perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KEEFEKTIFAN KOMPRES TEPID SPONGE YANG ILAKUKAN IBU DALAM MENURUNKAN DEMAM PADAANAK: RANDOMIZED CONTROL TRIAL DI PUSKESMAS MUMBULSARI KABUPATEN JEMBER
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Disusun oleh: MOHAMMAD ALI HAMID
S-540809209
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit2011 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBA AR PERSET TUJUAN
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBA AR PENGE ESAHAN
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya peneliti : Nama
: MOHAMMAD ALI HAMID
NIM
: S-540809209 Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul KEEFEKTIFAN
KOMPRES
TEPID
SPONGE
YANG
DILAKUKAN
IBU
DALAM
MENURUNKAN DEMAM PADA ANAK: RANDOMIZED CONTROL TRIAL DI PUSKESMAS MUMBULSARI KABUPATEN JEMBER adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya peneliti sendiri dalam tesis tersebut telah diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan peneliti ini tidak benar, maka peneliti bersedia menerima sanksi akademik.
Surakarta, 15 April 2011 Yang membuat pernyataan
Mohammad Ali Hamid
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Halaman Persembahan Tesis ini kupersembahkan untuk : Abuyeh wa Ummi Untuk segala curahan kasih sayang dan iringan do’a yang tak pernah putus Untuk ketegaran diri dan kesabaran menanti Untuk kegalauan hati yang menghampiri Dan untuk semua tuntunan serta pesan yang berarti Allah SWT must be really love me to give me such a parent like you...
My Bana Untuk semua perhatian dan bantuan... Untuk kedekatan, dukungan dan kebersamaan... Untuk pengertian yang tiada tara... Untuk ketaatan yang luar biasa... Maafkan atas segala ego dan kesalahpahaman...
My Kevien Senyummu... Tangisanmu… Rengekanmu… Intelegensimu… Kelucuanmu… Kenakalanmu… Sungguh luar Biasa I Love U So Much…
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK MOHAMMAD ALI HAMID, NIM: S-540809209. JUDUL: KEEFEKTIFAN KOMPRES TEPID SPONGE YANG DILAKUKAN IBU DALAM MENURUNKAN DEMAM PADA ANAK: RANDOMIZED CONTROL TRIAL DI PUSKESMAS MUMBULSARI KABUPATEN JEMBER. Komisi Pembimbing I: Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD. Pembimbing II: DR. Nunuk Suryani, MPd. Tesis: Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.
Kompres hangat konvensional adalah pemberian kompres hangat yang dilakukan pada reseptor suhu pada tubuh dengan menggunakan media botol disposibel yang diberi air hangat pada klien dengan peningkatan suhu tubuh ≥ 37,5 o C yang berguna untuk mengeluarkan panas tubuh. Tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besar superficial dengan teknik seka. Tujuan dari tesis ini adalah mengetahui keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan ibu dalam menurunkan demam pada anak. Disain penelitian ini menggunakan Randomized Control Trial yang digunakan untuk mengetahui keefektifan kompres tepid sponge yang dilakukan Ibu dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah termometer aksila, termometer air, dan lembar observasi. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 anak, yang diambil dengan teknik simple random sampling. Analisis yang digunakan adalah t – test dengan P value perbedaan rerata penurunan suhu masing-masing kelompok pada menit ke-5=0,079, menit ke15=0,956, menit ke-30=0,030, menit ke-60=0,000, menit ke-90=0,032 dan menit ke120=0,010. Penurunan suhu tubuh pada kelompok tepid sponge mulai terjadi pada menit ke-6 dan terus menurun tajam hingga menit ke-90 mencapai 1 0C. Penurunan suhu tubuh pada masing-masing kelompok terjadi setelah perlakuan sampai pada menit ke-90. Setelah itu suhu tubuh anak cenderung meningkat kembali. Kesimpulan penelitian ini adalah kompres hangat tepid sponge yang dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu anak dengan demam. Rekomendasi penelitian ini tepid sponge diberikan pada anak dengan demam, maupun kejang demam untuk menurunkan suhu tubuh anak. Kata kunci : kompres konvensional, tepid sponge, suhu dan demam
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT MOHAMMAD ALI HAMID, NIM: S-540809209. TITLE: THE EFFECTIVENESS OF TEPID SPONGE COMPRESS DOING BY MOTHERS IN REDUCING HYPERTHERMIA OF CHILDREN: RANDOMIZED CONTROL TRIAL IN LOCAL GOVERMENT CLINIC OF MUMBULSARI, REGENCY OF JEMBER. Commision Of Counselor I: Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD. Counselor II: DR. Nunuk Suryani, MPd. Thesis: Masters Progrmas in Family Medicine, Post Graduate Program Of Sebelas Maret University Of Surakarta. 2011. Conventional warm compress is an extending of warm compress that is done to the temperature receptor of the body by using disposable bottle that is filled by warm water to the client with the increasing of temperature ≥37,5ºC that is functioned to decrease the temperature. Tepid Sponge compress is a warm compress technique by mixing blok compress technique in superficial blood vessels with washing technique.This research aimed to know the effectiveness of Tepid Sponge compress doing by mothers in reducing hyperthermia of children. The design of this research uses Randomized Control Trial to know the effectiveness of Tepid Sponge compress doing by mothers in reducing hyperthermia of children. The instruments in this research are axillary thermometer, water thermometer and observation sheets. The samples of this research are 30 children that are taken by simple random sampling. The analysis using t – test with P value of mean differences of lowering body temperature of each groups to 5th minute= 0,079, 15th minute= 0,956, 30th minute= 0,030, 60th minute= 0,000, 90th minute= 0,032 and 120th minute= 0,010. The lowering of body temperature of tepid sponge group starts at 6th minute and continues lowered until 90th minute up to 1 0C. The lowering of body temperature of each groups start after treatment until 90th minutes. After that time the body temperature starts rise up again. The conclusion of this research is tepid sponge warm compress is effective in reducing hyperthermia of children. The recommendation of this research is tepid sponge is given to the children either who suffer fever or febril convultion to decrease the children’s temperature. Keywords; Conventional compress, tepid sponge, temperature and fever.
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul ” Keefektifan Kompres Tepid Sponge Yang dilakukan Ibu Dalam Menurunkan Demam Pada Anak: Randomized Control Trial Di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember”. Terselesaikannya tesis ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah banyak membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Prof. DR. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan dukungan. 2. Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD., selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. 3. Prof. DR. dr. Didik Tamtomo, M.Kes., MM, PAK., selaku Ketua Program Studi Kedokteran Keluagra Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan dalam penyusunan penelitian ini. 4. P. Murdani K., dr. MHPed., selaku Ketua Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan Program Studi Kedokteran Keluagra Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan dalam penyusunan penelitian ini. 5. Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD. pembimbing I dalam penyusunan penelitian ini yang telah banyak memberikan masukan. 6. DR. Nunuk Suryani, MPd. selaku pembimbing II dalam penyusunan penelitian ini yang dengan sabar memberikan arahan dan masukan.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Seluruh staf dosen dan karyawan Program Studi Kedokteran Keluagra Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu.
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penyusunan tesis ini. Oleh karena itu peniliti mengharap saran dan kritik yang bersifat konstuktif bagi kesempurnaan penelitian ini selanjutnya. Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Jember,
April 2011
Penulis
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………….......………….. Lembar Persetujuan............................................................................. Lembar Pengesahan............................................................................. Lembar Pernyataan.............................................................................. Halaman Persembahan......................................................................... Abstrak……………………………………………………………... Abstract…………………………………………………………….. Kata Pengantar ……………………………………………………. Daftar Isi …..………………………………………………….. Daftar Gambar …………………………………………………... Daftar Tabel ……………………………………………………… Daftar Lampiran……………………………………………………
i ii iii iv v vi vii viii x xii xiii xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang …………………………………………... B. Identifikasi Masalah …………………………..………. C. Pembatasan Masalah…………………………………… D. Perumusan Masalah……………………………………. E. Tujuan Penelitian ………………………………………… F. Manfaat Penelitian………………………………………..
1 6 6 7 7 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori………………………………….…………. 1. Konsep Pendidikan Kesehatan…………………….. 2. Konsep Anak………………………………………. 3. Konsep Demam……………………….…………… 4. Kompres Hangat Konvensional…………..………… 5. Kompres Hangat Tepid Sponge.…………………… B. Penelitian yang Relevan…………..……………………. C. Kerangka Berpikir……………………..……………….. D. Hipotesis Penelitian.…………………………………
9 9 13 23 37 38 40 45 46
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian.....………………….……. B. Tempat dan Waktu Penelitian…………………..……. C. Populasi dan Sampel...................................................... D. Rancangan Peneltian....................................................... E. Variabel Penelitian........................................................... F. Definisi Operasional........................................................ G. Instrumen Penelitian........................................................ H. Teknik Pengumpulan Data............................................. I. Analisis Data...................................................................
47 47 47 48 48 49 50 50 51
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian….. …………………………………….. 1. Gambaran Karakteristik Subyek Penelitian…………. 2. Data Khusus………………………………………… B. Pembahasan……………..……………………………….. C. Keterbatasan Penelitian...……………………………..
52 52 54 63 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.………………………………………….. B. Implikasi………………………………………………… C. Saran.................................................................................
78 78 80
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….
82
LAMPIRAN-LAMPIRAN
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Mekanisme Terjadinya Demam…………. …………
Halaman 27
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir…….......………………………….
45
Gambar 3.1
Kerangka Penelitian…………………........…………
48
Gambar 4.1
Kurva Rerata Perubahan Suhu Menurut Waktu.…….
62
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1
Distribusi Karekteristik Responden……………....
52
Tabel 4.2
Suhu Awal Responden Kelompok Kompres Konvensional dan Tepid Sponge...............................
54
Suhu Akhir Responden Kelompok Kompres Konvensional dan Tepid Sponge...............................
55
Fluktuasi Suhu Responden Kelompok Kompres Konvensional………………….………..
56
Fluktuasi Suhu Responden Kelompok Kompres Tepid Sponge………………….………..
57
Perbedaan Rerata Nilai Suhu Awal dan Suhu Akhir Responden Dengan Perlakuan Kompres Konvensional dan Tepid Sponge...............................
58
Penurunan Suhu Tubuh Menurut Waktu Pada Responden Dengan Perlakuan Kompres Konvensional dan Tepid Sponge................................
49
Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6
Tebel 4.7
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Ganchart Kegiatan Penelitian
Lampiran 2
Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3
Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4
Kuisioner Penelitian
Lampiran 5
Protokol Intervensi
Lampiran 6
SAP Teknik Kompres Konvensional
Lampiran 7
SAP Teknik Kompres Tepid Sponge
Lampiran 8
Kriteria Penilaian Status Hidrasi
Lampiran 9
Kriteria Penilaian Status Nutrisi
Lampiran 10 Tabulasi Data Penelitian Kelompok Kompres Konvensional Lampiran 11 Tabulasi Data Penelitian Kelompok Kompres Tepid Sponge Lampiran 12 Print Out Analisis Data Lampiran 13 Surat Ijin Penelitian Lampiran 14 Daftar Riwayat Hidup
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak merupakan sumber daya manusia suatu bangsa. Anak harus hidup sejahtera agar tumbuh dan berkembang dengan optimal untuk melaksanakan tugas-tugas pembangunan dimasa yang akan datang. Sebaliknya penuruanan kualitas hidup anak akan memiliki efek jangka panjang terhadap kehidupan pribadinya sebagai individu maupun sebagai bagian dari kehidupan sosialnya. Anak yang status kesehatannya sering terganggu kelak akan tumbuh menjadi pribadi yang lemah dan tidak siap untuk mengemban tugas sebagai agen penerus bangsa (Bidulph, dalam Damayanti, 2008). Faktor yang mempengaruhi seringnya anak mengalami sakit adalah wilayah tropis, dimana wilayah tropis seperti Indonesia memang baik bagi kuman untuk berkembangbiak contohnya flu, malaria, demam berdarah, dan diare. Berbagai penyakit itu biasanya semakin mewabah pada musim peralihan. Terjadinya perubahan cuaca tersebut mempengaruhi perubahan kondisi kesehatan anak. Kondisi anak dari sehat menjadi sakit mengakibatkan tubuh bereaksi untuk meningkatkan suhu yang disebut sebagai demam ( Damayanti, 2008). Demam pada anak umumnya disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan demam menghilang pada masa yang pendek (Nelson, 2000). Peningkatan suhu tubuh pada anak sangat berpengaruh terhadap fisiologis organ tubuhnya, karena luas permukaan tubuh relatif kecil dibandingkan pada orang dewasa, menyebabkan ketidakseimbangan organ tubuhnya. Peningkatan suhu tubuh yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi, letargi, penurunan nafsu makan sehingga asupan gizi berkurang
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
termasuk kejang yang mengancam kelangsungan hidupnya, lebih lanjut dapat mengakibatkan terganggunya proses tumbuh kembang anak (Reiga, 2010). Protokol Kaiser Permanete Appointment and Advice Call Center mendefinisikan demam atau febris untuk semua umur yaitu temperature rektal diatas 38 oC, aksilar 37,5 dan diatas 38,2 oC dengan pengukuran membrane tympani. Sedangkan demam tinggi bila suhu tubuh diatas 39,5 oC, dan hiperpireksia bila suhu > 41 oC (Kania, 2010). Demam pada anak merupakan
hal yang paling sering dikeluhkan oleh
orang tua mulai di ruang praktek dokter sampai ke Unit Gawat Darurat (UGD) anak, meliputi 10-30% dari jumlah kunjungan. Demam membuat orang tua atau pengasuh menjadi risau. Hasil penelitian menunjukkan 80% orang tua
fobia terhadap demam
(Kania, 2010). Demam yang berhubungan dengan infeksi kurang lebih 29-52% sedangkan 11-20% dengan keganasan, 4% dengan penyakit metabolik dan 11-12% dengan penyakit lain. Dampak demam jika tidak mendapatkan penanganan lebih lanjut antara lain dehidrasi sedang hingga berat, kerusakan neurologis dan kejang demam (Valita, 2008). Secara definitif terdapat dua tindakan untuk menurunkan suhu tubuh pada klien dengan febris, yaitu dengan terapi farmakologis dan terapi fisik. Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam dan sangat berguna khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis, kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam (Kania 2010). Terapi fisik dapat dilakukan dengan menempatkan anak diruangan bersuhu dan bersirkulasi baik, mengganti pakaian anak dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, memberikan hidrasi yang adekuat, dan memberikan kompres (Rina, 2007).
commit to user 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penanganan demam pada anak dengan terapi fisik dapat dilakukan dengan kompres hangat. Beberapa penelitian tentang pengaruh kompres hangat dalam menurunkan suhu anak dengan febris telah dilakukan. Purwanti (2006), dan Valita (2008) melalui penelitiannya telah membuktikan ada pengaruh pemberian kompres hangat (teknik blok aksila) terhadap penurunan suhu anak demam. Triredjeki (2002) menyimpulkan kompres hangat (teknik blok axila) lebih efektif dalam menurunkan suhu anak febris dibandingkan dengan kompres dingin yang dicobakan pada 30 anak usia 5-12 tahun dengan cara random ordinal (Damayanti, 2008). Namun pada penelitian ini tidak memperhitungkan
faktor status nutrisi klien sebagai faktor perancu dalam hasil
pengukuran penurunan suhu tubuh. Selain itu pengukuran penurunan suhu tubuh pada kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan dilakukan pada waktu yang bervariasi (tidak konsisten), misalnya pengukuran dilakukan 10 menit setelah perlakuan. Sehingga metode ini bisa menjadi penyebab terjadinya ketidakakuratan hasil penelitian. Pemberian kompres hangat pada aksila sebagai daerah dengan letak pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan rangasangan pada area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus akan merangsang area preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat (Potter dan Perry, 2005). Salah satu teknik untuk menurunkan suhu tubuh adalah dengan tepid sponge dengan cara yang benar (Thomas, 2008). Tepid sponge dengan cara benar menurunkan demam lebih cepat 15 menit dari pada hanya dengan obat anti piretik (Alves, 2008).
commit to user 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tepid Sponge merupakan alternatif teknik kompres hangat yang marak diteliti dinegara maju maupun di negara berkembang lainnya. Tujuan utama teknik kompres ini adalah menurunkan suhu tubuh febris. Teknik ini mulai di kembangkan dan di teliti di negara maju seperti Amerika dan Inggris. Hingga ahir-ahir ini teknik ini terus di teliti dan meluas kenegara lain seperti Brazil, Singapura, dan india. Alves et all. (2008) mempublikasikan hasil penelitiannya yang menunjukkan percepatan penurunan suhu klien febris yang mendapatkan terapi antipiretik dan Tepid Sponge dibandingkan dengan klien yang hanya mendapatkan terapi antipiretik saja (Alves et All., 2008). Namun pada penelitian ini tidak mempertimbangkan adanya pengaruh tipe demam, status nutrisi dan hidrasi terhadap penurunan suhu pada anak. Sehingga banyak faktor perancu yang tidak dipertimbangkan yang akan mengaburkan hasil penelitian. Teknik Tepid Sponge merupakan kombinasi teknik blok dengan seka. Teknik ini menggunakan kompres blok tidak hanya di satu tempat saja, melainkan langsung dibeberapa tempat yang memilliki pembuluh darah besar. Selain itu masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan memberikan seka di beberapa area tubuh sehingga perlakuan yang terapkan terhadap klien pada teknik ini akan semakin komplek dan rumit dibandingkan dengan teknik yang lain. Namun dengan kompres blok langsung diberbagai tempat ini akan memfasilitasi penyampaian sinyal ke hipotalamus dengan lebih gencar. Selain itu pemberian seka akan mempercepat pelebaran pembuluh darah perifer akan memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh kelingkungan sekitar yang akan semakin mempercepat penurunan suhu tubuh (Reiga, 2010). Keperawatan sebagai pelayanan professional, dalam aplikasinya harus dilandasi oleh dasar keilmuan keperawatan yang kokoh. Perawat harus mampu berfikir logis, kritis dalam menelaah dan mengidentifikasi fenomena respon manusia. Banyak bentuk-bentuk
commit to user 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengetahuan dan keterampilan berfikir kritis harus dilakukan pada setiap situasi klien, termasuk dalam penanganan masalah febris. Perawat tidak boleh ketinggalan informasi, hasil penemuan dan riset terbaru, atau bahkan mengembangkan riset terkait yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapinya (Tawi,2008). Tepid Sponge merupakan salah satu teknik kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh febris. Hingga akhir-akhir ini teknik ini terus di teliti dan meluas ke negara lain seperti Brazil dan Singapura. Alves et all. (2008) mempublikasikan hasil penelitiannya yang menunjukkan percepatan penurunan suhu klien febris yang mendapatkan terapi antipiretik dan Tepid Sponge dibandingkan dengan klien yang hanya mendapatkan terapi antipiretik saja (Alves et all., 2008) Dalam keperawatan komunitas, penanganan demam secara mandiri oleh orang tua khususnya ibu penting untuk dilakukan. Karena prognosis anak dengan demam dapat menjadi kejang demam yang merupakan salah satu gawat darurat anak apabila tidak segera ditangani. Teknik kompres Tepid Sponge merupakan teknik kompres yang mudah yang dapat dilakukan dengan mudah oleh tenaga kesehatan bahkan oleh orang tua khususnya ibu apabila telah mendapatkan pendidikan kesehatan. Data dari Puskesmas mumbulsari menyebutkan peningkatan pasien anak dengan demam pada bulan Nopember – Desember 2010 masing-masing 15, 17, dan 20 anak pada bulan Desember 2010 dimana 80% dari pasien adalah pasien Askeskin (PKM Mumbulsari, 2010). Berdasarkan permasalahan diatas, penulis bermaksud melakukan penelitian yang akan menganalisis keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan Ibu dalam menurunkan demam pada anak di Puskesmas Mumbulsari.
commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Identifikasi Masalah Penelitian Demam pada umumnya merupakan respon tubuh terhadap suatu infeksi. Umur anak dan tanda serta gejala yang
muncul sangat penting dalam menentukan
kemungkinan adanya penyakit yang serius (Kania, 2010). Pada suatu kondisi tertentu klien dengan demam membutuhkan pertolongan terapi yang salah satunya bisa menggunakan terapi non farmakologis berupa kompres hangat, seperti kompres hangat teknik konvensional blok aksila dan teknik Tepid Sponge. Namun pada penerapannya perawat akan mendapatkan kendala dalam menentukan teknik kompres hangat yang paling tepat dan cepat dalam menurunkan suhu tubuh kliennya apabila klien masih berada di rumah. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan ibu tentang teknik kompres antara lain adalah tingkat pendidikan, umur, lingkungan, pekerjaan, keluarga, minat, pengalaman, kebudayaan dan informasi yang didapatkan sebelumnya dari orang lain. Dengan dilakukannya pendidikan kesehatan kepada Ibu tentang teknik kompres Tepid Sponge diharapkan Ibu dapat melakukan pertolongan pertama pada anak demam apabila dalam penelitian ini terbukti efektif.
C. Pembatasan Masalah Mengingat terbatasnya waktu, tenaga dan biaya maka peneliti hanya akan meneliti keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan dalam menurunkan demam pada anak.
commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan: Apakah teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan ibu efektif dalam menurunkan demam pada anak?
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan ibu dalam menurunkan demam pada anak. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi penurunan suhu tubuh anak yang dilakukan teknik kompres Tepid Sponge. b. Mengidentifikasi penurunan suhu tubuh anak yang dilakukan teknik kompres konvensional. c. Menganalisis keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan ibu dalam menurunkan demam pada anak.
F. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoris Memberikan bukti-bukti empiris bahwa teknik kompres tepid sponge yang dilakukan ibu efektif dalam menurunkan demam pada anak.
commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Manfaat Praktis
a. Bagi tenaga kesehatan, sebagai bahan acuan perkembangan materi keperawatan khususnya dibidang keperawatan komunitas dan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan upaya komunikasi, informasi, dan edukasi kepada klien dan keluarga. b. Bagi instansi terkait, masukan bagi institusi untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan pada klien dengan demam, hususnya pada area keperawatan anak. c. Bagi klien dan keluarga, memberikan informasi dan motivasi kepada klien dan keluarga untuk meimilih dan menerapkan perawatan demam dengan tepat dan mandiri. d. Bagi masyarakat, memberikan informasi dan pengetahuan tambahan kepada masyarakat tentang pentingnya teknik kompres yang tepat untuk menangani masalah demam di kehidupan sehari-hari. e. Bagi peneliti, memberikan pengetahuan tambahan tentang materi keperawatan terutama dibidang keperawatan anak dan pendidikan kesehatan sehingga nantinya dapat dijadikan bahan penyuluhan kepada masyarakat dalam upaya peningkatan kemandirian masyarakat dalam menangani masalah demam. f. Bagi peneliti selanjutnya, menjadi landasan dan pengembangan pada penelitian berikutnya dalam memperluas keilmuan keperawatan khususnya pada area keperawatan anak dan kebutuhan dasar manusia. g. Bagi dunia keperawatan, memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori keperawatan khususnya di area keperawatan anak dan komunitas.
commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep Pendidikan Kesehatan Semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan kesehatan penting untuk menunjang program-program kesehatan yang lain. Akan tetapi pada kenyataannya pengakuan ini tidak didukung oleh kenyataan. Artinya dalam program-program pelayanan kesehatan kurang melibatkan pendidikan keehatan. Meskipun program itu mungkin telah melibatkan pendidikan kesehatan tetapi kurang kurang memberikan bobot. Argumentasi mereka adalah karena pendidikan kesehatan itu tidak segera dan jelas memperlihatkan hasil. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan itu tidak segera segera membawa manfaat bagi masyarakat dan yang mudah mudah dilihat atau diukur. Hal ini memang benar karena pendidikan adalah merupakan behavioral investment jangka panjang. Hasil investment pendidikan kesehatan baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian (Notoatmojo, 2003). Dalam waktu yang pendek pendidikan kesehatan hanya menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan peningkatan pengetahuan saja belum akan berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada mendekatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan. Hal-hal berbeda dengan program kesehatan yang lain, terutama program pengobatan yang dapat langsung memberikan hasil terhadap penurunan kesakitan (Notoatmojo, 2003).
commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.1 Definisi Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu praktek pendidikan. Oleh sebab itu konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan kesehatan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup di dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar. Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar itu mempunyai ciriciri: belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar adalah bahwa perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha dan disadari, bukan karena kebetulan. (Notoatmojo, 2003). 1.2 Peran Pendidikan Kesehatan Semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu kepada H. L. Blum. Dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat sebagai salah satu Negara yang sudah maju, Belum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan. Kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai
commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
andil kedua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap status kesehatan. Bagaimana proporsi pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap status kesehatan di Negara-negara berkembang, terutama di Indonesia belum ada penelitian. (Notoatmojo, 2003). 1.3 Proses pendidikan kesehatan Seperti telah disebutkan di atas bahwa prinsip pokok pendidikan kesehatan adalah proses belajar. Didalam kegiatan belajar terdapat 3 persoalan pokok, yakni persoalan masukan (input), proses dan persoalan keluaran (output). Persoalan masukan dalam pendidikan adalah menyangkut sasaran belajar (sasaran didik) yaitu individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar itu sendiri dengan berbagai latar belakangnya. Persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Didalam proses ini terjadi perubahan timbal balik antara berbagai faktor, antara lain: subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator), metode dan teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek belajar. Beberapa ahli pendidikan mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar ke dalam 4 kelompok besar, yakni faktor materi (bahan belajar), lingkungan, instrumental dan subjek belajar. Faktor instrumental ini terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat peraga dan perangkat lunak (software) seperti fasilitator belajar, metode belajar, organisasi dan sebagainya. Subyek belajar dalam pendidikan kesehatan dapat berupa individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmojo, 2003).
commit to user 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.4 Metode pendidikan kesehatan 1.4.1 Pendidikan individu Metode ini bersifat individual digunakan untuk membina perilaku atau membina seseorang mulai tertarik untuk melakukan suatu perubahan perilaku. Bentuk pendekatan ini antara lain: 1. Bimbingan dan penyuluhan (guidance dan counceling) Cara ini menjadikan kontak antara keluarga dengan petugas lebih intensif. Klien dengan kesadaran dan penuh pengrtian menerima perilaku tersebut. 2. Metode pendidikan kelompok Metode tergantung dari besar sasaran kelompok serta pendidikan formal dari sasaran. a..Kelompok besar Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar adalah pertama, ceramah, yaitu metode yang baik untuk sasaran dengan pendidikan tinggi atau rendah. Kedua, seminar, yaitu metode yang baik untuk sasaran dengan pendidikan menengah keatas berupa presentasi dari satu atau beberapa ahli tentang topik yang menarik dan aktual. b.Kelompok kecil Jumlah sasaran yang kurang dari 15 orang, metode yang cocok untuk kelompok ini adalah: Pertama, diskusi kelompok, kelompok bisa bebas berpartisipasi dalam diskusi sehingga formasi duduk peserta diatur saling berhadapan. Kedua, curah pendapat (brain storming) merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Usulan atau komentar yang diberikan peserta terhadap tanggapan-tanggapannya, tidak dapat diberikan sebelum pendapat semuanya terkumpul. Ketiga, bola salju, kelompok dibagi dalam pasangan kemudian dilontarkan masalah atau pertanyaan untuk diskusi mencari kesimpulan.
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keempat, memainkan peran yaitu metode dengan anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran tertentu untuk memainkan peranan. Kelima,
stimulasi merupakan
gabungan antara role play dan diskusi kelompok 3. Metode pendidikan massa Metode ini menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat umum (tidak membedakan umur,jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi dan sebagainya). Pada umumnya pendekatan ini tidak langsung, biasanya menggunakan media massa, contoh metode ini antara lain ceramah umum. Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah, biasanya sering digunakan pada acara hari kesehatan nasional, pejabat berpidato dihadapan massa untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan. 1. Pidato atau diskusi melalui media elektronik. 2. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan tentang suatu penyakit. 3. Artikel atau tulisan yang terdapat dalam majalah atau koran tentang kesehatan. 4. Bilboard yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster dan sbagainya (Efendi, 2008). 2. Konsep Anak Memahami anak-anak dan pertumbuhan serta perkembangan mereka merupakan hal yang esensial untuk meningkatkan kesehatan dan menetapkan pola yang sehat. Perawtan harus memiliki pemahaman yang jelas tentang pertumbuhan yang normal serta tahap perkembangan untuk membimbing dan meningkatkan kondisi normal dan untuk mendeteksi dan mencegah kondisi abnormal. Praktik keperawatan yang di terapkan harus didasarkan pada prinsip pertumbuhan dan perkembangan commit to user yang diatur dan diarahakan untuk 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membantu anak-anak dan keluarga dalam beradaptasi terhadap perubahan kondisi eksternal maupun internal (Potter dan Perry, 2005). 1. Pengertian Anak Secara umum berdasarkan teori perkembangan periode anak dimulai dari sejak lahir dan berahir hingga remaja akhir (0-21 tahun). Pengklasifikasian anak dalam konsep keperawatan di gambarkan oleh Wong kedalam empat tahapan pertumbuhan yang dimulai dari periode bayi, periode masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak pertengahan, dan masa kanak-kanak akhir. Kemudian wong membagi tiap periode tersebut kedalam beberapa tahap berdasarkan usia anak (Potter dan Perry, 2005). UU RI Nomor 23 tahun 2002, bab 1 pasal 1 menegaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Manusia sebagai klien dalam keperawatan anak adalah individu yang unik yang masih dalam proses tumbuh kembang. Perlindungan anak adalah segala kgiatan yang menjamin dan melindungan anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara (Rohmah, 2009). 2. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakann hal yang berurutan, proses yang dapat diprediksi mulai dari masa pembentukan dan berlanjut sampai kematian. Seluruh manusia mengalami kemajuan melalui fase pertumbuhan dan perkembangan yang pasti tetapi tahapan dan perilaku kemajuan ini sifatnya sangat individual sehingga
commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memungkinkan perbedaan pencapaian tahapan pertumbuhan dan perkembangan dari satu anak dengan yang lainnya (Suriadi dan Yuliani, 2006). Penelitian terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia menghasilkan beberapa teori perkembangan. Teori ini bermacam-macam berdasarkan bagaimana manusia dilihat dan aspek perkembangan yang ditekankan. Beberapa teori melihat perkembangan sebagai proses yang berlangsung terus, berpindah dari hal-hal yang sederhana kearah yang kompleks. Teori lain melihat bahwa proses tersebut tidak berlangsung
terus,
dengan
pilihan
periode
hubungan
keseimbangan
dan
ketidakseimbangan. Profesi pelayanan kesehatan sering menggunakan kerangka kerja teori yang berbeda sebagai dasar untuk keperawatan. Karena teori berbeda-beda, penting untuk mengkomunikasikan secara efektif dengan profesi kesehatan lain ketika memberikan pelayanan kesehatan yang dikoordinasi, dan perawat harus mengenal teori perkembangan yang umum (Potter dan Perry, 2005). Suriadi dan Yuliani (2006) mendefinisikan pertumbuhan sebagai peningkatan ukuran fisik, keseluruhan atau sebagian yang dapat diukur. Grafik perumbuhan ini meliputi tinggi, berat badan, dan diameter pada lipatan kulit. Sedangkan perkembangan didefinisikan sebagai rangkaian peningkatan keterampilan dan kapasitas untuk berfungsi. Pertumbuhan fisik merupakan hal yang kuantitatif, atau dapat di ukur, aspek peningkatan ukuran fisik individu sebagai hasil peningkatan dalam jumlah sel. Indikator ukuran pertumbuhan meliputi perubahan tinggi dan berat badan, gigi, struktur skelet, karakteristik seksual. Perkembangan adalah aspek progresif adaptasi terhadap lingkungan yang bersifat kualitatif. Maturasi merupakan proses berkembang dan bertumbuh menjadi penuh. Hal tersebut meliputi kemampuan biologis individu, kondisi fisiologis dan keinginan untuk belajar perilaku yang lebih matur (Potter dan Perry, 2005).
commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Tahap Pertumbuhan Anak a. Pertumbuhan yang cepat sekali dalam tahun pertama, yang kemudian berkurang secara berangsur-angsur sampai umur 3-4 tahun b. Pertumbuhan yang berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik c. Pertumbuhan cepat pada masa akil balik (12-16 tahun) d. Pertumbuhan kecepatannya berkurang berangsur-angsur sampai suatu waktu (kirakira umur 18 tahun) berhenti (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 2005).
Pertumbuhan tinggi tidak seragam sepanjang hidup. Misalnya, sebelum lahir kecepatan pertumbuhan maksimum terjadi pada bulan keempat dari kehidupan janin, dengan kemajuan yang melambat sesudahnya. Walaupun demikian, jika dibandingkan dengan bayi dan anak pada hakekatnya di saat lahir bayi bertumbuh dengan sangat cepat (Sacharin, 1996). Dalam tahun pertama panjang badan bayi bertambah 23 cm (di negara maju 25 cm), sehingga anak pada umur 1 tahun panjangnya menjadi 71 cm (75 cm di negara maju). Kemudian kecepatan pertumbuhan berkurang sehingga setelah umur dua tahun kecepatan pertumbuhan berkurang sehingga setelah umur 2 tahun kecepatan pertambahan panjang badan kira-kira 5 cm pertahun. Pada masa prasekolah dan sekolah anak akan tampak kurus yaitu karena pertumbuhan beberapa organ, jumlah jaringan bertambah sedemikian rupa sehingga jumlah jaringan lemak dibawah kulit mengurang. Masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa merupakan masa yang sangat penting. Masa ini disebut masa akil balik. Sesaat sebelum dan sewaktu masa akil balik, jaringan lemak terdapat lagi di bawah kulit, sehingga berat badan bertambah pula. Selama
commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masa ini terdapat perbedaan mengenai jarak lemak yang terdapat pada pria dengan wanita. Pada anak wanita lemak banyak terdapat di sekitar panggul, payudara, dan anggota gerak, sedangkan pada pria di punggung. Perubahan jaringan lemak dan berat badan pada anak wanita berlangsung beberapa tahun setelah akil balik, sedangkan pada anak pria berat badan setelah masa akil balik tidak nyata bertambah. Penambahan berat badan ini tergantung pada makanan, hormon atau faktor keturunan (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 2005). 4. Periode Usia Perkembangan Anak a. Periode prenatal: Masa konsepsi hingga lahir 1) Embrionik: 2-8 minggu 2) Fetus: 8-40 minggu (lahir) Rata-rata pertumbuhan yang cepat dan ketergantungan total membuat masa ini menjadi salah satu periode yang paling genting dalam proses perkembangan. Hubungan antara kesehatan maternal dan tanda yang pasti pada bayi baru lahir menekankan pentingnya perawatan prenatal yang adekuat untuk kesehatan dan kesejahteraan bayi. b. Periode bayi: Lahir sampai 12 atau 18 bulan 1) Neonatus: Lahir sampai 28 hari 2) Bayi: Satu sampai mendekati 12 bulan Periode bayi merupakan salah satu perkembangan motorik, kognitif, dan sosial yang cepat. Melalui hubungan timbal-balik dengan pemberian perawatan (orang tua), bayi menetapkan dasar kepercayaan di dunia dan dasar untuk hubungan interpersonal di masa yang akan datang. Tahapan psikoseksual pada usia ini adalah sensori oral.
commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Masa kanak-kanak awal: 1-6 tahun 1) Todler: 1 sampai 3 tahun Pikiran praoperasional, fase prakonseptual (berpikir transduktif). 2) Prasekolah: 3 sampai 6 tahun Periode ini, yang meluas dari masa anak-anak mencapai peningkatan daya gerak sampai mereka masuk sekolah, yang ditandai dengan aktivitas dan penemuan intens. Ini adalah waktu penandaan perkembangan fisik dan kepribadian. Perkembangan motorik meningkat secara stabil. Anak-anak pada usia ini mendapatkan bahasa dan perluasan hubungan sosial, belajar standar peran, meningkatkan kontrol diri dan penguasaan, mengembangkan peningkatan
kesadaran tentang
ketergantungan dan kemandirian, dan
mulai mengembangkan konsep diri. Pikiran praoperasional, fase intuitif (berpikir transduktif) (Wong, 2003). Masa prasekolah berkorelasi dengan tingkat prelogikal yang ditandai dengan pemikiran mistik, egosentris, dan pemikiran yang didominasi dengan persepsi bukan abstraksi. Pemikiran mistik meliputi animisme, dan kepercayaan yang tidak realistik tentang kekuatan dan harapan. Anak mungkin percaya bahwa hujan turun karena ada orang yang sedang membawa payung, matahari terbenam karena lelah, dan perasaan kecewa pada sibling yang membuat dia sakit (Kliegman et all., 2007). d. Masa kanak-kanak pertengahan: 6 sampai 11 atau 12 tahun Seringkali dikatakan sebagai usia sekolah, periode perkembangan ini merupakan periode dimana anak diarahkan untuk menjauh dari kelompok keluarga dan berada di tengah dunia yang lebih luas dari hubungan teman
commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebaya. Terdapat kematangan yang stabil pada perkembangan fisik, mental, dan perkembangan sosial, dengan menekankan pada perkembangan moral yang lebih awal menjadi lebih penting dalam hubungannya dengan kehidupan yang akan datang. Ini merupakan periode kritis perkembangan konsep diri. e. Masa kanak-kanak akhir: 11 sampai 21 tahun 1) Praremaja: 10-13 tahun 2) Remaja: 13-18 tahun 3) Remaja akhir: 18-21 tahun Periode kacau dari maturasi yang cepat dan perubahan yang dikenal sebagai remaja dipertimbangkan periode transisi yang dimulai pada saat mulainya pubertas dan berlanjut sampai titik masuk ke arah dunia dewasa, yang mungkin terjadi setelah lulus sekolah menengah atas, lulus kuliah, atau sesudahnya. Maturasi biologis dan kepribadian ada bersama kegelisahan fisik dan emosi, dan terdapat pendefinisian ulang mngenai konsep diri. Pada remaja ahir, anak mulai menginternalisasi semua nilai yang telah dipelajari sebelumnya dan lebih berfokus pada individu daripada kelompok (Potter dan Perry, 2005). 5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Menurut Potter dan Perry (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: a. Kekuatan alami 1) Hereditas: genetik menetapkan pembawaan jenis kelamin, ras, rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh, dan beberapa keunikan psikologis yang lebih mendalam.
commit to user 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Tempramen: tempramen ditandai dengan alam perasaan psikologis dimana anak dilahirkan dan termasuk tipe perilaku mudah, lambat sampai hangat, dan sulit. Hal tersebut mempengaruhi interaksi antara individu dan lingkungan. b. Kekuatan eksternal 1) Keluarga Tujuan keluarga untuk melindungi dan memberi makan anggota keluarganya. Fungsi keluarga meliputi keinginan untuk bertahan hidup, rasa aman, bantuan terhadap perkembangan emosi dan sosial, bantuan dengan mempertahankan hubungan, penjelasan mengenai masyarakat dan dunia, dan bantuan dalam mempelajari peran dan perilaku. Keluarga memberi pengaruh nilai, kepercayaan, adat istiadat, dan pola spesifik dari interaksi dan komunikasi. Posisi ordinal dan jenis kelamin mempengaruhi interaksi dan komunikasi individu dalam keluarga. 2) Kelompok teman sebaya Kelompok teman sebaya memberi pelajaran lingkungan yang baru dan berbeda. Kelompok teman sebaya memberi pola dan struktur yang berbeda dalam hal interaksi dan komunikasi, memerlukan gaya perilaku yang berbeda. Fungsi kelompok teman sebaya termasuk memberikan individu belajar mengenai kesuksesan dan kegagalan, untuk memvalidasi dan menantang pikiran, perasaan dan konsep.
commit to user 20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Pengalaman hidup Pengalaman hidup dan proses pembelajaran membiarkan individu berkembang dengan mengaplikasikan apa yang telah dipelajari pada kebutuhan yang perlu dipelajari. Proses pembelajaran meliputi beberapa tahapan, yaitu: a) Mengenali kebutuhan untuk mengetahui tugas b) Penguasaan keterampilan untuk menjalankan tugas c) Penguasaan tugas 4) Kesehatan lingkungan Tingkat
kesehatan
mempengaruhi
respon
individu
terhadap
lingkungan dan respons orang lain pada individu tersebut. 5) Kesehatan prenatal Faktor prekonsepsi (misal faktor genetik dan kromosom, umur maternal, kesehatan) dan pasca konsepsi (misal nutrisi, peningkatan berat badan, pemakaian tembakau dan alkohol, masalah medis, dan penggunaan layanan prenatal) mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari fetal 6) Nutrisi Pertumbuhan diatur oleh faktor makanan. Nutrisi yang adekuat mempengaruhi apa dan bagaimana kebutuhan fisiologis, maupun kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya dipenuhi. 7) Istirahat tidur dan olahraga Keseimbangan antara istirahat, tidur dan olahraga merupakan hal yang penting untuk memudahkan tubuh. Keseimbangan mendorong kesehatan fisiologis dan psikologis.
commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8) Status kesehatan Sakit
atau
luka
berpotensi
mengganggu
pertumbuhan
dan
perkembangan. Sifat dan durasi masalah kesehatan mempengaruhi dampaknya. Sakit atau cidera yang berkepanjangan bisa menyebabkan ketidakmampuan untuk mengatasi dan menjawab kebutuhan dan tugas tahap perkembangan. 9) Lingkungan dan tempat tinggal Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan meliputi musim, iklim, kehidupan sehari-hari, dan status sosial ekonomi. 6. Kebutuhan Spesifik pada Anak Menurut Rohmah (2009) anak mempunyai kebutuhan yang spesifik(fisik, psikologis, sosial, spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Kebutuhan dasar anak secara garis besar dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu : a. Kebutuhan fisik-biomedis (asuh): pangan (gizi/ nutrisi, kebutuhan paling penting); perawatan kesehatan dasar (antara lain imunisasi, pemberian ASI, penimbangan bayi secara teratur dan periodik, pengobatan sederhana); papa (pemukiman layak); hygiene, sanitasi, sandang, kesegaran jasmani, dan rekreasi. b. Kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih): pada tahun-tahun pertama kehidupan, ikatan erat, mesra dan selaras antara ibu dan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin suatu proses tumbuh kembang yang selaras, baik fisik mental maupun psikososial. Peran dan kehadiran ibu sedini dan sepermanen mungkin menjalin rasa aman pada bayinya. Ini diwujudkan dengan kontak fisis (kulit/ mata) dan psikis sedini mungkin (antara lain mendekapkan bayi pada ibunya sesegera mungkin setelah lahir).
commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Kebutuhan akan stimulasi mental (asah) yang merupakan cikal bakal bakal proses pembelajaran (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Harus dimulai sedini mungkin, teritama pada 4 tahun pertama kehidupan. Stimulasi mental ini mengembangkan aspek mental psikososial: agama, etika, moral, kecerdasan, kreatifitas,
keterampilan,
kemandirian,
kepribadian,
produktivitas
dan
sebagainya. Anak adalah individu yang unik dan bukan orang dewasa mini. Anak juga bukan merupakan harta atau kekayaan orang tua yang dapat dinilai secara sosial ekonomi, melainkan masa depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individual. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri. Lingkungan yang dimaksud bisa berupa keluarga (orang tua), pengurus panti (bila anak berada pada panti asuhan), atau bahkan tanpa orang tua bagi mereka yang hidupnya menggelandang. Semua individu tersebut menjadi klien dalam keperawatan anak. 3. Konsep Demam 1. Pengertian Demam Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang ditengahi oleh kenaikan titik ambang regulasi panas hipotalamus. Pusat regulasi/ pengatur panas hipotalamus mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor-reseptor neuronal perifer dingin dan panas. Faktor pengatur lainnya adalah suhu darah yang bersirkulasi dalam hipotalamus. Integrasi sinyal-sinyal ini mempertahankan agar suhu di dalam tubuh normal pada titik ambang 37 oC (98,6 oF) dan sedikit berkisar antara 1rendah daripada suhu di dalam tubuh, sebagian 1,5 oC. Suhu aksila mungkin 1 oC lebih commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena vasokonstriksi kulit, dan suhu oral mungkin rendah palsu karena adanya pernapasan yang cepat (Nelson, 2000). Menurut Dorland (2006) “hipertermia/ Febris/ Demam: pertama, peningkatan suhu tubuh di atas normal; hal ini dapat diakibatkan oleh stress fisiologik, seperti ovulasi, sekresi hormon thyroid berlebihan, olahraga berat; sampai lesi sistem saraf pusat, atau infeksi oleh mikrorganisme; atau ada pejamu proses non infeksi seperti radang atau pelepasan bahan-bahan tertentu, seperti leukemia. Disebut juga dengan pyrexia. Kedua, Setiap penyakit yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh”. Demam diasosiasikan sebagai bagian dari respon fase akut, gejala dari suatu penyakit dan perjalanan patologis dari suatu penyakit yang mengakibatkan kenaikan set-point pusat pengaturan suhu tubuh (Styrt dan Sugarman 2005). Demam dalam bahasa yunani kuno berasal dari pyretos yang berarti api. Istilah febril berasal dari terminologi latin febris yang berarti demam. Demam atau yang sering disebut dengan Pireksia atau hipertermia terkontrol adalah gejala medis yang umum ditemukan, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas batas normal 36.5–37.5 °C (98–100 °F) yang berhubungan dengan peningkatan set-point pusat pengaturan regulasi temperatur. Peningkatan set-point ini akan memicu kenaikan tonus otot dan menggigil. Kenaikan suhu tubuh umumnya akan diikuti dengan perasaan dingin, dan akan merasa hangat saat suhu tubuh yang baru tercapai. Demam merupakan salah satu respon imun tubuh yang berusaha menetralkan infeksi bakteri maupun virus. Demam dapat disebabkan oleh berbagai kondisi (Wikipedia, 2009). Demam anak umumnya disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan demam dapat menghilang sesudah masa yang singkat. Anak berumur antara 6 bulan hingga 5 tahun menghadapi risiko untuk mengalami kejang demam sederhana,
commit to user 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sedangkan mereka yang mendertia epilepsy idiopatik dapat mengalami peningkatan frekuensi kejang sebagai bagian penyakit demam nonspesifik (Nelson, 2000). Istilah demam memiliki arti naiknya temperatur tubuh di atas batas normal, dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan temperatur. Banyak protein, dan beberapa zat tertentu lainnya, terutama toksin liposakarida yang dilepaskan oleh bakteri, dapat menyebabkan peningkatan set-point termostat hipotalamus. Zat yang menimbulkan efek seperti ini disebut dengan pirogen. Pirogen yang dilepaskan oleh bakteri toksik atau pirogen yang dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit. Ketika set-point pusat pengaturan temperatur hipotalamus meningkat lebih tinggi dari tingkat normal, semua mekanisme untuk meningkatkan temperature tubuh akan bekerja, termasuk pengubahan panas dan peningkatan pembentukan panas. Dalam beberapa jam setelah set-point ditingkatkan ke derajat yang lebih tinggi temperatur tubuh juga akan mendekati tingkat ini sehingga akan terjadi demam (Guyton dan Hall, 1997). Demam berbeda dengan hipertermia. Peningkatan suhu tubuh bukan karena perubahan set-point, melainkan akibat insufisiensi termoregulasi tubuh atau produksi panas yang berlebihan (Thompson, 2005). Peningkatan panas hipotalamus mungkin disebabkan oleh olahraga berat, hipertermia maligna, syndrome neuroleptik maligna, hipertiroidisme. Pengurangan kehilangan panas bisa disebabkan oleh pemakaian selimut berlapis-lapis, keracunan atropine, atau terpajan lingkungan bersuhu tinggi (Nelson, 2000).
commit to user 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Mekanisme Terjadinya Demam Demam/pireksia dihubungkan denngan beberapa perbedaan kondisi penyakit. Berbagai faktor eksternal dapat mempengaruhi secara langsung pusat regulasi suhu tubuh di hipotalamus untuk menaikkan set point. Meskipun terdapat banyak ketidakjelasan tentang tahap intermediet didalam prosesnya, namun ini diketahui bahwa semua jenis faktor demam dapat menyebabkan produksi dan pelepasan beberapa pirogen internal (substansi penyebab demam). Toksin dari bakteri misalnya endotoksin bekerja pada monosit dan makrofag untuk menghasilkan berbagai macam sitokin yang bekrja sebagai pirogen endogen. Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui reseptor yang ada di tubuh untuk disampaikan kepusat pengatur panas hipotalamus. Pirogen ini akan merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGE2). Sitokinin juga dihasilkan oleh sel-sel di SSP apabila terjadi rangsangan oleh infeksi. Rangsangan ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepid an menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas dan inilah yang menimbulkan demam. Saat suhu tinggi akan aktivitas sel makrofag dan sel limfosit T akan dirangsang untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan antibody atau sistem kekebalan tubuh. Secara ringkas proses terjadinya demam akan disajikan pada gambar 1.
commit to user 26
perpustakaan.uns.ac.id
Trauma / Ischemic injury
digilib.uns.ac.id
Inflamasi
Infeksi
Pirogen Endogen
Pirogen Eksogen
Monosit / Makrofag Sitokinin Daerah Preoptik Hipotalamus Peningkatan Set-point Prostaglandin Konservasi Panas Produksi Panas
Demam Gambar 2.1: Mekanisme dasar terjadinya demam (Valita, 2007). 3. Mekanisme Pengaturan Kembali Set-point pada Demam Menurut Nelson (2000) “Berbagai macam agen infeksius, imunologis, atau agen yang berkaitan dengan toksin (pirogen eksogen) mengimbas produksi pirogen endogen oleh sel-sel radang hospes. Pirogen endogen ini adalah sitokin, misalnya interleukin (IL-1, β IL-1, α IL-6), faktor nekrosis tumor (TNF, α TNF-β), dan interferon-α (INF). Pirogen endogen menyebabkan demam dalam waktu 10-15 menit, sedangkan respon demam terhadap pirogen eksogen (misalnya, endotoksin) timbul lambat memerlukan sintesis dan pelepasan sitokin pirogenik. Sitokin endogen yang sifatnya pirogenik secara langsung menstimulus hipotalamus untuk memproduksi prostaglandin E2, yang kemudian mengatur kembali commit to user titik ambang pengaturan suhu”. 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Set point yang tinggi memerintahkan tubuh untuk menaikkan suhu lewat rangkaian simpatetik dan saraf efferent adrenergik akan memicu konservasi panas (dengan cara vaskonstriksi) dan kontraksi otot (menggigil). Jalur autonomik dan endokrine ikut menurunkan penguapan dan mengurangi jumlah cairan yang akan dipanaskan. Proses ini berjalan terus sampai suhu sudah sesuai dengan termostat, suhu tubuh terukur akan diatas suhu rata-rata. Saat rangsangan sitokin telah menurun, termostat diturunkan kembali, sehingga proses pengeluaran panas dan penambahan jumlah cairan akan berjalan. Termoregulasi ini dibantu korteks serebri dalam menyesuaikan dengan perilaku (Kaspan, 2006). 4. Fungsi Demam Demam diketahui terjadi pada semua hewan yang diteliti. Peningkatan suhu pada demam dapat meningkatkan kerja fagosit untuk mencapi tujuannya. Metabolisme tubuh meningkat yang dapat meningkatkan fagositosis melalui peningkatan aliran darah. Demam pada infeksi virus dapat merangsang interferon yang dapat membatasi perjalanan infeksi virus. Namun, demam tinggi dapat merusak sel, terutama sel-sel di susunan saraf pusat (Tamboyang dan Corwin, 2000). 5. Karakteristik Demam a. Kedinginan. Apabila set-point pusat pengatur temperatur hipotalamus berubah tiba-tiba dari tingkat normal ke tingkat lebih tinggi dari nilai normal sebagai akibat dari penghancuran jaringan, zat pirogen atau dehidrasi, temperatur tubuh biasanya membutuhkan waktu beberapa jam untuk mencapai set-point temperatur yang baru. Temperatur darah yang lebih rendah dari set-point hipotalamus akan mengakibatkan reaksi umum yang menyebabkan kenaikan temperatur tubuh. Selama ini orang akan menggigil dan merasa sangat dingin meski temperatur
commit to user 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tubuhnya di atas normal. Kulit menjadi dingin karena terjadi vasokonstriksi, dan orang tersebut akan gemetar hingga suhu yang seseuai dengan set-point barunya tercapai. Kemudain orang tersebut akan merasa panas. Selama faktor yang menyebabkan pengontrol temperatur diatur terus pada nilai yang tinggi, temperatur tubuh diatur lebih kurang dengan cara normal tetapi pada tingkat setpoint temperatur yang tinggi (Guyton dan Hall, 1997). b. Krisis, atau kemerahan Set-point pengatur temperatur hipotalamus akan segera turun saat faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan set-point dihilangkan. Pada kondisi ini temperatur tubuh masih tinggi, sedangkan hipotalamus berusaha menurunkan suhu tubuh sesuai dengan set-point yang telah kembali normal. Keadaan ini analog dengan pemanasan yang berlebihan pada area preoptik-hipotlamus anterior, yang menyebabkan keringat banyak dan kulit tiba-tiba menjadi panas karena vasodilatasi di semua tempat. Perubahan yang tiba-tiba ini dalam demam dikenal sebagai “krisis”, atau lebih tepatnya “kemerahan”. Pada masa lampau, sebelum diberi antibiotika, krisis selalu dinantikan karena saat krisis terjadi dokter dengan segera akan mengetahui penurunan suhu tubuh kliennya akan terjadi (Guyton dan Hall, 1997). 6. Tipe Demam a. Demam remiten: setiap hari suhu naik dan kembali turun tetapi tetap di atas suhu normal b. Demam intermiten: suhu naik dan akan turun kembali ke ambang suhu normal tubuhnya
commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Demam menetap: suhu tubuh berada di atas ambang batas normal dan berfluktuasi tidak lebih dari 1 oC (Nelson, 2000) d. Demam Pel-Ebstein: demam spesifik yang diasosiasikan dengan Hodgkin's lymphoma. Suhu tubuh akan meningkat selama minggu pertama, dan akan menurun diminggu berikutnya, dan seterusnya (Wikipedia, 2009). Menurut Nelwan, tipe demam dapat dibagi menjadi lima antara lain: a. Demam septik, yaitu suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. b. Demam remiten, dimana suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai titik normal. Perbedaan suhu yang tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan yang tercatat pada demam septik. c. Demam intermiten, yaitus suhu badan dapat turun ketingkat yang normal selama bebarapa jam dalam satu sehari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. d. Demam kontinyu, merupakan variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus-menerus tinggi disebut hiperpireksia. e. Demam siklik, dimana terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti kenaikan suhu seperti semula ( Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 2003).
commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Klasifikasi Demam pada Anak Kuman beredar dalam darah tidak berenang dalam plasma, tetapi ada dalam lekosit (intraseluler), limfosit atau makrofag. Keberadaan kuman tidak konstan dari waktu ke waktu, dan hanya dapat bertahan sementara sebelum menempel dan berhasil membuat koloni pada jaringan atau dihancurkan oleh sel-sel radang. Bakteremia digunakan sebagai gold standard deteksi kuman penyebab (postulat Koch). Kuman hanya berada dalam darah dalam waktu terbatas, sehingga hasil biakan kuman tidak selalu positif, tergantung pada jumlah darah sampel, jumlah kuman dan virulensi. Pada umumnya penggolongan demam anak berdasarkan fokus demam, antara lain: a. Demam dengan fokus yang jelas (overt focus) Anak demam dengan fokus yang jelas akan mudah dikenali secara klinik. Fokus terdapat pada anak besar, akibat kemampuan tubuhnya melokalisir radang. Fokus dapat memberikan dugaan akan kemungkinan penyebab etiologik (kuman) dari kelainan anatomik tersebut. Infeksi saluran kemih, pneumonia, meningitis, enteritis bakterial, abses, merupakan fokus yang jelas dan pada usia tertentu kumannya dapat diduga. Detritus yang muncul pada tonsil, furunkel pada kulit, nanah dari liang telinga, dapat memberikan gambaran kuman apa yang menyebabkan infeksi. Pemeriksaan biakan jaringan pada fokus dapat menjelaskan kuman penyebab, fokus pada bayi kecil mungkin disertai bakteremia. b. Demam tanpa fokus yang jelas (occult focus) Infeksi selain menyebabkan kelainan anatomik juga dapat menyebabkan kelainan fungsional, akibat reaksi radang. Fokus yang tidak jelas, gejala kliniknya
commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
disebabkan oleh adanya mediator yang menyebabkan perubahan faal. Demam tanpa fokus ini pada usia muda makin tidak jelas gejala kliniknya, karena keterbatasan tubuh merespon infeksi. Gabungan gejala juga bisa mengakibatkan demam tanpa fokus yang jelas, misalnya pada anak diare dengan parasit malaria dalam darah, pneumonia pada anak anemia, kebocoran plasma akibatdemam berdarah pada anak. Fase lanjutan beberapa penyakit menunjukkan adanya gejala klinik yang jelas, namun bayi muda belum mampu melokalisir reaksi radang dan menyebabkan rekasi radang yang sistemik. c. Demam tanpa penyebab yang jelas (unknown origin) Deman ini biasanya terdapat pada infeksi kronik dan berjalan lambat, tidak menunjukkan fokus dan tidak terdapat gejala lain yang mencolok, kecuali demam. Reaksi radang tidak hanya akibat adanya infeksi tetapi akibat kerusakan jaringan dan kematian sel, seperti pada anak dengan keganasan atau anak dengan penyakit autoimun. Pencarian sumber demam menjadi makin rumit dan mahal dan seringkali tidak tuntas akibat ketidakmampuan teknologi dan finasial (Kaspan, 2006). 3. Konsep Kompres Hangat 1. Pengertian Kompres Hangat Menurut kamus kedokteran Dorland (2006), kompres berasal dari bahasa latin compressus yang berarti bantalan dari linen atau materi lain yang dilipat-lipat, dikenakan dengan tekanan; kadang-kadang mengandung obat, dapat basah ataupun kering, panas ataupun dingin. Kompres adalah sepotong balutan kasa yang dilembabkan dengan cairan hangat yang telah diprogramkan (Potter & Perry, 2005).
commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Harold (dalam Ambrili, 2007) mendefinisikan kompres hangat sebagai penggunaan panas yang lembab dengan cara memasukkan kain woll kedalam air mendidih kemudian diperas. Jadi kompres hangat merupakan penggunaan panas untuk tujuan tertentu dengan cara menempelkan atau menekan suatu bahan/ alat yang mengandung panas selama kurun waktu tertentu. 2. Tujuan Kompres Hangat Menurut Kozier (dalam Agustiningsih 2008) tujuan penggunaan kompres hangat adalah sebagai berikut: a. Membantu penyembuhan luka b. Mengurangi rasa nyeri lokal c. Memberikan kenyamanan d. Memberikan rasa hangat e. Meningkatkan aliran darah Menurut Hegner (2003), tujuan kompres antara lain: a. Membantu menurunkan suhu tubuh b. Mengurangi rasa sakit atau nyeri c. Membantu mengurangi perdarahan d. Membatasi peradangan 3. Efek Panas Menurut Gabrielle (2001) efek panas dapat dibagi menjadi tiga group: a. Fisik Kalor menyebabkan zat cair, padat dan gas mengalami pemuaian segala arah.
commit to user 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Kimia Kecepatan reaksi kimia akan meningkat dengan peningkatan temperature. Ini terlihat pada reaksi oksidasi. Permeabilitas membran sel akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu, pada jaringan akan terjadi peningkatan metabolism seiring dengan pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan tubuh. c. Biologis Efek kalor terhadap biologis merupakan sumasi dari efek panas terhadap fisik dan kimia. Adanya peningkatan sel darah putih secara total dan fenomena reaksi peradangan serta adanya dilatasi (pelebaran) pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta peningkatan tekanan kapiler. Tekanan O2 dan CO2 di dalam darah akan meningkat sedangkan pH darah akan mengalami penurunan. Kozier (dalam Ambrili 2007) mengungkapkan bahwa panas mempunyai efek yang berbeda dalam tubuh, efek tersebut juga tergantung dari lamanya pemberian panas. Efek pemberian panas 15-30 menit diantaranya : a. Vasodilatasi Kulit akan menjadi kemerahan dan hangat sebagaimana aliran darah kulit berdilatasi, dana akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. b. Reduksi dari viskositas darah Penurunan dari viskositas darah juga akibat dari peningkatan aliran darah. c. Peningkatan metabolism lokal Metabolism terbaik sejak peningkatan aliran darah lebih banyak membawa oksigen ke jaringan dan membawa hasil produk
commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Penurunan aliran darah sekitar pusat Ketika kapiler kulit distensi, mereka dapat membawa satu setengah sampai dua pertiga dari total volume darah e. Stimulasi dari reseptor kulit Implus dari reseptor panas dikirim ke hipotalamus yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Anterior meningkatkan stimulasi panas ketika kehilangan panas 2) Posterior menurunkan panas tubuh ketika di stimulasi 4. Macam – macam Teknik Kompres Penurun Suhu Tubuh Beberapa teknik dalam memberikan kompres dalam upaya menurunkan suhu tubuh antara lain: a. Kompres hangat basah b. Kompres hangat kering (buli-buli) c. Kompres dingin basah d. Kompres dingin kering (kirbat es) e. Bantal dan selimut listrik f. Lampu penyinaran, busur panas (Anas Tamsuri dalam Reiga, 2010) 5. Fisiologi Kompres Hangat Demam merupakan akibat perubahan set point hipotalamus. Pirogen seperti bakteri atau virus menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus tersebut masuk kedalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen, mempengaruhi system imun dan sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi. Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi, tubuh meproduksi dan menghemat panas, dan membutuhkan beberapa jam untuk
commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mencapai set point yang baru. Selama periode ini orang tersebut menggigil, gemetar, dan merasa kedinginan meskipun suhu tubuh meningkat. Fase menggigil berahir ketika set point baru tercapai. Selama fase berikutnya suhu tubuh pasen akan stabil, dan pasen akan merasa hangat dan kering. Jika set point baru telah melampaui batas atau pirogen telah dihilangkan maka akan terjadi fase ketiga yaitu episode febris. Set point hipotalamus turun, menimbulkan respon pengeluaran panas, kulit menjadi hangat dan kemerahan karena vasodilatasi. Diaphoresis membantu efaporasi pengeluaran panas. Ketika demam berhenti maka klien menjadi afebris (Potter dan Perry, 2005). Pemberian kompres panas/hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hypothalamus melalui susmsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hypothalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hypotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat (Potter dan Perry, 2005). Sebagian besar produksi panas di dalam tubuh dihasilkan pada organ dalam seperti hati, jantung, dan otot rangka selama bekerja. Kemudian panas ini dihantarkan dari organ dan jaringan yang lebih dalam kekulit, dimana panas hilang ke udara dan sekitarnya. Oleh karena itu, laju hilangnya panas ditentukan hampir seluruhnya oleh dua faktor yaitu seberapa cepat pans dapat di konduksi kemudian dapat dihantarkan dari kulit sekitarnya (Guyton, 1997)
commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Kompres Hangat Konvensional Teknik Blok Aksila 1. Pengertian Kompres Hangat Konvensional Teknik Blok Aksila Kompres hangat Konvensional blok aksila adalah pemberian kompres hangat yang dilakukan pada reseptor suhu pada tubuh dengan menggunakan media botol disposable yang diberi air hangat pada klien dengan peningkatan suhu tubuh ≥ 37,5oC yang berguna untuk mengeluarkan panas tubuh (Valita, 2007). 2. Tujuan Kompres Konvensional Blok Aksila Kompres hangat bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh dan mencegah terjadinya situasi yang dapat lebih memperburuk kondisi klien (Hegner, 2003). Pemakaian kompres hangat terbukti efektif menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam (Valita, 2007). 3. Teknik Kompres Konvensional Blok Aksila a. Persiapan 1) Pembalut atau kain segitiga atau sapu tangan 2) Perlak kecil dan alasnya 3) Mangkok 4) Bengkok 5) Sampiran b. Pelaksanaan 1) Memberitahu dan menjelaskan kepada klien tentang prosedur yang akan diberikan 2) Menutup tirai bila perlu 3) Membawa alat-alat ke dekat pasien 4) Mencuci tangan
commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5) Memasang alas di bagian bawah aksila 6) Menuangkan air hangat kedalam mangkok yang berisi kain kasa. Suhu air ±40 oC (Valita, 2007; Suminto, 2004). 7) Mengambil sepotong kain kasa lalu diperas 8) Membentangkan kain kasa tersebut pada aksila 9) Mengganti kasa tiap 2 menit dengan kain kasa yang direndam dalam air hangat, dan kain kasa yang sudah dipakai dibuang ke bengkok 10) Melakukan prosedur yang sama selama 15-20 menit 11) Merapikan klien 12) Membereskan alat-alat 13) Mencuci tangan (Suminto, 2004). 5. Kompres Hangat Teknik Tepid Sponge 1. Pengertian Kompres Hangat Teknik Tepid Sponge Tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besar superficial dengan teknik seka. Telah di uji di berbagai negara dimana di setiap publikasi riset menghasilkan kesimpulan yang bervariasi. Namun fakta menunjukkan bahwa pemberian acetaminophen yang diiringi dengan pemberian hydrotheraphy Tepid Sponge memiliki keunggulan dalam mempercepat penurunan suhu anak dengan demam pada satu jam pertama dibandingkan dengan anak yang hanya diberi acetaminophen saja (Wilson, 1995) Temperatur tubuh yang mencapia 39 oC akan mengakibatkan kulit hangat, kemerahan, dan nyeri kepala. Pemilihan tepid sponge sebagai terapi dapat
commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menurunkan suhu dan mengurangi ansietas yang diakibatkan oleh penyakitnya (Janis, 2010). 2. Tujuan Tepid Sponge Tujuan Utama dari tepid sponge adalah menurunkan suhu klien khususnya pada anak dengan demam. 3. Manfaat Tepid Sponge Menurut Janis (2010) manfaat dari pemberian tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam, memberikan rasa nyaman, mengurangi nyeri dan ansietas yang diakibatkan oleh penyakit yang mendasari demam. Tepid sponge juga sangat bermanfaat pada anak yang memiliki riwayat kejang demam dan penyakit liver (Wilson, 1995). 4. Teknik tepid sponge a. Persiapan 1) Handuk/saputangan 2) Selimut 3) Baju mandi (jika ada) 4) Perlak 5) Handschoen 6) Thermometer 7) Mangkuk atau bak berisi air hangat. b. Pelaksanaan 1) Mengkaji kondisi klien. 2) Menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan kepada klien 3) Membawa peralatan ke dekat klien
commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Mencuci tangan 5) Menutup pintu dan jendela sebelum memulai prosedur 6) Mengatur posisi klien senyaman mungkin 7) Menempatkan perlak dibawah klien 8) Memakai sarung tangan 9) Membuka pakaian klien dengan hati-hati 10) Mengisi bak dengan air hangat. Suhu air 28-32 oC (Alves et all., 2008). 11) Memasukkan handuk/saputangan ke dalam bak. 12) Memeras handuk/ saputangan dan menempatkan handuk/saputangan di dahi, ketiak, dan selangkangan. 13) Mengusap bagian ekstremitas klien selama lima menit. Kemudian bagian punggung klien selama 5-10 menit 14) Memonitor respon klien 15) Mengganti pakaian klien dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat 16) Mengganti sprei (bila memungkinkan) dan memindahkan perlak dan alat-alat yang dipakai 17) Mendokumentasikan tindakan
B. Penelitian yang Relevan 1. Kompres Hangat Konvensional Teknik Blok Aksila a. Penelitian yang dilakukan oleh Triredjeki (2002) yang melakukan penelitian tentang perbandingan kompres dingin dan kompres hangat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen, menggunakan sampel anak umur 5 sampai 12 tahun dengan cara random ordinal berjumlah 30 anak. Hasil dari
commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penelitian tersebut adalah kompres hangat lebih efektif dari pada kompres dingin untuk menurunkan panas melalui proses evaporasi. b. Penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2006) yang berjudul “Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien Anak Hipertermi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Penelitian ini menggunakan metode pre eksperimen dengan
design one group pre test dan post test design, sampel
yang di ambil anak umur 2 tahun sampai 12 tahun. Hasil dari penelitian ini adalah adanya pengaruh pemberian kompres hangat pada penurunan suhu anak demam. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti dengan penelitian yang dilakukan sekarang adalah pada metode penelitian yang digunakan. Purwanti menggunakan metode penelitian pre eksperimen dengan group pre test
dan post
design one
test yang menitikberatkan pada perbedaan suhu
sebelum dan sesudah dilakukan kompres hangat. Sedangkan penelitian yang dilakukan sekarang menggunakan metode penelitian eksperimen dengan desain Randomized Control Trial yang menitikberatkan pada perbedaan penurunan suhu pada kedua kelompok perlakuan. Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah anak dengan usia 1 – 12 tahun. c. Valita (2007), melalui penelitiannya yang berjudul “Perbedaan Penurunan Suhu Klien Febris antara Kompres Hangat Pada Reseptor Suhu (Aksila) dengan Tanpa Kompres Hangat (Studi Kasus di Ruang Anak RSU Dr Saiful Anwar Malang)” menunjukkan bahwa ada perbedaan penurunan suhu yang signifikan pada klien febris antara klien dengan pemberian kompres hangat dan klien tanpa pemberian
commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kompres hangat pada reseptor suhu aksila. Penelitian ini menggunakan jenis eksperimen kuasi dengan pre-test and post-test witht control group design dengan teknik sampling purposive sampling dengan jumlah sample 20 orang. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah teknik dan jumlah sampel penelitian yang akan diambil. Dimana pada penlitian ini akan menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah sampel 30 orang. d. Penelitian yang dilakukan oleh Suminto (2004) yang berjudul “Perbandingan Keefektifan Penggunaan Kompres Hangat di Temporal dengan Kompres Hangat di Aksila dalam Menurunkan Suhu Tubuh Pasien Dengan Demam Thypoid di Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada Jember” menunjukkan bahwa pemberian kompres hangat di aksila lebih cepat dalam menurunkan suhu tubuh pada klien dengan demam tifoid dibandingkan dengan pemberian kompres hangat ditemporal. Metode yang dipakai oleh Suminto adalah eksperimen kuasi dengan rancangan pre-test and post-test two group without control group design , metode yang juga dipakai oleh penulis untuk melaksanakan penelitian ini. Namun perbedaanya adalah pada jumlah sampel dan teknik samplingnya dimana pada penelitian yang dilakukan oleh suminto adalah menggunakan purposive sampling dengan jumlah 20 sampel, sedangkan pada penelitian ini jumlah sampel diperbanyak menjadi 30 sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling. Riset terkait di atas memiliki beberapa kekurangan diantaranya tidak mempertimbangkan adanya pengaruh tipe demam, status nutrisi dan status
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
cairan terhadap penurunan suhu pada anak. beberapa faktor diatas akan menjadi perancu yang dapat mengaburkan hasil penelitian. Oleh karena itu pada penlitian yang akan saya lakukan ini akan memasukkan faktor-faktor diatas untuk meminimalisir faktor bias yang akan mempengaruhi hasil penelitian. 2. Kompres Hangat Teknik Tepid Sponge a. Penelitian Alves dan Almeida (2008) yang berjudul “Tepid Sponging Plus Dipyrone Versus Dipyrone Alone in Reducing Body Temperature in Febrile Children” menunjukkan kelompok perlakuan dengan tepid sponge dan Dipyrone memiliki kemampuan menurunkan suhu tubuh anak dengan febris dibandingkan dengan anak yang hanya mendapatkan Dipyrone, meskipun dilaporkan penambahan tepid sponge mengakibatkan sedikit ketidaknyamanan, dan iritabilitas pada mayoritas responden. Riset ini menggunakan metode True Experimental dengan disain pretest and post-test two group without control group design (p < 0,001). Jumlah sampel mencapai 120 anak dengan usia 6 – 60 bulan yang didapatkan dengan teknik simple random sampling. Desain yang digunakan ini sama dengan desain yang akan digunakan oleh penulis pada penelitian yang akan dilakukan bulan ini. Meskipun penelitian yang akan dilakukan masih menggunakan metode eksperimen semu dengan jumlah sample yang lebih sedikit yaitu 30 anak dengan cara non random sampling. Namun penulis berusaha untuk memodifikasi beberapa faktor yang terkait dengan variabel penelitian agar hasil penelitian tetap valid dan bisa dipertanggungjawabkan. b. Melalui Department of Child Health Nursing of India, Bantonisamy et all. (2008) dengan risetnya yang berjudul “Comparative Effectiveness of Tepid
commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sponging and Antipyretic Drugs Versus Only Antipyretic Drug in The Management of Fever Among Children” membuktikan bahwa anak dengan perlakuan Tepid Sponge dan antipiretik mengalami penurunan suhu tubuh yang lebih cepat dibandingkan dengan anak yang hanya diberi antipiretik saja. Namun dua jam setelah perlakuan kedua kelompok tersebut mencapai suhu yang sama. Peneltitan ini menggunakan metode true experimental dengan rancang bangun pre-test and post-test group with control group design. Jumlah sampel 150 anak dengan usia 6 bulan – 12 tahun dengan cara randomisasi. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Sharber (1997) menghasilkan kesimpulan yang sama dengan peneliti terdahulu. Namunn pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu yang diterapkan pada 20 anak dengan usia 5-68 tahun. c. Liverpool School of Tropical Medicine Melalui riset yang dilakukan oleh Mahar et all. (1994) dengan judul “Tepid Sponging to Reduce Temperature in Febrile Children in a Tropical Climate” membuktikan bahwa pemberian antipiretik dan tepid sponge mempercepat penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam di wilayah dengan iklim tropis. Penelitian yang dilaksanakan di Department of the Children's Hospital, Bangkok, Thailand ini menggunakan metode true experimental dengan rancang bangun pre-test and post-test group with control group design. Sample di ambil pada anak dengan usia 6-53 bulan sebanyak 75 sampel dengan teknik simple random sampling.
commit to user 44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Namun pada beberapa penelitian diatas tidak mempertimbangkan adanya tipe demam, status nutrisi dan hidrasi terhadap penurunan suhu pada anak. sehingga penulis merasa perlu menambahkan faktor-faktor tersebut sebagai faktor yang turut dipertimbangkan dalam peneltian dengan cara memasukkan ketiga faktor tersebut kedalam kriteria eksklusi sample penelitian. Sehingga dengan demikian diharapkan faktor bias penelitian akan berkurang dan riset
ini
mampu
menghasilkan
kesimpulan
yang
akurat
dan
bisa
dipertanggungjawabkan.
C. Kerangka Berpikir Pendidikan Kesehatan Menurunkan set point thermostat hipotalamus
Ibu Anak demam dengan karakteristik: 1. Umur
Pemberian kompres hangat konvensional teknik blok aksila
2. Tipe demam 3. Status hidrasi 4. Status nutrisi
Pemberian kompres hangat teknik Tepid Sponge
Ibu Pendidikan Kesehatan : Diteliti : Tidak diteliti
Penurunan suhu tubuh anak Menurunkan set point thermostat hipotalamus Meningkatkan vasodilatasi vaskuler Evaporasi dan konduksi panas meningkat
Confounding Variable 1. Suhu lingkungan 2. Pengaruh hormonal 3. Stres
Gambar 2.2: Kerangka berpikir Efektivitas Kompres Tepid Sponge yang Dilakukan Ibu Dalam Menurunkan Demam Pada Anak commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Hipotesis Penelitian Kompres Tepid Sponge yang Dilakukan Ibu Efektif Dalam Menurunkan Demam Pada Anak.
commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Randomized Control Trial (RCT).
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Mumbulsari kabupaten Jember pada tanggal 6 Pebruari sampai dengan 15 Maret 2011.
C. Populasi dan Sampel Populasi sasaran pada penelitian ini adalah anak dengan demam. Sedangkan populasi sumbernya adalah anak dengan demam yang dirawat di Puskesmas Mumbulsari. Sampel dipilih dengan simple random sampling. Adapun kriteria restriksi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: kriteria inklusi antara lain:
Anak demam yang
dirawat Puskesmas Mumbulsari dengan usia 1–12 tahun, mendapatkan terapi antipiretik parasetamol, orang tua mengijinkan anak untuk menjadi responden, orang tua bersedia diberikan pendidikan kesehatan dan kooperatif. Kriteria ekslusinya antara lain: Klien penderita demam siklik, klien mengalami dehidrasi berat, klien dengan kekurangan nutrisi kronis ataupun dengan obesitas. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 anak.
commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Rancangan Penelitian Populasi Sasaran Semua anak dengan demam Populasi Sumber Anak dengan demam yang dirawat di Puskesmas Mumbulsari Restriksi Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Setuju partisipasi
Menolak partisipasi
Informed Consent
Sampel Randomisasi Kompres tepid sponge
Kompres konvesional
Pengukuran suhu tubuh Uji t Kesimpulan Gambar 3.1 Kerangka penelitian
E. Variabel Penelitian 1. Variabel independen a. Teknik kompres konvensional blok aksila yang dilakukan Ibu b. Teknik kompres tepid sponge yang dilakukan Ibu 2. Variabel dependen Penurunan suhu tubuh.
commit to user 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Definisi Operasional Definisi operasional dari masing-masing variable adalah sebagai berikut : 1. Kompres hangat konvensional teknik blok aksila adalah Pemberian kompres hangat selama 15-20 menit yang ditempatkan di ketiak klien anak dengan usia 1-12 tahun yang mengalami peningkatan suhu > 37,5 oC aksila akibat perubahan set point pengaturan suhu tubuhnya. Alat ukur
: Protap tindakan pemberian kompres hangat konvensional teknik blok
aksila 2. Kompres hangat teknik Tepid Sponge adalah pemberian kompres hangat yang ditempatkan dibeberapa reseptor suhu tubuh dan ektremitas dengan cara menempelkan washlap dan menyeka selama 10-15 menit pada klien anak dengan usia 1-12 tahun dengan kenaikan suhu tubuh > 37,5 oC aksila akibat perubahan set poin pengaturan suhu tubuhnya. Alat ukur
: Protap tindakan pemberian kompres hangat konvensional teknik blok
aksila 3. Penurunan suhu tubuh pada anak adalah perubahan suhu tubuh anak dengan usia 1-12 tahun yang mengalami peningkatan suhu > 37,5 oC yang didapatkan dari pengukuran perbedaan suhu tubuh responden sebelum diberi perlakuan dengan suhu tubuh setelah diberi perlakuan dengan parameter : Pengukuran suhu tubuh dengan termometer oral dilakukan beberapa kali, yaitu 5, 15, 30, 60, 90 dan 120 menit terhitung setelah pemberian kompres dihentikan. Alat ukur
: Termometer dan lembar observasi
Hasil ukur
: Perbedaan suhu oral sebelum dan sesudah diberi perlakuan
commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
G. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah termometer oral. Hasil pengukuran dengan termometer oral ini kemudian dimasukan pada lembar observasi untuk ditabulasi.
H. Teknik Pengumpulan Data 1. Tahap Persiapan Sebelum membuat proposal penelitian, peneliti melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu, kemudian peneliti membuat proposal penelitian. Setelah proposal penelitian ini disetujui oleh institusi (Program Studi Kedokteran Keluarga Program Pasca Sarjana Universiras Sebelas Maret Surakarta) peneliti mengajukan ijin penelitian proposal kepada Kepala Puskesmas Mumbulsari untuk dapat melakukan penelitian ditempat tersebut. 2. Tahap Pelaksanaan Setelah mendapatkan ijin dari Puskesmas Mumbulsari peneliti akan mengadakan pendekatan dengan responden dan keluarga yang ada di Puskesmas Mumbulsari untuk mendapatkan persetujuan dari orang tua calon responden selaku penanggung jawab dari responden penelitian. Metode penentuan klien anak yang akan menjadi responden adalah sebagai berikut: a. Peneliti akan menemui klien anak dengan demam yang akan menjadi calon responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. b. Calon responden yang telah memenuhi kriteria inklusi akan diberi informed consent agar calon responden dalam hal ini yang diwakili oleh orang tua klien
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tahu maksud dan tujuan dari penelitian ini, sekaligus sebagai bukti legal bahwa klien telah bersedia menjadi responden. c. Setiap responden yang ditemui diberi penomeran secara berurutan dari nomor 1 hingga nomor 30 d. Pemilahan responden didasarkan pada nomer urut, setiap responden akan diberi penomeran dari angka 1 sampai dengan 30. Kemudian responden akan di acak untuk menentukan apakah masuk dalam kelompok kontrol atau dalam kelompok perlakuan. e. Setelah dipilah, Ibu klien akan diberi pendidikan kesehatan tentang perlakuan kompres hangat blok aksila untuk kelompok kontrol dan kompres hangat Tepid Sponge untuk kelompok perlaku sesuai dengan protokol intervensi yang ada pada lampiran. f. Setelah dilakukan perlakuan, hasil pengukuran suhu akan dimasukkan kedalam lembar observasi dan kemdian ditabulasi. g. Setelah data terkumpul, data tersebut akan dicek kemudian data akan ditabulasi untuk kemudian dikaji. Hasil dari tabulasi data akan diolah sesuai dengan uji statistik.
I. Analisis Data Data kontinu karakteristik sampel dideskripsikan dalam mean, median, modus, dan standart deviasi, nilai minimal, dan nilai maksimal. Sedangkan data katagorikal dideskripsikan dalam frekuensi dan persen. Keefektifan Tepid Sponge dalam menurunkan demam pada anak dianalisis dengan menggunakan uji t.
commit to user 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Bab ini akan menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 6 Pebruari – 15 Maret 2011 pada anak dengan demam yang dirawat di Puskesmas Mumbulsari dengan jumlah responden sebanyak 30 anak. Data akan disajikan dalam bentuk tabel, diagram, dan narasi yang meliputi: data umum yang berisi karakteristik responden yang meliputi: usia, staus hidrasi, dan status nutrisi, juga data khusus yang meliputi penurunan suhu pada anak dengan demam yang diberi perlakuan kompres hangat konvensional dan juga pada anak yang diberi kompres hangat dengan metode tepid sponge. Kemudian data yang ada di analisis dan diuji dengan T-Test untuk mengetahui keefektifan kompres dengan metode Tepid Sponge yang dilakukan Ibu dalam menurunkan suhu pada anak dengan demam.
1. Gambaran Karakteristik Demografi Subyek Penelitian Tabel 4.1 Distribusi Responden Pada Kelompok Konvensional dan Tepid Sponge Menurut Karakteristik Pada Anak Dengan Demam Di Puskesmas Mumbulsari 2011 n = 30 Data Kelompok Kelompok Demografi Konvensional Total P Value Tepid Sponge n % N % n % Umur: 0,141 43,3 13 60 9 26,7 4 1-3 tahun 56,7 17 40 6 73,3 11 4-12 tahun Status Nutrisi: 0,699 33,3 10 26,7 4 40,0 6 Kurang 66,7 20 73,3 11 60,0 9 Baik Status Hidrasi : 0,714 53,3 16 60,0 9 46,7 7 Dehidrasi ringansedang commit to user 14 46,7 40,0 6 53,3 8 Tanpa Dehidrasi 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hasil analisis karakteristik demografi tentang umur diperoleh bahwa pada umur 1-3 tahun memiliki jumlah yang berbeda yaitu 4 responden (26,7 %) pada kelompok konvensional dan 9 responden (60%) pada kelompok tepid sponge. Sedangkan pada responden dengan usia 4-12 tahun terdapat 11 responden (73,3 %) pada kelompok konvensional, sedangkan pada kelompok tepid sponge terdapat 6 responden (40 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai P Value antara kedua kelompok tersebut adalah P = 0,141, jadi tidak didapatkan perbedaan kelompok umur antara kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge Analisis distribusi responden berdasarkan status nutrisi menunjukkan distribusi terbanyak berada pada status gizi baik, yaitu sebanyak 9 responden (60%) pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan 11 responden (73,3 %) pada kelompok perlakuan kompres hangat Tepid Sponge. Responden dengan status gizi kurang sebanyak 6 anak (40%) pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional, dan sebanyak 4 anak (26,7%) pada kelompok perlakuan kompres hangat Tepid Sponge. Hasil uji statistik diperoleh nilai P Value antara kedua kelompok tersebut adalah P = 0,699, jadi tidak didapatkan perbedaan karakteristik status nutrisi antara kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge. Hasil analisis karakteristik demografi status hidrasi diperoleh bahwa pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional responden dengan dehidrasi ringansedang sebanyak 7 responden (46,7%), sedangkan responden dengan status hidrasi adekuat (tanpa dehidrasi) sebanyak 8 responden (53,3%). Sedangkan pada kelompok perlakuan kompres hangat Tepid Sponge responden dengan dehidrasi ringan sedang sebanyak sembilan anak (60%), sedangkan responden dengan tanpa dehidrasi sebanyak 6 anak (40%). Hasil uji statistik diperoleh nilai P Value antara kedua kelompok tersebut
commit to user 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adalah P = 0,714, jadi tidak didapatkan perbedaan karakteristik status hidrasi antara kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge. Dari data statistik karakteristik responden yang telah diuji homogenitasnya ditemukan bahwa ketiga karakteristik pada variabel umur, status nutrisi, dan status hidrasi yang di uji memiliki P > α yang artinya Ho gagal ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karakteristik sampel pada kedua kelompok adalah homogen.
2. Data Khusus 1. Suhu awal responden pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan kompres hangat tepid sponge. Tabel 4.2 Suhu Awal Responden Pada Kelompok Perlakuan Kompres Hangat Konvensional Dan Kompres Hangat Tepid Sponge Di Puskesmas Mumbulsari 2011 n = 30 Deskriptif Konvensional Tepid Sponge N Mean Median Modus Std. Deviasi Minimum Maximum
15 39,1 39,000 38,5 0,705 38,4 40,5
15 38,8 38,500 38,3 0,8207 38,0 40,5
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan nilai suhu awal antara kelompok kompres hangat konvensional dan kompres hangat tepid sponge. Pada kelompok kompres hangat konvensional nilai rata-rata = 38,8 oC, median = 38,5 oC, modus = 38,3 oC, standar deviasi = 0,8207 oC, nilai minimum = 38,0 oC, dan maksimum = 40,5 oC. Sedangkan pada kelompok tepid sponge nilai mean = 39,1 oC, o median = 39 oC, modus = 38,5 oC, standartodeviasi commit user 0,705, nilai maksimum = 38,4 C,
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan nilai maksimumnya = 40,5 oC. Data diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata, median, modus, nilai maksimum dan minimum lebih besar pada kelompok perlakuan tepid sponge. 2. Suhu akhir responden pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan kompres hangat tepid sponge. Tabel 4.3 Suhu Akhir Responden Pada Kelompok Perlakuan Kompres Hangat Konvensional Dan Kompres Hangat Tepid Sponge Di Puskesmas Mumbulsari n = 30 Deskriptif Konvensional Tepid Sponge N Mean Median Modus Std. Deviasi Minimum Maximum
15 38,2 38,100 37,5 0,6501 37,1 39,4
15 38,5 38,3 38,2 0,7618 37,5 40,4
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan nilai suhu akhir antara kelompok kompres hangat konvensional dan kompres hangat tepid sponge. Pada kelompok kompres hangat konvensional nilai rata-rata = 38,5 oC, median = 38,3 oC, modus = 38,2 oC, standar deviasi = 0,7618 oC, nilai minimum = 37,5 oC, dan maksimum = 40,4 oC. Sedangkana pada kelompok tepid sponge nilai mean = 38,2 o
C, median = 38,1 oC, modus = 37,5 oC, standar deviasi 0,6501, nilai maksimum =
37,1 oC, dan nilai maksimumnya = 39,4 oC. Tidak seperti data pada suhu awal sampel, data diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata, median, modus, nilai maksimum dan minimum lebih kecil pada kelompok tepid sponge. 3. Nilai suhu awal dan suhu akhir pada anak dengan perlakuan kompres hangat konvensional dan kompres hangat tepid sponge.
commit to user 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.4 Tabulasi fluktuasi Suhu Responden Mulai Suhu Awal Hingga Suhu Diakhir Pengukuran Pada Anak Dengan Demam Yang Mendapat Perlakuan Kompres Hangat Konvensional Puskesmas Mumbulsari 2011 n = 15 Penurunan Suhu Setelah Perlakuan No Suhu Pada Nama No. Suhu Resp Akhir Responden Register 5' 15' 30' 60' 90' 120' Awal . Pengukuran 1 SC 38,2 38 38,2 38,9 38,5 38,5 38,4 -0,2 2968 2
AR
2913
40,5
39,4 39,3 39,6 39,4 39,1
39,3
1,2
3
I
2976
38,7
38,4 38,3 37,5
37,7
37,6
1,1
4
SN
2957
38,6
38,3 37,8 37,9 37,9 36,5
37,8
0,8
5
H
2073
38,9
38,9 39,7 39,2 38,8 38,7
38,9
0
6
V
2961
38,8
38,4 38,7 39,3 39,1 38,6
38,4
0,4
7
SH
1731
38,3
39,2 39,2
8
R
2962
38,3
9
A
3929
10
R
11
38
39
39,1 38,7
37,5
0,8
38
38,3 38,4
38,2
0,1
40,5
39,2 39,4 39,7 40,2 40,5
40,4
0,1
4771
38,4
38,4 38,6 38,4 38,2 37,5
37,5
0,9
L
4770
38
38,2
38,2 38,2 38,3
38,2
-0,2
12
C
3635
38,5
37,1 37,4 37,6 37,9 38,5
39,3
-0,8
13
N
2861
38,4
38,1 38,4 38,1 38,4 38,3
38,3
0,1
14
K
4774
40
40
40,5 40,1 39,1 37,8
38,8
1,2
15
L
2862
38,3
38
38,3
38,2
0,1
38
38,3
38
38
commit to user 56
38,3 38,4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.5 Tabulasi fluktuasi Suhu Responden Mulai Suhu Awal Hingga Suhu Diakhir Pengukuran Pada Anak Dengan Demam Yang Mendapat Perlakuan Kompres Hangat Tepid Sponge Di Puskesmas Mumbulsari 2011 n = 15 No Nama Resp Responden
No. Register
Suhu Awal
Suhu Setelah Perlakuan 5'
15'
30'
60'
90'
120'
39
38,4 38,6 38,9
Penurunan Suhu Pada Akhir Pengukuran -0,3
16
D
4157
38,6
39,5 39,2
17
H
4776
38,5
39,5 38,3 37,8 38,2 38,5 38,7
-0,2
18
R
4765
40,5
40,4 39,1 38,9 38,9 38,6 39,4
1,1
19
MB
4753
40,5
39,5 39,3 38,5 38,7 38,5
1,5
20
KJ
4782
38,7
38,1 38,1 37,7 37,4 37,2 37,5
21
S
2944
38,4
22
R
2985
39,2
39,4 39,5
23
N
2984
39,9
39,8
39,1 38,5
1,4
24
A
4784
38,5
38,6 38,3 38,2 37,8 37,9 37,7
0,8
25
R
4789
39,5
39,5 39,5 37,5 37,5 37,6 37,5
2
26
F
4897
38,5
38,5 37,5
38
37
27
N
4785
39,2
39,3 39,2
39
38,2
28
FQ
4780
39,2
38,9
38,2
38
29
AV
4781
38,7
38,7 38,5 38,2 37,7 37,7
30
RS
4685
39
39
38,9 38,1
38,9
40
40 39
39 39,3
37,7 37,5
38,7 38,2 39
38
37,2 37,1 38
1,2 0,9 1,2
1,4
38,3
0,9
38,1 38,1
1,1
38
38,5 38,2 37,9 38,1
commit to user 57
38
39
0,7 0,9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.6 Perbedaan Rerata Nilai Suhu Awal dan Suhu Akhir pada Anak dengan Perlakuan Kompres Hangat Konvensional dan Kompres Hangat Tepid Sponge Di Puskesmas Mumbulsari 2011 n = 30 Kelompok Suhu Tubuh P Value Responden Suhu Awal Suhu Akhir Selisih Suhu o o o N C N C C Kelompok 15 38,8 15 38,5 0,3 0,038 konvensional Kelompok tepid 15 39,1 15 38,2 0,9 0,000 sponge Bila dilihat dari tabel 4.6, perbedaan suhu awal dan suhu akhir terjadi pada kedua kelompok perlakuan yaitu kelompok perlakuan konvensional dan kelompok tepid sponge. Pada kelompok konvensional nilai rerata suhu awal 38,8 oC dan suhu akhir 38,5 oC, dengan rerata selisih suhu tubuh sebesar 0,3 oC. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan t-test untuk mengetahui adanya perbedaan antara suhu awal dan suhu akhir yang diartikan sebagai nilai penurunan suhu tubu pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional didapatkan nilai P value 0,038 yang artinya ada perbedaan yang signifikan antara suhu awal dan suhu akhir setelah diberi perlakuan. Demikian pula pada kelompok tepid sponge, nilai rerata suhu awal adalah 39,1 oC dan suhu akhirnya 38,2 oC menghasilkan rerata perbedaan suhu sebesar 0,9 oC. Hasil uji statistik memberikan hasil P value 0,000 yang artinya ada perbedaan yang signifikan pada suhu sebelum dan sesudah diberi perlakuan.
commit to user 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Perbedaan penurunan suhu pada kelompok kompres hangat konvensional dan tepid sponge Tabel 4.7 Mean Penurunan Suhu Tubuh Menurut Waktu Pada Anak Demam Dengan Kompres Konvensional dan Kompres Tepid Sponge Di Puskesmas Mumbulsari 2011 Kelompok Konvensional Tepid Sponge P Value
5’ 0,32 -0,05 0,079
Mean Penurunan Suhu (C0) 15’ 30’ 60’ 90’ 0,15 0,19 0,20 0,46 0,17 0,73 1,01 1,07 0,956 0,030 0,000 0,032
120’ 0,37 0,97 0,010
Tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa pengukuran suhu pada menit ke-5 dan ke-15 tidak didapatkan perbedaan penurunan suhu tubuh secara signifikan antara kelompok kompres konvensional dan kelompok kompres hangat tepid sponge. Penurunan suhu tubuh tampak nyata berbeda mulai menit ke-30 sampai dengan menit ke-120. Pada menit ke-5 rerata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakukan kompres konvensional adalah 0,32 0C sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid sponge adalah -0,05 0C artinya justru terjadi peningkatan suhu tubuh pada anak. P value perbedaan rerata penurunan pada menit ke-5 pada kedua kelompok adalah 0,079 yang menunjukkan tidak adanya perbedaan penurunan suhu tubuh antara kedua kelompok. Pada menit ke-15 rerata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakukan kompres konvensional adalah 0,15 0C sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid sponge adalah 0,17 0C artinya penurunan suhu tubuh pada anak pada menit ke-15 lebih besar pada kelompok kompres tepid sponge walaupun nilai perbedaan 0,02 0C secara klinis tidak bermakna. P value perbedaan rerata penurunan pada menit ke-15 pada
commit to user 59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kedua kelompok adalah 0,956 yang menunjukkan tidak adanya perbedaan penurunan suhu tubuh antara kedua kelompok. Pada menit ke-30 rerata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakukan kompres konvensional adalah 0,19 0C sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid sponge adalah 0,73 0C artinya penurunan suhu tubuh pada anak pada menit ke-30 lebih besar pada kelompok kompres tepid sponge dengan nilai perbedaan 0,54 0C dimana secara klinis perbedaan tersebut bermakna pada kondisi pasien. P value perbedaan rerata penurunan pada menit ke-30 pada kedua kelompok adalah 0,030 yang menunjukkan adanya perbedaan penurunan suhu tubuh antara kedua kelompok. Pada menit ke-60 rerata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakukan kompres konvensional adalah 0,20 0C sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid sponge adalah 1,01 0C sehingga penurunan suhu tubuh pada anak pada menit ke-60 lebih besar pada kelompok kompres tepid sponge dengan nilai perbedaan 0,81 0C. Perbedaan suhu tubuh yang mendekati 1 0C secara klinis sangat bermakna pada kondisi pasien. P value perbedaan rerata penurunan pada menit ke-60 pada kedua kelompok adalah 0,000 yang menunjukkan adanya perbedaan penurunan suhu tubuh antara kedua kelompok. Pada menit ke-90 rerata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakukan kompres konvensional adalah 0,46 0C sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid sponge adalah 1,07 0C, jadi penurunan suhu tubuh pada anak pada menit ke-90 lebih besar pada kelompok kompres tepid sponge dengan nilai perbedaan 0,61 0C walaupun Perbedaan penurunan suhu tubuh anak pada kedua kelompok ini menurun dibandingkan pada menit ke-60.
commit to user 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
P value perbedaan rerata penurunan pada menit ke-90 pada kedua kelompok adalah 0,032 yang menunjukkan adanya perbedaan penurunan suhu tubuh antara kedua kelompok. Pada akhir pengukuran yaitu pada menit ke-120 rerata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakukan kompres konvensional adalah 0,37 0C sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid sponge adalah 1,07 0C, jadi rerata penurunan suhu tubuh pada kedua kelompok perlakuan mulai menurun dibandingkan menit ke-90. Artinya suhu anak pada kedua kelompok mulai meningkat lagi. Walaupun demikian penurunan suhu tubuh anak pada menit ke-120 lebih besar pada kelompok kompres tepid sponge dengan nilai perbedaan 0,6 0C yang secara klinis bermakna pada kondisi anak. P value perbedaan rerata penurunan pada menit ke-120 pada kedua kelompok adalah 0,010 yang menunjukkan adanya perbedaan penurunan suhu tubuh antara kedua kelompok.
commit to user 61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Siklus penurunan suhu tubuh pada kedua kelompok dapat dilihat pada kurva berikut ini. Gambar 4.1 Kurva Rerata Perubahan Suhu Diberbagai Waktu Pengukuran Suhu Pada Kelompok Perlakuan Kompres Hangat Konvensional dan Kelompok Perlakuan Kompres Hangat Tepid Sponge Di Puskesmas Mumbulsari 2011 n = 30 39.5
Suhu Tubuh 0C
39
39.1 38.8
38.5
39.2 38.9
39 38.7
38.5
38
38.6 38.6 38.5 38.4 38.4 38.2 38.1 38.14 38.1 37.84 37.8 37.9
Konvensional Tepid Sponge Adjusted Tepid Sponge
37.5 37
Gambar 4.1 menunjukkan perbedaan rerata fluktuasi suhu dari waktu kewaktu, dimulai dari sebelum perlakuan hingga di akhir periode pengukuran pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge. Pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional tampak penurunan suhu sebanyak 0,3 oC pada 5 menit setelah pemberian kompres hangat dihentikan. Kemudian suhu kembali meningkat mendekati suhu awal sebelum perlakuan diberikan, dan kembali menunjukkan penurunan suhu dimenit ke-30 dan 60. Penurunan yang cukup berarti terjadi diantara menit ke-60 dan 90 sebanyak 0,4
commit to user 62
perpustakaan.uns.ac.id
o
digilib.uns.ac.id
C, dan setelah menit ke-90 menunjukkan tren kenaikan suhu hingga di ahir
pengukuran terpaut 0,3 oC dengan suhu awal tubuh sebelum perlakuan diberikan. Kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge memiliki fluktuasi suhu yang berbeda dengan kelompok perlakuan kompres hangat konvensional. Lima menit awal setelah perlakuan dihentikan terjadi kenaikan suhu 0,1 oC. Penurunan suhu mulai terjadi pada menit ke-6 dan terus menurun tajam hingga menit ke-90 mencapai 1 oC, dan setelah itu menunjukkan tren peningkatan suhu tubuh hingga diakhir pengukuran. Data diatas ditulis dengan ketelitian satu angka dibelakang koma.
B. Pembahasan Hasil uji homogenitas dengan menggunakan Chi Square dengan jumlah responden masing-masing golongan 15 anak dengan karakteristik usia, status hidrasi, dan status nutrisi menghasilkan P value > α. Dengan demikian Ho gagal ditolak yang berarti sampel berdistribusi normal. Data ini untuk memastikan bahwa apapun hasil dari penelitian bukan dipengaruhi oleh karakteristik responden melainkan hasil dari perlakuan yang diberikan kepada kedua kelompok perlakuan. 1. Suhu awal anak pada kelompok kompres hangat konvensional Berdasarkan tabulasi data dengan jumlah sampel 15 anak menunjukkan bahwa terjadi variasi suhu antara satu anak dengan yang lainnya. Rentang perbedaan suhu tubuh pada sampel ini terjadi dengan rentang suhu mulai 38 – 40,5 oC, dengan rata-rata suhu sebesar 38,8
o
C. Median suhu pada kelompok perlakuan kompres
hangat konvensional sebesar 38,5 oC, dengan 38,3 oC sebagai nilai suhu yang sering muncul pada kelompok perlakuan ini.
commit to user 63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Suhu tubuh pada anak sangat berfluktuasi. Hal ini diakibatkan termostat pada anak masih belum matur, sehingga mudah berubah dan sensitiv terhadap perubahan suhu lingkungan. Termostat anak akan matur saat anak memasuki usia remaja. Seiring dengan pencapaian maturitas tersebut, suhu tubuh anak akan meningkat dengan variasi suhu 0,54 oC (Potter dan Perry, 2005). Selain itu perbedaan proses penyakit yang terjadi pada masing-masing responden menyebabkan pematokan suhu tubuh yang berbeda antara satu responden dengan responden yang lain (Guyton dan Hall, 1997). Peneliti beranggapan bahwa sangat wajar jika pada 15 responden terjadi perbedaan atau variasi suhu karena kondisi pada anak yang menjadi responden ditinjau dari usia, maturitas, dan sensitivitas respon terhadap suhu lingkungan juga berbeda. Selain itu variasi diurnal tiap anak turut memberikan pengaruh terhadap perbedaan suhu pada setiap anak. Fenomena ini juga akan terjadi pada kelompok responden kompres hangat tepid sponge. Namun variasi ini bukan menjadi suatu masalah dalam penelitian, karena peniliti hanya mengukur besar penurunan suhu yang didapatkan dari selisih suhu antara suhu awal dan suhu akhir tanpa melihat apakah suhu akhir pengukuran telah mencapai batas suhu normal atau tidak. 2. Suhu awal anak pada kelompok kompres hangat tepid sponge Tabulasi data suhu awal pada kelompok kompres hangat tepid sponge menunjukkan variasi suhu awal yang tidak jauh berbeda dengan kelompok kompres hangat konvensional. Rentang perbedaan suhu tubuh pada sampel ini terjadi dengan rentang suhu mulai 38,4 – 40,5 oC, dengan rata-rata suhu sebesar 39,1 oC. Median suhu pada kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge sebesar 39 oC, dengan 38,5 oC sebagai nilai suhu yang sering muncul pada kelompok perlakuan ini.
commit to user 64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sama halnya dengan responden pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional, peneliti bernggapan bahwa variasi suhu pada anak yang menjadi responden pada kelompok kompres hangat tepid sponge bisa disebabkan oleh perbedaan usia, maturitas, variasi diurnal dan sensitifiatas responden terhadap perubahan suhu lingkungan yang juga berbeda. 3. Suhu akhir anak pada kelompok kompres hangat konvensional Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi suhu di akhir periode pengukuran dimana rentang perbedaan suhu terjadi pada 37,5 – 40,5 oC. Nilai ratarata suhu diakhir periode pegukuran adalah 38,5 oC, dan median suhu 38,3 oC. Suhu yang sering muncul pada kelompok responden ini adalah 38,2 oC. Suhu pada anak dengan demam dipengaruhi proses penyakit yang terjadi pada anak. Terutama pada anak dengan infeksi, tingkat infeksi yang menentukan seberapa banyak pirogen eksogen dilepaskan yang direspon dengan pelepasan pirogen endogen tubuh yang akan menentukan seberapa tinggi set point baru akan dipatok (Nelson, 2000). Perbedaan suhu eksternal juga akan menentukan perbedaan suhu anak setelah perlakuan (guyton dan Hall, 1997). Peneliti beranggapan bahwa perbedaan suhu akhir pada masing-masing responden juga diakibatkan oleh perbedaan tingkat stres yang dimiliki oleh tiap individu. Stres memicu peningkatan pelepasan epineprin yang akan meningkatkan metabolisme tubuh dan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. Stres pada anak yang sedang menjalani hospitalisasi berbeda-beda, bergantung pada pengalaman hospitalisasinya dimasa lalu. Tetapi stress akibat perlakuan yang diberikan dapat diminimalkan karena kompres dilakukan oleh Ibunya sendiri bukan oleh petugas kesehatan. Sehingga faktor stress karena stranger anxiety dapat diabaikan.
commit to user 65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selain itu perbedaan suhu awal pada tiap responden tentu saja menjadi salah satu alasan terjadinya perbedaan suhu responden di akhir pengukuran. Sehingga peneliti beranggapan bahwa wajar jika terjadi perbedaan output suhu tubuh responden jika input berupa suhu awal responden sudah berbeda. Fenomena ini tentu juga akan terjadi pada kelompok responden kompres hangat konvensional. 4. Suhu akhir anak pada kelompok kompres hangat tepid sponge Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi suhu di akhir periode pengukuran dimana rentang perbedaan suhu terjadi pada 37,1 – 39,4 oC. Nilai ratarata suhu diakhir periode pegukuran adalah 38,2 oC, dan median suhu 38,1 oC. Suhu yang sering muncul pada kelompok responden ini adalah 37,5 oC. Sama halnya seperti yang terjadi pada responden dengan kelompok perlakuan kompres hangat konvensional, suhu akhir yang terukur merupakan hasil dari perkawinan antara perlakuan, proses penyakit, serta sensitifitas individu terhadap perbedaan suhu eksternal (Nelson, 2000; Guyton dan Hall, 1997). Peneliti juga berpendapat bahwa perbedaan suhu akhir pada tiap responden sangatlah lazim terjadi karena input yang berupa suhu awal sudah berbeda sehingga wajar jika suhu akhir pada tiap-tiap responden juga berbeda. Selain itu perbedaan tingkat stres pada responden juga akan memberikan pengaruh terhadap perbedaan suhu responden di akhir pengukuran. 5. Perbedaan suhu awal dan suhu akhir responden yang diberi perlakuan kompres hangat konvensional. Sebanyak 15 responden pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dievaluasi dan suhu yang dihasilkan pada akhir pengukuran sangat beragam. Sebanyak 3 responden (20%) mengalami kenaikan suhu mulai dari 0,2 –
commit to user 66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
0,8 oC. Seorang responden bersuhu stagnan, dan 11 responden (73%) mengalami penurunan suhu berkisar antara 0,1-1,2 oC. Hasil
uji
statistik
dilakukan
berdasarkan
nilai
rerata
suhu sebelum perlakuan dan pada akhir periode pengukuran kelompok perlakuan kompres hangat konvensional mendapatkan hasil signifikasi sebesar 0,038 berarti < 0,05. Dengan demikian ada perbedaan yang signifikan antara suhu awal sebelum perlakuan dan setelah perlakuan diberikan. Data menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu tubuh anak setelah perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan sebelum perlakuan, yang berarti terjadi penurunan suhu tubuh anak dengan demam setelah perlakuan diberikan. Hasil ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh purwanti (2006) yang berjudul “Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien Anak Hipertermi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Hal yang sama juga diungkapkan oleh valita dalam penelitiannya yang berjudul “Perbedaan Penurunan Suhu Klien Febris Antara Kompres Hangat Pada Reseptor Suhu (Aksila) Dengan Tanpa Kompres Hangat (Studi Kasus Di Ruang Anak RSU dr. Saiful Anwar Malang). Namun meskipun berbagai penelitian terkait menyimpulkan bahwa pemberian kompres hangat konvensional dapat menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam, pada kenyataanya pemberian kompres hangat ini tidak selalu berhasil dalam menurunkan suhu anak. Seperti yang terjadi pada penelitian ini, dari 15 responden yang diberi perlakuan ternyata ada 3 responden yang mengalami kanaikan suhu, dan 1 responden didapatkan suhu yang stagnan.
commit to user 67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan analisa peneliti perbedaan hasil ini dipengaruhi oleh beberapa hal mulai dari penyakit, suhu eksternal, hormonal, obat-obatan, dan stres. Berbagai hal diatas memungkinkan terjadinya perbedaan hasil terhadap penurunan suhu tubuh anak pada akhir pengukuran. Demam (peningkatan suhu) sangat dipengaruhi oleh kondisi penyakit khususnya infeksi yang dialami oleh responden. Pirogen endogen yang dilepaskan pada proses infeksi akan langsung mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh yang akan mengakibatkan kenaikan suhu tubuh responden. Tak dapat dipungkiri bahwa tingkat infeksi yang terjadi pada responden beragam sehingga memungkinkan terjadinya kenaikan suhu tubuh meskipun telah diberi perlakuan kompres hangat, seperti yang terjadi pada 3 responden pada penelitian ini dimana ketiga responden ini tercatat sebagai pasien yang masuk dengan penyakit infeksi. Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Valita (2007) dimana dari sepuluh responden, ada seorang responden yang mengalami kenaikan suhu setelah diberi perlakuan dengan status pasien dengan penyakit infeksi saat masuk rumah sakit. 6. Perbedaan suhu awal dan suhu akhir responden yang diberi perlakuan kompres hangat tepid sponge Sebanyak 15 responden pada kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge dievaluasi dan suhu yang dihasilkan pada akhir pengukuran sangat beragam. Sebanyak 2 responden (13%) mengalami kenaikan suhu mulai dari 0,2 – 0,3 oC. Sedangkan sisanya sebanyak 13
responden (87%) mengalami penurunan suhu
berkisar antara 0,7-2 oC. Kelompok perlakuan kompres hangat tepid Sponge mendapatkan hasil signifikasi sebesar 0,000 berarti < 0,05. Dengan demikian ada perbedaan yang
commit to user 68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
signifikan antara suhu awal sebelum perlakuan dan setelah perlakuan diberikan. Data menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu tubuh anak setelah perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan sebelum perlakuan, yang berarti terjadi penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam setelah perlakuan diberikan.
Penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahar A. F. et all. (1994) dengan judul “Tepid Sponging to Reduce Temperature in Febrile Children in a Tropical Climate” juga menghasilkan kesimpulan bahwa pemberian tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu pada anak dengan demam. Tidak seperti penelitian lainnya, riset yang menggunakan metode true experimental ini memasukkan faktor iklim sebagai faktor yang turut diperhitungkan dalam penelitian. Pada prinsipnya tepid sponge merupakan teknik kompres hangat yang mengkombinasikan beberapa tempat sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa berbagai penelitian hingga berbagai pakar telah mengungkapkan efektifitas kompres hangat terhadap penurunan suhu anak dengan demam. Sebagaimana diungkapkan oleh Potter dan Perry (2005) bahwa pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal kehipotalamus yang akan mengakibatkan pengeluaran sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi pembuluh perifer. Terjadinya vasodilatasi ini yang menyebabkan pembuangan panas tubuh melalui kulit meningkat. Selanjutnya dengan set point yang baru hipotalamus akan menstabilkan suhu tubuh. Namun terdapat sedikit perbedaan hasil penelitian antara penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti dengan beberapa penelitian terkait. Diantarnya penelitian yang dilakukana oleh Department of Child Health Nursing of India, Bantonisamy et
commit to user 69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
all. (2008) dengan risetnya yang berjudul “Comparative Effectiveness of Tepid Sponging and Antipyretic Drugs Versus Only Antipyretic Drug in The Management of Fever Among Children” menghasilkan kesimpulan bahwa penambahan tepid sponge terhadap pemberian antipiretik pada anak dengan demam hanya mempercepat penurunan suhu tubuh pada anak diawal pengukuran. Namun setelah dua jam pasca perlakuan dihentikan, suhu tubuh pada anak yang diberi perlakuan antipiretik dan tepid sponge sama dengan anak yang hanya diberi antipiretik saja. Penelitian Alves (2008) menghasilkan kesimpulan bahwa pemberian tepid sponge dan antipiretik efektif untuk menurunkan suhu anak pada 30 menit awal, dan menunjukkan tren level suhu yang lebih tinggi dibandingkan anak yang hanya diberi antipiretik saja. Adapun pada hasil penelitian ini sendiri menghasilkan kesimpulan bahwa tepid sponge efektif dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam selama 90 menit awal, setelah itu akan terjadi kenaikan suhu seperti semula. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil mengenai lama efek terapi tepid sponge dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam antara penelitian ini dengan penelitian terkait lainnya. Menurut peneliti perbedaan diakibatkan oleh
pengaruh eksternal yaitu
berupa luas washlap yang kontak dengan tubuh dan suhu lingkungan pada daerah beriklim tropis. Rasio body surface area dibanding dengan luas total washlap kompres yang diberikan hampir sebanding, yang artinya luas kontak washlap dengan kulit cukup luas sehingga lebih baik dalam memfasilitasi perpindahan kalor secara konduksi dibandingkan dengan evaporasi karena suhu lingkungan di wilayah tropis lebih tinggi dibandingkan dengan wilyah iklim yang lainnya. Seperti halnya yang dijelaskan oleh Mahar A. F. (1994) bahwa tepid sponge sangat efektif dalam
commit to user 70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membantu penurunan suhu anak dengan demam yang berada di iklim tropis. Begitu juga Alves dan Almeida (2008) menegaskan bahwa penambahan tepid sponge terhadap antipiretik memberikan hasil yang baik jika diterapkan pada anak yang berada di iklim tropis. 7. Perbedaan penurunan suhu pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge Sebanyak 30 responden dipecah menjadi dua kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan kompres hangat tepid sponge. Tabel 4.7 menunjukkan bahwa pengukuran suhu pada menit ke-5 dan ke-15 tidak didapatkan perbedaan penurunan suhu tubuh secara signifikan antara kelompok kompres konvensional dan kelompok kompres hangat tepid sponge. Penurunan suhu tubuh tampak nyata berbeda mulai menit ke-30 sampai dengan menit ke-120. Besar selisih rerata penurunan suhu tubuh antara kedua kelompok perlakuan berbeda setiap waktu pengukuran, dimana kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge memiliki derajat penurunan suhu yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kompres konvensional dengan selisih terbesar mencapai 0,81 0C pada menit ke-60. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompres hangat tepid sponge yang dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam. Tepid
sponge
merupakan
sebuah
teknik
kompres
hangat
yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besar superficial dengan teknik seka (Wilson, 1995). Seperti pada kompres hangat konvensional, tepid sponge bekerja dengan cara mengirimkan implus ke hipotalamus bahwa lingkungan sekitar sedang dalam keadaan panas. Keadaan ini akan mengakibatkan hipotalamus
commit to user 71
perpustakaan.uns.ac.id
berespon dengan
digilib.uns.ac.id
mematok set poin suhu tubuh yang lebih tinggi dengan cara
menurunkan produksi dan konservasi panas tubuh (Guyton, 1997). Namun menurut peneliti kompres hangat tepid sponge lebih efektif dalam menurunkan suhu anak dengan demam dibandingkan dengan kompres hangat konvensional disebabkan adanya seka tubuh pada teknik kompres hangat tepid sponge akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer disekujur tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan lebih cepat dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres konvensional yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi hipotalamus. Perbedaan rasio body surface area dengan jumlah luas washlap yang kontak dengan pembuluh darah perifer yang berbeda antara teknik kompres hangat konvensional dan kompres hangat tepid sponge akan turut memberikan perbedaan hasil terhadap percepatan penurunan suhu responden pada kedua kelompok perlakuan tersebut. Berdasarkan protap tindakan, terdapat keunggulan yang dimiliki teknik kompres hangat konvensional dibandingkan dengan teknik kompres hangat tepid sponge diantaranya suhu air yang lebih hangat, dan durasi pemberian kompres yang lebih panjang. Selain itu, kecilnya jumlah washlap yang kontak dengan tubuh memberikan kenyamanan yang lebih dibandingkan dengan teknik tepid sponge yang hampir sekujur tubuhnya dibalut dengan washlap. Namun seperti yang dijelaskan di paragraf sebelumnya, kombinasi cara kerja pada tepid sponge mengakibatkan tepid sponge yang dilakukan Ibu lebih unggul dalam menurunkan suhu pada anak dengan demam dibandingkan dengan kompres hangat konvensional.
commit to user 72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selain itu perbedaan cara kerja antara kompres hangat konvensional dengan kompres hangat tepid sponge menyebabkan perbedaan karakteristik fluktuasi suhu setelah perlakuan dihentikan dan seberapa lama masing-masing teknik mampu memberikan efek terapi berupa penurunan suhu anak. Gambar 4.1 menunjukkan pada kelompok kompres hangat konvensional fluktusi penurunan suhu tidak konstan dengan rerata efek terapi selama 10-15 menit. Setelah itu suhu berfluktuasi dan cenderung tidak stabil. Sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid sponge penurunan suhu relatif konstan dengan efek terapi yang cukup lama yaitu 90 menit. Setelah 90 menit perlakuan dihentikan, suhu tubuh pada anak akan mengalami kenaikan. Berdasarkan perbedaan karakteristik ini peneliti menyimpulkan bahwa untuk memperoleh hasil yang maksimal maka penerapan masing-masing teknik ini harus dibedakan sesuai dengan karakteristik fluktuasi suhu dan lama efek terapi yang dimiliki oleh masing-masing teknik. Untuk teknik kompres hangat konvensional, kompres bisa diberikan oleh Ibu secara remitten yaitu terus menerus hingga penurunan suhu tubuh yang diinginkan tercapai. Hal ini diakibatkan oleh pendeknya efek terapi pada kompres konvensional sehingga penghentian kompres setelah pemberian kompres selama 20-25 menit sesuai dengan protap tindakan tidak akan memberikan pengaruh yang berarti terhadap penurunan suhu dibandingkan dengan kompres hangat teknik tepid sponge. Sedangkan pada tepid sponge pemberian kompres dapat diberikan sesuai dengan protap tindakan yaitu selama 10-15 menit, kemudian pemberian kompres dihentikan, washlap diambil dan tubuh dibiarkan terbuka. Hal ini akan memfasilitasi evaporasi melalui kulit yang telah berdilatasi kelingkungan sekitar menjadi
commit to user 73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
maksimal. Tepid sponge dapat kembali diberikan setelah 90 menit kemudian. Ini merupakan waktu yang tepat karena setelah 90 menit efek terapi tepid sponge mulai menghilang yang ditandai dengan kembali meningkatnya suhu pada anak. Pemberian tepid sponge yang selanjutnya akan mencegah kenaikan suhu lebih lanjut. C. Keterbatasan Penelitian Peneliti dalam menerapkan penelitian ini sudah berupaya semaksimal mungkin agar hasil yang diperoleh benar-benar valid dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Berbagai upaya telah dilakukan peneliti untuk mendapatkan hasil maksimal, minimal tidak terjadi bias. Penyeleksian sampel dilakukan dengan ketat dengan cara memilih teknik sampling yang sesuai serta penentuan kriteria inklusi dan eksklusi sedimikian rupa untuk mencegah terjadinya bias hasil akibat pengaruh dari karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing sampel. Peneliti kembali melakukan uji homogenitas sampel untuk kembali memastikan bahwa hasil yang diperoleh memang benar-benar efek dari perlakuan yang diberikan, bukan karena perbedaan karakteristik pada kedua kelompok perlakuan. Selain itu untuk menghindari terjadinya perbedaan skill Ibu dalam implementasi pada anaknya baik pada kompres konvensional maupun pada kompres tepid sponge, peneliti mengobservasi cara kerja Ibu dalam melakukan implementasi supaya sesuai dengan protap tindakan. Penelitian ini memeliki beberapa keterbatasan sehingga berpengaruh pada hasil penelitian antara lain:
commit to user 74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Alat ukur Salah satu alat ukur pada penelitan ini adalah termometer aksila yang hasil pengukurannya bisa dipengaruhi oleh pemberian kompres hangat di aksila. Selain itu akurasi termometer jenis ini kurang mendekati suhu tubuh yang sebenarnya dibandingkan dengan termometer rektal sehingga akan menimbulkan bias. 2. Sampel Jumlah sampel pada penelitian ini relatif kecil yaitu 30 responden. Terbatasnya jumlah sampel ini bisa berpengaruh pada akurasi hasil penelitian dan kemampuannya untuk digeneralisasi pada populasi yang besar. 3. Suhu anak dengan demam dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak dikondisikan pada penelitian ini, antara lain: a. Masing-masing anak berbeda dalam pemberian jenis antipiretik. Sehingga perbedaan jenis antipiretik ini bisa menjadi faktor perancu dalam penelitian ini. b. Peneliti memiliki keterbatasan untuk menghomogenkan suhu ruangan yang turut mempengaruhi suhu tubuh responden sebelum ataupun sesudah perlakuan. Untuk melakukan pengkondisian ini ruangan harus ber-AC, sedangkan kenyataan yang ada dilapangan peneliti hanya diperkenankan melakukan penelitian di ruangan bangsal, yang tidak memilki fitur AC di ruangan. c. Status hormonal responden hususnya hormon yang langsung mempengaruhi metabolisme tubuh akan turut mempengaruhi fluktuasi suhu responden. Untuk mengontrol status hormonal dengan akurat dibutuhkan skrining khusus yang bisa menelan biaya diluar batas kemampuan peneliti. d. Stres merupakan hal turut mempengaruhi fluktuasi suhu tubuh seseorang. Saat penelitian ini dilakukan, stres merupakan faktor yang tidak terkaji oleh peneliti
commit to user 75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena bagaimanapun stres pada anak merupakan hal yang sulit dikaji dan dikontrol. Stres pada anak bisa muncul dari pengalaman hospitalisasi dimasa lalu yang kurang menyenangkan akibat penerapan prinsip atraumatic care yang masih parsial. Selain itu resistensi anak yang menjadi responden terhadap pemberian kompres hangat sangatlah bervariasi. Pada anak yang memiliki tingkat resistensi tinggi pemberian kompres hangat bisa menjadi stresor tersendiri yang berperan terhadap peningkatan suhu responden walaupun tindakan tersebut dilakukan oleh Ibunya sendiri.
commit to user 76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan 1. Penurunan suhu tubuh pada anak dengan perlakukan kompres konvensional maupun kompres hangat tepid sponge terjadi pada pengukuran suhu tubuh menit ke-5 sampai menit ke-90. Setelah itu suhu tubuh anak kembali naik. 2. Perbedaan rerata penurunan suhu tubuh antara anak yang dilakukan kompres konvensional dan anak dengan kompres hangat tepid sponge terjadi pada mulai menit ke-30 sampai dengan menit ke-120. Pada menit ke-5 dan ke-15 tidak terdapat perbedaan penurunan suhu yang signifikan antara kedua kelompok. 3. Kompres hangat tepid sponge yang dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam. 2. Implikasi 1. Uji statistik memperlihatkan dengan jelas bahwa kompres hangat tepid sponge yang dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam. Melalui penelitian ini diharapkan mampu mengenalkan tepid sponge sebagai metode non farmakologis yang terbukti efektif dan aman dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam sehingga dapat diterapkan di khalayak luas. 2. Tepid sponge sebagai metode kompres hangat yang memberikan efek penurunan suhu yang konstan dan berlangsung lama sangat cocok untuk anak yang sedang mengalami kejang demam dan membantu menurunkan suhu pada anak dengan demam di wilayah beriklim tropis seperti Indonesia. Tepid sponge juga sangat dianjurkan pada anak yang
commit to user 77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berusia 6 bulan – 5 tahun, karena pada usia ini resiko kejang demam lebih tinggi dibanding dengan usia lainnya (Guyton dan Hall, 1997). 3. Banyaknya jumlah washlap yang kontak dengan kulit pada metode tepid sponge mengakibatkan responden merasa hangat, dengan demikian metode ini sangat dibutuhkan pada anak dengan demam yang sedang berada pada fase menggigil karena tepid sponge tidak hanya membantu menurunkan suhu tubuhnya tetapi juga memberikan rasa hangat pada anak yang sedang menggigil sesaat sebelum set point yang baru tercapai. 4. Tepid sponge memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan konvensional, dengan demikian tepid sponge cocok dan dianjurkan untuk berbagai kondisi anak dengan demam. Namun pada anak yang memiliki tingkat resistensi tinggi terhadap pemberian
tepid
sponge,
pemberian
kompres
metode
konvensional
patut
diperhitungkan untuk menggantikan pemberian tepid sponge (dengan catatan tidak berisiko kejang demam), karena pemberian tepid sponge pada anak yang memilki tingkat resistensi tinggi dapat memicu stres anak yang akan meningkatkan suhu tubuhnya walaupun tindakan ini dilakukan oleh Ibunya sendiri.. 5. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rujukan bagi para orang tua, maupun instansi yang sebelumnya mengalami kebingungan dalam menentukan metode mana yang paling paling tepat dalam membantu menurunkan suhu tubuh anak dengan demam sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. 3. Saran 1. Bagi Orang Tua Anak Perlu meningkatkan pengetahuan mengenai tehnik kompres hangat yang tepat sesuai dengan kondisi anaknya. Orang tua bisa memberikan tepid sponge pada
commit to user 78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
anaknya yang sedang demam, ataupun kejang demam sebelum ibu menjangkau pelayanan kesehatan lebih lanjut. Sedangkan pada anak yang menolak pemberian tepid sponge, pemberian kompres konvensional bisa diberikan sebagai penggantinya. Adapun mengenai teknik pelaksanaan dari kedua metode kompres tersebut ibu bisa menanyakan pada puskesmas atau rumah sakit terdekat. 2. Bagi Instansi Terkait Mengingat telah terbukti bahwa kompres hangat tepid sponge yang dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu pada anak dengan demam hendaknya protap kompres hangat tepid sponge segera bisa diterapkan khususnya di Puskesmas Mumbulsari. Pemberian tepid sponge bisa dilakukan sesuai protap tindakan yaitu 1015 menit. Kemudian washlap diambil dan membiarkan tubuh terbuka selama 90 menit. Setelah itu jika suhu anak belum mencapai derajat suhu tubuh yang diinginkan tepid sponge
dapat diberikan kembali dengan cara dan durasi yang sama seperti
sebelumnya. Walaupun demikian bukan berarti konvensional tidak diperlukan lagi. Konvensional dapat diberikan sebagai pengganti tepid sponge pada anak yang menolak pemberian tepid sponge. Kompres hangat konvensional dapat diberikan secara remitten hingga penurunan suhu tubuh anak yang diinginkan tercapai. Peneliti menyarankan kepada instansi terkait untuk tidak menghilangkan protap kompres hangat konvensional yang telah ada sebelumnya, karena pemilihan kedua metode kompres hangat yang akan diberikan harus disesuaikan dengan kondisi anak dilapangan.
commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Bagi Perawat Anak Perlu diadakan sosialisasi pada para orang tua tentang penanganan anak demam menggunakan kompres hangat baik di lingkup rumah sakit maupun di lingkup komunitas. Penjelasan mengenai kompres hangat tepid sponge untuk diberikan pada anak sesuai dengan kondisi anak, hingga cara pemberiannya 4. Bagi Peneliti Lain Perlu diadakan penelitian lain yang lebih dalam dengan mengendalikan suhu lingkungan, tingkat stres, dan status hormonal. Penggunaan termometer rektal sebagai alat ukur yang paling akurat tanpa harus melanggar etik. Selain itu disarankan untuk melakukan penambahan jumlah sampel yang jauh lebih banyak daripada penelitian ini.
commit to user 80