Fahrunniza, Kejadian mioma uteri pada akseptor hormonal
KEJADIAN MIOMA UTERI PADAAKSEPTOR HORMONAL Nida Fahrunniza, Heny Astutik, Moch. Gatot Heri Praptono Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No. 77 C Malang e-mail:
[email protected]
Abstract: The purpose of this study was to determine description of uterine myoma incident to hormonal acceptors in Obgyn Unit RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Malang. The study design was a retrospective descriptive approach. The population in this study were all women who diagnosed uterine myoma on medical record period April and June 2014, sampling using purposive sampling to produce 18 respondents. Data collected through questionnaires, analyzed using descriptive analysis. The results showed that of the 18 women with uterine myoma, progestin hormonal acceptors are bigger than combination hormonal acceptors, with percentage 83,3%. Viewed from the long use of contraception, women with uterine myoma that using combination contraception, 100% with long usage >3 years and the progestin hormonal acceptors were used >3 years too,with percentage 73,4%. The conclusion of this study that women with myoma uteri more use progestin contraceptives with long usage >3 years.Based on this study, women who have potential on uterine myoma or have ever been through uterine myoma are not recommended to use hormonal contraception, especially for progestin. Keywords: hormonal acceptors, uterine myoma Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana gambaran kejadian mioma uteri pada akseptor hormonal di Poli Kandungan RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan retrospektif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita yang terdiagnosa mioma uteri pada rekam medik periode bulan April dan Juni 2014, pengambilan sampel menggunakan purposive sampling sehingga dihasilkan 18 responden. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, analisa menggunakan analisa deskriptif. Hasil penelitian diperoleh bahwa 18 wanita dengan mioma uteri, akseptor hormonal progestin lebih banyak daripada akseptor hormonal kombinasi dengan persentase 83,3%. Ditinjau dari lama penggunaan kontrasepsi, wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi kombinasi, 100% menggunakannya selama >3 tahun dan wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal progestin, mayoritas menggunakannya selama >3 tahun pula, dengan persentase 73,4%. Kesimpulan dari penelitian ini wanita dengan mioma uteri lebih banyak menggunakan kontrasepsi progestin dengan lama penggunaan >3 tahun. Berdasarkan penelitian ini, wanita yang mempunyai potensi penyakit mioma uteri atau mempunyai riwayat mioma uteri tidak dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal, terutama jenis progestin Kata kunci: akseptor hormonal, mioma uteri
PENDAHULUAN
dicatat bahwa 2/3 kejadian ini terjadi di negara yang sedang berkembang (Bustan, 2007). Selain angka mortalitas, morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan dapat menyebabkan infertilitas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Dilihat dari pemeriksaan laboratorium, anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan 69
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos, yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen (Memarzadeh et al, 2003 dalam Hadibroto, 2005). Mioma uteri menimbulkan masalah besar dalam kesehatan. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa di dunia setiap tahunnya ada 6,25 juta penderita tumor. Dalam 20 tahun terakhir ISSN ini 9 2460-0334 juta manusia meninggal karena tumor. Perlu 69
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 69-75
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi (Bailliere, 2006; Marshal et al., 1998). Jumlah kejadian penyakit ini di Indonesia menempati urutan kedua setelah kanker serviks. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada umur 3545 tahun (kurang lebih 25%). Di Indonesia, angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Sarwono, 2009). Penyebab kejadian mioma uteri belum diketahui secara pasti, diduga merupakan penyakit multifaktorial. Faktor penduga pertumbuhan mioma uteri antara lain umur, paritas, faktor ras dan genetik, usia menarche, obesitas, serta hormon estrogen dan progesteron (Djuwantono, 2004). Sebagai salah satu pencetus mioma uteri, hormon estrogen dan progesteron dapat diperoleh melalui alat kontrasepsi yang bersifat hormonal. Menurut Meyer de Snoo dalam teori Cell nest atau teori genitoblast, menyatakan bahwa estrogen dapat memicu pertumbuhan mioma uteri karena mioma uteri kaya akan reseptor estrogen (Sarwono, 2009). Bila pada uterus terdapat mioma, maka pemberian kontrasepsi hormonal kombinasi maupun sekuensial akan memicu pertumbuhan mioma, karena mioma banyak mengandung reseptor estrogen dan progesteron. Pada pemberian kontrasepsi hormonal dengan dosis estrogen dan progesteron yang rendah tidak terjadi pembesaran miom yang bermakna (Ali, 2002). Pada kontrasepsi hormonal dengan progestin (progesteron saja) studi klinis menunjukkan progesteron memfasilitasi pertumbuhan fibroid. Misalnya, ukuran fibroid meningkat selama pengobatan dengan progesteron sintetis (Cynthia, 2006). Progesteron merangsang pembentukan enzim sulfotransferase di endometrium sehingga terjadi pembentukan estrogen dalam jumlah besar (Ali 2003). Kontrasepsi adalah suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan yang bertujuan untuk menjarangkan kehamilan, merencanakan jumlah anak dan meningkatkan kesejahteraan keluarga agar keluarga dapat memberikan perhatian dan pendidikan yang maksimal pada anak (Harnawati, 2008).
70
Kontrasepsi terdiri dari kontrasepsi sederhana, kontrasepsi metode barrier, kontrasepsi mantap, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), dan kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal dibagi menjadi dua, yaitu hormonal kombinasi (estrogen-progesteron) dan hormonal dengan progestin. Kontrasepsi yang paling banyak diminati oleh para wanita adalah pil dan suntik yang mengandung hormonal baik estrogen maupun progesteron. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, sebanyak 62% menggunakan alat kontrasepsi modern dan tradisional, dengan rincian 4% IUD, suntik 32%, susuk 3%, pil 14% (BKKBN, 2013). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 7–8 Maret 2014 di RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang melalui studi dokumentasi tahun 2013, didapatkan sebanyak 10,36% dari seluruh kasus baru ginekologi di RSUD Kanjuruhan merupakan mioma uteri, sebanyak 123 kasus. Melalui hasil studi dokumentasi yang dilakukan pada 4 pasien dengan mioma uteri didapatkan bahwa 1 dari pasien tersebut menggunakan kontrasepsi suntik progestin, 2 lainnya menggunakan kontrasepsi pil oral kombinasi selama 5 tahun dan 23 tahun, sedangkan 1 lainnya tidak menggunakan kontrasepsi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana gambaran kejadian mioma uteri pada akseptor hormonal di Poli Kandungan RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan retrospektif yaitu peneliti mengidentifikasi kasus mioma uteri berdasarkan riwayat kontrasepsi hormonal. Peneliti mengidentifikasi gambaran kejadian mioma uteri pada akseptor hormonal. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan kuesioner. Populasi penelitian ini adalah semua wanita yang terdiagnosa mioma uteri pada rekam medik RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang, periode April dan Juni 2014 sejumlah 18
ISSN 2460-0334
Fahrunniza, Kejadian mioma uteri pada akseptor hormonal
orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini purposive sampling yaitu sampling ditentukan berdasarkan kriteria yang ditentukan peneliti dalam kriteria inklusi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari anggota populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah wanita dengan mioma uteri yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 18 orang. Kriteria inklusi sampel adalah akseptor hormonal, wanita post mioma uteri yang kontrol pasca bedah mioma uteri, telah menikah dan bersedia menjadi responden. Teknik pengumpulan data penelitian ini dengan menggunakan lembar kuesioner yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi tentang jenis dan lama penggunaan kontrasepsi yang digunakan oleh responden. Data yang terkumpul dianalisis dengan rumus membandingkan jumlah pengguna kontrasepsi hormonal dibagi dengan jumlah reponden dikali 100%. Penelitian dilakukan di Poli Kandungan RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang dengan waktu penelitian pada bulan April-Juni 2014. Dalam melakukan penelitian, peneliti juga memperoleh surat persetujuan (informed consent) dari semua responden. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini meliputi data umum yang mencakup umur, pendidikan, jumlah paritas, pekerjaan, IMT, usia menarche responden, Tabel 1. Distribusi frekuensi umur responden Umur 26-35 tahun 36-45 tahun > 46 tahun Total
F 2 8 8 18
ISSN 2460-0334
F 2 14 2 18
Tabel 3. Distribusi frekuensi indeks massa tubuh responden Kategori Kurus (= 18,5) Normal (18,6-24,9) Berat lebih (25-29,9) Obesitas/gemuk (>30) Total
F 10 7 1 18
% 55,5 38,9 5,6 100
Tabel 4. Distribusi frekuensi riwayat penyakit dalam keluarga responden
% 11,2 44,4 44,4 100
Jenis Penyakit
Tabel 2. Distribusi frekuensi jumlah paritas responden Jumlah Paritas Nullipara Primipara Multipara Grandemultipara Total
sedangkan data khusus memuat komponen utama berupa variabel-variabel yang diteliti. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar umur responden dengan Mioma Uteri menggunakan kontrasepsi hormonal adalah >35 tahun. Artinya Mioma Uteri muncul pada usia produktif Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar (77,8%) wanita dengan Mioma Uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal adalah multipara atau memiliki 2–4 anak. Asumsi peneliti pada multipara otot rahim mengalami penurunan dalam jaringan ikatnya. Pada Tabel 3 didapatkan bahwa sebagian besar wanita dengan Mioma Uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal memiliki indeks massa tubuh normal yaitu antara 18,6-24,9. Hasil penelitian diketahui bahwa seluruh responden (100%) dengan Mioma Uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal mengalami menarche pada usia >10 tahun Dari Tabel 4 diketahui bahwa dari semua wanita dengan Mioma Uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal, 22,2% mempunyai riwayat penyakit neoplasma dalam keluarganya. Data khusus hasil penelitian meliputi distribusi responden berdasarkan jenis dan lama peng-
% 11,1 77,8 11,1 100
Neoplasma (jinak dan ganas) Non Neoplasma Total
F
%
4 14 18
22,2 77,8 100
Tabel 5. Distribusi frekuensi penggunaan kontrasepsi hormonal Jenis Kontrasepsi Kombinasi Progestin Total
F 3 15 18
% 16,7 83,3 100
71
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 69-75
Tabel 6. Tabel silang jenis dan macam kontrasepsi responden Jenis Kontrasepsi Kombinasi Progestin Total
Macam Kontrasepsi Suntik Implan % F % F % 33,3 2 66,7 33,3 8 53,4 2 13,3 33,4 10 55,5 2 11,1
Pil F 1 5 6
Total F 3 15 18
% 100 100 100
Tabel 7. Distribusi frekuensi lama penggunaan kontrasepsi hormonal responden Jenis Kontrasepsi Kombinasi Progestin Total
Lama Penggunaan < 1 tahun 1-3 tahun >3 F % F % F 3 2 13,3 2 13,3 11 2 11,1 2 11,1 14
gunaan kontrasepsi hormonal tersebut adalah mayoritas responden dengan mioma uteri menggunakan kontrasepsi jenis progestin daripada kombinasi, dengan persentase 83,3% (Tabel 5). Tabel 6 diketahui bahwa dari 3 orang wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi, sebagian besar menggunakan kontrasepsi suntik yaitu 66,7%. Sedangkan dari 15 orang wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi progestin, persentase terbesar yaitu 53,4% menggunakan suntik. Berdasarkan Tabel 7 didapatkan bahwa wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi kombinasi, seluruhnya (100%) menggunakan kontrasepsi ini selama >3 tahun dan wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal progestin, mayoritas menggunakannya selama >3 tahun, dengan persentase 73,4%. PEMBAHASAN Hasil penelitan ini mengungkapkan bahwa lebih banyak wanita dengan mioma uteri menggunakan kontrasepsi jenis progestin daripada kombinasi, dengan persentase 83,3%. Hal ini menunjang hasil studi klinis yang menunjukkan progesteron memfasilitasi pertumbuhan fibroid. Biokimia fibroid memiliki konsentrasi reseptor progesteron lebih tinggi dari miometrium normal (Cynthia, 2006). Keadaan otot miometrium yang 72
tahun % 100,0 73,4 77,8
Total F 3 15 18
% 100 100 100
semula normal akan mengalami pertumbuhan sel dengan adanya hormon progesteron dan reseptornya. Progesteron dan reseptornya memicu pertumbuhan tumor. Progesteron sendiri tidak dapat menekan reseptornya sehingga ketika kadar progesteron dalam tubuh meningkat akibat pemberian progesteron sintesis, maka jumlah reseptor progesteron tidak akan mengalami penurunan. Pada terapi fibroid dengan progesteron sintetis, secara parenteral diberikan medroksiprogesteron asetat 150 mg setiap 3 bulan sampai 150 mg setiap bulan (Cynthia, 2006). Dosis ini sama dengan dosis yang diberikan pada saat injeksi kontrasepsi hormonal dengan progestin yang diberikan setiap 3 bulan, dibandingkan dengan jenis pil yang memiliki dosis 300 g levonorgestrel pada kemasan 35 pil atau 350 g noretindron dan 75 g desogestrel pada kemasan 28 pil. Demikian pula dengan implan yang hanya mengandung 68 mg levonorgestrel dengan masa kerja hormon 3– 5 tahun. Hal ini berkaitan dengan temuan bahwa penggunaan Hormon Replacement Therapy (HRT) pada wanita postmenopause juga terbukti meningkatkan pertumbuhan fibroid secara signifikan ketika dosis medroxiprogesterone asetat yang lebih tinggi (5 mg/hari) digunakan, dibandingkan dengan dosis yang lebih rendah (2,5 mg/hari) (Palomba, 2002). Kontrasepsi hormonal kombinasi hanya digunakan oleh 3 orang wanita dengan mioma uteri. Menurut Saifuddin (2006) kontrasepsi
ISSN 2460-0334
Fahrunniza, Kejadian mioma uteri pada akseptor hormonal
kombinasi yang beredar saat ini hanya mengandung 30 g Etinil Estradiol dan 150 g levonorgestrel/ desogestrel. Kandungan estrogen dan progesteron yang terdapat dalam kemasan tersebut sangat sedikit dan tidak memungkinkan sel untuk berkembang menjadi mioma uteri. Namun mioma uteri masih terjadi pada akseptor kombinasi. Selain faktor hormonal, faktor lain yang memiliki kontribusi terhadap kejadian mioma uteri antara lain umur, usia menarche, IMT. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 11,2% wanita dengan mioma uteri berusia antara 26–35 tahun, sedangkan 88,8% berusia >35 tahun. Dari keadaan tersebut dapat dilihat bahwa jumlah wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal paling banyak berusia >35 tahun. Wanita usia subur memiliki umur antara 2045 tahun. Menurut Wiknjosastro dkk (2005) frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-40 tahun yaitu mendekati angka 40%, jarang ditemukan pada usia di bawah 20 tahun, sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Penelitian yang dilakukan Lilis Pratiwi, dkk (2013) mioma sering terjadi pada usia 34-49 tahun dengan persentase 69,1%. Penelitian Evita Wati dkk, (2014) mioma uteri paling banyak terjadi pada subjek penelitian yang berusia >35 tahun yaitu dengan persentase 77,8%. Mioma uteri terjadi pada wanita usia reproduksi karena pada masa reproduksi, ovarium mulai mensekresikan hormon dan progesteron. Setelah mencapai menopause, ovarium tidak menghasilkan ovum lagi sebagai respon dari menurunnya sekresi hormon estrogen dan progesteron. Pada penelitian ini, 77,8% wanita dengan mioma uteri adalah multipara atau memiliki 2-4 anak, sedangkan menurut teori, mioma uteri lebih sering terjadi pada pasien nullipara. Hal ini tidak menjadikan adanya kesenjangan antara fakta di lapangan dengan teori karena wanita dengan mioma uteri yang diteliti adalah akseptor hormonal. Pasien nullipara yang dijumpai peneliti tidak ada yang menggunakan kontrasepsi, maka dari itu pada penelitian ini tidak dijumpai wanita dengan mioma uteri yang tidak memiliki anak.
ISSN 2460-0334
Dari 18 wanita dengan mioma uteri yang diteliti, 38,9% memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan berat lebih dan 55,5% pada IMT normal. Hasil tersebut sesuai dengan studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall bahwa wanita yang mempunyai IMT di atas normal, berkemungkinan (30,23%) lebih sering menderita mioma uteri. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Tri Kurniasari (2010) menunjukkan bahwa persentase terbanyak pada kejadian mioma uteri terjadi pada kelompok IMT normal yaitu 31,58%. Hal ini berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen adalah enzim aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2004). Sedangkan mioma uteri kaya akan reseptor estrogen. Jadi, dengan peningkatan berat badan, risiko terjadinya mioma uteri juga semakin meningkat. Mioma uteri dapat terjadi pula karena adanya keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari semua wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal, sebanyak 22,2% mempunyai riwayat penyakit neoplasma dalam keluarganya. Teori menyebutkan bahwa wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri (Parker, 2007). Wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi kombinasi, seluruhnya (100%) menggunakannya selama >3 tahun dan wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal progestin, mayoritas menggunakannya selama >3 tahun, dengan persentase 73,4%. Lamanya penggunaan kontrasepsi juga dapat mempengaruhi ukuran dari mioma uteri. Hal ini berkaitan dengan lamanya miometrium terpapar dengan hormon yang mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri. Pertumbuhan mioma uteri paling sedikit memerlukan waktu sekitar 8 tahun dan sangat sulit dideteksi dan ada pula teori yang menyatakan bahwa pertumbuhan mioma uteri diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai
73
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 69-75
ukuran sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat (Sarwono, 2009). Walaupun seringkali kejadian mioma uteri diketahui secara tidak sengaja saat USG kehamilan, namun tidak jarang pula mioma uteri diketahui saat pasien mengalami keluhan. Keluhan nyeri yang dirasakan pasien biasanya timbul saat ukuran mioma uteri mulai membesar. Selain dari lamanya penggunaan kontrasepsi, faktor yang mempengaruhi mioma uteri diantaranya adalah usia menarche. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui seluruhnya (100%) wanita dengan mioma uteri mendapatkan menarche pada usia >10 tahun. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Parker bahwa menarche dini (<10 tahun) meningkatkan risiko kejadian mioma uteri (1,24 kali) dan menarche terlambat dapat menurunkan risiko kejadian mioma uteri. Dari sini dapat diketahui bahwa pasien dengan umur menarche dini memiliki kemungkinan non mioma uteri dan pasien dengan umur menarche normal memiliki kemungkinan mioma uteri. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan pendekatan retrospektif. Peneliti hanya membahas mengenai riwayat kontrasepsi hormonal yang pernah digunakan pasien terakhir kali dalam waktu yang cukup lama. Pada kenyataannya hormon estrogen dan progesteron juga bisa didapatkan dari sumber lain. Selain itu, peneliti hanya menggunakan sampel dengan jumlah kecil sehingga hanya untuk digeneralisasikan pada periode saat penelitian saja. PENUTUP Kesimpulan penelitian adalah setiap wanita usia subur berisiko mengalami tumor jinak, salah satunya adalah mioma uteri. Mioma uteri dapat terjadi karena faktor umur, paritas, obesitas, dan hormonal. Pada faktor hormonal, hormon estrogen dan progesteron didapatkan dari penggunaan kontrasepsi. Berdasarkan hasil penelitan didapatkan bahwa dari 18 wanita dengan mioma uteri, akseptor hormonal progestin lebih banyak daripada
74
akseptor hormonal kombinasi dengan persentase 83,3%. Dari kedua jenis kontrasepsi, baik progestin maupun kombinasi, suntik adalah kontrasepsi yang paling banyak pernah digunakan pada wanita dengan mioma uteri yaitu 66,7%. Wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi kombinasi, seluruh responden (100%) menggunakannya selama >3 tahun dan wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal progestin, mayoritas menggunakannya selama >3 tahun, dengan persentase 73,4% Bagi Petugas kesehatan (bidan, perawat) yang menjumpai keluhan-keluhan pasien dengan tanda gejala mioma uteri diharapkan segera konsultasi ke dokter kandungan agar dapat dilakukan pemeriksaan USG dan penyakit diketahui lebih dini sehingga pasien tidak mengalami keluhan yang lebih komplikatif Bagi Penyuluh program keluarga berencana diharapkan memberikan konseling dan informasi bagi wanita yang mempunyai potensi penyakit mioma uteri atau mempunyai riwayat mioma uteri untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, terutama jenis progestin DAFTAR PUSTAKA Bailliere. 2006. The epidemiology of uterin leiomyomas. 12: 169-176. Baziad, Ali. 2002. Kontrasepsi Hormonal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo BKKBN. 2013. Hasil Pelaksanaan Sub Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta Baziad, Ali. 2003. Menopause dan Andropause. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Bustan MN. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi atau Miomektomi. Jakarta : Farmacia Evita Wati, Pinda Hutajulu, Arif Wicaksono. 2014. Hubungan Karakteristik Pasien terhadap Kejadian Mioma Uteri-Adenomyosis di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Sudarso Kalimantan Barat. Naskah Publikasi. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak
ISSN 2460-0334
Fahrunniza, Kejadian mioma uteri pada akseptor hormonal
Hadibroto, Budi R. 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38. No. 3. Medan: USU Harnawati. 2008. KB Suntik.
. Diakses tanggal 19 Februari 2014 Pratiwi, Lilis, Eddy Suparman, Freddy Wagery. 2013. Hubungan Usia Reproduksi dengan Kejadian Mioma Uteri di RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado. Vol I No 1. Jurnal e-Clinic Marshall LM, Spiegelman D, Goldman MB. 1998. Sebuah studi prospektif faktor reproduksi dan penggunaan kontrasepsi oral dalam kaitannya dengan risiko leiomyoma rahim.70: 432 – 439. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC Morton, Cynthia C. 2006. Theories of fibroid formation. Boston : Brigham and Women’s Hospital -
ISSN 2460-0334
Center for Uterine Fibroid
Diakses tanggal 06 Maret 2014 Palomba S, Sena T,. 2002. Effect of Different Doses of Progestin on Uterine Leimyomas in Postmenopausal Women. Europe Journal Obstet Gynecol Reprod Biol 102 : 199-201 Parker, W.H. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. California : Departement of Obstetrics and and Gynecology UCLA School of Medicine Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Wiknjosastro, H., Saifuddin AB, Rachimhadhi T. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
75