KELAINAN NEUROOPTALMOLOGIK PADA PASEN STROKE
Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN Kelainan neuro optalmologi (NO) sering ditemukan pada pasen stroke, hal tersebut disebabkan karena fungsi mata dipengaruhi oleh 7 dari 12 saraf otak, sistim saraf simpatik, parasimpatik, lobus frontal, temporal, parietal, oksipital, serebelum, basal ganglia, batang otak dan segmen servikal medula spinalis (Lansche, 1968). Sebagai contoh, Isaeff dkk (1974) menemukan 201 penderita (62%) dengang kelainan NO dari 322 penderita stroke yang terdiri dari arterosklerosis retina 27%, retinopati hipertensif 24%, defek lapang pandang 16,8%, gangguan okulomotor 8,7%, abnormalitas pupil 7,8%, retina diabetik 2,5%, tidak dapat diklassifikasikan 2,5% dan kekeruhan lensa 3,4%. Neurooptalmologi meliputi sistim visual dan sistim okulomotor. Berdasarkan kelainan NO yang didapatkan kita bisa menentukan lokalisasi atau teritorial pembuluh daraj yang terlibat, sehingga kelainan NO ini dapat membantu menentukan tipe, asal, dan luasnya stroke. (Lannsche, 1968).
FISIOLOGI A. Sistem Visual Sistem ini terdiri dari retina, N.optikus (N.II), khiasma optikus, traktus optikus, korpus genikulatum lateral (CGL) radiatio genekulo-kalkarina, korteks kalkarina primer, korteks asosiasi dan lintasan antar hemisfer. Cahaya yang tiba di retina diterima oleh sel batang dan sel kerucut sebagai gelombang cahaya. Gelombang mencetuskan impuls yang dihantarkan oleh serabut-serabut sel di stratum optikum ke otak. Jika cahaya berproyeksi pada makula, gambaran yang dilihat adalah tajam. Proyeksi cahaya di luar makula menghasilkan penglihatan yang kabur. Proyeksi sesuatu benda yang terlihat oleh kedua mata terletak pada tempat kedua makula secara setangkup, apabila proyeksi itu tidak menduduki tempat yang bersifat setangkup, maka akan terlihat gambaran penglihatan yang kembar (diplopia). Nervus optikus memasuki ruang intrakranium melalui foramen optikum. Di daerah tuber sinerium (tangkai hipofise) nervus optikus kiri dan kanan tergabung menjadi satu berkas untuk kemudian berpisah lagi dan melanjutkan lagi perjalanannya ke korpus genikulatum laterale dan kolikulus superior. Tempat kedua nervi optisi bergabung menjadi satu berkas dinamakan khiasma. Di situ serabut-serabut nervus optikus yang menghantarkan impuls visuil dari belahan temporal dari retina tetap pada sisi yang sama. Setelah mengadakan pergabungan tersebut nervus optikus melanjutkan perjalanannya sebagai fraktus optikus. Julukan yang berbeda untuk serabut - serabut nervus optikus dari kedua belah sisi itu berdasarkan karena nervus optikus aialah berkas
2002 digitized by USU digital library
1
saraf optikus (sebelum khiasma) yang terdiri dari seluruh serabut optikus yang berasal dari retina mata kiri atau kanan, sedangkan traktus optikus ialah berkas serabut optikus yang sebagian berasal dari belahan nasal retina sisi kontralateral dans ebagian dari belahan temporal retina sisi homolateral. Serabut –serabut optik yang bersinaps di korpus genikulatum laterale merupakan jaras visual, sedangkan yang menuju ke kolikulus superior menghantar impuls visual membangkitkan refleks optosomatik (Glaser, 1989). Setelah bersinaps di korpus genikulatum laterale, penghantaran impuls visual selanjutnya dilaksanakan oleh serabut –serabut genikulo kalkarina, yaitu juluran ganglion yang menyusun korpus genikulatum laterale yang menuju ke korteks kalkarina. Korteks kalkarina ialah korteks perseptif visual primer (area 17). Setibanya impuls visual di situ terwujudlah suatu sensasi visual sederhana. Dengan perantaraan korteks area 18 dan 19 sensasi visual itu mendapat bentuk dan arti, yakni suatu penglihatan. Untuk impuls yang menuju kolikulus superior akan diteruskan ke kompleks inti pre tektal. Neuron interkalasi menghubungkan kompleks inti pretekral dengan inti Edinger Westphal, neuron inter kalasi ini ada yang menyilang dan ada yang tidak menyilang. Neuron eferent parasimpatik, berjalan bersama N III, mengikuti divisi interior, lalu mengikuti cabang untuk m.obiliquus inferior danakhirnya mencapai ganglion ciliare, setelah bersinap disini, serabut post ganglioner (n.ciliaris brevis) menuju m.sfincter pupillae (Peter Duus, 1983; Adam, 1989; Glaser, 1989). B. Sistim Okulomotor Secara garis besar dikenal 6 sistim gerakan mata gerakan mata supranuklear: 1. Sistim “saccadic” (gerakan mata konjugat cepat/refiksasi). “Frontal Eye Field” (FEF) terletak di daerah premotor lobus frontalis (Brodmann Area B), dari disinilah sistim saccadic dimulai. Dari daerah ini jaras frontomesenfalik (polisinaptik) berjalan menurun melalui korona radiata ipsilateral untuk mencapai crus anterior kapsula interna dan kemudian bercabang dua. Cabang utama berjalan turun caudo-media sepanjang permukaan ventrollateral thalamus, kemudian melalui zona incerta dan “fields of Feral” mencapai formatio retikularis bagian rostral mesensefalan ipsilateral. Setelah itu jaras tersebut menyilang garis tengah di daerah perbatasan mesensefalon-pons, kemudian berjalan terus untuk mencapai “gaze center horizontal” kontralater, yaitu bagian dari “paramedian pontine reticular formation (PPRF) di daerah setinggi inti N.VI. Cabang kedua (Dejerine’s aberent pyramidal system), berjalan turun melalui pedunkulus serebri menuju basis pontis untuk kemudian membelok kearah dorsal dan mencapai tegmen pontis (Glaser, 1978). Pada setiap gerakan mata saccadic timbul “pulse” untuk menggerakkan bola mata ke posisi baru, kemudian diikuti oleh “step” untuk mempertahankan kedudukan bola mata pada posisi baru tersebut. “Pulse” untuk gerakan saccadic ventrical berasal dari riMLF (“rostral interstital nucleus of the medial longitudinal fasculus”) yang perlu diaktifasi dulu oleh PPRF. PPRF dan riMLF aktifasinya di kontrol oleh korteks lobus frontalis, parietalis, oksipitalis, kolikulus superior dan serebrum, tetapi mekanisme pengontrolannya masih belum jelas. Jaras supranuklear untuk gerakan mata saccadic verticaal masih belum jelas.
2002 digitized by USU digital library
2
2. Sistim “smooth pursuit” Jaras supranuklear di mulai dari daerah korteks visual asosiasi (parieooksipital), berjalan didalam stratum sagitalis interna (sejajar di bagian dalam radiatio optik), kemudian melalui pulvinar mencapai mesensefalon. Perjalanan selanjutnya di dalam batang otak masih belum jelas, mungkin tidak mengadakan dekusasi atau malahan mengalami “double decussation” sebelum mencapai PPRF. Sistim “smooth pursuit” diperlukan untuk mengikuti obyek yang bergerak teratur dan relatif lambat sehingga dinamakan juga sistim following atau “tracking”. (Glaser, 1989) 3. Sistim “vergence” Berlainan dengan sistim lainnya, pada sistim ini gerakan mata bersifat diskonjugat dengan tujuan agar bayangan objek jatuh secara bifoveal pada retina kedua mata. Jaras supranuklear sistim “vergence” belum diketahui pasti tetapi dalam klinik ditemukan beberapa gejala seperti: ! Gangguan konvergensi disertai abnormalitas pupil, “upgaze palsy” (dengan atau tanpa retraksi kelopak mata) atau “convergenceretraction nystagmus” bila didapatkan lesi di daerah pretektal. ! Spasme “near reflex” pada sindroma mesensefalan dorsal, kelainan ini menyerupai parese N VI bilateral tetapi pada yang pertama selalu ditemukan miosis ! Paralise konvergensi pada lesi bagian atas mesensefalon (Glaser, 1989) 4. Sistim refleks non-optik/vestibuler Sistim ini mengintegrasikan gerakan mata dan tubuh. Organ yang berperanan penting adalah kenalis semilunaris disertai peranan sakulus dan utrikulus. Test kalori dan test “doll’s eye head” dapat menimbulkan gerakan mata reflektorik ini. Untuk mengkoordinasi tonus otot tubuh termasuk otot penggerak bola mata terhadap perubahan gravitasi dan akselerasi diperlukan sistim vestibuler (Burde dkk, 1985) 5. Sistim mempertahankan posisi fiksasi mata Mata secara absolut tidak pernah diam tetapi sekurang-kurangnya harus mampu mempertahankan fiksasi selama 5 detik 6. Nystagmus Nystagmus adalah gerakan oscilasi ritmik kedua mata dimana pada tiap fase, amplitudonya sama/hampir sama. Dikenal 2 tipe nystagmus yaitu “jerk nystagmus” (fase lambat diikuti fase cepat) dan “pendular nystagmus” (kecepatan gerakan mata ke setiap arah sama/hampir sama) Arah gerakannya dapat horizontal, vertikal atau rotatoir. Pada fase cepat termasuk sistim gerakan mata lainnya. Nystagmus akan timbul bila ada ketidak seimbangan impuls yang masuk ke inti III, IV dan VI dari mekanisme supranuklear terutama dari sistim vestibuler. Dikenal berbagai jenis nystagmus antara lain: a. Nystagmus fisiologis 1. “end poiny” nystagmus yang timbul pada posisi gaze yang ekstrim 2. Opto-kinetik-nystagmus dimana fase lambatnya di kontrol oleh daerah perieto-oksipital dan fase cepatnya di kontrol oleh
2002 digitized by USU digital library
3
b. c.
d.
e.
daerah parieto-oksipital dan fase cepatnya di kontrol oleh lobus frontal ipsilateral 3. Nystagmus vestibuler dimana fase lambatnya di kontrol oleh inti vestribular dan fase cepatnya di kontrol oleh jaras frontomesensefalik dan batang otak. Nystagmus akibat impuls visual (biasanya berupa penduler) Nystagmus akibat ketidak seimbangan motorik 1. Kongenital 2. Spasme nutans 3. “Convergence retraction nystagmus”, akibat kontraksi semua otot ekstra-okuler terutama m.rektus medial. Bila disertai abnormalitas “upgaze”, abnormalitas pupil, retraksi kelopak mata, spasme akomodasi dan tanda-tanda mesensefalon lain, menandakan adanya lesi di tektal/pretektal 4. “Gaze paretic nystagmus” yang ditemukan pada fase penyembuhan “gaze palsy” akibat lesi hemisfer atau batang otak. 5. “upbeat nystagmus” pada posisi mata primer menandakan adanya lesi di fossa posterior sedangkan “downbeat nystagmus” sering ditemukan pada lesi medulla oblongata, servikal atas medula spinalis. Nystagmus disosiasi 1. “internuclear ophthalmoplegi” (INO) menandakan adanya lesi pada FLM (fasciculus longitudinalis medialis) ipsilateral dengan mata yang menunjukkan “abducting nystagmus” 2. “see-saw nystagmus” menandakan adanya lesi pada daerah para khiasma, dimana mata yang satu melirik ke atas intorsi danmata yang lain melirik ke bawah-extorsi Nystagmus serebeler, “rebound nystagmus”, dimana horizontal beberapa detik, arah nystagmus gaze bila dipertahankan untuk beberapa detik, arah nystagmusnya akan berubah ke sisi lawan (Glaser, 1989).
“Gace Center” Input masuk ke PPRF (gazed center) berasal dari sistim saccadic, sistim persuit dan sistim vestibulookuler. Output keluar ari PPRF menuju subinti rektuus medial untuk gerakan mata konjugat horizontal saccadic/persuit (Glaser, 1989). Impuls dari FLM di relay pada interneuron dan motor neuron di dalam inti VI ipsilateral. Inter neuron dalam neuron VI juga mengirim serabut –serabut melalui FLM kontralateral menuju subinti medial, maka itu pada lesi yang terbatas pada inti VI saja, dapat juga timbul “gaze palay” ke arah lesi (Glaser, 1989).
2002 digitized by USU digital library
4
GEJALA KLINIS NEUROOPTALMOLOGIK Kelainan NO yang ditemukan dapat dipakai untuk membantu menentukan diagnose lokalisasi atau teritorial stroke yang terjadi. Untuk membedakan sistim krotis dengan sistim vertebro basiler dapat dilihat dari Tabel dibawah ini:
Sistim visual: - amaurosis fugax - emboli retina - oklusi arteri retina - pulsasi karotis - bruit karotis - hemianopsia Sistim okulomotor: - dilopia - INO - “Gaze palsy” - parese saraf otak - skew deviation - nystagmus/oscillasi - sindroma Honner
Karotis
Vertebro basiler
Monokuler + + asimetris + jarang akibat TIA
Binokuler simetris sering akibat TIA
OV utuuh N VII sentral jarang jarang
Sering + + OV abnormal sesisi Sering, multiple Sering Sering Sering
(Carlo, 1981: Bicknell, 1983) SISTIM KAROTIS Arteri Karotis Arteri karotis sebagai sumber emboli arteriolar retina, yang menyebabkan timbulnya gejala amaurosis fugax. Amaurosis fugax adalah buta total/partial monokuler ipsilateral, berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit. Telah dilaporkan bahwa amaurosis fugax disebabkan emboli pada arteri karotis interna homolateral, yang berasal dari arteri karotis eksterna melalu berbagai anastomose menuju arteri optalmika danakhirnya masuk ke arteri retina sentralis, tetapi dapat pula disebabkan hipo-perfusi atau vaso spasme (Burde dkk, 1985). Tiga jenis emboli tersering platelet-fibrin, kholesterol, dan kalsifik. Pada funduskopi, retina tampak pucat dan arteriol tampak lebih jelas ketika serangan (Toole, 1984). Keluhan penderita biasanya berupa pengaburan penglihatan, “black out”, “misty vision”, kadang-kadang hilang dankembalinya lapang pandang altitudinal seperti tabir yang naik/turun didepan matanya sesisi (Toole, 1984). Jaringan korteks relatif kurag tahan terhadap iskhemia dibanding retina, tetapi pada keadaan hipo-perfusi gejala mata (akibat iskhemia retina) akan mendahului disfungsi korteks karena tida adanya sistem kolateral pada retina. Amaurosis fugax yang disebabkan penurunan tekanan perfusi retina dan khoroid menimbulkan keluhan berupa “graying field” perifer diikuti penyempitan secara progresif sampai berupa titik sehingga timbul “gray-out” lengkap atau “black out” kemudian terjadi penyembuhan dengan urutan sebaliknya.
2002 digitized by USU digital library
5
Amaurosis fugax perlu dibedakan dengan: 1. “Trasient monocular blidness” yaitu buta yang berlangsung beberapa menit/jam/hari (jarang) akibat kelainan hemodinamika (hipertensi,kelainan hematologis) 2. “Retinal migrain”, serangan berlangsung 15-60 menit sering disertai “positive visual phenomen” lain dan nyeri kepala/orbita, klinis kadang-kadang sulit dibedakan dengan amaurosis fugax 3. “Anterior ischemic optic nueropathy” idiopatik/arteritis temporalis, umumnya buta monokuler dan permanen disertai oklusi v.sentralis, perdarahan-edema discus dan edema discus dan edema retina. (Buncic, 1978) Arteri Serebri Anterior Memperdarahi bagian dalam kortex sagital, parasagital dan aspek superior serebri. Area B Brodmann termasuk dalam daerah yang diperdarahi arteri tersebut diatas, dimana area ini bertanggung jawab atas gerakan bola mata horisontal saccadic, oleh karena itu infark lesi. Kelainan ini akan berkurang atau menghilang dalam beberapa hari karena sisi lawan akanmengambil alih tugasnya (Toole, 1984) Arteri Koroidalis Anterior Traktus optikus mendapat suplai terutama dari arteri koroidalis anterior. Infark pada daerah yang meliputi traktus optikus menyebabkan hemianopsia homonim tidak komplit, berbatas landai, tidak sama. Arteri koroidalis anterior juga mensuplai darah pada bagian lateral korpus genikulatumlateral, sehingga bila terjadi infark disini akan menimbulkan gejala kwadranopia homonim superior kontralateral (Toole, 1984) Arteri Serebri Media Arteri optika profunda yang merupakan salah satu dari aa. Lentikulostriata yang menembus putamen dan kasula interna, memperdarahi pangkal radiatrio optika. Cabang lain dari arteri serebri media yaitu arteri temporo oksipital inferior yang memperdarahi radiatio optika bagiantemporal. Bagian posterior radiatio optika dan serabut makular diperdarahi oleh arteri temporo oksipital superior. Infark atau kwadrannopsia homonim serta agnosis visual, sedangkan trombose salah satu cabang a. serebri media (parieto temporal) akan menyebabkan lesi skotoma homonim di quadran atas. Pusat kortikal “smooth pursuit” yang terletak dalam wilayah arteri serebri media yaitu didaerah parieto-oksipital. Jika terjadi kerusakan didaerah ini akan menimbulkan gangguan gerakan pursuit kearah lesi. Sentral gaze lobus frontalis (Frontal Eye Field) selai diperdarahi oleh arteri serebri anterior juga mendapat darah arteri arteri serebri media. DeRenzi dkk (1982) pusat kortikal untuk mengatur fungsi okulomotor lebih difuse di sisi kiri dan lebih terabtas (daerah post Rolandic) di sisi kanan, sehingga gaze palsy akan terjadi lebih sering, lebih berat dan berlangsung lebih lama pada lesi didaerah post Rolandic sisi kanan. Kerusakan kortikal pada teritori arteri serebri media dapat pula menimbulkan sindroma Balint dan cortical blepharoptosis. Sindroma Balint terdiri dari ataxia optik (ketidak mampuan mengerjakan sesuatu berdasar visually guide,parese visual fiksasi hemisferik (pada pemberian stimulus auditorik kuat, kepala menoleh tetapi
2002 digitized by USU digital library
6
mata tidak menatap sejenakpun pada obyek) dan gangguan atensi visual, daerah kortikal yang rusak adalah parieto oksipital bilateral/lobus frontal. Cortical blepharoptosis dapat unilateral (kontralateral terhadap lesi di temporooksipital/temporal atau bilateral (lesi frontal bilateral/pseudobulbar palsy),kelainan ini tidak dapat diterangkan atas dasar parese N III ataupun disfungsi simpatis (Toole, 1984). Arteri Serebelli Posterior Inferior Merupakan cabang arteri vertebral, memperdarahi daerah retro olivary medulla, yang didalamnya berjalan traktus spinotalamikus, nukleus dan traktus trigeminal spinalis, nukleus motor dorsalis nerves vagus, serabut –serabut autonomic desenden, pedunkulus serebri inferior bagian ventral, dan serebellum inferior posterior. Infark pada daerah ini menimbulkan sindroma Wllenberg, dimana gejala NO berupa sindroma Horner (72%), diplopia (33%) (Toole, 1984).
Arteri Basiler Okulasi arteri basiler pada bagian ujung rostralmesensepalon, thalamus dan daerah lobus oksipital dan temporal. Gejala klinis terdiri dari gangguan tingkah laku serta kelainan NO berupa: Gaze palsy vertikal secara volunter maupun reflektoris, downward salah # satu/kedua mata. Jarang sekali terjadi down gaze palsy tersendiri karena pusatnya terletak lebih ventrokaudal dibanding pusat upgaze Pada gaze horizontal dan vertikal timbul convergence retraction nystagmus. # Pseudosixth, yaitu kegagalan abduksi akibat hiperkonvergensi # Collier sign, yaitu elevasi dan retraksi kelopak # Pada gaze horizontal/vertikal timbul gerakan oscillasi kedua mata seperti # halilintar Midbrain skew deviation, yaitu skew deviation disertai disfungsi pupil dan N # II. Bila infark lebih kaudal akan timbul INO dan parese N. III Disfungsi diensifalon memutuskan jaras aferent pupilmotor disertai disfungsi # simpatik bilateral sehingga pupil menjadi miosis dengan refleks cahaya lambat danmenurun amplitudonya. Untuk membedakannya dengan lesi pontin (pupil miosis, reaktif), perlu digunakan kaca pembesar (loupe). Lesi mesensefalon menimbulkan fixed dilated pupil akibat disfungsi inti Edinger Wespal dan selain itu dapat ditemukan pupil yang eksentrik (corectopa iridis). Oklusi bagian proksimal a. basilaris akan menimbulkan sindroma sindroma oklusi cabang perforans atau sindroma locked-in (gaze horizontal lumpuh, seluruh tubuh lumpuh tetapi gaze vertikal dan levator palpebra utuh). Pada sindroma perinaud/sindroma mesensefalon dorsal akibat infark daerah peri-aquaduk dan pre-tektal, timbul gaze palsy vertikal supranuklear dan parese konvergensi. Dapat pula ditemukan retraction nystagmus, convergence nystagmus, downgaze palsy, gaze palsy horizontal, INO, parese N III nuklear, dan retraksi kelopak patologis (Collier’ssign). Convergence retraction dan convergence retraction nystagmus biasanya dihubungkan dengan gaze palsy vertikal, pada usaha melakukan gaze vertikal, semua otot mata diaktifasi tertarik sehingga bola mata tertarik kedalam (Toole, 1984)
2002 digitized by USU digital library
7
Arteri Serebelli Anterior Inferior Arteri ini memperdarahi struktur pontomedullary lateral yang terdiri dari pedunculus serebelli inferior dan mediua, nukleus vestibularis dan koklear, traktus dannukleus trigeminus serebellum. Oklusi pada daerah ini menyebabkan sindroma nuleus rotatoar, gangguan keseimbangan, deviasi kepala kesisi lesi). Juga dapat menimbulkan sindroma pontin lateral inferior berupa gerakan mata konjugat terbatas, nystagmus kesegala arah, sindroma Horner partial, INO dan defisit neurologis yang lainnya. Arteri Serebelli Superior Arteri ini memperdarahi pontin bagian ristral, bagian bawah tegmentum mesensefalon, pedunculus serebri superior, lemnicus mediale dan laterale, serabut – serabut pupilar dan colikulus inferior, superior dan lateral hemisphere serebellum. Oklusi pada arteri ini menimbulkan sindroma pontin lateral superior berupa kelainan NO sindroma Horner partial ipsilateral, skew deviation, nystagmus dan defisit neurologis lainnya,. Arteri Paramedian Pontin Arteri ini memperdarahi pon bagian anteromedial. Nerves VI, VII dan serabut –serabut kortikospinalis berjalan melalui daerah yang diperdarahi tersebut. Oklusi arteri ini oleh emboli atau atheroma arteri basilaris menimbulkan sindroma pontin ventral inferior (parese N VI dan VII perifer ipsilateral, hemiparese kontralateral), sindroma mid pontin dorsal (gaze palsy, parese wajah ipsilateral, hemiplegi kontra lateral) dan sindroma pontin medial superior (INO, mioklonus mata-palatum-faringwajah, ataxia, hemiplegi kontralateral. (Toole, 1984). Arteri Sirkumferensial Pontin Brevis Arteri ini memperdarahi pon bagian anterolateral. Oklusi pada arteri ini menimbulkan internuclear opthalmoplegi (INO) akibat lesi pada FLM sehingga timbul aadduction lag mata sesisi lesi dan abducting nystagmus mata kontalateral ketika melakukan gaze kearah kontralateral, disamping itu juga akan menimbulkan sindroma 1½ akibat lesi sekaligus paad FLM (gaze palsy horizontal kearah lesi) dan PPRF sesisi (kegagalan adduksi mata sesisi dan abducting nystagmus mata kontralateral, ketika melakukan gaze kearah kontralateral lesi (Toole, 1984). Arteri Paramedian Mesensefalon Bila merupakan cabang arteri basiler akan memperdarahi nukleus okulomotor,nukleus rubra, MLF. Sedangkan bila merupakan cabang dari arteri serebri posterior akan memperdarahi crue serebri bagian medial, nukleus rubra, dan substantia nigra. Susunan kompleks inti N III memungkinkan kadang-kadang hanya terjadi parese m.rektus medial, m.obliquus inferior dan m.levator palpebra relatif utuh. Bila lesi inti EW tidak simetrik dapat timbul midbrain corectopia (eksentrik pupil). Karena sub inti untuk mm. Levator palpebrae letaknya kaodu-sentral dan tunggal maka kerusakan sub inti tersebut akan menimbulkan protisis bilateral (midbrain ptosis) (Toole, 1984).
2002 digitized by USU digital library
8
Arteri Sirkumferensial Longus Mesensefalon Arteri ini memperdarahi kompleks inti preteksi yang bertanggung jawab terhadap reaksi pupil dan akamodasi. Okulasi a.sirkumferensial longus mesenfalon menyebabkan kerusakan kompleks inti pre-tektal, lesi unilateral efeknya minimal tetapi lesi bilateral menimbulkan hilangnya akomodasi dan refleks cahaya (Toole, 1984) Arteri Serebri Posterior (ASP) ASP memperdarahi korteks oksipital, thalamus dam mesensefalon. Arteri kalkarina yang merupakan cabang dari arteri oksipital interna memperdarahi korteks visual primer. Daerah korteks makular yang terletak pada bagian paling posterior menerima darah dari arteri kalkarina dan cabang arteri serebri media, hal ini yang akan menerangkan timbulnya gejala makular sparing pada oklusi ASP. Beberapa cabang ASP yaitu arteri koroidalis posterior medial dan lateral, arteri thalamus perforate dan arteri talamo-genikulate dimana akan memperdarahi glandula pineal, plexus koroidalis, thalamus , basal ganglia. Okulasi a.kalkarina (salah satu cabang a.oksipitalis interna) menimbulkan HH oksipital/kortikal dengan macular sparing karena kutub posterior korteks visual primer diperdarahi juga oleh cabang ACM. Dikenal 5 tipe hemianopia oksipital: 1. Hemianopia homonim (HH) (75%) 2. Quadrantopia homonim (16%) 3. HH bilateral (6%) 4. Skotoma parasentral homonim (3%) 5. Hemianopia cross quadrant/checkerboard Okulasi ASP bilateral atau okulasi bagian rostral a.basilaris menimbulkan buta kortikal dengan denial of blindness (sindroma Anton) dimana penglihatan, dan persepsi cahaya tetapi refleks cahaya normal, tetapi seringkali masih tersisa sedikit sekali penglihatan terutama untuk obyek yang dikenalnya (Toll, 1984), penderita buta tetapi menyangkal kebutaannya,melaporkan pengalaman-pengalaman visual, bertindak tanduk seperti penglihatannya normal afasia amnestik, gangguan memori baru yang berat, konfabulasi dan deteriorisasi intelektual. Bila areal 18 dan 19 (psychic visual area) juga rusak, maka timbul aonosia visual (tidak mampu mengenal/memberi nama pada obyek yang dilihat tetapi masih dapat mengenalnya dengan perabaan, penciuman atau didengarkan suaranya) prosopagnosia, halusinasi visual yang berbentuk, polinopsia (masih melihat bayangan/wajah setelah objeknya menghilang), allthesia (bayangan visual ditransposisikan dari lapang pandang satu sisi ke sisi lain), central dazzle (intoleransi terhadap cahaya tanpa rasa nyeri). Korteks oksipital bawah penting untuk persepsi warna, lesi di daerah tersebut menimbulkan buta warna, color anomia, kecerahan warna hilang atau bertambah atau sekeliling penderita menjadi berwarna. Menurut Newman dkk (1984) penderita dengan hemionopsia altitudinal superior kadang-kadang masih mampu melihat warna kecuali bila lesi juga mengenai bagian ventro media oksipito temporal bilateral maka akan timbul akromatopsia. Perbaikan infark lobus oksipital ditandai oleh timbulnya fenomena Riddoch dimana penderita mampu melihat gerakan tetapi tidak mampu mengenal bentuk, sumber cahaya yang diam tidak terlihat tetapi bila digerak-gerakkan akan terlihat.
2002 digitized by USU digital library
9
•
Perdarahan Intra Serebral (PIS) Arteri lentikulostriata, a.thalamo-perrforans, cabang-cabang paramedian a.basilaris merupakan pembuluh darah yang sering pecah pada penderita hipertensi sehingga darah biasanya ditemukan di putamen, thalamus, serebellum dan pons. Pada penderita non-hipertensi (aneurisma, AVM, tumor primer/metastatik, antikoagulan, penyakit darah, arteritis, amiloid) letak perdarahan bisa dimana-mana) (Ojemann, Heros. 1983). 1. Perdarahan putamen Kelainan NO pada fase akut berupa: - Deviation conjugae kearah lesi tang dapat dilawan dengan tes kalori dingin pada telinga kontralateral lesi - Timbul HH bila hematoma meluas ke posterior - Bila hematoma besar, dapat timbul herniasi uncal sehingga pupil sesisi dengan lesi akan berdilatasi. 2. Perdarahan thalamik Kelainan NO yang timbul berupa: - upgaze palsy bila lesi meluas ke bagian atas batang otak - deviasi kedua mata kebawah nasal spastik - skew deviation - konvergensi gagal - pseudosixth palsy (parese N VI palsu), abduksi masih dapat dilakukan dengan tes kalori dingin pada telinga ipsilateral - pupil-miosis anisokor, non reaktif Pada perdarahan thalamik dapat pula timbul sindroma Horner akibat penekanan hipothalamus sesisi 3. Perdarahan serebellum Kelainan NO yang terjadi berupa nystagmus, gaze paralyse dan deviasi konjugae kontralateral 4. Perdarahan pons Gejala NO yang timbul berupa deviasi konjugae kearah kontralateral. Gerakan bola mata secara reflektoris tidak dapat ditimbulkan pada test kalori maupun pada pemeriksaan doll eye. Jika lesi bilateral, didapatkan horizontal gaze palsy dengan vertikal occular bobbing. Pada stadium lanjut pupil akan menjadi pin point. 5. Perdarahan mesensefalon Paralise okulomotor ipsilateral dan adanya long tract sign kontalateral (Toole, 1984)
•
Aneurisma Patogese defek lapang pandang akibat aneurisma: 1. Aneurisma dapat menekan N II,khiasma optikus dantraktus optikus. Kerusakan serabut saraf bukan hanya disebabkan regangan tetapi terutama oleh gangguan sirkulasi kapiler akibat tekanan, jaringan serabut saraf sekitar aneurisma akan dan pada pertemuan aneurisma saraf terjadi perdarahan mikro diikuti penyembuhan. 2. Aneurisma dapat pecah ke dalam ruang subarakhnoid, jaringan otak, intra ventrikuler dan kadang-kadang ke dalam ruang subdural . Lesi pada bagian posterior kapsula interna, lobus temporal dan lobus parietal dapat menimbulkan defek lapang pandang. 3. Thrombose aneurisma atau vasospasme pada PSA menimbulkan infark otak yang juga dapat menimbulkan defek lapang pandang.
2002 digitized by USU digital library
10
•
Aneurisma intra kavernosa Perluasan aneurisma ke anterior menyebabkan erosi foramen optikum dan fissura orbitalis superior sehingga timbul gangguan visual dan exoftalmos. Perluasan ke posterior menyebabkan perluasan erosi pars petrosa ossis temporalis, perluasan ke inferior menyebabkan erosi sinus sfenoid dan perluasan ke medial menyebabkan destruksi sella. Kelainan NO pada aneurisma intra cavernosa berupa nyeri kepala pada belakang mata/dahi sesisi, parese saraf otak mula-mula N VI kemudian diikuti N III dan N IV.
•
Aneurisma a.oftalmika Letaknya tepat dibawah N II maka timbul gejala kompresi N II.
•
Aneurisma pada percabangan a.serebri anterior dan a.serebri media. Perluasan aneurisma ke: ! anterior dan medial menekan khiasma menyerupai tumor supra sellar ! postero medial menekan traktus optikus ! postero inferior menekan N III
•
Aneurisma a.serebri media Bila sudah pecah akan menyebabkan lesi hemister yang menimbulkan HH total atau quadrantopia superior/inferior.
•
Aneurisma a.serbri anterior – a.komunikan anterior (ACA-ACoA) Sering sudah pecah sebelum membesar sehingga jarang menimbulkan gejala neurologis fokal,kadang-kadang gejala penekanan N II.
•
Aneurisma A.Karotis interna a.komunika posterior Merupakan penyebab paling sering parese N III spontan dan biasanya komplit.
•
Aneurisma sistim vertebrobasiler ! Aneurisma a.serebri poeterior: jarang didapatkan, bila ada bisa menimbulkan kuadranopsia ! Aneurisma a.serebeli: ini juga jarang, gejala yang timbul berupa paralise okulomotor, aneurisma a.serebelli superior menyebabkan parese N VI (Toole, 1984)
berat
dan
Malformasi Vaskular Kelainan NO yang timbul bis akarena penekanan secara langsung malformasi vaskuler tersebut terhadap adnexa okuuler, jaras visual atau jaras okulomotor, namun bisa juga karena komplikasi intrakranial misalnya infark atau perdarahan otak, TTIK. Bentuk kelainan NO pada AVM: ! AVM supra tentorial : buta monokuler, HH sepintas, defek lapang pandang bitemporal. Gangguan visual ini disebabkan gangguan sirkulasi akibat penyebaran discharge epileptik, efek mekanik PIS, YYIK dan hidrosefalus. Jarang terjadi gangguan okulomotor. ! AVM infra tentorial : papil edem atau papil atrofi akibat hidrosefalus obstruktif, parese N III, IV dan VI. Kelainan pupil pada AVM mesensefalon.
2002 digitized by USU digital library
11
KESIMPULAN Telah dibicarakan kelainan NO pada pasen stroke yang meliputi fisiologi sistim visual dan sistim okulomotor serta gejala klinik NO yang timbul sesuai dengan pembuluh darah yang terlibat. Adanya kelainan NO pada pasen stroke akan dapat membantu menentukan lokasi serta teritorial stroke yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA Adam RD. Principles of neurology. 4th ed. Singapore : Mc Graw Hill, p. 206-297 Buncic CJ. Neuroopthalmic sign of vascular disease. Int. Ophthalmol. Clin. 1978; 18: 123-149 Burde RM. Savino PJ, Trobe JD. Clinical decisions in neuroopthalmology. St. Louis : Mosby. 1985 Glaser JS. Neuro ophthalmology. Harper and Row Publish, Hagerstown, 1989. Isaeff WB, Waller HP, Duncan G. Opthalmic findings in 322 patients with cerebral vascular accident. Ann. Ophthalmol. 1974; (6); p. 1059-1064 Lansche RK. Ocular manifestations of stroke. Int. Opthalmol. Clin. 1968; 8; p. 337374 Newman RP, Kinkel WR, Jacobas L. Altitudinal hemianopia caused by occipital infarction. Clinical and Computerized Tomographic Correlations. Arch. Neurol. 1984; 41; 413-418 Ojemann RG, Heros RC. Spontaneous brain hemorrhage. Stroke , 1983: 14; 468475 Toole JF. Cerebrovascular disorders. 3rd ed. New York : Reven Press, 1984, p. 231246
2002 digitized by USU digital library
12