MENINGITIS HEMOPHILLUS INFLUENZA TYPE B
Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara
I.
PENDAHULUAN
Meningitis purulenta akut adalah suatu proses inflamasi sebagai respon terhadap infeksi bakteri yang mengenai lapisan pia dan arakhnoid yang menutupi otak dan medula spinalis. Bakteri yang sering menyebabkan meningitis adalah Neisseria meningitis, streptococcus pneumonia dan haemophillus influenza type B. Ketiganya dapat diisolasi dari kurang lebih 70% kasus meningitis. Angka kejadian dari bakteri tersebut berbeda menurut umur penderita. Pada neunatus (0-30 hari) sering disebabkan oleh C.coli diikuti oleh streptococcus b. hemoliticcus, listeria monocytogenes,staphilococcus aureus dan streptococcus pneumoni. Pada bayi (31-60 hari) disebabkan streptococcus B hemoliticus diikuti oleh hemophilus influenza, Neisseria meningitidis dan gram negatif enterobacilli. Pada anak 2 bulan sampai 4 tahun disebabkan oleh haemophillus influenza diikuti oleh Neisseria meningitidis, staphilococcus aureus. Pada anak lebih besar dan dewasa sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia diikuti oleh Neisseria meningitidis, staphilococcus aureus dan haemophillus influenza. Angka kejadian dari meningitis mengalami penurunan di dunia Baarat terutama disebabkan karen meningkatnya derajat sosial dan hygienis. Sejak penggunaan antibiotika angkan kematian mengalami perubahan. Di Amerika menurut survey epidemiology pada 27 negara bagian dari tahun 1978-1981 angka kematian untuk haemophillus influenza 6%, Neisseria meningitidis 10% dan Septrococcus pneumonia 26,3%. II.
EPIDEMIOLOGI
Meningitis haemophillus influenza sering terjadi di Amerika selama periode interepidemik dari penyakit meningococcus terdapat dua pola musim yang terjadi di Eropa Utara dan Amerika Utara dengan puncak kejadian pada bulan Juni dan September sampai November. Meningitis haemophillus influenza tampak lebih sering terjadi pada musim dingin November, Desember dan Januari. Menurut Rivers hampir seluruh kasus Meningitis Haemophillus influenza terjadi pada anak. Seluruhnya terjadi pada anak kurang dari 5 tahun, atau pada umur 2 bulan – 4 tahun meningitis haemophillus influenza biasanya berkembang setelah berumur 2 bulan. Dimana pada umur tersebut jumlah imunitas pasif dari ibu berkurang. Menurut Hill dan kawan-kawan di Amerika puncak kejadian pada umur 6-7 bulan. Menurut Mathies (1972), puncak kejadian antara 7-12 bulan. Menurut Feidman dan kawan-kawan (1973) angka kematian tertinggi pada umur kurang dari 6 bulan.
2002 digitized by USU digital library
1
Pada sedikitnya 50% kasus yang terjadi pada usia dewasa muda dan dewasa menurut Bowl dan kawan-kawan (1987) biasanya terdapat faktor predisposisi, yaitu terdapatnya fistel ke dalam ruang subarakhnoid yang terjadi setelah trauma kepala atau operasi otak, adanya gangguan imunitas seperti pada asplenisme, hipogammaglobulinemia atau adanya proses keganasan. III.
ETIOLOGI
Haemophillus influenza dapat diisoloasi oleh Richad Pfeiffer pada tahun 1892 dari pasien dengan pneumoni. Merupakan bakteri gram negatif non hemolitik, tidakbergerak dan tidak sporogeneus. Berbentuk pleomorfik yang bervariasi dari bentuk lokus kecil sampai basil. Haemophillus influenza dapat tumbuhbaik pada keadaan aerob dan mudah mati dengan pengeringan atau pemanasan. Untuk tumbuh memerlukan media yang berisi faktor X (hematin) dan faktor V. (nikotinamid dinukleotidal). Karena faktor V normal terdapat dalam eritrosit yang utuh maka haemophillus influenza tumbuh balik pada media dimana sel darah merah telah pecah seperti pada coklat agar atau Levinthal agar. Manusia merupakan satu-satunya host untuk haemophillus influenza dan organisme tetap terpelihara di alam melalui penyebaran dari satu tuan rumah yang rentan ke tuan rumah yang lainnya. Margerett Pittman (1931) memperkenalkan adanya bentuk bakeri haemophillus influenza yang terkapsul dantidak berkapsul, serta mengidentifikasi bahwa bakteri pada kapsul polisakharida. Dari semua tipe hanya tipe b yang jelas berbeda jenis kapsulnya yaitu polimer ribosa ribitol fosfat. Hampir seluruh infeksi meningen disebabkan oleh haemophillus influenza tipe B. IV.
PATOGENESA
Patogenesa dari meningitis haemophillus influenza dapat terjadi melalui beberapa fase: 1. Penyebaran kuman ke tuan rumah 2. Pembentukan kolonisasi pada nasofaring 3. Invasi kedalam traktus respiratorius 4. Penyebaran hematogen 5. Invasi ke susunan saraf pusat Nasofaring dianggap merupakan jalan masuk untuk haemophillus influenza pada manusia. Rute perjalanan penyakit adalah melalui sistem respiratorius dengan dibentuknya koloni kuman pada nasofaring. Untuk terjadinya suatu kolonisasi dari bakteri diperlukan sedikitnya 10 organisme, kemudian akan bertahan selama beberapa minggu. Bakteri akanmelekat pada sel epitel dari nasofaring melalui struktur spesifik permukaannya. Struktur tersebut adalah fimbriae, organela ini tidak ditemukan pada isolasi dari darah atau cairan serebro spinal. Kemudian bakteri akan mengalami replikasi. Haemophillus influenza tipe B dengan cepat dapat menembus jaringan subepitelial dari nasofaring danterdeteksi dalam aliran darah dalam beberapa menit. Faktor yang dibutuhkan oleh kuman untuk menembus sawar mukosa dan menyerang tempat lain dalam tubuh tidak diketahui.
2002 digitized by USU digital library
2
Setelah menembus jaringan subepitel sedikitnya terdapat 2 jalur dari bakteri untuk mencapai aliran darah yaitu: 1. melalui saluran limfe 2. invasi langsung pada lapisan submukosa pembuluh darah. Keduanya dapat terjadi dalam satu jam setelah bakteri masuk kedlam tubuh. Setelah bakteri masuk kedalam ruang intravaskuler akan terjadi suatu mekanisme pertahanan tubuh. Virulensi kuman tergantung pada kemampuan kapsul polisakharida terhadap aktivitas bakterisidal dari faktor komplemen klasik (C3) dari inhibisi vagositosis dari netrofil Selain itu terdapat rute langsung dari nasofaring naik melalui tuba eustachii ke telinga tengah sehingga kuman sering dapat diisolasi dari otitis media purulenta. Pada bebeapa kasus ditemukan bahwa OMP atau mastoiditis adalah tempat untuk invasi bakteri secara langsung. Meningitis haemophillus influenza yang terjadi melalui rute hematogen lebih sering terdapat daripada penyebaran secara langsung, dan terdapatnya bakteriemi merupakan faktor primer dari lavasi sistem saraf pusat. Sesuai dengan penyebaran melalui pembuluh darah, setelah beberapa jam bakteriemi maka bakteri dapat ditemukan dalam cairan serebrospinal dan perubahan histopatologis yang pertama (inflamasi meningen) terjadi pada daerah dari susunan saraf pusat yang tidak berdekatan dengan nasofaring. Bila bakteri mencapai susunan saraf pusat melalui penyebaran langsung dari nasofaring, maka kultur dari darah akan negatif tetapi dari nasofaring akan positif. V.
PATOLOGI
Bila bakteri mencapai ruang subarakhnoid akan terjadi proses inflamasi. Neutropil masuk kedalam ruang subarakhnoid menghasilkan eksudat yang purulen. Dalam penilaian secara dasar tampak eksudat berwarna kuning keabu-abuan atau kuning kehijauan. Eksudat paling banyak terdapat dalam sisterna pada daerah basal otak dan seluruh permukaan dari hemisfer dalam mulkus Sylvii dan Rolandi. Eksudat perulan terkumpul dalam sisterna ini dan meluas kedalam sisterna basal dan diatas permukaan posterior dari medula spinalis. Eksudat juga dapat meluas kedalamselubung arakhonoid dari saraf kranial dan ruang perivaskuler dari korteks. Dalam jumlah kecil eksudat dapat ditemukan dalam cairan yang ventrikel dan melekat pada dinding ventrikel dan pleksus khoroideus, sehingga cairan ventrikel tampak berawan dan hal ini terjadi pada akhir minggu pertama. Pemeriksaan mikroskopik dari eksudat subarakhnoid pada stadium awal dari infeksi menunjukkan terdapatnya sejumlah besar neutrofil dan bakteri. Peran dari neutrofil pada stadium ini dalam menghapuskan infeksi tidak diketahui. Adanya sisa bakteri yang hidup dalam eksudat menunjukkan bahwa proses fagositosis oleh neutropil tidak sempurna. Konsentrasi leukosit yang menurun dan meningkatnya bakteri dalam cairan serebrospinal berhubungan dengan prognosa yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa neutropil mempunyai peranan yang penting dalam mengontrol stadium pada awal terjadinya infeksi. Dalam 48-72 jam pertama dari infeksi terjadi inflamasi dalam dinding arteri kecil dan sedang subarakhnoid. Sel endotel membengkak dan bermultipikasi sehingga lumen menyempit. Tunika adventisia diinfiltrasi oleh neurotropil. Neutropil dan limfosit membentuk lapisan bawah dari tunika intima. Vena maningeal menajdi memanjang danterbentuk proses inflamasi mural yaitu
2002 digitized by USU digital library
3
suatu nikrosis fokal pada dinding pembuluh darah. Infark hemerragik didaerah kortikal terjadi sebagai hasil dari trombosis vena kortikal dan sinus dural. Akhir minggu pertama terjadi perubahan komposisi seluler dari eksudat subarakhnoid. Neutropil mengalami degenerasi dan dikeluarkan oleh makrofag yang berasal dari histiosit meningen. Perubahan parenkhim otak terjadi yaitu nukleus nukleus sel neuron dan sel glia menjadi mengkerut, pignotik dan gelap. Sel mikroglia dan atrosit bertambah jumlahnya didaerah korteks serbral dan korteks serebral, batang otak dan medula spinalis. Pada akhir minggu pertama terdapat infiltrasi dari jaringan subependimal dan dari vaskuler oleh neutrofil dan limfosit. Pada akhir minggu kedua eksudat akan terbagi dalam dua lapisan luar dibawah membran arakhnoid berisi neutrofil dan vibrin.lapisan dalam yang berbatasan pada pia berisi limfosit, plasma sel dan makrofag. Karena eksudat terus berkumpul maka akan terjadi sumbatan di cairan serebrospinal baik komunikans ataupun non komunikans. VI.
GEJALA KLINIK
Gejala klinik meningitis haemophillus influenza sama dengan meningitis lain yaitu: 1. Awitan akut 2. Panas biasanya mencapai 38,5 OC, bila tidak ada panas (hipotermi) prognosa buruk 3. Muntah teradpat pada 82% kasus 4. Nyeri kepala terdapat pada anak umur lebih dari 5 tahun. Bila anak tidak dapat mengeluh adanya nyeri kepala dan rangsang meningen dapat diduga bila terdapat panas yang bersamaan dengan perubahan tingkah laku, perubahan kesadaran dan kejang. 5. Tanda rangsang meningen seperti: kaku kuduk, kernig dan Brudzinski pada 77% kasus 6. Gangguan kesadaran terjadi pada 96% kasus 7. Pada anak kurang dari 2 tahun untuk meramalkan adanya meningitis yaitu dengan menilai: a. kualitas tangisan: lemah, merintih atau melengking. b. Warna kulit: pucat, sianotik atau kelabu c. Status hidrasi, biasanya terdapat dehidrasi d. Terdapat pteknial rash e. Reaksi terhadap rangsangan dari orang tua atau sekitarnya (negatif) f. Derajat kesadaran terganggu mulai dari somnolen sampai koma g. Kejang terjadi pada 44% kasus. Meningitis haemophillus influenza pada anak-anak berjalan secara progresif lebih dari 24 – 72 jam 8. Gejala defisit neurologis dapat terjadi pada kurang lebih 15% kasus berupa hemiparese, atau parese saraf otak Meningitis haemophillus influenza sering terjadi pada anak-anak jarang pada dewasa. Terdapatnya meningitis haemophillus influenza pada dewasa dapat terjadi bila terdapat kelainan: 1. otitis media 2. sinusitis paranasal 3. adanya fokus infeksi lain paranasal
2002 digitized by USU digital library
4
4. adanya fistel antara ruang subarakhnoid dengan lingkungan luar yang dapat terjadi setelah trauma kepala atau operasi 5. terjadi bersama sama dengan pneumonia, faringitis, atau penyakit gangguan imunitas. VII.
DIAGNOSTIK
Diagnosa pasti ditegakkan melalui pemeriksaan lumbal punski dan terdapatnya organisme atau antigennya dalam cairan serebrospinal. Pada pemeriksaan cairan serebrospinal didapatkan: 1. Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama atau kedua 2. Jumlah sel meningkat lebih dari 1000 sel/ml 3. Jenis sel terutama PMN 4. Kadar gula turun antara 0-20 mg/ml 5. Kadar protein meningkat, tergantung lama sakit 6. Pada sediaan gram bakteri (+) hampir pada 80% kasus bila belum mendapat pengobatan sebelumnya. Menurut McGowan dan kawankawan, netter kultur dari darah (+) pada 65-75% kasus 7. Kadar asam laktat dan pH meningkat 8. Pada sediaan dengan methylen blue (+) 9. Pemeriksaan Counter current immunoelektrophoresa sensitif untuk mendeteksi antigen haemophillus influenza dari cairan serebrospinal dan darah 10. Adanya pembengkakan kapsul (capsule Swell) pada reaksi antigen antibodi cepat terbentuk dan merupakan pemeriksaan diagnostik penunjang untuk haemophillus influenza. VIII. KOMPLIKASI 1. Subdural effusion Terjadi 30% pada anak-anak. Terutama pada anak umur kurangdari 2 tahun. Sebgian besar asimptomatik, hanya dpat diagnosis melalui trnasiluminasi, USG dan lain-lain. Gejala: a. anak iritable b. febris c. fontanel cembung d. lingkar kepala membesar e. penurunan kesadaran f. papiledema 2. Lesi saraf kranial Saraf otak yang paling terkena adalah N.VIII 8-24% mengalami tuli permanen. Selain itu yang sering adalah lesi pada N.VI dan N.III. Dapat juga terjadi kebutaan (blindness) 3. Cerebral Infark Disebabkan oleh trombophlebitis atau arteritis. Thrombosis dari vena-vena kecil didaerah kortikal menimbulkan Infark dan secara klinis timbul gejala
2002 digitized by USU digital library
5
neurologis fokal seperti hemiparese atau kejang. Oklusi arteri besar intrakranial dapat terjadi, dan puncaknya pada hari ketiga dan ke empat. 4. Kejang Komplikasi kejang terjadi pada 20% - 50% kasus. Bentuk kejang dapat fokal atau umum. Sering terjadi pada hari kedua sampai hari ke tiga. Patogenesa dari kejang ini tidak diketahui. Kejang dapat disebabkan karena toklsik atau sekunder terhadap aadanya vaskulitis, iritasi kortikal, panas, gangguan elektrolit atau proses immunologis. 5. SIADH Menurut Kaplan dan Feigin (1978) hiponatremi dapat terjadi pada 20% kasus meningitis pada anak-anak. Pada beebrapa kasus berhubungan dengan pemberian cairan yang berlebihan, dan yang lain berhubungan dengan adanya gangguan pengeluaran hormon antidiuretik oleh hipotalamus (inappropiate antidiuretics hormone) 6. Gangguan intelektual Sell dan kawan-kawan pada tahun 1972 mempelajari sejumlah anak setelah mengalami meningitis haemophillus influenza dan menemukan bahwa mereka mempunyai tingkat kepandaian (IQ) yang rendah. Reigein dan kawan-kawan pada tahun 1976 menemukan bahwa IQ yang rendah terjadi pada 28% kasus. IX.
PENGOBATAN
A. Perawatan Umum Stabilisasi keadaan umum pasien, misalnya: 1. pemberian cairan intravena 2. pengawasan terhadap adanya syok, dehidrasi, gangguan elektrolik dan TTIK Keseimbangan cairan dan elektrolit harus diawasi dengan ketat. Hindari terjadinya over hidrasi karena dapat menyebabkan perburukan penyakit atau mempercepat terjadinya edema serebri. B. Pengobatan Antibiotika 1. kombinsai antara ampicilin dan chloramphenicol dianjurkan sebagai pengobatan awal pada meningitis haemophillus influenza Dosis ampicilin 300 mg/kgBB/hari (maksimal 10 g/hari) selama 10-14 hari, dosis dibagi dan diberikan setiap 4 jam. Chloramphenicol lebih bakterisit dibanding dengan ampicilin. Chloramphenicol cepat bersatu dengan lekosit PMN dan dapat membunuh bakteri intraseluler. Dosis perhari 75 mg/kgBB (maksimal 4 g). Pharmakokinetik dari Chloramphenicol sangat bervariasi, maka kadar dalam serum harus diawasi untuk memastikan kadar terapi serta menghindari kadar toksik terutama pada bayi. Kadar terapi berkisar antara 15-25 µg/ml yang didapat setelah 60-120 menit pemberian intravena atau oral. Bila kadar lebih dari 30 µg/ml dapat mengakibatkan terjadinya penekanan sumsum tulang dan kadar 50-80 µg/ml dapat menekan kontraksi miokardial. Bila Chloramphenicol diberikan bersama-sama dengan fenobarbital dan fenitoin kadar ketiganya harus dikontrol. Chloramphenicol menyebabkan pemanjangan waktu paruh dari fenitoin dalam serum sehingga dapat
2002 digitized by USU digital library
6
menyebabkan kadar toksik dari fenitoin. Fenobarbital meningkatkan metabolisme Chloramphenicol sehingga menurunkan kadar Chloramphenicol. 2. Alternatif pengobatan dengan generasi ketiga dari Cephalosporin yairu misalnya Cefotaxime atau Ceftriaxone. Menunjukkan efikasi yang sama dengan kombinasi ampicilin dan Chloramphenicol. Dibanding dengan kombinasi ampicilin dan Chloramphenicol, pengobatan dengan generasi ketiga dari cephalosporin leboh cepat mensterilkan cairan serebrospinal. Untuk anak-anak diberikan 1 kali perhari dan untuk dewasa dapat diberikan 1 kali atau bila diberikan 2 kali hasil lebih baik. Pengobatan terhadap komplikasi 1. Kejang Bila terjadi kejang yang pertama harus diawasi adalah jalan nafas. Untuk mengatasi kejang pada awalnya diberikan diazepam dan bila kejang berlangsung terus dapat diberikan fenobarbital atau fenitoin 2. Subdural effusion Bila pada gambaran CT scan ditemukan adanya penekanan terhadap otak, tindakan harus segera dilakukan yaitu dengan subdural taps. Surgical shunting atau drainage dilakukan bila subdural taps tidak memberikan hasil yang baik. 3. Ketulian (Deafness) Pemberian deksametason pada 4 hari pertama sakit dapat mencegah terjadinya ketulian. Pemeriksaan segera pada awal penyakit dengan menggunakan audiometri atau audimetri evoked potensial dan pengobatan dengan terapi bicara dan pemberianalat dengar sangat penting untuk mengurangi terjadinya komplikasi ini. X.
PENCEGAHAN
1. Imunisasi Vaksin purified polyribosol ribitol phosphate (PRP) aman bila diberikan, juga bersifat imunogen dan efektif dalam mencegah terjadinya penyakit yang imvasi seperti meningitis yang disebabkan oleh haemophillus influenza pada anak diatas 18 bulan. Bagaimanapun 60% -70% dari seluruh kasus meningitis haemophillus influenza terjadi pada anak kurang dari 18 bulan. Kombinasi antara PRP dengan vaksin pertusis atau protein carrier lain memberikan harapan yang bermakna dalam tersedianya imunitas pada bayi yang lebih muda. Dari penelitian Finlandia terbukti bahwa vaksin yang terkonjugasi lebih bersifat imunogen dari pada vaksin PRP dan menunjukkan imunitas dan proteksi setelah pemberian 3 dosis pada bayi usia 2-3 bulan 2. Khemoprofilaksis Digunakan untuk bayi/anak yang kontak serumah dengan penderita meningitis haemophillus influenza. Resiko terjadinya penularan meningkat pada kontak serumah selama bulan pertama setelah terjadi kasus. 50% terjadi dalam 3 hari setelah awitan dari meningitis dan 75% terjadi dalam 7 hari. Rata-rata serangan bervariasai tergantung umur, 3,8% pada anak kurang dari 2 tahun, 1,5% pada anak 2-3 tahun, dan 0,1% pada anak 4-5
2002 digitized by USU digital library
7
tahun. Rifampisin digunakan sebagai prophilaksis dengan dosis 20 mg/kgBB/hari dengan 1 kali atau 2 kali pemberian. Maksimal dosis 600 mg/kgBB/hari selama 4 hari. Kontak yang telah mendapat vaksin juga memerlukan profilaksis dengan rifampisin untuk membunuh bakteri dari nasofaring.
XI.
PROGNOSA Prognosa yang buruk ditentukan oleh: 1. umur kurang dari 1 tahun 2. jarak antara sakit dan pemberian obat lebih dari 3 hari 3. ditemukannya lebih dari 10 mikro organisme/ml cairan serebrospinal (berhubungan dengan tingginya konsentrasi antigen) 4. terdapatnya komplikasi SIADH 5. ditemukannya gejala neurologik fokal 6. awitan atau menetapnya kejang setelah 3 hari pengobatan 7. terdapatnya penurunan kesadaran terutama comma 8. terdapatnya gejala hiperthermi 9. jumlah lekosit dari cairan serebrospinal kurang dari 1000/cumm 10. kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11 g/100ml. Untuk menilai prognosa yang dapat terjadi setelah meningitis haemophillus influenza dapat digunakam kriteria dari Herson-Todd. (Herson-Todd Score)
XII.
KESIMPULAN
Meningitis haemophillus influenza merupakan penyakit yang terutama terjadi pada anak usia 2 bulan – 4 tahun dengan puncak insiden pada usia 7-12 bulan. Pada dewasa terjadi bersamaan dengan kelainan pada tulang kranial atau adanya penyakit gangguan imunitas. Insiden terutama terjadi pada musim dingin, dimana pada musim tersebut banyak terjadi infeksi pada traktus resphiratorius yang merupakan jalan masuk kuman haemophillus influenza Angka kematian pada yang tidak diobati mencapai 75% dan pada yn mendapat pengobatan hanya 6%. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi
2002 digitized by USU digital library
8
DAFTAR PUSTAKA Adams RD. Principle of neurology, 4th ed. New York: McGraw Hill, 1989: 32, 554, 589 Bell WE. Neurologic infections in children. 2nd ed. Philadelphia: WBSaunders, 1981: 135-154 Gilroy J. Basic neurology. 2nd ed. New York: McGraw Hill, 1992: 251-275 Hodges JR. Bacterial (pyogenic) meningitis in Swash (ed) Clinical neurology vo.1. London : Churchill, 1991: 815-865 Mathies AW. Influenzae meningitis (haemophillus influenza) vol. 33. Amsterdam: North Holland, 1978: 53-59 Roos KL. Acute bacterial meningitis in children and adult,in Scheld WM.(ed) Infections, the central nervus system. New York: raven Press, 1991: 335-407 Tunkel ARTERI. Bacterial infections in adults, in Asbury AK. Diasease of the nervous system clinical neurobiology. 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders, 1992: 1340-1349 Weil ML. Infections of the nervous system in Menkes (ed) Textbook of child neurology. 4th ed. Philadelphia : Lea & Febiger, 1990: 327-423
2002 digitized by USU digital library
9