ISSN : 2085 - 1472
Vol. 2 No. 9, Desember 2012 KEEFEKTIVAN KONSELING BEHAVIORAL UNTUK MENGURANGI PELANGGARAN TATA TERTIB SEKOLAH DI SMPN 11 KOTA MAGELANG Tawil EFEKTIVITAS TEKNIK REINFORCEMENT UNTUK MENGURANGI LEARNING DISSABILITIES Ari Eko Widodo dan Arie Supriyatno JALAN PANJANG PENDIDIKAN KARAKTER Imron DESAIN PEMBELAJARAN JAS PAK KARNO MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA Tri Minarni MENGOPTIMALKAN KREATIVITAS MENYIAPKAN DAN MENYAJIKAN MINUMAN NON ALKOHOL MELALUI PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP BAGI SISWA KELAS XI RESTORAN SMKN 3 MAGELANG Budi Hastuti MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI MODEL INVESTIGASI KELOMPOK (PTK PADA SISWA KELAS XI IPA 1 SMAN 4 MAGELANG) Indiani Dwi Kusuma PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING MAHASISWA STMIK BINA PATRIA MAGELANG Sukris Sutiyatno PENDEKATAN PAIKEM GEMBROT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN RANGKING 1 SEBAGAI UPYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR FISIK (PENELITIAN PADA SISWA KLS XI IPA 1 SMAN 4 MAGELANG) Endang Sumijatsih MEDIA MUSIK DALAM CONTEXTUAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X-5 SMAN 4 MAGELANG Dedeh Nur Saadhah Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Vol. 2 No. 9, Desember 2012
Pemimpin Redaksi Arie Supriyatno Dewan Redaksi
Achmadi Muhammad Japar Suliswiyadi Tawil Subiyanto Lilis Madyawati Riana Mashar Indiati Sugiyadi Sutarno Anwar Sutoyo Sukarno
Universitas Muhammadiyah Magelang Universitas Muhammadiyah Magelang Universitas Muhammadiyah Magelang Universitas Muhammadiyah Magelang Universitas Muhammadiyah Magelang Universitas Muhammadiyah Magelang Universitas Muhammadiyah Magelang Universitas Muhammadiyah Magelang Universitas Muhammadiyah Magelang Universitas Sebelas Maret Surakarta Universitas Negeri Semarang (UNES) Universitas Tidar Magelang
Pelaksana Tata Usaha Hijrah Ekoputro Periode Terbit 2 kali dalam setahun Terbit Pertama Desember 2008
Jurnal Edukasi merupakan jurnal ilmiah yang berisikan hasil penelitian dan kajian teoritis mengenai masalah-masalah pendidikan, khususnya di Indonesia. Diterbitkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Magelang. Redaksi menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan atau dalam proses terbit oleh media lain. Naskah diketik di atas HVS kuarto spasi satu sepanjang lebih kurang 15-20 halaman dengan format seperti tercantum pada prasyarat naskah jurnal Edukasi di halaman belakang. Naskah yang masuk akan dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format dan tata cara lainnya.
Alamat Penyunting dan Tata Usaha Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Magelang Kampus 1 Jalan Tidar No. 21 Magelang 56126 Telepon: 0293 - 362082 psw 119 Email :
[email protected]
ii
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
DAFTAR ISI Keefektivan Konseling Behavioral untuk Mengurangi Pelanggaran Tata Tertib Sekolah di SMPN 11 Kota Magelang Tawil 257 Efektivitas Teknik Reinforcement untuk Mengurangi Learning Dissabilities Ari Eko Widodo dan Arie Supriyatno 270 Jalan Panjang Pendidikan Karakter Imron 275 Desain Pembelajaran JAS PAK KARNO Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Tri Minarni 284 Mengoptimalkan Kreativitas Menyiapkan dan Menyajikan Minuman Non Alkohol Melalui Pendidikan Kecakapan hidup bagi siswa kelas XI Restoran SMKN 3 Magelang Budi Hastuti 292 Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Melalui Model Investigasi Kelompok (PTK pada Siswa kelas XI IPA 1 SMAN 4 MAGELANG) Indiani Dwi Kusuma 297 Penerapan Pendekatan Cooperative Learning untuk meningkatkan Kemampuan Reading mahasiswa STMIK Bina Patria Magelang Sukris Sutiyatno 305 Pendekatan PAIKEM GEMBROT Melalui Model Pembelajaran Rangking 1 sebagai Upya Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Fisik (Penelitian pada Siswa Kls XI IPA 1 SMAN 4 Magelang) Endang Sumijatsih 314 Media Musik dalam Contextual Learning untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas X-5 SMAN 4 Magelang Dedeh Nur Saadhah 321
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
iii
iv
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
KEEFEKTIFAN KONSELING BEHAVIORAL UNTUK MENGURANGI PELANGGARAN TATA TERTIB SEKOLAH DI SMP NEGERI 11 KOTA MAGELANG Tawil
Dosen FKIP UMM,
[email protected]
Abstract The purpose of this study was to determine the effectiveness of behavioral counseling to reduce violations of school discipline. The study used a counseling bimbangan action research, the two eighth grade students of SMP Negeri 11 Magelang, Year 2011/2012. This research is a form of collaboration anatara Researcher, Teacher Advisor, Guardian Class and Teacher Field Study. Four cycles imposed by using behavioral counseling, obtained results are a drastic reduction above 80%. Where in the four months to the counselee I with incomplete school uniform violations, down from 8 times to 1 time = 88%. Hooky from 6 times to empty = 100%, Make as rowdy lessons from 10 times to 2 times = 80%. Late for class 6 times to empty = 100% .. Seecara overall decrease in the frequency of violations of school discipline for counselee I are 30 cases to 3 cases with a percentage of 90%. For counselees II with incomplete school uniform violations, from 7 times to 1 time = 86%. Ditching 9 times to empty = 100%. Make noise when lessons are 8 times to 1 time = 88%. Late to class 4 times to empty = 100%. Overall decrease in the frequency of school for disciplinary violations counselee II is 28 cases into 2 cases with a percentage of 93%. So Effective Behavioral Counseling to reduce school disciplinary violations. Keywords: Behavioral Counseling, reduce violations.
A. PENDAHULUAN SMP Negeri 11 Kota Magelang termasuk SMP Negeri papan bawah, yakni nomor 12 dari 13 SMP Negeri di kota Magelang, berdasarkan urutan perolehan NA PPDB (Nilai Akhir Penerimaan Peserta Didik Baru) dari lulusan SD/MI yang masuk, maupun berdasarkan perolehan NA lulusan kelas IX SMP Negeri hampir untuk setiap tahunnya.. Gambaran singkat cirri khas siswanya mayoritas memiliki NA relatif rendah dibanding SMP Negeri lainnya, kondisi sosial ekonomi keluarga menengah ke bawah, dan ada beberapa siswa yang memiliki disiplin sekolah rendah. Sebagai penjajagan awal Peneliti pada empat bulan semester I, memperoleh data berdasarkan cacatan Wali kelas dan Guru Pembimbing, terdapat dua siswa kelas VIII yang memiliki kasus lebih dari 25 pelanggaran. Dan ini merupakan pelanggaran terbanyaak di Sekolah ini. Dari sanalah Guru Pembimbing, Wali Kelasa, dan Guru Bidang Studi tertarik berkolaborasi dengan Peneliti untuk mengatasi kasus tersebut dengan menerapkan konseling behavioral. Walau sebelumnya telah dilakukan penangan secara parsial oleh Guru Bidang Studi, namun hasilnya belum memuaskan. Mayoritas siswa SMP Negeri 11 adalah mereka dengan NA SD relative remdah dibanding SMP
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Negeri lainnya. Mereka kebanyakan dari keluarga dengan kondisi social ekonomi menengah kebawah, memiliki disiplin kurang, dan letak geografisnya di pinggir kota Magelang, yakni di ujung barat daya kota Magelang; yakni di Tuguran, Kota Magelang. Berdasarkan kondisi tersebut, maka konseling behavioral, yang mengedepankan perbaikan perilaku negatif dengan pengkondisian agar terbentuk perilaku positif, maka pengkondisian tersebut akan diterapkan dalan peneitian ini, sebagai penelitian tindakan bimbingan konseling (PTBK). A. Metode Penelitian 1. Setting Penelitian Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling (PTBK) ini dilakukan pada dua siswa kelas VIIII SMP Negeri 11 Kota Magelang, yakni pada kelas VIIIE dan VIIIC; Keduanya memiliki kasus pelanggaraaan tata tertib sekolah paling banyak. Karakteristik pelanggaran yang dilakukan oleh dua subjek penelitian ini adalah pelaku pelanggaran paling banyak dalam dekade 4 bulan pada semester I kelas VIII,
257
Untuk konseli I, meliputi seragam sekolah tidak lengkap, membolos, membuat gaduh saat pelajaran berlangsung, terlambat masuk kelas, Untuk konseli II, meliputi seragam sekolah tidak lengkap, membolos, membuat gaduh saat pelajaran berlangsung, terlambat masuk kelas. Keduanya berusia sekitar 15 tahun. Teknik yang digunakan dalam konseling behavioral ini adalah perpaduan reinforcement positif, dengan teknik pengkondisian operan, dan modeling. yakni dengan memberikan ganjaran atau penguatan segara setelah tingkah laku yang diharapkan muncul, seperti memberikan pujian, makanan, uang, hadiah, atau senyuman. Adapun modeling diberikan dengan cara individu mengamati orang atau model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model, yakni teman sendiri yang melakukan pelanggaran tata tertib sekolah. Serta dengan kontrol diri yang diharapkan adanya perubahan perilaku dalam jangka panjang. Pelaksanaan konseling ditempuh dengan tujuan untuk mengembangkan kepribadian siswa agar mampu mengubah variabel inputnya yaitu perilaku melanggar
Persentase perubahan (pc)
1. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumenter, observasi, wawancara, dan dsiskusi. Dokumenter digunakan untuk mengetahui data klinis terkait dengan data pelanggaran yang telah dilakukan oleh subjek penelitian. Observasi untuk mengetahui kondisi yang sedang berlangsung terkait dengan pelanggaaran yang dilakukan. Wawancara dilakukan untuk mengetahui latarbelakang, keinginan, dan kemauan subjek penelitian. Diskusi dilakukan untuk membahas perkembangan subjek penelitian; diskusi dilakukan peneliti dengan guru pembimbing, guru bidang studi, dan wali kelas. 2. Metode Analisa Data Metode analisa data yang digunakan adalah analisis Persentase Perubahan (PP), atau Percentage Change (PC) dengan rumus sbb:
Jumlah indikator yang tampak x100% Jumlah indikator keseluruhan
3. Rencana Tindakan Rencana tindakan yang akan diterapkan untuk mengurangi pelanggaran tata tertib
Permasalahan
tata tertib kearah perilaku yangpositift yaitu mematuhi tata tertib sekolah.
Rencana Tindakan 1
sekolah, dalam penelitian tindakan bimbingan konseling ini, menggunakan siklus sbb:
Pelaksanaan Tindakan 1 Siklus 1
Refleksi I
Observasi I
Permasalahan
Rencana Tindakan 2
Pelaksanaan Tindakan 1 Siklus 2
Refleksi II
Observasi II
258
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Rencana Tindakan 3
Permasalahan
Pelaksanaan Tindakan 1II Siklus 3
Refleksi III
Observasi III
Gambar 1: Rencana Tindakan dengan siklus C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian Dari hasil penelitian tindakan dapat di sajikan pelaksanaan dan hasil sebagai berikut:
Tabel 1: Matrik Tindakan Tahapan
Rencana kegiatan
Peran konselor
Peran konseli
Hasil
Pembukaan
Mengadakan pendekatan secara persuasif
Menciptakan suasana hangat, akrab, bersahabat, dan penuh keterbukaan
Menerima konselor dengan penuh kepercayaan
Tercipta hubungan harmonis dan saling percaya
Penjelasan
Mengungkapkan masalah yang dihadapi konseli
Bertanya tentang masalah yang dihadapi konseli
Mengungkapkan permasalahan yang sedang dihadapi
Masalah konseli terungkap
Penggalian sumber masalah
Mengungkapkan faktorfaktor yang menyebabkan konseli melanggar tata tertib sekolah berdasarkan konseling behavioral
Bertanya tentang hal-hal yang mendorong perilaku konseli dengan pertanyaan apa sebab dan bagaimana masalah bisa terjadi
Tindakan penyelesaian masalah
Penerapan konseling behavioral untuk mengubah atau mengatasi masalah
Menawarkan kontrak berupa kesanggupan mengubah perilaku yang melanggar tata tertib ke perilaku yang mematuhi
Menyetujui kontrak dan kesanggupan melaksanakan kesepakatan yang telah diputuskan
Terjadi transaksi antara konselor tentang kesanggupan untuk mengadakan perubahan perilaku
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
259
Penutup
Mengakhiri pertemuan
Menutup pertemuan, menyimpulkan konseli dan menawarkan pertemuan selanjutnya
Menerima tawaran untuk pertemuan berikutnya
Kesimpulan sementara
Tabel 2: Matriks Tindakan 1 Konseling BH Konseli 1 Tahapan
Rencana kegiatan
Peran konselor
Peran konseli
Hasil
Pembukaan
Mengadakan pendekatan secara persuasif
Menciptakan suasana hangat, akrab, bersahabat, dan penuh keterbukaan
Menerima konselor dengan penuh kepercayaan
Tercipta hubungan harmonis dan saling percaya
Penjelasan
Mengungkapkan masalah yang dihadapi konseli
Bertanya tentang masalah yang dihadapi konseli
Mengungkapkan permasalahan yang sedang dihadapi
Masalah konseli terungkap
Penggalian sumber masalah
Mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan konseli melanggar tata tertib sekolah berdasarkan konseling behavioral dengan menggunakan teknik pengkondisian operan yaitu reinforcement dan modeling
Bertanya tentang halhal yang menyebabkan perilaku konseli melanggar tata tertib sekolah
Tindakan penyelesaian masalah
Penerapan konseling behavioral berupa memberikan reinforcement positif atau reward dalam bentuk hadiah barang kesukaan konseli dan memberikan memberikan modeling dengan model teman sekelas yang tidak melakukan pelanggaran untuk mengubah atau mengatasi masalah
Menawarkan kontrak berupa kesanggupan mengubah perilaku yang melanggar tata tertib ke perilaku yang mematuhi tata tertib
Menyetujui kontrak dan kesanggupan melaksanakan kesepakatan yang telah diputuskan
Terjadi transaksi antara konselor tentang kesanggupan untuk mengadakan perubahan perilaku
260
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Penutup
Mengakhiri pertemuan
Menutup pertemuan, menyimpulkan konseli dan menawarkan pertemuan selanjutnya
Menerima tawaran untuk pertemuan berikutnya
Kesimpulan sementara
Tabel 3: Matriks Tindakan 1 Konseling BH Konseli 2 Tahapan
Rencana kegiatan
Peran konselor
Peran konseli
Hasil
Pembukaan
Mengadakan pendekatan secara persuasif
Menciptakan suasana hangat, akrab, bersahabat, dan penuh keterbukaan
Menerima kosnelor dengan penuh kepercayaan
Tercipta hubungan harmonis dan saling percaya
Penjelasan
Mengungkapkan masalah yang dihadapi konseli
Bertanya tentang masalah yang dihadapi konseli
Mengungkapkan permasalahan yang sedang dihadapi
Masalah konseli terungkap
Penggalian sumber masalah
Mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan konseli melanggar tata tertib sekolah berdasarkan konseling behavioral dengan menggunakan teknik pengkondisian operan yaitu reinforcement dan modeling
Bertanya tentang halhal yang mendorong perilaku konseli melanggar tata tertib sekolah
Tindakan penyelesaian masalah
Penerapan konseling behavioral berupa memberikan reinforcement positif atau reward dalam bentuk hadiah barang kesukaan konseli dan memberikan memberikan modeling dengan model teman sekelas yang tidak melakukan pelanggaran untuk mengubah atau mengatasi masalah
Menawarkan kontrak berupa kesanggupan mengubah perilaku yang melanggar tata tertib ke perilaku yang mematuhi tata tertib sekolah
Menyetujui kontrak dan kesanggupan melaksanakan kesepakatan yang telah diputuskan
Terjadi transaksi antara konselor tentang kesanggupan untuk mengadakan perubahan perilaku
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
261
Penutup
Mengakhiri pertemuan
Menutup pertemuan, menyimpulkan konseli dan menawarkan pertemuan selanjutnya
Menerima tawaran untuk pertemuan berikutnya
Kesimpulan sementara
Tabel 4 Perubahan Frekuensi Perilaku Pelanggaran TatTertib Konseli 1 Sesudah Tindakan 1 No
Indikator
Sebelum Tindakan
Sesudah Tindakan
Persentase Perubahan
1
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
8
6
25
2
Membolos
6
4
33
3
Membuat gaduh saat pelajaran berlangsung
10
7
30
4
Terlambat masuk kelas
6
4
33
Jumlah
30
21
30
Tabel 5 Perubahan Frekuensi Perilaku Pelanggaran Tata Tertib Konseli 2 Sesudah Tindakan 1 No
Indikator
Sebelum Tindakan
Sesudah Tindakan
Persentase Perubahan
1
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
7
5
29
2
Membolos
9
6
33
3
Membuat gaduh saat pelajaran berlangsung
8
5
38
4
Terlambat masuk kelas
4
3
25
Jumlah
28
19
32
Tabel 6 Perubahan Perilaku Melanggar Tata Tertib Sebelum dan Sesudah Tindakan 1 (Konseli 1) Sebelum Tindakan
%
Sesudah Tindakan
%
Perubahan %
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
8
100
6
75
25
2
Membolos
6
100
4
67
33
3
Membuat gaduh berlangsung
10
100
7
70
30
4
Terlambat masuk kelas
6
100
4
67
33
Jumlah
30
100
21
70
30
No
Indikator
1
262
saat
pelajaran
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Tabel 7 Perubahan Perilaku Melanggar Tata Tertib Sebelum dan Sesudah Tindakan 1 (Konseli 2) Sebelum Tindakan
%
Sesudah Tindakan
%
Perubahan %
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
7
100
5
71
29
2
Membolos
9
100
6
67
33
3
Membuat gaduh saat pelajaran berlangsung
8
100
5
62
38
4
Terlambat masuk kelas
4
100
3
75
25
Jumlah
28
100
19
68
32
No
Indikator
1
Tabel 8 Perubahan Frekuensi Perilaku Pelanggaran Tata Tertib Konseli 1 Sesudah Tindakan 2 Sebelum Tindakan
Sesudah Tindakan
Persentase Perubahan
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
6
4
33
2
Membolos
4
2
50
3
Membuat gaduh saat pelajaran berlangsung
7
5
29
4
Terlambat masuk kelas
4
2
50
Jumlah
21
13
38
No
Indikator
1
Tabel 9 Perubahan Frekuensi Perilaku Pelanggaran Tata Tertib Konseli 2 Sesudah Tindakan 2
Sebelum Tindakan
Sesudah Tindakan
Persentase Perubahan
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
5
3
40
2
Membolos
6
2
67
3
Membuat gaduh berlangsung
5
4
20
4
Terlambat masuk kelas
3
2
67
Jumlah
19
11
42
No
Indikator
1
saat
pelajaran
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
263
Tabel 10 Perubahan Perilaku Melanggar Tata Tertib Sebelum dan Sesudah Tindakan 2 (Konseli 1) Sebelum Tindakan
%
Sesudah Tindakan
%
Perubahan %
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
6
100
4
67
33
2
Membolos
4
100
2
50
50
3
Membuat gaduh berlangsung
7
100
5
71
29
4
Terlambat masuk kelas
4
100
2
50
50
Jumlah
21
100
13
62
38
No
Indikator
1
saat
pelajaran
Tabel 11 Perubahan Perilaku Melanggar Tata Tertib Sebelum dan Sesudah Tindakan 2 (Konseli 2) Sebelum Tindakan
%
Sesudah Tindakan
%
Perubahan %
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
5
100
3
60
40
2
Membolos
6
100
2
33
67
3
Membuat gaduh saat pelajaran berlangsung
5
100
4
80
20
4
Terlambat masuk kelas
3
100
2
33
67
Jumlah
19
100
11
58
42
No
Indikator
1
Tabel 12 Perubahan Frekuensi Perilaku Pelanggaran Tata Tertib Konseli 1 Sesudah Tindakan 3 Sebelum Tindakan
Sesudah Tindakan
Persentase Perubahan
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
4
3
25
2
Membolos
2
0
100
3
Membuat gaduh berlangsung
5
4
20
4
Terlambat masuk kelas
2
0
100
Jumlah
13
7
46
No
Indikator
1
264
saat
pelajaran
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Tabel 13 Perubahan Frekuensi Perilaku Pelanggaran Tata Tertib Konseli 2 Sesudah Tindakan 3 Sebelum Tindakan
Sesudah Tindakan
Persentase Perubahan
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
3
2
33
2
Membolos
2
0
100
3
Membuat gaduh berlangsung
4
3
25
4
Terlambat masuk kelas
2
1
50
Jumlah
11
6
45
No
Indikator
1
saat
pelajaran
Tabel 14 Perubahan Perilaku Melanggar Tata Tertib Sebelum dan Sesudah Tindakan 3 (Konseli 1) Sebelum Tindakan
%
Sesudah Tindakan
%
Perubahan %
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
4
100
3
75
25
2
Membolos
2
100
0
0
100
3
Membuat gaduh saat pelajaran berlangsung
5
100
4
80
20
4
Terlambat masuk kelas
2
100
0
0
100
Jumlah
13
100
7
54
46
No
Indikator
1
Tabel 15 Perubahan Perilaku Melanggar Tata Tertib Sebelum dan Sesudah Tindakan 3 (Konseli 2) Sebelum Tindakan
%
Sesudah Tindakan
%
Perubahan %
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
3
100
2
67
33
2
Membolos
2
100
0
0
100
3
Membuat gaduh saat pelajaran berlangsung
4
100
3
75
25
4
Terlambat masuk kelas
2
100
1
50
50
Jumlah
11
100
6
55
45
No
Indikator
1
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
265
Tabel 16 Perubahan Frekuensi Perilaku Pelanggaran Tata Tertib Konseli 1 Sesudah Tindakan 4 Sebelum Tindakan
Sesudah Tindakan
Persentase Perubahan
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
3
1
67
2
Membolos
0
0
0
3
Membuat gaduh berlangsung
4
2
50
4
Terlambat masuk kelas
0
0
0
Jumlah
7
3
57
No
Indikator
1
saat
pelajaran
Tabel 17 Perubahan Frekuensi Perilaku Pelanggaran Tata Tertib Konseli 2 Sesudah Tindakan 4 Sebelum Tindakan
Sesudah Tindakan
Persentase Perubahan
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
2
1
50
2
Membolos
0
0
0
3
Membuat gaduh berlangsung
3
1
67
4
Terlambat masuk kelas
1
0
100
No
Indikator
1
saat
pelajaran
Tabel 18 Perubahan Perilaku Melanggar Tata Tertib Sebelum dan Sesudah Tindakan 4 (Konseli 1)
No
Indikator
Sebelum Tindakan
%
Sesudah Tindakan
%
Perubahan %
1
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
3
100
1
33
67
2
Membolos
0
100
0
100
0
3
Membuat gaduh berlangsung
4
100
2
50
50
4
Terlambat masuk kelas
0
100
0
100
0
Jumlah
7
100
3
43
57
266
saat
pelajaran
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Tabel 19 Perubahan Perilaku Melanggar Tata Tertib Sebelum dan Sesudah Tindakan 4 (Konseli 2) No
Indikator
Sebelum Tindakan
%
Sesudah Tindakan
%
Perubahan %
1
Tidak lengkap berpakaian seragam sekolah
2
100
1
50
50
2
Membolos
0
100
0
100
0
3
Membuat gaduh saat pelajaran berlangsung
3
100
1
33
67
4
Terlambat masuk kelas
1
100
0
0
100
Jumlah
6
100
2
33
67
Dari hasil penelitian tindakan bimbingan konseling sebagaimana tabel tersebut diatas, dapat dilihat bahwa pada tindakan 4 atau tindakan akhir ternyata dari kedua subjek penelitian menunjukkan perubahan perilaku, yaitu dari perilaku sering melanggar tata tertib sekolah menjadi mematuhi tata tertib sekolah. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan frekuensi munculnya indikator melanggar tata tertib sekolah sesudah diberikan perlakuan tindakan Konseling Behavioral dengan teknik pengkondisian operan dengan pemberian reinforcement dan modeling. Untuk konseli 1 menunjukkan penurunan frekuensi munculnya indikator melanggar tata tertib sekolah sebagai berikut: (1) tidak lengkap berpakaian seragam sekolah sebelum dilakukan tindakan 8 kali, setelah dilakukan tindakan perilaku berubah menjadi 1 kali dengan persentase 88%. (2) membolos sebelum dilakukan tindakan sebanyak 6 kali, sesudah dilakukan tindakan perilaku tidak muncul kembali atau berubah dengan persentase 100%. (3) membuat gaduh saat pelajaran sebelum tindakan dilakukan sebanyak 10 kali, setelah dilakukan tindakan perilaku berubah menjadi 2 kali dengan persentase 80%. (3) terlambat masuk kelas sebelum dilakukan tindakan sebanyak 6 kali, sesudah dilakukan tindakan perilaku tidak muncul kembali atau berubah dengan persentase 100%. Secara keseluruhan penurunan frekuensi munculnya pelanggaran tata tertib sekolah oleh konseli 1 sebanyak 30 kasus dan pelanggaran penurun menjadi 3 kasus pelanggaran dengan persentase penurunan sebanyak 90%. Untuk konseli 2 menunjukkan penurunan frekuensi munculnya indikator melanggar Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
tata tertib sekolah sebagai berikut: (1) tidak lengkap berpakaian seragam sekolah sebelum dilakukan tindakan 7 kali, setelah dilakukan tindakan perilaku berubah menjadi 1 kali dengan persentase 86%. (2) membolos sebelum dilakukan tindakan sebanyak 9 kali, sesudah dilakukan tindakan perilaku tidak muncul kembali atau berubah dengan persentase 100%. (3) membuat gaduh saat pelajaran sebelum tindakan dilakukan sebanyak 8 kali, setelah dilakukan tindakan perilaku berubah menjadi 1 kali dengan persentase 88%. (4) terlambat masuk kelas sebelum dilakukan tindakan sebanyak 4 kali, sesudah dilakukan tindakan perilaku tidak muncul kembali atau berubah dengan persentase 100%. Secara keseluruhan penurunan frekuensi munculnya pelanggaran tata tertib sekolah oleh konseli 2 sebanyak 28 kasus dan pelanggaran penurun menjadi 2 kasus pelanggaran dengan persentase penurunan sebanyak 93%. 2. Pembahasan Dalam penelitian ini dibahas tentang keefektifan konseling behavioral untuk mengurangi pelanggaran tata tertib sekolah yang dilakukan olehdua subjek penelitian yaitu DPJ siswa kelas VIII E sebagai konseli 1 dan GTS siswa kelas VIII C sebagai konseli 2. Keduanya merupakan siswa SMP Negeri 11 Kota Magelang Tahun Ajaran 2011/2012. Sebelum dilakukan tindakan siklus 1 sampai dengan masalah dapat teratasi yaitu pada siklus 4 frekuensi munculnya perilaku melanggar tata tertib sekolah pada kedua subjek penelitian cukup tinggi. Indikator perilaku melanggar tata tertib sekolah adalah: tidak lengkap berpakaian seragam sekolah, membolos, membuat gaduh
267
saat pelajaran berlangsung, terlambat masuk kelas. Target persentase penurunan frekuensi munculnya perilaku melanggar tata tertib sekolah tersebut sebesar 50%. Setelah diberikan tindakan siklus 1 sampai permasalahan dapat teratasi yaitu pada siklus 4 berupa layanan konseling behavioral pada kedua subjek penelitian, perilaku tindakan melanggar tata tertib sekolah yang mereka lakukan berkurang dan mulai berubah menjadi perilaku yang mematuhi tata tertib sekolah. Secara kuantitatif persentase penurunan frekuensi munculnya perilaku melanggar tata tertib sekolah pada konseli 1 adalah sebesar 90% dan pada konseli 2 sebesar 93%. Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dinyatakan bahwa layanan konseling behavioral efektif untuk mengurangi pelanggaran tata tertib sekolah di SMP Negeri 11 Kota Magelang Tahun Ajaran 2009/2010. Oleh karena itu jenis pendekatan konseling behavioral kiranya dapat digunakan bagi guru pembimbing di SMP Negeri 11 Kota Magelang untuk menghadapi kasus serupa. Menurut (Latipun: 2008, 129) perilaku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap pengalaman berupa interaksi individu dengan
lingkungan sekitarnya. Dengan demikian konseling behavioral teknik pengondisian operan juga sekaligus mengandung nilai edukatif yang bermanfaat bagi seseorang untuk belajar memilih dan memperhatikan perilaku yang tepat untuk kesejahteraan dirinya. D. Kesimpulan Berdasarkan keseluruhan apa yang sudah dipaparkan di bagian depan dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan konseling behavioral efektif untuk mengurangi pelanggaran tata tertib sekolah di SMP Negeri Kota Magelang.
Saran Atas dasar kesimpulan yang telah didapat seperti tersebut di atas maka saran yang dapat penulis berikan kepada sekolah adalah: Untuk kesempatan lain guru dapat menterapkan konseling behavioral untuk mengatasi siswa yang melakukan pelanggaran tata tertib sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 1987. Prosedur Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset Arikunto, Suharsimi. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta ________________. 2005. Penelitian Tidak Kelas. Jakarta: Rineka Cipta ________________. 2006. ProsedurPenel Suatu Pendekatan Praktek. Jkt: Rineka Cipta Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Rafika Aditama Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka _________. 2003. Penilaian Tindakan Kelas. Jakarta: Kanwil Depdikbud Jateng Djamarah, S. B. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Andi Offset Echols, John. M. 1996. Kamus Inggris Indonesia An English-Indonesiaan Dictionary. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Hadi, Sutrisno. 2001. Metodologi Research. Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset
268
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Harni. 2007. Penerapan Teknik Konseling Realitas untuk Mengatasi Pelanggaran Tata Tertib Sekolah (Skripsi yang tidak Dipublikasikan). Magelang: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Magelang Hurlock, Elizabeth. B. 1978. Perkembangan Anak. Jilid 2. Jakarta: Erlangga ________________. 1980. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press Mappiare, Andi. AT. 2006. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Margono, S. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Mashar, Riana. 2007. Pengaruh Stimulasi “Aku Anak Ceria” Terhadap Peningkatan Emosi Positif Anak Usia Dini. (Tesis yang Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Moleong, J Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya Offset Nurihsan A. J. 2006. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama Nursalim, M. 2005. Strategi Konseling. Surabaya: Unesa University Press Porwadarminto. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta Santrock, J. W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga Sudrajat, Achmad. 2008. Pendekatan Konseling Behavioral. http://www.google.com. (accesed 21 September 2009) Sukmadinata, Nana S. 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung: Maestro Suryabrata, Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset Widhi. 2002. Konseling. http://www.google.com (Accesed 21 September 2009) Willis, Sofyan. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta Wuryani, Sri E. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo Rintyastini, Yulita. 2006. Bimbingan dan Konseling
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
269
EFEKTIVITAS TEKNIK REINFORCEMENT UNTUK MENGURANGI LEARNING DISSABILITIES DI SMP NEGERI 13 MAGELANG Ari Eko Wibowo dan Arie Supriyatno
FKIP Univ. Muh. Magelang
Abstract The purpose of this study was to determine whether the application of the technique can reduce Reinforcement Learning Dissabilities at Junior High School 13 Magelang. This study is an action research guidance and counseling to the subject of two research students who already experienced Learning Dissabilities. The variables studied were the input variables, Learning Dissabilities; variables such as the implementation of the action reinforcement techniques, and output variables, such as giving the results of the application of techniques to reduce Reinforcement Learning Dissabilities. Data collection methods were used, namely, observation and interview methods. The data obtained were analyzed with the constant percentage analysis techniques. Percentage change in the frequency of appearance of the observed indicators is expected to reach 50%. The results showed that a decline in the frequency of behavioral indicators that demonstrate learning in both subjects Dissabilities persentse research with more than 50% is for the counselee 1 by 87% and for the counselee 2 by 82%. The conclusion that the application of effective techniques for reducing reinforcement learning dissabilities in SMP Negeri 13 Magelang. Key word ; Mechanical Reinforcement and Learning Dissabilities
A. LATAR BELAKANG Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha sadar untuk pembangunan kepribadian yang berlangsung seumur hidup di lingkungan sekolah. Pendidikan juga bermakna proses membantu individu baik jasmani dan rohani ke arah terbentuknya kepribadian utama (Yunus:2012). Pendidikan diselenggarakan tentunya dengan tujuan tertentu. Dalam UU No 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah ditegaskan bahwa pendidikan Nasioanal bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar manusia menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab. Prestasi belajar tidak akan dihasilkan oleh seseorang apabila orang tersebut tidak melakukan usaha belajar, karena dalam kenyataannya untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik tidak semudah yang diharapkan dan dibayangkan. Pencapaian prestasi belajar dipengarui oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar dapat terjadi pada siapa saja dan dimanapun individu tersebut berada. Salah satu
270
contohnya adalah terjadi pada siswa SMP Negeri 13 Magelang, yang mengalami kesulitan belajar Learning Dissabilities dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar dibawah potensi intelektualnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah adanya konflik dengan teman satu kelas yang mengakibatkan siswa jenuh berada di kelas bahkan saat pelajaran, ketidak cocokan siswa dengan cara mengajar guru, bahkan siswa tidak merasa nyaman dengan guru mengajarnya serta tidak adanya motivasi belajar dari diri siswa sendiri. Berbagai cara telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar Learning Dissabilities pada siswa dan telah banyak metode-metode dikembangkan untuk usaha mendidik anak sehingga menjadi lebih baik, yang tidak lepas dari proses serta faktor untuk mendukungnya. Salah satu cara yang dilakukan adalah memberikan pendekatan behavioral untuk membantu siswa mengubah tingkah laku maldaptif menjadi adaptif selama proses pendidikan di sekolah agar mencapai tujuan yang diharapkan. Banyak juga teknik dalam pendekatan behavioral yang dimungkinkan dapat dipergunakan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar, diantaranya teknik Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
pelatihan asertif, disensitisasi sisematis, pengkondisian aversi, reinforcement, imitasi dan modeling , sexual training, thought stopping serta covert sensitization. B. Learning Dissabilities 1. Pengertian Learning Dissabilities Kesulitan belajar khusus (Learning Disability) adalah gangguan dalam satu lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan dalam bidang studi matematika. 2. Karakteristik Kondisi Kesulitan Belajar Khusus Karakteristik Learning Dissabilities menurut Abdurrahman, (2003) adalah sebagai berikut : a. Gangguan internal Mempunyai gangguan internal yaitu yang berasal dari diri sendiri yang biasanya siswa cenderung malas untuk mengerjakan tugas atau pekerjaan karena kurangnya motivasi belajar dalam diri sendiri. b. Kesenjangan antara potensi dan prestasi Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan beberapa di antaranya di atas rata-rata. Namun demikian, pada kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik yang rendah. Karena kebanyakan siswa yang mempunyai kesulitan belajar khusus tersebut hanya kurang memperhatikan guru dan hanya mengobrol dengan teman sebangku. c. Tidak adanya gangguan fisik dan/atau mental Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik dan/atau mental hanya sulit berkonsentrasi didalam kelas sehingga sering melamun. 3. Faktor Penyebab Learning Dissabilities Faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar menurut Syah (2008: 173) antara lain sebagai berikut: 1. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
diri siswa sendiri, meliputi gangguan atau kekurang mampuan psiko-fisik siswa, yakni: a. Bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/ intelegensi siswa. b. Bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap. c. Bersikap psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga). 2. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa, meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa, yakni: a. Lingkungan keluarga, contohnya ketidak harmonisan hubungan orang tua dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga. b. Lingkungan perkampungan/ masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh (slum area) dan teman sepermainan yang nakal. c. Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar dan kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah. C. Reinforcement 1. Pengertian Reinforcement Reinforcement sebagai konsekuensi atau dampak tingkah laku yang memperkuat tingkah laku tertentu. Konsekuensi dari perilaku positif berupa perlakuan khusus dapat berbentuk penerimaan diri atas diri siswa yang bisa berupa penghargaan atau hadiah. Perilaku yang negatif atau salah harus diberi Punishment agar tidak diulangi suatu saat nanti. 2. Tujuan Reinforcement Tujuan pemberian Reinforcement adalah untuk mempertahankan perilaku dan mengubah perilaku dengan melakukan penguatan
271
D. Efektifitas Reinforcement Mengurangi Dissabilities
Teknik Untuk Learning
Pendekatan teknik behavioral yang diterapkan untuk membantu mengatasi kesulitan belajar siswa adalah teknik Reinforcement. Teknik reinforcement dapat membantu siswa untuk mengontrol tingkah lakunya sehingga dapat meningkatakan motivasi belajarnya serta mengembangkan kepercayaan siswa dalam mengatur diri dan bersemangat lagi untuk belajar. Teknik Reinforcement yang diberikan kepada siswa, dapat memotivasi siswa untuk belajar karena adanya penguatan-penguatan positif yang diberikan kepada siswa. Konselor dalam pemberian Reinforcement berarti menguatkan motivasi intrinsik dan mendorong siswa untuk belajar. Siswa melakukan aktivitas belajar dengan sungguh-sungguh karena ingin prestasi belajarnya meningkat atau hanya ingin menghindar hukuman apabila prestasi belajarnya menurun. Dalam pemberian reinforcement secara langsung akan memotivasi siswa menjadi lebih baik. Akan tetapi di dalam pemberian reinforcement supaya mencapai hasil yang optimal seperti yang diharapkan hendaknya konselor sebagai penyelenggara kegiatan harus dapat memberikan bentuk, cara serta kapan reinforcement diberikan, tentunya dengan memperlihatkan karakteristik siswa baik berupa penguatan positif (menyenangkan/ reward) maupun penguatan negatif (tidak menyenangkan/punishment). Penerapan teknik reinforcement diharapkan mampu mengurangi Learning Disabilities yang dialami para siswa SMP Negeri 13 Kota Magelang, diharapkan setelah pemberian reinforcement tersebut nantinya akan banyak membantu siswa di dalam mengatasi kesulitan belajar. Dengan demikian, teknik reinforcement diprediksi dapat membantu mengatasi kesulitan belajar pada siswa. Melalui dinamika kepenguatan positif itu juga dapat mempengaruhi perkembanagn kepribadian. Respon-respon diikuti oleh hasil yang menyenangkan diperkuat cenderung menjadi pola kebiasaan bertingkah laku khususnya bertingkah laku untuk lebih semangat dan termotivasi untuk belajar. Jika tingkah laku itu terus diperkuat secara teratur, maka itu akan menjadi elemen kepribadiannya.
272
E. Metode Penelitian Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian 1. Setting Penelitian Setting penelitian berarti latar dan keadaan yang dijadikan lokasi penelitian, tempat yang dijadikan lokasi pada penelitian ini adalah SMP Negeri 13 Magelang tahun pelajaran 20012/2013. Pemilihan tempat untuk penelitian ini berdasarkan pada alasan bahwa lokasi penelitian tersebut sangat efektif dan efisien, yang artinya relatif mudah dilaksanakan serta efektif dalam penggunaan waktu, tenaga, dan biaya. Pemilihan setting penelitian ini relevan dengan kondisi masalah yang ada di lapangan, yaitu di SMP Negeri 13 Magelang masih ditemukan beberapa siswa yang mengalami Learning Dissabilities. Melihat kenyataan seperti itu, peneliti berusaha mencari upaya untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2012 pada siswa yang bersangkutan dan diikuti dengan perkembanganya sampai bulan November 2012. Untuk memperlancar jalannya Penelitian Tindakan BK, maka rangkaian kegiatan penelitian disesuaikan dengan jadwal. 3. Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik subjek penelitian berarti ciriciri khusus yang terdapat pada subjek penelitian yang dijadikan sasaran penelitian. Karakteristik subjek penelitian ini mencakup : a. Karakteristik Subjek Penelitian Sifat-sifat penelitian yang dimaksud adalah keadaan yang mencakup kondisi subyek penelitian baik aspek fisik maupun aspek psikis siswa. Kondisi subyek penelitian yaitu siswa yang mengalami Learning Dissabilities. Aspek fisik siswa dapat dilihat dari pertumbuhan fisik dan usia yang melekat pada subyek penelitian, yaitu siswa berusia 14 tahun dan duduk di kelas VIII SMP merupakan siswa yang tergolong remaja awal (pra remaja). Aspek psikis dilihat dari perkembangan jiwa anak remaja yang yaitu memiliki jiwa yang labil, karena berada dalam masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dalam masa transisi tersebut, remaja dituntut untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan serta meningkatkan Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
pemahaman diri agar dapat berkembang dengan optimal. b. Subjek penelitian Penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian sebanyak dua orang siswa. Kedua subyek penelitian dipilih berdasarkan alasan bahwa kedua subyek mengalami Learning Dissabilities. Hal ini dapat diketahui berdasarkan informasi dari Guru Pembimbing dan pengamatan wali kelas saat proses kegiatan pembelajaran sedang berlangsung. c. Indikator Perilaku Learning Dissabilities Indikator artinya tanda atau gejala yang tampak, berdasarkan pengertian tersebut, bahwa indikator Learning Dissabilities merupakan tanda atau gejala yang dapat dilihat sebagai wujud dari kesulitan belajar, dalam penelitian ini yang dijadikan indikator Learning Dissabilities adalah : 1) Suka melamun saat pelajaran 2) Mengobrol dengan teman sebangku 3) Tidak memperhatikan guru 4) Tidak mengerjakan tugas dengan baik. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Penelitian Dalam penelitian tindakan terdapat beberapa macam variabel yaitu variabel input, variabel proses, dan variabel output, ke 3 hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Penjelasan lebih lanjut mengenai masingmasing variabel sebagai berikut : a) Variabel Input Variabel input dalam penelitian ini adalah perilaku siswa yang menunjukkan Learning Dissabilities yaitu : 1) Suka melamun saat pelajaran 2) Mengobrol dengan teman sebangku 3) Tidak memperhatikan guru 4) Tidak mengerjakan tugas dengan baik. b) Variabel Proses Variabel proses dalam penelitian ini adalah tindakan merubah variabel input melalui teknik Reinforcement. c) Variabel Output Variabel Output dalam penelitian ini adalah hasil proses pemberian teknik Reinforcement dan hasil yang diharapkan dengan adanya proses yang telah Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
dilaksanakan dalam rencana tindakan berupa mengurangi perilaku Learning Dissabilities. 2. Definisi Operasional Variabel Penelitian a. Reinforcement Reinforcement adalah suatu konsekuensi atau dampak tingkah laku yang memperkuat tingkah laku tertentu. b. Learning Dissabilities Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya Rencana Tindakan Rencana tindakan merupakan gambaran mengenai tindakan yang akan dilaksanakan adalah layanan konseling Behavioral dengan penerapan teknik Reinforcement. Menurut Alwisol ( 2008:322 ) Reinforcement adalah cara yang efektif untuk mengubah dan mengontrol perilaku dengan penguatan sebagai strategi yang membuat tingkah laku tertentu berpeluang untuk terjadi atau tidak terjadi pada masa yang akan datang. Depdikbud (2000:6) menjelaskan bahwa penelitian tindakan dilaksanakan berupa proses pengkajian yang terdiri dari empat alur dalam alur penelitian tindakan secara berulang dalam beberapa siklus sampai sesuatu permasalahan dianggap teratasi. Hasil Akhir Hasil akhir merupakan hasil yang telah diperoleh pada akhir tindakan. Hasil akhir tersebut dimaksudkan untuk menjawab permasalahan penelitian yang dilakukan, yaitu : “Apakah teknik reinforcement efektif untuk mengurangi siswa yang mengalami Learning Dissabilities di SMP Negeri 13 Kota Magelang Tahun Pelajaran 2012/2013?”. Pada tindakan III ternyata dari kedua subyek penelitian menunjukkan perubahan perilaku, yaitu perilaku yang menunjukkan meningkatnya prestasi belajar khususnya pada mata pelajaran PPKN dan IPS. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan frekuensi munculnya indikator perilaku yang menunjukkan kesulitan belajar Learning Dissabilities sesudah diberi tindakan konseling dengan teknik reinforcement. Untuk konseli 1 menunjukkan penurunan frekuensi munculnya indikator kesulitan belajar Learning Dissabilities sebagai berikut:
273
a) Suka melamun saat pelajaran, sebelum dilakukan tindakan sebanyak 3 kali dan sesudah dilakukan tindakan perilaku tidak muncul lagi atau berubah dengan prosentase 100%. b) Mengobrol dengan teman sebangku, sebelum dilakukan tindakan sebanyak 14 kali dan sesudah dilakukan tindakan perilaku tersebut berubah menjadi 2 kali dengan prosentase 85% c) Tidak memperhatikan guru, sebelum dilakukan tindakan sebanyak 4 kali dan sesudah dilakukan tindakan perilaku tersebut berubah menjadi 1 kali dengan prosentase 75% d) Tidak mengerjakan tugas dengan baik, sebelum dilakukan tindakan sebanyak 3 kali dan sesudah dilakukan tindakan perilaku tersebut tidak muncul lagi atau berubah dengan prosentase 100%. Secara keseluruhan penurunan frekuensi munculnya perilaku yang menunjukkan kesulitan belajar Learning Dissabilities oleh konseli 1 yang semula 24 perilaku turun menjadi 3 perilaku dengan prosentase penurunan sebanyak 87%. Untuk konseli 2 menunjukkan penurunan frekuensi munculnya indikator kesulitan belajar Learning Dissabilities sebagai berikut: a) Suka melamun saat pelajaran, sebelum dilakukan tindakan sebanyak 3 kali dan sesudah dilakukan tindakan perilaku tidak muncul lagi atau berubah dengan prosentase 100%. b) Mengobrol dengan teman sebangku, sebelum dilakukan tindakan sebanyak 13 kali dan sesudah dilakukan tindakan berubah menjadi 4 kali dengan prosentase 69% c) Tidak memperhatikan guru, sebelum dilakukan tindakan sebanyak 5 kali dan sesudah dilakukan tindakan perilaku tersebut tidak muncul lagi atau berubah dengan prosentase 100%. d) Tidak mengerjakan tugas dengan baik, sebelum dilakukan tindakan sebanyak 2 kali dan sesudah dilakukan tindakan perilaku tersebut tidak muncul lagi atau berubah dengan prosentase 100%.
Secara keseluruhan penurunan frekuensi munculnya perilaku yang menunjukkan kesulitan belajar Learning Dissabilities oleh konseli 2 yang semula 23 perilaku turun menjadi 4 perilaku dengan prosentase penurunan sebanyak 82%. F. Simpulan Berdasarkan keseluruhan apa yang sudah dipaparkan dibagian depan, dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan teknik Reinforcement efektif untuk mengurangi Learning Dissabilities di SMP Negeri 13 Kota Magelang Tahun Pelajaran 2012/2013. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya perubahan perilaku Learning Dissabilities ke arah yang lebih baik oleh kedua subjek penelitian tersebut setelah keduanya memperoleh layanan konseling dengan teknik Reinforcement. Perubahan perilaku Learning Dissabilities pada masing-masing subjek adalah sebagai berikut : 1. Konseli 1, siswa memiliki perilaku suka melamun saat pelajaran, mengobrol dengan teman sebangku, tidak memperhatikan guru saat pelajaran, tidak mengerjakan tugas dengan baik. Setelah diberikan layanan konseling dengan penerapan teknik Reinforcement menunjukkan perilaku yang tidak melamun saat pelajaran, tidak mengobrol dengan teman sebangku, selalu memperhatikan guru, dan selalu mengerjakan tugas dengan baik. Atau secara kuantitatif perubahan perilaku Learning Dissabilities menurun dari sebanyak 24 kali menjadi 3 kali. Dengan persentase penurunan sebanyak 87%. 2. Konseli 2, siswa memiliki perilaku suka melamun saat pelajaran, mengobrol dengan teman sebangku, tidak memperhatikan guru saat pelajaran, tidak mengerjakan tugas dengan baik. Setelah diberikan layanan konseling dengan penerapan teknik Reinforcement menunjukkan perilaku yang tidak melamun saat pelajaran, tidak mengobrol dengan teman sebangku, selalu memperhatikan guru, dan selalu mengerjakan tugas dengan baik. Atau secara kuantitatif perubahan perilaku Learning Dissabilities menurun dari sebanyak 23 kali menjadi 4 kali. Dengan persentase penurunan sebanyak 82%. Demikian uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik Reinforcement efektif untuk mengurangi Learning Dissabilities.
274
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
JALAN PANJANG PENDIDIKAN KARAKTER Imron
Dosen Fakultas Agama Islam Univ. Muhammadiyah Magelang dan Pemerhati Psikologi Islami
Abstract Law of the Republic of Indonesia Number 20 Year 2003 on National Education System Article 3 is written that national education serves to develop skills and form the character and civilization of a dignified nation in the context of the intellectual life of the nation, aimed at developing students’ potentials in order to be a man who is faithful and devoted to God the Almighty, noble, healthy, knowledgeable, skilled, creative, independent, and become citizens of a democratic and accountable. Educational goals reflect the importance of the achievements of science as well as focusing on character education attainment. Until now the government has sought to establish cultural values to develop the school further developed through 18 grade character education. formulated by the Ministry of Education and Culture. Start the school year 2011, the overall level of education in Indonesia must insert character education is in the process of education. To implement character education in schools by developing 18 value of the character set, the function and role of the teacher is needed. In character education, the main function is as a teacher educator., Teacher as a teacher, as a mentor teacher, teacher as coach. While the models are implemented character education in schools, there are four models, namely: the Model Subjects Separate (monolithic), Integrated Models in All Fields of Study, Model in Foreign Teaching and Combined Model. Keywords: Educational characters
A. ����������� PenDAHULUAN
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 3 dituliskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan di atas mencerminkan pentingnya capaian ilmu sekaligus juga menitikberatkan pada capaian pendidikan karakter. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, religious, percaya diri, simpati, empati, dan lain lain. Karakter terbentuk karena adanya interaksi seseorang dengan lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Dalam kontek pendidikan karakter di sekolah, maka karakter siswa dibentuk melalui interaksi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa dalam lingkungan sekolah Jalan jalan pendidikan karakter dibilang sangatlah panjang. Hal ini disebabkan karena untuk melaksanakan pendidikan karakter di sekolah, maka hal hal perlu dipertimbangkan. Diantaranya adalah bagaimana kesiapan guru yang ditunjukkan dari guru bersikap dalam keseharian baik di kelas maupun di luar kelas sehingga virus karakter guru bisa ditularkan. Disamping itu juga model pendidikan karakter seperti apa yang akan diterapkan di sekolah sehingga pelaksanaan pendidikan karakter bisa berjalan efektif. B. Pendidikan Karakter adalah Proses Sampai sekarang pemerintah telah berupaya untuk membangun nilai-nilai budaya yang selanjutnya dikembangkan melalui 18 nilai pendidikan karakter. Ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dirumuskan oleh Pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan
275
Kebudayaan. Mulai tahun ajaran 2011-2012, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya. Menurut Hasan (2010), Delapan belas nilainilai dalam pendidikan karakter tersebut adalah: (1) Religius : Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. (2) Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. (3) Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. (4) Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.(5) Kerja Keras Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. (6) Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. (7) Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. (8) Demokratis : Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. (9) Rasa Ingin Tahu : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. (10) Semangat Kebangsaan : Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. (11) Cinta Tanah Air : Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. (12) Menghargai Prestasi : Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. (13) Bersahabat/Komunikatif : Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. (14) Cinta Damai : Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. (15) Gemar Membaca : Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. (16) Peduli Lingkungan : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
276
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. (17) Peduli Sosial : Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. (18) Tanggung Jawab : Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Untuk melaksanakan pendidikan karakter di sekolah dengan mengembangkan 18 nilai karakter yang ditetapkan tersebut, fungsi dan peranan guru sangat diperlukan. Karena disanalah siswa dapat menggali berbagai pengetahuan dan sikap yang bermanfaat dalam kehidupannya. Karakter dibangun sedikit demi sedikit, dengan pikiran, perkataan, perbuatan, kebiasaan, keberanian usaha keras, dan juga dibentuk dari kesulitan hidup. Oleh karena itu mendapatkan hasil dalam proses pendidikan karakter bukan semudah membalik telapak tangan, Dalam pendidikan karakter, fungsi utama guru adalah sebagai pendidik. Fungsi ini, guru hendaknya menjadi tokoh idola dan teladan bagi muridnya. Oleh karena itu guru hendaknya memiliki standar kualitas pribadi dan perilaku yang jelas, misalnya standar kualitas moral dan perilaku didasarkan pada nilai agama. Sehingga intelektualitas, moral, emosionalitas dan spiritualitas guru memiliki kelebihan yang dapat dilihat dan diteladani oleh siswa. Dengan cara seperti ini maka konsistensi terhadap aturan akan terlihat. Disamping itu juga sikap ini akan melahirkan perilaku utama dari pribadi seorang guru. Sebagai bentuk pertanggungjawaban moral maka guru akan melakukan hal hal yang mulia dalam setiap gerak geriknya, meskipun itu sederhana. Misalnya, guru tidak akan mengatakan dengan kata kata “kasar” ataupun “jorok” dalam bicara. Guru akan selalu menghindari makan dengan tangan kiri. Guru akan menghindari makan dengan berdiri, bahkan akan menghindari buang air kecil dengan berdiri. Disamping contoh contoh sederhana di atas, dalam konteks pendidikan karakter, guru akan menampilkan dalam kepribadiannya perilaku utama, kepribadian mulia, akhlaq terpuji, yang pada akhirnya akan menularkan kebaikan guru tersebut pada pribadi siswa. Disamping sebagai pendidik, guru adalah sebagai pengajar sekaligus fasilitator yang membantu siswa untuk berkembang dalam mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk konsep, menguasai kompetensi, dan memahami ilmu. Sekaligus sebagai Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan dalam belajar Sejelasnya, peranan guru dalam pendidikan karakter sebagaimana ditulis Ahmad Sudrajat (2011), adalah sebagai berikut : 1. Guru Sebagai Pendidik Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa dan disiplin. Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, intelektual dalam pribadinya,serta memiliki kelebihan dan pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi an seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. Sedangkan disiplin dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional karena mereka bertugas unutk mendisiplinkan peserta didik didalam sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu menanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya. 2. Guru Sebagai Pengajar Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yangdipelajari. Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan dalam belajar.Hal ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyak buku dengan harga relatif murah, kecuali atas ulah guru. Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik, rasa aman, dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Apabila faktor tersebut dipenuhi, maka pembelajaran akan berlangsung dengan baik. Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran yaitu: (1) .Membuat ilustrasi (2) Mendefinisikan (3) Menganalisis (4) Mensintesis (5) Bertanya (6) Merespon (7) Mendengarkan (8) Menciptakan kepercayaan (9) Memberikan pandangan yang bervariasi (10) Menyediakan media untuk
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
mengkaji materi standar (11) Menyesuaikan metode pembelajaran (12) Memberikan nada perasaan 3. Guru Sebagai Pembimbing Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab ata kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan peranya sebagai pembimbing yaitu : a. Guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai. Tugas guru adalah menetapkan apa yang telah dimiliki peserta didik sehubungan dengan latar belakang dan kemampuannya, serta kompetensi apa yang mereka diperlukan untuk dipelajari dalam mencapai tujuan. Untuk merumuskan tujuan, guru perlu melihat dan memahami seluruh aspek perjalanan. b. Guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis. c. Guru harus memaknai kegiatan belajar. Hal ini mungkin merupakan tugas yang paling sukar tetapi penting, karena guru harus memberikan kehidupan dan arti terhadap kegiatan belajar mengajar. d. Guru harus melaksanakan penilaian. Penilaian yang dilakukan harus mencakup selurus proses kegiatan belajar mengajar. 4. Guru Sebagai Pelatih Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampila, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan seorang peserta didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar, dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar.
277
Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus memperhatikan perbedaan individual peserta didik, danlingkungannya. Untuk itu, guru harus banyak tahu meskipun tidak mencakup semuahal, dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin. Pelaksanaan fungsi guru sebagai pelatiah tidak harus mengalahkan fungsi lain, ia tetap sadar bahwa walaupun tahu, tidak harus memberitahukan semua yang diketahuinya. Secara didaktis, guru menciptakan situasi agar peserta didik berusaha menemukan sendiri apa yang diketahui Dalam kacamata pendidikan Islam maka pendidik mestinya memiliki karakteristik tersendiri. Al-Abrasy (1984) mengemukakan beberapa karakteristik pendidik adalah sebagai berikut : a. Zuhud, artinya melaksanakan tugasnya bukan semata-mata karena materi, melainkan mendidik untuk mencari keridhaan Allah. b. Seorang pendidik harus bersih, baik lahir maupun jiwanya, yaitu jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwanya, terhindar dari dosa, sifat ria dengki, permusuhan, dan sifat –sifat. c. Ikhlas dalam pekerjaan, Guru dalam menjalankan tugasnya dan memiliki sifatsifat terpuji lainnya, seperti rendah hati, jujur, lemah lembut, dan sebagainya. d. Suka pemaaf. Seorang pendidik mesti suka memaafkan orang lain, terutama kesalahan peserta didiknya, lalu ia juga sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar dan mempunyai harga diri. e. Dia seorang kebapakan yang mencintai peserta didiknya seperti cintanya terhadap anak-anaknya sendiri dan memikirkan keadaan mereka seperti ia memikirkan keadaan anak-anaknya f. Memahami tabiat dan karakter siswa. g. Menguasai pelajaran atau ilmu. Sementara an-Nahlawi, seorang ahli pendidikan Islam yang hidup di masa modern, dalam bukunya yang berjudul Ushul at-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibuha fi al-Baiti, wa alMadrasati, wa al-Mujtama’ sebagaimana dikutip oleh Abdul Munip menyebutkan beberapa karakteristik seorang pendidik, yaitu:
278
a. Seorang pendidik harus memiliki sifat Rabbani (Ali Imran: 79) Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dankenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” akan tetapi (Dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. Rabbani ialah orang yang Sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah s.w.t) b. Seorang guru harus memiliki keikhlasan yang tinggi dalammenjalankan tugas profesinya. c. Seorang pendidik harus melaksanakan tugas kependidikannya dengansabar. d. Seorang pendidik harus memiliki sikap kejujuran yang tinggi denganmenerapkan apa yang dia jarakan dalam kehidupan pribadinya. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamukerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apaapa yang tidakkamu kerjakan (QS. Ash-Shaf: 2-3) e. Seorang guru harus senantiasa meningkatkan wawasan, pengetahuan,dan keilmuannya. f. Seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakanmetode pendidikan yang variatif dan sesuai dengan tuntutan materipendidikan. g. Seorang guru harus bersikap tegas dan meletakkan sesuatu secaraproporsional. h. Seorang guru harus memahami psikologi anak, psikologiperkembangan, dan psikologi pendidikan, sehingga dia akanmemahami dan memperlakukan anak didiknya sesuai dengan kadarintelektual dan kesiapan psikologisnya, ssebagaimana perkataan Ali BinAbi Thalib: “Berdialoglah dengan manusia sesuai dengan apa yangmereka ketahui. Apakah kamu suka, dia akan berdusta kepada AllahSwt? i. Seorang guru harus peka terhadap fenomena kehidupan di sekitarnya. j. Seorang guru dituntut memiliki sikap adil terhadap semua anakdidiknya. Dari karakteristik di atas dapat dipahami bahwa pendidik dalam pandangan Islam memiliki posisi yang tinggi dan terhormat.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Namun tugas yang mesti mereka emban tidaklah mudah, sebab Islam menuntut pendidik tersebut melakukan terlebih dahulu apa-apa yang akan ia ajarkan. Dengan begitu, pendidik akan mampu menjadi teladan (uswah) bagi peserta didiknya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh pendidik yang mulia, yaitu Nabi Muhammad SAW. Ilyas mengutip Ibn Khaldun, dalam kitabnya Muqaddimah, juga berpendapat bahwa seorang guru harus memiliki karakter yang baik. Dalam hal ini ia mengutip wasiat al-Rasyd kepada Khalaf bin Ahmar, guru puteranya Muhammad al-Amin. Wasiat ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru. Wasiat itu berbunyi, “O Ahmar, Amirul Mu’minin telah mempercayakan anaknya kepada Anda, kehidupan jiwanya, dan buah hatinya. Maka, ulurkan tangan Anda padanya, dan jadikan dia taat pada Anda. Ambillah tempat di sisinya yang telah Amirul Mukminin berikan pada Anda. Ajari dia membaca Al Qur’an. Perkenalkan dia sejarah. Ajak dia meriwayatkan syiir-syiir dan ajari dia Sunnah-sunnah Nabi. Beri dia wawasan bagaimana berbicara dan memulai suatu pembicaraan secara baik dan tepat. Larang dia tertawa, kecuali pada waktunya. Biasakan dia menghormati orang-orang tua Bani Hasyim yang bertemu dengannya, dan agar ia menghargai para pemuka militer yang datang ke majlisnya. Jangan biarkan waktu berlalu kecuali jika Anda gunakan untuk mengajarnya sesuatu yang berguna, tapi bukan dengan cara yang menjengkelkannya, cara yang dapat mematikan pikirannya. Jangan pula terlalu lemahlembut, bila umpamanya ia mencoba membiasakan hidup santai. Sebisa mungkin, perbaiki dia dengan kasih-sayang dan lemah-lembut. Jika dia tidak mau dengan han itu, Anda harus mempergunakan kekerasan dan kekasaran.” Wasiat di atas menjadi hal yang penting untuk diketahui oleh setiap pendidik. Dari wasiat itu pula dapat disimpulkan bahwa setiap pendidik mesti bijaksana dalam mendidik anaknya, penuh kesabaran dan kasih sayang serta tanggung jawab yang tinggi sehingga si anak memiliki kompetensi di bidang yang ia ajarkan. Dari penjelasan tugas dan karakteristik pendidik di atas, dapat dipahami bahwa menjadi seorang pendidik yang sesungguhnya tidaklah mudah; butuh upaya yang sungguhsungguh. Agar tugas tersebut dapat dijalankan dan karakteristik pendidik itu bisa dimiliki, maka seorang guru harus memiliki beberapa persyaratan. Al-Kanani (w. 733 H), seperti Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
yang dikutip oleh Ramayulis (2008), bahwa ada beberapa persyaratan seorang pendidik dalam pandangan pendidikan Islam. Persyaratan tersebut sebagai berikut: Pertama, syarat-syarat pendidik berhubungan dengan dirinya sendiri, yaitu: 1. Pendidik hendaknya senantiasa insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan bahwa ia memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah kepadanya. Karenanya ia tidak mengkhianati amanat itu, malah ia tunduk dan merendahkan diri kepada Allah SWT. 2. Pendidik hendaknya memelihara kemuliaan ilmu. Salah satu bentuk pemeliharaannya ialah tidak mengajarkannya kepada orang yang tidak berhak menerimanya, yaitu orang-orang yang menuntut ilmu untuk kepentingan dunia semata. 3. Pendidik hendaknya bersifat zuhud. 4. Pendidik hendaknya tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kedudukan, harta, prestise atau kebanggaan atas orang lain. 5. Pendidik hendaknya menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara’ dan menjauhi situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat menjatuhkan hara dirinya di mata orang banyak. 6. Pendidik hendaknya memelihara syi’arsyi’ar Islam, seperti melaksanakan shalat berjamaah di masjid, mengucapkan salam, dsb. 7. Pendidik hendaknya rajin melakukan hal-hal yang disunahkan oleh agama, baik dengan lisan maupun perbuatan, seperti membaca al-Qur’an, berzikir dan shalat tengah malam. 8. Pendidik hendaknya memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya dengan orang banyak dan menghindarkan diri dari akhlak buruk. 9. Pendidik hendaknya selalu mengisi waktuwaktu luangnya dengan hala-hal yang bermanfaat, seperti beribadah, membaca, mengarang, dsb. 10. Pendidik hendaknya selalu belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah dari padanya, baik dari segi kedudukan maupun usianya. 11. Pendidik hendaknya rajin meneliti, menyusun dan mengarang dengan memperhatikan
279
keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk itu. Kedua, syarat-syarat yang berhubungan dengan pelajaran (syarat-syarat paedagogisdidaktis), yaitu: 1. Sebelum keluar dari rumah untuk mengajar, hendaknya pendidik bersuci dari hadas dan kotoran serta mengenakan pakaian yang baik dengan maksud mengagungkan ilmu dan syari’at. 2. Ketika keluar dari rumah, hendaknya pendidik selalu berdoa agar tidak sesat menyesatkan dan terus berzikir kepada Allah SWT. Artinya, sebelum mengajarkan ilmu, seorang pendidik harus membersihkan hati dan niatnya. 3. Hendaknya pendidik mengambil tempat pada posisi yang membuatnya dapat terlihat oleh semua peserta didik. 4. Sebelum mulai mengajar, pendidik hendaknya membaca sebagian dari ayat alQur’an agar memperoleh berkah dalam mengajar, kemudian membaca basmalah. 5. Pendidik hendaknya mengajarkan bidang studi sesuai dengan hirarki nilai kemuliaan dan kepentingan yaitu tafsir al-Qur’an, hadis, ilmu-ilmu ushuluddin, ushul fiqh, dan seterusnya. 6. Hendaknya pendidik selau mengatur volume suaranya agar tidak terlalu keras. 7. Hendaknya pendidik menjaga ketertiban majelis dengan mengarahkan pembahasan pada objek tertentu. 8. Pendidik hendaknya menegur peserta didikpeserta didik yang tidak menjaga sopan santun dalam kelas. 9. Pendidik hendaknya bersikap bijak dalam melalkukan pembahasan, menyampaikan pelajaran dan jawaban pertanyaan. 10. Terhadap peserta didik, pendidik hendaknya berperilaku wajar dan menciptakan suasana yang membuatnya merasa telah menjadi bagian dari kesatuan teman-temannya. 11. Pendidik hendaknya menutup setiap akhir kegiatan pembelajaran dengan kata-kata wallahu a’lam yang menunjukkan keikhlasan kepada Allah SWT. 12. Pendidik hendaknya tidak mengasuh bidang studi yang tidak disukainya. Ketiga, syarat-syarat pendidik di tengahtengah peserta didiknya, antara lain:
280
1. Pendidik hendaknya mengajar dengan niat mengharapkan ridha Allah, menyebarkan ilmu, menghidupkan syara’, menegakkan kebenaran, melenyapkan kebatilan, dan memelihara kemaslahatan umat. 2. Pendidik hendaknya menolak untuk mengajar peserta didik yang tidak mempunyai niat tulus dalam belajar. 3. Pendidik hendaknya mencintai peserta didiknya seperti ia mencintai dirinya sendiri. 4. Pendidik hendaknya memotivasi peserta didik untuk menuntut ilmu seluas mungkin. 5. Pendidik hendaknya menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dan berusaha agar peserta didiknya dapat memahami pelajaran. 6. Pendidik hendaknya melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya. 7. Pendidik hendaknya bersikap adil terhadap semua peserta didiknya. 8. Pendidik hendaknya berusaha membantu memenuhi kemaslahatan peserta didik, baik dengan kedudukan ataupun hartanya. 9. Pendidik hendaknya terus memantau perkembangan peserta didik, baik intelektual maupun akhlaknya. Peserta didik yang shaleh akan menjadi “tabungan” bagi pendidik, baik di dunia maupun di akhirat.
C. Model Pendidikan Karakter Mendiskusikan tentang bagaimana model yang tepat dalam kerangka melaksanakan pendidikan karakter di sekolah, nampaknya sampai saat ini masih dalam perdebatan dan senantiasa berkembang. Namun demikian, paling tidak beberapa alternative ditawarkan untuk melaksanakan pendidikan karakter di sekolah. Meminjam istilah Suparno, seperti dikutip oleh DR. Achmad Husen (2010) bahwa sebenarnya model pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah ada empat model. 1) Model sebagai Mata Pelajaran Tersendiri (monolitik) Dalam model pendekatan ini, pendidikan karakter dianggap sebagai mata pelajaran tersendiri. Oleh karena itu, pendidikan karakter memiliki kedudukan yang sama dan Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
diperlakukan sama seperti pelajaran atau bidang studi lain. Dalam hal ini, guru bidang studi pendidikan karakter harus mempersiapkan dan mengembangkan kurikulum, mengembangkan silabus, membuat Rancangan Proses Pembelajaran (RPP), metodologi pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Konsekuensinya pendidikan karakter harus dirancangkan dalam jadwal pelajaran secara terstruktur. Kelebihan dari pendekatan ini antara lain materi yang disampaikan menjadi lebih terencana matang/terfokus, materi yang telah disampaikan lebih terukur. Sedangkan kelemahan pendekatan ini adalah sangat tergantung pada tuntutan kurikulum, kemudian penanaman nilai-nilai tersebut seolah-olah hanya menjadi tanggung jawab satu orang guru semata, demikian pula dampak yang muncul pendidikan karakter hanya menyentuh aspek kognitif, tidak menyentuh internalisasi nilai tersebut. 2) Model Terintegrasi dalam Semua Bidang Studi Pendekatan yang kedua dalam menyampaikan pendidikan karakter adalah disampaikan secara terintegrasi dalam setiap bidang pelajaran, dan oleh karena itu menjadi tanggunmg jawab semua guru (Washington, et.all, 2008). Dalam konteks ini setiap guru dapat memilih materi pendidikan karakter yang sesuai dengan tema atau pokok bahasan bidang studi. Melalui model terintegrasi ini maka setiap guru adalah pengajar pendidikan karakter tanpa kecuali. Keunggulan model terintegrasi pada setiap bidang studi antara lain setiap guru ikut bertanggung jawab akan penanaman nilai-nilai hidup kepada semua siswa, di samping itu pemahaman akan nilai-nilai pendidikan karakter cenderung tidak bersifat informatif-kognitif, melainkan bersifat aplikatif sesuai dengan konteks pada setiap bidang studi. Dampaknya siswa akan lebih terbiasa dengan nilai-nilai yang sudah diterapkan dalam berbagai seting. Sisi kelemahannya adalah pemahaman dan persepsi tentang nilai yang akan ditanamkan harus jelas dan sama bagi semua guru. Namun, menjamin kesamaan bagi setiap guru adalah hal yang tidak mudah, hal ini mengingat latar belakang setiap guru yang berbeda-beda. Di samping itu, jika terjadi perbedaan penafsiran nilai-nilai di antara guru sendiri akan menjadikan siswa justru bingung.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
3) Model di Luar Pengajaran Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter dapat juga ditanamkan di luar kegiatan pembelajaran formal. Pendekatan ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk dibahas dan kemudian dibahas nilai-nilai hidupnya. Model kegiatan demikian dapat dilaksanakan oleh guru sekolah yang diberi tugas tersebut atau dipercayakan kepada lembaga lain untuk melaksanakannya. Kelebihan pendekatan ini adalah siswa akan mendapatkan pengalaman secara langsung dan konkrit. Kelemahannya adalah tidak ada dalam struktur yang tetap dalam kerangka pendidikan dan pengajaran di sekolah, sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih banyak. 4) Model Gabungan Model gabungan adalah menggabungkan antara model terintegrasi dan model di luar pelajaran secara bersama. Model ini dapat dilaksanakan dalam kerja sama dengan tim baik oleh guru maupun dalam kerja sama dengan pihak luar sekolah. Kelebihan model ini adalah semua guru terlibat, di samping itu guru dapat belajar dari pihak luar untuk mengembangkan diri dan siswa. Siswa menerima informasi tentang nilainilai sekaligus juga diperkuat dengan pengalaman melalui kegiatankegiatan yang terencana dengan baik. Mengingat pendidikan karakter merupakan salah satu fungsi dari pendidikan nasional, maka sepatutnya pendidikan karakter ada pada setiap materi pelajaran. Oleh karena itu, pendekatan secara terintegrasi merupakan pendekatan minimal yang harus dilaksanakan semua tenaga pendidik sesuai dengan konteks tugas masing-masing di sekolah, termasuk dalam hal ini adalah konselor sekolah. Namun, bukan berati bahwa pendekatan yang paling sesuai adalah dengan model integratif. Pendekatan gabungan tentu akan lebih baik lagi karena siswa bukan hanya mendapatkan informasi semata melainkan juga siswa menggali nilai-nilai pendidikan karakter melalui kegiatan secara kontekstual sehingga penghayatan siswa lebih mendalam dan tentu saja lebih menggembirakan siswa. Dari perspektif ini maka konselor sekolah dituntut untuk dapat menyampaikan informasi serta mengajak dan memberikan penghayatan secara langsung tentang berbagai informasi nilai-nilai karakter.
281
Dari keempat model pendidikan karakter di atas, sekolah boleh memilih dan mencoba mana yang bisa dan mungkin dilakukan. Namun demikian, model apapun yang diberlakukan dalam rangka mensukseskan program pendidikan karakter, factor yang paling penting dimiliki adalah kesiapan guru. Kesiapan tersebut berupa kesiapan untuk menularkan virus virus kebaikan dan kemuliaan pribadi agar siswa meniru dan pada akhirnya lulus dengan pribadi yang jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, religious, percaya diri, simpati, empati, dan lain lain. Apapaun model yang akan diterapkan, nampaknya kesiapan guru menjadi komponen yang sangat penting dalam proses pendidikan karakter. Nasehat guru terhadap murid dan keteladanan guru terhadap murid merupakan komponen yang sangat penting. Menuruf Dr. Khoirudin Bashori, sebagaimana disampaikan Rastrapermana (2011), Ada 5 hal yang perlu diperhatikan dalam membangun pendidikan berkarakter, yaitu Keteladanan, Pembiasaan, Nasihat, Pengawasan, dan nasihat. 1. Keteladanan Seorang guru, orang tua, maupun masyarakat, harus senantiasa menampakkan, memberikan teladan yang baik kepada anak. Guru, orang tua, masyarakat sebagai “Orang Dewasa” menjadi panutan dalam pandangan seorang anak. Anak lebih yakin apa yang dia lihat daripada yang diucapkan orang dewasa. Karena, apa yang dia lihat adalah yang dilakukan, kalau orang dewasa melakukan maka menurut pandangan anak itu diperbolehkan. Maka, pendidikan akan lebih efektif jika diberi contoh dan dilaksanakan langsung. Misalnya: Jika guru ingin anak didiknya rajin sholat dhuha, maka guru harus lebih dahulu datang lebih awal mengerjakan sholat dhuha. Begitu pun juga bagi orang tua.
282
2. Pembiasaan Setelah Anak diberi contoh yang baik, maka kebaikan itu harus dibiasakan bersamasama. Taori reward and punishment boleh diterapkan. Misalnya: Kalau anak ternyata lebih rajin melakukan kebaikan itu maka perlu dikasih reward baik berupa sanjungan maupun barang. Adapun kalau ternyata si anak tidak melakukannya, maka perlu diberi hukuman yang mendidik.
3. Nasihat Nasihat dapat menjadi motivator bagi anak ketika anak dalamdiscomfort zone (ketidaknyamanan) dalam membiasakan kebaikan. Membiasakan kebaikan kadang membosankan, apalagi di lingkungan tersebut kebaikan itu jarang dilakukan oleh teman sejawatnya. Misalnya: Orang tua membiasakan anaknya agar puasa senin dan kamis padahal teman-teman sejawatnya tidak pernah puasa. Saat inilah, orang tua perlu memberikan nasihat bahwa puasa itu perbuatan yang mulia. 4. Pengawasan Setiap orang tua/guru perlu melakukan pengawasan terhadap anak baik secara langsung atau tidak langsung. Tapi jangan sampai anak merasakan discomfort zone/gerah karena pengawasan yang terlalu ketat. Dalam pengawasan yang lebih penting bagaimana kita menanamkan nilai-nilai transenden kepada anak, sehingga muncul kesadaran diri untuk mengontrol perbuatannya. Misalnya kita kenalkan tugas malaikat Roqib dan Atid yang senantiasa mencatat gerak-gerik perbuatan kita. 5. Hukuman Hukuman perlu tapi merupakan jalan terakhir. Hukuman harus mendidik, bukan pula menyakiti fisiknya. Jangan sampai hukuman kepada anak sampai melampaui batas dan melanggar udang-undang.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Al Abrasyi, M Athiyah, Attarbiyatul Islamiyah, Judul Terjemahan Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam Alih Bahasa Bustami A Gani dan Djohar Bahri, Jakarta: Bulan Bintang, 1984 Departement Pendidikan Nasional. UU No 20 Tahun 2003: Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakaarta: Depdiknas. Hasan Said Hamid, Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, 2010 Husen, Achmad, Dr, M.Pd, Model Pendidikan Karakter Bangsa Sebuah Pendekatan Monolitik di Universitas Negeri Jakarta, dkk, Universitas Negeri Jakarta, Kementerian Pendidikan Nasional, Cetakan I: 2010 Ilyas, Muh Akbar, Analisis Filosofis Pendidik dan Peserta Didik (4-2012). Diakses dari http://muhakbarilyas. blogspot.com. Diakses pada 10 September 2012 Munip, Abdul, , Dr. M.Ag Reinvening Nilai – nilai Islam mengenai Peranan Guru dalam Pendidikan karakter Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta , 2002. Rastrapermana www. blog.um.ac.id, 10-12-2011, Membangun Pendidikan Berkarakter. Diakses pada 10 April 2012 Sudrajat, Akhmad. 2010. Mengaktifkan Siswa Dalam Belajar. Diakses dari: http://akhmadsudrajat.wordpress. com. pada 1 Desember 2011 Sudrajat, Akhmad. 2010. Peran Pendidikan Menuju Bangsa Yang Bermartabat. Diakses dari: http:// akhmadsudrajat.wordpress.com. Diakses pada 1 Desember 2011
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
283
“DESAIN PEMBELAJARAN JAS PAK KARNO” MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA Tri Minarni
Guru SMAN 4 Magelang
[email protected]
Abstract This research is a class action (Class Action Research), which aims to improve the achievement of biodiversity study materials to students through the design Jas Pak Karno. The subjects of this study were students of class X-3 at SMAN 4 Magalang Academic Year 2011/2012, amounting to 32 and subject teachers of biology, as the executor of the study. The study consisted of two cycles with Spermatophyta material and invertebrates. Collection instruments questionnaires, observation sheets, and post test questions. Furthermore, the data were analyzed by descriptive comparative. Based on the analysis, improved student achievement in all aspects of the observations is 68.24 to 79.8. Application of instructional design Pak Karno can improve learning achievement of biodiversity material class X-3SMA Magelang District 4 Academic Year 2011/2012 Keywords: design Jas Pak Karno, learning activities, and learning outcomes.
A. ����������� PenDAHULUAN Permasalahan yang dihadapi siswa sangat kompleks sebagaimana dialami siswa kelas X3 SMAN 4 Magelang motivasi belajar belum maksimal, proses pembelajaran didominasi guru. Penggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual oleh guru belum memanfaatkan lingkungan belajar secara maksimal. Guru telah memberikan contoh fenomena maupun obyek pembelajaran seharihari, namun guru belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara langsung dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-harinya. Siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru dan belum menunjukkan aktivitas belajar siswa yang sebenarnya. Penguatan materi pembelajaran dilakukan dengan menanyakan kembali secara lisan jika ada waktu tersisa diakhir pembelajaran. Berdasarkan data dokumen, rata-rata nilai harian siswa mata pelajaran Biologi adalah 68,24 dengan ketuntasan klasikal 15,63%. Utuk meningkatkan prestasi belajar siswa, perlu ada perubahan gaya belajar siswa, guru perlu memberikan kesempatan untuk peningkatan aktivitas belajar siswa sesuai dengan gaya belajar siswa. Jas Pak Karno merupakan akronim dari jelajah alam sekitar, praktikum kelompok, dan kartu
284
domino. Desain pembelajaran Jas Pak Karno merupakan desain pembelajaran dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS), menggunakan metode pengamatan praktikum, diskusi presentasi secara kelompok, serta menggunakan kartu domino sebagai media belajar yang menyenangkan. Penerapan desain pembelajaran Jas Pak Karno diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, karena siswa dihadapkan pada obyek pembelajaran secara langsung, diberi kesempatan untuk bereksplorasi dan berekspresi. Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah penggunaan desain pembelajaran Jas Pak Karno mampu meningkatan prestasi belajar siswa kelas X-3 SMA Negeri 4 Magelang Tahun Pelajaran 2011/2012? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui desain pembelajaran Jas Pak Karno. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi guru dan siswa berupa pengalaman positif pembelajaran menggunakan desain Jas Pak Karno. Setelah mengikuti proses pembelajaran ini siswa dapat mengekspresikan diri dalam suatu karya ilmiah.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Kajian Pustaka Dick & Carey (2005: 205) mendefinisikan bahwa pembelajaran merupakan rangkaian peristiwa atau kegiatan yang disampaikan secara terstruktur dan terencana menggunakan sebuah atau beberapa jenis media. Proses pembelajaran mempunyai tujuan agar siswa mencapai kompetensi yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka proses pembelajaran perlu dirancang secara sistematik dan sistemik. Proses merancang aktivitas pembelajaran dikenal dengan istilah desain sistem pembelajaran. Menurut Pribadi (2010: 11) konsep-konsep tentang pembelajaran sangat penting untuk diketahui dalam mempelajari desain sistem pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses yang sengaja dirancang untuk mencipta terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu. Aktivitas pembelajaran akan memudahkan terjadinya proses belajar apabila mampu mendukung peristiwa internal yang terkait pemrosesan informasi. Perlu adanya sebuah proses perencanaan atau desain yang baik untuk menciptakan aktivitas pembelajaran efektif. Sharon E.Smaldino, James D. Russel, Robert Heinich, dan Michael Molenda mengemukakan sebuah model desain pembelajaran yang diberi nama ASSURE. Model desain sistem pembelajaran ini menciptakan aktivitas pembelajaran efektif dan efisien, khususnya pada kegiatan yang menggunakan media dan teknologi. Model ASSURE lebih difokuskan pada perencanaan pembelajaran untuk digunakan dalam situasi pembelajaran di kelas secara aktual. Dasar pemikiran model desain pembelajaran ASSURE adalah pandangan Robert M. Gagne tentang peristiwa pembelajaran atau “Event of Instruction”. Desain pembelajaran efektif harus dimulai dari upaya yang memicu atau memotivasi seseorang untuk belajar. Langkah ini perlu diikuti proses pembelajaran yang sistematik, penilaian hasil belajar, dan pemberian umpan balik tentang pencapaian hasil belajar secara kontinyu (Pribadi, 2005: 110). Langkahlangkah penting yang dilakukan dalam model desain sistem pembelajaran ASSURE meliputi aktivitas analize learners, state objectves, select methods, media, and materials, utilize materials, requires learner participation, dan evaluate and revise (Pribadi, 2005: 113-116). Jas Pak Karno merupakan desain pembelajaran sebagai suatu sistem yang Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
disusun sesuai model pembelajaran ASSURE, menggunakan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) dan metode praktikum, serta memanfaatkan kartu domino sebagai media pembelajaran. Selainmenerapkan metode praktikum, desain Jas Pak Karno juga menerapkan metode diskusi dan presentasi untuk mengoptimalkan hasil belajar. Hal ini sesuai dengan Dick & Carey (2005: 205) yang mendefinisikan pembelajaran sebagai rangkaian peristiwa atau kegiatan yang disampaikan secara terstruktur dan terencana dengan menggunakan sebuah atau beberapa jenis metode. Hasil presentasi kelompok kemudian digunakan sebagai bahan ajar proses pembelajaran berikutnya setelah dikonsultasikan kepada guru. Bahan ajar tersebut dikemas dalam bentuk kartu domino modifikasi sebagai media pembelajaran. Kartu domino modifikasi berfungsi sebagai media latihan dan pengulangan (drill and practice). Siswa memperoleh konsep sama saat menemukan persamaan pernyataan atau gambar ketika bermain kartu domino. Pemahaman konsep sama merupakan salah satu indikator kognitif. Hal ini melatih kemampuan menghubungkan dua hal (analisis). Bermain kartu domino melatih konsentrasi, sungguh-sungguh, dan berani ambil keputusan. Jelajah alam sekitar merupakan pendekatan pembelajaran biologi berdasar prinsip-prinsip eksplorasi yang memanfaatkan lingkungan sekitar. Penerapan pendekatan JAS tidak selalu dilakukan dengan observasi langsung, namun dapat pula dilakukan dengan menggunakan alat bantu/media pembelajaran. Pendekatan pembelajaran JAS dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar biologi. Pendekatan pembelajaran JAS dapat diimplementasikan pada metode pembelajaran bermain peran (role playing), model investigasi kelompok, pembelajaran berbasis masalah, penerapan peta konsep, ataupun penerapan kajian sistemik (Mulyani��������������������� , dkk., 2008: 18-19). A������������������������������������������ ktivitas belajar siswa merupakan kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Aktivitas belajar adalah kegiatan siswa untuk berperan secara aktif mencari dan memberi informasi, keberanian mengemukakan pendapat, keberanian bertanya, keberanian menanggapi pendapat atau pernyataan teman atau guru yang diukur melalui observasi. Berkaitan dengan keaktifan siswa dalam pembelajaran, Sardiman (2007:101) ����������� menyatakan bahwa aktivitas pembelajaran cukup kompleks
285
dan variatif. Pembelajaran semakin hidup dan tidak lekas membosankan siswa jika tercipta berbagai aktivitas dalam pembelajaran tersebut sehingga pembelajaran lebih maksimal dan bermakna. Hasil belajar adalah kompetensi yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, serta dipengaruhi proses belajar yang ditentukan pula oleh motivasi belajar (Hamalik, 2006: 30).
Kerangka Berpikir Keanekaragaman hayati dalam mata pelajaran biologi merupakan materi yang sulit dipahami siswa karena secara jumlah materi tersebut sangat banyak, saling berkait satu dengan lainnya, dan membutuhkan pemahaman konsep yang utuh.Oleh karena itu, untuk memahami keaneka ragaman hayati, siswa harus mengingat materi pelajaran yang lalu. Oleh karena itu, beban siswa terasa berat. Hasil belajar materi keanekaragaman hayati akan meningkat apabila proses pembelajaran dirancang dan dilaksanakan dengan desain yang tepat sesuai karakteristik materi pembelajaran maupun siswa sebagai subyek belajar. Desain pembelajaran Jas Pak Karno merupakan desain sistem pembelajaran yang berorientasi pada siswa, mengikuti model ASSURE dengan langkah-langkah pembelajaran yang jelas, untuk menciptakan aktivitas pembelajaran efektif dan efisien, sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Desain pembelajaran Jas Pak Karno menggunakan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS), memadukan kelebihan metode praktikum, diskusi, presentasi, dan menggunakan media kartu domino sebagai penguatan melalui latihan dan pengulangan (drill and practice). Pembelajaran dengan desain pembelajaran JAS Pak Karno diduga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Peningkatan aktivitas belajar akan berpengaruh positif terhadap peningkatan prestasi belajar siswa.
Hipotesis Berdasar kerangka berpikir di atas ditentukan hipotesis tindakan yaitu pembelajaran menggunakan desain Jas Pak Karno dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X-3 SMA Negeri 4 Tahun Pelajaran 2011/ 2012.
286
B. Metode Penelitian Penelitian tindakan ini dilaksanakan di SMA Negeri 4 Magelang. Penelitian dimulai dari penyusunan proposal pada bulan Maret 2012 dan berakhir dengan penyusunan laporan hasil penelitian pada bulan Juli 2012. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-3 SMA Negeri 4 Magelang tahun pelajaran berjumlah 32 siswa, terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini berupa: 1) lembar angket aktivitas siswa; 2) lembar observasi aktivitas belajar siswa; 3) soal tes hasil belajar ranah kognitif siswa pada materi keanekaragaman hayati; dan 4) lembar observasi kegiatan guru. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberi deskripsi mengenai subyek penelitian berdasar data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subyek yang diteliti Penelitian tindakan kelas (PTK) terdiri dari dua siklus yaitu siklus 1 dan 2. Prosedur tindakan siklus I terdiri atas empat tahap, yaitu p����������� erencanaan (planning),� t�������� indakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi� (reflecting). Tahap-tahap dalam pelaksanaan tindakan adalah: guru menjelaskan tujuan dan tahap-tahap pembelajaran, m��������������������������������� engadakan pretes siklus 1��������� materi Spermatophyta dengan jumlah soal 20 butir. Langkah berikutnya siswa duduk sesuai kelompok dan setiap kelompok menunjuk salah satu teman sebagai ����������������������������������� pemimpin dalam kegiatan praktikum, diskusi, presentasi dan tugas kelompok penyusunan kartu. Guru melaksanakan bina suasana diawal pembelajaran���������������������� untuk membangkitkan ��������������� motivasi siswa. Guru menjelaskan garis besar materi Spermatophyta. Kemudian guru membagikan lembar kerja siswa. Siswa mulai mengamati dan diskusi tentang specimen yang telah dibawa. Hasil pengamatan dan diskusi dituangkan dalam laporan kelompok.���������������������������� Kegiatan selanjutnya siswa mempresentasikan laporan hasil praktikum/ LKS. Dalam presentasi hasil siswa difasilitasi dengan document camera, yaitu suatu alat yang dapat menampilkan benda langsung ke layar, sehingga membantu siswa untuk mengkomunikasikan hasil pengamatan dan diskusi kelompoknya. Kelompok lain dipersilahkan menanggapi presentasi kelompok presentasi. Pada akhir presentasi kelompok guru membantu siswa menyimpulkan materi presentasi. Selanjutnya guru menjelaskan cara pembuatan kartu domino. Guru memberi tugas kelompok kepada siswa untuk membuat konsep kartu domino modifikasi Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
sebagai media pembelajaran pertemuan berikutnya. Guru memberikan tugas secara rinci dalam bentuk lembaran yang dibagikan kepada setiap kelompok. Pada pertemuan kedua guru memulai pembelajaran dengan mengulas hasil pembelajaran sebelumnya. Guru mengoreksi tugas kelompok yang diberikan kepada siswa. Siswa menyusun kartu domino dengan konsep yang telah dibuat dan telah dikonsultasikan kepada guru. Kelompok yang telah selesai menyusun kartu domino modifikasi mulai bermain kartu. Kartu dibuat dalam dua versi, yaitu kartu satu sisi dan dua sisi (materi dan dot). Kartu dua sisi digunakan untuk latihan diawal permainan. Siswa belajar bermain kartu domino Spermatophyta dalam dan antar kelompok. Guru dan siswa memperhatikan waktu yang diperlukan dalam satu kali putaran permainan. Pembelajaran diakhiri dengan postes. Setelah pembelajaran siswa dimintai pendapat mengenai pembelajaran yang baru saja berlangsung sebagai masukan untuk pelaksanaan pembelajaran berikutnya. Hal-hal yang harus dicermati guru observer sesuai lembar observasi yang telah disediakan. Pengamatan dilakukan setiap aspek oleh dua orang guru observer, masing-masing mengamati 16 siswa yang berbeda. Pengamatan kegiatan guru dilakukan selama pembelajaran pada awal, tengah, dan akhir kegiatan oleh dua orang observer. Pengamatan dilakukan secara terbimbing untuk melihat kesesuaian antara pelaksanaan pembelajaran oleh guru peneliti dengan perencanaan RPP yang telah dibuat.������������������������������������� Suasana pembelajaran diamati secara terbuka oleh guru observer maupun guru peneliti menggunakan field note. Hasil tindakan dan pengamatan siklus 1 dipergunakan dalam menentukan langkah-langkag siklus 2. Langkah-langkah pada siklus 2 sama dengan lankag-langkah pada siklus 1 dengan materi pembelajaran Invertebrata dengan memperhatikan hasil refleksi siklus 1. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Deskripsi Siklus 1 Proses pembelajaran siklus 1 terdiri dari persiapan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Pembelajaran dilaksanakan sesuai rencana pembelajaran, yaitu pelaksanaan praktikum kelompok, diskusi dan presentasi hasil diskusi. Kesimpulan dari presentasi dijadikan bahan Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
materi penyusunan kartu domino. Kartu domino dimainkan oleh siswa sebagai penguatan hasil belajar sebelumnya. Aktivitas belajar siswa pada siklus 1 diamati dan dicatat oleh guru observer. Siswa masuk kelas dengan tertib dan mendengarkan penjelasan guru sangat baik yaitu 30 ( 94% ) siswa. Satu siswa terlambat dan langsung bergabung dengan siswa lain untuk mendengarkan penjelasan guru. Satu orang tidak mendengarkan penjelasan guru dan masih terlihat memikirkan hal di luar materi pelajaran. Aspek merangkum penjelasan guru masih kurang, hanya sejumlah 10 ( 32% ) siswa merangkum penjelasan guru. Sebagian siswa masih terlihat membicarakan soal pretes. Aktivitas belajar siswa pada aspek membawa specimen masih kurang, hanya 17 (53%) siswa membawa specimen pengamatan. Aspek melakukan pengamatan dengan sungguhsungguh cukup, yaitu 21 ( 66% ) siswa melakukan pengamatan dengan sungguh-sungguh. Begitu pula pada aspek menggambar hasil pengamatan cukup yaitu 18 (56%) siswa, sedangkan aspek menjawab/mengerjakan lembar kerja baik yaitu 25 ( 78% ) siswa. Aspek bertanya hal yang tidak dimengerti cukup yaitu sejumlah 21 (66%). Aspek menanggapi teman yang bertanya kurang, yaitu 18 (56%). Aspek mengerjakan lembar kerja menggunakan rujukan/referensi yang disediakan masih kurang yaitu 14 (44%) siswa. Praktikum, diskusi, dan presentasi siswa berjalan dengan lancar. Hanya tiga orang (9,4%) siswa yang meninggalkan laboratorium tanpa membereskan terlebih dahulu. Aktivitas belajar siswa pada aspek penyusunan kartu domino cukup, terdapat 23 ( 72% ) siswa yang terlibat di dalamnya. Siswa bermain kartu dalam kondisi serius 10 ( 31% ) dan yang terlihat santai 20 ( 63% ). Ketertarikan siswa untuk bermain kartu sangat baik, terdapat 29 ( 91% ) siswa tertarik untuk ikut bermain kartu. Sedangkan aktivitas belajar siswa pada aspek menyelesaikan satu kali permainan dalam 10 15 menit masih kurang, karena hanya terdapat 6 ( 2% ) siswa. Siswa yang memainkan kartu lebih dari satu kali sebesar 18 ( 56% ) siswa. Dari hasil angket mengenai aktivitas siswa diketahui bahwa semua siswa belum pernah belajar dengan desain pembelajaran Jas Pak Karno dan merasa tertarik belajar menggunakan desain pembelajaran Jas Pak Karno sebanyak 25 siswa (25%). Tujuh siswa (22%) pernah mendengar
287
pembelajaran dengan kartu kuartet pada mata pelajaran biologi dan kartu domino pada mata pelajaran matematika. Terdapat 19 siswa (59%) mengaku merasa lebih mudah dalam membuat kartu karena melakukan kegiatan praktikum pengamatan, diskusi, dan presentasi kelompok. Aktivitas belajar berupa mengoreksi/meneliti kartu buangan teman kurang, hanya dijumpai 12 siswa (38%). Sebanyak 5 siswa (16%) mengaku ingin sebagai pemenang dalam permainan dan 26 siswa (81%) menyatakan keinginan untuk mengulangi permainan. Permainan dapat diselesaikan dalam waktu 10-15 menit oleh tujuh (22%) siswa saja. Pembelajaran biologi dirasakan lebih mudah dipahami dengan menggunakan desain pembelajaran Jas Pak Karno oleh 23 siswa (72%). Siswa mengaku lebih mudah mengerjakan soal setelah pembelajaran dengan desain pembelajaran Jas Pak Karno sebanyak 21 siswa (66%). Hasil belajar siswa pada ranah kognitif pada siklus I baik.Rata-rata hasil belajar siswa 75,3. KKM Biologi kelas X yang ditetapkan sekolah adalah 75. Ketuntasan klasikal sebesar 75% sedangkan ketuntasan klasikal yang ditetapkan sekolah sebesar 85%. Aktivitas belajar siswa pada aspek memperhatikan penjelasan guru pada Siklus 1 tidak diikuti dengan respon aktivitas belajar merangkum penjelasan guru. Hal ini merupakan indikasi siswa memperhatikan penjelasan guru dengan baik hanya diawal waktu. Keadaan ini akan diperbaiki dengan mengkondisikan siswa kembali setelah pelaksanaan pretes. Peningkatan aktivitas siswa pada aspek ini diharapkan akan mempengaruhi kualitas aktivitas belajar siswa pada aspek diskusi presentasi. Aktivitas belajar siswa pada aspek pengamatan obyek dengan sungguh-sungguh, menggambar hasil pengamatan, bertanya hal yang tidak dimengerti, menanggapi teman yang bertanya, dan membaca sumber/rujukan belum maksimal. Hal ini berpengaruh pada aktivitas belajar selanjutnya, yaitu penyusunan kartu modifikasi. Keadaan ini juga menyebabkan hasil belajar yang tidak maksimal pula. Aktivitas belajar siswa ini akan diperbaiki pada siklus 2 dengan mengoptimalkan peran guru sebagai fasilitator pembelajaran. Aktivitas belajar siswa pada aspek mengerjakan lembar kerja sudah baik, siswa terlihat bergegas menyelesaikan tugas setelah diperingatkan mengenai waktu yang tersisa.
288
Dari hasil angket siswa diketahuibahwa ketertarikan siswa untuk mengikuti pembelajaran baik, yaitu 25 (78%) siswa merasa tertarik dengan pembelajaran menggunakan desain pembelajaran Jas Pak Karno. Hal ini sesuai dengan hasil observasi guru bahwa 23 (72%) siswa terlibat dalam penyusunan kartu modifikasi dan 29 (91%) siswa tertarik ikut bermain kartu, serta 29 (91%) siswa mengoreksi kartu buangan teman. Tingginya aktivitas belajar siswa mampu berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Aktivitas belajar siswa dalam aspek membantu teman yang kesulitan dengan memberi penjelasan masih kurang, yaitu hanya 11 (34%) siswa yang membantu temannya yang kesulitan dengan memberi penjelasan. Hal ini karena pemahaman siswa terhadap materi masih kurang, sesuai dengan hasil angket bahwa siswa yang menyatakan mampu menyelesaikan permainan kartu dalam waktu 10-15 menit hanya 7 (22%) siswa dan berdasarkan observasi hanya 6 (20%) siswa yang mampu menyelesaikan satu permainan dalam rentang waktu tersebut. Yang perlu diperbaiki pada siklus 2 adalah: 1) siswa lebih memahami langkah-langkah pembelajaran dengan cara meminta siswa menyebutkan langkah-langkah yang harus dikerjakan diawal pembelajaran; 2) setelah pelaksanaan pretes, guru mengkondisikan siswa kembali; 3) mengoptimalkan peran guru dalam diskusi kelompok; 4) guru merangsang keberanian bertanya/menanggapi dengan pertanyaan “pancingan”; dan 5) masing-masing kelompok membuat kartu modifikasi dengan materi yang berbeda.
Deskripsi Siklus 2 Guru melaksanakan perbaikan tindakan pada siklus 2 sesuai dengan hasil refleksi siklus 1. Langkah-langkah pembelajaran lebih dicermati oleh guru. Siswa diminta menyebutkan langkah pembelajaran yang harus dilakukan pertemuan. Guru kembali mengkondisikan fokus siswa terhadap pemaparan guru setelah pelaksanaan pretes. Setiap kelompok saling melengkapi laporan/lembar kerja dengan meminjam spesimen yang tidak dimiliki dari kelompok lain. Presentasi berlangsung lancar dengan suasana yang santai, lebih menyenangkan, namun tetap serius. Penugasan kepada siswa adalah menyusun
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
kartu modifikasi Invertebrata dengan submateri yang berbeda. Pertanyaan siswa lebih banyak ke arah materi pelajaran. Siswa sudah memahami teknis pembuatan kartu.Siswa terlihat siap dengan kartu permainan domino modifikasi hasil pekerjaannya di rumah. Tidak tampak siswa yang membawa konsep kartu. Kegiatan siswa lebih banyak mencermati kartu yang telah jadi dengan variasi yang lebih banyak. Terdapat enam macam kartu modifikasi dengan masingmasing versi satu sisi dan dua sisi. Kartu dua sisi digunakan untuk latihan, sedangkan kartu satu sisi digunakan untuk menguji kemampuan. Siswa saling bertukar kartu dengan kelompok lain setelah mampu bermain dengan kartunya sendiri. Aktivitas belajar siswa pada siklus 2 diamati dan dicatat oleh dua orang observer. Terjadi perubahan positif aktivitas belajar siswa dalam aspek masuk kelas/laboratorium secara tertib 32 (100%) siswa, aktivitas belajar aspek mendengarkan penjelasan gurusangat baik yaitu 31 (97%) siswa mendengarkan penjelasan guru. Aspek merangkum penjelasan guru baik yaitu 23 (72%) siswa merangkum penjelasan guru. Aspek membawa obyek pengamatan dan melakukan pengamatan dengan sungguhsungguh sangat baik, yaitu 30 (94%) siswa membawa obyek pengamatan sesuai tugasnya dan29 (91%) siswa telah melakukan pengamatan dengan sungguh-sungguh, aspek menggambar hasil pengamatandan menjawab/mengerjakan lembar kerja siswa baik 25 (78%) siswa menggambar hasil pengamatan dan 27 (84%) menjawab/mengerjakan lembar kerja siswa. Aktivitas siswa pada aspek menanggapi teman yang bertanya cukup, yaitu 18 (56%) siswa menanggapi teman yang bertanya. Aktivitas belajar siswa pada aspek membaca sumber/ rujukan sudah baik, yaitu 27 (84%) siswa membaca sumber/rujukan dalam mengerjakan tugasnya. Sedangkan aktivitas pada aspek bertanya hal yang tidak dimengerti dan mengakhiri kegiatan praktikum dengan bersih dan tertib sangat baik. Pada kedua aspek tersebut terdapat 32 (100%) siswa yang melakukannya. Begitu pula aktivitas belajar siswa dalam aspek mengoreksi/meneliti kartu buangan teman dan ketertarikan ikut bermain kartu sangat baik. Seluruh siswa terlibat di dalamnya. Aktivitas
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
belajar dalam aspek membantu kesulitan teman dengan memberi keterangan/penjelasan baik, yaitu 23 (72%) siswa. Jumlah siswa yang mampu menyelesaikan satu kali permainan kartu dalam waktu 10-15 menit ada 16 (50%) siswa, sedangkan siswa yang bermain lebih dari satu kali ada 21 (66%) siswa. Hasil belajar siswa kelas X-3 pada akhir siklus 2 sudah mencapai ketuntasan klasikal yaitu 87,5% dengan rata-rata nilai 79,8.
Pembahasan Proses pembelajaran Siklus 2 berlangsung lebih baik dari pada proses pembelajaran Siklus 1. Aktivitas belajar siswa dalam aspek masuk kelas/laboratorium secara tertib meningkat 6,3%, mendengarkan penjelasan guru meningkat 3,1%, merangkum penjelasan guru meningkat 40,6%, membawa obyek pengamatan meningkat 3,1%, melakukan pengamatan dengan sungguhsungguh meningkat 25%, menggambar hasil pengamatan meningkat 21,9%, menjawab/ mengerjakan lembar kerja meningkat 6%, bertanya hal yang tidak dimengerti meningkat 34%, membaca sumber/rujukan meningkat 41%, dan mengakhiri kegiatan praktikum dengan bersih dan tertib meningkat 9%. Aktivitas belajar siswa dalam aspek mengoreksi/meneliti kartu buangan teman meningkat 9%. Hal ini sesuai dengan persentase siswa yang tertarik ikut bermain kartu yang meningkat 9%. Aktivitas belajar dalam aspek membantu kesulitan teman dengan memberi keterangan/penjelasan meningkat 38%. Jumlah siswa yang mampu menyelesaikan satu kali permainan kartu dalam waktu 10-15 menit meningkat 31%, namun masih dalam kategori kurang. Diperlukan latihan yang lebih banyak agar permainan lebih cepat diselesaikan. Siswa yang bermain lebih dari satu kali meningkat 10%. Proses pembelajaran Siklus 1 dan 2 telah berjalan sesuai langkah-langkah desain Jas Pak Karno yang telah dirancang sebelumnya. Persiapan pembelajaran yang baik dan pelaksanaan pembelajaran yang sungguhsungguh serta disiplin dari pelaku KBM sesuai rancangan akan mencapai tujuan yang diharapkan.
289
Grafik 1: Aktivitas belajar siswa pada siklus I dan siklus II Keterangan: 1. Siswa masuk kelas dengan tertib 2. Siswa mendengarkan penjelasan guru 3. Siswa merangkum penjelasan guru 4. Siswa mengerjakan pretes/postes dengan jujur dan tertib 5. Siswa membawa obyek pengamatan sesuai tugasnya 6. Siswa melakukan pengamatan obyek dengan sungguhsungguh 7. Siswa menggambar hasil pengamatan 8. Siswa menjawab/mengerjakan lembar kerja 9. Siswa bertanya hal yang tidak dimengerti 10. Siswa menanggapi pertanyaan teman yang bertanya
11. Siswa membaca sumber rujukan/referensi 12. Siswa mengakhiri praktikum dengan kondisi bersih dan tertib 13. Siswa terlibat dalam penyusunan kartu modifikasi 14. Siswa tertarik ikut bermain kartu 15. Siswa mengoreksi kartu buangan teman 16. Siswa membantu teman yang kesulitan dengan memberi keterangan/penjelasan 17. Siswa dapat menyelesaikan kartu dalam waktu kurang dari 10 menit 18. Siswa memainkan kartu lebih dari satu kali
Aktivitas belajar siswa meningkat pada semua aspek pada Siklus 1 dan Siklus 2. Hal ini
diikuti oleh peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif Siklus 1 dan Siklus 2.
Grafik 1: Hasil belajar siklus 1 dan siklus 2 Hasil belajar siswa meningkat dari kondisi awal ke Siklus 1 dan ke Siklus 2 sebesar 59,4%. Empat orang siswa yang masih memperoleh nilai di bawah KKM perlu analisis secara individual dan ditindak lanjuti melalui langkah remidiasi yang tepat. Desain Jas Pak Karno merupakan desain pembelajaran dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS), menggunakan metode praktikum, diskusi, dan presentasi serta media belajar kartu domino yang telah dimodifikasi. Desain pembelajaran Jas Pak Karno menuntut siswa bereksplorasi, mengkonstruksi ilmu
290
pengetahuannya sendiri melalui kerja kelompok praktikum sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community). Desain Jas Pak Karno menggunakan media belajar berupa kartu domino yang dimodifikasi siswa secara berkelompok berdasar hasil praktikum yang telah dikoreksi oleh guru (asesmen autentik). Desain Jas Pak Karno menggunakan keunggulan kartu domino sebagai penguatan (reinforcement) berupa drill yang bersifat menyenangkan. Hal ini sesuai dengan Mulyani, dkk, (2008 : 21) yang menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
JAS dirancang untuk ������������������������� merangsang keaktifan dan kreativitas siswa karena mempunyai komponenkomponen e���������������������������� ksplorasi, konstruktivisme, prosessains, masyarakatbelajar (learning community), bioedutainment, dan assesmentautentic.
siswa meningkat pada semua aspek setelah pembelajaran dengan desain pembelajaran Jas Pak Karno. Peningkatan aktivitas belajar siswa meningkatkan hasil belajar keanekaragaman hayati siswa X-3 sebesar 59,4%.
D. Penutup
Simpulan Sesuai tujuan dan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar
Saran Desain pembelajaran “Jas Pak Karno” dapatdigunakan untuk meningkatkan aktifitas belajar siswa pada materi keanekaragaman hayati maupun pada materi lain yang memiliki karakteristik materi yang sama sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Pribadi, Benny A., 2010. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat. Hamalik, O.,2001. Proses Belajar Mengajar, Bandung: Bumi Aksara. Sardiman, A.M., 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja GrafindoPersada. Mulyani,S dkk., 2008. Jelajah Alam Sekitar. Semarang. Unnes. Walter, D dan Carey., 2005. The Systematic Design of Instruction. New York: Pearson.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
291
MENGOPTIMALKAN KREATIFITAS MENYIAPKAN DAN MENYAJIKAN MINUMAN NON ALKOHOL MELALUI PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP BAGI SISWA XI RESTORAN SMK NEGERI 3 MAGELANG Budi Hastuti, SP
Guru SMKN 3 Magelang
Abstract The purpose of this study is to provide students with adequate skills in preparing and serving non-alcoholic drinks, so that upon graduation students can work in industries such as hospitality, restaurant and catering particularly in gathering nonalcoholic beverages. The problem in this study because of the creativity and skills of jugling not satisfactory. Setting action research conducted in class XI Restaurants 1 SMK N 3 Magelang with intlektual capabilities and diverse economic levels. The number of samples studied were 36 students who comprised two males - males and 34 females. Based on the analysis of the data found the initial data gathering creative drinks has increased by 61.56% in cycle 1 at 10.44%. In cycle 2 there was an increase of 28%. Total increase from baseline to cycle 2 by 39%. Thoroughness of the class on the initial conditions of 25% has increased by 3% in cycle 1, which becomes 28%. Increase from cycle 1 to cycle 2 by 72%. Keywords: Creativity, Non Alcoholic Drinks, and Life Skills.
A. ����������� PenDAHULUAN Latar belakang dilaksanakan penelitian ini atas dasar temuan kondisi awal bahwa kreatifitas siswa dalam meramu minuman non alkohol masih rendah. Siswa tidak berani berimprovisasi melakukan perubahan dari resep minuman yang sudah ada. Siswa hanya menjalankan praktek dengan minuman yang sudah tidak populer dipasaran. Alasan penelitian di kelas ini karena kreatifitas siswa dalam meramu minuman belum optimal, keterampilan jugling belum memuaskan dan ketuntasan kelas baru mencapai 69,44 % jauh di bawah ketuntasan kelas sebesar 85 % dan ketuntasan perorangan 70 % . Tujuan diberikannya mata pelajaran diklat “menyiapkan dan menyajikan minuman non alkohol (Prepare and service non alcohol drink) adalah untuk membekali siswa kemampuan yang memadai dalam menyiapkan dan menyajikan minuman non alkohol, sehingga setelah lulus siswa dapat bekerja di dunia industri seperti perhotelan, restoran dan catering. Kurangnya pengalaman siswa dalam melakukan observasi pasar menjadikan siswa kurang memiliki pengetahuan tentang perkembangan berbagai variasi minuman. Hasil belajar siswa pada kondisi awal masih jauh dari standar ketuntasan minimal. Ketuntasan yang dicapai baru sebesar 69,44 %,
292
sementara ketuntasan kelas kelas sebesar 85 atau 85 % dan ketuntasan perseorangan sama atau lebih 70 atau 70 %. Untuk mengatasi permasalahan di atas, peneliti berusaha mengubah strategi pembelajaran dengan menggunakan metode pendidikan berorientasi kecakapan hidup (broad based education-life skill) kreatifitas dalam menyiapkan dan menyajikan minuman non alkohol (prepare and service non alcohol drink). Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kreatifitas siswa dalam meramu minuman non alkohol setelah mengikuti proses pembelajaran melalui pendidikan berorientasi kecakapan hidup (broad based education – life skiil). 2. Bagaimanakah keterampilan siswa dalam melakukan jugling setelah mengikuti proses pembelajaran melalui pendidikan berorientasi kecakapan hidup ( broad based education ). 3. Bagaimanakah hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran melalui pandidikan berorientasi kecakapan hidup ( broad based education – life skiil ). Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Tujuan dari penelitian tindakan kelas merupakan arah yang akan dicapai. Tujuan tersebat adalah mengoptimalkan kreatifitas siswa dalam meramu minuman non alkohol (prepare and service non alkohol drink), mengoptimalkan keterampilan jugling dan hasil belajar dalam menyiapkan dan menyajikan minuman non alkohol (prepare and sevice non alkohol drink ). Ada beberapa manfaat sebuah penelitian tindakan kelas yaitu menambah referensi guru dalam menggunakan strategi pembelajaran, merangsang motivasi belajar siswa, mengoptimalkan kreatifitas dan meningkatkan kinerja sekolah. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang positif bagi dunia pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Kajian Pustaka 1. Kreatifitas Menurut Sukma (1992) adalah segala aktifitas yang menghasilkan nilai budaya dan falsafah bangsa dengan menciptakan karya nyata yang di gali dari potensi alam. Sedangkan menurut Affandi (1992) kreatifitas adalah suatu kreasi dalam orientasi budaya yang jelas dengan merealisasikan dalam bentuk gubahan rasa seni sehingga tercipta suatu keindahan serta daya tarik bagi yang menikmatinya. Sunaryo (1992) mengatakan bahwa kreatifitas adalah hasil kreasi dan inovasi dengan segala inisiatif sebagai upaya untuk memberikan yang terbaik bagi diri sendiri , masyarakat dan bangsa. Kayam (1992) berpendapat bahwa kreatifitas identik dengan kehidupan yang merupakan sarana efektif dalam menghubungkan khasanah batin seseorang dengan lingkungan sekitar. 2. Karakteristik Pembelajaran Menyiapkan dan Menyajikan Minuman Non Alkohol Mata pelajaran diklat “Menyiapkan dan Menyajikan Minuman Non Alkohol (Prepare And Service Non Alcohol Drink) “merupakan muatan kurikulum edisi 2004 pada program keakhlian restoran dengan kode ITHHBSBSIOAIS. Ada 3 kompetensi dasar yang menyertainya yaitu (1) Menyiapkan dan menyajikan jenis minuman teh dan kopi; (2) Menyiapkan dan menyajikan jenis minuman dingin; (3) Menggunakan, membersihkan dan merawat perlengkapan untuk minuman non alkohol. Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
3. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Menurut Nur dkk (1996) Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Broad Based Education-Life Skill) adalah suatu pembelajaran yang mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn), menghilangkan pola pikir dan kebiasaan yang tidak tepat (learning to un learn), menyadari dan mensyukuri potensi diri untuk dikembangkan dan di amalkan dan berani menghadapi problema kehidupan serta mampu memecahkan secara kreatif. Prinsip pendidikan berorientasi kecakapan hidup (broad based education-life skill) adalah belajar untuk pengetahuan, belajar untuk bekerja, belajar untuk menjadi sesuatu dan belajar untuk hidup bersama (Learning to know, learning to do, learning to life together). Prinsip lain yang tidak kalah penting yaitu ; pendidikan berbasis luas (broad based education) dan belajar untuk hidup dan sekolah untuk bekerja (learning for life and school to work ). Menurut Blazely (1977) pendidikan berorientasi kecakapan hidup merupakan penajaman konsep pembelajaran keterampilan proses dengan menciptakan hubungan antara kecakapan hidup dengan substansi mata pelajaran yang ada. Maka cara yang tepat adalah dengan melakukan pendekatan generic life skill dan vocational skill mata pelajaran pada diklat“ Menyiapkan Menyajikan Minuman Non Alkohol (Prepare And Service Non Alcohol Drink ). b. Metode Penelitian Setting penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMKN 3 Magelang Propinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada semester 4 tahun pelajaran 2008/2009 dari tanggal 23 Maret sampai dengan 18 Mei 2009. Subyek penelitian yaitu siswa kelas XI Restoran 1 dengan kemampuan intlektual dan tingkat ekonomi yang beragam sejumlah 36 siswa terdiri dari 2 laki-laki dan 34 perempuan. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari siswa kelas XI Restoran 1 SMK N 3 Magelang dan guru sejawat yang menjadi team teaching serta kolaborator dalam pengambilan data. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan tes akhir siklus. Sedangkan alat
293
pengumpulan data menggunakan pedoman pengamatan, pedoman wawancara dan penilaian tes akhir siklus. Indikator kinerja dalam penelitian ini adalah ; 1) Ketuntasan klasikal minimal 85 %; 2) Batas ketuntasan perorangan 70 %; 3) Kreatifitas siswa dalam menyiapkan dan menyajikan minuman non alkohol pada kondisi awal 53,6 % meningkat menjadi 100 % pada siklus 2. Keterampilan jugling pada kondisi awal sebesar 61 % meningkat menjadi 100 % pada siklus 2 dan hasil belajar pada kondisi awal sebesar 69,44 % menjadi 100 % pada siklus 2. Prosedur penelitian dilaksanakan dalam 3 siklus yaitu kondisi awal pada tanggal 23, 30 Maret dan 6 April 2009, siklus 1 pada tanggal 13, 20 dan 27 April 2009, sedangkan siklus 2 pada tanggal 4,11 dan 18 Mei 2009. Materi pada kondisi awal yaitu teori minuman non alkohol dan praktek minuman panas maupun dingin. Materi siklus I teori dan praktek mocktail dari sayuran dan materi pada siklus 2 teori dan praktek mocktail dari buah-buahan. Alur penelitian menggunakan alur Kammis dan Taggart yang terdiri dari perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan perenungan (reflecting). c. Hasil Penelitian dan Pembahasan Deskripsi kondisi awal menunjukkan bahwa kreatifitas meramu minuman non alkohol belum maksimal seperti terbaca pada hasil sebagai berikut ; untuk kreatifitas dengan kategori sangat kreatif dicapai oleh 2 siswa (5,56 %), kreatif 5 siswa (14 %), cukup kreatif 15 siswa (42 %) dan kurang kreatif 14 siswa (39 %).Keterampilan jugling untuk kategori sangat terampil 3 siswa (8 %), terampil 5 siswa (14 %), cukup terampil 14 siswa (39 %) dan kurang terampil 14 siswa (39 %). Hasil belajar siswa dengan kategori sangat baik dicapai oleh 4 siswa (11 %), kategori baik 6 siswa (17 %), cukup baik 15 siswa (42 %) dan kurang baik 11 siswa (31 %). Deskripsi siklus 1 menggunakan tahapan berupa perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan evaluasi hasil pantauan serta refleksi. Melalui pengamatan diperoleh hasil kreatifitas meramu minuman dengan kategori sangat kreatif 4 siswa (11 %), kreatif 6 siswa (17 %), cukup kreatif 16 siswa (44 %), kurang kreatif 10 siswa (28 %). Keterampilan jugling dengan kategori sangat terampil 5 siswa (14 %), terampil 6 siswa (17 %), cukup terampil 17 siswa (44 %), dan kurang terampil 9 orang (25 %). Hasil belajar siswa
294
dengan kategori sangat baik dicapai oleh 6 siswa (17 %), kategori baik 7 siswa (19 %), cukup baik 15 siswa (42 %), dan kurang baik 8 siswa (25 %). Hasil refleksi pada siklus 1 ditemukan kelebihan – kelebihan yang merupakan peningkatan dari kondisi awal seperti : 1. Kreatifitas dalam meramu minuman sudah meningkat jika dibandingkan dengan kondisi awal. Siswa sudah dapat memformulasikan resep minuman dengan variasi rasa, warna dan tekstur yang beragam. 2. Keterampilan jugling mengalami kemajuan sehingga siswa sudah berani melakukan atraksi yang menghibur. 3. Hasil belajar meningkat, motivasi untuk mengikuti proses pembelajaran tumbuh seiring perkembangan kepercayaan diri. Selain kelebihan-kelebihan tersebut juga ditemukan kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus 1 yaitu : 1. Masih ada beberapa siswa dengan kreatifitas yang belum optimal,belum melakukan inovasiinovasi baru. 2. Potensi siswa belum di keluarkan dengan maksimal sehingga gerakan jugling masih kaku dan tidak lincah. 3. Hasil belajar beberapa siswa belum memuaskan, karena masih ada siswa dengan kategori kurang baik. Tindakan untuk memperbaiki kekurangankekurangan pada siklus 1 yaitu dengan melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Mengefektifkan pendidikan berorientasi kecakapan hidup. 2. Menumbuhkan motivasi belajar siswa dan merangsang inovasi – inovasi mutahir. 3. Memberi soal – soal yang dipahami siswa dan memberi kesempatan bertanya. Deskripsi siklus 2 melalui tahapan-tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, hasil evaluasi serta refleksi. Dari hasil pengamatan di peroleh temuan antara lain ; kreatifitas meramu minuman dengan kategori sangat kreatif dicapai 9 siswa (25 %), kreatif 10 siswa (28 %), cukup kreatif 17 siswa (47 %) sedangkan kategori kurang kreatif sudah tidak ditemui lagi. Keterampilan jugling
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
dengan kategori sangat terampil 10 siswa (28 %), terampil 13 siswa (36 %), cukup terampil 13 siswa (36 %) dan tidak ada lagi siswa dengan kategori kurang terampil. Hasil belajar siswa dengan kategori sangat baik dicapai oleh 11 siswa (31 %), kategori baik 12 siswa (33 %), cukup baik 13 siswa (36 %) serta tidak ditemui lagi siswa dengan hasil belajar kurang baik. Berdasarkan refleksi pada siklus 2 berdasarkan pengamatan ditemukan kelebihan-kelebihan antara lain : 1. Kreatifitas meramu minuman sudah mencapai hasil yang optimal.
Keterampilan jugling kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 NO 1. 2. 3. 4.
Kategori Sangat terampil Terampil Cukup terampil Kurang terampil
Awal Siklus 1 Siklus 2 8% 14 % 28 % 14 % 17 % 36 % 39 % 44 % 36 % 39 % 25 % -
Histogram keterampilan jugling kondisi awal, siklus 1, siklus 2
2. Keterampilan jugling mengalami kemajuan pesat. 3. Hasil belajar mencapai ketuntasan kelas 100 % jauh diatas standar ketuntasan kelas sebesar 85 % dan ketuntasan perorangan 75 %. Pembahasan antar siklus dilakukan atas dasar pengamatan yang dilanjutkan dengan refleksi.Data yang diperoleh adalah sebagai berikut : Kreatifitas meramu minuman kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 NO
Kategori
1. 2. 3. 4.
Sangat kreatif Kreatif Cukup kreatif Kurang kreatif
Siklus 1 5,56 % 11 % 14 % 17 % 42 % 44 % 39 % 28 % Awal
Siklus 2 25 % 28 % 47 % 47 %
Histogram kreatifitas meramu minuman kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Hasil belajar kondisi awal, siklus 1, Siklus 2 No 1. 2. 3. 4. 5.
Kategori Sangat baik Baik Cukup baik Kurang baik Ketuntasan kelas
Awal 11 % 17 % 42 % 31 % 25 %
Siklus 1 Siklus 2 17 % 31 % 19 % 33 % 42 % 36 % 22 % 28 % 100 %
Histogram hasil belajar kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2
295
Histogram ketuntasan kelas kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2
d. Penutup
Simpulan dan Saran Dari semua uraian hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa melalui pendidikan berorientasi kecakapan hidup (broadbased education – life skill ) dapat mengoptimalkan kreatifitas dalam meramu minuman non alkohol, keterampilan jugling dan hasil belajar siswa. Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah sebaiknya pendidikan berorientasi kecakapan hidup (broad based education – life skill ) diterapkan dalam proses pembelajaran sebagai bekal siswa untuk bisa memecahkan masalah – masalah kehidupan. Sedangkan bagi sekolah sebaiknya melengkapi fasilitas yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan setiap proses pembelajaran.
Daftar Pustaka Silabus mata pelajaran kompetisi kejuruan restoran, 2006, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Management Pendidikan Dasar Dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Sukma, Nur Hefti, 1992. Seni Merangkai Bunga. Jakarta. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup, 2003, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional. I Gusti Putra Arnawa, 1995 “ Tata Hidangan “ Jakarta, Bagian Proyek Pendidikan Kejuruan Non Teknik. Maria Mistiani, 1996 “ Hotel Customer Service “ Jakarta, Pusat Pengembangan Penataran Guru Kejuruan. I Made Sukanta, 1996 “ Etika Komunikasi “ Jakarta, Bagian Proyek Pendidikan Non Teknik “ Purwi Hastuti, 1993 “ Pengetahuan Dan Penyajian Makanan Di Restoran “ Jakarta, Pusat Pengembangan Penataran Guru Kejuruan. Dicky Sarwadi, 1987 “ Bartending “ Yogyakarta Liberty. Hamlin, 2000 “ The Cocktail Book “ London, Octopus Publishing Group Ltd. E Juhana Wijaya “ Pelayanan Prima “ Bandung, Arnico Affandi, Yusuf 1992 Kayam, Oemar 1992 Sunaryo, Elsie 1992 Blazely, 1977
296
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK (Penelitian Pada Siswa Kelas XI IPA 1 SMAN 4 Magelang) Indiani Dwi Kusuma
Guru SMAN 4 Magelang
[email protected]
Abstract This study aims to improve students’ motivation belajari through investigative learning model group. Data collection instrument in this study were observation, interviews, documentation, questionnaires and tests. Data analysis technique used is descriptive comparative. This research used two cycles of the cycle 1 with a material coordinate system and the immune system cycle 2 material. Action research based on the analysis of increased motivation of the first cycle of 67% to 80% in cycle 2. Similarly, in the achievement of the 50% increase in cycle 1 to 79.2% in cycle 2. The results prove that the use of the model to improve the investigation of students’ motivation to learn the material structure and function of organ systems biology subjects in class XI IPA 1 SMAN 4 Magelang school year 2011/2012. Keywords: motivation, investigative groups.
A. ����������� PenDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi selayaknya diikuti pula dengan semakin majunya pola pikir dan wawasan, utamanya di dunia pendidikan. Namun pada kenyataannya makin sering dijumpai proses pembelajaran yang monoton, ajeg dan kurang greget. Dimana siswa terlihat pasif, tidak bersemangat, enggan bertanya kepada guru, tapi juga tidak menjawab pertanyaan guru dengan optimal. Sementara guru sudah berupaya memotivasi peserta didiknya untuk mau berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar, misalnya dengan memberikan kesempatan bertanya maupun berpendapat tetapi belum juga berhasil meningkatkan motivasi belajar siswa. Dengan kondisi yang demikian akan berimbas pada rendahnya pemahaman konsep yang akhirnya akan bermuara pada rendahnya hasil belajar siswa, seperti belum tercapainya Kriteria Ketuntasan Minimal. Ini kalau ditinjau dari segi kognitif. Dari segi afektif dan psikomotorikpun masih banyak siswa yang canggung dalam berpendapat, emosi yang belum stabil jika menemukan perbedaan pendapat, kurang trampil menggunakan alat maupun membuat laporan. Kondisi seperti ini diperkuat dengan kebiasaan guru yang masih menitikberatkan pada pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher centered learning). Dimana guru mendominasi proses
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
pembelajaran dengan model ceramah, selanjutnya siswa hanya “menelan“ saja informasi dari guru. Kenyataan inilah yang menggugah guru sebagai ujung tombak dalam proses pembelajaran untuk dapat mengubah paradigma ini. Dengan mengembangkan dan mengimplementasikan potensinya diharapkan dapat mengikis kepasifan siswa dan memupuk motivasi siswa untuk lebih bergairah dalam proses pembelajaran. Hal ini bisa diawali dari penyusunan RPP, penyampaian materi ajar, penggunaan pendekatan yang relevan dengan materi dan kebutuhan peserta didik. Pendekatan model pembelajaran yang sesuai akan dapat meningkatkan motivasi pencapaian hasil sesuai yang diharapkan. Kenyataan yang terjadi di kelas XI IPA 1 masih banyak siswa yang motivasinya rendah, hanya siswa tertentu saja yang sering bertanya, menjawab pertanyaan guru maupun mengajukan pendapat. Demikian juga siswa yang masih belum memenuhi KKM. Sehingga perlu dilakukan remidi masih banyak. Berdasar nilai ulangan akhir pada semester gasal saja yang dibawah KKM sebanyak 46%. Oleh karena itu guru perlu menerapkan model pembelajaran yang dapat mengatasi kurang termotivasinya siswa dalam mengikuti proses pembelajaran Biologi. Penerapan model investigasi kelompok dengan melibatkan seluruh siswa dalam memilih topik, bekerjasama, 297
berinisiatif, menganalisis maupun mensintesis berbagai informasi serta menyajikan suatu presentasi diharapkan dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Berdasar uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peningkatan motivasi belajar dalam mata pelajaran Biologi pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN 4 Magelang Tahun Pelajaran 2011/2012 ? Selanjutnya penelitian ini juga bertujuan untuk membuktikan apakah melalui model pembelajaran investigasi kelompok mampu meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran Biologi? Manfaat hasil penelitian bagi siswa adalah memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna dan menarik dari pada sekedar verbalisme. Sedangkan bagi guru dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menerapkan model-model pembelajaran mata pelajaran Biologi.
298
Kajian Pustaka Motivasi belajar adalah apa yang membuat seseorang (siswa) berbuat, membuat seseorang tetap berbuat dan menentukan arah kemana yang hendak diperbuat (Muhamad Nur, 2003 dalam Titi). Hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi/hasil belajar yang dicapai siswa (Asra,2007:200). Kriteria keberhasilan guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran dapat dilihat dari kompetensi dasar yang dimiliki oleh siswa. Informasi keberhasilan belajar siswa dalam aspek kognitif dan psikomotorik diperoleh melalui penilaian, sedangkan aspek afektif diperoleh melalui angket dan pengamatan di kelas. Aspek/kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir yang secara hirarki terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kemampuan psikomotor berkaitan dengan keterampilan yang dapat dikembangkan melalui kegiatan praktik. Kemampuan afektif meliputi perilaku sosial, minat, sikap dan disiplin. Mata pelajaran Biologi menurut Standar Isi masuk dalam rumpun mata pelajaran IPA dan kelompok mata pelajaran IPTEK yang memiliki karakteristik antara lain : 1) Mata pelajaran Biologi mempelajari permasalahan yang berkaitan dengan fenomena alam, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan berbagai permasalahan
yang terkait dengan penerapannya untuk membangun teknologi guna mengatasi permasalahan dalam kehidupan masyarakat. Fenomena alam dalam mata pelajaran Biologi dapat ditinjau dari objek persoalan, tema dan tempat kejadiannya. 2) Struktur Keilmuan Biologi, menurut BSCS (Biologycal Science Curriculum Study), Biologi memiliki objek berupa kerajaan/kingdom: (a) Plantae (Tumbuhan); (b) Animalium (Hewan) dan (c) Protista. Adapun persoalan yang dikaji meliputi 9 tema dasar yaitu : (a) Biologi sebagai proses inkuri (Penemuan); (b) Sejarah Konsep Biologi, (c) Evolusi; (d) Keanekaragaman dan keseragaman; (e) Genetik dan keberlangsungan hidup; (f) Organisme dan lingkungan; (g) Perilaku; (h) Struktur dan fungsi, dan (i) Regulasi. 3) Pembelajaran Biologi memerlukan kegiatan penyelidikan sebagai bagian dari kerja ilmiah. Pembelajaran Biologi diharapkan dapat membentuk sikap peserta didik dalam kehidupan sehari – hari sehingga mereka akhirnya menyadari keindahan, keteraturan alam dan meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan YME. 4) Keterampilan proses dalam Biologi mencakup keterampilan dasar dan keterampilan terpadu. Keterampilan dasar meliputi keterampilan mengobservasi, mengklarifikasi, berkomunikasi, melakukan pengukuran motorik, memprediksi/ meramal, menginferensi/menyimpulkan, dan menafsirkan. Ketrampilan variable Operasional menjelaskan hubungan antar Variabel menyusun hipotesis, merancang prosedur dan melaksanakan penyelidikan/ eksperimen untuk pengumpulan data, memproses/menganalisa data, menyajikan hasil penyelidikan/eksperimen dalam bentuk table/grafik, serta membahas, menyimpulkan dan mengkomunikasikan secara tertulis maupun lisan (BSNP : 2007 : VII). Model Investegasi Kelompok merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang sering dipandang sebagai model yang paling kompleks. Model pembelajaran ini melibatkan siswa sejak perencanan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi (Chaerun,2008).
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Guru yang menggunakan model investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Prasetyo dalam penelitiannya yang berjudul Implementasi Model Pembelajaran Investegasi Kelompok Menggunakan Strategi PQE3R pada Pokok Bahasan Fluida Statis di SMAN 2 Pati, menyimpulkan bahwa pemahaman konsep peserta didik dengan penggunaan model investigasi kelompok menggunakan strategi PQE3R lebih baik dari pada penggunaan model pembelajaran kooperatif. Sedangkan penelitian Hobri dan Susanto mengenai penerapan pendekatan Cooperative Learning Model Group Investigation untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas III SLTPN 8 Jember tentang Volume tabung menyimpulkan bahwa model investigasi kelompok cooperative lerning dapat meningkatkan pemahaman siswa. b. Metode Penelitian Penelitian ini dirancang dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan bulan Maret – Juli 2012 dengan Kajian Materi Pokok tentang Sistem Koordinasi dan Sistem Imun dan dilaksanakan di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 4 Magelang Tahun Pelajaran 20112012, dengan subyek penelitian siswa kelas XI IPA 1 sebanyak 24 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki – laki dan 12 siswa perempuan. Berdasarkan data hasil Ulangan Akhir Semester Gasal untuk materi pokok sebelum dilaksanakan penelitian terdapat 46% siswa yang belum dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sedangkan obyek kajiannya adalah motivasi dan hasil belajar biologi. Sumber data lain adalah dari guru yang juga sekaligus sebagai peneliti. Dalam pelaksanaannya peneliti juga berkolaborasi dengan teman sejawat sebagai observer. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dokumentasi, angket dan test. Sedangkan instrumen pengumpulan data
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
meliputi lembar observasi yang terdiri dari catatan guru ketika tindakan berlangsung dan catatan harian guru (jurnal). Indikator kinerja yang diterapkan adalah nilai rata-rata test dan motivasi. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan teknik diskriptif komparatif. c. Tindakan Penelitian PTK dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus yang berlangsung di dalamnya terdapat empat tahapan utama kegiatan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, refleksi. Siklus 1 terdiri dari perencanaan yang meliputi : (1) Membuat soal untuk mengetahui pemahaman konsep/hasil belajar sebelum pelaksanaan tindakan kelas; (2) Menyusun RPP yang sesuai dengan model Investigasi Kelompok; (3) Menyiapkan sarana pembelajaran; (4) Membuat panduan observasi/instrument untuk mengetahui motivasi belajar siswa, kompetensi guru dalam kegiatan pembelajaran melalui model Investigasi kelompok. Pelaksanaan yaitu tindakan yang dilakukan peneliti untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar Biologi materi Struktur dan Fungsi Sistem Organ melalui model Investigasi Kelompok pada siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 4 Magelang Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012 melalui beberapa langkah/tahap. - Guru mengadakan pre tes sub KD Sistem Regulasi untuk mengetahui kondisi riil sebelum diberi tindakan. - Guru memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai. - Guru membagi siswa yang berjumlah 24 menjadi 4 kelompok secara heterogen. - Siswa memilih topik yang sudah dijelaskan guru. - Siswa bergabung dengan kelompoknya untuk merencanakan kerjasama yang relevan dan konsisten dengan topik yang dipilih. - Siswa mengimplementasikan rencana kerja kelompok dengan investigasi materi lebih dalam. Guru memotivasi dan mengikuti kemajuan hasil investigasi tiap kelompok. - Siswa menganalisis dan mensintesis informasi hasil investigasinya serta menyiapkan laporan untuk penyajian kelas. - Siswa menyajikan/mempresentasikan hasil investigasi topik yang telah dipelajari. Kelompok yang lain ikut berpartisipasi aktif dengan bertanya, menanggapi dan memberi saran.
299
- Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. - Siswa melaksanakan post test pada akhir siklus 1 untuk mengukur hasil belajar setelah dikenai tindakan. Pengamatan dilaksanakan saat pembelajaran terfokus ke siswa yang melaksanakan investigasi kelompok, guru mencatat hal – hal yang terjadi. Demikian pula aktivitas siswa diamati observer dengan lembar observasi. Refleksi diberikan pada hasil tindakan dan ditekankan pada kekurangan dan kesalahan yang terjadi pada siklus 1, untuk diperbaiki dan disempurnakan pada tindakan siklus berikutnya. Siklus 2, tindakan siklus 2 tidak jauh berbeda dengan tindakan pada siklus 1. Pada tindakan siklus 2 lebih ditekankan pada pembenahan dan penyempurnaan kekurangn yang terjadi pada tindakan siklus 1, seperti pembentukan kelompok lebih kecil (4 orang) agar diskusi lebih efektif. Kemudian pengelolaan waktu lebih dipertegas sehingga pembelajaran lebih optimal.
d. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian Berdasarkan catatan peneliti, diperoleh fakta bahwa pada pertemuan 1 pada tanggal 24 April 2012 saat diskusi dalam kelompok, masih ada siswa yang saling berbicara dengan anggota kelompok lain, kurang memperhatikan dan berbicara dengan teman satu kelompok. Pada pertemuan berikutnya 50% siswa lebih aktif, mencatat, bertanya, menyajikan laporan dan menganggapi, walaupun masih ada yang belum terfokus perhatiannya, mengantuk dan bermain bangku. Pada pertemuan terakhir siklus satu situasi kelas tertib, masing – masing kelompok bersemangat, dan berperan aktif. Selain itu dari observer yang mengisi lembar observasi siswa dapat 67% siswa sering berpartisipasi dan 33% jarang berpartisipasi atau kurang termotivasi dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan dari pengamatan motivasi siswa terhadap mata pelajaran Biologi dapat diwujudkan pada histogram sbb :
Gambar 1 Histogram Motivasi Siklus I Berdasar diagram di atas dapat diketahui siswa selalu dan sering termotivasi. Sedangkan hasil belajar siswa diambil dari data nilai pre tes dan post test. Kemudian dianalisis untuk
300
mengetahui tingkat keberhasilan belajar siswa. Data hasil belajar sisiwa selama siklus 1 dapat dilihat pada gambar berikut :
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Gambar 2 Histogram Nilai Pre Test dan Post Test Pada Siklus 1
Berdasarkan gambar 2 dapat dilihat perbandingan hasil pre test sebelum dilakukan tindakan dan hasil post test setelah dilakukan tindakan pada siklus 1. Hasil pre test sebelum dilakukan tindakan terdapat 0% siswa yang termasuk sangat baik, dengan kata lain belum ada siswa yang memperoleh nilai dengan kategori sangat baik, 50% siswa termasuk kategori baik, 25% termasuk kategori cukup baik dan siswa yang memperoleh hasil pretes dengan kategori kurang baik sebanyak 25%. Setelah dilakukan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran investigasi kelompok terlihat hasil belajar siswa mengalami perubahan. Hal ini dapat dilihat dari histogram hasil post test yang menunjukan ada perubahan pada beberapa kategori yaitu 62,5% siswa memperoleh nilai dengan kategori baik hal ini menunjukan ada kenaikan sebesar 12,5%, 16,6% siswa memperoleh nilai dengan kategori cukup baik berarti ada penurunan sebesar 8,4% dan siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang baik sebesar 20,8% berarti terjadi penurunan sebesar 4,2%. Sedangkan yang memperoleh nilai sangat baik masih teteap 0%, artinya sebelum dan sesudah tindakan pada siklus 1 belum ada siswa yang memperoleh nilai dengan kategori sangat baik. Karena Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan 75, maka ketuntasan klasikal menempati kategori baik. Dimana sebelum tindakan sebesar 50% dan setelah tindakan sebesar 62,5%.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Refleksi, berdasarkan hasil analisis dan pengamatan pada siklus 1 masih terdapat kelemahan yang perlu direncanakan kembali antara lain: motivasi belajar siswa belum maksimal, hal ini bisa dilihat dari masih adanya siswa yang sibuk dengan dirinya sendiri, berbicara, bermain kurang fokus, tidak mecatat dan mengantuk sehingga masih diperlukan pantauan guru lebih sering secara merata pada seluruh kelompok; pada saat presentasi masih banyak siswa yang kurang aktif, menggantungkan jawaban pada teman lain atau bertanya di luar materi yang dimaksudkan untuk menggoda teman dari kelompok lain. Hasil belajar yang ditunjukkan dari hasil post test setelah tindakan juga belum diperoleh nilai yang memuaskan dalam arti kategori sangat baik; waktu sebagian besar berlokasi untuk presentasi sehingga kekurangan waktu untuk membahas pertanyaan yang belum terjawab. Siklus 2, menunjukkan hasil adanya peningkatan motivasi yang signifikan pada siklus 2, setelah dilakukan perbaikan sesuai perencanaan antara lain: siswa lebih tertib, investigasi kelompok lebih hidup, mencatat dan bertanya, menilai kelompok lain, pembicaraan siswa terfokus pada materi, dan tidak ada siswa yang bermain atau menggoda kelompok lain. Bahkan dalam presentasi banak siswa yang bertanya, menyanggah dan memberi masukan pada kelompok lain. Sedangkan dari hasil observasi 80% siswa berpartisipasi aktif
301
pada proses pembelajaran baik dalam diskusi kelompok saat pendalaman materi maupun saat presentasi.
Hal ini dapat digambarkan dengan histogram berikut.
Gambar 3 Histogram Motivasi Belajar Siswa Siklus 2 Kategori selalu sebesar 6,7%, kategori sering sebesar 73,3%. Dari gambar diatas diketahui motivasi belajar siswa pada siklus 2 pada kategori selalu dan sering termotivasi ada 80% dan 20% jarang termotivasi.
e. Pembahasan Perbandingan motivasi belajar siswa pada siklus 1 dan siklus 2 dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4 Histogram Perbandingan Motivasi Belajar Siklus 1 Dan Siklus 2 Pada siklus 1 siswa yang termotivasi dengan kategori sering berkisar 67%, sedangkan pada siklus 2 siswa yang selalu dan sering termotivasi berkisar 80% berarti ada peningkatan 13% dengan rincian
302
6,7% termasuk kategori selalu dan 73,3% kategori sering termotivasi. Hasil belajar siklus 2 dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini !
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Gambar 5. Histrogram Perbandingan Nilai Pre Test Dan Post Test Siklus 2 Berdasarkan gambar 5 diatas secara umum dapat dilihat bahwa nilai nilai post test lebih tinggi dari nilai pre test siswa dengan kategori nilai sangat baik mengalami peningkatan 4,2% yakni dari 70,8% pada pre test menjadi 75% pada post test. Sedangkan pada kategori nilai cukup baik terjadi penurunan dari 8,3% pada pre tes menjadi 4,2% pada post tes. Kemudian untuk ketuntasan klasikal pada pre tes sebesar 70,8% meningkat menjadi 79,2% pada post tes,karena konsep Biologi lebih dipahami. Refleksi pada siklus 2 terdapat beberapa hal yang perlu ditindak lanjuti dan diperbaiki antara lain : pembentukan kelompok kecil lebih efektif, karena
masing-masing siswa dalam anggota kelompok lebih besar memperoleh porsi tanggung jawab, pengelolaan waktu memang harus ketat karena dalam presentasi akan berkembang masalah yang tidak terpecahkan pada hari itu, hal ini bisa mengulur – ulur waktu, persiapan sarana pendukung presentasi lebih dimatangkan. Sedangkan wawancara dengan siswa dilakukan pada akhir siklus 2 untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran Biologi dengan model investigasi kelompok. Berdasarkan wawancara dengan 24 siswa kelas X IPA 1 diperoleh data seperti pada gambar 6 berikut :
Gambar 6. Histogram Hasil Wawancara Siswa
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
303
Berdasarkan Gambar 6 di atas dapat diketahui bahwa 30,9% siswa menyatakan sangat setuju pembelajaran biologi menggunakan model investigasi kelompok 52,9% menyatakan setuju dan 16,2% menyatakan tidak setuju. Hal ini berarti bahawa 83,8% siswa menyukai pembelajaran biologi dengan model investigasi kelompok dengan alas an siswa lebih dapat berinovasi dan berkreasi serta aktif sedangkan yang tidak setuju lebih menyukai pembelajaran yang di dominasi guru dan siswa lebih banyak mendengarkan dan sekali kali menjawab pertanyaan. e. Penutup
disimpulkan bahwa melalui model investigasi kelompok dapat meningkatkan motivasi belajar biologi materi struktur dan fungsi system organ pada kelas XI IPA 1 SMA Negeri 4 Magelang yang ditunjukkan dari peningkatan motivasi dari siklus 1 sebesar 67% menjadi 80% pada siklus 2, serta melalui model investigasi kelompok dapat meningkatkan hasil belajar biologi materi struktur dan fungsi system organ pada kelas XI IPA 1 SMA Negeri 4 Magelang, yang ditunjukan dari peningkatan nilai post test kategori baik dan sangat baik. Pada siklus 1 sebesar 50% menjadi 79,2% pada post test siklus 2.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di kelas XI IPA 1, maka dapat
Saran Seyogyanya guru dapat mengimplementasi model Investigasi kelompok sebagai salah satu alternative pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Asra, Sumiati, 2008, Metode Pembelajaran, Bandung: CV.Wacana Prima. BSNP,2007. Petunjuk Pengembangan Silabus dan Contoh / Model Silabus SMA / Ma. Jakarta : Depdiknas. Chaerun, 2008. Model Pembelajaran Biologi, Makalah TOT, Semarang; Widya Iswara. Prasetyo, 2011. Implementasi Model Pembelajaran Investigasi Kelompok Menggunakan Strategi PQR3R Pada Pokok Bahasan Fluida Statis di SMA Negeri 2 Pati.Thesis UNS. Lile://F/GI Implementasi. Horbi, Susanto. Penerapan Pendekatan Cooperative Learning Model Group Investigation untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas III SLTPN 8 Jember Tentang Volume Tabung. Jurnal Pend. Dasar Vol.7,No. 2,2006. Titi
304
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING MAHASISWA STMIK BINA PATRIA MAGELANG Sukris Sutiyatno
STMIK Bina Patria Magelang Jl. R. Saleh No. 02 Magelang Telp. 0293-362993
[email protected]
Abstract This study is aimed at increasing the reading ability of students of Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Patria Magelang through cooperative learning. This study is a classroom action research. The subjects of this study were thirty five students of the third semester the Informatics Department of the Diploma-Three program. This study consisted of three cycles and each cycle consists of two actions. The data analysis was done through three steps, data reduction, presentation and conclusion. The results of the analysis show that cooperative learning can increase the reading ability of the students. It can be seen from the increasing reading ability of students in every cycle. Before the action, the students who reached the mastery learning were 11.4 %, cycle one 31.4 %, cycle two 54 % and cycle three 77 %. The effectiveness of this study can be explained through: (a) the increase of the learning motivation; (b) the increase of the reading ability; (c) the decrease of the inferiority; (d) the increase of the effective learning and teaching; and (e) the good class condition. Keywords: Cooperative Learning and Reading
A. ���������������������� latar belakang masalah Pada saat ini pembelajaran bahasa Inggris mahasiswa STMIK Bina Patria Magelang belum mencapai hasil seperti yang diinginkan/ diharapkan. Kekurang berhasilan dalam mencapai tujuan tersebut tentunya karena ada problem yang menghambat proses pembelajaran. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap kondisi pembelajaran yang ada pada STMIK Bina Patria, problem tersebut, misalnya, berasal dari para pengajar dalam menerapkan pendekatan pembelajaran, sedangkan problem yang berasal dari mahasiswa berhubungan dengan pembelajaran reading adalah rendahnya kosa-kata yang dimiliki dan pemahaman kalimat komplek sehingga para mahasiswa mendapat kesulitan dalam memahami teks berbahasa Inggris. Kondisi awal kemampuan reading mahasiswa Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Patria masih rendah. Hal tersebut perlu mendapatkan penanganan untuk meningkatkan kemampuan reading mahasiswa agar supaya para mahasiswa mampu memahami teks-teks berbahasa Inggris lebih baik. Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulisan. Pengertian berkomunikasi dimaksudkan adalah memahami dan Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya dengan menggunakan bahasa tersebut. Dalam konteks pendidikan, bahasa Inggris berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dalam rangka mengakses informasi, dan dalam konteks sehari-hari, sebagai alat untuk membina hubungan interpersonal, bertukar informasi serta menikmati estetika bahasa dalam budaya Inggris. Pelajaran bahasa Inggris memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan bahasa, dalam bentuk lisan dan tulis. Kemampuan berkomunikasi meliputi menyimak (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). 2. Menumbuhkan kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa asing menjadi alat belajar utama. 3. Mengembangkan pemahaman tentang saling berkaitan antara bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan demikian mahasiswa memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya.
305
Dalam proses pembelajaran peranan dosen merupakan salah satu penentu keberhasilan setiap usaha pembelajaran. Dosen berperan dalam proses pembelajaran. Adapun peranan dosen meliputi perencanan aktivitas pembelajaran, mengembangkan materi, mengelola dan mengontrol prilaku mahasiswa, mengevaluasi hasil belajar mahasiswa, dan berfungsi sebagai model bagi mahasiswa. Piaget (Suparno, 2001:140-141) membedakan dua pengertian tentang belajar, yaitu (1) belajar dalam arti sempit dan (2) belajar dalam arti luas. Belajar dalam arti sempit adalah belajar yang hanya menekankan perolehan dan pertambahan informasi baru. Belajar dalam arti luas, yang juga disebut perkembangan, adalah belajar untuk memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan pada bermacam-macam situasi. Belajar ini juga disebut belajar operatif, jika seseorang aktif mengkonstruksi struktur ilmu dari yang dipelajari. Peranan dosen dalam proses pembelajaran adalah lebih dari sebagai fasilitator, dan bukan pentransfer ilmu pengetahuan, karena belajar yang baik terletak pada keaktifan mahasiswa itu sendiri dalam membentuk pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak dapat ditransfer dari dosen ke mahasiswa tanpa keaktifan mahasiswa sendiri. Sangat penting seorang dosen menciptakan suasana agar mahasiswa lebih mudah mengkonstruksi pengetahuannya. Burhan Nurgiyantoro (2001:247) menyatakan bahwa dalam dunia pendidikan aktivitas tugas membaca merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar. Sebagian besar pemerolehan ilmu dilakukan oleh seseorang dan terlebih lagi mahasiswa melalui aktivitas membaca. Keberhasilan studi seseorang akan sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan membacanya. Pengajaran bahasa yang mempunyai tugas membina dan meningkatkan kemampuan membaca mahasiswa hendaknya mendapatkan perhatian sebaik-baiknya. Pada sisi lain, keterampilan dan atau kemampuan membaca teks berbahasa Inggris sangat penting bagi para mahasiswa dikarenakan banyak buku-buku berbahasa Inggris yang harus mereka baca. Jadi, pembelajaran reading perlu mendapatkan perhatian dan penanganan secara baik agar para mahasiswa mempunyai kemampuan membaca teks berbahasa Inggris. Oleh karena itu pembelajaran membaca harus berpusat pada mahasiswa sendiri (learnercentered). Berkaitan dengan pendekatan learner centered, para mahasiswa dipandang sebagai pihak yang memiliki otonomi. Huttenen (Tudor,2011:19) mendefinisikan
306
autonomy sebagai‘the willingness and ability of the learner to take responsibility for his own learning’. Dickinson (Tudor, 2011:20) , mengidentifikasikan sifat-sifat seorang mahasiswa yang memiliki otonomi: mereka memahami apa yang sedang diajarkan, mampu merumuskan sendiri tujuan belajar, mampu memilih dan membuat strategi pembelajaran yang digunakan dan mengukur serta mengevaluasi hasil belajarnya. Penerapan cooperative learning dimungkinkan akan mempengaruhi kemandirian belajar mahasiswa, karena pembelajaran terpusat pada mahasiswa dalam kelompok-kelompok belajar mereka. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran adalah cooperative learning atau pembelajaran kooperatif. Karena dalam hal ini aktivitas kelompok memiliki berbagai keuntungan yaitu kuantitas bicara pembelajar akan meningkat, pengetahuan berbagai jenis kata akan meningkat, integrasi sosial akan meningkat, mahasiswa akan mengetahui pentingnya bekerjasama dengan orang lain dan aktivitas pembelajaran dapat meningkat. Pembelajaran cooperative learning bisa memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah/dosen. Dalam kegiatankegiatan yang menyenangkan ini, mahasiswa merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir (Anita Lie, 2012:91). Lebih lanjut Anita Lie mendefinisikan cooperative learning sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Selain itu, mahasiswa dapat saling belajar bersama dengan temantemannya. Belajar bersama dan kerjasama dengan teman memungkinkan sikap kritis demikian pula saling bertukar pendapat akan mendorong mahasiswa untuk semakin mengembangkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Diskusi bersama dengan teman sangat membantu pengembangan pemikiran mahasiswa dalam belajar, asal semua aktif dalam diskusi (Suparno, 2010:145). Jadi, cooperative learning tidak mengesampingkan perkembangan belajar individu tetapi justru mahasiswa diarahkan untuk bisa bekerja bersama, mengembangkan diri, dan bertanggung jawab secara individu atau lebih mandiri. B. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research), penelitian tindakan merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperbaiki praktik pembelajaran dengan memanfaatkan penghayatan guru akan Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
masalah pendidikan dengan cara kolaboratif dan reflektif. Penelitian tindakan yang dilaksanakan secara kolaboratif antara guru maupun kepala sekolah bertujuan untuk meningkatkan kinerja guru serta hasil belajar siswa. Dengan kata lain, penelitian tindakan kelas bertujuan bukan hanya berusaha mengungkapkan penyebab dari berbagai permasalahan pembelajaran yang dihadapi, misalnya kesulitan siswa dalam memahami pokok-pokok bahasan tertentu, tetapi yang lebih penting lagi adalah memberikan solusi berupa tindakan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran tersebut (Ardiana, 2003:11).
Inggris belum memuaskan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil nilai semester genap lebih dari 60 % mahasiswa mendapatkan nilai C. Untuk itu, kelas tersebut perlu mendapatkan penanganan untuk diadakan perbaikan. Kampus STMIK Bina Patria terletak dan berlokasi di kota Magelang yang masih satu kota dengan domisili peneliti sehingga diharapkan penelitian ini dapat berlangsung secara intensif. Objek penelitian ini ialah peningkatan kemampuan reading mahasiswa melalui pembelajaran cooperative learning di kelas semester III Prodi Manajemen Informatika jenjang D-3 (diploma tiga).
2. Subjek dan Objek Penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat dua (II) semester tiga (III) STMIK Bina Patria Magelang yang diambil satu kelas dengan jumlah mahasiswa sebanyak 35 mahasiswa. Alasan pemilihan subjek tersebut dikarenakan kelas tersebut rata-rata kemampuannya dalam bahasa
3. Desain dan Prosedur Penelitian Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan dalam wujud proses pengkajian berdaur yang terdiri atas empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) digambarkan oleh Hopkins (Ardiana, 2003:5) sebagai berikut.
Plan Reflection Action/ Observation Revised Plan Reflection Action/ Observation Revised Plan Reflection Action/ Observation Revised Plan Gambar 3:1 Spiral Penelitian Tindakan Kelas (Hopkins, 1992)
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
307
4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut : a. Tes awal dan tes akhir digunakan untuk memperoleh data peningkatan hasil belajar khususnya yang berupa peningkatan nilai hasil evaluasi. Tes awal dilakukan sebelum tindakan dikenakan, sedangkan tes akhir dilakukan pada setiap akhir siklus tindakan. b. Pengamatan yaitu dilakukan oleh pengajar/dosen dan pengajar/dosen lain sebagai kolaborator. Pengamatan ini dimaksudkan untuk mengamati secara langsung perilaku mahasiswa dan pengajar/dosen selama proses pembelajaran sedang berlangsung. c. Dokumentasi dilakukan untuk merekam data visual tentang proses kegiatan pembelajaran ataupun hasil pembelajaran. Fotografi merupakan cara yang dapat mempermudah menganalisis situasi ruang kelas dan merupakan data visual penelitian yang dapat dilaporkan dan ditunjukan pada orang lain. 5. Instrumen Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian untuk mengevaluasi hasil tindakan dan memantau pelaksanaan tindakan adalah sebagai berikut : a. Pretes dan postes b. Pedoman pengamatan penelitian tindakan kelas kolaboratif c. Agenda harian guru, digunakan untuk mencatat kejadian penting selama proses pembelajaran berlangsung d. Angket siswa mengenai kesan, tanggapan, dan penilaian siswa terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung e. Catatan hasil diskusi dan wawancara f. Alat dokumentasi foto 6. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama, data yang telah terkumpul dari berbagai instrumen penelitian dikelompokkan menurut pokok permasalahan yang sejenis
308
kemudian diadakan proses reduksi data. Tahap kedua, data tersebut disajikan secara deskriptif. Tahap ketiga adalah penarikan kesimpulan. Berdasarkan deskripsi data akan ditarik kesimpulan dengan melihat kriteria keberhasilan tindakan yang telah ditetapkan meliputi: (1) peningkatan proses pembelajaran dengan indikator peningkatan frekuensi dan kualitas pertanyaan siswa dalam interaksi proses pembelajaran, peningkatan kerjasama antar siswa, dan peningkatan kemandirian dalam melaksanakan tugas individual, (2) peningkatan hasil belajar siswa dengan indikator perasaan puas pada siswa, dan peningkatan hasil evaluasi. 7. Validitas Data Celce Murcia (2008:525) mengatakan bahwa “validity refers to whether the test actually measures what it purports to measure”. Pendapat lain dari (Wallace, 2010:3) mengatakan bahwa ‘validiy’ …’testing what you are supposed to test, not something else”. Untuk mendapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, penelitian ini menggunakan teknik triangulasi, yaitu cara mendapatkan data yang valid dengan menggunkan berbagai alat dan metode pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sebagai berikut. a. Triangulasi data situasional, yaitu mengamati objek yang sama dalam waktu dan situasi yang berbeda-beda. b. Triangulasi investigator, yaitu satu setting penelitian diteliti oleh lebih dari satu peneliti. Dalam hal ini, peneliti bekerjasama dengan seorang kolaborator untuk mendapatkan data penelitian. c. Triangulasi metode pengumpulan data, yaitu teknik mendapatkan data tertentu dengan menggunakan berbagai metode pengumpulan data. Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode observasi, diskusi/wawancara, angket, pencatatan data, dan dokumentasi foto. Dengan ketiga teknik triangulasi di atas, data yang diperoleh diharapkan dapat memenuhi standar keabsahan data penelitian.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil Belajar Untuk mengetahui keberhasilan penerapan metode pembelajaran cooperative learning, maka ditentukan kriteria ketuntuasan hasil belajar mahasiswa. Mahasiswa dapat dikatakan tuntas dalam belajarnya jika
mahasiswa tersebut mencapai nilai 7,5. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh data ketuntasan hasil belajar yang disajikan pada tebel 1 (satu) di bawah ini:
Tabel 1 Ketuntasan Hasil Belajar No
Keterangan Nilai terendah Nilai tertinggi Rata – rata Ketuntasan
Pre-tes 5 8 6,63 11,4
Berdasarkan kriteria ketuntasan hasil belajar tersebut di atas maka dapat disampaikan bahwa kondisi awal kemampuan reading mahasiswa sebelum dikenai tindakan dan kondisi akhir setelah mahasiswa dikenai tindakan pembelajaran cooperatif learning adalah: kondisi awal kemampuan reading mahasiswa sebelum dikenai tindakan yang mencapai ketuntasan hasil belajar adalah 11,4 % atau 4 orang mahasiswa dengan kisaran nilai 75 – 78. Siklus kesatu yang mencapai ketuntasan belajar adalah 31,4% atau 11 orang dengan kisaran nilai 75-82, setelah diadakan perbaikan kelemahan yang muncul pada siklus kesatu, ketuntasan belajar pada siklus kedua mengalami peningkatan yaitu 54,3 % atau 19 orang yang berhasil mencapai ketuntuasan belajar. Demikian pula siklus ketiga setelah diadakan perbaikan kelemahan yang masih muncul pada siklus kedua, jumlah mahasiswa yang mencapai belajar tuntas meningkat menjadi 77% atau 27 orang dan setelah diadakan pos-tes pada akhir tindakan mahasiswa yang mencapai ketuntasan belajar adalah 80 % atau 28 orang mahasiswa.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Siklus 1 6 8 6,87 31,4%
2 6 8,5 7,34 54,3%
3 7 8,5 7,58 77%
Pos-tes 7 8,5 7,74 80%
Berdasarkan data Tabel 1, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran cooperative learning berdampak positif terhadap kemampuan reading mahasiswa. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan peningkatan jumlah mahasiswa yang mencapai ketuntasan belajar setiap siklusnya. Namun demikian, sampai pada siklus ketiga dan pemberian pos-tes belum bisa mencapai ketuntasan belajar 100 %. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran reading dapat dikatakan berhasil meningkatkan kemampuan reading mahasiswa. Jadi hipotesis yang diajukan terbukti yaitu jika metode pembelajaran cooperative learning diterapkan dalam pembelajaran reading, maka kemampuan reading mahasiswa meningkat. 2. Keterampilan Kooperatif Mahasiswa dalam PBM Berdasarkan angket yang diberikan kepada mahasiswa berhubungan dengan keterampilan kooperatif mahasiswa dalam proses belajar mengajar dapat disajikan dalam tabel 2 (dua), yaitu:
309
Tabel 2 Keterampilan Kooperatif Mahasiswa dalam PBM No 1 2 3 4 5
Keterangan Berada dalam tugas Berbagi tugas Partisipasi dalam kelompok Mendengar dengan aktif Bertanya
Table 2 menunjukkan hasil analisis keterampilan kooperatif mahasiswa, keterampilan yang sering muncul adalah berada dalam tugas yaitu 100 %, hal tersebut selaras dengan observasi yang memperlihatkan semua mahasiswa berada dalam tugas atau berpartisipasi secara penuh selama proses pembelajaran berlangsung, yang sering muncul berikutnya adalah berbagai tugas yaitu 85 %, hal tersebut juga sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan dosen dan kolaborator di mana setiap kelompok berbagai tugas, mendengar dengan aktif 79 %, mendorong partisipasi 68 % dan keterampilan yang paling rendah adalah bertanya 63%, hal tersebut juga
Siklus
Rata-Rata
1
2
3
100 % 78 % 62 % 75 % 52 %
100 % 82 % 70 % 78 % 67 %
100 % 95 % 74 % 85 % 72 %
100 % 85 % 68 % 79 % 63 %
sesuai dengan observasi bahwa kelemahan yang paling menonjol para mahasiswa adalah bertanya. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan kooperatif mahasiswa dalam penerapan pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran reading mendapat respons positif dari mahasiswa. 3. Keterampilan Dosen dalam Pengelolaan Kelas Peranan dosen dalam pengelolaan kelas cooperative learning merupkan aspek yang sangat penting, oleh karena itu untuk mengetahui pengelolaan pembelajaran cooperative learning dapat disajikan pada tabel 3 (tiga) di bawah ini:
Tabel 3 Keterampilan Dosen dalam Pengelolaan Kelas No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
KETERAMPILAN Presentasi Melatih keterampilan kooperatif Pengelolaan waktu Pengendalian Pemantauan Penutup Rata-rata
Tabel 3 menunjukkan bahwa pengelolaan kelas yang dilakukan oleh dosen selama penerapan pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran reading dapat dikatakan baik dan berhasil, hal tersebut dapat dilihat
310
1 3,5 3 3 3 3 3
SIKLUS 2 3,5 3,5 4 4 4 3,5
3 4 3.5 4 4 4 4
RATARATA 3.7 3.3 3.7 3.7 3.7 3.5 3.6
dari aspek – aspek yang berhubungan dengan pengelolaan kelas mulai dari persiapan sampai dengan penutup memperoleh nilai rata – rata 3,6.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
4. Respons Mahasiswa terhadap PBM Respons mahasiswa terhadap metode pembelajaran cooperative learning didapat melalui angket yang diisi mahasiswa setelah berakhirnya penerapan tindakan dari siklus
kesatu sampai dengan siklus ketiga. Data respons mahasiswa tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4 Respons Mahasiswa terhadap PBM NO 1 2 3 4 5
ASPEK DINILAI Metode pembelajaran Suasana kelas Materi reading Soal reading Motivasi mengikuti pembelajaran
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa penerapan metode pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran reading berdampak positif terhadap motivasi mahasiswa mengikuti perkuliahan . Hal tersebut ditunjukkan dengan 95% mahasiswa menyatakan bahwa motivasi mereka meningkat dalam belajar. Meningkatnya motivasi diharapkan juga berdampak positif terhadap kemampuan reading mahasiswa. Aspek lainnya yang juga mendukung penerapan metode cooperative learning yaitu 90% mahasiswa menyatakan suasana kelas hidup dan berkembang. Metode mengajar yang diterapkan dosen dapat diterima dengan baik hal tersebut
SENANG 85% 90% 82% 76% 92%
TIDAK SENANG 15% 10 % 18% 24% 8%
ditunjukkan dengan 85% mahasiswa menyatakan bahwa metode pembelajaran cooperative learning dapat diterapkan dengan baik dalam pembelajaran reading. Demikian pula dengan materi perkuliahan dapat dipahami dengan baik oleh 82% mahasiswa dan soal – soal reading dapat dikerjakan dengan baik oleh 76% mahasiswa. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa respons mahasiswa terhadap penerapan metode pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran reading dapat direspons positif oleh mahasiswa. 5. Aspek- aspek Pembelajaran Cooperative Learning . Di bawah ini disajikan aspek–aspek yang berkaitan dengan pembelajaran cooperative learning:
Tabel 5 Aspek-aspek Pembelajaran Cooperative Learning NO 1. 2. 3. 4. 5.
ASPEK-ASPEK Saling ketergantungan positif Tanggung jawab perorangan Tatap muka Komunikasi antar anggota Evaluasi proses kelompok
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
1 68 % 67 % 85 % 73 % 65 %
PUTARAN 2 III 75 % 78 % 74 % 76 % 88 % 92 % 78 % 83 % 73 % 78 %
RATA RATA 73,6 % 72,3 % 88,3 % 77,6 % 71,6 %
311
D. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan langkah-langkah penelitian tindakan yang telah dilakukan dan pembahasannya dapat diambil beberapa kesimpulan sebagi berikut : a. Penerapan pembelajaran cooperative learning terbukti dapat meningkatkan kemampuan reading mahasiswa. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah mahasiswa yang mencapai ketuntasan belajar selalu meningkat dalam setiap siklusnya. b. Penerapan pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran reading berdampak pada pemahaman mahasiswa dalam membaca teks-teks berbahasa Inggris meningkat dan semakin baik c. Penerapan pembelajaran cooperative learning membuat jalannya pembelajaran lebih efektif karena sebagian besar waktu yang tersedia terfokus pada para mahasiswa untuk belajar reading bersama. d. Penerapan pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran reading dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam belajar bahasa Inggris. Beberapa perubahan positif yang terjadi setelah diterapkannya pembelajaran cooperative learning adalah : (1) Meningkatnya motivasi mahasiswa belajar bahasa Inggris (2) Meningkatnya kemampuan reading mahasiswa (3) Berkurangnya rasa rendah diri mahasiswa dalam belajar bahasa Inggris (4) Meningkatnya hubungan sosial di antara para mahasiswa (5) Pembelajaran lebih efektif, lebih hidup dan lebih berkembang (6) Suasana kelas menjadi lebih hidup dan berkembang 2. Implikasi Penelitian Mengacu pada hasil pembahasan penelitian tindakan kelas dan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya maka penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan memberi impilikasi bahwa: Pembelajaran cooperative learning dapat diterapkan dalam
312
pembelajaran reading. Pembelajaran ini terbukti dapat meningkatkan kemampuan reading mahasiswa sehingga pemahaman mahasiswa membaca teks-teks berbahasa Inggis semakin baik. Di samping itu, penerapan pembelajaran cooperative learning berimplikasi pada effektivitas pembelajaran karena sebagian besar waktu yang tersedia terfokus kepada para mahasiswa untuk belajar secara kelompok untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang ada dalam reading. Jadi, pembelajaran cooperative learning dapat diterapkan dalam pembelajaran reading. 3. Saran Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian tindakan ini, ada beberapa saran yang ditujukan kepada mahasiswa, dosen, pimpinan STMIK dan dosen lain yaitu: a. Kepada Mahasiswa 1) Agar mahasiswa selalu meningkatkan kemampuan reading, karena dengan penguasaan reading yang baik, para mahasiswa akan lebih mudah mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. 2) Agar mahasiswa dapat menerapkan pembelajaran cooperative learning tidak hanya dalam pembelajaran reading tetapi juga writing, speaking dan listening. b. Kepada Dosen Bahasa Inggris dan Dosen Lain 1) Dosen bahasa Inggris diharapkan dapat mencoba menerapkan pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran reading 2) Dosen harus senantiasa mengembangkan metode mengajarnya yang disesuaikan dengan kondisi yang ada dan berani melakukan inovasi terhadap metode yang digunakan. 3) Agar selalu mengevaluasi cara mengajarnya dan berdiskusi dengan dosen lainnya untuk mendapatkan masukan-masukan yang diperlukan berhubungan dengan metode pembelajaran. c. Pimpinan STMIK 1) Agar meningkatkan kompetensi Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
dosen bahasa Inggris dengan mengikutkan mereka dalam pelatihan dan seminar yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa Inggris
2)
Agar memberi kesempatan kepada para dosen untuk mengadakan penelitian dan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran di instansinya.
Daftar Pustaka
Anita Lie. (2012). Cooperative learning: Mempraktikkan cooperative learning di ruang-ruang kelas. Jakarta: Gramedia. Ardiana. (2003). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Burhan Nurgiyantoro. (2001). Penilaian dalam pengajaran bahasa dan sastra. Yogyakarta: BPFE. Celce-Murcia, M. (2008). Teaching English as a second or foreign language. London: Thomson Learning. Suparno. (2010). Teori perkembangan kognitif piaget. Yogyakarta: Kanisius. Tudor, I. (2011). Learner centredness as language education. Cambridge: Cambridge University Press. Wallace, J. M. (2010). Action research for language teacher. Cambridge: Cambridge University Press.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
313
PENDEKATAN PAIKEM GEMBROT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN RANKING 1 SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR FISIKA (Penelitian Pada Siswa Kls XI IPA 1 SMAN 4 Magelang) Endang Sumijatsih
GURU SMAN 4 Magelang (endangtenis @yahoo.com)
Abstract This study aimed to determine whether the method of approach Paikem Gembrot fat Ranking Through Learning Model 1 can enhance learning motivation and increase learning outcomes Fisica. Data collection methods used were observation, interviews, documentation and testing. While the data analysis techniques used comparative descriptive. The results of the data analysis approach Paikem fat Through Learning Model Ranking 1dapat improve learning outcomes XI IPA 1 Academic Year 2010 -2011 SMAN 4 Magelang Keywords: Paikem Gembrot, Rank 1, motivation and learning outcomes
A. ����������� PENDAHULUAN Pada era globalisasi Fisika sangat penting dan menjadi dasar bagi berbagai disiplin ilmu-ilmu terapan, bahkan di bidang ekonomi juga memerlukan dasar Fisika sehingga dibuka jurusan Ekonofisika. Sayang prestasi belajar Fisika dari hasil Ujian Nasional dari tahun ketahun masih rendah yang salah satu penyebabnya pembelajaran Fisika di kelas kurang menarik, sehingga guru Fisika diharapkan mampu menggunakan berbagi pendekatan pembelajaran yang ada agar pembelajaran di kelas membuat anak tertarik sehingga hasil belajar dapat meningkat. Kelas XI – IPA1 merupakan kelas dengan pembelajaran berbahasa Inggris dan anak masuk kelas ini memiliki nilai tinggi, tetapi kenyataannya belum seperti yang diharapkan sehingga peneliti perlu menggunakan pendekatan Paikem gembrot dengan model pembelajaran rangking 1. Perumusan masalah yang peneliti ajukan apakah proses pembelajaran menggunakan pendekatan Paikem Gembrot melalui model pembelajaran rangking 1 dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar Fisika kelas XI IPA 1 SMAN 4 Kota Magelang. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa meningkatkan kerjasama antar siswa, membangun rasa percaya diri, mempermudah
314
penyajian pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa. Diharapkan dalam penelitian ini bermanfaat bagi semua fihak .
Landasan Teori Mata pelajaran Fisika didefinisikan sebagai salah satu mata pelajaran sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif, dengan menggunakan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. Fisika merupakan salah satu ilmu pengetahuan alam yang menjadi tulang punggung teknologi, terutama teknologi manufaktur dan teknologi modern. Fisika juga merupakan basis ilmu pengetahuan alam yang lain seperti kimia, biologi, geofisika, meteorologi, astronomi, oseanografi, dan beberapa disiplin ilmu lain yang terkait (Depdiknas, 2001: 7). Definisi tersebut nampak jelas bahwa Fisika sangat penting sehingga diperlukan basik konsep Fisika yang kuat bagi siswa dan diharapkan hasil belajar Fisika meningkat dari waktu kewaktu .
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Belajar-mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur, yaitu tujuan pembelajaran, pengalaman belajar-mengajar, dan hasil belajar. Menurut Sudjana (1995: 2) hasil belajar adalah bentuk suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuantujuan instruksional telah dapat dicapai atau telah dikuasai siswa, yang dapat diperlihatkan setelah siswa menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar-mengajar). Ketika kita belajar kita bisa menyerap 10 % dari yang kita baca , 20 % dari apa yang kita dengar , 30 % dari apayang kita lihat , 50 % dari apa yang kita lihat dan dengar, 70 % dari apa yang kita katakan ,90% dari apa yang kita katakan dan lakukan oleh karena itu Pendekatan PAIKEM GEMBROT melalui model pembelajaran “Rangking 1 “ sangat bagus untuk mendapatkan suatu konsep baru. Pendekatan PAIKEM GEMBROT melalui model pembelajaran “Rangking 1 “ ini dilakukan dengan cara.siswa mencoba mengaplikasikan teori ke dalam kondisi nyata . Menurut penulis Pendekatan PAIKEM GEMBROT adalah Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan serta Gembira dan Berbobot . Keunggulan pendekatan PAIKEM GEMBROT melalui model pembelajaran “Rangking 1 “ antara lain dapat menumbuhkan kegembiraan dalam belajar;. Belajar tidak hanya mendengarkan, tetapi dilengkapi dengan melihat dan mendengar; mengkomunikasikan serta mendiskusikan dapat menumbuhkan atau mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi peserta didik untuk menganalisis pesan yang termaksud dalam berbagai alat bantu ;dapat mengembangkan kemampuan untuk menyampaikan informasi melalui media yang ada. Pendekatan ini akan dilaksanakan dengan menggunakan media pandang , tidak harus dilaksanakan di dalam kelas yang sempit tetapi dapat dilakukan di ruang terbuka sehingga siswa mendapatkan suasana baru dalam belajar fisika
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
. Siswa diajak berdiskusi tentang materi dan kemudian siswa diajak menjawab pertanyaanpertanyaan dalam bentuk kuis. Siswa yang mampu menjawab pertanyaan diberi point dan yang tidak dapat menjawab pertanyaan diberi sangsi. Hadiah (point) dan hukuman yang diberikan disepakati dan ditentukan berssama-sama oleh siswa sendiri. Yang peneliti lakukan point diberikan untuk setiap anak yang menjawab secara benar dan hukuman bagi anak yang menjawab salah tidak diikutkan dalam kuis berikutnya dan dikeluarkan dari arena, boleh masuk kembali setelah soal beikut. Pendekatan ini perlu, kita coba untuk melakukannya karena : (1) dapat menumbuhkan kegembiraan pada siswa di saat belajar karena pembelajaran dilakukan dengaan kuis dan duduk di lantai, berbeda dengan pembelajaran di kelas, (2) memacu tumbuhnya persaingan yang sehat antar siswa, (3) memacu siswa untuk lebih dulu belajar dalam mempersiapkan materi, (4) menumbuhkan kerja sama yang baik . b. Metode Penelitian Penelitian dilakukan mulai tgl 1 Oktober 2010 sampai dengan 26 Oktober 2010 untuk siklus 1.� Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik sistem ��������������������� kontinu dalam menyelesaikan masalah. Kompetensi Dasar 1. 3 Menganalisis pengaruh gaya pada sifat elastisitas bahan di SMA Negeri 4 Magelang, Subyek penelitian kelas XI IPA 1 sebanyak 24 siswa 8 siswa laki������ -laki dan 16 siwa perempuan. Tehnik Pengumpulan data menggunakan: observasi, wawancara, tes dan dokumentasi. Alat Pengumpulan data: Lembar observasi, pedoman wawancara, butir tes, data dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis diskritif dengan membandingkan hasil belajar dengan indikator pencapaian Ketuntasan Minimal Prosedur penelitian: 1. Perencanaan ,tindakan ,pengamatan dan refleksi dapat digambarkan seperti pada diagram berikut
315
P E R E N C AN AAN REFLEK SI
S IK L US I
T I N DAK A N
P E N G A MA T A N
P E R E N C AN AAN
REFLEK SI
S IK L US II
T I N DAK A N
P E N G A MA T A N
HAS IL AK HIR
c. Hasil Penelitian dan Pembahasan Kondisi awal ditengarai oleh perolehan nilai mata pelajaran Fisika di SMA Negeri 4 Magelang pada kelas XI IPA 1 untuk materi awal semester gasal nilai yang diperoleh siswa sebelum guru menggunakan PAIKEM GEMBROT melalui model pembelajaran “Rangking 1“ yang kemudian dievaluasi melalui ulangan harian.Nilai rata-rata kelas 71, nilai tertinggi 85, nilai terendah 44. Siswa yang sudah mencapai KKM 67 % (16 siswa) yang belum mencapai KKM 33 % (8 siswa). Hasilnya rendah Masih rendahnya nilai Fisika menunjukkan kurangnya hasil belajar Fisika bagi siswa kelas XI-IPA1. Atas dasar kondisi yang belum menggembirakan tersebut, guru atau pengajar harus tanggap dan instrospeksi diri untuk memperbaiki kondisi tersebut, dengan melakukan inovasi pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan atau mengoptimalkan hasil belajar Fisika agar hasil belajar siswa menjadi lebih baik. 316
Pada siklus pertama guru melakukan tindakan perencanaan yaitu : menyiapkan media pembelajaran, wacana tentang kompeteni 1-3 Menganalisis pengaruh gaya pada sifat elastisitas bahan, menyiapkan instrumen motivasi belajar,membuat pedoman wawancara, menyiapkan butir soal, menyiapkan alat -alat yang diperlukan. Pelaksanaan tindakan siklus 1 terbagi dua pertemuan diawali dengan: (1 ) membagi siwa menjadi 6 kelompok, (2 ) memberikan informasi tentang tujuan pembelajaran, (3) membagi soal pre tes, (4) memberikan prasyarat pengetahuan , (5) menjelaskan alat-alat yang digunakan dan kegunaan alat-alat tersebut, (6) membuat kesepakatan aturan permainan, (7) meminta anak membaca dan mempersiapkan materi, (8) mendiskusikan materi yang diperlukan bersama kelompok, (9) memantau aktivitas siswa, (10) memantau dan memandu diskusi kelas, (11) membantu menarik kesimpulan. Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Pertemuan kedua (12) mengajak anak berpindah ke lantai (13) memandu acara kuis dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, (15) menjelaskan konsep yang didapat hari itu, (16) menanyakan kesulitan yang dialami, (17) memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya, (18) memberi contoh soal, (19) memberi tugas, mengadakan ulangan, (20) melakukan refleksi. Observasi dan evaluasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dan menganalisa hasil ulangan , serta menampung pendapat siswa tentang pembelajaran hari itu. Refleksi dilakukan berdasarkan hasil analisis data dan pengamatan selama berlangsungnya tindakan, serta catatan yang dibuat guru. Berdasarkan rangkuman pendapat dari siswa pembelajaran seperti ini menyenangkan, dapat mengukur kemampuan individu anak, melatih kecepatan berfikir, menumbuhkan persaingan sehat. pembelajaran lebih mudah difahami. Kelemahan-kelemahan yang ditemukan digunakan untuk memperbaiki siklus berikutnya .
Kelemahan yang ditemukan antara lain: (1) masih ada siswa yang belum bisa menyesuaikan diri, (2) pengaturan tempat duduk perlu diperbaiki, (3) ketertiban lebih ditingkatkan, (4) peraturan dalam permainan perlu diperketat, (5) ketika guru menjelaskan tidak semuaa siswa bisa menerima dengan baik karena ruangan tidak ada papan untuk menulis, (6) tidak semua siswa bersikap jujur. (7) Kurangnya media pembelajaran, (8) terlalu banyak tugas yang diberikan sehingga siswa tidak sempat mengerjakan, (9) masih banyak siwa yang malu bertanya, (10) masih ada siswa yang grogi menghadapi soal, (11) siswa kurang memperhatikan penjelasan guru, (12) masih ada anggapan bahwa fisika itu sulit, (13) guru tidak bisa menulis karena tidak ada papan, (14) soal yang diberikan guru terlalu sulit sedangkan contohnya mudah, (15) soal aplikasi masih susah difahami (16) siswa berlatih mengerjakan soal hanya kalau mau ulangan.(17) Soal yang dibuat guru kurang dapat difahami siswa.
Hasil Analisis Data Motivasi Belajar Siswa Siklus I Baik Aspek yang diamati Memperhatikan guru
penjelasan
Membaca materi aktif dalam kegiatan diskusi dan presentasi merespon positif teman yang bertanya / presentasi Memberi respon positip tentang pembelajaran
Jumlah Siswa
Cukup
Tidak Melakukan Jumlah % Siswa
Jumlah Siswa
%
Jumlah Siswa
%
14
58,1
2
8,3
-
41,7 45,8 %
12
50
2
8,3
-
9
37,5
4
16,7
-
6
25%
16
66,7
2
8,3
-
22
91,7 %
2
8,3
-
8 10 11
%
Kurang
33,3 %
Dari respon positip siswa ada peningkatan motivasi untuk belajar siswa karena mereka menunggu pembelajaran berikutnya . Hasil belajar siklus 1 seperti terlihat dari ulangan harian dari 24 anak yang tuntas sesuai dengan KKM sejumlah 17 siswa 70,8 % dan yang belum tuntas sebanyak 7 siswa 29, 2 %. Nilai rata-rata kelas 75,0 Nilai tertinggi 91, bilai terendah 54. Masih belum memenuhi kriteria ketuntasan klasikal sebanyak 80 %. Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
-
Deskripsi Siklus 2 Pada dasarnya pembelajaran siklus 2 seperti pada siklus 1. Hasil refleksi pada siklus 1 digunakan untuk memperbaiki perencanaan pada siklus 2. Perencanaan tindakan melanjutkan materi kompetensi dasar: 1. 5 Menganalisis hubungan antara usaha, perubahan energi dengan hukum kekekalan energi mekanik������������������� . Setelah diadakan 317
perbaikan berdasar temuan pada siklus 1 diharapkan hasilnya menjadi lebih baik . Hal-hal yang diperbaiki pada siklus 2 antara lain: Untuk Ruangan dan peralatan (1) mencari ruangan yang ada perlengkapan pembelajaran ( LCD ) dan cukup luas/ruang audio visual (2), menggunakan laptop dan LCD untuk penayangan soal-soal kuis. Untuk proses pembelajaran (1) memperbaiki bentuk soal dan kualitas soal pada kuis, (2) mengatur dan memperbaiki jarak antar anak agar pelaksanaan menjadi lebih tertib, (3) menekankan kepada anak bahwa sportifitas dan kejujuran harus dijunjung tinggi. (4) menggunakan white board untuk menuliskan penjelasan yang diperlukan.
318
Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan pemelajaran pada siklus 2 dengan kompetensi Dasar Menganalisis ������������� hubungan antara usaha, perubahan energi dengan hukum kekekalan energi mekanik. Kegiatan yang dilakukan (1) pemaparan “ Power Point” Usaha dan Energi yang sudah dibuat siswa. (2) mempersiapkan siswa duduk dengan mengambil jarak (3) menayangkan soal kuis ����� dengan mempergunakan LCD (4) mencocokkan hasil quis bersama-sama (5) Memberikan point bagi siswa yang berhasil menjawab benar dan memberikan hukuman bagi yang menjawab salah (6) menghitung semua point yang didapat siswa (7) memberikan piala rangking 1 yang terbuat dari sterofoam dan mengalungkan medali kemenangan dari permen yang sudah disiapkan anak. Pemberian hadiah diiringi dengan lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak . Observasi dilakukan pada saat pembelajaran dengan mengamati anak dan mencatatnya pada lembar catatan. Evaluasi dilakukan dengan menghitung point yang didapat dari kuis tersaji dan dari hasil Ulangan Harian . Hasil Ulangan harian untuk kompetensi Dasar ������������������������������������ Menganalisis hubungan antara usaha, perubahan energi dengan hukum kekekalan energi mekanik sbb: Siswa yang belum tuntas sesuai dengan batas KKM sebanyak 2 siswa (8,3 %) yang sudah tuntas 22 siswa sebanyak 91,7 % dengan nilai rata��������������������������������� -rata 85, nilai tertinggi 92 dan nilai terendah 60. Deskripsi Siklus 1 dan 2 . Dari hasil siklus 1 dan 2 dapat dilihat seperti pada tabel berikut
Nilai
Siklus (Prosentasi )
Siklus 2 (Prosentase )
< 72
7
2(8,3%)
72- 82
8(33,3%)
3(12,5 % )
83-100
9(37,5 % )
19(79 %)
Data tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dari siklus 1 ke siklus 2 ada peningkatan. Anak yang sudah mencapai batas KKM sebanyak 91,7 % sehingga tidak perlu dilanjutkan dengan siklus 3. d. Simpulan dan Saran Dari hasil PTK yang dilakukan dan pembahasan dalam kegiatan pelaksanaan penelitian ini , dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM GEMBROT melalui model pembelajaran “Rangking 1 “ memberikan motivasi kepada siswa sehingga mereka lebih bergairah dalam belajar. 2. Pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM GEMBROT melalui model pembelajaran “Rangking 1 “ memberikan motivasi kepada siswa sehingga mereka lebih percaya diri dalam belajar. 3. Pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM GEMBROT melalui model pembelajaran “Rangking 1 “ menumbuhkan kerjasama konstruktif bagi siswa 4. Pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM GEMBROT melalui model pembelajaran “Rangking 1 “ lebih mempermudah di dalam penyajian pembelajaran ,karena siswa dapat melihat dan mengamati peristiwa yang terjadi . Siswa lebih memahami konsep karena mereka menemukan sendiri konsep itu. 5. Pendekatan PAIKEM GEMBROT melalui model pembelajaran “Rangking 1“ dapat menjadi salah satu pendekatan yang mampu meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan hasil evaluasi, peneliti dapat mengajukan saran-saran bagi para guru Fisika sebagai berikut: 1. Sebagai guru Fisika kita diharap untuk selalu aktif mencoba pendekatan pembelajaran yang
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
menarik bagi siswa. Dalam hal ini kreativitas dan kejelian membaca kondisi anak sangat diperlukan.Pendekatan PAIKEM GEMBROT melalui model pembelajaran “Rangking 1 “ bisa dipakai sebagai rujukan .
3. Sebagai guru Fisika harus berani berubah dari paradigma lama (guru yang ditakuti siswa) keparadigma baru (guru yang mengajar dengan cara menyenangkan) sehingga kehadirannya selalu ditunggu siswa.
2. Dalam menggunakan pendekatan PAIKEM GEMBROT melalui model pembelajaran “Rangking 1 “, guru harus bersedia meluangkan waktu untuk mempersiapkan media yang diperlukan.dan mempersiapkan soal-soal kuis
4. Sebagai guru Fisika sebaiknya mampu menyajikan pembelajaran dengan cara menyenangkan sehingga mata pelajaran Fisika tidak lagi menjadi mata pelajaran yang ditakuti. 5. Sebagai guru dituntut untuk mampu menggunakan setiap tempat setiap benda dan setiap hal untuk pelaksanaan pembelajaran
Daftar Pustaka
Aboe Dhari, Mas dan Milan Rianto.1996. Metodologi Pembelajaran. Malang: Pusat Pengembangan Penataran Guru IPS dan PMP. Abu Hamid, Ahmad. 2004. Paket Pembelajaran Fisika SMA Kelas X Semester 1. Yogyakarta: Yayasan Anak Bangsa Mandiri. Bahri Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. De porter Bobbi Mark Reardon dan Sarah Singer- Nourie.Quantum Teaching .Needham Heights : Allyn and Bacon . Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Druxes, Herbert, Gernot Born, dan Frite Siemen. 1983. Kompedium Didaktik Fisika. Terjemahan Soeparno. Bandung: CV Remaja Karya. Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset. Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. ---------------. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara. http://puspendik.com/ebtanas/hasil 2001//ratanil.htm.2005 Kertiasa, Nyoman. 2003. Fisika 1 untuk Sekolah Menengah Atas Kelas 10. Jakarta: Balai Pustaka. Margono, S. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Mulyana, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT Remaja Rosda Karya. Nugroho. 2005. Penyusunan Proposal dan Laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Semarang: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
319
Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Pusat Kurikulum. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Fisika SMU. Jakarta: Depdiknas. ---------------- 2002. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika SMA. Jakarta: Depdiknas. ---------------- 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depiknas. Sardiman, A.M. 2005. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sudjana, Nana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Sulistyowati, Endah. 2005. Pendekatan CTL dan Model Pembelajaran Berbasis Kontekstual. Jakarta: Depdiknas. Supardi. 2005. Penulisan Karya Tulis Ilmiah Bidang Penelitian. Yogyakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Depdagri Regional Yogyakarta. Surapranata, Sumarna. 2004. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum 2004. Jakarta: PT Remaja Rosda Karya. Sutarsih, Dedeh dan Kadarsah. 1984. Beberapa Jenis Penilaian yang Dilaksanakan oleh Guru di Sekolah. Bandung: CV Indradjaya. Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
320
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
MEDIA MUSIK DALAM CONTEXTUAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X-5 SMAN 4 MAGELANG Dedeh Nur Saadhah
GURU SMAN 4 Magelang
Abstract This study aims to improve mathematics achievement. In this study teachers apply music media with contextual learning method for improving student learning outcomes. The subjects of this study were students of class X-5 SMAN 4 Magelang Academic Year 2009/2010 semester 2, amounting to 34 students. Data collection methods used were observation, interview and test. Once the data is collected and then analyzed using descriptive comparative analysis. Action research consisted of two cycles each consisting of two meetings. The results showed that the music media to improve student learning outcomes X-5 grade of 3.3% from baseline to cycle 1 and percent of cycle 1 to cycle 2. Average 6% increase learning outcomes. Keywords: Music Media, Contextual Learning and Learning Achievement.
A. ����������� PENDAHULUAN Dalam prestasi belajar siswa X-5 masih kurang memuaskan karena diklat dari hasil ulangan harian nilai terendah 20,00 dan tertinggi 60,00 rata-rata kelas: 60,02 sedangkan untuk kekuntasan minimum adalah65,00. Pada saat pembelajaran berlangsung ada beberapa siswa yang tidak tenang dan bahkan merasa tegang sehingga pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung kelas begitu tegang dan tidak menyenangkan. Dalam proses pembelajaran Matematika d SMA melalui media elektronika dengan pendekatan konstektual apakah dapat meningkatkan motivasi prestasi dalam berupa bentuk nilai afektif, kognitif ? Untuk mengetahui pengaruh proses pembelajaran yang menggunakan media musik dengan pendekatan konstektual terhadap peningkatan motivasi siswa, sehingga siswa merasa tidak jenuh dan monoton dalam belajar Matematika. Kelancaran proses belajar mengajar terhadap pelajaran Matematika, penguasaan materi sehingga mendapatkn pencapaian yang tinggi. Manfaat teoritis salah satu cara untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan cara yang menyenangkan, membentuk sikap yang percaya diri sendiri, menghilangkan rasa ketidaksenangan terhadap Matematika. Manfaat praktis siswa merasa tidak jenuh dan membosankan terhadap Matematika, bahkan siswa merasa ringan, santai dan smart. Guru dalam kegiatan pemberian materi pada siswa selalu ada respon sehingga pembelajaran berjalan dengan lancar, materi disampaikan dengan baik. Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Menurut pengamatan penulis ada beberapa faktor ketidakberhasilan siswa kelas X-5 diantaranya adalah metode pembelajaran, rendahnya minat siswa, siswa kurang focus dalam proses pembelajaran seperti masih ada beberapa siswa yang menggunakan HP sebagai alat permainan di kelas sehingga mengganggu pelajaran berlangsung. Melihat fenomena tersebut seiring dengan perkembangan ilmu teknologi, sehingga HP ini salah satu teknologi yang tidak bisa dihindari perkembangan begitu pesat, Maka dengan adanya keadaan ini ini penulis sebagai guru maupun siswa menyenangi pelajaran yang penulis ampu khususnya pelajaran Matematika, karena pelajaran ini dianggap momok yg tidak menyenangkan, terdorong oleh rasa kecewa karena banyak siswa yang tidak menyenangi pelajaran ini tetapi tidak sampai menyimpang dari tujuan kegiatan belajar mengajar dan juga untuk menggabungkan manfaat penggunaan HP dimana siswa selalu menyalakasn musik pada saat-saat pelajaran berlangsung ataupun pada saat-saat tidak ada pelajaran. B. Kajian Pustaka Semua poin-poin itu masik yang digunakan adalah musik yang tidak membuat siswa mengantuk, maka penulis mengalunkan musik instrumentalia yang bersifat bisa dikoordinasikan dan musik juga bisa membuat irama jantung dan irama gelombang
321
otak sehingga nafas bisa dikoordinasikan dan musik juga bisa merangsangreseptivitas dan persepsi. Musik instrumentalia terutama Mozart atau Barok dan masih ada lagi pemusik yang beraliran hamper sama. Irama-irama ketukan dan keharmonisan musik mempengaruhi fisiologi manusia terutama gelombang otak dan detak jantung manusia yang santai dalam kondisi belajar optimal. Kegiatan belajar mengajar dengan mempergunakan media musik maka akan mendapatkan hal-hal yang berarti diantaranya : a. Menumbuhkan relaksasi b. Meningkatkan semangat c. Merangsang pengalaman d. Meningkatkan fokus dll. Pembelajaran kontekstual beberapa kecenderungan pemikiran dalam teori belajar yang mendasari filosofi pembelajaran sebagai berikut : Proses belajar yaitu : a. Belajar bukan menghafal b. Siswa belajar dan mengalami, siswa mencatat dan memahami makna c. Mengasah otak dengan cara mempraktekkan apa yang diperoleh dari guru Transfer belajar yaitu membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel yang dapat dipindah dari satu permasalahan kepermasalahan lain, dari konteks satu kekonteks lain. Hakekat pembelajar kontekstual bertujuan dan diarahkan pada belajar siswa agar suasana kelas enjoy dan membentuk siswa berfikir tinggi dan menghasilkan mutu yang tinggi. Hipotesis dalam penelitian ini adalah openerapan media musik sebagai alat pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan nilai afektif dan kognitif, mendorong siswa lebih semangat dalam belajarnya, dan menciptakan kelas menjadi lebih hidup, menyenangkan. C. Metode Penelitian Penelitian dilakukan pada siswa kelas X-5 SMA Negeri 4 Magelang terdiri dari 20 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki. Data diambil dari hasil test tertulis sebanyak 2 (dua) siklus dan test lisan serta nilai sikap ketika siswa dalam kelas (pembelajaran berlangsung). Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif. Hasil belajar dianalisa dengan menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan nilai test antar siklus dengan indikator kinerja.
322
Observasi maupun wawancara dengan analisis deskripsi berdasarkan hasil observasi dan refleksi, indikator kinerja rata-rata nilai dari kognitif 65,00 dan afektif 75,00. Penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Planning b. Acting pembelajaran c. Observasing d. Replecting e. Rencana tindakan f. Standar penilaian Dalam hal ini penulis mencoba membuat smakalah dengan mempergunakan musik sebagai alat media pembelajaran dengan tujuan agar suasana kelas tidak tegang tetapi menyenangkan, smart, maka pada point-poin tertentu guru mengalunkan musik yaitu pada: a. Mengalunkan musik pada saat-saat siswa membuat rangkuman b. Mengalunkan musik pada saat-saat siswa mengerjakan soal-soal latihan c. Ketika siswa sedang ulangan harian D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Kondisi Awal Pada kondisi awal hasil belajar siswa kurang memuaskan karena hasil belajar siswa masih banyak siswa yang mempunyai nilai di bawah KKM (hanya 45%) ratarata kelas 60,02, nilai terendah 20,00 dan tertinggi 70,00. Kegiatan pembelajaran pada kondisi awal tidak menarik perhatian siswa, suasana kelas kurang menyenangkan, sehingga siswa tidak merasa betah dan akhirnya minta ijin keluar kelas dengan berbagai alasan, diantaranya alasan ke toilet, alasan sakit. Terdapat siswa yang mengantuk, juga ada yang sembunyisembunyi mempergunakan HP sebagai alat permainan. 2. Siklus 1 Pembelajaran pada siklus 1 sudah sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang dirancang oleh guru peneliti. Guru menjelaskan materi dan dilanjutkan dengan latihan soal dengan diiringi musik sebagai penyelaras suasana. Namun dalam pelaksanaannya terdapat kekurangnyamanan suasana pembelajaran dikarenakan siswa Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
masih beradaptasi dengan metode baru yang diterapkan guru. Tiga orang siswa yang tidak terbiasa belajar dengan menggunakan musik merasa terganggu. Hal ini diduga karena siswa yang menyukai musik mendengarkan musik denganvolume yang cukup keras dan jenis musik yang dipilihnya pun tidak sesuai dengan kesukaan siswa pada umumnya. Dari hasil refleksi ditetapkan bahwa pada siklus 2 perlakuan tindakan mendengarkan musik hanya sebatas pada jenis-jenis musik “slow” dan dengan volume rendah. Prestasi belajar siswa kelas X-5 pada siklus 1 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1: Prestasi Belajar Siswa Kelas X-5 pada Siklus 1 Kondisi Awal
Siklus I
Rata-rata
60,02
70
Maksimum
70,00
90
Minimum
20,00
35
Ketuntasan klasikal
45 %
78%
Berdasar data pada table di atas, terdapat perubahan prestasi yang signifikan dari sebelum ke susudah perlakuan tindakan siklus 1 yaitu peningkatan nilai rata-rata kelas 60,02 menjadi 70,00 dengan ketuntasan klasikal 78%. Hal ini berarti belum seperti yang diharapkan. Masih terdapat 7 orang dari 32 siswa atau 22% siswa yang mendapatkan nilai di bawah 65. 3. Deskripsi Siklus 2 Pada siklus 2 pembelajaran diperbaiki dengan membatasi jenis musik yang boleh diputar, yaitu jenis musik “slow” dan volume musik yang relatif rendah. Pada akhir pembelajaran Siklus 2 dengan memperhatikan hasil refleksi pada Siklus Siklus 1, diperoleh data prestasi belajar Siklus 2 seperti terlihat pada diagram histogram berikut ini.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Gambar 1: Perubahan Nilai Rata-rata, maksimum, minimum dan ketuntasan klasikal pada akhir Siklus 2 Situasi pembelajaran pada siklus 2 relatif menyenangkan dan lancar. Guru menjelaskan dan siswa mendengarkan paparan materi dengan tekun. Pada saat latihan soal, siswa mengerjakan dengan santai namun bersungguh-sungguh (enjofull). 4. Pembahasan Berdasarkan analisis data pada kondisi awal, siklus 1, dan siklus 2 diketahui terjadinya peningkatan hasil pembelajaran. Penulis membagi 2 siklus dalam siklus 1 ada pre Test dan post test dengan satu siklus diadakan dua kali pertemuan dan diadakan dan mengadakan test pada pertemuan yang ketiga, begitu juga pada siklus kedua. Dari hasil ulangan siswa dapat dilihat bahwa terdapat perubahan yang signitifikan dari sebelum mengadakan dengan metode yang penulis uji coba ternyata nilai rata-rata kelas 60,02 berubah menjadi 77,02 untuk kognitif dan untuk afektif dari 71,00 menjadi 79,85. Disini terlihat sekali terjadi perubahan yang cukup mengagumkan.Hal ini sesui dengan pendapat Bobbi De Porter, Mark Reardom, Sarah Sugar(th 1976).“Hasil belajar Matematika dipengaruhi olh beberapa faktor yaitu mengubah cara mengajar, mengubah metode mengajar atupun mengubah strategi mengajar, mengubah metode mengajar ataupun mengubah strategi mengajar. Banyak cara untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, yang memacu belajar dan meningkatkan daya ingat siswa”.
323
E. Penutup 1. Simpulan Dari pembahasan hasil penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan bahwa media musik dalam pembelajaran Matematika di kelas X5 dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sebesar 41 persen.
2. Saran Untuk lebih lebih baik dalam pembelajaran supaya siswa lebih smart dan lebih menyenangkan terutama mata pelajaran ilmu fisik penulis sangat mengharapkan masukan dan saran dari rekan serta penulis yang lain.
Daftar Pustaka
Bobbi De porter and Mike Hernacki Quantum Learning (Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan) Bobbi DSe Porter, Mark Rearoon, and Sarah Neurie, M.A., Quantum Teaching (Mempraktikkan Quantum Learning di ruang-ruang kelas) Chaedar Alwasilah guru besar LIPI Contextual Teaching and Learning (Menjadikan kegiatan belajar mengasyikan dan bermakna) Lazanov 1979 “Irama Ketukan dan Keharmonisan” Schuster dan Gritton 1996 Frances H Rausher (Brown 1993) Howard Garner 1983 “Flames of Mind” The Theory of Multiple Intellegences. Hamalik, Oemar 2004 Perencanaan Pengajaran Berdasar Pendekatan Sistem. Suharsimi, A., Suharjono., Supardi. 2006. Penelitian Tidakan Kelas. Abdu Majid, 2005. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standart Kompetensi Guru. Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran.
324
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan