KEJAHATAN TRANSAKSI PERBANKAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK KEJAHATAN BISNIS Oleh : Yuyun Yulianah Dosen Fakultas Hukum Universitas Suryakancana. Jalan Pasir Gede Raya Cianjur, Telp. (0263) 262773.
ABSTRAK Salah satu kejahatan bisnis yang cukup mengkhawatirkan adalah semakin maraknya bentuk-bentuk kejahatan transaksi perbankan dengan menggunakan sarana media teknologi dan informasi. Dalam hal ini kejahatan transaksi perbankan dengan menggunakan media internet dan telepon merupakan salah satu dari beberapa kejahatan bisnis yang saat ini marak terjadi.Tidak sedikit kerugian yang ditimbulkan oleh praktik-praktik kotor kejahatan bisnis tersebut, mulai dari kerugian individu, perusahaan selaku organisasi sampai pada negara. Kata kunci : kejahatan, transaksi, Perbankan.
ABSTRACT One of the dangerous business crime is so many forms of the banking transactions crime used medium technology and information. In this case banking transaction crime used internet medium and telephone is one of the business crime spreads everywhere in the world to day, the result of such practicess of the duty bussniss crime is very bad, individualdamages, corporated damages as an organization until national damages. Key Word : Crime, Transaction, Banking.
263
264
I.
PENDAHULUAN Ditengah meningkatnya pembangunan diberbagai bidang, pembangunan
sektor ekonomi salah satunya yang mengalami pertumbuhan pesat. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia, kebutuhan akan barang maupun jasa kian hari kian meningkat. Sementara itu, dalam pergaulan hidup masyarakat banyak dijumpai pratikpraktik bisnis yang bervariasi, berbagai terobosan dalam upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi terus dilakukan masyarakat. Selain pratik-praktik bisnis yang mensiasati aturan hukum dengan tidak melanggar norma-norma yang berlaku, terus dilakukan oleh para penggiat bisnis. Akan tetapi, sejalan dengan hal tersebut muncul pula berbagai praktik-praktik kotor dalam dunia bisnis yang cenderung bertentangan dengan aturan hukum maupun norma-norma yang berlaku di masyarakat. Tidak sedikit kerugian yang ditimbulkan oleh praktik-praktik kotor kejahatan bisnis tersebut, mulai dari kerugian individu, perusahaan selaku organisasi sampai pada Negara. Perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh pelaku bisnis membawa dampak yang sangat merugikan pada masyarakat luas dan dapat dikatakan telah melanggar etika bisnis. Kejahatan sejak jaman dahulu terus ada dan terus menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman. Globalisasi, sebagai suatu fenomena sosial telah merasuk hampir setiap kehidupan manusia, baik dalam lapangan politik, ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.1 Di sisi lain dengan berkembangnya kegiatan ekonomi, berdampak pula pada munculnya kejahatan-kejahatan baru dengan modus yang canggih, dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang canggih pula. Salah satu kejahatan bisnis yang cukup mengkhawatirkan adalah dengan semakin maraknya bentuk-bentuk kejahatan transaksi perbankan dengan menggunakan sarana media teknologi dan informasi. Dalam hal ini kejahatan transaksi perbankan dengan menggunakan media internet dan telepon merupakan salah satu dari beberapa kejahatan bisnis yang saat ini marak terjadi. 1
Gunawan Widjaja, Transplantasi Trust, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm.1.
265
Pelaku kejahatan pun telah berkembang namun tidak meninggalkan kebiasan lama, kalau jaman dahulu pelakunya adalah orang-orang yang merupakan golongan individu atau masyarakat yang didasarkan hampir rata-rata karena dorongan motif ekonomi ingin mencari kekayaan, desakan kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Namun dalam kejahatan kerah putih, pelakunya merupakan orang-orang yang berkerah putih dalam arti mempunyai jabatan, kedudukan yang berkelas. Pihak-pihak tersebut mempunyai kesempatan untuk melakukan kejahatan seperti korupsi, memalsukan suatu dokumen, memanipulasi suara dalam pemilu, mencuri uang dengan memanfaatkan jaringan internet, ATM, kartu kredit, dan lain sebagainya. Salah satu yang menjadi pemicu adanya suatu kejahatan yaitu ada persoalan budaya hukum yang perlu diperhatikan, seperti birokrasi hukum dan perilaku masyarakat yang kurang kondusif.2 Sementara itu, penegakkan hukum terhadap kejahatan-kejahatan bisnis dengan menggunakan sarana teknologi bukanlah hal mudah. Meski pemerintah telah mengeluarkan berbagai perangkat peraturan perundang-undangan, akan tetapi semua itu belum didukung oleh kompetensi aparat penegak hukum itu sendiri. Masih banyak aparat penegak hukum yang belum menguasai teknologi informasi seperti penguasaan jaringan internet dan sejenisnya. Berangkat dari permasalahan tersebut, Penulis merasa tertarik untuk membahasnya dan menuangkannya dalam karya ilmiah dengan mengambil judul, “Kejahatan Transaksi Perbankan Sebagai Salah Satu Bentuk Kejahatan Bisnis”.
2
Sutiarnota, Tantangan dan Peluang Investasi Asing Di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008, hlm. 13.
266
II.
PEMBAHASAN 1.
Perkembangan Tindak Kejahatan.
Modernisasi kejahatan diiringi dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi jaman sekarang. Kalau di jaman dahulu kejahatan yang dilakukan orang berupa membunuh, mencuri, merampok, menganiaya, memperkosa, dan lain-lain. Sementara kejahatan pada jaman sekarang telah merambah ke dunia bisnis yang modern, termasuk juga pada bidang-bidang korporasi. Istilah kejahatan itu sendiri juga menjadi lebih luas lagi. Ada istilah economic crime, yaitu kejahatan ekonomi atau kejahatan terhadap ekomomi, dan di dalam economic crime itu sendiri terdapat istilah financial abuse, yang dalam arti sempit diartikan sebagai setiap non violent crime yang pada umumnya mengakibatkan kerugian keuangan (financial loss) yang menggunakan atau melalui lembaga keuangan termasuk pula di dalam kejahatan tersebut adalah aktivitas-aktivitas illegal seperti money laundering dan tax evasion ataupun istilah corporate crime.3 Kejahatan korporasi adalah kejahatan yang bersifat organisatoris, yaitu suatu kejahatan yang terjadi dalam hubungan-hubungan yang kompleks dan harapan-harapan diantara dewan direksi, eksekutif, dan manajer di satu sisi dan diantara kantor pusat, bagian-bagian dan cabang disisi lain.4 Kegiatan bisnis yang ada pada jaman dahulu telah berkembang maju dan menjadi lebih canggih. Kejahatan pun telah merambat ke dunia bisnis yang modern. Kejahatan bisnis dipandang dari segi filosofi mengandung makna bahwa telah terjadi perubahan nilai-nilai atau values dalam masyarakat ketika suatu aktivitas bisnis dioperasikan sedemikian rupa sehingga sangat merugikan masyarakat luas, seperti kegiatan penanaman modal dalam sektor-sektor swasta yang padat karya atau kegiatan Pasar Modal yang pemegang sahamnya adalah masyarakat luas termasuk golongan menegah ke bawah.5
3
Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, Prenada Media, Jakarta, 2003, hlm. xvii. 4 I.S Susanto, Kriminologi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011, hlm. 169. 5 Ibid., hlm. 33-34.
267
Pada sisi inilah terjadi pergeseran dari kejahatan konvensional menjadi kejahatan modern atau yang disebut dengan kejahatan kerah putih atau istilahnya white collar crime. Kejahatan bisnis modern tersebut selalu diindentikkan dengan white collar crime. Konsep white collar crime ini menunjukkan sekumpulan tindak pidana yang melibatkan tindakan moneter dan ekonomi yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dan terhormat.6 Beberapa ciri kejahatan bisnis yang ada yaitu, 1.
Kejahatan Kerah Putih (White collar crime). Seperti yang telah disebutkan di atas, White Collar Crime ini mempunyai dua elemen yaitu status pelaku tindak pidana dan kejahatan tersebut berkaitan dengan karakter atau jabatan tertentu.
2.
Kejahatan Jabatan (Occupational Crimes). Kejahatan jabatan dilakukan oleh individu-individu sehubungan dengan jabatan mereka. Pada umumnya kejahatan ini melibatkan lebih dari 1 (satu) orang pejabat dari suatu badan hukum. Kejahatan jabatan ini juga terdapat dalam ruang lingkup jabatan yang ada pada pelakunya. Jenis jabatan kejahatan ini antara lain, pelanggaran hukum oleh para pengusaha atau karyawan yang menggelapkan uang perusahaan atau lembagalembaga pemerintah dimana mereka bertugas.
3.
Kejahatan Yang Terorganisir (Organized Crime). Kejahatan yang terorganisir
adalah sama dengan sindikat kejahatan,
seperti kejahatan kartel atau komplotan. Organisasi ini sengaja dibentuk dengan tujuan untuk melakukan kejahatan. Sifat ilegal dari organisasi tersebut merupakan ciri yang menonjol dalam kejahatan yang diorganisir.7 Ditinjau dari segi bentuknya, kejahatan bisnis dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu : 1.
Kejahatan Bisnis dibidang Ekonomi. a. Tidak melaporkan sebenarnya keuntungan perusahaan.
6 7
Dhaniswara K.Harjono, Aspek Hukum Dalam Bisnis, dikutip dari www.usm.ac.id. Ibid, hlm. 2-3.
268
b. Persengkongkolan dalam penentuan harga dan mengiklankan produk dengan cara menyesatkan. c. Menghindari atau memperkecil pembayaran pajak dengan cara melaporkan data yang tidak sesuai dengan data yang sesungguhnya. d. kegiatan produksi yang menimbulkan polusi dalam bentuk limbah cair, debu dan suara. e. Tidak memperdulikan keselamatan kerja para karyawan. f. Memberikan sumbangan kampanye politik secara tidak sah atau bertentangan dengan Undang-Undang. Bentuk lain yang dapat digolongkan dengan kejahatan bisnis adalah praktik memberikan jawaban tidak benar. Modus operandi dari bentuk ini sebagai berikut: 1. Transfer Pricing. Praktik ini biasanya terjadi pada pengusaha yang tergabung dalam kelompok usaha. Untuk memperkecil jumlah pajak yang harus dibayar, maka harga jual antar sesama pengusaha dalam kelompok tersebut diatur sedemikian rupa sehingga keuntungan pengusaha yang untungnya besar akan dipindahkan kepengusaha yang merugi. Prinsip dari modus ini merupakan pemindahan keuntungan melalui transaksi dengan harga yang tidak wajar dengan tujuan untuk menghindari pengenaan jumlah pajak. 2. Under Invoicing. Praktik Under Invoicing, kadang terjadi dalam transaksi impor atau ekspor. Dalam transaksi impor, pengusaha meminta rekanannya yang berada di luar negeri untuk menerbitkan 2 (dua) invoice, yaitu satu invoice dengan harga yang sebenarnya untuk perhitungan harga pokok dan satu lagi dengan harga lebih rendah dengan diperhitungkan untuk keperluan pabean yaitu pembayaran bea masuk, sedangkan untuk transaksi ekspor sering terjadi karena adanya hubungan istimewa dalam rangka kepentingan menstransfer keuntungan pengusaha di
269
Indonesia ke perusahaan induk di luar negeri tanpa terkena pajak penghasilan atas deviden. 3. Over Invoice. Memanipulasi harga dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. 4. Window Dressing. Merupakan tindakan untuk mengelabui masyarakat dengan cara menyajikan informasi yang tidak benar. Juga yang termasuk kejahatan di bidang ekonomi ini adalah apa yang disebut dengan money laundering atau pencucian uang yang diperoleh dari berbagai kejahatan seperti perdagangan narkotika, hasil korupsi, penyelundupan senjata dan sebagainya, yang kemudian hasilnya dihibahkan,
ditempatkan,
ditransfer,
disumbangkan,
dibayarkan,
dititipkan,
dibawa
dibelanjakan, keluar
negeri,
ditukarkan, dengan maksud untuk menyembunyikan, menyamarkan, asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. 8 2. Kejahatan Bisnis Di Bidang Sosial Budaya. a. Kejahatan Hak Cipta, pembajakan kaset/CD. b. Kejahatan
terhadap
buruh,
perbuatan-perbuatan
mengabaikan
keselamatan dan keamaman tenaga kerja. c. Kejahatan bisnis yang menyangkut masyarakat luas, dapat terjadi pada kejahatan di bidang lingkungan hidup (pencemaran air dan udara), kejahatan terhadap konsumen (pengusaha yang tidak bertanggung jawab atas produknya, memproduksi, mengedarkan, menawarkan barang-barang/produk yang membahayakan kesehatan konsumen).
2.
Kejahatan Perbankan.
Terdapat dua istilah yang seringkali digunakan terkait dengan kejahatan perbankan, yaitu “Tindak Pidana Perbankan”, dan “Tindak Pidana di Bidang 8
Ibid, hlm. 3-4
270
Perbankan”. Istilah yang pertama mengandung pengertian bahwa tindak pidana itu semata-mata dilakukan oleh bank atau orang bank, yang dapat dilakukan oleh pengurus, pegawai, pihak terafiliasi bank termasuk di dalamnya pemegang saham bank, yang pengaturannya tercantum dalam undang-undang perbankan. Sementara itu, istilah kedua tampaknya lebih netral dan luas karena dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh orang di luar bank dan orang bank atau keduanya, yang pengaturannya tercantum dalam undang-undang perbankan dan/atau undang-undang lainnya. Dengan kata lain, istilah tindak pidana di bidang perbankan dimaksudkan untuk menampung segala jenis perbuatan hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank.9 Undang-undang Perbankan tidak memberikan pengertian formal mengenai tindak pidana di bidang perbankan. Namun demikian untuk memberikan gambaran tentang tindak pidana perbankan, maka tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana (crimes throught the bank) dan sasaran tindak pidana itu (crimes against the bank).10
3.
Bentuk-Bentuk Kejahatan Transaksi Perbankan.
Transaksi perbankan saat ini semakin dipermudah dengan makin canggihnya teknologi. Hal ini berdampak positif pada mudah dan cepatnya melakukan transaksi perbankan. Nasabah dapat melakukan transaksi perbankan dimana saja dan kapan saja, melalui internet (ebanking), telepon selular (mbanking), telepon (phone banking), ataupun lewat sms (sms-banking). Namun demikian, kemudahan-kemudahan tersebut seringkali dipergunakan secara tidak bertanggungjawab oleh orang-orang untuk melakukan kejahatan di bidang perbankan. Bank Indonesia (BI) memberikan beberapa modus operandi kejahatan perbankan, yaitu :
9
Ahmad Fuad, Penegakan Hukum dan Upaya Pencegahan Terhadap Kejahatan Perbankan, Makalah, Seminar Nasional SEMA-STHB, Bandung, 16 Juni 2011, hlm. 2-3. 10 Dwidja Priyatno, Tindak Pidana Perbankan, Makalah, Seminar Nasional SEMA-STHB, Bandung, 16 Juni 2011, hlm. 6.
271
1.
Penipuan lewat telepon. Dilakukan oleh pelaku kejahatan dengan menelepon korban dan mengabarkan bahwa korban mendapat hadiah, keluarga mengalami musibah atau menyatakan minat atas barang yang diiklankan oleh korban. Berdasarkan hal tersebut si penelepon akan memandu korban untuk menuju ATM dan menuntun korban untuk mengikuti instruksi penelpon.
2.
Penipuan lewat email. Korban menerima email yang seolah-olah berasal dari bank dan kelihatannya asli. Dalam modus ini pelaku kejahatan meminta korban memasukkan nomor rekening, dan nomor PIN. Cara lainnya adalah membuat website alamat bank korban yang seolah-olah asli tetapi sebenarnya adalah website palsu. Korban akan diminta untuk memasukkan nomor rekening dan nomor PIN Anda dalam website ini dengan ”alasan” untuk melakukan pemutakhiran data pribadi korban.
3.
Penipuan melalui penawaran investasi dengan imbalan bunga yang sangat tinggi. Dalam modus ini suatu perusahaan menawarkan investasi dengan janji akan memberikan imbal hasil yang sangat tinggi. Kondisi demikian memerlukan kehati-hatian karena terdapat sejumlah penawaran yang terbukti tidak dapat memenuhi imbal hasil sebagaimana dijanjikan.
4.
Penawaran produk dan jasa yang dilakukan toko atau merchant melalui telepon ataupun internet, dengan kemudahan pembayaran menggunakan kartu kredit. Pemilik kartu kredit hanya diminta untuk menyebutkan nomor kartu kredit, masa berlaku (expiry date) dan 3 (tiga) digit kode rahasia yang tertera di bagian belakang kartu kreditnya,
dan transaksi pun
terlaksana. 5.
Pemalsuan Nomor call centre bank. Dalam modus ini pelaku kejahatan membuat seolah-olah mesin ATM bank korban rusak dan kartu korban tertelan. Oleh karena panik, Korban tanpa sadar akan menghubungi nomor call center ”palsu” yang ada di sekitar mesin ATM. Kemudian korban akan diminta penerima telepon untuk menyebutkan nomor PIN dan dijanjikan bahwa kartu ATM pengganti akan
272
segera dikirimkan. Dengan berbekal PIN dan kartu korban, pelaku kejahatan akan mengambil uang korban. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin hari semakin pesat. Perkembangan ini secara faktual tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ekonomi, termasuk modus kejahatannya, karena kedua perkembangan ini saling mendukung satu sama lain. Oleh karena itu, jika dilihat dari aspek hukum, khususnya di bidang hukum pidana ekonomi, perkembangan teknologi dan perekonomian justru turut menentukan perkembangan kejahatan ekonomi itu sendiri. Mengenai hubungan dialektika antara perkembangan teknologi dan ekonomi di satu sisi dengan perkembangan kejahatan ekonomi, Bakat Purwanto mengemukakan bahwa: “Perkembangan IPTEK tersebut akan memacu pertumbuhan jenis-jenis kejahatan tertentu. Karena setiap perkembangan budaya manusia selalu diikuti dengan perkembangan kriminalitas, “crime is a shadow of civilization”. Hukum pidana harus mengikuti perkembangan kriminalitas itu, sehingga diharapkan rasa keadilan dalam masyarakat dapat dijamin serta hukum tidak ketinggalan jaman. Bahkan hukum harus dapat mencegah dan mengatasi kejahatan-kejahatan yang bakal muncul”.11
Tindak kejahatan bisnis pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang secara profesional menjadi bagian dari kegiatan ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi dll), namun pelaksanaannya dengan caracara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Kegiatan ekonomi membutuhkan keberadaan berbagai profesi, seperti pengusaha, buruh/karyawan, konsultan, distributor dan masih banyak lagi profesi terkait dengan kegiatan ekonomi. Pelaksanaan berbagai profesi dalam kegiatan ekonomi idealnya harus dilengkapi dengan suatu kode etik profesi yang dapat meluhurkan profesi tersebut.12
11
12
Bakat Purwanto, “Bentuk-bentuk Kejahatan Baru Akibat Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”, Makalah pada seminar tentang White Collar Crime dan Perkembangan IPTEK, BPHN, Jakarta, 1994, hlm. 2. Iza Fadri, Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Ekonomi Di Indonesia, Jurnal Hukum No. 3 Vol. 17 Juli 2010, hlm. 430 – 455.
273
III.
KESIMPULAN Kejahatan dibidang transaksi perbankan merupakan salah satu bentuk
kejahatan bisnis yang yang tidak terlepas dari pelanggaran terhadap etika-etika bisnis dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau sekelompok orang. Ragam cara yang memudahkan transaksi perbankan disikapi oleh sebagian pelaku kejahatan sebagai peluang untuk melakukan kejahatan secara lebih variatif. Hal ini sudah barang tentu merupakan tantangan tersendiri dalam penegakan hukum, sehubungan dengan hal tersebut, aparat penegak hukum dituntut untuk memiliki kemampuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi agar jangan sampai kejahatan perbankan terus berkembang seiring perkembangan teknologi sementara aparat penegak hukum belum mempunyai kesiapan dalam sumber daya dan kemampuannya.
274
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku.
Gunawan,Widjaja, Transplantasi Trust, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007. Sutiarnota, Tantangan dan Peluang Investasi Asing Di Indonesia, Pustaka Bangsa Press Medan, 2008. Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis,
Prenada Media,
Jakarta, 2003. I.S Susanto, Kriminologi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011.
B.
Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Perbankan Nomor 8 Tahun 1998. Undang-Undang ITE Nomor 11 Tahun 2008.
C.
Internet, Makalah.
Ahmad Fuad, Penegakan Hukum dan Upaya Pencegahan Terhadap Kejahatan Perbankan,
Makalah,
Seminar
Nasional
SEMA-STHB,
Bandung, 16 Juni 2011. Dhaniswara
K.
Harjono,
Aspek
Hukum
Dalam
Bisnis,
dikutip
dari
www.usm.ac.id. Dwidja Priyatno, Tindak Pidana Perbankan, Makalah, Seminar Nasional SEMASTHB, Bandung, 16 Juni 2011. Bakat Purwanto, “Bentuk-bentuk Kejahatan Baru Akibat Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”, Makalah pada seminar tentang White Collar Crime dan Perkembangan IPTEK, BPHN, Jakarta, 1994. Iza Fadri, Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Ekonomi Di Indonesia, Dikutip Dari Jurnal Hukum No. 3 Vol. 17 Juli 2010.