KEHIDUPAN LANJUT USIA SEBAGAI SUMBER IDE DALAM BERKARYA LUKIS
Laporan Tugas Akhir Oleh: ANDI K3203013
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
i
KEHIDUPAN LANJUT USIA SEBAGAI SUMBER IDE DALAM BERKARYA LUKIS
Oleh : ANDI K3203013
Laporan Tugas Akhir Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
ii
PERSETUJUAN
Tugas akhir ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Tugas Akhir Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Persetujuan Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. M. Y. Ning Yuliastuti, M.pd
Drs. Edi Kurniadi, M.Pd
NIP. 131 658 568
NIP. 131 847 182
iii
PENGESAHAN
Tugas Akhir ini dipertahankan di depan Tim Penguji Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari
:
Tanggal
:
Tim Penguji Tugas Akhir
Nama Terang
Tanda tangan
Ketua
: Drs. Margana, M. Sn
.............................
Sekretaris
: Adam Wahida, S.Pd, M. Sn
Anggota I
: Dra. M. Y. Ning Yuliastuti, M. Pd
Anggota II
: Drs. Edi Kurniadi, M. Pd
Disahkan oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd NIP. 131 658 563
iv
............................. .............................. .............................
ABSTRAK
Andi. KEHIDUPAN LANJUT USIA SEBAGAI SUMBER IDE DALAM BERKARYA LUKIS. Laporan Tugas Akhir, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009. Penciptaan karya Seni Lukis ini dilakukan dengan tujuan memvisualisasikan fenomena kehidupan lanjut usia yang masih tetap produktif di tengah masyarakat sekitarnya. Bertujuan memberikan pengalaman batin terhadap apresiator dan diharapkan dapat mengurangi pandangan-pandangan keliru tentang lanjut usia yang selalu diidentikan dengan suatu kelompok masyarakat yang rapuh dan menjadi beban orang lain. Sehingga masyarakat dapat menghargai dan memberikan ruang terhadap lanjut usia yang masih tetap bekerja. Aliran yang dipilih adalah ekspresionisme. Penciptaan karya tugas akhir ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai Mei 2009. Metode Penciptaan yang dilakukan menggunakan pendekatan empiris dan pendekatan estetis. Penciptaan karya seni lukis dalam tugas akhir ini menggunakan media campuran (Mix media). Bahan yang digunakan grajen (limbah kayu), lem kayu, cat minyak bermerk greco, dan kain blaco. Kuas yang digunakan berukuran 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Teknik pertama yang digunakan adalah mencampur grajen dengan lem kayu, teknik yang kedua adalah membuat sket dan tekstur nyata diatas kain blaco dengan menggunakan grajen yang sudah dicampur dengan lem kayu, teknik ketiga melukis diatas media bertekstur nyata dengan sapuan warna secara ekspresionis. Karya yang diciptakan berupa karya seni lukis bertekstur nyata dan timbul dari bahan dasar grajen, lem kayu, cat minyak dan kain blaco sebagai medianya. Karya yang dibuat ada 10 buah dengan ukuran terbesar 100x100cm dan yang terkecil 110cmx80cm. Judul karya yaitu “Jalan Jarum Jam”, “Kakek dan Juragan Tembakau”, “Kemana Perginya Kakek??”, “Kepasar”, “Setelah Panen”, “Ternak Bebek”, “Penjual Bibit Ikan”, “Penjual Nasi Pecel”, “Membantu Memetik Cabe”, “Penjual kayu bakar”. Karya-karya tersebut secara keseluruhan menggambarkan tentang seorang lanjut usia yang masih produktif.
v
MOTTO
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Q.S. Al-Baqarah : 286). Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q.S. Alam Nasyrah : 6).
vi
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir ini dipersembahkan kepada :
Kedua orang tuaku Atas kesabaran dan kasih sayangnya selama ini, yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, dan selalu mendukung ananda hingga detik ini...
Adikku Ardani.
Teman-teman seperjuangan
Almamater.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirobil alamin..... Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Pembuatan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dan baik spirituil maupun materiil. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Drs. Suparno, M. Pd sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Surakarta. 3. Bapak Drs. Tjahjo Prabowo, M. Sn selaku Ketua Program Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Ibu Dra. M. Y. N Yuliastuti, M. Pd dan Bapak Drs. Edi Kurniadi M. Pd selaku pembimbing I dan II yang dengan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. 5. Bapak Bonyong Munny ardhi yang selalu memberi masukan dan terus menyemangati dalam berkesenian. 6. Bapak Adam Wahida, S. Pd, M. Sn, Bapak Lili Hartono, S. Sn, M Hum dan Bapak Nanang Yuliyanto, S.Pd, M.Ds yang selalu menyemangati dalam berkesenian. 7. Zumar, Khiky Alm., Very, Pak Soleh, Eka, Teguh, Januar, Tiwik, Wisnu, Maryam, Anik, Suki, Nurtatik, Verica, Aris, Edvin, Eric, Andean, Jacky, Akur, Agus, Marjuki, Purnanto, Windu, Agung, Alsri, Mas Joko, Mas Hari, Mas Hanung, dan teman-teman semua yang tidak dapat saya sebutkan satupersatu.
viii
8. Teman-teman mahasiswa Seni Rupa FKIP UNS. 9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu terlaksananya penciptaan karya Tugas Akhir. Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Surakarta, 20 April 2009 Penulis
ix
DAFTAR ISI Halaman JUDUL …………………………………………………………………………….i PENGAJUAN……………………………………………………………………..ii PERSETUJUAN………………………………………………………………….iii PENGESAHAN…………………………………………………………………..iv ABSTRAK………………………………………………………………………...v MOTTO……………………………………………………………………..........vi PERSEMBAHAN………………………………………………………………..vii KATA PENGANTAR…………………………………………………………..viii DAFTAR ISI……………………………………………………………………....x DAFTAR TABEL..................................................................................................xv DAFTAR GAMBAR……………………………………………….……….........xi DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xii BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………...1 A. Latar Belakang.................………………….……………………………...1 B. Rumusan Masalah .................……………………………………………..2 C. Tujuan Penciptaan………………………………………………………....2 D. Manfaat Penciptaan………………………………………………………..3 BAB II. KONSEP PENCIPTAAN………….…………………………...……….4 A. Sumber Ide Penciptaan………..……………...………………………........4 B. Landasan Teori………………………………………………………….....5 1. Pengertian Lanjut Usia…….……………….…………………………...5 2. Definisi Ide………………………..…………………..….……………12 3. Uraian Tentang Penciptaan..……………..…………………………....13 4. Kajian Seni…………………………………………………………….14 5. Pengertian Seni Rupa………...………………………...……………..15 6. Kajian Tentang Seni Lukis……………...……...…..……….…...…….17 7. Gaya dan Aliran Dalam Seni Lukis………………………..………….19 8. Pembahasan Ekspresionisme…………….…………………………...22
x
BAB III. PROSES PENCIPTAAN....………….…………….…...……….........28 A. Metode Penciptaan....................................................……………..……...28 B. Proses Perwujudan...........……......…………………………………..…..29 1.
Medium..................………………………….............…..….........29
2.
Teknik............................................................................................31
3.
Bentuk............................................................................................33
C. Penyajian Karya.........................................................................................34 D. Hambatan Penciptaan.................................................................................34 BAB IV. DESKRIPSI DAN ANALISIS KARYA................................................35 A. Deskripsi Karya..........................................................................................35 B. Analisis Karya............................................................................................36 1. Karya Pertama................................................................................36 2. karya kedua....................................................................................38 3. Karya ketiga...................................................................................40 4. Karya Keempat...............................................................................42 5. Karya Kelima.................................................................................44 6. Karya Keenam...............................................................................46 7. Karya Ketujuh................................................................................48 8. Karya Kedelapan............................................................................50 9. Karya Kesembilan..........................................................................51 10. Karya Kesepuluh............................................................................52 BAB V. PENUTUP...............................................................................................54 Kesimpulan..........................................................................................54 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................56 LAMPIRAN...........................................................................................................58
xi
DAFTAR TABEL halaman Tabel 1. Jadual Pelaksanaan...................................................................................61
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Keluarga Pemusik, Hendra Gunawan……..…………….……...….24 Gambar 2. Dongeng Mbah djoyo Untuk Cucu-Cucunya, Yogi Setyawan….…25 Gambar 3. Old Picasso, Bob Sick Yudhita……………………………….…....26 Gambar 4. In Grandpas Arms, Todd Peterson, ……….………….…….………..26 Gambar 5. Grandmother ……………………...………………………………...27 Gambar 6. Loyd Pensive, Pat White…………………………………………………27 Gambar 7. Kain blaco…………………………………………………….……30 Gambar 8. Grajen dan lem kayu………………………………….……………30 Gambar 9. Cat minyak………………...……………………………………….31 Gambar 10. Pencampuran grajen dengan lem kayu…………...……...…….….32 Gambar 10. Pembuatan tekstur nyata…………………………………….……..32 Gambar 11. Melukis diatas media bertekstur nyata……………………….……33 Gambar 12. Karya Pertama…………………………………………………......36 Gambar 13. Karya Kedua………………………………………………………48 Gambar 14. Karya Ketiga………………………………………………………40 Gambar 15. Karya Keempat………………………………………………….....42 Gambar 16. Karya Kelima……………………………………………………...44 Gambar 17. Karya Keenam……………………………………………………..46 Gambar 18. Karya Ketujuh……………………………………………………..58 Gambar 19. Karya Kedelapan…………………………………………………..50 Gambar 20. Karya Kesembilan…………………………………………………51 Gambar 21. Karya Kesepuluh…………………………………………………..52
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penciptaan Pandangan keliru yang mengatakan bahwa seorang lanjut usia itu identik dengan jompo dan seringkali mendapat perlakuan yang sebenarnya tidak mereka inginkan misalnya selalu disuruh duduk saja, tidak perlu belajar, berlatih, bekerja, dan di anjurkan untuk istirahat. Pada kenyataannya jika lanjut usia diperlakukan demikian justru akan menimbulkan stress dan putus harapan pada lanjut usia. Hal tersebut sesuai pernyataan sebagai berikut “Orang lansia akan merasa bahagia bila mereka masih dapat melakukan banyak aktivitas” (Havigurst dalam Argyo Demartoto, 2006: 22). Merupakan suatu tindakan yang bijaksana jika para anggota keluarga tetap memberi kesempatan pada lanjut usia untuk melakukan kegiatan apa saja yang disukainya sehingga tetap menjaga harga diri, martabatnya serta merasa dirinya berguna untuk yang lain. Kalau lanjut usia memerlukan bantuan biasanya ia tahu persis apa yang diperlukan
secara
wajar. Mereka memiliki banyak
pengalaman dalam
kehidupannya, sehingga dalam keseharian kita menjumpai bahwa lanjut usia tidak mau tinggal diam, ada saja yang ingin dikerjakannya. Terkadang memang ada yang menjadi loyo atau pasrah, mereka ini umumnya lanjut usia yang pada masa mudanya sudah terkuras oleh tugas-tugas berat dan tingkat pendidikan yang relatif rendah, sehingga dalam masa lanjut usia tidak berdaya. Untuk menghadapi lanjut usia seperti demikian, lingkungan hendaknya selalu memberi support dan rasa peduli, agar mereka tidak merasa tersisih dan tetap memiliki harga diri. Banyak diantara para lanjut usia yang masih produktif di lingkungan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti misalnya berkebun, berjualan, pengrajin dan lain sebagainya. Setiap orang yang melihat fenomena tersebut mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Ada yang setelah melihat lanjut usia yang masih bekerja tersebut kemudian berangapan terharu, terheran-heran dan lain sebagainya.
xiv
kasihan, iba,
Dalam hal ini penulis merasa kagum melihat lanjut usia yang masih bekerja dan tetap produktif di usia senjanya. Banyak hal yang menarik ketika lanjut usia masih tetap produktif serta berbaur ditengah masyarakat antara lain semangat yang ada pada diri lanjut usia, adanya rasa dihormati dengan keberadaannya di tengah masyarakat sekitarnya, tidak merasa tersisihkan dan lain sebagainya. Dari kekaguman terhadap lanjut usia yang masih tetap produktif tersebut timbul tuntutan psikologis penulis yang seakan-akan menjadi obyek dengan segala fantasi dan motivasi untuk diangkat dalam lukisan tugas akhir ini. Karya lukis ini diharapkan dapat memberikan pengalaman batin terhadap apresiator dan mengurangi pandangan-pandangan keliru tentang lanjut usia yang selalu diidentikan dengan suatu kelompok masyarakat yang rapuh dan menjadi beban orang lain. Sehingga masyarakat dapat menghargai dan memberikan ruang terhadap lanjut usia yang masih tetap bekerja. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut. Bagaimana bentuk visualisasi karya seni lukis bertema lanjut usia sebagai sumber ide dalam mengembangkan imajinasi dan kreativitas. C. Tujuan Penciptaan Tujuan penciptaan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Menyalurkan daya kreasi dan imajinasi tentang kehidupan lanjut usia yang masih tetap produktif lewat karya lukis. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji lebih dalam tentang kehidupan lanjut usia yang masih tetap produktif. 3. Dapat menjelaskan visualisasi karya tentang tema kehidupan lanjut usia berkaitan dengan ide, konsep, media dan bentuk.
xv
D. Manfaat Penciptaan Manfaat penciptaan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan pencerahan dan motivasi terhadap lanjut usia untuk dapat memanfaatkan kearifan, ilmu pengetahuan dan pengalamannya untuk menjalani kehidupan di usia senjanya. 2. Meningkatkan perhatian pemerintah untuk memberikan ruang terhadap lanjut usia untuk mencari pekerjaan agar dapat mengisi hari tuanya dengan tetap produktif . 3. Membawa kesadaran masyarakat untuk menciptakan iklim kemasayarakatan yang mendukung lanjut usia tetap berkarya. 4. Menjadikan nilai tambah serta memberikan sumbangan tentang khasanah budaya dalam kepustakaan khususnya bidang seni rupa.
BAB II KONSEP PENCIPTAAN A. Sumber Ide Penciptaan Dalam masyarakat modern nilai-nilai individual sangat dihargai, dan ini juga berlaku didalam keseniannya. Walaupun demikian, refleksi diri seorang seniman juga akan merefleksi lingkungannya karena seseorang tidak akan lepas dari lingkungan dimana ia berada yaitu alam : apakah itu alam makro atau alam mikro, baik alam kasat mata maupun alam batiniah, juga alam berjiwa atau alam tak berjiwa. Hanya kadar tersebut juga tergantung pada serapan atau tanggapan
xvi
seseorang seniman terhadap lingkungan atau masyarakatnya (Arfial Arsad Hakim, 1994: 15). Dalam menciptakan karya lukis, biasanya seseorang memperoleh ide sebagai dasar dalam menciptakan karya lukis, baik dari hasil pengalaman dan pengamatannya terhadap lingkungan. Dari situ kemudian melalui suatu proses berpikir atau perenungan dari suatu yang ditanggapi atau dirasakannya maka timbul gagasan atau ide melandasi penciptaannya. Tidak satupun segi kehidupan manusia yang tidak dapat diungkapkan dalam seni, banyak sekali sumber ide untuk diungkapkan dalam seni, semua obyek yang berasal dari fase-fase kehidupan manusia, alam pikiran, ajaran tertentu, kepercayaan tertentu dan dunia estetika itu sendiri. Dari sisi kehidupan manusia dalam setiap jenjang usia mempunyai daya tarik tersendiri untuk di ungkap dalam seni. Semisal usia anak-anak disitu banyak hal yang menarik baik itu karena kepolosan, kelucuan, dan lain sebagainya. Begitu pula dalam jenjang usia yang berikutnya seperti masa remaja, dewasa, dan tua masing-masing memiliki daya tarik yang berbeda untuk di ungkap dalam sebuah karya seni baik itu dari sisi kejiwaannya, jasmani, kehidupan dan lain sebagainya. Dalam hal ini sumber ide penulis berasal dari kehidupan lanjut usia sekitar yang diamati oleh penulis. Banyak diantaranya lanjut usia yang masih tetap bekerja serta produktif seperti berkebun, berjualan di pasar, berternak dan lain sebagainya. Dari perenungan dan pengamatan tersebut penulis tertarik untuk mengupas lebih jauh tentang kehidupan lanjut usia untuk kemudian dituangkan kedalam sebuah karya lukis. Untuk dapat terwujud, maka dikembangkan ide-ide pengamatan tersebut berdasarkan imajinasi dan fantasi serta pengalaman artistik. Proses kreatif itu terus berkembang dalam mencakup ide-ide baru dari peristiwa waktu dan tempat yang berbeda-beda serta kondisi psikis yang berbeda pula. Dalam berkarya penulis berusaha mengungkapkan kenyataan yang ada dalam batin yang terlandasi oleh konsepsi kehidupan lanjut usia dengan kebebasan kreasi dalam beraktifitas seni, walaupun nantinya banyak menimbulkan bermacam-macam penafsiran makna dari bentuk yang ditampilkan karena setiap
xvii
manusia mempunyai intellegensi, pengalaman dan latar belakang yang berbedabeda.
B. Landasan Teori 1. Pengertian Lanjut Usia Dalam landasan teori ini penulis akan menjelaskan tentang tema yang akan diambil, yaitu kehidupan lanjut usia. Pembahasan ini bermanfaat untuk memberi batasan dan menjelaskan definisi tentang tema yang diambil. Individu adalah pribadi yang utuh dan kompleks. Kekomplekan tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karenanya disamping individu harus memahami dirinya sendiri, ia juga harus memahami orang lain dan memahami kehidupan bersama didalam masyarakat. a. Tahap Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia Dalam
kehidupan
manusia
akan
mengalami
tahap-tahap
masa
perkembangan. Sebagai mana telah kita ketahui, pandangan-pandangan tradisional terhadap perkembangan manusia lebih ditekankan pada kematangan pertumbuhan dan perubahan yang ekstrim selama masa bayi, anak-anak, dan remaja, sementara perubahan-perubahan selama masa dewasa dan penurunan pada usia lanjut kurang mendapat
perhatian.
Dalam
pandangan-pandangan
perkembangan manusia menekankan
kontemporer
tentang
pada perkembangan rentang hidup. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Samsunuwiyati Mar’rat (2005: 24) sebagai berikut “ …Pandangan-pandangan kontemporer tentang perkembangan manusia menekankan pada perkembangan rentang hidup, mulai dari konsepsi sampai meninggal”. Berdasarkan pernyataan diatas dapat penulis simpulkan bahwa penekanan pada pesikologi perkembangan terjadi perbedaan. Elizabeth B. Hurlock (1980: 2) menyatakan “Ada dua alasan utama mengapa terjadi perbedaan penekanan pada psikologi perkembangan. Pertama penelitian terhadap periode tertentu dalam pola perkembangan sangat dipengaruhi keinginan untuk memecahkan beberapa masalah praktis dan masalah-masalah yang berkaitan dengan poriode itu”. Dari pernyataan tersebut dapat kita ambil contoh misalnya,
xviii
riset mengenai usia pertengahan dikembangkan dari relasi bahwa penyesuaian yang baik pada tahun-tahun kehidupan berikutnya sangat bergantung pada seberapa jauh seseorang dapat menyesuaikan diri, jadi perubahan tahap dalam masa perkembangan selalu berubah sesuai keinginan peneliti memperluas penelitiannya terhadap perkembangan manusia. Berikut ini adalah tahap masa perkembangan yang diungkapkan oleh Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya Psikologi Perkembangan (1980): 1) Periode Pranatal Meskipun kenyataan bahwa periode perkembangan pertama dalam rentang kehidupan ini merupakan periode yang paling singkat dari seluruh periode, periode yang mulai pada saat pembuahan dan berakhir pada kelahiran kurang lebih panjangnya 270 sampai 280 hari atau sembilan bulan (Elizabeth B. Hurlock, 1980: 28). 2) Masa Bayi Baru Lahir Masa ini dimulai dari kelahiran dan berakhir pada saat bayi menjelang dua minggu. Periode yang tersingkat dari semua periode perkembangan yang ada. Periode ini adalah saat dimana janin harus menyesuaikan dengan kehidupan diluar janin ibu, dimana ia telah hidup selama kurang lebih sembilan bulan (Elizabeth B. Hurlock, 1980: 52).
3) Masa Bayi Masa bayi berlangsung dua tahun pertama setalah periode bayi yang baru lahir dua minggu. Meski masa bayi sering dianggap sebagai masa baru lahir, tetapi label masa bayi akan digunakan untuk membedakannya dengan periode pranatal di tandai dengan keadaan sangat tidak berdaya (Elizabeth B. Hurlock, 1980: 76). 4) Awal Masa Kanak-Kanak Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni kira-kira usia dua tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira usia dua belas tahun untuk wanita dan empat belas tahun untuk
xix
pria. Setelah anak matang secara seksual maka ia disebut remaja ( Elizabeth B. Hurlock, 1980: 108). 5) Akhir Masa Kanak-Kanak Akhir masa kanak-kanak (Late Childhood) berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Pada awal dan akhirnya, masa akhir kanak-kanak ditandai oleh kondisi yang sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak (Elizabeth B. Hurlock, 1980: 146). 6) Masa Puber Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. Sepeti diterangkan oleh Root “Masa puber adalah suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan produksi. Tahap ini disertai dengan perubahan-perubahan dalam pertumbuhan somatis dan perspektif psikologis“ (Elizabeth B. Hurlock, 1980: 184). 7) Masa Remaja Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Namun peneliti tentang perubahan perilaku sikap dan nilai-nilai sepanjang masa remaja tidak hanya menunjukkan bahwa setiap perubahan terjadi lebih pada awal masa remaja. Dengan demikian secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian, awal masa remaja dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode yang sangat singkat ( Elizabeth B. Hurlock, 1980: 206). 8) Masa Dewasa Dini Setiap kebudayaan membuat pembedaan kapan seseorang mencapai status dewasa secara murni. Pada sebagian besar kebudayaan kuno, status ini
xx
tercapai apabila pertumbuhan pubertas sudah selesai atau hampir selesai dan apabila organ kelamin anak telah berkembang dan mampu memproduksi. Belum lama ini dalam kebudayaan amerika seorang anak belum resmi dianggap dewasa kalau ia belum mencapai umur 21 tahun (Elizabeth B. Hurlock, 1980: 246). 9) Usia Madya Pada umumnya usia madya atau usia setengah baya dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut pada akhirnya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental, pada usia 40 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat (Elizabeth B. Hurlock, 1980: 320). 10) Usia Lanjut atau Lanjut Usia Periode selama usia lanjut, ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap dan pada waktu kompensasi terhadap penurunan ini dapat dilakukan, dikenal sebagai “senescence” yaitu masa proses menjadi tua. Seseorang akan menjadi orang semakin tua pada usia lima puluhan atau tidak sampai mencapai awal atau akhir usia enam puluhan, tergantung pada laju kemunduran fisik dan mentalnya (Elizabeth B. Hurlock, 1980: 380).
Pendapat lain mengatakan “Usia enam puluhan biasanya dipandang sebagai garis pemisah antara usia madya dan usia lanjut” Elizabeth B. Hurlock, 1980: 380). Dari pendapat tersebut dapat penulis simpulkan bahwa orang dikatakan sebagai lanjut usia mulai umur enam puluhan keatas. b. Kebutuhan Hidup Manusia Kebutuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer pada hakekatnya merupakan kebutuhan biologis atau organik dan umumnya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif asli. Contoh kebutuhan primer itu antara lain adalah : makan, minum, bernafas, dan kehangatan tubuh. Pada tingkat remaja dan dewasa kebutuhan primer ini dapat bertambah, yaitu kebutuhan seksual. Sedangkan kebutuhan sekunder umumnya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif
xxi
yang dipelajari, seperti misalnya kebutuhan untuk mengejar pengetahuan, kebutuhan untuk mengikuti pola hidup bermasyarakat, kebutuhan akan hiburan, alat transportasi dan semacamnya (Sunarto dan B. Agung Hartono, 1994:49). Dalam bidang kehidupan ekonomi kebutuhan primer dikenal sebagai kebutuhan pokok yang mencakup kebutuhan akan pangan, sandang, dan papan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yang medesak dan harus segera di penuhi, sedang kebutuhan sekunder pemenuhannya dapat ditunda dan dilihat sekala pioritasnya. Kebutuhan itu timbul disebabkan oleh dorongan-dorongan (motif). ”Dorongan adalah keadaan-keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorongya untuk melakukan sesuatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu” (Lefton dalam Sunarto B. Agung Hartono, 1994: 49). Dorongan dapat berkembang karena kebutuhan psikologis atau karena kebutuhan-kebutuhan hidup yang semakin komplek.
c. Kebutuhan Lanjut Usia Berikut adalah kebutuhan khas orang lanjut usia seperti sebagaimana telah ditegaskan dalam Petunjuk Pelaksanaan Kesejahteraan Sosial yang di ungkapkan oleh Argyo Demartoto (2006: 33) : 1) Terpenuhinya kebutuhan jasmani dengan baik seperti dalam bidang: a) Kebutuhan pokok hidup secara layak, yaitu sandang pangan. b) Pemeliharaan kesehatan secara baik. c) Pemenuhan kebutuhan pengisian waktu luang. 2) Terpenuhinya kebutuhan rohaniah dengan baik, seperti dalam bidang: a) Kebutuhan kasih sayang, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitar.
xxii
b) Peningkatan gairah hidup dan tidak merasa khawatir menghadapi sisa hidupnya. 3) Terpenuhinya kebutuhan sosial
dengan baik terutama hubungan baik
dengan masyarakat sekitarnya. Kebutuhan Obyektif lanjut usia meliputi makan, tempat tinggal, kesehatan dan keamanan. Kebutuhan obyektif menentukan kelangsungan hidup dan kesejahteraan serta keamanan bagi lanjut usia. Apabila komponen kebutuhan obyektif terpenuhi maka berarti syarat untuk hidup sejahtera terpenuhi. Apabila keluarga memiliki peran dominan, yakni menjamin seluruh kebutuhan lansia maka berarti kebutuhan obyektif dan subyektif ditentukan oleh kemampuan suatu keluarga untuk memberikan pemenuhannya. Khususnya lansia yang sudah tidak melakukan aktivitas produktif, biasanya menggantungkan diri sepenuhnya pada peran keluarga. Keluarga berstatus ekonomi cukup tinggi dan akan dapat memberikan pemenuhan kebutuhan obyektif lansia yang dirawat. Tetapi tidak semua keluarga yang berstatus ekonomi tinggi dapat memenuhi kebutuhan subyektif lanjut usia. Terpenuhinya kebutuhan subyektif lanjut usia sangat tergantung pada iklim keluarga, apakah peran keluarga memungkinkan pengakuan atas keberadaan dan peran lansia. Jika peran, manfaat dan eksistensi lansia dihitungkan dalam keluarga maka kebutuhan subyektif akan terpenuhi, karena merasa masih berguna di depan anak cucu. Sebaliknya bagi keluarga miskin (status ekonomi rendah) kemungkinan tidak dapat memenuhi kebutuhan obyektif lanjut usia secara memuaskan, namun jika iklim keluarga memungkinkan peran lansia, keberadaan lansia diakui dan dipandang bermanfaat, maka berarti kebutuhan subyektif dapat terpenuhi. Peran lingkungan masyarakat juga perlu menciptakan iklim seperti ini, agar lanjut usia merasa masih berguna di masyarakat, dihormati dan dihargai keberadaannya di lingkungan masyarakat. Memberi ruang dan kesempatan lansia untuk berkarya dan tetap produktif sesuai kemampuannya terhadap peranan baru yang disandangnya (lansia). Sehingga dalam keseharian kita menjumpai bahwa lanjut usia tidak mau tinggal diam, ada saja yang ingin dikerjakannya. Baik itu untuk memenuhi kebutuhan obyektif yang tidak terpenuhi karena jauh dari keluarga, karena
xxiii
ekonomi keluarga rendah, maupun pemenuhan kebutuhan subyektif lanjut usia agar tidak merasa tersisihkan di lingkungan masyarakat sekitar dan masih memiliki harga diri. d. Kehidupan lanjut Usia Lanjut usia selalu dikonotasikan sebagai kelompok rentan yang tergantung dan menjadi beban tanggungan baik oleh keluarga, masyarakat dan negara. Secara naluri semua orang ingin mencapai umur panjang, namun setelah menjadi tua banyak dari mereka yang menderita karena stress, tidak bahagia, merasa tidak berguna, dan harga diri rendah. Ketidak bahagiaan itu karena banyak dari mereka yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan pada diri dan lingkungan sosialnya. Menurut. Dr. Jusnichsan Solichin dalam mimbar ilmiah Unversitas Islam Jakarta dalam Argyo Dermatoto (2006: 12) “Orang usia lanjut bisa mencapai kebahagiaan apabila mereka merasa di butuhkan dan dicintai serta mereka masih tetap dapat berpartisipasi dalam kehidupan ini”. e. lanjut Usia Produktif Asumsi masyarakat yang menganggap bahwa lanjut usia merupakan golongan yang tidak produktif dan tergantung secara ekonomi merupakan sebuah bentuk kekeliruan dan bahkan menjadi alat diskriminasi yang berujung terhadap peminggiran hak sosio-ekonominya. Dalam faktanya lansia dipedesaan tetap menjadi tulang punggung ekonomi keluarga dan melaksanakan pekerjaan seperti : petani, berjualan, berternak dan lainnya. Mereka tidak ingin mengundurkan diri dari lingkungan sosialnya . Usia lanjut optimal akan dialami oleh orang yang tetap aktif melaksanakan perananperanannya didalam masyarakat sehingga semangatnya tetap tinggi. Hal tersebut sesuai pernyataan sebagai berikut: Para orang usia lanjut dapat memperoleh kepuasan kebahagiaan. Meneruskan aktivitasnya berarti bahagia. Jadi hanya orang-orang yang aktif, yang dapat berprestasi, yang dapat berarti bagi orang lain yang membutuhkannya sehingga hanya mereka itulah yang mencapai kepuasan (Cummin dan Henry dalam Argyo Demartoto 2006: 27). Para lanjut usia bisa tetap produktif dalam menjalani hari tuanya, asal pandai mencermati dan memanfaatkan peluang yang ada. Untuk itu butuh sikap
xxiv
mengenal diri sendiri agar mengetahui bahwa dirinya mempunyai potensi. Para lanjut usia bisa aktif dengan seribu satu macam cara sesuai dengan tingkat pendidikan dan latar belakang sosialnya agar tetap enerjik dan terhindar dari penyakit pikun dan tetap produktif dalam menjalani kehidupan di hari tuanya. Kehidupan lanjut usia yang masih tetap produktif untuk memenuhi segala kebutuhannya baik itu kebutuhan obyektif maupun subyektif inilah yang diambil penulis sebagai tema lukisannya dalam tugas akhir ini.
2. Definisi Ide Suatu karya seni tercipta tidak dengan begitu saja, atau kehadirannya sembarangan, akan tetapi dilahirkan karena dorongan yang menyeluruh. Seniman kreatif penciptaannya berdasarkan pada proses berfikir, perenungan, mendalami gejala dengan mempertanyakan untuk apa, mengapa, kemana, karya seni dihadirkan dan sebagainya. Hal tersebut sesuai pernyataan Dryarkara dalam Narsen Afatara (2000: 78) “edios, idea, ide, yang berarti buah pikiran”. Mulyadi (2000: 25) menyatakan “…seni adalah pembabaran idea seseorang seniman kedalam suatu bentuk”. Bentuk merupakan wadah ekspresi seniman dan merupakan pendekatan ke arah idea atau bisa dikatakan bahwa bentuk merupakan suatu idealisasi. Idealisasi dapat dihubungkan dengan apa yang di-idea-kan atau apa yang diinginkan atau yang seharusnya. Idea itu sendiri mengarah kepada hakekat dari segala sesuatunya itu. Interpretasi terhadap alam yang dilakukan oleh seniman itu memiliki watak sepiritual, dan penciptaan karya seni itu merupakan suatu transportasi dari kenyataan kedalam bahan. Dalam hal ini antara interpretasi dan transportasi merupakan suatu kesatuan yang tidak terbagi dan dapat disebut STYLASI dan IDEALISTIS. Idealisasi lebih terarah ke “inner vision” (visi batin), sedang stylasi lebih menunjukkan pengubahan bentuk-bentuk luar (lahiriah) (Mulyadi, 2000: 26). Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa seorang seniman
dalam
menghayati
atau
menanggapi
alam,
kemudian
menginterpretasikannya. Intrepretasi itu berarti pengolahan yang bersifat pribadi
xxv
dan mencakup segi batiniah dan segi lahiriah, Lewat bahan dengan kemampuan tehniknya, pengolahan tadi diwujudkan menjadi suatu bentuk, yakni karya seni yang berisikan kehakikian dari alam yang ditanggapi tadi. Proses demikian inilah kemudian yang menjuruskan suatu pemikiran bahwa suatu karya seni merupakan pembabaran ide senimannya. 3. Uraian Tentang Penciptaan Seperti tulisan Edgar de Bruyne yang diungkap kembali oleh Suryo Suradjijo, dinyatakan bahwa karya seni merupakan lambang dari suatu idea, merupakan nilai-nilai dan kesemuanya itu terwujud dalam bentuk indrawi yang diciptakan oleh manusia. Jadi menjadi jelaslah bahwa suatu aktivitas yang hanya berdasarkan pola-pola yang sudah ada, tanpa ada usaha-usaha pembaharuan dari si pembuat sehingga dapat merupakan wadah dari ekspresi pribadinya, bukanlah seni yang dimaksud sebagai benar-benar seni (Mulyadi, 2000: 22). Seni sebagai rangkaian kegiatan manusia selalu menciptakan nilai-nilai baru; yaitu sesuatu yang belum pernah ada dan belum pernah dilihat orang. Apabila seseorang menciptakan suatu lukisan yang belum pernah dilihat orang lain, maka lukisan tersebut memilik sifat kreatif. Tetapi manakala hanya meniru karya orang lain, maka hal ini dianggap bukan seni dalam pengertian yang sebenarnya, melainkan kerajinan. Sebab meniru disini menunjukan tidak adanya inisiatif. 4. Kajian Seni Seni merupakan suatu kegiatan yang telah sangat tua usianya; namun demikian ternyata gambaran orang terhadapnya kurang jelas, bahkan adakalanya terlalu sempit. Hal ini disebabkan karena seni mencakup pengertian sangat luas, disamping itu tempat dan kemajuan jaman akan memberikan pengertian yang berbeda satu dengan yang lain. Menurut Thomas Murno dalam Mulyadi (2000: 6) “seni adalah alat buatan manusia untuk menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain yang melihatnya. Efek-efek tersebut mencakup tanggapan-tanggapan yang berwujud
xxvi
pengamatan, pengenalan, imajinasi, yang rasional maupun emosional”. Penjelasan lain, “Seni adalah hasil karya manusia yang mengkomunikasikan pengalamanpengalaman batinya; pengalaman batin tersebut disajikan secara indah dan menarik sehingga memberikan atau merangsang timbulnya pengalaman batin pula kepada manusia yang menghayatinya” (Sudarso SP dalam Mulyadi, 2000: 6). Sebagaimana definisi seni yang beragam, seni juga mengalami pembagian yang bermacam-macam. Diantara pembagian yang umum diketahui adalah pembagian seni kedalam seni “seni mayor” dan “seni minor”. Seni mayor meliputi seni rupa, seni musik, dan seni kesusastraan. Sedang seni minor mencakup semacam perabotan kayu, tembikar, permadani, ukir-ukiran makam, perhiasan emas-perak, kerajinan kulit dan sebangsa pembuatan medali (Mulyadi, 2000: 6). Secara teoritas seni juga dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu seni yang murni estestis atau fine art dan seni yang dimanfaatkan untuk macammacam kepentingan atau applied art. Yang tergolong seni murni adalah apabila dalam penciptaannya si seniman hanya terikat oleh misalnya gaya yang disenangi masyarakat, ditempatkan di mana dan sebagainya. Sedang aplied art atau seni terapan ialah seni yang selain bentuk harus indah juga harus mengingatkan persyaratan yang berkaitan dengan unsur pakainya; misalnya rumah harus nyaman di tempati, kursi harus sesuai dengan tujuannya (Mulyadi, 2000: 7). 5. Pengertian Seni Rupa Sebagai salah satu bagian dari “Seni Mayor” seni rupa banyak memiliki beragam bentuk, media dan teknik. Selain itu seni rupa juga memiliki banyak cabang seperti: seni lukis, seni patung, seni grafis, seni dekorasi, seni reklame, seni kriya, dan arsitektur. Sekalipun cabang-cabang seni memiliki bentuk dan medium yang satu sama lainya berbeda, tetapi ada kaidah-kaidah umum yang biasa diterapkan bagi semuanya. Misalnya irama yang ada dalam musik, kita temukan pula dalam seni rupa. Sebaliknya komposisi yang sering dijumpai dalam seni rupa juga kita temukan dalam seni musik.
xxvii
Seni rupa sebagai bidang atau bagian dari seni pada umumnya, diartikan sebagai suatu cabang seni yang mengekspresikan pengalaman artistik manusia lewat obyek-obyek dua atau tiga dimensional yang memerlukan ruang dan waktu. Seni rupa sebagai salah satu cabang kesenian memiliki peranan yang cukup penting didalam kehidupan manusia. Seni rupa merupakan salah satu cabang kesenian yang mengacu pada bentuk visual atau bentuk perupaan. Bentuk perupaan merupakan susunan atau komposisi atau satu kesatuan unsur-unsur rupa. Unsur-unsur ini terdiri atas : a. Unsur Garis Garis merupakan dua titik yang dihubungkan. Pada dunia seni rupa sering kali kehadiran “garis” bukan saja hanya sebagai garis tetapi kadang sebagai simbol emosi yang diungkapkan lewat garis, atau lebih tepat disebut goresan. Goresan atau garis yang dibuat oleh seorang seniman akan memberikan kesan psikologis yang berbeda pada setiap garis yang dihadirkan. Dari kesan yang berbeda, garis mempunyai karakter yang berbeda pada setiap goresan yang lahir dari seniman (Dharsono Sony Kartika & Nanang Ganda Prawira, 2004: 100). b. Unsur Shape (bangun) Shape adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi oleh sebuah kontur (garis) dan atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur (Dharsono Sony Kartika & Nanang Ganda Prawira, 2004: 102). c. Unsur Texture ( rasa permukaan bahan) Texture (tekstur) adalah unsur rupa yang menunjukan rasa permukaan bahan, yang sengaja dibuat dan dihadirkan dalam susunan untuk mencapai bentuk rupa, sebagai usaha untuk memberikan rasa tertentu pada permukaan bidang pada perwajahan bentuk pada karya seni rupa secara nyata atau semu. Artificial texsture (tekstur buatan) merupakan tekstur yang sengaja dibuat atau hasil penemuan: kertas, logam, kaca plastik, dan sebagainya. Istilah nature texture (tekstur alami) merupakan wujud nyata yang sudah alami, tanpa campur tangan manusia: batu, pasir, kayu, dan lain sebagainya (Dharsono Sony Kartika & Nanang Ganda Prawira, 2004: 107).
xxviii
d. Unsur Warna Warna sangat dipengaruhi lingkunganya. misalnya : warna “merah” akan mempunyai intensitas berbeda apabila dikelilingi warna kuning dan akan berbeda apabila dikelilingi warna hijau dan sebaliknya. Warna putih akan semakin putih apabila didekatkan dengan warna gelap. Sehingga dapat kita ketahui bahwa warna merupakan kesan yang ditimbulkan cahaya pada mata (Dharsono Sony Kartika & Nanang Ganda Prawira, 2004: 107). Warna sebagai salah satu elemen atau medium seni rupa, merupakan unsur susun yang sangat penting, baik di bidang seni murni maupun seni terapan. Warna mempunyai peranan penting, yaitu warna sebagai representasi alam, warna sebagai lambang, warna sebagai simbol ekspresi. e. Intensity /Chroma Intensity/Chroma diartikan sebagai gejala kekuatan/intensitas warna (jernih atau suramnya warna). Warna yang mempunyai insensity penuh/tinggi adalah warna yang sangat menyolok dan menimbulkan efek yang brilian, sedangkan warna yang intensitynya rendah adalah warna-warna yang lebih berkesan lembut (Dharsono Sony Kartika & Nanang Ganda Prawira, 2004: 111).
f. Ruang dan Waktu Ruang dalam rupa merupakan ujud tiga matra yang mempunyai: panjang lebar, dan tinggi (mempunyai volume). Untuk meningkatkan dari suatu matra ke matra yang lebih tinggi dibutuhkan waktu. Sehingga untuk memahami karya seni tetap dibutuhkan waktu. Memang ada perbedaan yang terjadi tentang waktu yang terjadi pada seni pertunjukan dan seni rupa. Seni pertunjukan terikat dalam ruang dan waktu yang disajikan, sedang waktu dalam seni rupa merupakan waktu successive. Waktu yang digunakan dalam penghayatan tidak dapat hanya berlangsung secara simultan tetapi secara bertahap untuk mencapai estetika, misal kalau kita menghayati seni lukis, walaupun tidak terikat oleh waktu, namun tetap dibutuhkan waktu secara bertahap, sekarang, nanti, besok, lusa untuk dapat
xxix
memahami simbol estetika yang ada pada seni lukis yang disajikan (Dharsono Sony Kartika & Nanang Ganda Prawira, 2004: 112). 6. Kajian Tentang Seni Lukis Seni lukis adalah salah satu cabang seni rupa yang berupa pengucapan pengalaman artistik manusia pada bidang dua dimensional. Dengan demikian karya seni lukis seharusnya dinikmati dari satu arah; yakni dari muka. Namun demikian
masih
dimungkinkan
unsur-unsur rupa
yang digunakan
tiga
dimensional. Misalnya saja penggunaan benda-benda seperti: bola, boneka, dan lain sebagainya. Setiap karya seni pada dasarnya merupakan suatu hasil ramuan atau komposisi dari sejumlah unsur yang bersama-sama mewujudkan karya seni. Seperti halnya seni lukis juga terdiri dari berbagai komponen seni yaitu: a. Subjek Matter / Pokok Soal / Tema Subjek matter dalam seni adalah sesuatu (persoalan) yang akan diungkapkan pada suatu karya , dan oleh karena itu sering juga disebut pokok soal atau tema. Sekalipun subjek matter selalu ada pada suatu karya, ini tidak berarti bahwa subjek matter mengikat senimannya. Menurut Ocvirk dalam Mulyadi (2000: 16) “ …subjek matter yang digunakan seniman dalam hal ini bisa saja berfungi sebagai perangsang kreativitas”. Dalam menghadapi subjek seorang seniman berusaha menginteraksikan karakternya sesuai dengan pandangan pribadinya. Suatu problem penciptaan karya bukan “apa” yang dipakai seniman sebagai subjek, tetapi “bagaimana” seseorang menginterpretasikannya untuk mewujudkan karakternya. “Bagaimana” ini akan melibatkan bagian lain dari karya seni yang seringkali disebut “isi”. b. Bentuk Yang dimaksud bentuk dalam karya seni adalah aspek visualnya, atau yang terlihat itu, yaitu karya seni itu sendiri. Bentuk dikenal juga sebagai “totalitas” karya, yang merupakan organisasi unsur-unsur rupa sehingga terwujud apa yang disebut karya. Unsur-unsur yang dimaksud adalah : garis, shape, gelap terang, warna (Mulyadi, 2000: 16).
xxx
c. Isi atau Arti Isi disebut sebagai kualitas atau arti, yang ada dalam suatu karya seni. Isi juga dimaksud sebagai final statement, mood (suasana hati) atau pengalaman penghayatan. Isi merupakan arti yang issential dari pada bentuk, dan seringkali dinyatakan sebagai sejenis emosi, aktifitas intelektual atau asosiasi yang kita lakukan terhadap sesuatu karya seni. Apabila ada suatu usaha untuk menganalisa mengapa bentuk karya menimbulkan emosi atau ekspresi terhadap kita, atau menstimulir aktivitas intelektual penghayatannya (Mulyadi, 2000: 17). d. Medium Seni Suatu karya seni, selalu ditentukan oleh penciptaannya dengan segala peralatanya (Mulyadi, 2000: 17). Didalam seni lukis peralatannya seperti kuas, palet dan lain sebagainya, masih juga tergantung pada material atau bahan seperti cat, tinta, kanvas, dan sebagainya. e. Organisasi Bentuk Prinsip yang digunakan dalam organisasi bentuk biasanya disebut “prinsip organisasi”, “prinsip design” atau “komposisi”, yang antara lain : repetisi, harmoni, discord, balance dan kontras. Dalam organisasi atau komposisi perlu di perhatikan adanya unsur yang saling berintegrasi dan saling mendukung. Oleh sebab itu tidak perlu bahwa tiap-tiap unsur memiliki kekuatan yang sama (Mulyadi, 2000: 18). f. Teknik Kekuatan artistik yang besar bisa melahirkan sesuatu karya bagus sekalipun di bidang teknis kurang baik, sebaliknya hanya mengandalkan teknik yang baik, belum tentu atau tidak bisa menghasilkan karya yang bagus. Namun sekalipun secara ekstrim dinyatakan demikian, pada umumnya karya-karya yang besar selalu diimbangi dengan teknik tinggi (Mulyadi, 2000: 19).
7. Gaya dan Aliran Dalam Seni Lukis Dalam suatu proses penghayatan satu-satunya yang ingin dicapai adalah adanya kesenangan estetik. Ternyata untuk keperluan tersebut tidaklah semudah yang bisa kita bayangkan. Agar seseorang memperoleh suatu kesenangan estetik
xxxi
atau pengalaman estetik diperlukan persyaratan–persyaratan tertentu meliputi sikap dan pengalaman. Suatu kenyataan adalah bentuk seni rupa memiliki corak yang beragam. Bagi seorang penghayat, hal ini harus disadari benar-benar, sehingga tidak akan merupakan gangguan dalam proses penghayatan. Karena bisa saja terjadi seseorang yang menikmati lukisan ekspresionistis atau abstrak mencari kesesuaiannya dengan bentuk-bentuk yang di alam. Oleh karena itu pengetahuan dan pengalamannya dalam berbagai corak dalam seni rupa paling tidak mengurangi hambatan-hambatan itu. Beberapa corak yang bisa kita jumpai dalam seni rupa khususnya seni lukis adalah sebagai berikut : a. Aliran Primitive Karya–karya jenis ini penuh dengan spontanitas dan mengekspresikan perasaan batinnya. Pada umumnya mirip karya anak-anak, dan tidak bertele-tele. Bentuknya sederhana, demikian pula penggunaan garis ataupun warna detaildetail ditiadakan (Mulyadi, 2000: 50). b. Aliran Klasik Mengambil tema dari aliran klasik, dengan sifat-sifatnya seperti generalisasi, kemegahan, idealisasi, yang cenderung kepada rasional dan memiliki komposisi yang tenang dan kaku (Mulyadi, 2000: 50).
c. Aliran Romantik Tema yang diambil dari cerita roman semacam perbuatan-perbuatan besar, tragedi yang dasyat atau kejadian yang dramatis. Cara pelukisannya selalu sedikit di lebih-lebihkan warna meriah, dinamis, emosi terasa lebih tegas. Pada umumnya tokoh-tokohnya gagah dan cantik-cantik (Mulyadi, 2000: 51). d. Aliran Realis Karya jenis ini menggambarkan alam tanpa ilusi, cara pengamatannya lebih bertolak pada ketajaman mata, apa adanya, mencerminkan keadaan sesungguhnya dan penampilannya kadang-kadang dipertajam (Mulyadi, 2000: 51). e. Aliran Naturalis
xxxii
Jenis karya ini benar-benar menggambarkan sebenarnya, namun cenderung mengungkap bentuk luarnya saja, khususnya yang indah-indah (Mulyadi, 2000: 51). f. Aliran Impresionisme Melukiskan kesan alam dalam sesaat. Pada umumnya bagian yang kecilkecil atau detail-detail di abaikan, karena yang dipentingkan keseluruhannya dengan mengutamakan cahaya yang jatuh pada obyek. Aliran ini juga disebut “realisme cahaya” dan pernah juga disebut “out door-oanting” oleh karna itu karya jenis ini agak kabur, tidak menditail, penggunaan garis sebagai akibat adanya dua bidang berwarna tidak dibuat warna-warna. Yang digunakan umumnya warna-warna cemerlang (Mulyadi, 2000: 51). g. Aliran Pointilis Merupakan perkembangan impresionisme, lukisan terbuat dari titik-titik berwarna. Berlainan dengan impresionisme aliran ini bukan tangkapan sesaat tetapi bersifat teoritis, terencana masak-masak dan digarap dengan teliti dengan sifat yang harmonis (Mulyadi, 2000: 51). h. Aliran Ekspresionis Muriyanto et al (1982: 84) menyatakan corak ini adalah suatu aliran yang mengutamakan curahan batin sendiri secara bebas dan mengungkapkan perwatakan atas suatu gejala, lebih jauh sampai kepada pengungkapan batin yang bebas dari kenyataan diluar dirinya. i. Aliran Kubistis Dalam melukis alam karya ini menyederhanakannya dalam bentukbentuk geometris, secara teoritis obyek yang dianalisis dipecah menjadi fasetfaset, dan dalam penganalisaan harus dilakukan dari beberapa sudut pandang yang kemudian dilakukan sekaligus. Sehingga nampak seperti dari samping tapi sebagian nampak dari atas atau dari depan (Mulyadi, 2000: 52). j. Aliran Neoplatis Lukisan itu terdiri dari garis dan warna yang merupakan esensi dari padanya. Oleh karena itu garis dan warna bebas dari peniruan alam dan berdiri
xxxiii
tetap sebagai garis dan warna. Bentuknya datar serta disederhanakan empat segi panjang dengan penggunaan warna–warna primer (Mulyadi, 2000: 52). k. Aliran Dadais Yaitu suatu aliran yang menolak setiap kode moral, sosial maupun estetis. Aliran ini menolak semua hukum-hukum seni yang sudah ada . Karyakarya jenis ini cukup sinis. Misalnya saja tempat kencing yang diletakkan didalam kurungan kaca. Ciri khas dada adalah ekspresinya yang dalam bentuk main-main, mistis atau sesuatu yang membuat shock (Mulyadi, 2000: 52). l. Aliran Surealis Pada umumnya orang menyebut sebagai karya “Dunia mimpi”. Ada dua surealisme, yaitu : surealisme ekspresif dan surealisme murni. Surealisme ekspresif adalah dimana seniman dalam semacam kondisi tidak sadar melahirkan simbul-simbul dan bentuk-bentuk dari perbendaraannya yang lalu. Sedangkan surealisme murni dimana seniman menggunakan teknik-teknik akademis untuk menciptakan ilusi yang absurd (Mulyadi, 2000: 52). m. Aliran Abstrak Jenis aliran ini merupakan penampilan bentuk yang tidak ada kemiripannya dengan alam, dan bidang tidak mendasarkan pada obyek-obyek alam, dan seringkali disebut dengan “Non obyektif” atau “Non figurative”. Bentuk yang terlahir benar-benar merupakan organisasi unsur-unsur rupa seperti garis, Warna, tekstur dan lain-lain dalam rangka mewujudkan kesatuan bentuk (Mulyadi, 2000: 52).
8. Pembahasan Ekspresionisme Dalam Tugas akhir ini aliran yang digunakan penulis sebagai panutan dalam
berkarya
adalah
ekspresionisme,
berikut
pembahasan
tentang
ekspresionisme : a. Sejarah Ekspresionisme Mulai dekade pertama abad dua puluh merupakan fase yang penting sebagai evolusi bentuk-bentuk seni baru. Seniman-seniman muda dari gerakannya menyatakan untuk pertama kali akan kebebasan penuh bagi seniman dalam
xxxiv
mengekspresikan feelingnya. Van Gogh (1853-1890) dalam mereaksi adegan sehari-hari dengan interpretasi individu yang tinggi mengenai obyek yang dilukisnya. Warna, tekstur dan kesatuan hubungan bentuknya sangat personal. Paul Gouguin (1848-1903) mengutamakan hubungan warna yang kuat pada bidang datar. Henri Matisse (1869-1954 ) lebih besar dalam penggunaan massa dan warna. Sedang Wassily Kandinsky (1868-1944), Salah seorang pelukis yang pertama dari abad dua puluh ini yang meninggalkan subject matter, yang bekerja secara lyric dan kuat dalam kreasi ekspresi garis-garisnya yang personal, juga warna dan tekstur. Sumbangannya sangat penting dari abad ini. Seniman abad ini mulai menghargai dengan harga yang tinggi ekspresi pribadi dan ekspresi non representasional bagi ekspresi itu sendiri, Tanpa mengingat apakah karyanya dapat dinikmati pada pandangan pertama oleh orang lain atau tidak. Bentuk dan unsur-unsur (warna, garis, bidang, value, dan tekstur diekspresikan hanya memenuhi tuntutan dari bawah sadarnya, bukan melayani yang lain (Suryo Suradjijo, 1996: 63). b. Ungkapan Jiwa Ekspresi didalam kamus diterjemahkan sebagai perasaan. Jadi kalau seseorang berbuat penuh ekspresi, artinya ia melakukan sesuatu penuh dengan perasaan. Sujoyono seorang seniman Indonesia melontarkan pendapatnya bahwa “seni adalah jiwa ketok” maksudnya seni adalah ekspresi atau ungkapan jiwa si seniman (Mulyadi, 2000: 38). Seniman ekspresif dalam mengambil tema lukisannya, tidak dari obyek yang berbeda di luar dirinya, tetapi dari dalam dirinya. Mereka mengambil dari pengalaman-pengalaman yang tersimpan dalam memorinya, kemudian diangkat kembali sebagai tema untuk karyanya. Mungkin saja yang tersimpan dalam memori itu bukan pengalaman tentang alam, tetapi hanya bentuk-bentuk garis, warna, atau mungkin unsur-unsur lainnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan sebagai berikut, “Ekspresionisme lebih mengutamakan sensibilitas para seniman ketimbang alam. Kehidupan batin para seniman sangatlah kuat dan perasaanperasaan mereka tentang pengalaman-pengalaman adalah sumber-sumber potensial bagi karya mereka” (M. Dwi Marianto, 2002: 51).
xxxv
Seorang seniman dapat menyadari adanya dorongan-dorongan yang datangnya dari setengah sadar dan salah satu dari dorongan itu menyertai sewaktu seniman dalam berkarya atau menguasai dorongan-dorongan diarahkan pada pembentukan ide-ide dan berubah menjadi dorongan otomatik baru. Karakteristik dorongan-dorongan inilah yang menampak secara otomatis sewaktu seniman mulai berkarya. Sebagai contoh bahwa semuanya ini diekspresikan secara sadar, ialah penggunaan unsur-unsur desain, keterpaduannya dan bahkan distorsi dari subyek mater. Atau mungkin ia mengekspresikan dunia yang sangat personal. Seseorang dapat saja menuntut untuk memilih tipe-tipe simbol yang akan diekspresikan ke dalam karya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat sebagai berikut : “… seniman berkarya untuk memenuhi kebutuhan kreatif dan kebutuhan kreatif itu dapat dan akan menciptakan bentuk dan simbolisme untuk dirinya sendiri dan bersifat pribadi pencipta”( Suryo Suradjijo, 1996: 46). Seperti karya-karya lukisan hendra gunawan misalnya, disitu banyak bentuk-bentuk manusia yang digubah secara deformatif, yang sering melahirkan kejanggalan-kejanggalan yang artistik. Bentuk-bentuk yang dilahirkan tersebut merupakan wujud dari ekspresi yang sangat individual dan mempunyai arti tersendiri bagi hendra gunawan. Hal tersebut sesuai pernyataan Hendra Gunawan sebagai berikut : Deformasi bentuk dalam lukisan-lukisanku tidak kulahirkan secara sadar. Tidak seperti kubisme misalnya, yang memang dikerjakan secara rasional. Aku sebagai pelukis yang sosialistik, dengan menghilangkan konotasi yang bersifat politik, sangat merasakan penderitaan manusia yang terhimpit. Dasar penghayatan itulah yang menggiringku untuk menghasilkan bentuk deformatik, semisal kaki yang misformed. Kaki-kaki yang keras melambangkan penderitaan rakyat yang selalu berjalan jauh dalam kerja berat (htp://www2.kompas.com, 16 januari 2009). Berikut adalah karya hendra gunawan dengan obyek manusia yang
xxxvi
digubah secara deformasi: “Keluarga Pemusik” (1971) Hendra Gunawan Sumber: (http://www.pitibogallery.com, 16 januari 2009) Gambar 1.
c. Teknik Ekspresi Dalam berkarya seniman ekspresif mengandalkan daya kreativitas yang dimilikinya yang didasari oleh ketajaman intuitif feelingnya ia menyatu padukan atau mengorganisasi unsur-unsur itu menjadi suatu bentuk-bentuk garis, warna, atau mungkin unsur-unsur lain yang ekspresif. Kadang dalam berkarya seniman tidak mempersiapkan dulu rencana bentuk yang akan diekspresikan. Mungkin saja sewaktu mengekspresikan garis atau warna yang pertama kali dikanvas sewaktu ia berkarya, garis dan warna itu menstimulasi feelingnya, yang kemudian dikembangkannya melalui ketajaman intuisinya sehingga tercipta bentuk yang nyata dalam lukisannya (Suryo Suradjijo, 1996: 46). Begitu juga dalam tugas akhir ini penulis tidak hanya sekedar memindahkan obyek yang dilukisnya. Seperti misalnya dalam goresan-goresan tajam dalam figur raut wajah lanjut usia disitu memberikan kesan keriput, warna yang ditampilkan lebih mengutamakan perasaannya sehingga yang didapat warna yang sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan, seperti misalnya warna yang digunakan lanjut usia lebih menggunakan warna-warna yang kusut, sehingga dapat menyampaikan pesan sesosok lanjut usia yang sederhana. Selain itu seraut wajah lanjut usia yang ditampilkan lebih banyak dibuat ceria untuk menyampaikan pesan bahagia dalam diri lanjut usia ketika masih bisa beraktivitas ditengah masyarakat. d. Karya-karya Ekspresionisme Bertema Lanjut Usia
xxxvii
“Dongeng Mbah Djoyo Untuk Cucu - Cucunya” (2002) Yogi Setyawan Sumber: Katalog Guyon Maton Yogi Setyawan, Bentara Budaya Yogyakarta 2004 (Cahaya Timur Offset) Gambar 2.
xxxviii
“Old Picasso” (2007) Bob Sick Yudhita Sumber: (http://www.sinsinfineart.com, 09 februari 2009) Gambar 3.
“In Grandpas Arms” Todd Peterson Sumber: (http://fineartamerica.com, 11 februari 2009) Gambar 4.
xxxix
“Grandmother” Sumber: (http:// www.marionchonorscsj.com, 12 februari 2009) Gambar 5.
“Loyd Pensive” Pat White Sumber: (http:// www.marionchonorscsj.com, 12 februari 2009) Gambar 6.
xl
BAB III PROSES PENCIPTAAN
A. Metode Penciptaan Sifat-sifat individual merupakan syarat utama dalam penciptaan suatu karya. Apa yang diharapkan dari suatu karya seni adalah unsur-unsur kepribadian tertentu, sehingga apabila seniman tidak memiliki
jiwa khas, setidaknya ia
memiliki cara pengamatan yang khas. Dengan cara ini terwujud sesuatu yang lain yang individual sifatnya. Dalam hal ini tidak hanya yang berkaitan dengan penciptaan, dalam penikmatanpun pengamatan semestinya bersifat perorangan, sesuai dengan pengalaman yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam hal ini penulis menggunakan metode pendekatan, yaitu pendekatan empiris dan pendekatan estetis. Berikut ini diuraikan secara singkat dua macam pendekatan tersebut: 1) Pendekatan empiris, melakukan pendekatan dengan senantiasa berbaur dengan kehidupan lanjut usia agar dapat memahami dan merenungkan pengalaman batin ketika berbaur dengan para lanjut usia. 2) Pendekatan estetis, menyatukan bentuk batin dan lahiriah, yang memiliki segi hakiki mengenai segi intuisinya, juga kesan-kesan yang di visualkan dalam karya lukisnya. Dalam penciptaan penulis tidak sekaligus menuangkan apa yang dilihat dengan matanya, melainkan melalui proses-proses perenungan. Dalam hal ini dalam penciptaan perlu jalan panjang, perlu pertimbangan yang penuh kesadaran tertentu untuk dapat mengekspresikan perasaan insani penulis secara tepat. Sehingga ekspresi itu tidak jatuh menjadi tanda ataupun sekedar cerita tentang perasaan. Seperti misal seseorang yang sedang dilanda kesedihan, karya seninya tidak akan mengekspresikan kesedihan itu. Baru, setelah gejala sedih itu mengendap dan mengkristal, kemudian dituangkan dalam karya, karya tersebut akan menyiratkan kesedihan. Dalam menciptakan karya lukisnya penulis melakukan beberapa eksperimen untuk menemukan visualisasi yang dapat mewakili perasaan penulis dalam menuangkan idenya. Penulis tidak hanya mencontoh obyek lanjut usia yang
xli
ditemuinya. Akan tetapi penulis mengekspresikan perasaannya yang didapat dari proses panjang serta perenungan-perenungan yang dilakukan oleh penulis. Sehingga yang dihasilkan penulis dalam karya lukisnya bukan hanya sekedar potret kehidupan lanjut usia melainkan sisi lain juga seperti sisi kejiwaan lanjut usia, yaitu lanjut usia yang masih beraktifitas secara produktif . B. Proses Perwujudan Pada saat seniman mengubah bahan didalam berkarya, misalnya sewaktu seorang pelukis menggoreskan cat diatas kanvasnya, maka hilanglah dualita antara subyek dan obyek. Pengalaman batiniah seniman, pemikiran apresiasinya dan suasana hatinya, semuanya terpadu dan terbabar didalam bahasa kualitas indrawi. Karya seni adalah obyektif dan merupakan campuran yang kental antara obyek emosi dan rasa indrawi. Karya seni memancarkan ekspresi spiritual sehingga mampu menghubungkan jiwa yang satu dengan jiwa yang lainnya. Seni benar akan menjadi bahasa komunikasi apabila kita dapat memindahkan sepenuh jiwa kita, nilai-nilai yang kita miliki kepada orang lain. Seperti halnya dalam proses perwujudan ini penulis senantiasa menuangkan
pengalaman
batin,
apresiasi,
suasana
hati,
dan
berusaha
memindahkan sepenuh jiwa kedalam karya lukisnya. Sehingga yang terjadi tidak hanya komunikasi visual obyek yang dilukis malainkan keseluruhan dari karya itu, baik berupa goresan, warna, tekstur, bentuk dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya dibawah ini adalah penjelasan tentang proses penciptaan karya meliputi medium teknik dan bentuk. 1. Medium Pada tugas akhir ini penulis menggunakan kain blaco sebagai media untuk berekspresi serta, lem kayu, grajen (limbah gergaji), cat minyak sebagai bahan dan kuas berbagai ukuran dari ukuran kecil sampai besar sebagai alat. Penulis memilih kain blaco karena kain blaco salah satu bahan dasar membuat kanvas dan lebih cocok untuk membuat media bertekstur. Sedangkan lem kayu dan grajen (limbah gergaji kayu) sebagai bahan untuk menampilkan tekstur–tekstur nyata. Penulis sengaja menampilkan bahan dan media lain dalam
xlii
karya lukisnya sebagai wujud ketidak puasannya dengan lukisan yang menggunakan media pada umumnya seperti cat minyak diatas kanvas. Selain itu alasan penulis memilih bahan ini adalah untuk memanfaatkan limbah yang ada untuk diubah menjadi suatu karya seni yang bernilai. Hasil yang diperoleh dari bahan ini sangat artistik dari bentuk dan teksturnya, sedang warna yang dihasilkan dari sapuan kuas pada tekstur nyata tersebut terkesan ekspresif dan menghasilkan warna-warna pastel. Kuas yang digunakan penulis dengan ukuran 0,1, 3, 5, 6, 8, 10, dan 12. Sedangkan cat minyak yang digunakan mengunakan cat minyak
bermerk Greco. Kain blaco Dokumentasi oleh Aris Gambar 7.
Grajen dan Lem Kayu Dokumentasi oleh Andi Gambar 8.
xliii
Cat minyak Dokumentasi oleh Andi Gambar 9.
2. Teknik Secara garis besar, proses pelaksanaan dalam karya seni tugas akhir ini meliputi : a. Proses Awal Proses awal merupakan pematangan konsep, setelah data-data yang terkumpul dianalisis. b. Proses Pembuatan Sket Proses ini merupakan pembuatan sket alternative. Penulis membuat sket sebanyak mungkin kemudian dipilih beberapa untuk diwujud dalam bentuk lukisan. c. Persiapan Alat dan Bahan Proses mempersiapkan alat yang nantinya akan digunakan dalam proses berkarya. Alat dan bahan yang digunakan kuas, cat minyak, kain blaco, grajen (limbah gergaji), lem kayu, cat minyak. d.
Proses Visualisasi
Proses perwujudan ide dalam bentuk bahan yang telah dipersiapkan. 1)
Grajen
visualisasi merupakan proses karya seni dengan menggunakan
(limbah
gergaji)
dengan lem kayu,
agar
pengadukannya
grajen tersebut diberi
air sedikit.
xliv
mudah
dicampur dalam
Pencampuran grajen dengan lem kayu Dokumentasi oleh Zumar Gambar 10.
2)
Grajen yang sudah dicampur dengan lem kayu kemudian digunakan untuk membuat sket sekaligus tekstur nyata. Proses tersebut dilanjutkan dengan pendetailan seperti membuat timbul tiga dimensi. Kemudian dibiarkan kering, dalam pengeringan tidak melalui proses dijemur karena untuk menghindari keretakan.
Pembuatan tekstur nyata Dokumentasi oleh Zumar Gambar 11. 3)
Proses selanjutnya setelah grajen tersebut benar-benar kering penulis memulai melukis diatas media tersebut. Seperti halnya melukis biasa dengan mendetailkan sebuah sket dan megembangkan ide pada saat proses berkarya, hanya saja sket yang dipakai berupa sket bertekstur nyata dan timbul.
xlv
Melukis diatas nyata
media bertekstur
Dokumentasi
oleh Zumar Gambar 12.
3. Bentuk Bentuk dalam suatu karya seni adalah aspek visualnya, atau yang terlihat itu; yaitu karya seni itu sendiri. Bentuk dikenal pula sebagai “totalitas” karya, yang merupakan organisasi unsur-unsur rupa sehingga terwujud apa yang disebut karya. Unsur-unsur yang dimaksud adalah : garis, shape, gelap terang, warna. Ini berarti bentuk adalah suatu yang dapat ditangkap oleh panca indra; dengan kata lain bisa dilihat dan diraba. Unsur-unsur bentuk karakter manusia yang dihadirkan cenderung dibuat dengan figur yang lucu. Penulis sengaja membuat figur lucu pada obyek manusia baik itu dalam ekspresi wajah maupun bentuk proporsi tubuh agar pesan tersampaiakan, yaitu lanjut usia yang masih produktif ditengah masyarakat sering kali percakapan-percakapan mereka penuh humor suasana tegangpun seketika bisa berubah menjadi cair. Selain dari bentuk figur yang lucu lukisan ini berupa lukisan bertekstur nyata dan timbul.
C. Penyajian Karya Karya tugas akhir ini disajikan dengan pengemasan menggunakan bingkai yang disesuaikan dengan lukisannya. Bingkai yang digunakan lebih dibuat simpel tidak bermotif ukir. Penulis menggunakan bingkai dengan menampilkan serat kayu alami agar terkesan menyatu dengan karya. Kayu yang digunakan untuk membuat bingkai berjenis kayu jati. Lukisan digantungkan
xlvi
setinggi rata-rata manusia yang sedang berdiri agar audience nyaman saat melihatnya pada ruangan yang telah disediakan sebelumnya.
D. Hambatan Penciptaan Adapun hambatan dalam penciptaan karya tugas akhir ini antara lain adalah : 1. Keterbatasan penulis dalam tehnik penulisan tugas akhir. 2. Rasa jenuh sering timbul dengan tema lukisan yang diangkat. 3. Keinginan-keinginan bereksperimen dengan bahan dan media yang lain sering menimbulkan kejenuan dengan media yang dipakai penulis saat ini. Langkah-langkah mengatasi hambatan tersebut antara lain adalah : 1. Mengunakan pedoman penulisan skripsi dalam penulisan laporan tugas akhir. 2. Saat mengalami kejenuhan dalam tema yang diambil penulis berbaur dengan para lanjut usia. Dari situ penulis dapat menemukan inspirasi dan semangat baru untuk melanjutkan
tugas akhir dengan tema yang diangkat yaitu
kehidupan lanjut usia. 3. Saat menunggu pengeringan penulis melakukan eksperimen-eksperimen yang lain. Kemudian setelah kejenuhan itu hilang penulis kembali menekuni dengan media tersebut. Selain itu penulis dalam membuat karya tugas akhir ini dengan cara membuat karya satu diselesaikan dulu kemudian beranjak membuat karya berikutnya. Sehingga dalam proses tidak mengalami kejenuhan, adakalanya proses penbuatan seketsa bertekstur, adakalanya juga memberi pewarnaan atau melukis diatas media bertekstur nyata tersebut.
xlvii
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS KARYA
A. Deskripsi Karya Karya yang dimaksud disini adalah karya lukis dengan media campuran (mix media). Alasan penulis membuat karya dengan bahan campuran karena ketidak puasan dengan media yang pada umumnya seperti cat minyak diatas kanvas. Penulis ingin menggali terus ide-ide yang ada pada diri penulis dengan cara bereksperimen. Media yang digunakan dalam tugas akhir ini yaitu kain blaco. Alasan menggunakan kain blaco sebagai media karena kain blaco merupakan salah satu bahan yang bisa dibuat kanvas dan sangat cocok untuk membuat tekstur. Sedangkan bahan tekstur yang dipilih dalam karya tugas akhir ini adalah grajen (limbah gergaji) alasan memilih limbah gergaji yaitu untuk memanfaatkan limbah yang ada untuk diubah menjadi suatu karya seni yang bernilai. Selain itu hasil yang diperoleh sangat artistik dari bentuk dan teksturnya, sedang warna yang diahasilkan dari sapuan kuas pada tekstur nyata tersebut terkesan ekspresif dan menghasilkan warna-warna pastel. Resiko dari bahan ini mudah retak, untuk mengatasinya dalam proses pembuatan diperbanyak lem kayunya dan bentuk yang timbul tidak terlalu menonjol atau berlebihan. Cat yang digunakan cat minyak Greco, alasan memilih cat minyak ini karena dari cat minyak ini penulis lebih banyak menemukan warna-warna yang disukai saat mencampur beberapa warna. Warna yang dihasilkan pada karya tugas akhir ini terkesan lain dan unik yaitu berupa warna-warna pastel. Karya yang dibuat ada 10 karya dengan ukuran yang berfariasi. Ukuran yang terkecil 110 x 80cm dan ukuran terbesar 100x100cm. Aliran dalam karyakarya tugas akhir ini adalah ekspresionisme, dimana penulis lebih mengutamakan perasaannya untuk menciptakan figur maupun obyek serta warna yang dipilih.
xlviii
B. Analisis Karya 1. Karya pertama
Judul : “ Jalan Jarum Jam” Ukuran: 100x100cm Media : Mix media Tahun : 2008 Konsep Karya Lukisan ini menggambarkan tentang seorang lajut usia dalam menjalankan pekerjaannya penuh kesabaran dan tidak pernah terburu-buru, Penulis mengibaratkan seperti lajunya sebuah detik jarum jam perlahan tapi berjalan dengan pasti. Berikut adalah penjelasan penggunaan unsur-unsur seni rupa pada karya pertama ini. Unsur garis di tampilkan pada setiap goresan sebagai karakter goresan yang menampilkan suatu kesan gerak. Warna yang ditampilkan dipilih warna-warna dingin dan ditambah sedikit warna panas yaitu warna kuning. Pemilihan warna tersebut untuk memberikan kesan suasana pagi yang masih dingin dan matahari mulai terbit. Unsur Tekstur terletak pada semua permukaan
xlix
bidang berupa tekstur nyata untuk mencapai bentuk-bentuk yang artistik dan unik. Centre of interest dalam lukisan ini adalah jam dinding dengan detik jarum jam yang berbentuk seorang wanita tua seperti tokoh lansia dalam lukisan tersebut. Semua pandangan mata pembeli melirik keatas seperti membayangkan jalannya detik jam. Disitu penulis menampilkan adanya percakapan tentang lanjut usia yang sedang berjualan tersebut.
l
2.
Karya kedua
Judul
: “Kakek dan Juragan Tembakau”
Ukuran
: 100cmx100cm
Media
: Mix media
Tahun
: 2008
Konsep Karya Lukisan ini menggambarkan tentang seorang lanjut usia yang masih tetap aktif mengelola ladang tembakau dengan memperkerjakan orang-orang di sekitarnya. Kearifan dan kebijaksanaan terhadap para pekerjanya membuat keberadaan kakek tua ini sangat berarti dan dihormati ditengah masyarakat. Terlebih karena keakraban sikakek dengan para juragan tembakau yang membuat wawasan kakek tersebut menjadi bertambah sehingga banyak orang yang menghargainya. Berikut adalah penjelasan penggunaan unsur-unsur seni rupa pada karya kedua ini. Unsur garis yang di tampilkan sangat banyak dalam karya ini. Garis tersebut sebagai simbol emosi perasaan penulis, apa yang ada di hati penulis dituangkan dengan segenap perasaan mengalir tanpa ragu membentuk sebuah
li
garis-garis yang ekspresif. Seperti goresan yang terlihat pada raut wajah figur seorang kakek disini menampilkan kesan umur kakek yang sudah tua. Warna yang ditampilkan disini, warna sebagai simbol ekspresi. Warna yang ditampilkan pada figur kakek misalnya, disitu banyak menggunakan warna tua untuk memberi kesan tua dan sederhana. Sebagai pembeda, warna lain yang dipakai sebagai simbol ekspresi dipakai pada figur juragan tembakau yaitu penggunaan warna yang mencolok disitu mengekspresikan tentang sesosok juragan tembakau yang kaya raya dan hidupnya serba mewah. Unsur tekstur terletak pada setiap permukaan bidang. Centre of interest dalam lukisan ini adalah figur seorang kakek yang duduk paling depan diantara para pekerjanya.
lii
3. Karya Ketiga
Judul
: “Kemana Perginya Kakek??”
Ukuran : 110cmx80cm Media
: Mix media
Tahun
: 2008
Konsep Karya Lukisan ketiga ini menggambarkan tentang seorang kakek yang masih beraktifitas di ladangnya dan tidak mau tinggal diam dirumah. Tiap hari pasti pergi kesawah meski hanya sekedar melihat tanamanya atau mengecek air yang digunakan untuk mengaliri sawahnya. Dalam lukisan ini penulis sengaja tidak menampilkan figur seorang kakek. Disini penulis menggunakan perlambang sebagai pengganti figur kakek. Cangkul, baju dan pipa rokok yang selalu dipakai kakek di tampilkan dalam lukisan ini sebagai pengganti figur kakek tersebut. Terlihat juga tiga anak kecil yang sedang berkerumun didekat benda tersebut benda tersebut menggambarkan cucu-cucunya yang sedang mencari kakeknya. Mereka sudah menduga perginya kakek pasti keladangnya, ternyata benar mereka menemukan atribut dan pipa rokok kakek diladang yang berarti kakek mereka berada diladang tersebut tapi entah sedang kemana. Karena kebiasaan kakek semisal bertemu orang diladang sering berbincang-bincang dan duduk-duduk sampai lupa waktu.
liii
Berikut penggunaan unsur seni rupa dalam lukisan ketiga ini. Unsur garis yang dipakai penulis dalam karya ini lebih terlihat pada goresan kerut kayu untuk membuat kesan kayu yang berumur tua dan sangat besar. Sehingga tanpa menggambar dedaunannya pun kesan rindang dan sejuk dapat ditampilkan dengan didukung rerumputan yang tumbuh disekitar pohon tersebut. Warna yang dipakai pada figur anak-anak lebih menggunakan warna yang cerah, sebagai ungkapan kesan keceriaan di usia masa kanak-kanak. Unsur tekstur terletak pada semua permukaan bidang. Centre of interest dalam karya ketiga ini adalah sebuah pipa rokok yang berada di atas cangkul.
liv
4. Karya Keempat
Judul
: “Kepasar”
Ukuran
: 100cmx100cm
Media
: Mix media
Tahun
: 2009
Konsep Karya Karya keempat ini menggambarkan seorang nenek yang masih sanggup membawa
hasil panennya kepasar sendirian. Memang kadang dengan
kepikunnannya membuat resah yang lain. Seperti misal dalam lukisan tersebut, menggambarkan disalah satu angkutan seorang nenek menaikan cabe hasil panennya kesebuah angkutan dengan teburu-buru asal cabe tersebut bisa terangkut masuk didalam angkutan dan tidak menghiraukan penumpang yang didalam mengeluh karena merasa sumpek dengan barang bawaan nenek tersebut. Keberadaan lanjut usia seperti ini kadang menimbulkan pandangan-pandangan yang berbeda. Ada yang senang dan ada juga yang resah dengan keberadaannya. Berikut penggunaan unsur seni rupa dalam lukisan keempat ini. Unsur Garis terletak disetiap goresan sebagai suatu ekspresi yang menggambarkan suatu kesan sibuk dari masing-masing obyek. Unsur warna yang digunakan untuk obyek
lv
lanjut usia lebih dominan warna yang kusut dan sederhana sebagai perlambang kesederhanaan seorang lanjut usia. Setelah mencapai usianya yang lanjut sering kali penampilan tidak di perhatikan, berbeda saat semasa mudanya dahulu. Unsur tekstur terletak pada semua permukaan bidang. Centre of interest dalam karya keempat ini adalah seorang nenek yang menggendong sekarung cabe.
lvi
5. Karya Kelima
Judul
: “Setelah Panen”
Ukuran
: 100cmx100cm
Media
: Mix media
Tahun
: 2009
Konsep Karya Lukisan kelima ini menggambarkan tentang seorang nenek yang sedang membeli emas perhiasan. Biasanya seorang lanjut usia disuatu pedesaan setelah panen dari hasil pertaniannya dibelanjakan untuk membeli emas. Hal tersebut dilakukan bukan untuk bermewah-mewahan melainkan untuk menyimpan hasil panen karena dianggap lebih mudah menyimpannya dari pada menyimpan uang kertas. Selain itu menurutnya lebih awet tidak habis dibelanjakan yang macammacam karena kalau tidak ada kebutuhan mendesak emas tersebut tidak dijualnya. Berikut penggunaan unsur seni rupa dalam lukisan kelima ini. Unsur garis dipakai untuk mempertegas perspektif toko dengan background suasana jalanan.
lvii
Para pembeli sengaja dibuat terkesan tampak dari dalam toko agar ekspresi wajah pembeli lebih mengena. Unsur warna merah banyak dipakai untuk memperjelas toko tersebut sebuah toko emas. Unsur tekstur terletak pada setiap permukaan bidang. Centre of interest pada lukisan keempat ini adalah seorang nenek yang sedang memilih emas dengan menenteng karung setelah menjual hasil panennya.
lviii
6. Karya Keenam
Judul
: “Ternak Bebek”
Ukuran
: 100cmx100cm
Media
: Mix media
Tahun
: 2009
Konsep Karya Karya keenam ini menggambarkan seorang kakek yang beternak bebek. Merupakan suatu hiburan tersendiri bagi sikakek dengan memelihara bebek. Tiap pagi dan sore hari membawa bebek tersebut ke sawah. Setelah sawah yang ditanami padi dipanen, kemudian para peternak bebek mengairinya dan membawa bebeknya kesawah tersebut. Disitulah sikakek bertemu dengan para peternak bebek yang lain, canda tawa terdengar riuh diantara mereka. Selain itu hal yang menarik disini adalah kedekatan sikakek dengan cucunya, tiap hari sicucu selalu dikasih uang oleh sikakek dari hasil penjualan telur bebek. Sehingga dimata cucunya kakek tersebut sangat berarti.
lix
Berikut penggunaan unsur seni rupa dalam lukisan keenam ini. Unsur garis terletak pada setiap goresan. Goresan pada tiap-tiap figur sebagai simbul emosi penulis seakan ikut larut suasana keramaian tersebut, keramaian para peternaknya dan juga riuh suara bebek. Unsur warna banyak menggunakan warna raw seinia untuk memberi kesan warna tanah dan bekas tanaman padi yang sudah dipotong. Unsur tekstur terletak pada semua permukaan bidang. Centre of interest pada lukisan keenam ini adalah wajah seorang kakek yang tertawa menunjukan rasa riang dengan kedekatan terhadap cucu kesayangannya.
lx
7. Karya Ketujuh
Judul
: “Penjual Bibit Ikan Keliling”
Ukuran
: 100cmx100cm
Media
: Mix media
Tahun
: 2009
Konsep Karya Karya ketujuh ini menggambarkan seorang kakek yang masih perkasa. dalam usia senjanya masih sanggup berkeliling membawa bibit ikan untuk dijual dari desa ke desa. Diselah-selah perjalanan tak jarang bertemu dengan anak-anak kecil yang selalu saja mengikuti perjalanan kakek tua tersebut untuk sekedar menyaksikan ikan-ikan kecil yang di bawanya. Memang terkadang membuat resah sikakek tersebut, tapi apa boleh buat semua itu sudah pekerjaannya menjual bibit ikan secara berkeliling dan lebih banyak dikerumuni oleh anak-anak. Tapi karena kebijakan dan tutur kata sikakek pun banyak anak-anak yang menuruti perkataannya, mereka sekedar melihat dan tidak berani bermain ikan tersebut. Berikut penggunaan unsur seni rupa dalam lukisan ketujuh ini. Unsur garis terletak pada setiap goresan. Goresan yang tercipta secara spontan dan penuh
lxi
kejujuran tidak dilebih-lebihkan dan apa adanya membawa pesan suasana kesederhanaan pada lukisan ketujuh ini. Unsur warna banyak menggunakan warna gelap untuk memberi kesan warna tanah dan terkesan alami menampilkan keasrian suasana pedesaan. Unsur tekstur terletak pada semua permukaan bidang. Centre of interest pada lukisan ketujuh ini adalah seorang kakek tua penjual bibit ikan.
lxii
8. Karya Kedelapan
Judul
: “Penjual Nasi Pecel”
Ukuran
: 110cmx80cm
Media
: Mix media
Tahun
: 2009
Konsep Karya Karya kedelapan ini menggambarkan seorang nenek dalam usia senjanya masih menekuni berjualan diwarung. Banyak pembeli yang setiap hari berlangganan makan di warung nenek tersebut karena tekenal murah dan porsi yang banyak. Keramahan nenek tua tersebut membawa suasana keakraban dan persaudaraan dengan para pelanggannya. Berikut penggunaan unsur seni rupa dalam lukisan kedelapan ini. Unsur garis
yang dipakai pada bentuk-bentuk tubuh sengaja tidak memperhatikan
anatomi atau proporsi sewajarnya, goresan secara ekspresif lugas dan sepontan membuat garis-garis lengkung yang unik dan proporsi yang artistik. Unsur warna memberi masing-masing pesan setiap obyek, seperti tampak pada pembeli yang sedang minum air putih wajah agak kemerahan menambah kesan orang tersebut kepedasan karena kebanyakan cabenya. Centre of interest pada lukisan delapan ini adalah seorang yang kepedasan dan minta air putih sembari menunjukan pada si nenek, disitu terlihat kesan yang menampilkan suasana keakraban.
lxiii
9. Karya Kesembilan
Judul
: “Membantu Memetik Cabe”
Ukuran
: 100cmx100cm
Media
: Mix media
Tahun
: 2009
Konsep Karya Karya kesembilan ini menggambarkan seorang nenek yang masih ingin beraktifitas meskipun hanya pekerjaan yang ringan. Seperti misalnya dalam karya kesembilan ini yaitu tentang seorang nenek yang membantu anaknya memetik cabe disawah. Suasana kebersamaan terpancar dari setiap gerak dan percakapan diantara mereka. Berikut penggunaan unsur seni rupa dalam lukisan kesembilan ini. Unsur garis dipakai disetiap sapuan kuas kecil secara ekspresionisme, Unsur warna dominan warna hijau untuk menampilkan persawahan yang subur. Centre of interest pada lukisan kesembilan ini adalah seorang nenek yang sedang memetik cabe dengan hati-hati dan teliti.
lxiv
10. Karya Kesepuluh
Judul
: “Penjual kayu bakar”
Ukuran
: 100cmx100cm
Media
: Mix media
Tahun
: 2009
Konsep Karya Karya kesepuluh ini menggambarkan seorang nenek tua yang tiap hari pekerjaannya mencari kayu bakar dan kemudian menjualnya dengan berjalan kaki dari kampung-kekampung. Sering kali si nenek dipersilahkan untuk masuk kerumah oleh pembeli kayu bakar tersebut dan disuguhkan makan. Suasana persaudaraan, hormat menghormati, dan menghargai terhadap pekerjaan lanjut usia dapat tercermin dari sini. Sehingga si nenek tersebut masih merasa bermanfaat bagi orang lain dan dihargai keberadaannya. Berikut penggunaan unsur seni rupa dalam lukisan kesembilan ini. Unsur garis dipakai disetiap sapuan kuas secara ekspresionisme, Unsur warna dominan warna putih untuk warna tembok rumah sebagai background karya ini. Sedangkan
lxv
bagian bawah dominan warna hitam dan diberi sapuan warna-warna terang sehingga terkesan dimensi ruang yang menggambarkan pelataran rumah. Centre of interest pada lukisan kesepuluh ini adalah seorang nenek yang sedang menurunkan kayu bakar dari gendongannya.
BAB V PENUTUP
Kesimpulan Manusia selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan sesama dan alam sekitar. Dari proses interaksi tersebut tercipta pengalaman-pengalaman yang bisa dijadikan sumber inspirasi dalam berkarya. Dimanapun berada sering kita jumpai seorang lanjut usia dengan kegiatan dan kesibukan masing-masing. Namun setiap orang yang melihat seorang lanjut usia mempunyai pandangan yang tidak selalu sama tentang lanjut usia tersebut. Ada yang setelah melihat lanjut usia yang masih bekerja kemudian beranggapan merepotkan, ada juga yang berangapan
kasihan, iba,
terharu, terheran-heran dan lain sebagainya. Dalam hal ini penulis merasa kagum melihat lanjut usia yang masih bekerja dan tetap produktif di usia senjanya. Banyak hal yang menarik ketika lanjut usia masih tetap produktif serta berbaur ditengah masyarakat antara lain semangat yang ada pada diri lanjut usia, adanya rasa dihormati dengan keberadaanya di tengah masyarakat sekitarnya, tidak merasa tersisihkan dan lain sebagainya. Dari kekaguman penulis terhadap lanjut usia yang masih tetap produktif tersebut timbul tuntutan psikologis penulis yang seakan-akan menjadi obyek dengan segala fantasi dan motivasi untuk diangkat dalam lukisan tugas akhir ini. Yang diharapkan dapat memberikan pengalaman
lxvi
batin terhadap apresiator dan mengurangi pandangan-pandangan keliru tentang lanjut usia yang selalu diidentikan dengan suatu kelompok masyarakat yang rapuh dan menjadi beban orang lain. Sehingga masyarakat dapat menghargai dan memberikan ruang terhadap lanjut usia yang masih tetap bekerja. Karya pertama tentang kehidupan lanjut usia yang berjualan makanan dengan cara berkeliling, karya kedua tentang seorang lanjut usia yang masih tetap aktif mengelola ladang tembakau dengan memperkerjakan orang-orang di sekitarnya, karya ketiga tentang seorang kakek yang tiap hari disibukkan dengan bekerja di ladangnya, karya keempat tentang seorang nenek yang masih sanggup membawa hasil panennya kepasar, karya kelima kebiasaan seorang nenek tua setelah panen hasilnya untuk membeli emas sebagai simpanan hasil panennya, karya keenam menggambarkan seorang kakek yang beternak bebek sebagai hiburan tersendiri, karya ketujuh tentang seorang kakek penjual bibit ikan berkeliling kedatangannya selalu disambut antusias oleh anak-anak kecil, karya ke delapan tentang seorang nenek yang berjualan nasi mampu menciptakan suasana keakraban dan persaudaraan di warungnya, karya kesembilan menggambarkan seorang nenek yang mengisi hari-harinya dengan pekerjaan yang ringan yaitu membantu anaknya disawah memetik cabe, Karya kesepuluh menggambarkan tentang nenek tua penjual kayu bakar yang berkeliling dari kampung- kekampung.
lxvii
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Arfial Arsad. 1994. Studio Lukis II. (Buku Pegangan Kuliah). Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Universitas Sebelas Maret. Demartoto, Argyo. 2006. Pelayanan Sosial Bagi Lanjut Usia. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Mulyadi, D. 2000. Pengetahuan Seni. (Buku Pegangan Kuliah). Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Universitas Sebelas Maret. Kartika, Dharsono Sony & Prawira, Nanang Ganda. 2004. Pengantar Estetika. Bandung: Rekayasa Sains. Yatim, Faisal. 2004. Pengobatan terhadap lanjut usia senja., Andropouse & kelainan prostat. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembanagan suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan Iswiyati & Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Katalog Guyon Maton Yogi Setyawan, Bentara Budaya Yogyakarta 2004 (Cahaya Timur Offset).
lxviii
Marianto, M. Dwi. 2002. Seni Kritik Seni. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Afatara, Narsen. 2000. Studio Lukis Dasar ( Buku Pegangan Kuliah). Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Universitas Sebelas Maret. Muriyanto, R.A., Tusan, Nyoman., Sudarmaji., Utomo, Cipto., Suparyanto, & Kadir, Abdul. Tinjauan Seni Rupa I (Untuk SMSR Buku I). Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. Psikologi perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Sunarto & Hartono, Agung. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebuayaan. Suradjijo, Suryo. 1996. Filsafat Seni II, (Buku Pegangan Kuliah). Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Universitas Sebelas Maret. http://www.absolutearts.com, di akses tanggal 11 februari 2009 http://fineartamerica.com, di akses tanggal 11 februari 2009
htp://www2.kompas.com, di akses tanggal 16 januari 2009 http://www.pitibogallery.com, di akses tanggal 16 januari 2009 http://www.sinsinfineart.com, di akses tanggal 09 februari 2009.
lxix
lxx