Edisi 698 Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
KEGIATAN DPR-RI PERTENGAHAN KEDUA OKTOBER 2011 Kegiatan minggu ini diawali dengan Rapat-Rapat Alat Kelengkapan Dewan, Komisi, Pansus dan Badan-Badan. Berikut beberapa catatan kegiatan DPR-RI minggu ini.
PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI
Oleh: Ketua DPR RI, Marzuki Alie
Dalam minggu III Oktober 2011 ini, DPR telah mengesahkan 2 RUU yaitu RUU tentang Rumah Susun dan RUU tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Dissabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) pada Rapur tanggal 18 Oktober. RUU tentang Rumah Susun merupakan usul inisiatif DPR. Dalam Laporan Komisi V, pembahasan dilakukan selama 3 kali Masa Persidangan terhadap 711 DIM, terdiri dari 19 Bab dan 120 Pasal. UU sebelumnya, yaitu UU No. 16 tahun 1985 hanya terdiri dari 12 Bab dan 26 Pasal, dan tidak sesuai lagi, sehingga dicabut dan diganti dengan UU baru. Dalam pembahasannya, Pemerintah dan DPR sama-sama sepakat bahwa RUU tentang Rumah Susun harus membuat ide-ide inovatif, agar mampu menjawab permasalahan dan tantangan yang ada mengingat backlog perumahan yang begitu tinggi, yaitu sekitar 8,4 juta unit pada tahun 2009. Backlog ini akan bertambah dari tahun ke tahun, akibat arus urbanisasi yang sulit dibendung, yang menyebabkan tidak seimbangnya antara jumlah penduduk dan luas lahan perkotaan. Penjelasan Umum RUU ini menyebutkan bahwa UUD 1945 pasal 28H ayat 1 menjamin bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri dan produktif. Oleh karena itu, negara ber-
tanggungjawab untuk menjamin pemenuhan hak atas tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau. UU ini juga diperlukan karena adanya pengaruh globalisasi, budaya dan kehidupan masyarakat serta dinamika masyarakat yang menjadikan UU lama, yaitu UU No. 16 tahun 1985 tidak memadai lagi. Oleh karenanya, UU yang baru ini akan menjadi dasar hukum yang tegas, berkaitan dengan penyelenggaraan rumah susun dengan berdasarkan azas kesejahteraan, keadilan dan pemerataan, keterjangkauan, kemanfaatan, keserasian, kenyamanan, keselamatan, ketertiban dan keteraturan.
Laporan hasil pembahasan RUU tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Dissabilities telah dilakukan oleh Komisi VIII DPR-RI. Dalam laporannya disampaikan, bahwa UU ini akan menjadi landasan hukum yang kuat dalam memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Maknanya adalah bahwa pengesahan konvensi ini memiliki nilai strategis dan sejarah baru dalam pembaharuan sistem hukum nasional, khususnya dalam pemenuhan hak-hak bagi penyandang disabilitas. Ratifikasi ini juga menunjukkan komitmen dan kesungguhan negara untuk menghormati, memajukan, melindungi, melaksanakan sepenuhnya hak-hak tersebut. Saat ini adalah momentum penting dan strategis untuk merubah mind-set dalam memberikan pelayanan bagi penyandang disabilitas. Ada beberapa hal pokok dan mendasar untuk menjadi perhatian sehubungan disahkannya RUU ini, yaitu [1] me-
ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA : BAGIAN PEMBERITAAN DPR-RI, Lt.II Gedung Nusantara III DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta Telp. (021) 5715348,5715586, 5715350 Fax. (021) 5715341, e-mail:
[email protected]; www.dpr.go.id/berita PENGAWAS UMUM: Pimpinan DPR-RI PENANGGUNG JAWAB/KETUA PENGARAH: Dra. Nining Indra Saleh, M.Si (Sekretariat Jenderal DPR-RI) WAKIL KETUA PENGARAH: Achmad Djuned SH, M.Hum PIMPINAN PELAKSANA: Jaka Dwi Winarko PIMPINAN REDAKSI: Djustiawan Widjaya (Kabag Pemberitaan & Penerbitan) WK. PIMPINAN REDAKSI: Liber S. Silitonga (Kasubag Penerbitan), Mediantoro SE (Kasubag Pemberitaan) ANGGOTA REDAKSI: Dra. Trihastuti, Nita Juwita, S.Sos; Sugeng Irianto,S.Sos; Iwan Armanias; Suciati,S.Sos; Faizah Farah Diba; Agung Sulistiono, SH; M. Ibnur Khalid; PENANGGUNGJAWAB FOTO: Rizka Arinindya SIRKULASI: Supriyanto Diterbitkan Oleh: Bagian Pemberitaan Sekretariat Jenderal DPRRI Sejak Mei 1991
Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
mastikan adanya jaminan hukum bagi penyandang disabilitas yang harus dipenuhi hak-haknya sesuai yang terkandung didalam konvensi. Ini sejalan dengan prinsip sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. [2] perlu dilakukan perencanaan dan pertimbangan yang sungguhsungguh, bahwa semua aspek, baik sumberdaya manusia, sarana dan prasarananya, telah tersedia dalam mendukung implementasi UU tentang Konvensi Mengenai Hak Penyandang Disabilitas, baik berkaitan dengan anggaran, kesiapan Lembaga/Kementerian, dan sumberdaya manusia. [3] kesiapan semua pemangku kepentingan untuk melaksanakan secara sungguh-sungguh UU ini. Selain itu, pada Masa Sidang ini, ada 2 RUU yang sangat diharapkan dapat diselesaikan oleh Dewan yaitu RUU tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Untuk RUU BPJS, 9 Fraksi DPR-RI memiliki tekad yang sama dan kesamaan pendapat bahwa amanat UUD 1945 Pasal 34 harus manjadi landasan dari keberadaan UU BPJS, karena hal ini sejalan dengan falsafah negara Indonesia sila ke-5 Pancasila tentang perwujudan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. RUU BPJS telah dibahas sejak 7 Oktober 2010 dan telah mengalami perpanjangan masa sidang. Tidak kurang dari 50 kali rapat dengan Pemerintah telah dilakukan, antara lain dalam Rapat Pansus, Rapat Panja, Rapat Tim Perumus maupun dalam Rapat Tim Sinkronisasi. Bahkan telah pula dilakukan beberapa Rapat Konsultasi yang dipimpin oleh Pimpinan Dewan untuk mempertemukan materimateri yang dianggap krusial yang belum ada kata sepakat dengan pemerintah. Tiga materi yang pending yaitu, seleksi Dewan Pengawas BPJS, besar modal awal BPJS, dan transformasi 4 BUMN. Perkembangan yang cukup menggembi-
rakan adalah bahwa Pemerintah dan Dewan telah sepakat membentuk dua (2) BPJS, yaitu BPJS-1 yang menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan dan BPJS-2 yang menyelenggarakan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun. Materimateri yang masih pending ini dapat diselesaikan pada sisa waktu menjelang hari Penutupan Sidang, akhir Oktober ini, sehingga pada masa reses, kalau peraturan Tata Tertib memungkinkan, akan dilakukan uji publik terutama berkaitan prinsip-prinsip dasar pokok berkaitan dengan draft RUU ini. Yaitu: BPJS harus berpihak kepada kepentingan rakyat melalui prinsip-prinsip kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan wajib dan prinsip dana amanat.
PELAKSANAAN FUNGSI ANGGARAN Dalam minggu III Oktober 2011, fungsi angaran Dewan yang dilaksanakan oleh Badan Anggaran adalah masih melakukan pembahasan di tingkat panja. Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan dalam rangka pembahasan/pembicaraan Tk.I RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2012 masih melakukan pembahasan hingga tanggal 12 Oktober 2011, dimana hal-hal terkait besaran volume BBM bersubsidi dan pengalokasian optimalisasi diputuskan dalam Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan. Dalam Raker Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan yang dihadiri oleh Menteri ESDM, Kepala BPH Migas, dan Dirut Pertamina pada tanggal 10-11 Oktober 2011 tentang subsidi BBM, diputuskan bahwa parameter yang digunakan dalam menetapkan besaran subsidi BBM dalam RUU APBN 2012 adalah:
N0.
Uraian
Satuan
Nota Keuangan 2012
Hasil Raker
1.
Pertumbuhan Ekonomi
%
6,7
6,7
2.
Inflasi
%
5,3
5,3
3.
SPN 3 Bulan
%
6,5
6,0
4.
Nilai Tukar
Rupiah/1US$
8.800
8.800
5.
Harga Minyak (ICP)
US$/barel
90
90
6.
Produksi minyak
Ribu barel/hari
950
950
7.
Volume BBM + BBN
Juta Kilo Liter
40
40
Premium
Juta Kilo Liter
24,41
24,41
Kerosene
Juta Kilo Liter
1,7
1,7
Solar + Biodiesel
Juta Kilo Liter
13,89
13,89
Alpha BBM Bersubsidi
Rp/liter
613,9
613,9
8.
Edisi 698 Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
ke Daerah berlangsung secara bersamaan. Panja Belanja Pemerintah Pusat bertugas untuk membahas Belanja Pegawai, Belanja Modal, Belanja Barang, Pembayaran Bunga Utang, Bantuan Sosial, Subsidi Non-Energi, Belanja Lainlain dan anggaran pendidikan. Sedangkan Panja Transfer ke Daerah bertugas membahas Dana Perimbangan (DAU, DBH, dan DAK), Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.
PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN
Rapat kerja juga memutuskan: [1] Subsidi BBM disepakati sebesar Rp. 123,6 triliun, dengan basis perhitungan volume konsumsi BBM bersubsidi 40 juta kilo liter; [2] Harga BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan; [3] Pengalokasian BBM bersubidi tahun 2012 dilakukan tepat sasaran; [4] Sebagian dari total porsi volume premium bersubsidi tahun 2012 sebesar 2,5 juta kilo liter dibintangi, dan akan dievaluasi dalam pembahasan RUU APBN-P 2012; [5] Efisiensi dari hasil evaluasi dalam pencabutan tanda bintang akan dialihkan untuk infrastruktur, anggaran pendidikan dan cadangan resiko fiskal, dan akan dibahas dalam RUU APBNP 2012; [6] Alokasi BBM bersubsidi yang tepat sasaran akan dibicarakan lebih lanjut di Komisi VII, baik aspek distribusi per wilayah, maupun aspek pengguna, termasuk percepatan pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur energi, serta SPBU untuk BBM Non subsidi, dengan memperhatikan keadilan; [7] Fraksi Partai Golkar memberikan catatan bahwa “Terhadap persetujuan penetapan volume premium bersubsidi yang dibintangi dalam APBN 2012 sebesar 2,5 juta kilo liter, FPG memberikan minderheits nota, karena FPG mengusulkan sebesar 4 juta kilo liter. Dengan catatan masih terbuka ruang pembicaraan untuk volume dimaksud sampai dengan Pembicaraan Tk.II/Pengambilan Keputusan RUU APBN 2012”. Tanggal 13 dan 14 Oktober 2011, Badan Anggaran melakukan Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan tentang besaran dana optimalisasi yang merupakan penyisiran pembahasan RUU APBN 2012 oleh Panja Asumsi, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan. Dalam rapat ini disepakati: [1] Optimalisasi bruto sebesar Rp. 19,4 triliun, [2] Pengeluaran otomatis sebesar Rp. 7,8 triliun, dan [3] Optimalisasi Neto (1–2) sebesar Rp. 11,6 triliun. Mulai tanggal 15 Oktober 2011 hingga saat ini, pembahasan RUU APBN 2012 masih dilakukan di tingkat panja, dimana Panja Belanja Pemerintah Pusat dan Panja Transfer
Komisi I telah melakukan Raker dengan Menhan, Menlu, Menkum-HAM, Panglima TNI, BNPB, dan Bakosurtanal pada tanggal 18 Oktober. Rapat ini bersifat tertutup. Namun demikian, satu hal yang telah mendapat kesepakatan, baik Komisi I dan Pemerintah memandang perlu dilakukan kajian dan verifikasi terhadap temuan yang mengindikasikan perbedaan garis batas Wilayah Tanjung Batu dan Camar Bulan dengan Peta hasil MoU tahun 1978 antara Pemerintah-RI dan Malaysia secara lebih mendalam dan komprehensif. Sementara, Komisi-komisi lain juga telah melakukan Raker antara lain Komisi X dengan Menpora, dalam rangka persiapan menghadapi SEA Games tahun ini.
PEJABAT PUBLIK Dalam rangka penetapan pejabat publik, Komisi III telah sepakat untuk melakukan fit and proper test terhadap Calon Pimpinan KPK. Telah dipastikan ada 8 calon yang akan dilakukan uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III. Dengan lolosnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqodas, yang dipastikan langsung lolos menjadi Komisioner KPK tanpa melalui uji kelayakan dan kepatutan, maka Komisi III tinggal memilih 4 dari 8 calon Pimpinan KPK yang diajukan oleh Pemerintah.
PELANTIKAN ANGGOTA DPR Ketua DPR pada tanggal 19 Oktober telah melantik tiga Anggota DPR Pengganti Antar Waktu dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, yaitu: [1] H. Mardani, M.Eng, dari Dapil Jawa Barat VII, menggantikan H. Arifinto; [2] Dr. Muhammad Firdaus, MA, dari Dapil Jawa Timur II, menggantikan Sdr. Mukhammad Misbakhun, SE. MM.; [3] Indra, SH, dari Dapil Banten III, menggantikan Dra. Hj. Yoyoh Yusroh. Dalam sambutannya, Ketua DPR menyampaikan agar anggota baru segera menyesuaikan diri, mempelajari TataTertib DPR berikut Kode Etiknya, mendalami UU tentang MD3, dan mempelajari berbagai Perundang-undangan lain yang terkait dengan penempatannya di dalam Komisi-komisi DPR. Selain itu, ketiga anggota diminta untuk menyesuaikan dengan dinamika kegiatan DPR yang sedang melakukan aktifitas pada Masa Sidang I, yaitu menjalankan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Khusus mengenai fungsi legislasi, agar lebih fokus karena banyaknya prioritas RUU yang harus diselesaikan pada tahun ini.*
Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
DPR RI Dan Pemerintah Sepakat Verifikasi Batas Wilayah Tanjung Datu Dan Camar Bulan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah sepakat untuk dilakukan kajian dan verifikasi secara lebih mendalam dan komprehensif terhadap temuan yang mengindikasikan perbedaan garis batas wilayah di Tanjung Datu dan Camar Bulan dengan peta hasil Memorandum of Understanding (MoU) tahun 1978 antara Pemerintah RI dan Malaysia.
“
DPR RI dan Pemerintah berkomitmen dan konsisten untuk mempertahankan wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegas Ketua komisi I Mahfud Siddiq setelah mengadakan Rapat Kerja Tertutup dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Selasa (18/10) di Senayan, Jakarta. Komisi I juga akan membentuk tim yang akan melakukan survey langsung ke lokasi wilayah di perbatasan. Tim ini akan berjalan sepanjang ada proses pengkajian dan verifikasi pemerintah berjalan. “Dalam waktu dekat akan kita jadwalkan dan agendakan karena itu adalah bagian dari proses verifikasi,” kata Mahfud. Mahfud menjelaskan, Pemerintah berpegang pada MoU antara Indonesia dan Malaysia yang dibuat Agustus 1976 dan November 1978. Berdasarkan MoU itu, kata dia, memang tidak ada pergeseran patok dan Malaysia legal melakukan aktivitas di Camar Bulan dan Tanjung Datu yang masuk wilayah mereka. Namun, lanjut Mahfudz, pemerintah harus melihat kembali peta yang dibuat pemerintah Inggris dan Belanda. Berdasarkan peta itu, wilayah Indonesia di Camar Bulan dan Tanjung Datu lebih luas dari kondisi saat ini. “Ini yang nanti pemerintah akan melakukan kajian dan verifikasi termasuk melihat kembali bagaimana proses MoU. Hasil kajian itu akan memungkinkan langkah-langkah baru,” kata Mahfudz Siddiq. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan bahwa mempertahankan kedaulatan negara Indonesia adalah harga mati dan tidak ada kompromi lagi.(as) foto:iw/parle
Komisi I DPR saat Rapat Kerja Tertutup dengan Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan
Edisi 698 Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
DPR Terima 8 Nama Calon Pimpinan KPK Melalui Voting Rapat pleno Komisi III DPR RI memutuskan, dapat menerima 8 nama calon pimpinan KPK yang dikirimkan Presiden. Keputusan itu diambil melalui mekanisme pemungutan suara setelah upaya musyawarah mufakat tidak berhasil dicapai.
Jajaran Pimpinan Komisi III DPR RI
“
Tadi 2 Fraksi yaitu PDIP dan Hanura tetap menghendaki 10 calon. 5 fraksi lainnya yaitu FPD, FPG, FP3, FPKB dan FP Gerindra setuju 8. Sedangkan pada saat pengambilan putusan FPKS dan FPAN menyatakan abstain tetapi kemudian mendukung 8 Capim KPK yang diusulkan Presiden,” jelas Ketua Komisi III Benny K. Harman kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/10/11). Komposisi ini berubah setelah sebelumnya usai mendengar penjelasan Menkumham Patrialis Akbar (10/10) mayoritas Fraksi menghendaki Presi-den mengirimkan 10 nama. Dua Fraksi yaitu Partai Golkar dan Gerindra dalam pertemuan terakhir mengubah sikapnya.
“Kita tidak ingin terlihat menghambat proses pemilihan calon pimpinan KPK, namun dalam pleno tadi kita minta ada catatan terkait permasalahan pasal 30 UU KPK dan tentang putusan Mahkamah Konstitusi yang tidak berlaku surut,” jelas anggota Komisi III dari FPG Nudirman Munir. Rapat juga berhasil menetapkan Jadwal Seleksi serta Mekanisme dan Tata Tertib Seleksi Calon Pimpinan KPK. Proses dimulai dengan pengumuman pada publik (19/10) akan dilaksanakannya uji kepatutan dan kelayakan dengan harapan masyarakat dapat memberikan masukan terkait rekam jejak para kandidat. “Kita sungguh-sungguh mengharapkan masyarakat ambil bagian,
ikut berpartisipasi, memberikan data, informasi, berkaitan dengan 8 nama calon pimpinan KPK yang dalam waktu segera,” jelas Benny K. Harman. Masukan tersebut menurutnya akan digunakan dalam proses uji kepatutan dan kelayakan. Sebelum sampai pada agenda utama fit and proper tes, setiap calon juga akan diminta menulis makalah dengan tema yang telah ditetapkan. Komisi III lanjut politisi Partai Demokrat ini juga mengagendakan serangkaian RDPU dengan elemen masyarakat yang bertujuan menghimpun masukan terkait para calon. Pelaksanaan uji kepatutan dan kelayakan akan dilaksanakan pada tanggal 21 November sampai dengan 1 Desember. Agar lebih optimal menggali potensi para kandidat setiap calon diuji dalam waktu yang lebih panjang. “Jadi kita perlu waktu 8 hari, satu calon satu hari dimulai sesi pertama pukul 10 sampai 12 siang untuk mengklarifikasi dokumen administratif, tentang harta, ijazahnya. Kemudian jam 2 siang sampai selesai terkait substansi termasuk makalah. Jadi ada dua tahapan,” tegasnya. Komisi III juga memutuskan memanggil Busyro Muqoddas untuk menanyakan kesanggupannya menjadi pimpinan KPK dalam kapasitas sebagai Ketua atau Wakil Ketua. “Jadi kita putuskan Pak Busyro tidak otomatis menjadi Ketua KPK,” imbuhnya. Benny K. Harman optimis DPR sudah dapat mengirimkan nama kandidat terpilih kepada Presiden sebelum masa jabatan pimpinan KPK saat ini selesai pada tanggal 17 Desember yang akan datang. (iky)foto:parle
Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
Komisi VII Inginkan Pemaksimalan Percepatan Program 10.000 MW Tahap I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengingnkan pemaksimalan percepatan program 10.000 MW tahap I. Panitia Kerja (Panja) Sektor Hulu Listrik Komisi VII DPR RI Kunjungi Pembangkit PLTU Paiton di Probolinggo dan PLTG Grati di Pasuruan, Kamis-Jum’at (13-14) Provinsi Jawa Timur.
K
etua Tim Kunjungan Lapangan Panja Sektor Hulu Listris Totok Daryanto mengatakan hal ini dilakukan sebagai upaya dan komitment bersama untuk mengawal secara nasional mengenai sasaran bauran energi primer khususnya dalam memaksimalkan peran percepatan program 10.000 MW Tahap I. Totok Daryanto menjelaskan PLN sedang membangun PLTU Percepatan Tahap I, dengan total Kapasitas terpasang 9.953 MW. Total kebutuhan batubara untuk PLTU Percepatan Tahap I mencapati 31.9 Juta ton pertahun, yang terdiri dari 21,58 juta ton pertahun untuk pembangkit di Pulau Jawa dan 10,32 juta ton pertahun untuk pembangkit diluar Pulau Jawa. Diantara PLTU yang menggunakan bahan bakar batubara ini adalah PLTU Paiton. Komisi VII mendorong ketersediaan dan kecukupan pasokan batubara untuk memenuhi kebutuhan dan Proses Pengadaan batubarauntuk PLTU Paiton. “Perlu upaya dan komitment bersama untuk mengawal secara nasional mengenai sasaran bauran energi primer khususnya ketersediaan dan kecukupan pasokan batubara untuk memenuhi kebutuhan dan Proses Pengadaan batubarauntuk pembangkit PLTU Paiton, dalam memaksimalkan peran percepatan program 10.000 MW Tahap I,” Kata Totok Daryanto. Saat melakukan Kunjungan Lapangan di PLTG Grati, Komisi VII mendesak PT.Indonesia Power melakukan penanganan kendala pengoperasian dan pemeliharaan pembangkit akibat tidak terpenuhinya kebutuhan gas dan langkah langkah strategis untuk melakukan penghematan biaya bahan baker. Selain itu, menginginkan langkah langkah strategis PT.Indonesia Power
Tim Komisi VII DPR RI saat mengunjungi Pembangkit PLTU Paiton di Probolinggo dan PLTG Grati Pasuruan
ke depan dalam rangka mempercepat ketersediaan pasokan gas untuk pembangkit. Menurut Totok Daryanto, PLN memiliki pembangkit jenis PLTU, PLTG dan PLTGU yang dioperasikan melalui bahan bakar dengan total kapasitas terpasang 9.924MW. Dari sekian PLTU, PLTG dan PLTGU tersebut. Diantaranya ada 8 unit pembangkit yang berbasis dual firing ternyata tidak dapat
terpenuhi kebutuhan gasnya, salah satunya adalah PLTG Grati-Pasuruan. hal itu mengharuskan PLTG Grati dioperasikan dengan menggunakan bahan bakar minyak atau High Speed Diesel (HSD) yang harganya lebih mahal dibandingkan dengan Gas, Kejadian ini diperkirakan telah mengakibatkan peningkatan biaya operasional di tahun 2009 dan tahun 2010. (as)foto: parle
Edisi 698 Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
DPR Sahkan RUU tentang Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas RUU tentang Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas telah disahkan menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung di Gedung Nusantara, Selasa (18/10).
Wakil Ketua DPR Pramono Anung saat menerima RUU tentang Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas yang telah disahkan menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI
“
Pengesahan-pengesahan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas memiliki nilai strategis dan sejarah baru dalam pembaruan sistem hukum nasional khususnya dalam hal pemenuhan hak-hak bagi penyandang disabilitas,”jelas Chairun Nisa, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI saat membacakan laporannya. Chairun Nisa mengatakan, meskipun sesungguhnya bangsa Indonesia sangat terlambat dalam meratifikasi konvensi ini namun dengan diratifikasinya konvensi ini mka diharapkan ada kesamaan pandangan dan pemahaman seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan konvensi ini yang pada dasarnya sebagai upaya meningkatkan pelayanan bagi penyandang disabilitas. “Meskipun sesungguhnya telah ada beberapa peraturan perundangundangan yang memberikan jaminan dan perlindungan kepada pentandang disabilitas, namun dalam kenyataannya masih jauh dari harapan. Masih banyak yang belum diimplementasikan secara optimal seperti akses mendapatkan
pekerjaan yang layak, pelayanan public dan kesetaraan derajat, harkat, dan martabat,”terangnya. Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa sependapat, Ia mengatakan dengan disahkannya Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas mencerminkan komitmen dan kepedulian seluruh elemen bangsa bagi kemajuan hak azasi manusia khususnya terhadap kemajuan penyandang disabilitas yang wajib mendapatkan perhatian dari kita semua. “Tindakan meratifikasi konvensi ini merupkan tanggung jawab Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dalam melindungi dan memajukan hak azasi manusia termasuk penyandang disabilitas,”jelasnya. Saat menyampaikan laporannya, Chairun Nisa juga menyampaikan hal pokok yang mendasar untuk menjadi perhatian bersama dengan disahkannya RUU ini yaitu memastikan adanya jaminan kepastian hukum bagi penyandang disabilitas yang harus dipenuhi hak-haknya sesuai yang terkandung dalam Konvensi Mengenai Hak-hak
Penyandang Disabilitas sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Selanjutnya, perlu dilakukan perencanaan dan pertimbangan yang sungguh-sungguh bahwa semua aspek baik sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang tersedia dalam rangka mendukung implementasi rancangan UU Tentang Pengsahan Konvensi Me-ngenai Hak-hak Penyandang Disabilitas. “Dan yang paling terpenting adalah kesiapan bagi semua pemangku kepentingan agar sungguh-sungguh melaksanakan Undang-undang Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas setelah disahkannya RUU ini,”tegas Chairun Nisa. Setelah mengetok palu tanda disahkannya RUU Konvensi Mengenai Hakhak Penyandang Disabilitas menjadi Undang-undang, Pramono juga berpesan agar gedung rakyat (gedung DPR/ MPR/DPD RI) dilengkapi dengan fasilitas bagi penyandang disabilitas. “Dengan telah disahkannya UU tersebut, dengan itu pula kami menginginkan agar fasilitas gedung rakyat ini pun dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas bagi penyandang disabilitas, bukan berarti membangun gedung baru, tetapi menambahkan fasilitas,”candanya dan dilanjutkan dengan menutup Sidang Paripurna. (ra) foto:as/parle
Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa
Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
Komisi IV DPR RI Temukan RPH yang Memotong Sapi Betina Produktif Dalam Kunjungan Kerja Spesifik ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (15/10), rombongan Komisi IV DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi, Hj. Anna Mu’awanah (F-PKB) menemukan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kupang yang memotong sapi betina produktif, padahal hal tersebut dilarang.
K
etua tim Komisi IV Anna Mu’awanah mengatakan, untuk meningkatkan populasi ternak sapi di Indonesia, DPR telah mendorong pemerintah untuk mempertahankan dan meningkatkan populasi sapi betina produktif, dengan mendatangkan sapi-sapi betina dari luar negeri dan menyediakan anggaran berupa insentif dalam APBN 2010-2011. “Indonesia pada era 1980-an adalah negara pengekspor sapi, sekarang menjadi nett importir,” ungkapnya saat konferensi pers di Balai Pertanian dan Peternakan Kupang, NTT. Anna Mu’awanah menambahkan, pihak Dinas Peternakan perlu mengedukasi para peternak dengan sistem penjualan dengan cara menimbang berat tidak dengan cara menaksir seperti yang biasa dilakukan. Anna menegaskan Komisi IV DPR akan selalu mendukung upaya peningkatan produktivitas sapi nasional dengan menyediakan anggaran dalam APBN maupun APBN-P. “Untuk pen-
Internet/ ekabees.blogspot.com
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Hj. Anna Mu’awanah
yelamatan sapi betina produktif dalam APBN-P Pada tahun 2010, tiga provinsi mendapat prioritas, yakni NTT, NTB, dan Sulsel masing-masing sebesar 10 milyar rupiah,” jelasnya. “Untuk NTT pada 2011 anggarannya 40 milyar lebih,” tambahnya. Kepada Kepala Dinas Peternakan, Anna meminta agar memberi kesempatan kepada para peternak muda yang telah mengenyam pendidikan di Balai Pertanian dan Peternakan yang sangat potensial untuk mengembangkan peternakan di NTT. “Jangan hanya para manula yang jadi peternak,” harapnya. Anggota Komisi IV DPR, Siswono Yudo Husodo (F-PG) mengatakan, peraturan perundangan melarang sapi betina produktif dipotong. Siswono berharap pemerintah daerah di NTT, sampai ke dinas terkait termasuk rumah pemotongan hewan (RPH), tegas melaksanakan aturan ini. “Jangan ada lagi sapi betina produktif yang dipotong, sebab mustahil produktivitas dapat dicapai, tanpa adanya sapi beti-
na produktif yang memadai,” ucapnya. Siswono menambahkan, modernisasi dan peningkatan skala usaha peternak merupakan keharusan, sebab kesejahteraan peternak hanya bisa dicapai dengan peningkatan skala. “Harus ada upaya peningkatan jumlah hewan ternak per kepala, tanpa itu tidak akan ada peningkatan kesejahteraan” tambahnya. Kepala Dinas Peternakan Prov. NTT, Samuel Rebo mengungkapkan, kesadaran masyarakat untuk menyelamatkan sapi betina memang perlu terus ditumbuhkan. Samuel mengatakan, di NTT lebih banyak sapi kawin secara alam, perlu didorong sistem inseminasi buatan untuk meningkatkan jumlah populasi. “Kami harap ke depan NTT bisa menjadi pengirim sapi ke daerah lain, NTT dapat menjadi lumbung ternak kembali seperti dulu,” harapnya. “Gubernur telah mencanangkan program per jiwa 1 ekor sapi di NTT, populasi penduduk NTT saat ini 4,5 juta, jumlah sapi baru mencapai 700 ribuan, sementara populasi babi 1,5 juta, kerbau 150.000 ekor, dan kambing 520.000 ekor,” paparnya. Samuel mengatakan, ada banyak hal yang harus diperbaiki, termasuk RPH yang perlu ditertibkan. “Untuk itu dalam waktu dekat akan diadakan rapat koordinasi antara dinas provinsi dan kabupaten/kota se provinsi NTT,” ujar menginformasikan. (Ry.Tvp)foto:parle
Edisi 698 Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
Paripurna DPR Sahkan RUU Rumah Susun Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang (tiga kali masa persidangan), Rapat Paripurna DPR, Selasa (18/10) yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung telah berhasil mensahkan RUU tentang Rumah Susun menjadi UU.
Wakil Ketua komisi V DPR, Mulyadi
S
aat menyampaikan laporannya, Wakil Ketua Komisi V DPR H. Mulyadi mengatakan, RUU ini merupakan usul inisiatif DPR yang dibahas di Komisi V. Dalam proses pembahasan, selain dengan pemerintah Komisi V DPR juga telah melakukan diskusi dengan seluruh pemangku kepentingan diantaranya, pakar dan perguruan tinggi, perbankan, BUMN, LSM, asosiasi profesi dan organisasi terkait lainnya. Selain itu, juga melakukan penjaringan aspirasi langsung ke beberapa daerah. Mulyadi mengatakan, RUU yang disahkan sekarang terdiri dari 19 Bab dan 120 Pasal, dimana sebelumnya pada UU No. 16 Tahun 1985 terdiri dari 12 Bab dan 26 Pasal. Lamanya waktu yang diperlukan untuk pembahasan menurut Mulyadi, karena banyaknya substansi baru dan hal yang bersifat teknis yang harus diurai secara detail untuk mencapai pemahaman yang sama. Selain hal tersebut, DPR dan Pemerintah sepakat RUU ini harus membuat
10
ide-ide inovatif agar mampu menjawab permasalahan dan tantangan yang ada saat ini. Mengingat backlog perumahan yang begitu tinggi yaitu sekitar 8,4 juta unit pada tahun 2009. Backlog tersebut akan terus bertambah dari tahun ke tahun, terutama di daerah perkotaan, akibat arus urbanisasi yang sulit dibendung. Hal ini menyebabkan semakin tidak seimbangnya antara jumlah penduduk dan luas lahan perkotaan, sehingga menimbulkan dampak diantaranya, harga tanah semakin mahal, tingginya kepadatan penduduk, ruang terbuka hijau semakin berkurang, munculnya permukiman kumuh dan permukiman liar, sehingga penyediaan perumahan yang hanya mengandalkan sistem rumah tapak menjadi kurang tepat. Solusi dari semua itu, katanya, diperlukan penyediaan dan pengembangan hunian/tempat tinggal secara vertikal dalam bentuk rumah susun. Untuk itu, diperlukan pengaturan lebih baik dan komprehensif terhadap penyelenggaraan Rumah Susun yang
meliputi pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan serta peran masyarakat. Pada kesempatan yang sama, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mewakili Pemerintah menyampaikan bahwa Presiden menyetujui RUU ini untuk disahkan menjadi UndangUndang. Beberapa hal penting yang ada dalam RUU tersebut diantaranya adalah kewajiban kepada pelaku pembangunan rumah susun komersial untuk membangun rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% dari total luas lantai rumah susun komersial merupakan salah satu manifestasi keberpihakan penyediaan rumah susun bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Selain itu, RUU Rumah Susun ini juga mengatur mengenai berbagai kemudahan dan/atau bantuan yang dapat dinikmati oleh MBR termasuk pemberian insentif bagi pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus. Norma-norma tersebut sematamata untuk mendorong pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus bagi pelaku pembangunan dan merupakan manifestasi keberpihakan kepada MBR untuk menempati rumah susun melalui kemudahan dan bantuan bagi MBR dan insentif bagi pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus. Djoko juga menyampaikan, RUU ini mengamanatkan penyusunan peraturan perundang-undangan yang meliputi 15 Peraturan Pemerintah, 6 (enam) Peraturan Menteri yang terdiri dari 5 (lima) Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dan 1 (satu) Peraturan Menteri yang membidangi bangunan gedung dan 1 (satu) Peraturan Daerah. (tt) foto:as/parle
Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
BK DPR Terima Studi Banding BK Parlemen Timor Leste Anggota Badan Kehormatan Parlemen Timor Leste mengaku belajar banyak dari aturan perundangan-perundangan terkait keberadaan parlemen di Indonesia.
S
Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Siswono Yudohusodo saat berfoto bersama tim studi parlemen Timor Leste di Gedung DPR RI, Senayan
ebagai negara baru mereka memerlukan referensi untuk menata kehidupan berdemorasi di negara yang pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia ini. “Banyak hal yang saya kira bisa mereka ambil, kita berikan lengkap supaya anggota parlemen mereka bisa bekerja dengan baik dan tingkat produktifitas tinggi. Kita jelaskan tentang regulasi seperti UU MD3 sebagai acuan, Tata Tertib DPR, ada kode etik DPR dan ada tata beracara di Badan Kehormatan,” kata Wakil Ketua Badan Kehormatan, Siswono Yudohusodo usai menerima tim studi banding parlemen Timor Leste di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/10/11). Lebih lanjut menurut politisi Partai Golkar ini, anggota BK Parlemen Timor Leste menanyakan prosedur pemberian sanksi bagi anggota yang sering tidak hadir. “Kita BK DPR sudah punya aturan yang telah disepati apabila ang-
gota DPR tidak hadir 6 kali berturutturut dalam sidang paripurna tanpa alasan yang jelas, mereka dapat diberhentikan. Mereka mencatat masukan dari kita,” tambahnya. Siswono menekankan DPR siap menbantu Parlemen Timor Leste karena sebagai negara baru mereka perlu menimba banyak ilmu dari negara lain. “Kita siap bantu, apalagi mereka tadi mengatakan lebih mudah meng-adob sistem yang ada di Indonesia,” kata mantan Menteri Perumahan Rakyat di era Presiden Soeharto ini. Sementara itu Ketua Comission Internal Regulation Ethic and Mandate, Member of Parliament Timor Leste, Maria Fernanda Lay menjelaskan masukan yang mereka himpun dari Badan Kehormatan DPR sangat diperlukan untuk menuntas draf tata tertib dan kode etik. “Kita kesini supaya kami bisa memperbaiki legislasi, aturan atau tata tertib, kode etik yang ada di parlemen
kami. Kami sudah punya drafnya sekarang kami tinggal menyempurnakan,” imbuhnya. Ia juga menjelaskan ada dua masalah utama yang paling banyak dilaporkan masyarakat ke BK Parlemen Timor Leste yang anggotanya berjumlah 7 orang. “Kita akui masalah ketidak hadiran jadi perhatian kita, memang kalau orang politik itu susah untuk mengaturnya ya. Kemudian masalah anggota parlemen menggangu istri orang,” katanya sambil tersenyum. Maria yang datang bersama 10 orang anggota rombongannya menambahkan, anggota Badan Kehormatan di negaranya juga merupakan perwakilan fraksi-fraksi. Sedangkan anggota Parlemen Timor Leste berjumlah 65 orang. Walaupun kalah jauh dari jumlah anggota DPR namun ia menyebut keterwakilan perempuan cukup tinggi yaitu sudah mencapai 30 persen. (iky) foto: ry/parle
11
Edisi 698 Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
Komisi VIII DPR RI dan Pemerintah Sepakati RUU Pengelolaan Zakat Komisi VIII DPR RI dan pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat dan selanjutnya RUU tersebut akan diajukan dalam Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan pada Sidang Paripurna Dewan untuk ditetapkan dan disahkan menjadi UU tentang Pengelolaan Zakat.
R
apat Kerja Komisi VIII DPR dengan Pemerintah (Menteri Agama, Menteri Keuangan (terwakili), Menteri Dalam Negeri (terwakili), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) dalam Pengambilan Keputusan Tingkat I terhadap RUU tentang Pengelolaan Zakat dipimpin Ketua Komisi VIII, Abdul Kadir Karding, di Gedung Nusantara I DPR, Rabu (19/10). “RUU tentang Pengelolaan Zakat
sebaiknya lebih difokuskan pada perspektif pemberdayaan dan bersifat jangka panjang disbanding bersifat santunan dan sementara. “Penyaluran zakat harus tepat sasaran dan penggunaan zakat mesti dititikberatkan pada kegiatan produktif agar dapat memberikan efek sosial ekonomi yang nyata dan signifikan bagi penerima zakat,” tuturnya. Karena itu, lanjut Nany, F-PD sa-
Penandatanganan pengesahan RUU tentang Pengelolaan Zakat oleh Komisi VIII DPR dan Pemerintah
ini akan diajukan ke Sidang Paripurna Dewan berdasarkan persetujuan dari seluruh fraksi yang ada di Komisi VIII saat Pengambilan Keputusan Tingkat I terhadap RUU tentang Pengelolaan Zakat yang disampaikan oleh masing-masing juru bicara fraksi dalam pandangan mini fraksinya,” kata Karding. Juru bicara F-PD, Nany Sulistyani Herawati mengusulkan hendaknya pendekatan dalam pengelolaan zakat
12
ngat mendukung dan mendorong upaya pengelolaan zakat yang didasarkan syariah Islam dan dikelola secara profesional dan amanah. Zulkarnaen Djabar dari F-PG berpendapat, zakat sebagai salah satu nilai instrumental dalam ekonomi Islam dapat menjadi instrumen dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat asalkan dikelola dengan baik dan berbanding lurus dengan nilai instrumental
ekonomi Islam lainnya. Hal ini berarti menjadikan zakat sebagai bagian dari sumber dana jaminan sosial yang efektif juga dibutuhkan peran negara. Menurutnya, negara sebagai entitas yang mengatur segala yang terkait kekosongan hukum, masalah sosial perlu memberikan sebuah regulasi yang baik demi tercapainya pengelolaan potensi-potensi yang ada di masyarakat. “Disinilah pentingnya peran negara dalam mengatur pengelolaan zakat,” jelasnya. Sementara Ina Amania dari F-PDI Perjuangan dalam pandangan fraksi mininya memberikan catatan dan sikap kritisreflektif terhadap RUU Zakat. Pertama, perihal prinsip kesukarelaan dalam melaksanakan ajaran agama. Artinya, lanjut Ina, pengambilan zakat adalah berdasar kesukarelaan dan kesadaran menjalankan agama bagi pemeluknya. “Ini berarti tidak boleh ada paksaan bagi pemeluk agama Islam untuk menyerahkan zakat hanya pada satu kelembagaan saja,” jelasnya. Umat Islam dapat memilih amil yang dipercayainya untuk selanjutnya dikumpulkan harta zakat untuk kemaslahan umat, sesuai aturan agama (fiqih), tambahnya. Kedua, mengenai pajak dan zakat, menurut Ina perlu didudukkan perihal ini dalam koridornya masing-masing. Pajak adalah bentuk tanggungjawab rakyat atas kelangsungan kehidupan bangsa dan negaranya. Berdasarkan Pasal 23A UUD 1945, pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa adalah untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Dengan demikian, jelasnya, prinsip pajak adalah memaksa. Ina Amania menambahkan, uang pajak merupakan salah satu sumber
Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
pemasukan APBN yang diambil dari setiap wajib pajak, tanpa memperhatikan agama yang dianutnya. “Oleh sebab itu, APBN harus digunakan untuk kemakmuran rakyat secara umum,” tuturnya. Sementara Menteri Agama, Suryadharma Ali dalam sambutannya mengatakan, undang-undang pada hakekatnya adalah hukum positif yang dilahirkan melalui proses politik yang dibuat dalam rangka melaksanakan
konstitusi, tetapi karena zakat adalah ketentuan agama Islam maka undangundang mengenai zakat harus tetap mengacu kepada ketentuan syariat Islam. Oleh karena itu, lanjutnya, langkah penyempurnaan UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang dilakukan oleh DPR bersama pemerintah sekarang ini merupakan hal yang sangat tepat. “Tidak saja dilihat dari kepentingan politik kenegaraan melainkan pula
kepentingan umat Islam,” kata Surya. Menurutnya, peran pemerintah yang dalam hal ini secara fungsional dilaksanakan oleh kementerian agama akan berperan sebagai kementerian yang melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Baznas dan LAZ. Dengan demikian, pemerintah akan bertindak sebagai regulator dan Baznas serta LAZ sebagai operator, tuturnya.(iw)/foto:iw/parle
Komisi IX DPR RI Bentuk Tim Penyelesaian Kasus Freeport
Komisi IX DPR RI akan membentuk Tim untuk penyelesaian kasus ketenagakerjaan PT Freeport Indonesia yang terdiri dari perwakilan Komisi IX DPR RI, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI serta pihak-pihak terkait lainnya. Tim ini akan menyelesaikan kasus yang terjadi antara pekerja dengan management PT Freeport Indonesia.
H
Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning
al tersebut disampaikan Ribka Tjiptaning Ketua Komisi IX DPR RI dalam Konferensi Pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (17/10) Ribka menyatakan turut prihatin dan berbela sungkawa atas kejadian penembakan terhadap karyawan PT Freeport Indonesia yang mengakibatkan tewasnya Piter Ayami Seba pada aksi massa 10 Oktober 2011. “Komisi IX DPR RI mendesak PT Freeport Indonesia untuk memenuhi hak-hak normative para pekerja serta tidak mengganti pekerja dengan pekerja lain selama melakukan mogok kerja sesuai dengan amanat UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Komisi IX DPR saat konferensi Pers di Gedung DPR RI tentang pembentukan tim kasus PT. Freeport
Pasal 144 dan 145.” kata Ribka. Dalam konferensi pers yang dihadiri beberapa Anggota Komisi IX DPR RI yang tergabung dalam Pokja Ketenagakerjaan seperti Abdul Azis Suseno, Sri Rahayu, Karolin Margaret Natasa, Jamaludin Jafar dan Arif Minardi, Komisi IX DPR RI akan meminta kepada Komisi III DPR RI untuk memanggil Kepala Kepolisian RI untuk meminta penjelasan terkait masalah keamanan di wilayah PT Freeport Indonesia khususnya terhadap penem-
bakan yang mengakibatkan tewasnya tiga orang pekerja PT Freeport Indonesia di Papua. “Komisi IX mendesak Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI bersera Kementerian terkaitnya untuk memantau, memfasilitasi, mensupervisi serta mengasistensi upaya-upaya penyelesaian permasalahan melalui dialog langsung dengan pihak Serikat Pekerja PT Freeport Indonesia,” terang Ribka. (sc/jp) foto:ry/parle
13
Edisi 698 Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
Komisi X DPR Ragukan Gedung Pusdiklat Bukit Hambalang Komisi X DPR meragukan pembangunan gedung Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Bukit Hambalang, Sentul Bogor.
“
Tim Kunker Komisi X saat mengunjungi pembangunan gedung Pusdiklat Nasional Bukit Hambalang, Sentul Bogor
Mana ada di dunia yang membangun pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) dengan lokasi yang sangat ekstrim seperti di Bukit Hambalang,” kata Zulfadhli dari Fraksi Partai Golkar kemarin di Bukit Hambalang, Sentul Bogor (17/10). Menurutnya, Komisi X akan mendalami lagi masalah ini karena jangan
sampai pembangunan gedung Pusdiklat malah menjadi malapetaka. “Permasalahan ini yang akan kita perdalami dan akan kita bawa dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi X dengan para perencana dan pelaksana,” tambahnya. Dia menambahkan, kalau masalah kontraktor tidak ada masalah karena
kontraktor yang dipilih atau yang menang tender ini sudah siap dan mampu mengerjakannya. Dia melanjutkan, DPR minta keyakinan dengan perencana dan pelaksana bahwa mereka harus betul-betul menjamin bahwa bangunan gedung Pusdiklat aman dari masalah longsor, masalah petir dan bencana-bencana lainnya akibat daripada lokasi yang ekstrim ini. “DPR berharap bangunan gedung Pusdiklat ini betul-betul aman untuk jangka panjang dan betul-betul bisa bermanfaat dan efektif untuk Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional,” paparnya. Kunjungan lapangan Komisi X DPR ke Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Bukit Hambalang, Sentul Bogor terdiri atas 11 orang dari sejumlah anggota lintas fraksi yakni Rinto Subekti, Sholeh Soe’Aidy dan Jefirstson R. Riwu Kore (F-PD); Zulfadhli, Hetifah dan Oelfah A. Syahrullah Harmanto (F-PG); TB. Dedi Suwandi Gumelar (F-PDI Perjuangan); Raihan Iskandar dan Rohmani (F-PKS); Nasrullah (F-PAN); dan Djamal Azis (FPartai Hanura). (iw)/foto:iw/parle.
Baleg Soroti Kelembagaan Terkait Industri Pertahanan dan Keamanan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI banyak menyoroti masalah kelembagaan terkait dengan pembahasan RUU tentang Industri Pertahanan dan Keamanan. Industri pertahanan ini apakah lebih tepat di bawah Kementerian Pertahanan atau di bawah Kementerian BUMN.
P
ertanyaan ini banyak diajukan anggota Baleg saat mengundang Peneliti Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Jaleswari Pramod-
14
hawardani untuk memberikan berbagai masukan terkait dengan RUU ini. Dalam rapat yang dipimpin Ketua Baleg Ignatius Mulyono, Rabu (19/10),
dia mengatakan bahwa ketersediaan alat peralatan pertahanan dan keamanan selama ini belum didukung oleh kemampuan industri pertahanan
Internet/ antasari.net
Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
Ketua Baleg Ignatius Mulyono
dan keamanan dalam negeri secara optimal sehingga menyebabkan ketergantungan terhadap produk alat peralatan pertahanan dan keamanan luar negeri. Selain itu, ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang industri pertahanan dan keamanan nasional belum sepenuhnya mendorong dan memajukan pertumbuhan industri yang mampu mencapai kemandirian pemenuhan kebutuhan peralatan pertahanan dan keamanan. Untuk itu, katanya, kehadiran UU ini sangat diperlukan. Mulyono menambahkan, RUU ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2011 dan sebelumnya RUU ini merupakan usul inisiatif dari Pemerintah. Pada Rapat Paripurna tanggal 20 September lalu, Baleg melaporkan pengalihan prakarsa dua Rancangan Undang-undang yang salah satunya merupakan RUU tentang Industri Pertahanan dan Keamanan yang sebelumnya namanya RUU tentang Revitalisasi Industri Strategis Pertahanan dan Keamanan Nasional. Pada kesempatan tersebut Jaleswari mengatakan, dalam Seminar Industri Pertahanan, Menteri Pertaha-
Panser tempur salah satu produk dari Industri Pertahanan dan Keamanan
nan Malaysia menyampaikan harus ada standar yang jelas bagi negara-negara Asean agar industri pertahanan masing-masing negara menguat. Menurut Jaleswari, definisi kemandirian perlu ditempatkan secara proporsional karena dalam jangka pendek dan menengah perlu disadari adanya kompromi atau titik keseimbangan antara perspektif idealistis dan realistis. Dia mencontohkan, untuk alutsista yang membutuhkan teknologi canggih tentu tidak akan dapat diperoleh secara instant dan cuma-cuma. Oleh karena itu, strategi dan roadmap pengembangan industri pertahanan perlu dirancang jelas. Pilihan kata “Harga Mati” perlu dipertimbangkan kembali karena kemandirian bukan berarti 100 persen dikerjakan sendiri atau perusahaan dimiliki sendiri, tetapi lebih bermakna relativf bahwa Indonesia punya pilihan dan memiliki luxury untuk menentukan kebutuhan alusistanya. Terhadap kelembagaan, Jaleswari berpendapat, jika pilihan meletakkan BUMN industri pertahanan di bawah Kementerian Pertahanan harus dipertimbangkan secara cermat. Prinsipnya bahwa jika pilihan ini yang akan diam-
bil harus memberikan manfaat dan nilai tambah jika dibandingkan dengan bila berada di bawah Kementerian BUMN. Sementara manfaat jika industri pertahanan tetap di bawah Kementerian BUMN adalah secara kelembagaan kementerian ini sudah berjalan dan telah dilengkapi dengan peraturan-peraturan yang uptodate (good corporate governance). “Singkatnya kementerian ini sudah memiliki pengalaman,” katanya. Manfaat lainnya, dapat diupayakan sinergi mengingat sumber pembiayaan misalnya dari perbankan dapat diupayakan. Dan tidak diperlukan lagi tambahan sumber daya untuk membina BUMN industri pertahanan (alokasi, dana, SDM, infrastruktur, dan suprastruktur/peraturan). Jaleswari menambahkan, industri pertahanan adalah bisnis yang harus dapat memberikan keuntungan agar dapat menjamin keberlangsungannya mengingat kebutuhan pembiayaan untuk investasi sangat besar. Dia juga mengingatkan sebaiknya alutsista yang kita gunakan tidak dari berbagai negara, karena hal ini menjadi sangat tidak efektif dari segi maintenance. (tt)foto:iw/parle
15
Edisi 698 Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
Dubes Ekuador Sampaikan Undangan Resmi Ketua DPR RI, Marzuki Alie yang ditemani oleh Ketua BKSAP, Hidayat Nur Wahid menerima Kunjungan Dubes Ekuador, Eduardo Calderon, di Ruang Pimpinan, senin (17/10).
Ketua DPR Marzuki Alie dan Ketua BKSAP Hidayat Nur Wahid saat menerima kunjungan Dubes Ekuador
D
alam kunjungannya kali ini Eduardo memberikan undangan resmi kepada DPR RI untuk mengunjungi Ekuador sekitar pertengahan Oktober atau bulan November. Undangan resmi tersebut diberikan Eduardo dalam rangka peningka-
tan hubungan bilateral antara kedua Negara. “Kami akan mempersiapkan kedatangan kunjungan Parlemen Indonesia sebaik mungkin dan kunjungan kenegaraan tersebut tentunya untuk mempererat hubungan antar kedua negara dan untuk menjalin
hubungan tersebut, tentunya harus ada komunikasi yang baik antar kedua Negara,”jelasnya. Menanggapi hal tersebut, Marzuki mengatakan akan segera mengagendakan kunjungannya ke Ekuador dan tentunya akan mencari waktu yang baik bagi kedua Negara.” Kami akan membawa rapat ini dalam Rapat Pimpinan dan tentunya harus dicari waktu yang baik bagi kedua Negara,”jelasnya. Eduardo mengatakan, pertemuan itu nantinya untuk meneruskan pembicaraan yang telah dibicarakan dengan Presiden SBY, 6 oktober lalu. “Kami ingin menindaklanjuti pembicaraan kami mengenai kerjasama yang telah terjalin dengan Indonesia, seperti yang telah kami bicarakan sebelumnya dengan Presiden SBY, mengenai isu kerjasama panas bumi, kerjasama penanganan bencana, maupun hal lainnya yang dapat membuat hubungan antar kedua negara ini semakin baik,”terangnya. (ra)foto:parle
Sekolah Perlu Kembangkan Pendidikan Akhlak dan Budi Pekerti Lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi perlu mengembangkan pendidikan akhlak mulia dan budi pekerti.
H
al itu dikatakan Ketua DPR RI Marzuki Alie dalam sambutannya pada acara Rapat Senat Terbuka dalam rangka Wisuda Sarjana ke-6 dan Dies Natalies Ke-5, Universitas PGRI Ronggolawe (Unirow) Tuban, Jawa Timur, Sabtu (8/10). Marzuki memaparkan, yang terjadi hari ini adalah hasil pendidikan masa lalu. Saat ini banyak orang yang tidak lagi menggu-
16
nakan etika dan hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongannya. “Ada sesuatu yang salah dalam pendidikan masa lalu, oleh karena itu peran para guru sangat penting dan strategis untuk mempersiapkan generasi mendatang yang lebih berkualitas,” ungkapnya. Ketua DPR menjelaskan, pada masa lalu pendidikan hanya mengede-
pankan kecerdasan intelektual, tanpa diimbangi kecerdasan spiritual dan sosial. “Budi pekerti dan akhlak tidak lagi diindahkan, meski masjid penuh dengan orang yang beribadah, tetapi korupsi jalan terus,” tukasnya. Dia menambahkan, akhir-akhir ini minat menjadi guru sangat besar, padahal pada masa lalu guru menjadi pilihan terakhir. Lebih lanjut Marzuki mengung-
Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
kapkan, saat ini perhatian pemerintah dan DPR terhadap kesejahteraan para guru sangat besar, terbukti dengan semakin meningkatnya alokasi anggaran untuk kesejahteraan guru. Dengan meningkatnya kesejahteraan para guru, Ketua DPR meminta agar diimbangi dengan peningkatan kinerja dan kualitasnya. Kepada para wisudawan/ wati dan keluarganya, Marzuki Alie menyampaikan ucapan selamat dan berharap kesempatan dan ilmu yang didapat dimanfaatkan untuk sebesarbesarnya kemaslahatan umat. Rektor Universitas PGRI Ronggolawe Tuban (Unirow) Drs. Hadi Tugur, MM dalam sambutannya mengatakan, meningkatkan mutu SDM dan inovasi teknologi merupakan tujuan pendidikan di Unirow. Dengan 3 pilar Perguruan Tinggi yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, mahasiswa Unirow sudah ditempa untuk meningkatkan dan mengembangkan daya saing. Rektor memaparkan menurut UNESCO ada 4 pilar pendidikan yang harus diterapkan yakni learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Konsep ini sangat baik tetapi
ada kendala dalam implementasinya. “Mahasiswa rata-rata sudah mengetahui norma-norma dan nilai-nilai. Kalau hanya knowledge semua mahasiswa tahu, orang harus jujur, rajin dan lain-lain, tapi bagaimana implementasinya, ini yang masih menjadi persoalan,” ungkapnya. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Dr. H. Sulistiyo, M. Pd. pada kesempatan tersebut mengatakan, peningkatan kinerja dan kualitas menjadi agenda utama PGRI. Kepada para guru honorer dan calon guru, Sulistiyo mengingatkan bahwa tidak mungkin semua orang menjadi pegawai negeri, tetapi para guru swasta dan guru honor yang bekerja penuh waktu Senin – Sabtu hendaknya diberi perlindungan dan kesejahteraan yang wajar, juga diatur pendapatan atau honor yang minimal. Kepada pemerintah dan DPR, Ketua PGRI mengharapkan agar dapat mengalokasikan APBN untuk tunjangan bagi guru swasta dan honorer. “Jika ada 1 juta guru disubsidi oleh APBN dengan 500 ribu rupi-
ah, hanya memerlukan uang 6 triliyun rupiah 1 tahun,” jelasnya. “Sehingga perbaikan kesejahteraan tidak hanya untuk guru negeri saja tapi juga untuk guru swasta dan honorer,” ujarnya menambahkan. Pada kunjungannya kali ini Ketua DPR didampingi Anggota Komisi X DPR RI, H. Soleh Soe’aidy (F-PD) yang berasal dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur III dan jajaran pengurus PGRI pusat dan provinsi Jawa Timur. (Rn.Tvp)
Pansus RUU Pemilu Kunjungi Bali
T
Dalam rangka menyerap aspirasi dan masukan dari Pemerintah Daerah, KPU/Bawaslu Daerah, dan masyarakat, Pansus RUU tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD melakukan kunjungan ke Provinsi Bali yang berlangsung tanggal 17 Oktober 2011.
im dipimpin Made Pasek Suardika (F-PD), dengan anggota H. Harry Witjaksono (Komisi III DPR RI/F-PD), Popong Otje Djunjunan (Komisi X DPR RI/F-PG), H. Ibnu Munzir (Komisi VI DPR RI/F-PG), dan Ahmad Yani (Komisi III DPR RI/F-PPP). Dalam pertemuan dengan Gubernur Bali Made Mangku Pastika beserta Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Bali yang berlangsung di Ruang Wisma Sabha Pratama Kantor Gubernur Bali, Pasek Suardika mengatakan, tujuan kedatangan Tim Pansus adalah untuk memperoleh gambaran apa saja kelemahan Pemilu 2009, memperoleh masukan dan aspirasi
terkait RUU tentang perubahan UU 8/2008, dalam rangka penyempurnaan substansi. Kepada pihak pemda, Suardika meminta informasi mengenai sumber basis data pemilih. ”Apakah bersumber dari data kependudukan, atau data pemilu yang lalu,” ujarnya. “Bagaimana penyiapan data pemilih di setiap wilayah, bagaimana pengalaman pada pemilu yang lalu, serta apa saja yang difasilitasi pemda kepada KPUD dan Panwasda, juga masalah koordinasi dan kendala teknis, yuridis, maupun anggaran,” paparnya. Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam sambutannya mengatakan, Indonesia saat ini menjadi negara de-
mokrasi terbesar ke-3 dunia yang telah mengalami perkembangan demokrasi cukup pesat. Mangku Pastika mengugkapkan, hal ini perlu diimbangi dengan kualitas demokrasi, mulai dari regulasi, sampai pada tahapan pelaksanannya. “Saya harap perubahan UU ini tidak hanya menata pemilu menjadi lebih berkualitas tetapi, yang lebih penting dapat meletakkan kerangka dasar bagi demokrasi yang lebih representasitif dan partisipatif,” harapnya. Gubernur menambahkan, pelaksanan Pemilu Legislatif di provinsi Bali berjalan cukup baik dan sukses, meski penduduk Bali kini telah cukup padat dan heterogen dengan dinamika yang
17
Edisi 698 Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
sangat beragam. Anggota Pansus, Otje Djunjunan (F-PG) mengatakan, negara kita masih mencari bentuk tentang sistem pemilu yang ideal, karena sesungguhnya kita hanya mencontoh dari negara lain. “Kita tidak mempunyai seorang yang ahli khusus bidang pemilu, sehingga tidak ada jalan lain kecuali mencontoh dari negara lain,” ungkapnya. Sementara anggota Pansus H. Harry Witjaksono (F-PD) mengatakan, persoalan besaran Parliamentary Threshold (PT) masih menjadi perdebatan di pansus, mengingat hal ini cukup sensitif padahal tujuannya adalah penyederhanaan partai politik, diakui memang jika angka PT semakin tinggi akan ada partaipartai kecil yang tidak terwakili. Harry juga meminta masukan kepada KPUD
Pimpinan Tim Pansus RUU Pemilu Made Pasek Suardika (F-PD)
mengenai waktu yang ideal bagi masa kampanye. Pada kesempatan tersebut turut hadir Ketua dan anggota KPU/
Bawaslu provinsi dan anggota Kabupaten/Kota se provinsi Bali (Wrj.Tvp) foto:parle
Ketua DPR Lantik 3 Anggota DPR PAW
Menurut Ketua Fraksi PKS Mustafa Kamal, Fraksi PKS bersyukur dengan dilantiknya ketiga anggota dewan yang baru untuk menempati posisi yang selama ini kosong. “Tentunya, kami sangat bergembira. Setelah proses PAW yang cukup panjang dan memakan waktu yang lama, akhirnya mereka dilantik pada hari ini,” ujar Kamal. kan sumbangsih yang besar kepada rakyat dan negara ini. “Kami yakin kehadiran mereka di panggung DPR akan mengoptimalkan kinerja-kinerja kami selama ini, tak hanya di DPR tapi bagi Dapil mereka masingmasing,”jelasnya saat pelantikan Pelantikan 3 anggota Pergantian Antar Waktu (PAW) PKS di Gedung DPR RI Pergantian Anelantikan tersebut, lanjut Ka- tar Waktu (PAW), Rabu, (19/10) di Gemal, diharapkan memberikan dung Nusantara IV DPR dan dihadiri energi baru bagi Fraksi PKS oleh Wakil Ketua Fraksi PKS Agoes dalam melaksanakan tugas-tugas se- Purnomo, Sekretaris Fraksi PKS Abdul bagai wakil rakyat. Dia yakin keha- Hakim, dan Ketua Kelompok Komisi diran ketiganya nanti akan memberi- IX Ledia Hanifa. acara pelantikan di-
P 18
pimpin langsung oleh Ketua DPR RI Marzuki Alie. Kekosongan kursi tiga orang Anggota Legislatif Fraksi PKS DPR RI akhirnya telah terisi dengan dilantiknya nama-nama baru pengganti anggota dewan sebelumnya. Seperti diketahui, Arifinto dan Misbakhun sudah mengundurkan diri dari keanggotan DPR RI. Sementara Ustadzah Yoyoh Yusroh meninggal dunia karena kecelakaan yang dialaminya beberapa waktu lalu. Anggota Legislatif yang dilantik tersebut adalah Dr. Mardani Ali Sera berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat VII yang menggantikan Arifinto, sedangkan Indra, S.H menggantikan almarhumah Yoyoh Yusroh dari Dapil Banten III. Sementara itu, Misbakhun yang berasal dari Dapil II Jawa Timur digantikan oleh Dr. Muhammad Firdaus, MA. (si/jp) foto:ry/parle
Buletin Parlementaria / Oktober / 2011
Wakil Ketua DPR RI-Priyo Budi Santoso Terima Delegasi Serikat Pekerja Nasional Wakil Ketua Pimpinan DPR RI Priyo Budi Santoso menerima Delegasi Serikat Pekerja Nasional (SPN) dari berbagai daerah yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan DKI di gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/10)
“
Selaku Pimpinan DPR RI, saya telah minta secara khusus kepada pansus untuk membuka pintu lebar-selebar atas aspirasi ormas, organisasi dan siapapun karena akan memperkaya, memperkuat dan mensinerjikan substansi rancangan undang-undangBPJS yang sekarang dalam proses pembahasan antara DPR dengan Pemerintah”, tambah Priyo. Di tegaskannya, undang-undang diketuk jika kedua pihak sudah sepaham, salah satu pihak tidak mengangguk palu tidak bisa diketuk. Untuk itulah Priyo meminta agar SPN bukan saja menyalurkan aspirasinya ke Dewan tapi juga ke pemerintah dalam hal ini 8 menteri yang telah ditunjuk RUU BPJS,“ ujarnya. Perkembangan pembahasan RUU BPJS antara Pansus DPR-RI dan pemerintah telah menimbulkan kontroversi, karena pembentukan BPJS yang disepakati berdasarkan segmentasi program. Ini mengabaikan aspirasi masyarakat pekerja yang menghendaki BPJS berdasarkan segmentasi kepesertaan bukan program. “Organisasi Federasi dan Konfederasi serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia secara tegas menolak Penggabungan Program Jamsostek yang selama ini dikelola oleh PT Jamsostek (Persero) baik kedalam BPJS I maupun BPJS II,” kata Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Nasional (SPN) Bambang Wirayoso. Bambang menambahkan bahwa SPN menolak “transformasi” (dalam arti peleburan) PT Jamsostek de-ngan BUMN lainnya kedalam BPJS II, Karena bertentangan dengan uu SJSN.“SPN meminta agar Dewan dan Pemerintah merevisi UU No.3 tahun 1992 tentang Jamsostek, menetapkan ke 4 BPJS PT Jamsostek (Persero), PT Taspen, PT Askes dan PT Asabri menjadi BPS dalam bentuk BUMN, dengan
Dialog Pimpinan DPR RI Priyo Budi Santoso dengan Delegasi Serikat Pekerja Nasional (SPN)
kewajiban menyesuaikan dengan 9 prinsip jaminan social sesuai UU 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan membentuk BPNS baru untuk melayani Rakyat Miskin dan atau tidak mampu degan melaksanakan program jaminan kesehatan, sebagai peningkatan jangkauan dan kualitas serta kemudahan atas Program Jamkesmas,”ujar Bambang. Bambang menegaskan apabila Pemerintah dan DPR RI tetap pada pendiriannya menetapkan Penggabungan ke 4 BPJS dengan membentuk BPJS I dan BPJS II maka kami para pemimpin Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja/Buruh akan melakukan penolakan secara Nasional secara terus menerus hingga Pemerintah dan DPR RI membatalkan, akan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, akan akan memerintahkan seluruh Peserta Program Jamsostek untuk
segera mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) pada PT Jamsostek. (jp) foto:ry/parle
Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso
19
Edisi 698
Berita Bergambar
Wakil Ketua Pimpinan DPR RI Priyo Budi Santoso didampingi pimpinan Panja BPJS menerima Delegasi Serikat Pekerja Nasional (SPN) dari berbagai daerah yaitu dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan DKI di gedung DPR, Jakarta, Selasa 18 Oktober 2011. Foto:RY
Panitia Kerja (Panja) Sektor Hulu Listrik Komisi VII DPR RI Kunjungi Pembangkit PLTU Paiton di Probolinggo dan PLTG Grati di Pasuruan, Provinsi jawa Timur, 13-14 Oktober Provinsi Jawa Timur. foto: AS
Rapat Kerja Komisi VIII DPR dengan Pemerintah (Menteri Agama, Menteri Keuangan (terwakili), Menteri Dalam Negeri (terwakili), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) dalam penandatanganan Pengambilan Keputusan Tingkat I terhadap RUU tentang Pengelolaan Zakat di Gedung Nusantara II DPR, 19 Oktober 2011. foto:IW
Badan Kehormatan DPR RI menerima tim studi banding parlemen Timor Leste di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa 18 Oktober 2011. foto:Parle
20
Sampaikan aspirasi Anda melalui SMS ASPIRASI DPR RI di 08119443344 Layanan Informasi Publik di www.ppid.dpr.go.id