 18% sulfat sedang agaragar hanya mengandung sulfat 3 – 4%. Karagenan memiliki kekuatan gel serta rendeman yang tinggi. Karagenan banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan, minuman, farmasi, keramik, tekstil dan kosmetik serta digunakan sebagai bahan stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengikat dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik dan lain-lain. 2.2.
Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut Menurut Umar (1997), kelayakan usaha dimaksudkan sebagai perkiraan
tentang laba rugi yang terkait dengan pengoperasian usaha. Secara umum aspek yang dikaji dalam studi kelayakan usaha meliputi aspek seperti teknis produksi, pemasaran dan keuangan. 2.2.1. Aspek Teknis Produksi Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah makro algae yang secara alami hidup di dasar laut dan melekat pada substrat. Sebagai tumbuhan, rumput laut membutuhkan cahaya matahari dan hara (nutrien) untuk membangun biomasa melalui aktifitas fotosintesis. Oleh karena itu salah satu faktor penting untuk menunjang keberhasilan budi daya rumput laut adalah pemilihan lokasi, sehingga sering dikatakan kunci keberhasilan budi daya rumput laut terletak pada ketepatan pemilihan lokasi. Hal ini dapat dimengerti karena relatif sulit untuk membuat perlakuan tertentu terhadap kondisi ekologi perairan laut yang selalu dinamis sehingga besarnya hasil produksi rumput laut di beberapa daerah sangat bervariasi. Menurut Sudradjat (2008), penentuan lokasi harus memperhitungkan beberapa faktor penting, antara lain: (1) Terlindung dari gelombang besar dan badai, sebab rumput laut mudah patah apabila terus menerus dihantam gelombang; (2) Terlindung dari ancaman predator, seperti ikan buntal, ikan beronang, bintang laut, bulu babi, penyu dan ikan besar lainnya serta burung laut; (3)
7
Terlindung dari ancaman pencemaran seperti dekat muara sungai, buangan limbah industri, aktivitas pertanian dan limbah rumah tangga; dan (4) Terlindung dari hilir mudik lalu lintas kapal karena selain akan menimbulkan riak-riak gelombang juga buangan kapal (minyak, solar, dan lain-lain) akan mencemari area pemeliharaan. Selain faktor tersebut, ketersediaan bibit alami rumput laut, dasar perairan yang berupa pecahanpecahan karang dan pasir kasar, kedalaman sekitar 2 – 15 m, kadar garam 28 – 34 ppt dengan nilai optimum 33 ppt, kecerahan lebih dari 1.5 m (Akma et al. 2008). Metode budi daya rumput laut yang dikenal secara umum adalah: 1) metode lepas dasar yang dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir berlumpur dan terlindung dari hempasan gelombang besar; 2) metode rakit apung yang dilakukan dengan cara mengikat rumput laut pada tali dan diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu; 3) metode rawai dan dikenal dengan istilah longline yang menggunakan tali panjang yang dibentangkan; dan 4) metode jalur yang merupakan kombinasi antara metode rakit apung dengan rawai (Sudradjat 2008). Metode rawai pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak menggunakan bambu sebagai rakit, tetapi menggunakan tali plastik dan botol minuman bekas sebagai pelampungnya. Menurut Afrianto dan Evi (1993), saat ini hampir di semua perairan Indonesia cocok untuk budi daya menggunakan metode rawai dan diterapkan pembudi daya rumpul laut. Umumnya pembudi daya telah beralih dari sistem rakit ke sistem rawai yang lebih memberikan harapan peningkatan
produksi
lebih
besar.
Sistem
rawai
memungkinkan
pemanfaatan ruang lebih luas pada kedalaman yang sangat bervariasi antara 5 – 50 m. Hal ini dikuatkan oleh Anggadiredja et al. (2006), bahwa metode rawai merupakan cara yang paling banyak diminati petani rumput laut karena disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi, juga biaya yang dikeluarkan relatif murah. Keuntungan dari metode ini adalah tanaman terbebas dari hama bulu babi, pertumbuhannya lebih cepat dan lebih murah
8
ongkos materialnya. Metode ini dimasyarakatkan karena selain lebih ekonomis juga dapat diterapkan di perairan yang agak dalam. Keuntungan metode rawai antara lain: tanaman cukup menerima sinar matahari, tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas air, terbebas dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan, pertumbuhannya lebih cepat, cara kerjanya lebih mudah, biayanya lebih murah, dan kualitas rumput laut yang dihasilkan baik. Metode budi daya yang diterapkan oleh pembudi daya rumput laut di Karimunjawa dilakukan dengan penggunaan metode rawai yang telah disesuaikan dengan kondisi geografi lokasi budi daya, yaitu dengan mengikat rumput laut pada tali yang direntangkan di atas atau diantara tanaman karang. Pengelolaan budi daya rumput laut meliputi penyediaan bibit, penanganan bibit selama pengangkutan, penanaman bibit dan perawatan tanaman. Akma et al. (2008) menyebutkan bahwa bibit rumput laut dari Karimunjawa termasuk bibit unggul dan kriteria bibit yang baik adalah rumpun bercabang banyak dan rimbun, tidak terdapat bercak putih dan tidak terkelupas, warna spesifik, segar, sehat, masih muda, umur 25 – 35 hari,
memberikan
indikasi
pertumbuhan
yang
baik
dengan
laju
pertumbuhannya 3 – 5% per hari dan berat bibit 50 – 100 g per ikatan dengan jarak tanam tidak kurang dari 25 cm. Kepadatan penanaman bibit rumput laut tergantung dari jenis dan metode budi daya yang digunakan. Penanaman dilakukan segera setelah selesai pengikatan, dengan tujuan agar bibit masih segar dan tidak lama berada di darat. Menurut Sudradjat (2008), penanganan bibit selama pengangkutan juga harus dijaga. Hal ini dilakukan agar bibit tetap lembab/basah tetapi tidak sampai meneteskan air, diusahakan tidak terkena air tawar, hujan, embun, minyak dan kotoran lain karena dapat merusak bibit, tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung dan diletakkan pada daerah yang jauh dari sumber panas seperti mesin perahu/mobil. Menurut Syaputra (2005), rumput laut merupakan organisme laut yang memiliki syarat-syarat lingkungan tertentu agar dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Semakin sesuai kondisi lingkungan perairan dengan areal
9
yang akan dibudi dayakan akan semakin baik pertumbuhannya dan juga hasil yang diperoleh. Menurut DJPB KKP (2004a), kegiatan pemeliharaan meliputi: pembersihan tali dan tanaman dari kotoran, tumbuhan dan hewan pengganggu; menyulam/menyisip tanaman yang mati atau terlepas dari ikatan pada minggu pertama setelah rumput laut ditanam; mengganti tali, patok, pelampung yang lapuk/rusak; menguatkan tali ikatan dan tali jangkar yang sudah goyah; menggoyang atau membersihkan lumpur yang melekat pada tanaman dan tali; serta pemantauan pertumbuhan rumput laut secara berkala. Memelihara rumput laut berarti mengawasi terus menerus konstruksi budi daya dan tanaman. Pemeliharaan dilakukan saat ombak besar maupun saat air laut tenang. Kerusakan patok, jangkar, tali ris, tali ris utama dan pelampung disebabkan oleh ombak besar atau daya tahan rumput laut menurun sehingga harus segera diperbaiki. Bila ditunda berakibat makin banyak yang hilang sehingga kerugian semakin besar. Hama dan penyakit merupakan hal yang berbeda. Ditinjau dari definisinya, hama mencakup semua organisme yang bersifat mematikan organisme yang ditumpanginya secara langsung. Dengan demikian, selain sebagai predator, hama juga sebagai competitor di lingkungan tempatnya berada. Sedangkan penyakit dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme hidup sedangkan penyakit non infeksi disebabkan oleh faktor non hidup, seperti lingkungan, pakan, keturunan dan penanganan (Supriyadi dan Tim Lentera 2008). Menurut Sudradjat (2008), hama dalam usaha budi daya rumput laut antara lain ikan baronang, bintang laut, bulu babi dan penyu. Pengendalian hama terutama ikan dan penyu dengan cara penempatan lokasi di kawasan luas dan menghindari masa migrasi ikan tersebut. Penyakit ice-ice merupakan kendala utama budi daya rumput laut. Gejala yang terlihat antara lain perubahan warna rumput laut menjadi pucat atau tidak cerah bahkan menjadi putih dan membusuk serta pertumbuhan lambat. Penyakit tersebut terutama disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti arus, suhu dan kecerahan. Pengendaliannya dengan cara pemindahan lokasi budi daya
10
yang lebih baik kondisi airnya. Menurut DJPB KKP (2004a), pengelolaan kualitas air bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang optimal. Oleh karena itu penempatan rawai harus memperhatikan arah arus agar sirkulasi oksigen dan makanan dapat menyebar secara merata. Di samping itu perlu diperhatikan pembuangan limbah atau pencemaran rumah tangga atau industri. Mutu rumput laut tidak hanya dipengaruhi oleh teknik atau metode budi dayanya saja, pemanenan juga merupakan hal terpenting dalam menentukan mutu rumput laut seperti penentuan umur panen, cara panen dan keadaan cuaca pada saat pemanenan. Panen dapat dibedakan berdasarkan tujuannya yaitu untuk bibit dan untuk produksi. Panen untuk bibit dilakukan pada saat rumput laut berumur 25 – 35 hari dengan memperhatikan persyaratan bibit yang berkualitas baik, sedangkan panen untuk produksi dilakukan pada umur 45 hari agar kandungan karagenannya bernilai optimum (DJPB KKP 2004a). Menurut Sudradjat (2008), panen sebaiknya dilakukan pada cuaca cerah agar kualitas rumput laut yang dihasilkan lebih terjamin, sebaliknya apabila saat mendung dapat mengakibatkan fermentasi sehingga mutunya menurun. Panen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara selektif atau parsial dan secara keseluruhan. Panen secara selektif dilakukan dengan cara memotong tanaman secara langsung tanpa melepas ikatan tali ris. Keuntungan cara ini adalah penghematan tali rafia pengikat rumput laut tetapi memerlukan waktu kerja yang relatif lama. Sementara itu, cara panen keseluruhan dilakukan dengan mengangkat seluruh tanaman hasil pemeliharaan dan dibawa ke darat sehingga waktu kerja yang diperlukan relatif lebih singkat dibanding cara panen selektif. Namun untuk penanaman bibit selanjutnya harus dilakukan dari awal dengan mengikat bibit ke tali ris dan memasang kembali ke lokasi budi daya. Penanganan dan pengolahan rumput laut pada pasca panen memegang peranan yang sangat penting dalam industri rumput laut. Kegiatan pasca panen sangat menentukan mutu rumput laut kering yang dihasilkan sebagai bahan baku industri selanjutnya. Kegiatan penanganan ini harus dilakukan
11
secara seksama baik dari pemanenan, pencucian, pengeringan bahkan sampai pengepakan dan penyimpanannya. Perlakuan sebelum pengeringan dilakukan sesuai permintaan pasar, yaitu: langsung dijemur sesudah panen, terlebih dulu dicuci dengan air tawar atau dilakukan fermentasi terlebih dahulu. Penanganan hasil panen ini juga harus disesuaikan dengan kegiatan pengolahan selanjutnya. Kegiatan pengolahan ditujukan untuk menciptakan suatu produk yang lebih bernilai ekonomis daripada bahan mentahnya. Dalam arti, produk olahan apa yang akan dihasilkan dari jenis rumput laut yang dipanen. Hal ini tentu saja agar mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku sesuai dengan standar produksi industri pengolahannya dan menghasilkan produk olahan yang berkualitas baik. 2.2.2. Aspek Pasar Pemasaran menurut Kotler dan Susanto (1999), merupakan proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginannya dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang bernilai satu sama lain. Pemasaran merupakan sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang dituju untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Pemahaman konsep pemasaran mendukung manajemen perusahaan untuk mengadaptasi setiap perubahan pasar dan pesaing melalui perencanaan strategi. Menurut Kotler dan Amstrong (2001) tercapainya tujuan organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan memuaskan pelanggan secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan oleh pesaing. Aspek pemasaran meliputi kondisi permintaan, penawaran, harga, persaingan dan peluang pasar serta proyeksi pemasaran produk. 2.2.3. Aspek Keuangan Investasi membutuhkan permodalan dan besar-kecilnya modal bergantung pada skala dan luas usaha yang akan dikerjakan. Modal sebagai salah satu fungsi investasi dapat diperoleh dari pinjaman atau
12
modal sendiri. Investasi yang memberikan pengembalian modal tinggi dan jangka waktu pengembalian yang relatif pendek menjadi harapan setiap investor. Sebaliknya, jika pengembalian modal rendah apalagi jika lebih rendah dibandingkan tingkat bunga yang berlaku, investor akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Jika investor menggunakan modal pinjaman dengan pengembalian modal yang lebih rendah daripada suku bunga bank, berarti investor akan mengalami kerugian akibat membayar selisih kekurangannya. Jika ternyata proyek yang dijalankan mengalami kegagalan atau berhenti di tengah jalan, berarti kerugian yang terjadi akan lebih besar lagi. Investasi selalu membutuhkan modal yang tidak sedikit. Oleh karena itu, sebelum melakukan investasi, sudah selayaknya dilakukan analisis kelayakan usaha secara mendalam. 2.3.
Metode Pengambilan Sampel Banyak rumus pengambilan sampel penelitian yang dapat digunakan untuk
menentukan jumlah sampel penelitian. Pada prinsipnya penggunaan rumus-rumus penarikan sampel penelitian digunakan untuk mempermudah teknis penelitian. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu karena yang dipentingkan adalah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat. Untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi (Mustafa 2000). Jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10% sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100 maka jumlah sampel yang harus diambil agar hasilnya mewakili populasi yaitu paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100% (Gay dan Diehl 1992 dalam Mustafa 2000). 2.4.
Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana
manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak suatu gagasan usaha. Pengertian layak dalam
13
penelitan ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat dalam arti finansial maupun sosial benefit. Penentuan layak atau tidaknya suatu usaha adalah dengan cara membandingkan masing-masing nilai kriteria kelayakan dengan batas-batas kelayakannya (Kadariah et al. 1999). Analisis keuangan dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat lima kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Pay Back Period (PBP) dan Break Even Point (BEP). Pendekatan analisis keuangan yang digunakan, yaitu: 2.4.1. Analisis Keuntungan Komponen biaya total terdiri dari biaya variabel (biaya tidak tetap) dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang secara total berubah secara proporsional dengan perubahan aktivitas, dengan kata lain biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, akan tetapi biaya variabel per unit sifatnya konstan. Sedangkan biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas (Garrison dan Noreen 2001). π = TR – TC Keterangan: π = Keuntungan TR = penerimaan total usaha TC = biaya total usaha
2.4.2. Analisis Finansial a.
Net Present Value (NPV) Analisis aliran kas dilakukan untuk mengetahui besarnya arus kas yang
diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya. Arus penerimaan bersih sekarang (NPV) menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Notasinya sebagai berikut:
14
t n
NPV t i
( Bt Ct ) (1 i ) t
Keterangan: B = Manfaat penerimaan tiap tahun C = Biaya yang dikeluarkan tiap tahun t = Tahun kegiatan usaha (t = 1,2,...n) i = Tingkat diskon yang berlaku Kriteria NPV yaitu: NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tetapi juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian subyektif pengambilan keputusan) NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan
b.
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Menurut Gittinger (1996), Net B/C menunjukkan tingkat besarnya
tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Dapat juga dikatakan untuk mengetahui sejauh mana hasil/penerimaan yang diperoleh dari penggunaan biaya usaha selama periode tertentu. Notasinya sebagai berikut: n
Net B
C
Bt Ct
(1 i) t 0 n
t
(untuk Bt-Ct > 0)
Ci Bi
(untuk Bt-Ct < 0)
(1 i) t 0
t
Keterangan: B t = Manfaat penerimaan tahun ke-t (Rp) C t = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t (Rp) N = umur ekonomis usaha (tahun)
i = tingkat suku bunga (%) t = periode investasi (i = 1,2,...n)
Kriteria kelayakan pada metode ini adalah: Net B/C > 1, usaha dianggap layak Net B/C = 1, merupakan titik impas Net B/C < 1, usaha tidak layak.
c.
Internal Rate of Return (IRR) Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan tingkat bunga
maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha untuk sumber daya yang digunakan dan ditunjukkan dengan persentase serta menunjukkan tolok ukur keberhasilan proyek (Gittinger 1996). IRR adalah tingkat bunga
15
yang membuat arus penerimaan bersih sekarang (NPV) sama dengan nol (Kadariah et al. 1999). Notasinya sebagai berikut :
i* i
NPV1 (i2 i1 ) NPV1 NPV 2
Keterangan : NPV1 = Nilai NPV yang positif (Rp) NPV2 = Nilai NPV yang negatif (Rp) i1 = tingkat suku bunga nilai NPV yang positif (%) i2 = tingkat suku bunga nilai NPV yang negatif (%) i* = IRR (%) Kriteria IRR yaitu : IRR > tingkat suku bunga, berarti usaha layak dilaksanakan IRR < tingkat suku bunga, berarti usaha tidak layak dilaksanakan.
d.
Pay Back Period (PBP) Penghitungan PBP untuk mengetahui jumlah periode (tahun) yang
diperlukan untuk mengembalikan (menutup) ongkos investasi awal dengan tingkat pengembalian tertentu (Giyatmi et al. 2003). Perhitungan PBP ini menggunakan rasio keuntungan dan biaya dengan nilai sekarang. Jika nilai perbandingan keuntungan dengan biaya lebih besar atau sama dengan 1, proyek tersebut dapat dijalankan (Umar 1997). Notasinya sebagai berikut: PBP n
m B n 1 C n 1
Keterangan: n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt - Ct negatif terakhir m = nilai kumulatif Bt - Ct negatif terakhir Bn+1 = nilai sekarang penerimaan bruto pada tahun n + 1 Cn+1 = nilai sekarang biaya bruto tahun n + 1
e.
Break Even Point (BEP) BEP adalah suatu cara untuk dapat menetapkan tingkat produksi
dimana penjualan sama dengan biaya-biaya. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung, sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba. Jika hasil penjualan produk tidak dapat melampaui titik ini, maka proyek yang bersangkutan tidak dapat memberikan laba (Kadariah et al. 1999). Notasinya sebagai berikut:
16
BEP
Biaya Tetap Biaya Variabel 1 Total Penerimaan
2.4.3. Analisis Sensitifitas Analisis sensitifitas dilakukan untuk melihat seberapa jauh proyek dapat dilaksanakan mengikuti perubahan harga, baik biaya produksi maupun harga jual produk atau kelemahan estimasi hasil produksi. Parameter yang biasanya berubah dan perubahannya dapat mempengaruhi keputusan adalah biaya investasi, aliran kas, nilai sisa, tingkat bunga, tingkat pajak dan sebagainya. Analisis sensitifitas juga dilakukan apabila terjadi suatu kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat (Pramudya 2002). 2.5.
Pengembangan Usaha Budi Daya Rumput Laut Menurut Hubeis (2008), pengembangan usaha kecil, menengah dan
koperasi tergantung pada beberapa faktor, antara lain: (1) Kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi dijadikan kekuatan utama pengembangan ekonomi berbasis lokal; (2) Kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi dalam peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing; (3) Menghasilkan produk yang bermutu dan berorientasi pasar domestik maupun ekspor; (4) Berbasis bahan baku domestik; dan (5) Substitusi impor. Dalam pembangunan di wilayah pesisir, salah satu pengembangan kegiatan ekonomi yang sedang digalakkan pemerintah adalah pengembangan budi daya rumput laut. Melalui program ini diharapkan dapat merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah akibat meningkatnya pendapatan masyarakat setempat dan juga dapat digunakan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai (DJPB KKP 2004b). Pengembangan budi daya rumput laut merupakan salah satu alternatif pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan dalam hal: (1) produk yang dihasilkan mempunyai kegunaan yang beragam, (2) tersedianya lahan untuk budi daya yang cukup luas, serta (3) mudahnya teknologi budi daya yang diperlukan (Pusdatin KKP 2009). Menurut Sudradjat (2008), pengembangan budi daya rumput laut yang ada saat ini masih terfokus pada aspek teknis produksi dan belum banyak
17
memperhatikan aspek pemasaran dan keuangan. Budi daya laut yang berkelanjutan harus memperhatikan tahapan perencanaan meliputi tatanan praproduksi, teknik produksi, penanganan hasil, pemasaran dan keuangan. 2.6.
Strategi Pengembangan Usaha Budi Daya Rumput Laut Menurut Rangkuti (2006), organisasi bisnis apapun bahkan termasuk
organisasi masyarakat berbasis komoditi dapat dianalisis untuk mencari posisi dan titik kelebihan dan kekurangan mereka untuk mencapai tujuan yang dikehendaki bersama. David (2004) mengatakan bahwa ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam proses perumusan strategi pengembangan perusahaan, yaitu: tahap input, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Tahap input merangkum informasi-informasi yang diperlukan dalam formulasi strategi dengan melakukan identifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan dengan matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) dan External Faktor Evaluation (EFE). Tahap selanjutnya adalah analisis matriks matriks Internal-External (IE) untuk melihat kondisi dan posisi usaha saat ini. Langkah selanjutnya adalah analisis matriks Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) untuk memilih alternatif strategi yang tepat bagi usaha. Untuk mengetahui strategi yang terbaik dari alternatif strategi yang dihasilkan dengan menggunakan analisis matriks Quantitative Strategic Planning (QSP). 2.6.1. Matriks IFE dan EFE serta Matriks IE Analisis secara deskriptif dilakukan dengan menggunakan matriks IFE, EFE dan IE. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
menghadapi
lingkungan
internal
dan
eksternalnya
dengan
cara
mendapatkan angka yang menggambarkan kondisi perusahaan terhadap kondisi lingkungannya. Langkah yang ringkas dalam melakukan penilaian internal adalah dengan menggunakan matriks IFE. Sedangkan untuk mengarahkan perumusan strategi yang merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan tingkat persaingan digunakan matriks EFE (David, 2004). Menurut Rangkuti (2006) matriks IFE dan EFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah sebagai berikut:
18
1. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal, yaitu dengan mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan organisasi. Kekuatan diidentifikasi terlebih dahulu, baru kemudian perlu dikenali kelemahan organisasi. Daftar dibuat spesifik dengan menggunakan persentase, rasio atau angka perbandingan. Faktor eksternal perusahaan diidentifikasi dengan mendata semua peluang dan ancaman organisasi. Data eksternal perusahaan diperoleh dari hasil wawancara atau kuesioner dan diskusi dengan pihak manajemen perusahaan serta data penunjang lainnya. Hasil kedua identifikasi faktor-faktor diatas menjadi faktor penentu internal dan eksternal yang selanjutnya akan diberikan bobot dan rating.
2. Penentuan Bobot Setiap Peubah Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktorfaktor strategis eksternal dan internal tersebut kepada pihak manajemen atau pakar dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Untuk menentukan bobot setiap peubah digunakan skala 1, 2, dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah: (1) 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal; (2) 2 = Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal; dan (3) 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal. Bobot setiap peubah diperoleh dengan menentukan nilai rataan dari setiap peubah terhadap jumlah nilai keseluruhan peubah. Tabel 1 Penilaian bobot faktor strategi internal usaha Faktor Strategis Internal A B C D …….. Total
A
B
C
D
….
Total
19
Tabel 2 Penilaian bobot faktor strategi eksternal perusahaan Faktor Strategis Eksternal A B C D …….. Total
A
B
C
D
….
Total
3. Penentuan Peringkat (Rating) Penentuan rating dilakukan terhadap peubah-peubah hasil analisis situasi perusahaan. Hasil pembobotan dan rating dimasukkan dalam Tabel 3 dan 4. Faktor kelemahan, dimana skala 1 berarti kelemahan utama dan skala 2 berarti kelemahan kecil. Faktor kekuatan, dimana skala 3 berarti kekuatan kecil dan skala 4 berarti kekuatan utama. Selanjutnya nilai dari pembobotan dikalikan dengan nilai rataan rating pada tiap-tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Skala nilai rating yang digunakan untuk matriks IFE yaitu: 1 = kelemahan utama, 2 = kelemahan kecil, 3 = kekuatan kecil, dan 4 = kekuatan utama. Tabel 3 Matriks IFE Faktor Strategis Internal A. Kekuatan : 1.
Bobot
Rating
Skor
5. B. Kelemahan : 1. 5. Total (A+B)
Pengaruh masing-masing peubah terhadap kondisi perusahaan diukur dengan menggunakan nilai rating dengan skala 1, 2, 3 dan 4 terhadap masingmasing faktor strategis. Skala nilai rating untuk matriks EFE adalah 1 = rendah, respon kurang; 2 = rendah, respon sama dengan rata-rata; 3 = tinggi, respon diatas rata-rata; dan 4 = sangat tinggi, respon superior. Faktor ancaman merupakan kebalikan dari faktor peluang, dimana skala 1 berarti sangat tinggi, respon superior terhadap perusahaan dan skala 4 berarti rendah, respon kurang terhadap perusahaan.
20
Tabel 4 Matriks EFE Faktor Strategis Eksternal A. Peluang : 1.
Bobot
Rating
Skor
5. B. Ancaman : 1. 5. Total (A+B)
Gabungan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks IE yang berisikan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE. Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan usaha yang lebih detail. Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu: a) Strategi pertumbuhan, adalah strategi yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri; b) Strategi stabilitas, adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan; dan c) Strategi pengurangan, adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan. 2.6.2. Matriks SWOT Matriks SWOT digunakan untuk menyusun strategi perusahaan. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Analisis SWOT terdiri dari Strengths (kekuatan), yaitu sumber daya, keterampilan atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani oleh perusahaan. Kekuatan dapat terkandung dalam sumber daya keuangan, citra perusahaan, kepemimpinan pasar. Weaknees (kelemahan),
yaitu keterbatasan atau kekurangan dalam
sumber
daya,
keterampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan seperti keterampilan pemasaran dan keterikatan hubungan kerja. Opportunities (peluang) yaitu situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah
21
satu sumber peluang seperti segmen pasar yang tadinya terabaikan. Threats (ancaman) yaitu situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan, seperti masuknya pesaing baru, lambatnya pertumbuhan pasar dan sebagainya (Rangkuti 2006). Menurut Hubeis (2008), komponen analisis SWOT juga dapat diartikan sebagai: a) Kekuatan adalah sumber daya atau kapasitas perusahaan yang dapat digunakan secara efektif dalam mencapai tujuannya; b) Kelemahan adalah keterbatasan, toleransi ataupun cacat dari perusahaan yang dapat menghambat pencapaian tujuannya; c) Peluang adalah situasi mendukung dalam perusahaan yang digambarkan dari kecenderungan atau perubahan sejenis atau pandangan yang dibutuhkan untuk meningkatkan permintaan produk/jasa dan memungkinkan organisasi meningkatkan posisi melalui kegiatan suplai; dan d) Ancaman adalah situasi tidak mendukung/hambatan, kendala atau berbagai unsur eksternal lainnya dalam lingkungan perusahaan yang potensial untuk merusak strategi yang telah disusun, sehingga menimbulkan masalah, kerusakan atau kekeliruan. Penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Matriks SWOT menghasilkan 4 sel kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi W-T, dan strategi S-T, seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5 Matriks SWOT INTERNAL
EKSTERNAL
STRENGTH – S Daftar 5-10 faktor-faktor kekuatan
WEAKNESS – W Daftar 5-10 faktor-faktor kelemahan
OPPORTUNITIES – O Daftar 5-10 faktor-faktor Peluang
STRATEGI S – O Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI W – O Atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang
THREATS – T Daftar 5-10 faktor-faktor Ancaman
STRATEGI S – T Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
STRATEGI W – T Meminimalkan Kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : Analisis SWOT; Teknik Membedah Kasus Bisnis, Rangkuti (2006)
22
Terdapat 8 tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu: 1. Penentuan faktor-faktor peluang eksternal perusahaan. 2. Penentuan faktor-faktor ancaman eksternal perusahaan. 3. Penentuan faktor-faktor kekuatan internal perusahaan. 4. Penentuan faktor-faktor kelemahan internal perusahaan. 5. Penyesuaian
kekuatan
internal
dengan
peluang
eksternal
untuk
peluang
eksternal
untuk
ancaman
eksternal
untuk
mendapatkan strategi S – O. 6. Penyesuaian
kelemahan
internal
dengan
mendapatkan strategi W – O. 7. Penyesuaian
kekuatan
internal
dengan
mendapatkan strategi S – T. 8. Penyesuaian kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi W – T. 2.6.3. Matriks Quantitative Strategic Planning (QSP) Tahap terakhir dari perumusan strategi adalah tahap keputusan, dimana alat analisis yang digunakan dalam tahap ini adalah matriks QSP. Matriks ini menggunakan masukan dari tahap input dan tahap pemaduan untuk memutuskan strategi mana yang terbaik (David 2004). Matriks QSP merupakan alat yang memungkinkan
untuk
mengevaluasi
strategi
alternatif
secara
obyektif,
berdasarkan faktor-faktor sukses internal dan eksternal yang telah dikenali sebelumnya. Matriks QSP terdiri dari empat komponen, antara lain: (1) Bobot, yang diberikan sama dengan yang ada pada matriks IFE dan matriks EFE, (2) Nilai daya tarik, (3) Total nilai daya tarik, dan (4) Jumlah total nilai daya tarik. Matriks QSM dapat dilihat pada Tabel 6. Menurut David (2004) ada enam langkah yang diperlukan untuk mengembangkan matriks QSP adalah sebagai berikut: Langkah 1
: Mendaftarkan peluang atau ancaman eksternal dan kekuatan atau kelemahan internal perusahaan dalam kolom kiri matriks QSP.
Langkah 2
: Memberikan bobot untuk setiap faktor internal dan eksternal. Bobot sama dengan yang dipakai dalam matriks IFE dan EFE.
23
Langkah 3
: Memeriksa
tahap
kedua
(pemanduan)
matriks
dan
mengidentifikasi strategi alternatif yang dapat dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan. Langkah 4
: Menetapkan Nilai Daya Tarik (AS) yang menunjukkan daya tarik relatif setiap strategi dalam alternatif set tertentu. Nilai daya tarik tersebut adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, 4 = amat menarik.
Langkah 5
: Menghitung Total Nilai Daya Tarik dengan mengalikan bobot dengan nilai daya tarik.
Langkah 6
: Menghitung jumlah Total Nilai Daya Tarik. Jumlah ini mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap strategi. Semakin tinggi nilai menunjukkan strategi tersebut semakin menarik dan sebaliknya.
Tabel 6 Matriks QSP Alternatif Strategi Faktor-faktor Kunci
Bobot
Strategi 1 AS1
Peluang Ancaman Kekuatan Kelemahan Jumlah Total Nilai Daya Tarik Keterangan: AS = Nilai Daya Tarik; TAS = Total Nilai Daya Tarik.
TAS1
Strategi 2 AS2
TAS2
III. METODOLOGI KAJIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penentuan lokasi kajian secara sengaja (purposive) yaitu pada sentra budi
daya rumput laut di perairan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, dengan pertimbangan bahwa di perairan Karimunjawa merupakan lokasi budi daya rumput laut yang cukup terkenal sebagai produsen rumput laut Indonesia. Waktu kajian berlangsung selama 10 bulan dari bulan Maret sampai dengan Desember 2010. 3.2.
Metode Penarikan Sampel Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kecamatan Karimunjawa
sebanyak 111 RTP sehingga jumlah responden yang digunakan dalam kajian ini sebanyak 35 orang, yang berdomisili di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemojan. Responden terdiri dari 30 pembudi daya, 2 pedagang pengumpul dan 3 ketua kelompok usaha bersama. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode judgement sampling, yaitu memilih responden yang paling tepat untuk dimintai informasi yang dibutuhkan. Responden ditentukan berdasarkan anggapan bahwa mereka masih bisa mewakili karakteristik populasi pembudi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. 3.3.
Sumber Data Sumber data untuk kajian ini adalah data internal dan data eksternal. Data
internal berasal dari responden dan menggambarkan keadaan responden, yaitu pembudi daya, pedagang pengumpul dan ketua kelompok usaha. Data eksternal diperoleh dari luar responden, seperti pabrik penampung bahan baku rumput laut dan instansi pemerintah. Instansi pemerintah yang dilibatkan dalam pengisian kuesioner adalah pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara dan dosen Akademi Perikanan Kalinyamat Jepara yang dianggap pakar dan memiliki kapasitas sebagai pengambil keputusan dalam pengembangan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa.
25
3.4.
Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) kajian kepustakaan.
Kajian kepustakaan ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data tertentu berupa hasil kajian/penelitian, buku-buku ilmiah, surat kabar, buletin, brosur dan artikel yang merupakan sumber ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kelayakan dan strategi pengembangan usaha budi daya rumput laut Kappaphycus alvarezi di perairan Karimunjawa; (2) kajian lapangan. Kajian ini dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung pada sentra-sentra usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa. Data dan informasi yang diambil antara lain deskripsi usaha, kegiatan usaha, sejarah singkat usaha, profil pembudi daya dan pembiayaan usaha budi daya rumput laut. Data dan informasi yang dibutuhkan berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh melalui survei lapangan dan wawancara. Survei lapangan dengan penyebaran kuesioner, yang meliputi: (1) kuesioner untuk data profil dan komponen biaya usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa (Lampiran 1); (2) kuesioner untuk penilaian bobot dan rating faktor strategis internal dan eksternal (Lampiran 2). Pengumpulan data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen
atau
monografi
instansi-instansi
berwenang
seperti
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bappeda Kabupaten Jepara, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jepara, dinas dan instansi terkait lainnya baik di tingkat kabupaten maupun provinsi dan laporan hasil studi dari berbagai lembaga/instansi yang relevan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) wawancara, yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab dengan berdasarkan panduan daftar pertanyaan yang diajukan antara penulis dengan pembudi daya rumput laut, pedagang pengumpul dan ketua kelompok usaha bersama serta instansi terkait yang memiliki data yang berhubungan dengan masalah yang dikaji; (2) pengamatan, yaitu suatu pengamatan secara langsung terhadap masalah yang dikaji dan penyebaran kuesioner dengan maksud untuk memperoleh keterangan-keterangan selama kajian.
26
3.5.
Analisis Data Data yang diperoleh merupakan data kualitatif dan kuantitatif yang diolah
dengan bantuan komputer dengan aplikasi Microsoft Excel. Data disajikan dalam bentuk tabulasi untuk menyusun sasaran yang merupakan prioritas bagi pengembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. Analisis data yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis keuangan berdasarkan kriteria nilai keuntungan dan analisis finansial berdasarkan kriteria nilai NPV, B/C ratio, IRR, PBP dan BEP. Data yang dikumpulkan meliputi laporan pembiayaan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa. Data yang diperoleh membantu dasar pembuatan analisis, khususnya keuntungan yang diperoleh. Analisis hubungan dari berbagai pos dalam suatu laporan keuangan adalah merupakan dasar untuk dapat menginterprestasikan kondisi keuangan dan hasil operasional usaha. Tahap selanjutnya dilakukan análisis sensitifitas untuk mengetahui seberapa sensitif suatu keputusan terhadap perubahan faktor atau parameter yang mempengaruhi pada setiap pengambilan keputusan. Metode analisis data ini bukan merupakan solusi terbaik bagi usaha, namun dapat menjadi salah satu alternatif bagi perencanaan peningkatan usaha di masa mendatang, dengan tetap mempertahankan kondisi dan potensi yang baik serta berkesinambungan. Analisis kualitatif dilakukan dengan melakukan analisis secara deskriptif terhadap aspek teknis produksi, lingkungan pemasaran dan pengembangan usaha budi daya rumput laut. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan secara keseluruhan usaha budi daya rumput laut termasuk kondisi lingkungan internal dan eksternal yang sedang dialami oleh pembudi daya. Hasil identifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa selanjutnya dievaluasi dengan matriks IFE dan matriks EFE. Hasil evaluasi matrik IFE dan EFE selanjutnya dipetakan menurut matriks IE untuk melihat posisi usaha dalam suatu diagram. Untuk mempermudah perumusan alternatif strategi dan strategi yang paling menarik bagi pengembangan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa digunakan matriks SWOT dan matriks QSP. Adapun kerangka pemikiran analisis kelayakan usaha budi daya rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan metode longline dan strategi pengembangannya di perairan Karimunjawa dapat dilihat pada Gambar 1.
27
Data
Aspek keuangan: 1. Jumlah produksi, 2. Harga jual, 3. Biaya investasi, 4. Biaya tetap, 5. Biaya tidak tetap, 6. Laba usaha.
Identifikasi faktor internal dan eksternal: 1. Teknologi, 2. Pesaing, 3. Modal, 4. Tenaga kerja, 5. Konsumen, 6. Potensi lahan, 7. Sarana prasarana, 8. Musim, 9. Kebijakan
Gambar 1
Parameter
Target tujuan
Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Pay Back Period (PBP), Break Even Point (BEP).
Kelayakan usaha
1. Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) dan External Faktor Evaluation (EFE). 2. Matriks InternalExternal (IE). 3. Matriks Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT). 4. Matriks Quantitative Strategic Planning (QSP).
Posisi usaha berdasarkan matriks IE: Rumusan strategi
Kerangka pemikiran kelayakan usaha budi daya rumput laut dan strategi pengembangannya di Karimunjawa.
IV.
4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Usaha Budi Daya Rumput Laut Hasil kajian lapangan yang menunjukkan profil usaha budi daya rumput
laut Kappaphycus alvarezii dengan metode longline di Karimunjawa sebagaimana disajikan dalam Lampiran 3. 4.1.1. Lokasi dan riwayat usaha Lokasi usaha budi daya yang dijadikan objek kajian adalah di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemojan. Pada lokasi tersebut ditemukan paling banyak pembudi daya rumput laut. Hal ini sesuai dengan data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jepara (2008) bahwa pembudi daya rumput laut di perairan Karimunjawa sampai tahun 2009 terkonsentrasi pada tiga desa, yaitu Karimunjawa, Kemojan dan Parang. Usaha budi daya rumput laut di 3 desa tersebut mulai serentak dilaksanakan tahun 2007 dan telah menjadi salah satu kekuatan baru ekonomi masyarakat Karimunjawa. Komoditas rumput laut mulai dibudi dayakan secara intensif tahun 2003. Berdasarkan hasil wawancara, usaha budi daya telah dilaksanakan sejak tahun 2002 namun mengalami pasang surut usaha karena harga di pasaran anjlok sehingga sempat berhenti beberapa tahun dan tahun 2007 mulai serentak dilaksanakan lagi ketika terjadi lonjakan harga dan kebutuhan rumput laut dunia. Penduduk Karimunjawa berasal dari suku Jawa, Bugis, Madura dan yang bekerja di bidang perikanan sebagian besar berasal dari suku Bugis dan Madura. Hal ini menunjukkan bahwa usaha perikanan dan kelautan di Kecamatan Karimunjawa masih dikuasai oleh budaya bahari suku Bugis dan Madura. Berdasar hasil kajian, usaha budi daya rumput laut yang dijadikan sebagai pekerjaan pokok sebanyak 16 responden atau 45.71%, sedangkan pekerjaan sampingan sebanyak 19
responden atau 54.29%.
Sebagian besar pekerjaan pokok responden adalah nelayan, membuat ikan kering, bertani, beternak kambing atau sapi, membuat tempe, minyak
29
kelapa, bata merah, tukang reparasi, dan lain-lain sehingga budi daya rumput laut masih menjadi kegiatan sampingan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi sumber daya manusia dan lahan perairan di Kecamatan Karimunjawa yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan dikelilingi laut masih belum dimanfaatkan secara optimal. 4.1.2. Bibit Bibit rumput laut jenis K. alvarezii yang digunakan oleh responden di Karimunjawa
berasal
dari
Karimunjawa
sendiri,
yaitu
dari
pengembangbiakan secara vegetatif (83%), introduksi dari strain Phillipina yang berukuran lebih besar (14%) dan dari pembibit luar daerah seperti Ambon (3%). Harga bibit rumput laut di Karimunjawa sekitar Rp1,200.00 Rp1,700.00 per kg sedangkan bibit dengan kualitas baik adalah Rp3,000.00 per kg. Kualitas baik yang dimaksud adalah ukuran bibit lebih besar dan penampakan warna dan bentuknya sangat segar dibanding rata-rata bibit yang beredar. Dalam mendapatkan bahan baku/bibit, baik responden perorangan (tidak ikut kelompok usaha) maupun yang menjadi anggota kelompok usaha tidak mendapatkan kendala. Bibit diperoleh dari Karimunjawa karena jumlah penjual bibit cukup banyak sehingga ada kebebasan bagi para responden untuk membeli. Responden membeli bibit dari penjual bibit secara tunai dan sebagian lagi ada yang dengan perjanjian dibayar kemudian dengan tenggang waktu tertentu. Akan tetapi tidak ada kesepakatan untuk menjual hasil produksinya ke penjual bibit walaupun tidak menutup kemungkinan jika harganya cocok mereka juga menjual produknya ke penjual bibit. Adanya sistem pembayaran dengan tenggang waktu tersebut dimungkinkan oleh penjual bibit karena tenggang waktu yang disepakati juga tidak terlalu lama. Bibit digunakan secara terus menerus bahkan hingga 3 tahun masa usaha budi daya. 4.1.3. Hama dan penyakit Permasalahan yang ditemui dalam usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa antara lain penyakit, hama tanaman dan hama binatang. Hal itu ditunjukkan dengan 91.18% responden menyatakan bahwa sebagai penyebab kerusakan usaha adalah penyakit ice-ice, atau lebih dikenal
30
dengan penyakit putih di kalangan masyarakat Karimunjawa. Responden yang menyatakan sebagai penyebab kerusakan adalah lumut gotho atau lumut kutu sebanyak 85.29%, 2.94% responden menyatakan penyu sebagai penyebab kerusakan dan 2.94% menyebutkan ikan baronang sebagai penyebab kerusakan. 4.1.4. Penanganan hasil panen Jumlah hari tanam rumput laut di perairan Karimunjawa/umur panen pada 40 – 60 hari tanam, dengan rata-rata 47 hari tanam. Bagan alir proses produksi rumput laut kering di perairan Karimunjawa dapat dilihat pada Gambar 2.
Rumput laut basah
Penjemuran
agar
Pencucian dengan air tawar
karagenan
Pencucian dengan air laut
Penjemuran/dikering anginkan Pengayakan Pengemasan Rumput laut kering Gambar 2 Proses produksi rumput laut kering di perairan Karimunjawa.
Proses produksi rumput laut kering yang dilakukan responden adalah sebagai berikut: a. Rumput laut setelah dipanen dibersihkan dari kotoran yang menempel seperti pasir, lumut, dan lain-lain kemudidan dijemur sampai kering. b. Apabila cuaca bagus, penjemuran membutuhkan waktu 3 hari. Penjemuran menggunakan rak para-para dan rumput laut tidak
31
ditumpuk. Rumput laut yang telah kering akan keluar butir-butir garam/berwarna putih. c. Pencucian dilakukan setelah rumput laut kering. Sebagai bahan baku agar-agar, rumput laut kering dicuci dengan air tawar. Sedangkan untuk karagenan, rumput laut dicuci dengan air laut. d. Rumput laut yang sudah dicuci bersih dikeringkan lagi 1 hari. Apabila hujan turun, maka rumput laut dapat dimasukkan ke dalam ruangan untuk dikering-anginkan. e. Rumput laut yang telah mengalami pengeringan kedua diayak untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel. f. Rumput laut yang telah kering dimasukkan ke karung plastik. Apabila dipadatkan, dalam 1 karung dapat terisi 50 kg, sedangkan apabila tidak dipadatkan hanya berisi 40 kg rumput laut kering. Di bagian karung ditulis nama/jenis rumput laut, nomor karung dan berat bersih. Produksi rumput laut yang dihasilkan pembudi daya dijual dalam bentuk basah, kering tawar dan kering asin namun umumnya dijual dalam bentuk olahan kering tawar atau kering asin. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan pembudi daya tidak menjual rumput laut basah kepada pedagang pengumpul karena harga rumput laut basah sangat rendah, yaitu sekitar Rp800.00 – 1,100.00 per kg. Penjualan dalam bentuk kering asin ini walaupun harga per satuannya relatif murah namun nilai jualnya lebih baik dibanding nilai jual rumput laut kering tawar. Dari sisi pembudi daya, penjualan rumput laut kering asin atau tawar tergantung permintaan pedagang pengumpul dan persyaratannya. Pembeli rumput laut kering asin umumnya tidak memberi persyaratan yang ketat seperti kadar air dan kadar kotoran terhadap produk yang dibelinya. Produk hasil pembudi daya dibersihkan atau diolah kembali oleh pedagang pengumpul supaya persyaratan kadar air dan kadar kotoran produk terpenuhi pada saat pengiriman ke pabrik. 4.1.5. Keikutsertaan dalam kelompok usaha bersama Sebanyak 69% responden telah tergabung dalam kelompok usaha bersama dengan kelompok yang berbeda-beda. Kelompok usaha bersama
32
yang dilibatkan dalam kajian ini adalah kelompok Usaha Baru, Tropikana Gam, Suka Damai, Gon Bajak, Sukarela, Mitra Alam dan Alga Jaya. Kerjasama dilakukan oleh sesama kelompok, antar kelompok maupun dengan pedagang pengumpul. Fasilitas juga diberikan kepada unit usaha yang tergabung dalam kelompok oleh pemerintah pusat dan kabupaten, pedagang pengumpul dan kelompok itu sendiri. Selama menjadi anggota kelompok usaha bersama, pembudi daya diikutsertakan dalam kegiatan studi banding dan bekerjasama dalam hal modal, penentuan harga, pemasaran, penyediaan sarana produksi dan cara budi daya rumput laut. 4.1.6. Luasan usaha Lahan perairan yang digunakan sebagai lokasi usaha budi daya rumput laut pada kajian ini adalah rata-rata seluas 2,407 m2. Penggunaan lahan perairan di Kecamatan Karimunjawa untuk budi daya rumput laut belum dikenakan biaya sewa atau pajak lahan, sedangkan pembudi daya rumput laut yang menjadi anggota kelompok usaha dan mengelola tanaman rumput laut milik kelompok dikenakan biaya Rp30,000.00/tahun oleh pemilik usaha/ketua kelompok. Lokasi lahan perairan untuk usaha budi daya rumput laut tidak terlalu jauh dari tempat tinggal penduduk sehingga memudahkan dalam hal pemantauan. 4.2.
Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut Secara umum aspek yang dikaji dalam analisis kelayakan usaha meliputi
aspek teknis produksi, pasar dan keuangan. 4.2.1. Aspek teknis produksi Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii paling banyak dibudi dayakan di Kepulauan Karimunjawa karena secara geografis perairan di sana memiliki tingkat keterlindungan arus yang baik. Pulau-pulau kecil yang banyak terdapat di kepulauan tersebut dapat menjadi pelindung sehingga arus atau pergerakan air laut menjadi tidak terlalu kencang dan tidak mengganggu pertumbuhan rumput laut yang dibudi dayakan. Sebelum penggunaan metode rawai, pembudi daya mencoba berbagai metode lain seperti metode lepas dasar, metode rakit apung dan metode jalur. Namun pada akhirnya gagal, antara lain karena dasar perairan yang
33
tidak cocok, metode yang tidak efisien dan harga produksi mahal sehingga saat ini metode yang digunakan di perairan Karimunjawa adalah metode rawai, seperti terlihat pada Gambar 3. Proses pembuatan rawai yang dilakukan pembudi daya adalah tali nilon atau tali poly ethylen (PE) pada ujung-ujungnya diikat pada pelampung (botol plastik air minum) dan ditambatkan pada jangkar. Tiap 5 – 10 m diberi pelampung. Tanaman diikat pada tali nilon pada jarak 25 cm, satu bentang tali dengan lainnya 1 – 2 m. Panjang bentangan tali antara 100 – 125 m. Metode budi daya rawai digunakan
oleh pembudi
daya
di
perairan
Karimunjawa
karena
pembuatannya membutuhkan bahan-bahan yang mudah didapat, ringan, praktis dan biaya yang dikeluarkan lebih murah daripada metode rakit.
Gambar 3 Usaha budi daya rumput laut dengan metode rawai. Berdasarkan hasil pengolahan data lapangan, bibit rumput laut yang digunakan responden di perairan Karimunjawa dikembangbiakkan secara berulang-ulang (pola stek), bahkan sampai digunakan selama 3 tahun. Hal ini berpengaruh terhadap mutu hasil panen berikutnya karena penggunaan bibit yang sudah beberapa kali dipanen menjadi kurang produktif dalam pertumbuhan. Oleh karena itu pembudi daya perlu dibina mengenai cara berbudi daya rumput laut yang tepat, seperti pembiakan bibit melalui anakan agar mutu hasil panen berikutnya tetap stabil. Penyakit yang paling banyak ditemukan menyerang tanaman rumput laut adalah ice-ice. Penyebab penyakit ini adalah arus laut dan suhu yang berubah-ubah. Kecerahan air yang sangat tinggi dan rendahnya kelarutan
34
unsur hara nitrat dalam perairan juga merupakan penyebab munculnya penyakit tersebut. Pencegahan yang dilakukan pembudi daya di Karimunjawa antara lain dengan menggeser lokasi penanaman ke perairan yang lebih sehat kualitas airnya. Adapun rumput laut yang telah terserang penyakit ice-ice biasanya langsung dipotong pada bagian yang terserang dan rumput laut yang masih sehat segera dipanen walaupun umur tanaman kurang dari 47 hari. Apabila penyakit telah menyebar diseluruh badan tanaman, rumput laut diangkat ke daratan dan dibuang karena busuk. Hama tumbuhan yang sering mengganggu pertumbuhan rumput laut di perairan Karimunjawa adalah lumut gotho. Penyebab munculnya lumut ini adalah kualitas air yang kurang baik, seperti tidak adanya arus laut sehingga kondisi perairan statis. Hal itu memacu pertumbuhan lumut yang menempel di thallus rumput laut. Penanganan yang biasa dilakukan pembudi daya antara lain menyiangi lumut yang menempel, menggoyanggoyangkan rumput laut agar lumut yang menempel terlepas, memotong thallus rumput laut yang sudah busuk. Hama binatang yang menyerang tanaman rumput laut antara lain: ikan baronang dan penyu. Kedua binatang tersebut sangat menyukai tumbuhan laut bagi sumber makanannya. Pencegahan yang dilakukan responden dalam menghadapi hama binatang antara lain dengan melingkupi tanaman rumput laut dengan menggunakan jaring. Namun penggunaan jaring ini tidak dilakukan oleh semua responden karena pertimbangan biaya investasi. Solusi dalam penggunaan jaring untuk menghalangi hama binatang dapat juga diterapkan namun agar efisien sebaiknya pembudi daya menempatkan areal budi dayanya di lokasi yang terhindar dari jalur migrasi ikan baronang dan penyu. Hama dan penyakit pada budi daya rumput laut dapat menurunkan produksi hingga 50%. Berdasarkan pemecahan masalah hama dan penyakit yang menyerang tanaman rumput laut, diketahui bahwa pembudi daya rumput laut di perairan Karimunjawa telah mengantisipasi ancaman dalam berbudi daya dan penanganan yang dilakukan telah sesuai dengan teknik budi daya rumput laut. Berdasar hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
35
penentuan lokasi usaha budi daya merupakan salah satu faktor utama dalam keberhasilan usaha. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk melakukan penanaman, pembudi daya sebaiknya mengikuti persyaratan dalam pemilihan lokasi budi daya seperti yang telah diuraikan dalam Bab Tinjauan Pustaka. Adapun terkait dengan pengaruh perubahan musim dan keamanan lahan usaha budi daya, pembudi daya hendaknya meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan pemantauan secara terus-menerus dan bekerjasama dengan pembudi daya lain disekitarnya. Keberhasilan usaha budi daya rumput laut harus didukung usaha perawatan selama masa pemeliharaan, seperti terlihat dalam Gambar 4, bukan hanya terhadap tanaman itu sendiri tapi juga fasilitas budi daya yang digunakan. Oleh karena itu peranan pembudi daya dituntut untuk selalu mengawasi rumput laut yang dibudi dayakan sehingga kemungkinan adanya kerusakan khususnya kekuatan alam dapat diperkecil.
Gambar 4 Usaha perawatan selama masa pemeliharaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang pengumpul bahwa usaha budi daya rumput laut sangat baik untuk dikembangkan, karena dapat memberdayakan masyarakat lebih mandiri dan dapat menciptakan lapangan kerja sehingga pendapatan keluarga meningkat. Usaha budi daya rumput laut dapat memberikan alternatif usaha, baik sebagai sampingan maupun pokok berskala besar, yang sifatnya mudah, tidak memerlukan modal besar, murah dan ramah lingkungan. Semua orang dapat dengan mudah belajar
36
membudi dayakan rumput laut karena yang terpenting adalah ketekunan dan ketelitian. Berhasil tidaknya budi daya rumput laut sangat tergantung dari pengalaman masing-masing pembudi daya, disamping itu juga perlu ketekunan dan keuletan untuk mau belajar mencari upaya agar dapat meningkatkan hasil produksi sehingga hasil produksi dari musim tanam ke musim tanam berikutnya dapat mengalami peningkatan, baik mutu maupun jumlahnya. 4.2.2. Aspek pasar Hasil panen rumput laut di Karimunjawa dijual dalam bentuk rumput laut kering setelah dijemur selama 3 sampai 4 hari. Rendeman rumput laut umumnya hanya sekitar 12%. Rumput laut kering dikemas dalam karungkarung plastik untuk dijual kepada para pedagang pengumpul atau kepada koperasi yang selanjutnya dijual kepada pabrik pengolahan rumput laut di beberapa kota. Produk akhir dari hasil panen rumput laut basah adalah rumput laut kering. Pengolahan lanjutan dari rumput laut kering menjadi produk olahan seperti rumput laut kering tawar, sirup, manisan, jelly dan dodol hanya dilakukan oleh 11 responden atau 31.43%. Hasil olahan dijual di warungwarung tempat penjualan cinderamata khas Karimunjawa. Kemasan yang digunakan baru sebatas untuk melindungi produk belum sampai untuk memperbaiki penampilan produk, yaitu dengan plastik dan diberi label dari kertas yang dicetak terpisah dari plastik pembungkus. Permintaan pasar rumput laut hasil produksi perairan Karimunjawa antara lain melalui PT. Indo Carrageen yang beralamat di Jalan Veteran nomor 11 – 23 Gresik, Jawa Timur. Berapapun hasil rumput laut diterima pihak pabrik karena pabrik membutuhkan bahan baku rumput laut dalam jumlah besar, asalkan memenuhi persyaratan. PT. Indo Carrageen melakukan pembelian rumput laut dalam bentuk kering asin dengan spesifikasi kadar air 35 – 37% dan kadar kekotoran maksimal 2%. Rumput laut yang lembab dengan kadar air lebih dari 18% akan mengakibatkan rumput laut mengalami fermentasi dan menimbulkan bau yang tidak diharapkan. Mutu produk yang dihasilkan oleh pembudi daya rumput laut
37
di Karimunjawa cukup baik dengan tingkat retour (pengembalian produk rusak) oleh pabrik olahan di bawah 10%. Pada kelompok usaha sudah ada struktur organisasi yang jelas sehingga sudah ada semacam Quality Control di usaha tersebut. Hal-hal yang diperhatikan untuk mengatasi permasalahan kegagalan penjualan oleh pembudi daya adalah umur panen, cara panen serta penanganan pasca panen. Oleh karena itu pembudi daya harus melakukan langkah yang tepat dalam berbudi daya rumput laut agar hasil budi dayanya laku di pasaran. Pembudi daya yang belum bergabung dalam kelompok usaha memiliki kebebasan dalam memasarkan produknya. Produk yang dihasilkan dijual kepada pedagang pengumpul yang menawarkan harga paling tinggi. Sedangkan bagi pembudi daya yang telah tergabung dalam kelompok usaha, mereka tidak lagi memikirkan produknya dijual kemana karena ditangani oleh kelompok yang telah menjalin kerjasama dengan pedagang pengumpul atau ketua kelompok tersebut merupakan pedagang pengumpul juga. Pembayaran dilakukan di muka, artinya produk dibayar setelah produk dihitung dan diterima pedagang pengumpul. 4.2.3. Aspek keuangan a. Pendapatan Usaha budi daya rumput laut mempunyai 2 musim, yaitu musim bagus dan musim kurang bagus akibat cuaca buruk dan gelombang tinggi. Selama 1 tahun usaha budi daya rumput laut mengalami 3 kali musim bagus. Pada musim bagus, rata-rata per musim tanam menggunakan bentangan sebanyak 20 buah dengan panjang 125 m. Dengan ukuran tersebut dapat dihasilkan rumput laut basah sebanyak 14,792 kg yang kemudian diambil sebanyak 500 kg untuk dijadikan bibit pada musim tanam berikutnya. Rumput laut basah kemudian dikeringkan selama 3 sampai 4 hari menjadi 1,286 kg rumput laut kering. Harga rumput laut di tingkat pembudi daya untuk rumput laut basah adalah Rp1,059.00 per kg, sedangkan harga rumput laut kering adalah Rp9,324.00 per kg. Musim kurang bagus untuk usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa terjadi 2 kali dalam 1 tahun. Pada musim kurang bagus rata-
38
rata responden mengurangi luasan usaha budi daya. Setiap musim tanam pada saat musim kurang bagus, jumlah bentang yang digunakan rata-rata 16 buah dengan panjang bentang 100 m. Hasil produksi rumput laut basah sebanyak 7,609 kg (dikurangi 400 kg untuk bibit) dan sisanya dikeringkan menghasilkan 748 kg rumput laut kering. Harga jual rumput laut basah adalah Rp943.00 per kg sedangkan harga rumput laut kering adalah Rp8,471.00 per kg. Berdasarkan data hasil produksi dan harga jual rumput laut kering pada musim bagus (3 kali musim tanam) diperoleh perhitungan penerimaan/pendapatan sebesar 35.97 juta rupiah per tahun. Sedangkan pada musim kurang bagus (2 kali musim tanam) diperoleh 12.67 juta rupiah per tahun. Total penerimaan dari hasil usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa sebesar 48.64 juta rupiah per tahun atau 18.32 juta rupiah per musim tanam atau 4.05 juta rupiah per bulan (Lampiran 3 dan 4). b. Analisis finansial Kurangnya pengetahuan bisnis responden seperti perhitungan kelayakan usaha menjadi kendala tersendiri. Hal ini terjadi karena data produksi, pemasaran dan arus keluar masuk uang tidak tercatat dengan rapi. Dari aspek keuangan, modal yang dimiliki pembudi daya berasal dari pinjaman bank, milik sendiri, milik kelompok, bantuan dari pemerintah atau lembaga lain, hutang kepada tetangga atau hutang kepada pedagang pengumpul. Perhitungan kelayakan finansial usaha budi daya rumput laut menggunakan lima kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Pay Back Period (PBP) dan Break Event Point (BEP). Terlebih dahulu dibahas mengenai biaya investasi dan biaya operasional termasuk biaya penyusutan. Modal usaha budi daya rumput laut dijabarkan dalam komponen investasi untuk kegiatan penanaman dan kegiatan penanganan hasil panen (Lampiran 5). Kegiatan penanaman membutuhkan bahan-bahan seperti tali untuk kapling dan bentangan, tali jangkar, tali rafia, pelampung, patok kayu,
39
perahu, jangkar dan bibit rumput laut. Adapun untuk kegiatan penanganan hasil panen membutuhkan bahan-bahan seperti para-para, waring, terpal, keranjang, karung plastik, timbangan dan kalkulator. Total biaya investasi untuk usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa adalah sebesar 10.20 juta rupiah. Rincian biaya investasi usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Biaya investasi usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa Komponen Investasi Kegiatan penanaman Tali kapling/bentang 5 mm Tali jangkar 10 mm Tali rafia (pengikat rumput laut) Pelampung (botol air minum) Patok kayu Perahu Jangkar (besi 10 kg) Bibit Kegiatan penanganan panen Para-para (1 x 10) m2 Waring (1,2 x 100) m2 Terpal (2 x 100) m2 Keranjang Karung Plastik (50 kg) Timbangan Kalkulator Investasi total
Unit
Jumlah Investasi (Rp)
4 roll 9 oll 13 roll 500 buah 20 batang 1 buah 8 unit 500 kg
121,472 323,055 246,584 150,000 298,340 2,000,000 1,607,416 716,000
10 buah 1 roll 1 roll 10 buah 30 buah 1 buah 1 buah
2,612,500 350,000 400,000 750,000 102,500 475,000 50,000 10,202,367
Biaya operasional usaha budi daya rumput laut per tahun yaitu sebesar 10.61 juta rupiah atau sebesar 2.12 juta rupiah per musim tanam. Biaya operasional tersebut terdiri dari biaya tetap yaitu biaya penyusutan dan biaya tidak tetap yaitu upah tenaga kerja lepas dan penggantian pelampung (botol air minum). Rincian biaya operasional seperti tercantum pada Tabel 8. Dari
analisis
perhitungan
komponen-komponen
biaya
seperti
dicantumkan dalam Lampiran 6 dan 7 didapatkan total biaya pengeluaran yang terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional untuk produksi rumput laut per tahun adalah sebesar 20.82 juta rupiah.
40
Tabel 8 Biaya operasional usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa Jenis Biaya Biaya tetap Penyusutan Total biaya tetap Biaya tidak tetap Tenaga pengikat bibit (4 orang) Tenaga penanaman (3 orang) Tenaga pemeliharaan (1 orang) Tenaga pemanenan (3 orang) Tenaga penjemuran (1 orang) Tenaga pengangkutan (2 orang) Penggantian botol aqua (100 buah) Total biaya tidak tetap Total biaya operasional
Biaya/ Tahun (Rp) 3,037,188 3,037,188 2,400,000 641,250 2, 400,000 1,050,000 640,000 300,000 150,000 7,581,250 10,618,438
Adapun nilai kriteria kelayakan finansial usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa sebagai berikut: 1.
Net Present Value (NPV) NPV merupakan nilai sekarang dari sejumlah uang dimasa yang akan
datang dan dikonversikan kemasa sekarang dengan menggunakan tingkat bunga terpilih, atau selisih antara nilai sekarang dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan tingkat suku bunga 14% (Lampiran 8) diperoleh nilai NPV 30.81 juta rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa selama 3 tahun umur investasi mendatangkan keuntungan sebesar 30.81 juta rupiah. Akumulasi nilai NPV positif mengindikasikan bahwa usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa menguntungkan dan layak dikelola. 2.
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Perbandingan
untung
dan
biaya
dapat
ditentukan
sebagai
perbandingan nilai keuntungan ekuivalen terhadap nilai biaya ekuivalen. Berdasarkan analisis perhitungan Net B/C Ratio (Lampiran 8) diperoleh nilai Net B/C Ratio 2.69. Nilai Net B/C Ratio lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa layak dilaksanakan bila dilihat baik dari dampak sosial yang ditimbulkannya maupun dari segi finansialnya.
41
3.
Internal Rate of Return (IRR) Metode tingkat bunga pengembalian (IRR) ini digunakan untuk
mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang, atau penerimaan kas, dengan mengeluarkan investasi awal. Nilai IRR usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa dari perhitungan NPV1; DF 14% dan nilai NPV2; DF 20% (Lampiran 8) diperoleh IRR 47.58% dimana nilai ini lebih besar dari suku bunga bank komersial yang berlaku saat melakukan kajian, yaitu 14%. IRR lebih besar dari bunga bank komersial mengindikasikan bahwa usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa layak dilaksanakan. 4.
Pay Back Period (PBP) PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode)
pengembalian investasi suatu usaha. Berdasarkan analisis perhitungan, PBP usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa 1.61 tahun atau 19 bulan (Lampiran 8). Dengan biaya investasi 10.20 juta rupiah dan umur ekonomis usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa selama 3 tahun maka proyek ini dapat dikembalikan melalui arus kas selama 1.61 tahun. Nilai 1.61 tersebut lebih pendek dari jangka waktu umur ekonomis proyek investasi, hal ini mengindikasikan bahwa usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa layak dikembangkan. 5.
Break Event Point (BEP) BEP merupakan suatu gambaran kondisi produksi yang harus dicapai
untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga tidak memperoleh laba. Berdasarkan analisis perhitungan BEP (Lampiran 8) diketahui bahwa titik impas untuk usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa pada penjualan senilai 13.23 juta rupiah atau dapat juga dikatakan bahwa diperlukan penjualan sebesar 1,474 kg rumput laut kering untuk mendapatkan kondisi seimbang antara biaya dengan keuntungan.
42
c. Analisis sensitifitas Analisis sensitifitas yang dilakukan dilihat dari sejauh mana usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa layak untuk dilaksanakan, jika terjadi perubahan harga jual (P), biaya (I) atau hasil produksi (V). Asumsi yang digunakan dalam analisis sensitifitas ini adalah apabila terjadi kenaikan biaya sebesar 10% atau harga jual dan hasil produksi masingmasing mengalami penurunan 5%. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui batas-batas nilai kelayakan untuk usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa. Hasil perhitungan untuk analisis sensitifitas disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Analisis sensitifitas usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa Indikator
NPV Net B/C IRR PBP BEP BEP (Rp) Ratio (%) (tahun) (Rp) (kg) P -5% 25,664,046 2.41 45.71 1.71 13,239,813 1,551 P -30% -110,428 0.99 13.59 5.76 13,240,029 2,106 I +10% 23,591,045 2.17 43.77 1.83 14,563,792 1,621 I +43% -261,010 0.99 13.31 5.48 18,933,039 2.108 V -5% 25,664,046 2.41 45.71 1.71 13,239,800 1,474 V -30% -110,428 0.99 13.59 5.76 13,239,887 1,474 Keterangan: V = Volume Produksi; P = Harga Output/Harga Jual; I = Harga Input/Biaya.
Tabel 9 menunjukkan bahwa perubahan pada harga jual atau volume produksi sebesar 5% akan menurunkan nilai NPV sebesar 17% menjadi 25.66 juta rupiah dari kondisi normal. Pada penurunan harga jual 5% akan berakibat pada BEP atau kondisi titik impas yang dicapai pada penjualan 1,551 kg sedangkan pada penurunan volume produksi sebesar 5%, titik impas dicapai pada penjualan 1,474 kg. Faktor biaya sangat berpengaruh banyak perhitungan analisis usaha. Pada kenaikan biaya sebesar 10% akan menurunkan nilai NPV hingga 23.59 juta rupiah atau penurunan sebesar 23% dari kondisi normal. Berdasarkan perhitungan terhadap perubahan pada ketiga asumsi tersebut menunjukkan nilai perubahan yang terjadi masih dapat ditoleransi, dalam arti usaha budi daya rumput laut masih menguntungkan dan layak dilaksanakan. Dari hasil analisis lebih lanjut didapatkan nilai NPV negatif yang berarti usaha budi daya rumput laut merugikan dan tidak layak
43
dilaksanakan,
yaitu
apabila
harga
jual
menurun
hingga
30%
(Rp6,288.00/kg) atau biaya yang dikeluarkan meningkat hingga 43% (29.77 juta rupiah/tahun) atau volume produksi menurun hingga 30% (3,748 kg/tahun). Rincian perhitungan analisis sensitifitas disajikan pada Lampiran 9. 4.3.
Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
4.3.1. Kekuatan a.
Potensi lahan budi daya masih besar Budi daya rumput laut di kepulauan Karimunjawa memanfaatkan
perairan pantai dengan metode rawai. Potensi perairan keseluruhan mencapai 1.159 ha dengan tingkat pemanfaatan baru 275 ha atau 23.73%. Hal ini terlihat dari total pemanfaatan lahan untuk budi daya masih rendah sehingga lahan perairan yang dapat dimanfaatkan masih sangat besar, mencapai 884 ha atau 76.27%. Kondisi ini merupakan peluang sekaligus tantangan di masa depan dalam meningkatkan pemanfaatan lahan dan peningkatan kapasitas produksi. b.
Sarana prasarana produksi mudah diperoleh Sarana produksi utama yang dibutuhkan dalam usaha budi daya
rumput laut dengan metode rawai adalah tali, pelampung, bibit, jangkar, perahu dan patok kayu. Bibit berasal dari daerah sekitar dan kadang berasal dari anakan hasil budi daya sendiri. Tali yang digunakan untuk mengikat bibit rumput laut tahan sekitar 5 - 6 kali panen (1 tahun). Sedangkan pelampung yang digunakan adalah dari botol air minum. Patok menggunakan bambu yang diambil dari sekitar lokasi usaha. Perahu dan bahan-bahan untuk membuat jangkar diperoleh dari toko di ibu kota kecamatan Karimunjawa atau di Kabupaten Jepara. c.
Masa produksi singkat Masa produksi rumput laut dalam 1 siklus mencapai 2 bulan dari
sejak persiapan hingga pemanenan. Waktu yang singkat tersebut menjadi daya tarik yang kuat bagi penduduk Kecamatan Karimunjawa untuk membudi dayakan rumput laut.
44
d.
Teknik budi daya sederhana Rumput laut merupakan organisme yang tidak memerlukan pupuk
karena memperoleh makanan melalui aliran air yang melewatinya, atau melalui sintesa bahan makanan di sekitarnya dengan bantuan sinar matahari. Rumput laut juga tidak memerlukan obat-obatan pembasmi hama dan penyakit. Oleh karena itu budi daya rumput laut sangat mudah dipelajari karena tidak memerlukan teknologi tinggi. e.
Tenaga kerja dari lingkungan sekitar Jumlah penduduk di Kecamatan Karimunjawa tahun 2008 sebanyak
8,687 jiwa dengan jumlah pembudi daya laut mencapai 111 RTP (rumah tangga perikanan). Berdasarkan data tersebut diyakini bahwa tenaga kerja khususnya tenaga mengikat bibit dan tenaga panen sangat mudah ditemukan karena tidak memerlukan keahlian khusus. Usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa membutuhkan tenaga kerja setempat sedikitnya 1 orang dalam satu musim tanam. Rata-rata tenaga kerja pada usaha budi daya rumput laut bertempat tinggal berdekatan dengan lokasi budi daya dan memiliki kemauan bekerja. Hal ini dapat menghemat biaya karena tidak perlu mengeluarkan biaya untuk transportasi dari tempat tinggal ke lokasi usaha. Usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa yang mampu menyediakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan masyarakat, menjamin keberlanjutan peningkatan produksi rumput laut serta memberikan kontribusi nyata bagi perolehan devisa negara. 4.3.2. Kelemahan a.
Kekurangan modal untuk pengembangan usaha Kesulitan modal berupa uang menjadikan para pembudi daya
tergantung kepada pedagang pengumpul karena mereka meminjam uang kepada pedagang pengumpul sehingga sebagian hasil panen dibayar untuk menutup hutang modal usaha. Pembudi daya rumput laut belum dapat sepenuhnya terbebas dari hutang para lintah darat dan pedagang pengumpul padahal sektor perbankan sudah dilibatkan dalam pemanfaatan potensi rumput laut. Fasilitas perbankan sudah ada namun pembudi daya belum
45
memanfaatkan secara maksimal karena terbentur oleh faktor prosedural perbankan. b.
Hasil produksi belum optimal Produksi rumput laut di perairan karimunjawa belum dimanfaatkan
secara maksimal antara lain disebabkan kualitas bibit yang rendah dan jumlah bentang rumput laut yang digunakan masih sedikit, antara 16 – 20 bentang, padahal sumber daya lahan perairan yang belum dimanfaatkan masih sekitar 884 ha. c.
Kelompok usaha kurang diberdayakan Keberadaan kelompok usaha sangat penting terutama bagi pihak
pemegang kebijakan karena akses pemberdayaan masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat dan bukan perorangan. Kelompok usaha di Karimunjawa secara umum belum terbangun dengan baik di masingmasing kawasan. Keberadaan kelompok usaha dalam usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa sangat berpengaruh bagi pembudi daya karena membantu menguatkan perekonomian sehingga usaha tetap berjalan dan adanya transfer keterampilan teknis produksi dan ekonomi. Pembudi daya yang belum tergabung dalam kelompok usaha berpengaruh juga terhadap efektifitas pola pendampingan baik dari pemerintah maupun swasta. Lembaga penunjang seperti koperasi pembudi daya belum terbentuk padahal sangat penting dalam rangka membantu mempermudah para pembudi daya dan kelompok usaha untuk memperoleh akses produksi, permodalan dan akses pasar. d.
Sulit mendapatkan bibit berkualitas Penggunaan bibit unggul di awal penanaman sangat berpengaruh
terhadap mutu produk rumput laut yang dihasilkan. Investasi usaha penyedia bibit rumput laut belum berkembang secara serentak dan komersial. Pembudi daya rumput laut yang membeli bibit dari pembudi daya bibit yang ternyata merupakan pembudi daya rumput laut juga. Secara umum pembudi daya rumput laut di lokasi kajian masih menggunakan bibit rumput laut dari hasil panen sendiri (pola stek).
46
e.
Pemilik usaha kurang inovatif Hasil panen rumput laut basah hanya dikeringkan menjadi rumput laut
kering tawar dan kering asin. Tindak lanjut dari pengeringan tersebut hampir semua pembudi daya langsung dijual ke pedagang pengumpul tanpa diolah menjadi produk bernilai ekonomi lebih tinggi, padahal bahan baku rumput laut tersebut dapat diolah menjadi bernilai ekonomi tinggi, seperti agar kertas, es krim potong dan cair, sirup, manisan, tepung agar dan dodol. Mental kewirausahaan yang belum dimiliki para pemilik usaha turut mempengaruhi faktor ini dalam mengembangkan usahanya. 4.3.3. Peluang a.
Persyaratan mutu produk yang mudah dipenuhi Pabrik atau penampung bahan baku pada umumnya menampung
semua hasil produksi rumput laut dari Karimunjawa, dengan persyaratan rumput laut kering mengandung kadar air 35 – 37% dan tingkat kekotoran maksimal 2%. Untuk mendapatkan rumput laut dengan persyaratan mutu tersebut, cukup dengan penjemuran yang maksimal dan pengayakan. b.
Permintaan rumput laut sangat besar Banyaknya
permintaan
pasar
untuk
Kappaphycus
alvarezii
mengakibatkan pesatnya perkembangan budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. Permintaan rumput laut dunia untuk industri semakin meningkat dengan telah ditemukannya beberapa teknologi pengolahan dari bahan baku rumput laut. Pabrik pengolah rumput laut siap menampung berapapun jumlah rumput laut kering yang dihasilkan oleh pembudi daya dari Karimunjawa. Selain itu juga faktor Karimunjawa sebagai daerah wisata
mengakibatkan
kebutuhan
cinderamata
khas
Karimunjawa
meningkat, salah satunya produk olahan rumput laut asal Karimunjawa. Hal ini merupakan peluang usaha yang sangat besar bagi usaha budi daya rumput laut. c.
Hubungan baik dengan suplier Pemasaran rumput laut di Karimunjawa sangat mudah karena
pedagang pengumpul merupakan penduduk Karimunjawa. Hubungan baik antara pembudi daya dengan pedagang pengumpul dan pedagang
47
pengumpul dengan pabrik berpengaruh pada penentuan harga yang disepakati kedua belah pihak dan jumlah bahan baku yang dibutuhkan. Pembudi daya juga dapat membayar pinjaman modal kepada kelompok usaha atau pedagang pengumpul setelah panen. Pola kemitraan pasar yang terbentuk bersifat fleksibel sehingga masih diperlukan pendampingan guna memperkuat pola yang dibangun sehingga dapat berjalan saling menguntungkan. d.
Citra positif rumput laut asal Karimunjawa Sampai saat ini, hasil produksi rumput laut asal Karimunjawa terkenal
memiliki kandungan air, tingkat kekotoran dan rendeman yang telah disyaratkan pabrikan di tingkat dunia. Selain itu penanganan rumput laut pada saat praproduksi, produksi dan pasca produksi juga masih dalam batas wajar tanpa menggunakan bahan-bahan yang dilarang seperti pestisida, pemutih dan obat-obatan. e.
Kebijakan pemerintah yang mendukung usaha Pemerintah kabupaten Jepara telah menetapkan komoditas utama
rumput laut sebagai produk unggulan. Basis produksi rumput laut di kabupaten Jepara adalah di perairan Karimunjawa. Kementerian Kelautan dan Perikanan berkerjasama dengan pemerintah propinsi dan kabupaten mencanangkan gerakan peningkatan produksi perikanan melalui program minapolitan. Program minapolitan adalah program yang menggerakkan perekonomian dari sektor perikanan dan kelautan yang menjadi unggulan di tiap-tiap daerah. Kebijakan pemerintah ini merupakan peluang yang sangat besar bagi pengembangan usaha budi daya rumput laut. Dukungan pemerintah daerah dan pemerintah pusat sangat banyak, antara lain: pemberian bantuan modal; peningkatan kualitas sumber daya manuasia melalui bimbingan teknis; penyediaan bibit dan sarana produksi; pendampingan teknologi, penanganan penyakit, pengolahan dan pemasaran hasil produksi. Tahun 2009 pemerintah Kabupaten Jepara telah mengalokasikan kegiatan pengembangan pemasaran produk perikanan Kepulauan Karimunjawa dengan tujuan menumbuhkan mekanisme pemasaran rumput laut di Karimunjawa.
48
4.3.4. Ancaman a.
Banyak pesaing dari daerah lain Saat ini daerah penghasil rumput laut Kappaphycus alvarezii yang
sudah dikenal di Indonesia antara lain di Tambeanga dan Saponda (Sulawesi Tenggara); Takalar, Bantaeng, Janeponto, Bulukumba dan Selayar (Sulawesi Selatan); Madura; Bali; Nusa Tenggara Barat; Nusa Tenggara Timur dan Maluku. b.
Fluktuasi harga di tingkat dunia Fluktuasi harga dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Apabila
permintaan rumput laut dari luar daerah dan dari luar negeri seperti China meningkat sehingga pasokan bahan baku rumput laut seringkali mengalami kekosongan. Hal tersebut memacu fluktuasi harga rumput laut di pasaran. Sedangkan perekonomian dunia yang lesu menyebabkan daya beli rumput laut menurun dan berakibat harga rumput laut dipasaran menjadi murah. Selain itu juga orientasi ekspor masih dalam bentuk bahan baku (kering asin) menyebabkan posisi tawar rendah serta pengendali harga ditentukan oleh pabrik pengolah di luar negeri. c.
Adanya hama dan penyakit Perubahan lingkungan yang fluktuatif menyebabkan timbulnya hama
dan penyakit sehingga berpengaruh terhadap kapasitas produksi. Saat ini belum ada teknologi terhadap penanggulangan penyakit ice-ice karena kegiatan budi daya rumput laut bersifat budi daya terbuka sehingga perlakuan secara kimiawi sulit dilakukan. Lumut menyerang pada saat kondisi perairan terjadi fluktuasi suhu yang tinggi serta arus laut yang tenang. Lumut menjadi faktor kegagalan panen karena melekat kuat pada batang rumput laut sehingga sulit dibersihkan. Kondisi perairan Karimunjawa yang masih terjaga berdampak pada melimpahnya sumber daya perikanan dan kelautan, termasuk ikan baronang dan penyu yang berperan juga sebagai pemakan tanaman rumput laut. d.
Pengaruh perubahan musim Perubahan
musim
dan
pengaruh
pemanasan
global
juga
mempengaruhi pola tanam rumput laut karena kualitas perairan menurun
49
dan gelombang tinggi sehingga kurang sesuai bagi pertumbuhan rumput laut. Akibat dari perubahan musim seperti gelombang tinggi selama masa berproduksi adalah ikatan pelampung, bibit rumput laut, patok kayu dan jangkar menjadi lebih longgar apabila pada pengikatan awal kurang kuat. Ikatan yang longgar tersebut semakin lama mengakibatkan pelampung, bibit rumput laut, patok kayu dan jangkar terlepas sehingga apabila tidak dilakukan pengontrolan akan merugikan usaha. 4.4.
Posisi Usaha Berdasarkan Matriks IE
4.4.1. Matriks IFE Identifikasi terhadap faktor-faktor internal usaha berupa kekuatan dan kelemahan berpengaruh terhadap pengembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. Hasil identifikasi faktor-faktor internal didapatkan total skor pembobotan seperti tercantum dalam Lampiran 10. Dengan memasukkan hasil identifikasi kekuatan dan kelemahan sebagai faktor strategis internal, selanjutnya diberikan bobot serta rating untuk setiap faktor, maka dapat diperoleh total skor nilai seperti terlihat pada Tabel 10. Tabel 10 No 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Faktor strategis internal usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa
Faktor Internal Kekuatan: Potensi lahan budi daya masih besar Sarana prasarana produksi mudah diperoleh Masa produksi singkat Teknik budi daya sederhana Tenaga kerja dari lingkungan sekitar Kelemahan: Kekurangan modal untuk pengembangan usaha Hasil produksi belum optimal Kelompok usaha kurang diberdayakan Sulit mendapatkan bibit berkualitas Pemilik usaha kurang inovatif Jumlah
Bobot (a)
Rating (b)
Nilai (axb)
0.08 0.07 0.10 0.11 0.05
4 3 4 4 4
0.34 0.20 0.40 0.45 0.22
0.12 0.08 0.13 0.12 0.12 1.00
2 2 1 2 1
0.25 0.17 0.13 0.24 0.12 2.52
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa faktor teknik budi daya yang sederhana diakui sebagai faktor paling penting dalam kegiatan produksi dengan bobot 0.11 dan rating 4 sehingga skor nilai yang diperoleh 0.45.
50
Teknik budi daya yang sederhana merupakan kekuatan utama yang dimiliki. Faktor tersebut terkait dengan faktor masa produksi yang singkat (skor nilai 0.40). Kedua faktor tersebut dilaksanakan karena potensi lahan budi daya masih besar, yang dibuktikan dengan perolehan nilai 0.34. Penggunaan tenaga kerja dari lingkungan sekitar lokasi usaha lebih menjadi perhatian bagi kekuatan usaha dibanding sarana dan prasarana produksi yang mudah diperoleh. Hal ini dibuktikan dengan perolehan skor nilai 0.22 untuk faktor tenaga kerja dari lingkungan sekitar dan 0.20 untuk faktor sarana prasarana produksi. Tabel 10 juga menggambarkan peringat nilai dari faktor kelemahan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. Kelemahan terbesar yang terdeteksi adalah faktor pemilik usaha yang kurang inovatif, dengan skor nilai sebesar 0.12. Faktor pemilik usaha kurang inovatif merupakan faktor kelemahan
yang sangat kuat bagi
usaha
sehingga perlu
diminimalkan. Faktor kelemahan kedua dan ketiga adalah kelompok usaha kurang diberdayakan dengan skor nilai 0.13 dan hasil produksi belum optimal (skor nilai 0.17). Adapun faktor sulit mendapatkan bibit berkualitas (skor nilai 0.24) dan faktor kekurangan modal untuk pengembangan usaha (skor nilai 0.25) turut serta mempengaruhi usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. Dari hasil analisis perhitungan faktor-faktor internal didapatkan total skor nilai sebesar 2.52 (Lampiran 12). Nilai ini berada di atas nilai ratarata sebesar 2.5 yang menunjukkan posisi internal perusahaan yang cukup kuat, dimana perusahaan memiliki kemampuan diatas rata-rata dalam memanfaatkan kekuatan dan mengantisipasi kelemahan internal (David 2004). 4.4.2. Matriks External Faktor Evaluation (EFE) Hasil identifikasi faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman kemudian dilakukan pembobotan serta peringkat (rating) sebagaimana disajikan dalam Lampiran 11 dan hasil faktor strategis eksternal diperoleh hasil seperti terlihat Tabel 11.
51
Identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal usaha berupa peluang dan ancaman berpengaruh terhadap pengembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa persyaratan mutu produk yang mudah dipenuhi (skor 0.58) merupakan peluang utama dalam pengembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa dan didukung juga oleh permintaan rumput laut yang sangat besar, (skor 0.56). Skor 0.35 untuk kebijakan pemerintah yang mendukung usaha, terutama dukungan pemerintah daerah dalam membantu pembudi daya dan penyerapan tenaga kerja setempat dalam memacu produksi rumput laut di perairan Karimunjawa. Peluang dengan skor 0.33 diraih dari
citra positif rumput laut asal Karimunjawa, dan
hubungan baik antara pembudi daya dengan pedagang pengumpul atau pihak pabrik (skor 0.31). Faktor-faktor tersebut merupakan peluang yang bagus bagi pengembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa.
Tabel 11 Faktor strategis eksternal usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa No 1 2 3 4 5 1 2 3 4
Faktor Eksternal Peluang: Persyaratan mutu produk yang mudah dipenuhi Permintaan rumput laut sangat besar Hubungan baik dengan supplier Citra positif rumput laut asal Karimunjawa Kebijakan pemerintah yang mendukung usaha Ancaman: Banyak pesaing dari daerah lain Fluktuasi harga rumput laut di tingkat dunia Adanya hama dan penyakit Pengaruh perubahan musim Jumlah
Bobot (a)
Rating (b)
Nilai (axb)
0.15 0.14 0.10 0.08 0.12
4 4 3 4 3
0.58 0.56 0.31 0.33 0.35
0.10 0.10 0.13 0.08 1.00
2 2 1 2
0.19 0.21 0.13 0.15 2.83
Ancaman yang kuat bagi kelangsungan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa adalah adanya hama dan penyakit. Hal ini dibuktikan dengan perolehan rating 1 (paling rendah) dan menghasilkan skor 0.13. Faktor ancaman kedua yang membayangi usaha adalah adanya dan pengaruh perubahan musim (skor 0.15). Faktor banyaknya pesaing dari daerah lain ternyata lebih kuat dibanding faktor fluktuasi harga rumput laut
52
di tingkat dunia dengan perolehan skor nilai 0.19 dan 0.21. Fluktuasi harga di tingkat dunia menyebabkan pembudi daya enggan melanjutkan usahanya sewaktu harga rumput laut dunia sedang turun. Hasil analisis perhitungan faktor-faktor eksternal didapatkan total skor nilai sebesar 2.83 (Lampiran 12). Nilai ini berada di atas nilai ratarata sebesar 2.5 yang menunjukkan posisi eksternal perusahaan yang cukup kuat, dimana perusahaan memiliki kemampuan diatas rata-rata dalam memanfaatkan peluang dan mengantisipasi ancaman eksternal (David, 2004). 4.4.3. Matriks IE Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi usaha di tingkat pembudi daya yang lebih detail. Hasil evaluasi matriks internal selanjutnya digabungkan dengan hasil evaluasi matrik eksternal yang menghasilkan matriks IE. Dengan menggunakan Matriks IE maka posisi usaha dipetakan dalam diagram untuk mempermudah merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha bagi pembudi daya rumput laut di Karimunjawa. Penentuan posisi strategi pada matriks IE didasarkan pada hasil total nilai IFE yang diberi bobot pada sumbu x dan total nilai EFE pada sumbu y (David 2004). Nilai IFE yang diperoleh dari usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa sebesar 2.52 dan nilai EFE sebesar 2.83. Nilai tersebut dipetakan seperti dalam Gambar 5.
Total Skor IFE Rataan
Kuat 4.0
Total Skor EFE
Tinggi
3.0
2.52
Lemah
2.0
1.0
I Pertumbuhan
II Pertumbuhan
III Penciutan
IV Stabilitas
V Pertumbuhan/ Stabilitas
VI Penciutan
VII Pertumbuhan
VIII Pertumbuhan
IX Likuidasi
3.0
2.83
Rataan 2.0
Rendah 1.0
Gambar 5 Total skor IFE_EFE usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa.
53
Pemetaan posisi usaha sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi. Dengan total skor nilai pada matriks internal 2.52 maka usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa memiliki faktor internal yang tergolong sedang atau rataan. Total skor nilai matriks eksternal 2.83 memperlihatkan respon yang diberikan oleh usaha budi daya rumput laut kepada lingkungan eksternal
tergolong
rataan.
Perpaduan
dari
kedua
nilai
tersebut
menunjukkan bahwa strategi utama bagi pengembangan usaha terletak pada sel V. Sel V dikelompokkan dalam strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal, yaitu suatu kegiatan untuk memperluas usaha dengan cara membangun di lokasi yang lain dan meningkatkan jenis produk serta jasa. Strategi pertumbuhan pada sel V merupakan pertumbuhan usaha itu sendiri. Didesain untuk mencapai pertumbuhan, baik dalam penjualan, asset, profit atau kombinasi dari ketiganya. Hal ini dapat dicapai dengan cara perluasan lahan usaha, mengembangkan produk melalui proses pengolahan, menambah mutu produk atau meningkatkan akses ke pasar yang lebih luas. Berdasarkan hasil kajian, usaha yang memiliki kinerja yang baik cenderung konsentrasi agar dapat tumbuh, baik secara internal melalui sumber dayanya sendiri atau secara eksternal melalui sumber daya dari luar (Rangkuti 2006). Hasil matriks IE selanjutnya digunakan untuk merumuskan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT. 4.5.
Rumusan Alternatif Strategi Penyusunan strategi pada matriks SWOT disesuaikan dengan hasil yang
diperoleh dari matriks IE, yaitu strategi peningkatan mutu dan perluasan usaha. Hasil analisis SWOT untuk usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa seperti terlihat pada Gambar 6. 1. Memperluas lahan usaha budi daya (S1, S2, S4, S5, O1, O2, O5) Potensi lahan budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa meliputi perairan Pulau Karimunjawa, Pulau Kemojan, Pulau Menjangan Besar, Pulau Parang dan Pulau Nyamuk. Melihat potensi lahan, sumber daya manusia dan pasar masih sangat besar maka potensi sumber daya yang ada perlu diberdayakan. Berdasarkan aspek kekuatan dan peluang yang ada,
54
maka
usaha
budi
daya
rumput
laut
di
perairan
Karimunjawa
memungkinkan untuk dilakukan peningkatan produksi lebih besar daripada hasil yang saat ini sudah diraih, yaitu dengan perluasan lahan usaha.
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Peluang (O) 1. Persyaratan mutu produk yang mudah dipenuhi 2. Permintaan rumput laut sangat besar 3. Hubungan baik dengan suplier 4. Citra positif rumput laut asal Karimunjawa 5. Kebijakan pemerintah yang mendukung usaha Ancaman (T) 1. Banyak pesaing dari daerah lain 2. Fluktuasi harga rumput laut dunia 3. Adanya hama dan penyakit 4. Pengaruh perubahan musim
Kekuatan (S) 1. Potensi lahan budi daya masih besar 2. Sarana prasarana produksi mudah diperoleh 3. Masa produksi singkat 4. Teknik budi daya sederhana 5. Tenaga kerja dari lingkungan sekitar Strategi S-O 1. Memperluas lahan usaha budi daya (S1, S2, S4, S5, O1, O2, O5). 2. Mengembangkan pengolahan hasil budi daya (S2, S4, S5, O2, O4, O5). Strategi S-T Mengoptimalkan kapasitas produksi yang ada (S1, S2, S4, T4, T5).
Kelemahan (W) 1. Kekurangan modal untuk pengembangan usaha 2. Hasil produksi belum optimal 3. Kelompok usaha kurang diberdayakan 4. Sulit mendapatkan bibit berkualitas 5. Pemilik usaha kurang inovatif Strategi W-O 1. Peningkatan keterampilan teknis budi daya untuk peningkatan mutu produk (W2, W3, W4, W5, O1, O4, O5). 2. Pemberdayaan anggota dan kelompok usaha untuk meningkatkan usahanya (W3, W5, O1, O3, O5). Strategi W-T 1. Peningkatan akses permodalan (W1, W2, W3, T1, T2). 2. Memperluas dan mempertahankan jaringan pemasaran (W1, W3, T1, T2).
Gambar 6 Matriks SWOT usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa.
2. Mengembangkan pengolahan hasil budi daya (S2, S4, S5, O2, O4, O5) Dengan kekuatan yang dimiliki usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa seperti sarana prasarana produksi mudah diperoleh, teknik budi daya sederhana dan tenaga kerja dari lingkungan sekitar serta didukung oleh pangsa pasar yang masih luas dan dukungan kebijakan pemerintah maka hasil panen rumput laut yang selama ini hanya berupa rumput laut kering asin akan lebih bernilai lagi apabila dilakukan peningkatan jenis produk serta jasa seperti pengolahan rumput laut. Rumput laut kering masih merupakan bahan baku yang harus diolah lagi menjadi
55
berbagai produk olahan berbahan dasar karagenan seperti dodol, sirup, es krim, minuman jelly (Gambar 7).
Gambar 7 Produk olahan berbahan dasar rumput laut. 3. Peningkatan keterampilan teknis budi daya untuk peningkatan mutu produk (W2, W3, W4, W5, O1, O4, O5) Permasalahan yang dihadapi dalam memacu pertumbuhan rumput laut adalah karena tidak adanya bibit berkualitas. Mengingat potensi sumber daya rumput laut alam masih sangat besar di perairan Karimunjawa, maka pola perbanyakan dengan cara generatif/anakan sangat dianjurkan untuk dilakukan agar pertumbuhan rumput laut menjadi lebih cepat daripada menggunakan bibit yang sama berulang-ulang. Bimbingan dan pembinaan dari instansi terkait kepada pembudi daya rumput laut tentang aspek biologi dari produk yang dibudi dayakan serta teknik budi daya dan operasionalnya mulai dari perencanaan, proses produksi, panen dan penanganan hasil panen serta pemasaran. Kegiatan sebaiknya diikuti pembudi daya, pengolah, pedagang pengumpul, pengusaha, masyarakat dan pemerintah sebagai fasilitator perikanan. Pihak pabrik juga perlu melakukan pembinaan kepada pembudi daya sebagai penyuplai kebutuhan bahan baku sehingga mutu produk tetap terjamin. Peran lembaga penelitian juga sangat penting sebagai pengembangan dan penyalur ilmu pengembangan dan teknologi. Begitu juga peran Perguruan Tinggi diharapkan mampu meningkatkan mutu rumput laut yang dihasilkan.
56
4. Pemberdayaan
anggota
dan
kelompok
usaha
bersama
untuk
meningkatkan usahanya (W3, W5, O1, O3, O5) Salah satu kelemahan industri rumput laut adalah kelembagaan kelompok-kelompok usaha yang ada tidak berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan kurangnya pembinaan dari pemerintah, tidak adanya kepastian prospek usaha dan peraturan yang memberatkan kelompok usaha. Terkait hal tersebut maka salah satu program pemerintah yaitu pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan dilakukan sebagai upaya pembinaan dalam meningkatkan jiwa wirausaha bagi pembudi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. Pemberdayaan masyarakat melalui proses pendidikan untuk merubah pola pikir masyarakat yang awalnya menganggap budi daya rumput laut suatu usaha yang tidak memiliki prospek secara ekonomis, padahal bila dikelola dengan baik budi daya rumput laut dapat menjadi sumber pendapatan baru yang prospektif bagi masyarakat nelayan. Kebijakan, regulasi dan sistem yang ada juga perlu ditinjau kembali agar dapat memfasilitasi kepentingan pemerintah dan industri. Oleh sebab itu pemerintah baik pusat maupun daerah perlu mengaktifkan kembali kelompok-kelompok usaha dan terus melakukan pembinaan agar timbul gairah dan inisiatif untuk terus berkembang mendukung industri dalam hal penyediaan bahan baku ataupun olahan. Dengan memperkuat kelembagaan kelompok usaha secara terintegrasi maka pengembangan usaha budi daya rumput laut dapat terwujud. 5. Peningkatan akses permodalan (W1, W2, W3, T1, T2) Pembudi daya dituntut untuk meningkatkan kemampuan diri dalam menghadapi daya saing produk rumput laut yang dibudi dayakan. Pencarian sumber dana baru harus dilakukan dengan berkoordinasi dengan pemerintah ataupun pihak lain. Pemerintah telah menerapkan program peningkatan perikanan budi daya seperti bantuan permodalan usaha melalui Kredit Ketahanan Pangan (KKP), kredit Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), kredit bergulir Upaya Khusus Perikanan (UPSUS) yang bersyarat ringan dan berbunga rendah serta Program
57
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri – Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri-KP). Melalui kelompok usaha bersama, pembudi daya dapat menjalin kerjasama dengan pihak lembaga keuangan tersebut. 6. Memperluas dan mempertahankan jaringan pemasaran (W1, W3, T1, T2) Informasi yang lebih memadai mengenai potensi produk yang laku di pasaran sangat penting bagi pembudi daya. Informasi pasar yang lengkap juga akan memudahkan penentuan jaringan pemasaran yang sesuai untuk dikembangkan agar dapat menjangkau seluruh potensi pasar yang ada. Pembudi daya perlu menjalin kerjasama dengan pabrik dalam hal kelancaran pasokan bahan baku yang diperlukan industri guna mendukung kapasitas produksi. 7. Mengoptimalkan kapasitas produksi yang ada (S1, S2, S4, T4, T5) Komoditi rumput laut mampu menyokong kemandirian ekonomi bangsa apabila dapat membudi dayakan, memproduksi dan mengelola sendiri hasil rumput laut hingga dikonsumsi masyarakat Indonesia. Selain dapat mensejahterakan pembudi daya rumput laut, jika tingkat konsumsi rumput laut masyarakat sudah meningkat, lapangan kerja akan terbuka lebar di sektor industri pengolahan rumput laut. Hal ini sesuai dengan pemikiran
pihak
perusahaan/pabrik
bahwa
kedepan
direncanakan
membangun pabrik pengolah di Indonesia. Untuk memenuhi rencana tersebut, pihak perusahaan harus menguasai 20% bahan baku rumput laut di seluruh Indonesia. Dengan menguasai 20% bahan baku rumput laut di Indonesia, maka pengendalian harga tidak tergantung pada pabrik pengolah di China, namun dapat mengendalikan stabilitas harga di dalam negeri yang berpengaruh terhadap peningkatan posisi tawar pembudi daya. Peningkatan kapasitas produksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: (a) Meningkatkan mutu produksi, (b) Memunculkan ciri khas produk untuk mengantisipasi persaingan usaha, (c) Untuk menghindari kerusakan fisik sarana budi daya dan tanaman rumput laut, maka pemilihan lokasi terlindung dari dari arus besar dan sebaiknya tidak menimbulkan
58
konflik kepentingan, baik dengan peraturan perundangan yang ada maupun dengan masyarakat perikanan. Aktifitas masyarakat perikanan seperti penangkapan ikan, pemasangan bubu, bagan, dan lain-lain. Sedangkan aspek peraturan perundangan adalah adanya kawasan konservasi, dimana sebagian perairan Karimunjawa merupakan kawasan Taman Nasional Karimunjawa; dan (d) Upaya pengamanan baik secara perorangan maupun kelompok harus dilakukan dalam menghindari pencurian, bukan hanya terhadap tanaman itu sendiri tapi juga fasilitas budi daya yang digunakan.
Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi yang dapat diterapkan oleh pembudi daya, selanjutnya dilakukan pemilihan alternatif strategi yang paling menarik untuk diimplementasikan dengan menggunakan matriks QSP. Strategi yang terpilih untuk diimplementasikan adalah berdasarkan hasil perhitungan analisis QSP sebagaimana tercantum dalam Lampiran 13. Adapun hasil penentuan alternatif strategi terbaik usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa dapat dilihat Tabel 12.
Tabel 12 Penentuan alternatif strategi terbaik usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa Alternatif Strategi Strategi S-O Memperluas lahan usaha budi daya.
Keterkaitan
Bobot
Peringkat
S1, S2, S4, S5, O1, O2, O5
5.65
II
Mengembangkan pengolahan hasil budi daya.
S2, S4, S5, O2, O4, O5
5.17
IV
Strategi W-O Peningkatan keterampilan teknis budi daya untuk peningkatan mutu produk.
W2, W3, W4, W5, O1, O4, O5
5.52
III
W3, W5, O1, O3, O5
5.83
I
W1, W2, W3, T1, T2
4.33
VI
W1, W3, T1, T2
4.12
VII
S1, S2, S4, T4, T5
4.59
V
Pemberdayaan anggota dan kelompok usaha untuk meningkatkan usahanya. Strategi W-T Peningkatan akses permodalan. Memperluas dan mempertahankan jaringan pemasaran. Strategi S-T Mengoptimalkan kapasitas produksi yang ada.
59
Berdasarkan
analisis
tersebut,
strategi
yang
paling
tepat
untuk
pengembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa adalah pemberdayaan anggota dan kelompok usaha bersama untuk meningkatkan usahanya (skor 5.83), memperluas lahan usaha budi daya (skor 5.65) dan peningkatan keterampilan teknis budi daya untuk peningkatan mutu produk, dengan mempertahankan komitmen manajemen terhadap mutu produk dan mensosialisasikannya kepada seluruh pembudi daya (skor 5.52). Ketiga strategi tersebut dapat dilaksanakan secara bersamaan karena saling mendukung satu dengan yang lainnya.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Simpulan Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa usaha budi daya
rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan metode longline di perairan Karimunjawa secara finansial menguntungkan dan layak dilaksanakan, namun keuntungan yang diperoleh belum cukup untuk pengembangan usaha. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat suku bunga 14% diperoleh nilai NPV positif sebesar 30.81 juta rupiah; B/C ratio > 1 (2.69); nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang disyaratkan sebesar 14% yaitu 47.58%; PBP selama 1.61 tahun (sekitar 19 bulan); nilai BEP diperoleh pada 13.23 juta rupiah atau penjualan sebanyak 1,474 kg rumput laut kering. Sedangkan hasil analisis sensitifitas menunjukkan bahwa usaha budi daya rumput laut akan merugikan dan tidak layak dilaksanakan apabila harga jual menurun hingga 30% (6.29 ribu rupiah/kg) atau biaya yang dikeluarkan meningkat hingga 43% (29.77 juta rupiah/tahun) atau volume produksi menurun hingga 30% (3,748 kg/tahun). Hasil identifikasi faktor internal terdapat lima kekuatan dan lima kelemahan, sementara pada faktor lingkungan eksternal terdapat lima peluang dan empat ancaman. Perpaduan Nilai IFE sebesar 2.52 dan nilai EFE sebesar 2.83 dalam matriks IE menunjukkan bahwa posisi usaha terletak pada sel V, yaitu sel pertumbuhan. Strategi pengembangan usaha budi daya rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan metode longline di perairan Karimunjawa yang paling tepat dilakukan adalah pemberdayaan anggota dan kelompok usaha bersama untuk meningkatkan usahanya (skor 5.83), memperluas lahan usaha budi daya (skor nilai 5.65), dan peningkatan keterampilan teknis budi daya untuk peningkatan mutu produk (skor nilai 5.52). Ketiga strategi tersebut dapat dilaksanakan secara bersamaan karena saling mendukung satu dengan yang lain.
61
5.2.
Saran Pemerintah perlu memfasilitasi pembentukan koperasi yang khusus
memfasilitasi kebutuhan usaha budi daya rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan metode longline di perairan Karimunjawa. Hal tersebut dapat diimplementasikan kepada kelompok usaha, dengan membantu mendapatkan akses produksi seperti penyediaan kebun bibit rumput laut, pelatihan teknis budi daya rumput laut supaya produk yang dihasilkan berkualitas dan akses pemodalan sehingga produktivitas dan kapasitas usaha dapat ditingkatkan. Langkah selanjutnya setelah terbentuknya koperasi adalah perlunya memaksimalkan
peran
pendampingan
dalam
bentuk
kemandirian
kelembagaan kelompok usaha serta kelembagaan penunjang lainnya.
dan
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto E dan Evi L. 1993. Budidaya Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta Akma, Sugeng R, Ilham. 2008. Teknologi Manajemen Budidaya Rumput Laut (Kapphaphycus alvarezii). Takalar Anggadiredja JT, A Zatnika, H Purwoto, S. Istini. 2006. Rumput Laut: Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta. 147hal Aslan LM. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius. 97hal Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara. 2008. Jepara dalam Angka. Jepara Balai Taman Nasional Karimunjawa. 2008. Statistik Balai Taman Nasional Karimunjawa tahun 2008. Semarang David FR. 2004. Konsep Manajemen Strategis. Penerjemah: Hamdy Hadi. Edisi VII. Prenhallindo, Jakarta. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara. 2008. Buku Saku. Jepara (DJPB KKP) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2004a. Pedoman Umum Budidaya Rumput Laut di Laut. Jakarta (DJPB KKP) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2004b. Strategi Pengembangan Potensi Rumput Laut Nasional untuk Mendukung Usaha Pembudidayaan dan Pengolahan Hasil Rumput Laut. Jakarta (DJPHKA) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Keputusan Nomor: SK.79/IV/Set-3/2005 tanggal 30 Juni 2005 tentang Revisi Mintakat/Zonasi Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa. Jakarta Garrison RH dan EW Noreen. 2001. Jakarta
Akutansi Manajerial. Salemba Empat.
Gittinger JP. 1996. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian (Terjemahan). Jakarta: UI Press. 579hal Giyatmi, AH Purnomo, M Hubeis. 2003. Analisis Produk Unggulan Agroindustri Perikanan Laut di Kabupaten Rembang. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia; 9 (6): 75 – 87
63
Hubeis M. 2008. Modul 8: Pengelolaan Industri. Bahan Kuliah PS MPI, SPS IPB, Bogor. Ismail T, Laili I, Nanik DJ. 2009. Etanol dari Molases Menggunakan Zymomonas Mobilis yang Dimobilisasi dengan k-Karaginan dengan Faktor Tertentu. Prosiding Seminar Nasional XIV Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS. Surabaya Kadariah, Karlina L, Gray C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kotler P dan AB Susanto. 1999. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Salemba Empat, Jakarta. Kotler P dan G Amstrong. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran (Terjemahan). Erlangga. Jakarta. Mustafa H. 2000. Teknik Sampling. home.unpar.ac.id/~hasan/sampling.doc (12 Februari 2010) Parenrengi A, Sulaeman, E Suryati, A Tenriulo. 2006. Karakteristik Genetika Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang Dibudidayakan di Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Aquakultur; 1(1): 1 – 11 Pramudya B. 2002. Ekonomi Teknik. JICA-DGHE/IPB project/ADAET. Bogor (Pusdatin KKP) Pusat Data, Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2009. Indikator Kelautan dan Perikanan Agustus 2009. Jakarta Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Sudradjat A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Jakarta: Penebar Swadaya. 171p Supriyadi dan Tim Lentera. 2008. Mewaspadai dan Menanggulangi Penyakit pada Lou Han. Penerbit Agromedia Wisata. Halaman 8 – 9 Sutomo B. 2006. Manfaat Rumput Laut, Cegah Kanker dan Antioksidan. http://budiboga.blogspot.com/2006/05/manfaat-rumput-laut-cegah-kankerdan.html (23 Juli 2009) Syaputra Y. 2005. Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cotonii pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda dan Perlakuan Jarak Tanam di Teluk Lhok Seudu. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 91p Umar H. 1997. Studi Kelayakan Bisnis. Teknik Menganalisa Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Lampiran 1.
Kuesioner kajian untuk analisis kelayakan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa
Dimohon agar kuesioner ini dapat diisi secara obyektif dan benar, karena data ini akan digunakan untuk kajian dengan tujuan ilmiah sehingga diperlukan data yang valid dan akurat. Terima kasih atas kerjasamanya.
Peneliti : Heryati Setyaningsih
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
65
Nomor : Tanggal: Data Personal Nama : Umur :
Kegiatan penanaman No
Barang/tenaga yg dibutuhkan
1
Tali no .......… (kapling/pematang) Tali no ……. (jangkar) Tali rafia (pengikat rumput laut) Pelampung (botol aqua besar atau kecil) Patok kayu Perahu Jangkar (besi besar ……...kg) Bibit Dll (tuliskan) …….. ……..
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jumlah
Satuan
Harga Satuan (Rp)
Umur barang (tahun)
Harga Sisa (Rp)
Keterangan lain
Harga Satuan (Rp)
Umur barang (tahun)
Harga Sisa (Rp)
Keterangan lain
Roll Roll Roll Buah Batang Buah Buah ……. ……. ……. …….
Kegiatan pemanenan No
Barang/tenaga yg dibutuhkan
1
Para-para ukuran ..…..x…....m2 Terpal ukuran ..…..x..…. m2 Karung Plastik ukuran…....kg Dll (tuliskan) …….. …….. ……..
2 3 4 5 6 7
Jumlah
Satuan
Buah ......... Buah ........ ……. ……. …….
Umur barang adalah kondisi ketika secara teknis barang tersebut masih dapat dipakai tetapi sudah tidak efisien karena biaya perawatan lebih mahal atau barang tersebut sudah ketinggalan jaman. Harga tersisa adalah nilai uang yang diterima jika barang tersebut dijual kepada orang lain, ketika barang tersebut masih dapat dipakai tetapi sudah tidak efisien karena biaya perawatan lebih mahal atau barang tersebut sudah ketinggalan jaman.
66
Biaya tidak tetap yang dibutuhkan untuk 100 bentang rumput laut: No
Barang/tenaga yg dibutuhkan
1 2 3 4 5
Tenaga mengikat bibit Tenaga penanaman Penggantian botol aqua Tenaga panen Biaya penjemuran hasil panen Biaya angkut ke rumah Dll (tuliskan)
6 7
Jumlah
Satuan
Harga Satuan (Rp)
Harga / musim tanam (Rp)
Harga per tahun (Rp)
Keterangan lain
…….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
Biaya tidak tetap adalah biaya produksi yang jumlahnya berubah sesuai dengan jumlah produksi yang dihasilkan
1.
Sejak kapan mulai usaha budi daya rumput laut: …………….………………
2.
Menjadi pembudi daya rumput laut merupakan kerja sambilan atau pokok: …
3.
Luas lahan yang dimiliki….........……….. m2/musim tanam
4.
Lahan milik sendiri /perusahaan/kelompok/sewa:..............................................
5.
Biaya sewa/pajak lahan: Rp. ……………./tahun
6.
Bibit a. Asal:................................................................................. b. Jenis:................................................................................. c. Apakah bibit hanya dibeli satu kali pada awal usaha dan selanjutnya tidak dilakukan lagi pembelian bibit? ……………………….. d. Jika bibit digunakan beberapa kali dalam musim tanam, sampai berapa kali musim tanam? …….........................................................
7.
Dalam satu tahun, musim bagus……….kali; musim kurang bagus…...…..kali
8.
Pada musim bagus a. Jumlah bentang sebanyak …………………. buah b. Panjang bentang ………….m c. Produksi rumput laut basah ………………....kg/musim tanam d. Produksi rumput laut kering ………………...kg/musim tanam e. Musim tanam ………….….hari f.
Harga jual rumput laut basah Rp. ……….…../kg
g. Harga jual rumput laut kering Rp. …………../kg
67
9.
Pada musim kurang bagus a. Jumlah bentang sebanyak …………………...buah b. Panjang bentang ………….m c. Produksi rumput laut basah ………………….kg/musim tanam d. Produksi rumput laut kering ………………....kg/musim tanam e. Musim tanam ……………..hari f.
Harga jual rumput laut basah Rp. ……………/kg
g. Harga jual rumput laut kering Rp. ………….../kg 10. Hama dan Penyakit a.
Penyakit………………………………sebab…......….………………….... penanganannya……………….....................................................................
b.
Penyakit ………………………………sebab………...…………………... penanganannya…………………………………………………………….
11. Adakah proses pengolahan setelah rumput laut dijemur dan kering? a.
Rumput laut kering diolah menjadi………………..............................……
b.
Biaya pengolahannya Rp. ……………………/kg
12. Pemasaran a.
Dipasarkan ke............................................………………………………..
b. Harga Rp. …………../kg 13. Faktor kegagalan pada proses: a.
Produksi:…………………………………………………………………..
b.
Pengolahan:……………………………………………………………….
c.
Pemanenan:………………………………………………………………..
d.
Pemasaran:………………………………………………………………...
14. Pernahkah study banding? a.
tentang teknis produksi rumput laut?
b.
tentang pentingnya bergabung dalam kelembagaan kelompok usaha?
c.
difasilitasi oleh:………………………........................................................
15. Kerjasama usaha a.
adakah kerjasama dengan pihak lain?.........................................................
b.
dengan.........................................................................................................
c.
dalam hal.....................................................................................................
68
16. Apakah sudah bergabung dalam suatu Kelompok Usaha Bersama?.................. 17. Nama kelompoknya:…………………………………………………………... 18. Fasilitas/bantuan berasal dari siapa saja ………………………………………. 19. Fasilitas/bantuan apa saja yang diberikan? ..................................................... .......................................................................................................................... 20. Apa perbedaan antara sebelum dan sesudah ikut kelompok…………………... ………………………………………………………………………………….
Lampiran 2.
Kuesioner kajian untuk penilaian bobot dan rating faktor strategis internal dan eksternal
Dimohon agar kuesioner ini dapat diisi secara obyektif dan benar, karena data ini akan digunakan untuk penelitian tesis dengan tujuan ilmiah sehingga diperlukan data yang valid dan akurat. Terima kasih atas kerjasamanya.
Peneliti : Heryati Setyaningsih
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
70
KUESIONER UNTUK PAKAR
Nomor : Tanggal : Nama
:
Jabatan : Instansi :
1.
Bagaimana pemda memandang pembudi daya rumput laut?
2.
Bagaimana meningkatkan produktivitasnya?
3.
Bagaimana meningkatkan kapasitas produksinya?
4.
Komoditas apa saja yang ditingkatkan dan menjadi penggerak ekonomi lokal?
5.
Solusi yang dilakukan:
6.
Kebijakan terkait dengan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa:
7.
Permasalahan yang dihadapi a. SDM b. Pengelolaan usaha budi daya rumput laut c. Modal d.
8.
Apa saja kekuatan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa?
9.
Apa saja kelemahan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa?
10. Apa saja ancaman usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa? 11. Apa saja peluang usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa?
71
Kuesioner penentuan bobot dan rating faktor internal dan eksternal
Pemberian nilai peringkat terhadap peluang Pemberian nilai peringkat didasarkan pada kemampuan usaha dalam meraih peluang yang ada. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 4, Jika usaha mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam meraih peluang. Nilai 3, Jika usaha mempunyai kemampuan yang baik dalam meraih peluang. Nilai 2, Jika usaha mempunyai kemampuan sedang dalam meraih peluang. Nilai 1, Jika usaha mempunyai kemampuan yang tidak baik dalam meraih peluang. Menurut Bapak/Ibu bagaimana kemampuan usaha dalam memanfaatkan peluang berikut: Peluang Persyaratan mutu produk yang mudah dipenuhi Permintaan rumput laut sangat besar Hubungan baik dengan supplier Citra positif rumput laut asal Karimunjawa Kebijakan pemerintah yang mendukung usaha
4
3
2
1
Pemberian nilai peringkat terhadap ancaman Pemberian nilai peringkat didasarkan pada besarnya ancaman dalam mempengaruhi keberadaan usaha. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 1, Jika faktor ancaman sangat kuat mempengaruhi usaha. Nilai 2, Jika faktor ancaman kuat mempengaruhi usaha. Nilai 3, Jika faktor ancaman akan memberikan pengaruh biasa terhadap usaha. Nilai 4, Jika faktor ancaman tidak akan memberikan pengaruh terhadap usaha. Menurut Bapak/Ibu bagaimana usaha dipengaruhi oleh faktor ancaman berikut: Ancaman Banyak pesaing dari daerah lain Fluktuasi harga rumput laut di tingkat dunia Adanya hama dan penyakit Pengaruh perubahan musim
4
3
2
1
72
Pemberian nilai peringkat terhadap kekuatan Pemberian nilai peringkat didasarkan pada kekuatan usaha dibandingkan pesaing utama atau rata-rata usaha. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 4, Jika faktor tersebut sangat baik bila dibandingkan dengan usaha pesaing. Nilai 3, Jika faktor tersebut baik bila dibandingkan dengan usaha pesaing. Nilai 2, Jika faktor tersebut cukup baik bila dibandingkan dengan usaha pesaing. Nilai 1, Jika faktor tersebut tidak lebih baik bila dibandingkan dengan usaha pesaing. Menurut Bapak/Ibu bagaimana kondisi usaha bila dibandingkan dengan usaha pesaing utama atau rata-rata usaha dalam hal faktor kekuatan yang dimiliki usaha: Kekuatan Potensi lahan budi daya masih besar Sarana prasarana produksi mudah diperoleh Masa produksi singkat Teknik budi daya sederhana Tenaga kerja dari lingkungan sekitar
4
3
2
1
Pemberian nilai peringkat terhadap kelemahan Pemberian nilai peringkat didasarkan pada kelemahan usaha dibandingkan pesaing utama atau rata-rata. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 1, Jika faktor tersebut lebih lemah bila dibandingkan dengan usaha pesaing. Nilai 2, Jika faktor tesebut sedang bila dibandingkan dengan usaha pesaing. Nilai 3, Jika faktor tersebut tidak lebih lemah bila dibandingkan dengan usaha pesaing. Nilai 4, Jika faktor tersebut sangat tidak lebih lemah bila dibandingkan dengan usaha pesaing. Menurut Bapak/Ibu bagaimana kondisi usaha bila dibandingkan dengan usaha pesaing utama atau rata-rata usaha dalam hal faktor-faktor kelemahan yang dimiliki usaha: Kelemahan Kekurangan modal untuk pengembangan usaha Hasil produksi belum optimal Kelompok usaha kurang diberdayakan Sulit mendapatkan bibit berkualitas Pemilik usaha kurang inovatif
4
3
2
1
73
Pembobotan terhadap peluang dan ancaman Pemberian nilai didasarkan pada perbandingan berpasangan antara dua faktor secara relatif berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap usaha budi daya rumput laut. Contoh: 1. “Banyak pesaing dari daerah lain” (B pada baris/vertikal) lebih penting daripada “Fluktuasi harga di tingkat dunia” (A pada kolom/horizontal), maka nilainya = 1. 2. “Banyak pesaing dari daerah lain” (B pada baris/vertikal) sama penting daripada “Fluktuasi harga di tingkat dunia” (A pada kolom/horizontal), maka nilainya = 2. 3. “Banyak pesaing dari daerah lain” (B pada baris/vertikal) tidak lebih penting daripada “Fluktuasi harga di tingkat dunia” (A pada kolom/horizontal), maka nilainya = 3. Catatan: Cara membaca perbandingan dimulai dari variabel pada baris 1 terhadap kolom dan harus konsisten. Faktor Penentu Persyaratan mutu produk mudah dipenuhi
A
A
Permintaan rumput laut sangat besar
B
Hubungan baik dengan supplier
C
Citra positif rumput laut asal Karimunjawa
D
Kebijakan pemerintah yang mendukung usaha
E
Banyak pesaing dari daerah lain
F
Fluktuasi harga rumput laut di tingkat dunia
G
Adanya hama dan penyakit
H
Pengaruh perubahan musim
I
B
C
D
E
F
G
H
I
Pembobotan terhadap kekuatan dan kelemahan Pemberian nilai didasarkan pada perbandingan berpasangan antara dua faktor secara relatif berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap usaha budi daya rumput laut. Contoh: 1. “Masa produksi singkat” (B pada baris/vertikal) lebih penting daripada “Teknik budi daya sederhana” (A pada kolom/horizontal), maka nilainya = 1.
74
2. “Masa produksi singkat” (B pada baris/vertikal) sama penting daripada “Teknik budi daya sederhana” (A pada kolom/horizontal), maka nilainya = 2. 3. “Masa produksi singkat” (B pada baris/vertikal) tidak lebih penting daripada “Teknik budi daya sederhana” (A pada kolom/horizontal), maka nilainya = 3. Catatan: Cara membaca perbandingan dimulai dari variabel pada baris 1 (huruf cetak miring) terhadap kolom 1 (huruf cetak tegak) dan harus konsisten. Faktor Penentu Potensi lahan budi daya masih besar
A A
Sarana prasarana produksi mudah diperoleh Masa produksi singkat
B
Teknik budi daya sederhana
D
Tenaga kerja dari lingkungan sekitar
E
Kekurangan modal untuk pengembangan usaha Hasil produksi belum optimal
F
Kelompok usaha kurang diberdayakan
H
Sulit mendapatkan bibit berkualitas
I
Pemilik usaha kurang inovatif
J
C
G
B
C
D
E
F
G
H
I
J