KEJADIAN KOLONISASI METHICILLIN-RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS (MRSA) DAN HUBUNGANNYA DENGAN RIWAYAT RAWAT SEBELUM MASUK ICU PADA PASIEN ICU PUSAT RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO TAHUN 2011
Beladenta Amalia, Yulia Rosa Saharman Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
Abstract Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is one of the Multidrug-resistant organism (MDRO) which has been quite endemic in many healthcare facilities, especially in the Intensive Care Unite (ICU) of hospitals. History of patients’ hospitalization before ICU admission was considered to be one of risk factors for MRSA colonization in patients. Problems arised after known that ICU patients with MRSA colonization are at high risk of MRSA infection. Therefore, we need data of MRSA colonization associated with history of patients’ hospitalization before ICU admission. So that, the incidence of MRSA colonization in Indonesia hospitals can be reduced. This is an analytic cross sectional study using secondary data results from microbiological examination of swabs (nose, armpit, and rectum) and medical records of 109 patients from the Central ICU RSCM on January 2011 until August 2011. Samples selection was done by consecutive sampling. Microbiological examination results which are used in this study were the results of MRSA resistance test both in patients who had history of hospitalization before ICU admission or those who had not. Data is analyzed with Chi-square. The result of data comparison between proportion of patients with positive MRSA colonization and had history of hospitalization to the proportion of patients with positive MRSA colonization and had not history of hospitalization before is RP=1,206 with significance value p=0,307 and IK95% -3,087; 5,499. This suggests that there is no significant relationship between MRSA colonization and the history of patients’ hospitalization before ICU admission.
Abstrak Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah salah satu jenis Multidrugresistant organism (MDRO) yang cukup endemik di banyak fasilitas kesehatan, terutama di rumah sakit bagian Intensive Care Unit (ICU). Riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU dinilai telah menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kolonisasi MRSA pada pasien. Permasalahan muncul ketika diketahui bahwa pasien ICU yang memiliki kolonisasi MRSA berisiko tinggi mengalami infeksi MRSA. Oleh karena itu, diperlukan data mengenai kejadian kolonisasi MRSA yang dihubungkan dengan riwayat rawat pasien sebelum masuk 1
Kejadian Kolonisasi ..., Beladenta Amalia, FK UI, 2012
2
ICU. Dengan demikian, kejadian kolonisasi MRSA di rumah sakit Indonesia dapat diturunkan. Penelitian ini merupakan studi cross sectional analitik dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan mikrobiologi swab (hidung, ketiak, dan rektum) dan rekam medik 109 pasien ICU Pusat RSCM dari bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang dilihat adalah hasil uji resistensi MRSA baik pada pasien yang memiliki riwayat rawat di rumah sakit sebelum masuk ICU ataupun tidak. Data dianalisis dengan uji Chi-square. Hasil perbandingan data antara proporsi pasien yang positif memiliki kolonisasi MRSA dan memiliki riwayat rawat di rumah sakit sebelumnya dengan proporsi pasien positif mengalami kolonisasi MRSA dan tidak dirawat di rumah sakit sebelumnya adalah RP=1,206 dengan nilai kemaknaan p=0,307 dan IK95% -3,087; 5,499. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara kolonisasi MRSA dengan riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU. Keyword: MRSA, hospitalization history, ICU.
1. Pendahuluan Selama ini antibiotik telah diandalkan sebagai terapi pengobatan penyakit infeksi. Sejak tahun 1940-an, antibiotik telah berhasil mengurangi kematian akibat infeksi. Namun, beberapa tahun belakangan, banyak bakteri penyebab infeksi yang sudah resisten terhadap antibiotik akibat penggunaan obat ini yang sudah tidak terkendali, terutama oleh dokter.1 Akibat adanya resistensi mikroorganisme, pengobatan standar dengan antibiotik menjadi tidak efektif dan infeksi menjadi menetap. Masa rawat pasien menjadi lebih lama, hal yang membuat pasien dan rumah sakit mengeluarkan biaya lebih untuk pengobatan. Sayangnya, pengobatan dengan antibiotik jenis baru tidak selalu berhasil, sehingga berujung pada kematian.2 Methicilin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah salah satu jenis Multidrugresistant organism (MDRO) yang memiliki angka tinggi dan telah menjadi permasalahan dalam dunia kedokteran. Progresivitas MRSA di Indonesia menunjukkan angka yang signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1986, angka kejadian MRSA di Indonesia adalah 2,5%. Tahun 1993 menjadi 9,4% dan tahun 2006 menjadi 23,5%.3 Data studi Asian Network for Surveillance of Resistant Pathogens (ANSORP) melaporkan tingginya prevalensi MRSA di rumah sakit, yaitu 13% dan Community-acquired MRSA (CA-MRSA) sebesar 12%.4 Dari penelitian, ditemukan bahwa tingkat mortalitas pasien dengan MRSA lebih tinggi dibandingkan dengan Staphylococcus aureus sensitif methicilin (MSSA), yaitu 14% vs 8%, p < 0,05.7 Selain itu tentu beban ekonomi menjadi meningkat baik bagi pihak rumah sakit maupun pasien. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit dan paling banyak terjadi di ICU. Pasien yang dirawat di ICU memiliki sistem pertahanan tubuh yang rendah, sehingga bakteri mudah berkolonisasi dan menginfeksi tubuh pasien.5 Dari tahun 1990 sampai awal 2000, prevalensi MRSA akibat infeksi nosokomial meningkat lebih dari 50%. Beberapa faktor risiko timbulnya infeksi MRSA di rumah sakit adalah usia lanjut, jenis kelamin lakilaki, pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, lama rawat berkepanjangan di ICU, penyakit
Kejadian Kolonisasi ..., Beladenta Amalia, FK UI, 2012
3
kronik, terapi antibiotik sebelumnya, paparan terhadap pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi MRSA, dan pemakaian alat-alat invasif.6 Sebanyak 97% pasien dengan MRSA positif memiliki riwayat kontak dengan fasilitas kesehatan sebelumnya selama 12 bulan. Penelitian yang dilakukan Warshawaky B, dkk, mendapatkan bahwa seluruh pasien yang terdeteksi memiliki kolonisasi MRSA saat skrining awal masuk rumah sakit, memiliki riwayat pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.7 Penelitian ini ingin melihat hubungan angka kejadian MRSA dengan kolonisasi. Kolonisasi dilihat dari riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU. Hingga saat ini belum ada data mengenai hubungan ini. Peneliti memilih ICU Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai populasi terjangkau karena populasi tersebut mudah diakses oleh peneliti dan dapat mewakili kejadian MRSA di Indonesia karena RSCM adalah rumah sakit tersier pusat rujukan nasional. Diharapkan dengan mengetahui hubungan kejadian kolonisasi MRSA di ICU dengan riwayat rawat pasien sebelumnya, para praktisi kesehatan lebih waspada dalam penanganan pasien dan mampu mengontrol infeksi dengan prosedur yang lebih baik. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pengendalian infeksi umumnya dan MRSA khususnya di rumah sakit yang bersangkutan. 2. Metode Penelitian Penelitan ini menggunakan desain studi cross-sectional analitik untuk melihat hubungan prevalensi kolonisasi MRSA dan riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU RSCM. Data yang diambil adalah sata sekunder hasil pemeriksaan Mikrobiologi dan rekam medik pasien ICU Pusat RSCM yang diolah dari tanggal 10 Januari 2011 hingga 12 Juni 2012. Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien ICU RSCM dengan populasi terjangkau pasien ICU pusat RSCM tahun 2011. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di ICU Pusat RSCM dari bulan Januari 2011 hingga Agustus 2011 yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi. Sampel dipilih dengan cara non-probability sampling, yaitu consecutive sampling. Jumlah sampel yang diambil adalah 97 orang. Adapun kriteria inklusi yang digunakan adalah pasien yang dirawat di ICU Pusat RSCM bulan Januari 2011 hingga Agustus 2011 dan pasien yang dilakukan skrining atau penapisan MRSA oleh Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien yang data rekam mediknya tidak lengkap. Pasien yang baru masuk ke ICU diberikan Informed consent untuk menyetujui pengambilan sampel berupa swab hidung, ketiak, dan rektum. Pemilihan sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi secara consecutive sampling. Sampel kemudian diuji di Laboratorium Mikrobiologi FKUI. Hasil uji resistensi tersebut kemudian dibandingkan dengan data riwayat rawat pasien dan dianalisis menggunakan SPSS 11.5 dengan uji hipotesis bivariat chisquare.Variabel bebas pada penelitian ini adalah riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU Pusat RSCM dan variabel tergantung penelitian ini adalah kolonisasi MRSA.
Kejadian Kolonisasi ..., Beladenta Amalia, FK UI, 2012
4
3. Hasil dan Diskusi Pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011, didapatkan 109 pasien yang dilakukan skrining awal oleh Departemen Mikrobiologi FKUI ketika masuk ICU Pusat RSCM dan lengkap rekam medisnya. Pasien-pasien ini berasal dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau pindahan dari rumah sakit lain dan unit-unit rawat lain di RSCM, seperti Public Wing, ICUU, dan lain-lain. Jumlah 109 pasien ini mewakili populasi terjangkau pasien ICU Pusat RSCM tahun 2011. Berdasarkan grafik 3.1, didapatkan bahwa 55% pasien ICU mengalami kolonisasi MRSA. Berbagai penelitian sebelumnya mengemukakan bahwa ICU adalah tempat paling tinggi prevalensi ditemukannya MRSA. Haddadin A.S, dkk tahun 2002 menemukan bahwa strain MRSA sudah menjadi endemik di rumah sakit-rumah sakit eropa, yaitu sebanyak 29%-35%. Angka infeksi MRSA diantara infeksi lain yang didapatkan di rumah sakit (nosokomial) bahkan telah mencapai 57%.8
Grafik. 3.1 Hasil Uji Kolonisasi MRSA pada Pasien ICU Pusat RSCM
Skrining dilakukan dengan melakukan swab pada tiga lokasi tubuh, yaitu hidung, ketiak, dan rektum. Berdasarkan diagram 3.1, didapatkan persebaran lokasi kolonisasi MRSA pada pasien. Dari 60 pasien, sebanyak 15 pasien memiliki kolonisasi MRSA di hidung, 21 pasien di ketiak, dan satu pasien di rektum. Sisanya kolonisasi MRSA terdapat di lebih dari satu lokasi, yaitu di hidung dan ketiak sebanyak 13 pasien, di rektum dan ketiak sebanyak tiga pasien, di rektum dan ketiak sebanyak empat pasien, dan di hidung, ketiak, serta rektum sebanyak tiga pasien.
Kejadian Kolonisasi ..., Beladenta Amalia, FK UI, 2012
5
Diagram 3.1 Jumlah Kolonisasi MRSA berdasarkan Lokasi Tubuh pada Pasien ICU Pusat RSCM yang dilakukan Skrining MRSA.
Kolonisasi S.aureus pada manusia paling banyak terjadi di nares anterior. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan Yang E.S, dkk tahun 2007 menyebutkan bahwa terdapat beberapa pasien dengan infeksi CA-MRSA dalam jumlah signifikan yang tidak memiliki kolonisasi MRSA di nares anterior.9 Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa pasien dengan kolonisasi selain CA-MRSA (CA-MSSA, HA-MRSA, dan HA-MSSA), hanya memiliki kolonisasi yang sedikit di lokasi selain di hidung, yaitu 6%.9 Begitu pula yang terdapat pada penelitian ini, proporsi pasien yang memiliki kolonisasi bukan hanya di hidung dan di luar hidung mencapai angka yang cukup tinggi, yaitu 75%. Diantaranya kolonisasi di aksila (35%), rektum (1,7%), aksila dan hidung (21,7%), rektum dan hidung (6,7%), rektum dan aksila (5%), dan tiga lokasi tubuh tersebut sekaligus (5%). Hal ini menunjukkan bahwa strain MRSA yang berkoloni pada tubuh pasien adalah MRSA yang berasal dari komunitas. Lokasi kolonisasi MRSA tersebut juga dapat menjelaskan patogenesis penyebarannya. Di komunitas, individu mendapatkan MRSA dari kontak kulit dengan individu lain yang merupakan karier MRSA, atau dari kontak kulit dengan agen pembawa MRSA lainnya.9 Tabel 3.1 Sebaran Kolonisasi MRSA pada Pasien ICU Pusat RSCM
Dari tabel 3.1, dapat dilihat sebaran kolonisasi MRSA berdasarkan jenis kelamin dan usia. Dari 109 pasien, terdapat 55 pasien laki-laki dan 54 pasien perempuan. Dari 55 pasien tersebut, sebanyak 58,2% memiliki kolonisasi MRSA. Proporsi yang sedikit lebih rendah ditemukan pada pasien perempuan, yaitu sebanyak 51,8% memiliki kolonisasi MRSA. Hasil ini sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Kupfer M, dkk bahwa jenis kelamin laki-laki adalah faktor risiko signifikan bagi pasien untuk mendapatkan MRSA.10 Hal ini memungkinkan untuk terjadi karena laki-laki lebih banyak memiliki faktor predisposisi untuk
Kejadian Kolonisasi ..., Beladenta Amalia, FK UI, 2012
6
mengalami kolonisasi MRSA. Misalnya, penyakit diabetes melitus yang berhubungan dengan gagal ginjal dan membutuhkan dialisis banyak terjadi pada laki-laki (59%) dan pemakaian kateter (30%). Kateter adalah salah satu peralatan medis invasif yang menjadi salah satu faktor risiko kolonisasi MRSA.9 Tabel 3.2 Hasil Skrining MRSA pada Pasien yang Dirawat dan Tidak Dirawat Sebelum Masuk ICU Pusat RSCM
Jika dilihat persebaran usia pasien yang dilakukan skrining, pasien yang paling banyak dilakukan skrining adalah berusia dalam rentang 10-49 tahun dan paling sedikit di bawah 10 tahun. Semua pasien yang berusia di bawah 10 tahun memiliki kolonisasi MRSA (100%). Proporsi kolonisasi terendah diantara ketiga golongan usia, yaitu 50% didapatkan oleh pasien golongan usia 50 tahun ke atas. Untuk usia 10-49 tahun, memiliki proporsi 57,6%. Namun jika tidak melihat proporsi, jumlah kolonisasi MRSA pada pasien golongan usia 10-49 tahun paling banyak diantara golongan usia lainnya, yaitu 34 pasien. Meskipun CDC belum memasukkan usia sebagai faktor risiko independen untuk kolonisasi MRSA, sudah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa golongan usia di atas 50 tahun menjadi faktor predisposisi bagi pasien untuk mendapatkan MRSA. Hal ini terjadi karena semakin tua seorang individu maka ia memiliki faktor risiko yang lebih banyak, yaitu penyakit-penyakit kronik penyerta dan daya tahan tubuh yang rendah. Namun, peneliti justru mendapatkan bahwa usia di atas 50 tahun, mendapatkan proporsi terendah (50%) dan usia di bawah 10 tahun mendapatkan proporsi tertinggi (100%). Hal ini bisa terjadi karena dua hal, (1) jumlah pasien usia di bawah 10 tahun sangat sedikit (2 orang), sehingga mengurangi validitas data dan (2) anak-anak masih memiliki daya tahan tubuh yang belum stabil, sehingga mudah memiliki kolonisasi MRSA. Dari tabel 3.2 dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang pernah dirawat sebelum masuk ICU Pusat RSCM lebih banyak daripada pasien yang tidak dirawat sebelum masuk ICU, yaitu 68 pasien dari 109 pasien (62,4%). Pasien-pasien yang pernah dirawat sebelumnya berasal dari public wing RSCM, ICCU RSCM, dan pindahan dari rumah sakit lain. Sedangkan pasien yang terhitung tidak dirawat sebelumnya, berasal dari IGD RSCM, sehingga belum sampai 24 jam dirawat di rumah sakit. Proporsi pasien yang memiliki riwayat rawat di rumah sakit sebelumnya dan memiliki kolonisasi MRSA adalah 58,8%. Proporsi ini lebih besar dibandingkan dengan proporsi
Kejadian Kolonisasi ..., Beladenta Amalia, FK UI, 2012
7
pasien yang positif memiliki kolonisasi MRSA dan tidak dirawat sebelumnya (48,8%). Angka rasio prevalensi (RP) yang didapatkan adalah 1,206 (IK95% -3,087; 5,499). Angka Hasil uji chi square menunjukkan nilai p sebesar 0,307 yang berarti secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna antara pasien yang sebelumnya pernah dirawat dengan yang tidak dirawat sebelum masuk ICU. Banyak penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU sebagai faktor risiko independen kolonisasi MRSA.7,8 Sebuah penelitian menyebutkan bahwa 97% pasien yang positif kolonisasi MRSA, pernah dirawat di rumah sakit dalam jangka waktu 12 bulan sebelum masuk ICU.7 Hal ini dikarenakan pasien yang pernah dirawat di unit perawatan rumah sakit pernah terpapar oleh fasilitas kesehatan dan petugas rumah sakit tersebut, yang merupakan agen transmisi MRSA. Pasien yang pernah dirawat juga memiliki riwayat penggunaan obat secara intravena. Dari hasil perhitungan interval kepercayaan, menunjukkan bahwa meskipun proporsi pasien dengan kolonisasi MRSA lebih banyak terjadi pada pasien yang pernah dirawat sebelum masuk ICU (58,8%), hal ini belum tentu benar. Artinya, riwayat rawat pasien bisa tidak memiliki pengaruh apapun terhadap kolonisasi MRSA atau dengan kata lain netral. Hasil ini bisa didapatkan karena faktor risiko dari kolonisasi MRSA cukup banyak, terutama pada pasien di awal masuk ICU. Faktor-faktor lain yang juga bisa menyebabkan kecenderungan pasien yang baru masuk ICU (48 jam) diantaranya penggunaan antibiotik dan kontak dengan karier MRSA atau individu yang memiliki infeksi MRSA.8 Pasien yang baru masuk ICU, bukan hanya berpotensi mendapatkan MRSA dari fasilitas rawat tempat dia menginap sebelumnya, tapi juga bisa didapatkan dari komunitas tempat dia tinggal. Dari komunitasnya, pasien akan terpapar dengan banyak karier MRSA dalam jangka waktu perkepanjangan, yaitu hingga 3 tahun.9 Tentu saja hal ini berpotensi menyebarkan MRSA dari komunitas. Inilah yang bisa terjadi pada pasien dalam penelitian ini. Jadi, bukan hanya pasien yang pernah dirawat di rumah sakit saja yang mendapatkan kolonisasi MRSA, tapi juga pasien yang belum pernah dirawat karena mendapatkan MRSA dari komunitasnya yang sudah endemik penyebaran MRSA. Penemuan ini menjadi informasi penting bagi rumah sakit-rumah sakit untuk waspada terhadap semua pasien yang baru masuk ICU, baik yang pernah dirawat maupun belum pernah. Skrining adalah hal yang dapat dilakukan untuk melakukan pendeteksian awal. Kekurangan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah tidak dilakukannya penetapan jangka waktu rawat pasien sebelum masuk membuat peneliti kesulitan menentukan kolonisasi yang terdapat pada pasien merupakan MRSA yang didapat dari komunitasnya (CA-MRSA) atau dari fasilitas kesehatan tempat perawatannya atau nosokomial (HA-MRSA). Peneliti juga menemukan kesulitan dalam pendataan identitas dan riwayat penyakit pasien karena kurang lengkapnya data administrasi pasien, terutama rekam medik. Di sisi lain, kelebihan penelitian ini adalah prosedur skrining kolonisasi MRSA dilakukan dengan melakukan swab bukan hanya dari satu lokasi tubuh pasien, tapi tiga lokasi: hidung, ketiak, dan rektum. Ketiga lokasi tersebut merupakan tempat paling sering bagi MRSA untuk berkolonisasi. Dengan
Kejadian Kolonisasi ..., Beladenta Amalia, FK UI, 2012
8
begitu peneliti mendapatkan banyak pasien yang memiliki kolonisasi MRSA bukan hanya di hidung. 4. Kesimpulan dan Saran Setelah dilakukan analisis, maka didapatkan kesimpulan bahwa prevalensi kolonisasi MRSA pada pasien masuk ICU Pusat RSSCM tahun 2011 adalah 55%. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara prevalensi kolonisasi MRSA di ICU Pusat RSCM dengan riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU. Akan tetapi, dengan tidak adanya hubungan bermakna ini, ditemukan informasi yang cukup penting, yaitu riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU bukanlah faktor risiko tunggal kolonisasi MRSA. Pasien yang memiliki riwayat rawat sebelum masuk ICU dan tidak dirawat memiliki risiko yang sama untuk mengalami kolonisasi MRSA. Oleh karena itu, disarankan bagi setiap rumah sakit di Indonesia untuk melakukan uji skrining MRSA pada setiap pasien masuk rumah sakit sebagai bagian dari penerapan program pencegahan dan kontrol MRSA di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA 1. CDC. Antibiotic/antibiotic resistance. 2011 [diakses pada tanggal 28 Januari 2012]. Diunduh dari http://www.cdc.gov/drugresistance/index.html. 2. WHO Fact Sheet. Antimicrobial resistance. 2012 [diakses pada tanggal 28 Januari 2012]. Diunduh dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs194/en/. 3. Gopal Rao G, Michalczyk P, Nayeem N, Walker G, Wigmore L. Prevalence and risk factors for meticillin-resistant Staphylococcus aureus in adult emergency admission-a case for screening all patients? Elsevierhealth Journals; 2007. p.16. 4. Farmasia. Menggantung harapan pada antibiotik anyar. 2007 [diakses pada tanggal 20 Juni 2010]. Diunduh dari http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=508. 5. Lifespan. A Multi-drug resistant organism (MDRO). 2010 [diakses pada tanggal 12 Juni 2010]. Diunduh dari http://www.lifespan.org/services/infectious/diseases/mdro/default.htm. 6. Oztoprak N, et al. Risk factors for ICU-acquired methicillin-resistant Staphylococcus aureus infections. AJIC major articles; 2006. p. 3-4. 7. Warshawasky B, et al. Hospital and community-based surveillance of methicilllinresistant Staphylococcus aureus: previous hospitalization is the major risk factor. JSTOR; 2000. p. 726-727. 8. Haddadin A.S, Fappiano S.A, Lipsett P.A. Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) in the intensive care unit. Baltimore: Postgraduate Medical Jurnal; Jul 2002. 78, 921. p. 385-392. 9. Yang ES, Tan J, Rieg G, et al. Body site colonization prevalence in patients with community-associated methicillin resistant Staphylococcus aureus infections [abstract 285]. In: Program and Abstracts of the 45th Annual Meeting of the Infectious
Kejadian Kolonisasi ..., Beladenta Amalia, FK UI, 2012
9
Diseases Society of America (San Diego). Alexandria, VA: Infectious Diseases Society of America, 2007:107. 10. Kupfer M, et al. MRSA in a large German University Hospital: Male gender is a significant risk factor for MRSA acquisition. GMS Krankenhhyg Interdiszip. 2010; 5(2): Doc 11.
Kejadian Kolonisasi ..., Beladenta Amalia, FK UI, 2012